EMPIEMA

13
Modul Ilmu Penyakit Dalam Pulmonologi EMPIEMA Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan mempunyai keterampilan dalam mengelola pasien dengan empiema secara holistik, termasuk menegakkan diagnosis dini dan memberikan tatalaksana segera untuk mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi. Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: 1. Mendiagnosis empiema 2. Mengelola pasien dengan empiema 3. Mencegah dan mengelola komplikasi empiema Pokok bahasan/sub pokok bahasan 1. Diagnosis empiema 2. Penatalaksanaan empiema 3. Komplikasi empiema Metode A. Proses pembelajaran dilaksanakan melalui metode: Supervised direct patient care Small group discussion Peer assisted learning Didactic sessions Bedside teaching Task-based Medical Education B. Peserta didik paling tidak sudah harus mempelajari (prasyarat): Bahan acuan referensi Ilmu dasar yang berkaitan dengan topik pembelajaran seperti anatomi regio toraks, fisiologi, patologi, dan farmakologi obat-obat yang terkait. Ilmu klinik dasar tentang tata cara anamnesis dan pemeriksaan jasmani umum. C. Penuntun belajar (lampiran 1). D. Tempat belajar (training setting): Poliklinik Penyakit Dalam RSCM 1

description

empiema

Transcript of EMPIEMA

Page 1: EMPIEMA

Modul Ilmu Penyakit DalamPulmonologi

EMPIEMA

Tujuan pembelajaran umumSetelah mengikuti modul ini peserta didik akan mempunyai keterampilan dalam mengelola pasien dengan empiema secara holistik, termasuk menegakkan diagnosis dini dan memberikan tatalaksana segera untuk mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi.Tujuan pembelajaran khususSetelah mengikuti modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk:

1. Mendiagnosis empiema2. Mengelola pasien dengan empiema3. Mencegah dan mengelola komplikasi empiema

Pokok bahasan/sub pokok bahasan1. Diagnosis empiema2. Penatalaksanaan empiema3. Komplikasi empiema

Metode A. Proses pembelajaran dilaksanakan melalui metode: Supervised direct patient care Small group discussion Peer assisted learning Didactic sessions Bedside teaching Task-based Medical Education

B. Peserta didik paling tidak sudah harus mempelajari (prasyarat):Bahan acuan referensiIlmu dasar yang berkaitan dengan topik pembelajaran

seperti anatomi regio toraks, fisiologi, patologi, dan farmakologi obat-obat yang terkait.

Ilmu klinik dasar tentang tata cara anamnesis dan pemeriksaan jasmani umum.

C. Penuntun belajar (lampiran 1).D. Tempat belajar (training setting):

Poliklinik Penyakit Dalam RSCM Ruang rawat inap RSCM IGD, HCU, ICU, ICCU

Media Kuliah Laporan dan diskusi kasus Bedside teaching Penanganan pasien langsung dalam supervisi E-learning

Alat bantu pembelajaran

Ruang diskusi Sarana audio-visual Internet connection

Evaluasi

1

Page 2: EMPIEMA

1. Pada awal kegiatan dilaksanakan pre-test yang bertujuan untuk menilai kinerja awal peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada.

2. Proses penilaian oleh fasilitator dalam small group discussion yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan penuntun belajar.

3. Role play bersama teman sejawat (peer assisted learning) atau SP (standardized patient). Pada kegiatan ini peserta didik yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa tuntunan belajar. Tuntunan belajar dipegang oleh rekan-rekan lain yang bertugas melakukan evaluasi (peer assisted evaluation).

4. Direct observation oleh fasilitator melalui metode bedside teaching di mana peserta didik yang bersangkutan mengaplikasikan penuntun belajar kepada pasien sesungguhnya. Pada kegiatan ini, fasilitator memberikan penilaian:

Perlu perbaikan: pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan.

Cukup: pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misalnya kurang mempertimbangkan kenyamanan pasien atau waktu pemeriksaan terlalu lama.

Baik: pelaksanaan baik dan benar. Pada akhir kegiatan dilakukan diskusi antara peserta didik dengan fasilitator sebagai sarana untuk memberi masukan dan memperbaiki kekurangan yang ada.

5. Self assesment dan peer assisted evaluation menggunakan penuntun belajar.6. Direct observation oleh fasilitator dengan menggunakan evaluation checklist form

(lampiran 2). Peserta didik memberikan penjelasan secara lisan kepada fasilitator. Kriteria penilaian yang digunakan: cakap/tidak cakap/lalai. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bula perlu diberikan tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education).

7. Formatif: penilaian melalui ujian tulis (MCQ, essay) dan ujian lisan.

Target1. PPDS tahap I: pencapaian kompetensi kompeten2. PPDS tahap II: pencapaian kompetensi profisiens

Staf Pengajar

Staf pengajar adalah staf yang karena keahliannya diberi wewenang untuk membimbing, mendidik dan menilai peserta didik. Staf pengajar dibagi 3 kelompok,yaitu :

1. Pembimbing, yaitu staf yang mepunyai tugas melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam peningkatan ketrampilan peserta didik, tetapi tidak diberi tanggung jawab atas peningkatan bidang ilmiah (kognitif). Kualifikasi pembimbing adalah Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang ditunjuk oleh Ketua Departemen dan minimal telah memiliki masa kerja sebagai spesialis penyakit dalam selama minimal 3 tahun.

2. Pendidik, yaitu staf yang selain mempunyai tugas sebagai pembimbing, juga bertanggung jawab atas bimbingan peningkatan bidang ilmiah (kognitif). Kualifikasi pembimbing adalah seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan (SpPD-K) dengan kekhususan Pulmonologi.

3. Penilai, yaitu staf yang selain mempunyai tugas sebagai pembimbing dan

2

Page 3: EMPIEMA

pendidik, juga diberi wewenang untuk menilai hasil belajar peserta didik. Kualifikasi penilai adalah seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan (SpPD-K) dengan kekhususan Pulmonologi yang telah menjadi SpPD-K minimal 3 tahun.

Referensi1. Millard FJC, Pepper JR. Pleural Diseases. In: Brewis RAL, Corrin B, Geddes

DM, Gibson GJ. Editor. Respiratory Medicine. Second Edition. London: W.B. Saunders. 1995; p.1559-61.

2. Riddick CA.Empyema. In: Bordow RA, Ries AL, Morris TA. Editor. Manual of clinical Problems in Pulmonary Medicine. Sixth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006; p.170-3.

3. Sahn SA. Pleural Diseases. In: American College of Chest Physicians. Illinois: AACM. 2006.

4. Finegold SM, Fishman JA. Empyema and Lung Abscess. Peter JI, Sako EY. Pneumothorax. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaise LR, Senior RM. Editor. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. Third Edition. New York: McGraw-Hill. 1998; p.2021-32.

5. Jablons D, Cameron RB, Turley K. Thoracic Wall, Pleura, Mediastinum, and Lung. In: Way LW, Doherty GM. Editor. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh Edition. California: McGraw-Hill. 2003; p.360-66.

6. Heffner JE. Pneumonia and Empyema. In Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J. Editor. Respiratory infections: A Scientific basis For Management. Philadelphia: WB Saunders. 1994. p.265-76.

3

Page 4: EMPIEMA

LAMPIRAN I PENUNTUN BELAJARPenilaian kinerja dilakukan pada setiap langkah dengan menggunakan skala penilaian berikut:

1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan dengan benar atau dalam urutan yang salah.

2. Cukup: langkah dikerjakan dengan benar, dalam urutan yang benar (bila diperlukan), tetapi belum lancar.

3. Baik: langkah dikerjakan dengan efisien dan dalam urutan yang benar (bila diperlukan).

Nama peserta didik TanggalNama pasien No Rekam Medis

PENUNTUN BELAJAREMPIEMA

No Kegiatan/langkah klinik Kesempatan ke

1 2 3 4 5I ANAMNESIS1. Menyapa pasien dan keluarganya,

memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud anda.

2. Menanyakan keluhan utama dan deskripsinya.3. Apakah terdapat gejala pneumonia?4. Apakah terdapat keluhan yang menjurus ke efusi

pleura?5. Mengidentifikasi faktor resiko yang terdapat pada

pasien (riwayat trauma, infeksi di daerah dada)II PEMERIKSAAN FISIK1. Terangkan akan dilakukan pemeriksaan fisik pada

pasien2. Tentukan keadaan umum3. Lakukan pengukuran tanda vital: kesadaran,

tekanan darah, laju nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh.

4. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap secara sistematis.

5. Apakah terdapat tanda-tanda pneumonia?6. Apakah terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah

toraks atau abdomen? 7. Apakah terdapat tanda-tanda trauma pada daerah

toraks?III PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan roentgen toraks2. Ultrasonografi toraks

4

Page 5: EMPIEMA

3. CT-scan toraksIV DIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis.Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

V PENATALAKSANAAN1. Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit

dan tatalaksana penyakit.2. Pemberian terapi suportif sesuai kebutuhan pasien

(oksigen, manajemen cairan)3. Terapi medikamentosa dengan antimikroba 4. Drainase efusi (torakosentesis, pipa torakostomi)5. Melakukan konsultasi lintas bagian yang

diperlukan

5

Page 6: EMPIEMA

LAMPIRAN II DAFTAR TILIK

Berikan tanda √ dalam kotak yang tersedia sesuai dengan penilaian terhadap keterampilan peserta didik dalam melaksanakan langkah/kegiatan. Cantumkan “TD” bila tidak dilakukan pengamatan.

Nama peserta didik TanggalNama pasien No Rekam Medis

DAFTAR TILIKEMPIEMA

No Kegiatan/langkah klinik Hasil penilaianLalai Tidak

cakapCakap

I ANAMNESIS1. Sikap profesionalime:

Menghormati pasien Empati Kasih sayang Menumbuhkan kepercayaan Mempertimbangkan kenyamanan pasien Terampil berkomunikasi secara verbal Terampil menggunakan komunikasi non-

verbal (kontak mata, bahasa tubuh)2. Menarik kesimpulan gejala dan tanda yang ada

merupakan manifestasi empiema3. Menarik kesimpulan adakah faktor resiko.II PEMERIKSAAN FISIK1. Sikap profesionalime:

Menghormati pasien Empati Kasih sayang Menumbuhkan kepercayaan Mempertimbangkan kenyamanan pasien Terampil berkomunikasi secara verbal

Terampil menggunakan komunikasi non-verbal (kontak mata, bahasa tubuh)

2. Menentukan keadaan umum3. Pengukuran tanda vital: kesadaran, tekanan

darah, laju nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh4. Pemeriksaan status gizi, menghitung IMT5. Pemeriksaan kepala6. Pemeriksaan mata7. Pemeriksaan THT8. Pemeriksaan leher9. Pemeriksaan dada

6

Page 7: EMPIEMA

10. Pemeriksaan jantung11. Pemeriksaan paru12. Pemeriksaan abdomen13. Pemeriksaan ekstremitas14. Pemeriksaan neurologisIII USULAN PEMERIKSAAN

Keterampilan dalam memilih rencana pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis kerja.

IV DIAGNOSISKeterampilan dalam memberikan pengkajian dari diagnosis kerja yang ditegakkan.

V PENATALAKSANAAN1. Memilih jenis pengobatan atas pertimbangan

keadaan klinis, faktor sosial ekonomi, nilai yang dianut pasien, pendapat pasien, dan efek samping.

2. Memberi penjelasan mengenai pengobatan yang akan diberikan, termasuk mengenai keuntungan dan kerugiannya.

3. Mengevaluasi hasil pengobatan .

7

Page 8: EMPIEMA

EMPIEMA

Berdasarkan definisi, empiema adalah pengumpulan nanah dalam rongga tubuh. Bila tidak disertai penjelasan biasanya diartikan sebagai pengumpulan nanah dalam rongga pleura. Hal ini diakibatkan oleh infeksi pada rongga pleura yang tidak diobati. Empiema paling sering terjadi akibat pneumonia bakterial. Sekitar 20-60% kasus pneumonia dikaitkan dengan efusi parapneumonia. Dengan terapi antibiotik yang tepat, efusi akan menghilang tanpa komplikasi. Tetapi, sejumlah efusi tidak menghilang seterlah pengobatan, yang disebut efusi komplikata. Infeksi dan respon inflamasi dapat terus berlanjut sampai membetuk benang-benang adesif. Cairan yang terinfeksi akan menjadi pus yang terlokulasi dalam rongga pleura.

Empiema dapat disebabkan oleh sebab lain selain pneumonia bakterial. Proses apapun yang mengintroduksi patogen ke dalam rongga pleura dapat menyebabkan empiema. Beberapa penyebab tersebut diantaranya: trauma dada, ruptur abses paru ke dalam rongga pleura. Perluasan infeksi dari luar pleura (misalnya: mediastinitis, infeksi abdomen), robekan esofagus, iatrogenik akibat tindakan bedah toraks, dan pemasangan kateter.

Kematian akibat empiema dihubungkan dengan gagal napas dan sepsis, yang terjadi jika respon imun dan antibiotik tidak memadai untuk mengatasi infeksi. Drainase dilakukan untuk mengeluarkan cairan dan meningkatkan hasil pengobatan. Intervensi yang harus dilakukan tergantung pada keparahan penyakit. Intervensi segera dapat menurunkan angka kematian akibat empiema, oleh karena itu, diagnosis dini, serta tatalaksana dan pengelolaan yang tepat sangat penting.

Sekresi cairan ke dalam rongga pleura normalnya berada dalam keseimbangan dengan drainase oleh pembuluh limfa subpleura. Efusi parapneumonia adalah penyebab tersering empiema. Pneumonia memicu respon inflamasi. Inflamasi yang berdekatan dengan pleura meningkatkan permeabilitas sel mesotelial terhadap albumin dan protein lain. Oleh karena itu, efusi pelura akibat infeksi kaya akan protein.

Pembentukan empiema terdiri dari tiga tahap: Tahap eksudatif. Pada tahap ini cairan pleura yang kaya akan protein bergerak

dengan bebas. Kadar glukosa dan pH normal. Drainase efusi dan terapi antimikroba yang tepat umumnya memadai sebagai tatalaksana.

Tahap fibrinolitik. Viskositas cairan pleura meningkat. Faktor koagulasi teraktivasi, dan aktivitas fibroblastik mulai menyelimuti membran pleura dengan jaringan adesif. Kadar glukosa dan pH lebih rendah dari normal.

Tahap organisasi. Pembentukan lokulasi. Aktivitas afibroblastik menyebabkan perlekatan pleura parietal dan viseral. Hal ini dapat berlangsung sampai kedua lapisan pleura tersebut tidak dapat dibedakan lagi. Pus, cairan kaya protein dengan sel inflamasi dan debris, terdapat dalam rongga pleura. Pada saat ini seringkali diperlukan intervensi bedah.

DIAGNOSISSekitar 70% empiema merupakan komplikasi pneumonia. Pada pneumonia,

empiema dikaitkan dengan gejala menggigil, demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk. Pada beberapa pasien dapat ditemukan pleuritis dan dispnoe,

8

Page 9: EMPIEMA

yang tidak tergantung pada ukuran efusi. Apabila ukuran efusi cukup bermakna, dapat ditemukan redup pada perkusi dan hilangnya suara napas.

Saat ini, Staphylococcus sp. dan patogen anaerob merupakan mikroorganisme yang paling sring dihubungkan dengan empiema. Karena separuh efusi akibat stafilokokus berlanjut menjadi empiema, maka drainase dini dapat diindikasikan apabila kuman ini berhail diidentifikasi. Mikroorganisme lain yang dikaitkan dengan empiema adalah Mycobacterium yang menyebabkan tuberkulosis.

Pemeriksaan foto toraks tetap menjadi pemeriksaan awal yang dilakukan untuk mengevaluasi efusi atau empiema. Apabila terdapat efusi, posisi dekubitus bilateral diperlukan untuk dapat melihat lebih jelas. Tetapi, cairan dalam jumlah sedikit pada resesus subpulmoner mngkin tidak terdeteksi. Dibutuhkan sekitar 75 ml cairan untuk menimbulkan gambaran sudut kostofrenikus posterior tumpul pada pandangan lateral, dan sekitar 200 ml untuk memberikan gambaran sudut kostofrenikus lateral tumpul pada pandangan anterior.

Ultrasonografi (USG) dapat menunjukkan adanya cairan pleura dengan volume kecil, dan dapat memberikan informasi tentang viskositas cairan. Selain itu, USG juga dapat menunjukkan adanya septa pada rongga pleura, tetapi tidak dapat memberikan keterangan mengenai penebalan membran pleura. Efusi dengan lokulasi mendukung diagnosis empiema, tetapi diagnosis tetap harus dikonfirmasi dengan torakosentesis.

CT-scan dada dapat memberikan informasi paling banyak. CT menunjukkan adanya cairan, lokulasi, penebalan membran pleura, dan gelembung udara dalam rongga pleura. CT dan USG juga digunakan untuk penempatan kateter drainase. Walaupun temuan pada CT dapat bersifat diagnostik, pengambilan cairan pleura diindikasikan untuk kultur dan analisis sensitivitas.

MRI jarang digunakan untuk melihat efsi pleura dan empiema. Metode ini berguna untuk mengevaluasi membran pleura jika pemakaian materi kontras dikontraindikasikan.

9

Page 10: EMPIEMA

TATALAKSANAKeputusan klinis yang penting adalah dalam menentukan kapan saat yang

tepat untuk mengalirkan empiema keluar. Penggunaan metode pemeriksaan penunjang yang sesuai dapat membantu klinis memilih dan menentukan saat intervensi.

Berdasarkan the American College of Chest Physicians, drainase direkomendasikan apabila ditemukan: efusi berjumlah besar (setidaknya separuh hemitoraks), efusi dengan lokulasi atau dengan penebalan pleura parietal, kultur atau pewarnaan Gram positif, pus dalam pleura, dan pH < 7,20. Indikasi laboratorium yang dapt dijadikan pertimbangan untuk melakukan drainase adalah apabila: pH < 7.20, kadar glukosa < 60 mg/dL, kadar laktat dehidrogenase > 600 IU/L, dan ditemukan bakteri pada pewarnaan Gram.Torakosentesis

USG atau CT seringkali digunakan untuk meningkatkan kesuksesan torakosentesis. Apabila efusi berulang, penempatan kateter untuk drainase kontinyu dapat dilakukan. Apabila efusi berulang untuk yang kedua kalinya, torakostomi pipa harus dilakukan jika terdapat faktor prognosis yang memperburuk. Jika cairan tidak seluruhnya dapat dikeluarkan dengan torakosentesis terapeutik, pertimbangkan untuk insersi chest tube dan pemberian trombolitik (streptokinase 250,000 unit atau urokinase 100,000 unit) atau torakoskopi untuk memisahkan perlengketan. Terapi bedah

Intervensi bedah diperlukan pada efusi dengan lokulasi multipel yang sulit didrainase dan untuk efusi yang tidak memberikan respon terhadap drainase kateter. Selain itu, intervensi bedah juga diperlukan untuk empiema pada tahap organisasi. Intervensi bedah meliputi: debridement dengan torakoskopi, Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS), torakotomi terbuka, dan dekortikasi bedah terbuka.

10