Josh RU Empiema
-
Upload
andly-kaka -
Category
Documents
-
view
145 -
download
0
Transcript of Josh RU Empiema
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 1/16
RESPONSI UMUM
SEORANG PASIEN DENGAN
EMPIEMA PARU
Oleh:
Joshua Runtuwene
Vonny Wurangian
Meiny Tenda
Pembimbing:
Dr. J. C. Matheos, Sp.P
Dr. Ivonne Wuisan
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2011
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 2/16
PENDAHULUAN
Empiema adalah suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan
yang terinfeksi terkumpul di suatu rongga tubuh, dimana rongga tersebut secara
anatomis sudah ada. Kata ini berasal dari bahasa Yunani “empyein” yang artinya
menghasilkan nanah (supurasi). Empiema dapat terjadi di rongga pleura yang
dikenal dengan nama empiema thoraks, dan dapat juga terjadi di kandung empedu
dan pelvik.1,2
Di negara maju empiema sudah jarang terjadi. Dengan adanya antibiotika
menyebabkan menurunnya jumlah penyakit empiema. Namun, di negara
berkembang jumlah kasus empiema masih tetap banyak. Setiap tahunnya
diperkirakan terdapat 6.500 penderita di Amerika Serikat dan Inggris yang
menderita empiema dan efusi parapneumonia tiap tahunnya, dengan mortalitas
sebanyak 20% dan menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di
India terdapat 5–10% kasus anak dengan empiema toraks.2,3
Penyakit biasanya disebabkan oleh: Haemophylus influenza, Stafilococcus,
Streptococcus, Pneumococcus, Mycobacterium tuberculosis (sangat ganas).
Patogenesisnya dapat melalui beberapa cara, yaitu: akibat pneumonia atau abses
paru yang pecah ke dalam rongga pleura, perluasan suatu infeksi yang bukan dari
paru-paru (misalnya: madiastinitis, peritonitis) secara hematogen, trauma pada
luar dinding toraks yang menyebabkan infeksi rongga pleura, trauma pada
esofagus, iatrogenik infeksi saat merawat luka di sekitar daerah dada.1,3,4
Manifestasi klinis biasanya diawali dengan penyakit dasar, seperti
pneumonia, abses paru, dan sebagainya, yakni panas akut, nyeri dada ( pleuritic
chest pain), batuk, sesak, dan dapat juga terjadi sianosis pada kasus yang berat.
Inflamasi pada rongga pleura dapat menyebabkan nyeri abdomen dan muntah.
Pasien juga memiliki kecenderungan untuk berbaring pada sisi yang terkena.1,4,5
Pada pemeriksaan fisik inspeksi thoraks dapat terlihat asimetris dengan
sisi yang sakit akan tertinggal, dapat sianosis pada sesak napas yang berat, ruang
interkostal yang melebar. Pada palpasi thoraks stem fremitus akan berkurang atau
bahkan menghilang. Pada perkusi bagian yang terisi cairan akan menjadi redup,
2
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 3/16
sedangkan bagian yang masih terisi udara akan tetap sonor. Pada auskultasi akan
terjadi penurunan suara pernapasan, kadang-kadang terdengar ronki.1,5
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis empiema antara lain: (1) foto dada posisi AP, lateral, dan dekubitus, (2)
kultur darah, (3) Computed Tomography (CT) scan atau USG, (4) sampel sputum,
(5) hitung darah lengkap dengan hitung jenis, (6) torakosintesis dan pengambilan
cairan pleura. Dari cairan pleura yang didapatkan kemudian bisa dilakukan hitung
sel darah dan hitung jenis, diukur pH, glukosa, dan takaran protein, serta dapat
dikultur.1-3
Penanganan empiema ditujukan untuk mengontrol infeksi dan seringkali
melibatkan drainase cairan pleura untuk mengembangkan kembali jaringan paru
yang terkena. Pada pus yang kental dapat diencerkan dengan NaCl. Indikasi
dilakukan WSD yaitu: pada pus yang sangat kental, adanya pneumothoraks, atau
pembentukan pus yang cepat. Banyak kasus empiema dapat ditangani secara
konservatif dengan pemberian antibiotika intravena dan lebih baik dengan uji
sensitivitas antibiotika. Setelah resolusi terjadi kemudian dilakukan fisioterapi.1,3,6
Komplikasi yang dapat terjadi berupa fistula bronkopleura,
piopneumothoraks, perikarditis purulenta, osteomielitis pada tulang iga, dapat
apabila terjadi ruptur melalui diafragma dapat terjadi peritonitis.1,4
Empiema dapat mempunyai tingkat kematian yang tinggi, biasanya akibat
dari kegagalan bernafas dan sepsis. Dengan ditemukannya antibiotika yang
ampuh, maka angka prevalensi dan mortalitas empiema kemudian menurun.
Prognosis untuk kebanyakan pasien adalah baik bila cairan pleura telah berhasil
dikeluarkan sepenuhnya.1,6
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus penyakit empiema paru, suspek hepatitis akut dan tonsilofaringitis akut.
3
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 4/16
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, usia 28 tahun, belum menikah, pekerjaan sebagai
pegawai swasta, pendidikan terakhir tamat SLTP, suku Minahasa, pasien masuk
pada tanggal 21 April 2011, pindahan alih rawat dari bagian THT. Di bagian THT
penderita dirawat dengan diagnosa disfagia dan tonsilofaringitis akut didiagnosa
banding dengan suspek abses retrofaring.
Riwayat penyakit sekarang, batuk dialami penderita sejak kira-kira 4 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dengan konsistensi kental, warna
dahak kehijauan, strip darah tidak ada. Pasien juga merasa sesak napas, sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit, sesak semakin lama semakin hebat, mulanya
hilang timbul kemudian frekwensi menjadi lebih sering dan terus-menerus. Pasien
juga merasa nyeri menelan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit sehingga
penderita sulit untuk makan, bila nyeri berkurang penderita bisa minum sedikit-
sedikit. Penderita juga merasakan nyeri dada sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasa seperti ditusuk-tusuk yang hilang timbul. Nyeri
dirasakan dari dada berpindah ke pinggang kanan sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Mual dan muntah tidak dirasakan penderita, nyeri ulu hati tidak ada.
Penderita juga merasa demam sumer-sumer sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit, demam bersifat terus menerus. Saat diberikan obat panas, panas
berkurang selama kira-kira 3 sampai 4 jam kemudian penderita merasa suhu
badannya naik kembali. Penderita juga sering berkeringat pada malam hari. Buang
air besar (BAB) biasanya dilakukan penderita setiap 2 hari sekali, konsisensi
lunak, warna kecoklatan, tidak ada darah dan tidak pernah BAB warna hitam.
Buang air kecil (BAK) sekitar 3-4 kali per hari, warna kuning terang, volume
biasa, tidak dirasakan nyeri saat BAK.
Penderita pernah dirawat di RS Wahyu Slamet Bitung dengan diagnosa
abses retrofaringeal dan suspek ca nasofaring pada bulan lalu, namun tidak ada
hasil biopsi yang menunjang di bagian THT penderita didiagnosis dengan
tonsilofaringitis akut. Riwayat penyakit darah tinggi, penyakit jantung, dan
penyakit ginjal disangkal pasien.
Riwayat penyakit keluarga, hanya penderita yang sakit seperti ini.
4
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 5/16
Riwayat pribadi/sosial, penderita sering merokok maupun mengkonsumsi
alcohol sejak usia remaja. Riwayat kontak dengan pasien TB tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 92
kali/menit, regular, isi cukup, respirasi 24 kali/menit, suhu badan 37,7oC, tinggi
badan 158 cm, berat badan sekarang 47 kg, IMT pasien 18,8 yaitu normal pada
laki-laki, umur menurut dugaan pemeriksa 30-an tahun, habitus atletikus,
mobilisasi aktif. Pada pemeriksaan kulit didapatkan kulit warna sawo matang,
lapisan lemak kurang, tidak ada edema. Pada pemeriksaan kepala didapatkan
ekspresi tampak lemah, rambut hitam tidak mudah dicabut, konjungtiva tidak
anemis, sklera ikterik, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya
positif, gerakan bola mata aktif. Pada pemeriksaan telinga tidak tampak tophi,
lubang normal, cairan tidak ada, selaput pendengaran intak. Pada pemeriksaan
hidung tidak didapatkan deviasi, tidak ada secret dan tidak ada perdarahan. Pada
pemeriksaan mulut foetor tidak ada, bibir tidak sianosis, gigi tidak karies, lidah
beslag tidak ada, mukosa basah, pembesaran tonsil membesar T2-T2 dan faring
hiperemis. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening, trakea letak tengah, tekanan vena jugularis 5+0 cm.
Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dada terlihat asimetris, tidak ada
retraksi, tidak ada kelainan kulit. Pada inspeksi punggung terlihat asimetris, tidak
ada kelainan kulit. Pada pemeriksaan paru dari inspeksi terlihat asimetris, gerakan
pernapasan sebelah kanan tertinggal daripada sebelah kiri. Saat palpasi, stem
fremitus kanan lebih kurang teraba dibandingkan sebelah kiri. Perkusi paru kanan
terdengar redup pada hampir seluruh hemitoraks kanan, sedangkan perkusi di
hemitoraks kiri adalah sonor. Pada auskultasi di hemitoraks kanan suara pernapasan hampir tidak ada, ada ronki, wheezing tidak ada. Pada auskultasi di
hemithoraks kiri suara pernapasan normal, vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing
tidak ada. Pada pemeriksaan jantung didapatkan pada inspeksi iktus kordis tidak
tampak. Pada palpasi iktus kordis tidak teraba. Pada perkusi didapatkan batas
jantung kanan sulit ditentukan, serta batas jantung kiri di sela iga 5 garis
midklavikularis sinistra dan pinggang jantung positif. Pada auskultasi irama
teratur, denyut jantung ±84 kali/menit, tidak ditemukan bising dan gallop. Pada
5
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 6/16
auskultasi di daerah katup-katup jantung, ditemukan M1>M2, T1>T2, A2>A1,
P2>P1, A2>P2.
Pada pemeriksaan abdomen, pada inspeksi terlihat datar, tidak ada tanda-
tanda pelebaran pembuluh darah vena, pada palpasi teraba lemas, nyeri tekan
epigastrium tidak ada, hepar dan lien tidak teraba. Ballottement tidak teraba,
perkusi timpani, nyeri ketok angulus kostovertebra kanan dan kiri tidak ada,
auskultasi bising usus normal.
Pada ekstremitas warna kulit sawo matang, tidak ada tremor, tidak ada
deformitas pada jari, jari tabuh tidak ada, kuku sianosis tidak ada, capillary refill
time (waktu pengisian ulang kapiler) kurang dari 2 detik, tidak ada edema, tidak
ada atrofi otot, bengkak pada sendi tidak ada, gerakan aktif dan pasif normal,
kekuatan otot normal. Pada pemeriksaan refleks fisiologis normal sedangkan
refleks patologis negatif.
Hasil laboratorium, Hb 12,4 g/dL, eritrosit 3,95 juta/mm3, leukosit
12.400 /mm3, trombosit 467.000 /mm3, hematokrit 35,8%, ureum darah 30 mg/dL,
kreatinin darah 0,9 mg/dL, GDS 108 mg/dL, natrium 134 mEq/L, kalium 4,1
mEq/L, klorida 104 mEq/L. Hasil pemeriksaan foto thoraks menunjukkan
hidropneumotoraks dekstra. Hasil pemeriksaan USG abdomen menunjukkan
hepar, pankreas, ginjal dan vesika urinaria yang normal, ada cairan bebas minimal
intraabdominal dan pelvis, dan suspek empiema dekstra dan efusi dekstra. Dari
konsul bedah pasien direncanakan untuk dilakukan pemasangan WSD.
Penderita didiagnosis kerja dengan empiema thoraks dekstra, suspek
hepatitis akut, dan tonsilofaringitis akut didiagnosis banding dengan abses
retrofaring. Terapi yang diberikan Oksigen (O2) 2-4 L/menit, IVFD NaCl 0,9% :
D5% : 14 tetes per menit. Diberikan ceftriaxone 2x1 g, metronidasol 3x500 g iv,ranitidin 2x1 ampul iv, Cervit 1x1 ampul iv, Curcuma tab 3x1, antrain 3x1 ampul
iv. Rencana akan dilakukan pemeriksaan sputum 3 kali, kultur cairan pus dan tes
sensitivitas, pemeriksaan darah lengkap, elektrolit (natrium, kalium klorida),
protein total, albumin, globulin, SGOT, SGPT, HbSAg, anti-HAV, anti-HCV,
Bilirubin total, direk, indirek.
Hari perawatan kedua, 22 April 2011. Keluhan penderita masih ada batuk,
suara serak, dan sesak. Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, respirasi
6
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 7/16
28 kali/menit, suhu badan 36,8oC. Terapi masih sama dengan hari sebelumnya.
Cairan WSD 1000 cc berwarna kuning.
Hari perawatan 23 April 2011, pada keluhan masih ada batuk, suara serak
dan masih ada sesak. Tekanan darah 100/50 mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi
28 kali/menit, suhu badan 37,4oC. terapi masih sama dengan hari sebelumnya.
Cairan WSD 1500 cc berwarna kuning. Hasil laboratorium: LED : 77, Hb: 11,9
g/dL, eritrosit 3,84 juta/mm3, leukosit 11.700 /mm3, trombosit 410.000 /mm3,
hematokrit 34,5%, bilirubin total: 2,39, bilirubin direk: 2,00, natrium 136 mEq/L,
kalium 3,0 mEq/L, klorida 102 mEq/L, protein total: 6,0, albumin: 2,0, globulin:
4,0, SGOT: 40, SGPT: 144, HbsAg : negatif, anti HCV: negatif. Terapi kemudian
ditambahkan albumin 20% 1x100 cc dan KCl 25 meq dalam NaCl 0,9%.
Hari perawatan berikutnya, 24-25 April 2011, pada keluhan sesak dan
batuk sudah berkurang. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu
badan 36,5oC, respirasi 28 kali/menit. Cairan WSD : 1000 cc per 24 jam berwarna
kuning. Direncanakan dilakukan foto ronsen thoraks AP tegak untuk foto kontrol
dan konsul ke bagian rehabilitasi medik untuk fisioterapi.
Hari perawatan berikutnya, 26-27 April 2011, pada keluhan sudah tidak
ada sesak dan batuk. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu
badan 36,5oC, respirasi 28 kali/menit. Cairan WSD : 500 cc per 24 jam berwarna
kuning. bilirubin total: 0,94, bilirubin direk: 0,62, protein total: 5,6, albumin: 2,0,
globulin: 3,6, SGOT: 42, SGPT: 67. Hasil kultur cairan paru menunjukkan hasil
pembiakan: Klebsiella pneumoniae ssp pneumoniae, dengan antibiotika yang
sensitif salah satunya adalah meropenem, maka ditambahkan terapi meropenem
3x1gr iv, sebelumnya skin test. Hasil dari konsul bagian rehabilitasi medik
dianjurkan pasien melakukan latihan pernapasan (breathing exercise).Hari perawatan berikutnya, 27-28 April 2011, pada keluhan sudah tidak
ada sesak dan batuk. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu
badan 36,5oC, respirasi 28 kali/menit. Cairan WSD : 500 cc per 24 jam berwarna
kuning. Natrium 139 mEq/L, kalium 2,8 mEq/L, klorida 102 mEq/L. Terapi sama
dengan hari sebelumnya.
Hari perawatan berikutnya, 29-30 April 2011, pada keluhan sudah tidak
ada sesak dan batuk. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu
7
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 8/16
badan 36,5oC, respirasi 28 kali/menit. Cairan WSD : 300 cc per 24 jam berwarna
kuning. Hb: 11,9 g/dL, eritrosit 3,56 juta/mm3, leukosit 10.900 /mm3, trombosit
464.000 /mm3, hematokrit 35,6%, Natrium 134 mEq/L, kalium 3,5 mEq/L, klorida
107 mEq/L. Terapi sama dengan hari sebelumnya.
Hari perawatan berikutnya, 1-5 Mei 2011, pada keluhan sudah tidak ada
sesak dan batuk. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu badan
36,5oC, respirasi 28 kali/menit. Cairan WSD : 50 cc per 24 jam berwarna kuning.
Kolesterol 87, HDL: 28, LDL: 44, bilirubin total: 0,47, bilirubin direk: 0,32,
protein total 5,9, albumin 2,8, globulin 3,6, Natrium 136 mEq/L, kalium 2,8
mEq/L, klorida 100 mEq/L, SGOT: 32, SGPT: 33. Leukosit : 6.000, Hb: 10,0,
Trombosit: 421.000.
Pada hari berikutnya pasien kemudian rencanakan untuk rawat jalan
dengan terapi oral lanjutan dan dianjurkan untuk kontrol di Poli Paru RSUP Prof
Dr RD Kandou.
8
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 9/16
PEMBAHASAN
Empiema berasal dari bahasa Yunani “empyein” yang artinya
menghasilkan nanah (supurasi). Empiema di rongga pleural biasanya dikenal
dengan empiema thoraks, untuk membedakan dengan empiema di rongga tubuh
lain. Empiema yang terjadi pada pasien ini adalah empiema thoraks.1
Diagnosis empiema ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, foto
toraks, darah rutin dan pungsi percobaan. Gejala klinis empiema yang disebabkan
kuman biasanya bersifat akut dengan keluhan demam, sesak nafas, nyeri dada,
produksi sputum. Gejala lain dijumpai juga seperti penurunan berat badan.1,2,4 Dari
anamnesis pada pasien ini, gejala-gejala yang mendukung diagnosis empiema
adalah ditemukan adanya keluhan demam sumer-sumer sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, demam bersifat terus menerus, juga penderita merasa sesak
napas, serta memproduksi sputum dengan konsistensi kental berwarna kehijauan.
Penderita juga dirawat di bagian THT dengan diagnosa tonsilofaringitis akut.
Menurut kepustakaan infeksi saluran napas atas salah satunya tonsilofaringitis
dapat menyebabkan terjadinya pneumonia, ditambah lagi penderita sering
mengkonsumsi rokok dan alkohol yang merupakan faktor predisposisi terjadinya
pneumonia akibat perokok dapat mengalami iritasi saluran pernapasan dan
rusaknya silia saluran pernapasan yang akan menimbulkan sekresi mukus yang
bila terinfeksi bakteri dapat menyebabkan pneumonia, pada kasus ini pasien
mengalami penyakit tonsilofaringitis akut, sedangkan alkohol dapat menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh khusunya pada kerja leukosit sehingga dapat
memperberat penyakit akibat turunnya daya tahan tubuh untuk melawan infeksi.
Penderita juga merasakan nyeri dada sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasa seperti ditusuk-tusuk yang hilang timbul. Nyeri
dirasakan dari dada berpindah ke pinggang kanan sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Mual dan muntah tidak dirasakan penderita, nyeri ulu hati tidak ada.
Buang air besar (BAB) biasanya dilakukan penderita setiap 2 hari sekali,
konsisensi lunak, warna kecoklatan, tidak ada darah dan tidak pernah BAB warna
hitam. Buang air kecil (BAK) sekitar 3-4 kali per hari, warna kuning terang,
volume biasa, tidak dirasakan nyeri saat BAK.
9
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 10/16
Menurut kepustakaan, pada pemeriksaan fisik dijumpai hemitoraks
bulging, dada yang asimteris, sela iga melebar pada sisi efusi bila tekanan pleura
meningkat. Saat dilakukan palpasi dijumpai stem fremitus yang melemah pada
sisi efusi, saat diperkusi dijumpai suara redup pada sisi efusi, sedangkan saat pada
auskultasi dijumpai suara pernapasan yang melemah atau menghilang pada sisi
efusi.2,4 Pada pasien ini ditemukan terdapat dada yang asimetris, pada palpasi stem
fremitus di sisi kanan lebih lemah dibandingkan sisi kiri. Hal yang sama juga
ketika dilakukan perkusi, yakni dijumpai suara redup pada sisi kanan dimana
dicurigai terjadi efusi, dan pada auskultasi ditemukan adanya penurunan suara
pernapasan pada sisi kanan.
Menurut kepustakaan dari foto toraks lateral dapat dilihat bayangan cairan
di rongga pleura. Bila bayangan tersebut dikaburkan dengan bayangan infiltrat,
sebaiknya dilakukan foto lateral dekubitus untuk membedakannya. Selanjutnya
cairan pleura dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisa cairan pleura.2
Hasil pemeriksaan foto thoraks menunjukkan hidropneumotoraks dekstra. Hasil
pemeriksaan USG abdomen menunjukkan hepar, pankreas, ginjal dan vesika
urinaria yang normal, ada cairan bebas minimal intraabdominal dan pelvis, dan
suspek empiema dekstra dan efusi dekstra.
Diagnosis empiema biasanya ditegakkan dengan cara analisis sampel
cairan yang diambil dari rongga pleura. Sampel diambil dengan suatu prosedur
yang disebut torakosintesis. Pada prosedur ini, pasien diberikan anestesi lokal,
dengan suatu jarum yang ditusukkan ke rongga pleura di antara iga pada sisi yang
terinfeksi, dan sampel cairan ditarik keluar.4,9 Pada pasien ini, dilakukan
torakosintesis dan dilakukan pemasangan WSD. Cairan yang keluar berupa pus,
dengan jumlah yang cukup banyak. Setelah dilakukan analisis cairan pleuramenunjukkan hasil pembiakan: Klebsiella pneumoniae. Menurut kepustakaan
kuman ini menyebabkan pneumonia tipikal. Biasanya terjadi pada orang yang
lebih tua, masa awitannya cepat, gejala dominannya konstitusional dan respirasi,
dengan sputum yang produktif, purulen dan kadang-kadang berdarah, sering
disertai nyeri dada, dan sering terjadi konsolidasi, penyebabnya biasanya bakterial
sehingga leukositosisnya jelas.
10
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 11/16
Pasien didiagnosis dengan suspek hepatitis akut karena pada pemeriksaan
fisik ditemukan ada sklera ikterik dan pada pemeriksaan tes fungsi hati terjadi
peningkatan SGOT dan SGPT. Namun hasil HbsAg menunjukkan hasil yang
negatif sehingga kemungkinan bukan penyakit yang kronik dan waktu penyakit
yang kurang dari enam bulan. Anti HCV juga menunjukkan hasil negatif.
Diagnosis hepatitis masih belum dapat ditegakkan sehingga masih dikatakan
suspek. Pasien kemudian ditambahkan suplemen untuk menjaga fungsi hati.
Penatalaksanaan pada pasien empiema dilakukan dengan menggunakan
kombinasi farmakologi dan pembedahan. Penanganan dengan farmakologi
melibatkan pemberian antibiotik secara intravena selama dua minggu. Penting
untuk memberikan antibiotik sedini mungkin untuk mencegah empiema fase awal
berlanjut ke fase akhir atau fase berikutnya. Paling baik bila dengan antibiotika
yang terbukti sensitif dengan hasil kultur. Pasien dengan sesak napas juga
diberikan terapi oksigen. Terapi pembedahan pada empiema memiliki dua tujuan:
drainase cairan yang terinfeksi dan menutup cela yang tertinggal pada rongga
pleural. Jika infeksi masih dalam fase awal, cairan dapat didrainase dengan cara
torakosintesis. Pada fase kedua, akan diperlukan pemasangan selang (tube) atau
mengangkat sebagian iga (reseksi iga) dengan tujuan untuk mengalirkan cairan.
Pada fase ketiga, atau fase organisasi, diperlukan pemotongan dan pengangkatan
lapisan fibrosa tebal yang menyelubungi paru. 4,5 Untuk penatalaksaan inisial pada
pasien ini diberikan diberikan antibiotik ceftriaxone 2x1 gr iv, namun setelah hasil
kultur keluar dan menunjukkan sensitif dengan meropenem maka terapi diganti
dengan meropenem 3x1 gr.
Ceftriaxone adalah antibiotik golongan sefalosporin yang memiliki
cakupan spektrum antibakteri yang luas, yang mencakup bakteri gram negatif dangram positif dengan masa kerja yang panjang dimana efek bakterisidal dapat
bertahan selama 24 jam. Selain itu juga ceftriaxone dapat secara cepat berdifusi ke
dalam jaringan dan cairan tubuh.
Selain pengobatan farmakologi, penanganan pasien empiema adalah juga
dengan terapi bedah.5 Pada pasien ini dilakukan torakosintesis sebagai usaha
untuk mengeluarkan cairan yang ada di dalam rongga pleura. Pada penanganan
inisial, dilakukan torakosintesis namun gagal. Pasien kemudian dikonsulkan ke
11
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 12/16
bagian bedah. Torakosintesis berikutnya pun dilakukan, dan pada pasien
dipasangkan chest tube (WSD— water seal drainage) sebagai usaha untuk
mengalirkan cairan pus yang ada di rongga pleura.
Prognosis pada pasien empiema biasanya baik bila pus yang ada di rongga
pleura dapat berhasil dikeluarkan sepenuhnya.2,4 Pada pasien ini pus berhasil
dikeluarkan dengan volume yang cukup banyak, dan pada pemeriksaan klinis
menunjukkan perbaikan yang jelas yaitu demam yang sudah turun dan keadaan
umum yang terus membaik, begitu juga dengan pemeriksaan laboratorium dengan
penurunan kadar leukosit terakhir menjadi normal.
Yang akan di follow-up pada pasien ini adalah fungsi paru kanan, apakah
dapat kembali normal, apakah pasien merasa sesak atau tidak, atau apakah harus
dilakukan intervensi bedah untuk mengangkat pus yang telah mengeras di rongga
pleura. Selain itu, kadar elektrolit dan protein pasien harus terus diikuti untuk
menjamin intake yang diberikan cukup adekuat.
RINGKASAN
12
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 13/16
Empiema ialah prosupurasi yang terjadi di rongga tubuh, dimana rongga
tersebut secara anatomis sudah ada. Empiema yang terjadi di rongga pleura
disebut empiema toraks, dan dapat disebabkan oleh trauma pada dada, pecahnya
abses dari paru-paru ke dalam rongga plaura, perluasan suatu infeksi yang bukan
dari paru-paru, trauma pada esofagus, dan akibat infeksi iatrogenik saat merawat
luka di sekitar daerah dada. Penanganan empiema adalah dengan terapi medis,
yakni dengan pemberian antibiotik spektrum luas, dan terapi bedah, yang dapat
berupa drainase dengan torakosintesis atau dengan torakotomi terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
13
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 14/16
1. Fauci, Braunwald, Kasper, Hause, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s
Manual Medicine 17 th Edition. Section 7: Infectious Diseases. In: McGraw-
hill Companies. 2008
2. Dahlan Zul. Pneumonia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, et
al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Penerbit IPD FK UI :
2007 : Hal 974-9.
3. Rani Aziz, Soegondo S, Nasir Ulyanah.A, Wijaya Ika.P, Mansjoer Arief.
et al. Panduan Pelayanan Medik . Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI : 2008 : Hal 90-1002.
4. British Thoracic Society. Guidelines for the management of community
acquired pneumonia in adults. Thorax 2001;56 (suppl 4): 1-64.
5. Macfarlane JT, Boldy D. 2004 update of BTS guidelines:what's new?
Thorax 2004; 59: 364-6.
6. Ishak Y. Pneumonia Bakterialis. Dalam : Soeparman,Sukaton Utoyo,
Waspadji Sarwono, Rahman Muin.A, Nelwan.R.H.H, Djoerban Zubairi,
Daldiyono, Ranakusuma.A, et, al.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI : 2001 : Hal 695-9.
14
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 15/16
Gambar. 1. Foto Ronsen Dada pada tanggal 21 April 2011
15
5/10/2018 Josh RU Empiema - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/josh-ru-empiema 16/16
Gambar 2. Foto Ronsen Dada pada tanggal 25 April 2011
16