Eksplorasi Geothermal Pulu

7
EKSPLORASI GEOTHERMAL NON-VULCANIC DI KAWASAN PULU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH DENGAN METODE RESISTIVITY OLEH: RIZKY GUSTIANSYAH (105090300111001) JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

tugas gue

Transcript of Eksplorasi Geothermal Pulu

Page 1: Eksplorasi Geothermal Pulu

EKSPLORASI GEOTHERMAL NON-VULCANICDI KAWASAN PULU, KABUPATEN DONGGALA,

SULAWESI TENGAHDENGAN METODE RESISTIVITY

OLEH:RIZKY GUSTIANSYAH (105090300111001)

JURUSAN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA2013

Page 2: Eksplorasi Geothermal Pulu

1. Tujuan SurveySurvey ini bertujuan untuk mengetahui sebaran potensi geothermal serta melacak

potensi sumber panas terbesar di kawasan Pulu secara horizontal dengan metode resistivity2. Profil Area Pulu

Sulawesi dengan bentuk-K nya yang khas terletak di suatu dearah dimana terjadi interaksi dan tumbukan antara lempeng-lempeng tektonik Eurasia, India-Australia, dan Pasifik. Interaksi ini menimbulkan proses geologi yang komplek di daerah ini.

Area Survey difokuskan pada daerah pemunculan manifestasi panas bumi di sekitar Pulu dan Pakuli yang secara administratif termasuk ke dalam 2 wilayah kecamatan yaitu Dolo dan Sigi Biromaru , Kabupaten tingkat II Donggala, Sulawesi Tengah. Luas daerah yang akan dilakukan penyelidikan berkisar 17 x 15 km2, pada posisi geografis antara 119o 51’ 00’’ - 119o 59’ 00” bujur timur dan 01o 07’ 00” – 01o 16’ 00” lintang selatan.

Bentuk morfologi daerah penyelidikan termasuk jenis perbukitan bergelombang tajam – lemah dengan ketinggian antara 200 – 1400 m dari muka laut dan dapat dibagi menjadi 3 satuan morfologi seperti berikut :

- Satuan morfologi perbukitan terjal - Satuan morfologi perbukitan bergelombang - Satuan pedataranBatuan penyusun stratigrafi daerah panas bumi Pulu Kabupaten Donggala berdasarkan

kepada batuan yang tersingkap dapat dibagi menjadi 6 satuan: - Satuan batuan Sekis hijau (TrS), Batuan metamorfik sekis hijau yang merupakan batuan tertuan setara dengan Formasi Wana berumur Trias, bertindak sebagai batuan dasar dan menempati sekitar 20%.- Satuan batuan Granit geneis (Trgn), Granit geneis diperkirakan merupakan bagian dari tubuh intrusi granitoid regional yang berumur Trias. Sebagian dari granit ini terlihat telah terubah menjadi batuan metamorfik.- Satuan batuan Sabak-Filit (Km), Satuan batuan filit dan batusabak dan batu tanduk yang tersingkap di selatan baratdaya daerah penyelidikan yang mencirikan adanya perlapisan dan kontak dengan batuan granit dibagian utara yang merupakan tipe khas satuan batuan formasi Latimojong berumur Kapur Atas.- Satuan batuan granit (Tgr), Satuan batuan granit mempunyai penyebaran paling luas terdapat dibagian barat didaerah penyelidikan. Satuan granit (batholit) mengintrusi batuan yang telah ada seperti batuan metamorfik, yang merupakan intrusi besar secara regional yang berumur Miosen.- Coluvium (Qcl), Satuan koluvium terdiri dari konglomerat, batu pasir, setempat-setempat berselingan dengan batu lempung karbonatan dan terlihat terlas dengan baik.- Aluvium (Qa), Satuan Aluvium dijumpai daerah dataran rendah dibagian tengah daerah penyelidikan yaitu sepanjang aliran sungai besar Palu dan cabang-cabang yang alirannya menyatu dengan sungai besar.Gejala struktur maupun pola kelurusan yang teramati di lapangan terindikasi berupa

kekar gerus, zona hancuran, triangular facet, gawir patahan(scrap fault), milonitisasi, sliken side dan sesar-sesar minor yang merupakan jejak dari sesar yang berkembang pada daerah penelitian. Selain itu adanya pemunculan kenampakan gejala panas bumi berupa mata air panas dipermukaan yang mencerminkan indikasi struktur sesar baik sesar geser maupun sesar normal akan berfungsi sebagai media transfer panas kepermukaan.

Berdasarkan data-data dan bukti yang terdapat di lapangan, ada sekitar 8 buah sesar utama yang merupakan struktur kontrol geologi panas bumi yang berkembang pada daerah penelitian, meliputi kelurusan, sesar geser normal yang berarah baratdaya – timurlaut, serta

Page 3: Eksplorasi Geothermal Pulu

sesar-sesar normal berarah hampir utara-selatan. Sesar utama yang melewati daerah peralihan adalah merupakan bagian dari sesar utama Palu-Koro yang berarah barat laut – tenggara, berupa sesar geser sinistral ( strike slip fault) yang telah membentuk depresi sebagai graben Palu. Pada beberapa tempat akibat dari proses tektonik daerah ini menghasilkan sesar-sesar sekunder yaitu sesar-sesar Pulu, Rogo, Suluri, Bangga Pakuli, Pandere, dan Binanga. Gejala struktur maupun pola kelurusan yang teramati di lapangan terindikasi berupa kekar gerus, zona hancuran, triangular facet, gawir patahan(scrap fault), milonitisasi, sliken side dan sesar-sesar minor yang merupakan jejak dari sesar yang berkembang pada daerah penelitian. Selain itu adanya pemunculan kenampakan gejala panas bumi berupa mata air panas dipermukaan yang mencerminkan indikasi struktur sesar baik sesar geser maupun sesar normal akan berfungsi sebagai media transfer panas kepermukaan.

Berdasarkan data-data dan bukti yang terdapat di lapangan, ada sekitar 8 buah sesar utama yang merupakan struktur kontrol geologi panas bumi yang berkembang pada daerah penelitian, meliputi kelurusan, sesar geser normal yang berarah barat daya – timur laut, serta sesar-sesar normal berarah hampir utara-selatan. Sesar utama yang melewati daerah peralihan adalah merupakan bagian dari sesar utama Palu-Koro yang berarah barat laut – tenggara, berupa sesar geser sinistral ( strike slip fault) yang telah membentuk depresi sebagai graben Palu. Pada beberapa tempat akibat dari proses tektonik daerah ini menghasilkan sesar-sesar sekunder yaitu sesar-sesar Pulu, Rogo, Suluri, Bangga Pakuli, Pandere, dan Binanga.

3. Profil Geothermal di Kawasan PuluPulu diduga menyimpan potensi geothermal karena disekitar kawasan ini terdapat

beberapa sumber air panas yaitu di daerah Pulu, Limba, Mapane, Kabuliburo, Sibaya Jaya, Walatana, dan Simoro. Jika dilihat dari peta Geologi, maka sumber air panas tersebut tersebar di sesar yang ada di kawasan ini, baik sesar pasti maupun di sesar yang masih dalam pendugaan. Diduga sesar ini juga turut berpengaruh pada manifestasi geothermal yang ada di kawasan ini.

Dari hasil ploting dalam diagram segitiga Cl-SO4--HCO3 menunjukkan bahwa mata air panas di daerah Pulu dan sekitarnya seluruhnya termasuk ke dalam tipe air bikarbonat dan bukan termasuk geothermal non vulkanik. Sedangkan hasil ploting dalam diagram segitiga Na/1000-K/100-√Mg menunjukkan sebagian termasuk pada daerah “partial equilibrium ” yaitu mata air panas Pulu –1, Pulu-2, Mapane dan Kabuliburo hal ini mencirikan air panas di daerah ini langsung berasal dari ke dalaman, sedangkan mata air panas Limba, Sibalaya, Saluri-Walatana dan Simoro termasuk dalam daerah “immature waters “ hal ini menunjukkan adanya pengaruh air permukaan atau air meteoric cukup dominan dan pemunculan mata air panas di daerah Pulu dan sekitarnya berada pada batuan granit dan sekis.

Jika dilihat dari peta anomaly bouger terlihat bahwa terdapat profil low anomaly dari tengah menuju ke utara, dan hal ini menunjukkan bahwa di zona tersebut terdapat lebih banyak sedimen. Karena secara umum zona ini memiliki densitas batuan di bagian tengah lebih rendah dari pada batuan di sekitarnya. Densitas yang relative rendah ini dapat mengindikasikan rendahnya batas batuan basement sehingga lapisan sediment akan terkumpul lebih banyak. Dan hal ini dibuktikan dengan data geolgi yang mana di bagian tengah didominasi oleh batuan sedimen alluvium. Sehingga dari penjelasan tersebut dapat dipastikan bahwa zona tengah ini merupakan reservoir dari geothermal system di kawasan ini.

Dari peta anomaly gravity sisa menunjukkan nilai high anomaly pada 3 wilayah dan low anomaly berada di tengah wilayah tersebut. Zona low ini diduga sebagai area depresi dan berpeluang terisi lebih banyak sedimen. Hal ini memperkuat asumsi penjelasan sebelumnya bahwa zona tengah terdapat tumpukan batuan sedimen. Kemudian di bagian selatan diduga merupakan zona intrusi batuan

Page 4: Eksplorasi Geothermal Pulu

Intensitas magnet total yang diperoleh dari hasil pengamatan lapangan memperlihatkan kecenderungan makin menurun ke utara, walaupun pada beberapa tempat memperlihatkan variasi naik turun, diperlihatkan pada profil anomali magnet.

4. Paremeter yang dicariDalam eksplorasi ini hendak dicari tahu sebaran potensi geothermal dari nilai resistivitas

reservoir dan aliran panas yang dibawa oleh fluida sementara data yang dicari difokuskan pada akurasi data variasi nilai resistivitas secara horizontal dengan mencakup data variasi nilai resistivitas secara vertical. Area pengambilan data terfokus pada bagian tengah area survey hingga ke sekitar patahan karena area ini memiliki profil relative landai. Sedangkan sasaran kedalam survey sekitar 100m, 200m, 300m, 400m, dan 500m

5. Metode yang DigunakanPada survey ini digunakan metode geolistrik, yaitu dengan metode resistivity. Metode

ini digunakan untuk melacak sumber panas (heat source) dari mata air panas di kawasan Pulu. Selain itu dengan metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan sebaran reservoir geothermal system yang ada di Pulu. Metode ini dipilih karena dalam eksplorasi geothermal melibatkan material dengan nilai resitivitas menonjol, yaitu low resist sebagai indikasi adanya reservoir dengan pengaruh temperature akibat adanya panas, selain itu pada air yang terkandung dalam mata air panas turut membawa ion yang berasal dari sumber panas, dan adanya ion spesifik tersebut dapat digunakan sebagai pelacak heat source pada geothermal system di Pulu.

Pelacakan heat source ini dapat dilakukan dengan mencari range nilai resistivitas dari larutan HCO3 mengingat hampir semua mata air panas mengandung elektrolit tersebut. Namun nilai yang digunakan sebagai acuan perlu dimodifikasi dengan memperhitungkan pengaruh temperature sumber air panas di masing masing spot karena perbedaan temperature dapat meningkatkan nilai resistivitas, dengan begitu range nilai resistivitas dari larutan HCO 3 dapat dipersempit untuk mempermudah dalam interpretasi. Penentuan sebaran reservoir ini dilakukan dengan melihat sebaran dugaan clay cap rock. Clay cap ini dapat dicari dengan melihat nilai resistivitas spesifiknya. Dengan mengetahui kedalaman clay cap rock ini dapat diketahui ketebalan reservoir dan dugaan kedalaman heat source.

6. Konfigurasi yang digunakanKonfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi wenner yaitu wenner alpha, konfigurasi

ini dipilih karena menyesuaikan dengan tujuan survey ini yaitu untuk memetakan atau mengetahui sebaran potensi heat source di Pulu secara horizontal, sehingga tujuan dari survey ini adalah mapping. Sebagaimana telah diketahui bahwa konfigurasi wenner memiliki akurasi data yang relative tinggi dalam hal mapping. Sebab metode ini memiliki sensitivitas data yang relatif tinggi untuk perubahan nilai resistivitas semu secara mendatar.

Sasaran survey ini hingga mencapai kedalaman, 100m, 200m, 300m, 400m, 500m maka bentangan yang digunakan setidanya adalah 200m, 400m, 600m, 800m, 1000m dengan jarak antar elektroda masing masing setidaknya memiliki panjang 67m, 134m, 200m, 267m, 334m. pada masing masing line akan diambil data sounding pada titik titik tertentu. Lintasan diperkirakan memiliki panjang sejauh antara 4-6km dan digunakan sebanyak 13 line.

7. Pelaksanaan di LapanganPada pelaksanaannya dilapangan yang perlu dilakukan pertama kali adalah melihat

medan secara langsung atau dengan kata lain surve medan, yang perlu diperhatikan disini adalah penentuan liantasan secara langsung serta memastikan titik pengambilan data pada lintasan bersih dalam artian memungkinkan untuk dilakukan pengambilan data. Sebelum melakukan serve di lapangana perlu dilakukan proses perijinan ke dinas pemetintah daerah terkait seperti kecamatan dan desa, jika perlu RT, RW (jika lintasan memasuki area pemukiman.

Page 5: Eksplorasi Geothermal Pulu

Permasalah utama di lapangan bukanlah mengenai warga atau vegetasi, melainkan adanya sungai, atau kolam atau sejenisnya karena tidak mungkin melakukan pengukuran di zona tergenang air, sedangkan untuk masalah pohon dapat diatasi dengan digeser beberapa cm atau 1-3 meter dari titik rencana, mengingat bahwa pohon di kawasan Sulawesi memiliki diameter relative kecil tidak lebih dari 1 meter. Sedangkan untuk titik yang bertepatan dengan rumah atau sawah, dapat diatasi dengan meminta izin pemiliknya, namun jika tidak diizinkan dapat diatasi dengan menggesernya hingga 2-4 meter dari rumah atau lahan tersebut, mengingat area yang akan dilakukan survey relative luas, sekalipun terdapat pergeseran selama kurang dari 10 meter tidak akan terlalu menonjol.