EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

13
P-ISSN 2598-0637 E-ISSN 2621-5632 239 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH MOCOAN LONTAR YUSUF BUDAYA SUKU OSING BANYUWANGI Ade Rizki Maulana Universitas Negeri Malang [email protected] Abstrak: Mocoan Lontar Yusuf merupakan salah satu kebudayaan asli masyarakat suku Osing Banyuwangi berupa naskah kuno. Naskah tersebut ditulis dengan menggunakan aksara arab pegon dan didalamnya berisi puisi yang menceritakan tentang kisah nabi yusuf. Aksara Arab Pegon merupakan aksara arab yang mengalami perubahan agar mudan ditulis dan diucapkan ketika ditulis menggunakan bahasa jawa. Kebudayaan adalah sebuah peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat. Ada beberapa proses terbentuknya kebudayaan seperti akulturasi, asimilasi, enkulturasi, dan difusi. Di Indonesia banyak kebudayaan yang tercipta dari proses akulturasi. Menurut Harsoyo, Akulturasi adalah proses terbentuknya budaya karena adanya kontak langsung antar kelompok manusia yang memiliki budaya yang berbeda-beda, kemudian menimbulkan perubahan dalam lingkup kebudayaan dari salah satu kelompok atau kedua-duanya. Salah satu kebudayaan yang tercipta dari proses akulturasi di Indonesia yang unik dan masih terjaga hingga saat ini terdapat dalam kesenian sastra yakni Mocoan Lontar Yusuf Banyuwangi, didalamnya terdapat unsur budaya Arab, Jawa, dan Osing. Dengan dituliskannya artikel ini penulis berharap agar para generasi muda utamanya di Kabupaten Banyuwangi

Transcript of EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

Page 1: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

239 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH

MOCOAN LONTAR YUSUF BUDAYA SUKU OSING

BANYUWANGI

Ade Rizki Maulana

Universitas Negeri Malang

[email protected]

Abstrak: Mocoan Lontar Yusuf merupakan salah satu

kebudayaan asli masyarakat suku Osing Banyuwangi berupa

naskah kuno. Naskah tersebut ditulis dengan menggunakan

aksara arab pegon dan didalamnya berisi puisi yang

menceritakan tentang kisah nabi yusuf. Aksara Arab Pegon

merupakan aksara arab yang mengalami perubahan agar

mudan ditulis dan diucapkan ketika ditulis menggunakan

bahasa jawa. Kebudayaan adalah sebuah peraturan atau

norma yang dimiliki bersama oleh masyarakat, yang jika

dilaksanakan oleh akan melahirkan perilaku yang dipandang

layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat. Ada

beberapa proses terbentuknya kebudayaan seperti akulturasi,

asimilasi, enkulturasi, dan difusi. Di Indonesia banyak

kebudayaan yang tercipta dari proses akulturasi. Menurut

Harsoyo, Akulturasi adalah proses terbentuknya budaya

karena adanya kontak langsung antar kelompok manusia

yang memiliki budaya yang berbeda-beda, kemudian

menimbulkan perubahan dalam lingkup kebudayaan dari

salah satu kelompok atau kedua-duanya. Salah satu

kebudayaan yang tercipta dari proses akulturasi di Indonesia

yang unik dan masih terjaga hingga saat ini terdapat dalam

kesenian sastra yakni Mocoan Lontar Yusuf Banyuwangi,

didalamnya terdapat unsur budaya Arab, Jawa, dan Osing.

Dengan dituliskannya artikel ini penulis berharap agar para

generasi muda utamanya di Kabupaten Banyuwangi

Page 2: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

240 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

mengetahui kebudayaan Mocoan Lontar Yusuf ini sehingga

tetap terjaga dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-

hari, serta dapat memberikan wawasan baru kepada

masyarakat di seluruh Indonesia.

Kata Kunci: Mocoan Lontar Yusuf, Suku Osing

Banyuwangi, Aksara Arab Pegon, Akulturasi Budaya

Kebudayaan merupakan gagasan, karya, peraturan yang menjadi

pedoman dan pengarahan bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku.

Kebudayaan adalah sebuah peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh

masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh akan melahirkan perilaku yang

dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat. (William

H.Haviland).

Ada beberapa proses terbentuknya kebudayaan seperti akulturasi,

asimilasi, enkulturasi, dan difusi. Di Indonesia banyak kebudayaan yang tercipta

dari proses akulturasi. Menurut Harsoyo, Akulturasi adalah proses terbentuknya

budaya karena adanya kontak langsung antar kelompok manusia yang memiliki

budaya yang berbeda-beda, kemudian menimbulkan perubahan dalam lingkup

kebudayaan dari salah satu kelompok atau kedua-duanya. Salah satu kebudayaan

yang tercipta dari proses akulturasi di Indonesia yang unik dan masih terjaga

hingga saat ini terdapat dalam kesenian sastra yakni aksara pegon.

Aksara pegon adalah aksara arab yang mengalami modifikasi yang

digunakan oleh masyarakat islam jawa pada zaman dahulu untuk menuliskan

kata-kata jawa. Pegon berasal dari bahasa jawa “pego” yang artinya “ora lumrah

anggone ngucapke” (tidak lazim diucapkan), (Kromopawiro, 1867:1).

Di ujung timur pulau Jawa tepatnya di kabupaten Banyuwangi ada

sebuah kebudayaan sastra klasik yaitu Mocoan Lontar Yusuf. Sastra klasik

tersebut berisi puisi kuno yang menceritakan kisah nabi Yusuf a.s dimana

naskahnya ditulis menggunakan aksara pegon dan ditembangkan (dibacakan)

menggunakan penembangan khas masyarakat suku Osing Banyuwangi.

Pembahasan

Page 3: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

241 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Asal Usul Aksara Pegon

Aksara pegon adalah aksara arab yang yang dimodifikasi untuk

menuliskan bahasa melayu. Kata pegon berasal dari kata berbahasa jawa pego

yang berarti tidak lazim diucapkan. Menulusuri awal mula aksara pegon sangat

sulit, hal ini dikarena banyak versi yang menyampaikan awal mula adanya

aksara pegon. Hingga saat ini belum ada pendapat yang akurat tentang kapan,

dimana, dan oleh siapa aksara pegon tersebut muncul dan digunakan.

Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa aksara pegon muncul

sekitar tahun 1200 atau 1300 bersamaan dengan masuknya ajaran Islam di

Indonesia. Catatan lain tentang asal usul aksara pegon ada di Pesantren Ampel

Dentha Surabaya yang dikemukakan Raden Patah atau yang dikenal Sunan

Ampel menyatakan bahwa aksara Pegon muncul sekitar tahun 1400. Sedangkan

menurut pendapat lain, penggagas aksara pegon adalah Syarif Hidayatullah atau

Sunan Gunung Jati Cirebon dan Imam Nawawi Banten (Irmawati, 2014).

Namun secara historis penggunaan aksara Pegon memang telah populer antara

abad ke-18 sampai abad ke-19. Hal ini dikuatkan karena adanya karya-karya

ulama di Jawa pada abad tersebut yang ditulis dengan aksara pegon. Beberapa

ulama Jawa yang telah mempopulerkan aksara pegon antara lain; KH. Ahmad

Rifa’i (Kalisasak, 1786–1878), KH. Hasyim Asy'ari (Jombang, 1875–1947),

Haji Hasan Mustafa (Garut, 1852–1930), dan lain sebagainya. Hampir seluruh

kitab beliau menggunakan aksara pegon. Dengan berbagai kajian mulai dari

bahasan filsafat, teologi, hadits, fiqh, Tasawuf, Tafsir dan Nahwu-Shorof (tata

bahasa), karya-karya tersebut menjadi bukti kuat telah berdirinya akulturasi

Islam dengan jawa dalam bingkai budaya dan kearifan lokal.

Mocoan Lontar Yusuf

Lontar Yusuf merupakan naskah puisi kuno yang mengisahkan Nabi

Yusuf A.S, pada awal mulanya ditulis diatas daun lontar sehingga disebut

Mocoan Lontar Yusuf. Namun secara bahasa lontar sendiri artinya manuskrip

atau naskah. (Kang Pur, 2017). Lontar Yusup mengisahkan rentetan perjalanan

hidup seorang utusan pilihan Tuhan (duta nabi luwih) dari usia dua belas tahun,

kala beliau bermimpi tentang matahari, bulan, sebelas bintang bersujud

kepadanya, sampai naik tahta menjadi penguasa Mesir, seusai nubuatnya tentang

Page 4: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

242 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

mimpi Raja Mesir; tujuh sapi kurus memangsa tujuh sapi gemu dan tujuh daun

kering melahap tujuh daun hijau. (Wiwin Indiarti, 2018:1).

Lontar Yusuf hadir tidak lepas dari adanya proses islamisasi di tanah

Belambangan (Banyuwangi). Cerita awal masuknya islam di tanah

Belambangan bermula dari Sayid Ishak atau Syekh Maulana Ishak dimana

mulanya beliau mengobati putri Raja Belambangan yang bernama Dewi

Sekardadu. Karena berhasil mengobati beliau berhak untuk menikahi sang putri,

disitulah awal mulaya beliau berdakwah di tanah Belambangan. Beliau memiliki

putra yang bernama Raden Paku atau yang dikenal dengan Sunan Giri (salah

satu wali songo) yang kelak menyebarkan islam di tanah Jawa. Kejadian

tersebut terjadi sekitar tahun 1575. Namun proses islamisasi pada tahun tersebut

tidak berjalan lancar. Banyuwangi berhasil di islamisasi tepatnya pada abad ke-

18 ketika kala itu dipimpin oleh Adipati Danuningrat atau Pangeran Pati.

Kedatangan islam tentu saja tidak hanya memperkenalkan konsep religi, tetapi

jugaproduk budayanya, salah satu tulisan arab yang di Jawa beradaptasi menjadi

aksara pegon. (Tutik Pudjiastuti, 2019:271-284).

Lontar Yusuf ditulis menggunakan aksara arab peguon yang memiliki 12

pupuh, 593 bait dan 4366 larik. Lontar Yusuf memiliki empat jenis yaitu

kasmaran, durma, sinom, dan pangkur. Berikut adalah beberapa naskah Lontar

Yusuf pada tembang Durma Pupuh VII :

Gambar 1.1 Dok. Wiwin Indiarti 2018

Gambar 1.2 Dok. Wiwin Indiarti 2018

Page 5: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

243 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Gambar 1.3 Dok. Wiwin Indiarti 2018

Gambar 1.4 Dok. Wiwin Indiarti 2018

Page 6: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

244 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Gambar 1.5 Dok. Wiwin Indiarti 2018

Gambar 1.6 Dok. Wiwin Indiarti 2018

Page 7: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

245 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Naskah diatas mengisahkan Putri Zulaikha (Jaleha) dari Negeri Temas,

sang putri raja yang berusia sembilan tahun, berulang kali memimpikan seorang

pemuda yang tampan rupawan dari Mesir. Sang putri dilanda asmara dan jatuh

cinta kepadanya. Dia memberitahu kepada orang tuanya tentang seseorang yang

hadir dalam mimpinya. Orang tua sang putri sudah berjanji bahwa apabila

seseorang yang ada didalam mimpi putrinya tersebut itu nyata adanya, mereka

akan menikahkan sang putri dengannya. Sang Putri Zulaikha, yang sangat

merindukan seseorang yang ada didalam mimpinya (bêrangta nira lumindhih),

meminta ayahnya, Sang Raja Temas, untuk segera mengirimkan utusan ke

Mesir.

Raja Temas mengirimkan utusan dengan membawa sepucuk surat

kepada Raja Mesir, meminta sang Raja Mesir untuk meminang putrinya yang

bernama Zulaikha.. Karena putri Temas terkenal akan kecantikannya sepucuk

surat tersebut membuat Raja Mesir sangat senang menerimanya, seolah

mendapatkan intan permata (katiban intên bumi). Raja Mesir datang menemui

Putri Zulaikha. Ketika sang putri melihat sosok raja Mesir, ia tak kuasa menahan

tangisnya hingga jatuh pingsan. Sang raja bukan seorang laki-laki yang datang

dalam mimpinya. Melihat hal itu, sang raja merasa mendapat penghinaan. Dia

ingin mengembalikan sang putri kepada orang tuanya, namun kemarahan sang

raja padam ketika dia menyadari betapa cantiknya sang putri. Seketika putri

Zulaikha mendengar suara yang ada didalam mimpinya, suara tersebut berujar

bahwa raja Mesir ini adalah jalan bagi perjumpaannya (marganira panggiya)

dengan laki-laki dalam mimpinya. Sang putri pun patuh, percaya, serta pasrah

akan jodoh yang sudah ditakdir oleh Tuhan.

Dalam iring-iringan raja Mesir, sang putri menuju ke istana dengan

diusung dalam tandu kebesaran. Semua orang yang ada didalam istana

menyambut kedatangan sang putri. Para istri raja Mesir sangat terpana ketika

melihat putri Zulaikha yang sangat cantik, mereka takjub seolah melihat ratu

yang ada didalam dongeng. Sang raja Mesir pun teramat kasih kepada Zulaikha.

Pada suatu malam, sang Raja hendak bermadu kasih dengan putri Zulaikha.

Namun atas kekuasaan Tuhan, Zulaikha pun dilindungi oleh-Nya. Tuhan

mengganti putri Zulaikha dengan seseorang yang wajahnya diserupakan seperti

Page 8: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

246 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

sang putri (jinarupa sang putêri) untuk bermadu kasih dengan sang raja. Tuhan

telah berkehendak bahwa tidak ada seseorang pun kecuali Yusuf yang

dimaksudkan sebagai jodoh putri Zulaikha.

Pengaplikasian Mocoan Lontar Yusuf

Suku Osing Banyuwangi merupakan salah satu sub suku di Indonesia

yang berada di provinsi Jawa Timur, memiliki kebudayaan yang sangat khas

atau spesifik nilai-nilai budaya Osing telah melekat dalam kehidupan sehari-hari

orang Osing Banyuwangi. Usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai budaya

Osing telah dilaksanakan secara turuntemurun dari generasi pendahulu ke

generasi berikutnya. Transformasi nilai-nilai itu dilakukan melalui jalur-jalur

pendidikan di sekolah, pendidikan dalam keluarga, dan pendidikan di

masyarakat. Nilai-nilai budaya masyarakat Osing disosialisasikan melalui

pertunjukan seni dan hiburan yang merupakan kebutuhan hidup manusia, tentu

corak, macam dan ragamnya bentuk seni serta hiburannya disesuaikan dengan

jiwa dan keyakinan masyarakatnya (Rachmadi, 2010). Masyarakat Osing

umumnya memeluk agama Islam, tentunya kesenian pun dipengaruhi oleh

Islam, walaupun unsur-unsur tradisional ikut menjiwai kesenian itu. Misalnya,

adalah pertunjukan kesenian Aljin (Pacul Goang), dan seni Mocoan yang

menyampaikan kandungan kitab Lontar Yusuf dengan tulisan arab pegon dan isi

syair-syairnya ditulis dalam bahasa Jawa peralihan (Bahasa Osing) konon kitab

yang tergolong dalam kesusastraan Jawa yang mengandung ajaran-ajaran

ketauhidan dan tauladan Nabi Yusuf ini menurut Koentjaraningrat (2009) ditulis

dalam abad ke-16.

Mocoan Lontar Yusuf hingga saat ini masih hidup dan dilestarikan.

Bahkan para kaum muda di Banyuwangi membuat perkumpulan yang bernama

MLY Milenial (Mocoan Lontar Yusuf Milenial) dimana mereka menjaga tradisi

tersebut agar tetap hidup. Mocoan Lontar Yusuf Biasanya ditampilkan saat acara

bersih desa, nikahan, khitanan, dan acara lainnya. Pembacaan naskah tersebut

dimulai setelah sholat isya’ sampai pukul tiga pagi.

Karsono (2013) menjelaskan bahwa Seni Mocoan merupakan seni

pembacaan (waosan) karya sastra dengan cara ditembangkan. Seni Mocoan

Page 9: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

247 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

tumbuh dan berkembang di Kabupaten Banyuwangi, daerah diujung paling

timur provinsi Jawa Timur. Dalam penyajiannya, seni Mocoan memiliki

kemiripan dengan beberapa seni waosan yang berkembang di Indonesia, seperti

Macapatan di Jawa (Jawa Tengah dan Yogyakarta), Mamaca di Madura,

Mamaos di Banten, dan Waosanlontar di Bali. Kemiripan tersebut terletak pada

penggunaan melodi lagu (tembang) untuk menyajikan teks sastra tertentu.

Jika kita runtut lebih ke belakang lagi, tradisi membaca karya sastra,

dalam hal ini lontar Yusuf, merupakan aktivitas yang sebelumnya sudah

berkembang di zaman Hindu dan Buddha. Brandon (2009) menyatakan bahwa

proses Islamisasi di Indonesia seringkali dilakukan dengan usaha-usaha

meneruskan aktivitas kesenian Hindu-Buddha yang sudah ada sebelumnya, yang

sudah mapan, dengan sedapat mungkin mengakomodasikan ajaran atau dogma

Islam kedalamnya. Tradisi yang demikian kemungkinan dipengaruhi oleh Islam

Sufistik atau Islam India.

Isi yang terkandung dalam Mocoan Lontar Yusuf merupakan

penerjemahan dari kisah Nabi Yusuf yang bersumber dalam Surat Yusuf di Al-

Qur’an. Proses penerjemahan tersebut kemungkinan terkait dengan kepentingan

Islamisasi yang dilakukan para wali di tanah Jawa. Hal tersebut berdasar pada

perbandingan isi kisah Yusuf dalam lontar yang tidak jauh berbeda dengan isi

kisah Yusuf dalam Surat Yusuf. Di dalam Al-Qur’an Surat Yusuf merupakan

surat yang ke13 dari 144 surat yang ada dalam Al-Qur’an. Surat Yususf berada

pada akhir juz 12 dan awal juz 13, dengan jumlah ayat 111. Surat ini

menceritakan kisah Nabi Yusuf dari kecil hingga dewasa. Dimulai dari kisah

ketika dibenci saudara tirinya, diceburkan ke dalam sumur, diselamatkan oleh

saudagar Mesir, diasuh oleh saudagar tersebut, digoda oleh Siti Julaeha (Siti

Zulaikha istri saudagar Mesir), dipenjara, menjadi ahli tafsir mimpi, hingga

menjadi bendahara negeri Mesir, kemudian menolong negeri asalnya yang

kekeringan, bertemu ayahnya kembali, dan akhirnya bertahta sebagai raja di

Mesir. Kisah-kisah tersebut semua ada juga di dalam Lontar Yusuf. Kisah hidup

Nabi Yusuf menjadi kisah yang dominan dalam lontar Yusuf. Selain kisah

Yusuf, terdapat juga nama nabi-nabi dan tokoh lain yang juga disebut. Nabi-nabi

yang tertera dalam lontar Yusuf tersebut diantaranya Nabi Daud, Nabi Musa,

Page 10: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

248 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Nabi Sulaeman, Nabi Soleh, dan Nabi Muhammmad. Penyebutan beberapa nabi

tersebut sering juga menggunakan kata awalan Bagindho. Sedangkan tokoh lain

yang disebutkan dalam lontar adalah Ashabul Kahfi, yaitu sekelompok pemuda

yang dalam AlQur’an diceritakan sebagai kelompok penyebar kebaikan, namun

harus mengasingkan diri di sebuah goa karena diburu untuk dibunuh. Kelompok

pemuda ini tertidur selama ratusan tahun bersama seekor anjing yang setia,

hingga zaman berubah. Kelompok tersebut terbangun dan melihat anjingnya

sudah menjadi kerangka dan uang yang mereka bawa dulu sudah tidak laku lagi.

Dari peristiwa tersebut mereka sadar sudah tertidur ratusan tahun dan mereka

kembali menyebarkan kebaikan karena generasi dan umat sudah berganti. Cerita

tentang anjing ternyata ikut menjelaskan tentang keterkaitan lontar Yusuf

dengan kepercayaan Islam, yaitu kepercayaan mengenai lima binatang yang

kelak menghuni surga, satu di antaranya anjing. Cerita ini tersurat dalam pupuh

Durmo Lontar Yusuf. Namun demikian, dalam Al-Qur’an, keterangan tersebut

tidak tertulis dalam Surat Yusuf, melainkan dalam Surat Al-Kahfi. Hal inilah

yang memunculkan dugaan bahwa Lontar Yusuf tidak hanya bersumber dari

Surat Yusuf saja, tetapi ada kisah lain yang terkait dengan ajaran Islam yang

bersumber pada beberapa surat di Al-Qur’an.

Sebagai karya sastra Jawa yang mengisahkan kehidupan seorang tokoh

Nabi, Lontar Yusuf sangat tepat untuk dijadikan suri teladan dalam kehidupan

masyarakat masa kini. Segala aspek nilai ajaran yang digambarkan dalam kisah

ini memberikan teladan agar masyarakat sekarang bisa mencontoh perilaku

mulia dari seorang Nabi. Memang tidak dapat dipungkiri khasanah sastra Jawa

mengandung gambaran kehidupan masa lalu. Oleh karena itu, sangatlah

bermanfaat apabila aspek-aspek budi luhur yang terdapat di dalamnya digali,

diungkapkan, dan disebarluaskan kepada generasi muda sekarang.

SIMPULAN

Aksara pegon adalah aksara arab yang yang dimodifikasi untuk

menuliskan bahasa melayu. Kata pegon berasal dari kata berbahasa jawa pego

yang berarti tidak lazim diucapkan. Ada beberapa pendapat yang menyatakan

bahwa aksara pegon muncul sekitar tahun 1200 atau 1300 bersamaan dengan

masuknya ajaran Islam di Indonesia. Catatan lain tentang asal usul aksara pegon

Page 11: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

249 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

ada di Pesantren Ampel Dentha Surabaya yang dikemukakan Raden Patah atau

yang dikenal Sunan Ampel menyatakan bahwa aksara Pegon muncul sekitar

tahun 1400.

Lontar Yusuf merupakan naskah puisi kuno yang mengisahkan Nabi

Yusuf A.S, pada awal mulanya ditulis diatas daun lontar sehingga disebut

Mocoan Lontar Yusuf serta ditulis menggunakan aksara pegon. Lontar Yusuf

hadir tidak lepas dari adanya proses islamisasi di tanah Belambangan

(Banyuwangi). Cerita awal masuknya islam di tanah Belambangan bermula dari

Sayid Ishak atau Syekh Maulana Ishak dimana mulanya beliau mengobati putri

Raja Belambangan yang bernama Dewi Sekardadu. Karena berhasil mengobati

beliau berhak untuk menikahi sang putri, disitulah awal mulaya beliau

berdakwah di tanah Belambangan. Beliau memiliki putra yang bernama Raden

Paku atau yang dikenal dengan Sunan Giri (salah satu wali songo) yang kelak

menyebarkan islam di tanah Jawa. Kejadian tersebut terjadi sekitar tahun 1575.

Isi yang terkandung dalam Mocoan Lontar Yusuf merupakan

penerjemahan dari kisah Nabi Yusuf yang bersumber dalam Surat Yusuf di Al-

Qur’an. Proses penerjemahan tersebut kemungkinan terkait dengan kepentingan

Islamisasi yang dilakukan para wali di tanah Jawa. Hal tersebut berdasar pada

perbandingan isi kisah Yusuf dalam lontar yang tidak jauh berbeda dengan isi

kisah Yusuf dalam Surat Yusuf.

Mocoan Lontar Yusuf hingga saat ini masih hidup dan dilestarikan.

Bahkan para kaum muda di Banyuwangi membuat perkumpulan yang bernama

MLY Milenial (Mocoan Lontar Yusuf Milenial) dimana mereka menjaga tradisi

tersebut agar tetap hidup. Mocoan Lontar Yusuf Biasanya ditampilkan saat acara

bersih desa, nikahan, khitanan, dan acara lainnya. Pembacaan naskah tersebut

dimulai setelah sholat isya’ sampai pukul tiga pagi.

Sebagai karya sastra Jawa yang mengisahkan kehidupan seorang tokoh

Nabi, Lontar Yusuf sangat tepat untuk dijadikan suri teladan dalam kehidupan

masyarakat masa kini. Segala aspek nilai ajaran yang digambarkan dalam kisah

ini memberikan teladan agar masyarakat sekarang bisa mencontoh perilaku

mulia dari seorang Nabi. Memang tidak dapat dipungkiri khasanah sastra Jawa

mengandung gambaran kehidupan masa lalu.

Page 12: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

250 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Harapan dari penulis artikel ini adalah agar pembaca dapat mengetahui

sejarah suatu kebudayaan, mulai dari proses terbentuknya, faktor-faktor yang

mempengaruhi terciptanya kebudayaan tersebut. Hendaknya kita sebagai kaum

muda harus menjaga dan melestarikan kebudayaan yang kita miliki serta

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya Mocoan Lontar

Yusuf ini kita juga dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari cerita nabi-nabi,

mempelajari Al-Qur’an secara mendalam serta mengamalkannya dalam

kehidupan sehari-hari

DAFTAR RUJUKAN

Indiarti, Wiwin. 2015. “Kajian mengenai Desa Kemiren sebagai Penyangga

Tradisi dan Kearifan Lokal Masyarakat Osing”. Dalam Anasrullah

(Eds.), Jagat Osing: Seni, Tradisi dan Kearifan Lokal Osing (hlm.

139-156). Banyuwangi: Rumah Budaya

Indiarti, Wiwin. 2018. LONTAR YUSUP BANYUWANGI: Teks Pegon –

Transliterasi–Terjemahan. Jakarta: Perpus Nasional RI

Indiarti, Wiwin & Hasibin. 2019. “Lontar Yusup Banyuwangi: Warna Lokal dan

Variasi Teks dalam Manuskrip Pegon di Ujung Timur Jawa”. Jurnal

Manuskripta, 9 (1): 1-23

Indiarti, Wiwin, Suhalik & Anasrullah. 2019. Babad Tawangalun: Wiracarita

Pangeran Blambangan dalam Unataian Tembang. Jakarta: Perpusnas

Press.

Indiarti, Wiwin dan Hervina Nurullita. 2020. Geliat Kaum Muda Dalam

Preservasi Tradisi Mocoan Lontar Yusup di Banyuwangi. Jember :

Jember University Press.

Kromoprawiro. 1867. Kawruh Sastro Pegon. (Manuskrip) Madiun.

Mumfangati, Titi. 2009. “Macaan Lontar Yusup Tradisi Lisan sebagai Bentuk

Pelestarian Nilai Budaya pada Masyarakat Using, Banyuwangi”.

Patrawidya, 10 (2): 252–290.

Pudjiastuti, Titik. 2009. Tulisan Pegon Wujud Identitas Islam Jawa: Tinjauan

atas Bentuk dan Maknanya. Suhuf, Vol 2, 2009, hal. 271-284

Page 13: EKSISTENSI AKSARA ARAB PEGON DALAM NASKAH …

P-ISSN 2598-0637

E-ISSN 2621-5632

251 Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa V Tahun 2021 HMJ Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Rofiq, Arif Ainur, Nur Hidayah, dkk. 2016. Nilai-nilai Budaya Suku Osing

Banyuwangi DalamKitab Lontar Yusuf dan Aplikasinya pada

Konseling.

Tedjowirawan, Anung. 2019. Jurnal Manassa Manuskripta.

https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-akulturasi-menurut-para-ahli/

https://coretanandrea.wordpress.com/2013/11/03/definisi-kebudayaan-menurut-

beberapa-ahli