Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

21
Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Dosen Pengampu : Drs. H. Kuswadi, M.Ag Disusun oleh : Nama : I’if Zuraifah NIM : k7111099 Kelas : 2B

description

 

Transcript of Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

Page 1: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos

Kerja Dalam Islam

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Drs. H. Kuswadi, M.Ag

Disusun oleh :

Nama : I’if Zuraifah

NIM : k7111099

Kelas : 2B

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

A. Ekonomi Islam

a) Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku

ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama

Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun

iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah

swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah

ayat 105:

“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya

serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.

Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada

Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan

karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.

(HR.Thabrani dan Baihaqi)

b) Tujuan Ekonomi Islam

Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam

mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta

menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh

ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah

membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.

Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah

mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa

Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:

1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan

bagi masyarakat dan lingkungannya.

2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud

mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.

3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya).

Page 3: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak

sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:

keselamatan keyakinan agama ( al din)

kesalamatan jiwa (al nafs)

keselamatan akal (al aql)

keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)

keselamatan harta benda (al mal)

c) Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari

Allah swt kepada manusia.

2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.

4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang

dikuasai oleh segelintir orang saja.

5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya

direncanakan untuk kepentingan banyak orang.

6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di

akhirat nanti.

7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas

(nisab)

8. Islam melarang riba dalam segala bentuk

.

B. Kesejahteraan Dalam Islam

Salah satu bagian terpenting dari syari’at Islam adalah adanya

aturan-aturan yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok

bagi tiap individu masyarakat, baik berupa pangan, pakaian, dan papan, serta

lapangan pekerjaan. Berikut beberapa konsep Islam berkaitan dengan hal

tersebut:

Page 4: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

1. Mewajibkan dan memberikan dorongan spiritual kepada laki-laki

agar bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan

tanggungannya.

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu

dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut

kadar kesanggupannya.”[TQS. al-Baqarah:233].

“Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke

bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual,

itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik ia diberi

atau ditolak. (HR. Bukhari & Muslim)

“Tidak ada orang yang makan makanan yang lebih baik daripada hasil

pekerjaan tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari

hasil kerjanya sendiri” (HR. Bukhory)

2. Mewajibkan kepada sanak kerabat yg hidupnya sudah melebihi

standar untuk menanggung saudaranya yang tidak mampu, bahkan

tetangga juga punya kewajiban terhadap tetangganya.

"Tidak beriman kepada-Ku seorang yang tidur malam dalam keadaan

kenyang, sementara tetangga sebelahnya lapar dan dia mengetahui"

(HR.al Bazzar dan Thabarani, dengan sanad Hasan)

3. Memberikan peluang yang sama untuk hidup lebih sejahtera.

Khalifah Umar menyatakan: “Orang yang memagari tanah tidak berhak

(atas tanah yang telah dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga

tahun.”

Page 5: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

4. Melarang setiap hal yang dapat menimbulkan kekacauan ekonomi.

Antara lain:

a. Riba

b. Judi

c. Ghabn Fâhisy (penipuan harga dlm jual beli)

d. Tadlis (penipuan barang/alat tukar)

e. Ihtikar (menimbun)

f. Mengemis

"Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta itu tidak dibolehkan

kecuali dalam salah satu dari tiga hal, yaitu : Seseorang (yang

mendamaikan pertikaian antara manusia lalu) dia menanggung beban

biayanya maka boleh baginya meminta hingga dia mendapatkannya

kemudian dia berhenti dari meminta. Seseorang yang tertimpa bencana

hingga musnah hartanya maka boleh baginya untuk meminta hingga

dia mendapatkan hal yang bisa menopang hidupnya. Seseorang yang

tertimpa kemiskinan yang sangat hingga 3 orang yang cerdik dari

kaumnya berkata: telah menimpa orang itu kemiskinan yang sangat

maka boleh bagi orang ini untuk meminta sampai dia mendapatkan hal

yang bisa menopang hidupnya. Selain ketiga hal ini -wahai Qobishoh-

meminta-minta itu termasuk memakan harta yang haram" (HR Muslim)

g. Setiap hal yang diharamkan Allah SWT, kalau dilanggar akan

menimbulkan kerusakan.

5. Mewajibkan Negara untuk memelihara urusan rakyat dg ancaman yg

berat bagi yang melalaikannya.

Rasulullah saw bersabda: “Seorang Imam adalah pemelihara dan

pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban

atas rakyatnya.”[HR. Bukhari dan Muslim].

Page 6: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

“Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat,

kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan

hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk)

surga.” (HR. Muslim)

Diantara tanggung jawab yg dipikul negara antara lain:

Memberikan pendidikan kepada rakyat, dan mendorong mereka

untuk giat bekerja.

Pada masa Rasulullah, sebagai kepala negara, beliau membebankan

biaya pendidikan ke baitul maal, Rasulullah pernah menetapkan

kebijakan terhadap tawanan perang Badar, apabila seorang tawanan

telah mengajar 10 orang penduduk Madinah dalam hal baca dan tulis

akan dibebaskan sebagai tawanan. Ad-Damsyiqy menceritakan suatu

kisah dari al-Wadliyah bin Atha’, yang mengatakan bahwa di kota

Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Oleh khalifah

‘Umar bin Khaththab ra guru-guru tersebut digaji 15 dinar tiap

bulannya.

Dalam suatu riwayat, Rasulullah Saw pernah mencium tangan Saad

bin Muadz begitu melihat tangan Saad yang kasar karena bekerja

keras. Beliau bersabda, “Inilah dua tangan yang dicintai Allah dan

rasul-Nya!”

Menciptakan lapangan kerja & menyuruh rakyatnya untuk

bekerja.

Rasulullah pernah menyuruh seorang shahabat yg meminta untuk

mengambil barangnya, kemudian Rasul melelangnya dan memberikan

hasil penjualannya sambil berkata: "Belilah makanan dengan satu

dirham kemudian berikan kepada keluargamu, dan belilah kapak

kemudian bawalah kepadaku." Kemudian orang tersebut

membawanya kepada beliau, lalu Rasulullah mengikatkan kayu pada

Page 7: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

kapak tersebut dengan tangannya kemudian berkata kepadanya:

"Pergilah kemudian carilah kayu dan juallah. Jangan sampai aku

melihatmu selama lima belas hari." (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)

Ketika Khalifah Umar r.a. mendengar jawaban orang-orang yang

berdiam di masjid di saat orang sibuk bekerja bahwa mereka

bertawakkal, beliau berkata: “Kalian adalah orang-orang yang malas

bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan

hujan emas dan perak.” Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari

masjid, dan memberi mereka setakar biji-bijian. Beliau katakan pada

mereka: “Tanamlah dan bertawakkallah kepada Allah!”

Dari sini, Imam Ghazali rahimahullah menyatakan bahwa wajib atas

Waliyul amri (pemerintah) memberi sarana-sarana pekerjaan kepada

para pencari kerja.

Menyuruh rakyatnya yg hidup diatas standar untuk menanggung

nafkah kerabatnya yg tidak mampu mencari nafkah.

Negara wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya saat

rakyat tersebut sudah tidak mampu bekerja, dan kerabatnya juga

hidupnya tidak melebihi standard.

“Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu)

untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga

(miskin yg tak mampu), maka itu menjadi tanggunganku kepadaku”

(H.R. Bukhari).

Umar bin Khaththab. ra, pernah membangun suatu rumah yang diberi

nama , “daar al-daaqiq” (rumah tepung) antara Makkah dan Syam. Di

dalam rumah itu tersedia berbagai macam jenis tepung, korma, dan

barang-barang kebutuhan lainnya. Tujuan dibangunnya rumah itu

adalah untuk menolong orang-orang yang singgah dalam perjalanan

Page 8: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang perlu sampai

kebutuhannya terpenuhi.

Diriwayatkan melalui Umar ra. di mana ia melihat seorang kafir

dzimmi yang mengemis, padahal dia sudah tua. Umar pun berkata;

"Kami tidak adil kepadamu, kami mengambil jizyah darimu ketika

kamu masih muda, dan hari ini kami telah menyia-nyiakanmu."

Kemudian Umar ra memerintah untuk menjatah bahan makanan untuk

orang ini dari Baitul Mal. (As Samarqandy, Tanbîhul Ghâfiliin)

6. Menjaga harta kaum muslimin dan menyerahkan pada yg berhak.

Suatu ketika Rasulullah bergegas setelah shalat Ashar, melangkahi pundak

orang- orang menuju kamar istrinya, setelah kembali Beliau saw bersabda:

“Aku bergegas dari shalat karena aku ingat suatu lantakan emas yang

masih tersimpan di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu

menahanku, maka aku memerintahkan (kepada istriku) untuk membagi-

bagikannya.” (HR. Bukhory)

Imam Ali juga meriwayatkan bahwa khalifah ‘umar pernah mencari unta

zakat yg lepas, dan khawatir kalau diakhirat akan dituntut gara-gara

menyia-nyiakan hak umat Islam (Al Ghazali, Mukâsyafatul Qulûb)

7. Mewajibkan kepada setiap rakyat untuk menolong yang kekurangan.

Ketika negara memang tidak mempunyai kas lagi untuk menolong orang

yang kekurangan, maka kewajiban ini kembali berasli ke umat Islam yang

mempunyai kelebihan harta. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya,

Al-Muhalla (4/281) “Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing

mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan

pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk

menolong fakir-miskin).

Page 9: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

C. Etos Kerja Dalam Islam

Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian,

watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.

Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok

bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh,

budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula

kata etika yang hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai

yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut

terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati

secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja

yang sesempurna mungkin.

Dalam al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan

yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. (An-Naml : 88). Etos kerja

seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal

mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama

para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana

Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus

didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di

antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan

tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22)

a) Pengertian Kerja

Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang

dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non-materi,

intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah

keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa Indonesia susunan

WJS Poerdarminta mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan

melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk

mencari nafkah.

KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi

seorang muslim adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan

Page 10: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau

menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan

dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang

terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan bekerja

manusia memanusiakan dirinya.

Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah aktivitas dinamis dan

mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan

rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan

penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai

bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.

Di dalam kaitan ini, al-Qur’an banyak membicarakan tentang

aqidah dan keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada

bagian lain ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah

kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di

dunia dan di akhirat. Al-Qur’an juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu

etika kerja positif dan negatif. Di dalam al-Qur’an banyak kita temui ayat

tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya :

1) Kita temukan 22 kata ‘amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-

Baqarah: 62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.

2) Kata ‘amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya

surat Hud: 46, dan al-Fathir: 10.

3) Kata wa’amiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73

kali, diantaranya surat al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55.

4) Kata Ta’malun dan Ya’malun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud:

92.

5) Kita temukan sebanyak 330 kali kata a’maaluhum, a’maalun,

a’maluka, ‘amaluhu, ‘amalikum, ‘amalahum, ‘aamul dan amullah.

Diantaranya dalam surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar:

65, Fathir: 8, dan at-Tur: 21.

6) Terdapat 27 kata ya’mal, ‘amiluun, ‘amilahu, ta’mal, a’malu seperti

dalam surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.

Page 11: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

7) Serta, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan

istilah seperti shana’a, yasna’un, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah,

istabiqul khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang

dan sebagainya.

Di samping itu, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pekerjaan

merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang

serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman: “…

barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah

ia mengerjakan amal yang saleh…” (Al-Kahfi: 110)

Ada juga ayat al-Qur’an yang menunjukkan pengertian kerja secara

sempit misalnya firman Allah SWT kepada Nabi Daud AS :

“ Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu,

guna memelihara kamu dalam peperanganmu…” (al-Anbiya: 80)

Dalam surah al-Jumu’ah ayat 10 Allah SWT menyatakan :

“ Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka

bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak

supaya kamu beruntung.” (al-Jumu’ah: 10)

Pengertian kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas,

mencakup seluruh pengerahan potensi manusia. Adapun pengertian

kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia

untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat

tinggal, dan peningkatan taraf hidup.

Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan

dewasa ini, sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah

orang yang bekerja dengan menerima upah baik bekerja harian, maupun

bulanan dan sebagainya.

Page 12: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada di negara-

negara komunis maupun kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat

menjadi kelompok buruh dan majikan, kondisi semacam ini pada

akhirnya melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan konflik

antara kelompok buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya

perbaikan situasi kerja, pekerja termasuk hak mereka.

Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak

dalam Islam, konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian

namun demikian jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan

tidak memasukkan kategori pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan

ibadah dan aktivitas spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada

garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang

memperoleh keuntungan (upah), dalam pengertian ini tercakup pula para

pegawai yang memperoleh gaji tetap dari pemerintah, perusahaan

swasta, dan lembaga lainnya.

Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara

jelas, praktek mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam

pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja :

1. al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti

penjahit, tukang kayu, dan para pemilik restoran. Dewasa ini

pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang bekerja dalam

jasa angkutan dan kuli.

2. al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap

seperti para pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri.

3. al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-

hari dengan cara jual beli seperti pedagang keliling.

4. al-Muzarri’un: para petani.

Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya

hadist rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW

Page 13: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

bersabda, “berikanlah upah pekerja sebelum kering keringat-

keringatnya”. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani).

Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan : “Besar gaji disesuaikan

dengan hasil kerja.” Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam

mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi kerja yang dilakukan

seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.

b) Etika Kerja dalam Islam

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang

diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan

teliti).” (HR. al-Baihaki)

Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah,

kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas,

mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai

komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan

seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki

muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang

berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan

pada prinsip-prinsip Islam.

Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan

adalah sebagai berikut :

1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah

melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab

seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah

yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-

sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah

dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadis

rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang

pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali)

Page 14: Ekonomi, Kesejahteraan dan Etos Kerja Dalam Islam

2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan.

Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di

antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan

bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu

menyembah.” (al-Baqarah: 172)

3. Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang

dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan

wajar.

4. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang

ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang

diharamkan Allah.

5. Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan

pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup

hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa

tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya.

Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan

dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas

bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alat-

alat produksi.