EKLAMSIA - anestesi

27
BAB II TINJUAN PUSTAKA 1. Definisi Eklampsia Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklamsia yang disusul dengan koma. Kejang pada penderita eklampsia tidak terjadi akibat dari kelainan neurologik dan pasien sebelumnya telah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia. 4 Eklampsia termasuk dalam Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK), yaitu komplikasi kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu yang ditandai dengan timbulnya hipertensi, disertai salah satu dari : edema, proteinuria, atau keduanya. 4,5 Batasan yang dipakai The Committee on Terminology of the American College of Obstetrics and Gynecology (1972) adalah sebagai berikut : 1. HD sebagai penyulit yang berhubungan langsung dengan kehamilan : a. Pre-eklamsia Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum. 3 1.Hipertensi onset baru 3

description

eklamsia

Transcript of EKLAMSIA - anestesi

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

1. Definisi Eklampsia

Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklamsia yang

disusul dengan koma. Kejang pada penderita eklampsia tidak terjadi akibat

dari kelainan neurologik dan pasien sebelumnya telah menunjukkan gejala-

gejala pre eklampsia.4

Eklampsia termasuk dalam Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK), yaitu

komplikasi kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu yang ditandai dengan

timbulnya hipertensi, disertai salah satu dari : edema, proteinuria, atau

keduanya.4,5

Batasan yang dipakai The Committee on Terminology of the American

College of Obstetrics and Gynecology (1972) adalah sebagai berikut :

1. HD sebagai penyulit yang berhubungan langsung dengan kehamilan :

a. Pre-eklamsia

Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau

edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau

segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum.3

1. Hipertensi onset baru

Tekanan darah yang menetap ≥ 140 / 90 mmHg pada ibu yang

sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Pengukuran tekanan

darah pertama dilakukan setelah istirahat duduk 10 menit.

Pengukuran tekanan darah ini harus dilakukan sekurang-kurangnya

2 kali dengan selang waktu 6 jam dan ibu dalam keadaan istirahat.

2. Proteinuria signifikan onset baru

Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin yang

kadarnya melebihi 0.3 gram/liter dalam 24 jam atau pemeriksaan

kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih

dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang

diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam

3

3. Edema nondependent onset baru

Akumulasi cairan ekstra vaskuler secara menyeluruh, dengan

kriteria :

a. Adanya pitting edema di daerah pretibia, dinding abdomen,

lumbosakral, wajah dan tangan setelah bangun pagi.

b. Kenaikan berat badan melebihi 500 gram/minggu atau 2000

gr/bulan atau 13 kg/seluruh kehamilan.

b. Eklampsia

Ialah timbulnya kejang pada penderita pre-eklamsia yang disusul

dengan koma. Kejang ini bukan akibat dari kelainan neurologik.

2. HDK sebagai penyulit yang tidak berhubungan langsung dengan

kehamilan :

Hipertensi kronik.

Hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang ditemukan pada umur

kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang menetap setelah 6

minggu pasca persalinan.4

3. Superimposed preeklamsia / eklamsia

Ialah timbulnya pre-eklamsia atau eklamsia pada hipertensi kronik.

4. Transient hypertension / hipertensi gestasional nonproteinurik.

lalah hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan darahnya

normal sebelum hamil dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi

kronik atau pre-eklamsia atau eklamsia. Gejala ini akan hilang setelah 10

hari pasca persalinan.4

4

Gambar 1 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan1

2. Epidemiologi Eklampsia

Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan

golongan sosial ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal

20-an, tetapi prevalensinya meningkat pada wanita diatas 35 tahun.

Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu, dapat

meningkat pada kehamilan mola. 4,5

Insiden eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000

kelahiran hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden bervariasi

luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup.4,5

Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang

lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya

pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang

cukup, dan penanganan preeklampsia yang sempurna. Di negara-negara

berkembang frekuensi eklampsia berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedangkan di

negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1%.4,5

3. Faktor Risiko Eklampsia

a. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi ekstrem, yaitu

remaja < 20 tahun dan umur 35 tahun ke atas.

b. Multigravida dengan kondisi klinis :

a) Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.

5

b) Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes

mellitus.

c) Penyakit-penyakit ginjal.

c. Hiperplasentosis :

a) Molahidatidosa,kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar, diabetes

mellitus.

d. Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia atau eklamsia.

e. Obesitas dan hidramnion.

f. Gizi yang kurang dan anemi.

g. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium,

defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidan.5,6

4. Etiologi Eklampsia

Penyebab eklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara

pasti. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia -

eklampsia adalah :

1. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul

lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dijelaskan bahwa pada

kehamilan pertama terdapat pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap

antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak

menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan

berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat

respos imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.6

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung

adanya sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :

a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai

komplek imun dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen

pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.

Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat

menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi

6

pada Preeklampsia-Eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem

imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-Eklampsia.2

2. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang

pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan

fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin

akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.

Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan

serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.5

3. Faktor Trofoblast

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan

terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan

Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa

keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.6

4. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron

antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldosteron yang

menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan

Edema.2

5. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia

bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang

menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia

antara lain:

a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-

Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-

Eklampsia.

c) Kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia pada

anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan

bukan pada ipar mereka.5

7

6. Faktor Gizi

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang

mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai

precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin

Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.6

5. Kriteria Diagnostik Eklampsia

Diagnosis eklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan laboratorium. Eklampsia ditandai oleh gejala

preeklampsia berat dan kejang

a. Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi

b. Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal

c. Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam).3

Dari pemeriksaan preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan

yaitu;

1. Pre-eklampsia Ringan

a. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan darah sistolik naik > 30

mmHg atau kenaikan tekanan darah diastolik > 15 mmHg tetapi <

160/110 mmHg.

b. Edema dan / atau

c. Proteinuria, setelah kehamilan 20 minggu.

2. Pre-eklampsia Berat

Temuan Laboratoriumpeningkatan tekanan darah yang berat ( ≥ 160/110 mmHg pada 2 kali pengukuran dengan jarak setidaknya 6 jam) dan tidak dalam keadaan his.

Proteinuria (>5 g/24 jam) disertai kenaikan kreatinin plasma Oliguri (< 500 ml/24 jam) Cedera hepatoseluler (kadar transaminase serum ≥ 2 x normal) Ttrombositopenia (< 100.000 trombosit/mm3) HHELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzymes,Low Platelet counts)

A

8

Table 1. Gejala dan tanda Pre-eklamsia berat 6,7

Apabila pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal,

skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri daerah epigastrium, mual atau

muntah-muntah sering merupakan petunjuk terjadinya impending eklampsia.

Jika keadaan ini tidak segera ditanggulangi maka akan timbul kejang. Kejang

pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:

a. Tingkat awal atau aura

Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa

melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar ke kanan

atau ke kiri.

b. Tingkat kejangan tonik

Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah

kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam.

Pernafasan berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit.

Stadium ini akan disusul oleh tingkat kejangan klonik.

c. Tingkat kejangan klonik

Berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot

berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut

membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol.

Dari mulut keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan

sianotis. Setelah kejang terhenti, pasien bernafas dengan mendengkur.

d. Tingkat koma

Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita

biasa menjadi sadar lagi. 3

9

Gambar 2 Alur Penilaian Klinik1

6. Patofisiologi Eklampsia

Preeklamsia adalah suatu sindrom yang menyerang seluruh organ pada

ibu hamil. Penyebab dari patofisiologi kelainan yang terjadi (kerusakan

endotel ginjal, otak dan plasenta) karena kelainan dari plasenta, yakni

abnormalitas dari invasi jaringan tropoblas ke dinding rahim ibu saat usia

kehamilan 12-13 minggu. 9,10

Saat kehamilan yang normal, sel endotel dari lamina elastik interna dan

lapisan muscular media dari arteri spiralis menyuplai kebutuhan nutrisi

plasenta dengan digantikan oleh tropoblas dan matriks yang berisi fibrin.

Sehingga suplai arteri spiralis memiliki resistensi yang rendah dan aliran

darah meningkat. Ibu dengan preeklamsia sel ekstravilli tropoblas gagal

berimplantasi ke lapisan desidua, sehingga arteri spiralis masih memiliki

10

resistensi yang tinggi dan aliran darahnya tidak maksimal, yang berakibat

terjadinya hipoperfusi dan hipoksia pada plasenta. Penurunan respon sistem

imun dari ibu yang diakibatkan rendahnya konsentrasi oksigen dan faktor

angiogenik ikut berperan dalam kegagalan invasi dari sel tropoblas itu

sendiri.9,10

Hipoksia maupun hipoperfusi plasenta mengakibatkan pengaktivan faktor

imunologi, yakni pelepasan sitokin dan faktor inflamasi (TNF-α) oleh sel

tropoblas, sehingga terjadi kerusakan sel endotel pada ibu. Sel endotel

mempunyai fungsi yang sangat penting, yakni mengatur komposisi cairan

intravaskuler, mencegah koagulasi intravaskuler, mengatur respon imun dan

respon inflamasi serta mengatur kontraksi otot polos vaskuler.9,10,11

Kerusakan endotel inilah yang merupakan patofisiologi dari preeklamsia

(HELLP, kerusakan vaskular dan hipertensi) serta berakibat pada ketidak

seimbangan antara tromboxan dan prostasiclin, yakni menurunkan sensitivitas

prostasiclin dan meningkatkan sekresi tromboxan dan serotonon, kedua hal

ini akan mengaktifkan platelet (prokoagulan) sehingga memicu agregasi serta

menginisiasi sistem renin angiotensin aldosteron (vasokonstriktor) utero-

plasenta dan mitogen. Pembuluh darah pasien dengan preeklamsia memiliki

peningkatan permeabilitas dan respon berlebihan terhadap angiotensin II

(vasokonstriktor), sehingga akan mengakibatkan vasospasme dan hipoperfusi

jaringan. Kerusakan endotel juga akan merangsang aktivasi dari neutrofil

untuk melepaskan elastase yang akan memperparah kerusakan sel endotel.

Pasien dengan preeklamsia juga terdapat peningkatan radikal bebas yang akan

merusak sel (terutama sel endotel).9,10

Faktor genetik juga berpengaruh pada terjadinya preeklamsia. Wanita

keturunan pertama dari ibu dengan preeklamsia berisiko terkena preeklamsia.

Suami yang lahir dari ibu dengan preeklamsia juga sering berhubungan

dengan terjadinya preeklamsia pada istrinya.

11

Gambar.4. Kerusakan multi organ yang dapat terjadi pada preeklamsia. GFR: glomerular filtration rate, ATN: acute tubular necrosis, SVR: systemic vascular resistance, AP: arteial pressure, PCWP: pilmonary capillary wedge pressure, CVP: central venous pressure. IUGR: intrauterine growth restriction, HT: hypertensive, LFT: liver funstion test, ARDS: adult respiratory distress syndrom.9

12

Gambar 3. Dampak dari iskemia plasenta 9

7. Penatalaksanaan Eklampsia

13

Gambar 5. Alur penetalaksanaan Eklampsia

1. Hipertensi dalam Kehamilan tanpa Proteinuria 9

Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:

a. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin

setiap minggu

b. Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia

c. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang

terhambat, rawatdan pertimbangkan terminasi kehamilan

2. Pre-eklampsia Ringan

Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan,

lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan 9:

a. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi

janin

b. Lebih banyak istirahat

c. Diet biasa

d. Tidak perlu pemberian obat

e. Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:

1) Diet biasa

2) Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali

sehari

3) Tidak memerlukan pengobatan

4) Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,

dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut

5) Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat

dipulangkan:

a) Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia

berat

b) Periksa ulang 2 kali seminggu

c) Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali

6) Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat

7) Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan

terminasi kehamilan

8) Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat

14

Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan

f. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500

ml RingerLaktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau dengan

prostaglandin

g. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau

kateter Foley,atau lakukan terminasi dengan bedah Caesar

3. Pre-eklampsia Berat dan Eklampsia

Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali

bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang

pada eklampsia.9,10

Tujuan dari terapi eklampsia yaitu :

a.Menghentikan berulangnya serangan kejang

b.Menurunkan tensi, dengan vasosporus.

c.Mengusahakan hemokonsentrasi

d.Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan

jalan nafas.

Pengelolaan kejang meliputi:

a. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)

b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap

lendir, masker oksigen,oksigen)

c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma

d. Aspirasi mulut dan tenggorokan

e. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk

mengurangi risiko aspirasi

f. Berikan O2 4-6 liter/menit

Penanganan umum meliputi :

a. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai

tekanan diastolic antara 90-100 mmHg

b. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih

c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload

15

d. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan

proteinuria

e. Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam

f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat

mengakibatkan kematian ibu dan janin

g. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam

h. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi

merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan

pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)

i. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak

terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

j. Anti konvulsan

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan

mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain

adalah Diazepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.

Pemberian MgSO4 dihentikan bila terdapat tanda-tanda keracunan

yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung

16

Table 2. Magnesium Sulfate untuk Preeklampsia dan eklampsia

terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan

kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U

magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis

menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi

kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian

jantung.11,12

Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :

a. Hentikan pemberian magnesium sulfat

b. Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV

dalam waktu 3 menit.

c. Berikan oksigen.

d. Lakukan pernapasan buatan.

Diazepam digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian

MgSO4 tidak dipenuhi. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada

perbaikan, rawat di ruang ICU.

k. Diuretika

Diuretika antepartum : Manitol, Diuretika postpartus :

Spironolakton, Furosemid (40mg/I.M). Diuretikum tidak diberikan

kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau

edema anasarka.14

l. Anti hipertensi

Obat-obat anti hipertensi diberikan jika tekanan darah sistolik >

160 mmHg, diastolik > 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara

bertahap. Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral

17

Tabel 3. Diazepam untuk Preeklampsia dan eklampsia

yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.4 Jika respons tidak membaik

setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipinsublingual. Dapat

juga diberikan adrenolitik sentral :15-17

- Dopamet 3 x 125 – 500 mg

- Catapres drip 0,3 mg/500ml D5/6 jam. Oral 3 x 0,1 mg/hari.

Pada post partum dapat diberikan ACE inhibitor :

-. Captopril 2 x 2,5-25 mg Ca

m. Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,

diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

n. Lain-lain

a. Antipiretik, jika suhu > 38,5 0C

b. Antibiotik

c. Analgetik

d. Anti agregasi platelet : Aspilet 1 x 80 mg/hari syarat

trombositopeni (< 60.000/cmm)

Sikap persalinan pada eklampsia

1. Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua kehamilan dengan eklampsia

harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan

keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.

2. Saat pengakhiran kehamilan ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)

hemodinamika dan metabolisme ibu.

3. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya : 4-8 jam, setelah salah satu atau

lebih keadaan, yaitu setelah :

a. Pemberian obat anti kejang terakhir

b.    Kejang terakhir

c. Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir

d.   Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang

meningkat).

Cara persalinan

18

Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap

kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat

tersebut. Perawatan pascapersalinan :

a. Tetap dimonitor tanda vital

b. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pascapersalinan.

Penanganan obstetrik

1. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan

pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul

2. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 6 jam

(pada eklampsia), lakukan bedah Caesar

3. Jika bedah Caesar akan dilakukan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara

lain:

a. Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi

anestesi spinal).

b. Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk

eklampsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila

risiko anestesi terlalu tinggi.

4. Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan

Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara

pemberian prostaglandin /misoprostol

Pada post partum anti konvulsan tetap diteruskan sampai 24 jam

postpartum atau kejang yang terakhir Terapi hipertensi diteruskan jika

tekanan diastolik masih > 90 mmHg dan jumlah urin dipantau.

8. Komplikasi Eklampsia

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama

ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut

adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan

eklampsia 17

1. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut

dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.

2. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.

19

3. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan

plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah.

4. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian

maternal penderita eklampsia

5. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung

selama seminggu.

6. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit

jantung.

7. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan

akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk

eklampsia.

8. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.

9. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu

pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan

struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal

ginjal.

10. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat

kejang-kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular

Coogulation)

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

20