EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PEMBERIAN HIBAH DI …repository.fisip-untirta.ac.id/1033/1/Fardan Kamil...
Transcript of EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PEMBERIAN HIBAH DI …repository.fisip-untirta.ac.id/1033/1/Fardan Kamil...
EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PEMBERIAN HIBAHDI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MrmperolehGelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Disusun Oleh :
Fardan Kamil
NIM 6661130381
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
i
MOTTO
“MANJADDA WAJADDA”
Siapa Yang Bersungguh-sungguh, pasti akan Sukses
PERSEMBAHAN
“Sebagai penawar letih dan dahaga, Aku persembahkan karya tulis ini untuk
keluargaku tercinta. Terkhusus untuk Ayah dan Mamah, semoga pencapaian
ini menjadi penyejuk hati atas ribuan doa dan kerja keras selama ini”
ii
ABSTRAK
Fardan Kamil. 6661130381. 2018. Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibahdi Kabupaten Serang Provinsi Banten. Program Studi Ilmu AdministrasiPublik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pemb imbing I Dr.Gandung Ismanto, MM; Dosen Pembimbing II, Titi Stiawati, S.Sos., M.Si.
Efektivitas dan manfaat dana hibah Provinsi Banten yang disalurkan ke sejumlahpenerima sangat bergantung pada bagaimana para penerima dana hibahmenggunakan anggaran tersebut yang akan tercermin dalam laporan kegiatanyang harus di serahkan bersamaan dengan laporan keuangan penggunaan danahibah, selain harus mampu menjelaskan tentang penggunaan anggaran tersebut,para penerima dana hibah juga harus membuat surat pertanggungjawaban (SPJ)jika anggaran tersebut digunakan bagaimana efektivitasnya, penerima dana hibahharus membuat laporan kegiatan, manfaat, dan untuk apa anggaran itu digunakan.Permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnya koordinasi, sosialisasi,informasi, dan pungutan liar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui danmenganalisis Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten SerangProvinsi Banten. Penelitian ini menggunakan Teori Organisasi menurut MartaniHuseini & S. B. Hari Lubis (2009) dengan menggunakan metode kualitatifdeskriptif. Hasil penelitian bahwa Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat DaerahProvinsi Banten kurang optimal dalam melakukan hal Koordinasi, Proses,Peraturan, menyesuaikan permasalahan yang ada, sosialisasi, pemanfaatanlingkungan yang sering berbeda, menyesuaikan keadaan dilapangan, maka dari itutidak adanya kesesuain di Lembaga/ Yayasan dan Biro Kesejahteraan RakyatSekretariat Daerah Provinsi Banten. Upayakan Dana Hibah di Provinsi Bantenupayakan lebih memperhatikan hal Koordinasi, Sosialisasi, Proses, Peraturandan menyesuaikan permasalahan yang ada, pemanfaatan lingkungan yang seringberbeda.
Kata Kunci : Efektivitas, Dana Hibah, Teori Organisasi.
iii
ABSTRACT
Fardan Kamil. 6661130381. 2018. Effectiveness Of Granting Grants InSerang District Banten Province. Study Program of Public AdministrationScience. University of Sultan Ageng Tirtayasa. Supervisor I, Dr. GandungIsmanto, MM; Supervisor II, Titi Stiawati, S.Sos., M.Si.
The effectiveness and benefits of the Banten provincial grant funds distributed toa number of recipients depend heavily on how the grant recipients use the budgetto be reflected in the activity report which should be submitted along with thefinancial statements of the use of the grant, in addition to being able to explain theuse of the budget, the grant recipients also have to create letters of accountabilityif the budget is used how its effectiveness, the grant recipient must report theactivities, benefits, and for what the budget is used. The problems in this researchare lack of coordination, socialization, information, and illegal levies. The purposeof this research is to know and analyze The Effectiveness of the Management ofGrants in the Banten Province Regency. This research uses Organizational Theoryaccording to Martani Huseini & S. B. Hari Lubis (2009) by using descriptivequalitative method. The results of the research that the Bureau of Public Welfareof the Secretariat of the Province of Banten is not optimal in doing theCoordination, Process, Regulation, adjust the existing problems, socialization,environmental utilization which is often different, adjust the situation in the field,therefore the absence of conformity in Institution / Foundation and BureauPeople's Welfare Regional Secretariat of Banten Province. Strive for Grant Fundin Banten Province to pay more attention to the Coordination, Socialization,Process, Regulation and adjust the existing problems, the utilization of theenvironment is often different.
Keywords: Effectiveness, Grant Funds, Organizational Theory.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu,
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi
kemudian solawat serta salam semoga terlimpah dan tercurah kepada Nabi besar
Muhammad S.A.W yang telah mengiringi doa dan harapan penulis untuk
mewujudkan terselesaikannya skripsi ini yang berjudul Efektivitas Pengelolaan
Pemberian Hibah di Kabupaten Serang Provinsi Banten. Skripsi ini dibuat
sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata satu (S1) Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik pada konsentrasi Manajemen Publik program studi Ilmu
Administrasi Negara. Sekalipun penulis menemukan hambatan dan kesulitan
dalam memperoleh informasi akurasi data dari para narasumber namun disisi lain
penulis juga sangat bersyukur karena banyak mendapat masukan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan khususnya pada bidang yang sedang diteliti
oleh penulis. Untuk terwujudnya penulisan penelitian skripsi ini banyak pihak
yang membantu penulis dalam memberikan motifasi baik waktu, tenaga, dan ilmu
pengetahuannya. Maka dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih
kepada kedua orang tua tercinta atas curahan perhatian dan kasih sayangnya dan
juga doa yang tak henti serta motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.
v
Pada kesempatan ini juga suatu kebanggaan bagi penulis untuk
mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang
telah membantu dan mendukung, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak DR. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan III
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
6. Ibu Listyaningsih, M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
7. Ibu Dr. Arenawati, M.Si Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
vi
8. Bapak Dr. Gandung Ismanto, MM dosen pembimbing I yang telah
senantiasa memberikan arahan dan bimbingan secara sabar dan juga
dukungan selama proses penyusunan skripsi.
9. Ibu Titi Stiawati, S.Sos., M.Si., sebagai dosen pembimbing II yang
telah senantiasa memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada seluruh Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
11. Para staff Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa atas segala bantuan informasi selama perkuliahan;
12. Pihak Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
yang telah memberikan informasi, data, dan ketersediaan waktu dalam
proses pengambilan data untuk penulis;
13. Bapak Irvan Santoso S,Hut, MM selaku Kepala Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten yang telah berkenan
menjadi informan dan memberikan informasi, data, dan ketersediaan
waktu dalam proses pengambilan data untuk penulis.
14. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu
sebagai informan penelitian dalam membantu peneliti memberikan
informasi, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
vii
15. Kepada orang tuaku tercinta dan tersayang Bapak H.Suhardja dan Ibu
HJ. Rt. Qori MR yang telah menjadi motivator terbesar selama
perjalanan hidupku. Terimakasih atas segala doa, bimbingan, kasih
sayang, penyemangat, perhatian, dukungan serta motivasi yang tidak
ada henti-hentinya yang selalu diberikan untukku.
16. Kepada kakak tercinta Farrah Syita yang memberikan warna dalam
hidup dan memberikan semangat serta motivasi.
17. Kepada seluruh saudara-saudaraku yang telah mendoakan, memberi
semangat dan motivasi.
18. Teman-teman kelas A angkatan 2013 Ilmu Administrasi Negara
selama menuntut ilmu. Terimakasih atas semua kenangan selama
empat tahun perkuliahan kalian luar biasa
19. Kepada teman-temanku meka, asep saripudin, luqman, delki, siti
solihat, abharina, winda, hanny, mila, yunita, faizah, jumhari, satrio,
rifki (tile), kartiwa, furkon serta teman-teman lainnya yang telah
memberikan semangat, motivasi dan kebahagiaan yang tidak dapat
peneliti sebutkan satu persatu.
20. Kawan-kawan Administrasi Negara 2013 B,C dan D yang juga saling
menyemangati satu sama lain.
viii
Dengan ini penelitian skripsi telah selesai disusun. Penulis meminta maaf
apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam pembuatan skripsi ini. Maka dari itu
kritik dan saran saya harapkan guna memperbaiki dan menyempurnakan skripsi
berikutnya. Penulis pun berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa dan peneliti sendiri.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu,
Serang, Januari 2018
Penulis
Fardan Kamil
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
ABSTRACT ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iv
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah ..........................................................................13
1.3 Rumusan Masalah .............................................................................14
1.4 Tujuan Penelitian ..............................................................................14
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................15
1.5.1 Secara Teoritis..........................................................................15
1.5.2 Secara Praktis ...........................................................................15
1.6 Sistematika Penulisan .......................................................................16
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI
DASAR
2.1 Deskripsi Teori..................................................................................22
2.1.1 Teori Efektivitas.......................................................................22
x
2.1.2 Definisi Hibah ..........................................................................29
2.1.3 Definisi Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum .32
2.2 Penelitian Terdahulu .........................................................................33
2.3 Kerangka Berpikir .............................................................................37
2.4 Asumsi Dasar ....................................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian..............................................................................42
3.2 Fokus Penelitian ................................................................................45
3.3 Lokasi Penelitian...............................................................................45
3.4 Instrumen Penelitian..........................................................................45
3.5 Informan Penelitian...........................................................................46
3.6 Teknik Pengumpulan Data................................................................47
3.7 Teknik Analisis Data.........................................................................50
3.8 Triangulasi.........................................................................................54
3.9 Jadwal Penelitian...............................................................................55
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian................................................................57
4.1.1 Profil Provinsi Banten ...............................................................57
4.1.2 Visi dan Misi Provinsi Banten...................................................59
4.1.3 Deskripsi Hibah Provinsi Banten ..............................................59
4.1.4 Gambaran Umum Biro Kesra Setda Provinsi Banten ...............64
4.1.4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Biro Kesra Setda Provinsi Banten
.......................................................................................64
xi
4.1.4.2 Visi dan Misi Biro Kesra Setda Provinsi Banten ..........65
4.1.4.3 Struktur Organisasi Biro Kesra Setda Provinsi Banten .65
4.2 Deskripsi Data...................................................................................66
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ..........................................................66
4.2.2 Data Informan............................................................................68
4.3 Penyajian Data ..................................................................................70
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................90
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................96
5.2 Saran..................................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah Penerima Dana Hibah Tahun 2015 dan 2016.........................7
Tabel 3.1 Informan Penelitian.............................................................................47
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara..........................................................................49
Tabel 3.3 Jadual Penelitian .................................................................................56
Tabel 4.1 Luas Wilayah Provinsi Banten............................................................58
Tabel 4.2 Data Informan .....................................................................................70
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ...........................................................................40
Gambar 3.3 Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif .......................................51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara berkembang yang mempunyai tingkat
perkembangan penduduk yang cepat sehingga dapat menimbulkan kerentanan
sosial disemua daerah. Pemerintahan daerah yang baik (good local governance)
merupakan isu publik yang paling mengemukakan dalam pengelolaan
administrasi publik, dewasa ini tuntutan pelaksanaan pemerintahan yang baik
dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah terus dikemukakan melalui tulisan-
tulisan dimedia, demonstrasi dan lain-lain merupakan suatu hal yang sejalan
dengan konsep good governance bahwa peran serta masyarakat dalam mengawasi
jalannya pemerintahan mutlak dilakukan.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan
mendambakan terciptanya good governance. Namun, keadaan saat ini
menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan
politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan
kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat
pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Untuk mencapai good
governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good
governance hendaknya ditegakkan dalam berbagai intitusi penting pemerintahan.
Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya yaitu
pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya saling menjaga, saling
2
support dan berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang
dilakukan.
Sejalan dengan ini konsep good governance dalam lingkungan
pemerintahan dirasa parsial digunakan atau memang konsep good governance
yang tidak sesuai dalam lingkungan pemerintahan saat ini. sebut saja di tingkat
intitusional banyak bermunculan kebijakan-kebijakan yang mengundang
investasi. Pemerintah local maupun nasional tidak segan-segan membuka lebar
gerbang investasi bahkan Provinsi Banten menjadikannya sebagai motto “Banten
the Gate Investment” yang tentu saja pararel dengan konsep good governance
dengan reinventing government-nya, hal ini tentu harus mendapat kritikan
mengingat konsep demikian cenderung pro pasar yang akan dikhawatirkan
terjadinya pendalaman kapitalisme yang justru akan menjajah masyarakat dengan
munculnya sebuah imperialisme gaya baru karena orientasi masyarakat secara
langsung dalam good governance tidak terasa. Infrastruktur, pendidikan, layanan
kesehatan dan hal lain yang menyentuh masyarakat secara langsung kurang
mampu diakomodir dengan baik oleh pemerintahan dengan semangat good
governance-nya.
Dalam hal ini pemerintah mempunyai APBD, APBD secara umum
merupakan penjabaran anggaran-anggaran alokasi dana kepada masyarakat
(public money) dan kepentingan publik untuk dapat diarahkan semaksimal
mungkin untuk dapat dirasakan oleh masyarakat di daerah, sedangkan
penggunaannya harus dapat menghasilkan daya guna (output) untuk mencapai
3
target atau tujuan dari pelayanan publik (public service) dalam bentuk anggaran
yang berbasis kepada masyarakat, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
sebagai pemangku kepentingan (stakeholder). APBD tersebut mendukung
keberlangsungannya good governance.
Sebagaimana pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus bisa
mengelola APBD yang sudah ada, pemerintah pusat atau pemerintah daerah bisa
membantu masyarakat lebih sejahtera dengan adanya kebijakan-kebijakan yang
optimal, pemerintah pusat atau pemerintah daerah mengeluarkan APBD yaitu
adanya program Hibah, Hibah merupakan bentuk bantuan yang tidak harus
dikembalikan dan tidak mengikat pihak yang diberi untuk melakukan komitmen
tertentu, hibah dapat diberikan dalam bentuk barang, uang maupun jasa.
Sedangkan pengelolaan hibah dan bantuan sosial terdiri dari pihak yang
melaksanakan fungsi otorisasi adalah Walikota, Wakil Walikota, Sekretaris
Daerah, Asisten Daerah dan Kepala SKPD dan SKPKD selaku pejabat pengelola
keuangan daerah yang melaksanakan fungsi organisasi.
Belanja hibah tersebut ditetapkan melalui regulasi yaitu Peraturan Daerah
(Perda) tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanjaan Daerah (APBD). Anggaran
yang ditetapkan dalam APBD yang digunakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan bertujuan untuk merencanakan kegiatan dan program yang akan
dilaksanakan. Menurut Suharyanto (2005:4) anggaran diperlukan karena alat
ekonomi pemerintahan untuk mengarahkan perkembangan sosial ekonomi,
kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, adanya
4
keterbatasan sumber daya (scarcity of resources) dan pilihan (choice), menjadi
instrumen akuntabilitas publik yaitu bahwa pemerintah bertanggungjawab kepada
rakyat.
Hibah sebagai salah satu komponen dari keuangan daerah yang setiap
tahunnya dituangkan dalam Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
selayaknya dikelola secara tertib, taat peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomi, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas
keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat. Hal ini ditujukan
agar tercipta tertib administrasi, akuntabilitas, transparansi pengelolaan bantuan
dana hibah serta ketepatan dalam pengunaan dana bantuan oleh penerima dana
bantuan hibah. Bantuan hibah menarik perhatian publik dan seringkali menjadi
tajuk utama pada media massa. Hal tersebut dikarenakan banyak pihak yang
membutuhkan bantuan hibah tersebut dan banyak kepentingan yang dapat
diakomodir, baik untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat maupun
kepentingan politik tertentu.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah
Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah. Menimbang bahwa dalam rangka tertib administrasi, dan terciptanya
harmonisasi, stabilisasi, efektifitas, serta menjamin partisipasi masyarakat guna
memperkuat dukungan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
5
Dalam pasal 5 hibah dapat diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah lain, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dan
Badan, Lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia. Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 diberikan kepada Badan dan Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial
yang dibentuk berdasarkan peraturan perundangundangan, yang bersifat nirlaba,
sukarela dan sosial yang telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar yang
diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur atau Bupati/Walikota, yang
bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok
masyarakat/ kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh
pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan
dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait
sesuai dengan kewenangannya.
Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan kepada organisasi
kemasyarakatan yang berbadan hukum yayasan atau organisasi kemasyarakatan
yang berbadan hukum perkumpulan yang telah mendapatkan pengesahan badan
hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia
sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 27 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pengelolaan Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial dalam Pasal 18 dan
6
Pasal 19 tentang Pelaksanaan dan Penatausahaan dijelaskan bahwa penetapan
penerima hibah didasarkan pada APBD/perubahan APBD dan penjabaran
APBD/penjabaran perubahan APBD, daftar penerima hibah ditetapkan oleh
Gubernur disertai besaran uang, barang, dan/atau jasa yang akan dihibahkan
dengan Keputusan Gubernur, daftar penerima hibah sebagaimana dijadikan dasar
penyaluran/penyerahan hibah dan disampaikan kepada penerima hibah melalui
SKPD terkait. Setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang
ditandatangani bersama Gubernur dan penerima hibah. NPHD memuat ketentuan
mengenai:
a. pemberi dan penerima hibah;b. tujuan pemberian hibah;c. besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;d. hak dan kewajiban;e. tata cara penyaluran/penyerahan hibah; danf. tata cara pelaporan hibah.
Dalam penandatanganan NPHD Gubernur dapat menunjuk pejabat yang
diberi wewenang untuk menandatangani NPHD, Penunjukan pejabat disiapkan
oleh Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pejabat yang ditunjuk adalah sebagai
berikut :
a. Asisten Sekretariat Daerah sesuai dengan Biro yang dikoordinasikan;atau
b. Pengguna Anggaran.
Peraturan Gubernur Banten Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Pengelolaan Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Hibah diubah dalam Peraturan
Gubernur Banten Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Standar Operasional Prosedur
7
Pengendalian Pelaksanaan Hibah Dan Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Banten.
Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain, BUMD, Badan, Lembaga, dan
organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik
telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta
tidak secara terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah
Daerah.
Dana Hibah di Provinsi Banten yang di kelola oleh salah satu SKPD di
Provinsi Banten yaitu Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten, dimana dana hibah ini dialokasikan di wilayah yang ada di Provinsi
Banten yaitu 4 (empat) Kabupaten dan 4 (empat) Kota, diantaranya Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota
Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan. Pada
pelaksanaannya dalam Anggaran Dana Hibah pada tahun 2015 dan 2016 yang di
tetapkan oleh Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
terdapat perbedaan di salah satu wilayah yaitu Kabupaten Serang, dalam hal ini
tercantum dalam tabel 1.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1
Jumlah Penerima Dana Hibah di Kabupaten Serang Tahun 2015 dan2016
Tahun Jumlah Penerima HibahAnggaran Yang
Keluar2015 9 Lembaga/Yayasan 680.000.000
8
2016 21 Lembaga/Yayasan 2.685.000.000(Sumber: Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten)
Dalam data diatas adanya peningkatan dalam jumlah penerima dana hibah
di Kabupaten Serang, ditahun 2016 sangat besar dibandingkan dengan tahun
2015, selisih dari tahun 2015 dan tahun 2016 sebesar 2.005.000.000 karena
perbedaan pemohon dana hibah menjadi anggaran di tahun 2015 dan tahun 2016
berbeda, jumlah dana hibah tersebut yang di keluarkan oleh Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten. Penelitian ini peneliti hanya fokus
dalam penerima Dana Hibah pada tahun 2016 karena adanya Peraturan Gubernur
yang merubah persyaratan yang sangat mendukung dan sangat spesifik dalam
pengelolaan Dana Hibah.
Dalam hal ini pemerintah Provinsi Banten menetapkan penerima Bantuan
Dana Hibah salah satunya di Kabupaten Serang yang di tangani oleh Biro Kesra
Sekretariat Daerah Provinsi Banten menetapkan penerima Dana Hibah tahun
anggaran 2016 yang berbadan hukum, Lembaga/Yayasan tersebut mengajukan
permohonan dana hibah sebagai pembangunan fisik.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di temukan
permasalah dalam Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten (Studi Kasus di
Kabupaten Serang Provinsi Banten) sebagai berikut :
Pertama, Kurangnya Koordinasi dari Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan pihak Lembaga/Yayasan yaitu bagaimana
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten harus mempunyai
9
target atau sebuah proses atau kegiatan demi mencapai tujuan bersama Antara
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten dengan
Lembaga/Yayasan, maka dari itu akan adanya sinkronisasi atau penyelarasan
Antara Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten dengan
Lemabag/Yayasan secara tertib dan teratur dalam batasan waktu. Hasil
wawancara peneliti dengan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten yaitu Bapak Irvan Santoso S,Hut, MM beliau menyatakan bahwa
:
”dana hibah tahun 2016 yang ditotalkan jumlah calon penerima danahibah 75 Lembaga/Yayasan dana hibah tahun 2016 sudah semuanya keluar, bagipihak Lembaga/Yayasan yang sudah mendaftar sebagai calon penerima hibahharus mengajukan proposal pencairan, tetapi kebanyakan Lembaga/Yayasan tidakingin cepat mengajukan proposal pencairan dana hibah tersebut, ingin dana hibahtersebut cepat cair tanpa adanya proses yang sudah di tentukan sesuai StandarOperasional Prosedur (SOP)” (Selasa, 20 Desember 2016, Pukul 19:30).
Penjelasan dari pernyataan hasil wawancara tersebut bahwa Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang ada di dalam SKPD harus di selesaikan
terlebih dahulu untuk pencairan dana hibah, tidak halnya Lembaga/Yayasan hanya
menerima dana hibah tersebut dipakai cuma-cuma dan tidak ada kontribusi yang
baik dalam penggunaan anggaran tersebut.
Berdasarkan fakta di lapangan melalui wawancara peneliti terdapat
perbedaan dengan salah satu penerima dana hibah yaitu Bapak H.Iim Kepala
Yayasan Madrasah Diniyah Awaliyah Darul Ihsan beliau menyatakan bahwa :
“saya sudah mengajukan proposal pencairan sejak tim survei dari BiroKesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten memberitahu bahwaLembaga/Yayasan saya akan menerima dana hibah sebesar 150 juta, dan proposal
10
pencairan tersebut bila ada kesalahan sudah saya perbaiki proposalnya sesuaipermintaan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten.Terdapat Lembaga/Yayasan saya tidak bisa menerima dana hibah, dengan alasannama Lembaga/Yayasan saya itu ada yang salah, bila alasan tersebut kami bisaperbaiki dengan sebaik-baiknya jika perlu, akan tetapi Biro Kesejahteraan RakyatSekretariat Daerah Provinsi Banten tidak memperjelas kelanjutannya bagaimanayang harus saya lakukan” (Jumat, 23 Desember 2016, Pukul 09:30).
Penjelasan dari pernyataan hasil wawancara tersebut bahwa
Lembaga/Yayasan yang menerima dana hibah tidak diberikan alasan yang jelas
dan koordinasi yang jelas mengenai prosedur pencairan yang seharusnya oleh
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, dan Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten tidak ingin memperjelas
apa saja yang salah dalam proposal pencairan terbsebut, dalam permaslaahan
tersebut membuat Lembaga/Yayasan berfikir negatif terhadap Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten.
Kedua, Kurangnya Sosialisasi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan dimana sosialisasi disini
Lembaga/Yayasan membutuhkan keterbukaan dari Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Provinsi Banten bagaimana proses dana hibah yang sedang berjalan,
contohnya kekurangan harus segera di informasikan kepada Lembaga/Yayasan,
kekurangan disini yaitu seperti SOP yang berubah – ubah dan proses pencairan
dana hibah tidak segera di informasikan kepada pihak Lembaga/Yayasan, karena
banyaknya Lembaga/Yayasan sendiri mengajukan bantuan dana hibah melalui
DPRD Provinsi Banten maka dari itu Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Provinsi Banten harus selalu update dalam perubahan proses dana hibah. Dalam
hasil wawancara dengan Staf di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Provinsi
11
Banten sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yaitu Bapak Iman Sentosa, SE
beliau menyatakan bahwa :
“Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Provinsi Banten dan lembaga yangmenerima Dana Hibah melakukan berita acara, sesuai dengan perundang-undangan, penerima Dana Hibah yang sudah menerima Dana Hibah harusmenyerahkan LPJ (laporan pertanggungjawaban) atas penerimaan Dana Hibah,lembaga yang sudah menerima Dana Hibah Tahun Anggaran 2016 yaitu ForumSilaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) sebesar 30 Milliar dan LembagaPengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) sebesar 15 Milliar dan semua AnggaranDana Hibah Tahun 2016 ini sudah turun semua ”. (Jum’at, 2 Desember 2016,Pukul : 14:00).
Penjelaasan pernyatan tersebut diatas bahwa penerima Dana Hibah harus
memenuhi persyaratan untuk menerima Dana Hibah, dan bahwa tahun anggaran
2016 untuk Dana Hibah semua sudah turun dan diterima oleh lembaga yang sudah
di tentukan oleh pihak Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Provinsi Banten.
Penjelasan dari pernyataan hasil wawancara tersebut belum tersosialisasi dengan
optimal kepada penerima dana hibah atau oleh pemohon dana hibah. Sehingga
kurangnya sosialisasi terhadap Lembaga/Yayasan membuat pihak
Lembaga/Yayasan tidak tahu adanya pencairan Dana Hibah di tahun 2016 yang
sudah Yayasan ajukan proposal pencairan Dana Hibah kepada Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Provinsi Banten.
Ketiga, Adanya Lembaga/Yayasan yang tidak tahu bahwa nama
Lembaga/Yayasan tersebut tercantum di daftar penerima Dana Hibah, dalam hal
ini bahwa bagaimana banyaknya pihak Lembaga/Yayasan mengajukan
permohonan dana hibah melalui DPRD Provinsi Banten, maka dari itu pihak
DPRD Provinsi Banten dan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
12
Provinsi Banten harus meningkatkan sistem koordinasi dan sosialisasi terhadap
Lembaga/Yayasan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Peneliti
melakukan wawancara dengan salah satu penerima Dana Hibah yang ada di list
penerima Dana Hibah di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten Tahun 2016, salah satu penerima dana hibah tersebut yang tercantum yaitu
Bapak H. Murtado Kepala Lembaga/Yayasan Madarijul Ulum Madrasah Diniyah
Awaliyah Madarijul 'Ulum beliau menyatakan bahwa :
“berdirinya Lembaga/Yayasan ini sudah 8 tahun dengan adanya murid-murid madrasah yang sangat lumayan banyak dari beberapa kampung,pembangunan madrasah ini hampir menghabiskan biaya sudah habis kurang lebih900 juta itu semua dari donatur-donatur keluarga saja, dari pemerintah sepeserpunbelum pernah menerima dana bantuan apapun” (Selasa, 8 November 2016, Pukul14:00).
Penjelasan dari pernyataan hasil wawancara tersebut bahwa
Lembaga/Yayasan tersebut tidak tahu bahwa Lembaga/Yayasan tersebut
tercantum dalam list penerima Dana Hibah tahun 2016. Akan tetapi bila namanya
tercantum dalam list penerima dana hibah berarti Lembaga/Yayasan tersebut
mengajukan proposal Dana Hibah kepada Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Provinsi Banten.
Keempat, Adanya Pungutan Liar terhadap Lembaga/Yayasan yang
menerima Dana Hibah dalam hal ini banyaknya pihak ketiga yang selalu ikut serta
dalam proses dana hibah seperti LSM atau pihak Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Provinsi Banten . Hasil wawancara peneliti dengan Kepala Yayasan
AL-Fathir sebagai penerima dana hibah yaitu Bapak Mustopa Idris beliau
menyatakan bahwa :
13
“Alhamdulillah adanya bantuan dana hibah tersebut, kelas-kelas yangsudah rapih yang sudah layak dipergunakan untuk ngajar mengajar, tetapi banyakmasalah dalam proses pencairannya itu banyak pihak-pihak yang minta bagianuang tersebut padahal uang tersebut untuk pembangunan yayasan, ya namanyajuga banyak yang tahu dalam prosesnya jadi banyak yang minta ini itu, ya kayadari staf pegawai kesranya juga ada yang minta, dari LSM juga ada. Mau gimanalagi kalau tidak dikasih tidak enak. Ya mungkin saya hanya menerima 80% saja,ya saya sih tidak apa-apa mungkin sudah begitu keadaannya ya saya terima saja.(Sabtu, 28 Januari 2017, Pukul 13:30).
Pernyataan diatas hasil wawancara peneliti bahwa adanya pungutan liar
yang ada dalam pencairan dana hibah. Dalam hal ini Kepala Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten perlu mengontrol langsung
Lembaga/Yayasan yang menerima dana hibah, sehingga tidak adanya pungutan
liar seperti itu.
Berdasarkan permaslahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian secara mendalam yang dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah berupa
skripsi mengenai : Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten
Serang Provinsi Banten.
1.2 Identifikasi Masalah
Melihat dari latar belakang masalah di atas peneliti menyimpulkan
identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Kurangnya Koordinasi dari Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan pihak Lembaga/Yayasan
dalam proses proposal pencairan Dana Hibah.
2. Kurangnya Sosialisasi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan.
14
3. Adanya Lembaga/Yayasan yang tidak tahu bahwa nama
Lembaga/Yayasan tersebut tercantum di daftar penerima Dana
Hibah.
4. Adanya Pungutan Liar terhadap Lembaga/Yayasan yang menerima
Dana Hibah.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Koordinasi dari Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan pihak Lembaga/Yayasan
dalam proses proposal pencairan Dana Hibah?.
2. Bagaimana Sosialisasi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan?.
3. Bagaimana pihak Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan yang tidak tahu
bahwa nama Lembaga/Yayasan tersebut tercantum di daftar
penerima Dana Hibah?.
4. Bagaimana pihak Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten terhadap adanya Pungutan Liar kepada
Lembaga/Yayasan yang menerima Dana Hibah?.
1.4 Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang
Provinsi Banten.
15
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembang Ilmu
Administrasi Negara dan pemecahan permasalahan administrasi
khususnya Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di
Kabupaten Serang Provinsi Banten.
2. Untuk menambah wawasan peneliti mengenai Efektivitas
Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang Provinsi
Banten.
1.5.2 Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
pengembang ilmu pengetahuan terutama mengenai Efektivitas
Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang Provinsi
Banten.
1. Bagaimana Penanganan Penerima Dana Hibah dengan baik.
2. Para pembaca yang berminat untuk bahan informasi dasar yang
dapat di kembangkan menjadi bahan penelitian lebih lanjut yang
lebih mendalam.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pikiran dalam rangka Penanganan Penerima Dana Hibah dengan
baik.
16
4. Diharapkan dapat menambah perbendaharaan kepustakaan yang
dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi penulis dan pembaca yang
berminat dalam penelitian yang sama.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menjelaskan :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menjelaskan mengapa peneliti
mengambil judul penelitian tersebut, juga menggambarkan ruang lingkup
dan kedudukan masalah yang akan diteliti yang tentunya relevan dengan
judul yang diambil. Materi dari uraian ini, dapat bersumber dari hasil
penelitian yang sudah ada sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil
pengamatan, pengalaman pribadi, dan intuisi logik. Latar belakang
timbulnya masalah perlu diuraikan secara jelas, faktual dan logik.
1.2 Identifikasi Masalah
Mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari
judul penelitian atau dengan masalah atau variable yang akan diteliti.
Identifikasi masalah biasanya dilakukan pada studi pendahuluan pada
objek yang diteliti, observasi dan wawancara ke berbagai sumber sehingga
semua permasalahan dapat diidentifikasi.
17
1.3 Rumusan Masalah
Bagian ini, peneliti mengidentifikasi masalah secara implisit
secara tepat atas aspek yang akan diteliti seperti terpapar dalam latar
belakang masalah.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin
dicapai dengan dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah yang telah
dirumuskan. Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan
rumusan masalah.
1.5 Manfaat Penelitian
Menggambarkan tentang manfaat penelitian baik secara praktis
maupun teoritis.
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
Mengkaji berbagai teori yang relevan dengan permasalahan
variabel penelitian, kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi yang
digunakan untuk merumuskan masalah.
18
2.2 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir menggambarkan alur pikiran penelitian
sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada
pembaca.
2.3 Asumsi Dasar Penelitian
Menyajikan prediksi penelitian yang akan dihasilkan sebagai
hipotesa kerja yang mendasari penulisan sebagai landasan awal penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Bagian ini menguraikan tentang tipe/pendekatan penelitian,
yaitu : survei (deskriptif analistis, eksplanatory, eksperimental atau
teknik kuantitatif dan kualitatif lain).
3.2 Fokus penelitian
Bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian
penelitian yang akan dilakukan.
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan.
3.4 Instrumen Penelitian
19
Bagian ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat
pengumpul data yang digunakan. Dalam penelitian kualitatif instrumennya
adalah peneliti itu sendiri.
3.5 Informan Penelitian
Bagian ini menjelaskan tentang orang yang dijadikan sumber
untuk mendapatkan data dan sumber yang diperlukan dalam penelitian.
Dapat diperoleh dari kunjungan lapangan yang dilakukan di lokasi
penelitian, dipilih secara purposive dan bersifat snowball sampling.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Menguraikan teknik pengumpulan data hasil penelitian dan cara
menganalisis yang telah diolah dengan menggunakan teknik pengolahan
data sesuai dengan sifat data yang diperoleh, melalui pengamatan,
wawancara, dokumentasi dan bahan-bahan visual.
3.7 Teknik Analisis Data
Bagian ini menggambarkan tentang proses penyederhanaan data
ke dalam formula yang sederhana dan mudah dibaca serta mudah
diinterpretasi, maksudnya analisis data di sini tidak saja memberikan
kemudahan interpretasi, tetapi mampu memberikan kejelasan makna dari
setiap fenomena yang diamati, sehingga implikasi yang lebih luas dari
hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan simpulan akhir penelitian.
Analisis data dapat dilakukan melalui pengkodean dan berdasarkan
kategorisasi data.
20
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tahapan waktu penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi
penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang
telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian.
4.2 Hasil Penelitian
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif.
4.3 Pembahasan
Merupakan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data
dan wawancara narasumber.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat,
jelas, sejalan dan sesuai dengan permasalahan serta hipotesis penelitian.
21
5.2 Saran
Berisi rekomendasi dari peneliti terhadap tindak lanjut dari
sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis
maupn un praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Memuat daftar referensi (literatur lainnya) yang digunakan dalam
penyusunan skripsi, daftar pustaka hendaknya menggunakan literatur yang
mutakhir.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Memuat tentang hal-hal yang perlu dilampirkan untuk menunjang
penyusunan SKRIPSI, seperti Lampiran tabel-tabel, Lampiran grafik,
Instrumen penelitian, Riwayat hidup peneliti, dll.
22
BAB II
DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI DASAR
2.1. Deskripsi Teori
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan beberapa
istilah yang berkaitan dengan masalah penelitian. Untuk itu pada bab ini peneliti
menggunakan beberapa teori yang mendukung masalah pada penelitian ini. Teori
dalam ilmu administrasi mempunyai peranan yang sama seperti ilmu-ilmu lainnya
yang berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi panduan dalam penelitian.
Teori adalah sistem yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena
dengan cara merinci konstruk-konstruk (yang membentuk fenomena tersebut)
beserta hukum atau aturan yang mengatur keterkaitan antara satu konstruk dengan
yang lainnya. Dengan menggunakan teori akan ditemukan cara yang tepat untuk
mengelola sumber daya, waktu yang singkat untuk menyelesaikan pekerjaan,
maka dari itu pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang
berkaitan dengan masalah penelitian.
2.1.1. Teori Efektivitas
Efektivitas harus dibedakan dengan efisiensi. Efisiensi mengandung
pengertian perbandingan antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara
langsung dihubungkan dengan pencapaian suatu tujuan. Efektivitas (hasil guna)
merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus
dicapai. Pengertian efektivitas ini pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian
23
tujuan atau target kebijakan. Kegiatan oprasional dikatakan efektif apabila proses
kegiatan tersebut mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan menurut Mahsun
(2006:182).
Menurut Siagian (2001 : 24) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumberdaya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadarditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasakegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segitercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakinmendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya”
Efektivitas merupakan salah satu pencapaian yang ingin diraih oleh sebuah
organisasi. Untuk memperoleh teori efektivitas peneliti dapat menggunakan
konsep-konsep dalam teori manajemen dan organisasi khususnya yang berkaitan
dengan teori efektivitas itu sendiri. Efektivitas tidak dapat disamakan dengan
efesiensi, karena keduanya memiliki arti yang berbeda meskipun dalam berbagai
penggunaan kata efesiensi lekat dengan kata efektivitas. Efesiensi mengandung
pengertian perbandingan antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara
langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan.
Menurut Mahmudi (2013: 86) mengemukakan efektivitas terkaitdengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yangsesungguhnya dicapai. Efektivitas merupakan hubungan antara outputdengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan,maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan.
Menurut Agung Kurniawan (2005:109) mendefinisikan efektivitassebagai Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasikegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yangtidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.
Definisi lain mengenai efektivitas pun dikemukakan oleh Sedarmayanti
(2009:59) yang mengemukakan bahwa Efektivitas merupakan suatu ukuran yang
memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai.
24
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai efektivitas di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan sejauh mana
tujuan atau target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh
organisasi, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Maka
makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.
Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan dengan
konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah
perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen
organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan
organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efesien,
ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal
ini yang dimaksud dengan sumber daya yaitu meliputi ketersediaan personil,
sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan
dikatakan efesien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur
sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan
memberikan hasil yang bermanfaat.
Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat
sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan
tergantung pada siapa yang menilai serta mengimplementasikannya. Tingkat
efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah
ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau
hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan
25
tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal tersebut dapat
dikatakan tidak efektif.
Persoalan efektivitas sebenarnya tidak terbatas pada keadaan yang bersifat
konstitusional saja melainkan terdapat kepada seluruh aspek kehidupan manusia
dengan berbagai atributnya. Salah satu kriteria dari administrasi sebagai suatu
ilmu pengetahuan adalah efektivitas tidak dapat dipisahkan dengan kriteria
lainnya, yaitu rasionalitas dan efesiensi.
Adapun kriteria atau indikator dari pada efektivitas menurut Richard M.
Steers dalam Tangkilisan (2005 : 141) yakni diantaranya sebagai berikut :
1. Pencapaian Target Maksud dari pencapaian target disini diartikan sejauhmana target dapat ditetapkan organisasi dapat terealisasikan dengan baik.Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana pelaksanaan tujuan organisasi dalammencapai target sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2. Kemampuan Adaptasi (Fleksibelitas) Keberhasilan suatu organisasi dilihatdari sejauh mana organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi baik dari dalam organisasi dan luar organisasi.
3. Kepuasan Kerja Suatu kondisi yang dirasakan oleh seluruh anggotaorganisasi yang mampu memberikan kenyamanan dan motivasi bagipeningkatan kinerja organisasi. Adapun menjadi fokus elemen ini adalahantara pekerjaan dan kesesuaian imbalan atau sistem insentif yangdiberlakukan bagi anggota organisasi yang berprestasi dantelah melakukan pekerjaan melebihi beban kerja yang ada.
4. Tanggung Jawab Organisasi dapat melaksanakan mandat yang telahdiembannya sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya, danbisa menghadapi serta menyelesaikan masalah yang terjadi denganpekerjaannya.
Dari segi kriteria efektivitas menurut Makmur (2011: 7-9) terdapat
beberapa unsur-unsur kriteria efektivitas, yang diantaranya:
a. Ketepatan penetuan waktu.Sebagaimana kita maklumi bahwa waktu adalah sesuatu yang dapatmenentukan keberhasilan sesuatu kegiatan yang dilakukan dalam sebuahorganisasi. Demikian pula halnya akan sangat berakibat terhadap
26
kegagalan suatu aktivitas organisasi, penggunaan waktu yang tepat akanmenciptakan efektivitas pencapaian tujuan yang telah ditentukansebelumnya.
b. Ketepatan perhitungan biaya.Setiap pelaksanaan suatu kegiatan baik yang melekat pada individu,organisasi, maupun negara yang bersangkutan. Ketepatan dalampemanfaatan biaya terhadap sesuatu kegiatan, dalam arti bahwa tidakmengalami kekurangan sampai kegiatan itu dapat diselesaikan. Demikianpula sebaliknya tidak mengalami kelebihan pembiayaan sampai kegiatantersebut dapat diselesaikan dengan baik dan hasilnya memuaskan semuapihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
c. Ketepatan dalam pengukuran.Kita telah menyadari bahwa setiap kegiatan yang dilakukan senantiasamempunyai ukuran keberhasilan tertentu. Ketepatan ukuran yangdigunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan atau tugas yangdipercayakan kepada kita adalah merupakan bagian dari keefektivitasan.
d. Ketepatan dalam menentukan pilihan.Kesalahan dalam memilih suatu pekerjaan, metode, benda, sahabat,pasangan, dan lain sebagainya berarti tindakan yang dilakukan itugambaran ketidakefektivan serta kemungkinan menciptakan penyesalan dikemudian hari.
e. Ketepatan berpikir.Memang kita tidak dapat menyangkal tentang pemikiran Descartes yangmengungkapkan cogito ergo sum (aku ada karena aku berpikir). Dengandemikian bahwa kelebihan manusia yang satu dengan manusia lainnyasangat tergantung ketepatan berpikirnya, karena ketepatan berpikir dariberbagai aspek kehidupan baik yang berkaitan dengan dirinya sendirimaupun pada alam semesta yang senantiasa memberikan pengarugh yangsifatnya positif maupun negatif.
f. Ketepatan dalam melakukan perintah.Keberhasilan aktivitas suatu organisasi sangat banyak dipengaruhi olehkemampuan seorang pemimpin, salah satu tuntutan kemampuanmemberikan perintah yang jelas dan mudah dipahami oleh bawahan.
g. Ketepatan dalam menentukan tujuan.Organisasi apa pun bentuknya akan selalu berusaha untuk mencapai tujuanyang telah mereka sepakati sebelumnya dan biasanya senantiasadituangkan dalam sebuah dokumen secara tertulis yang sifatnya lebihstratejik, sehingga menjadi pedoman atau sebagai rujukan dari pelaksanaankegiatan sebuah organisasi, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupunorganisasi yang dimiliki oleh masyarakat tertentu.
h. Ketepatan sasaran.Sejalan dengan apa yang kita sebutkan di atas, bahwa tujuan lebihberorientasi kepada jangka panjang dan sifatnya stratejik, sedangkan
27
sasaran lebih berorientasi kepada jangka pendek dan lebih bersifatoperasional. Jika sasaran yang ditetapkan kurang tepat, maka akanmenghambat pelaksanaan berbagai kegiatan itu sendiri.
Penjelasan mengenai berbagai pendekatan yang biasa digunakan dalam
pengukuran efektivitas organisasi dalam buku Pengantar Teori Organisasi
menurut Martani Huseini & S. B. Hari Lubis (2009 : 111-118), yaitu :
1. Pendekatan Sasaran (goal approach)Pendekatan Sasaran dimulai dengan mengidentifikasikan sasaranorganisasi, dan mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapaisasaran tersebut. Pemahaman yang mencukupi mengenai tujuan atausasaran organisasi merupakan langkah pertama dalam pembahasanmengenai efektifitas organisasi karena pengukuran efektifitass organisasiseringkali dikaitkan dengan tujuan atau sasaran organisasi. Dengandemikian, pendekatan ini mencoba mengukur yang hendak dicapainya.Sasaran yang penting di perhatikan dalam pengukuran efektivitas melaluipendekatan ini, adalah sasaran yang sebenarnya. Penggunaan sasaransebenarnya sebagai acuan akan memberikan hasil pengukuran efektivitasyang lebih realistik (karena merupakan gambaran dari keinginan organisasiyang sebenarnya) dibandingkan pengukuran efektivitas denganmenggunakan sasaran resmi.
2. Pendekatan Sumber (system resource approach)Pendekatan Sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan organisasidalam mendapatkan berbagai macam sumber (input) yang di butuhkannya,pendekatan ini bertumpu pada pemikiran bahwa organisasi harus dapatmemperoleh berbagai macam sumber yang dibutuhkannya, dan jugamemelihara keandalan sistem organisasi agar bisa tetap atau menjadi lebihefektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan suatuorganisasi terhadap lingkungannya. Organisasi memang seharusnyamempunyai hubungan yang erat dengan lingkungannya, karena darilingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input bagiorganisasinya, dan output yang dihasilkan juga dilemparkan olehorganisasi kepada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yangterdapat pada lingkungan seringkali bersifat langka mahal.
3. Pendakatan Proses (internal process approach)Pendekatan Proses memandang efektivitas sebagai tingkat efesiensi dankondisi organisasi internal. Pendekatan ini berpandangan bahwa padaorganisasi yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar, karyawanbekerja dengan gembira dan merasa puas, kegiatan setiap bagianterkoordinasi secara baik dengan produktivitas yang tinggi.
4. Pendakatan GabunganKetiga pendekatan yang telah di jelaskan ternyata mempunyaikelemahannya sendiri-ssendiri. Karena itu, salah satu cara yang paling
28
sering digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi adalah denganmenggunakan ketiga jenis pendekatan tersebut secara bersamaan, terutamajika informasi yang diperlukan seluruhnya tersedia. Dengan demikiandiharapkan bahwa kelemahan dari suatu pendekatan dapat ditutup olehkelebihan yang dimiliki oleh suatu pendakatan lainnya. Pengukuranefektivitas organisasi dengan pendekatan gabungan ini akan mencangkuppengukuran pada sisi input, efesiensi proses transformasi, dan keberhasilandalam mencapai sasaran output.
Dari pemaparan mengenai efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa
efektivitas adalah tingkat seberapa jauh keseimbangan suatu sistem sosial
terhadap pencapaian tujuan dan pemanfaatan tenaga manusia.
Efektivitas diartikan sebagai suatu ukuran untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan untuk melaksanakan sesuatu agar tepat sasaran. Efektivitas berfokus
pada outcome (hasil) sehingga efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara
hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Sesuatu dikatakan
efektif ketika hasil yang sesungguhnya dicapai sesuai dengan apa yang
diharapkan, dengan kata lain tujuan yang ditetapkan diawal telah tercapai.
Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan
pemerintahan. Indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menyatakan
bahwa proses pemerintahan yang efektiv dikatakan berhasil adalah tercapainya
tujuan dalam program yaitu ditunjukkan dengan kemampuan pemerintahan dalam
mencapai tujuan yang telah di tentukan secara maksimal.
Oleh karena itu, dalam mengukur efektivitas suatu organisasi
pemerintahan, akan dilihat sejauh mana atau seberapa besar kemampuan
organisasi pemerintahan dalam melakukan inovasi, kemampuan beradaptasi
dengan perubahan lingkungan, kemampuan organisasi dalam mengambil
29
pelajaran, baik dari kegagalan maupun keberhasilan, dan kapasitas organisasi itu
untuk mengatur perubahan-perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan
pemerintahan melalui penerapan secara optimal fungsi-fungsi pemerintahan.
2.1.2. Definisi Hibah
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah
Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah. Menimbang bahwa dalam rangka tertib administrasi, dan terciptanya
harmonisasi, stabilisasi, efektifitas, serta menjamin partisipasi masyarakat guna
memperkuat dukungan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dalam pasal 5 hibah dapat diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah lain, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dan
Badan, Lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia. Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 diberikan kepada Badan dan Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial
yang dibentuk berdasarkan peraturan perundangundangan, yang bersifat nirlaba,
sukarela dan sosial yang telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar yang
diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur atau Bupati/Walikota, yang
bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok
masyarakat/ kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh
pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan
30
dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait
sesuai dengan kewenangannya.
Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan kepada organisasi
kemasyarakatan yang berbadan hukum yayasan atau organisasi kemasyarakatan
yang berbadan hukum perkumpulan yang telah mendapatkan pengesahan badan
hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia
sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 27 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pengelolaan Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial dalam Pasal 18 dan
Pasal 19 tentang Pelaksanaan dan Penatausahaan dijelaskan bahwa penetapan
penerima hibah didasarkan pada APBD/perubahan APBD dan penjabaran
APBD/penjabaran perubahan APBD, daftar penerima hibah ditetapkan oleh
Gubernur disertai besaran uang, barang, dan/atau jasa yang akan dihibahkan
dengan Keputusan Gubernur, daftar penerima hibah sebagaimana dijadikan dasar
penyaluran/penyerahan hibah dan disampaikan kepada penerima hibah melalui
SKPD terkait. Setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang
ditandatangani bersama Gubernur dan penerima hibah. NPHD memuat ketentuan
mengenai:
a. pemberi dan penerima hibah;
b. tujuan pemberian hibah;
c. besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;
d. hak dan kewajiban;
31
e. tata cara penyaluran/penyerahan hibah; dan
f. tata cara pelaporan hibah.
Dalam penandatanganan NPHD Gubernur dapat menunjuk pejabat yang
diberi wewenang untuk menandatangani NPHD, Penunjukan pejabat disiapkan
oleh Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah untuk
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pejabat yang ditunjuk adalah sebagai
berikut :
a. Asisten Sekretariat Daerah sesuai dengan Biro yang dikoordinasikan;
atau
b. Pengguna Anggaran.
Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) adalah Naskah Perjanjian Hibah
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah antara Pemerintah
Daerah dengan penerima hibah. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Provinsi Banten.
SKPD terkait melakukan proses pengadaan barang sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan, penyerahan hibah barang atau jasa dilakukan oleh
kepala SKPD terkait kepada Pemerintah, dilengkapi persyaratan berita acara
serah terima dalam rangkap 4(empat), terdiri dari 2(dua) bermaterai cukup,
ditandatangani dan distempel instansi, Naskah Perjanjian Hibah Daerah,
salinan/Foto Copy KTP atas nama pimpinan lembaga/organisasi, surat pernyataan
tanggung jawab mutlak, pakta integritas.
32
Dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 27 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pengelolaan Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Hibah diubah dalam
Peraturan Gubernur Banten Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Standar Operasional
Prosedur Pengendalian Pelaksanaan Hibah Dan Bantuan Sosial Pemerintah
Provinsi Banten. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain, BUMD, Badan,
Lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang
secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan
Pemerintah Daerah.
2.1.3. Definisi Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013
Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Organisasi Kemasyarakatan yang berbadan
hukum dalam pasal 9 yaitu :
a. badan hukum; atau
b. tidak berbadan hukum.
Organisasi kemasyarakatan Badan hukum sebagaimana didirikan dengan
memenuhi persyaratan:
a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD dan ART;
b. program kerja;
c. sumber pendanaan;
d. surat keterangan domisili;
33
e. nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan; dan
f. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam
perkara di pengadilan.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang biasa di singkat AD/ART
sebagaimana dimaksud yang tertera di persyaratan Organisasi Kemasyarakatan yang
Badan Hukum merupakan landasan operasional dalam menjalankan suatu usaha atau
organisasi, didalamnya terdapat visi, misi, tujuan, tugas pokok, sampai bidang usahanya
termasuk kualifikasi apa dan siapa saja yang menanam saham serta berapa nominal
saham yang di tanamkan.
AD/ART adalah dasar dan peraturan yang mengikat seseorang atau kelompok
dalam berbagai kegiatan atau program yang mereka lakukan atau yang akan dikerjakan.
AD (Anggaran Dasar) selalu berisikan pasal-pasal umum mengenai yang mengatur roda
sebuah organisasi, sedangkan ART (Anggaran Rumah Tangga) itu berfungsi seperti
petunjuk teknis atau penjelasan lebih rinci tentang pasal-pasal.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Organisasi Kemasyarakatan diatas menjelaskan bahwa organisasi masyarakat
yang berbadan hukum harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang berlaku
sesuai undang-undang. Sebagaimana SKPD bisa memberikan Dana Hibah sesuai
dengan peraturan yang ada.
2.2. Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian “Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di
Kabupaten Serang Provinsi Banten” Peneliti melakukan Peninjauan terhadap
penilitian terdahulu yang telah dilakukan dalam penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya. Penelitian tersebut baik berupa Skripsi, Tesis ataupun Disertasi.
34
Dalam hal ini peneliti juga melihat kesamaam dari Teori yang digunakan dan
Metedologi apa yang digunakan oleh peneliti sebelumnya. Dengan penelitian
terdahulu peneliti mempunyai pembanding akan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti.
Penelitian terdahulu yang peneliti kutip merupakan Jurnal atau Skripsi
yang berjudul sebagai berikut:
1. Rahmat Firdaus, Skripsi tahun 2016 dengan judul Proses
Pelaksanaan Program Hibah Dinas Peternakan, Perikanan, dan
Kelautan Kabupaten Jember (Studi Kasus Pada Kelompok Tani
Ternak Penerima Bantuan Hibah Dsiperikel Kabupaten Jember
Tahun 2015), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tahun 2016,
Universitas Jember. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
proses pelaksanaan hibah barang yang ada di Dinas Peternakan,
Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Jember. Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 menyebutkan belanja hibah
digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah
daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja hibah bersifat
bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan harus
digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah
perjanjian hibah daerah (NPHD). Metode yang di gunakan adalah
metode penelitian kualitatif dan teori yang di gunakan dari Samorda
35
Wibawa (1994 : 19-21) faktor-faktor yang berpengaruh dalam
proses antara lain : (1) standar dan sasaran, (2) kinerja kebijakan,
(3) sumberdaya baik SDM, SDA, maupun sumber daya modal, (4)
komunikasi antar organisasi dan aktivitas pengukuhan, (5)
karakteristik birokrasi, (6) kondisi sosial, ekonomi dan politik, (7)
sikap pelaksanaan. Dari hasil penelitian dan pengamatan ditemukan
bahwa dalam proses pelaksanaan hibah barang ini dilaksanakan
oleh tim administrasi, tim verifikasi, dan tim monitoring dari
Disperikel Kab. Jember. Adapun tugas dari tim verifikasi adalah
untuk (1) menerima, mengagendakan, mencocokkan antara proposal
dengan draf kelompok calon penerima hibah barang; (2)
melaksanakan identifikasi dan verifikasi proposal; (3) membuat
berita acara verifikasi dan menyerahkan proposal kepada tim
administrasi. Setelah tugas tim verifikasi selesai dan diteruskan ke
tim administrasi maka tugas tim administrasi adalah (1) membuat
usulan persetujuan Bupati terhadap proposal yang telah diverifikasi;
(2) membuat NHPD dan mengajukannya melalui Bagian Hukum
Sekretariat Kab. Jember; (3) membuat berkas pengajuan pencairan
bagi kelompok yang telah lengkap berkas persyaratannya; (4)
menerima rekapitulasi daftar kelompok yang menerima hibah
barang untuk diserah terimakan. Terakhir, tim monitoring melalui
Panitian Penerima Hasil Pekerjaan Dinas (PPHP) melakukan monev
36
dengan meminta laporan berkala triwulan untuk mengetahui
perkembangan ternak hasil hibah barang Disperikel.
2. Nanang Sutisna, Skripsi tahun 2016, dengan judul Fungsi
Pengawasan DPRD Provinsi Banten Dalam Pelaksanaan Hibah
Bantuan Sosial. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa tahun 2016. Fokus penelitian ini adalah
fungsi pengawasan DPRD Provinsi Banten dalam pelaksanaan
hibah bantuan sosial tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat
mengetahui serta menggambarkan mekanisme pemberian dana
hibah dan bantuan sosial di Provinsi Banten namun kenyataannya
peneliti temukan dilapangan masih adanya dana hibah yang
diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dana hibah yang
diberikan belum tepat sasaran dan fungsi pengawasan DPRD yang
belum optimal. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sifat dan waktu pengawasan menurut Hasibuan (2001:247). Metode
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif informan penelitian di
ambil berdasarkan kriteria-kriteria tertentu berdasarkan informasi
yang di butuhkan, artinya teknik pengambilan informan sumber data
dengan pertimbangan tertentu. Teknik analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis model interaktif yang telah dikembangkan
oleh Miles & Huberman yaitu selama proses pengumpulan data
dilakukan tiga kegiatan penting yaitu reduksi data, penyajian data
dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa fungsi
37
pengawasan DPRD Provinsi Banten terhadap bantuan hibah dan
sosial masih belum optimal, saran dari penelitian : (1) diharapkan
pemerintah daerah lebih berperan aktif dalam proses pengawasan
pelaksanaan hibah bantuan sosial. (2) diharapkan pemerintah
melakukan pengecekan dan servei kepada yang menerima dan
bantuan tidak diberikan kepada lembaga yang tidak memenuhi
syarat-syarat penerima hibah tersebut. (3) diharapkan agar DPRD
Provinsi Banten menjalankan tugas pokok dan fungsi pengawasan
yang optimal dalam pengawana bantuan hibah soisal.
2.3. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan alur berpikir dalam sebuah penelitian dalam
menjelaskan permasalahan penelitian, permasalahan penelitian ini adalah (1)
Kurangnya Koordinasi dari Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten dan pihak Lembaga/Yayasan dalam proses proposal pencairan
Dana Hibah. (2) Kurangnya Sosialisasi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan. (3) Adanya
Lembaga/Yayasan yang tidak tahu bahwa nama Lembaga/Yayasan tersebut
tercantum di daftar penerima Dana Hibah. (4) Adanya Pungutan Liar terhadap
Lembaga/Yayasan yang menerima Dana Hibah. Maka dibuatlah kerangka berpikir
sebagai berikut:
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, mengenai Efektivitas Pengelolaan
Pemberian Hibah di Kabupaten Serang Provinsi Banten, Penjelasan mengenai
berbagai pendekatan yang biasa digunakan dalam pengukuran efektivitas
38
organisasi dalam buku Pengantar Teori Organisasi menurut Martani Huseini & S.
B. Hari Lubis (2009 : 111-118), yaitu :
1. Pendekatan Sasaran (goal approach)
Pendekatan Sasaran dimulai dengan mengidentifikasikan sasaran
organisasi, dan mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai
sasaran tersebut. Pemahaman yang mencukupi mengenai tujuan atau
sasaran organisasi merupakan langkah pertama dalam pembahasan
mengenai efektifitas organisasi karena pengukuran efektifitass organisasi
seringkali dikaitkan dengan tujuan atau sasaran organisasi. Dengan
demikian, pendekatan ini mencoba mengukur yang hendak dicapainya.
Sasaran yang penting di perhatikan dalam pengukuran efektivitas melalui
pendekatan ini, adalah sasaran yang sebenarnya. Penggunaan sasaran
sebenarnya sebagai acuan akan memberikan hasil pengukuran efektivitas
yang lebih realistik (karena merupakan gambaran dari keinginan organisasi
yang sebenarnya) dibandingkan pengukuran efektivitas dengan
menggunakan sasaran resmi.
2. Pendekatan Sumber (system resource approach)
Pendekatan Sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan organisasi
dalam mendapatkan berbagai macam sumber (input) yang di butuhkannya,
pendekatan ini bertumpu pada pemikiran bahwa organisasi harus dapat
memperoleh berbagai macam sumber yang dibutuhkannya, dan juga
memelihara keandalan sistem organisasi agar bisa tetap atau menjadi lebih
efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan suatu
39
organisasi terhadap lingkungannya. Organisasi memang seharusnya
mempunyai hubungan yang erat dengan lingkungannya, karena dari
lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input bagi
organisasinya, dan output yang dihasilkan juga dilemparkan oleh
organisasi kepada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yang
terdapat pada lingkungan seringkali bersifat langka mahal.
3. Pendakatan Proses (internal process approach)
Pendekatan Proses memandang efektivitas sebagai tingkat efesiensi dan
kondisi organisasi internal. Pendekatan ini berpandangan bahwa pada
organisasi yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar, karyawan
bekerja dengan gembira dan merasa puas, kegiatan setiap bagian
terkoordinasi secara baik dengan produktivitas yang tinggi.
4. Pendakatan Gabungan
Ketiga pendekatan yang telah di jelaskan ternyata mempunyai
kelemahannya sendiri-ssendiri. Karena itu, salah satu cara yang paling
sering digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi adalah dengan
menggunakan ketiga jenis pendekatan tersebut secara bersamaan, terutama
jika informasi yang diperlukan seluruhnya tersedia. Dengan demikian
diharapkan bahwa kelemahan dari suatu pendekatan dapat ditutup oleh
kelebihan yang dimiliki oleh suatu pendakatan lainnya. Pengukuran
efektivitas organisasi dengan pendekatan gabungan ini akan mencangkup
pengukuran pada sisi input, efesiensi proses transformasi, dan keberhasilan
dalam mencapai sasaran output.
40
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Input :
Masalah :
1. Kurangnya Koordinasi dari Kepala Biro Kesejahteraan RakyatSekretariat Daerah Provinsi Banten dan pihak Lembaga/Yayasandalam proses proposal pencairan Dana Hibah.
2. Kurangnya Sosialisasi Biro Kesejahteraan Rakyat SekretariatDaerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan.
3. Adanya Lembaga/Yayasan yang tidak tahu bahwa namaLembaga/Yayasan tersebut tercantum di daftar penerima DanaHibah.
4. Adanya Pungutan Liar terhadap Lembaga/Yayasan yang menerimaDana Hibah.
(sumber: Peneliti,2016)
Proses :
Teori yang digunakan yaitu mengenai Pendekatanefektivitas organisasi Martani Huseini & S. B. Hari Lubis(2009 : 111-118):
1. Pendekatan Sasaran (goal approach)
2. Pendekatan Sumber (system resource approach)
3. Pendakatan Proses (internal process approach)
4. Pendakatan Gabungan
Output :
Pengelolaan Pemberian Hibah di KabupaenSerangn Provinsi Banten dapat Efektif
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
41
2.4. Asumsi Dasar
Menurut Arikunto (2002:61) asumsi atau tanggapan dasar adalah suatu hal
yang diyakini kebenarannya oleh penulis yang dirumuskan secara jelas.
Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang peneliti paparkan diatas, peneliti telah
melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi
bahwa Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang Provinsi
Banten masih belum efektif hal ini terdapat masalah-masalah yang mendasar
seperti : (1) Kurangnya Koordinasi dari Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan pihak Lembaga/Yayasan dalam proses
proposal pencairan Dana Hibah. (2) Kurangnya Sosialisasi Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan. (3)
Adanya Lembaga/Yayasan yang tidak tahu bahwa nama Lembaga/Yayasan
tersebut tercantum di daftar penerima Dana Hibah. (4) Adanya Pungutan Liar
terhadap Lembaga/Yayasan yang menerima Dana Hibah.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian yang baik harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, agar
apa yang menjadi hasilnya merupakan hasil yang maksimal. Tujuan penelitian ada
tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian dan pengembangan. Penemuan
berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru
yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data yang diperoleh
itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau
pengetahuan tertentu dan pengembangan berarti memperdalam dan memperluas
pengetahuan yang telah ada.
Penelitian Kualitatif adalah merupakan metode-metode untuk
mengekplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau
kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting,
seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,
mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara
induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan
makna data. Laporan akhir untuk penelitian ini memiliki struktur atau kerangka
yang fleksibel. Siapapun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus
menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap
makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan (Creswell,
2007 : 4).
43
Analisis data induktif (inductive data analysis) para peneliti kualitatif
membangun pola-pola, kategori-kategori, dan tema-temanya dari bawah ke atas
(induktif), dengan mengolah data kedalam unit-unit informasi yang lebih abstrak.
Proses induktif ini mengilustrasikan usaha peneliti dalam mengolah secara
berulang-ulang tema-tema dan database penelitian hingga peneliti berhasil
membangun serangkaian tema yang utuh. Proses ini juga melibatkan peneliti
untuk bekerja sama dengan para partisipan secara interaktif sehingga partisipan
memiliki kesempetan untuk membentuk sendiri tema-tema dan abstraksi-abstraksi
yang muncul dari proses ini.
Creswell (2007 : 20) mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan penelitian
kualitatif terdapat lima strategi, yaitu :
1. Entografi merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif yang
didalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di
lingkungan yang alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam
pengumpulan data utama, data observasi, dan data wawancara. Proses
penelitiannya fleksibel dan biasanya berkembang sesuai kondisi dalam
merespon kenyataan-kenyataan hidup yang dijumpai dilapangan
(LeCompte & Schensul, 1999)
2. Grounded theory merupakan strategi penelitian yang didalamnya
peneliti “memproduksi” teori umum dan abstrak dari suatu proses,
aksi, atau interaksi tertentu yang berasal dari pandangan-pandangan
partisipan. Rancangan ini mengharuskan peneliti untuk menjalani
sejumlah tahap pengumpulan data dan penyaringan kategori-kategori
44
atas informasi yang diperoleh (Charmaz, 2006; Strauss dan Corbin,
1990, 1998). Rancangan ini memiliki dua karakteristik utama, yaitu :
1) perbandingan yang konstan antara data dan kategori-kategori yang
muncul dan 2) pengambilan contoh secara teoritis (teoretical
sampling) atas kelompok-kelompok yang berbeda untuk
memaksimalkan kesamaan dan perbedaan informasi.
3. Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti
menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses,
atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan
aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan
menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu
yang telah ditentukan (Stake, 1995).
4. Fenomenologi merupakan strategi penelitian dimana didalamnya
peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu
fenomena tertentu. Memahami pengalaman-pengalaman hidup
manusia menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu metode
penelitian yang prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti untuk
mengkaji sejumlah subjek dengan terlibat secara langsung dan relatif
lama didalamnya untuk mengembangkan pola-pola dan relasi-relasi
makna (Moustakas, 1994). Dalam proses ini, peneliti
mengesampingkan terlebih dahulu pengalaman-pengalaman pribadinya
agar ia dapat memahami pengalaman-pengalaman partisipan yang ia
teliti (Nieswiadomy, 1993).
45
5. Naratif merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti
menyelidiki kehidupan individu-individu dan meminta seseorang atau
sekelompok individu untuk menceritakan kehidupan mereka.
Informasi ini kemudian di ceritakan kembali oleh peneliti dalam
kronologi naratif. Di akhir tahap penelitian, peneliti harus
menggambungkan dengan gaya naratif pandangan-pandangannya
tentang kehidupan peneliti sendiri (Clandinin & Connelly, 2000).
3.2. Fokus Penelitian
Berdasarkan masalah yang peneliti temukan selama di lapangan bahwa
yang menjadi fokus penelitian adalah pada Efektivitas Pengelolaan Pemberian
Hibah di Kabupaten Serang Provinsi Banten.
3.3. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten di Jl. Syeh Nawawi Al-Bantani, Palima
Serang. Alasan mengapa peneliti mengambil lokus di Biro kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dikarenakan banyaknya kendala dalam
pengelolaan Dana Hibah di Provinsi Banten, dari tahun ke tahun permasalahan
Dana Hibah di Provinsi Banten tidak terselesaikan.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti mungkin menggunakan alat-alat
bantu untuk mengumpulkan data seperti rekaman dan kamera. Tetapi alat-alat
tersebut benar-benar tergantung kepada peneliti yang menggunakannya. Seperti
46
yang diungkapkan oleh Moleong bahwa, pencari tahu alamiah (peneliti) dalam
mengumpulkan data lebih banyak bergantung pada dirinya sendiri sebagai alat
pengumpul data.
3.5. Informan penelitian
Peneliti pada umumnya menelurusi informasi dari berbagai status yang
terlibat dalam Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang
Provinsi Banten, informan yang memiliki kaya informasi dipilih untuk mengkaji
kajian yang lebih dalam. Penentuan informan ini dengan memilih narasumber
yang secara tidak langsung terlibat dalam Efektivitas Pengelolaan Dana Hibah
Provinsi Banten. Berikut informan yang menurut peneliti layak sesuai judul yang
peneliti ambil yaitu Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten
Serang Provinsi Banten, sebagai berikut :
47
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No Informan Kode Informan Keterangan1. Penerima Dana Hibah
(Lembaga/Yayasan)a. Kepala Yayasan Madrasah
Diniyah Awaliyah Madarijul'Ulum
b. Kepala Yayasan MadrasahDiniyah Awaliyah DarulIhsan
c. Kepala Yayasan Islam AL-Fathir
I1
I1.1
I1.2
I1.3
KeyInforman
2. Biro Kesejahteraan RakyatSekretariat Daerah Provinsi Banten
a. Staf Biro KesejahteraanRakyat Sekretariat DaerahProvinsi Banten
b. Staf Biro KesejahteraanRakyat Sekretariat DaerahProvinsi Banten
c. Staf Biro KesejahteraanRakyat Sekretariat DaerahProvinsi Banten
I2
I2.1
I2.2
I2.3
SecondaryInforman
SecondaryInforman
SecondaryInforman
3 LSM I3 SecondaryInforman
(Sumber: Peneliti, 2016)
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian dalam kebanyakan penelitian kualitatif mengumpulkan beragam
jenis data dan memanfaatkan waktu seefektif mungkin untuk mengumpulkan
informasi dilokasi penelitian. Prosedur-prosedur pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif melibatkan empat jenis strategi menurut Creswell (2007 :
267), yaitu :
48
1. Observasi kualitatif merupakan observasi yang didalamnya
peneliti langsung turun kelapangan untuk mengamati perilaku dan
aktivitas individu-individu dilokasi penelitian. Dalam pengamatan
ini, peneliti merekam / mencatat baik dengan cara terstruktur
maupun semistruktur (misalnya, dengan mengajukan sejumlah
pertanyaan yang memang ingin diketahui oleh peneliti) aktivitas-
aktivitas dalam lokasi penelitian. Para peneliti kualitatif juga
dapat teribat dalam peran-peran yang beragam, mulai dari sebagai
non-partisipan hingga partisipan utuh.
2. Dalam wawancara kualitatif, peneliti dapat melakukan face-to-
face (wawancara berhadap-hadapan) dengan partisipan,
mewawancarai mereka dengan telepon, atau terlibat dalam focus
group interview (interview dalam kelompok tertentu) yang terdiri
dari enam sampai delapan partisipan perkelompok. Wawancara-
wawancara seperti ini tentu saja memerlukan pertanyaan-
pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur (unstructured) dan
bersifat terbuka (openended) yang dirancang untuk memunculkan
pandangan dan opini dari para partisipan.
49
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
No Dimensi Indikator Kode Informan
1. PendekatanSasaran (goalapproach)
1. Efesiensi Organisasi2. Lingkungan yang
berbeda3. Pandangan berbeda
mengenai sasaran4. Stabilitas Organisasi5. Menyesuaikan
permasalahan yang ada
I1.1, I1.2, I1.3 danI2.1,
I3
2. PendekatanSumber (systemresourceapproach)
1. Strategi Organisasi2. Hubungan erat
Organisasi3. Keterbukaan Organisasi4. menginterpretasikan
sifat-sifat lingkunganyang tepat
5. Keberhasilan Organisasi
I1.1, I1.3 dan I2.1,
I2.3
I3
3. Pendakatan Proses(internal processapproach)
1. Koordinasi yang terbuka2. Tahapan proses yang
berjalan lancar3. Komunikasi yang
terbuka4. Fokus dalam
keberlangsungan proses5. Kerjasama Organisasi
I1.1, I1.2, I1.3 danI2.1, I2.2
I3
4. PendekatanGabungan
1. Kelemahan Organisasi2. Penyesuaikan keadaan
dilapangan3. Alur proses sesuai
dengan SOP4. Mengikuti proses yang
ada5. Ketepatan pilihan
sumber
I1.1, I1.2, I1.3 danI2.1, I2.2
I3
3. Selama proses penelitian, peneliti juga bisa mengumpulkan
dokumen-dokumen kualitatif. Dokumen ini bisa berupa dokumen
50
publik (seperti, koran, makalah, laporan kantor) ataupun dokumen
privat (seperti, buku harian, diary, surat, e-mail).
4. Kategori terakhir dari data kualitatif adalah materi audio dan
visual. Data ini bisa berupa foto, objek-objek seni, videotape, atau
segala jenis suara/bunyi.
3.7. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam peneltian kualitatif sebagai suatu proses penerapan
langkah-langkah dari yang spesifik hingga yang umum dengan berbagai level
analisi yang berbeda, sebagaimana yang di tunjukan dalam gambar 3.3,
mengilustrasikan pendekatan linier dan hierarkis yang dibangun dari bawah ke
atas, tetapi dalam praktiknya pendekan ini lebih interaktif beragam tahap saling
berhubungan dan tidak harus selalu sesuai dengan susunan yang telah disajikan
Creswell (2007 : 276-284).
Gambar 3.3
Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif
Menginterpretasi tema-tema/deskripsi-deskripsi
51
Pendekatan diatas dapat di jabarkan lebih detail dalam langkah-langkah
analisis berikut ini :
1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini
melibatkan transkripsi wawancara, men-scanning materi, mengetik
data lapangan, atau memilah-milih dan menyusun data tersebut
Menvalidasi keakurataninformasi
Deskripsi
Menghubungkan tema-tema/deskripsi-deskripsi (seperti,
grounded theory, studi kasus)
Tema-tema
Men-coding data (tangan ataukomputer
Membaca keseluruhan data
Mengolah dan mempersiapkan datauntuk dianalisis
Data mentah (transkripsi, datalapangan, gambar dan sebagainya)
52
kedalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber
informasi.
2. Membaca keseluruhan data. Langkah pertama adalah membangun
general sense atau informasi yang diperoleh dan mereflesikan
maknanya secara keseluruhan. Gagasan umum apa yang
terkandung dalam perkataan partisipan? Bagaimana nada gagasan-
gagasan tersebut? Bagaimana kesan dari kedalaman, kredibilitas,
dan penuturan informasi itu? Pada tahap ini, para peneliti kualitatif
terkadang menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan
umum tentang data yang diperoleh.
3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Coding
merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi segmen-
segmen tulisan sebelum memaknainya (Rossman & Rallis, 1998 :
171). Langkah ini melibatkan berbagai tahap : mengambil data
tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses
pengumpulan, mensegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraf-
paragraf) atau gambar-gambar tersebut kedalam kategori-kategori,
kemudian melabeli kategori-kategori ini dengan istilah khusus,
yang seringkali didasarkan pada istilah/bahasa yang benar-benar
berasal dari partisipan.
4. Terapkan proses coding untuk mendreskripsikan setting, orang-
orang, kategori-kategori, dan tema-tema yang akan di analisis.
Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara
53
detail mengenai orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-
peristiwa dalam setting tertentu. Peneliti dapat membuat kode-kode
untuk mendeskripsikan semua informasi ini, lau menganalisisnya
untuk proyek studi kasus, entografi, atau penelitian naratif. Setelah
itu, terapkanlah proses coding untuk membuat sejumlah kecil tema
atau kategori, bisa lima hingga tujuh kategori. Tema-tema inilah
yang biasanya menjadi hasil utama dalam peniliatn kualitatif dan
seringkali digunakan untuk membuat judul dalam bagian hasil
penelitian. Meski demikian, tema-tema ini sebaiknya diperkuat
dengan berbagai kutipan, seraya menampilkan perspektif-perspektif
yang terbuka untuk di kaji ulang.
5. Tunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan
kembali dalam narasi/laporan kualitatif. Pendekatan yang paling
populer adalah dengan menerapkan pendekatan naratif dalam
menyampaikan hasil analisis. Pendekatan ini bisa meliputi
pembahasan tentang kronologi pristiwa, tema-tema tertentu
(lengkap dengan subtema-subtema, ilustrasi-ilustrasi khusus,
perspektif-perspektif, dan kutipan-kutipan), atau tentang
keterberhubungan antar tema. Para peneliti kualitatif juga dapat
menggunakan visual-visual, gambar-gambar, atau tabel-tabel untuk
membantu menyajikan pembahasan ini. Mereka dapat menyajikan
suatu proses (sebagaimana dalam grounded theory),
menggambarkan secara spesifik lokasi penelitian (sebagaimana
54
dalam etnografi), atau memberikan informasi deskriptif tentang
partisipan dalam sebuah tabel (sebagaimana dalam studi kasus dan
etnografi).
6. Langkah terakhir dalam analisis data adalah menginterpretasi atau
memaknai data. Mengajukan pertanyaan seperti “pelajaran apa
yang bisa diambil dari semua ini” akan membantu peneliti
mengungkap esensi dari suatu gagsan (Lincoln & Guba, 1985).
Pelajaran ini dapat berupa interpretasi pribadi si peneliti, dengan
berpijak pada kenyataan bahwa peneliti membawa kebudayaan,
sejarah, dan pengalaman pribadinya kedalam penelitian.
Interpretasi juga bisa berupa makna yang berasal dari perbandingan
antara hasil penelitian dengan informasi yang berasal dari literatur
atau teori. Dalam hal ini, peneliti menegaskan apakah hasil
penelitiannya membernarkan atau justru menyangkal informasi
sebelumnya. Interpretasi/pemaknaan ini juga bisa berupa
pertanyaan-pertanyaan baru yang perlu dijawab selanjutnya,
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari data dan analisis, dan
bukan dari hasil ramalan peneliti.
3.8. Triangulasi
Moleong (2006:330) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Adapun
55
pada penelitian ini menggunakan triangulasi data (sumber) dan triangulasi metode
(teknik) sebagai berikut:
1. Triangulasi data (sumber)
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih
dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.
2. Triangulasi metode (teknik)
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada
saat wawancara dilakukan.
3.9. Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan pada bulan September 2016 sampai dengan bulan Juli
2018, sebagaimana digambarkan dalam tabel 3.3:
56
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No NamaKegiatan
Waktu Penelitian
2016 2017 2018Sept Okt Nov Des Jan
-Apr
Mei Juni Juli Agust–Des
Jan Feb Mar-
Juni
Juli
1. PengajuanJudul
2. ObservasiAwal
3. PenyusunanProposal
BAB I,II &III
4. Bimbingan&
PerbaikanBAB I,II &
III5. Seminar
ProposalSkripsi
6. RevisiProposalSkripsi
7. Wawancara&
ObservasiLapangan
8. PenyusunanHasil
wawancara9. Bimbingan
&Perbaikan
57
BAB IV &V
10 SidangSkripsi
11 RevisiSkripsi
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang
meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum Provinsi
Banten, gambaran umum Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten. Hal
tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
4.1.1 Profil Provinsi Banten
Provinsi Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan dan
105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur, berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 km².
Provinsi Banten terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten, 154 kecamatan,
262 kelurahan, dan 1.273 desa. Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur
laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang
strategis karena dapat dilalui kapal besar yang
menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia
Tenggara misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Di samping itu Banten
merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi
geografis, dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama daerah Tangerang
raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan)
merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi wilayah Banten
memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki
58
beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk
menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta, dan ditujukan
untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura. Tabel berikut ini
memberikan gambaran tentang rincian jumlah Kabupaten/Kota dan luas
wilayah serta persentase luas wilayah masing-masing Kabupaten/Kota
dimaksud di atas.
Tabel 4.1
Luas Wilayah Provinsi Banten
Berdasarkan Kecamatan
Kabupaten/Kota
2016
No
Luas Wilayah MenurutKabupaten/Kota
LuasWilayah(Km2)
Persentase(%)
1 Kab Pandeglang 2746.89 28.432 Kab Lebak 3426.56 35.463 Kab Tangerang 1011.86 10.474 Kab Serang 1734.28 17.955 Kota Tangerang 153.93 1.596 Kota Cilegon 175.5 1.827 Kota Serang 266.71 2.76
8Kota TangerangSelatan
147.19 1.52
jumlah Provinsi Banten 9662.92 100Sumber: BPS Kota Serang
59
4.1.2 Visi dan Misi Provinsi Banten
Visi :
Banten Yang Maju, Mandiri, Berdaya Saing, Sejahtera Dan
Berakhlakul Karimah
Misi :
1. Menciptakan Tata Kelola Pemerintah Yang Baik (GoodGovernance)
2. Membangun Dan Meningkatkan Kualitas Infrastruktur3. Meningkatkan Akses Dan Pemerataan Pendidikan
Berkualitas4. Meningkatkan Akses Dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan
Berkualitas5. Meningkatkan Kualitas Pertumbuhan Dan Pemerataan
Ekonomi
4.1.3 Deskripsi Hibah Provinsi Banten
Dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 56 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Provinsi Banten bahwa dalam rangka
menciptakan transparansi, akuntabilitas dan integrasi pelayanan dalam
pengelolaan hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi Banten, perlu dilakukan penyesuaian tata cara
penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan hibah secara komprehensif
berdasarkan azas-azas pengelolaan keuangan negara yang baik dan benar.
Pemberian hibah dari Pemerintah Daerah sesuai kemampuan keuangan
daerah, pemberian hibah dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan Belanja
Urusan Wajib, pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran
60
program dan kegiatan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republic Indonesia Nomor 14
Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republic Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah
Dan Bantuan Social Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah bahwa pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran
program dan kegiatan pemerintah daerah sesuai urgensi dan kepentingan daerah
dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas,
dan manfaat untuk masyarakat.
Sama halnya dengan Peraturan Gubernur Banten Nomor 27 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pengelolaan Pemberian Hibah Dan Bantuan Social bahwa
pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan
kegiatan pemerintahan daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan,
rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Dalam Peraturan Gubernur Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pemberian Hibah Dan Bantuan Social Yang Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Provinsi Banten bahwa organisasi tertentu yang
dapat menerima hibah secara terus – menerus sebagaimana dimaksud diberikan
kepada satuan kerja dari kementrian/lembaga pemerintahan non kementrian yang
wilayah kerjanya berada di daerah yaitu :
61
1. LPTQ Provinsi Banten
2. Pramuka
3. KPAIDS
4. TPUKS
5. BAZNAS
6. P2TP2A
7. KNPI
8. KONI
9. LKKS
10. KORPRI
11. PKK
12. FORUM KOMUNIKASI DAS
13. BKSP
14. KIP
15. PMI
16. KPAI
17. MUI dan
18. Organisasi tertentu lainnya sesuai Perundang - undangan
Kriteria pemberian hibah adalah :
1. Peruntukannya telah ditetapkan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah,
atau untuk peningkatan fungsi Pemerintahan, layanan dasar umum, dan
pemberdayaan aparatur;
2. Untuk kegiatan dengan kondisi tertent u yang berkaitan dengan
62
penyelenggaraan kegiatan Pemerintah Daerah yang berskala
Internasional/Regional/Nasional;
3. Untuk melaksanakan kegiatan sebagai akibat kebijakan Pemerintah yang
mengakibatkan penambahan beban APBD;
4. Tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun
anggaran, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundan- undangan;
5. Peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan; dan
6. Memenuhi persyaratan penerima hibah.
Dalam hal ini bahwa bagaimana Yayasan/Lembaga yang menerima hibah
secara terus – menerus merupakan satuan kerja dari kementrian/lembaga
pemerintahan non kementrian yang wilayah kerjanya berada di daerah beda
halnya dengan Yayasan/Lembaga yang menerima tidak terus – menerus
dikarenakan Yayasan/Lembaga tersebut bukan merupakan satuan kerja dari
kementrian/lembaga pemerintahan non kementrian yang wilayah kerjanya berada
di daerah akan tetapi Yayasan/Lembaga yang mengajukan proposal bantuan
hibah untuk pembangunan sesuai permintaan Yayasan/Lembaga tersebut karena
halnya Yayasan/Lembaga tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa
Yayasan/Lembaga merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan social
(amal) yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.
Dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Standar
Operasional Prosedur Pengendalian Pelaksanaan Hibah Dan Bantuan Sosial
Pemerintah Provinsi Banten, dengan SOP yang berubah bahwa Hibah adalah
pemberian uang/barang atau jasa dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah
63
Pusat, Pemerintah Daerah lain, BUMD, Badan, Lembaga, dan organisasi
kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak
secara terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan
yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah.
Surat permohonan hibah diregistrasi oleh Biro Umum Sekeretariat
Daerah Provinsi Banten yang selanjutnya diteruskan kepada SKPD/unit kerja
salah satuhnya SKPD/unit kerja yang terkait adalah Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekeretariat Daerah Provinsi Banten dalam bidang keagamaan/peribadatan dan
pendidikan keagamaan terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
berdasarkan bidang penyelenggaraan urusan pemerintahan untuk di evaluasi.
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekeretariat Daerah Provinsi Banten
SKPD/unit kerja yang melakukan verifikasi dalam proses dana hibah Provinsi
Banten bagaimana Lembaga/Yayasan akan menerima dana hibah yaitu di
verifikasi oleh tim dari Biro Kesejahteraan Rakyat Sekeretariat Daerah Provinsi
Banten dan dibantu oleh SKPD yang terkait dengan dana hibah selanjutnya untuk
melanjutkan tahap yang sudah di tentukan. Efektivitas yang ada di Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekeretariat Daerah Provinsi Banten yaitu memverifikasi
data-data Lembaga/Yayasan bagaimana suatu Lembaga/Yayasan berhak untuk
menerima dana hibah.
SKPD/unit kerja terkait menganggarkan belanja hibah berupa barang atau
jasa dianggarkan dalam kelompok belanja langsung, yang diformulasikan dalam
64
program dan kegiatan, serta diuraikan dalam jenis belanja barang dan jasa, objek
belanja hibah atau jasa, dan rincian objek belanja hibah barang atau jasa yang
diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat.
Rincian objek belanja hibah memuat nama dan alamat lengkap penerima
serta besaran dan jenis belanja hibah, dituangkan dalam Peraturan Gubernur
tentang Penjabaran APBD/P-APBD, nama dan alamat lengkap penerima serta
besaran dan jenis belanja hibah dituangkan dalam Lampiran III Peraturan
Gubernur tentang Penjabaran APBD/P-APBD. Kepala SKPD/unit kerja terkait
dalam melaksanakan evaluasi keabsahan dan kelengkapan persyaratan
permohonan Hibah dibantu oleh Tim evaluasi SKPD/unit kerja terkait. Tim
dengan susunan keanggotaan ditetapkan oleh Kepala SKPD/unit kerja terkait.
4.1.4 Gambaran Umum Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Provinsi
Banten
4.1.4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Provinsi Banten
Tugas Pokok dan Fungsi secara umum merupakan hal-hal yang
harus bahkan wajib dikerjakan oleh seorang anggota organisasi atau
pegawai dalam suatu instasi secara rutin sesuai dengan kemampuan
yang di milikinya untuk menyesuaikan program kerja yang telah dibuat
berdasarkan tujuan, visi dan misi suatu organisasi, Tugas Pokok dan
Fungsi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provisi Banten
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
65
4.1.4.2 Visi dan Misi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Provinsi
Banten
Visi :
Banten Yang Maju, Mandiri, Berdaya Saing, Sejahtera Dan
Berakhlakul Karimah
Misi :
1. Menciptakan Tata Kelola Pemerintah Yang Baik (GoodGovernance)
2. Membangun Dan Meningkatkan Kualitas Infrastruktur3. Meningkatkan Akses Dan Pemerataan Pendidikan
Berkualitas4. Meningkatkan Akses Dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan
Berkualitas5. Meningkatkan Kualitas Pertumbuhan Dan Pemerataan
Ekonomi
4.1.4.3 Struktur Organisasi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provisi Banten
Susunan Organisasi yang terdapat pada setiap organisasi pada
dasarnya merupakan pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab
dari orang-orang untuk melaksanakan pekerjaan didalam organisasi
tersebut dan susunan organisasi dapat memperjelas tugas dari masing-
masing unit kerja organisasi. Berdasarkan unit tugasnya masing-
masing setiap jabatan memiliki fungsi dan wewenang masing-masing
yang berbeda satu samalainnya dalam pelaksanaan kerja organisasi.
Struktur Organisasi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provisi Banten selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
66
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari
hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan
teknik analisa data kualitatif. Dalam penelitian ini, mengenai Efektivitas
Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten (Studi Kasus di Kabupaten Serang
Provinsi Banten). Peneliti menggunakan teori mengenai Pendekatan
efektivitas organisasi Martani Huseini & S. B. Hari Lubis (2009 : 111-118)
yaitu:
1. Pendekatan Sasaran (goal approach)
2. Pendekatan Sumber (system resource approach)
3. Pendakatan Proses (internal process approach)
4. Pendakatan Gabungan
Selanjutnya karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka
dalam proses menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisa secara
bersamaan. Dalam penelitian ini, kata-kata dan tindakan orang-orang yang
diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama dicatat dalam
catatan tertulis atau memalui alat perekam yang peneliti gunakan selama
proses wawancara berlangsung. Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat
melakukan pengamatan berperanserta adalah berupa catatan lapangan
penelitian dan foto aktivitas orang-orang yang pemeliti amati. Alasan peneliti
menggunakan data berupa foto adalah karena foto dapat menghasilkan data
67
deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah dan
menganalisis obyek yang sedang diteliti melalui segi-segi subyektif.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, berdasarkan teknik
analisis data kualitatif data-data tersebut dianalisis selama penelitian ini
berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dilakukan reduksi untuk dapat
mencari tema dan pola serta di beri kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan
jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan
penelitian serta dilakukan kategorisasi. Dalam menyusun jawaban penelitian,
peneliti memberikan kode yaitu :
1. Kode Q1-1 – Q1-20 menandakan daftar urutan pertanyaan untuk penerima dana
hibah atau Lembaga/Yayasan.
2. Kode Q2-1 – Q2-20 menandakan daftar urutan pertanyaan untuk Staf Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi Banten.
3. Kode I1.1 – I1.3 menandakan daftar urut informan penerima dana hibah.
4. Kode I2.1 – I2.3 menandakan daftar unit informan Staf Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi Banten.
5. I3 menandakan daftar unit informan LSM
6. Kode S1 – S7 menandakan status informan.
Setelah memberikan kode-kode pada aspek tertentu yang berkaitan
dengan masalah penelitian sehingga tema dan polanya ditemukan, maka
dilakukan kategorisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan dari
penelitian di lapangan dengan membaca dan menelaah jawaban-jawaban
68
tersebut. Mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tidak
menggeneralisasikan jawaban penelitian.
4.2.2 Data Informan
Dalam penelitian Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di
Kabupaten Serang Provinsi Banten.pemilihan informan penelitiannya,
peneliti menggunakan teknik Purposive (sampel bertujuan). Adapun
informan-informan yang peneliti tentukan, merupakan orang-orang yang
menurut peneliti memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
karena mereka (informan) dalam kesehariannya senantiasa berurusan dengan
permasalahan yang sedang peneliti teliti.
Informan dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan Efektivitas Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten (Studi
Kasus di Kabupaten Serang Provinsi Banten). Berikut informan yang terlibat
dan menjadi objek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
69
Tabel 4.2
Data Informan
No Kode
Informan
Nama
Informan
Status Informan
1. I1.1 H. Murtado Kepala Lembaga/Yayasan
Madrasah Diniyah Awaliyah
Madarijul Ulum
2. I1.2 H. Iim
Muslim
Kepala Lembaga/Yayasan
Madrasah Diniyah Awaliyah
Darul Ihsan
3. I1.3 Mustopa
Idris
Kepala Lembaga/Yayasan
Islam AL-Fathir
4. I2.1 Iman
Sentosa, SE
Staf Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretarian Daerah
Provinsi Banten.
5. I2.2 Slamet
Riyadi
Staf Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretarian Daerah
Provinsi Banten
6. I2.3 Dadan
Romdani,
SE, MM
Staf Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretarian Daerah
Provinsi Banten
70
7. I3 M. Dadang LSM Laskar Merah Putih
4.3 Penyajian Data
Pembahasan pada penyajian data merupakan hasil analisis dan fakta yang
peneliti temukan dilapangan serta disesuaikan dengan teori yang digunakan.
Peneliti menggunakan teori Pendekatan efektivitas organisasi Martani Huseini &
S. B. Hari Lubis (2009 : 111-118) dalam bukunya Pengantar Teori Organisasi
dimana Teori Organisasi merupakan sebagai suatu proses yang menggambarkan
berdasarkan berbagai pendekatan dalam pengukuran Efektifitas Organisasi yaitu
Pendekatan Sasaran (goal approach), Pendekatan Sumber (system resource
approach), Pendakatan Proses (internal process approach), Pendakatan
Gabungan. Adapun pembahasan yang dapat peneliti paparkan sebagai berikut :
1) Pendekatan Sasaran (goal approach)
Pendekatan Sasaran dimulai dengan mengidentifikasikan sasaran
organisasi, dan mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran
tersebut. Pendekatan ini mencoba mengukur, sejauh mana organisasi berhasil
merealisasikan sasaran yang hendak dicapainya. Dimana pendekatan sasaran ini
adanya berbagai jenis output yang di hasilkan oleh organisasi.
Pertama, Koordinasi yang kurang dari pihak Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan, membuat
Lembaga/Yayasan harus sering ke Biro Kesra untuk komunikasi yang jelas
bagaimana kedepannya tentang dana hibah. Sesuai pernyataan I1.1:
71
“Paling dari orang-orang yang kenal aja di kesra koordinasi kitadapetnya”. (Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan MadrasahDiniyah Awaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk.H. Murtado)
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I1.2 :
“Koordinasi dari mana suka ga jelas, koordinasi dana hibah tuh adawaktu itu tim survey, eh kelanjutannya mana ga ada”. (Wawancaradengan Kepala Lembaga/Yayasan Madrasah Diniyah Awaliyah DarulIhsan, 4 Juli 2017, Pukul 10.15 WIB, Bpk. H. Iim Muslim)
Dapat terlihat dari pernyataan Lembaga/Yayasan diatas bahwa koordinasi
yang kurang dalam proses dana hibah merupakan hal yang tidak di inginkan oleh
pihak Lembaga/Yayasan sendiri, bahwa bagaimana koordinasi sangat diperlukan
dalam proses dana hibah. Akan tetapi adanya pihak ke 3 atau LSM juga
mengetahui bangaiman koordinasi itu berjalan
Diutarakan oleh I3 :
“Menurut apa yang saya ketahui bagaimana lembaga dan kesra itu salingmembutuhkan, karena apa yang ada dalam proses ini koordinasi yangsangat penting informasi akan selalu ada itu akan menunjang kelancaranprosesnya”. (Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018,Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam hal ini, dilihat bahwa bagaimana koordinasi akan berjalan bila
pihak Lembaga/Yayasan bisa saling menginformasikan satu sama lain dengan
adanya sinkronisasi dengan baik.
Kedua, bagaimana Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten bisa koordinasi dengan penerima dana hibah. Sesuai dengan pernyataan
I1.3 :
72
“Kalau saya sih menerima dengan jelas koordinasi apa-apanya mah,mungkin yang awal tadi saya bilang kita yang harus aktif untukmenanyakan ke kesra”. (Wawancara dengan Kepala Lembaga/YayasanIslam AL-Fathir, 6 Juli 2017, Pukul 13.30 WIB, Bpk. Mustopa Idris).
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Sebenernya gini loh. Koordinasi dibilang bisa atau tidak tergantungdengan pihak ke 1 dan ke 2 bagaimana perkembangan yang ada dalamsuatu hal masalah cepat di selesaikan”.(Wawancara dengan LSM LaskarMerah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
dalam hal ini bagaimana koordinasi menjadi hal penting dalam proses,
karena adanya kerjasama yang baik anatara Lembaga/ Yayasan dengan Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi Banten.
Ketiga, proses permohonan dana hibah Lembaga/Yayasan selalu
mengikuti dengan baik, karena kewajiban untuk melengkapi atau mengikuti SOP
yang ada. Sesuai dengan pernyataan I1.2 :
“Atuh mengikuti proses mah tapi karena ada saja alesan dari kesra tuh”.(Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan Madrasah DiniyahAwaliyah Darul Ihsan, 4 Juli 2017, Pukul 10.15 WIB, Bpk. H. IimMuslim).
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Lembaga yang saya tahu mereka sangat gesit akan mengikuti prosesatau alur sesuai dengan ketentuan pihak ke 1 atau kesra, karenalembaga/yayasan pasti sangat membutuhkan dana hibahtersebut”.(Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018,Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dapat di lihat dalam hal ini bagaimana Lembaga/ Yayasan selalu
mengikuti apa ketentuan dari pihak biro ,maka dari itu perkembangan yang baik
dalam suatu proses adalah keterkaitan yang aktif antara Lembaga/ Yayasan
dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi Banten.
73
Keempat, peraturan yang berubah membuat Lembaga/Yayasan menjadi
susah koordinasi, karena dari pihak Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten tidak cepat untuk memberi informasi akan adanya perubahan di
peraturan proses dana hibah. Sesuai dengan pernyataan I1.1 :
“Ah pusing yang namanya persyaratan berubah-berubah itu kan gara-gara peraturan . bikin ribet lah”. (Wawancara dengan KepalaLembaga/Yayasan Madrasah Diniyah Awaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk. H. Murtado).
Hal di atas bahwa Lembaga/ Yayasan sangat kebingungan atas adanya
perubahan yang sering terjadi dalam proses dana hibah, maka dari itu seharusnya
Lembaga/ Yayasan mengikuti saja apa yang di inginkan oleh pihak Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi Banten. sama halnya dengan
apa yang di sampaikan oleh LSM.
Di utarakan oleh I3:
“Nah ini yang sering terjadi masalah kecil menjadi besar, mengapa,karena pihak kesra tidak sering follow up bagaimana perubahan –perubahan yang ada di dalam alur proses tersebut, maka dari itukebanyakan pihak lembaga banyak meminta tolong kepada lsm untukmenanyakan langsung ke kesra”. (Wawancara dengan LSM Laskar MerahPutih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam hal ini keterkaitan LSM dengan Lembaga/ Yayasan adalah hal
penting, menga demikian, karena bagaimanapun LSM adlah jembatan untuk
berjalannya proses dana hibah yang baik.
Kelima, Menyesuaikan permasalahan yang ada Lembaga/Yayasan selalu
konfirmasi kepada Biro Kesra, sehingga apapun masalahnya Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten akan bisa membantu kelanjutannya.
Sesuai dengan pernyataan I1.1 :
74
“Paling konfirmasi terus apa saja yang harus kita lakukan selanjutnya”.(Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan Madrasah DiniyahAwaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk. H.Murtado).
Hal yang hamper sama diutarakan oleh I3:
“Yang saya tadi bilang, bagaimana pihak ke 1 dan ke 2 harus bekerjasama dengan baik harus selalu sering untuk berkomunikasi secara baik.Hingga tidak adanya keterlambatan pihak lembaga / yayasan yangmengikuti prosesnya”. (Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam penerimaan Dana Hibah perlu adanya Koordinasi, Proses,
Peraturan dan menyesuaikan permasalahan yang ada. Jadi bagaimana Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten bisa melakukan apa
yang harusnya dilakukan untuk keberlangsungannya proses dana hibah. Pada
temuan di lapangan Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten
Serang Provinsi Banten.sangat kurang dalam hal Koordinasi, Proses, Peraturan
dan menyesuaikan permasalahan yang ada.
Informasi yang di maksud adalah informasi yang dibutuhkan oleh
Lembaga/Yayasan untuk mengetahui kelanjutan dalam proses dana hibah yang
sedang di kelola oleh Biro Kesejahteraan Sekretariat Daerah Provinsi Banten.
Komunikasi yang seharusnya di bangun dengan baik oleh Biro Kesejahteraan
Sekretariat Daerah Provinsi Banten akan tetapi sangat lemah di lapangan dan
Lembaga/Yayasan sulit untuk koordinasi dengan baik bagaimana kelanjutan yang
harus di lakukan oleh Lembaga/Yayasan.
Efektivitas Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten dalam hal informasi
masih belum maksimal. Karena dari dua pernyataan terebut bisa dilihat bahwa
informasi sangat kurang bagi Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
75
Provinsi Banten dengan Lembaga/Yayasan yang menerima dana hibah.
Koordinasi yang kurang adalah bagaimana pihak Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan membuat
Lembaga/Yayasan harus sering ke Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten untuk komunikasi yang jelas bagaimana kedepannya tentang dana
hibah, informasi yang kurang di dapatkan oleh Lembaga/Yayasan adalah
bagaimana persyaratan atau peraturan yang berubah sering terjadi saat
keberlangsungannya proses dana hibah, saat ini peraturan yang di tetapkan adalah
Peraturan Gubernur Banten No. 6 Tahun 2016 tentang Standar Operasional
Prosedur Pengendalian Pelaksanaan Hibah dan Bantuan Sosial Pemerintahan
Provinsi Banten, bagaimana penerima dana hibah harus berbadan hukum.
Bagaimana tertera jelas alur proses yang sudah di tentukan dalam Peraturan
Gubernur untuk dana hibah.
Berbeda dengan pernyataan dari staf Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten bahwa bagaimana koordinasi itu berjalan
dengan baik. Sesuai dengan pernyataan I2.2 :
“Menurut saya kalau koordinasi harus bisa mempunyai karakterkomunikasi yang baik, sehingga atasan dan bawahan bias bantu satusama lain”. (Wawancara dengan Staf Biro Kesejahteraan RakyatSekretariat Daerah Provinsi Banten, 20 Juli 2017, Pukul 15.16 WIB, Bpk.Slamet Riyadi).
Koordinasi dalam Biro Kesejahteraan Sekretariat Daerah Provinsi Banten
sebagaimana staf yang menilai dan menjalankan untuk bagaimana proses
keberlangsungannya dana hibah yang di verifikasi oleh Biro Kesejahteraan
Sekretariat Daerah Provinsi Banten sangat baik dalam prosesnya bahwa untuk
76
Efektivitas Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten dalam hal koordinasi sangat
baik. Semua koordinasi di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten berjalan dengan lancar, bagaimana koordinasi itu berjalan karena satu
sama lain melengkapi. Tidak adanya kesibukan masing-masing dan koordinasi di
bangun untuk menyesuaikan bagaimana kinerja dan kefektifan kinerja di Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten.
Dalam hal ini pendekatan sasaran sangat kurang karena tidak adanya
kesesuain di Lembaga/Yayasan dan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten dan menimbulkan bagaimana koordinasi dan proses yang ada
tidak sesuai dengan keadaan di lapangan, koordinasi yang membuat kurang
maksimalnya dalam dana hibah adalah bagaimana harapan yang
Lembaga/Yayasan terima tidak sesuai dengan apa yang sudah di usahakan untuk
melengkapi persyaratan kedepannya dan membuat dana hibah tidak berjalan
lancar dengan hal itu koordinasi sangat di perlukan untuk membuat semua
berjalan dengan lancar, jangan hanya satu pihak yang merasa mendapatkan
koordinasi dengan baik.
2) Pendekatan Sumber (system resource approach)
Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan suatu
organisasi terhadap lingkungannya. Organisasi memang seharusnya mempunyai
hubungan yang erat dengan lingkungannya, karena dari lingkungan diperoleh
sumber-sumber yang merupakan input bagi organisasi, dan output yang dihasilkan
juga dilemparkan oleh organisasi kepada lingkungannya. Pengukuran efektifitas
dengan pendekatan sumber ini mampu memberikan alat ukur yang sama untuk
77
mengukur efektifitas berbagai organisasi yang jenisnya berbeda, yang tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan sasaran.
Pertama, Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
tidak mempunyai sosialisasi yang jelas di karenakan Lembaga/Yayasan tidak
sering menerima informasi langsung dari pihak Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten, sering di informasikan oleh pihak DPRD
Prov. Banten. Sesuai dengan pernyataan I1.3 :
“Menurut saya sosialisasi kurang, kebanyakan kan dari dewan kitamengajukan dana”. (Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan IslamAL-Fathir, 6 Juli 2017, Pukul 13.30 WIB, Bpk. Mustopa Idris).
Dapat terlihat dari pernyataan di atas bahwa sosialisasi yang jelas akan
menghasilkan kinerja proses dana hibah berjalan dengan lancar. Beda dengan
pernyataan I3:
“Menurut saya sosialisasi sih tidak perlu karena apa kesra adalah pihakke 1 yang sangat bisa memperkuat komunikasi akhir – akhir ini, mungkintidak ingin banyak kasus seperti dlu”. (Wawancara dengan LSM LaskarMerah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dapat terlihat di atas bagaimana pihak Lembaga/ Yayasan tidak ingin
melakukan koordinasi langsung dengan biro , maka dari itu bagaimana pihak
Lembaga/ Yayasan seharusnya bisa menempatkan posisi dengan baik, seperti
yang di utarakan oleh I3.
Kedua, Memanfaatkan peraturan yang sering berbeda Lembaga/Yayasan
bisa menyesuaikan dengan adanya peraturan tersebut sehingga Lembaga/Yayasan
tidak terlalu sulit untuk mengikuti proses yang ada. Sesuai dengan pernyataan I1.3
:
78
“Memanfaatkannya bisa aja kita sesuaikan dengan keadaan di kesra,mengikuti apa yang harus diikuti”. (Wawancara dengan KepalaLembaga/Yayasan Islam AL-Fathir, 6 Juli 2017, Pukul 13.30 WIB, Bpk.Mustopa Idris).
Dapat terlihat dari pernyataan di atas bagaimana Lembaga/Yayasan selalu
mengikuti apa yang sudah ditentukan di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Banten.
Hal yang hampir sama di utarakan oleh I3 :
“Yayasan harus bisa menempatkan apa yang seharusnya di tata denganrapih, dokumen atau persyaratan, karena apa peraturan itu kita harusbisa mengikuti dengan baik, kalau pihak lembaga tidak bisa mengikutibisa –bisa pergantian penerima hibah, mungkin”. (Wawancara denganLSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M.Dadang)
Dalam hal ini keadaan Lembaga/ Yayasan menjadi factor yang
berpengaruh dalam proses dana hibah, akan tetapi banyaknya Lembaga/ Yayasan
sangat malas untuk mengikuti apa yang sudah di tentukan oleh Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi Banten.
Ketiga, Lembaga/Yayasan untuk menyesuaikan dengan Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten adanya konfirmasi atau
koordinasi yang Lembaga/Yayasan perkuat, sehingga adanya keasalahan
Lembaga/Yayasan bisa langsung perbaiki. Sesuai dengan pernyataan I1.1 :
“Konfirmasi terus lah. Kalau ga gitu gimana kita dapatkan informasi”.(Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan Madrasah DiniyahAwaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk. H.Murtado).
Hal yang hampir sama di utarakan oleh I3 :
“Gampang ko, saya pernah membantu salah satu yayasan di kec.Pabuaran, tapi tidak dengan kesra dana hibahnya, dengan instansi lain.Menurut saya jangan sampai pihak yayasan mengecewakan instansi
79
tersebut karena kinerja mereka kita yang nilai dan sebaliknya hasil kitaakan mereka yang data. Maka dari itu jangan adanya miss komunikasidengan pihak instansi”. (Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih,17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam hal ini ketentuan yang sudah berlaku dalam proses dana hibah
Lembaga/ Yayasan harus mempunya strategi lain untuk mendapatkann konfirmasi
atau komunikasi dengan baik dengan pihak Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretarian Daerah Provinsi Banten. Maka dari itu adanya penyesuaian antara
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi Banten dan Lembaga/
Yayasan.
Keempat, Menyesuaikan peraturan yang ada Lembaga/Yayasan
memperkuat dalam hal persyaratan karena Lembaga/Yayasan hanya bisa fokus di
persyaratan untuk sampai dana hibah di realisasikan. Sesuai dengan pernyataan
I1.1 :
“Untuk kita dapat dana hibah yang kita harus mempunyai orang kesrayang dekat dengan kita, supaya kan kita terus diinformasikan sampaidapat dana hibah”. (Wawancara dengan Kepala Lembaga/YayasanMadrasah Diniyah Awaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30WIB, Bpk. H. Murtado)
Hal yang hampir sama di utarakan oleh I3 :
“Yang saya tadi bilang, bagaimanapun juga kalau kita selalu mengelakdengan apa ketentuan di kesra kita akan ketinggalan jauh dengan yayasanlain, maka dari itu teman - teman lsm banyak sering membantu untukprosesnya”. (Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018,Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam hal ini pernyataan di atas bahwa bagaimana Lembaga/ Yayasan
haru bisa bekerjasama dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah
Provinsi Banten lebih baik, karena suksesnya proses dana hibah tergantung dari
pihak Lembaga/ Yayasan untuk mengikuti Proses dengan baik.
80
Kelima, Tujuan Lembaga/Yayasan adalah bagaimana pihak Biro Kesra
terus memberikan informasi yang jelas, sehingga Lembaga/Yayasan bisa
semaksimal mungkin mengusahakan apa yang seharusnya sudah di tentukan dari
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten. Sesuai dengan
pernyataan I1.1 :
“Untuk kita dapat dana hibah yang kita harus mempunyai orang kesrayang dekat dengan kita, supaya kan kita terus diinformasikan sampaidapat dana hibah”. (Wawancara dengan Kepala Lembaga/YayasanMadrasah Diniyah Awaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30WIB, Bpk. H. Murtado).
Hal yang hampir sama diutaralan oleh I3 :
“Peraturan/ SOP sudah ada, yayasan tinggal melaksanakan tugasyayasan itu sendiri mau bagaimana pun pihak yayasan akan terlibatbanyak dalam prosesnya. Maka dari itu tujuan akan tercapai”.(Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15WIB, Bpk. M. Dadang)
Kemampuan untuk mendapatkan jenis sumber yang sama – sama
dibutuhkan merupakan alat untuk membandingkan efektifitas organisasi. Seperti
sosialisasi, pemanfaatan lingkungan yang sering berbeda dan keberhasilan yang
menjadi prioritas utama di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten yang harus dibangun oleh Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten untuk mendapatkan informasi langsung dalam sumber yang Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten perlukan yaitu
Lembaga/Yayasan yang tepat, sosialisasi yang dimaksud dalam pernyataan di atas
yaitu sosialisasi bagaimana komunikasi, koordinasi dari Biro Kesejahteraan
Sekretariat Daerah Provinsi Banten sangat kurang, dikarnakan Lembaga/Yayasan
yang selalu mengikuti atau menunggu informasi yang selanjutnya akan di terima.
81
Efektivitas Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten dalam hal sosialisasi,
pemanfaatan lingkungan yang sering berbeda dan keberhasilan yang menjadi
prioritas utama di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
disimpulkan bahwa Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten tidak mempunyai sosialisasi yang jelas di karenakan Lembaga/Yayasan
tidak sering menerima informasi langsung dari pihak Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten, tetapi sering di informasikan oleh pihak
DPRD Provinsi Banten. Lembaga/Yayasan untuk menyesuaikan dengan Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten adanya konfirmasi atau
koordinasi yang Lembaga/Yayasan perkuat, sehingga adanya keasalahan
Lembaga/Yayasan bisa langsung perbaiki.
Berbeda dengan pernyataan dari staf Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten bahwa bagaimana sosialisasi, pemanfaatan
lingkungan yang sering berbeda dan keberhasilan yang menjadi prioritas utama di
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten itu berjalan dengan
baik. Seperti yang di nyatakan oleh I2.3 :
“Mungkin yang bisa kita lakukan saling terbuka apa yang kurang kitacepat untuk memberitahu, Jangan sampai tidak ada komunikasi antarpihak kesra dan lembaga soalnya pasti tiba-tiba membutuhkan apapun ituuntuk lancarnya proses dana hibah”. (Wawancara dengan Staf BiroKesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, 19 Juli 2017,Pukul 09.15 WIB, Bpk. Dadan Romdani, SE, MM)
Dari penjelasan staf di Biro Kesejahteraan Sekretariat Daerah Provinsi
Banten kekurangan komunikasi itu tidak mungkin karena pihak Biro
Kesejahteraan Sekretariat Daerah Provinsi Banten selalu saling terbuka
bagaimana pemberitahuan yang harus Lembaga/Yayasan itu terima selalu pihak
82
Biro Kesejahteraan Sekretariat Daerah Provinsi Banten akan cepat
memberitahukan informasi yang cepat.
Hal yang hampir sama dinyatakan oleh I2.1 :
“Saling bantu satu sama lain, lembaga butuh kita, kita juga begitu agarbisa lebih terbuka, Mungkin kita bisa konfirmasi langsunglah, kan beda-beda tuh ya kita harus sabar”. (Wawancara dengan Staf BiroKesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, 19 Juli 2017,Pukul 09.58 WIB, Bpk. Iman Sentosa, SE)
Dapat terlihat dari kedua pernyataan diatas bahwa untuk Efektivitas
Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten dalam hal sosialisasi, pemanfaatan
lingkungan yang sering berbeda dan keberhasilan yang menjadi prioritas utama di
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten berjalan dengan
lancar dan mempunyai komunikasi dengan baik. Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten berusaha semaksimalmungkin untuk
keterbukaan dalam sosialisasi, karena dengan koordinasi yang baik akan
mempunyai hubungan erat dengan baik.
Komunikasi yang Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten manfaatkan untuk meningatkan bagaimana ada kesalahan atau kekurangan
dari Lembaga/Yayasan, Biro Kesra bisa menyesuaikan mana yang seharusnya
menerima dana hibah dan tidak, adanya tim survey dari Biro Kesra maka dari itu
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten bisa tepat.
Dalam hal ini pendekatan sumber sangat kurang karena tidak adanya
kesesuain di Lembaga/Yayasan dan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten dan menimbulkan bagaimana sosialisasi, pemanfaatan
lingkungan yang sering berbeda dan keberhasilan yang menjadi prioritas utama di
83
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten tidak sesuai
dengan keadaan di lapangan. Memperkuat sosialisai dalam proses dana hibah akan
menjadi keberlangsungan proses dana hibah dengan baik dan lancar tidak adanya
kesalahpahaman bagi kedua belah pihak.
3) Pendekatan Proses (internal process approach)
Pendekatan proses memandang efektifitas sebagai tingkat efisiensi dan
kondisi organisasi internal. Pendekatan ini berpandangan bahwa pada organisasi
yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar, karyawan bekerja dengan
gembira dan merasa puas, kegiatan setiap bagian terkoordinasi secara baik dengan
produktifitas yang tinggi.
Pertama, Lembaga/Yayasan mempunyai koordinasi yang terbuka karena
adanya konfirmasi atau komunikasi yang di utamakan. Sesuai dengan pernyataan
I1.2 :
“Komunikasi aja paling yang kita kuatkan”. (Wawancara dengan KepalaLembaga/Yayasan Madrasah Diniyah Awaliyah Darul Ihsan, 4 Juli 2017,Pukul 10.15 WIB, Bpk. H. Iim Muslim).
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Koordinasi yang terbuka itu menurut saya banyak hal yang harus difollow up, karena kesra tidak hanya satu untuk menangani yayasan,solusinya yang dari awal saya bilang bagaimana yayasan bisa jemputbola”. (Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018, Pukul21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam hal ini bagaimana komunikasi mempunyai kekuatan tersendiri,
komunikasi dengan baik akan timbul dengan apa yang Lembaga/ Yayasan
harapkan sesuai dengan ketentuan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah
Provinsi Banten.
84
Kedua, Proses dana hibah berjalan lancar karena persyaratan dari
Lembaga/Yayasan yang lengkap dan selalu mengikuti proses yang ada. Sesuai
dengan pernyataan I1.1 :
“Karena kita mengikuti persyaratan yang ada, ya proses pasti berjalanlancer”. (Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan MadrasahDiniyah Awaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk.H. Murtado).
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Yayasan dan kesra saling sinkronisasi atau kerjasama dengan baik,banyak pihak yayasan dan kesra takut akan teman – teman kamimembantu, karena apa banyak yang meminta uang rokok, padahal disitukami menjadi jembatan untuk melancarkan proses dana hibah tersebut”.(Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam hal ini LSM hanya membantu dalam proses dana hibah supaya
berjalan dengan lancar, dan tidak adanya factor lain dalam hal keterkaitan LSM
dengan proses dana hibah.
Ketiga, Komunikasi Kepala Biro Kesra dengan Lembaga/Yayasan tidak
begitu dekat karena banyaknya Lembaga/Yayasan selalu komunikasi dengan staf-
staf di Biro Kesra. Sesuai dengan pernyataan I1.3 :
“Kalau dengan kepala sih ga pernah ketemu, dengan tim survey atau staf-staf yang ada di kesra saja bisa ketemu”. (Wawancara dengan KepalaLembaga/Yayasan Islam AL-Fathir, 6 Juli 2017, Pukul 13.30 WIB, Bpk.Mustopa Idris).
Hal yang hampir sama dinyatakan oleh I1.1 :
“Susah untuk konmunikasi dengan kepala biro mah, susah dideketinkomunikasih mah paling dari orang yang kenal aja di kesra, paling stafkesra”. (Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan MadrasahDiniyah Awaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk.H. Murtado).
85
Keempat, Yang paling di fokuskan di Lembaga/Yayasan untuk
keberlangsungan proses dana hibah yaitu persyaratan dan SOP. Sesuai dengan
pernyataan I1.1 :
“Persyaratan aja yang kita persiapkan ga harus ribet sih padahal mah”.(Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan Madrasah DiniyahAwaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk. H.Murtado).
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Yang tadi saya bilang, Peraturan/ SOP sudah ada, yayasan tinggalmelaksanakan tugas yayasan itu sendiri mau bagaimana pun pihakyayasan akan terlibat banyak dalam prosesnya”. (Wawancara denganLSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M.Dadang).Kelima, Lembaga/Yayasan bekerjasama dengan Biro Kesra dengan factor
kedekatan bagi Lembaga/Yayasan dan Biro Kesra. Sesuai dengan pernyataan I1.1 :
“Karena factor kedekatan dengan orang kesra paling kita bisa lah kalauudah cair mah ngasih dikit-dikit keorang yang kita kenal di kesra”.(Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan Madrasah DiniyahAwaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk. H.Murtado.
Berbeda dengan yang di utarakan oleh I3:
“Adanya teman – teman dari kami, kami bisa membantu denganmenjembatani yayasan dengan kesra. Tetapi mengapa kebanyakanyayasan tidak ingin di bantu oleh kami, mereka masih berfikir lsm hanyameminta uang hibah tidak membantu dengan baik. Padahal tidakdemikian, emang banyak oknum seperti itu, tetapi lsm yang sudah kenaldengan pihak yayasan dan yayasan menerima kita dengan baik, kita punakan baik ke pihak yayasan, tidak akan adanya negatif didalamnya”.(Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15WIB, Bpk. M. Dadang)
86
Dalam hal ini LSM hanya ingin membantu Lembaga/ Yayasan dengan
pelaksanaan dana hibah secara benar. Akan tetapi Lembaga/ Yayasan banyak
yang tidak ingin LSM mengikuti alur proses dana hibah.
Pendekatan proses mengutamakan adanya proses, bekerjasama dengan
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten. Berbagai
pernyataan tentang proses, bekerjasama dengan Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi, Yayasan/Lembaga selalu mengikuti persyaratan yang
ada karena Lembaga/Yayasan tidak ingin adanya kesulitan atau kendala dalam
proses dana hibah. Efektivitas Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten dalam hal
proses, bekerjasama dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten apa yang sering terjadi dapat di simpulkan Lembaga/Yayasan
mempunyai koordinasi yang terbuka karena adanya konfirmasi atau komunikasi
yang di utamakan, proses dana hibah berjalan lancar karena persyaratan dari
Lembaga/Yayasan yang lengkap dan selalu mengikuti proses yang ada, yang
paling di fokuskan di Lembaga/Yayasan untuk keberlangsungan proses dana
hibah yaitu persyaratan dan SOP.
Berbeda dengan pernyataan dari staf Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten bahwa bagaimana proses, bekerjasama dengan
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten. Seperti yang di
nyatakan oleh I2.1 :
“SOP yang berlaku, dan kita harus mempunyai kedekatan tadi, apapunyang terjadi kita harus bisa bekerjasama dengan baik, terlambatnyapengumpulan persyaratan yang ada paling”. (Wawancara dengan StafBiro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, 19 Juli2017, Pukul 09.58 WIB, Bpk. Iman Sentosa, SE).
87
Hal yang hampir sama dinyatakan oleh I2.2 :
“Tahap SOP yang benar, mungkin kita harus sering infokan apasaja yangdibutuhkan dikesra untuk lancarnya pencairan dana hibah, seringnya sihlembaga yang tidak sabar menerima uang, dan persyaratan-persyaratanyang belum memenuhi atau lambat”. (Wawancara dengan Staf BiroKesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, 20 Juli 2017,Pukul 15.16 WIB, Bpk. Slamet Riyadi)
Dapat terlihat dari kedua pernyataan diatas bahwa untuk Efektivitas
Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten dalam hal proses, bekerjasama dengan
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten dapat di simpulkan
yang paling di fokuskan untuk keberlangsungan proses dana hibah hanya SOP
atau persyaratan yang sudah di tentukan, bekerjasama dengan Lembaga/Yayasan
dengan baik yaitu informasi yang terus berjalan dan koordinasi yang selalu di
butuhkan.
Dalam hal ini pendekatan proses , bekerjasama dengan Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten terhadap Lembaga/Yayasan bisa
dibilang ada kekurangan dan kelebihannya, karena Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan Lembaga/Yayasan mempunyai peran
masing-masing dan saling membutuhkan satu sama lain bagaimana kelangsungan
proses dana hibah akan berjalan dengan lancar apabila adanya proses yang baik
dan bekerjasama dengan optimal.
4) Pendekatan Gabungan
Pengukuran efektifitas organisasi dengan pendekatan gabungan ini akan
mencangkup pengukuran pada sisi input, efesiensi proses transformasi, dan
keberhasilan dalam mencapai sasaran output.
88
Pertama, Kelemahan yang sering terjadi yaitu persyaratan yang kurang,
komunikasi yang kurang, keefektifan yang kurang. Sesuai dengan pernyataan I1.3 :
“Kebanyakan orang-orang kesra ataupun siapa yang berperan di hibahkebanyakan ga suka ngabarin kalau ada apa-apa yang kurang, kalauudah cair mah baru pada ngontek, namamya juga orang”. (Wawancaradengan Kepala Lembaga/Yayasan Islam AL-Fathir, 6 Juli 2017, Pukul13.30 WIB, Bpk. Mustopa Idris).
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Yang saya lihat atau alami dengan berbagai macam kelemahan.Yayasan tidak ingin ribet dengan prosesnya, ingin dana hibah turunsecepatnya.1. Kesra tidak sering follow up masalah yang ada2. Yayasan dan kesra tidak selalu komunikasi dengan baik. Seperti,
kekurangan dari pihak yayasan, kesra tidak secepatnyamenginformasikan kepada pihak yayasan”. (Wawancara dengan LSMLaskar Merah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam hal ini komunikasi antara Lembaga/ Yayasan dengan Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi Banten tidak selalu berjalan
dengan baik, karena dalam hal ini tidak ada kepercayaan satu sama lain.
Kedua, Lembaga/Yayasan bisa menyesuaikan keadaan dilapangan dengan
Biro Kesra yaitu adanya kebutuhan satu sama lain. Sesuai dengan pernyataan I1.2 :
“Kebanyakan kita yang menyesuaikan sih, kita yang butuh ini”.(Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan Madrasah DiniyahAwaliyah Darul Ihsan, 4 Juli 2017, Pukul 10.15 WIB, Bpk. H. IimMuslim).
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Gampang ko, yayasan dan kesra bekerjasama dengan baik, tidak selaluyayasan yang jemput bola ke kesra dan sebaliknya kesra harus bisamenyesuaikan perbedaan yayasan”. (Wawancara dengan LSM LaskarMerah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
89
Dalam hal ini bagaimana Lembaga/ Yayasan bisa bekerjasama dengan
baik dengan pihak Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretarian Daerah Provinsi
Banten, hasilnya akan baik jika adanya kerjasama dengan maksimal.
Ketiga, SOP yang menjadi prioritas utama untuk keberlangsungan proses
dana hibah. Sesuai dengan pernyataan I1.1 :
“Iya kan tadinya saya tidak tahu bahwa saya bisa masuk proposal sayakekesra, karena kan saya ngasihnya ke dewan, itu tuh hasan maksudi.Karena ada staf dari kesra ya udah kita konfirmasi terus apa yang kitalakukan”. (Wawancara dengan Kepala Lembaga/Yayasan MadrasahDiniyah Awaliyah Madarijul Ulum, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB, Bpk.H. Murtado).
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Menurut saya, kebanyakan yayasan mengikuti dengan baik, yang pernahsaya alami membantu yayasan yang ada di kec. Pabuaran yayasanmemang membutuhkan adanya bantuan dana hibah maka dari itu mautidak mau yayasan harus semaksimal mungkin untuk mengikuti alurproses yang ada”. (Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Dalam hal ini bagaimana pihak Lembaga/ Yayasan bisa semaksimal
mungkin untuk mengikuti proses yang sedang berjalan, karena suksesnya proses
dana hibah bergantung dalam Lembaga/ Yayasan dan Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretarian Daerah Provinsi Banten.
Keempat, Lembaga/Yayasan selalu mengikuti proses yang ada karena
Lembaga/Yayasan memerlukan dana hibah untuk pembangunan. Sesuai dengan
pernyataan I1.2 :
“Saya mah mengikuti proses terus, ga ada yang ga, karena kalau kita gamengikuti proses bisa jadi kita terlambat untuk tahap selanjutnya.Tertinggal oleh yang lain”. (Wawancara dengan KepalaLembaga/Yayasan Madrasah Diniyah Awaliyah Darul Ihsan, 4 Juli 2017,Pukul 10.15 WIB, Bpk. H. Iim Muslim).
90
Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3 :
“Kebanyakan Yayasan sangat komit akan proses yang sudah di tentukan.Karena bagaimanapun proses tersebut yayasan dan kesra berpengaruhsatu sama lain. Yayasan butuh dana hibah, dan kesra butuh penyalurandana hibah dengan baik dan realisasi dengan baik”. (Wawancara denganLSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018, Pukul 21.15 WIB, Bpk. M.Dadang)
Dalam hal ini bagaimana keterkaitan Lembaga/ Yayasan sangatlah
penting, dana hibah dari biro akan berjalan dengan lancar jika Lembaga/ Yayasan
mengikuti proses yang sudah di tentukan.
Kelima, Lembaga/Yayasan yang menjadi patokan bahwa keberhasilan
Biro Kesra untuk meningkatkan kinerja Biro Kesra. Sesuai dengan pernyataan I1.3
:
“Ya bisa jadi mungkin, karena kita yang membutuhkan pembangunan,bagaimana yayasan ini maju dengan bantuan dana hibah pasti bakal adahasil yang baik kedepannya.”. (Wawancara dengan KepalaLembaga/Yayasan Islam AL-Fathir, 6 Juli 2017, Pukul 13.30 WIB, Bpk.Mustopa Idris).
Berbeda dengan yang di sampaikan oleh I3 :
“Menurut saya ada yang tepat ada juga yang tidak. Mengapa demikian,karena pemerintah umumnya banyak memberikan dana hibah tersebutkepada yayasan yang sudah berkembang atau maju. Tidak inginmembantu yang benar – benar membutuhkan pembangunan yayasan itusendiri”. (Wawancara dengan LSM Laskar Merah Putih, 17 Juli 2018,Pukul 21.15 WIB, Bpk. M. Dadang)
Bagaimana Lembaga/Yayasan bisa menyesuaikan keadaan dilapangan
dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan
Lembaga/Yayasan apakah mengikuti alur proses dana hibah sesuai dengan SOP.
Dalam proses pengajuan proposal Lembaga/Yayasan adanya kelangsungan
berkomunikasi dengan DPRD Provinsi Banten yang dilimpahkan kepada Biro
91
Kesejahteraan Sekretariat Daerah Provinsi Banten yang akan di proses dalam
bentuk dana hibah. Bagaimana Lembag/Yayasan tidak tahu bahwa proposal yang
di ajukan tersebut di proses oleh Biro Kesejahteraan Sekretariat Daerah Provinsi
Banten. SOP yang akan mengantarkan kejenjang yang selanjutnya apabila
Lembaga/Yayasan mengikuti proses dana hibah tersebut.
Efektivitas Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten dalam hal bagaimana
Lembaga/Yayasan bisa menyesuaikan keadaan dilapangan dengan Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan Lembaga/Yayasan
apakah mengikuti alur proses dana hibah sesuai dengan SOP. Dapat disimpulkan
bahwa Lembaga/Yayasan bisa menyesuaikan keadaan dilapangan dengan Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten yaitu adanya kebutuhan
satu sama lain, SOP yang menjadi prioritas utama untuk keberlangsungan proses
dana hibah.
Berbeda dengan pernyataan dari staf Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten bahwa bagaimana Lembaga/Yayasan bisa
menyesuaikan keadaan dilapangan dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Banten dan Lembaga/Yayasan apakah mengikuti alur proses dana
hibah sesuai dengan SOP. Seperti yang di nyatakan oleh I2.1 :
“Kalo SOP yaitu tuntutan bagi kita dan lembaga, jadi proses yang adakebanyakan sih sesuai dan koordinasi yang harus kuat, kebanyakanlembaga mengikuti proses yang ada, karena mereka juga butuh untukpembangunan lembaganya”. (Wawancara dengan Staf BiroKesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, 19 Juli 2017,Pukul 09.58 WIB, Bpk. Iman Sentosa, SE).
Hal yang hampir sama dinyatakan oleh I2.2 :
92
“Ada yang mengikuti dengan benar ada juga yang tidak, suka lamamemberikan persyaratan, kalau kita kira-kira dengan persen sih paling80% lah, sukanya kita yang bantu sisa-sisanya”. (Wawancara dengan StafBiro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, 20 Juli2017, Pukul 15.16 WIB, Bpk. Slamet Riyadi).
Dapat terlihat dari kedua pernyataan diatas bahwa untuk Efektivitas
Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten dalam hal bagaimana Lembaga/Yayasan
bisa menyesuaikan keadaan dilapangan dengan Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan Lembaga/Yayasan apakah mengikuti alur
proses dana hibah sesuai dengan SOP. Dapat disimpulkan bahwa SOP menjadi
prioritas untuk proses dana hibah, Lembaga/Yayasan yang sering terlambat
memberikan persyaratan atau tidak memenuhi SOP yang ada tim dari Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten memberikan informasi
langsung, Mengikuti proses adalah kewajiban untuk Lembaga/Yayasan. Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten selalu membantu akan
adanya kekurangan dalam proses dana hibah, dan selalu konfirmasi cepat terhadap
Lembaga/Yayasan.
Dalam hal ini pendekatan gabungan bisa di lihat bagaimana dari proses
input sampai output berjalan dengan lancar walaupun ada sedikit hal-hal yang
mengakibatkan keterlambatan dalam pengumpulan persyaratan, dan SOP yang
sering berubah-rubah membuat Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten dan Lembaga/Yayasan menjadi sulit untuk konfirmasi atau
koordinasi dimana perubahan yang sering membuat proses dana hibah terlambat.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
93
Langkah selanjutnya dalam proses analisis data adalah melakukan
kegiatan interpretasi hasil penelitian, interpretasi hasil penelitian merupakan
penafsiran terhadap hasil akhir dalam melakukan pengujian data dengan teori
konsep para ahli sehingga bisa mengembangkan teori atau bahkan menemukan
teori baru serta mendeskripsikan dari hasil data dan fakta dilapangan. Peneliti
dalam hal ini menghubungkan temuan hasil penelitian dilapangan dengan dasar
operasional yang telah di tetapkan sejak awal, dalam hal ini adalah teori
pendekatan efektivitas organisasi oleh Martani Huseini & S. B. Hari Lubis (2009 :
111-118).
Ada empat kriteria yang dapat menjelaskan suatu efektifitas dapat
dikatakan berhasil atau tidak dalam proses efektifitas organisasi yaitu pendekatan
sasaran (goal approach), pendekatan sumber (system resource approach),
pendakatan proses (internal process approach), pendakatan gabungan. Adapun
temuan yang di dapatkan dalam penelitian Efektivitas Pengelolaan Pemberian
Hibah di Kabupaten Serang Provinsi Banten adalah sebagai berikut :
Pertama, pada kriteria yang pertama yaitu pendekatan sasaran (goal
approach) yang berkaitan dengan Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di
Kabupaten Serang Provinsi Banten.sangat kurang dalam hal Koordinasi, Proses,
Peraturan dan menyesuaikan permasalahan yang ada. Temuan dilapangan terlihat
bahwa hal ini pendekatan sasaran sangat kurang, karena tidak adanya kesesuain di
Lembaga/Yayasan dan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten dan menimbulkan bagaimana koordinasi, proses, peraturan dan
menyesuaikan permasalahn yang ada tidak sesuai dengan keadaan di lapangan.
94
Bagaimana koordinasi yang sangat kurang didalam dana hibah bagaimana Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten tidak selalu
memberikan informasi yang berkelanjutan dengan cepat kepada pihak
Lembaga/Yayasan maka dari itu proses penerimaan dana hibah tidak berjalan
dengan lancer dan beriringan dengan peraturan SOP yang sering berubah – ubah
kesulitan pihak Lembaga/Yayasan untuk mempercepat pengumpulan persyaratan
– persyaratan yang sudah di tentukan.
Kedua, pada kriteria yang kedua yaitu pendekatan sumber (system
resource approach) yang berkaitan dengan sosialisasi, pemanfaatan lingkungan
yang sering berbeda dan keberhasilan yang menjadi prioritas utama di Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten yang harus dibangun
oleh Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten untuk
mendapatkan informasi langsung dalam sumber yang Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten perlukan yaitu Lembaga/Yayasan yang tepat.
Temuan dilapangan terlihat bahwa hal ini pendekatan sumber sangat kurang
karena tidak adanya kesesuain di Lembaga/Yayasan dan Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan menimbulkan bagaimana
sosialisasi, pemanfaatan lingkungan yang sering berbeda dan keberhasilan yang
menjadi prioritas utama di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten tidak sesuai dengan keadaan di lapangan, yang sangat diperlukan oleh
pihak Lembaga/Yayasan adalah sosialisasi seperti dengan pendekatan sasaran
yaitu jelas akan infomasi yang akurat supaya pihak Lembaga/Yayasan selalu bias
mengondisikan bagaimana kelanjutan dana hibah.
95
Ketiga, pada kriteria yang ketiga yaitu pendakatan proses (internal process
approach) yang berkaitan dengan pendekatan proses mengutamakan adanya
proses, bekerjasama dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten. Temuan dilapangan terlihat bahwa hal ini pendekatan proses ,
bekerjasama dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten terhadap Lembaga/Yayasan bisa dibilang ada kekurangan dan
kelebihannya, karena Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten dan Lembaga/Yayasan mempunyai peran masing-masing dan saling
membutuhkan satu sama lain bagaimana kelangsungan proses dana hibah akan
berjalan dengan lancar apabila adanya proses yang baik dan bekerjasama dengan
optimal, seperti pendekatan sasaran yang harus dikuatkan, pendekatan sumber
yang harus dikunakan. Karena, bagaimanapun pihak Lembaga/Yayayasan
membutuhkan kerjasama yang baik dan sebaliknya, dalam hal ini akan
menimbulkan terkoordinasi secara baik dengan produktivitas yang tinggi.
Keempat, pada kriteria yang keempat yaitu bagaimana Lembaga/Yayasan
bisa menyesuaikan keadaan dilapangan dengan Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan Lembaga/Yayasan apakah mengikuti alur
proses dana hibah sesuai dengan SOP. Temuan dilapangan terlihat bahwa hal ini
pendekatan gabungan bisa di lihat bagaimana dari proses input sampai output
berjalan dengan lancar walaupun ada sedikit hal-hal yang mengakibatkan
keterlambatan dalam pengumpulan persyaratan, dan SOP yang sering berubah-
rubah membuat Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
dan Lembaga/Yayasan menjadi sulit untuk konfirmasi atau koordinasi dimana
96
perubahan yang sering membuat proses dana hibah terlambat, seperti yang sudah
dibahas di pendeatan sasaran, pendekatana sumber dan perndekatan proses, hal ini
menyatakan bahwa bagaimana mencangkup pada sisi input, efesiensi proses
tranformasi, dan keberhasilan dalam mencapai sasaran output.
96
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai Efektivitas Pengelolaan Pemberian
Hibah di Kabupaten Serang Provinsi Banten, menggunakan teknik analisis
melakukan kegiatan interpretasi hasil penelitian, interpretasi hasil penelitian
merupakan penafsiran terhadap hasil akhir dalam melakukan pengujian data
dengan teori konsep para ahli sehingga bisa mengembangkan teori atau bahkan
menemukan teori baru serta mendeskripsikan dari hasil data dan fakta dilapangan.
Peneliti dalam hal ini menghubungkan temuan hasil penelitian dilapangan dengan
dasar operasional yang telah di tetapkan sejak awal, dalam hal ini adalah teori
pendekatan efektivitas organisasi oleh Martani Huseini & S. B. Hari Lubis (2009 :
111-118).
Ada empat kriteria yang dapat menjelaskan suatu efektifitas dapat
dikatakan berhasil atau tidak dalam proses efektifitas organisasi yaitu pendekatan
sasaran (goal approach), pendekatan sumber (system resource approach),
pendakatan proses (internal process approach), pendakatan gabungan. Adapun
temuan yang di dapatkan dalam penelitian Efektivitas Pengelolaan Pemberian
Hibah di Kabupaten Serang Provinsi Banten adalah sebagai berikut :
1. Pada kriteria yang pertama yaitu pendekatan sasaran (goal approach)
yang berkaitan dengan Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di
Kabupaten Serang Provinsi Banten sangat kurang dalam hal
97
Koordinasi, Proses, Peraturan dan menyesuaikan permasalahan yang
ada. Temuan dilapangan terlihat bahwa hal ini pendekatan sasaran
sangat kurang, karena tidak adanya kesesuain di Lembaga/Yayasan
dan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan
menimbulkan bagaimana koordinasi dan proses yang ada tidak sesuai
dengan keadaan di lapangan.
2. Pada kriteria yang kedua yaitu pendekatan sumber (system resource
approach) yang berkaitan dengan sosialisasi, pemanfaatan lingkungan
yang sering berbeda dan keberhasilan yang menjadi prioritas utama di
Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten yang
harus dibangun oleh Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Provinsi Banten untuk mendapatkan informasi langsung dalam sumber
yang Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
perlukan yaitu Lembaga/Yayasan yang tepat. Temuan dilapangan
terlihat bahwa hal ini pendekatan sumber sangat kurang karena tidak
adanya kesesuain di Lembaga/Yayasan dan Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan menimbulkan bagaimana
sosialisasi, pemanfaatan lingkungan yang sering berbeda dan
keberhasilan yang menjadi prioritas utama di Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten tidak sesuai dengan
keadaan di lapangan.
3. Pada kriteria yang ketiga yaitu pendakatan proses (internal process
approach) yang berkaitan dengan pendekatan proses mengutamakan
98
adanya proses, bekerjasama dengan Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten. Temuan dilapangan terlihat bahwa
hal ini pendekatan proses , bekerjasama dengan Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten terhadap
Lembaga/Yayasan bisa dibilang ada kekurangan dan kelebihannya,
karena Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
dan Lembaga/Yayasan mempunyai peran masing-masing dan saling
membutuhkan satu sama lain bagaimana kelangsungan proses dana
hibah akan berjalan dengan lancar apabila adanya proses yang baik dan
bekerjasama dengan optimal.
4. Pada kriteria yang keempat yaitu bagaimana Lembaga/Yayasan bisa
menyesuaikan keadaan dilapangan dengan Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dan Lembaga/Yayasan apakah
mengikuti alur proses dana hibah sesuai dengan SOP. Temuan
dilapangan terlihat bahwa hal ini pendekatan gabungan bisa di lihat
bagaimana dari proses input sampai output berjalan dengan lancar
walaupun ada sedikit hal-hal yang mengakibatkan keterlambatan
dalam pengumpulan persyaratan, dan SOP yang sering berubah-rubah
membuat Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi
Banten dan Lembaga/Yayasan menjadi sulit untuk konfirmasi atau
koordinasi dimana perubahan yang sering membuat proses dana hibah
terlambat.
99
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa Biro Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Provinsi Banten kurang optimal dalam melakukan hal
Koordinasi, Proses, Peraturan, menyesuaikan permasalahan yang ada, sosialisasi,
pemanfaatan lingkungan yang sering berbeda, menyesuaikan keadaan dilapangan,
maka dari itu tidak adanya kesesuain di Lembaga/ Yayasan dan Biro
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Efektivitas Pengelolaan Pemberian
Hibah di Kabupaten Serang Provinsi Banten, maka peneliti mencoba memberikan
saran atau masukan dari hasil penelitiannya agar dapat membantu dalam
menyelenggarakan Efektivitas Pengelolaan Dana Hibah Provinsi Banten sebagai
berikut :
1. Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang
Provinsi Banten diupayakan lebih memperhatikan hal Koordinasi,
Proses, Peraturan dan menyesuaikan permasalahan yang ada.
2. Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang
Provinsi Banten diupayakan lebih memperhatikan hal yang berkaitan
dengan sosialisasi, pemanfaatan lingkungan yang sering berbeda dan
keberhasilan yang menjadi prioritas utama di Biro Kesejahteraan
Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten.
3. Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang
Provinsi Banten diupayakan lebih memperhatikan hal yang berkaitan
dengan pendekatan proses mengutamakan adanya proses, bekerjasama
100
dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten
dan Lembaga/Yayasan.
4. Efektivitas Pengelolaan Pemberian Hibah di Kabupaten Serang
Provinsi Banten pada hal ini Lembaga/Yayasan bisa menyesuaikan
keadaan dilapangan dengan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Provinsi Banten dalam mengikuti alur proses dana hibah sesuai
dengan SOP.
LAMPIRAN
- 1 -
PERATURAN GUBERNUR BANTENNOMOR 27 TAHUN 2011
TENTANGPEDOMAN PENGELOLAAN
PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANTEN,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah danBantuan Sosial Yang Bersumber Dari AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah, diperlukan acuanyang dibakukan secara menyeluruh gunapenyeragaman dan tertib administrasi dalampengelolaan pemberian hibah dan bantuan sosial;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud pada huruf a, perlu menetapkan PeraturanGubernur tentang Pedoman Pengelolaan PemberianHibah dan Bantuan Sosial;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentangOrganisasi Kemasyarakatan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dariKorupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentangPembentukan Propinsi Banten (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 47, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
- 2 -
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerbendaharaan Negara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4355);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhirdengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008tentang Perubahan Kedua Atas Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentangSistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4456);
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentangKesejahteraan Sosial (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2009 Nomor 12, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentangHibah Kepada Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 139, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentangPengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4578);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antaraPemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi danPemerintah Daerah Kabupaten/Kota (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentangTata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri danPenerimaan Hibah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2011 Nomor 23, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
- 3 -
13. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentangPengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimanatelah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35Tahun 2011 tentang Perubahan Atas PeraturanPresiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang PengadaanBarang/Jasa Pemerintah;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerahsebagaimana telah diubah terakhir dengan PeraturanMenteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentangPerubahan Kedua Atas Peraturan Menteri DalamNegeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang PedomanPengelolaan Keuangan Daerah;
15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor168/PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah danBantuan Sosial Yang Bersumber Dari AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah;
17. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 7 Tahun2006 tentang Pokok-pokok Pengelolaan KeuanganDaerah Provinsi Banten (Lembaran Daerah ProvinsiBanten Tahun 2006 Nomor 48, Tambahan LembaranDaerah Provinsi Banten Nomor 2 Seri E).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEDOMANPENGELOLAAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUANSOSIAL.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Banten.2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerahmenurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomiseluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan RepublikIndonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah gubernur dan perangkat daerah sebagaiunsur penyelenggara pemerintahan daerah.
- 4 -
4. Pemerintah daerah lainnya adalah daerah otonom hasil pemekarandaerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
5. Gubernur adalah Gubernur Banten.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalahLembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggarapemerintahan daerah.
7. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Banten.
8. Biro Administrasi Pembangunan adalah Biro AdministrasiPembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Banten.
9. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah selanjutnya disingkatBappeda adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ProvinsiBanten.
10. Dinas Sosial adalah Dinas Sosial Provinsi Banten.
11. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalahperangkat daerah pada pemerintah daerah selaku penggunaanggaran/pengguna barang.
12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkatAPBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yangdibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
13. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selanjutnya disingkatSKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selakupengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakanpengelolaan keuangan daerah.
14. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerahselanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perancanaan danpenganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanjaprogram dan kegiatan serta rencana pembiayaan sebagai dasarpenyusunan APBD.
15. Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerahselanjutnya disingkat RKA-PPKD adalah rencana kerja dan anggaranbadan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selaku BendaharaUmum Daerah.
16. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerahselanjutnya disingkat DPA-SKPD adalah dokumen yang memuatpendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasarpelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.
- 5 -
17. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerahselanjutnya disingkat DPA-PPKD adalah dokumen pelaksanaananggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selakuBendahara Umum Daerah.
18. Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Satuan Kerja PerangkatDaerah selanjutnya disingkat DPPA-SKPD adalah dokumen yangmemuat perubahan pendapatan, belanja dan pembiayaan yangdigunakan sebagai dasar pelaksanaan perubahan anggaran olehpengguna anggaran.
19. Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Pejabat PengelolaKeuangan Daerah selanjutnya disingkat DPPA-PPKD adalah dokumenyang memuat perubahan pendapatan, belanja dan pembiayaan yangdigunakan sebagai dasar pelaksanaan perubahan anggaran olehpengguna anggaran.
20. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalamrangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilaidengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yangberhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
21. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang,meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
22. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Gubernuryang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakankeseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
23. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selanjutnya disingkat PPKDadalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yangselanjutnya disebut dengan kepala Satuan Kerja Pengelola KeuanganDaerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah dan bertindak sebagai BendaharaUmum Daerah.
24. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenanganpenggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsisatuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
25. Kuasa Pengguna Anggaran selanjutnya disingkat KPA adalah pejabatyang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenanganpengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsisatuan kerja perangkat daerah.
26. Bendahara Umum Daerah selanjutnya disingkat BUD adalah PejabatPengelola Keuangan Daerah yang bertindak dalam kapasitas sebagaibendahara umum daerah.
27. Kuasa Bendahara Umum Daerah selanjutnya disingkat Kuasa BUDadalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugasBendahara Umum Daerah.
- 6 -
28. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerahselanjutnya disingkat PPK-SKPD adalah pejabat yang melaksanakanfungsi tata usaha keuangan pada satuan kerja perangkat daerah.
29. Tim Anggaran Pemerintah Daerah selanjutnya disingkat TAPD adalahtim yang dibentuk dengan keputusan gubernur dan dipimpin olehSekretaris Daerah yang mempunyai tugas menyiapkan sertamelaksanakan kebijakan gubernur dalam rangka penyusunanAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang anggotanya terdiridari pejabat perencana daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerahdan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.
30. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintahdaerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya,perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan,yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidakwajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yangbertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintahdaerah.
31. Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang daripemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/ataumasyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektifyang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resikososial.
32. Belanja Bantuan Sosial adalah jenis belanja yang digunakan untukmenganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosialkemasyarakatan dalam bentuk uang/barang kepadakelompok/anggota masyarakat.
33. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkat NPHD adalahnaskah perjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah antara pemerintah daerah dengan penerimahibah.
34. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkanpotensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu,keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisissosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alamyang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakinterpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
35. Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk olehanggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarelaatas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dankepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan sertadalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalamwadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkanPancasila termasuk organisasi non pemerintahan yang bersifatnasional dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 7 -
Pasal 2
(1) Pedoman pengelolaan pemberian hibah dan bantuan sosialdimaksudkan sebagai acuan bagi SKPD/PPKD dalam pengelolaanpemberian hibah dan bantuan sosial.
(2) Pedoman pengelolaan pemberian hibah dan bantuan sosial bertujuanuntuk menjamin efektifitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitaspengelolaan pemberian hibah dan bantuan sosial yang dikelolaberdasarkan azas-azas pengelolaan keuangan daerah.
BAB IIRUANG LINGKUP
Pasal 3
Ruang lingkup yang disusun dalam Peraturan Gubernur ini, meliputi tatacara sebagai berikut :a. penganggaran;b. pelaksanaan dan penatausahaan;c. pelaporan dan pertanggungjawaban;d. pajak dan bea materai; dane. monitoring dan evaluasi.
BAB IIIHIBAH
Bagian KesatuUmumPasal 4
(1) Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaranprogram dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asaskeadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
(2) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memenuhikriteria paling sedikit :a. peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;b. tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun
anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan
c. memenuhi persyaratan penerima hibah.
Pasal 5(1) Hibah dapat diberikan dalam bentuk, sebagai berikut :a. uang;b. barang; atauc. jasa.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dapat diberikan kepada :a. Pemerintah;
- 8 -
b. Pemerintah Daerah lainnya;c. Perusahaan Daerah;d. Masyarakat; dan/ataue. Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 6
(1) Hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat(2) huruf a, diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembagapemerintah non kementerian yang wilayah kerjanya berada di ProvinsiBanten.
(2) Hibah kepada Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, diberikan kepada daerah otonom baruhasil pemekaran daerah sebagaimana diamanatkan peraturanperundang-undangan.
(3) Hibah kepada Perusahaan Daerah sebagaimana dimaksud dalamPasal 5 ayat (2) huruf c, diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerahdalam rangka penerusan hibah yang diterima pemerintah daerah dariPemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Hibah kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat(2) huruf d, diberikan kepada kelompok orang yang memiliki kegiatantertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan,keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan non-profesional.
(5) Hibah kepada Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 ayat (2) huruf e, diberikan kepada organisasikemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Bagian KeduaPersyaratan
Pasal 7
Hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1),memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Usulan hibah kepada Gubernur;b. Proposal yang memuat sekurang-kurangnya :
1. latar belakang;2. maksud dan tujuan;3. rencana penggunaan hibah;4. sasaran program kegiatan;5. rencana anggaran biaya; dan6. surat pernyataan bahwa kegiatan tidak duplikasi biaya.
Pasal 8
Hibah kepada Pemerintah Daerah lainnya dan Perusahaan Daerahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3),dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 9 -
Pasal 9
Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4),memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. Usulan hibah kepada Gubernur melalui Biro Umum & Perlengkapan
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dengan tembusan kepada SKPDterkait atau kepada Gubernur melalui SKPD terkait;
b. Proposal yang memuat sekurang-kurangnya :1. latar belakang;2. maksud dan tujuan;3. rencana penggunaan hibah;4. sasaran program kegiatan;5. rencana anggaran biaya;6. susunan organisasi/panitia;7. berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Provinsi
Banten;8. surat rekomendasi dari pemerintah setempat.
Pasal 10Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (5), memenuhi persyaratan paling sedikit:a. Usulan hibah kepada Gubernur melalui Biro Umum & Perlengkapan
Sekretariat Daerah Provinsi Banten dengan tembusan kepada SKPDterkait atau kepada Gubernur melalui SKPD terkait;
b. Proposal yang memuat sekurang-kurangnya :1. latar belakang;2. maksud dan tujuan;3. rencana penggunaan bantuan hibah;4. sasaran program kegiatan;5. rencana anggaran biaya;6. susunan organisasi;7. nomor pokok wajib pajak;8. surat rekomendasi dari pemerintah setempat;9. telah terdaftar pada Pemerintah Daerah setempat sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun, kecuali ditentukan lain oleh ketentuanperaturan perundang-undangan dan melampirkan peraturanperundang-undangan tentang amanat pembentukan organisasikemasyarakatan dimaksud;
10. berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah ProvinsiBanten;
11. memiliki sekretariat tetap; dan12. akta pendirian atau dokumen pendirian.
- 10 -
Bagian KetigaPenganggaran
Pasal 11
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, perusahaan daerah,masyarakat dan organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 6 menyampaikan usulan hibah secara tertulis kepadaGubernur.
(2) Setiap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernurmenunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan.
(3) Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2),bertanggungjawab atas kelengkapan persyaratan pemberian hibah.
(4) Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2),menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada Gubernurmelalui TAPD.
(5) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimanadimaksud pada ayat (4) sesuai dengan prioritas dan kemampuankeuangan daerah.
(6) Hasil pertimbangan TAPD dituangkan dalam Rancangan KUA-PPASdisampaikan kepada Gubernur.
Pasal 12(1) Kepala SKPD terkait yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (3), dalam rangka pelaksanaan evaluasi usulan hibahdapat menetapkan Tim Evaluasi Usulan Hibah.
(2) Tim Evaluasi Usulan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:a. memverifikasi persyaratan pemberian hibah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 10;b. memberikan kajian kelayakan besaran uang/jenis barang atau jasa
pemberian hibah kepada kepala SKPD sebagai bahan masukanrekomendasi.
(3) Tim evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan denganKeputusan Kepala SKPD.
Pasal 13
(1) Rekomendasi Kepala SKPD dan pertimbangan TAPD sebagaimanadimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5), sebagai dasarpencantuman alokasi anggaran hibah dalam rancangan KUA danPPAS.
(2) Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),meliputi anggaran hibah berupa :a. uang;b. barang; dan/atauc. jasa.
Pasal 14
(1) Hibah berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD.
- 11 -
(2) Hibah berupa barang atau jasa dicantumkan dalam RKA-SKPD.
(3) RKA-PPKD dan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2), dijadikan dasar penganggaran hibah dalam APBD sesuaiketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Hibah berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1),dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanjahibah, obyek, dan rincian obyek belanja berkenaan pada PPKD.
(2) Hibah berupa barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal14 ayat (2), dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yangdiformulasikan kedalam program dan kegiatan, yang diuraikankedalam jenis belanja barang dan jasa, obyek belanja hibah barangdan jasa berkenaan kepada pihak ketiga/masyarakat, dan rincianobyek belanja hibah barang atau jasa kepada pihak ketiga/masyarakatberkenaan pada SKPD.
(3) Rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2), dicantumkan nama penerima dan besaran hibah.
Pasal 16
(1) RKA-PPKD dan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
(2) Pembahasan lebih lanjut RKA-PPKD dan RKA-SKPD oleh TAPD dapatdibantu oleh Tim Verifikasi.
(3) RKA-PPKD dan RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh KepalaSKPKD/SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunanRancangan Peraturan Daerah tentang APBD/Perubahan APBD danRancangan Peraturan Gubernur tentang PenjabaranAPBD/Penjabaran Perubahan APBD.
Bagian keempatPelaksanaan dan Penatausahaan
Pasal 17
(1) Pelaksanaan anggaran hibah berupa uang berdasarkan atasDPA/DPPA-PPKD.
(2) Pelaksanaan anggaran hibah berupa barang atau jasa berdasarkanatas DPA/DPPA-SKPD.
- 12 -
Pasal 18
(1) Penetapan penerima hibah didasarkan pada Peraturan Daerah tentangAPBD/Perubahan APBD dan Peraturan Gubernur tentang PenjabaranAPBD/ Penjabaran Perubahan APBD.
(2) Gubernur menetapkan daftar penerima hibah sebagaimana dimaksudpada ayat (1) disertai besaran uang, barang, dan/atau jasa yang akandihibahkan dengan Keputusan Gubernur.
(3) Daftar penerima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dijadikandasar penyaluran/penyerahan hibah dan disampaikan kepadapenerima hibah melalui SKPD terkait.
Pasal 19
(1) Setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang ditandatanganibersama Gubernur dan penerima hibah.
(2) NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuatketentuan mengenai:a. pemberi dan penerima hibah;b. tujuan pemberian hibah;c. besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;d. hak dan kewajiban;e. tata cara penyaluran/penyerahan hibah; danf. tata cara pelaporan hibah.
(3) Dalam penandatanganan NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Gubernur dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untukmenandatangani NPHD.
(4) Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disiapkanoleh Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelolaan KeuanganDaerah untuk ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(5) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), adalahsebagai berikut :a. Asisten Sekretariat Daerah sesuai dengan Biro yang
dikoordinasikan; ataub. Pengguna Anggaran.
Pasal 20
(1) Penerima hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, mengajukanpermohonan pencairan dana hibah dengan melampirkan proposalpelaksanaan dan pakta integritas kepada SKPD terkait.
(2) SKPD terkait meneliti kembali proposal pelaksanaan dan mengusulkanNPHD sesuai dengan rencana penggunaan kepada pejabat yangdiberikan kewenangan untuk menandatangani NPHD.
(3) SKPD terkait meneruskan permohonan pencairan kepada DPKADselaku PPKD.
(4) Pencairan hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanismepembayaran langsung (LS).
- 13 -
Pasal 21
(1) SKPD terkait melaksanakan hibah pengadaan barang/jasa sesuaidengan rencana pemberian.
(2) Pengadaan barang dan jasa dalam rangka hibah sebagaimanadimaksud pada ayat (1), berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
SKPD terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, berkewajibansebagai berikut:a. membuat NPHD barang/jasa; danb. menyerahkan hibah barang/jasa sesuai NPHD dengan bukti
penyerahan berita acara serah terima barang.
Bagian KelimaPelaporan dan Pertanggungjawaban
Pasal 23
(1) Penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaanhibah kepada Gubernur melalui PPKD dengan tembusan SKPDterkait.
(2) Penerima hibah berupa barang atau jasa menyampaikan laporanpenggunaan hibah kepada Gubernur melalui kepala SKPD terkait.
Pasal 24
(1) Hibah berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja hibah padaPPKD dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Hibah berupa barang atau jasa dicatat sebagai realisasi obyek belanjahibah pada jenis belanja barang dan jasa dalam program dan kegiatanpada SKPD terkait.
Pasal 25
Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah atas pemberian hibah meliputi:a. Usulan dari calon penerima hibah kepada Gubernur;b. Keputusan Gubernur tentang penetapan daftar penerima hibah;c. NPHD;d. Pakta integritas dari penerima hibah yang menyatakan bahwa hibah
yang diterima akan digunakan sesuai dengan NPHD; dane. Bukti transfer uang atas pemberian hibah berupa uang atau bukti
serah terima barang/jasa atas pemberian hibah berupa barang/jasa.
Pasal 26
(1) Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material ataspenggunaan hibah yang diterimanya.
- 14 -
(2) Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi:a. laporan penggunaan hibah;b. surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah
yang diterima telah digunakan sesuai NPHD; danc. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan
perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang atausalinan bukti serah terima barang/jasa bagi penerima hibah berupabarang/jasa.
(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a danhuruf b, disampaikan kepada Gubernur paling lambat tanggal 10bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lainsesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,disimpan dan dipergunakan oleh penerima hibah selaku obyekpemeriksaan.
Pasal 27(1) Realisasi hibah dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah
daerah dalam tahun anggaran berkenaan;(2) Hibah berupa barang yang belum diserahkan kepada penerima hibah
sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagaipersediaan dalam neraca.
Pasal 28
(1) Kepala SKPD menyusun konversi realisasi hibah berupa barangdan/atau jasa sesuai standar akuntansi pemerintahan yangdituangkan dalam laporan realisasi anggaran dan diungkapkan padacatatan atas laporan keuangan.
(2) Laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangansebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikonsolidasikan PPKD dalampenyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
BAB IVBANTUAN SOSIAL
Bagian KesatuUmumPasal 29
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan sosial kepadaanggota/kelompok masyarakat sesuai kemampuan keuangan daerah;
(2) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajibdengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas danmanfaat untuk masyarakat.
- 15 -
Pasal 30(1) Bentuk bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1), dapat berupa uang atau barang yang diterima langsung olehpenerima bantuan sosial.
(2) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diberikan secara langsung kepada penerima seperti beasiswa bagianak miskin, yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin,masyarakat lanjut usia, terlantar, cacat berat dan bantuan kesehatanputra putri pahlawan yang tidak mampu.
(3) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diberikan secara langsung kepada penerima seperti bantuankendaraan operasional untuk sekolah luar biasa swasta danmasyarakat tidak mampu, bantuan perahu untuk nelayan miskin,bantuan makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna sosial, ternakbagi kelompok masyarakat kurang mampu.
Pasal 31(1) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (2) penggunaannya hanya untuk kegiatan operasional bukanuntuk belanja barang modal.
(2) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30ayat (3) yang bentuknya barang modal dianggarkan pada belanjalangsung SKPD terkait.
(3) Pengadaan barang dalam rangka bantuan sosial melalui SKPDsebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berpedoman pada ketentuanperaturan perundang-undangan.
Pasal 32Anggota/kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29ayat (1), meliputi:
a. Individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaanyang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik,bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidupminimum;
b. Lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, danbidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok,dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
- 16 -
Bagian KeduaPersyaratan
Pasal 33
(1) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29ayat (1) memenuhi kriteria paling sedikit:a. selektif;b. memenuhi persyaratan penerima bantuan;c. bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam
keadaan tertentu dapat berkelanjutan; dand. sesuai tujuan penggunaan.
(2) Kriteria selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, bahwabantuan sosial hanya diberikan kepada calon penerima yangditujukan untuk melindungi dari kemungkinan resiko sosial.
(3) Kriteria persyaratan penerima bantuan sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b, meliputi:a. memiliki identitas yang jelas;b. berdomisili dalam wilayah administratif Pemerintahan Provinsi
Banten.(4) Kriteria bersifat sementara dan tidak terus menerus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, diartikan bahwa pemberian bantuansosial tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.
(5) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf c, diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikansetiap tahun anggaran sampai penerima bantuan telah lepas dariresiko sosial.
(6) Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf d, bahwa tujuan pemberian bantuan sosial meliputi :a. rehabilitasi sosial;b. perlindungan sosial;c. pemberdayaan sosial;d. jaminan sosial;e. penanggulangan kemiskinan; danf. penanggulangan bencana.
Pasal 34(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (6)
huruf a, ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkankemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapatmelaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
(2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (6)huruf b, ditujukan untuk mencegah dan menangani resiko dariguncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompokmasyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuaidengan kebutuhan dasar minimal.
(3) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (6)huruf c, ditujukan untuk menjadikan seseorang atau kelompokmasyarakat yang mengalami masalah sosial mempunyai daya,sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
- 17 -
(4) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (6)huruf d, merupakan skema yang melembaga untuk menjaminpenerima bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnyayang layak.
(5) Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33ayat (6) huruf e, merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yangdilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidakmempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidakdapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
(6) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33ayat (6) huruf f, merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untukrehabilitasi.
Bagian KetigaPenganggaran
Pasal 35
(1) Anggota/kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud dalamPasal 31, menyampaikan usulan bantuan sosial secara tertuliskepada Gubernur.
(2) Setiap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernurmemerintahkan SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan.
(3) SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai berikut:a. Biro Kesejahteraan Rakyat melakukan evaluasi usulan bantuan
sosial di lingkungan Sekretariat Daerah;b. Dinas Sosial melakukan evaluasi usulan bantuan sosial dari SKPD
lainnya.(4) Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
bertanggungjawab atas kelengkapan persyaratan pemberian bantuansosial.
(5) Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2),menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada Gubernurmelalui TAPD.
(6) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimanadimaksud pada ayat (5) sesuai dengan prioritas dan kemampuankeuangan daerah.
Pasal 36
(1) Dalam rangka pelaksanaan evaluasi usulan bantuan sosial KepalaSKPD terkait yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 35ayat (3), dapat membentuk tim evaluasi usulan bantuan sosial.
(2) Tim evaluasi bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1),mempunyai tugas dan kewenangan sebagai berikut :a. memverifikasi persyaratan bantuan sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33;b. memberikan kajian kelayakan besaran uang/jenis barang kepada
Kepala SKPD sebagai bahan masukan rekomendasi.
- 18 -
(3) Tim evaluasi bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ditetapkan dengan Keputusan Kepala SKPD .
Pasal 37
(1) Rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD sebagaimanadimaksud dalam Pasal 35 ayat (5) dan ayat (6), sebagai dasarpencantuman alokasi anggaran bantuan sosial dalam rancanganKUA dan PPAS.
(2) Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),meliputi anggaran bantuan sosial berupa:a. uang; ataub. barang.
Pasal 38
(1) Bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD.(2) Bantuan sosial berupa barang dicantumkan dalam RKA-SKPD Dinas
Sosial.(3) RKA-PPKD dan RKA-SKPD Dinas Sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), dijadikan dasar penganggaran bantuan sosialdalam APBD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
(1) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37ayat (2) huruf a, dianggarkan dalam kelompok belanja tidaklangsung, jenis belanja bantuan sosial, obyek dan rincian obyekbelanja berkenaan pada PPKD.
(2) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal37 ayat (2) huruf b, dianggarkan dalam kelompok belanja langsungyang diformulasikan kedalam program dan kegiatan, yang diuraikankedalam jenis belanja barang dan jasa, obyek belanja bantuan sosialbarang berkenaan yang akan diserahkan kepada pihakketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja bantuan sosial barangyang akan diserahkan pihak ketiga/masyarakat berkenaan padaSKPD.
(3) Rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2), dicantumkan nama penerima dan besaran bantuan sosial.
Pasal 40
(1) RKA-PPKD dan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
(2) Pembahasan lebih lanjut RKA-SKPD dan TAPD sebagaimanadimaksud pada ayat (1), dapat dibantu oleh Tim Verifikasi.
(3) RKA-PPKD dan RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepalaSKPD/SKPKD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunanRancangan Peraturan Daerah tentang APBD/Perubahan APBD danRancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD/Penjabaran Perubahan APBD.
- 19 -
Bagian KeempatPelaksanaan dan Penatausahaan
Pasal 41(1) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa uang berdasarkan atas
DPA/DPPA-PPKD.
(2) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa barang berdasarkanatas DPA/DPPA-SKPD.
Pasal 42(1) Gubernur menetapkan daftar penerima bantuan sosial berupa uang
atau barang bantuan sosial dengan Keputusan Gubernur.
(2) Penetapan penerima bantuan sosial sebagaimana dimaksud padaayat (1), didasarkan pada Peraturan Daerah tentangAPBD/Perubahan APBD dan Peraturan Gubernur tentang PenjabaranAPBD/Penjabaran Perubahan APBD.
(3) Daftar Penerima Bantuan Sosial sebagaiman dimaksud pada ayat (1),dijadikan dasar penyaluran/penyerahan bantuan sosial dandisampaikan kepada penerima bantuan sosial melalui SKPD terkait.
Pasal 43(1) Penerima bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,
mengajukan permohonan pencairan bantuan sosial denganmelampirkan proposal pelaksanaan dan pakta integritas kepadaSKPD terkait.
(2) SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyampaikanpermohonan pencairan kepada DPKAD selaku PPKD.
Pasal 44
(1) Pencairan bantuan sosial berupa uang dilakukan dengan carapembayaran langsung (LS).
(2) Dalam hal bantuan sosial berupa uang dengan nilai sampai denganRp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) pencairannya dapat dilakukanmelalui mekanisme tambah uang (TU).
(3) SKPD atau Unit Kerja yang menangani bantuan sosial mengusulkanbendahara pengeluaran pembantu yang ditetapkan dengan KeputusanGubernur
(4) Penyaluran dana bantuan sosial kepada penerima bantuan sosialsebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi sebagai berikut:a. Kuitansi;b. Berita Acara Pembayaran;c. Surat Permohonan Pencairan dari SKPD terkait; dand. Fotokopi Rekening Bank penerima bantuan sosial.
(5) Penyaluran dana bantuan sosial kepada penerima bantuan sosialsebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilengkapi kuitansi buktipenerimaan uang bantuan sosial.
- 20 -
Bagian KelimaPelaporan dan Pertanggungjawaban
Pasal 45(1) Penerima bantuan sosial berupa uang menyampaikan laporan
penggunaan bantuan sosial kepada Gubernur melalui PPKD dengantembusan kepada SKPD terkait.
(2) Penerima bantuan sosial berupa barang menyampaikan laporanpenggunaan bantuan sosial kepada Gubernur melalui kepala SKPDterkait.
Pasal 46(1) Bantuan sosial berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja
bantuan sosial pada PPKD dalam tahun anggaran berkenaan.(2) Bantuan sosial berupa barang dicatat sebagai realisasi obyek belanja
bantuan sosial pada jenis belanja barang dan jasa dalam program dankegiatan pada SKPD terkait.
Pasal 47(1) Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian bantuan
sosial berupa uang meliputi:a. usulan dari calon penerima bantuan sosial kepada Gubernur;b. Keputusan Gubernur tentang penetapan daftar penerima bantuan
sosial;c. Pakta integritas dari penerima bantuan yang menyatakan bahwa
bantuan yang diterima akan digunakan sesuai dengan usulan; dand. bukti transfer, kuitansi dan berita acara pembayaran penyerahan
uang atas pemberian bantuan.(2) Untuk dokumen pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, disimpan oleh SKPD terkait.(3) Untuk dokumen pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b,c dan d, disimpan oleh PPKD.
Pasal 48(1) Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah atas pemberian bantuan
sosial berupa barang meliputi:a. usulan dari calon penerima bantuan sosial kepada Gubernur;b. Keputusan Gubernur tentang penetapan daftar penerima bantuan
sosial;c. pakta integritas dari penerima bantuan sosial yang menyatakan
bahwa bantuan sosial yang diterima akan digunakan sesuai denganusulan; dan
d. bukti serah terima barang atas pemberian bantuan sosial berupabarang.
(2) Untuk dokumen pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud padaayat (1) disimpan oleh SKPD terkait.
- 21 -
Pasal 49
(1) Penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal danmaterial atas penggunaan bantuan sosial yang diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban penerima bantuan sosial meliputi:a. laporan penggunaan bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial;b. surat pernyataan tanggungjawab yang menyatakan bahwa
bantuan sosial yang diterima telah digunakan sesuai denganusulan; dan
c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturanperundang-undangan bagi penerima bantuan sosial berupa uangatau salinan bukti serah terima barang bagi penerima bantuansosial berupa barang.
(3) Pertanggungjawaban untuk bantuan sosial disampaikan kepadaGubernur paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun anggaranberikutnya kecuali ditentukan lain sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan.
(4) Pertanggungjawaban untuk bantuan sosial yang diberikan kepadaindividu, keluarga, dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksudpada ayat (2) huruf a dan b, yang dikarenakan keadaan tertentu tidakdapat membuat pertanggungjawaban dimaksud, Kepala SKPD dapatmembantu menyiapkan format pertanggungjawaban.
(5) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,disimpan dan dipergunakan oleh penerima bantuan sosial selakuobyek pemeriksaan.
Pasal 50
(1) Realisasi bantuan sosial dicantumkan pada laporan keuanganpemerintah daerah dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Bantuan sosial berupa barang yang belum diserahkan kepadapenerima bantuan sosial sampai dengan akhir tahun anggaranberkenaan dilaporkan sebagai persediaan dalam neraca.
Pasal 51(1) Kepala SKPD menyusun konversi realisasi bantuan sosial berupa
barang dan/atau jasa sesuai standar akuntansi pemerintahan yangdituangkan dalam laporan realisasi anggaran dan diungkapkan padacatatan atas laporan keuangan.
(2) Realisasi bantuan sosial berupa barang dikonversikan sesuai standarakuntansi pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dandiungkapkan pada catatan atas laporan keuangan dalam penyusunanlaporan keuangan pemerintah daerah.
- 22 -
BAB VPAJAK DAN BEA MATERAI
Pasal 52(1) Setiap transaksi pembelian barang, pembayaran honor dan jasa
dipungut pajak dan pengenaan bea materai.(2) Pemungutan dan penyetoran pajak serta pengenaan bea materai
sesuai ketentuan perundang-undangan.
BAB VIMONITORING DAN EVALUASI
Pasal 53
(1) Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan hibah dan bantuan sosialdilakukan oleh Biro Administrasi Pembangunan bersama SKPDpengusul.
(2) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan disampaikan kepadaInspektur Provinsi Banten.
BAB VIIKETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 54(1) Apabila penggunaan hibah atau bantuan sosial tidak sesuai dengan
usulan yang telah disetujui, penerima hibah atau bantuan sosialdikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penerima hibah atau bantuan sosial sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat dikenakan sanksi, disebabkan hal-hal sebagai berikut:a. tidak melaporkan dan mempertanggungjawabkan penggunaan
dana;b. pertanggungjawaban penggunaan hibah belum didukung bukti-
bukti yang sah dan lengkap sebagaimana dipersyaratkan dalamNPHD;
c. pertanggungjawaban penggunaan bantuan sosial tidak didukungdengan bukti-bukti yang sah dan lengkap; dan
d. penggunaan hibah dan bantuan sosial tidak sesuai denganketentuan perundang-undangan.
Pasal 55
(1) Pengelolaan pemberian hibah dan bantuan sosial dilaksanakan sesuaidengan mekanisme penganggaran, pelaksanaan, pelaporan danformat-format sebagaimana tercantum dalam Lampiran PeraturanGubernur ini.
(2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagianyang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
- 23 -
BAB VIIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita DaerahProvinsi Banten.
Ditetapkan di Serangpada tanggal : 4 November 2011
GUBERNUR BANTEN,
ttd
RATU ATUT CHOSIYAH
Diundangkan di Serangpada tanggal: 4 November 2011
SEKRETARIS DAERAHPROVINSI BANTEN,
ttd
MUHADI
BERITA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2011 NOMOR 27
- 24 -
LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BANTENNOMOR : 27 Tahun 2011TANGGAL : 4 November 2011
PEMERINTAH PROVINSI BANTENSKPD……………..
EVALUASI USULAN HIBAHDARI SATUAN KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA PEMERINTAH
NON KEMENTERIAN
1. Nama Pengusul Hibah :
2. Hibah yang diusulkan : Uang/Barang/Jasa*)a. Besaran Uang :b. Jenis Barang :c. Jasa :
3. Persyaratan Yang Harus Dilampirkan :a. Usulan tertulis hibah kepada Gubernur;b. Proposal yang memuat sekurang-kurangnya :
1) Rencana penggunaan hibah;2) Latar belakang;3) Maksud dan tujuan;4) Rencana anggaran biaya (RAB);5) Sasaran program kegiatan6) Fotocopy Rekening Bank atas nama lembaga/organisasi;
4. Catatan Hasil Evaluasi/Kajiana.b.c. dan seterusnya
Mengetahui : Serang, …………………….
Kepala SKPD,
…………………………..
Tim Kajian/Evaluasi SKPD:1. Ketua …………………………..
2. Anggota …………………………..
3. Anggota …………………………..
4. Anggota …………………………..
- 25 -
PEMERINTAH PROVINSI BANTENSKPD……………..
EVALUASI USULAN HIBAHDARI ORGANISASI KEMASYARAKATAN
1. Nama Pengusul Hibah :2. Hibah yang diusulkan : Uang/Barang/Jasa*)
a. Besaran Uang :b. Jenis Barang :c. Jasa :
3. Persyaratan Yang Harus Dilampirkan :a. Usulan tertulis hibah kepada Gubernur;b. Proposal yang memuat sekurang-kurangnya :
1) Rencana penggunaan hibah;2) Latar belakang;3) Maksud dan tujuan;4) Rencana anggaran biaya (RAB);5) Sasaran program kegiatan;6) Susunan organisasi;7) Keterangan terdaftar dari SKPD yang menangani organisasi kemasyarakatan
pada Pemerintah Daerah setempat;8) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);9) Surat Rekomendasi dari Lurah dan Camat ;10) Nama, alamat penanggung jawab dan Sekretariat tetap;11) Akta pendirian atau dokumen pendirian;12) Memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan13) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Provinsi Banten.
4. Catatan Hasil Evaluasi/Kajiana.b.c. dan seterusnya
Mengetahui : Serang, …………………….
Kepala SKPD,
…………………………..
Tim Kajian/Evaluasi SKPD:1. Ketua …………………………..
2. Anggota …………………………..
3. Anggota …………………………..
4. Anggota …………………………..
- 26 -
PEMERINTAH PROVINSI BANTENSKPD……………..
EVALUASI USULAN HIBAH DARI MASYARAKAT
1. Nama Pengusul Hibah :2. Hibah yang diusulkan : Uang/Barang/Jasa*)
a. Besaran Uang :b. Jenis Barang :c. Jasa :
3. Persyaratan Yang Harus Dilampirkan :a. Usulan tertulis hibah kepada Gubernur;b. Proposal yang memuat sekurang-kurangnya :
1) Rencana penggunaan hibah;2) Latar belakang;3) Maksud dan tujuan;4) Rencana anggaran biaya (RAB);5) Sasaran program kegiatan6) Susunan organisasi/panitia7) Surat Rekomendasi dari Lurah dan Camat;8) Nama dan alamat penanggung jawab9) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Provinsi Banten.
4. Catatan Hasil Evaluasi/Kajiana.b.c.dan seterusnya
Mengetahui : Serang, …………………….
Kepala SKPD,
…………………………..
Tim Kajian/Evaluasi SKPD:1. Ketua …………………………..
2. Anggota …………………………..
3. Anggota …………………………..
4. Anggota …………………………..
- 27 -
PEMERINTAH PROVINSI BANTENSKPD……………..
EVALUASI USULAN BANTUAN SOSIALDARI ANGGOTA MASYARAKAT
1.Nama Pengusul Bantuan Sosial :2.Bantuan Sosial yang diusulkan : Uang/Barang/Jasa*)
a. Besaran Uang :b. Jenis Barang :c. Jasa :
3.Persyaratan Yang Harus Dilampirkan :a. Usulan tertulis Bantuan Sosial kepada Gubernur;b. Proposal yang memuat sekurang-kurangnya :
1) Rencana penggunaan Bantuan Sosial;2) Latar belakang;3) Maksud dan tujuan;4) Rencana anggaran biaya (RAB);5) Sasaran program kegiatan;6) Surat Rekomendasi dari Lurah dan Camat;7) Nama dan alamat pengusul;8) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Provinsi Banten.
4.Catatan Hasil Evaluasi/Kajiana. …..b. …..c. dan seterusnya
Mengetahui : Serang, …………………….Kepala SKPD,
…………………………..
Tim Kajian/Evaluasi SKPD:1. Ketua …………………………..
2. Anggota …………………………..
3. Anggota …………………………..
4. Anggota …………………………..
- 28 -
PEMERINTAH PROVINSI BANTENSKPD……………..
EVALUASI USULAN BANTUAN SOSIALDARI KELOMPOK MASYARAKAT
1.Nama Pengusul Bantuan Sosial :2.Bantuan Sosial yang diusulkan : Uang/Barang/Jasa*)
a. Besaran Uang :b. Jenis Barang :c. Jasa :
3.Persyaratan Yang Harus Dilampirkan :a. Usulan tertulis Bantuan Sosial kepada Gubernur;b. Proposal yang memuat sekurang-kurangnya :
1) Rencana penggunaan Bantuan Sosial;2) Latar belakang;3) Maksud dan tujuan;4) Rencana anggaran biaya (RAB);5) Sasaran program kegiatan;6) Susunan organisasi/panitia;7) Surat Rekomendasi dari Lurah dan Camat;8) Nama, alamat penanggung jawab dan sekretariat tetap;9) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Provinsi Banten.
4.Catatan Hasil Evaluasi/Kajiana. …..b. …..c. dan seterusnya
Mengetahui : Serang, …………………….Kepala SKPD,
…………………………..
Tim Kajian/Evaluasi SKPD:1. Ketua …………………………..
2. Anggota …………………………..
3. Anggota …………………………..
4. Anggota …………………………..
- 29 -
PEMERINTAH PROVINSI BANTENSKPD……….
Serang, ……….
Nomor : … Kepada,Lampiran : …. Yth.Ketua Tim Anggaran PemerintahPerihal : Rekomendasi Usulan Daerah ( TAPD )
Hibah/Bantuan Sosial di-Tempat
Berdasarkan hasil kajian evaluasi atas usulan hibah/bantuan sosial dari Satuan Kerja Kementerian/Lembaga PemerintahNon Kementerian/Pemerintah Daerah Lainnya/PerusahaanDaerah/Masyarakat/Organisasi Kemasyarakatan/Anggota/KelompokMasyarakat*) kami merekomendasikan yang bersangkutan layakuntuk dapat diberikan bantuan hibah/bantuan sosial berupauang/barang/jasa*)
Bantuan Hibah/Bantuan Sosial sebesar Rp……. (bila uang),berupa….. (bila barang/jasa) dengan rincian barang/jasa :
a. …..b. …..c. dan seterusnya
Rekomendasi ini kami sampaikan untuk dapatdipertimbangkan sebagai bahan usulan rencana pemberianhibah/bantuan sosial*) tahun anggaran.........
Demikian untuk menjadi maklum.
Kepala SKPD,
*) sesuaikan dengan kebutuhan
…………………………….Pangkat
NIP………….
- 30 -
PEMERINTAH PROVINSI BANTENSEKRETARIAT DAERAH PROVINSI BANTEN
Serang, ……….
Nomor :Lampiran :
……. Yth.
Kepada,Gubernur Banten
Perihal : Pertimbangan Atas diRekomendasi Usulan TempatHibah/Bantuan Sosial
Berdasarkan rekomendasi atas usulan hibah/bantuan sosial………..dari Kepala SKPD ….., kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Satuan Kerja Kementerian/Lembaga Pemerintah NonKementerian/Pemerintah Daerah Lainnya/PerusahaanDaerah/Masyarakat/OrganisasiKemasyarakatan/Anggota/Kelompok Masyarakat*) yangbersangkutan layak untuk dapat diberikan bantuanhibah/bantuan sosial berupa uang/barang/jasa*)
2. Bantuan Hibah/Bantuan Sosial sebesar Rp……. (bila uang),berupa….. (bila barang/jasa) dengan rincian barang/jasa :a. …..b. …..c. …..d. Dan seterusnya
Demikian pertimbangan ini kami sampaikan untuk dapatdijadikan rencana pemberian hibah/bantuan sosial*) tahun anggaran............ Atas perhatian ibu Gubernur kami ucapkan terima kasih.
Ketua TAPD,
*) sesuaikan dengan kebutuhan
…………………………….Pangkat
NIP………….
- 31 -
FORMAT KONVERSI DAN PENGUNGKAPAN HIBAH BERUPA BARANG DAN/ATAU JASASERTA BANTUAN SOSIAL BERUPA BARANG
I. FORMAT LAPORAN REALISASI ANGGARAN SKPD:
PEMERINTAH PROVINSI BANTENSKPD ………………
LAPORAN REALISASI ANGGARANUNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER….
(Dalam Rupiah)
NomorUrut Uraian
AnggaranSetelahPerubahan
Realisasi Lebih(Kurang)
1 Pendapatan1.1 Pendapatan Asli Daerah1.1.1 Pendapatan pajak daerah1.1.2 Pendapatan retribusi
daerah1.1.3 Pendapatan hasil
pengelolaan Kekayaandaerah yang Dipisahkan
1.1.4 Lain-lain Pendapatan AsliDaerah yang SahJumlah
2 Belanja2.1 Belanja Tidak Langsung2.1.1 Belanja Pegawai2.2 Belanja Langsung2.2.1 Belanja Pegawai2.2.2 Belanja Barang dan Jasa
- Hibah barang/jasa yangdiserahkan kepadapihakketiga/masyarakat
- Bantuansosial barangyang diserahkankepada pihakketiga/masyarakat
- Barang/jasa selainhibah dan bantuansosial
2.2.3 Belanja ModalJumlahSurplus / (Defisit)
- 32 -
II. FORMAT LAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD:
PEMERINTAH PROVINSI BANTENLAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER….
(Dalam Rupiah)NoUrut Uraian Anggaran
Setelah PerubahanRealisasi Lebih (Kurang)
1 Pendapatan1.2 Dana Perimbangan1.2.1 Dana Bagi Hasil1.2.1.1 Dana Bagi Hasil Pajak1.2.1.2 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/
Sumber Daya Alam1.2.2 Dana Alokasi Umum1.2.3 Dana Alokasi Khusus1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah1.3.1 Pendapatan Hibah1.3.2 Dana Darurat1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak
dariProvinsi danPemerintahDaerah Lainnya
1.3.4 Dana Penyesuaian dan OtonomiKhusus
1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsiatau Pemerintah Daerah lainnyaJumlah Pendapatan
2 Belanja2.1 Belanja Tidak Langsung2.1.1 Belanja Pegawai2.1.2 Belanja Bunga2.1.3 Belanja subsidi2.1.4 Belanja Hibah2.1.5 Belanja Bantuan Sosial2.1.6 Belanja Bagi Hasil2.1.7 Belanja BantuanKeuangan2.1.8 Belanja Tidak Terduga2.2.3 Belanja Modal
Jumlah BelanjaSURPLUS/(DEFISIT)
3. Pembiayaan Daerah3.1 Penerimaan Pembiayaan Daerah3.1.1 Penggunaan SiLPA3.1.2 Pencairan Dana Cadangan3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan3.1.4 PenerimaaPinjaman Daerah3.1.5 Penerimaan Kembali Pemberian
Pinjaman3.1.6 Penerimaan Piutang Daerah
Jumlah Penerimaan3.2 Pengeluaran Pembiayaan Daerah3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi)
Pemerintah Daerah3.2.3 Pembayaran Pokok Utang3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah
Jumlah PengeluaranPembiayaan Neto
3.3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran(SILPA)
- 33 -
III.FORMAT KONSOLIDASI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH
A. KONSOLIDASI LAPORAN REALISASI ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAHDAERAH
No Uraian SATKER 1 SATKER 2 PPKD Gabungan
1 Pendapatan2 Pendapatan Asli Daerah3 Pendapatan pajak daerah xxx xxx xxx4 Pendapatan retribusi daerah xxx xxx xxx5 Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkanxxx xxx xxx
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xxx7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah xxx xxx xxx8 Dana perimbangan xxx9 Lain-lain pendapatan yang sah xxx10 Jumlah pendapatan xxx xxx xxx11 Belanja12 Belanja Tidak Langsung xxx xxx xxx12.1 Belanja Pegawai xxx xxx xxx12.3 Bunga xxx12.4 Subsidi xxx12.5 Hibah xxx12.6 Bantuan Sosial xxx13 Belanja Langsung xxx xxx xxx
Belanja pegawai xxx xx xxBelanja Barang dan Jasa1) Hibah barang/jasa yang
diserahkan kepada pihakketiga/masyarakat
2) Bantuan sosial barang yangdiserahkan kepada pihakketiga/masyarakat
3) Barang/jasa selain hibah danbantuan sosial
xxxxx
xx
xx
xxxxx
xx
xx
xxx
xx
xx
Belanja modal xxx xxx xxx14 Jumlah belanja xxx xxx xxx
15 Surplus / defisit xxx xxx xxx
16 Pembiayaan daerah
17 Penerimaan pembiayaan xxx
18 Pengeluaran pembiayaan xxx19 Pembiayaan neto xxx20 Sisa lebih pembiayaan tahun
berkenaan ( SILPA )xxx
- 34 -
B. KONVERSI HIBAH BARANG DAN/ATAU JASA SERTA BANTUAN SOSIAL BERUPABARANG DALAM LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH
No Uraian Gabungan1 Pendapatan2 Pendapatan Asli Daerah3 Pendapatan pajak daerah
4 Pendapatan retribusidaerah
5 Hasil pengelolaankekayaan daerah yangdipisahkan
6 Lain-lain PAD yang sah
7 Jumlah Pendapatan AsliDaerah
8 Dana perimbangan9 Lain-lain pendapatan yang
sah
10 Jumlah pendapatan11 Belanja12 Belanja Tidak Langsung12.1 Belanja Pegawai12.3 Bunga
12.4 Subsidi12.5 Hibah12.6 Bantuan Sosial13 Belanja Langsung
Belanja pegawaiBelanja Barang dan Jasa1) Hibahbarang / jasa
yang diserahkankepada pihak ketiga /masyarakat
2) Bantuan sosialbarang/jasa yangdiserahkan kepadapihakketiga/masyarakat
3) Barang/jasa selain 1)dan 2)
Belanja modal14 Jumlah belanja15 Surplus / defisit16 Pembiayaan daerah17 Penerimaan pembiayaan18 Pengeluaran pembiayaan19 Pembiayaan neto20 Sisa lebih pembiayaan
tahun berkenaan (SILPA)
Uraian PemdaPendapatanPendapatan AsliPendapatan pajak daerah xxx
Pendapatan retribusidaerah
xxx
Hasil pengelolaankekayaan daerah yangdipisahkan
xxx
Lain-lain PAD yang sah xxx
Jumlah Pendapatan AsliDaerah
xxx
Dana transfer xxLain-lain pendapatan yangsah
xxx
Jumlah pendapatan xxxBelanjaBelanja Operasi xxxBelanja Pegawai xxxBelanja Barang xxx
Bunga xxxSubsidi xxxHibah xxx
xxxBelanja Modal xxx
Jumlah belanja xxxSurplus / defisit xxxPembiayaan daerahPenerimaan pembiayaan xxxPengeluaran pembiayaan xxxPembiayaan neto xxxSisa lebih pembiayaantahun berkenaan (SILPA
xxx
Melalui SKPD terkait
Evaluasi usulanMemberikan
pertimbangan
Memberikan rekomendasi TAPD(KUA-PPAS)
Hasil pembahasan
BADAN ANGGARANDPRD
USULAN CALONPEMERIMA HIBAH GUBERNUR
SKPD TERKAIT(membentuk tim
verifikasi, membuatkajian dan evaluasi
usulan)
RKA PPKD(Hibah Uang)
BAGAN MEKANISME PENGANGGARAN HIBAH
Melaui Biro Umum dan Perlengkapan atau
RKA SKPD TERKAIT(Hibah Barang/Jasa)
RAPBD
-35
-
PERGUB TENTANGPENJABARAN APBD
NPHD SKPD TERKAIT
BAGAN MEKANISME PELAKSANAAN PENCAIRAN DAN PENYERAHAN HIBAH
DPA SKPD TERKAIT(Hibah Barang/Jasa)
RKA PPKD(Hibah Uang)
Hibah Barang/Jasa Hibah uang UsulanPencairan
PERDA APBD
DAFTAR PENERIMAdengan KEPGUB
SKPD TERKAIT DPKAD selaku PPKD
B U DPENERIMA HIBAH
BARANG/JASA
PENERIMA HIBAHUANG
-36
-
PPKD
BIRO ADPEM DANSKDP TERKAIT
Pelaporan
Monev
GUBERNUR
PENERIMA HIBAHUANG
SKPD TERKAIT
BIRO ADPEM DANSKDP TERKAIT
Pelaporan
Monev
PENERIMA HIBAHBARANG/JASA
BAGAN MEKANISME PELAPORAN DAN MONEV HIBAH
Hasil Monev Hasil Monev
-37
-
Melalui SKPD terkait
Evaluasi usulanMemberikan
pertimbangan
Memberikan rekomendasi TAPD(KUA-PPAS)
Hasil pembahasan
BADAN ANGGARANDPRD
USULAN CALONPEMERIMA BANSOS GUBERNUR
SKPD TERKAIT(membentuk tim
verifikasi, membuatkajian dan evaluasi
usulan)
RKA PPKD(Bansos Uang)
BAGAN MEKANISME PENGANGGARAN BANTUAN SOSIAL
Melaui Biro Umum dan Perlengkapan atau
RKA SKPD TERKAIT(Bansos Barang)
RAPBD
-38
-
PERGUB TENTANGPENJABARAN APBD
BAGAN MEKANISME PELAKSANAAN PENCAIRAN DAN PENYERAHAN BANTUAN SOSIAL
DPA SKPD TERKAIT(Bansos Barang)
RKA PPKD(Bansos Uang)
Bansos Barang
PERDA APBD
DAFTAR PENERIMAdengan KEPGUB
PENERIMA BANSOSBARANG
PENERIMA BANSOSUANG
BENDAHARAPENGELUARAN PPKD
SKPD TERKAIT
-39
-
B U D
Sampai dengan Rp. 5 juta
Bansos Uang UsulanSKPD TERKAIT Pencairan
DPKAD selaku PPKD
PPKD
BIRO ADPEM DANSKDP TERKAIT
Pelaporan
Monev
GUBERNUR
PENERIMA BANSOSUANG
SKPD TERKAIT
BIRO ADPEM DANSKDP TERKAIT
Pelaporan
Monev
PENERIMA BANSOSBARANG
BAGAN MEKANISME PELAPORAN DAN MONEV BANTUAN SOSIAL
Hasil Monev Hasil Monev
GUBERNUR BANTEN,
ttd
RATU ATUT CHOSIYAH
-40
-
- 1 -
a
PERATURAN GUBERNUR BANTENNOMOR 6 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGENDALIAN PELAKSANAANHIBAH DAN BANTUAN SOSIAL PEMERINTAH PROVINSI BANTEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANTEN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi,efektifitas, transparansi, dan akuntabilitaspenyelenggaraan pemerintahan serta pelayananpemberian hibah dan bantuan sosial, maka perludisusun Standar Operasional Prosedurpengendalian pelaksanaan hibah dan bantuansosial Pemerintah Provinsi Banten;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud dalam huruf a, perlu menetapkanPeraturan Gubernur tentang Standar OperasionalProsedur Pengendalian Hibah dan Bantuan SosialPemerintah Provinsi Banten;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Negara Yang Bersih dariKorupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3851);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentangPembentukan Provinsi Banten (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4010);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentangPelayanan Publik (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2009 Nomor 75, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor3851);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentangOrganisasi Kemasyarakatan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2013 Nomor 116,
- 2 -
Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5430);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2014 Nomor 244, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor5587), sebagaimana telah diubah beberapa kaliterakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 TntangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2015 Nomor 58, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor140, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4578)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005tentang Pedoman Pembinaan dan PengawasanPenyelenggaraan Pemerintah Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor165, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4593);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012tentang Hibah Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2012 Nomor 165,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4593);
9. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahsebagaimana telah diubah beberapa kali terakhirdengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015tentang Perubahan Keempat Atas PeraturanPresiden Nomor 54 Tahun 2010 TentangPengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13Tahun 2006 tentang Pedoman PengelolaanKeuangan Daerah sebagaimana telah diubahbeberapa kali dengan Peraturan Menteri DalamNegeri Nomor 21 Tahun 2011 tentangPerubahan Kedua Atas Peraturan MenteriDalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 TentangPedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52Tahun 2011 tentang Standar Operasional
- 3 -
Prosedur di Lingkungan Pemerintah Provinsidan Kabupaten/Kota (Berita Negara RepublikIndonesia Tahun 2011 Nomor 704);
12. Peraturan Menteri Pendayagunaan AparaturNegara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35Tahun 2012 tentang Pedoman PenyusunanStandar Operasional Prosedur AdministrasiPemerintahan;
13. Peraturan Gubernur Banten Nomor 56 Tahun2014 tentang Pedoman Pemberian Hibah danBantuan Sosial yang Bersumber dari AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Banten(Berita Daerah Provinsi Banten Tahun 2014Nomor 56) sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Peraturan Gubernur BantenNomor 65 Tahun 2015 tentang PerubahanKedua Atas Peraturan Gubernur Banten Nomor56 Tahun 2014 Tentang Pedoman PemberianHibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dariAnggaran Pendapatan dan Belanja DaerahProvinsi Banten (Berita Daerah Provinsi BantenTahun 2015 Nomor 66);
MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG STANDAR
OPERASIONAL PROSEDUR PENGENDALIAN HIBAHDAN BANTUAN SOSIAL PEMERINTAH PROVINSIBANTEN.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Gubenur ini yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Provinsi Banten.2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Gubernur adalah Gubernur Banten.4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Banten.5. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah
Perangkat Daerah pada pemerintah daerah selaku penggunaanggaran/pengguna barang.
6. Standar Operasional Prosedur selanjutnya disingkat SOP adalahserangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagaiproses penyelenggaraan administrasi pemerintah, bagaimana dankapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.
7. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari PemerintahDaerah kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain, BUMD,
- 4 -
Badan, Lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadanhukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkanperuntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidaksecara terus menerus kecuali ditentukan lain oleh peraturanperundang-undangan yang bertujuan untuk menunjangpenyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah.
8. Bantuan Sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barangdari Pemerintah Daerah kepada individu, keluarga, kelompokdan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus danselektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinanterjadinya resiko sosial.
9. Belanja Bantuan Sosial adalah jenis belanja yang digunakan untukmenganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosialkemasyarakatan dalam bentuk uang/barang kepadakelompok/anggota masyarakat.
10. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkat NPHDadalah naskah perjanjian hibah yang bersumber dari AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah antara Pemerintah Daerah denganpenerima hibah.
BAB IIMAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2Maksud
SOP disusun dengan maksud untuk memberikan kepastian bagipenerima layanan dalam setiap proses penyelenggaraan pemberianhibah dan bantuan sosial Pemerintah Provinsi Banten.
Pasal 3Tujuan
SOP disusun dengan tujuan untuk meningkatkan tertib administrasipelaksanaan hibah dan bantuan sosial di lingkungan PemerintahProvinsi Banten.
BAB IIIRUANG LINGKUP
Pasal 4Ruang lingkup pengaturan Standar Operasional Prosedur ini adalahstandar pelayanan pemberian hibah dan bantuan sosial ProvinsiBanten.
Pasal 5(1) Standar Operasional Prosedur sebagai kerangka acuan
penyelenggaraan pelayanan hibah dan bantuan sosial PemerintahProvinsi Banten sebagaimana tercantum dalam Lampiran yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
- 5 -
(2) SOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pelaksanaannyadilakukan evaluasi pada setiap akhir tahun oleh atasan secaraberjenjang sebagai bahan penyempurnaan.
BAB IVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 6Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita DaerahProvinsi Banten.
SALINAN
MENTERI DALAM NEGERIREPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERINOMOR 32 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL
YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 129 dan Pasal 130 PeraturanPemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan KeuanganDaerah, Menteri Dalam Negeri berwenang melakukan pembinaanpengelolaan keuangan daerah;
b. bahwa dalam rangka pembinaan terhadap pengelolaan hibah danbantuan sosial agar tercipta tertib administrasi, akuntabilitas dantransparansi pengelolaan hibah dan bantuan sosial yang bersumberdari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, perlu disusunpedoman kepada pemerintah daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalamhuruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri DalamNegeri tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yangbersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang OrganisasiKemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3298);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang PembentukanPeraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua AtasUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
-2-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMANPEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARIANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem JaminanSosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4456);
8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang PenanggulanganBencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
9. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang KesejahteraanSosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
10.Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah KepadaDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
11.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang PengelolaanKeuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4578);
12.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang PembagianUrusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan DaerahProvinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
13.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang OrganisasiPerangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4741);
14.Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang StandarAkuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5165);
15.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata CaraPengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 23, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5202);
16.Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang PengadaanBarang/Jasa Pemerintah;
17.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentangPedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telahdiubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri DalamNegeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua PeraturanMenteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (Berita NegaraRepublik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310).
-3-
BAB IKETENTUAN UMUM
Bagian PertamaPengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.2. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi daerah provinsi atau Bupati bagi daerah
kabupaten dan/atau Walikota bagi daerah kota.3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD atau sebutan
lain adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggarapemerintahan daerah.
4. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangkapenyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasukdidalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajibandaerah tersebut.
5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalahrencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujuibersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturandaerah.
6. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepalasatuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakanpengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
7. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalahperangkat daerah pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan pengelolaan APBD.
8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkatdaerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang.
9. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yangdibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yangmempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalamrangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah,PPKD dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.
10. Rencana Kerja dan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat RKA-PPKD adalahrencana kerja dan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selakuBendahara Umum Daerah.
11. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalahdokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program, kegiatan dananggaran SKPD.
12. Dokumen Pelaksanaan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat DPA-PPKDmerupakan dokumen pelaksanaan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagiankeuangan selaku Bendahara Umum Daerah.
13. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPDmerupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yangdigunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.
14. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepadapemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat danorganisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya,bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yangbertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
15. Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintahdaerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnyatidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi darikemungkinan terjadinya resiko sosial.
-4-
16. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensiterjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompokdan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik,fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosialakan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
17. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkat NPHD adalah naskahperjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahantara pemerintah daerah dengan penerima hibah.
18. Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggotamasyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaankegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasionaldalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasilatermasuk organisasi non pemerintahan yang bersifat nasional dibentuk berdasarkanketentuan perundang-undangan.
19. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB IIRUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi penganggaran, pelaksanaan danpenatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasipemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD.
Pasal 3
(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berupa uang, barang, atau jasa.
(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berupa uang ataubarang.
BAB IIIHIBAH
Bagian KesatuUmumPasal 4
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan hibah sesuai kemampuan keuangan daerah.(2) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib.(3) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menunjang
pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah denganmemperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untukmasyarakat.
(4) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria palingsedikit:a. peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;b. tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; danc. memenuhi persyaratan penerima hibah.
-5-
Pasal 5
Hibah dapat diberikan kepada:
a. pemerintah;b. pemerintah daerah lainnya;c. perusahaan daerah;d. masyarakat; dan/ataue. organisasi kemasyarakatan.
Pasal 6
(1) Hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diberikankepada satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yangwilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan.
(2) Hibah kepada pemerintah daerah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5huruf b diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah sebagaimanadiamanatkan peraturan perundang-undangan.
(3) Hibah kepada perusahaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf cdiberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka penerusan hibah yangditerima pemerintah daerah dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
(4) Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikankepada kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu dalam bidangperekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dankeolahragaan non-profesional.
(5) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5huruf e diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkanperaturan perundang-undangan.
Pasal 7
(1) Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) diberikandengan persyaratan paling sedikit:a. memiliki kepengurusan yang jelas; danb. berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (5) diberikan dengan persyaratan paling sedikit:a. telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya 3 tahun,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;b. berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan;
danc. memiliki sekretariat tetap.
Bagian KeduaPenganggaran
Pasal 8
(1) Pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat danorganisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan usulan hibah secara tertuliskepada kepala daerah.
(2) Kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulansebagaimana dimaksud pada ayat (1).
-6-
(3) Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasilevaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD.
(4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud padaayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah.
Pasal 9
(1) Rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (3) dan ayat (4) menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran hibahdalam rancangan KUA dan PPAS.
(2) Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputianggaran hibah berupa uang, barang, dan/atau jasa.
Pasal 10
(1) Hibah berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD.(2) Hibah berupa barang atau jasa dicantumkan dalam RKA-SKPD.(3) RKA-PPKD dan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi
dasar penganggaran hibah dalam APBD sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Hibah berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanjahibah, obyek, dan rincian obyek belanja berkenaan pada PPKD.
(2) Hibah berupa barang atau jasa dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yangdiformulasikan kedalam program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis belanjabarang dan jasa, obyek belanja hibah barang dan jasa berkenaan kepada pihakketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja hibah barang atau jasa kepada pihakketiga/masyarakat berkenaan pada SKPD.
(3) Rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicantumkannama penerima dan besaran hibah.
Bagian KetigaPelaksanaan dan Penatausahaan
Pasal 12
(1) Pelaksanaan anggaran hibah berupa uang berdasarkan atas DPA-PPKD.(2) Pelaksanaan anggaran hibah berupa barang atau jasa berdasarkan atas DPA-SKPD.
Pasal 13
(1) Setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani bersama olehkepala daerah dan penerima hibah.
(2) NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuanmengenai:a. pemberi dan penerima hibah;b. tujuan pemberian hibah;c. besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;d. hak dan kewajiban;e. tata cara penyaluran/penyerahan hibah; danf. tata cara pelaporan hibah.
(3) Kepala daerah dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatanganiNPHD.
-7-
Pasal 14
(1) Kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran uang atau jenisbarang atau jasa yang akan dihibahkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkanperaturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaranAPBD.
(2) Daftar penerima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasarpenyaluran/penyerahan hibah.
(3) Penyaluran/penyerahan hibah dari pemerintah daerah kepada penerima hibahdilakukan setelah penandatanganan NPHD.
(4) Pencairan hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanisme pembayaranlangsung (LS).
Pasal 15
Pengadaan barang dan jasa dalam rangka hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian KeempatPelaporan dan Pertanggungjawaban
Pasal 16
(1) Penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepadakepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait.
(2) Penerima hibah berupa barang atau jasa menyampaikan laporan penggunaan hibahkepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
Pasal 17
(1) Hibah berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja hibah pada PPKD dalamtahun anggaran berkenaan.
(2) Hibah berupa barang atau jasa dicatat sebagai realisasi obyek belanja hibah pada jenisbelanja barang dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait.
Pasal 18
Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian hibah meliputi:a. usulan dari calon penerima hibah kepada kepala daerah;b. keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar penerima hibah;c. NPHD;d. pakta integritas dari penerima hibah yang menyatakan bahwa hibah yang diterima
akan digunakan sesuai dengan NPHD; dane. bukti transfer uang atas pemberian hibah berupa uang atau bukti serah terima
barang/jasa atas pemberian hibah berupa barang/jasa.
Pasal 19
(1) Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan hibahyang diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi:a. laporan penggunaan hibah;b. surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima
telah digunakan sesuai NPHD; danc. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-
undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terimabarang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa.
-8-
(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf bdisampaikan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahunanggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disimpan dandipergunakan oleh penerima hibah selaku obyek pemeriksaan.
Pasal 20
(1) Realisasi hibah dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah daerah dalam tahunanggaran berkenaan.
(2) Hibah berupa barang yang belum diserahkan kepada penerima hibah sampai denganakhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagai persediaan dalam neraca.
Pasal 21
(1) Realisasi hibah berupa barang dan/atau jasa dikonversikan sesuai standar akuntansipemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada catatan ataslaporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
(2) Format konversi dan pengungkapan hibah berupa barang dan/atau jasa sebagaimanadimaksud ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB IVBANTUAN SOSIAL
Bagian KesatuUmum
Pasal 22
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompokmasyarakat sesuai kemampuan keuangan daerah.
(2) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelahmemprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dengan memperhatikan asaskeadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.
Pasal 23
Anggota/kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) meliputi:
a. individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabilsebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agardapat memenuhi kebutuhan hidup minimum;
b. lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yangberperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat darikemungkinan terjadinya resiko sosial.
Pasal 24
(1) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)memenuhi kriteria paling sedikit:
a. selektif;
b. memenuhi persyaratan penerima bantuan;
c. bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapatberkelanjutan;
d. sesuai tujuan penggunaan.
-9-
(2) Kriteria selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diartikan bahwabantuan sosial hanya diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untukmelindungi dari kemungkinan resiko sosial.
(3) Kriteria persyaratan penerima bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bmeliputi:
a. memiliki identitas yang jelas; dan
b. berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan daerah berkenaan.
(4) Kriteria bersifat sementara dan tidak terus menerus sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf c diartikan bahwa pemberian bantuan sosial tidak wajib dan tidak harusdiberikan setiap tahun anggaran.
(5) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf cdiartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampaipenerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.
(6) Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf dbahwa tujuan pemberian bantuan sosial meliputi:a. rehabilitasi sosial;b. perlindungan sosial;c. pemberdayaan sosial;d. jaminan sosial;e. penanggulangan kemiskinan; danf. penanggulangan bencana.
Pasal 25
(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf a ditujukanuntuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalamidisfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
(2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf bditujukan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanansosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapatdipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
(3) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf cditujukan untuk menjadikan seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalamimasalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
(4) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf d merupakanskema yang melembaga untuk menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhikebutuhan dasar hidupnya yang layak.
(5) Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf emerupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang,keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumbermata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagikemanusiaan.
(6) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf fmerupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk rehabilitasi.
Pasal 26
(1) Bantuan sosial dapat berupa uang atau barang yang diterima langsung oleh penerimabantuan sosial.
(2) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah uang yangdiberikan secara langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin,yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut usia, terlantar,cacat berat dan tunjangan kesehatan putra putri pahlawan yang tidak mampu.
-10-
(3) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah barangyang diberikan secara langsung kepada penerima seperti bantuan kendaraanoperasional untuk sekolah luar biasa swasta dan masyarakat tidak mampu, bantuanperahu untuk nelayan miskin, bantuan makanan/pakaian kepada yatim piatu/tunasosial, ternak bagi kelompok masyarakat kurang mampu.
Bagian KeduaPenganggaran
Pasal 27
(1) Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis kepada kepala daerah.(2) Kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(3) Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil
evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD.(4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah.
Pasal 28
(1) Rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD sebagaimana dimaksud dalamPasal 27 ayat (3) dan ayat (4) menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran bantuansosial dalam rancangan KUA dan PPAS.
(2) Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputianggaran bantuan sosial berupa uang dan/atau barang.
Pasal 29
(1) Bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD.(2) Bantuan sosial berupa barang dicantumkan dalam RKA-SKPD.(3) RKA-PPKD dan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi
dasar penganggaran bantuan sosial dalam APBD sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 30
(1) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja bantuan sosial,obyek, dan rincian obyek belanja berkenaan pada PPKD.
(2) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang diformulasikan kedalamprogram dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis belanja barang dan jasa, obyekbelanja bantuan sosial barang berkenaan yang akan diserahkan kepada pihakketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja bantuan sosial barang yang akandiserahkan pihak ketiga/masyarakat berkenaan pada SKPD.
(3) Dalam rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)dicantumkan nama penerima dan besaran bantuan sosial.
Bagian KetigaPelaksanaan dan Penatausahaan
Pasal 31
(1) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa uang berdasarkan atas DPA-PPKD.(2) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa barang berdasarkan atas DPA-SKPD.
-11-
Pasal 32
(1) Kepala daerah menetapkan daftar penerima dan besaran bantuan sosial dengankeputusan kepala daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturankepala daerah tentang penjabaran APBD.
(2) Penyaluran/penyerahan bantuan sosial didasarkan pada daftar penerima bantuansosial yang tercantum dalam keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud padaayat (1).
(3) Pencairan bantuan sosial berupa uang dilakukan dengan cara pembayaran langsung(LS).
(4) Dalam hal bantuan sosial berupa uang dengan nilai sampai dengan Rp5.000.000,00(lima juta rupiah) pencairannya dapat dilakukan melalui mekanisme tambah uang(TU).
(5) Penyaluran dana bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial sebagaimanadimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan kuitansi bukti penerimaan uang bantuansosial.
Pasal 33
Pengadaan barang dan jasa dalam rangka bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 ayat (2) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian KeempatPelaporan dan Pertanggungjawaban
Pasal 34
(1) Penerima bantuan sosial berupa uang menyampaikan laporan penggunaan bantuansosial kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan kepada SKPD terkait.
(2) Penerima bantuan sosial berupa barang menyampaikan laporan penggunaan bantuansosial kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
Pasal 35
(1) Bantuan sosial berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja bantuan sosialpada PPKD dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Bantuan sosial berupa barang dicatat sebagai realisasi obyek belanja bantuan sosialpada jenis belanja barang dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait.
Pasal 36
Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian bantuan sosial meliputi:
a. usulan dari calon penerima bantuan sosial kepada kepala daerah;
b. keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar penerima bantuan sosial;
c. pakta integritas dari penerima bantuan sosial yang menyatakan bahwa bantuan sosialyang diterima akan digunakan sesuai dengan usulan; dan
d. bukti transfer/penyerahan uang atas pemberian bantuan sosial berupa uang ataubukti serah terima barang atas pemberian bantuan sosial berupa barang.
Pasal 37
(1) Penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan material ataspenggunaan bantuan sosial yang diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban penerima bantuan sosial meliputi:
a. laporan penggunaan bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial;
-12-
b. surat pernyataan tanggungjawab yang menyatakan bahwa bantuan sosial yangditerima telah digunakan sesuai dengan usulan; dan
c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima bantuan sosial berupa uang atau salinan bukti serahterima barang bagi penerima bantuan sosial berupa barang.
(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf bdisampaikan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahunanggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disimpan dandipergunakan oleh penerima bantuan sosial selaku obyek pemeriksaan.
Pasal 38
(1) Realisasi bantuan sosial dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah daerahdalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Bantuan sosial berupa barang yang belum diserahkan kepada penerima bantuansosial sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagai persediaandalam neraca.
Pasal 39
(1) Realisasi bantuan sosial berupa barang dikonversikan sesuai standar akuntansipemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada catatan ataslaporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
(2) Format konversi dan pengungkapan bantuan sosial berupa barang sebagaimanadimaksud ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB VMONITORING DAN EVALUASI
Pasal 40
(1) SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian hibah dan bantuansosial.
(2) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikankepada kepala daerah dengan tembusan kepada SKPD yang mempunyai tugas danfungsi pengawasan.
Pasal 41
Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2)terdapat penggunaan hibah atau bantuan sosial yang tidak sesuai dengan usulan yangtelah disetujui, penerima hibah atau bantuan sosial yang bersangkutan dikenakan sanksisesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VILAIN-LAIN
Pasal 42
(1) Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban danpelaporan serta monitoring dan evaluasi hibah dan bantuan sosial diatur lebih lanjutdengan peraturan kepala daerah.
(2) Pemerintah daerah yang telah menetapkan peraturan kepala daerah yang mengaturpengelolaan pemberian hibah dan bantuan sosial sebelum berlakunya PeraturanMenteri ini harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 31Desember 2011.
-13-
(3) Pemerintah daerah dapat menganggarkan hibah dan bantuan sosial apabila telahmenetapkan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2).
BAB VIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
a. Pemberian hibah dan bantuan sosial untuk tahun anggaran 2011 tetap dapatdilaksanakan sepanjang telah dianggarkan dalam APBD/Perubahan APBD tahunanggaran 2011.
b. Penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawabanserta monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial mulai tahunanggaran 2012 berpedoman pada Peraturan Menteri ini.
BAB VIIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan PeraturanMenteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 27 Juli 2011MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
GAMAWAN FAUZI
Diundangkan di Jakartapada tanggal 28 Juli 2011MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 450
Salinan sesuai dengan aslinyaPlt. KEPALA BIRO HUKUM
ZUDAN ARIF FAKRULLOHPembina (IV/a)
NIP. 19690824 199903 1 001
-14-
FORMAT KONVERSI DAN PENGUNGKAPAN HIBAH BERUPA BARANG DAN/ATAU JASASERTA BANTUAN SOSIAL BERUPA BARANG
I. FORMAT LAPORAN REALISASI ANGGARAN SKPD:
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA ……SKPD ………………
LAPORAN REALISASI ANGGARANUNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER….
(Dalam Rupiah)
NomorUrut Uraian
AnggaranSetelah
PerubahanRealisasi Lebih
(Kurang)
1 Pendapatan1.1 Pendapatan Asli Daerah1.1.1 Pendapatan pajak daerah1.1.2 Pendapatan retribusi daerah1.1.3 Pendapatan hasil pengelolaan
Kekayaan daerah yangDipisahkan
1.1.4 Lain-lain Pendapatan AsliDaerah yang Sah
Jumlah2 Belanja2.1 Belanja Tidak Langsung2.1.1 Belanja Pegawai2.2 Belanja Langsung2.2.1 Belanja Pegawai2.2.2 Belanja Barang dan Jasa
- Hibah barang/jasa yangdiserahkan kepada pihakketiga/masyarakat
- Bantuan sosial barang yangdiserahkan kepada pihakketiga/masyarakat
- Barang/jasa selain hibah danbantuan sosial
2.2.3 Belanja ModalJumlah
Surplus / (Defisit)
-15-
II. FORMAT LAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD:
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA ……LAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER….
(Dalam Rupiah)No
Urut UraianAnggaranSetelah
PerubahanRealisasi Lebih
(Kurang)
1 Pendapatan1.2 Dana Perimbangan1.2.1 Dana Bagi Hasil1.2.1.1 Dana Bagi Hasil Pajak1.2.1.2 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/
Sumber Daya Alam1.2.2 Dana Alokasi Umum1.2.3 Dana Alokasi Khusus1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah1.3.1 Pendapatan Hibah1.3.2 Dana Darurat1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dariProvinsi
dan Pemerintah Daerah Lainnya1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau
Pemerintah Daerah lainnyaJumlah Pendapatan
2 Belanja2.1 Belanja Tidak Langsung2.1.1 Belanja Pegawai2.1.2 Belanja Bunga2.1.3 Belanja subsidi2.1.4 Belanja Hibah2.1.5 Belanja Bantuan Sosial2.1.6 Belanja Bagi Hasil2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan2.1.8 Belanja Tidak Terduga2.2.3 Belanja Modal
Jumlah BelanjaSURPLUS/(DEFISIT)
3. Pembiayaan Daerah3.1 Penerimaan Pembiayaan Daerah3.1.1 Penggunaan SiLPA3.1.2 Pencairan Dana Cadangan3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah3.1.5 Penerimaan Kembali Pemberian
Pinjaman3.1.6 Penerimaan Piutang Daerah
Jumlah Penerimaan3.2 Pengeluaran Pembiayaan Daerah3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi)
Pemerintah Daerah3.2.3 Pembayaran Pokok Utang3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah
Jumlah PengeluaranPembiayaan Neto
3.3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
-16-
III. FORMAT KONSOLIDASI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH
A. KONSOLIDASI LAPORAN REALISASI ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
No Uraian SATKER 1 SATKER2 PPKD Gabungan
1 Pendapatan2 Pendapatan Asli Daerah3 Pendapatan pajak daerah xxx xxx Xxx4 Pendapatan retribusi daerah xxx xxx Xxx5 Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkanxxx xxx Xxx
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx Xxx7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah xxx xxx Xxx8 Dana perimbangan xxx Xxx9 Lain-lain pendapatan yang sah xxx Xxx10 Jumlah pendapatan xxx xxx xxx Xxx11 Belanja12 Belanja Tidak Langsung xxx xxx xxx Xxx12.1 Belanja Pegawai xxx xxx xxx Xxx12.3 Bunga xxx Xxx12.4 Subsidi xxx Xxx12.5 Hibah xxx Xxx12.6 Bantuan Sosial xxx Xxx13 Belanja Langsung xxx xxx Xxx
Belanja pegawai xxx xxx XxxBelanja Barang dan Jasa1) Hibah barang/jasa yang
diserahkan kepada pihakketiga/masyarakat
2) Bantuan sosial barang yangdiserahkan kepada pihakketiga/masyarakat
3) Barang/jasa selain hibah danbantuan sosial
xxxxx
xx
xx
xxxxx
xx
xx
Xxx
xx
xx
Belanja modal xxx xxx Xxx14 Jumlah belanja xxx xxx xxx Xxx15 Surplus / defisit xxx xxx xxx Xxx16 Pembiayaan daerah17 Penerimaan pembiayaan xxx Xxx18 Pengeluaran pembiayaan xxx Xxx19 Pembiayaan neto xxx Xxx20 Sisa lebih pembiayaan tahun
berkenaan ( SILPA )xxx Xxx
-17-
B. KONVERSI HIBAH BARANG DAN/ATAU JASA SERTA BANTUAN SOSIAL BERUPABARANG DALAM LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH
No Uraian Gabungan Uraian Pemda
1 Pendapatan Pendapatan2 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah3 Pendapatan pajak daerah xxx Pendapatan pajak daerah xxx4 Pendapatan retribusi daerah xxx Pendapatan retribusi daerah xxx5 Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan xxx Hasil pengelolaan kekayaandaerah yang dipisahkan xxx
6 Lain-lain PAD yang sah xxx Lain-lain PAD yang sah xxx7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah xxx Jumlah Pendapatan Asli Daerah xxx8 Dana perimbangan xxx Dana transfer xxx9 Lain-lain pendapatan yang sah xxx Lain-lain pendapatan yang sah xxx10 Jumlah pendapatan xxx Jumlah pendapatan xxx11 Belanja Belanja12 Belanja Tidak Langsung xxx Belanja Operasi xxx12.1 Belanja Pegawai xxx Belanja Pegawai xxx12.3 Bunga xxx Belanja Barang xxx12.4 Subsidi xxx12.5 Hibah xxx Bunga xxx12.6 Bantuan Sosial xxx Subsidi xxx13 Belanja Langsung xxx Hibah xxx
Belanja pegawai xxx Bantuan Sosial xxxBelanja Barang dan Jasa1)Hibah barang/jasa yang
diserahkan kepada pihakketiga/masyarakat
2)Bantuan sosial barang/jasayang diserahkan kepada pihakketiga/masyarakat
3)Barang/jasa selain 1) dan 2)
xxxxx
xx
xx
Belanja Modal xxx
Belanja modal xxx14 Jumlah belanja xxx Jumlah belanja xxx15 Surplus / defisit xxx Surplus / defisit xxx16 Pembiayaan daerah Pembiayaan daerah17 Penerimaan pembiayaan xxx Penerimaan pembiayaan xxx18 Pengeluaran pembiayaan xxx Pengeluaran pembiayaan xxx19 Pembiayaan neto xxx Pembiayaan neto xxx20 Sisa lebih pembiayaan tahun
berkenaan (SILPA)xxx Sisa lebih pembiayaan tahun
berkenaan (SILPA)xxx
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
GAMAWAN FAUZI
Salinan sesuai dengan aslinyaPlt. KEPALA BIRO HUKUM
ZUDAN ARIF FAKRULLOHPembina (IV/a)
NIP. 19690824 199903 1 001
SALINAN
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 201 1 TENTANG PEDOMAN
PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka tertib administrasi, dan terciptanya
harmonisasi, stabilisasi, efektifitas, serta menjamin partisipasi
masyarakat guna memperkuat dukungan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah, berkenaan dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2OLl tentang
Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
: 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor a9l6);
Mengingat
2.
3.
5.
6.
4.
-2-
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol3 tentang
Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5430);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambaban Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OL4 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2Ol4 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5601);
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2O 11 Nomor 31O).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial
Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
201 1 Nomor 450) sebagaimana telah diubah dengan
7.
-3-
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2Ol2
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 32 Tahun 2OLL tentang Pedoman Pemberian
Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2Ol2 Nomor 5a0);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI DALAM
NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2OLI
TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN
SOSIAL YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 32 Tahun 2Oll tentang Pedoman Pemberian Hibah
dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2OLL Nomor 450) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
39 Tahun 2OL2 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2OlL tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2Ol2 Nomor 540), diubah sebagai
berikut:
-4-
1. Ketentuan Pasal I diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi
sebagai berikut:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
2. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi daerah provinsi
atau Bupati bagi daerah kabupaten dan/atau Walikota
bagi daerah kota.
3. Dewan Perwakilan Ralryat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD atau sebutan lain adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
4. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut.
5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,
dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
6. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya
disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola
keuangan daerah yang mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak
sebagai bendahara umum daerah.
7. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang
selanjutnya disingkat SKPKD adalah perangkat daerah
-5-
pada Pemerintah Daerah yang
pengelolaan APBD.
melaksanakan
8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya
disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada
pemerintah daerah selaku pengguna anggaran lbarang.
9. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya
disingkat TAPD adalah tim yang dibentuk dengan
keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris
daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta
melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka
penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat
perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai
dengan kebutuhan.
10. Rencana Kerja dan Anggaran PPKD yang selanjutnya
disingkat RKA-PPKD adalah rencana kerja dan
anggaran badan/dinas/biro keuangan lbagian
keuangan selaku Bendahara Umum Daerah.
ll.Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya
disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan
dan penganggaran yang berisi program, kegiatan dan
anggaran SKPD.
12. Dokumen Pelaksanaan Anggaran PPKD yang
selanjutnya disingkat DPA-PPKD merupakan dokumen
pelaksanaan anggaran badan/dinas/biro
keuangan lbagian keuangan selaku Bendahara Umum
Daerah.
13. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang
selanjutnya disingkat DPA-SKPD merupakan dokumen
yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD
yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh
pengguna anggaran.
14. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat atau
pemerintah daerah lain, Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Badan, Lembaga
dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan
-6-
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus yang
bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah.
15. Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa
uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu,
keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang
sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang
bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya resiko sosial.
16. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang
dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan
sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga,
kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis
sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam
dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja
bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat
hidup dalam kondisi wajar.
17. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkat
NPHD adalah naskah perjanjian hibah yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah antara
pemerintah daerah dengan penerima hibah.
18. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
2. Ketentuan Pasal 4 ayat (21, ayat (3), dan ayat (41 diubah,
sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
BAB III
HIBAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Pemerintah daerah dapat memberikan hibah sesuai
kemampuan keuangan daerah.
Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan
belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.
(1)
(2)
-7-
Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran
program dan kegiatan pemerintah daerah sesuai
urgensi dan kepentingan daerah dalam mendukung
terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas
keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk
masyarakat.
Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memenuhi kriteria paling sedikit:
a. peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;
b. bersifat tidak wajib, tidak mengikat atau tidak
secara terus menerus setiap tahun anggaran sesuai
dengan kemampuan keuangan daerah kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
c. memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah
dalam mendukung terselenggaranya fungsi
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
d. memenuhi persyaratan penerima hibah.
3. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 5
Hibah dapat diberikan kepada:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah; dan/atau
d. Badan, Lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang
berbadan hukum Indonesia.
(3)
(4)
-8-
4. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi:
Pasal 6
(l) Hibah kepada pemerintah pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diberikan kepada
satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah
non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam
daerah yang bersangkutan.
(2) Hibah kepada pemerintah daerah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b diberikan kepada
daerah otonom baru hasil pemekaran daerah
sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-
undangan.
(3) Hibah kepada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf c diberikan dalam
rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Hibah kepada Badan Usaha Milik Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf c diberikan dalam
rangka untuk meneruskan hibah yang diterima
pemerintah daerah dari pemerintah pusat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikan kepada
Badan dan Lembaga:
a. yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang
dibentuk berdasarkan peraturan perundang-
undangan;
b. yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang telah
memiliki Surat Keterangan Terdaftar yang
diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur
atau Bupati/Walikota; atau
c.yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial
kemasvarakatan berupa kelompok
-9-
masyarakat/ kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat, dan keberadaannya
diakui oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah
daerah melalui pengesahan atau penetapan dari
pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja
perangkat daerah terkait sesuai dengan
kewenangannya.
(6) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang
berbadan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf d diberikan kepada organisasi
kemasyarakatan yang berbadan hukum yayasan atau
organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
perkumpulan yang telah mendapatkan pengesahan
badan hukum dari kementerian yang membidangi
urusan hukum dan hak asasi manusia sesuai
peraturan perundang-undangan.
5. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) diberikan dengan
persyaratan paling sedikit:
a. memiliki kepengurusan yang jelas didaerah yang
bersangkutan;
b. memiliki surat keterangan domisili dari lurah/kepala
desa setempat atau sebutan lainnya; dan
c. berkedudukan dalam wilayah administrasi
pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) diberikan dengan
persyaratan paling sedikit:
a. telah terdaftar pada kementerian yang membidangi
urusan hukum dan hak asasi manusia paling
-10-
singkat 3 tahun, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan ;
b. berkedudukan dalam wilayah administrasi
pemerintah daerah yang bersangkutan; dan
c. memiliki sekretariat tetap didaerah yang
bersangkutan.
6. Ketentuan Pasal 8 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 8
berbunyi sebagai berikut:
Bagian Kedua
Penganggaran
Pasal 8
( 1) Pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah,
badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat
menyampaikan usulan hibah secara tertulis kepada
kepala daerah.
(2) Kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk
melakukan evaluasi usulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi
kepada kepala daerah melalui TAPD.
(4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan
prioritas dan kemampuan keuangan daerah.
7. Ketentuan Pasal 1L ayat (2) diubah, sehingga Pasal 11
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Hibah berupa uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) dianggarkan dalam kelompok belanja
- Ll,-
tidak langsung, jenis belanja hibah, obyek belanja
hibah, dan rincian obyek belanja hibah pada PPKD.
(2) Obyek belanja hibah dan rincian obyek belanja hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah; dan/ atau
d. Badan, Lembaga, dan organisasi kemasyarakatan
yang berbadan hukum Indonesia.
(3) Hibah berupa barang atau jasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (2) dianggarkan dalam kelompok
belanja langsung yang diformulasikan kedalam
program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis
belanja barang dan jasa, obyek belanja hibah barang
atau jasa dan rincian obyek belanja hibah barang atau
jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/ masyarakat
pada SKPD.
8. Ketentuan Pasal 14 ayat (4) diubah, sehingga Pasal 14
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah
beserta besaran uang atau jenis barang atau jasa yang
akan dihibahkan dengan keputusan kepala daerah
berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
(21Daltar penerima hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi dasar penyaluran/penyerahan hibah.
(3) Penyaluran/ penyerahan hibah dari pemerintah daerah
kepada penerima hibah dilakukan setelah
penandatanganan NPHD.
(4) Pencairan hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-L2-
9. Ketentuan Pasal 22 ayat (21 diubah, sehingga Pasal 22
berbunyi sebagai berikut:
BAB IV
BANTUAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal22
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial
kepada anggota/kelompok masyarakat sesuai
kemampuan keuangan daerah.
(2) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan
belanja urusan wajib dan urusan pilihan dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas
dan manfaat untuk masyarakat.
1O. Ketentuan Pasal 43 diubah, sehingga Pasal 43 berbunyi
sebagai berikut:
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) Pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (6) dikecualikan terhadap:
a. Organisasi Kemasyarakatan yang telah berbadan
hukum sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan,
diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2013;
b. Organisasi Kemasyarakatan yang telah berbadan
hukum berdasarkan Staatsblad 1870 Nomor 64
tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan
Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen)
-13-
yang berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia dan konsisten mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetap diakui
keberadaan dan kesejarahannya sebagai aset
bangsa, tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol3;
c. Organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki
Surat Keterangan Terdaftar yang sudah diterbitkan
sebelum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013,
tetap berlaku sampai akhir masa berlakunya; dan
d. Organisasi Kemasyarakatan yang didirikan oleh
Warga Negara Asing, Warga Negara Asing bersama
Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum asing
yang telah beroperasi harus menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol3
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun
terhitung sejak Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2Ol3 diundangkan.
(2) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, hibah
dan bantuan sosial Tahun Anggaran 2016 dapat
dilaksanakan sepanjang telah dianggarkan dalam APBD
Tahun Anggaran 2016 dan telah sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Dalam hal penganggaran hibah dan bantuan sosial
Tahun Anggaran 2OL6 belum sesuai dengan Peraturan
Menteri ini, hibah dan bantuan sosial Tahun Anggaran
2016 dapat dianggarkan setelah dilakukan penyesuaian
berdasarkan Peraturan Menteri ini dan ditetapkan
dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2016.
-L4-
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
menempatkannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta 'pada tanggal 23 Maret 2016.
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
T:JAHJO KUMOLO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2016.
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OL6 NOMOR 541.
i dengan aslinyaM,
198903 1 001.
- 1 -
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG
ORGANISASI KEMASYARAKATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi
manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, setiap orang
wajib menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain dalam rangka tertib hukum serta menciptakan keadilan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
c. bahwa sebagai wadah dalam menjalankan kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, organisasi kemasyarakatan berpartisipasi dalam
pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Organisasi
Kemasyarakatan;
Mengingat . . .
- 2 -
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E
ayat (3), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh
masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
2. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah peraturan dasar Ormas.
3. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART
adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD Ormas.
4. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Pemerintah . . .
- 3 -
5. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang dalam negeri.
BAB II
ASAS, CIRI, DAN SIFAT
Pasal 2
Asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 4
Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis.
BAB III
TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 5
Ormas bertujuan untuk:
a. meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat;
b. memberikan pelayanan kepada masyarakat;
c. menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa;
d. melestarikan . . .
- 4 -
d. melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan
budaya yang hidup dalam masyarakat;
e. melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
f. mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan
toleransi dalam kehidupan bermasyarakat;
g. menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa; dan
h. mewujudkan tujuan negara.
Pasal 6
Ormas berfungsi sebagai sarana:
a. penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi;
b. pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan
tujuan organisasi;
c. penyalur aspirasi masyarakat;
d. pemberdayaan masyarakat;
e. pemenuhan pelayanan sosial;
f. partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
g. pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 7
(1) Ormas memiliki bidang kegiatan sesuai dengan AD/ART masing-masing.
(2) Bidang kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan sifat, tujuan, dan fungsi Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
Pasal 8
Ormas memiliki lingkup:
a. nasional;
b. provinsi; atau
c. kabupaten/kota.
BAB IV . . .
- 5 -
BAB IV
PENDIRIAN
Pasal 9
Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau
lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan.
Pasal 10
(1) Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk:
a. badan hukum; atau
b. tidak berbadan hukum.
(2) Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
a. berbasis anggota; atau
b. tidak berbasis anggota.
Pasal 11
(1) Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk:
a. perkumpulan; atau
b. yayasan.
(2) Ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didirikan dengan berbasis
anggota.
(3) Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b didirikan dengan tidak berbasis anggota.
Pasal 12
(1) Badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a didirikan dengan memenuhi persyaratan:
a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD dan ART;
b. program . . .
- 6 -
b. program kerja;
c. sumber pendanaan;
d. surat keterangan domisili;
e. nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan; dan
f. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa
kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan.
(2) Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(3) Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah meminta pertimbangan dari instansi terkait.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum
perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan undang-undang.
Pasal 13
Badan hukum yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf b diatur dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Dalam upaya mengoptimalkan peran dan fungsinya, Ormas dapat membentuk suatu wadah berhimpun.
(2) Wadah berhimpun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak harus tunggal, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
BAB V . . .
- 7 -
BAB V
PENDAFTARAN
Pasal 15
(1) Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah
mendapatkan pengesahan badan hukum.
(2) Pendaftaran Ormas berbadan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal telah memperoleh status badan hukum, Ormas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan surat keterangan terdaftar.
Pasal 16
(1) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar.
(2) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memenuhi persyaratan:
a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD atau AD dan ART;
b. program kerja;
c. susunan pengurus;
d. surat keterangan domisili;
e. nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas;
f. surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau tidak dalam perkara di pengadilan; dan
g. surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan.
(3) Surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh:
a. Menteri bagi Ormas yang memiliki lingkup nasional;
b. gubernur bagi Ormas yang memiliki lingkup provinsi;
atau
c. bupati/walikota bagi Ormas yang memiliki lingkup kabupaten/kota.
Pasal 17 . . .
- 8 -
Pasal 17
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) wajib melakukan verifikasi dokumen pendaftaran paling lama 15 (lima belas)
hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen pendaftaran.
(2) Dalam hal dokumen permohonan belum lengkap Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meminta Ormas pemohon untuk
melengkapinya dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penyampaian
ketidaklengkapan dokumen permohonan.
(3) Dalam hal Ormas lulus verifikasi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan surat keterangan terdaftar dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
Pasal 18
(1) Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum yang tidak
memenuhi persyaratan untuk diberi surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan pendataan sesuai dengan alamat dan domisili.
(2) Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh camat atau sebutan lain.
(3) Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama dan alamat organisasi;
b. nama pendiri;
c. tujuan dan kegiatan; dan
d. susunan pengurus.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran dan
pendataan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VI . . .
- 9 -
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 20
Ormas berhak:
a. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka;
b. memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi;
d. melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;
e. mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi; dan
f. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, swasta, Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi.
Pasal 21
Ormas berkewajiban:
a. melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi;
b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma
kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat;
d. menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat;
e. melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan
f. berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara.
BAB VII . . .
- 10 -
BAB VII
ORGANISASI, KEDUDUKAN, DAN KEPENGURUSAN
Bagian Kesatu Organisasi
Pasal 22
Ormas memiliki struktur organisasi dan kepengurusan.
Pasal 23
Ormas lingkup nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf a memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah provinsi di
seluruh Indonesia.
Pasal 24
Ormas lingkup provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
Pasal 25
Ormas lingkup kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit dalam 1 (satu) kecamatan.
Pasal 26
Ormas dapat memiliki struktur organisasi dan kepengurusan di luar negeri sesuai dengan kebutuhan organisasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Ormas dapat melakukan kegiatan di seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua . . .
- 11 -
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 28
Ormas berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia
yang ditentukan dalam AD.
Bagian Ketiga Kepengurusan
Pasal 29
(1) Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan dipilih secara
musyawarah dan mufakat.
(2) Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua atau sebutan lain;
b. 1 (satu) orang sekretaris atau sebutan lain; dan
c. 1 (satu) orang bendahara atau sebutan lain.
(3) Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas dan bertanggung jawab
atas pengelolaan Ormas.
Pasal 30
(1) Struktur kepengurusan, sistem pergantian, hak dan kewajiban pengurus, wewenang, pembagian tugas, dan hal
lainnya yang berkaitan dengan kepengurusan diatur dalam AD dan/atau ART.
(2) Dalam hal terjadi perubahan kepengurusan, susunan
kepengurusan yang baru diberitahukan kepada kementerian, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan kepengurusan.
Pasal 31 . . .
- 12 -
Pasal 31
(1) Pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau mendirikan Ormas yang sama.
(2) Dalam hal pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk
kepengurusan dan/atau mendirikan Ormas yang sama, keberadaan kepengurusan dan/atau Ormas yang sama tersebut tidak diakui oleh Undang-Undang ini.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi, kedudukan, dan kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 31 diatur dalam AD dan/atau
ART.
BAB VIII KEANGGOTAAN
Pasal 33
(1) Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota Ormas.
(2) Keanggotaan Ormas bersifat sukarela dan terbuka.
(3) Keanggotaan Ormas diatur dalam AD dan/atau ART.
Pasal 34
(1) Setiap anggota Ormas memiliki hak dan kewajiban yang
sama.
(2) Hak dan kewajiban anggota Ormas diatur dalam AD dan/atau ART.
BAB IX . . .
- 13 -
BAB IX
AD DAN ART ORMAS
Bagian Kesatu Umum
Pasal 35
(1) Setiap Ormas yang berbadan hukum dan yang terdaftar
wajib memiliki AD dan ART.
(2) AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
a. nama dan lambang;
b. tempat kedudukan;
c. asas, tujuan, dan fungsi;
d. kepengurusan;
e. hak dan kewajiban anggota;
f. pengelolaan keuangan;
g. mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan internal; dan
h. pembubaran organisasi.
Bagian Kedua
Perubahan AD dan ART Ormas
Pasal 36
(1) Perubahan AD dan ART dilakukan melalui forum tertinggi
pengambilan keputusan Ormas.
(2) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada kementerian, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan AD dan ART.
BAB X . . .
- 14 -
BAB X
KEUANGAN
Pasal 37
(1) Keuangan Ormas dapat bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. bantuan/sumbangan masyarakat;
c. hasil usaha Ormas;
d. bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing;
e. kegiatan lain yang sah menurut hukum; dan/atau
f. anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.
(2) Keuangan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara transparan dan akuntabel.
(3) Dalam hal melaksanakan pengelolaan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ormas menggunakan rekening pada bank nasional.
Pasal 38
(1) Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola dana dari
iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, Ormas wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan standar
akuntansi secara umum atau sesuai dengan AD dan/atau ART.
(2) Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola bantuan/sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Ormas wajib
mengumumkan laporan keuangan kepada publik secara berkala.
(3) Sumber keuangan Ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XI . . .
- 15 -
BAB XI
BADAN USAHA ORMAS
Pasal 39
(1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan
hidup organisasi, Ormas berbadan hukum dapat mendirikan badan usaha.
(2) Tata kelola badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD dan/atau ART.
(3) Pendirian badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII PEMBERDAYAAN ORMAS
Pasal 40
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Ormas untuk meningkatkan kinerja dan
menjaga keberlangsungan hidup Ormas.
(2) Dalam melakukan pemberdayaan Ormas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. fasilitasi kebijakan;
b. penguatan kapasitas kelembagaan; dan
c. peningkatan kualitas sumber daya manusia.
(4) Fasilitasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa peraturan perundang-undangan yang
mendukung pemberdayaan Ormas.
(5) Penguatan . . .
- 16 -
(5) Penguatan kapasitas kelembagaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b dapat berupa:
a. penguatan manajemen organisasi;
b. penyediaan data dan informasi;
c. pengembangan kemitraan;
d. dukungan keahlian, program, dan pendampingan;
e. penguatan kepemimpinan dan kaderisasi;
f. pemberian penghargaan; dan/atau
g. penelitian dan pengembangan.
(6) Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat berupa:
a. pendidikan dan pelatihan;
b. pemagangan; dan/atau
c. kursus.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1) Dalam hal pemberdayaan, Ormas dapat bekerja sama atau
mendapat dukungan dari Ormas lainnya, masyarakat, dan/atau swasta.
(2) Kerja sama atau dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian penghargaan, program, bantuan, dan dukungan operasional organisasi.
Pasal 42
(1) Pemerintah membentuk sistem informasi Ormas untuk meningkatkan pelayanan publik dan tertib administrasi.
(2) Sistem informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikembangkan oleh kementerian atau instansi terkait yang dikoordinasikan dan diintegrasikan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
(3) Ketentuan . . .
- 17 -
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi Ormas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
ORMAS YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING
Pasal 43
(1) Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dapat
melakukan kegiatan di wilayah Indonesia.
(2) Ormas yang didirikan oleh warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. badan hukum yayasan asing atau sebutan lain;
b. badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara
asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia; atau
c. badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing.
Pasal 44
(1) Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a
wajib memiliki izin Pemerintah.
(2) Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. izin prinsip; dan
b. izin operasional.
(3) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang luar negeri setelah memperoleh pertimbangan tim perizinan.
(4) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45 . . .
- 18 -
Pasal 45
(1) Untuk memperoleh izin prinsip, ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan
Indonesia;
b. memiliki asas, tujuan, dan kegiatan organisasi yang bersifat nirlaba.
(2) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang.
(3) Perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin
prinsip berakhir.
Pasal 46
(1) Izin operasional bagi ormas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (2) huruf a hanya dapat diberikan setelah ormas mendapatkan izin prinsip.
(2) Untuk memperoleh izin operasional, ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a harus memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah sesuai dengan
bidang kegiatannya.
(3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tidak melebihi jangka waktu izin prinsip dan
dapat diperpanjang.
(4) Perpanjangan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum izin operasional tersebut berakhir.
Pasal 47
(1) Badan hukum ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b dan huruf c disahkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia setelah
mendapatkan pertimbangan tim perizinan.
(2) Selain . . .
- 19 -
(2) Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang yayasan, pengesahan badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b wajib memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. warga negara asing yang mendirikan ormas tersebut telah tinggal di Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
b. pemegang izin tinggal tetap;
c. jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh
warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri paling sedikit senilai
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan
tersebut;
d. salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara
dijabat oleh warga negara Indonesia; dan
e. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan tidak
merugikan masyarakat, bangsa, dan/atau negara Indonesia.
(3) Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang yayasan, pengesahan badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf c, wajib memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. badan hukum asing yang mendirikan yayasan tersebut
telah beroperasi di Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
b. jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan badan hukum asing yang berasal dari pemisahan sebagian harta kekayaan pendiri yang dijadikan kekayaan awal
yayasan paling sedikit senilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai
keabsahan harta kekayaan tersebut;
c. salah . . .
- 20 -
c. salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara
dijabat oleh warga negara Indonesia; dan
d. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan tidak
merugikan masyarakat, bangsa, dan/atau negara Indonesia.
Pasal 48
Dalam melaksanakan kegiatannya, ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) wajib bermitra dengan Pemerintah dan Ormas yang didirikan oleh warga negara
Indonesia atas izin Pemerintah.
Pasal 49
Pembentukan tim perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) dan Pasal 47 ayat (1) dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
luar negeri.
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, tim perizinan, dan pengesahan ormas yang didirikan oleh warga negara asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 49 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) berkewajiban:
a. menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. tunduk dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menghormati . . .
- 21 -
c. menghormati dan menghargai nilai-nilai agama dan adat
budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia;
d. memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia;
e. mengumumkan seluruh sumber, jumlah, dan penggunaan dana; dan
f. membuat laporan kegiatan berkala kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan dipublikasikan kepada masyarakat melalui media massa berbahasa Indonesia.
Pasal 52
Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dilarang:
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. mengganggu kestabilan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. melakukan kegiatan intelijen;
d. melakukan kegiatan politik;
e. melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatik;
f. melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan
organisasi;
g. menggalang dana dari masyarakat Indonesia; dan
h. menggunakan sarana dan prasarana instansi atau lembaga pemerintahan.
BAB XIV PENGAWASAN
Pasal 53
(1) Untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dilakukan pengawasan internal dan eksternal.
(2) Pengawasan . . .
- 22 -
(2) Pengawasan internal terhadap Ormas atau ormas yang
didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan mekanisme organisasi yang diatur dalam AD/ART.
(3) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah, dan/atau
Pemerintah Daerah.
Pasal 54
(1) Untuk menjamin terlaksananya fungsi dan tujuan Ormas, setiap Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara
asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) memiliki pengawas internal.
(2) Pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi untuk menegakkan kode etik organisasi dan memutuskan pemberian sanksi dalam internal organisasi.
(3) Tugas dan kewenangan pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD dan ART atau peraturan organisasi.
Pasal 55
(1) Bentuk pengawasan oleh masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) dapat berupa pengaduan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan oleh masyarakat, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah terhadap Ormas atau
ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 55 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XV . . .
- 23 -
BAB XV
PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI
Pasal 57
(1) Dalam hal terjadi sengketa internal Ormas, Ormas
berwenang menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang diatur dalam AD dan ART.
(2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, pemerintah dapat memfasilitasi mediasi atas permintaan para pihak yang bersengketa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 58
(1) Dalam hal mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa Ormas dapat ditempuh melalui pengadilan negeri.
(2) Terhadap putusan pengadilan negeri hanya dapat diajukan
upaya hukum kasasi.
(3) Sengketa Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan perkara dicatat di pengadilan negeri.
(4) Dalam hal putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan upaya hukum kasasi, Mahkamah Agung wajib memutus dalam jangka waktu
paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
BAB XVI LARANGAN
Pasal 59
(1) Ormas dilarang:
a. menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan
bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang Ormas;
b. menggunakan . . .
- 24 -
b. menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut
yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;
c. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang,
bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas;
d. menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera,
atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau
e. menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau
tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
(2) Ormas dilarang:
a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama,
ras, atau golongan;
b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan
terhadap agama yang dianut di Indonesia;
c. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak
fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau
e. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ormas dilarang:
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun
sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
b. mengumpulkan dana untuk partai politik.
(4) Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan
Pancasila.
BAB XVII . . .
- 25 -
BAB XVII
SANKSI
Pasal 60
(1) Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan lingkup
tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 59.
(2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan upaya persuasif sebelum menjatuhkan sanksi administratif kepada
Ormas yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 61
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
ayat (1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian bantuan dan/atau hibah;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan
status badan hukum.
Pasal 62
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a terdiri atas:
a. peringatan tertulis kesatu;
b. peringatan tertulis kedua; dan
c. peringatan tertulis ketiga.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara berjenjang dan setiap peringatan tertulis
tersebut berlaku dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Dalam hal Ormas telah mematuhi peringatan tertulis
sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
mencabut peringatan tertulis dimaksud.
(4) Dalam . . .
- 26 -
(4) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis kesatu
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis kedua.
(5) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis kedua dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis ketiga.
Pasal 63
(1) Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan tertulis kesatu
sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis kedua.
(2) Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan tertulis kedua
sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis ketiga.
Pasal 64
(1) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis ketiga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5) dan Pasal 63 ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
menjatuhkan sanksi berupa:
a. penghentian bantuan dan/atau hibah; dan/atau
b. penghentian sementara kegiatan.
(2) Dalam hal Ormas tidak memperoleh bantuan dan/atau hibah, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
Pasal 65
(1) Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup nasional, Pemerintah wajib
meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung.
(2) Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas)
hari Mahkamah Agung tidak memberikan pertimbangan hukum, Pemerintah berwenang menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan.
(3) Dalam . . .
- 27 -
(3) Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara
kegiatan terhadap Ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 66
(1) Sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b dijatuhkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Dalam hal jangka waktu penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Ormas dapat melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan Ormas.
(3) Dalam hal Ormas telah mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat mencabut sanksi penghentian sementara kegiatan.
Pasal 67
(1) Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tidak mematuhi
sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar.
(2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib meminta
pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebelum menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Mahkamah Agung wajib memberikan pertimbangan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan pertimbangan hukum.
Pasal 68 . . .
- 28 -
Pasal 68
(1) Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah menjatuhkan
sanksi pencabutan status badan hukum.
(2) Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadan hukum.
(3) Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 69
(1) Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya salinan putusan pembubaran
Ormas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Pasal 70
(1) Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
(2) Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan kepada ketua pengadilan negeri sesuai dengan tempat domisili hukum Ormas dan panitera mencatat pendaftaran permohonan pembubaran sesuai
dengan tanggal pengajuan.
(3) Permohonan . . .
- 29 -
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, permohonan
pembubaran Ormas berbadan hukum tidak dapat diterima.
(5) Pengadilan negeri menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
pendaftaran permohonan pembubaran Ormas.
(6) Surat pemanggilan sidang pemeriksaan pertama harus
sudah diterima secara patut oleh para pihak paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan sidang.
(7) Dalam sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), Ormas sebagai pihak termohon diberi hak untuk membela diri dengan memberikan keterangan dan bukti di persidangan.
Pasal 71
(1) Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) harus diputus oleh pengadilan negeri
dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(3) Putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 72
Pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 kepada
pemohon, termohon, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 73 . . .
- 30 -
Pasal 73
(1) Putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.
(2) Dalam hal putusan pengadilan negeri tidak diajukan upaya
hukum kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salinan putusan pengadilan negeri disampaikan kepada
pemohon, termohon, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung
sejak putusan diucapkan.
Pasal 74
(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan negeri diucapkan dan dihadiri oleh para pihak.
(2) Dalam hal pengucapan putusan pengadilan negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dihadiri oleh para pihak, permohonan kasasi diajukan dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak salinan putusan diterima secara patut oleh para pihak.
(3) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didaftarkan pada pengadilan negeri yang telah memutus pembubaran Ormas.
(4) Panitera mencatat permohonan kasasi pada tanggal diterimanya permohonan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera.
(5) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera pengadilan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan
dicatat.
Pasal 75 . . .
- 31 -
Pasal 75
(1) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 kepada
termohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi
didaftarkan.
(2) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi
kepada panitera pengadilan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal memori kasasi diterima.
(3) Panitera pengadilan wajib menyampaikan kontra memori kasasi termohon kepada pemohon kasasi dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal kontra memori kasasi diterima.
(4) Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung dalam jangka
waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan atau paling lama
7 (tujuh) hari sejak kontra memori kasasi diterima.
Pasal 76
(1) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74
ayat (5) tidak terpenuhi, ketua pengadilan negeri menyampaikan surat keterangan kepada Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pemohon kasasi tidak mengajukan
memori kasasi.
(2) Penyampaian surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu penyampaian
memori kasasi.
Pasal 77
(1) Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
(2) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 harus diputus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan
kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
Pasal 78 . . .
- 32 -
Pasal 78
(1) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung
sejak tanggal permohonan kasasi diputus.
(2) Pengadilan negeri wajib menyampaikan salinan putusan
kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemohon kasasi, termohon kasasi, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak putusan kasasi diterima.
Pasal 79
Dalam hal ormas berbadan hukum yayasan asing atau sebutan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 atau Pasal 52, Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian kegiatan;
c. pembekuan izin operasional;
d. pencabutan izin operasional;
e. pembekuan izin prinsip;
f. pencabutan izin prinsip; dan/atau
g. sanksi keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 78
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penjatuhan sanksi untuk ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan oleh
warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia, atau yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing.
Pasal 81 . . .
- 33 -
Pasal 81
(1) Setiap orang yang merupakan anggota atau pengurus Ormas, atau anggota atau pengurus ormas yang didirikan oleh warga negara asing, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama melakukan tindak pidana, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang yang merupakan anggota atau pengurus Ormas, atau anggota atau pengurus ormas yang didirikan oleh warga negara asing, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain, pihak yang dirugikan berhak
mengajukan gugatan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 82
Ketentuan lebih lanjut mengenai penjatuhan sanksi Ormas, ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lainnya, dan
Ormas badan hukum yayasan yang didirikan warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 80 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 83
Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku:
a. Ormas yang telah berbadan hukum sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diakui keberadaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
b. Ormas yang telah berbadan hukum berdasarkan Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan
Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen) yang berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia dan konsisten mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetap diakui keberadaan dan kesejarahannya sebagai aset bangsa, tidak perlu melakukan
pendaftaran sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c. surat . . .
- 34 -
c. Surat keterangan terdaftar yang sudah diterbitkan sebelum
Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai akhir masa berlakunya; dan
d. ormas yang didirikan oleh warga negara asing, warga negara
asing bersama warga negara Indonesia, atau badan hukum asing yang telah beroperasi harus menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 84
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Ormas, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang Undang ini.
Pasal 85
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3298) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 86
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 87
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 35 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 116
Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG
ORGANISASI KEMASYARAKATAN
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin
kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara individu ataupun kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai perwujudan hak asasi manusia. Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyebutkan bahwa dalam menjalankan hak asasi dan kebebasannya secara individu maupun kolektif, setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia lainnya dan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas dengan segala bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam
sejarah perjuangan kemerdekaan negara Republik Indonesia, Ormas merupakan wadah utama dalam pergerakan kemerdekaan di antaranya
Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Ormas lain yang didirikan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Peran dan rekam jejak Ormas yang telah berjuang secara ikhlas dan sukarela tersebut
mengandung nilai sejarah dan merupakan aset bangsa yang sangat penting bagi perjalanan bangsa dan negara.
Dinamika . . .
- 2 -
Dinamika perkembangan Ormas dan perubahan sistem pemerintahan
membawa paradigma baru dalam tata kelola organisasi kemasyarakatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pertumbuhan jumlah Ormas, sebaran dan jenis kegiatan Ormas dalam kehidupan
demokrasi makin menuntut peran, fungsi dan tanggung jawab Ormas untuk berpartisipasi dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa
Indonesia, serta menjaga dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peningkatan peran dan fungsi Ormas dalam pembangunan memberi konsekuensi pentingnya membangun sistem
pengelolaan Ormas yang memenuhi kaidah Ormas yang sehat sebagai organisasi nirlaba yang demokratis, profesional, mandiri, transparan, dan
akuntabel.
Pancasila merupakan dasar dan falsafah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, setiap warga Negara, baik
secara individu maupun kolektif, termasuk Ormas wajib menjadikan Pancasila sebagai napas, jiwa, dan semangat dalam mengelola Ormas. Pengakuan dan penghormatan terhadap Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar dan falsafah berbangsa dan bernegara, tetap menghargai dan menghormati
kebhinnekaan Ormas yang memiliki asas perjuangan organisasi yang tidak bertentangan dengan Pancasila, dan begitu pula Ormas yang menjadikan Pancasila sebagai asas organisasinya.
Pergaulan internasional membawa konsekuensi terjadinya interaksi antara Ormas di suatu negara dan negara lain. Kehadiran Ormas dari negara lain
di Indonesia harus tetap menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara, serta tetap menghormati nilai sosial budaya masyarakat, patuh dan tunduk
pada hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, Undang-Undang mengatur Ormas yang didirikan warga negara asing dan badan hukum asing yang beroperasi di Indonesia.
Dinamika Ormas dengan segala kompleksitasnya menuntut pengelolaan dan pengaturan hukum yang lebih komprehensif. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44) yang ada saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, diperlukan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Undang-Undang . . .
- 3 -
Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan terdiri atas 19 Bab
dan 87 Pasal. Undang-undang ini mengatur mengenai: pengertian; asas, ciri, dan sifat; tujuan, fungsi, dan ruang lingkup; pendirian; pendaftaran; hak dan kewajiban; organisasi, kedudukan, dan kepengurusan;
keanggotaan; AD dan ART; keuangan; badan usaha; dan pemberdayaan Ormas. Selain itu, Undang-Undang ini mengatur mengenai ormas yang
didirikan oleh warga negara asing ataupun ormas asing yang beraktivitas di Indonesia; pengawasan; penyelesaian sengketa organisasi; larangan; dan sanksi. Pengaturan tersebut diharapkan dapat menjadi aturan yang lebih
baik dan memberikan manfaat kepada sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 4 -
Huruf g
Cukup jelas. Huruf h
Yang dimaksud dengan “mewujudkan tujuan negara” adalah
sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10 Cukup jelas.
Pasal 11 Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15 . . .
- 5 -
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18 Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29 . . .
- 6 -
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42 . . .
- 7 -
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d Yang dimaksud dengan “kegiatan politik” adalah kegiatan yang
mengganggu stabilitas politik dalam negeri, penggalangan dana untuk jabatan politik, atau propaganda politik.
Huruf e . . .
- 8 -
Huruf e
Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h Yang dimaksud dengan “sarana dan prasarana pada instansi atau lembaga Pemerintahan”, antara lain kantor, kendaraan
dinas, pegawai, dan peralatan dinas.
Pasal 53 Cukup jelas.
Pasal 54 Cukup jelas.
Pasal 55 Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud dengan “tanpa izin” adalah tanpa izin dari pemilik nama, pemilik lambang, atau bendera negara,
lembaga/badan internasional. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas.
Ayat 2 . . .
- 9 -
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan „‟ajaran atau paham yang bertentangan
dengan Pancasila‟‟ adalah ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme.
Pasal 60 Cukup jelas.
Pasal 61
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Yang dimaksud dengan “penghentian bantuan dan/atau hibah”
adalah penghentian oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah atas bantuan dan/atau hibah yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Huruf c
Penghentian sementara kegiatan dalam ketentuan ini tidak termasuk kegiatan internal, seperti rapat internal Ormas.
Huruf d Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63 Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67 . . .
- 10 -
Pasal 67
Cukup jelas. Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69 Cukup jelas.
Pasal 70 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “permohonan” tidak dapat diartikan sebagai perkara voluntair yang diperiksa secara ex parte, tetapi harus diperiksa secara contentiusa, yaitu pihak yang
berkepentingan harus ditarik sebagai termohon untuk memenuhi asas audi et alteram partem.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Pasal 71 Cukup jelas.
Pasal 72 Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75 . . .
- 11 -
Pasal 75
Cukup jelas. Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77 Cukup jelas.
Pasal 78 Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas. Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83 Cukup jelas.
Pasal 84 Cukup jelas.
Pasal 85 Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5430
DOKUMENTASI
Ket : Wawancara Dengan Bapak H.Iim Sebagai Kepala Yayasan MadrasahDiniyah Awaliyah Darul Ihsan. (Selasa, 4 Juli 2017, Pukul 10.15 WIB)
Ket : Wawancara Dengan Bapak H. Murtado Sebagai Kepala Madrasah DiniyahMadarijul Ulum. (Selasa, 4 Juli 2017, Pukul 14.30 WIB).
Ket : Wawancara Dengan Bapak Mustopa Idris Sebagai Kepala Yayasan AL-Fathir. (Kamis, 6 Juli 2017, Pukul 13.30 WIB).
Ket : Wawancara Dengan Bapak Iman Sentosa, SE Sebagai Pejabat PelaksanaTeknis Kegiatan (PPTK) Di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat DaerahProvinsi Banten. (Rabu, 19 Juli 2017, Pukul 09.58 WIB).
Ket : Wawancara Dengan Bapak Bapak Dadan Romdani, SE, MM Sebagai StafBiro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, (Rabu, 19 Juli2017, Pukul 09.15 WIB)
Ket : Wawancara Dengan Bapak Slamet Riyadi sebagai Staf Biro KesejahteraanRakyat Sekretariat Daerah Provinsi Banten, (Kamis, 20 Juli 2017, Pukul 15.16WIB).
Nama
Tempat, Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Golongan Darah
Alamat
Rt/Rw
Kelurahan/Desa
Kecamatan
Kota/Kabupaten
Provinsi
Agama
Status Perkawinan
Pekerjaan
Kewarganegaraan
Riwayat Pendidikan
TK
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Riwayat Organisasi
: FARDAN KAMIL
: Serang, 03 Juli 1995
: Laki - Laki
: O
: Jl. Raya Pasar Ciomas
: 006/003
: Sukabares
: Ciomas
: Serang
: Banten
: Islam
: Belum Kawin
: Mahasiswa
: Indonesia
:
: Anwarul Hasan
: SDN 1 Ciomas
: SMPN 1 Ciomas
: SMAN 2 Kota Serang
: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
: Ketua BM PAN Kabupaten Serang