HIBAH 2011

download HIBAH 2011

of 23

description

hibah

Transcript of HIBAH 2011

NAUNGAN

PAGE 12

ABSTRAK

Luasnya areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia merupakan potensi untuk mengembangkan integrasi ternak ruminansia pada lahan perkebunan. Permasalahan yang dihadapi adalah produktivitas hijauan yang semakin rendah dengan meningkatnya umur tanaman akibat adanya naungan. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan keragaan rumput-leguminosa yang toleran terhadap naungan buatan (paranet), dan interval pemotongan terbaik ditinjau dari produktivitas pastura (bahan kering dan produksi gizi), dan komposi botani pastura, sedangkan penelitian tahap kedua bertujuan melihat respon pastura terpilih yang ditanam pada lahan kelapa sawit yang berbeda dengan berbagai tingkat pemupukan, ditinjau dari produktivitas pastura (bahan kering dan produksi gizi), kandungan gizi, komposisi botani dari hijauan serta kapasitas tampung lahan kelapa sawit. Lama penelitian keseluruhan direncanakan selama 3 (tiga) tahun dimulai dari tahun 2012 dan berakhir tahun 2013. Penelitian Tahap I (Tahun pertama) dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Rancangan percobaan yang digunakan pada tahapan ini adalah rancangan petak petak terbagi (RPPT). Perlakuan yang diuji adalah taraf naungan dengan menggunakan paranet (0%, 55%, dan 75%) sebagai petak utama, interval pemotongan (4 dan 8 minggu) sebagai anak petak, dan tujuh jenis pastura campuran (P0P4) sebagai anak anak petak. Pastura yang diteliti pada tahapan ini adalah : P0 = Penutup tanah konvensional = Calopogonium muconoides + Arachis glabarata; P1 = Digitaria milanjiana + Stylosanthes guianensis + Paspalum notatum + Calopogonium muconoides; P2 = Digitaria milanjiana + Stylosanthes guianensis + Paspalum notatum + Arachis glabarata; P3 = Stenotaphrum secundatum + Pueraria javanica + Brachiaria humidicola + Calopogonium muconoides; dan P4 = Stenotaphrum secundatum + Pueraria javanica + Brachiaria humidicola + Arachis glabarata. Tahapan II (Tahun II) penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Buana Estate Sicanggang, Sumatera Utara. Tahapan ini menggunakan pastura terbaik yang diperoleh dari tahapan pertama, dan rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (RPT). Perlakuan yang diteliti adalah tingkatan umur tanaman kelapa sawit (5, 8, dan 11 tanun) sebagai petak utama, dan empat tingkat pemupukan sebagai anak petak, yaitu F0 = tanpa pemupukan, F1 = 50 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl (rumput) dan 25 kg SP-36 + 25 kg KCl (legum) perhektar pertahun, F2 = 100 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl (rumput) dan 50 kg SP-36 + 50 kg KCl (legum) perhektar pertahun, dan F3 = 200 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl (rumput) dan 100 kg SP-36 + 100 kg KCl (legum) perhektar pertahun. BAB I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Intensitas cahaya diketahui mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat, sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan, pertumbuhan akar dan penyerapan nitrat (Struik dan Deinum 1982). Spesies pastura tropis yang ditanam dibawah intensitas cahaya yang berbeda dapat menunjukkan perubahan morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk/akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya (Sophanodora 1991).

Pertanaman campuran rumput dan leguminosa merupakan salah satu upaya penyediaan hijauan pakan yang berkualitas dan kontinyu untuk menopang produktivitas ternak ruminansia. Rumput yang mempunyai sifat tumbuh merayap dan mempunyai laju pertumbuhan sejalan dengan leguminosa merupakan pasangan yang tepat untuk pertanaman campuran yang digembalai oleh ternak. Pertanaman campuran dari beberapa eksperimen yang telah dilakukan Rika et al. (1991) pada tanaman campuran Paspalum notatum + tiga spesies Arachis (Arachis pintoi, Arachis repens dan Arachis sp.) dan campuran Paspalum notatum + Arachis glabarata dihasilkan bahan kering masing-masing 13.6 ton/ha/tahun dan 15.1 ton/ha/tahun dengan kontribusi legum masing-masing 16% dan 17%.

Wilson (1982) menyatakan bahwa naungan dapat mempengaruhi nilai nutrisi pada pastura, antara lain: rendahnya tingkat karbohidrat terlarut tanaman, meningkatnya kandungan silika dan lignifikasi, menurunnnya kecernaan dinding sel, menurunnya proporsi jaringan mesophil yang mudah dicerna terhadap jaringan epidermis yang sulit dicerna, meningkatnya persentase kandungan air dari jaringan yang dapat menurunkan konsumsi hijauan oleh ternak, dan protein kasar terkadang lebih tinggi pada tanaman yang berada dibawah naungan. Wong (1990) melaporkan bahwa tanaman Stenotaphrum secundatum, Calopogonium caeruleum, Paspalum conjugatum adalah tanaman yang tinggi toleransinya terhadap naungan, sedangkan Brachiaria humidicola, Digitaria sp., Calopogonium muconoides, Centrosema pubescens, Pueraria phaseloides adalah tanaman yang sedang toleransinya terhadap naungan, dan Stylosanthes guianensis merupakan tanaman yang rendah toleransinya terhadap naungan.

Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas diharapkan akan didapatkan pastura yang toleran terhadap naungan yang diharapkan nantinya pada tahapan lanjutan berikutnya dapat di aplikasikan pada lahan kelapa sawit, sehingga akhirnya secara tidak langsung akan meningkatkan produksi hijaun yang dapat dimanfaatkan oleh ternak, khususnya ternak ruminansia.

1.2. Tujuan Khusus

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tanaman yang toleran terhadap naungan, sehingga nantinya dapat meningkatkan produksi hijauan makanan ternak pada lahan yang ternaungi. Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pastura campuran yang toleran terhadap naungan pada berbagai tingkat naungan.

2. Mengetahui produksi bahan kering dari berbagai pastura campuran pada berbagai tingkat naungan.

3. Menduga kandungan protein, serat kasar, lemak kasar, nilai TDN berbagai pastura campuran dari berbagai tingkat naungan.

4. Mengevaluasi komposisi botani dari pastura campuran pada berbagai tingkat naungan.5. Mengetahui dampak pastura campuran dari naungan pada berbagai umur tanaman kelapa sawit terhadap produksi bahan kering, kandungan protein, serat kasar, lemak kasar, dan nilai TDN.

6. Mengevaluasi dinamika komposisi botani dari pastura campuran dari naungan pada berbagai umur tanaman kelapa sawit.

7. Menduga Kapasitas tampung dari pastura campuran pada berbagai tingkat naungan pada lahan kelapa sawit1.3. Urgensi (Keutamaan) PenelitianDalam usaha pemeliharaan ternak, pakan merupakan salah satu faktor penting. Kenyataan di lapangan, peternak masih kurang memperhatikan kualitas pakan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas ternak. Penyediaan hijauan pakan yang berkualitas dan berkelanjutan mutlak diperlukan dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas ternak, terutama ternak ruminansia. Masalah utama yang dihadapi dalam penyediaan hijauan pakan adalah terbatasnya penggunaan dan pemilikan lahan, karena pada umumnya lahan produktif digunakan untuk tanaman pangan. Pemanfaatan areal pada lahan perkebunan kelapa sawit adalah salah satu alternatif manajemen penyediaan untuk mengatasi penyediaan hijauan pakan.

Areal perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1978 mengalami laju perkembangan yang sangat pesat sampai tahun 1999 sebesar 2 975 000 hektar. Perkebunan sawit tersebut merupakan usaha perkebunan, dimana rakyat yang bermitra dengan perkebunan besar (32.7%), usaha perkebunan besar milik negara (16.6%) dan swasta (50.7%). Perkembangannya didominasi oleh perkebunan rakyat dan swasta, sedangkan perkebunan negara relatif lebih kecil (Dirjen Perkebunan 2003). Pada tahun 2003 hingga 2005 diperkirakan akan terjadi peningkatan luas lahan produktif perkebunan kelapa sawit sebesar 3.5% pertahun (Santoso 2003). Potensi lahan kelapa sawit yang begitu luas, memungkinkan pemanfaatannya untuk mendorong produksi ternak ruminansia mengingat jarak tanam kelapa sawit (9 m x 9 m), ini dapat dikatakan merupakan suatu lahan potensial yang belum termanfaatkan dan dibiarkan begitu saja. Padahal jika ditinjau secara agronomis dan zooteknis, di sela-sela lahan pertanaman kelapa sawit dapat diusahakan budidaya hijauan pakan ternak dengan beberapa spesies tanaman yang tahan terhadap naungan. Diperkirakan bahwa sekitar 7080% dari areal perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan ternak (Hutabarat 2002).

Kendala yang ada di perkebunan yaitu produksi rumput alamnya akan semakin berkurang dengan semakin rapatnya kanopi, sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini antara lain yang menjadikan integrasi ternak di perkebunan kurang menarik minat investor. Sistem kerjasama inti-plasma merupakan hal yang memungkinkan karena peternak dapat memotong rumput, tetapi dalam skala komersil ongkos tenaga kerja akan mahal. Mengantisipasi hal tersebut perlu dipertimbangkan dan diupayakan dengan penanaman rumput atau leguminosa unggul pada lahan kelapa sawit yang toleran terhadap naungan dan tidak mengganggu tanaman utamanya.

Produksi hijauan rumput yang tetap terjaga memungkinkan integrasi ternak pada lahan kelapa sawit. Dampak langsung yang dapat dirasakan adalah meningkatnya pendapatan melalui diversifikasi usaha, pemanfaatan sumber daya lahan yang optimal, stabilitas tanah terjaga, produktivitas lahan perkebunan meningkat melalui pengendalian gulma yang lebih baik dan pengembalian hara melalui urin dan kotoran ternak.

Pola keterpaduan dalam usaha tani yang tepat dapat meningkatkan nilai kegunaan tanaman dan meningkatkan pendapatan petani. Integrasi ternak dengan tanaman perkebunan merupakan suatu bentuk usaha yang mempunyai nilai positif bagi tanaman perkebunan. Nilai positif yang diharapkan dari integrasi ternak dalam perkebunan adalah meningkatnya kualitas dan produktivitas lahan. Secara keseluruhan keberadaan ternak dalam perkebunan memberi kontribusi terhadap kesuburan tanah dengan adanya kotoran ternak yang kembali ke tanah, menurunkan biaya pembersihan rumput karena integrasi dengan ternak akan mengurangi peran tenaga kerja manusia serta merupakan upaya konservasi lahan dan lingkungan.

Pertanaman campuran rumput dan leguminosa merupakan salah satu upaya penyediaan hijauan pakan yang berkualitas dan kontinyu untuk menopang produktivitas ternak ruminansia. Rumput yang mempunyai sifat tumbuh merayap dan mempunyai laju pertumbuhan sejalan dengan leguminosa merupakan pasangan yang tepat untuk pertanaman campuran yang digembalai oleh ternak. Hal yang harus diperhatikan dari pertanaman campuran rumput-leguminosa pada areal perkebunan adalah toleransi atau tidaknya tanaman tersebut pada naungan kelapa sawit.

Mengingat luasnya areal lahan yang berada di bawah naungan perkebunan kelapa sawit dan karet di Indonesia yang saat ini belum dimanfaatkan akan baik sekali prospeknya jika pada areal tersebut dilakukan penanaman rumput ataupun leguminosa yang tahan terhadap naungan. Hal inilah yang mendorong adanya penelitian untuk mengkaji lebih jauh kemungkinan pemanfaatan lahan di bawah naungan pohon kelapa sawit dan pengaruhnya yang ditinjau dari hasil hijauan total menurut interval potong, komposisi botanis, kandungan gizi, dan daya tampung pastura.BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Kelapa SawitSeperti jenis tanaman Palmae yang lain, tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar kelapa sawit akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan akar kuartener, dan kedalaman perakarannya sampai 15 30 cm. Kelapa sawit mempunyai pertumbuhan terminal. Tinggi maximum kelapa sawit dalam pertanaman berkisar antara 15 18 m, walaupun di alam tingginya dapat mencapai 30 meter.

Tanaman ini merupakan tumbuhan berumah satu (monoecieus) dengan bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon. Bunga jantan dan betina terdapat masing-masing pada tandan bunganya dan terletak terpisah dan keluar dari ketiak pelepah daun. Tanaman ini juga dapat menyerbuk sendiri dan menyerbuk secara silang (Lubis, 1992).

Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 9 meter. Tanaman kelapa sawit yang tumbuh normal, pelepah daunnya berjumlah 40 60 buah. Umur daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6 7 tahun

Tanaman kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan kira-kira 20 22 tandan/tahun dan semakin tua produktivitasnya menurun menjadi 12 - 14 tandan/tahun. Pada tahun-tahun pertama tanaman kelapa sawit berbuah atau pada tanaman yang sehat berat tandannya berkisar antara 3 6 kg. Tanaman semakin tua, berat tandan pun bertambah, yaitu antara 25 35 kg/tandan. Mulai dari penyerbukan sampai buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5 6 bulan (Tim Penulis PS, 1992).

2.2 . Pengaruh Naungan terhadap VegetasiPemberian naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya matahari yang tiba di permukaan, dapat juga mempengaruhi iklim mikro tanaman. Naungan dapat mempengaruhi beberapa faktor lingkungan antara lain: temperatur, kelengasan tanah, pergerakan udara (Chambers 1978), mempertahankan unsur hara, menekan gulma (Chang 1968), menurunkan suhu tanah dan tanaman pada waktu siang, menaikkan suhu udara pada waktu malam, perlindungan dari limpasan hujan, pemindahan uap air dan CO2, dan menaikkan kelembaban relatif (Stiger 1984).

Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar (Ludlow 1978), namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Wong et al. 1985; Samarakoon et al. 1990).

Menurut Haris (1999) peningkatan luas daun merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap naungan untuk memperoleh cahaya yang lebih tinggi atau optimalisasi penerimaan cahaya oleh tanaman. Naungan dapat meningkatkan proporsi daun dan menyebabkan luas daun lebih tersebar ke seluruh kanopi (Ludlow et al. 1974). Tanaman pada perlakuan naungan berusaha mendapatkan arah datangnya cahaya. Peningkatan tinggi tanaman merupakan salah satu bentuk adaptasi untuk memperoleh cahaya. Taiz dan Zeiger (1991) melaporkan bahwa daun yang ternaungi mengabsorbsi sedikit saja pada infra merah sehingga menyebabkan perubahan karakteristik fitokrom dan tanaman jadi lebih tinggi. Tanaman pada perlakuan naungan mengalami proses etiolasi sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi, begitu juga dengan luas daun, dimana pada tanaman muda carambola terjadi peningkatan luas daun dengan bertambahnya taraf naungan.

Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat, sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan, pertumbuhan akar dan penyerapan nitrat (Struik dan Deinum 1982). Spesies pastura tropis yang ditanam dibawah intensitas cahaya yang berbeda dapat menunjukkan perubahan morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk/akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya (Sophanodora 1991). Perubahan ini akibat dari kompatabilitas rumput bila ditanam pada lingkungan ternaungi.

Namun demikian, beberapa studi pada kondisi dimana ketersediaan hara dalam tanah sangat terbatas, ternyata ditemukan produksi biomasa tertinggi pada perlakuan naungan yang sedang dibanding pada kondisi terbuka (Wong dan Wilson 1980). Hal ini juga diteliti oleh Masuda (1977) dimana adanya indikasi menurunnya kecernaan hijauan sejalan dengan meningkatnya naungan.

Eriksen dan Whitney (1981) menemukan bahwa spesies rumput yang memiliki produksi yang tinggi umumnya mensuplai nitrogen dengan baik, produksi yang tinggi hampir secara linear sampai dengan 75% penyinaran tetapi cenderung menjadi datar ketika transmisi cahaya meningkat 100%. Pada rumput dan legum perbedaan spesies lebih besar dibawah transmisi cahaya sedang dibanding dengan transmisi cahaya rendah. Potensi produksi yang rendah dari keseluruhan spesies pada cahaya yang rendah jadi pembatas utama terhadap produksi hijauan di perkebunan, dimana penutupan kanopi yang terbuka seperti kelapa, sedangkan spesies dengan naungan yang sedang dapat dieksploitasi untuk menghasilkan produksi yang tinggi.

Tanaman karet dan kelapa sawit untuk pertumbuhan tanaman mempunyai siklus hidup yang lebih pendek dibandingkan kelapa, hal ini dapat disebabkan karena jarak tanam pada karet dan kelapa sawit lebih pendek dibandingkan tanaman kelapa begitu juga dengan pertumbuhan tinggi tanamannya, hal ini juga yang mengakibatkan cahaya yang diterima untuk umur tanaman diatas sepuluh tahun pada tanaman kelapa sawit dan karet jauh lebih rendah dibandingkan tanaman kelapa, selain itu juga menghambat pertumbuhan hijauan tanaman makanan ternak. Tanaman kelapa sawit dan karet pada permulaan musim tanam naungannya berkisar 10%, dengan semakin meningkatnya umur tanaman (67 tahun) akan terjadi peningkatan naungan berkisar 8090% dan hijauan makanan ternak akan semakin tidak tumbuh dengan semakin meningkatnya lagi naungan (> 12 tahun), hal ini terjadi sebaliknya dengan tanaman kelapa, dimana pada umur 515 tahun naungannya hanya berkisar 60% dan pada umur 60 tahun naungan pada tanaman kelapa sama dengan naungan umur 12 tahun yaitu berkisar 80%, hal ini juga yang dapat mengakibatkan pada umumnya hijauan makanan ternak akan lebih baik tumbuhnya pada naungan kelapa dibandingkan dengan naungan kelapa sawit maupun karet (Mullen dan Shelton 1994).

Naungan dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas hijaun, untuk dapat dilihat Gambar 1.

Gambar 1 Dampak positif dan negatif terhadap hijauan pakan (Norton 1989).

Gambar 1 menjelaskan pengaruh naungan terhadap hijauan pakan, dimana naungan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan terhadap kandungan serat kasar, protein, dan tannin, tetapi sebaliknya dengan kandungan BETN, dimana terjadi penurunan pada kandungan BETN tersebut. Peningkatan kandungan serat kasar akan berpengaruh terhadap penurunan kecernaan, begitu juga dengan intake, tetapi sebaliknya dengan kandungan protein dan mineral, dimana terjadi peningkatan terhadap kecernaan, yang secara tidak langsung berpengaruh juga terhadap peningkatan intake. Peningkatan kandungan tannin dan penurunan kandungan BETN berpengaruh terhadap penurunan palatabilitas dan intakenya.2.3. Kapasitas Tampung Ternak

Kemampuan berbagai padang rumput dalam menampung ternak berbeda-beda karena adanya perbedaan dalam hal produktivitas tanah, curah hujan dan penyebarannya, topografi dan hal-hal lain. Oleh karena itu setiap padang rumput sebaiknya digunakan menurut kemampuannya masing-masing.

Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan dalam jangka panjang, dalam tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan.

Taksiran daya tampung menurut Hall et al. (1964) didasarkan kepada jumlah hijauan tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan defoliasi, aspek lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum penting artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang rumput bersangkutan (Gambar 1).

Pk Po Pl

Gambar 2. Grafik Hubungan Tekanan Penggembalaan dan Produksi Ternak

Hall et al. (1964)

Keterangan: bb = bobot badan

Pk = Pengembalaan ringan

Pl = Pengembalaan berat

Po = Pengembalaan optimum

Pada tekanan penggembalaan ringan (Pk) maka kenaikan bobot badan tiap ternak mencapai maksimum. Makin besar tekanan penggembalaan, kenaikan bobot badan tiap ternak menurun, tetapi kenaikan bobot badan tiap unit luasan tanah naik. Kedua grafik ini akhirnya berpotongan pada satu titik yang merupakan keadaan optimum. Keadaan ini disebut tekanan penggembalaan optimum, yaitu keadaan pada kapasitas tampung (carrying capacity) sebenarnya dari padang rumput bersangkutan, ini merupakan kondisi ideal suatu penggembalaan, karena baik pertumbuhan ternak maupun pertumbuhan hijauan dalam keadaan optimum.

2.4. Peluang Pengembangan Hijauan Pakan Ternak pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

Pendistribusian dari beberapa habitat tanaman perkebunan terdapat beberapa perbedaan jika dilihat dari daerah tumbuhnya. Dari hasil penelitian Purseglove (1968) dapat dilihat perbedaannya sebagai berikut:Tabel 1. Distribusi dan Habitat dari Beberapa Tanaman Perkebunan

KelapaKaretKelapa Sawit

Distribusi200 LU 200 LS150 LU 100 LS100 LU 100 LS

Ketinggian (m) 1900> 1800

Toleransi terhadap KekeringanPendek menengahPendekPendek

Kebutuhan CahayaPanjang--

KelembabanTinggiSangat Tinggi-

TanahRentang LebarRentang LebarRentang Lebar

pH rata-rata5 84 84- 6

SalinitasToleran--

Kebutuhan DrainaseSangat BaikBaikCukup

Light Transmission (Estimasi)

0 5 tahun100 60100 - 30100 30

6 15 tahun 60 40 < 30 < 30

>15 tahun 60 80 < 30 < 30

Sumber : Purseglove (1968).

Sementara itu adaptasi dari tanaman rumput leguminosa adalah sebagai berikut:Tabel 2. Adaptasi dari Tanaman Rumput leguminosa

Centrosema pubescensDesmodium heterophyllumPueraria phaseloidesBrachiaria humidicolaCalopogonium muconoidesCalopogonium caeruleumStenotaphrum secundatum

Toleransi NaunganTTTSSTT

Hasil PanenSSRTTSS

Produksi TernakTTTTRRS

Level ManejemenSRTRSRR

Kesuburan TanahRRRSRRS

PenggembalaanSTTTR-T

KekeringanSTSTR--

Keasaman TanahTSTSTT-

Respon PemupukanS-STR--

Kompetisi dengan Tanaman PerkebunanRRTSRRR

Keterangan: T = tinggi, S = sedang, R = rendah

Sumber : Str dan Shelton (1990)

BAB III. METODE PENELITIAN3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian Tahap I direncanakan dilaksanakan pada ahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Tahapan II (Tahun II) penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Buana Estate Sicanggang, Sumatera Utara Lama penelitian keseluruhan direncanakan selama 2 (tdua) tahun dimulai dari tahun 2012 dan berakhir tahun 2013.

3.2. Tahapan dan Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kombinasi pengamatan di lapangan dan analisis di laboratorium. Penelitian ini dirancang dalam periode waktu dua tahun dengan dua tahapan penelitian. Skema rancangan penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1.

Tahap penelitian yang akan dilaksanakan meliputi :

Tahap I. Kajian Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan dengan Interval Pemotongan Berbeda.

Penelitian tahap pertama dilakukan pada tahun pertama dengan tujuan umum mengetahui keragaan rumput-leguminosa yang toleran terhadap naungan buatan (paranet), dan interval pemotongan terbaik ditinjau dari produktivitas pastura (bahan kering dan produksi gizi), dan komposi botani pastura. Urutan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap pertama antara lain:1. Produksi bahan kering

Tahap ini bertujuan mengetahui produksi bahan kering dari beberapa pastura campuran, dengan berbagai tingkat naungan dan interval pemotongan yang berbeda.Produksi bahan kering diperoleh dari produksi bahan segar dari setiap pemotongan umur 6 dan 12 minggu, setelah pemotongan dilakukan penimbangan tiap petak percobaan. Dari penimbangan tersebut akan didapatkan data dari produksi segar, dan dari hasil panen produksi bahan segar diambil sampel sebanyak 200300 gr. Sampel tersebut kemudian dioven sebanyak dua kali. Pengovenan pertama dengan suhu 80 0C selama 24 jam. Dari pengovenan pertama didapatkan data produksi kering. Setelah itu dilakukan pengovenan yang kedua yaitu analisa kandungan gizi, dengan suhu 105 0C selama 8 jam. Dari analisa kandungan gizi tersebut akan didapatkan data produksi bahan kering perpetak, kemudian data bahan kering perpetak dikalkulasikan ke dalam produksi bahan kering perhektar pertahunnya. Luaran penelitian yang diharapkan dari penelitian adalah: akan jelas terlihat pastura campuran yang unggul pada berbagai tingkat naungan dan interval pemotongan yang berbeda2. Produksi gizi pasturaAnalisa kandungan gizi (serat kasar, protein kasar, lemak kasar, dan energi bruto) dilakukan di laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian USU, yaitu dari hasil sampel produksi bahan kering sampel tersebut di kompositkan untuk setiap perlakuan. Data produksi gizi pastura dihasilkan dari analisa kandungan nutrisi yang selanjutnya dikalikan dengan produksi bahan kering pastura.

3. Komposisi botaniDari hasil produksi bahan segar yang dihasilkan diambil sampel sebanyak 200300 gr, kemudian dilakukan separasi sampel tersebut berdasarkan spesies dan kemudian ditimbang. Setelah ditimbang berdasarkan spesies, kemudian sampel tersebut dioven. Sampel yang telah dioven ditimbang kembali dan dicatat sebagai data komposisi botani.Data yang dikumpulkan meliputi pengukuran bahan kering, produksi gizi pastura dan komposisi botani. Pengukuran untuk interval pemotongan 4 minggu dilakukan sebanyak 4 kali sedangkan untuk interval pemotongan 8 minggu dilakukan sebanyak 2 kali. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis ragam dengan bantuan perangkat lunak SAS (SAS, 1994).

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

Tahap II. Aplikasi pastura Terilih yang Ditanam pada Lahan Kelapa Sawit dengan Berbagai Tingkat Pemupukan

Penelitian pada Tahap II merupakan aplikasi dari Tahap I, dimana hijauan pastura yang unggul akan diaplikasikan pada lahan kelapa sawit dengan berbagai umur tanaman yang berbeda. Adapun prosedur pelaksanannya adalah sebagai berikut:Pengukuran Intensitas CahayaPada percobaan tahap II ini naungan yang dipergunakan adalah tanaman kelapa sawit yang dibedakan berdasarkan beberapa umur tanaman dan diaplikasikan dengan beberapa taraf pemupukan.

Sebelum pelaksanaan penelitian, dilakukan pengukuran intensitas cahaya matahari menggunakan alat solarimeter pada lahan kelapa sawit umur 5, 8, dan 11 tahun. Pengukuran dilakukan di dalam areal kelapa sawit maupun di luar areal kelapa sawit, dimana pengukuran dilakukan selama 3 hari berturut-turut, dengan 3 kali waktu pengukuran yaitu pukul: 09.0010.00 WIB, kemudian pukul 12.0013.00 WIB, dan terakhir pukul 14.0015.00 WIB. Data yang diambil adalah data yang tertinggi dari pengukuran 3 hari berturut-turut, kemudian diambil data rataan.Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan perbanyakan tanaman leguminosa pada polybag dan setelah tumbuh dengan baik baru dilakukan penanaman di lapangan, sedangkan pada rumput penanaman dilakukan langsung di lapangan dengan mempergunakan pols. Penanaman dilakukan pada petak berukuran 3 x 3 m, dimana tanaman legum diletakkan di antara tanaman rumput dengan jarak tanam 20 x 20 cm.

Pemupukan

Taraf pemupukan yang diberikan adalah sebagai berikut:

F0 = tanpa pemupukan

F1 = 50 kg Urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl (rumput) dan 25 kg SP-36 + 25 kg KCl (legum) /ha/tahun.

F2 = 100 kg Urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl (rumput) dan 50 kg SP-36 + 50 kg KCl (legum) /ha/tahun.

F3 = 200 kg Urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl (rumput) dan 100 kg SP-36 + 100 kg KCl (legum) /ha/tahun.

Pengukuran yang dilakukan pada penalitian Tahap II ini meliputi1. Produksi bahan kering

Produksi bahan kering diperoleh dari produksi bahan segar dari setiap pemotongan umur 6 dan 12 minggu, setelah pemotongan dilakukan penimbangan tiap petak percobaan. Dari penimbangan tersebut akan didapatkan data dari produksi segar, dan dari hasil panen produksi bahan segar diambil sampel sebanyak 200300 gr. Sampel tersebut kemudian dioven sebanyak dua kali. Pengovenan pertama dengan suhu 80 0C selama 24 jam. Dari pengovenan pertama didapatkan data produksi kering. Setelah itu dilakukan pengovenan yang kedua yaitu analisa kandungan gizi, dengan suhu 105 0C selama 8 jam. Dari analisa kandungan gizi tersebut akan didapatkan data produksi bahan kering perpetak, kemudian data bahan kering perpetak dikalkulasikan ke dalam produksi bahan kering perhektar pertahunnya

2. Produksi gizi pasturaAnalisa kandungan gizi dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Makanan Ternak FAPET IPB, yaitu dari hasil sampel produksi bahan kering sampel tersebut di kompositkan untuk setiap perlakuan. Data produksi gizi pastura dihasilkan dari analisa kandungan nutrisi yang selanjutnya dikalikan dengan produksi bahan kering pastura.3. Komposisi botaniDari hasil produksi bahan segar yang dihasilkan diambil sampel sebanyak 200-300 gr, kemudian dilakukan separasi sampel tersebut berdasarkan spesies dan kemudian ditimbang. Setelah ditimbang berdasarkan spesies, kemudian sampel tersebut dioven. Sampel yang telah dioven ditimbang kembali dan dicatat sebagai data komposisi botani.

4. Kapasitas tampung ternak

Kapasitas tampung ternak adalah suatu kemampuan lahan untuk menghasilkan pakan melalui pengolahan dan dapat menyediakan pakan untuk menampung sejumlah populasi ternak ruminansia. Asumsi yang digunakan yaitu bahwa satuan ternak (1 ST) ternak ruminansia rata-rata membutuhkan bahan kering (BK) adalah 6.25 kg/hari (NRC 1984).

Rancangan Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot). Penggunaan rancangan ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh faktor perlakuan yang dicobakan, serta pengaruh interaksi antar faktor. Pada percobaan ini terdapat 2 faktor yaitu faktor pertama yang dijadikan sebagai petak utama (main plot), adalah tingkatan umur tanaman kelapa sawit (4, 8, dan 12 tahun). Faktor kedua dijadikan sebagai anak petak (sub plot) adalah tingkatan pemupukan (F0 = tanpa pemupukan, F1 = 50 kg Urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl (rumput) dan 25 kg SP-36 + 25 kg KCl (legum) /ha/tahun; F2 = 100 kg Urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl (rumput) dan 50 kg SP-36 + 50 kg KCl (legum) /ha/tahun dan F3 = 200 kg Urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl (rumput) dan 100 kg SP-36 + 100 kg KCl (legum) /ha/

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam yang kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1995).

Jadwal KerjaAdapun jadwa kerja untuk penelitian tahap I adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Jadwal Kerja Penelitian pada Tahun Pertama

No.Jenis KegiatanBulan

12345678910

1.Persiapan dilapangan: pengurusan izin pemeliharaan rusa dan pembuatan kandang individu

2.Pembuatan Paranet

3.Pengukuran Produksi Bahan Kering

4.Pengukuran Produksi Gizi Pastura

5.Pengamatan Komposisi botani

6.Analisis data

7.Penulisan laporan

Tabel .4. Jadwal Kerja Penelitian pada Tahun KeduaNo.Jenis KegiatanBulan

12345678910

1.Pengukuran intensitas cahaya

2.Penanaman

3.Pemupukan

4.Pengukuran Produksi Bahan Kering

5.Pengukuran Produksi Gizi Pastura

6.Pengamatan Komposisi Botani

7.Perhitungan Kapasitas Tampung

8.Analisis data

9.Penulisan laporan

IV. PEMBIAYAAN

Biaya yang dibutuhkan untuk keseluruhan penelitian yaitu Rp.149,700,000 Anggaran biaya yang diperlukan selama tiga tahun disajikan pada tabel berikut :

Tabel 8. Anggaran Biaya Selama Tiga Tahun Penelitian

Komponen BiayaJumlah Biaya (Rp.)

Tahun ITahun II

1Bahan habis 30,600,000 29,115,000

2Peralatan 3,820,000 4,500,000

3Honor Peneliti 12,000,000 12,000,000

4Lain-lain 3,575,000 4,325,000

Jumlah49,995,00049,940,000

Jumlah keseluruhanRp. ,000 ( )

Rincian anggaran biaya untuk setiap tahun disajikan pada tabel berikut :

Tahun I

No.KeteranganJumlahHarga Satuan (Rp.)Total

(Rp.)

IKomponen Bahan Habis

Pengadaan Ternak

1Pengangkutan rusa 12ekor50,000 600,000

2Pembuatan kandang rusa12unit200,000 2,400,000

3Tempat pakan 12unit50,000 600,000

4Tempat minum12unit50,000 600,000

Analisis Proksimat 15sampel200,000 3,000,000

Pakan rusa

1Hijauan 3600 kg @ Rp. 200,- x 30 hari10bulan720,000 7,200,000

2Konsentrat 0.75 kg @ Rp. 3000 x 30 x 2410bulan 1,620,000 16,200,000

30,600,000

II.Alat yang diperlukan

1Plastik eartag penanda rusa12ekor20,000 240,000

2Plastik sample1paket 80,000 80,000

3Timbangan Elektrik (Kap. 20 kg)1buah3,500,000 3,500,000

3,820,000

III.Honor Peneliti

1Ketua peneliti 1 orang10bulan300,000 3,000,000

2Anggota peneliti 2 orang @ Rp.300.000,-10bulan 500,000 5,000,000

3Tenaga kandang (keeper) 2 orang @ Rp.200.000,10bulan400,000 4,000,000

12,000,000

IV.Lain-lain

1Administrasi

aKertas kwarto3rim35,000 105,000

bTinta printer HP.2set35,000 70,000

cAlat tulis3set100,000 300,000

2Komunikasi

aPenelaahan literature3orang100,000 300,000

bKomunikasi via e-mail dan phone antar peneliti3orang100,000 300,000

4Analisis data dan penulisan laporan1,000,000 1,000,000

5Seminar dan publikasi hasil penelitian1,500,000 1,500,000

3,575,000

Rekapitulasi Biaya Tahun I

I.Komponen bahan habis 30,600,000

II.Alat yang diperlukan 3,820,000

III.Honor Peneliti 12,000,000

IV.Lain-lain 3,575,000

49,995,000

DAFTAR PUSTAKA

Chang JH. 1968. Climate and agriculture. An Ecological Survey. Chicago:Aldine Publishing Company.

Chambers RE. 1978. Klimatologi Pertanian Dasar. Bogor: Penuntun Mata Kuliah. Fakultas Pertanian IPB.

[Dirjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan 2003. Perkembangan Kelapa Sawit. Jakarta: Dirjen Perkebunan. http://www.go.id/ditjenbun/statistik/perkemb-swt. htm.

Eriksen FI, Whitney AS. 1981. Effectof light intensity on growth of some tropical forage species, I. Interaction of light intensity and nitrogen fertilization on six forage grasses.

Halls LK, Hughes RH, Rummel RL, Soutwal BL. 1964. Forage and Cattle Management in Longleaf-Slaash Pine Forest.

Haris A. 1999. Karakteristik iklim mikro dan respon tanaman padi gogo pada pola tanam sela dengan tanaman karet [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hutabarat TSDN. 2002. Pendekatan Kawasan dalam Pembangunan Peternakan. Jakarta: Departemen Pertanian.

Hutabarat TSDN. 2002. Pendekatan Kawasan dalam Pembangunan Peternakan. Jakarta: Departemen Pertanian.

Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guneensis Jacq.) di Indonesia. Bandar Kuala: Pusat Penelitian Marihat.

Ludlow MM, Wilson GL, Heslehurst MR. 1974. Studies on the productivity of tropical pasture plants. IV. Effect of shading on growth, photosyntheys and respiration in two Grasses in two legumes. Ludlow MM. 1978. Light relation of pasture plants. In: J.R. Wilson (Ed). Plant relations in pasture. (CSIRO Aust. Melbourne).

Masuda Y 1977. Comparison of the in vitro dry matter digestibility of forage oats grown under different temperature and light intensity.

Mullen BF, Shelton HM. 1994. Round-up meeting. Integration of ruminants into plantation systems in Southeast Asia.

National Research Council 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6th rev ed National Academy Press, Washington DC.

Norton BW. 1989. Shade effect and the nutritive value of plants.

Purseglove JW. 1968. Tropical Crops-Dicotyledons. London.

Rika IK, Mendra IK, Oka IGM, Oka N. 1991. Forage species for coconut plantation in in Bali. Forage for plantion crops.

Santoso W. 21 Mei 2003. Proyeksi Produksi Minyak Sawit Dunia. RI Produsen Terbesar Minyak Sawit Tahun 2010. Kompas: 15 (kolom 89).Samarakoon SP, Wilson JR, Shelton HM. 1990. Growth, marphologi and nutritive quality of shaded Stenotaphrum secundatum, Axonopus compressus and Pennisetum clandestinum.[SAS] Statistical Analysis System. 1994. SAS/STAT users guide. SAS statistic Inc. Cary, NC.

Sophanodora P. 1991. Compatibility of grass-legume swards under shade. Forage for Plantation Crop.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Bambang S, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Struik PC, Deinum B. 1982. Effect of light intensity after flowering on the productivity and quality of Silage maize.

Str WW, Shelton HM. 1990. Compatibility of forages and livestock with plantation crop. Forage for Plantation Crop.

Taiz L dan Zeiger E. 1991. Plant Physiology. USA: Benyamin/Cummings.

Wilson JR. 1982. Enviromental and nutritional factor affecting herbage quality. United Kingdom.Wong CC, Wilson JR. 1980. Effect of shading on the growth and nitrogen content of Green panic and Siratro in pure and mixed swards defoliated at two frequencies.

Wong CC, Mohd. Sharudin MA, Rahim H. 1985. Shade tolerance potential of some tropical forages for integration with plantations.

Wong CC, 1990. Shade tolerance of tropical forages. Forage for Plantation Crop. Kenaikan bb optimum

Naungan

Kenaikan bb tiap ternak

Kenaikan bb tiap unit luasan lahan

Tekanan Penggembalaan (ekor/satuan luas lahan)

o

Meningkatkan

Meningkatkan

Meningkatkan

Menurunkan

Dinding sel

Daun : Batang

Tannin

Lignin, Silika

Protein, Mineral

Toxin

Meningkatkan

Menurunkan

Menurunkan

Kecernaan

Palatabilitas

Intake

Soluble Carbohydrate

TAHAP

METODE

LUARAN

Tahun I

Kajian Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Nnaungan denga Interval

Uji Preferensi / Palatabilitas Pakan

Daya Makan Sukarela

Tingkah Laku Makan

Uji Performans

Mengetahui Jenis Pakan yang Disukai

Pendugaan Kebutuhan Nutrisi

Manajemen Pemberian Pakan

Formulasi Ransum

Optimalisasi Ransum pada Rusa Sambar Dewasa

Tahun III

Evaluasi Kelahiran dan Manajemen Anak Rusa

Pengaturan Ratio Perkawinan

Pemisahan Jantan dan Betina

Pakan untuk Betina Bunting

Ratio Optimal Jantan:Betina

Keberhasilan Kebuntingan

Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan Anak Rusa Sambar

Tahun II

Manajemen Reproduksi Rusa

Evaluasi Kelahiran

Evaluasi anak rusa

(pre dan post weaning)

Optimalisasi Manajemen Reproduksi Rusa Sambar

Peternakan Rusa Sambar sebagai Komoditas Unggulan Baru

Angka, Bobot, Ratio Jenis Kelamin

Mortalitas,

Pertambahan Bobot Badan

Pakan anak Lepas Sapih (post weaning)

Formulasi Ransum Anak

Lepas Sapih

PAGE