EFEK SINERGISME AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL...

67
EFEK SINERGISME AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TALAS (Colocasia esculenta L. Schott) DAN AMOKSISILIN TERHADAP BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA) SINERGISM EFFECT ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF ETHYL ACETATE FRACTION OF Colocasia esculenta L. Schott LEAF AND AMOXICILLIN AGAINST METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA) DALARATMI N111 14 021 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Transcript of EFEK SINERGISME AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL...

i

EFEK SINERGISME AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TALAS (Colocasia esculenta L.

Schott) DAN AMOKSISILIN TERHADAP BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus

(MRSA)

SINERGISM EFFECT ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF

ETHYL ACETATE FRACTION OF Colocasia esculenta L.

Schott LEAF AND AMOXICILLIN AGAINST

METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus

(MRSA)

DALARATMI N111 14 021

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

ii

EFEK SINERGISME AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN

TALAS (Colocasia esculenta L.Schott) DAN AMOKSISILIN TERHADAP

BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA)

SINERGISM EFFECT ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF ETHYL ACETATE

FRACTION OF Colocasia esculenta L. Schott LEAF AND AMOXICILLIN

AGAINST METHICILLIN-RESISTANT Staphylococcus aureus (MRSA)

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

DALARATMI

N111 14 021

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

iii

iv

v

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah swt.

karena atas berkat, karunia serta bimbingan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam

memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan

yang dihadapi, namun dengan bantuan berbagai pihak skripsi ini dapat

diselesaikan. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengungkapkan rasa

hormat, penghargaan serta ungkapan rasa terima kasih kepada yang terhomat

Bapak Prof.H.M.Natsir Djide, MS.,Apt selaku pembimbing utama yang telah

begitu banyak memberikan pelajaran baik berupa masukan, saran, dan nasehat

kepada penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr.Herlina Rante, S.Si.,M.Si.,Apt selaku

pembimbing pertama yang telah banyak meluangkan waktunya selama ini untuk

memberikan bimbingan, saran, motivasi, menyumbangkan ide-ide kepada penulis,

serta Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. sebagai pembimbing kedua yang

dengan ikhlas telah memberikan arahan dan nasehat dengan penuh kesabaran

dalam menyelesaikan penelitian hingga skripsi penulis selesai.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih kepada :

vii

1. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Farmasi, seluruh staf pengajar dan staf

pegawai dan laboran Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin yang telah

banyak membantu dalam proses menyelesaikan studi kami.

2. Bapak Drs. Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt, Ibu Dr. Sartini, M.Si., Apt, dan

Bapak Ismail, S.Si., M.Si., Apt selaku penguji yang telah memberikan saran

dalam penyusunan skripsi penulis.

3. Terima kasih untuk kedua orang tua tercinta yang banyak memberikan kasih

sayang dan motivasi serta pengorbanan yang besar baik moril maupun materil

dan juga kepada kelima saudara-saudara penulis yang selalu memberikan

bantuan dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan hingga ke tahap akhir.

4. Kepada Kak Lia selaku Laboran Mikrobiologi Farmasi dan Kak Abdi selaku

laboran Farmakognosi yang telah banyak membantu selama penelitian.

5. Kepada rekan penelitian Herlina dan Isyrayanti yang telah banyak bersabar

membantu segala proses penelitian penulis.

6. Segenap anggota Keluarga Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas

Hasanuddin (KEMAFAR UH) yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang

luas serta memberikan wadah pengembangan diri untuk penulis.

7. Teman-teman HIOSIAMIN yang telah banyak membantu, motivasi serta

semangat bagi penulis.

8. Teman-teman seperjuangan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi, Sartika

Rantekata, Nurul Asmi, Hikmawati, Nurrahmah Masda, Nurul Atikah MS, Evi

Febriani, Indah Anggaraeni, Nurul Ilmi Yusuf, Rizkiya Aprianti, Nurindah Sari,

viii

ix

ABSTRAK

DALARATMI. Efek Sinergisme Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Daun Talas

(Colocasia esculenta L. Schott) Dan Amoksisilin Terhadap Bakteri Methicillin-

Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (dibimbing oleh Natsir Djide, Herlina

Rante, dan Gemini Alam).

Sinergisme merupakan interaksi positif yang terjadi ketika dua agen

digabungkan dan sama-sama memberikan efek (pada organisme target) yang

lebih besar dari pada efek individualnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

efek sinergisme aktivitas antibakteri antara fraksi etil asetat daun talas (Colocasia

esculenta L. Schott) dengan amoksisilin terhadap bakteri Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA). Ekstraksi daun talas dilakukan dengan metode

maserasi menggunakan cairan penyari etanol 96%. Ekstrak yang dihasilkan

dipartisi dengan metode ekstraksi cair padat menggunakan pelarut heksan,

kloroform dan etil asetat. Fraksi hasil partisi yang diperoleh, dilakukan uji aktivitas

antibakteri dengan metode difusi agar terhadap bakteri MRSA. Hasil uji aktivitas

menunjukkan bahwa fraksi etil asetat memiliki aktivitas antibakteri yang lebih

besar dengan zona hambat 16,10 mm. Penentuan nilai Konsentrasi Hambat

Minimum (KHM) fraksi, amoksisilin dan kombinasi keduanya dilakukan dengan

metode Microdilution checkerboard pada Microplate 96 wells dengan nilai KHM

fraksi etil asetat daun talas diperoleh 5 mg/mL dan KHM amoksisilin diperoleh

0,008 mg/mL. Nilai KHM fraksi kombinasi amoksisilin 0,625 mg/mL dan nilai KHM

amoksisilin kombinasi fraksi adalah 0,00025 mg/mL. Nilai Fractional Inhibitory

Concentration Index diperoleh 0,15 disimpulkan bahwa kombinasi fraksi etil asetat

daun talas dengan amoksisilin memiliki efek yang sinergis dalam menghambat

bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Kata kunci: Amoksisilin, Colocasia esculenta L. Schott., FICI, MRSA, sinergitas

antibakteri.

x

ABSTRACT

DALARATMI. Sinergism Effect Antibacterial Activity of Ethyl Acetate Fraction Of

Colocasia esculenta L. Schott Leaf and Amoxicillin Against Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA)(supervised by Natsir Djide, Herlina Rante, and

Gemini Alam).

Synergism is a positive interaction created when two agents are combined and together they exert an inhibitory effect (on the targeted organisms) that is greater than the sum of their individual effects. This research aims to determine the antibacterial activity of Colocasia esculenta L.Schott leaf extract with amoxicillin against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Colocasia esculenta L.Schott leaf extraction was done by maceration method using 96% ethanol liquid. The resulting extracts were partitioned with solid liquid extraction methods using hexane, chloroform and ethyl acetate solvents. The resultant partition fraction was obtained, tested the antibacterial activity by the agar diffusion method against MRSA bacteria. The results of the activity test showed that the ethyl acetate fraction had greater antibacterial activity with the inhibit zone of 16.10 mm. Determination of Minimum Inhibitory Concentration (MIC) value of ethyl acetate fraction, amoxicillin and combination of both was done by microdilution checkerboard method on microplate 96 wells. The results showed that the value of Minimum Inhibitory Concentration ethyl acetate fraction obtained 5 mg/mL and amoxicillin obtained 0.008 mg/mL. The Minimum Inhibitory Concentration of ethyl acetate fraction combination amoxicillin was 0.625 mg/mL and amoxicillin combination ethyl acetate fraction was 0.00025 mg/mL. Fractional Inhibitory Concentration Index value obtained 0.15. It was concluded that combination of ethyl acetate fraction of Colocasia esculenta L.Schott with amoxicillin had a synergistic effect against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Keywords: Amoxicillin, Colocasia esculenta L. Schott., FICI, MRSA, antibacterial

synergistic.

xi

DAFTAR ISI

halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Rumusan Masalah 3

I.3 Tujuan Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1 Uraian Tanaman Talas 4

II.1.1 Klasifikasi Tanaman 4

II.1.2 Morfologi Tanaman 4

II.1.3 Kandungan Kimia 5

II.1.4 Kegunaan Tanaman 6

II.2. Amoksisilin 6

II.2.1 Deskripsi 6

II.2.2 Mekanisme Antibakteri Amoksisilin 7

xii

II.3 Sinergitas 8

II.4 Staphylococcus aureus 9

II.4.1 Morfologi dan Identifikasi 9

II.4.2 Epidemiologi 10

II.5 Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus 11

II.6 Antimikroba 11

II.7 Antibiotika 14

II.8 Resistensi Antibiotika 16

BAB III METODE PENELITIAN 17

III.1 Alat dan Bahan 17

III.2 Metode Kerja 17

III.2.1 Sterilisasi Alat 17

III.2.2 Pengambilan Sampel 18

III.2.3 Pengolahan Sampel 18

III.2.4 Ekstraksi 18

III.2.5 Partisi ekstrak 19

III.2.6 Pembuatan Medium 19

III.2.7 Penyiapan Suspensi Bakteri 19

III.2.8 Uji Aktivitas Antibakteri 20

III.2.9 Pembuatan Larutan Stok Fraksi Etil Asetat Daun Talas dan Amoksisilin 20

III.2.10 Penentuan KHM (Kadar Hambat Minimum) Fraksi 21

III.2.11 Penentuan KHM (Kadar Hambat Minimum) Amoksisilin 22

III.2.12 Pengujian KHM (Kadar Hambat Minimum) Fraksi dan Amoksisilin 23

xiii

III.2.13 Penentuan Nilai Fractional Inhibitory Concentration Index (FICI) 23

III.2.14 Uji Pendahuluan 24

III.2.15 Pengumpulan dan Analisis Data 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25

IV.1 Ekstraksi Daun Talas 25

IV.2 Partisi Ekstrak Daun Talas 25

IV.3 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Daun Talas 26

IV.4 Hasil Penentuan Nilai KHM Masing-Masing Amoksisilin dan Fraksi 27

IV.5 Hasil Penentuan Nilai KHM Kombinasi Amoksisilin dan Fraksi 29

IV.6 Uji Flavonoid Fraksi Etil Asetat Daun Talas 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 33

V.1 Kesimpulan 33

V.2 Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 37

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Persen Rendamen Ekstrak Daun Talas 25

2. Persen Rendamen Masing-Masing Fraksi Hasil Partisi 26

3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 26

4. Nilai KHM Masing-Masing Fraksi Dan Amoksisilin 27

5. Nilai KHM Kombinasi Fraksi Dan Amoksisilin 30

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Daun Talas (Colocasia esculenta L. Schott) 5

2. Struktur Kimia Amoksisilin 6

3. Penentuan KHM Variasi Konsentrasi Fraksi Etil Asetat Daun Talas 42

4. Penentuan Nilai KHM Variasi Konsentrasi Amoksisilin 43

5. Kontrol Positif Variasi Konsentrasi Kombinasi Fraksi Etil Asetat Daun Talas Dengan Amoksisilin 44

6. Hasil Penentuan Nilai KHM Kombinasi Fraksi Etil Asetat Daun Talas Dengan Amoksisilin 45

7. Penyiapan Serbuk Simplisia Daun Talas 47

8. Fraksi Hasil Partisi 48

9. Hasil KLT (Kromatografi Lapis Tipis) Partisi 47

10. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Beberapa Fraksi Daun Talas 49

11. Penampakan Noda Hasil Uji Flavonoid Fraksi Etil Asetat Daun Talas 49

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Skema Kerja 37

2. Skema Penentuan Nilai KHM Fraksi Etil Asetat Daun Talas 38

3. Skema Penentuan Nilai KHM Amoksisilin 39

4. Penentuan Nilai FICI Kombinasi Fraksi Dan Amoksisilin 40

5. Perhitungan Persen Rendamen Ekstrak 41

6. Hasil Penentuan KHM Fraksi Etil Asetat Daun Talas 42

7. Hasil Penentuan Nilai KHM Amoksisilin 43

8. Hasil Penentuan Nilai KHM Kombinasi Fraksi Dan Amoksisilin 44

9. Hasil Perhitungan Nilai FICI 46

10. Dokumentasi Penelitian 47

11. Komposisi Medium 50

12. Surat Hasil Determinasi Sampel 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena adanya

mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, parasit atau fungi, dimana

penyebaran infeksi dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung

melalui perantara atau hewan pembawa (vektor) ataupun lingkungan (Barreto,

2006). Penyakit infeksi menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan. Saat

ini, penyakit infeksi mencapai sepertiga dari semua kematian di dunia; WHO

(World Health Organization) memperkirakan bahwa hampir 50.000 orang

meninggal setiap hari di seluruh dunia akibat penyakit infeksi (Blesson et al.,

2015).

Penemuan antibiotika merupakan salah satu bagian baru dalam

memerangi infeksi terhadap bakteri pada manusia. Namun, dalam beberapa tahun

terakhir, banyak antibiotika yang umum digunakan terbukti kurang efektif karena

munculnya kasus resistensi antibiotika (Blesson et al., 2015). Salah satu bakteri

yang telah mengalami resistensi adalah Methicillin-resistant staphylococcus

aureus (MRSA). MRSA merupakan bakteri patogen resisten terhadap antibiotika

komersial,khususnya antibiotika ß-laktam (Septama and Panichayupakaranant,

2015).

Oleh karena itu, sangat penting untuk menemukan obat baru untuk

penyakit infeksi dengan resistensi bakteri yang lebih rendah atau tidak sama

sekali (Blesson et al, 2015). Karena tanaman kaya akan beragam metabolit

2

sekunder, maka penggunaan obat-obatan dari bahan alam sebagai terapi

alternatif untuk penyakit infeksi telah diintensifkan karena kandungan agen

antimikrobanya yang tinggi seperti polifenol, yaitu flavonoid, tanin, alkaloid dan

terpenoid (Manjulika et al., 2016)

Dalam beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa ekstrak daun talas

(Colocasia esculenta L. Schott) memberikan aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus. Pada penelitian Agyare and Boakye (2015) KHM ekstrak

daun Talas terhadap Staphylococcus aureus adalah 50 mg/mL. Chakraborty et

al.,(2015) juga melakukan penelitian tersebut pada ekstrak Colocasia esculenta

diperoleh KHM 25 mg/ml dengan zona hambat 16 mm terhadap S.aureus. (Agyare

and Boakye, 2015 dan Chakraborty et al., 2015).

Sinergisme adalah konsep baru dalam mengembangkan agen untuk

antibakteri, antioksidan dan juga untuk aktivitas antikanker. Sinergisme

didefinisikan sebagai interaksi positif yang terjadi ketika dua agen digabungkan

dan sama-sama memberikan efek penghambatan (pada organisme target) yang

lebih besar daripada efek individualnya. Dalam terapi obat kombinasional,

kombinasi dua atau lebih obat seringkali penting untuk mencapai tujuan terapeutik

yang diinginkan. Pengobatan infeksi bakteri dengan antibiotic telah banyak

dilakukan namun penggunaannya yang tidak rasional telah menyebabkan

munculnya kasus bakteri resisten. Salah satu terapi penyakit infeksi yang dapat

dilakukan adalah terapi sinergis terhadap mikroorganisme resisten (Blesson et al.,

2015).

3

Pendekatan baru terapi sinergis tersebut telah dilakukan oleh Blesson J

et al., (2015) bahwa nilai Fractional Inhibitory Concentration Index (FICI) diperoleh

0,4 (<0,5) yang artinya memiliki efek sinergitas aktivitas antibakteri antara ekstrak

daun Talas (Colocasia esculenta L.Schott) dengan antibiotika gentamisin terhadap

Methicillin-Resisten Staphylococcus aureus (MRSA) (Blesson J et al.,2015).

Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, maka dilakukan penelitian tentang

“Efek Sinergisme Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Daun Talas (Colocasia

esculenta L.Schott) dengan Amoksisilin terhadap Bakteri Methicillin Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA)”. Dengan penelitian tersebut diharapkan

kombinasi fraksi etil asetat Daun Talas (Colocasia esculenta L.Schott) dan

amoxicilin dapat memberikan efek yang sinergisme atau menunjukkan efek

terapeutik yang lebih besar dibandingkan efek individualnya.

I.2 Rumusan Masalah

Apakah kombinasi fraksi etil asetat Daun Talas (Colocasia esculenta L.

Schott) dengan Amoksisilin dapat menunjukkan efek sinergisme antibakteri dalam

menghambat bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)?

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek sinergisme aktivitas

antibakteri fraksi etil asetat Daun Talas (Colocasia esculenta L. Schott) dengan

Amoksisilin terhadap bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tanaman Talas

II.1.1 Klasifikasi tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Alismatales

Famili : Araceae

Genus : Colocasia

Spesies : Colocasia esculenta L. Schott

Sinonim : Arum esculentum L., Colocasia antiquorum Schott (Dwivedi, P et

al., 2016)

II.1.2 Morfologi tanaman

Talas (Colocasia esculenta L.Schott) merupakan tanaman herba, yang

tumbuh hingga ketinggian 1-2 m. Tumbuhan ini memiliki umbi yang terletak tepat

di bawah permukaan tanah, dengan daun yang tumbuh dari tunas apikal di bagian

atas umbi dan akar yang tumbuh dari bagian bawah. Umbi, anak umbi dan akar

tumbuh secara lateral. Daunnya melebar; sistem akar berserat dan terletak satu

meter didalam tanah (Dwivedi, P et al., 2016). Daunnya berukuran sangat besar,

panjangnya 20–150 cm (7,9-59,1 inci), dengan bentuk sagit. Disebut telinga gajah

5

dari bentuk daunnya yang berbentuk seperti telinga besar atau perisai. Tanaman

ini kebanyakan mereproduksi dengan cara rimpang (umbi) tetapi juga

menghasilkan dua hingga lima kelompok perbungaan harum di daun axil. Seperti

yang lain bagian tanaman mengandung iritasi yang menyebabkan

ketidaknyamanan pada bibir, mulut dan tenggorokan. Ini disebabkan adanya

kalsium oksalat monohidrat dan sebagian kandungan kimia lain seperti protease.

Hal tersebut untuk membantu secara alami mencegah herbivora untuk

memakannya. Itu harus diproses dengan memasak, merendam atau

memfermentasi, terkadang bersama dengan asam (kapur atau asam) sebelum

dimakan (Singh et al., 2011).

Gambar 1. Daun talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) (Sumber: Dwivedi P et al., 2016)

II.1.3 Kandungan kimia

Terdapat dua kelompok utama senyawa farmakologis aktif yang

terkandung dalam daun talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) yaitu flavonoid dan

triterpenoid. Senyawa flavanoid yang ada dalam ekstrak daun talas yaitu orientin,

isoorientin, isovitexin, vicenin-2, orientin7-Oglucoside, isovitexin 3'-glukosida,

vitexin X’’-Oglucoside, leteolin 7-O-glukosida. Hasil skreening fitokimia pada

ekstrak Colocasia telah menunjukkan adanya anthocyanin seperti cyanidin-3-

6

glukosida, pelargonidin-3-glukosida dan cyanidin-3-rhamnoside, yang memiliki

aktivitas antioksidan (Halligudi, 2013). Hasil penelitian Chakraborty et al, 2015

menegaskan adanya alkaloid, flavonoid, karbohidrat, tanin, terpenoid fitosterol

serta fenol dalam ekstrak metanol daun talas. Senyawa metabolit sekunder lain

yang terdapat dalam tanaman talas adalah alkil-resorsinol, glikosida, fenolik,

saponin, minyak esensial, resin, gula dan asam organik (Subhash et al., 2012).

II.1.4 Kegunaan tanaman

Daun dan umbi tanaman talas ini secara tradisional digunakan untuk

penyakit hati. Daun talas ini biasa diaplikasikan di atas sengatan kalajengking atau

gigitan ular serta digunakan dalam keracunan makanan dari asal tanaman.

(Subhash et al, 2012). Flavonoid, tanin dan alkaloid memiliki aktivitas antibakteri

dan hipoglikemik. Terpenoid menunjukkan sifat analgesic (Halligudi, 2013).

C.esculenta juga telah dilaporkan memiliki efek hipoglikemik karena adanya

senyawa cyanoglucoside. Aktivitas hipolipidemik juga telah dilaporkan dan

dikaitkan dengan adanya arabinogalactan, mono dan digalactocyl diacylglycerols.

Tanaman Ini juga telah dilaporkan memiliki aktivitas antijamur karena adanya

cystatin serta memiliki aktivitas antimikroba (Agyare et al.,2016).

II.2. Amoksisilin

II.2.1 Deskripsi

Amoksisilin merupakan asam stabil, semi-sintetik Antibiotika golongan

Penisilin (antibiotika ß-laktam). Amoksisilin terbukti efektif melawan berbagai

infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri Gram-positive dan Gram-

negatif baik pada manusia maupun hewan. Amoksisilin mirip dengan ampisilin

7

(semi-sintetis aminopenicillin) dalam aksi bakterisida dalam menghambat

organisme rentan. Amoksisilin bekerja melalui penghambatan biosintesis sel

dinding mukopeptida (Kaur et al., 2011).

Gambar 2. Struktur kimia amoksisilin (Sumber: Kaur et al.,2011)

Amoksisilin berwarna putih atau hampir putih (amoksisilin trihydrate) putih

kristal, dan amoksisilin-natrium putih atau sedikit merah muda, amorf, bubuk

sangat higroskopik, dengan sedikit bau sulphurous, kompatibel dengan sitrat,

fosfat dan borat buffer 7‐9. Amoksisilin natrium sangat larut dalam air, sedikit larut

dalam etanol anhidrat, sangat sedikit larut dalam aseton, sementara Amoksisilin

trihydrate sedikit larut dalam air, sangat sedikit larut dalam etanol (96%), praktis

tidak larut dalam minyak lemak. Larut dalam asam encer dan encerkan larutan

alkali hidroksida (Kaur et al, 2011).

II.2.2 Mekanisme antibakteri amoksisilin

Amoksisilin bersifat bakterisida terhadap mikroorganisme resisten melalui

penghambatan biosintesis dinding sel mukopeptida selama pembelahan bakteri.

Bekerja dengan mengikat Penicillin Binding Protein 1A (PBP-1A) yang terletak di

dalam sel bakteri. Penisilin acylate domain transpeptidase sensitive penisilin C-

terminal membuka cincin laktam yang menyebabkan inaktivasi enzim,

menghambat cross-linking antara rantai polimer peptidoglikan linear yang

8

membentuk komponen utama dari sel dinding bakteri, menghambat tahap ketiga

dan terakhir dari sintesis dinding sel bakteri yang diperlukan untuk pembelahan sel

dan bentuk sel serta proses penting lainnya (Kaur et al., 2011).

Sel lisis ketika dimediasi oleh enzim autolitik dinding sel bakteri seperti

autolysin; ada kemungkinan bahwa amoksisilin mengganggu inhibitor autolysin.

Sintesis dinding sel yang tidak sempurna mengakibatkan sel bakteri untuk

menyerap air melalui osmosis; sebagai bakteri gram positif & gram negatif

memiliki 10-30 & 3-5 kali tekanan osmotik intraseluler dibandingkan ekstraseluler.

Amoksisilin lebih efektif terhadap gram positif daripada gram negatif dan hal itu

menunjukkan keampuhan yang lebih besar pada penicillin. Obat golongan

penisilin, menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi

transpeptidasi sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel adalah lapisan luar yang

rigid yang unik pada setiap spesies bakteri. Dengan terhambatnya reaksi ini maka

akan menghentikan sintesis peptidoglikan dan membunuh bakteri (Kaur, 2011).

Berbagai laporan penelitian menunjukkan bahwa amoksisilin efektif

melawan berbagai mikrorganisme dengan KHM berkisar 0,06 μg/ml-4 μg/ml untuk

sebagian besar mikroorganisme kecuali Staphylococcus epidermidis dan

Staphylococcus aureus yang membutuhkan KHM masing-masing hingga 64

μg/mL dan ≥256 μg/mL (Kaur et al., 2011).

II.3 Sinergitas

Sinergisme didefinisikan sebagai interaksi positif yang terjadi ketika dua

agen digabungkan dan bersama-sama memiliki efek penghambatan (pada

organisme yang ditargetkan) yang lebih besar daripada efek masing-masing

9

(individual). Antagonisme didefinisikan sebagai efek dari dua obat bersama kurang

dari efek individu atau tidak berpengaruh. Dalam terapi obat kombinasional,

kombinasi dua atau lebih obat sering digunakan untuk mencapai tujuan terapeutik

yang diinginkan atau untuk mengobati penyakit yang ada (Blesson et al.,2015).

Sinergisme merupakan konsep baru dalam mengembangkan agen untuk

antibakteri, antioksidan dan juga untuk aktivitas antikanker. Mengobati infeksi

bakteri dengan antibiotika memang banyak digunakan tetapi penggunaan yang

tidak rasional telah menyebabkan terjadinya resistensi serta menyebabkan muncul

kembali penyakit infeksi yang lama. Pendekatan baru adalah terapi kombinasi

atau terapi sinergis; terhadap mikroorganisme yang resisten yang merupakan cara

baru untuk mengobati penyakit infeksi (Blesson et al.,2015).

II.4 Staphylococcus aureus

II.4.1 Morfologi dan identifikasi

Staphylococcus adalah bakteri Gram-positif dengan diameter 0,5- 1,5 μm

dengan ciri berbentuk coccus, yang membelah lebih dari satu untuk membentuk

kelompok seperti anggur. Sampai saat ini, ada 32 spesies dan 8 sub-spesies

dalam genus Staphylococcus, banyak di antaranya yang spesifik berada di tubuh

manusia (Amenu, 2014).

Staphylococcus bersifat non-motil, tidak membentuk spora, anaerob

fakultatif yang tumbuh dengan respirasi aerobik pada suhu optimum 37ºC dan pH

optimum 7,5. atau dengan fermentasi. Sebagian besar spesies relatif memiliki

kebutuhan gizi yang kompleks, namun secara umum yang mereka butuhkan

10

sumber nitrogen organik, dipasok oleh 5 hingga 12 asam amino, misalnya vitamin

arginin, valin, dan B, termasuk tiamin dan nikotinamid (Amenu, 2014).

Staphylococcus tahan terhadap konsentrasi garam yang tinggi dan tahan

terhadap panas. Staphylococcus patogen umumnya diidentifikasi dengan

kemampuannua untuk menghasilkan koagulase. Ini yang membedakan strain

positif koagulase, S. aureus (patogen manusia), dan S. intermedius dan S. hyicus

(dua patogen hewan), dari spesies staphylococcal lainnya seperti S. epidermidis,

yang koagulase-negatif (CoNS) (Amenu, 2014).

Pada agar nutrien, setelah inkubasi aerobik selama 24 jam pada 37ºC,

koloni berdiameter 1-3 mm memiliki permukaan berkilau halus, seluruh tepi dan

penampilan berpigmen buram. Di kebanyakan strain, pigmentasi berwarna

keemasan varietas oranye, kuning dan krim. Pada medium agar Mac Conkey,

koloni berukuran kecil hingga sedang dengan warna pink atau pink-oranye

(Amenu,2014).

II.4.2 Epidemiologi

Staphylococcus menginfeksi manusia dan hewan, terutama berada di

kulit, dan di area basah seperti nares anterior (hidung), aksila dan selangkangan.

Antara sepertiga dan tiga perempat dari individu membawa organisme ini pada

satu waktu. Infeksi staphylococcal terjadi di seluruh dunia dan baru muncul strain

hipervirulen atau multiresisten menyebar dengan cepat di wilayah geografis.

Bakteri ini bertahan hidup di udara, benda atau dalam debu selama berhari-hari,

karena itu mereka bisa mencemar lingkungan (seperti rumah sakit) dan terus

11

ditransmisikan dalam waktu lama. Infeksi staphylococcus diperoleh baik dari diri

sendiri (endogen) maupun eksternal (eksogen) (Amenu,2014).

II.5 Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah penyebab

utama infeksi nosokomial. Infeksi MRSA sangat sulit disembuhkan karena strain

MRSA telah resisten terhadap hampir semua antibiotika secara klinis. Infeksi

MRSA dapat diperoleh dari orang-orang yang baru-baru dirawat di rumah sakit

atau menjalani prosedur pemeriksaan medis (seperti dialisis, operasi dan kateter)

yang dikenal sebagai Healthcare MRSA (HA MRSA) yang pertama muncul pada

tahun 1960-an dan biasanya terkait dengan orang dengan perawatan kesehatan

terkait faktor risiko seperti rawat inap atau perawatan di rumah sakit, dialisis

kronis, pengobatan antibiotika, atau prosedur paparan invasive (Amenu,2014).

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah salah satu

bakteri resisten patogen terhadap antibiotika komersial, khususnya antibiotika ß-

laktam. Mekanisme resistensi ini sebagian besar disebabkan oleh ekspresi ß-

laktamase yang menghidrolisis ß-laktam, setelah akuisisi gen mecA resistensi

serta penekanan sebuah pompa efflux yang mengurangi akumulasi antibiotika

(Septama and Panichayupakaranant, 2015).

II.6 Antimikroba

Antimikroba adalah bahan-bahan atau obat-obat yang digunakan untuk

memberantas infeksi mikroba pada manusia, termasuk golongan ini yang

berhubungan dengan bidang farmasi antara lain Antibiotika, antiseptika,

disinfektansia, preservatif. Antimikroba dapat bersifat :

12

1. Bakteriostatika, yaitu zat atau bahan yang dapat menghambat atau

menghentikan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri), Fungistatika yaitu zat

atau bahan yang dapat menghentikan pertumbuhan fungi, sitostatika

terhadap kanker. Dalam keadaan seperti ini jumlah mikroorganisme menjadi

stasioner, tidak dapat lagi multiplikasi dan berkembang biak.

2. Bakterisida, yaitu zat atau bahan yang dapat membunuh

mikroorganisme (bakteri). Dalam hal ini jumlah mikroorganisme (bakteri) akan

berkurang atau bahkan habis, tidak dapat lagi melakukan multiplikasi atau

berkembang biak (Djide dan Sartini, 2014).

Antimikroba mempunyai mekanisme kerja utama antara lain sebagai

berikut:

1. Penginaktifan enzim tertentu

Penginaktifan enzim tertentu adalah mekanisme umum dari senyawa

antiseptika dan desinfektansia, seperti turunan aldehida, amida, karbanilida,

etilen-oksida, halogen, senyawa-senyawa merkuri dan senyawa ammonium

kuartener.

2. Denaturasi protein

Turunan alkohol, halogen, dan halogenator, senyawa merkuri, peroksida,

turunan fenol dan senyawa amonium kuartener bekerja sebagai antiseptika

dan desinfektan dengan cara denaturasi dan konjugasi protein sel bakteri.

3. Mengubah permeabilitas membran sitoplasma bakteri

Cara ini adalah model kerja dari turunan amin dan guanidine, turunan fenol

dan senyawa ammonium kuartener. Dengan mengubah permeabilitas

13

membran sitoplasma bakteri, senyawa-senyawa tersebut dapat

menyebabkan bocornya konstituen sel yang essensial, sehingga bakteri

mengalami kematian.

4. Interkalasi ke dalam DNA

Beberapa zat warna seperti turunan trifenilmetan dan turunan akridin, bekerja

sebagai antibakteri dengan mengikat secara kuat asam nukleat, menghambat

sintesis DNA dan menyebabkan perubahan kerangka mutasi pada sintesis

protein.

5. Pembentukan khelat

Beberapa turunan fenol seperti heksoklorofen dan oksikuinolin dapat

membentuk khelat dengan ion Fe dan Cu, kemudian bentuk khelat tersebut

masuk kedalam sel bakteri. Kadar yang tinggi dari ion-ion logam didalam sel

menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, sehingga mikroorganisme

mengalami kematian.

6. Bersifat sebagai antimetabolit

Antimikroba bekerja memblok tahap metabolik spesifik mikroba, seperti pada

sulfonamida dan trimetoprin. Sulfonamida nenghambat pertumbuhan sel

dengan menghambat sintesis asam folat oleh bakteri. Sulfonamide secara

struktur mirip dengan asam folat, para amino benzoic acid (PABA), dan

bekerja secara kompetitif untuk enzim-enzim yang langsung mempersatukan

PABA dan sebagian pteridin menjadi asam dihidropetroat. Trimetoprin secara

struktur analog pteridin yang dibagi oleh enzim dihidrofolat reduktase dan

bekerja sebagai penghambat kompetitif enzim tersebut yang dapat

14

mengurangi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.

7. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel

Antimikroba golongan ini dapat menghambat sintesis atau menghambat

aktivitas enzim yang dapat merusak dinding sel mikroorganisme. Yang

termasuk kelompok ini antara lain penisilin, sefalosporin, vankomisin,

sikloserin, basitrasin.

8. Penghambatan fungsi permeabilitas membrane sel

Antimikroba bekerja secara langsung pada membrane sel yang

mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan keluarnya senyawa

intraseluler mikroorganisme (bakteri). Dalam hal ini antimikroba dapat: (1)

berinteraksi dengan sterol membrane sitoplasma pada sel jamur seperti

Amfoterisin B dan Nistatin, (2) merusak membrane sel bakteri gram negative,

misalnya polimiksin dan kolistin.

9. Penghambatan sintesis protein

Antimikroba disini mempengaruhi fungsi ribosom pada mikroorganisme yang

menyebabkan sintesa protein terhambat.

10. Penghambatan asam nukleat

Antimikroba mempengaruhi asam nukleat. Sebagai contoh rifampisin

mengikat dan menghambat DNA –dependent RNA polymerase yang ada

pada bakteri. Kuinolon menghambat DNA girase, dan Metronidazole

menghambat sintesis DNA (Djide dan Sartini, 2014).

II.7 Antibiotika

Menurut Benedict dan Langlyke, Antibiotika adalah suatu senyawa kimia

15

diturunkan dari atau diproduksi oleh organisme hidup, yang dalam konsentrasi

kecil mempunyai kemampuan untuk menghimbisi proses kehidupan

mikroorganisme lain (Djide dan Sartini, 2014).

Penggolongan Antibiotika berdasarkan atas spektrum aktivitasnya dapat

dibagi atas beberapa golongan yaitu :

1. Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif

maupun gram negatif. Sebagai contohnya adalah turunan tetrasiklin, turunan

amfenikol, turunan aminoglikosida, turunan makrolida, rifampisin, beberapa

turunan penisilin.

2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram positif.

Sebagai contohnya adalah basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan

penisilin seperti benzil penisilin, kloksasilin, penisilin G prokain dan beberapa

turunan sefalosporin.

3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram

negatif. Sebagai contohnya adalah kolistin, polimiksin B sulfat, dan

sulfomisin.

4. Antibiotika yang aktivitasnya dominan pada Mycobacteriae. Sebagai

contohnya adalah streptomisin, kanamisin, sikloserin, vimisin dan lain- lain.

5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur. Sebagai contohnya adalah

griseofulvin, antibiotika polien (nistatin dan amfoterisin B).

6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (antikanker). Sebagai

contohnya adalah aktinomisin, bleomisin, mitomisin, mitramisin, dan lain-lain

(Djide dan Sartini, 2014).

16

II.8 Resistensi Antibiotika

Penemuan antibiotika dalam pertengahan abad kedua puluh telah

digunakan dalam pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Infeksi tersebut berakibat fatal jika lambat diobati. Sejak itu, agen antimikroba

(antibiotika dan obat-obatan terkait obat-obatan bertindak atas bakteri, virus, jamur

dan parasit) telah menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan jutaan

orang (Amenu, 2014)

Akhir-akhir ini, antibiotika sangat penting tidak hanya untuk pengobatan

infeksi bakteri, tetapi juga untuk cakupan pasien profilaksis risiko tinggi misalnya

pasien yang dalam perawatan intensif, organ transplantasi, kemoterapi kanker dan

perawatan prenatal. Namun sekarang keuntungan ini terancam serius oleh

munculnya penyebaran mikroba yang resisten (Amenu, 2014).

Produksi penisilin secara massal di Indonesia pada tahun 1943 secara

perlahan mengurangi penyakit dan kematian akibat infeksi yang disebabkan oleh

bakteri. Namun, dalam empat tahun, mulai muncul bakteri yang resisten terhadap

aksi penisilin. Perusahaan-perusahaan farmasi kembali mengembangkan

antibiotika jenis lain. Hampir semua infeksi bakteri penting dalam di seluruh dunia

menjadi resisten. Dan meskipun demikian industri farmakologi telah menghasilkan

jumlah antibiotika baru dalam tiga dekade terakhir, resistensi mikroorganisme

terhadap obat-obatan ini telah meningkat. Secara umum, bakteri memiliki

kemampuan genetik untuk mentransmisikan dan bersifat resistensi terhadap obat-

obatan yang digunakan sebagai agen terapeutik (Amenu, 2014).

17

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex®),

alat maserasi, autoklaf (All American Model 25X-2®), bunsen, eksikator, enkas,

incubator (Memmert®), Laminar Air Flaw (Envirco®), mikropipet (Memmert®), Oven

(Ecocell®), rotary evaporator (Heidolphi®), spoit (OneMed®), timbangan analitik

(Sartorius®), dan wells Microplate 96 (iwaki®).

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air suling,

amoksisilin, biakan bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

koleksi laboratorium mikrobiologi di RS Pendidikan Universitas Hasanuddin, daun

talas (Colocasia esculenta (L.) Schott), Dimethyl Sulphoxide (DMSO), etanol 70%,

etanol 96%, etil asetat, heksan, kloroform, medium MHA (Mueller Hinton Agar)

(Merck®), medium (MHB (Mueller Hinton Broth) (Merck®) dan reagen

Triphenyltetrazolium chloride.

III.2 Metode Kerja

III.2.1 Sterilisasi alat

Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan detergen, kemudian dibilas

dengan air dan dikeringkan. Alat-alat gelas yang tidak berskala disterilkan

menggunakan oven pada suhu 180°C selama 2 jam. Untuk alat-alat logam

disterilkan dengan cara dipijarkan dengan menggunakan bunsen. Untuk alat-alat

18

yang terbuat dari karet, plastik dan alat-alat ukur mempunyai skala disterilkan

dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Parrot, 1971).

III.2.2 Pengambilan sampel

Sampel penelitian yang digunakan adalah Daun Talas (Colocasia

esculenta)., yang diperoleh dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

III.2.3 Pengolahan sampel

Daun Talas (Colocasia esculenta (L) Schott) yang telah diambil, disiapkan

dengan melakukan sortasi basah terlebih dahulu kemudian dilakukan pencucian

menggunakan air mengalir. Kemudian, sampel dirajang dengan cara di potong

kecil-kecil dan diangin-anginkan untuk menghilangkan kadar air sampel. Setelah

kering, sampel diserbukkan dan diayak dengan ayakan nomor mesh 20.

Selanjutnya, dilakukan pengepakan dan disimpan untuk tahap selanjutnya.

III.2.4 Ekstraksi sampel

Serbuk Daun Talas (Colocasia esculenta) diekstraksi dengan metode

maserasi. Sebanyak 240 gram sampel direndam dalam wadah maserasi

menggunakan cairan pennyari etanol 96% sebanyak 2,4 L dengan perbandingan

1:10. Terlebih dahulu sampel dibasahi dengan pelarut secukupnya dan didiamkan

selama 15 menit. Setelah semua terbasahi, ditambahkan sisa pelarut hingga

volume yang diinginkan kemudian rendam sampel selama 3x24 jam sambil

sesekali diaduk. Kemudian, maserat disaring menggunakan pompa vakum. Filtrat

dikumpulkan dan diuapkan dengan Rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak

kering.

19

III.2.5 Partisi ekstrak

Partisi ekstrak daun talas dilakukan dengan metode partisi cair padat

(ECP). Ekstrak kental yang diperoleh dilarutkan dalam n-heksan dan dimasukkan

kedalam tabung sentrifuge selama 20 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Ekstrak

yang larut ditampung dalam wadah untuk diuapkan. Hal tersebut dilakukan secara

berulang hingga semua senyawa larut yang ditandai dengan pelarut berwarna

bening. Ekstrak yang tidak larut tersebut kemudian ditambahkan pelarut kloroform

dan dilakukan hal yang sama dengan sebelumnya dan terakhir ditambahkan

pelarut etil asetat. Masing-masing fraksi yang diperoleh ditampung dalam wadah

kemudian diuapkan dan disimpan dalam wadah eksikator. Selanjutnya fraksi hasil

partisi di KLT (Kromatografi Lapis Tipis) menggunakan eluen Heksan : Etil asetat

(1:1). Penampakan noda dilihat dibawah UV 254 nm, 366 nm serta penyemprotan

H2SO4.

III.2.6 Pembuatan medium

Pembuatan Medium MHB (Mueller Hinton Broth) dilakukan dengan

menimbang medium sesuai bobot yang diinginkan setelah dikonversi dari bobot

yang tertera pada kemasan (21 gram dalam 1 Liter air suling), lalu dilarutkan

dengan air suling hingga larut dan dapat dibantu dengan pemanasan. pH medium

disesuaikan pada rentang 7,3±0,1 yaitu pada pH 7,4. Kemudian medium

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit.

III.2.7 Penyiapan suspensi bakteri uji

Satu ose biakan bakteri yang telah diremajakan pada media NA

disuspensikan ke dalam tabung berisi 5 ml media NB dan diinkubasi selama 24

20

jam pada suhu 37oC. Suspensi bakteri tersebut diencerkan menggunakan NaCl

0,9% steril sampai kekeruhannya setara dengan larutan standar 0,5 Mc. Farland I

(biakan cair yang kekeruhannya setara dengan 0,5 Mc. Farland I mempunyai

populasi 1×108 CFU/ml).

III.2.8 Uji aktivitas antibakteri

Uji Aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi. Masing-

masing fraksi etil asetat, heksan dan kloroform dan ekstrak awal ditimbang

sebanyak 0,1 gram dan dilarutkan dalam 1 mL DMSO 10%. Kemudian masing-

masing fraksi yang telah larut ditetesi ke permukaan paper disk blank sebanyak 20

µL dan dibiarkan hingga mengering. Setelah kering di letakkan diatas permukaan

medium MHA (Mueller Hinton Agar) yang telah berisi suspensi bakteri. Kemudian

diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37ºC dan diamati zona hambat yang

terbentuk.

III.2.9 Pembuatan larutan stok fraksi etil asetat daun talas dan amoksisilin

Pembuatan larutan stok fraksi etil asetat daun talas dan amoksisilin

masing-masing dibuat dengan cara menimbang fraksi sebanyak 400 mg yang

dilarutkan dalam 4 ml DMSO 10% dan amoksisilin sebanyak 16 mg dilarutkan

dalam air steril hingga volume 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi larutan stok

fraksi etil asetat daun talas 10 mg/mL dan amoksisilin 0,016 mg/mL. Dari larutan

stok tersebut dibuat rentang konsentrasi pengenceran pada fraksi etil asetat daun

talas yaitu 10 mg/mL, 5 mg/mL, 2,5 mg/mL,1,25 mg/mL, dan 0,625 mg/mL

sedangkan larutan stok amoksisilin dibuat rentang konsentrasi pengenceran 0,016

21

mg/mL, 0,008 mg/mL, 0,004 mg/mL, 0,002 mg/mL, 0,001 mg/mL, 0,0005 mg/mL,

dan 0,00025 mg/mL. Pengenceran fraksi etil asetat dilakukan dengan mencuplik

masing-masing larutan stok sebanyak 500 µl dan dimasukkan kedalam tabung

effendorf yang berisi 500 µL DMSO 10% sehingga diperoleh konsentrasi 5 mg/mL.

Sedangkan pengenceran amoksisilin dilakukan dengan mencuplik 2500 µL larutan

stok dan dimasukkan kedalam labu tentukur 5 ml dan dicukupkan volumenya

hingga 5 ml menggunakan air steril sehingga diperoleh konsentrasi 0,008 mg/mL.

Pengenceran untuk konsentrasi berikutnya dilakukan dengan cara yang sama

yaitu dengan mencuplik 500 µL dari konsentrasi sebelumnya untuk fraksi etil

asetat dan 2500 µL untuk amoksisilin. Hal tersebut dilakukan berulang hingga

diperoleh beberapa konsentrasi tersebut diatas.

III.2.10 Penentuan nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) fraksi

Penentuan nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) fraksi etil asetat daun

talas dilakukan pada wells Microplate 96. Sebanyak 20 µL dari masing-masing

konsentrasi dimasukkan kedalam wells Microplate. Kemudian ditambahkan

suspensi bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) sebanyak 2

µL dan medium MHB (Mueller Hinton Broth) sebanyak 178 µL sehingga setiap

well berisi 200 µL. Well yang lain diisi dengan kontrol blanko (pelarut tanpa fraksi),

kontrol negatif (medium+ bakteri) dan kontrol setiap konsentrasi fraksi

(fraksi+medium). Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37ºC selama

1x24 jam. Setelah diinkubasi, seluruh wells ditetesi reagen triphenyltetrazolium

chloride sebanyak 5 µL yang telah diinkubasi selama 30 menit. Kemudian hasilnya

diamati secara visual dengan melihat warna merah yang terbentuk. Konsentrasi

22

terendah yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri merupakan nilai

KHM fraksi etil asetat daun talas.

III.2.11 Penentuan nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) amoksisilin

Penentuan nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) amoksisilin dilakukan

pada wells Microplate 96. Sebanyak 20 µL dari masing-masing konsentrasi

amoksisilin dimasukkan kedalam lubang wells Microplate. Kemudian ditambahkan

suspensi bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) sebanyak 2

µL dan medium MHB (Mueller Hinton Broth) sebanyak 178 µL sehingga setiap

well berisi 200 µL. Well yang lain diisi dengan kontrol blanko (air steril+medium),

kontrol negative (medium+bakteri) dan kontrol setiap konsentrasi amoksisilin

(amoksisilin+medium). Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37ºC

selama 1x24 jam. Setelah diinkubasi, seluruh wells ditetesi reagen

triphenyltetrazolium chloride sebanyak 5 µL yang telah diinkubasi selama 30

menit. Kemudian hasilnya diamati secara visual dengan melihat warna merah

yang terbentuk. Konsentrasi terendah yang menunjukkan tidak adanya

pertumbuhan bakteri merupakan nilai KHM amoksisilin.

III.2.12 Pengujian KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) kombinasi fraksi etil

asetat dengan amoksisilin

Pengujian KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) kombinasi fraksi etil asetat

dengan amoksisilin dilakukan dengan metode Microdilution Checkerboard Assay

pada wells Microplate 96. Sebanyak 20 µL masing-masing stok konsentrasi fraksi

dan amoksisilin dimasukkan kedalam wells dan dibuat sebanyak 3 replikasi.

Kemudian keseluruhan wells dihomogenkan. Setelah homogen, setiap wells

23

ditambahkan suspensi bakteri Methicillin-Resistant staphylococcus aureus

(MRSA) sebanyak 2 µL (setara dengan Mc Farland 105 CFU/well) dan medium

MHB (Mueller Hinton Broth) sebanyak 158 µL sehingga setiap wells berisi 200 µL.

Wells yang lain diisi dengan kontrol positif (ekstrak+amoksisilin+medium), kontrol

negatif (bakteri+medium) dan kontrol blanko (Pelarut tanpa ekstrak). Kemudian

Microplate diinkubasi pada suhu 37ºC selama 1x24 jam. Setelah diinkubasi,

dilakukan pengamatan dan seluruh wells ditetesi reagen Triphenyltetrazolium

chloride sebanyak 5 µL dan diinkubasi selama 30 menit. Kemudian hasilnya

diamati secara visual dengan melihat warna merah yang terbentuk. Kombinasi

terendah yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri merupakan nilai

KHM.

III.2.13 Penentuan nilai Fractional Inhibitory Concentration Index (FICI)

Interaksi in vitro antar agen antimikroba ditentukan dan diukur dengan

menghitung Indeks Konsentrasi Hambatan Fraksi/ Fractional Inhibitory

Concentration Index (FICI) dengan rumus sebagai berikut

FIC1=

(1)

FIC2=

(2)

FICI= FIC1+ FIC2 (3)

Interaksi in vitro antara agen antimikroba ditentukan dengan perhitungan rumus

tersebut, maka efeknya dijabarkan sebagai berikut :

Sinergis : FICI ≤ 0,5 Efek Aditif : FICI > 0,5 tapi ≤ 1

Antagonis : FICI > 4 Efek Berbeda : FICI > 1 tapi ≤ 4

24

II.2.14 Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan yang dilakukan dengan metode kualitatif spesifik pada

senyawa flavonoid menggunakan reagen sitoborat. Metode ini dilakukan dengan

menotol ekstrak daun talas pada lempeng kemudian dielusi dengan eluen

Heksan:Etil asetat (1:1). Setelah terelusi, lempeng disemprot dengan reagen

sitoborat kemudian dikeringkan. Setelah kering, dilakukan pengamatan dibawah

UV 366. Hasil positif noda berwarna kuning.

II.2.15 Pengumpulan dan analisis data

Data yang diperoleh berupa angka dari hasil perhitungan FICI kombinasi ekstrak

dengan Antibiotika kemudian dianalisis. Pembahasan hasil dilakukan berdasarkan

hasil pengamatan dan analisis data yang diperoleh sehingga dapat ditarik

kesimpulan.

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Ekstraksi Daun Talas

Hasil ekstraksi daun talas diperoleh sebesar 23,0128 g dengan persen

rendamen 9,58 %. Hasil perhitunganan rendamen tertera pada lampiran 5.

Tabel 1. Persen rendamen ekstrak daun talas

Bobot simplisia (gram) Bobot ekstrak (gram) Persen rendamen (%)

240 g 23,0128 g 9,58%

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sheikh dan Tembhre (2016),

yang mengekstraksi daun talas menggunakan pelarut etanol 90% menghasilkan

persen rendamen sebesar 8,6%. Tinggi rendahnya persen rendamen yang

diperoleh dipengaruhi oleh jenis pelarut, perbandingan simplisia dengan pelarut

pada proses ekstraksi serta lama ekstraksi.

IV.2 Partisi Ekstrak Daun Talas

Partisi ekstrak pada penelitian ini dilakukan dengan metode ekstraksi cair

padat. Metode ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat

yang terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormon, Antibiotika dan

lipida. Pelarut yang digunakan adalah heksan, etil asetat dan kloroforom.

Pemilihan pelarut yang digunakan tersebut karena kandungan kimia dari suatu

tanaman atau simplisia nabati yang berkasiat obat umumnya mempunyai sifat

kepolaran yang berbeda-beda, sehingga perlu dipisahkan secara selektif menjadi

kelompok-kelompok tertentu. Pada proses partisi ini diperoleh 3 fraksi yaitu fraksi

26

heksan, etil asetat dan kloroform dengan bobot ekstrak dan persen rendamen

masing-masing tercantum pada table 2. sebagai berikut :

Tabel 2. Persen rendamen masing-masing fraksi hasil partisi

Fraksi Bobot ekstrak (gram) Persen Rendamen (%)

Heksan 4,5929 1,91 Etil asetat 5,5129 2,30 Kloroform 0,9481 0,39

Sisa 8,9589 3,73

Tinggi rendahnya persen rendamen yang diperoleh dipengaruhi oleh jenis

pelarut, perbandingan simplisia dengan pelarut pada proses ekstraksi serta lama

ekstraksi (Sheikh dan Tembhre,2016).

IV.3 Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun talas

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode

dilusi padat. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui fraksi mana yang memiliki

aktivitas antibakteri yang lebih besar. Hasil pengujian ditunjukkan pada table 4.

sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil uji aktivitas antibakteri

Fraksi Zona hambat (mm)

Heksan - Etil asetat 16,10 Kloroform 10,94

Ekstrak awal 10,42

Berdasarkan tabel diatas, zona hambat yang terbentuk pada fraksi etil

asetat lebih besar dibandingkan fraksi lainnya sehingga fraksi tersebut yang

dilanjutkan untuk pengujian nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum). Hasil

tersebut dipengaruhi oleh adanya perbedaan metabolit sekunder yang terkandung

27

dalam masing-masing fraksi. Keberadaan metabolit sekunder menjadi faktor

penting melalui mekanismenya terhadap bakteri.

IV.4 Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) masing-masing

Amoksisilin dan Fraksi Etil Asetat Daun Talas

Penentuan nilai KHM masing-masing fraksi dan amoksisilin terhadap

bakteri MRSA dilakukan dengan metode mikrodilusi pada Microplate 96 wells.

Dengan menggunakan metode ini dapat mempermudah dalam menentukan

konsentrasi yang digunakan saat kombinasi antara kedua sampel. Selain itu,

metode microdilusi ini hanya memerlukan sedikit medium. Konsentrasi uji yang

digunakan pada pengujian KHM fraksi adalah 10 mg/mL, 5 mg/mL, 2,5 mg/mL,

1,25 mg/mL, dan 0,625 mg/mL sedangkan konsentrasi amoksisilin yang

digunakan adalah 0,016 mg/mL, 0,008 mg/mL, 0,004 mg/ml, 0,002 mg/mL, 0,001

mg/mL, 0,0005 mg/mL dan 0,00025 mg/mL.

Table 4. Nilai KHM masing-masing fraksi etil asetat daun talas dan amoksisilin

Sampel Nilai KHM (mg/mL)

Fraksi etil Asetat 5 Amoksisilin 0,008

Pada tabel tersebut dapat dilihat nilai KHM Amoksisilin terhadap MRSA

yaitu 0,008 mg/mL. Berbeda dengan hasil penelitian Sartini dkk., (2017) yang

memperoleh nilai KHM Amoxicillin 0,004 mg/ml. Perbedaan nilai KHM yang

diperoleh disebabkan karena jumlah populasi bakteri uji yang digunakan juga

berbeda. Pada tabel tersebut diatas juga dapat dilihat bahwa nilai KHM fraksi etil

asetat daun talas terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus sebesar 5

mg/mL. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agyare et al.(2015) nilai KHM

28

ekstrak daun Talas (Colocasia esculenta) terhadap Staphylococcus aureus

adalah 50 mg/mL. Chakraborty et al.,(2015) juga melakukan penelitian tersebut

pada ekstrak Colocasia esculenta diperoleh KHM 25 mg/mL. Menurut Jokic (2010)

dalam penelitiannya, perbedaan nilai Kadar Hambat Minimum yang diperoleh

dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan, suhu, atau waktu ekstraksi sebagai

faktor penting untuk dipertimbangkan dalam ekstraksi polifenol dan zat kimia

penting yang menghambat pertumbuhan strain bakteri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Singh (2011) bahwa ekstrak

Colocasia esculenta memiliki aktivitas antimikroba yang baik terhadap beberapa

bakteri dan jamur yang diuji. Hasil dari penelitian tersebut memberikan informasi

yang menjanjikan untuk penggunaan potensial ekstrak Colocasia esculenta

dalam pengobatan infeksi pada konsentrasi rendah. Terlebih lagi secara kimiawi,

tanaman tersebut mengandung berbagai phytoconstituents aktif seperti flavonoid,

sterol, glikosida, dan mikronutrien lainnya.

Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia, salah satu senyawa antibakteri

yang terkandung dalam ekstrak daun talas adalah senyawa flavonoid. Menurut

Cowan (1999), mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk

senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat

merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler.

Menurut Cushnie dan Lamb (2005), selain berperan dalam inhibisi pada sintesis

DNA – RNA dengan interkalasi atau ikatan hidrogen dengan penumpukan basa

asam nukleat, flavonoid juga berperan dalam menghambat metabolisme energi.

Senyawa flavanoid ini akan mengganggu metabolisme energi dengan cara yang

29

mirip dengan menghambat sistem respirasi, karena dibutuhkan energi yang cukup

untuk penyerapan aktif berbagai metabolit dan untuk biosintesis makromolekul.

IV.5 Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum) Kombinasi

Amoksisilin dan Fraksi Etil Asetat Daun Talas

Penentuan nilai KHM Amoksisilin kombinasi fraksi etil asetat daun talas

dilakukan dengan metode Microdilution checkboard. Kelebihan metode ini adalah

penggunaan medium yang lebih sedikit dan memudahkan untuk melihat interaksi

antara dua agen antimikroba untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Metode tersebut telah banyak digunakan dalam pengujian sinergitas agen

antimikroba sebagaimana dilakukan oleh Septama (2015).

Penentuan nilai KHM kombinasi Amoksisilin yang dikombinasikan dengan

fraksi etil asetat daun talas dengan nilai KHM antibiotik Amoksisilin yaitu 0,008

mg/ml dan KHM fraksi etil asetat yaitu 5 mg/ml. Sehingga konsentrasi pengujian

kombinasi digunakan konsentrasi amoksisilin yaitu 0,016 mg/mL, 0,008 mg/mL,

0,004 mg/mL, 0,002 mg/mL, 0,001 mg/mL, 0,0005 mg/mL dan 0,00025 mg/mL

dan 0,000125 mg/mL. Sedangkan konsentrasi fraksi etil asetat daun talas yaitu 10

mg/mL, 5 mg/mL, 2,5 mg/mL, 1,25 mg/mL, 0,625 mg/mL, dan 0,03125 mg/mL.

Ilustrasi penentuan nilai KHM kombinasi fraksi etil asetat daun talas dan

amoksisilin dapat dilihat pada table 5. sebagai berikut :

30

Tabel 5. Nilai KHM Kombinasi Amoksisilin dan fraksi etil asetat Daun Talas

fraksi etil asetat daun talas (mg/ml)

A M O X I C I L L I N

(mg/ml)

10 5 2,5 1,25 0,625 0,03125 0 KM

0,016 - - - - - + - KBM

0,008 - - - - - + - KP

0,004 - - - - - + +

0,002 - - - - - + +

0,001 - - - - - + +

0,0005 - - - - + + +

0,00025 - - - + + + +

0,000125 + + + + + + +

0 - - + + + +

Keterangan:

- = Bening ( tidak ada pertumbuhan bakteri) Amoksisilin tunggal + = merah atau keruh (ada pertumbuhan bakteri KM = Kontrol Medium Fraksi tunggal KBM = Kontrol Bakteri + medium KP = Kontrol pelarut + medium + bakteri Kombinasi

Hasil pengujian antibakteri dari kombinasi fraksi etil asetat dan Antibiotika

yang dilakukan pengamatan secara visual dengan menggunakan pereaksi

Triphenyltetrazolium chloride (TTC). TTC teroksidasi dalam enzim oksidatif (enzim

dehydrogenase/Dehydrogenase Activity (DHA)), sehingga dengan adanya

pertumbuhan bakteri, TTC direduksi menjadi warna merah. TTC sebagai akseptor

elektron, yang diubah dari tidak berwarna menjadi senyawa merah yaitu red

triphenyl formazan (TPF) (Olga et al., 2013).

Dari hasil pengujian kombinasi Amoksisilin dengan fraksi etil asetat daun

talas menunjukkan perubahan warna pada konsentrasi Amoksisilin 0,00025

mg/mL, sehingga KHM Amoksisilin tunggal 0,008 mg/mL menjadi 0,00025 mg/mL

setelah dikombinasi dengan ekstrak, artinya dengan adanya penambahan ekstrak

daun talas dapat meningkatkan sensitivitas amoksisilin. Sedangkan pada

konsentrasi fraksi etil asetat tunggal 5 mg/mL turun menjadi 0,625 mg/mL. Dari

31

data tersebut menunjukkan perubahan atau penurunan nilai KHM Amoksisilin dan

fraksi etil asetat daun talas. Berdasarkan hasil perhitungan nilai FICI, diperoleh

nilai FICI (Fractional Inhibitory Concentration Index) yaitu 0,15 (perhitungan dapat

dilihat pada lampiran 9). Dari data tersebut berdasarkan penelitian Blesson et al.,

(2015) nilai tersebut <0,5 artinya mempunyai efek sinergitas antara kedua agen

antimikroba. Hal tersebut disebabkan oleh adanya mekanisme antibakteri dari

senyawa flavonoid dalam ekstrak daun talas yaitu dengan membentuk senyawa

kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak

membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler.

Sementara amoksisilin menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu

reaksi transpeptidase sintesis dinding sel. Dengan terhambatnya reaksi ini maka

akan menghentikan sintesis peptidoglikan dan membunuh bakteri (Kaur, 2011).

Dengan penggabungan kedua mekanisme tersebut sehingga terjadi peningkatan

aktivitas antibakteri keduanya terhadap Methicillin-Resistan Staphylococcus

aureus (MRSA).

Hasil tersebut juga didukung dengan adanya beberapa peneliti yang telah

melaporkan adanya sinergitas yang terjadi secara alami antara flavonoid dan agen

antibakteri lainnya dalam melawan strain bakteri yang resisten. Contohnya

termasuk epicatechin gallate dan sophoraflavanone G. Penelitian lainnya telah

dilakukan oleh Chung, P.Y et al (2011) yang mengombinasikan triterpenoid

dengan beberapa antibiotika dan menunjukkan hasil sinergis terhadap

Staphylococcus aureus.

32

IV.6 Uji flavonoid fraksi etil asetat daun talas

Berdasarkan hasil uji flavonoid yang dilakukan diperoleh hasil bahwa

fraksi etil asetat daun talas tersebut positif mengandung senyawa flavonoid yang

ditandai dengan perubahan warna noda pada lempeng yaitu berwarna kuning

tampak dibawah UV 366 nm. Hasil yang sama diperoleh dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sheikh and Thembhre (2016) dan Subhas, et al (2012) bahwa

ekstrak daun talas positif mengandung flavonoid.

33

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, fraksi etil asetat daun talas dan

amoksisilin memiliki aktivitas antibakteri dengan nilai KHM (Kadar Hambat

Minimum) masing-masing 5 mg/mL dan 0,008 mg/mL. Nilai KHM keduanya

mengalami penurunan setelah dikombinasi dan diperoleh Indeks Konsentrasi

Hambat Fraksional (FICI) sebesar 0,14 yang menunjukkan bahwa keduanya

memiliki efek yang sinergis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Methicillin-

resistan Staphylococcus aureus (MRSA)

V.2 Saran

Sebaiknya dilakukan uji lanjutan secara in vivo untuk melihat efek kombinasi

ekstrak daun talas dengan amoksisilin secara in vivo.

34

DAFTAR PUSTAKA

Agyare, C. and Boakye, Y. D. 2015. Antimicrobial and Anti-Inflammatory Properties of Anchomanes difformis (Bl.) Engl. and Colocasia esculenta (L.) Schott. Biochemistry & Pharmacology. 5. (1): 1-5.

Amenu, D. 2014. Antimicrobial Activity of Medicinal Plant Extracts and Their Synergistic Effect on Some Selected Pathogens. American Journal of Ethnomedicine. 1 (1): 18–29.

Barreto, M. L. 2006. Infectious diseases epidemiology, Journal of

Epidemiology and Community Health. 60 (3): 192–195. Bhardwaj, M., Singh, B.R., Sinha, D.K., Kumar, V., Vadhana P., OR., Singh

V.,S, Nirupama, KR., Pruthvishree and Saraf, A.,BS. 2016. Potential of Herbal Drug and Antibiotic Combination Therapy: A New Approach to Treat Multidrug Resistant Bacteria. Pharmaceutica Analytica Acta, 7(11) : 2-14

Blesson, J., Saji, C.V., Nivya, R.M., and Kumar R. 2015. Synergistic

Antibacterial Activity oof Natural Plant Extracts and Antibiotics Against Methicillin Resistant Staphylococcus aureus ( MRSA ). World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(3): 741–763.

Chakraborty, P., Deb, P., Chakraborty, S., Chatterjee, P., and Abraham, J.

2015. Cytotoxicity and Antimicrobial Activity of Colocasia esculenta. Journal of CheKHMal and Pharmaceutical Research. 7(12): 627–635.

Chung, P.Y., Navaratnam, P., and Chung, L.Y. 2011. Synergistic

Antimicrobial Activity Between Pentacyclic Triterpenoids And Antibiotics Against Staphylococcus Aureus Strains.Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobial. 10(25): 1-6

Cowan, M. M. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical

Microbiology reviews. 12(4): 564–582. Cushnie, T. P. T. and Lamb, A. J. 2005. Antimicrobial activity of flavonoids.

International Journal of Antimicrobial Agents. 26(5): 343–356. Djide, M.N. dan Sartini. 2014. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi. Penerbit

Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin : Makassar Dwivedi, P., Dwivedi, J., Patel, D., Desai, S., and Meshram, D. 2016.

PhytocheKHMal Analysis and In Vitro Urolithiatic Activity of Colocasia esculenta leaves. Journal of Medicinal Plants Studies. 4(3): 18–22.

35

Halligudi, N. 2013. Pharmocological Potential of Calocasia an Edible Plant. Journal of Drug Discovery and Therapeutics. 1(2): 5–9.

Jokic, S. 2010. Modelling of the process of solid-liquid extraction of total

polyphenols from soybeans. Czech Journal of Food Sciences. 28(3) : 206–212.

Kaur, S. P., Rao, R., and Nanda, S. 2011. Amoksisilin: A broad spectrum

antibiotic. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 3(3) : 30–37

Manjulika,Y., Kumar, K.D., Sanjukta, C., and Geeta, W. 2016. Comparative

Antibacterial Efficacy of Swertia chirata and Colocasia esculenta. International Journal of Pharmacognosy and PhytocheKHMal Research 8(12) : 2016-2019

Naka, K. 2010. In vitro Antimicrobial Activity of The Crude Extracts ff

Colocasia esculenta Leaves (araceae). International Journal of Pharmaceutical Science and Research. 1(8) : 88–91.

Olga, P., Petar, K., Jelena, M., and Srdjan, R. 2015. Screening Method For

Detection Of Hydrocarbon-Oxiding Bacteria In Oil-Contaminated Water And Soil Specimens. Journal Of KHMrobiological Methods. 74(2008): 110-113

Parrot, E.L. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics.

Burgess Publishing Company. USA. 286 Sartini, Djide N., Nainu F.,2017. Laporan Penelitian Potensi Ekstrak Kaya

Polifenol Dalam Memodulasi Aktivitas Antibakteri Beberapa Antibiotika Terhadap Methicillin-Resistan Staphylococcus aureus (MRSA). LP2M Universitas Hasanuddin. Makassar

Septama, A. W. and Panichayupakaranant, P. 2015. Synergistic effect of

artocarpin on antibacterial activity of some antibiotics against methicillin-resistant Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, and Escherichia coli. Pharmaceutical Biology. 9(2) : 1–6.

Sheikh, M. A and Tembhre, M. 2016. Preliminary PhytocheKHMal Screening,

in vitro Antioxidant Activity, Total Phenolic and Total Flavonoid Contents of Colocasia esculenta Leaf Extract. Asian Jornal Experience Science. 30(1 dan 2) : 39–43

Singh, B., Namrata., Kumar, L., and Dwivedi, S.C. 2011. Antibacterial and

Antifungal Activity of Colocasia esculenta Aqueous Extract : An Edible Plant. Journal of Pharmacy Research, 4(5) : 1459–1460.

36

Subhash, C., Sarla, S. and Jaybardhan, S. 2012. PhytocheKHMal Screening of Garhwal Himalaya Wild Edible Tuber Colocasia esculenta. International Research Journal of Pharmacy. 3(3):181–186.

37

Lampiran 1. Skema Kerja

Sampel Colocasia esculenta.

Amoksisilin

- Dimaserasi dengan etanol 96% (1:10) selama 3 x 24 jam

- Disaring

- Diuapkan dengan Rotary evaporator

Ekstrak Kental

- Dibuat larutan stok 10% dan dibuat konsentrasi 1%, 0,5 %, 0,25%, 0,125%, 0,0625%, dan 0,03125%.

- Masing-masing dipipet 20 µL kedalam wells

- Dimasukkan 2 µL suspensi MRSA - Ditambahkan medium MHB hingga

volume 200 µL - Diinkubasi 1 x 24 jam, 37°C

- Diamati

Nilai MIC Ekstrak Colocasia

esculenta terhadap MRSA

- Dibuat larutan stok 100 ppm dan dibuat konsentrasi 16 ppm, 8 ppm, 4 ppm, 2 ppm, 1 ppm, 0,5 ppm, 0,25 ppm dan 0,125 ppm

- Masing-masing dipipet 20 µL kedalam wells

- Dimasukkan 2 µL suspensi MRSA - Ditambahkan medium MHB hingga volume

200 µL - Diinkubasi 1 x 24 jam, 37°C - Diamati -

Nilai MIC Amoksisilin terhadap

MRSA

- diambil masing-masing sebanyak 20 µL dari semua konsentrasi lalu dimasukkan ke well microplate

- Dimasukkan 2 µL suspensi MRSA - Ditambahkan medium MHB hingga volume

wells 200 µL - Diinkubasi 1 x 24 jam, 37°C - Diamati

Penentuan FICI

Penarikan Kesimpulan

Pembahasan

38

Lampiran 2. Skema Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum)

Fraksi Etil Asetat Daun Talas

+ 20 µL fraksi daun talas

Well Microplate

F1 F2 F3 F4 F5

+ 2 µL MRSA dan 178 µL MHB

Inkubasi 1 x 24 jam pada suhu

37˚C

+ 5 µL Triphenyltetrazolium

chloride

Inkubasi 2x15 menit pada suhu 37˚C Amati perubahan warna

Nilai KHM ekstrak

Keterangan :

F1 = 10 mg/mL

F2 = 5 mg/mL

F3 = 2,5 mg/mL

F4 = 1,25 mg/mL

F5 = 0,625 mg/mL

39

Lampiran 3. Skema Penentuan Nilai KHM (Kadar Hambat Minimum)

Amoksisilin

+ 20 µL amoksisilin

Well Microplate

A1 A2 A3 A4 A5

+ 2 µL MRSA dan 178 µL MHB

Inkubasi 1 x 24 jam pada suhu

37˚C

+ 5 µL Triphenyltetrazolium

chloride

Inkubasi 2x15 menit pada suhu 37˚C Amati perubahan warna

Nilai KHM amoksisilin

Keterangan :

A1 = 0,016 mg/mL A5 = 0,001 mg/mL

A2 = 0,008 mg/mL A6 = 0,0005 mg/mL

A3 = 0,004 mg/mL A7 = 0,00025 mg/mL

A4 = 0,002 mg/mL A8 = 0,000125 mg/mL

A6 A7

40

Lampiran 4. Penentuan FICI Kombinasi Fraksi dengan Amoksisilin

+ 20 µL fraksi daun talas

F1 F2 F3 F4 F5

+ 2 µL MRSA dan 158 µL MHB

Inkubasi 1 x 24 jam pada suhu

37˚C

+ 5 µL Triphenyltetrazolium

chloride

Inkubasi 2x15 menit pada suhu 37˚C

Amati perubahan warna

Nilai FICI

Wells microplate

A1-A8 A1-A8 A1-A8 A1-A8 A1-A8

+ 20 µL stok amoksisilin

F6

41

Lampiran 5. Perhitungan Persen Rendamen ekstrak

a. Rendamen ekstrak awal

Bobot simplisia daun talas = 240 gram

Bobot ekstrak daun talas = 23,0128

% rendamen=

= 9,58%

b. Rendamen ekstrak hasil partisi

1. Fraksi heksan

% rendamen=

= 1,91%

2. Fraksi etil asetat

% rendamen=

= 2,30%

3. Fraksi kloroform

% rendamen=

= 0,39%

42

Lampiran 6. Hasil Penentuan Nilai KHM Fraksi Etil Asetat Daun Talas

Gambar 3. Penentuan nilai KHM beberapa konsentrasi fraksi etil asetat daun talas

Keterangan : Bening = - (tidak ada pertumbuhan bakteri)

Merah = + (ada pertumbuhan bakteri)

F1 = fraksi etil asetat konsentrasi 10 mg/mL

F2 = fraksi etil asetat konsentrasi 5 mg/mL

F3 = fraksi etil asetat konsentrasi 2,5 mg/mL

F4 = fraksi etil asetat konsentrasi 0,125 mg/mL

F5 = fraksi etil asetat konsentrasi 0,0625 mg/mL

F1 F2 F3 F4 F5

43

Lampiran 7. Hasil Penentuan Nilai KHM Amoksisilin

Gambar 4. Penentuan nilai KHM variasi konsentrasi amoksisilin

Keterangan : Bening = - (tidak ada pertumbuhan bakteri)

Merah = + (ada pertumbuhan bakteri)

A1 = amoksisilin konsentrasi 0,16 mg/mL

A2 = amoksisilin konsentrasi 0,008 mg/mL

A3 = amoksisilin konsentrasi 0,004 mg/mL

A4 = amoksisilin konsentrasi 0,002 mg/mL

A5 = amoksisilin konsentrasi 0,001 mg/mL

A6 = amoksisilin konsentrasi 0,0005 mg/mL

A7 = amoksisilin konsentrasi 0,00025 mg/mL

= KHM amoksisilin

= Kontrol masing-masing konsentrasi amoksisilin

A1

A2

A3

A4

A5

A6

A7

KA1

KA2

KA3

KA4

KA5

KA6

KA7

44

Lampiran 8. Hasil Penentuan Nilai KHM Kombinasi Fraksi Etil Asetat Daun

Talas dengan Amoksisilin

Gambar 5. Kontrol positif variasi konsentrasi kombinasi fraksi etil asetat daun talas dengan amoksisilin

45

Gambar 6. Hasil penentuan nilai KHM kombinasi fraksi etil asetat daun talas dengan amoksisilin

Keterangan :

A2 = amoksisilin konsentrasi 0,008 mg/mL A3 = amoksisilin konsentrasi 0,004 mg/mL A4 = amoksisilin konsentrasi 0,002 mg/mL A5 = amoksisilin konsentrasi 0,001 mg/mL A6 = amoksisilin konsentrasi 0,0005 mg/mL A7 = amoksisilin konsentrasi 0,00025 mg/mL A8 = amoksisilin konsentrasi 0,000125 mg/mL = KHM Amoksisilin kombinasi fraksi etil asetat Bening = - (tidak ada pertumbuhan bakteri) Merah = + (ada pertumbuhan bakteri) F1 = fraksi etil asetat konsentrasi 10 mg/mL F2 = fraksi etil asetat konsentrasi 5 mg/mL F3 = fraksi etil asetat konsentrasi 2,5 mg/mL F4 = fraksi etil asetat konsentrasi 1,25 mg/mL F5 = fraksi etil asetat konsentrasi 0,625 mg/mL F6 = fraksi etil asetat konsentrasi 0,3125 mg/mL = KHM fraksi etil asetat kombinasi amoksisilin

A2

A3

A4

A5

A6

A7

A8

F1 F2 F3 F4 F5 F6

46

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Nilai Fractional Inhibitory Concentration Index

(FICI)

FIC1=

FIC2=

FICI= FIC1+ FIC2

FIC1=

FIC2=

= 0,03125

FICI= 0,125+ 0,03125

= 0,15

47

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

(a) (b)

(c ) (d)

Gambar 7. Penyiapan serbuk simplisia daun talas (a) perajangan daun talas (b) penimbangan simplisia daunt alas (c) pembuatan serbuk simplisia daun talas (d) pengayakan serbuk simplisia dengan no mesh 20

48

(a) (b) (c)

Gambar 8. Fraksi hasil partisi (a) fraksi heksan (b) fraksi etil asetat (c) fraksi kloroform

(a) (b) (c)

Gambar 9. Hasil KLT (Kromatografi Lapis Tipis) partisi (a) penampakan noda dibawah UV 254 nm (b) penampakan noda dibawah UV 366 nm (c) penampakan noda setelah disemprot H2SO4

49

Gambar 10. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun talas (a) fraksi heksan, (b) fraksi kloroform, (c) fraksi etil asetat, (d) ekstrak awal, (e) kontrol pelarut heksan, (f) kontrol pelarut kloroform (g) kontrol pelarut etil asetat (h) kontrol pelarut DMSO 10%

Gambar 11. Penampakan noda hasil uji flavonoidfraksi etil asetat daun talas

(a) (b)

(c) (d) (g)

(e) (f)

(h)

50

Lampiran 11. Komposisi Medium

1. Medium MHA (Mueller Hinton Agar)

Beef dehydrated infusion 300 gram

casein hydrolysate 17.5 gram

starch 1.5 gram

agar-agar 17 gram

Aquadest 1000 ml

2. Medium MHB (Mueller Hinton Broth)

Beef, Infusionfrom 300 g

Bacto casamino acids, technical 17,5 g

Bacto soluble starch 1,5 g

51

Lampiran 12. Surat Hasil Determinasi Sampel Tanaman Talas (Colocasia

esculenta (L.) Schott)