Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

18
1 Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis) Terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) Dela Ulfiarakhma, 1 Ika Ningsih 2 1. Program Studi Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penyakit infeksi masih menjadi masalah terbesar di banyak negara, salah satunya infeksi Methicillin- resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Meskipun vankomisin merupakan antibiotik standar dalam mengobati infeksi MRSA, terdapat kekhawatiran munculnya galur yang resisten terhadap vankomisin, sehingga diperlukan pengembangan antibiotik alternatif untuk pengobatan MRSA yaitu dengan ekstrak ekstrak daun sukun (Artocarpus communis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun A. communis terhadap MRSA. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vitro menggunakan metode makrodilusi. Uji aktivitas antibakteri ekstrak A. communis dilakukan dengan mencampurkan suspensi bakteri dan ekstrak kasar daun A. communis berkonsentrasi 1280 μg/mL, 640 μg/mL, 320 μg/mL, 160 μg/mL, 80 μg/mL, 40 μg/mL, 20 μg/mL, 10 μg/mL, 5 μg/mL, 2,5 μg/mL, 1,25 μg/mL, dan 0,625 μg/mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Uji diulang sebanyak dua kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tabung menghasilkan cairan yang keruh. Setelah larutan dari masing-masing tabung dikultur pada agar Mueller-Hinton, ditemukan pertumbuhan koloni bakteri pada seluruh agar. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) ekstrak daun A. communis terhadap MRSA tidak ditemukan pada konsentrasi 1280 μg/mL hingga 0,625 μg/mL. Kata kunci: Artocarpus communis; efek antibakteri; ekstrak daun sukun; methicillin-resistan Staphylococcus aureus Antibacterial Effect of Breadfruit (Artocarpus communis) Leaf Extract towards Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Abstract Infectious disease still remains a major problem in many countries, one of which is Methicillin- resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infection. Although vancomycin is used to treat MRSA infection, there is concern about vancomycin-resistant strain. Thus, the development of new alternative antibiotic such as breadfruit (Artocarpus communis) leaf’s extract is needed for more effective MRSA treatment. This research aims to know the antibacterial activity of A. communis leaf’s extract towards MRSA. This in vivo experimental research uses macrodilution method which is performed by mixing bacterial suspension and A. communis leaf’s crude extract with concentration of 1280 μg/mL, 640 μg/mL, 320 μg/mL, 160 μg/mL, 80 μg/mL, 40 μg/mL, 20 μg/mL, 10 μg/mL, 5 μg/mL, 2,5 μg/mL, 1,25 μg/mL, and 0,625 μg/mL, then incubated at temperature of 37 o C for 24 hours. The result shows that all tubes give cloudy solution. After all of concentration from each tubes is cultivated in Mueller-Hinton agar, the growth of bacteria colony was found in all agar. In conclusion, minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) of A. communis leaf’s extract towards MRSA cannot be obtained at the concentration range from 1280 μg/mL to 0,625 μg/mL. Keywords: Antibacterial effect; Artocarpus communis; breadfruit’s leaf extract; methicillin-resistant Staphylococcus aureus Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Transcript of Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

Page 1: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

1  

Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis) Terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)

Dela Ulfiarakhma,1 Ika Ningsih2

1. Program Studi Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penyakit infeksi masih menjadi masalah terbesar di banyak negara, salah satunya infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Meskipun vankomisin merupakan antibiotik standar dalam mengobati infeksi MRSA, terdapat kekhawatiran munculnya galur yang resisten terhadap vankomisin, sehingga diperlukan pengembangan antibiotik alternatif untuk pengobatan MRSA yaitu dengan ekstrak ekstrak daun sukun (Artocarpus communis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun A. communis terhadap MRSA. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vitro menggunakan metode makrodilusi. Uji aktivitas antibakteri ekstrak A. communis dilakukan dengan mencampurkan suspensi bakteri dan ekstrak kasar daun A. communis berkonsentrasi 1280 µg/mL, 640 µg/mL, 320 µg/mL, 160 µg/mL, 80 µg/mL, 40 µg/mL, 20 µg/mL, 10 µg/mL, 5 µg/mL, 2,5 µg/mL, 1,25 µg/mL, dan 0,625 µg/mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Uji diulang sebanyak dua kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tabung menghasilkan cairan yang keruh. Setelah larutan dari masing-masing tabung dikultur pada agar Mueller-Hinton, ditemukan pertumbuhan koloni bakteri pada seluruh agar. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM) ekstrak daun A. communis terhadap MRSA tidak ditemukan pada konsentrasi 1280 µg/mL hingga 0,625 µg/mL. Kata kunci: Artocarpus communis; efek antibakteri; ekstrak daun sukun; methicillin-resistan Staphylococcus aureus

Antibacterial Effect of Breadfruit (Artocarpus communis) Leaf Extract towards

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Abstract

Infectious disease still remains a major problem in many countries, one of which is Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infection. Although vancomycin is used to treat MRSA infection, there is concern about vancomycin-resistant strain. Thus, the development of new alternative antibiotic such as breadfruit (Artocarpus communis) leaf’s extract is needed for more effective MRSA treatment. This research aims to know the antibacterial activity of A. communis leaf’s extract towards MRSA. This in vivo experimental research uses macrodilution method which is performed by mixing bacterial suspension and A. communis leaf’s crude extract with concentration of 1280 µg/mL, 640 µg/mL, 320 µg/mL, 160 µg/mL, 80 µg/mL, 40 µg/mL, 20 µg/mL, 10 µg/mL, 5 µg/mL, 2,5 µg/mL, 1,25 µg/mL, and 0,625 µg/mL, then incubated at temperature of 37o C for 24 hours. The result shows that all tubes give cloudy solution. After all of concentration from each tubes is cultivated in Mueller-Hinton agar, the growth of bacteria colony was found in all agar. In conclusion, minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) of A. communis leaf’s extract towards MRSA cannot be obtained at the concentration range from 1280 µg/mL to 0,625 µg/mL.

Keywords: Antibacterial effect; Artocarpus communis; breadfruit’s leaf extract; methicillin-resistant Staphylococcus aureus

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 2: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

2  

Pendahuluan

Penyakit infeksi menjadi masalah terbesar di beberapa negara, khususnya di

Indonesia. Meskipun penyebab kematian tertinggi di dunia disebabkan oleh penyakit tidak

menular, namun penyakit infeksi masih menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan

kematian khususnya pada anak-anak dan remaja. Berdasarkan data dari Centers for Disease

Control and Prevention, angka kematian akibat penyakit infeksi di Indonesia mencapai

26,75%.1 Salah satu penyabab infeksi yang perlu diwaspadai adalah Methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA), galur Staphylococcus aureus yang resisten terhadap banyak

antibiotik seperti golongan beta laktam dan makrolida.2 Di Asia, prevalensi infeksi MRSA

telah mencapai 70%, sementara di Indonesia mencapai 23,5% pada tahun 2006.3

Infeksi MRSA dapat menimbulkan gejala ringan di kulit seperti furunkel dan

karbunkel, hingga penyakit yang lebih berat seperti pneumonia dan endokarditis infektif.

Lebih berbahaya lagi, toksin yang dikeluarkan oleh S. aureus dapat menyebabkan toxic shock

syndrome. Jika tidak ditangani dengan baik, maka kondisi ini dapat menyebabkan kegagalan

multiorgan.4 Selain itu, infeksi MRSA menyebabkan angka mortalitas 50% lebih tinggi pada

pasien di ruang ICU jika dibandingkan dengan galur S. aureus yang masih sensitif.5

Infeksi MRSA tidak dapat diobati dengan antibiotik standar seperti metisilin,

penisilin, diklosaksilin, nafsilin, oksasilin, bahkan sefalosporin. Antibiotik pilihan dalam

menanggulangi MRSA saat ini adalah vankomisin. Namun terdapat kekhawatiran munculnya

galur yang resisten terhadap vankomisin, sehingga pilihan antibiotik untuk mengatasi MRSA

semakin terbatas dan pengobatan akan menjadi tidak efektif.4 Oleh sebab itu, berbagai

penelitian telah dikembangkan untuk menemukan alternatif antibiotik terhadap MRSA, salah

satunya adalah dengan meneliti efek antibakteri dari senyawa dalam ekstrak tanaman.

Penelitian oleh Kuete et al berhasil mengisolasi suatu senyawa flavonoid, yaitu artonin E

dalam ekstrak tanaman Artocarpus communis. Menurut penelitian lain oleh Zajmi et al

membuktikan bahwa senyawa artonin E memiliki efek bakteriostatik terhadap S. aureus.6

Artocarpus communis dikenal sebagai tanaman sukun di Indonesia, di mana tanaman

ini cukup melimpah dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan pangan hingga

pengobatan.6 Melihat tingginya angka kesakitan dan kematian akibat infeksi MRSA dan

belum adanya penelitian terhadap efek ekstrak daun sukun terhadap MRSA, peneliti tertarik

untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun sukun dalam mengatasi infeksi MRSA.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan alternatif pengobatan terhadap infeksi

MRSA.

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 3: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

3  

Tinjauan Teoritis

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk kokus

(diameter 0,5-1,5 µμm) dan bergerombol secara ireguler seperti buah anggur, terkadang

terlihat sebagai sel tunggal, berpasangan, tetrad, atau berbentuk rantai.,7 Kultur dan

identifikasi S. aureus dapat dilakukan dengan cara menginokulasi pada medium agar darah

atau Mueller Hinton. Pertumbuhan secara pesat terjadi dalam waktu 18 hingga 24 jam. Pada

medium padat, S. aureus membentuk koloni yang halus, bulat, timbul, mengkilap, serta

berwarna abu-abu hingga kuning emas pekat. Pada medium agar darah, koloni S. aureus akan

membentuk zona hemolisis.7,8 S. aureus dapat menghasilkan enzim berupa enzim katalase,

koagulase, dan faktor penggumpal (clumping factor). Selain itu juga menghasilkan

eksotoksin sitolitik (α, β, γ, δ) dan toksin superantigen.9

Infeksi primer yang disebabkan oleh S. aureus dapat memberikan gambaran klinis

berupa furunkel atau karbunkel. Selain itu dapat pula terjadi furunkulosis kronik, impetigo,

dan lesi dalam.. Tidak hanya menyebabkan tanda klinis pada kulit, infeksi S. aureus juga

dapat menyebabkan infeksi pada tulang, sendi, organ dalam, dan jaringan lunak. S. aureus

juga dapat menyebabkan ostemielitis pada anak (90%), pneumonia, bakteremia, dan

endokarditis infektif. Konsumsi makanan yang terkontaminasi oleh enterotoksin

staphylococcus dapat menyebabkan keracunan makanan yang ditandai dengan muntah dan

diare. Toksin staphylococcus juga dapat menimbulkan scalded skin syndrome, serta toxic

shock syndrome dengan tanda-tanda seperti demam, muntah, diare, hipotensi, sakit

tengggorokan, ruam, dan nyeri otot. Jika tidak ditangani dengan baik maka kondisi ini dapat

menyebabkan kegagalan multiorgan.7,9,10

Pada awalnya, semua isolat S. aureus sensitif terhadap metisilin. Namun sejak

penggunaan metisilin, resistensi S. aureus terhadap antibiotik tersebut berkembang, akibatnya

prevalensi MRSA meningkat. S. aureus berubah menjadi resisten terhadap metisilin akibat

mendapat sisipan gen mecA yang terdapat dalam staphylococcal cassette chromosome

(SCCmec). Resistensi S. aureus terhadap metisilin atau antibiotik golongan beta laktam

disebabkan karena perubahan transpeptidase peptidoglikan atau dikenal dengan penicillin

binding protein (PBP) 2 menjadi PBP 2a yang disandi oleh gen mecA. PBP 2a memiliki

afinitas yang sangat rendah terhadap antibiotik golongan beta laktam akibat adanya

perubahan pada situs pengikatan.9,10

MRSA juga resisten terhadap antibiotik golongan β-laktam lain, seperti sefalosporin

dan karbapenem. Untuk mengobati infeksi MRSA lokal dapat dilakukan insisi dan drainase

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 4: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

4  

lesi, sementara lesi yang luas dengan gejala sistemik dapat diobati dengan antibiotik. Saat ini,

antibiotik yang efektif mengatasi infeksi MRSA adalah vankomisin. Meskipun sangat jarang,

saat ini juga telah ditemukan S. aureus yang resisten terhadap vankomisin.10

Vankomisin ialah antibiotik yang dihasilkan oleh Streptococcus orientalis dan

Amycolatopsis orientalis.11,12 Vankomisin merupakan antibiotik golongan glikopeptida yang

larut air dengan berat molekul 1500 kDa. Antibiotik ini hanya aktif terhadap bakteri Gram

positif, contohnya spesies Staphylococcus. Vankomisin dapat digunakan untuk mengobati

infeksi yang disebabkan oleh MRSA, endokarditis infektif, meningitis, pneumonia.

Vankomisin dapat diberikan secara intravena untuk memberikan efek sistemik.17 Vankomisin

dapat membunuh bakteri melalui inhibisi sintesis dinding sel dengan cara berikatan pada

ujung D-alanil-D-alanin rantai pentapeptida peptidoglikan. Proses ini menyebabkan inhibisi

transglikosilase, sehingga elongasi dari peptidoglikan dan ikatan silang dapat dicegah.

Akibatnya, peptidoglikan dinding sel bakteri menjadi lemah dan sel rentan mengalami lisis.11

Vankomisin bersifat bakterisidal terhadap bakteri Gram positif pada konsentrasi 0,5-10

µg/mL. MRSA disebut sensitif terhadap vankomisin jika konsentrasi hambat minimumnya

(KHM) kurang dari 2 µg/mL, intermediet jika KHM 4-8 µg/mL, dan resisten jika KHM lebih

dari 16 µg/mL.12

Beberapa penelitian menunjukkan potensi ekstrak tanaman sukun (Artocarpus

communis) sebagai agen antibakteri, salah satunya terhadap infeksi S. aureus. Tanaman

sukun merupakan salah satu jenis tanaman penghasil buah dari famili Moraceae. Pohon A.

communis memiliki habitus yang tinggi, rata-rata 15-20 meter. Tanaman ini memiliki batang

yang lebar dengan diameter 1,2 meter.13-15 Salah satu bagian yang paling sering dimanfaatkan

dari A. communis ialah buahnya. Selain dijadikan sebagai bahan makanan, Artocarpus

communis telah dimanfaatkan secara luas di dunia untuk kepentingan medis, di antaranya

dalam terapi penyakit kardiovaskular, nyeri dada dan muntah karena gangguan pada jantung,

abses, infeksi kulit, dermatosis, nyeri perut, diabetes, sakit kepala, gangguan penglihatan,

infeksi telinga, demam, dan herpes.6

Ekstrak dan senyawa metabolit sekunder yang didapat dari daun, batang, buah, dan

akar genus Artocarpus mengandung banyak senyawa aktif dengan berbagai aktivitas biologis,

seperti aktivitas antibakteri, antivirus, antifungal, anti-inflamasi, antioksidan antiplatelet,

antiarthritis, antidiabetes, inhibitor tirosinase dan sitotoksisitas.13 Hasil skrining fitokimia

menunjukkan bahwa ekstrak metanol dari daun dan batang A. communis mengandung tannin,

flavonoid, steroid, fenol, glikosida, terpenoid, dan saponin.16

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 5: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

5  

Kuete et al berhasil mengisolasi lima senyawa spesifik yang bersifat antibakteri dari

kulit batang A. communis. Senyawa yang berhasil diidentifikasi tersebut ialah peruvianursenil

asetat C, senyawa terpenoid yaitu α -amirenol dan sitosterol 3-O-ß-D-glukopiranosida,

senyawa flavonoid yaitu artonin E, dan senyawa arilbenzofuran yaitu 2-[(3,5-dihidroksi)-(Z)-

4-(3-metillbut-1-enil)fenil]benzofuran-6-ol.15 Penelitian baru yang dilakukan Zajmi et al

membuktikan bahwa senyawa artonin E yang diisolasi dari tumbuh-tumbuhan bersifat

bakteriostatik terhadap bakteri Staphylococcus aureus.17,18

Untuk mengetahui kemampuan suatu antibiotik dalam menghambat pertumbuhan dan

membunuh biakan bakteri, maka dapat dilakukan uji kepekaan antibiotik. Parameter inhibisi

pertumbuhan bakteri dalam uji kepekaan antibiotik adalah minimum inhibition concentration

(MIC) atau konsentrasi hambat minimum (KHM), yaitu konsentrasi antibiotik terkecil yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang terlihat dalam sistem in vitro. Nilai KHM tidak

hanya bergantung dari interaksi antara agen antimikroba dengan bakteri, namun juga dengan

kondisi saat melakukan uji, seperti pH, suhu, konsentrasi ion pada medium uji, jumlah bakteri

yang diuji, serta lamanya inkubasi. Untuk menginterpretasikan nilai KHM, maka nilai

tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sensitif, intermediet, dan resisten. Sensitif atau

peka berarti terapi antibiotik dengan dosis yang direkomendasikan akan efektif mengatasi

infeksi, sementara resisten menunjukkan bahwa antibiotik dalam dosis yang sesuai masih

mungkin gagal dalam mengatasi infeksi dalam uji klinis.19

Metode uji kepekaan antibiotik dapat dilakukan dengan uji dilusi, epsilometer, dan

cakram difusi. Pada uji dilusi, bakteri dengan jumlah terstandarisasi diinokulasi pada tabung

reaksi serial dengan konsentrasi antibiotik beragam dalam suatu vehikulum. Pada epsilometer

atau E-test, sebuah strip plastik dengan gradien konsentrasi antibiotik diletakkan pada

permukaan agar yang telah diinokulasi dengan isolat bakteri. KHM diukur berdasarkan skala

KHM pada strip yang berpotongan dengan zona hambat yang terbentuk. Sementara pada uji

menggunakan cakram difusi, kepekaan antibiotik diukur berdasarkan diameter zona hambat

yang terbentuk. Diameter yang ekivalen dengan kategori sensitif, intermediet, dan resisten

dapat diekstrapolasi menjadi nilai KHM.20

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain uji eksperimental untuk mengetahui efek

antibakteri ekstrak daun sukun (Artocarpus communis) terhadap MRSA. Penelitian dilakukan

selama enam bulan mulai bulan Agustus 2015 hingga Januari 2016 di Laboratorium

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 6: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

6  

Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sumber data yang

digunakan adalah data primer. Bahan yang diujikan dalam penelitian ini adalah bakteri

MRSA yang didapat dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dan ekstrak kasar (crude

extract) daun sukun (Artocarpus communis) yang didapat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI). Sementara alat yang digunakan terdiri atas labu Erlenmeyer, autoklaf,

cawan petri steril, sarung tangan, tabung reaksi, mikropipet, blue tip, yellow tip, kompor,

timbangan, bunsen, alkohol, sengkelit, inkubator, dan nephelometer McFarland 0,5.

Pertama-tama, mempersiapkan media uji terlebih dahulu yang terdiri atas mannitol

salt agar (MSA), Mueller-Hinton agar (MHA), dan brain heart infusion (BHI). Untuk

memastikan jumlah bakteri yang digunakan dalam penelitian terstandar, maka kekeruhan

suspensi bakteri yang diambil dari stok diukur dan disesuaikan dengan nephelometer

McFarland 0,5 yang setara dengan 1,5 x 108 CFU/mL. Dalam penelitian ini, sebanyak 9.900

µL larutan BHI ditambahkan ke dalam tabung berisi 100 µL suspensi bakteri yang sudah

disetarakan dengan McFarland 0,5, sehingga konsentrasi bakteri yang digunakan setara

dengan 1,5 x 106 CFU/mL.

Konsentrasi stok vankomisin yang diinginkan adalah sebesai 256 µg/mL larutan BHI,

sehingga volume vankomisin yang dilarutkan dalam 1 mL larutan BHI adalah 3 µL.

Pengenceran antibiotik dilakukan secara serial menggunakan 12 tabung reaksi yang masing-

masing berisi 1 mL larutan BHI. Pada tabung pertama, 1 mL stok antibiotik ditambahkan

sehingga konsentrasi antibiotik dalam tabung pertama menjadi 128 µg/mL. Kemudian,

sebanyak 1 mL larutan antibiotik dari tabung pertama ditambahkan dan dicampurkan ke

dalam tabung ke-2 hingga konsentrasi antibiotik dalam tabung ke-2 menjadi 64 µg/mL.

Pengenceran dilakukan hingga semua tabung berisi 1 mL larutan BHI dan antibiotik.

Sebanyak 1 ml pada tabung terakhir dibuang sehingga konsentrasi vankomisin pada tabung

ke-12 menjadi 0,0625 µg/mL. Sementara itu, konsentrasi ekstrak kasar daun sukun

(Artocarpus communis) yang diperlukan pada penelitian ini ialah sebesar 2560 µg/mL,

sehingga volume ekstrak daun sukun yang dilarutkan dalam 1 mL larutan BHI adalah 26 µL

Dengan metode yang sama, pengenceran ekstrak dilakukan secara serial. Tabung pertama

akan berisi larutan ekstrak berkonsentrasi 1280 µg/mL dan tabung terakhir 0,625 µg/mL.

Masing-masing kelompok dilakukan pengenceran sebanyak 2 set (duplo) dan disediakan

tabung kontrol positif yang berisi larutan BHI dan suspensi MRSA, serta kontrol negatif

yang berisi larutan BHI saja.

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) adalah konsentrasi terendah antibiotik

vankomisin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada penelitian ini, sebanyak 10

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 7: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

7  

µL suspensi bakteri MRSA dimasukkan ke dalam setiap tabung yang telah berisi antibiotik

atau ekstrak daun sukun. Campuran antibiotik atau ekstrak daun sukun dan bakteri diinkubasi

selama 1x24 jam pada suhu 35o – 37oC. KHM pada tabung ditunjukkan dengan konsentrasi

larutan terkecil dengan hasil biakan yang tampak jernih. Setelah mengetahui KHM,

diperlukan kultur dari 5 tabung; masing-masing tabung dimana KHM didapat sebelumnya, 2

tabung di atas KHM, dan 2 tabung di bawah KHM yang dikultur di media agar Mueller-

Hinton. Kemudian kultur diinkubasi selama 1x24 jam lalu dilihat pertumbuhan koloni

bakteri. Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) diinterpretasikan sebagai konsentrasi terkecil

yang hasil kulturnya tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar.

Hasil Penelitian

Konsentrasi hambat minimum (KHM) antibiotik vankomisin dan ekstrak daun sukun

(Artocarpus communis) terhadap bakteri methicillin-resistant Staphylococcus aureus

(MRSA) didapatkan melalui uji makrodilusi tabung. Sementara konsentrasi bunuh minimum

(KBM) diketahui berdasarkan hasil kultur pada agar Mueller-Hinton. Masing-masing

percobaan dilakukan pengulangan sebanyak dua kali (duplo) karena jumlah ekstrak daun A.

communis yang terbatas. Berikut ini data hasil uji makrodilusi antibiotik vankomisin terhadap

MRSA.

Tabel 1. Hasil uji makrodilusi untuk mengetahui KHM antibiotik vankomisin terhadap MRSA

Tabung Hasil Pengamatan Set 1 Set 2

Kontrol Positif Keruh Keruh Kontrol Negatif Jernih Jernih Vankomisin 128 µg/mL Jernih Jernih Vankomisin 64 µg/mL Jernih Jernih Vankomisin 32 µg/mL Jernih Jernih Vankomisin 16 µg/mL Jernih Jernih Vankomisin 8 µg/mL Jernih Jernih Vankomisin 4 µg/mL Keruh Keruh Vankomisin 2 µg/mL Keruh Keruh Vankomisin 1 µg/mL Keruh Keruh Vankomisin 0,5 µg/mL Keruh Keruh Vankomisin 0,25 µg/mL Keruh Keruh Vankomisin 0,125 µg/mL Keruh Keruh Vankomisin 0,0625 µg/mL Keruh Keruh

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 8: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

8  

Gambar 1. Hasil uji KHM vankomisin terhadap MRSA melalui makrodilusi

Gambar 2. Kontrol positif dan kontrol negatif pada uji KHM vankomisin terhadap MRSA

Berdasarkan hasil penelitian, tabung berisi antibiotik vankomisin konsentrasi 4

µg/mL, 2 µg/mL, 1 µg/mL, 0,5 µg/mL, 0,25 µg/mL, 0,125 µg/mL, dan 0,0625 µg/mL dari

kedua percobaan menunjukkan cairan keruh setelah suspensi bakteri MRSA ditambahkan dan

diinkubasi dalam tabung selama 24 jam. Cairan yang keruh menunjukkan bahwa pemberian

antibiotik vankomisin konsentrasi 4 µg/mL, 2 µg/mL, 1 µg/mL, 0,5 µg/mL, 0,25 µg/mL,

0,125 µg/mL, dan 0,0625 µg/mL tidak menghambat pertumbuhan bakteri MRSA.

Sebaliknya, tabung dengan cairan jernih menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri MRSA

terhambat. Karena konsentrasi terkecil vankomisin yang dapat menghambat pertumbuhan

MRSA adalah 8 µg/mL, maka konsentrasi hambat minimum vankomisin terhadap MRSA

dalam penelitian ini adalah 8 µg/mL.

Untuk mengetahui konsentrasi bunuh minimum vankomisin terhadap MRSA,

dilakukan kultur pada agar Mueller-Hinton dengan hasil sebagai berikut.

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 9: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

9  

Tabel 2. Pertumbuhan MRSA pada kultur agar Mueller Hinton untuk menentukan KBM vankomisin terhadap MRSA

Tabung Kultur pada Agar Mueller-Hinton

Set 1 Set 2 Kontrol Positif Tumbuh Tumbuh Kontrol Negatif Tidak Tumbuh Tidak Tumbuh Vankomisin 32 µg/mL Tidak Tumbuh Tidak Tumbuh Vankomisin 16 µg/mL Tumbuh Tumbuh Vankomisin 8 µg/mL Tumbuh Tumbuh Vankomisin 4 µg/mL Tumbuh Tumbuh Vankomisin 2 µg/mL Tumbuh Tumbuh

Gambar 3. Hasil uji KBM vankomisin terhadap MRSA pada MHA

Berdasarkan data pada tabel 4.2, bakteri MRSA dalam tabung berisi vankomisin

konsentrasi 16 µg/mL, 8 µg/mL, 4 µg/mL, dan 2 µg/mL masih dapat tumbuh. Sementara

bakteri MRSA dalam tabung berisi vankomisin konsentrasi 32 µg/mL tidak menunjukkan

pertumbuhan pada agar Mueller-Hinton. Oleh sebab itu, konsentrasi bunuh minimum

vankomisin terhadap MRSA dalam penelitian ini adalah 32 µg/mL.

Berdasarkan hasil pewarnaan Gram, ditemukan bakteri berbentuk kokus (bulat)

bergerombol berwarna ungu dengan sifat Gram positif. Selain itu, pada pemeriksaan di

bawah mikroskop tidak ditemukan bakteri dengan morfologi lain. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa percobaan yang dilakukan tidak mengalami kontaminasi dan bakteri yang

tumbuh di agar Mueller-Hinton benar merupakan Staphylococcus sp seperti gambar berikut.

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 10: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

10  

Gambar 4. Hasil pewarnaan Gram dari koloni bakteri pada MHA yang berasal dari tabung vankomisin 16 µg/mL dengan perbesaran 10 x 100

Berikut ini adalah tabel hasil pengujian konsentrasi hambat minimum ekstrak daun

sukun (Artocarpus communis) terhadap methicillin-resistant Staphylococcus aureus.

Tabel 3. Hasil uji makrodilusi untuk mengetahui KHM ekstrak Artocarpus communis terhadap MRSA

Tabung Hasil Pengamatan Set 1 Set 2

Kontrol Positif Keruh Keruh Kontrol Negatif Jernih Jernih Ekstrak A. communis 1280 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 640 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 320 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 160 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 80 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 40 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 20 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 10 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 5 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 2,5 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 1,25 µg/mL Keruh Keruh Ekstrak A. communis 0,625 µg/mL Keruh Keruh

Gambar 5. Hasil pengamatan pertama uji KHM ekstrak A. communis terhadap MRSA melalui makrodilusi

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 11: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

11  

Gambar 6. Hasil pengamatan kedua uji KHM ekstrak A. communis terhadap MRSA melalui makrodilusi

Berdasarkan data pada tabel 4.3, semua tabung yang berisi ekstrak daun sukun

(Artocarpus communis) menghasilkan cairan yang keruh setelah suspensi bakteri MRSA

ditambahkan dan diinkubasi dalam tabung selama 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa

pertumbuhan bakteri tidak terhambat pada semua tabung berisi ekstrak yang dicobakan. Pada

percobaan ini, konsentrasi hambat minimum ekstrak daun Artocarpus communis terhadap

MRSA tidak ditemukan dalam percobaan ini.

Untuk menentukan konsentrasi bunuh minimum sekaligus mengkonfirmasi hasil uji

makrodilusi ekstrak daun Artocarpus communis terhadap MRSA, cairan dari masing-masing

tabung uji makrodilusi tersebut dikultur pada agar Mueller-Hinton dengan hasil sebagai

berikut.

Tabel 4. Pertumbuhan MRSA pada Kultur Agar Mueller Hinton untuk Menentukan KBM Ekstrak A. communis terhadap MRSA

Tabung Kultur pada Agar Mueller-Hinton

Set 1 Set 2 Kontrol Positif Tumbuh Tumbuh Kontrol Negatif Tidak tumbuh Tidak tumbuh Ekstrak A. communis 1280 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 640 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 320 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 160 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 80 µg/mL Ekstrak A. communis 40 µg/mL

Tumbuh Tumbuh

Tumbuh Tumbuh

Ekstrak A. communis 20 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 10 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 5 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 2,5 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 1,25 µg/mL Tumbuh Tumbuh Ekstrak A. communis 0,625 µg/mL Tumbuh Tumbuh

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 12: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

12  

Gambar 4.7 Hasil uji KBM ekstrak A. communis terhadap MRSA pada MHA

Dari hasil percobaan di atas, bakteri yang berasal dari semua tabung yang berisi

larutan BHI dan ekstrak dengan A. communis berbagai konsentrasi mengalami pertumbuhan

pada agar Mueller-Hinton, kecuali pada tabung kontrol negatif. Oleh sebab itu, pada

percobaan ini tidak ditemukan kadar bunuh minimum ekstrak daun sukun (Artocarpus

communis) terhadap MRSA.

Selanjutnya, dilakukan pewarnaan Gram untuk mengkonfirmasi adanya kontaminasi

bakteri lain di agar Mueller-Hinton yang berasal dari tabung berisi larutan BHI dan ekstrak

Artocarpus communis berkonsentrasi 1280 µg/mL dan 0,625 µg/mL. Hasil pewarnaan Gram

menunjukkan adanya bakteri berbentuk kokus (bulat) bergerombol berwarna ungu dengan

sifat Gram positif. Selain itu, tidak ditemukan bakteri dengan morfologi lain pada sediaan.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kontaminasi dan bakteri yang tumbuh

di agar Mueller-Hinton benar merupakan Staphylococcus sp seperti gambar di bawah ini.

Gambar 8. Hasil pewarnaan Gram dari koloni bakteri pada MHA yang berasal dari tabung vankomisin

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 13: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

13  

Pembahasan

Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan

kematian di dunia. Salah satu infeksi yang perlu diwaspadai adalah infeksi methicillin-

resistant Staphylococcus aureus (MRSA), galur bakteri yang resisten terhadap banyak

antibiotik khususnya golongan beta laktam. Kekhawatiran semakin bertambah ketika

berkembangnya galur MRSA baru yang resisten terhadap antibiotik vankomisin

(vancomycin-resistant Staphylococcus aureus). Akibatnya, pilihan terapi antibiotik untuk

infeksi MRSA semakin terbatas dan efektivitas pengobatan menjadi berkurang. Oleh sebab

itu, diperlukan agen terapeutik baru yang memiliki efek antibakteri terhadap MRSA.

Penelitian ini menggunakan ekstrak kasar (crude extract) daun sukun (Artocarpus

communis) dari pelarut yang berasal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Untuk

membandingkan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum

(KBM) ekstrak A. communis terhadap MRSA, maka digunakan antibiotik vankomisin yang

diketahui efektif mengatasi infeksi MRSA hingga saat ini. Nilai KHM dan KBM ditentukan

melalui metode makrodilusi dengan cara melihat ada tidaknya pertumbuhan bakteri dalam

tabung uji yang ditandai dengan kekeruhan cairan dalam tabung.

Dalam penelitian ini, konsentrasi hambat minimum vankomisin terhadap MRSA

adalah 8 µg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri MRSA yang digunakan bersifat

intermediet terhadap antibiotik vankomisin yang diujikan. Sementara itu, konsentrasi hambat

minimum dan konsentrasi bunuh minimum ekstrak daun sukun (Artocarpus communis)

dalam penelitian ini tidak ditemukan pada konsentrasi 0,625 µg/mL, 1,25 µg/mL, 2,5 µg/mL,

5 µg/mL, 10 µg/mL, 20 µg/mL, 40 µg/mL, 80 µg/mL, 160 µg/mL, 320 µg/mL, 640 µg/mL,

dan 1280 µg/mL.

Hingga saat ini, belum ada penelitian yang menguji efek antibakteri ekstrak daun

sukun (Artocarpus communis) terhadap MRSA. Namun berdasarkan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Kuete V, et al pada tahun 2011 menunjukkan bahwa ekstrak kasar

batang Artocarpus communis dengan pelarut metanol memiliki efek antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kadar hambat minimum

ekstrak batang A. communis terhadap S. aureus sebesar 64 µg/mL, sementara kadar bunuh

minimumnya sebesar 256 µg/mL.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Pradhan, et al (2012) memberikan hasil bahwa S.

aureus dapat dihambat oleh ekstrak metanol A. communis pada konsentrasi 25 µL, terbukti

dengan terbentuknya zona hambat berdiameter 24 mm. Sementara itu, ekstrak etil asetat daun

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 14: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

14  

A. communis pada konsentrasi 10 µL juga dapat menghambat S. aureus dengan membentuk

zona hambat sebesar 12 mm. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa konsentrasi hambat

minimum ekstrak daun A. communis dari beberapa jenis pelarut terhadap S. aureus berkisar

antara 0,3 hingga 0,45 mg/mL.21

Ekstrak daun A. communis dari pelarut metanol dikatakan memiliki aktivitas

antibakteri paling tinggi dibandingkan dengan pelarut lain.21 Efek antibakteri yang dimiliki

oleh ekstrak A. communis disebabkan oleh metabolit sekunder yang dikandungnya, seperti

tanin, flavonoid, steroid, fenol, glikosida, terpenoid, dan saponin. Tanin merupakan senyawa

yang secara biologis aktif menghambat sintesis protein bakteri. Tanin juga bersifat

antioksidan stabil dan poten yang dapat melawan berbagai toksin yang dilepaskan oleh

bakteri. Selain itu, glikosida yang terkandung dalam ekstrak daun A. communis dapat

mengalami hidrolisis sehingga menghasilkan senyawa fenol yang bersifat toksik terhadap

mikroba patogen.21,22 Penelitian yang dilakukan Zajmi et al (2012) membuktikan bahwa

senyawa flavonoid yaitu artonin E yang diisolasi dari tanaman sukun (A. communis) bersifat

bakteriostatik terhadap bakteri Staphylococcus aureus.17

Perbedaan hasil dari penelitian ini dan penelitian terdahulu yang sebelumnya telah

dilakukan disebabkan karena beberapa faktor. Pertama adalah adanya perbedaan galur bakteri

yang digunakan dalam penelitian. Kebanyakan penelitian yang disebutkan sebelumnya

meneliti mengenai efek antibakteri ekstrak A. communis terhadap Staphylooccus aureus.

Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kuete V, et al (2011), ekstrak batang

sukun diujikan terhadap galur S. aureus yang belum resisten terhadap beta laktam. Sementara

penelitian ini menggunakan galur S. aureus yang telah resisten terhadap metisilin (MRSA).

Jika dibandingkan dengan MSSA, MRSA bersifat resisten terhadap banyak agen antimikroba

karena telah mendapat sisipan gen mecA yang terdapat dalam staphylococcal cassette

chromosome (SCCmec). Akibatnya terjadi perubahan transpeptidase peptidoglikan atau

dikenal dengan protein binding penicillin (PBP) 2 menjadi PBP 2a. Afinitas PBP 2a sangat

rendah terhadap antibiotik golongan beta laktam, sehingga sintesis protein pada dinding

bakteri MRSA dapat terjadi meskipun telah diberikan agen antimikroba khususnya golongan

beta laktam.9,10

Faktor kedua adalah perbedaan spesies dari ekstrak yang digunakan, sehingga zat

aktif antibakteri yang dikandung oleh masing-masing ekstrak berbeda. Ekstrak daun nangka

(Artocarpus heterophyllus) yang memiliki genus yang sama dengan sukun menunjukkan efek

antibakteri terhadap MRSA. Senyawa aktif flavonoid (Artocarpesin) yang berhasil diisolasi

dari A. heterophyllus dalam penelitian Manuel NGV, et al (2012) memiliki KHM terhadap

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 15: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

15  

MRSA 16 µg/mL.23 Sementara KHM dan KBM ekstrak daun A. communis terhadap MRSA

tidak didapatkan dalam penelitian ini.

Selain kedua faktor di atas, faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hasil

penelitian ini adalah bentuk ekstrak dan pelarut yang digunakan. Esktrak daun A. communis

dengan pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) yang didapat dari LIPI merupakan ekstrak kasar

(crude extract). Ekstrak kasar (crude extract) yang digunakan dalam penelitian ini tidak

hanya mengandung zat aktif dari tanaman yang diteliti, namun dapat pula mengandung

senyawa lain yang menyebabkan kelarutan senyawa yang bersifat antibakteri tersebut lebih

rendah dibandingkan dengan ekstrak yang senyawa aktifnya telah terpurifikasi. Hal ini dapat

dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan Manuel, et al yang menunjukkan bahwa nilai

KHM Artocarpesin, senyawa aktif yang diisolasi dari ekstrak daun A. heterophyllus, terhadap

MRSA lebih rendah (16 µg/mL) dibandingkan dengan nilai KHM ekstrak kasar daun A.

heterophyllus terhadap MRSA (100 µg/mL).23

Pada penelitian Pradhan, et al (2012) ekstrak daun A. communis dengan pelarut

metanol memiliki efek antibakteri terhadap S. aureus lebih baik dibandingkan pelarut etil

asetat dan eter.21 Sementara penelitian lain menyebutkan bahwa ekstrak daun A. communis

dengan pelarut etanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri lebih baik dibandingkan

dengan pelarut n-heksana dan air.24 Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang

membandingkan efek antibakteri ekstrak A. communis berpelarut DMSO terhadap MRSA.

Faktor terakhir yang berpengaruh adalah metode uji kepekaan bakteri yang digunakan

dalam penelitian. Metode yang dapat digunakan untuk menguji kepekaan bakteri terhadap

suatu zat atau antibiotik adalah dengan metode dilusi, Epsilometer atau E-test, dan cakram

difusi. Metode dilusi merupakan metode yang baik dalam menentukan nilai KHM suatu obat

terhadap mikroba tertentu dibandingkan dengan metode lain. Namun, metode makrodilusi

yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kemungkinan kesalahan yang lebih besar

dalam persiapan larutan antibiotik yang akan diujikan. Selain itu, metode ini juga

memerlukan jumlah reagen dan ruang yang besar, sehingga kemungkinan kontaminasi cukup

besar dibandingkan dengan metode lain.25

Penelitian mengenai efek antibakteri ekstrak kasar daun sukun (A. communis)

terhadap MRSA dengan metode makrodilusi belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

sebab itu, kelebihan dari penelitian ini adalah sebagai penelitian yang baru pertama kali

dilakukan, sehingga dapat dijadikan pembanding untuk penelitian serupa di kemudian hari.

Namun, kekurangan dari penelitian ini adalah keterbatasan dari ekstrak kasar yang diperoleh

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 16: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

16  

dari LIPI, sehingga pengulangan percobaan untuk masing-masing konsentrasi hanya dapat

dilakukan sebanyak dua kali (duplo).

Kesimpulan

Konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM)

esktrak daun sukun (Artocarpus communis) terhadap methicillin-resistant Staphylococcus

aureus (MRSA) melalui metode makrodilusi tidak ditemukan pada konsentrasi 1280 µg/mL

hingga 0,625 µg/mL. Hal ini ditandai dengan semua tabung yang berisi larutan BHI dan

ekstrak A. communis menghasilkan cairan yang keruh serta adanya pertumbuhan koloni

bakteri pada semua medium agar Mueller-Hinton yang diujikan.

Saran

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa saran, yaitu

meningkatkan konsentrasi ekstrak kasar Artocarpus communis lebih dari 1280 µg/mL untuk

menguji efek antibakteri terhadap MRSA, melakukan penelitian lebih lanjut menggunakan

senyawa aktif yang telah diisolasi dan dimurnikan dari ekstrak Artocarpus communis,

menggunakan ekstrak Artocarpus communis berpelarut organik selain DMSO.

Daftar Referensi 1. Centers for Disease Control and Prevention. CDC Global Health in Indonesia, Agustus

2014 [cited on 2015 Aug 23]. Available from:

http://www.cdc.gov/globalhealth/countries/Indonesia/

2. Centers for Disease Control and Prevention. Active Bacterial Core Surveillance Report,

Emerging Infections Program Network, Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus,

2014 [cited on 2016 Jun 17] Available from: http://www.cdc.gov/abcs/reports-

findings/survreports/mrsa14.html

3. Ananda M. MRSA update, diagnosis, dan tatalaksana. Majalah Farmacia 2007;1(1):64-

68

4. Levinson W. Review of medical microbiology and immunology. 13th ed. New York:

McGraw-Hill Education; 2014. Chapter 15, Gram-Positive Cocci, p245-89.

5. Hanberger H, Walther S, Leone M, Barie PS, Rello J, Lipman J, et al. Increased

mortaloty associated with methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infection

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 17: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

17  

in the intensive care unit: results from the EPIC II study. Int J Antimicrob Agents

2011;38(4):331-5.

6. Kuete V, Ango PY, Fotso GW, Kapche GDWF, Dzoyem JP, Wouking AG, et al.

Antimicrobial activities of the methanol extract and compounds from Artocarpus

communis (Moraceae). BMC Complementary and Alternative Medicine 2011;11:42.

7. Que YA, Moreillon P. Staphylococcus aureus (Including Staphylococcal Toxic Shock).

In: Bennett JE, Dollin R, dan Blaser MJ, (editors). Mandell, Douglas, and Bennet’s

principles and practice of infectious disease. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p.

2543-78.

8. Brooks G, Caroll K, Butel J, Morse S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s medical

microbiology. 25th ed. United States: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2010. p.

195-200

9. Ryan JK, Ray CG, editors. Sherris medical microbiology. 6th ed. San Fransisco:

McGrawHill; 2011. Chapter 24, Staphylococci, p. 433-446

10. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. Medical microbiology. 7th ed. Philadelphia:

Saunders Elsevier; 2013. Chapter 18, Staphylococcus and Related Gram-Positive Cocci,

p. 174-187.

11. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic and clinical pharmacology. 12th ed. San

Fransisco: McGrawHill; 2011. Chapter 43, Beta-Lactam & Other Cell Wall- &

Membrane-Active Antibiotics, p. 788-808

12. Murray BE, Nannini EC. Glycopeptides (Vancomycin and T eicoplanin), Streptogramins

(Quinupristin-Dalfopristin), Lipopeptides (Daptomycin), and Lipoglycopeptides

(Telavancin). In: Bennett JE, Dollin R, dan Blaser MJ, (editors). Mandell, Douglas, and

Bennet’s Principles and Practice of Infectious Disease. 7th ed. Philadelphia: Saunders

Elsevier; 2010. p. 449-468

13. Sikarwar MS, Hui BJ, Subramaniam K, Valeisamy BD, Yean LK, and Balaji K. A

Review on Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg (breadfruit). J App Pharm Sci 2014; 4

(08): 091-097.

14. Orwaet et al. Artocarpus altilis [Internet]. [cited on 2015 Aug 23]. Available from:

agroforestry.net/tti/A.altilis-breadfruit.pdf

15. Motley TJ. Breadfruit origins, diversity and human facilitated distribution [Internet].

[cited on 2015 Aug 23]. Available from: http://herbarium.millersville.edu/325/Zerega-

2005.pdf

35  

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016

Page 18: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus communis ...

 

18  

16. Binumol M, Sajitha T. Phytochemical and antibacterial activity of Artocarpus

heterophyllus Lam. and Artocarpus communis Forst. on Bacillus subtilis and

Pseudomonas fluorescens. International Journal of Scientific & Engineering Research

2013;4(9):1766-84.

17. Zajmi A et al. Ultrastructural study on the antibacterial activity of artonin E versus

streptomycin against Staphylococcus aureus strains. PloS ONE 10 (6): e0128157. doi:

10.1371/journal.pone.0128157

18. Lin JA, Fang SC, Wu CH, Huang SM, Yen GC: Anti-inflammatory effect of the 5,7,4’-

trihydroxy-6-geranylflavanone isolated from the fruit of Artocarpus communis in S100B-

induced human monocytes. J Agric Food Chem 2011;59:105-111.

19. Setiabudy R. Antimikroba lain. In: Gunawan GS, Setiabudy R, Nafrialdi, editor.

Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012. p. 723-731.

20. Smith MB, LaSala PR, Woods GL. In vitro testing of antimicrobial agents. In: Pherson

RA, Pincus MR, (editors). Henry’s clinical diagnosis and management by laboratory

methods. 23rd ed. United States; Suanders Elsevier; 2011. p. 1116-28.

21. Pradhan C, Mohanty M, Rout A. Phytochemical screening and comparative bioefficacy

assessment of Artocarpus altilis leaf extracts for antimicrobial activity. Frontier in Life

Science 2012;6(3-4):71-76

22. Sahoo K, Dhal NK, Sahoo SL, Lenka SS. Comparative phy- tochemical and antimicrobial

study of Morinda pubescens sm. and Morinda citrifolia L. Int J Pharm Pharm Sci

2011;4(3):425–429.

23. Manuel NGV, Osvaldo SSD, Alejandra RFT, Rodolfo AV, Lucila AL. Antimicrobial

activity of artocarpesin from Artocarpus heterophyllus Lam. against methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA). J. Med. Plants Res. 2012.

24. Mbaeyi-Nwaoha IE, Onwuka CP. Comparative evaluation of antimicrobial properties and

phytochemical composition of Artocarpus altilis leaves using ethanol, n-hexane and

water. Afr. J. Microbiol. Res. 2014;8(37):3409-21.

25. Balouiri M, Sadiki M, Ibnsouda SK. Methods for in vitro evaluating antimicrobial

activity: a review. Journal of Pharmaceutical Analysis 2016;6:71-79

Efek Antibakteri ..., Dela Ulfiarakhma, FK UI, 2016