Edisi 15/Tahun VI/September 2010

10
Layanan Terpad Dinas Perijinan Kota Jogjakarta Bukan Janji Tapi Pasti 10 Halaman Edisi 15/Tahun VI/September 2010 Wawancara Kibar Daerah bagi jutaan orang miskin yang tersebar di perdesaan. bagi jutaan orang miskin yang tersebar di perdesaan. Tapi peningkatan urbanisasi akan membawa konseku- Tapi peningkatan urbanisasi akan membawa konseku- ensi bahwa banyak potensi kemiskinan terkonsentrasi ensi bahwa banyak potensi kemiskinan terkonsentrasi di kota. Kondisi itu pada gilirannya akan memicu banyak di kota. Kondisi itu pada gilirannya akan memicu banyak masalah. masalah. Urbanisasi yang tidak diimbangi dengan pemba- Urbanisasi yang tidak diimbangi dengan pemba- ngunan infrastruktur yang memadai akan menimbulkan ngunan infrastruktur yang memadai akan menimbulkan pemukiman kumuh. Pada gilirannya juga akan memun- pemukiman kumuh. Pada gilirannya juga akan memun- culkan beragam masalah sosial mulai dari potensi konflik culkan beragam masalah sosial mulai dari potensi konflik antar warga hingga tindak kriminalitas. antar warga hingga tindak kriminalitas. Meningkat Meningkat Mengutip data UNFPA-PBB, Menteri Perumahan Mengutip data UNFPA-PBB, Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa memaparkan pertumbuhan Rakyat Suharso Monoarfa memaparkan pertumbuhan penduduk perkotaan dunia diproyeksi akan meningkat penduduk perkotaan dunia diproyeksi akan meningkat dua kali lipat dari 3,3 miliar jiwa pada 2007 menjadi 5,4 dua kali lipat dari 3,3 miliar jiwa pada 2007 menjadi 5,4 miliar pada 2050. "Diperkirakan pada 2020, populasi pen- miliar pada 2050. "Diperkirakan pada 2020, populasi pen- duduk kumuh dunia akan mencapai 1,4 miliar," kata Men- duduk kumuh dunia akan mencapai 1,4 miliar," kata Men- pera. pera. Di Indonesia, data Badan Pusat statistik memproyek- sikan tingkat urbanisasi mencapai 68 persen pada tahun sikan tingkat urbanisasi mencapai 68 persen pada tahun 2025. Bahkan di beberapa provinsi di Jawa dan Bali, 2025. Bahkan di beberapa provinsi di Jawa dan Bali, tingkat urbanisasi sudah lebih tinggi dari tingkat urba- tingkat urbanisasi sudah lebih tinggi dari tingkat urba- nisasi Indonesia secara total. Diperkirakan di DKI Jakar- nisasi Indonesia secara total. Diperkirakan di DKI Jakar- ta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten pada tahun ta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten pada tahun 2025 tingkat urbanisasi sudah di atas 80 persen. 2025 tingkat urbanisasi sudah di atas 80 persen. Pengelolaan Daerah Pengelolaan Daerah Kebijakan represif untuk mencegah urbanisasi yang Kebijakan represif untuk mencegah urbanisasi yang selama ini dilakukan cenderung tidak bisa mencegah ke- selama ini dilakukan cenderung tidak bisa mencegah ke- naikan laju urbanisasi. Begitu pula dengan pengalihan naikan laju urbanisasi. Begitu pula dengan pengalihan urbanisasi menjadi transmigrasi, tetap belum sepenuh- urbanisasi menjadi transmigrasi, tetap belum sepenuh- nya membendung kenaikan angka urbanisasi. nya membendung kenaikan angka urbanisasi. Oleh karena itu salah satu solusi yang bisa dikem- Oleh karena itu salah satu solusi yang bisa dikem- bangan adalah terus mengembangkan pembangunan di bangan adalah terus mengembangkan pembangunan di daerah per desaan agar sejalan dengan perkembangan daerah per desaan agar sejalan dengan perkembangan perkotaan . perkotaan . Dalam Konferensi Menteri Perumahan se-Asia Pasi- Dalam Konferensi Menteri Perumahan se-Asia Pasi- fik untuk perumahan dan pembangunan perkotaan atau fik untuk perumahan dan pembangunan perkotaan atau Asia Pasific Ministerial Conference on Housing and Ur- ban Development ban Development (APMCHUD) ketiga, di Solo akhir (APMCHUD) ketiga, di Solo akhir Juni lalu dihasilkan Deklarasi Solo. Peserta konferensi Juni lalu dihasilkan Deklarasi Solo. Peserta konferensi bertekad mengembangkan pusat data dan sistem infor- bertekad mengembangkan pusat data dan sistem infor- masi, pengetahuan, serta inovasi dalam penataan perko- masi, pengetahuan, serta inovasi dalam penataan perko- taan. Deklarasi Solo juga menekankan penguatan tang- taan. Deklarasi Solo juga menekankan penguatan tang- gung jawab pemerintah untuk pemberdayaan peran serta gung jawab pemerintah untuk pemberdayaan peran serta masyarakat dalam pembangunan perkotaan. masyarakat dalam pembangunan perkotaan. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menegaskan bahwa pengembangan perko- Laksono menegaskan bahwa pengembangan perko- taan yang tidak terkendali cukup mengkhawatirkan. Di taan yang tidak terkendali cukup mengkhawatirkan. Di Indonesia, tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan Indonesia, tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan Pulau Jawa menjadi sangat padat. Sedikitnya 58 per- Pulau Jawa menjadi sangat padat. Sedikitnya 58 per- sen penduduk Indonesia kini bermukim di pulau ini, se- sen penduduk Indonesia kini bermukim di pulau ini, se- hingga sejak dini perlu dikelola secara benar dan tidak hingga sejak dini perlu dikelola secara benar dan tidak menimbulkan dampak sosial dan lingkungan. "Karena menimbulkan dampak sosial dan lingkungan. "Karena itu, keberadaan sebuah lembaga riset perkotaan cukup itu, keberadaan sebuah lembaga riset perkotaan cukup mendesak dimiliki untuk memberi masukan kepada pe- mendesak dimiliki untuk memberi masukan kepada pe- merintah," tandasnya. merintah," tandasnya. (m) (m) 4 Halaman Foto : opit Cerdas Kaban Di Indonesia data Badan Pusat statistik memproyek- Di Indonesia data Badan Pusat statistik memproyek- Asia Pasific Ministerial Conference on Housing and Ur- Asia Pasific Ministerial Conference on Housing and Ur- Kembangkan Daerah Kelola Urbanisasi Kembangkan Daerah Kelola Urbanisasi Cerdas Kaban Staff Khusus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Reformasi Birokrasi Bisa Kurangi Urbanisasi Urbanisasi terjadi karena dua faktor, tekanan ekonomi dan tuntutan pengembangan diri. Pengembangan diri dikatakan Cerdas karena kemampuan seseorang yang tidak bisa lagi tertampung di desanya. Sementara tekanan ekonomi, sering dijadikan alasan pelaku urbanisasi untuk memperbaiki nasib. Pemkot Jogjakarta memberikan dua layanan terpadu berkaitan dengan perijinan, yaitu pelayanan terpadu satu atap dan satu pintu. Saat ini ada enam layanan perijinan dan 29 jenis perijinan.

description

Kembangkan Daerah Kelola Urbanisasi

Transcript of Edisi 15/Tahun VI/September 2010

Page 1: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

Layanan Terpad Dinas Perijinan Kota JogjakartaBukan Janji Tapi Pasti 10

Halaman

Edisi 15/Tahun VI/September 2010

WawancaraKibar Daerah

bagi jutaan orang miskin yang tersebar di perdesaan. bagi jutaan orang miskin yang tersebar di perdesaan. Tapi peningkatan urbanisasi akan membawa konseku-Tapi peningkatan urbanisasi akan membawa konseku-ensi bahwa banyak potensi kemiskinan terkonsentrasi ensi bahwa banyak potensi kemiskinan terkonsentrasi di kota. Kondisi itu pada gilirannya akan memicu banyak di kota. Kondisi itu pada gilirannya akan memicu banyak masalah. masalah.

Urbanisasi yang tidak diimbangi dengan pemba-Urbanisasi yang tidak diimbangi dengan pemba-ngunan infrastruktur yang memadai akan menimbulkan ngunan infrastruktur yang memadai akan menimbulkan pemukiman kumuh. Pada gilirannya juga akan memun-pemukiman kumuh. Pada gilirannya juga akan memun-culkan beragam masalah sosial mulai dari potensi konfl ik culkan beragam masalah sosial mulai dari potensi konfl ik antar warga hingga tindak kriminalitas.antar warga hingga tindak kriminalitas.

MeningkatMeningkatMengutip data UNFPA-PBB, Menteri Perumahan Mengutip data UNFPA-PBB, Menteri Perumahan

Rakyat Suharso Monoarfa memaparkan pertumbuhan Rakyat Suharso Monoarfa memaparkan pertumbuhan penduduk perkotaan dunia diproyeksi akan meningkat penduduk perkotaan dunia diproyeksi akan meningkat dua kali lipat dari 3,3 miliar jiwa pada 2007 menjadi 5,4 dua kali lipat dari 3,3 miliar jiwa pada 2007 menjadi 5,4 miliar pada 2050. "Diperkirakan pada 2020, populasi pen-miliar pada 2050. "Diperkirakan pada 2020, populasi pen-duduk kumuh dunia akan mencapai 1,4 miliar," kata Men-duduk kumuh dunia akan mencapai 1,4 miliar," kata Men-pera.pera.

Di Indonesia, data Badan Pusat statistik memproyek-sikan tingkat urbanisasi mencapai 68 persen pada tahun sikan tingkat urbanisasi mencapai 68 persen pada tahun 2025. Bahkan di beberapa provinsi di Jawa dan Bali, 2025. Bahkan di beberapa provinsi di Jawa dan Bali, tingkat urbanisasi sudah lebih tinggi dari tingkat urba-tingkat urbanisasi sudah lebih tinggi dari tingkat urba-nisasi Indonesia secara total. Diperkirakan di DKI Jakar-nisasi Indonesia secara total. Diperkirakan di DKI Jakar-ta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten pada tahun ta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten pada tahun 2025 tingkat urbanisasi sudah di atas 80 persen.2025 tingkat urbanisasi sudah di atas 80 persen.

Pengelolaan DaerahPengelolaan DaerahKebijakan represif untuk mencegah urbanisasi yang Kebijakan represif untuk mencegah urbanisasi yang

selama ini dilakukan cenderung tidak bisa mencegah ke-selama ini dilakukan cenderung tidak bisa mencegah ke-naikan laju urbanisasi. Begitu pula dengan pengalihan naikan laju urbanisasi. Begitu pula dengan pengalihan urbanisasi menjadi transmigrasi, tetap belum sepenuh-urbanisasi menjadi transmigrasi, tetap belum sepenuh-nya membendung kenaikan angka urbanisasi.nya membendung kenaikan angka urbanisasi.

Oleh karena itu salah satu solusi yang bisa dikem-Oleh karena itu salah satu solusi yang bisa dikem-bangan adalah terus mengembangkan pembangunan di bangan adalah terus mengembangkan pembangunan di daerah per desaan agar sejalan dengan perkembangan daerah per desaan agar sejalan dengan perkembangan perkotaan .perkotaan .

Dalam Konferensi Menteri Perumahan se-Asia Pasi-Dalam Konferensi Menteri Perumahan se-Asia Pasi-fi k untuk perumahan dan pembangunan perkotaan atau fi k untuk perumahan dan pembangunan perkotaan atau

Asia Pasifi c Ministerial Conference on Housing and Ur-ban Developmentban Development (APMCHUD) ketiga, di Solo akhir (APMCHUD) ketiga, di Solo akhir Juni lalu dihasilkan Deklarasi Solo. Peserta konferensi Juni lalu dihasilkan Deklarasi Solo. Peserta konferensi bertekad mengembangkan pusat data dan sistem infor-bertekad mengembangkan pusat data dan sistem infor-masi, pengetahuan, serta inovasi dalam penataan perko-masi, pengetahuan, serta inovasi dalam penataan perko-taan. Deklarasi Solo juga menekankan penguatan tang-taan. Deklarasi Solo juga menekankan penguatan tang-gung jawab pemerintah untuk pemberdayaan peran serta gung jawab pemerintah untuk pemberdayaan peran serta masyarakat dalam pembangunan perkotaan.masyarakat dalam pembangunan perkotaan.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menegaskan bahwa pengembangan perko-Laksono menegaskan bahwa pengembangan perko-taan yang tidak terkendali cukup mengkhawatirkan. Di taan yang tidak terkendali cukup mengkhawatirkan. Di Indonesia, tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan Indonesia, tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan Pulau Jawa menjadi sangat padat. Sedikitnya 58 per-Pulau Jawa menjadi sangat padat. Sedikitnya 58 per-sen penduduk Indonesia kini bermukim di pulau ini, se-sen penduduk Indonesia kini bermukim di pulau ini, se-hingga sejak dini perlu dikelola secara benar dan tidak hingga sejak dini perlu dikelola secara benar dan tidak menimbulkan dampak sosial dan lingkungan. "Karena menimbulkan dampak sosial dan lingkungan. "Karena itu, keberadaan sebuah lembaga riset perkotaan cukup itu, keberadaan sebuah lembaga riset perkotaan cukup mendesak dimiliki untuk memberi masukan kepada pe-mendesak dimiliki untuk memberi masukan kepada pe-merintah," tandasnya. merintah," tandasnya. (m)(m)

4Halaman

Foto

: op

it

Cerdas Kaban

Di Indonesia data Badan Pusat statistik memproyek-Di Indonesia data Badan Pusat statistik memproyek- Asia Pasific Ministerial Conference on Housing and Ur-Asia Pasific Ministerial Conference on Housing and Ur-

Kembangkan�Daerah�Kelola�UrbanisasiKembangkan�Daerah�Kelola�Urbanisasi

Cerdas KabanStaff Khusus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Reformasi Birokrasi Bisa Kurangi UrbanisasiUrbanisasi terjadi karena dua faktor, tekanan ekonomi dan tuntutan

pengembangan diri. Pengembangan diri dikatakan Cerdas karena kemampuan seseorang yang tidak bisa lagi tertampung di desanya. Sementara tekanan ekonomi, sering dijadikan alasan pelaku urbanisasi untuk memperbaiki nasib.

Pemkot Jogjakarta memberikan dua layanan terpadu berkaitan dengan perijinan, yaitu pelayanan terpadu satu atap dan satu pintu. Saat ini ada enam layanan perijinan dan 29 jenis perijinan.

Page 2: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

2www.bipnewsroom.info

Tahun VISeptember 2010Edisi 15

Pernyataan Nara-sumber Harus Dihor-mati

Program dialog di salah satu stasiun TV membuat saya terheran-heran. Narasumber (yang dalam pemahaman saya dihadirkan untuk memberikan pengertian sesungguhnya se-hingga masyarakat yang awam paham), malah selalu “dipaksa” membenarkan “pernyataan” bukan “pertanyaan” pembawa acara. Memang seperti inikah seharusnya?

Ridwan,-via email

jata” an. Mereka meniru adegan tayangan televisi tersebut. Disisi lain perangkat maianan senjata-senjataan yang dilengkapi de-ngan peluru-peluruan tersebut sedang marak di pasaran, kor-ban dari permainan tembakan tersebut pun mulai banyak.

Santi-, via email

Anak Perlu Tayang an Mendidik

Tayangan program televisi saat ini sangat memprihatinkan. Kebanyakan mereka tidak mem-berikan pendidikan yang positif, tayangan lebih banyak meng-umbar tayangan maksiat, seper-ti gaya hidup mewah, sombong, mistik, seksualitas, kekerasan fi sik, dan banyak lagi.

Sebagai warga masyarakat

nya ditayangkan hanya untuk mengejar rating pemberitaan tanpa melihat sisi keluarga korban.

Ali Afudy-, via email

Hentikan Tayangan

Baku Tembak

Saya ingin mengo-mentari hasil tayangan kontak senjata antara Densus 88 de-ngan perampok ATM di Bukit Tinggi. Meskipun kejadiannya sudah berlangsung lama, tapi stasiun-stasiun TV terus saja mengulang-ulang tayangan tersebut, entah untuk maksud apa. Menurut saya tayangan-tayangan seperti ini berefek pada phsikologis anak. Tayang-an tersebut mendorong anak semakin getol bermain perang-perangan dengan “senjata-sen-

Etika Perlu Dalam Wawancara

Perlu ada etika dalam wawancara sumber. Melihat hasil tayangan suatu stasiun televisi belum lama ini terkait dengan kasus penembakan kantor polisi yang diduga dilakukan oleh teroris. Salah satu istri korban yang di-wawancarai secara live ber-sama si anak seumuran 11 tahun, rasanya kurang etis ketika sumber sudah dipaksa terus dengan pertanyaan se-putar kejadian tersebut hingga menangis. Bagaimanapun mereka sebagai keluarga mempunyai rasa trauma yang mendalam, belum juga luka itu sembuh sudah diingatkan kembali dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Bagi kami penonton mera-sa itu terlalu berlebihan untuk mengambil empati pemirsa lainnya, dan tidak sepatut-

Tabloid komunika. ISSN: 1979-3480. Diterbitkan oleh Badan Informasi Publik KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKAPengarah: Tifatul Sembiring (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Freddy H. Tulung (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Bambang Wiswalujo (Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Supomo (Sekretaris Badan Informasi Publik); Ismail Cawidu (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Isa Anshary (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Gati Gayatri (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Dimas Aditya Nugraha. Redaktur Pelaksana: M. Taufi q Hidayat. Redaksi: Lukman Hakim; Selamatta Sembiring; M. Abduh Sandiah; Asnah Sinaga; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania; Karina Listya; Elpira Indasari N; Taofi k Rauf; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Yaan Yoku (Jayapura). Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo (TA); Farida Dewi Maharani, Danang Firmansyah. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: [email protected] atau [email protected]. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi komunika dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

Masa-masa mengalir kembalinya rombongan pulang mudik keperkotaan seperti sekarang, biasanya disertai pula dengan mengalirnya perantau-perantau baru ke perkotaan. Mengejar harapan baru, mengejar kehidupan lebih baik, mengejar kehidupan yang katakanlah glamour dengan berbagai pemandangan, kehidupan dan hiburan di perkotaan.

Pada awal tahun 1990-an, Menteri Pekerjaan Umum DR.Ing. Purnomosidi Hadjisarosa, mengibaratkan arus urbani-sasi dengan teori laron. Laron adalah hewan malam yang selalu mengejar lampu yang terang. Menurutnya, ke-

t i m p a n g a n p e m b a -n g u n a n a n t a r a p e r k o -

t a a n d a n

perdesaan, membuat arus ur-banisasi

m e n -jadi makin

marak, se-hingga pen-

duduk perdesaan berbondong-bondong

berjuang mengubah na-sib dan juga untuk me-

nikmati gaya hidup (life style) perkotaan yang jauh lebih semarak.

P r e s i d e n S u s i l o Bambang Yudhono, saat ini menerapkan kebijakan triple track strategy (strategi

URBANISASI

tiga jalur), sebuah kebijakan pro-growth, pro-work, pro-poor (pro pertumbuhan ekonomi, pro lapangan kerja dan pro pengurangan kemiskinan). Salah satu orientasi yang dipilih dalam memerangi kemiskinan adalah “bekerja dan mendapat gaji” (work and pay). “Jadi tidak

semata-mata mengandalkan bantuan dan subsidi pangan,” kata Presiden.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 237,6 juta jiwa, di mana diantaranya terdapat penduduk miskin sebanyak 31,02 juta jiwa atau 13,33 % dari jumlah penduduk seluruhnya.

Untuk perbandingan dengan data BPS tahun 2009 sebelumnya, jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 231,7 juta jiwa, di mana di antaranya terdapat penduduk miskin sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15 %.

Betapapun juga angkanya yang jelas adalah sebagian besar kemiskinan itu terdapat di perdesaan.

Salah satu contoh menyolok adalah adalah rendahnya penghasilan yang diperoleh dari bertanam padi, sedangkan harga bibit, pupuk,

anti hama semakin mahal, juga sering langka, beberapa bulan menunggu panen, dan harganya jauh di bawah harapan pula.

Hal ini diakui Kepala Badan Ketahanan Pangan, Achmad Suryana, bahwa rendahnya penyerapan beras oleh BULOG di sejumlah

wilayah adalah akibat harga pembelian pemerintah (HPP) untuk beras dan gabah yang masih lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar. Maka kalau begitu, petani-petani di perdesaan yang memberi subsidi harga beras pada orang di perkotaan.

Pemerintah pun memiliki program di semua sektor untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Misalnya pembangunan jaringan irigasi baru total seluas 500.000 ha dalam kurun 2010-2014 di berbagai daerah dengan biaya diperkirakan Rp. 14 triliun; kemudian pembangunan jalan sebagai salah satu infrastruktur penting untuk kemajuan daerah, kini makin banyak diarahkan pada

daerah-daerah tertinggal seperti pada daerah selatan Provinsi Jawa

Barat dan Provinsi Banten, yang warganya selama ini banyak ber-urbanisasi ke ibukota.

Ada pula program PNPM-Mandiri yang pada kurun 2005-2009 lalu, telah menyelesaikan pembangunan infrastruktur perdesaan masing-masing pada 22.147 desa tertinggal, pada 325 kawasan agropolitan dan pada 709 kawasan desa pusat pertumbuhan.

Jangan dilupakan pula perjuangan kaum urbanis yang jumlahnya jutaan di perkotaan, telah secara langsung mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan. Ya, kerja panjang kita bersama.

desa

in: f

.dew

i.m

saya khawatir dengan tingkah laku generasi muda nantinya, karena waktu mereka habis di depan layar televisi. Bukan-kan lebih baik provider televisi menayangkan tayangan anak yang mendidik lebih banyak ketimbang membuat sinetron dewasa yang hanya khayalan. Mengapa tidak mencoba taya-ngan sinetron dengan menyadur hikayat-hikayat lama, tentu itu akan lebih mendidik anak-anak kita.

Nurul Hidayah ,-

via facebook.

BerandaBeranda

saan semata mata mengandalkan bantuan dan

peyadepesupe

dikeMba20biapeinda

Presiden Susilo Bambang Yudhono, saat ini menerapkan kebijakan triple track strategy (strategi tiga jalur), sebuah kebijakan pro-growth, pro-work, pro-poor (pro pertumbuhan ekonomi, pro lapangan kerja dan pro pengurangan kemiskinan). Salah satu orientasi yang dipilih dalam memerangi kemiskinan adalah “bekerja dan mendapat gaji” (work and pay). “Jadi tidak semata-mata mengandalkan bantuan dan subsidi pangan,” kata Presiden.

Page 3: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

3www.bipnewsroom.info

Tahun VISeptember 2010Edisi 15

kan 50%, tergantung berapa lama sebelum kapal berangkat, pembatalan dilakukan. Tidak ada yang berani memakai tiket dengan nama penumpang lain karena beratnya sanksi sesuai dengan peraturan yang ber-laku.

Pelabuhan Benoa tampak rindang. Jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal pada malam hari, karena itu semakin lama, pelabuhan semakin ra-mai, hingga malam menjelang dan kapal pun tiba.

Tersedia terminal transit untuk penumpang, untuk rehat sebelum masuk ruang tunggu.Untuk bisa memasuki ruang tunggu keberangkatan, satu persatu petugas memeriksa tiket penumpang dan dicocok-kan dengan kartu identitas.

Kemudian penumpang me-

lewati metal detector. Bila clear, barulah bisa masuk ke ruang tunggu. karena kalau sudah masuk ruang tunggu penump-ang tidak bisa langi mondar-mandir, demi kemanan dan ketertiban

UtamaUtama

Cuaca cerah siang itu di pelabuhan Benoa, Bali. Pelabu-han yang merupakan pintu keluar Pulau Dewata dengan kapal penumpang itu masih sepi.

Seorang pria berkaus merah dengan celana pendek me-nawarkan tiket ketika ada salah seorang calon penumpang yang akan menuju Kendari dengan menggunakan KM. Tilong kabila.

“Beli tiketnya di sini. Penga-laman kemarin, kapal datang jam delapan malam, kemudian berangkat lagi pukul sepuluh,” ujar I Ketut Sastrawan.

“Di Benoa ini kalau mau beli tiket melalui saya. Saya sudah 15 tahun berjualan tiket di sini. Sebelumnya saya berjualan di Tanjung Perak, Surabaya. Tiket yang saya jual merupakan tiket resmi,” katanya meyakinkan calon pembeli.

Calon pembeli menyerah-kan KTP, formulir diisi, dimulai-lah pekerjaan Satrawan. Lalu ia kirim data pembeli melalui SMS pada anaknya di rumah untuk ditulis dalam tiket. Anaknya memproses tiket itu di rumah, dicetak, kemudian sang anak mengantarnya ke pelabuhan untuk diberikan kepada calon penumpang itu. Transaksi-pun terjadi.

Sesuai dengan aturan yang berlaku, penumpang yang batal berangkat, harus menang-gung konsekuensi seperti tiket hangus atau uang dikembali-

“Penumpang yang sudah ber ada di ruang tunggu tidak perlu khawatir kehilangan ba-rang. Petugas yang sebagian besar orang Bali asli, ada di sini,” ujar Ketut.

Tetap laksanakan nilai-nilai lokal Bali

Yang menarik sekali dalam pengelolaan pelabuhan laut provinsi tujuan wisata nomor satu di tanah air , dan namanya dikenal luas di seantero dunia ini, juga diterapkan nilai-nilai budaya lokal Bali, sehingga merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Terdapat banjar dinas dan banjar adat, yang masing-ma-sing diberi kewenangan sendiri. Banjar dinas diberi kewenangan mengelola pelabuhan termasuk segala fasilitasnya dan mena-

ngani penumpang, sementara banjar adat melaksanakan fung-si yang berhubungan dengan kematian, perkawinan, upacara keagamaan.

Sementara itu dalam pen-jagaan keamanan di pelabuhan

Suatu Hari Di Pelabuhan Benoa

Benoa dan di Provinsi Bali umumnya, juga menggunakan nilai-nilai lokal. Mereka meng-gunakan pakaian tradisional khas Bali, dengan udeng (ikat kepala), baju safari hitam, kain kotak-kotak, kadutan (senjata tradisional Bali), serta rompi bertuliskan Pecalang. Petugas keamanan ini pada umunya adalah orang Bali asli.

Dengan kebijakan ini di-harapkan keamanan lebih ter-jaga, karena mereka dianggap dapat lebih mengenal warga Bali sendiri, pendatang, maupun orang-orang yang mencuriga-kan I Gede Arcana (43) misal-nya selalu siap menjalankan tugas sebagai Pecalang.

Hari itu Arcana dan rekan-rekannya mendapat tugas melakukan sidak (pemeriksaan mendadak) kependudukan. Sete lah mendapat panggi-lan dari ketua pecalang dan mendapatkan arah an bahwa hari ini akan dilakukan sidak kependudukan, ia dan rekan-rekannya mendatangi rumah-rumah penduduk.

“Usai libur Idul Fitri biasanya

banyak penduduk yang datang ingin menetap disini, namun tidak memiliki KTP Denpasar. Untuk itulah, kami diminta mem-bantu sidak penduduk,” kata Arcana.

Satu per satu rumah didata-ngi, setiap warga diperiksa kartu identitasnya, warga yang tidak memiliki KTP Bali dibawa ke banjar. Sampai di Banjar, warga pendatang baru yang memenuhi syarat, dibuatkan KIPEM, kartu identitas semen-tara. Masa berlakunya hanya tiga bulan bagi pendatang dari luar Provinsi Bali, dan enam bulan bagi warga Provinsi Bali dari kabupaten/kota lain.

Pembayaran resmi untuk mendapatkan sebuah KIPEM di Dusun Banjar Batu Mas, yang terletak di Kelurahan Da-ngin Puri, Kecamatan Denpasar Timur, dikenakan Rp.10.000 bagi yang memiliki KTP Bali, dan Rp. 100.000 bagi yang berasal dari daerah-daerah lain Indonesia di luar Bali. (IR).

Pernah dengar rengginang? Itu lho, sejenis kerupuk dari nasi atau nasi ketan yang butirannya tidak dihancurkan, sehingga masih jelas terlihat. Di Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat, industri rumahan rengginang ternyata mampu ikut mencegah urbanisasi. Bagaimana mungkin?

Ya, di kecamatan yang berjarak 14 kilometer dari kota Subangini,

banyak pengusaha yang menggeluti usaha rengginang. Kemajuan usaha rengginang berarti akan lebih banyak memberdayakan tenaga lokal. Sehingga cita-cita bekerja di kota besar pun kian surut.

Rengginang Cita RasaSebut saja, rengginang Cita Rasa warisan turun temurun milik

keluarga Juju Juriah (68). Usaha rengginang rumahannya itu telah menghidupi dan menyekolahkan delapan anaknya hingga lepas sarjana.

Tak hanya itu, rengginang Pagedan itu telah mampu merubah cara berpikir beberapa anaknya. Dari yang semula ber-urbanisasi mencari peruntungan di kota besar, memilih kembali ke kampung halaman membantu membesarkan usaha keluarga. “Kenapa

jauh-jauh cari kerja, di kampung sendiri kita bisa berhasil kok. Yang penting mau berusaha dan kerja keras. Malah bukan hanya ngasih makan kita, juga warga sekitar,”pesan Juju kepada anak-anaknya.

Usaha keras Juju berawal sejak kecil. Ia kerap membantu kedua orang tuanya, mulai dari memproduksi rengginang, sampai mengisi kaleng dan plastik rengginang untuk dititip-jual di toko-toko sekitar.

Hingga akhirnya kedua orang tua Juju meninggal dan usaha tersebut diwariskan kepada kakak dan adiknya. Sementara ia memilih untuk berdiri sendiri dengan membuat merek baru “Cita Rasa”.

“Saya mulai 1995. Merek dagang saya, karena rengginangnya tetap mempertahankan cita rasa.Saya menggunakan ketan dan gula yang sama dengan punya orang tua dahulu. Tidak pernah saya ubah jenisnya. Satu hal yang paling penting adalah terus mempertahankan cita rasa rengginang ini,tidak berubah,sudah seperti pusaka,” ujar dia.

Ia pun kerap mengikuti pelatihan dan seminar dari berbagai instansi untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola usaha.

Ingin Go InternationalJuju mengatakan, masalah utama bisnis rengginang adalah

kendala permodalan. Tak banyak pengusaha yang memiliki akses langsung, baik kepada perusahaan “orang tua asuh”, maupun lembaga keuangan pemberi kredit. “Jawabannya adalah networking (jaringan-red). Info tersebut ada kalau kita sering berbaur dengan pengusaha lain. Salahnya adalah kita sering menganggap pedagang lain sebagai saingan, bukan mitra. Kalau usaha kecil jangan ngomong saingan, tapi bekerja bersama. Sama-sama maju,” kata dia.

Dari kawan sesama pedagang jualah, Juju mendapat informasi tentang permodalan. Tak lama mencoba, sejumlah rupiah pun digelontorkan oleh satu perusahaan swasta nasional untuk

mendongkrak usahanya itu. Plus bantuan kemudahan kreditdari perbankan bagi usaha kecil dan menengah yang memanfaatkan program pemerintah.

Keinginan terbesarnya saat ini adalah ada pihak yang bisa membantunya masuk hingga ke swalayan-swalayan modern di kota besar."Syukur-syukur bisa go international,” kata dia.

Dukungan Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah Subang pun tak tinggal diam. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Subang, Ugay L. Muhtar,mengatakan,pemerintah kabupaten terus mendorong berkembangnya usaha-usaha keci l rakyat yang banyak tersebar di pelosok-pelosok desa. Ini menjadi salah satu potensi yang tidak hanya mendorong geliat ekonomi rakyat,tapi juga menjadi potensi perekonomian daerah.

Melihat geliat Kabupaten Subang, tentu tidak sedikit kabupaten lain bahkan tingkat desa yang juga bergerak maju mengembangkan potens i dirinya. Jika sudah demikian, tentu t idak salah j ika kita bermimpi beberapa tahun ke depan sebagian besar desa di Indonesia mampu menyediakan lahan dan lapangan pekerjaan (taofi q rauf/IR/dan)

Pernah dengar rengginang? Itu lho, sejenis kerupuk dari nasi atau nasi ketan yang butirannya tidak dihancurkan, sehingga masih elas terlihat Di Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang Jawa

jauh-jauh cari kerja, di kampung sendiri kita bisa berhasil kYang penting mau berusaha dan kerja keras. Malah bukan hanngasih makan kita juga warga sekitar ”pesan Juju kepada an

Ikut Mencegah Urbanisasi

Sinergi swasta dan pemerintah, percepat pembangunan daerah

ewati metal detector Bila clear ngani penumpang sementara

lan meharkeprekarum

Forum silaturahim yang digagas pada 2007 ini, mencoba merengkuh banyak pihak, mulai dari pemerintah daerah sampai sektor perbankan untuk saling bahu membahu mengangkat perekonomian sanak keluarga di kampung.

Bu Juju, Kisah Usaha Kecil Rengginang

Page 4: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

4www.bipnewsroom.info

Tahun VISeptember 2010Edisi 15UtamaUtama

Reformasi Birokrasi Bisa Kurangi Urbanisasi

Beberapa pemerintah dae-rah sudah terlihat mulai berbe-nah. Berbagai terobosan untuk meningkatkan kualitas layanan publik dilakukan. “Ketika refor-masi birokrasi diterap kan, ba-nyak daerah yang menjalankan pemerintahan secara trans-paran, akuntabel, dan diper-caya masyarakat. Jika sudah demikian, tak akan ada lagi masyarakat daerah yang ke Ja-karta hanya untuk menjadi kaum urban,” kata Staf Khusus Men-teri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokra-si, Cerdas Kaban, saat ditemui Taofi q Rauf dan Elvira Inda Sari dari Komunika.

Menurut Cerdas urbanisasi terjadi karena dua faktor, te-kanan ekonomi dan tuntutan pengembangan diri. Pengem-bangan diri dikatakan Cerdas karena kemampuan seseorang yang tidak bisa lagi tertampung di desanya. Sementara teka-

nan ekonomi, sering dijadikan alasan pelaku urbanisasi untuk memperbaiki nasib. “Saya men-catat ada sekitar 100 daerah lain yang bisa menerapkan reformasi birokrasi. Hasilnya selain mendatangkan investor, masyarakatnya pun turut giat membangun daerah. Dengan kata lain tak ikut latah mencari kerja di kota-kota besar,” tandas Cerdas.

Apa dan bagaimana kebi-jakan penanganan urbanisasi sejalan dengan program refor-masi birokrasi yang dilakukan pemerintah, berikut pertikan wawancara dengan Cerdas Kaban di kantornya.

Sejauh mana perkemba-ngan reformasi birokrasi?

Reformasi saat ini sudah masuk dalam tahap grand de-sign bagaimana seharusnya reformasi itu disusun ke depan-nya. Patut disyukuri bahwa

banyak daerah yang ternyata punya semangat melakukannya dan sudah berhasil. Misalnya di Sragen, Karanganyar, Sura-karta, Balikpapan, Pare-pare, Purbalingga hingga Merauke dan beberapa kota lain.

Apa indikator keberhasil-annya?

Keberhasilan ini dapat di-lihat dari beberapa aspek, na-mun yang terpenting organisasi pemerintahan itu dinamis. Jika sudah dinamis, pemerintahan biasanya memperhitungkan berbagai macam aspek se-hingga selalu siap meng hadapi kebutuhan dan tantangan organisasi serta keinginan masyarakat.

Hal kedua, sumber daya ma-nusia. Jumlah pegawai rasional dan kompetensinya disesuai-kan kebutuhan. Jadi tidak asal rekrut, artinya pegawai yang sudah ada terus diberi pelatihan

dan pegawai baru yang akan masuk harus melalui saringan yang transparan dan akuntabel dengan sistem modern.

Ketiga adalah pengawasan pada kinerja dan kemampuan. Pengawasan itu bukan mencari kesalahan yang diawasi, tapi juga memberi peringatan ter-hadap berbagai risiko. Nah, jika orientasinya peningkatan pe-layanan pada masyarakat maka yang terjadi adalah menjaga agar tidak terjadi kesalahan. Sehingga tugas pengawasan itu adalah bagaimana mengawal agar perencanaan yang baik da-pat berjalan dengan baik pula. Hasilnya sudah pasti baik.

Jadi sasaran akhirnya pe-ningkatan kinerja pelayanan publik?

Paling penting ujung dari reformasi birokrasi adalah peningkatan pelayanan ter-hadap masyarakat atau publik. Nah, jika pelayanan terhadap masyarakat itu meningkat se-sungguhnya reformasi birokrasi itu sudah berjalan di jalur yang tepat. Apapun cerita kita terkait reformasi birokrasi, sejauh pe-layanan publik nantinya tidak maksimal maka reformasi itu dikatakan gagal. Jadi sekali lagi ujung dari reformasi birokrasi itu adalah pelayanan kepada masyarakat.

Bisa dikatakan reformasi birokrasi bisa mengurangi tingkat urbanisasi?

Tepat sekali. Jika suatu dae-rah punya pemerintahan yang dinamis, transparan dan akunta-bel, masyarakatnyapun akan enggan meninggalkan daerah. Karena iklim kerja dan investasi sudah pasti ikut dinamis.

Pemerintahan yang dinamis berarti semua pimpinan daerah, tidak hanya pemerintah tapi juga DPR/DPRD, Lembaga Swadaya Masyarakat dan to-koh masyarakat saling mendu-kung. Dan, memang umumnya daerah-daerah yang dinamis ini, hubungan harmonis terjalin erat antara eksekutif, legislatif dan tokoh-tokoh masyarakatnya.

Bagaimana bisa dilaku-

kan?Pimpinan daerah harus bisa

membaca dan melihat potensi daerah. Kemudian memiliki komitmen tinggi untuk mengem-bangkannya untuk kesejahtera-an dan peningkatan pelayanan pada masyarakat.

Anda tahu, daerah-daerah yang saya sebut diatas, saking komitmennya pada peningkatan pelayanan pada masyarakat-nya, kadang mengambil langkah dan kebijakan yang jika dilihat dari tataran legislasi umum me-langgar dan tidak sesuai dengan undang-undang.

Namun mereka mengelola secara transparan dan diketahui masyarakat terutama alokasi anggaran dan penggunaan

dana. Sehingga saat pemeriksa-an atau pengawasan, seluruh komponen pemerintah hingga masyarakat akan ikut memper-tanggungjawabkannya.

Bisa dijelaskan?Contohnya tenaga penyuluh

lapangan di Sragen bisa bergaji Rp5 juta hingga Rp7 juta sebu-lan. Kok bisa PNS bergaji be-sar? Disana dari setiap kilogram gabah padi yang dihasilkan, PPL memperoleh Rp20,00.

Begitulah mereka mengatur. Salah? Tentu tidak. Padahal jika menggunakan aturan PNS ya mana mungkin kan punya gaji seperti itu? Tapi Bupatinya bilang, ya bisa saja karena se-mua transparan dan PPL ini memang bekerja keras untuk kepentingan petani. Petani tidak keberatan karena mereka juga untung.

Pada daerah-daerah se-lain kesejahteraan pegawai meningkat, para pegawai juga tidak akan macam-macam. Jangankan bertindak seleweng, berpikir saja tidak.

Anggaran biasanya jadi masalah?

Anggaran kecil bukan jadi kendala. Kota Sragen, dan kota lain yang maju awalnya hanya punya anggaran yang kecil. Tapi mereka mampu mengem-bangkan dana tersebut secara efektif dan efisien, dan satu lagi, transparan. Transpa-ransi dan akuntabilitas memang syaratnya. Seluruh komponen pemerintah, kepada DPRD-nya, kepada masyarakatnya. Ini loh anggaran kita tahun ini. Tapi memang kembali lagi pada integritas dan komitmen pimpin-an daerah. Jadi bagi saya jika ada daerah yang mengatakan kekurangan anggaran, itu hanya alasan saja.

Bagaimana dengan peme-rintah pusat?

Idealnya begini, jika suatu daerah punya pimpinan yang commit pada peningkatan pe-layanan publik demi kesejahtera-an rakyat, nah, pemerintah pusat tinggal memberikan dukungan, misalnya melalui kebijakan.

Alangkah bagusnya lagi jika kebijakan menekankan agar daerah hingga tingkat terkecil seperti desa, khusus-nya di kawasan perbatasan bisa diberdayakan. Daerah itu seharusnya lebih kuat karena pintu masuk ke negara ini. Jika desa kuat secara ekonomi dan administrasi, masyarakatnya pun enggan meninggalkan daerah mencari peluang di daerah lain. Jika masyarakat di tingkat terkecil ini bisa maju dan sejahtera, masalah urbanisasi tidak akan lagi kita jumpai di Indonesia. (tr/vira)

Staf Khusus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BirokrasiCerdas Kaban

Urbanisasi bisa dikurangi bahkan dicegah dengan memperkuat pembangunan daerah. Sejalan dengan konsep reformasi birokrasi, adalah tugas pemerintah untuk membuat kebijakan yang memihak langsung masyarakat, khususnya di tingkat desa.

Page 5: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

9www.bipnewsroom.info

Tahun VISeptember 2010Edisi 15

dengan membuka lapangan kerja di Indonesia. Pemerintah bisa memanggil kembali TKI untuk mengurus lahan sawit di Indonesia. Kita bisa menjadikan Malaysia sebagai “musuh” da-lam persaingan ekonomi.

Gerakan “melawan” Malay-sia yang paling rasional saat ini adalah dengan menciptakan lapangan kerja. Misalnya mem-bangun pabrik-pabrik ikan di setiap wilayah-wilayah strategis

yang berbatasan dengan Malay-sia. Atau kembali mengupaya-kan agar kebun-kebun sawit di Sumatera bisa dikuasai pengu-saha lokal agar lebih produktif dan menyerap lapangan kerja lebih banyak.

Hal-hal tersebut adalah keinginan para TKI di Malaysia. Kebanyakan mereka ingin kem-bali bekerja di tanah air. Namun, pertimbangan pendapatan, jum-lah keluarga yang menjadi tang-gungan, serta belum adanya kepastian lapangan pekerjaan di dalam negeri, membuat mereka

kemunculan emosi yang besar dan mendorong peluapan. Sam-pai-sampai muncul ide perang bersenjata antar negara.

Hal yang perlu dicermati ada-lah bila energi kemarahan tidak disalurkan dengan benar akan menjadi tidak produktif. Pemerin-tah, baik pusat maupun daerah, harus mampu menyalurkan ener-gi kemarahan yang meluap da-lam bentuk yang lebih produktif. Perang jelas akan sangat me-

rugikan bangsa Indonesia. Disinilah pentingnya man-

agement of anger atau mana-jemen kemarahan atas konfl ik kedua negara. Pemerintah bisa mencoba membangun harapan masyarakat. Jika dilakukan de-ngan baik maka akan menjadi momentum dari Kebangkitan In-donesia agar lebih baik diban-dingkan Malaysia.

“Perang” SosialBanyak cara meluapkan ener-

gi kemarahan anak bangsa. Kita bisa “perang” melawan Malaysia

OpiniOpini

tetap bertahan di sana. Pada-hal, menurut informasi yang saya dapat, banyak di antara mereka di Malaysia yang harus rela mendapat upah minimum dan tidak sesuai perjanjian awal karena pemotongan upah.

Di kalangan pengusaha lokal, pemerintah bisa men-dorong gerakan untuk meman-faatkan energi pengusaha lokal yang risau atas banyaknya inter-vensi pengusaha dari luar Indo-nesia. Tantangan dan “musuh” bersama yang harus ditaklukan bisa menjadi pendorong bagi pengusaha lokal untuk me-ningkatkan kapasitas dan daya saing mereka.

Libatkan MediaProvokasi tersebut menurut

saya sangat produktif. Meskipun masih bernada kemarahan, tak mengapa, namun mengelola ke-marahan yang produktif. Bukan memilih jalan perang yang justru bisa merugikan diri sendiri. Ter-lebih bila mendapat dukungan media yang terus menyajikan informasi mengenai hal itu ke hadapan publik. Mungkin kata-kanlah kita baru mampu mem-bangun sepuluh pabrik ikan di kawasan perbatasan. Kemudian media bersama-sama mem-bingkai informasi tersebut de-ngan judul “Indonesia Melawan dengan Perekonomian”. Saya yakin suara positif tersebut akan lebih terdengarkan.

Bagaimana pun, peran media massa juga penting untuk mengangkat nilai-nilai produktif dari gerakan ini. Me-dia bisa memilih narasumber program yang membawa pesan “kemarah an produktif”, bukan malah membuat kemarahan yang tidak terarah.

Tinggal bagaimana seka-rang ada yang memerintahkan semua kementerian untuk saling koordinasi tentang lahan yang bisa digarap dalam “perang” ini. Mengapa kita bisa saat dulu membangun Timor-Timur sehingga setiap orang di sana mendapat pekerjaan. Mengapa Batam bisa menjadi daerah khusus perekonomian, dan kenapa tidak bisa hal yang sama dilakukan di daerah per-batasan?

Itulah “perang” yang pa-ling produktif, menurut saya. Tidak ada perang fi sik. Kerja pemerintah memang membuka lapangan pekerjaan kepada rakyatnya. Terlebih semua bu-pati bergerak menciptakan lapangan pekerjaan untuk war-ganya sendiri. Dan tentu saja, semangat itu akan lebih hidup bila didorong energi kemarahan yang meluap dan menuntut un-tuk disalurkan. Kalau kita mau, pasti bisa! (diolah dari hasil wawancara – dimas dan taofi k R)

"Kemarahan" Yang Produktif

muka umum. Namun berbeda dengan negara tetangga, Malay-sia masih tergolong “ketat” da-lam menyikapi berbagai bentuk demonstrasi.

Kita pun harus arif dalam me-lihat perbedaan ini. Aksi pem-bakaran foto pejabat, teatrikal, atau berbagai aksi demonstrasi lain, selama disampaikan secara benar bukanlah sebuah hal yang tabu di negeri ini. Hal yang sama tentu akan dimaknai berbeda

oleh pemerintah dan warga negeri jiran.

Manajemen Ama-rah

Amarah anak bang-sa adalah hal yang wajar terjadi saat meli-

hat kapal Malaysia masuk tan-pa ijin ke perbatasan Indonesia. B e l u m lagi pem-b e r i t a a n d i med ia mengenai perlakuan te rhadap T e n a g a Kerja Indo-nesia (TKI). Tak pelak s e m u a i t u a k a n m e m i c u

Konflik antara Indonesia dan Malaysia yang kembali terjadi beberapa waktu lalu kiranya perlu disikapi secara bijak. Fakta menunjukkan bahwa karakteristik dan dina-mika sosial politik dua negara serumpun ini saling bertolak belakang.

Indonesia tengah menga-lami demokratisasi, dimana kondisi sosial politik sangat memungkinkan u n t u k p e -nyampaian p r o t e s , k r i t i k , d a n segala bentuk u n j u k rasa di

bebipenisa

sam

Banyak cara meluapkan energi kemara-han anak bangsa. Kita bisa “perang” mela-wan Malaysia dengan membuka lapangan kerja di Indonesia. Pemerintah bisa memanggil kembali TKI untuk mengurus lahan sawit di Indonesia.

Indonesia tengah mengalami demokratisasi, dimana kondisi sosial poli-tik sangat memungkinkan untuk penyampaian protes, kritik, dan segala bentuk unjuk rasa di muka umum. Namun berbeda dengan negara tet-angga, Malaysia masih tergolong “ketat” dalam menyikapi berbagai bentuk demonstrasi.

Faktor po l i t i k te rnyata menduduki posisi penting dalam memengaruhi laju urbanisasi.Hal tersebut dikatakan OS Shrivastara dalam Text Book of Demography.

Menurutnya masyarakat akan melakukan migrasi dari wilayah yang tidak aman ke wilayah yang aman untuk dijadikan tempat tinggal. Penduduk cenderung akan memilih daerah yang stabil secara politik.

Untuk menganalisis pola korelasional antara stabilitas politik dengan laju urbanisasi di Indonesia, dapat di tinjau dari 4 periode politik yaitu masa Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, dan Pasca Reformasi.

Pada masa Orde Lama pusat pemerintahan ditempatkan di pulau Jawa. Masa ini terjadi pergolakan politik di seluruh

daerah. Ketegangan-ketegangan politik selalu merebak setiap saat digelarnya pemilu semasa Orde Lama. Bebagai konfl ik politik aliran kerap terjadi. Maka tak heran, kala itu pulau Jawa dipenuhi oleh penduduk yang ingin mempunyai pengaruh karena tinggal di pusat penggodokan regulasi tata kehidupan bernegara.

Masa Orde Baru ditandai dengan adanya model politik yang dapat diartikan sebagai “struktur politik komando”. Untuk menjaga agar model pol i t ik berjalan “aman“, maka dalam melaksanakan program kebijakan pembangunan, situasi politik harus diletakkan sebagai dasar bagi landasan pembangunan ekonomi. Struktur politik yang demikian diterjemahkan ke dalam asas trilogi pembangunan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan.

Namun seiring berjalannya waktu s t ruk tur in i men jad i berwajah otoriter. Rakyat tidak merasakan adanya pemerataan pembangunan. Gejolak konfl ik pun

timbul di berbagai daerah. Di era Reformasi, tepatnya tahun

2000, presentase penduduk kota meningkat menjadi 42%. Gejolak politik yang hebat, buah transisi dari era otoriter ke demokrasi menimbulkan perubahan struktur politik. Era ini menghembuskan angin kebebasan berpolitik yang dulu terkurung dalam tekanan orde Baru. Maka gerakan-gerakan sparatis makin berkumandang konfl ik di Maluku Selatan, Sulawesi Tengah (Poso) Kalimantan Barat, hingga terpisahnya Timor Timur dari negara Bagian Indonesia. Kondisi demikian semakin memperkuat laju atau arus urbanisasi rakyat

sipil daerah yang memilih wilayah yang situasi politiknya relatif stabil.

Di era pasca reformasi, situasi politik mulai sedikit stabil akibat kebijakan politik desentralisasi, yaitu otonomi daerah. Namun ternyata gejolak politik tetap timbul. Masyarakat desa seakan kaget dan belum siap untuk membangun dan mengatur daerahnya sendiri.

Tidak bisa dipungkiri adanya pola hubungan korelasional antara stabilitas politik lokal dengan tingkat laju atau arus urbanisasi. Selama situasi politik di daerah belum stabil dan konfl ik di daerah belum selesai, selama itu pula arus urbanisasi tidak dapat di bendung.

Kiranya program pemerintah seperti otonomi daerah dapat dimaksimalkan lagi dengan mempersiapkan SDM yang berkompeten dengan memberikan pelatihan atau pemantauan agar mereka dapat mengatur dan mengembangkan daerahnya secara mandiri.**

Stabilitas Politik Lokal dan Urbanisasi

Imam PrasodjoSosiolog Universitas Indonesia

Rosi Selly Sandiah, Mahasiswa Pasca SarjanaProgram Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, UNJ

timbul di berbagai daerah

sipilyanstab

polikebyaitterntimbkagmedae

Dari faktor politik masyarakat akan melakukan migrasi dari wilayah yang tidak aman ke wilayah yang aman untuk dijadikan tempat tinggal. Penduduk cenderung akan memilih daerah yang stabil secara politik.

Page 6: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

10www.bipnewsroom.info

Tahun VISeptember 2010Edisi 15

dian ada tim advise planning ruang kota,” tutur Lis.

Jika untuk usaha besar, tambah Lis Slamet, kita perlu ke klipper atau klinik pelayanan perizinan, “Di sini dilihat apakah perizinan bisa langsung diproses dan diterbitkan izinnya karena syaratnya lengkap. Setelah itu keluarlah print out perizinan,” tambah Lis.

Bisa Dipantau Menariknya, menurut Dewi,

pemilik restoran Gudeg Wuji-lan di Km 12.2 Kaliurang, Sle-man Jogjakarta, dalam formulir pendaftaran tertera telepon atau kontak ponsel yang bisa dihubungi pemohon untuk mengecek berkasnya secara langsung, “Jadi sampai dimana proses perizinan tersebut? Apa-kah disetujui atau tidak? Berapa besar biaya perizinan yang ha-rus dibayarkan ke bank? Semua

bisa kita ketahui,” tandas seraya menunjukkan bahwa Bank BPD sebagai penerima setoran retri-busi berada satu gedung dengan Dinas Perizinan.

Dinas Perizinan memang dibentuk agar kualitas layan-an perizinan bagi masyarakat berlangsung optimal. “Sekali-gus mengurangi ketidakjelasan prosedur dan tumpang tindih layanan izin yang tersebar di mana-mana,” jelas Dodit.

Bahkan menurut Dodit ke-tika selesai setiap pengguna layanan diberi formulir Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) untuk diisi sesuai layanan yang diterima. “Reward dan punish-ment tidak diberikan oleh atasan, tapi dinilai pengguna layanan atau masyarakat,” tutur Dodit.

Dinas Perizinan Kota Jog-jakarta pernah menempati pe-ringkat kelima di dunia dan pe-ringkat pertama nasional dalam kemudahan mendirikan usaha dan mengurus izin mendirikan bangunan. Selain itu memper-oleh berbagai penghargaandari BKPM dan Kementerian PAM. “Bahkan Kota Jogjakarta bisa masuk dalam jajaran kota terber-sih dari korupsi,” tandas Dodit. (wiwiek s)

Jawa Barat

Bantuan Rp. 1,9 Miliar Untuk 165 Desa di Kabupaten Bandung Barat

Sebanyak 165 desa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) mendapat bantuan dana Pemprov Jabar sebesar Rp1,9 miliar atau masing-masing desa Rp11,8 juta. Bantuan itu diberikan agar bisa meningkatkan kinerja aparatur pemerintah desa, karena desa merupakan gerbang awal pelayanan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat.

"Bantuan akan segera cair karena semua persyaratan dari desa untuk pencairan sudah lengkap," kata Kasubid Fasilitas Pengelolaan Keuangan Desa pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) KBB, Asep Hidayatulloh, di kantornya.

Bantuan tersebut didasarkan SK Gubernur yang ditindaklanjuti dengan SK Bupati tentang penetapan desa penerima bantuan keuangan. Adapun pencairan dana langsung dari Biro Keuangan Provinsi kepada rekening masing-masing desa penerima bantuan.

Desa penerima bantuan memiliki kewajiban melaporkan penggunaan uang tersebut, “Sehingga diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan dan bisa menunjang pelayanan publik pihak desa kepada masyarakat,” kata Asep. (www.

bandungbaratkab.go.id)

Jawa Timur

Gubernur: Hentikan Pembuatan KTP Palsu untuk TKI

Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta semua pihak terkait untuk menghentikan pembuatan KTP palsu bagi calon tenaga kerja Indonesia (TKI) yang hendak bekerja di luar negeri. Gubernur mengaku mendapatkan informasi bahwa para TKI ilegal asal Jatim kebanyakan membuat KTP palsu di Bengkalis, Riau untuk memuluskan pengurusan dokumen keberangkatannya ke luar negeri. "Kami sudah berkoordinasi dengan otoritas di Riau dan mereka juga sudah memahami masalah tersebut," kata Gubernur di Surabaya, Rabu (22/9).

Beberapa kal i d ia mengimbau masyarakat di Jatim yang hendak menjadi TKI agar menempuh cara-cara yang sah demi keselamatan jiwa selama berada di luar negeri. "Kalau berangkatnya saja dengan cara ilegal, maka tidak akan ada perlindungan hukum. Sebenarnya Jatim sudah membuat perda perlindungan TKI, namun yang jadi persoalan, TKI asal Jatim berangkat melalui daerah lain," katanya. (ant)

DaerahDaerahKibar DaerahKibar Daerah

Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik Kibar Daerah dan Lintas Daerah, silahkan kirimkan naskah kepada

redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail: [email protected] atau [email protected]

Bukan Janji Tapi Pasti

Lintas DaerahLintas Daerah

Jawa Timur

Sumatera Barat

Jawa Tengah

Sulawesi Utara

Papua

Tugiyo (65) tersenyum simpul, warga Banteng Baru II Kota Jogja-karta ini mengaku puas karena Ijin Mendirikan Bangunan rumahnya sudah keluar. “Tidak lama hanya perlu sehari karena kelengkapan-nya terpenuhi,” katanya sembari keluar dari Kantor Dinas Perizinan Kota Jalan Kenari 56 Jogjakarta.

Dinas Perizinan Kota Jogja-karta memang telah berbenah, “Kami tidak pernah mempersulit siapa pun dalam pengurusan izin usaha di daerah Jogjakarta. Pro-ses dilakukan semaksimal mung-kin asalkan semua persyarat an terpenuhi. Kepastian dalam biaya, waktu, persyaratan layanan dan akuntabel di bidang perizinan adalah visi yang digagas Pemkot Jogjakarta,” tutur Kepala Bidang Data dan Sistim Informasi, Dinas Perizinan, Kota Jogjakarta, Dodit Sugeng Murdono SH.

Transparansi perizinan juga di-arahkan untuk menghindari KKN,

“Setiap petugas Dinas mulai dari staf sampai kepala dinas sudah menandatangani pakta integritas dengan KPK agar tidak melakukan pungli, kolusi dan korupsi,” tambah Dodit.

Dua Pola LayananPemkot Jogjakarta memberi-

kan dua layanan terpadu berkaitan dengan perizinan, yaitu pelayanan terpadu satu atap dan satu pintu. Pelayanan satu atap diseleng-garakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui be-berapa pintu. “Untuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu yaitu Pola pelayanan terpadu satu pintu di-selenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pe-layanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu,” jelas Dodit.

Saat ini ada enam layanan perizinan dikelola di bawah Pe-layanan Satu Atap dan 29 jenis perizinan dalam Pelayanan Satu Pintu. Tentu saja layanan itu sangat membantu warga, seperti disampaikan Lis Slamet, pengu-saha IWAPI dan konsultan di Jogja. “Pengurusan tidak sulit dan tidak berbelit-belit. Untuk perizinan membangun jalan, kami ambil formulir, mendaftar dan diperiksa kelengkapan berkasnya, kemu-

Bali

Karang Asem Urai Penyebab Kemiskinan

Kendati sudah dinyatakan tidak termasuk kabupaten tertinggal di Indonesia, Pemkab Karangasem terus berupaya menanggulangi kemiskinan dengan strategi mengurai penyebabnya di setiap desa.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) I Wayan Gede Mustika menunjukkan bahwa hasil pemetaan penyebab kemiskinan di Karang Asem antara lain rendahnya kemampuan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya permodalan, lahan garapan sempit, rendahnya keterampilan, sulitnya pemasaran hasil produksi, kurangnya infrastruktur jalan, kurangnya air bersih, sulitnya pemasaran hasil industri rumah tangga, dan adanya sikap mental miskin masyarakat.

Menurut Kepala BPMPD, pemetaan itu dilakukan dari desa dan kemudian direkap di tingkat kecamatan. “Diharapkan lebih tepat sasaran penurunan angka kemiskinan yang saat ini sudah mencapai angka 33.198 KK,” jelasnya, Rabu (22/9).

Untuk itu SKPD menjadi ujung tombak di samping masyarakat dan lembaga organisasi kemasyarakat guna menyusun langkah dan program untuk supaya angka kemiskinan terus dapat dikurangi. “Dari gambaran itu diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh SKPD dalam bentuk program kerja dengan memaksimalkan dukungan anggaran APBD 2011 serta tahun selanjutnya,” tambah Gede Mustika. (mc karangasem)

Lampung

Tawaran Investasi Ikan Kerapung di Pulau Segamat

Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, menawarkan investasi di Pulau Segamat untuk pembudidayaan ikan kerapu karena di lokasi itu memiliki potensi alam yang mendukung.

"Pulau Segamat merupakan wilayah di Lampung Timur yang sangat cocok untuk budidaya ikan kerapu, karena memenuhi syarat-syarat untuk kehidupan ikan kerapu tersebut," kata Kepala Kantor Penanaman Modal (KPM) Lampung Timur, Mulyanda, di Sukadana, sekitar 75 Km sebelah timur dari Bandarlampung, Senin.

Menurutnya, jenis investasi yang cocok dikembangkan yakni budi daya ikan kerapu macan dan kerapu bebek, karena secara alami wilayah pesisir Pulau Segamat cocok untuk jenis ikan tersebut.

Produksi ikan kerapu saat ini masih banyak mengandalkan hasil tangkapan di alam yang tentu saja tidak mencukupi permintaan pasar.

Ia mengharapkan para investor bisa tertarik membudidayakan ikan kerapu di Lampung Timur karena pangsa pasar ikan tersebut cukup luas dan juga banyak diminati konsumen baik lokal maupun manca negara. (www.beritadaerah.com)

Layanan Terpadu Dinas Perizinan Kota Jogjakarta

Pemkot Jogjakarta memberikan dua layanan terpadu berkaitan dengan perijinan, yaitu pelayanan terpadu satu atap dan satu pintu. Saat ini ada enam layanan perijinan dikelola di bawah Pelayanan Satu Atap dan 29 jenis perijinan dalam Pelayanan Satu Pintu.

Page 7: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

11www.bipnewsroom.info

Tahun VISeptember 2010Edisi 15

lakukan Kemdagri sejak 2007 berdasarkan UU 32/2004 ten-tang Pemda pasal 219 yang mengamanatkan Kemendagri memberi penghargaan kepada pemda yang berprestasi. “Kita telah empat kali memberikan penghargaan kepada peme-rintah daerah karena memiliki terobosan atau kegiatan ino-vatif yang berdampak nasional sebagai bentuk pelaksanaan pembinaan terhadap pemerin-tah kabupaten/kota di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Ke-30 daerah nominator pengerima penghargaan IGA 2010 adalah Kota Sawahlunto, K a b u p a t e n S o l o k , K o t a Batam, Kabupaten Bangka, Kabupaten Lebak, Kabupaten Garut, Kota Sukabumi dan Kabupa ten Tas ikma laya . Daerah lainnya yakni Kota Pekalongan, Sragen, Surakarta, Kebumen, Purbalingga, Kota Malang, Jember, Ponorogo, Tulungagung, Kota Pontianak, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Palangkaraya. Kemudian, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Gianyar, Kabupaten J e m b r a n a , K a b u p a t e n Sumbawa, Kabupaten Gowa, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Boalemo, Kota Ambond an Kabupaten Raja Ampat. (Az)

Kementerian Pendidikan Nasional

Partisipasi Siswa Miskin Di SMP Meningkat

Kesempatan anak-anak dari keluarga miskin mengenyam

pendidikan cenderung mening-kat. Berdasarkan data Susenas 2004-2009, angka partisipasi murni (APM) SMP/MTs siswa dari golongan keluarga termiskin meningkat dari 49,97 persen pada 2004 menjadi 61,89% pada 2009. “Anak-anak yang latar belakang ekonomi sangat miskin pun punya kesempatan untuk masuk di SMP,” kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh di Jakarta, Jumat (17/9).

M e n u r u t M e n d i k n a s , kenaikan ini diikuti dengan semakin kecilnya kesenjangan APM siswa termiskin dengan siswa dari golongan keluarga t e r k a y a . “ P a d a 2 0 0 4 , kesen jangan APM s iswa termiskin dibandingkan siswa terkaya mencapai 30 persen. “Pada 2009, gap-nya hanya tinggal 7%. Gap-nya sudah semakin kecil dan trennya partisipasi naik,” ujarnya.

Mendiknas menambahkan tren kenaikan partisipasi sekolah siswa miskin juga terjadi pada jenjang sekolah menengah atas (SMA). Angka partisipasi kasar (APK) SMA/SMK/MA 2003 siswa termiskin 23,2% naik menjadi 39,1% pada 2008 dan 54,3% pada 2009. “Intervensi bantuan operasional sekolah memastikan kenaikan ini,” katanya. (Ad)

Kementerian Kesehatan

Indonesia Butuh 26.000 Dokter Gigi

M e n t e r i K e s e h a t a n Endang Rahayu Sedyaningsih

menyebutkan, berdasarkan indikator Indonesia Sehat 2010 satu dokter gigi idealnya melayani 9.000 orang, dan dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini 234.181.400 jiwa maka dibutuhkan sekitar 26.000 dokter gigi. ”Saat ini terdapat 13 Rumah Sakit Gigi Mulut Pendidikan dan penyelenggara pendidikan Kedokteran Gigi sebanyak 12 Fakultas Kedokteran Gigi,” kata Menkes.

Sampai tahun 2010, dokter gigi yang telah teregistrasi adalah 21.691 orang, dan 20.158 diantaranya dokter gigi umum dan 1.533 dokter gigi spesialis, “Sehingga masih dibutuhkan banyak dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang optimal kepada masyarakat,” kata Endang.

U n d a n g - U n d a n g N o . 36/2009 tentang Kesehatan menyebutkan, pe layanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi.

Selain itu, juga pemulihan kesehatan gigi yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan dan dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi m a s y a r a k a t , d a n u s a h a keseha tan g ig i seko lah . Berdasarkan has i l R ise t Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi-mulut adalah 23,4% dan 1,6% penduduk telah kehilangan seluruh gigi aslinya. (Jul)

Kementerian PU

Sinkronisasi Pusat-Daerah untuk Bangun Infrastruktur

Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengungkap-kan Presiden masih melihat belum ada integrasi atau sin-kronisasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam pembangunan infrastruk-tur. Kekurang hamonisan ini berdampak pada tidak efi sien dan efektifnya pembangunan. “Intinya adalah dana APBN dan APBD itu kan asalnya dari rakyat, kita diminta supaya dalam pembelanjaannya harus tersinkronkan, terintegrasi de-ngan baik sehingga betul-betul menjadi barang dan berman-faat buat masyarakat, itu yang diharapkan,” jelas Djoko dalam Program KIB Menjawab, Rabu (22/9) malam, di Studio TVRI Senayan.

Djoko menjelaskan sinkro-nisasi pembangunan infrastruk-tur daerah dan pengefektifan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional merupakan dua tugas utama Kementerian PU. Hal itu juga terkamktub da-lam sembilan direktif Presiden pada Raker III di Istana Bogor beberapa waktu lalu.

Semen ta ra i t u , Yaya t Supriatana, staf Pengajar Teknik Planologi Trisakti dan Ketua Pengkajian Perencanaan Pusat, yang ikut dalam perbincangan di TVRI tersebut, mengatakan penghambat s inkron isas i pembangunan antara daerah dan pusat adalah biasnya intrepretasi

masalah otonomi daerah. “Sering kali diterjemahkan sebagai kewenangan yang seluas-luasnya oleh pemerintah daerah tanpa mempedulikan kewenangan hirarki,” ujar dia.

Lebih lanjut, Yayat menilai janji-janji dalam Pemilukada yang dimasukkan dalam rencana pembangunan daerah tak jarang membuat target pembangunan nasional tidak tercapai. “Adanya politisasi rencana pembangunan karena janji politik kadang d implementas ikan da lam bentuk rekrutmen terhadap semua pendukungnya, tanpa memperhatikan potensi daerah, kemampuan dan kapasitas, sehingga rencana yang akan direalisasikan malah banyak mengalami pemunduran,” jelas Yayat. (Lvi)

Kementerian Dalam Negeri

Nominasi Penghargaan Pemerintahan Inovatif

Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) menetapkan 30 daerah yang masuk dalam nominator penerima penghar-gaan Innovative Government Award (IGA) 2010. “Dari 30 nominator itu akan diseleksi oleh tim tenaga ahli hingga mendapatkan 12 nominator dan mengerucut hingga empat pemenang yang akan diumum-kan Oktober mendatang oleh Mendagri,” kata Sekjen Kem-dagri Diah Anggraeni di Jakarta, Selasa (21/10).

Penyelenggaraan IGA di-

penghidupan?Pertanyaan ini layak kita

ajukan, karena selama ini kaum urban selalu disalahkan dan d ipo jokkan . Mereka dianggap telah ‘menginvasi’ kota, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai masalah sosial di perkotaan. Kriminalitas, kemiskinan, gelandangan, pengangguran, penyandang tuna sosial, permukiman kumuh, kebodohan, dan berbagai masalah sosial di kota, selalu saja dianggap sebagai anak kandung urbanisasi. Sepertinya ada pembenaran bahwa masalah-masalah sosial itu lebih pantas terjadi di desa, bukan di kota. Sehingga ketika aneka masalah itu muncul di kota, kaum urbanlah yang dituding menjadi biang-keladinya.

Te r l a l u n a i f m e m a n g menyimpulkan bahwa kaum urban bukan sebagai penyebab timbulnya masalah sosial di kota, karena bukti sosiologis telah mentahbiskan hal itu. Akan tetapi, terlalu naif pula menganggap kaum urban sebagai the root of all evil, akar

dari segala masalah, karena orang asli kota pun bisa saja menjadi biang kerok penyakit masyarakat. Oleh karena itu, kita harus mendudukan permasalahan secara adil, agar tidak ikut-ikutan menyudutkan kaum urban yang memang sudah tersudut ini.

Baga imanapun , kaum urban hanya manusia biasa, yang bertindak karena ada sebab-sebab masuk akal yang mendasarinya. Mereka pergi dari desa karena terkepung keputusasaan. Keterbatasan dan ketiadaan di desa membuat mereka tak mampu memenuhi kehendak diri dan keluarga secara layak. Naluri untuk hidup menuntun langkah mereka menuju kota, tempat yang menawarkan sejuta harapan atas pemenuhan kebutuhan. Ibarat semut mencari gula, mereka rela meninggalkan sarang agar bisa tetap makan. Adakah yang salah dari tindakan masuk akal ini? Tidak!

Maka jangan salahkan orang-orang yang melakukan urbanisasi, tapi salahkanlah

penyebab urbanisasi. Jika kehidupan desa segemerlap kota, tak ada orang miskin, maju dan ramai, sarana-prasarana lengkap, ekonomi lancar menggel iat , t idak akan ada lagi kaum urban berbondong-bondong datang ke kota. Bukankah semut yang kenyang makan di sarang sendiri tak akan berpencaran ke segala arah sekadar untuk memenuhi perut dengan sebutir gula?

P e r t a n y a a n p e n t i n g yang harus dijawab adalah, sudahkah kita membangun desa menjadi segemerlap kota, dengan fasilitas dan sarana-prasarana memadai di segala bidang? Jika belum, jangan salahkan jika kaum urban masih terus menyerbu kota.

Urbanisasi t idak akan berhen t i hanya dengan diimbau, atau bahkan dilarang sekalipun. Urbanisasi baru akan berhenti jika orang-orang desa bisa hidup layak sebagaimana saudara-saudara mereka yang hidup di kota (gun).

Lintas LembagaLintas Lembaga

kota tempat orang pandai dan desa tempat orang bodoh; kota tempat keramaian dan desa tempat kesunyian; salahkah jika akhirnya orang-orang desa berbondong-bondong ke kota, menjadi urban untuk mengubah

Jika kota identik dengan kekayaan dan desa identik dengan kemiskinan; kota simbol kegemerlapan dan desa simbol kekumuhan; kota lambang kemajuan dan desa potret keterbelakangan;

Wajah Kita

foto

: ww

w.e

vafo

lks.

com

Urban

Page 8: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

12www.bipnewsroom.info

Tahun VISeptember 2010Edisi 15

Siapa yang tidak kenal de-ngan “Warteg” atau Warung Tegal. Ketika nama itu disebut pasti akan ingat sajian sayur asem, ikan teri, telur asin, tempe dan tahu. Tapi siapa tahu sajian menu sederhana itu bisa meng-hasilkan pundi-pundi uang dan membantu daerah. Oleh karena itu, ada yang menjadikannya profesi turun temurun?

Kegigihan perantau asal Tegal, Jawa Tengah dapat di-saksikan di hampir semua kota besar di Indonesia. Kebanyakan mereka mengadu nasib dengan mendirikan warung makan mu-rah meriah tapi mengenyangkan. Padahal, dahulu orang Tegal sendiri tidak mengenal istilah Warung Tegal.

Sekitar tahun 1950-an, be-berapa orang Tegal yang datang ke Jakarta untuk berwirausaha kebanyakan berdagang makan-an dan minuman ringan. Seiring waktu, satu per satu mencoba peruntungan dengan mendirikan rumah makan. “Ternyata, rumah makan yang hanya menyajikan menu santapan penganjal perut itu disukai banyak orang. Ka-tanya, harganya sangat murah. Karena itulah usaha rumah makan khas Tegal ini berkem-bang dan diikuti kerabat mereka di desa. Ketenaran inilah yang kemudian rumah makan orang Tegal ini lebih dikenal dengan nama warteg,” kata Walikota Tegal, Ikmal Jaya.

Kultur BaruUsaha warteg di Jakarta

ternyata membuat perubah-an kultur masyarakat Tegal di daerah. Mereka yang tadinya petani, banyak yang beralih profesi menjadi pengusaha wa-rung nasi. “Bahkan, seperti di Desa Sidapura atau Sidakaton, Kecamatan Dukuh Turi, Kabu-paten Tegal, lebih dari 40 persen penduduknya adalah pengusaha warteg di Jakarta. Profesi ini pun telah diwarisi turun temurun hing-ga kini,” tutur Ikmal Jaya seraya menambahkan bahwa banyak pengusaha warteg di Jakarta harus rela tinggal di tempat yang kecil dan tidur berhimpitan.

Menu ru t Kepa la Desa Sidapura, Faidzin, yang agak mengkhawatirkan, ketika pengu-saha warteg itu pulang kampung dengan membawa budaya kota metropolitan. “Terkadang tidak ada lagi keaslian karakter lokal. Mereka datang pulang ke kam-pung hanya untuk membangun rumah, atau mengadakan makan bersama saja,” ujar Faidzin.

Berbeda dengan Faidzin, Walikota Ikmal Jaya lebih meli-hat ada kultur yang lebih positif. “Warteg melahirkan kultur baru. Bagi mereka lebih enak mendi-rikan warteg daripada menjadi PNS. Jika selama ini kebanyakan warga hanya puas berpendidikan SMP atau SMA dan tidak ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, mereka punya peluang usaha warteg, apalagi itu didukung oleh orang tua mere ka. Berusaha warteg hasil-nya lebih tinggi jika dibandingkan menjadi pegawai,” kata Ikmal

kampung lewat wesel atau saat membangun rumah di kampung,” kata Ikmal.

Semangat WirausahaWalikota Ikmal Jaya meng-

akui masyarakat Tegal memiliki semangat wirausaha yang sa-ngat besar, “Mereka mendirikan warteg kini bukan saja di Ja-karta tetapi telah merambah ke kota lain yaitu Bandung, Yogya, Semarang sampai Surabaya,” tuturnya.

Bahkan menurut Ikmal Jaya, Pemkot Tegal juga berupaya mendekati keluarga-keluarga yang membuka usaha war-teg untuk memberikan edu-kasi tentang cara berjualan yang baik, manajemen pelayanan dan keuangan. “Meski mereka telah cukup baik tapi manaje-men mereka masih tradisional. Seperti belanja, masak, sampai melayani para pembeli dilakukan sendiri. Kita melakukan ini agar mereka dapat mengembangkan usaha-usaha mereka yang ada di Jakarta,” kata Ikmal.

Saat ini memang Warteg belum merambah ke luar negeri, “Tetapi jika ada yang memfasili-tasi pasti bisa. Pertama yang kita tuju adalah Arab, karena banyak para jemaah haji kita yang mencari makanan khas

Indonesia. Jadi apa salahnya jika warteg ada di Arab. Tentu kita harapkan pemerintah pusat dapat memfasilitasi,” jelas Ikmal Jaya bersemangat.

Menurut Walikota, sayang-nya semangat itu tidak mudah menular ke desa lain di Tegal, “Hanya daerah-daerah itu saja, karena ada perbedaan para-digma. Mere ka yang terbiasa dengan kultur berjualan se perti warteg ini akan memiliki pe-mikiran bawah dengan usaha warteg ekonomi mereka akan lebih baik. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki kultur usaha warteg tentu akan enggan un-tuk terjun ke usaha ini, apalagi susah-susah urban ke Jakarta,” tandas Ikmal Jaya.

Ikmal juga meyakinkan bah-wa usaha Warteg tidak akan terpengaruh krisis apapun. “Ke depan saya menginginkan, para pengusaha warteg harus lebih profesional, baik dari sisi mana-jemen, kebersihan dan cara pe-nyajian. Atau lebih meningkatkan lagi lingkup usahanya menjadi restoran, sehingga para pembeli memiliki banyak pilihan,”

katanya. Jika demikian, tentu tidak pantas lagi menyebutnya Warteg, tapi Restoran Tegal atau.... (Yuliarso)

Menyantap Menu Semangat Warung Tegal

Geliat usaha warteg yang paling terlihat di desa

asal pengusaha adalah bangu-nan rumah seperti istana. “Se-bagian besar penghuninya lebih banyak menghabiskan waktu di luar kampung untuk bekerja. Hanya kembali ketika Hari Raya

ha h warartteg ya yang g

IStana tak berpenghubiIStana tak berpenghubi

Usaha warteg di Jakarta ternyata membuat perubahan kultur masyarakat Tegal di daerah. Mereka yang tadinya petani, banyak yang beralih profesi menjadi pengusaha warung nasi.

Jaya meyakinkan.

Beri ManfaatPemerintah Kota Tegal sendiri

bangga dengan keberadaan usa-ha warteg yang bisa mengangkat taraf ekonomi warga.

Mereka bisa menjadi keluarga yang mandiri dan sebagian bisa ikut membantu pembangunan fasilitas layanan publik. “Pendi-rian Kantor Kelurahan Kebawan itu diprakarsai dengan inisiatif pengumpulan “sepiring lima ratus rupiah” dari pengusaha Warteg. Ini wujud keterlibatan masyarakat secara aktif,” kata Walikota Tegal.

Tetapi ternyata hal itu tidak diikuti pengusaha Warteg asal desa lain. “Jika bicara terus terang, tidak ada kontribusi para pengusaha warteg yang ada di desa saya bagi pembangunan desanya itu sendiri. Bahkan ter-bilang sangat sulit jika dimintai sumbangan,” keluh Faidzin.

Memang, kontribusi warteg terhadap pendapatan daerah diakui Walikota Ikmal Jaya me-mang tidak bisa dinilai secara langsung, “Jika kita lihat penda-patan mereka hanya untuk pri-badi dan keluarga. Tapi secara tidak langsung kita dapatkan ketika mereka mengirimkan uang kepada saudara mereka di

tiba. Setelah itu kembali ke Jakarta dan kota besar lainnya untuk waktu yang lama,“ tutur Kepala Desa Sidapura, Faidzin menggam-barkan “istana” pengusaha Warteg yang tak berpenghuni.

Warteg yang menjadi mata pencaharian alternatif perantau dari Tegal memang telah menjadi lambang kegigihan dan keuletan masyarakat. Tetapi ironisnya kebanyakan pengusaha Warteg bisa membangun rumah yang mewah tetapi hanya sesekali dihuni. “Ba-nyak diantara pengusaha warteg yang berhasil membangun rumah

bagus di desa. Jadi semua ingin punya kesuksesan yang sama,” jelasnya.

Warteg kini telah berkembang menjadi komunitas khas dari Tegal, Jawa Tengah. “Ko-munitas ini tidak bekerja serampangan. Lihatlah hasil yang telah dicapai. Dengan kemandirian, perjuangan, serta kegigihan mereka dapat mem-

bantu pelayanan kepada warga. Lebih jauh lagi, mereka telah membantu pemerintah Kota Tegal dalam menanggulangi kemiskinan,” tegas Walikota Tegal Ikmal Jaya seraya menambahkan bahwa Warteg seolah menggeser produk teh dari Tegal yang telah diekspor ke berbagai negara. (Yuliarso)

foto:www. tatuonline.co.cc

foto:www. ligagame.com

Page 9: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

Sumatera Barat. “Survei dari Pemprov pada 2009

menyatakan, 85 persen anak muda Minangkabau memilih untuk men-jadi pegawai. Dan turun menjadi 60 persen pada 2010. Kami mencoba menularkan jiwa kewirausahaan kepada generasi muda. Karena pedagang itu kan kreatif,” kata Ketua SMM Fahira Fahmi Idris.

Sejak 2009, forum ini gencar dalam memberikan pembinaan, pelatihan, dan peluang usaha ke-pada masyarakat serta generasi muda kampung halaman. Tahun lalu, SSM bersama Universitas Andalas (Unand) telah mendiri-kan “Unand - SSM Bisnis Institut”. Lembaga inkubator bisnis bagi para mahasiswa, “Yang menga-jar di inkubator bisnis itu, para pengusaha senior yang mau ber-bagi. Kami berbagi pengalaman bagaimana memasarkan produk, semisal secara online. Sampai pada membuka pasar bagi UKM,” kata Fahira.

Tentu usaha dari masyarakat untuk masyarakat akan menjadi pemicu bagi keberhasilan pemba-ngunan daerah. “Manfaatnya, luar bisa. Mulai dari pemikiran dalam membangun kampung halaman. Banyak ide yang kami serap dari mereka. Networking luas yang difasilitasi para perantau ini,” kata Suhermanto Raza. (dimasnugraha@dep-

kominfo.go.id)

TABLOID TEMPEL

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIKKEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Tahun VISeptember 2010

Edisi 15

67

Konon, bagi pria dari Suku Mi-nangkabau Sumatera Barat, me-rantau seolah menjadi kewajiban. Terlebih bagi pria yang belum mampu secara fi nansial, namun sudah siap menikah. Pergi ke negeri luar untuk mengadu perun-tungan, menjadi pilihan ketimbang menjadi cemooh di kampung halam an.

Kepala Biro Administrasi Pem-bangunan dan Kerjasama Rantau, Provinsi Sumatera Barat, Suher-manto Raza, berani memprediksi jumlah perantau asal Sumatera Barat di berbagai kota besar mencapai 13 juta orang, atau tiga kali jumlah penduduk Sumatera Barat yang berjumlah 4,8 juta jiwa. “Angka ini masih prediksi kasar. Kami masih menyusun data base perantau Sumatera Barat. Kalau dilihat potensinya, sangat luar biasa, karena kebanyakan adalah pedagang, mulai dari kaki lima sampai saudagar,” kata dia.

Rajut SilaturahimDalam Silaturahim Saudagar

Minang (SSM) ke-3 tanggal 15-16 September lalu, para peran-tau mencoba untuk menawarkan bantuan kongkret bagi kemajuan kampung halamannya. “Sengaja kami gelar setelah lebaran. Kar-ena ada tradisi pulang basamo (pulang bersama – red). Kami

maksimalkan. Hadir lebih dari 1000 orang saudagar, baik atas nama individu maupun perkumpulan mi-nang di tanah rantau. Dari dalam maupun luar negeri,” jelas Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Sumatera Barat, Asnawi Bahar.

Asnawi mengatakan, dana yang mengalir dari para perantau ke kampung halaman, berdasar data KADIN, lebih besar daripada jum-lah bantuan pemerintah. “Namun pemanfaatannya hanya sebatas untuk pemenuhan kebutuhan pokok sanak keluarga. Belum di-arahkan dalam bentuk investasi yang dapat menyerap banyak tenaga kerja,” katanya.

Bangun SinergiDalam forum bertajuk “Mening-

katkan Pembangunan Ekonomi Su-matra Barat dan Nasional Melalui Sinergi Saudagar dan Intelektual Minang”, menurut Asnawi yang menjadi Ketua Pelaksana SSM III akan dikembangkan sinergi kalang-an saudagar Minang yang terkenal gigih dan ulet dengan kalangan intelektual Minang yang kiprahnya telah diakui di tingkat nasional. “Tujuan akhirnya, investasi masuk ke Sumbar. Banyak menyerap tenaga kerja. Tapi yang namanya pebisnis pasti selalu menghitung untung rugi. Karenanya kita juga bantu mereka. Sinergikan lang-

kah,” jelas Asnawi. Menurut Suhermanto Raza,

pihaknya kini berusaha merespons ajakan SSM untuk menyusun daf-tar peluang investasi yang bisa dimanfaatkan. “Demikian juga de-ngan pelayanan perizinan investasi hingga penyelesaian masalah tanah ulayat,” katanya.

Forum yang digagas pada 2007 itu melibatkan pemerintah daerah hingga sektor perbankan untuk

mengangkat perekonomian sanak keluarga di kampung halaman. “Forumnya di sini. Silakan, yang sekadar bertukar jaringan untuk kepentingan bisnis mereka pun tak masalah. Karena, seiring majunya perekonomian para saudagar ini, nanti juga akan mengembangkan perekonomian kampung halaman,” kata Asnawi menambahkan.

Menurut data KADIN Sum-

bar, investasi yang masuk paska gelaran SSM menembus angka Rp500 miliar, terutama investasi di bidang ketenagalistrikan dan jasa pariwisata. “Dua pertiga dari Penghasilan Asli Daerah (PAD) Sumatera Barat. Bayangkan angka tenaga kerja yang terserap,” tam-bah Asnawi.

Pupuk Jiwa KewirausahaanAcara pertemuan itu tak hanya

membahas pembangunan saat ini saja, melainkan juga diarahkan untuk melahirkan saudagar baru dari generasi muda. Misalnya Fo-rum Silaturahmi Saudagar Muda Minangkabau (SMM) yang keba-nyakan terdiri dari pengusaha muda. Forum itu terus berusaha menggairahkan kembali kultur Mi-nang yang glamour sebagai peda-gang kepada anak-anak muda di

Silaturahmi Saudagar Muda Minangkabau tak hanya membahas pembangunan saat ini saja, melainkan juga diarahkan untuk melahirkan saudagar baru dari generasi muda. Forum itu terus berusaha menggairahkan kembali kultur Minang yang glamour sebagai pedagang kepada anak-anak muda di Sumatera Barat.

Bagi pria dari Suku Minangkabau Sumatera Barat, merantau seolah menjadi kewajiban. Terlebih bagi pria yang belum mampu secara fi nansial, namun sudah siap menikah.

Dana yang mengalir dari para perantau ke kampung halaman, berdasar data KADIN, lebih besar daripada jumlah bantuan pemerintah

Silaturahmi Saudagar Minang 2010

Libatkan Perantauan Untuk Percepatan Pembangunan Daerah

foto

: ww

w.w

est-s

umat

ra.c

om

foto

: ww

w.w

est-s

umat

ra.c

om

Page 10: Edisi 15/Tahun VI/September 2010

Nilai manfaatnya, waktu Orde Baru kami bisa membangun tiga kali lipat, dana investasi yang diberikan perantau dibanding yang diberikan pemerintah pusat. Sampai kini partisipasi para perantau diprediksi melebihi investasi pembangunan pemerintah daerah.

Apa yang dilakukan pemerintah daerah?Fungsi pemerintah adalah bagaimana memfasilitasi dan menggerakkan

faktor modal yang besar itu. Tentu bicara modal bukan sekadar minta uangnya, tapi apa yang bisa dia berikan untuk kampung halamannya. Dia tidak ada dana tapi punya kecerdasan, kita kasih ruang untuk kasih pelatihan. Kalau punya networking, tolong ajak agar rekanannya berinvestasi ke Sumatera Barat. Jadi ada program padat karya di sana.

Selain itu, apa saja yang difasilitasi?Kami memfasilitasi mereka dalam bidang sosial budaya, semisal kembali

menyosialisasikan adat budaya Minang yang kini kian pudar. Kemudian di bidang investasi, bisa melalui kredit lunak melalui BPR yang dibentuk para perantau.

Kemudian di bidang fi sik, sarana prasarana. Ada sharing dan penyesuaian anggaran APBD dengan dana mereka. Dan bidang pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia ada pemberian beasiswa atau pelatihan oleh perantau itu sendiri.

Ada dasar hukum?Kami sudah buat peraturan gubernur Nomor 39 Tahun 2009 tentang

teknis penyelenggaraan kerjasama pemerintah daerah dengan perantau. Tujuannya, pembangunan daerah dari para perantau yang tadinya hanya bicara insidentil dan parsial, sekarang kami bisa bicara lebih teknis lagi.

Bagaimana ke depan?Pekerjaan rumah kami sekarang adalah membuat data base perantau.

Intinya ada sensus untuk diberdayakan. Kalau data tidak ada, bagaimana kami bisa menjalin komunikasi. ([email protected])

8

Belum banyak pemerintah daerah memanfaatkan potensi besar perantau untuk membangun daerah. Namun di Sumatera Barat, sejak 2007 ada satuan kerja setingkat eselon II yang memfasil i tasi kiprah perantau untuk k e m a j u a n d a e r a h . Kepala Biro Administrasi P e m b a n g u n a n d a n K e r j a s a m a R a n t a u , P r o v i n s i S u m a t e r a Barat, Suhermanto Raza menjelaskan kiprah biro ini.

Bagaimana awalnya memaksimalkan potensi perantau?Dalam sejarah dan kebisaan orang minang itu memang suka merantau

untuk membangun nagari. Tak hanya di dalam negeri bahkan sampai luar negeri. Kalau dia merantau, tidak akan lupa kampung halaman. Sehebat-hebatnya orang Minang di rantau, setinggi apapun jabatan dan kedudukannya, mereka tetap saja memerlukan pengakuan dan eksistensi di nagari asalnya.

Seberapa besar kontribusinya?Saat Orde Baru, Sumatera Barat kerap dinilai berhasil meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Setelah diteliti, ternyata nilai pembangunan paling besar adalah dari perantau. Hal ini terlihat melalui kiriman uang melalui wesel di kantor pos.

Nilai manfaatnya, waktu Orde Baru kami bisa membangun tiga kali lipat, dana investasi yang diberikan perantau dibanding yang diberikan pemerintah pusat. Sampai kini partisipasi para perantau diprediksi melebihi

m banyak pemerintah daerahmemanfaatkan potensibesar perantau untuk

Fasilitasi Perantau Bangun Daerah

Banyak pelajaran berharga yang dialami Agus Rianto saat mengem-bangkan usaha. Dari kegagalan usaha peternakan itik hingga kerja serabutan untuk menyambung hidup. “Semua pekerjaan saya la-koni (jalani, red). Banyak yang bisa mendatangkan hasil kalau kita mau dan tidak menyerah,” cetus bapak dua orang anak ini.

Krisis moneter 1997 pernah membuat usaha peternakan ung-gas Agus Rianto gulung tikar. “Saat itu harga pakan sangat tinggi se-mentara harga jual itik tidak mam-pu menutup biaya pakan, jadinya tekor. Akhirnya 600 ekor itik saya obral,” kenang Agus.

Agus pun sempat mengang-gur. Sesekali ia bekerja serabutan untuk mendapat uang. Tapi Agus

selalu mencari usaha apa yang se-suai untuk dikembangkan. “Banyak orang yang ingin bekerja di luar kota atau ke luar negeri, ikut orang atau bekerja pada orang lain, tapi saya nggak bisa seperti itu, orang punya pilihan kan. Malah kalau dipikir kalau buka usaha sendiri kita bisa menciptakan lapangan kerja,” kilah Agus yang sejak awal menuruti kemauan berwirausaha mandiri.

Mulai Dari NolAgus tinggal di Nglegok, yang

terletak di utara Kota Blitar. Di ka-wasan itu air jernih dari mata air Gunung Kelud sangat melimpah. “Saya yakin daerah ini memiliki potensi yang bisa saya kembang-kan. Menciptakan sesuatu yang berbeda dan unik. Dan Koi sangat membutuhkan air yang jernih dan bersih,” tutur Ketua Blitar Koi Club itu.

Agus pun memulai dengan otodidak, dari sebuah kolam Koi. “Suka dukanya banyak sekali, bu-tuh lebih dari sekedar ketelatenan, karena kita berurusan dengan

makhluk hidup. Rasa cinta juga dibutuhkan,” jelasnya.

Kesulitan pun pernah dialami saat pemasaran. “Saya turun sen-diri memasarkan Ikan Koi. Kita ha-rus berani spekulasi dan menjamin bahwa Ikan Koi yang dipesan dan diantar adalah Koi dengan kualitas baik,” katanya.

Bersaing dengan Jepang Kini pelanggan Koi budidaya

Agus sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jika terjadi kekurangan Agus sangat terbuka dengan kritik pelanggan. Beberapa waktu lalu ia mengirim pesanan Koi ke Medan, Makassar, dan Tarakan. “”Medan dan Makassar tidak ada masalah. Di Tarakan ada sedikit omelan. Saya senang pelanggan

kritis, artinya mereka mencintai Koi dan saya bisa meningkatkan kuali-tas ikan Koi,” tegas pemilik show-room puluhan kolam ikan ini.

Hasil budidaya petani Blitar, menurut Agus bisa bersaing de-ngan petani Jepang yang terkenal sebagai penghasil Koi Super kuali-tas terbaik saat ini. “Kalau tanpa sertifi kat sulit untuk dibedakan,” ungkap Agus pria yang sering men-jadi juri Kontes Koi ini mantap.

Tapi Agus menyayangkan ketika kebanyakan petani masih ber-gantung pada permintaan pasar. ”Saya ingin agar petani ikan Koi tidak hanya berpikir asal laku dibeli orang. Tidak hanya memikirkan untung tapi mengabaikan kualitas. Ini akan merusak merek yang telah dibangun dalam waktu lama,” kata Agus mengingatkan.

Gagas Wisata KoiDesa Nglegok berada di jalur

Annisa sedang bermain puzzle dari kayu. Gadis tiga tahun itu menikmati permainan sendirian di atas kursi kecil berwarna merah. Di lorong, terlihat perempuan berseragam putih mengajak anak-anak sebaya Annisa ikut bergabung dan bermain bersama. Tak berapa lama lelaki kecil bernama Ipul ikut bergabung dengan Annisa. Ditemani Fitri, sang ibu, tangan Ipul sesekali memegang selang infus yang tergantung di salah satu tangan Annisa.

Annisa dan Ipul sedang bermain di salah satu fasil itas RSUD Pandan Arang, Boyolali, Jawa Tengah. Selain biaya perawatan terjangkau, fasilitas rumah sakit ini juga lengkap. ”Kami dirujuk dari Puskesmas. Biaya perawatan di sini terjangkau dan peralatannya lengkap. Ada fasilitas bermain juga bagi anak dan lokasinya juga dekat dengan rumah,” kata Fitri.

Terjangkau dan BerkualitasUntuk pasien rawat inap di

kelas 2, RSUD Pandan Arang membebankan biasa Rp 30.500,00 semalam, “Kelas 1 Rp 60 ribu, Paviliun Rp75 ribu dan kelas Utama VIP Rp 155 ribu. Bagi pasien rawat jalan poliklinik hanya membayar Rp 4.500,” kata dr. Andarwati, M.Kes, Direktur RSUD Pandan Arang.

Tidak hanya Fitri yang tertarik, banyak pasien dari daerah sekitar, Salatiga, Klaten, Karanganyar, Semarang, Sragen, Sukoharjo, atau Surakarta, menyukai layanan RSUD Pandan Arang ini. Joko, warga Klaten mengaku terkesan dengan layanan terpadu bagi ibu dan bayi. “Kan terkenal dengan sebutan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Sayang Bayi. Ada pelayanan terpadu, makanya saya yang dari Klaten datang membawa istri saya operasi sesar di sini,” tutur Joko.

Konsep layanan terpadu untuk ibu hamil dan bayi mencakup konsultasi dan penyuluhan bagi ibu hamil, pembuatan akte bayi, imunisasi, pendidikan kesehatan bagi ibu menyusui, dan disediakan klinik tumbuh kembang bagi anak. “Kita juga menerapkan Inisiasi Menyusui Dini. Bayi yang baru lahir langsung diberi air susu ibu. Susu formula sangat tidak dianjurkan. Sejak masih mengandung, ibu hamil sudah dilatih untuk breastcare, seperti bagaimana perawatan payudara dan memberikan asi kepada bayi,” kata dr. Andarwati, M.Kes.

Ringankan Beban PasienBerjanji melayani dengan hati

nurani, RSUD Pandan Arang berani memberikan layanan tanpa uang muka. Pasien rawat inap dapat langsung dirawat tanpa perlu menyediakan uang muka, demikian juga dengan pasien yang harus dioperasi. Dan ini tidak hanya terbatas pada pasien yang ber-KTP Boyolali saja. “Layanan rumah saki t pada dasarnya adalah kepercayaan. Kami juga informasikan berkala biaya yang harus ditanggung pasien agar bisa siap-siap saat mau pulang,” kata

dr. Andarwati .Menurut Andarwati, pasien yang

belum bisa bayar juga bisa pulang asal ada kesepakatan dengan rumah sakit kapan akan melunasi, “Biasanya dalam waktu tujuh hari kerja. Setelah tujuh hari kerja pasien tidak datang juga, maka pihak rumah sakit akan mendatangi rumahnya,” katanya menjelaskan.

Berbuah PenghargaanRumah sakit yang terletak di

Jalan Kantil 14, Boyolali ini sadar akan peningkatan kualitas layanan terhadap pasien. “Kami juga mengumpulkan penilaian pasien melalui survei setiap enam bulan sekali,” tambahnya.

Rumah sakit yang beroperasi sejak 1 Oktober 1961 itu, kini sudah menggunakan sistem informasi dan komputerisasi pada semua layanan. Mulai dari pendaftaran, layanan obat, gawat darurat, pembayaran, hingga pengelolaan data rekam medis. “Sistem one stop service ini adalah wujud pelayanan mandiri yang diberikan pihak rumah sakit kepada para pasien,” kata Andarwati.

Atas semua terobosan itu, RSUD Pandan Arang yang masih berstatus Tipe C itu merebut beragam penghargaan. Ada Penghargaan Rumah Sakit Ibu dan Bayi Terbaik Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009, atau Citra Pelayanan Publik dari Kementerian P e n d a y a g u n a a n A p a r a t u r Negara Tahun 2008. “Prestasi yang membanggakan adalah Penghargaan Rumah Sakit Ibu dan Bayi Terbaik Tingkat Provinsi Jawa Tengah dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Menteri Kesehatan,” pungkas Andarwati. (Lida Noor Meitania)

Melayani dengan Nurani

Tekun dan tidak kenal menyerah, itulah kunci sukses seorang Agus Rianto. Bisnis ikan hias

yang dirintisnya sejak 1997 kini bisa menjadikan Blitar sebagai salah satu sentra KOI di Indonesia

RSUD PANDAN ARANG, BOYOLALI, JAWA TENGAH

aran berharga yang makhluk hidup Rasa cinta jugaa

Butuh Kemauan dan Ketentuan

Kembangkan Potensi Lokal

yang menghubungkan antara Can-di Penataran dengan Makam Bung Karno. Agus berharap hamparan sawah dan fasilitas jalan yang mulus bisa dikembangkan sebagai salah satu potensi wisata.

“Saya membayangkan akan ada integrasi wisata dengan memasuk-kan wisata Koi sebagai salah satu objek andalan terbaru Kota Blitar. Wisatawan yang mengunjungi makam dan hendak ke candi tentu-nya tidak akan melewatkan wisata Koi ini,” tandas Agus.

Rintisan ke kawasan minapoli-titan budidaya Koi memang telah dikembangkan. “Diperkirakan ta-hun 2011 sudah berjalan dan Kota Blitar mampu menyumbangkan angka ekspor ikan hias Indonesia yang selama ini malah kalah dari Singapura yang tidak memiliki kawasan budidaya sendiri,” papat Agus tentang impinannya. (danangfi r-

[email protected])