Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

97
iii VOL. 2. NO. 2. SEPTEMBER 2006 ISSN:0216-3705 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Transcript of Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

Page 1: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

iii

VOL. 2. NO. 2. SEPTEMBER 2006 ISSN:0216-3705

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

YOGYAKARTA

Page 2: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadlirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerahnya sehingga jurnal edisi kali ini berhasil disusun dan terbit. Beberapa tulisan yang telah melalui koreksi dari mitra bestari dan revisi dari penulis, pada edisi ini diterbitkan. Adapun jenis tulisan pada jurnal ini adalah hasil pemikiran konseptual dan penelitian. Redaksi mencoba selalu mengadakan pembenahan kualitas dari jurnal dalam banyak aspek. Beberapa pakar di bidangnya juga telah diajak untuk berkolaborasi mengawal penerbitan jurnal ini. Materi tulisan pada jurnal berasal dari dosen tetap dan tidak tetap STMIK AMIKOM serta dari luar STMIK AMIKOM. Tak ada gading yang tak retak begitu pula kata pepatah yang selalu di kutip redaksi, kritik dan saran mohon di alamatkan ke kami baik melalui email, faksimile maupun disampaikan langsung ke redaksi. Atas kritik dan saran membangun yang pembaca berikan kami menghaturkan banyak terimakasih. Redaksi

Page 3: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

v

DAFTAR ISI Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Lingkungan: Menciptakan Tantangan-tantangan bagi Manajemen Sumber Daya Manusia ................................................................................... 1 Abidarin Rosidi (STMIK AMIKOM Yogyakarta) Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pemberian Insentif terhadap Produktifitas Kerja pada PT. Baja Kurnia Klaten ........................................ 19 Anik Sri Widowati (STMIK AMIKOM Yogyakarta) Peran Kepemimpinan dalam Perubahan Organisasional .............................. 30 Audith M. Tarmudhi (STMIK AMIKOM Yogyakarta) Pemberdayaan Ekonomi Rakyat untuk Mengatasi Pengangguran di Indonesia .................................................................................................. 40 Bambang Sudaryatno (STMIK AMIKOM Yogyakarta) Pengaruh Kewibawaan Pimpinan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja Karyawan STMIK AMIKOM Yogyakarta ... 48 Mei Maemunah (STMIK AMIKOM Yogyakarta)

Page 4: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

vi

Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Penentuan Usia Perkawinan pada Wanita Lajang di desa Soropaten kecamatan Karanganom kabupaten Klaten Jawa Tengah .................................................................... 76 Susi Haryanti (STMIK AMIKOM Yogyakarta) Lampiran

Page 5: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

1

LINGKUNGAN : MENCIPTAKAN TANTANGAN-

TANTANGAN BAGI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Abidarin Rosidi1

Abstraksi

Perubahan-perubahan dalam lingkungan sering mendahului perubahan-perubahan dalam organisasi. Sebagai jawaban atas kondisi-kondisi ekonomi baru yang kompetitif, contohnya, perusahaan yang besar mungkin menaksir kembali kas bisnis-bisnisnya. Taksiran-taksiran seperti itu sering memuncak dalam suatu keputusan untuk memutuskan satu atau lebih unit bisnis, atau untuk membangun suat bisnis dengan cara mengejar strategi baru, atau untuk memperluas melalui target-targetnya, atau untuk berkembang dalam arena global, atau dengan kata lain secara fundamental untuk mengubah pengoperasian-pengoperasian dalam suatu perusanaan, atau untuk membuat beberapa kombinasi penyesuaiannya. Perubahan dunia bisnis dunia yang sangat cepat sekali mempengaruhi kehidupan keseharian para pekerja/karyawan, keluarganya dan kumunitas-komunitas mereka tinggal. Kata Kunci: Manajemen SDM, Lingkungan

1 Staff Pengajar STMIK AMIKOM Yogyakarta

Page 6: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

2

1. Pendahuluan

Kondisi bisnis dan ekonomi bukan hanya kekuatan-kekuatan lingkungan yang penting yang harus perusahan penuhi. Kondisi-kondisi sosia, seperti tingkat populasi dan trend pendidikan, secara langsung mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja dan karakteristik/sifat orang-orang yang akhirnya disewakan sebagai karyawan. Sebagai tambahan, pilihan-pilihan karyawan dan lingkungan legal menghambat cara perusahan mengoperasikan dan cara mereka melayani karyawan-karyawannya. Ekonomi Global

Karena kekayaan relatifnya, Konsumen di Amerika Serikat telah dipertimbangkan sebagai pasar paling luas di dunia untuk beberapa decade. Tetapi begitu kita memasuki abad ke-21, perubahan ekonomi dan politik yang bervariasi membuka secara potensial bagi pasar-pasar konsumen yang luas untuk Negara-negara lainnya. Oleh karena itu, pasar dunia mencari naik lebih penting untuk perusahaan-perusahaan Amerika baik yang berskala kecil ataupun besar. Figur-figur populasi global membantu pasar Amerika Serikat yang prospektif. Dengan rata-rata pendapatan orang-orang amerika dan pertumbuhan kekuatan tenaga (kerja) dalam langkah yang lebih lambat, mudah untuk melihat bagaimana banyak perusahaan mencari kesempatan-kesempatan tumbuh dalam pasar yang lainnya. Bagi beberapa industri di AmerikaSerikat, penjualan ke luarnegeri/asing sekarang berjumlah antara sepertiga dan eua pertiga dari total penjualan. Industri-industri tersebut termasuhk :

- komputer-komputer dan alat alat kantor (59 persen penjualan asing)

- permesinan (51 persen penjualan asing) - Auto(mobile dan bagian-bagianya (44 pesen penjualan asing) - Tembakau (41 persen penjualan asing)

Page 7: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

3

- Produk-produk kimia (39 persen penjualan asing) - Alat alat transportasi ( 34 persen penjualan asing)

Pasar Kerja diseluruh dunia

Pasar-pasar yang besar bagi produk-produk dan pelayanan bukan hanya sebagai pemikat perusahaan utuk masuk arena global. Pasar-pasar kerja asing juga mempengaruhi minat. Pada pertumbuahn 1994, kekuatan tenaga kerja dalam mengembangkan Negara akan berkembang sekitar 700 juta orang ditahun 2010, dan kekuatan tenaga kerja Amerika hanya 75 juta (orang). Bagi para pemberi kerja yang sedang mencari pekerja-pekerja yang dpt menyesuakan diri dan flesibel, kekuatan-kekuatan pekerja yang muda dan terdidik dalam menggembangkan Negara sangat attraktif. Hal seperti itu,tidaklah hanya mengejutkan bahwa banyak perusahaan yang bermarkas besar di Negara berkembang memiliki proporsi yang besar untuk kekuatan kerja yang terletak dimana-mana. Sebagai misal:

- Perusahaan motor Ford memiliki setengah karyawan-karyawannya diluar Amerika Serikat.

- Indurstri Philips,NV, memiliki tiga perempat karyawan-karyawanyya yang bekerja dari luar Belanda.

- Lebih dari separuh karyawan-karyawan Matsushita Electic berasal dari luar Jepang.

- Separuh dari staff LM Ericsson bekerja dari luar Swedia. Pimpinan bisnis AmerikaSerikat berharap utnuk mempercayai pada sumber-sumber tenaga kerja luar negeri. Meninggalkan Negara Asal

Meskipun jumlah pendatang diaAmerikaSerikat lebih rendah hati, posisi-posisi yang terjadi lebih penting bagi para perusahaan. Dalam beberapa situasi, perusahaan multinasional Amerika Serikat bahkan menempatkan pos orang-orang luar sebagai langkah penting dlam suatu karir perusahaan.

Page 8: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

4

Seseorang dapat juga menjadi pekerja internasional dengan cara bekerja bagi perusahaan non Amerika Serikat yang berberoperasi di AmerikaSerikat. TempatKerja Internasional Globalisasi berarti lebih dari sekedar mengirimkan eksekutif keluarnegeri untuk menjalankan sebuah pengoperasian asing yang monokultural. Tetapi juga berarti lebih banyak perjalanan internasional untuk melakukan bisnis, benar-benar dari permulaan tahun1070 sampai pertengahan 1990, jumlah orang asing yang masuk di amerikaSerikat untuk bisnis sekitar 2,800 persen. Dan terus meningkat, globalisasi berarti mengembangkan tempatkerja multinasional dengan benar pada lokasi tunggal. Contohnya, di Rotterdam yang memproduksi Lipton Tea, staf terdiri atas karyawan-karyawan dari 30 negara-negara yang berbeda. Perserikatan Multinasional antar Perusahaan Akhirnya, jika suatu berusahaan bukan multinasional, kemerdekaan multinasional mungkin menyebar keseluruh bagian bisnis. Mengembangkan dan mengatur para karyawan di dalam dunia joint venture/patungan serta tantangan persekutuan untuk perusahan-perusahan baru dipersiapkan. Tantangan-tantangan ini termasuk menggabungkan budaya-budaya yangberpeda, system ganti rugi dan strategi bisnis – yang akan cukup berbeda jika dua perusahaan AmerikaSerikat dilibatkan. Perusahaan Sebenarnya.

Join venture dan perserikatan yang strategi mungkin sedang berjalan. Untuk mendapatkan tindakan tersebut, perusahan-perusahaan akan membutuhkan suatu reputasi sebagai mitra/kawan. Tentu, mereka akan juga memerlukan kompetensi inti dalam sebuah arena seperti tehnologi atau pemasaran. Mereka juga akan memerlukan orang-orang yang mampu dan termotivasi serta produktif dalam kerja dan tetap setia pada home base/pangkalan induk.

Page 9: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

5

Mengatur Sumber Daya Manusia Di Ekonomi Global

Dihadapkan dengan tingkatan-tingkatan yang belum terprediksi dari kompetisi asing di dalam dan luarnegeri, perusahaan mulai menyadari betapa pentingnya harus menemukan pemeliharaan sumber daya-sumber daya manusia yang diperlukan bagi strategi-strategi global. Seperti kita melangkah di abat 21, semakin banyak perusahaan akan melihat kesempatan yang dapat ditangkap hanya dengan mengadopsi persepkive global. Situasi telah dilukiskan seperti ini: ‘Hampir beberpa tipe masalah internasional, dalam suatu analisis final, diciptakan oleh orang-orang atau harus dipecahkan(masalah) orang-orang.Jika kita sukses dalam memecahkan masalah itu…kita dapat mengatasi semuanya’. Kasus-kasus utama dari kegagalan dalam spekulasi

multinasional adalah dari kurangnya suatu pemahaman perbedaan-perbedaan yang penting dalam mengatur sumber daya manusia, dalam semua tingkatan, di lingkungan asing. Philosophy dan tehnik-tehnik manajemen yang pasti telah membuktikan kesuksesannya dalam lingkungan domestic: aplikasinya dalam sebuah lingkungan asing terlalu sering mengawali frustasi, kegagalan dan tanpa prestasi.

Budaya-budaya Perusahaan Global Mengatur sumber daya manusia dalam suatu ekonomi global menghadirkan beberapa tantangan yang substansial. Mengangkut satu budaya perusahaan yang sukses seluruh dunia adalah mungkin tantangan paling besar. Perusahaan Swedia Swis –Asea Brown Boveri (ABB) akalah sebuah perusahaan golobal dengan sebuah budaya perusahaan yang kuat. Budaya Global memfokuskan dalam membuat uang, mengambil tindakan, menggunakan pendekatan, dan melakuakn perjalanan bisnis. PCi (Pepsi-Cola Internasional) adlah peusahaan lain dengan budaya perushaan yang kuat dan bahwa saat ini sedang dengan sukses diangkut melalui batasan-batasan nasional. Tetapi ini tidak

Page 10: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

6

selalu benar. PCI membuat beberpaa perubahan dengan cara menatur manajernya. Perbedaan-Perbedaan Budaya Nasional Beberapa orang melihat sebuah globalisasi bisnis yang sedang berjalan sedang menciptakan peusahaan seluruh dunia . Apa itu Kebudayaan

Kebudayaan memilik beberapa definisi, tetapi secara umum budaya digunakan untuk mengacu pada kekuatan social yang membentuk perilaku. Anggota-anggota sesuatu grup kebudayaan berbagi dengan cara hidup yang ditemukan dalam nilai-nilai umum, sikap, cara memancang dunia dan perilaku-perilaku. Pengaruh-pengaruh Kebudayan pada hubungan Personal

Para urban sering mengalami perbedaan-perbedaan kebudayaan seperti sebuah novel yang dapat dinikmati. Namun orang-orang yang hidup dan bekerja dalam Negara baru untuk periode yang lama sering menemukan perbedaan. Tingkahlaku yang negative terhadap sesame munkin juga menikuti dalam bisnis. Sekarang ini secara umum disadari bahwa sikap-sikap yang kurang peka dan tingkah laku dari ketidakpedulian serta dari kepercayaan yang tersesat sering menyebabkan kegagalan bisnis. Pengaruh-pengaruh kebudayaan pada praktek Bisnis

Aktivitas-aktivitas seperti merekrut, mempromosikan, menhargai, dan memecat merefleksikan aspek-aspek budaya nasional. Ketika seseorang yang meninggalkan Negara asal mengmbil tugas luarnegeri, ketidaktahuan perbedaan-perbedaan budaya mengurangi kemampuannya untuk menjadi efektif. Pertimbangkanlah kasus manajer umus Australia yang di kirim ke Indonesia untuk mengatur suatu spekulasi pertambangan yang baru. Seperti sering terjadi, seseorang yang meninggalkan Negara asal sedang menjalankan suatu unit yang dipekerjai oleh orang-orang local. Manajer local yang bertanggung jawab pada perekrutan tidak dapat memahami mengapa

Page 11: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

7

manajer umum dari luar bingung ketika dia merekrut banyak keluarganya untuk mengisi pekerjaan, daripada merekrut orang-orang dengan kemampuan tennis yang diperlukan. Dia hanya mengisi tugas/pekerjaan bagi keluarganya – semenjak dia dalam suatu posisi untuk mempekerjakan banyak kenalan-kenalannya, dia wajib melakukannya juga. Bagaimanapun, orang Australia menilai tindakan-tindakan orang-orang Indonesia sebagai Nepotisme, sebuah praktek negative menurut system nilainya sendiri. Dimensi-dimensi untuk membandingkan Kebudayaan Nasional Kerangkakerja yang diketahui paling luas untuk membandingkan kebudayaan dikembangkan pada awal 1980an oleh Beert Hofstede, seoran peneliti Belanda yang menyurvei atas 116.000 pekerja dalam 72 perushaan nasional dan internasional, 38 penempatan dan 20 bahasa. Perbedaan Negara dalam manajemen sumber daya manusia mung kin juga berkaitan dengan system-sistem politik dan ekonomi, hukum dan perudndanga, dan kondisi pasar ketenagakerjaaan. Lebih jelasnya, dalam suatu Negara, industri dan sifat-sifat organisasi mungkin meliputi beberapa perbedaan dalam praktek manajerial dan tingkah laku-tingkah laku karyawannya. Perbedaan-Perbedaan Dalam Praktek Sumber Daya Manusia Antar Industri

Industri mengacu pada suatu kelompok yang terpisah dari perusahaan pencari keuntungan. Ekonomi global Amerika Serikat dapat dilukiskan dalam beberapa sector industri yang berbeda, secara umum diklasifikasikan oleh Standard Industrial Classification (SIC). Dua dari sector-sektor tersebut adalah pembuatan dan pelayanan.

Mengatur Sumber daya Manusia dalam sector Pabrik dan Jasa/Pelayanan. Tiga karakter/sifat menjadi ciri pelayanan dari pabrik, dan ciri tersebu memiliki implementasi untuk mengatur sumber daya manusia. Pertama, banyak jasa melibatkan sesuatu yang tidak nyata. Kedua, pelanggan dan konsumen biasanya berkolaborasi dalam produksi dan proses pengantaran jasa.

Page 12: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

8

Ketiga, produksi dan konsumsi jasa biasanya bersama-sama, adalah bahwa, sesegera mungkin suatu jasa diciptakan, kemudian siap diterima dan dikonsumsi oleh konsumen.

Dalam teori, perbedaan-perbedaan ini kadang-kadang dilukiskan/digambar secara tajam. Tapi dalam kenyataannya, beberapa perusahaan tidak dapat dengan mudah diklasifikasikan sebagai jasa melawan pembuatan(pabrik) karena aktivitas-aktivitas mereka termasuk kedua komponen tersebut. Bagi supervisor, budaya yang tidak nyata dari pelayanan membuatnya sulit untuk memonitor capaian para karyawannya secara langsung. Hal ini berarti para karyawan harus secara penuh mampu memonitor hasil kerjanya sendiri. Juga berarti supervisor harus mempercayai karyawan-karyawan untuk memonitor mereka sendiri. Dalam jasa/pelayanan, pelanggan berperanan unik. Karena mereka penting untuk pengiriman jasa, kadang-kadang pelanggan adlah bagian dari karyawan. Hal ini berarti mereka adalah subjek untuk diatur oleh perusahaan dan mereka dapat diharapkan berpartisipasi dalam proses pengaturan karyawan regular. Perbedaan budaya pabrik dan jasa juga memiliki implementasi praktek sumber daya manusia lainnya termasuk perekrutan, kompensasi/ganti rugi, ketenagakerjaan dari pekerja temporer, dan penekanan manajemen. Mengubah Lingkungan Organisasi : Tehnologi-Tehnologi Baru

Tehnologi secara umum mengaju pada alat dan ilmu pengetahuan yang digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa. Sistem produksi baru bukan hanya sandaran – mereka juga lebih fleksibel. Produksi masal digunakan untuk memproduksi baran-barang yang standar dalam harga rendah, menggunakan tujuan khusus, mesin-mesin khusus dan tnaga kerja yang berkeahlian setengah/semi-skill. Dengan tehnologi yang lebih baru, pekerjaan lebih komplek, sehinga baik produksi dan karyawan manajerial perlu keahlian-keahlian yang lebih serta tingkatan kemampuan yang lebih tinggi. Pabrik automatis adalah hanya satu contoh bagaimana komputer dapat mengubah suatu organisasi. Tehnologi-tehnologi telematik meliputi :

Page 13: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

9

- Mainframe Komputer dan sistim informasi yang berhubungan - Mikrokomputer dan word prosesor - Tehnologi-tehnologi networking/jaringan - Tehnologi-tehnologi telekuminkasi - Reprography dan printing/cetakan - Peripheral Komputer memfasilitasi kecepatan, fleksibelitas, desentralisasi

dan sentuhan dekat denganpelangan, contoh untuk perbankan dan perusahaan perantara, komputer memungkinkan para pelanggan untuk melakukan bisnisnya dari rumahnya, kantornya, dan perjalanan keseluruh dunia. Komputer mengubah struktur organisasi dan budaya perusahaan. Kesimpulannya, telematik membantu organisasi mendesentralisasi pembuatan keputusan pembuatan organisasi lebih fleksibel dan tanggung jawab. Mereka menciptakan beberapa tantangan baru yang berhubungan untuk mengatur sumber daya manusia.

Bebeberapa tantangan manajemen sumber daya manusia yang diangkat oleh telematik berhubungan dengan keahlian-keahlian baru yang dibutuhkan untuk bekerja dengan tehnologi-tehnologi yang baru. Beberapa factor yang perubahan terhadap keahlian baru untuk bekerja : penggunaan tehnologi informasi yang lebih besar, jumlah yang lebih besar dari ilmu pengetahuan dalam setiap kesempatan, perekrutan-perekrutan baru untuk pendidikan dan kemampuan untuk mengatur kompleksitas, serta perancangan kembali beberapa pekerjaan termasuk komputer untuk kerja. Ukuran Organisasi

Ketika perusahaan-perusahaan dibicarakan, kadang-kadang ukuran mengacu pada petunjuk financial seperti asset total atau penjalan total dan dalam waktu yang lain ukuran mengcu pada jumlah orang-orang yang diperjakan. Dalam tek ini ukuran mngacu pada jumpah karyawan Gambaran ukuran – kecil, menengah, besar – dapat juga membingungkan. Pemerintahan federal mendefinisikan organisasi kecil memiliki lebih sedit tari 500 karyawan, dan organisasi besar

Page 14: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

10

memiliki lebih dari 500 karyawan. Pimpinan bisnis dan reporter media sering menggunakan ‘kecil’ berarti lebih sedikit dari 100 pekerja dan ‘menengah’ berarti 100 sampe 5000 pekerja, secara umum perusahaan lebih dari500 pekerja dipertimbangkans sebagai perushaan yang besar. Ukuran organisasi memiliki beberapa konsekuensi khususnya untuk mengatur sumber daya manusia. Contohnya beberapa hukum dan perundangan federal yang mengatur ketenagakerjaan mengaplikasikan hanya untuk perusahaan dengan15 atau lebih karyawan-karyawan. Meskipun pengecualian ada, secara umum, semakin besar organisasi, semakin lebih juga pasar kerja internalnya yang dikembangkan dan semakin kurang kepercayaannya dalam pasar kerja eksternal. Sebaliknya, semakin kecil organisasi, semakin kurang pasar kerja internalnya yang dibangun dan semakin besar kepercayaannya dalam pasar kerja eksternal. Ukuran organisasi juga berpengaruh pada tugas dan tanggung jawab para manajer. Contohnya, karena organisasi dengan lebih sedikit dari seratus pekerja sering tidak memiliki departemen sumber daya manusia dan tidak memiliki Profesional sumber daya manusia, manajernya sering memiliki tanggungjawab yang banyak untuk merancang dan menyelesaikan semua aktifitas yang berhubungan dengan perekrutan, wawancara, seleksi, kompensasi/ganti rugi, pelatihan, pengukuran pekerjaan, dsb. Karena suatu perusahaan tumbuh lebih besar/cepat, beberapa dinamika dapat mengubah pendekatannya utuk mengatur sumber daya manusia. Contohnya, karena aktifitasnya mempengaruhi beberapa orang, perusahan yang lebih besar menarik perhatian yang lebih dari median dan dari peraturan pemerintah, serta hal ini meletakan tekanan yang lebih pada mereka untuk lebih tanggung jawab pada social. Juga, ekonomi yang cukup dari skala ini berarti bahwa perusahaan yang lebih besar mampu lebih baik untuk mengambil keuntungan dari tehnologi sumber daya manusia. selanjutnya, perusahaan yang lebih besar lebih memungkinkan untuk :

- memiliki pekerjaan yang terdefinisi yang menggunakan varietas keahlian yang kurang.

- Mengatur ‘keterlibatan yang besar’ dari para karyawannya. - Mempercayakan yang lebih sedikit pada staf kontemporer

Page 15: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

11

- Menggunakan prosedur yang lebih maju untuk merekrut dan menyeleksi para karyawan

- Memasukan tingkatan diri sebagai masukan bagi penimbangan prestasi

- Membayar lebih para karyawan - Membayar lebih resiko melalui penggunaan bonus dan

insentif jangka panjang - Memberikan tes para karyawan terhadap obat-obatan/narkoba - Mengunakan proses prosedur untuk menangani keluhan-

keluhan Secara umum perusahaan yang lebih besar memungkinkan untuk memiliki system yang lebih maju untuk mengatur para pekerjanya. Bentuk Dan Struktur Organisasi

Suatu bentuk dan struktur organisasi menggambarkan alokasi tugas-tugas dan tanggung jawab antar induvidu dan department. Mereka menunjuk kebudayaan dan alat-alat formal yang melaporkan hubungan kelompok dan individu dalam organisasi. Bentuk-bentuk structural secara umum mengenali perusahan domestic termasuk suatu departeman yang fungsional, produk yang berdasar divisualisasi, divisualisasi geography, organisasi matrik/acuan, beberapa pengaturan network/jaringan. Struktur-struktur yang berbeda muncul sebagai jawaban atas varietas kekuatan internal dan eksternal, termasuk pemintaan tehnologi, pertumbuhan organisasi, kekacauan lingkungan, ukuran dan strategi bisnis. Tiap-tiap bentuk structural mnciptakan tantangan-tantangan yang unik untuk mengatur sumber daya manusia. Bisnis dengan produk atau jasa tunggal memiliki sebuah struktur department. Perusahan-perusahaan Multiproduk dan banyak pelayanan sering mengambil bentuk divisi, dengan tiap-tiap divisi melayani kebutuhan pelanggan yang berbeda (product-based division) atau dasar pelanggan yang berbeda (geographic division). Dalam sebuah structur matrix/acuan, para karyawan melaporkan lebih dari satu bos/pimpinan, dengan tiap-tiap bos bertanggung jawab atas aspek organisasi yang berbeda. Contohnya , suatu perancang pakaian

Page 16: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

12

artis mungkiin melaporkan pada wakil presiden pemasaran dan wakil presiden yang menangani pakaian. Wakil-wakil presiden ini pada gilirannya mungkin melapurkan pada seorang general manajer. Dalam tipe stukture ini, manajer harus berkoordinasi satu sama lain dalam menugaskan kerja bawahanya, mengefaluasi keja karyawan,dsb. Ketika organisasi merestuktur team, mereka sering mengadopsi cara berfikir dan beroperasi yang baru secara keseluruhan. Beberapa perusahaan bahkan muncuk dengan cara baru untk melukiskan stuktur organisasinya. Struktur disekitar kerjasama kelompok memiliki konsikuensi utama untuk mengatur sumber daya manusia. Sebagai misal, organisasi dengan team berdasar rancangan-rancangan mungkin perlu menggunakan metode baru dari : analisis kerja, penilaian, perekrutan dan sosialisasi. Rancang Bangun Kembali.

Untuk merancang tim yang mengatur diri, proses rancang bangun sering digunakan. Rancang bangun – juga dinamakan proses manajemen – adalah pendekatan dari dalam untuk rancangan organisasi. Hal ini dimulain dengan meraih perspetif pelanggan untuk mengidentifikasi kunci dan memperbaiki strategi.kemudian, team biasanya dirancang disekitar proses-proses utama. Tujuannya adalah untuk memiliki setiaporang dalam organisasi merasa bagian dari kerja. Pengaruh struktur adalah bukti utama dalam perusahaan multinasional dan patungan/joint venture internasional. Banyak terminology dapat digunakan untuk melukiskan struktur-struktur organisasi global termasuk : multinasional, transnasional dan campuran. Singkatnya, strkture multinasional mengacu pada sebuah organisasi yang memiliki pengoperasian dalam lebih dari satu Negara dan keputusan-keputusan bisnis utamanya dibuat di markasbesar. Struktur Transnasional mengacu pada satu organisasi yang juga memiliki pengoperasian dalam lebih dari satu Negara tetapi keputusa-keputusan bisnis utamanya mungkin dibuat keluar dunia. Stuktur ini sering menghasilkan pertumbuhan peusahaan dan kebudayaan bisnis. Karena perusahaan tumbuh, mereka mungkin menjalankan pengoprasian

Page 17: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

13

utamanya dalam Negara yang berbeda. Operasi ini mungkin mencadi sangat besar, atau kondisi likalnya mungkin perlu bahwa mereka hampir beroperasi sebagai perusahaan yang independent, tiap-tiap perusahaan bertanggung jawab atas keputusan bisnis utamanya. Jika struktur ini muncul sebagai sebuah akibat dari tipe produk – misalnya, grosir-grosir – hal ini mungkin juga dinamakan suatu struktur multidomestik. Beberapa perusahaan MNC menjadi lebih komplek dengan memiliki lebih dari satu bisnis utama. Hal ini menghasilkan satu struktur campuran. Contohnya, CIBA, suatu perusahaan MNC dengan 90.000 karyawan bermarkas besar di basel,Swiss. Bisnis pertanian dan kimianya bermarkas di Basel, tetapi bisnis gabungannya bermarkas di LosAngles,California dekat dengan pelanggan-pelanggan utamanya. Karena produk-produk bisnis CIBA dibuat diseluruh dunia, bisnis ini juga mengacu pada divisi bisnis global. Beberapa divisi ini memiliki pengoperasian di beberapa Negara yang mengakibatkan multiple bisnis yang beroperasi dalam satu Negara. Jalannya Kehidupan Organisasi

Konsep jalan hidup organisasi diambil dari konsep dari jalan hidup produk yang dikembangkan dalam pemasaran. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan dalam pendapatan penjualan utuk umur suatu organisasi/perusahaan. Konsep jalannya hidup organisasi berguna untuk memikirkan bagaimana aktifitas HR dan untuk merancang bagaimana organisasi mungkin perlu mengubah aktifitasnya. Starategi Yang Kompetitif

Berlomba secara sukses baik di dalam atau di luarnegeri memerlukan strategi competitive yang jelas. Beberapa perusahaan berusaha menawarkan barang dan jasa dengan harga yang paling rendah. Beberapa juga menekankan keunggulan kualitas dengan harga sebagai pertimbangan keduanya. Cara berbeda dalam berkompetisi

Page 18: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

14

penting bagi pengaturan sumber daya manusia karena mereka membantu memutuskan sikap-sikap para karyawannya. Perbaikan Qualitas, Fokus pelanggan

Mengantar barang-barang dan jasya yang berkualitas adalah tantangan yang diharuskan pada organisasi dengan pelanggan baik untuk kompetisi domestic atau internasional. Para pelanggan meminta produk-produk qualitas tinggi dan akan membeli dari produk-produk tersebut.

Pengurangan Harga

Kita semua menginginkan kualitas – tapi jika anda meliha dua produk atau jasa dengan sama-sama berkualitas tinggi, yang mana ingin anda beli? Harga mungkin tidak semuanya hal yang anda pertimbangkan, tetapi munkin paling tidak jadi satu perhatian. Dalam rangka menawarkan produk-produk atau jasa dalam harga yang lebih rendah organisasi mempertimbangkan seefisian mungkin. Satu cara utnuk lebih efisien adalah dengan harga produksi yang lebih rendah- khususnya harga tenaga kerja. Karena banyak economy kami berdasarkan sector jasa, harga tenaga kerja substansial bagi banyak perusahaan. Inovasi

Cara ketiga untuk berkompetisi adalah dengan menawarkan produk-produk dan jasa-jasa barunya. Beberapa peninjau percaya bahwa Amerika Serikat seharusnya berkonsentrasi pada inovasi sebaga sebuah strategi untuk berkopetisi diseluruh dunia. Jika kami tidak dapat membuat produk-produk paling murah atau produk-produk qualitas paling tinggi, paling tidak kami dapat mengembangkan produk-produk yang orang lain tidak miliki dan mendapatkanya untuk dipasarkan lebih cepat dari orang lain. Negara-negara lain dapt meniru dan memperbaiki produk Amerika tapi hal ini memerlukan banyak waktu. Inovasi terjadi melalui orang. Inovasi memerlukan orang-orang yang berbakat untuk menciptakan ide-ide baru yang baik tantangan untuk masa depat bagi banyak perusahaan

Page 19: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

15

untuk menciptakan kondisi-kondisi ini. Suatu strategi inovasi memerlukan pengambilan resiko dan toleransi dari kegagalan yang tidak bisa diacuhkan. Kecepatan dan Kemampuan Reaksi

Perhatian terhadap kualitas, harga dan inovasi mencerminkan isu umum untuk memberikan reaksi terhadap lingkungan. Meskipun beberapa Trend dapat diprekisi, perubahan menjadi tak dapat ditebak dan memiliki efek yang lebih besar dalam mengatur sumber daya manusia. Kecepatan dan kemampuan reaksi serta ketepatan telah menjadi kritikal. Pembuatan keputusan yang desentralisasi membatu perusahaan menentukan keputusan lebih cepat dan dengan pengetahuan lebih para pelanggannya. Pasar yang berubah mungkin juga memerlukan organisasi-organisasi untuk mampu dengan cepat menurunkan, memperluas, atau mengubah kekuatan kerjanya. Dengan kecepatan dan kemampuan reaksi, beberapa perusahan bereksperimen dengan pendekatan-pendekatan barunya untuk mengatur sumber daya manusia dengan tujuan menaikkan fleksibilitas kekuatan kerja. Manajemen Yang Top/Baik

Manajer yang baik bertanggungjawab atas pengaturan karywannya secara efektif. Mereka melatih tangggung jawabnya melalui tindakan mereka sendiri, dan melalui pesan yang mereka kirim ntuk semua karyawan yang lain. Pada gilirannya mereka yang ada dalam departemen sumber daya manusia akan membentuk aktivitas administrative yang rutin dan membuat usaha-usaha untuk pecobaan dengan ide-ide yang baru. Sebaliknya, manajer yang top dapt menjadi juara untuk manajemen sumber daya manusia yang efektif.

Tujuan-tujuan, Visi-visi dan Nilai-Nilai

Tujuan dan standar keunggulan adalah bahwa perusahaan memberikan isyarat yang jelas pada karyawan-karyawannya dan menceritakan padanya apa yang penting dan sikap-sikap apa yang diperlukan. Didalam perusahaanWeyerhaeuser, satu nilai yang umum

Page 20: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

16

adalah orang-orang/karyawan. Nilai ini menggambarkan piloshopi perusahaan tentang karyawan-karyawan apa yang dimaksud/diperlukan dan bagaimana mereka diatur. Secara khusus, hal itu berarti

- karyawan bersikap dewasa, individu-individu yang bertanggung jawab meinginkan berkontribusi/bersumbangsih.

- Karyawn memegang diri mereka sendiri untuk standar integritas yang tinggi dan etika bisnis, mereka bertanggung jawab terhadap lingkungan.

- Lingkungan kerja kami berdasar rasa hormat, kepuasan pribadi dan kesempatan untuk tumbuh bagi setiap orang.

- Karyawan menyadari bahwa kerja team, kerjasama dan tempat kerja yang aman dan bersih adlah penting ntuk mengisi momitmen-komitmen pelanggan kami.

- Melanjutkan pendidikan adalah komitmen yang berlangsung yang melibatkan setiap orang.

Budaya organisasi menyuguhkan seutu sistim nilai organisasi. Hal ini mencerminkan hormat organisasi pada pelanggan, supplier, pesaing, lingkungan dan karyawan. Philosofi Sumber Daya Manusia.

Satu aspek budaya oranisasi peusahaan adlah pilosopi sumber daya manusia perusahaan. Dalam beberapa perusahaan, philosophy HR adalah pernyataan resmi untuk menggambarkan bagaimana orang-orang diperlakukan dan diatur. Pernyataan philosophy HR sangat umum membiarkan penafsiran dalam tingkatan-tingkatan yang lebih spesifik dalam tindakan sebuah peusahaan. Perilaku etis dan adil Manajemen yang top juga berbagi tanggung jawab untuk menyakinkan bahwa para karyawannya diperlakukan secara adil dan bahwa setiap orang bersikap etis. Disini, sebagai aspek system manajemen sumberdaya manusia total, manajer yang top mengeluarkan pernyataan-pernyataan bijaknya. Kebijakan-kebijakan yang memandang perlakuan adil dan tingkah laku yang etis dapat mempertajam aspek-aspek khusus dari praktek-praktek perusahaan

Page 21: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

17

bahkan pada tingkahlaku para karyawannya. Beberapa peneliti/peninjau bahkan berargumentasi bahwa kerjasama adlah kekuatan utama yang dapat memperkuat atau mungkin melemahkan dasar social. Perbandingan-Perbandingan Internasional

Tiga pasang perbandingan internasional mungkin dibuat bagi manajemen sumber daya manusia: figure-figur populasi seluruh dunia, tingkatan-tingkatan pencapaian pendidikan seluruh dunia, dan manajemen sumber daya manusia di Meksiko. Antara pertengahan 1990 dan 2020, Negara-negara industri/melakukan industri berharap untuk menaikkan populasinya dalam jumlah yang sama dari total populasi Negara-negara industri. Karena hal ini terjadi, umur rata-rata populasi dalam Negara-negara yang melakukan industri akan turun, dan umur rata-rata populasi dalam Negara-negara yang terindustrialisasi akan naik. Dari sudut pandang manajemen sumber daya manusia, trend yang diharapkan dalam populasi dunia dan pencapaian pendidikan dapat memfasilitasi globalisasi bisnis. Mungkin juga hal ini terjadi dalam perushaan-perusahaan untuk membuka banyak toko di belahan dunia. Amerika Serikat dengan cepat mengembangkan suatu hubungan dagang yang kuat dengan Meksiko yang terdapat banyak pekerja yang dapat menyesuaikan keahlian-keahlianya sekitar 70 persen dari pekerja AmerikaSerikat. Beberapa pekerja meksiko bekerja untuk pabrik tumbuh-tumbuhan yang sering disebut dengan Maquiladoras yang dimiliki oleh perusahaan asing, yang beberapa berada di AmerikaSerikat. Maquladoras tumbuh untuk menaikan level orang-orang meksiko dalam dunia perindustrian : untuk menciptakan kerja baru, untuk menaikkan level pendapatan domestic, untuk memfasilitasi transfer dan penyerapan tehnologi yang berhubungan dengan keahlian dan untuk menarik pertukaran orang-orang asing.

Page 22: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

18

3. Kesimpulan Dari paparan tersebut di atas meminta anda untuk

memprediksikan beberapa perubahan-perbahan penting dalam ekonomi dan lingkungan bisnis untu abad ke-21. Bagi organisasi dalam abad ke-21 yang ingin sukses, mereka perlu untuk cakap dari rasa tanggungjawab yang cepat, fleksibel dan mampu beradaptasi, memperhatikan harga-harga, sadar dengan kualitas, focus pada pelanggan dan mampu menggunakan inovasi. Mereka juga memerlukan para karyawan yang mampu beradaptasi, setia, termotivasi,berkeahlian, enerjik, baik dalam team dan beretika. Kebijakan-kebijakan baru dan praktek harus dikembangkan untuk memandu dan mendukung tipe-tipe baru dari tingkahlaku para karyawannya. 4. Daftar Pustaka -----

Page 23: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

19

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA PT.

BAJA KURNIA KLATEN

Anik Sri Widawati1

Abstraksi

Parameter tinggi rendahnya peranan sumber daya manusia dalam pembangunan andalah tingkat produktivitasnya. Upaya peningkatan produktivitas tidak dapat lepas dari usaha pemanfaatan sumber daya manusia. Peningkatan peran tenaga kerja tergantung pada kemampuan dan kemauannya. Kemampuan tenaga kerja berkaitan dengan pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya Peningkatan pendidikan mengarah pada peningkatan produktivitas sedangkan peningkatan produktivitas tercermin pada imbalan yang diterima karyawan. Variabel-variabel yang dihipotesiskan berpengaruh pada produktivitas kerja adalah variabel tingkat pendidikan (X1), pemberian insentif (X2) dan motivasi kerja (X3). Hipotesis diuji dilapangan dengan analisa regresi dan hasilnya sebesar 57,652% dimana sumbangan efektif dari variabel tingkat pendidikan sebesar 18,209%, pemberian insentif 14,99% dan motivasi kerja 24,518%. Dan setelah diuji dengan F test hubungan diantara variabel itu semua terbukti (signifikan). Kata Kunci: Pengaruh, Tingkat Pendidikan, Insentif

1 Staff Pengajar STMIK AMIKOM Yogyakarta

Page 24: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

20

1. Pendahuluan Indonesia, dengan jumlah penduduk yang besar telah memiliki modal sumber daya yang potensial bagi pembangunan nasional. Apabila sumber daya manusia yang ada tersebut didukung oleh kualitas yang memadai akan dapat meningkatkan pendapatan perkapita dan dengan demikian proses pembangunan akan berjalan terus. Oleh karena itu perlu diusahakan agar jumlah penduduk yang demikian besar itu dapat digerakkan menjadi sumber daya yang produktif. Di dalam pemanfaatan sumber daya manusia secara maksimal menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan kualitas sumber daya manusia yang terus menerus meningkat akan dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan.

Upaya pengembangan sumber daya manusia merupakan bentuk perilaku dalam rangka pencapaian tujuan yaitu produktivitas kerja. Di dalam peningkatan produktivitas tidak dapat lepas dari usaha pemanfaatan sumber daya manusia. Sedangkan peningkatan peran dari tenaga kerja tergantung pada dua aspek yaitu kemampuan dan kemauannya. Kemampuan dari tenaga kerja berkaitan dengan pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya. Pekerjaan yang dilakukan dengan baik dan dengan tingkat pendidikan yang sesuai dengan isi kerja akan mendorong kemajuan setiap usaha yang pada gilirannya juga akan meningkatkan pendapatan perorangan maupun pendapatan nasional (Sinungan, 1992:4). Usaha meningkatkan pendapatan sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Peningkatan pendidikan mengarah pada peningkatan produktivitas kerja, sedangkan peningkatan produktivitas kerja tercermin dalam imbalan yang diterima oleh karyawan yang bersangkutan (Tjiptoherijanto, 1983:36-37). Dengan tingkat pendidikan yang dimiliki akan dapat mendorong motivasi kerja dalam rangka peningkatan produktivitas kerja, karena pendidikan akan mendorong kreativitas manusia. Seperti diungkapkan oleh Sumitro Djojohadikusumo bahwa pendidikan merupakan prasarat untuk mempertahankan martabat manusia. Melalui pendidikan manusia

Page 25: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

21

diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dan membina kehidupan dalam masyarakat (Djojohadikusumo, 1987:35). Semua pekerjaan memerlukan motivasi yang mengarah pada usaha produktif, yang mendorong kemandirian tenaga kerja sesuai dengan kemampuan dan tingkat pendidikan dimilikinya. Menurut Ravianto bahwa motivasi merupakan daya gerak yang mendorong manusia untuk bertindak. Bila motivasi ini kuat maka daya dorongnyapun kuat pula. Umumnya motivasi seseorang yang produktif adalah untuk selalu berprestasi (Ravianto, 1986:12). Motivasi merupakan hal yang sederhana karena orang-orang pada dasarnya akan termotivasi atau terdorong untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu yang dirasakan mengarah kepada perolehan ganjaran. Dengan demikian memotivasi seseorang tentunya mudah, usahakan saja untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan gunkan hal itu sebagai kemungkinan ganjaran atau insentif. Tujuan dari suatu insentif hendaknya untuk mendorong timbulnya prestasi yang baik dengan mengaitkan prestasi dengan ganjaran (Dessler, 1992:328). Dalam melakukan aktivitas pekerjaan, menurut Keith Davis dalam Taufiq mengatakan bahwa seseorang memiliki harapan-harapan berupa adanya pimpinan yang cakap dan dapat membimbing bawahannya, hubungan sosial yang baik dan saling menghargai, kondisi kerja yang nyaman dan pemberian insentif juga kesempatan untuk maju dan berkembang dalam pekerjaannya (Taufiq, 1987:167).

Demikian pula dengan adanya pemberian insentif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Seperti dikemukakan oleh Sarwoto bahwa insentif sebagai sarana motivasi dapat memberi bantuan sebagai suatu rangsangan ataupun pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada karyawan atau pekerja agar di dalam diri mereka timbul semangat kerja yang lebih untuk berprestasi bagi organisasi (Sarwoto, 1979:143). Selanjutnya menurut Achmad Ichsan, insentif sebagai stimulus atau daya tarik dengan tujuan untuk membangun, memelihara dan memperkuat harapan-harapan karyawan agar dengan demikian dapa menghasilkan suatu produktivitas tertentu (Ichsan, 1969:170).

Page 26: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

22

Bentuk insentif menurut Morris S Viteles ada 2 yaitu insentif positif dan insentif negatif. Dari keduanya yang berperan dalam memberikan motivasi kerja adalah insentif positif yaitu insentif dapat bersifat positif dalam arti mau berbuat sesuatu untuk membantu melancarkan atau mengembangkan terutama bentuk dan tingkah laku sebagaimana hadiah yang berupa material, bonus, pujian merasa berhasil dengan baik dan sebagainya (Viteles, 1953:76).

Menurut Malayu SP Hasibuan, alat motivasi tersebut dapat berupa material incentive dan non material incentive. Material incentive adalah motivasi yang bersifat material sebagai imbalan prestasi yang diberikan kepada karyawan. Yang termasuk material incentive adalah berbentuk uang dan barang-barang. Sedangkan non material incentive adalah daya perangsang atau motivasi yang tidak berbentuk materi. Yang termasuk non material incentive adalah penempatan yang baik, pekerjaan yang terjamin, perlakuan ayang wajar dan sebagainya (hasibuan, 1990:166) Dengan menjadikan setiap tahap produksi menjadi kepentingan bersama maka akan tercapai peningkatan produktivitas kerja, dimana peningkatan produktivitas kerja merupakan pembaharuan pandangan hidup dan kultural dengan sikap mental memuliakan kerja serta perluasan upaya meningkatkan mutu kehidupan.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Seberapa besarkah pengaruh tingkat pendidikan dan pemberian insentif melalui motivasi kerja terhadap produktivitas kerja ?”

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendapatkan informasi yang akurat mengenai keadaan

sebenarnya tentang pengaruh tingkat pendidikan dan pemberian insentif melalui motivasi kerja terhadap produktivitas kerja

2. Mengumpulkan data-data dan keterangan-keterangan yang berakitan dengan pengaruh tingkat pendidikan dan pemberian insentif melalui motivasi kerja terhadap produktivitas kerja

Page 27: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

23

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan, pemberian insentif melalui motivasi kerja terhadap produktivitas kerja

4. Membuktikan kebenaran teori-teori yang selama ini ada dan menjembatani secara metodologis dunia empirik dan dunia teoritis.

Dalam penelitian ini akan digunakan hipotesis kerja yang merupakan hipotesis yang diambil dari teori penelitian tentang fenomena sosial yang tengah dicermati. Hipotesis berasal dari teori dipandang sebagai pernyataan sementara mengenai sesuatu hal sampai prakiraan itu diuji. Sedangkan di dalam pengujian hipotesis dimaksudkan mengarahkan pada penerimaan atau penolakan (Black dan Champion, 1990:110).

A. Hipotesis Mayor “ Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pemberian insentif melalui motivasi kerja maka akan semakin tinggi tingkat produktivitas kerja”.

B. Hipotesis Minor : 1. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi

motivasi kerja 2. Semakin tinggi pemberian insentif maka semakin tinggi

motivasi kerja 3. Semakin tinggi motivasi kerja maka semakin tinggi

produktivitas kerja Berdasar pendapat tersebut maka berikut diuraikan definisi

konseptual sebagai berikut : 1. Tingkat Pendidikan yaitu usaha yang dilakukan secara

sadar untuk mengembangkan kemampuan, kecakapan, pengetahuan dan ketrampilan serta pembinaan kepribadian seumur hidup baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah

2. Pemberian Insentif yaitu pemberian rangsangan atau dorongan secara sengaja kepada karyawan atau pekerja sebagai imbalan atas jasa mereka yang bertujuan agar dalam dirinya timbul semangat kerja yang lebih besar

Page 28: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

24

untuk berprestasi sehingga dapat menghasilkan produktivitas kerja

3. Motivasi Kerja yaitu kekuatan psikologis yang mendorong seorang pekerja untuk melakukan tindakan guna memperoleh suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai

4. Produktivitas Kerja yaitu kemampuan masing-masing pekerja untuk menghasilkan suatu barang atau jasa baik dilihat dari jumlah maupun mutunya dalam jangka waktu tertentu.

Sedangkan definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tingkat Pendidikan

a. Pendidikan Formal b. Pendidikan Non Formal c. Pendidikan Informal

2. Pemberian Insentif Indikatornya :

a. Frekuensi dan jumlah pemberian bonus atau hadiah yang berupa uang atau barang

b. Pemberian kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya

c. Sikap dan perlakuan pimpinan terhadap pekerja 3. Motivasi Kerja

Indikatornya : a. Pemenuhan kebutuhan fisik dasar b. Penghormatan dan rasa harga diri c. Perasaan diri berhasil mencapai sesuatu

4. Produktivitas Kerja Indikatornya :

a. Rutinitas dalam bekerja selama 1 bulan b. Jumlah satuan barang yang dapat dihasilkan c. Tingkatan mutu (kualitas) barang yang diproduksi d. Ketrampilan yang dimiliki pekerja dalam

melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Page 29: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

25

2. Pembahasan

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling yaitu metode pengambilan suatu bagian (sampel) dari suatu populasi sedemikian rupa sehingga semua sampel yang mungkin terambil dari n yang besarnya tetap memiliki probabilitas sama untuk terpilih (Kerlinger, 1987:189)

Seperti dikemukakan oleh Winarno Surachmad bahwa “bila populasi cukup homogen, terhadap populasi dibawah 100 dapat digunakan sampel 50 persen, dibawah 1000 sebesar 25 persen dan diatas 1000 sebesar 15 persen, untuk jaminan ada baiknya sampel selalu ditambah sedikit dari jumlah matematis tadi (Surachmad, 1978:91).

Berdasar pernyataan tersebut maka jumlah populasi di bawah 1000 digunakan sampel sebesar 25 persen dengan penambahan sedikit untuk jaminan. Populasi yang akan diteliti berjumlah 116 orang terbagi dalam 2 bagian yaitu bagian administrasi berjumlah 14 orang dan bagian produksi berjumlah 102 orang. Pada penelitian ini yang diambil adalah bagian produksi yang dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

a. Bagian peleburan berjumlah 26 orang diambil 13 orang sebagai sampel

b. Bagian pengecoran berjumlah 25 orang diambil 12 orang sebagai sampel

c. Bagian pembongkaran berjumlah 26 orang diambil 13 orang sebagai sampel

d. Bagian permesinan berjumlah 25 orang diambil 12 orang sebagai sampel

Dengan demikian jumlah keseluruhan sampel yang diambil adalah 50 orang.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah : 1. Questionaire, merupakan teknik pengumpulan data dengan

mengajukan daftar pertanyaan kepada responden 2. Interview/Wawancara, digunakan dengan cara tanya jawab

secara langsung dengan responden mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian

Page 30: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

26

3. Observasi, digunakan dengan cara pengamatan langsung terhadap fenomena-fenomena sosial yang tengah dicermati

4. Dokumentasi, dilaksanakan dengan cara mengambil data (data sekunder) yang telah tersedia di lokasi penelitian

5. Kepustakaan, digunakan dalam keseluruhan proses penelitian ini, sejak perencanaan sampai dengan pelaporannya.

Teknik pengujian hipotesa secara statistik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Korelasi Product Moment Digunakan untuk mengetahui hubungan dan besar kecilnya hubungan antara dua variable. Korelasi product moment dinyatakan signifikan apabila hasil Ftest > Ftabel.

2. Korelasi Parsial Digunakan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel (variabel bebas dan variabel terpengaruh) dengan mengasingkan satu atau lebih variabel konstan, sehingga bisa diketahui hubungan tersebut murni atau semu.

3. Analisa Regresi Linear Berganda a. Korelasi Berganda

Digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan antar variabel bebas secara simultan terhadap variabel tergantung

b. Koefisien Determinasi Digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tergantung.

c. Persamaan Garis Regresi Digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari beberapa variabel bebas secara simultan terhadap variabel tergantung dimana dengan cara ini diketahui besarnya perubahan pada setiap variabel bebas (prediktor).

d. Analisis Variansi Digunakan untuk menguji signifikansi garis regresi

e. Pengukuran Ketepatan Prediksi

Page 31: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

27

Digunakan untuk mengetahui cermat atau tidaknya ramalan.

Hasil Penelitian

Berdasarkan analisa data dapat diketahui bahwa : 1. Keterkaitan antara variabel tingkat pendidikan (X1) dengan

variabel motivasi kerja (X3) terdapat hubungan yang positif dalam kategori sedang (r13 = 0,6718), dimana korelasi tersebut merupakan korelasi langsung

2. Keterkaitan antara variabel pemberian insentif (X2) dengan variabel motivasi kerja (X3) terdapat hubungan yang positif dalam kategori sedang (r23 = 0,5337), dimana korelasi tersebut merupakan korelasi langsung.

3. Keterkaitan antara variabel motivasi kerja (X3) dengan variabel produktivitas kerja (Y) terdapat hubungan yang positif dalam kategori sedang (r3y = 0,6900), dimana korelasi tersebut merupakan korelasi langsung.

4. Berdasarkan analisa regresi tiga prediktor diperoleh kesimpulan bahwa Sumbangan Efektif varibel tingkat pendidikan, pemberian insentif dan motivasi kerja terhadap variabel produktivitas kerja sebesar 57,636 %, dimana masing-masing variabel tingkat pendidikan (X1) sebesar 18,209 %, variabel pemberian insentif (X2) sebesar 14,919 % dan variabel motivasi kerja (X3) sebesar 24,519 %. Dari keseluruhan prediksi dimana nilai R = 0,759 dan telah melebihi nilai F, dengan demikian berarti hubungan tersebut dalam kategori tinggi.

5. Dari hasil komputasi Residual dapat diketahui bahwa masih ada variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja diluar variabel yang telah dimunculkan dalam kerangka teori. Kemungkinan penyebab yang melatarbelakangi ini adalah : a. Masih ada variabel lain yang berpengaruh terhadap

peningkatan produktivitas kerja, seperti lingkungan dan iklim kerja, perkembangan teknologi dan sarana produksi

Page 32: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

28

b. Responden kurang berani memberikan jawaban seperti yang diharapkan peneliti, karena dianggap terlalu mengungkap diri responden

c. Responden kurang memahami arti pentingnya penelitian ini dan permasalahan yang ada dalam kuesioner

Dengan demikian dapat diketahui bahwa ternyata variabel tingkat pendidikan (X1), pemberian insentif (X2) dan motivasi kerja (X3) terhadap produktivitas kierja (Y) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dalam taraf 5 %. Sehingga hipotesis yang dikemukakan di depan yaitu ada pengaruh antara tingkat pendidikan dan pemberian insentif kerja terhadap produktivitas kerja melalui motivasi kerja tidak terbukti kebenarannya. Hal ini disebabkan karena variabel motivasi kerja bukan sebagai intervening melainkan hanya sebagai elemen pendukung. Oleh karena itu hipotesisnya menjadi “Ada pengaruh antara tingkat pendidikan, pemberian insentif dan motivasi kerja terhadap produktivitas kerja”. 3. Penutup Dari uraian di atas dapat disimpulkan, sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisa regresi linear berganda dapat diketahui hubungan prediktor (X1, X2, X3) dengan kriterium yang signifikan dalam taraf 0,00 %.

2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas kerja yang terungkap dalam penelitian ini sebesar 57,652 %. Adapun saran terhadap penelitian tersebut, adalah:

1. Kondisi tempat bekerja mempengaruhi produktivitas kerja. Agar produktivitasnya meningkat, maka perluasan tempat bekerja sangat penting sehingga suasana kerja tidak terlalu panas.

2. Pelaksanaan pekerjaan tiap bagian pada bagian produksi sering tidak teratur sehingga mengganggu kelancaran proses produksi pada bagian berikutnya.

3. Untuk penelitian selanjutnya perlu diungkapkan pengkajian yang lebih mendalam untuk meningkatkan produktivitas kerja. Penelitian ini masih sangat sederhana, dimana

Page 33: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

29

penentuan variabel-variabel yang berkaitan dengan produktivitas kerja belum dapat dikatakan sempurna.

4. Daftar Pustaka Black dan Champion, 1991. Metode dan Masalah Penelitian

Sosial. Bandung, PT. Eresco. Dessler, Gary, 1992. Manajemen Personalia. Penyunting Agus

Darmawan, Jakarta, Penerbit Erlangga. Djojohadikusumo, Sumitro, 1981. Ekonomi Pembangunan

(Pengantar Ilmu Ekonomi). Jakarta, LP3ES. Hasibuan, Malayu SP., 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia.

Jakarta, CV Haji Masagung. Ichsan, Ahmad, 1969. Tata Administrasi Kekaryawanan. Jakarta,

Penerbit Jambatan.. Kerlinger, Fred N., dan Elazar J Pedhazur, 1987. Korelasi dan

Analisa Regresi Ganda. Yogyakarta, Nur Cahaya. Ravianto, J., 1986. Produktivitas dan Mutu Kehidupan, Seri

Produktivitas, Jakarta, SIUP. Sarwoto, 1979. Dasar-Dasar Organisasi Dalam Management.

Jakarta, Ghalia. Sinungan, Muchdarsyah, 1992. Produktivitas, Apa dan Bagaimana.

Jakarta, Bina Aksara. Surachmad, Winarno, 1970. Dasar dan Teknik Research. Bandung,

CV Tarsito.

Page 34: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

30

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM PERUBAHAN ORGANISASIONAL

Audith M Turmudhi1

Abstract The fast changing of organizational environment

which is driven by competition, economical, political, globalization, social-demographical, and ethical forces must be responded through appropriate organizational change. There are four targets of organizational change should be considered i.e. organizational structure, physical setting, technology, and people. And the constraints which are able to threat the success of change effort are organizational systems and power, the differences of functional orientation and mechanical organizational structure, cultural inertia, group norms and cohesiveness, and group think and individual obstacle. In order that organizational change runs successfully, the effort should be led by a strong, visionary, intelligent, and development-oriented leadership. Keywords: Kepemimpinan, Perubahan Organisasional

1 Staff Pengajar STMIK AMIKOM Yogyakarta

Page 35: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

31

1. Pendahuluan

Perubahan lingkungan organisasi -- eksternal maupun internal adalah suatu keniscayaan, dahulu maupun sekarang. Namun di masa sekarang, kecepatan dan intensitas perubahan lingkungan tersebut pada umumnya berlangsung begitu tinggi, penuh dinamika dan turbulensi. Bahkan, seringkali bersifat diskontinyu sehingga bukan saja menyulitkan, tetapi dapat mengancam keberlangsungan hidup suatu organisasi.

Jelaslah, perubahan lingkungan (environmental change) akan mengakibatkan tekanan pada organisasi untuk melakukan perubahan organisasional (organizational change). Di tengah kuatnya arus perubahan lingkungan, tanpa perubahan diri secara tepat dan signifikan organisasi tersebut niscaya akan terseok, bahkan akan mati terlindas hukum besi perubahan.

George dan Jones (2002) menyebutkan sejumlah faktor lingkungan eksternal yang mendorong perubahan, yakni kekuatan kompetisi, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, kekuatan globalisasi, kekuatan sosial-demografik, dan kekuatan etikal. Dewasa ini persaingan dalam dunia bisnis berlangsung semakin sengit. Dinamika ekonomi dan politik nasional, regional maupun global bergerak sangat fluktuatif dan penuh kejutan. Globalisasi ekonomi dan budaya yang dipicu oleh perkembangan pesat teknologi informasi dan transportasi telah menyebabkan dunia ini bagaikan desa global (global village). Perubahan struktur demografik dan sosial berlangsung secara sangat signifikan. Dan di tengah semua itu mencuat pula di sana-sini kesadaran etik masyarakat yang menuntut ditegakkannya perilaku etis dalam dunia kerja, bisnis, dan politik.

Sementara, pada lingkungan internal organisasi, perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai-nilai, etos kerja, kompetensi maupun aspirasi karyawan juga mengharuskan respons organisasional yang tepat. Makin tingginya tingkat pendidikan rata-rata karyawan, misalnya, akan menyebabkan meningkatnya aspirasi dan tuntutan mereka dalam bekerja. Mereka pada umumnya mengharapkan perlakuan kerja yang lebih manusiawi, peluang aktualisasi diri yang

Page 36: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

32

lebih besar, suasana kerja yang lebih menyenangkan, cara kerja yang lebih fleksibel, pemberian reward yang lebih adil dan lebih motivatif, kesempatan karir yang lebih terbuka, dan sebagainya.

2. Pembahasan

Hambatan-hambatan Perubahan Namun, perubahan organisasional bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ada banyak kendala yang bisa menghadang dan memacetkan program-program perubahan. Sejumlah kendala yang ditengarai oleh George dan Jones (2002:645-646) adalah: (1) kendala-kendala sistem keorganisasian dan kekuasaan, (2) perbedaan-perbedaan dalam orientasi fungsional dan struktur organisasi yang mekanistik, (3) kelembaman (inertia) kultur organisasi, (4) norma dan kohesivitas kelompok, (5) pemikiran kelompok (group think) dan kendala-kendala individual, seperti ketidaksiapan yang mengakibatkan rasa ketidakpastian, kekhawatiran, ketidakamanan, persepsi selektif, dan retensi kebiasaan. Mekanisme yang telah tertanam untuk menghasilkan kemantapan dalam beroperasinya suatu organisasi -- yang diberlakukan dalam sistem seleksi karyawan, sistem pelatihan, sistem penilaian kinerja, sistem reward dan punishment, sistem informasi, sistem keuangan, sistem pengambilan keputusan, dan lain-lain -- akan menghasilkan suatu inertia ketika menghadapi perubahan. Pola hubungan-hubungan kekuasaan yang telah mapan dan mendatangkan sejumlah privileges bagi para pelakunya juga dapat menghambat upaya perubahan yang mengarah pada redistribusi wewenang pengambilan keputusan. Para manajer dan supervisor yang menikmati kewenangan yang luas mungkin merasa terancam dengan akan diberlakukannya sistem pengambilan keputusan partisipatif atau diterapkannya tim kerja swakelola. Orientasi fungsional yang berbeda pada tiap-tiap departemen atau bagian organisasi juga dapat mempersulit terbangunnya kesamaan visi perubahan. Sebagai contoh, departemen keuangan yang lebih berorientasi pada efisiensi biaya mungkin akan menolak ide

Page 37: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

33

perubahan teknologi yang diusulkan departemen produksi yang ingin mengejar kuantitas dan kualitas poduksi yang lebih tinggi yang akan berakibat pada meroketnya anggaran. Contoh lain, usulan perubahan desain produk oleh departemen pemasaran berdasarkan hasil riset pasar, bisa jadi kurang direspons positif oleh departemen produksi jika dirasa hanya akan menimbulkan kerepotan dalam proses produksi. Begitulah, masing-masing departemen atau divisi cenderung mengedepankan kepentingan atau mission diri sendiri. Validitas gagasan perubahan akan dinilai pertama-tama dari sudut pandang kepentingan masing-masing. Biasanya, egoisme departemental atau divisional tersebut tumbuh subur dalam struktur organisasi yang mekanistik. Budaya organisasi, sebagaimana disebutkan hampir 60 tahun yang lalu oleh Selznick (1948), merupakan variabel independen yang sangat memengaruhi perilaku karyawan. Nilai-nilai yang sudah terlembagakan melalui praktik perilaku organisasional dalam kurun waktu yang cukup lama akan menjadi panduan otomatis perilaku para karyawan. Organisasi yang memiliki budaya yang kuat, yakni yang ditandai dengan dipegang dan dianutnya nilai-nilai inti organisasi secara intensif dan secara luas oleh anggota organisasi tersebut (Wiener, 1988), akan menyulitkan suatu perubahan organisasional yang menuntut berubahnya nilai-nilai inti tersebut. Dengan demikian, suatu organisasi yang sudah berpuluhtahun mempraktikkan nilai-nilai budaya korup, etos kerja medioker atau bahkan minimalis, dan business ethics yang rendah sudah barangtentu tidak mudah untuk berubah menjadi organisasi yang berbudaya etis, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, beretoskerja tinggi, dan berorientasi pada keunggulan. Kelompok-kelompok kerja, formal maupun non-formal juga dapat menjadi penghalang upaya perubahan. Individu-individu yang ingin mengubah perilaku kerjanya besar kemungkinan akan dihambat oleh norma kelompok yang tidak sejalan. Tekanan kelompok dapat mengerem usaha-usaha individual maupun program perubahan organisasional. Kelompok-kelompok dengan kohesivitas tinggi yang

Page 38: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

34

merasa terancam akan kehilangan kenyamanannya atas penguasaan suatu sumber daya organisasi mungkin akan melakukan perlawanan. Kebiasaan berpikir para pimpinan dan segenap karyawan dalam menganalisis situasi dan merespons masalah dapat memerangkap mereka dalam pola-pola pikir konvensional-organisasional (group think). Hal itu akan cenderung menghalangi munculnya pemikiran segar yang diperlukan untuk perubahan. Dalam keadaan demikian, penglihatan masalah dari sudut pandang yang berbeda dan pengajuan alternatif solusi yang sama sekali lain, sulit muncul. Gagasan-gagasan baru, darimanapun datangnya, cenderung dicurigai.

Akhirnya, hambatan perubahan juga sering muncul dari keengganan individual yang berasal dari faktor kebiasaan, ketidaksiapan, terusiknya rasa aman, kekhawatiran akan berkurangnya penghasilan dan bertambahnya kerepotan, ketakutan terhadap hal-hal yang belum dikenali, dan persepsi negatif yang berasal dari informasi mengenai kegagalan-kegagalan upaya perubahan. Bidang Sasaran Perubahan Pada dasarnya ada empat bidang organisasional yang bisa menjadi sasaran perubahan, yaitu struktur organisasi, teknologi, setting fisik, dan sumber daya manusia (Robertson et. al., 1993). Hal-hal yang bersifat struktural seperti pembagian kerja, sistem-sistem operasi, rentang kendali, dan desain organisasi jika dirasa sudah tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dapat diubah. Dapat dipertimbangkan perlunya dilakukan perubahan uraian pekerjaan (job description), pengayaan pekerjaan (job enrichment), pelenturan jam kerja, dan penerapan sistem imbalan yang lebih berbasis kinerja atau profit sharing. Tanggungjawab departemental dapat digabung demi keefektifan dan efisiensi. Beberapa lapisan vertikal dapat dihilangkan dan rentang kendali diperlebar demi mengurangi birokratisasi dan menambah daya responsi organisasi terhadap dinamika lingkungan. Aturan-aturan/prosedur yang dirasa menghambat kinerja bisa dipangkas, diganti dengan aturan-aturan/prosedur yang diperlukan untuk

Page 39: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

35

meningkatkan standardisasi. Proses pengambilan keputusan juga dapat dipercepat dengan meningkatkan desentralisasi. Bahkan, jika desain organisasi dengan struktur sederhana (simple structure) dinilai tidak lagi memadai, perlu dipertimbangkan memodifikasinya menjadi stuktur matriks, struktur tim, atau bentuk lainnya. Mengubah teknologi seringkali diperlukan demi efektivitas kerja karyawan dan peningkatan kinerja organisasi. Perubahan teknologis biasanya meliputi mesin-mesin, peralatan kerja, metode kerja, dan yang paling mencolok dewasa ini adalah otomatisasi atau komputerisasi. Otomatisasi menggantikan orang dengan mesin yang dapat bekerja lebih cepat, lebih akurat dan lebih murah. Sistem informasi yang canggih memudahkan pengelolaan dan pemanfaatan informasi secara menakjubkan. Mengenai perubahan setting fisik, bukti empirik menunjukkan bahwa memang tidak sertamerta hal itu berdampak besar pada kinerja individu maupun organisasi (Steele, 1986). Meskipun demikian, setting fisik tertentu terbukti dapat membantu atau merintangi karyawan-karyawan tertentu dalam berkinerja, sehingga dengan mengubahnya secara tepat kinerja karyawan dan organisasi dapat ditingkatkan (Porras dan Robertson, 1992). Tata letak ruang kerja dan peralatan serta desain interior yang dirancang dengan baik akan membantu membangun suasana dan keefektifan kerja. Karyawan akan mudah saling berkomunikasi dalam ruang kantor dengan desain terbuka, tanpa sekat-sekat dan dinding. Kenyamanan untuk produktivitas kerja juga dipengaruhi oleh intensitas pencahayaan, suhu ruangan, kebisingan, kebersihan, dekorasi maupun warna dinding. Akhirnya, bidang sasaran perubahan yang paling crucial adalah sumber daya manusia (SDM), baik secara individual, kelompok maupun keseluruhan anggota organisasi. Sebagai asset terpenting dan faktor kunci keberhasilan suatu organisasi, SDM perlu mendapat perhatian dan pengelolaan lebih khusus. Perubahan SDM bisa terjadi meliputi penggantian orang (turnover), mutasi, promosi, demosi; perubahan sikap, motivasi, dan perilaku kerja; peningkatan pengetahuan dan ketrampilan kerja; dan perubahan nilai-nilai budaya

Page 40: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

36

organisasional yang menjadi dasar acuan perilaku segenap anggota organisasi. Kepemimpinan yang Diperlukan untuk Perubahan Mengingat pentingnya upaya perubahan organisasional di tengah lingkungan yang berubah cepat dan bahkan acapkali bersifat diskontinyu, dan mengingat strategis dan krusialnya bidang-bidang sasaran perubahan serta kompleksnya faktor-faktor yang dapat merintangi upaya perubahan, maka perubahan organisasional seringkali tidak dapat dibiarkan terjadi secara “alamiah” saja. Perubahan seringkali perlu dirancang, direkayasa dan dikelola oleh suatu kepemimpinan yang kuat, visioner, cerdas, dan berorientasi pengembangan -- sebagai agen perubahan. Perubahan memerlukan kepemimpinan yang kuat dari segi otoritas yang dimilki maupun dari segi kepribadian dan komitmen karena memimpin perubahan dengan segala kompleksitas permasalahan dan hambatannya memerlukan power, keyakinan, kepercayaan diri, dan keterlibatan diri yang ekstra. Seperti yang disebutkan oleh Zaleznik (1986), seorang pemimpin tidak boleh bersikap impersonal, apalagi pasif terhadap tujuan-tujuan organisasi, melainkan harus mengambil sikap pribadi dan aktif. Dengan begitu ia tidak akan mudah patah oleh hambatan dan perlawanan. Ia justru akan bergairah menghadapi tantangan perubahan yang dipandangnya sebagai batu ujian kepemimpinannya (Maxwell, 1995). 3. Penutup

Pemimpin perubahan juga harus visioner karena ia harus sanggup melihat cukup jauh ke depan ke arah mana kapal organisasi harus bergerak. Kotter (1990) menyebutkan bahwa memimpin perubahan harus dimulai dengan menetapkan arah setelah mengembangkan suatu visi tentang masa depan, dan kemudian menyatukan langkah orang-orang dengan mengomunikasikan penglihatannya dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan. Semua itu dilakukan tanpa harus bersikap otoriter. Namun,

Page 41: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

37

meskipun ia mengundang partisipasi pemikiran dari anggota, tongkat kepemimpinan tetaplah berada di tangannya.

Kecerdasan juga sangat diperlukan untuk kepemimpinan perubahan. Tanpa kecerdasan yang baik, ia akan mudah terombang-ambing dalam kebingungan. Kecerdasan sangat diperlukan karena pemimpin harus pandai memilih strategi dan menetapkan program-program perubahan dan mengilhami teknik-teknik pengatasan masalah yang sesuai dengan situasi dan kondisi organisasional yang ada berserta dinamikanya. Kecerdasan yang diperlukan dalam hal ini adalah kecerdasan yang multi-dimensional, yang pada intinya meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Dengan kecerdasan intelektual berarti ia memiliki pengetahuan, wawasan, dan kreativitas berpikir yang diperlukan. Dengan kecerdasan emosional berarti ia pandai mengelola emosi diri maupun emosi orang lain, sehingga proses perubahan dapat berjalan efektif (Cooper dan Sawaf, 1997). Dan dengan kecerdasan spiritual berarti ia memiliki kesadaran etis yang tinggi sehingga tujuan perubahan tidak semata demi peningkatan efektivitas organisasi namun juga demi tertunaikannya tanggungjawab moral dan etik (moral & ethical responsibility) kepada semua stakes-holders (Hendricks dan Ludeman, 2003).

Sebagai syarat keempat, yang lebih spesifik untuk kepemimpinan di tengah dunia yang berubah, adalah perilaku kepemimpinan yang berorientasi pengembangan, yaitu kepemimpinan yang menghargai eksperimentasi, mengusahakan munculnya gagasan-gagasan baru, dan menimbulkan serta melaksanakan perubahan (Ekvall dan Avronen, 1991). Pemimpin demikian akan mendorong ditemukannya cara-cara baru untuk menyelesaikan urusan, melahirkan pendekatan baru terhadap masalah, dan mendorong anggota untuk memulai kegiatan baru.

Begitulah, di tengah gencarnya perubahan lingkungan, tanpa upaya perubahan organisasional yang tepat di bawah kepemimpinan yang kuat, visioner, cerdas, dan berorientasi pengembangan, suatu organisasi akan berjalan terseok, bahkan mungkin akan mati didera kuatnya arus perubahan.

Page 42: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

38

4. Daftar Pustaka Cooper, Robert K. dan Sawaf, Ayman, Excecutive EQ: Emotional

Intelligence in Leadership & Organization, New York: Grosset/Puttnam, 1997.

Ekvall, G. dan Arvonen, J. “Change-Centered Leadership: An Extension of the Two-Dimensional Model,” Scandinavian Journal of Management, Vol. 7, No. 1 (1991).

George, Jenifer M., Gareth R Jones, Organizational Behavior, 3rd

edition, Prentice Hall International Incorporation, New Jersey, 2002.

Hendricks, Gay dan Ludeman, Kate, The Corporate Mystic

(terjemahan), Bandung: Kaifa, 2003 Kotter, J. P., A Force for Change: How Leadership Differs from

Management, New York: Free Press, 1990. Maxwell, John C., Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam Diri

Anda (terjemahan), Jakarta: Binarupa Aksara, 1995. Porras, J. I. dan Robertson, P. J., “Organizational Development:

Theory, Practice, and Research,” dalam M.D. Dunnette dan L.M. Hough (ed.), Handbook of Industrial & Organizational Psychology, ed. ke-2, Vol. 3 (Palo Alto: Consulting Psychologist Press, 1992).

Robertson, P. J., Roberts, D. R., dan Porras, J. I., “Dynamics of

Planned Organizational Change: Assessing Empirical Support for a Theoretical Model,” Academy of Management Journal (Juni 1993).

Page 43: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

39

Selznick, P., “Foundation of the Theory of Organizations”, American Sociological Review (Februari 1948).

Steele, F., Making and Managing High-Quality Workplaces: An

Organizational Ecology, New York: Teachers College Press, 1986.

Wiener, Y., “Forms of Values Systems: A Focus on Organizational

Effectiveness and Cultural Change and Maintenance”, Academy of Management Review (Oktober 1988).

Zaleznik, A., “Excerpts from Managers and Leaders: Are They

Different?”, Harvard Business Review (Mei-Juni 1986).

Page 44: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

40

PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT UNTUK MENGATASI PENGANGGURAN DI INDONESIA

Bambang Sudaryatno1

Abstraksi Masalah pengangguran merupakan masalah serius yang

sedang dihadapi negara kita dewasa ini. Untuk itu, diperlukan adanya kebijaksanaan yang dianggap cukup memadai untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satu kebijaksanaan yang ditawarkan dalam makalah ini ialah pemberdayaan ekonomi rakyat. Kata Kunci: - 1. Pendahuluan

Salah satu masalah yang cukup serius dihadapi negara kita dewasa ini adalah masalah pengangguran. Sekarang jumlah penganggur dengan berbagai jenisnya diperkirakan berkisar 40 juta orang, sedang yang betul-betul tidak bekerja (open unemployment) berkisar 12,7 juta (www. depdagri.go.id) Keadaan ini lebih diperparah lagi dengan pertambahan angkatan kerja (labor force) setiap tahunnya berkisar 1,6 juta orang, yang mampu diserap oleh pasar tenaga kerja (labor market) hanya berkisar 1,4 juta jiwa. Daya serap pasar kerja yang kecil ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi (economic growth) dengan asumsi optimal 6,5 persen (218.518 setiap pertumbuhan ekonomi 1%). Untuk menyerap pertambahan angkatan kerja sebanyak 2,5 juta setiap tahun dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 atau 7 persen (ILO).

Untuk mendorong agar pertumbuhan ekonomi dapat mencapai angka 6 atau 7 persen tersebut, menurut Asian Development Bank (ADB) diperlukan investasi sebesar Rp.627 triliun pertahun. Yang sangat diharapkan memutar roda pembangunan ekonomi adalah 1 Staff Pengajar STMIK AMIKOM Yogyakarta

Page 45: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

41

investasi baik investasi asing (foreign investment) maupun investasi dalam negeri.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka ekonomi yang diharapkan dapat tumbuh dari dorongan investasi baik investasi luar negeri maupun dalam negeri sulit tercapai. Berdasarkan hal ini perlu dicari alternatif dalam mengatasi persoalan-persoalan ekonomi dewasa ini khususnya masalah ketenagakerjaan. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut menurut penulis ialah mendorong dan meningkatkan peranan ekonomi rakyat. Nampaknya hal ini disadari oleh pemerintah, sehingga pada saat awal pemerintahan Orde Reformasi peranan sektor ekonomi rakyat menjadi fokus kebijaksanaan dalam ekonomi. 2. Pembahasan

Pengertian Ekonomi Kerakyatan Sering timbul pertanyaan tentang pengertian sistem ekonomi

kerakyatan. Menurut Mubyarto (1997), sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang bertumpu pada kekuatan mayoritas rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan tidak dapat dipisahkan dari pengertian ?sektor ekonomi rakyat?. Menurut Idris (1999), sektor ekonomi rakyat adalah sektor ekonomi baik sektor produksi, distribusi, maupun konsumsi yang melibatkan rakyat banyak, memberikan manfaat rakyat banyak, pemilikan dan penilikan oleh rakyat banyak.?

Berdasarkan pengertian ini terefleksi bahwa dalam ekonomi rakyat, masyarakat tidak hanya didorong untuk berpartisipasi dalam melakukan produksi dan menikmati hasil-hasilnya, tetapi juga memiliki, mengawasi, dan mengendalikan berlangsungnya proses produksi. Jumlah dan jenis sektor ekonomi rakyat tidak terhitung jumlahnya, antara lain berbentuk usaha kecil, menengah, dan koperasi (UKMK).

Sejarah telah membuktikan bahwa sektor ekonomi rakyat ini telah mampu bertahan dalam mengembangkan misinya dengan menghidupkan mayoritas anak bangsa. Kalau perusahaan besar pada

Page 46: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

42

saat itu sarat dengan berbagai fasilitas sebagai akibat kolusi antara pengusaha dan penguasa, maka sektor ekonomi rakyat kurang diperhatikan karena dianggap kurang mampu mendorong pembangunan ekonomi dan kurang mampu memasukkan pajak. Sektor ekonomi rakyat 1. Sektor ini mudah didirikan, tanpa melalui prosedur yang berbelit-

belit. Dengan demikian setiap orang tidak sulit untuk dapat terjun menggeluti sektor ini.

2. Relatif kurang memerlukan modal yang besar. Hal ini disebabkan karena sektor usaha ini umumnya berskala kecil dan menengah. Pada sektor usaha tertentu dengan modal yang relatif kecil usaha mereka sudah dapat dijalankan, misalnya pedagang kaki lima (sektor informal).

3. Sektor ini umumnya berbasis pada sumber daya domestik. Dengan demikian relatif kurang terpengaruh pada perubahan-perubahan konjungtur ekonomi dunia. Bahkan pada saat memuncaknya krisis ekonomi baru-baru ini ada beberapa sektor menikmati keuntungan, misalnya sektor agrobisnis. Bisa dibuktikan dengan maraknya pameran tanaman setiap hari dihampir semua kota di Jawa.

4. Unit-unit usaha ini umumnya menggunakan teknologi tepat guna. Dengan demikian unit-unit usaha dapat dikelola secara efisien dan efektif.

5. Umumnya sektor ini sangat fleksibel dalam mengantisipasi keinginan pasar. Mereka dengan mudah dapat berpindah dari satu sektor usaha ke sektor usaha lain. Hal semacam ini sangat sulit bagi industrti-industri/perusahaan-perusahaan besar.

6. Sektor ini dapat menjadi mitra bagi perusahaan besar, baik sebagai pemasok bahan baku, penyediaan komponen, maupun dalam pemasaran. Dengan demikian tidak perlu ada dikotomi antara perusahaan besar (mega company) dengan perusahaan kecil/menengah (sektor ekonomi rakyat).

Page 47: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

43

7. Sektor ini kalau diperhatikan bentuk pasarnya, maka sesungguhnya sektor ini dalam keadaan persaingan sempurna (perfect competition). Dikatakan demikian karena banyak sekali penjual yang menjual pada satu jenis barang. Akibatnya tidak ada seorang penjualpun yang dapat mempengaruhi harga. Harga suatu produk relatif sama dan kualitas produknya juga relatif sama, sehingga sektor ini berjalan secara efisien. Dengan demikian efisiensi yang diharapkan melalui mekanisme pasar seperti yang biasa didengungkan sesungguhnya sudah lama teraplikasi pada sektor ekonomi rakyat.

8. Apabila sektor ini dapat diberdayakan dan berhasil mengemban misinya sebagai tulang punggung ekonomi, maka dengan sendirinya pemerataan (equity) yang`selalu diidam-idamkan otomatis akan tercapai. Dikatakan demikian karena sektor ini digeluti mayoritas masyarakat baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Jangan sampai terjadi seperti pada masa pemerintahan Orde Baru karena memburu pertumbuhan (growth) akibatnya pemerataan (equity) terabaikan, di mana hanya sebagian kecil anggota masyarakat yang menikmati hasil pembangunan, tetapi sebagian besar tetap berada di sekitar garis kemiskinan.

9. Berbagai produk yang dihasilkan oleh sektor ekonomi rakyat misalnya hasil-hasil pertanian dan berbagai hasil kerajinan sangat kompetitif di pasar internasional. Juga sektor usaha kecil yang digeluti oleh rakyat banyak dapat diperkirakan relatif kurang diminati oleh para investor asing. Dengan demikian walaupun era globalisasi ekonomi menerpa dengan karakteristik antara lain arus modal yang sangat besar dari suatu kawasan atau negara menuju kawasan atau negara yang menguntungkan (Hirst P, Thomson G 1996), tetapi dengan keunggulan sektor ekonomi rakyat sepertidipaparkan di atas diharapkan akan tetap bertahan melaksanakan misinya dalam hal ini adalah memberikan kehidupan pada rakyat banyak.

Page 48: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

44

Ekonomi Rakyat dan Masalah Ketenagakerjaan Data dari Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dari

tahun ketahun semakin meningkat. Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, sekitar (58,2%) berada di pedesaan dan (41,8%) berada diperkotaan. Sedangkan angkatan kerja yang termasuk dalam kategori pengangguran terbuka berjumlah (44,8%) pengangguran terbuka berada di pedesaan dan (55,2%) berada di perkotaan. Hingga sampai saat sekarang kondisi ketenagakerjaan masih belum mengalami perbaikan yang berarti. Angka pengangguran terbuka tahun 2007 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya disebabkan oleh penciptaan lapangan kerja masih relatif kecil dan cenderung tidak meningkat. Dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun yang relatif masih rendah, dengan peningkatan angkatan kerja semakin besar, maka jumlah pengangguran terbuka diperkirakan meningkat.

Selain itu dalam tahun 2007, masalah TKI kembali timbul dengan banyaknya permasalahan yang terjadi pada TKI yang bekerja di luar negeri yang memerlukan pembenahan agar tidak terus berlanjut. Tahun 2007 pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah belum cukup memadai untuk mengatasi berbagai masalah khususnya pengangguran. Dengan demikian jumlah pengangguran terbuka akan semakin besar. Kalau hal ini tidak teratasi akan menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Untuk menyerap jumlah pertambahan ini diperlukan pertumbuhan ekonomi 7 persen. Untuk mencapai pertumbuhan 7 persen ini diperlukan investasi Rp.627 triliun. Angka ini sangat sulit tercapai disebabkan karena berbagai kendala. Kalau ditelusuri lebih mendalam sebab-sebab pengangguran yang cukup besar tersebut, banyak faktor yang menyebabkannya antara lain: Percepatan pertumbuhan lapangan kerja, khususnya di sektor modern, tidak dapat mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja sehingga kemampuan untuk menyerap pencari kerja menjadi terbatas. Kedua, kebanyakan mereka yang baru menyelesaikan pendidikan belum siap untuk bekerja sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Dengan kata lain, keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan masih belum memadai. Oleh karenanya dibutuhkan waktu yang relatif

Page 49: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

45

cukup untuk melatih mereka agar dapat memenuhi tuntutan pekerjaan (Suryadi, 1994). Ketidaksiapan mereka untuk melakukan pekerjaan menyebabkan banyak majikan yang menolak untuk mempekerjakan mereka yang baru lulus sekolah. Para pemilik perusahaan cenderung memilih mereka yang sudah berpengalaman kerja daripada yang baru lulus.

Suatu studi memperlihatkan bahwa pemilik perusahaan lebih suka menerima pekerja yang lebih tua karena mereka lebih mempunyai motivasi kerja di samping kemampuan dan penampilan kerja mereka juga lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang baru saja lulus dari pendidikan (Grant, 1987). Ketiga, mereka yang berpendidikan tinggi juga mempunyai aspirasi yang tinggi terhadap pekerjaan. Ini meliputi faktor-faktor seperti gaji dan kemungkinan pengembangan karir. Para pemuda yang berpendidikan tinggi banyak yang memilih untuk menganggur selama mereka belum menemukan pekerjaan yang mereka anggap sesuai dengan pendidikannya. Menurut Clignet (1980) tingginya tingkat pengangguran sering juga disebabkan karena ketidaksesuaian tingkat aspirasi terhadap pekerjaan dengan pekerjaan yang tersedia di pasar kerja. Banyak yang menolak untuk melakukan pekerjaan karena merasa bahwa penghasilan yang didapatkan terlalu rendah, tidak sesuai dengan pendidikan yang dimiliki.

Latar belakang keluarga juga merupakan faktor pendukung yang dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di antara mereka yang berpendidikan tinggi. Pemuda yang berpendidikan tinggi pada umumnya berasal dari keluarga yang mempunyai status ekonomi relatif baik. Banyak di antara mereka yang menggantungkan diri pada keluarga dalam menemukan pekerjaan yang dianggap cocok. Kemampuan orang tua atau keluarga yang lain untuk mendukung secara ekonomi tampaknya mempunyai pengaruh yang besar pada tingginya aspirasi terhadap pekerjaan. Keadaan ini semakin menonjol pada mereka yang belum berumahtangga dan tidak punya tanggung jawab secara ekonomi.

Tingginya tingkat pengangguran utamanya dari golongan pemuda merupakan suatu permasalahan yang rumit harus dihadapi

Page 50: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

46

oleh pemerintah, terutama pemerintah kota. Daerah perkotaan merupakan tujuan utama bagi kebanyakan mereka yang berpendidikan untuk mencari pekerjaan. Jika mereka tidak tersalurkan ke dalam lapangan pekerjaan banyak kemungkinan bisa terjadi dan tidak jarang pula yang bersifat negatif. Salah satu kemungkinan tersebut adalah meningkatnya angka kejahatan yang dilakukan oleh orang muda yang tergolong penganggur. Banyak diantara mereka yang menjadi frustrasi karena meskipun sudah menjalani pendidikan, tetap saja kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Akibatnya, sebagai pelampiasan rasa kecewa mereka melakukan berbagai tindakan yang dapat membahayakan orang lain. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka ekonomi rakyat dapat menjadi pilihan atau alternatif dalam mengatasi pengangguran. Seperti telah dikemukakan bahwa sistem ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang melibatkan rakyat banyak yang beroperasi dalam bentuk unit-unit ekonomi rakyat. Unit-unit ini beroperasi dalam berbagai bentuk antara lain berbentuk usaha kecil dan menengah (UKM). Kalau dibandingkan daya serap antara perusahaan besar dengan UKM terdapat perbedaan yang menyolok. Usaha besar hanya mampu menyerap angkatan keja 0,54 persen sedangkan UKM mempunyai daya serap yang cukup fantastis ialah sebesar 99,46 persen seluruh angakatan kerja (usaha kecil 88,92 persen dan perusahaan menengah 10,54 persen). Dengan demikian PDB yang diciptakan oleh UKM sebesar 56,7 persen atau sebesar Rp.638 triliun (Gie;2004) Telah dikemukakan bahwa jumlah UKM 42,4 juta yang dapat menyerap pertambahan angkatan kerja yang bertambah setiap tahun. Kepada UKM-UKM tersebut direkomendasikan untuk mendidik dan memberikan keterampilan yang memadai kepada para angkatan kerja yang direkrutnya, sehingga mereka itu menjadi tenaga kerja terdidik (skilled labor) yang selanjutnya akan menjadi modal manusia (human capital). Kepada lembaga pendidikan formal dan informal perlu memberikan keterampilan keterampilan hidup kepada siswa/mahasiswa sekolah kejuruan perlu diperkuat dengan memberikan keterampilan vokasional kepada lulusannya sesuai kebutuhan lapangan kerja pada sektor UKM.

Page 51: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

47

3. Penutup

Masalah pengangguran merupakan masalah serius yang sedang dihadapi negara kita dewasa ini. Jumlah pengangguran yang cukup besar ini akan berdampak luas pada berbagai bidang baik bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, dan lain-lain. Untuk itu, diperlukan adanya kebijaksanaan yang dianggap cukup memadai untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satu kebijaksanaan yang ditawarkan dalam makalah ini ialah pemberdayaan ekonomi rakyat. Dikatakan demikian karena salah satu ciri khas ekonomi rakyat ialah kemampuan untuk menyerap angkatan kerja. Malahan dikatakan bahwa sesungguhnya ekonomi rakyat itu adalah katup pengaman dalam mengatasi pengangguran. Hanya dalam hal perekrutan tenaga kerja tersebut oleh pihak ekonomi rakyat dianjurkan kiranya kepada angkatan kerja yang direkrut tersebut diberikan pendidikan dalam berbagai bentuk misalnya pendidikan tambahan, pelatihan, dan lain-lain. 4. Daftar Pustaka M.Idris Arief .www. Ekonomirakyat.org Kuncoro, M., 2002, Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi

dan Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Page 52: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

48

PENGARUH KEWIBAWAAN PIMPINAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DAN KINERJA KARYAWAN STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Mei Maemunah1

Abstraksi

Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah 1. diduga kewibawaan pimpinan (Legitimate Power, Reward Power, Referent Power, Expert Power) dengan variabel intervening OCB berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan STMIK AMIKOM 2. Diduga OCB berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan STMIK AMIKOM. Penelitian ini menggunakan analisa jalur dengan hasil sebagai berikut: 1. Legitimate Power (X1) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y) dengan variabel OCB (X5) sebagai intervening. 2. Reward Power (X2) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja (Y) dengan variabel OCB (X5) sebagai intervening. 3. Referent Power (X3) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja (Y) dengan variabel intervening OCB (X5). 4. Expert Power (X4) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja (Y) dengan variabel OCB (X5). 5. OCB berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja (Y). Dari hasil tersebut dapat disimpulakan bahwa variable legitimate power (X1) paling dominant mempengaruhi kinerja karyawan dengan variable intervening OCB (X5). Oleh karena itu disarankan pada lembaga untuk memilih dan mengangkat pimpinan yang mempunyai kualitas bagus dan mampu menjalankan kewajiban dan tenggung jawab sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Kata Kunci: Kewibawaan Pimpinan, OCB dan Kinerja

1 Staff Pengajar STMIK AMIKOM Yogyakarta

Page 53: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

49

1. Pendahuluan

Penelitian ini bertujuan menganalisis sejauhmana kewibawaaan pimpinan berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior (OCB) dan kinerja karyawan Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer “AMIKOM” Yogyakarta.

Kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan sebuah organisasi di dalam mencapai tujuan-tujuannya. Kepemimpinan mencakup aspek kemampuan menggerakkan, mengerahkan dan mempengaruhi orang-orang yang berada di dalam lingkungan kepemimpinan seorang pemimpin melaksanakan pekerjaan-pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama.

Banyak model kepemimpinan yang berlandaskan konsepsi kekuasaaan semata yang diterapkan dalam banyak organisasi terbukti gagal mengemban misinya karena kurangnya pendekatan terhadap aspek manusia. Hal ini bisa terjadi karena pada dasarnya seorang pemimpin bukan saja personifikasi aspirasi dan kepentingan bawahannnya, tetapi karyawan adalah juga orang yang mampu secara terus menerus menganalisis perkembangan situasi, baik internal maupun eksternal, mengembangkan berbagai alternative pemecahan dan memilih prioritas terbaik untuk kemudian dijabarkan dalam tindakan nyata.

Kepemimpinan sendiri dapat diberi batasan sebagai suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi atau mengajak seseorang atau sekelompok orang untuk bekerja mencapai tujuan bersama. Dalam organisasi kepemimpinan berkaitan erat dengan pekerjaan yang harus diselesaikan (task function) dan kekompakan orang-orang yang dipimpinnya (relationship function) untuk diarahkan pada tujuan organisasi.

Disamping kemampuannya melaksanakan peran tersebut, seorang pemimpin dituntut untuk memiliki berbagai sifat positif agar menyesuaikan dirinya dengan berbagai keadaan, sehingga memungkinkan dirinya memperoleh keuntungan dari berbagai sifat ini untuk menjalankan kepemimpinannya. Sifat-sifat positif tersebut diantaranya keinganan untuk menerima tanggung jawab, kemampuan

Page 54: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

50

untuk bisa perceptive dan obyektif, kemampuan untuk berkomunikasi dan kemampuan untuk menentukan skala prioritas.

Keterampilan yang digunakan oleh pemimpin atau manajer untuk menggunakan berbagai jenis kekuasaan menentukan efektifitas mereka dalam mempengaruhi bawahan. Dalam bukunya Timpe (1991: 71) bahwa kebanyakan riset mengenai kepemimpinan belum banyak riset mengenai hubungan antara kekuasaan pemimpin dan efektifitasnya. Dalam penelitian tersebut kekuasaaan diklasifikan dalam pengertian taksonomi yang mendefinisikan lima jenis kekuasaan yang berbeda, yaitu

• Wewenang (otoritas) : hak pemimpin menurut hukum untuk membuat permintaan atau tuntutan tertentu.

• Kekuasaan atas imbalan : pengendalian pemimpin atas imbalan yang bernilai bagi bawahan.

• Kekuasaan memaksa : pengendalian pemimpin atas hukuman • Kekuasaan karena keahlian : pengetahuan dan kompetensi

pemimpin sehubungan dengan tugas sebagaimana dipersepsikan oleh bawahan.

• Kekuasaan karena wibawa: loyalitas bawahan kepada pemimpin serta keinginan untuk menyenangkannya.

Riset tersebut mengungkapkan bahwa pemimpin yang efektif sebagian besar mengandalkan pada kekuasaan karena keahlian dan wibawa untuk performa bawahan dalam beberapa situasi. Riset motivasi juga membuktikan bahwa kadangkala hukuman dapat dengan efektif membuat bawahan menuruti petunjuk dan peraturan.

Lebih jauh Timpe mengungkapkan bahwa riset mengenai kepemimpinan belum dapat mengungkapkan satu sifat yang dimiliki oleh pemimpin yang berhasil, melainkan menemukan ciri-ciri umum yang mereka miliki. Setiap pemimpin memiliki gaya yang berbeda baik demokratis,otoriter atau kebapakan. Tetapi ada satu aspek yang menonjol yaitu pancaran kewibawaan. Kewibawaan pemimpin itu bersumber dari beberapa kekuatan (power), seperti kewibawaan jabatan (position power), kewibawaan pribadi (personal power) dan lain-lain. Dari jumlah determinan sumber kewibawaan tersebut maka dicari sumber kewibawaan yang mana yang paling berperan dalam

Page 55: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

51

mempengaruhi karyawan khususnya untuk budaya organisasi seperti di Indonesia.

Dengan mengetahui sumber kewibawaan yang paling dominan, maka akan mempermudah bagi seorang pemimpin mengimplementasikannya dalam bentuk menggerakkan karyawan guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah a. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa legitimate power secara

positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. b. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa reward power secara

positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. c. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa referent power secara

positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. d. Untuk mendapatkan bukti empiris bahwa expert power secara

positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. e. Untuk mendapatkan bukti empiris bawa organizational citizenship

behaviour (OCB) secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Landasan Teori Teori Kewibawaan Pimpinan Menurut Yukl (1998: 167-174) bahwa ada beberapa macam kewibawaan yaitu:

a. Legitimate Power (Kewibawaan Berdasarkan Formal) Adalah kewibawaan seorang pemimpin semata-mata bersumber pada formalitas yang diberikan oleh organisasi kepada seorang pemimpin. Kekuasaan disini didasarkan atas persepsi mengenai prerogratif-prerogratif, kewajiban-kewajiban, dan tanggung jawab yang berkaitan dengan kedudukan-kedudukan tertentu dalam sebuah organisasi atau perusahaan.

b. Reward Power (Kewibawaan Berdasarkan Imbalan) Adalah kewibawaan seorang pemimpin yang bersumber pada kontrol atau penguasaan terhadap sumber –sumber daya dan

Page 56: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

52

imbalan-imbalan. Sebuah bentuk reward power berpengaruh terhadap kompensasi dan kemajuan karir. Kebanyakan pimpinan diberi wewenang untuk memberi kenaikan gaji, bonus atau insentif-insentif ekonomis lainnya kepada para bawahan yang berhak memperolehnya.

c. Referent Power (Kewibawaan Berdasarkan Keinginan Menyenangkan Orang Lain) Bentuk referent power yang paling kuat bagi seorang pemimpin menyangkut proses mempengaruhi yang disebut personal identification. Orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan seorang pemimpin ingin menjadi sebagai pemimpin tersebut dan diterima olehnya. Keberhasilan dalam mengembangkan dan mempertahankan referent power tergantung pada keterampilan antar pribadi seperti persona (charm), kebijaksanaan (tact), diplomasi, empati dan rasa humor.

d. Expert Power (Kewibawaan Berdasarkan Keahlian Dalam Memecahkan Masalah). Pengetahuan khusus dan keterampilan teknis merupakan sebuah sumber kekuasaan selama terdapat ketergantungan yang terus menerus pada orang yang mempunyainya. Bila sebuah masalah telah dipecahkan secara permanen atau orang lain belajar bagaimana memecahkannya sendiri, maka keahlian agen tersebut tidak lagi berharga. Jadi orang kadang-kadang mencoba untuk mempertahankan expert power mereka dengan menyimpan prosedur-prosedur dan teknik-teknik yang ditutupi secara rahasia, dengan menggunakan jargon teknis untuk membuat agar tugas tersebut kelihatannya lebih kompleks dan misterius dan dengan menghancurkan sumber-sumber informasi alternative mengenai prosedur-prosedur tugas seperti manual-manual tertulis, diagram, blueprint dan program-program computer.

Organizational Citizenship Behavior (OCB) Menurut Organ dalam tulisan Lievens and Anseel (2004)

mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan system reward dan

Page 57: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

53

bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ juga mencatat bahwa OCB ditemukan sebagai alternative penjelasan pada hipotesis “kepuasan berdasarkan performance”.

Lebih jauh Organ dalam tulisan Pareke (2004) Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku-perilaku yang dilakukan oleh karyawan :

a. Tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal.

b. Merupakan faktor pendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi.

c. Bersifat bebas dan sukarela karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan dan merupakan pilihan personal.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan :

1. Perilaku yang bersifat sukarela bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi.

2. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance tidak diperintahkan secara formal.

3. Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan system reward yang formal.

Istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali diajukan oleh Organ, yang mengemukakan lima dimensi primer dari OCB (Lievens and Anseel; 2004): 1. Altruism, yaitu sifat mementingkan kepentingan orang lain

seprti perilaku membantu dengan segera terhadap orang lain. 2. Civic virtue, yaitu kebaikan warga negara atau warga organisasi

seperti berpartisipasi dan memperhatikan kelangsungan hidup perusahaannya.

3. Conscientiousness, yaitu sikap berhati-hati atau mendengarkan kata hati.

4. Courtesy, atau kesopanan seperti memberitahu yang lain dalam mencegah kejadian dalam kerja yang menimbulkan suatu masalah.

Page 58: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

54

5. Sportmanship, atau sikap sportif seperti toleransi terhadap ketidaknyamanan dalam bekerja yang tidak dapat dihindari tanpa adanya komplain.

Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh banyak hal artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Sesuatu yang masuk akal bila kita menerapkan OCB secara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi berasal dari kajian Mc Clelland dan rekan-rekannya. Menurut Mc Clelland, manusia memiliki tiga tingkatan motif, yaitu:

1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standart keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau kompetisi.

2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan memperbaiki hubungan dengan orang lain.

3. Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.(Mc. Clelland, dalam As’ad, 1991:52-53)

2. Pembahasan Teori Kinerja

Menurut Robbins (1996: 218) bahwa kinerja karyawan adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi yaitu kinerja= f (A;M). Jika ada yang tidak memadai, kinerja akan dipengaruhi secara negative, disamping motivasi perlu juga dipertimbangkan kemampuan (kecerdasan dan kemampuan) untuk menjelaskan dan menilai kinerja pegawai.

Peningkatan kinerja sebagai bagian dari suatu proses menajemen kinerja terus menerus perlu diterapkan dalam tingkat organisasi maupun individu. Kinerja karyawan yang buruk mungkin merupakan hasil dari kepemimpinan yang kurang mencukupi, manajemen yang buruk atau system kerja yang defektif. Semuanya barangkali merupakan akibat kegagalan dari siapapun orangnya

Page 59: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

55

yang berada di puncak organisasi guna menumbuhkan harapan yang ditetapkan dengan baik dan tidak ragu-ragu.

Guna mengetahui kinerja karyawan, maka para manajer atau pimpinan perlu melakukan penilaian kinerja dimana sasaran proses penilaian adalah unutk membuat karyawan memandang diri mereka sendiri seperti adanya, mengenali kebutuhan perbaikan kinerja kerja dan untuk berperan serta dalam membuat rencana perbaikan kinerja. Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu karyawan apa yang diharapkan pengawas untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian harus mengenali prestasi serta membuat rencana untuk meningkatkan kinerja karyawan. Penilaian kinerja harus memungkinkan pekerjaan dapat diorganisasikan dengan baik serta memberikan kepuasan, pencapaian dan pemerkayaan jabatan yang lebih besar.

Sedangkan menurut Dessler (1997: 32), alasan perlunya menilai kinerja karyawan : a. Menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan

keputusan tentang promosi dan kompensasi. b. Menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk bersama-

sama meninjau perilaku karyawan berkaitan dengan pekerjaannya.

Akhirnya penilaian kinerja juga memungkinkan karyawan menyusun suatu rencana untuk memperbaiki setiap yang dapat diketahui. Dengan demikian maka kinerjanya adalah suatu hasil kesuksesan yang dicapai oleh karyawan dalam bidang pekerjaannya menurut kriterianya yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu dan dievaluasi oleh orang-orang tertentu. Evaluasi / penilaian kinerja memberikan masukan untuk keputusan penting seperti promosi, transfer dan pemutusan hubungan kerja. Evaluasi biasanya berfokus pada keterampilan dan kompetensi karyawan yang hendak dievaluasi atau dinilai.

Variable independent (variabel bebas) terdiri dari variabel utama yang meliputi legitimate power (X1), reward power (X2), referent power (X3), expert power (x4), variabel intervening adalah

Page 60: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

56

Organizational Citizenship Behavior (OCB) (X5) sedangkan variable dependen (variabel terikat) adalah kinerja (Y).

Metode pengumpulan data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah

a. Kuesioner Data akan dikumpul (diambil) berasal dari responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (questionare) atau dikumpulkan dengan metode angket sebagai data primer. Pertanyaan inti dalam angket dibuat tertutup dengan opsi pilihan jawaban menggunakan pendekatan skala likert lima jenjang yakni :

1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Tidak berpendapat 4. Tidak setuju 5. Sangat tidak setuju

b. Dokumentasi Data yang diperoleh dari pihak-pihak kedua secara tidak langsung. Data diperoleh dari melihat catatan dan laporan organisasi. Variabel yang menggunakan teknik dokumentasi adalah variabel kinerja instruktur.

Validitas dan Reliabilitas Agar data yang dihasilkan dari penelitian dapat dikatakan

valid dan reliabel maka perlu pengujian validitas dan reliabilitas terhadap angket/alat ukur yang dipakai dalam penelitian.

Dalam pengujian dan rentabilitas ini digunakan uji terpakai, artinya kuesioner langsung dibagikan kepada seluruh responden baru dilaksanakan uji validitas dan reliabilitas. Dalam perhitungan nilai koefisien validitas dan reliabilitas menggunakan bantuan computer spss pada tingkat signifikan unutk validitas α < 0.05, sedangkan reliabilitas α > 0.6

Page 61: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

57

Rancangan Analisis Untuk mendapatkan hasil yang valid maka data yang

diperoleh kemudian diolah dan dianalisa secara inferensial meupun dengan menggunakan teknik statistic.

2.4.1 Analisa Deskriptif

Analisis Deskriptif memiliki arti yang sulit didefiniskan karena menyangkut berbagai macam aktifitas dan proses. Salah satu bentuk analisis adalah kegiatan menyimpulkan data mentah dalam jumlah yang besar, sehingga hasilnya bisa ditafsirkan. Mengelompokkan atau memisahkan data juga merupakan salah satu bentuk analisis untuk menjadikan data mudah dikelola.

2.4.2. Analisis Inferensial Yaitu analisa statistika yang bertujuan melakukan

pengujian untuk memhipotesis data yang diajukan dalam penelitian.

2.4.3 Analisis Jalur Sesuai dengan tujuan penelitian ini, metode analisis

data yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis). Analisis jalur bertujuan untuk menunjukkan akibat langsung dan tidak langsung seperangkat variable bebas terhadap variable terikatnya (Siregar,2004 hal 257). Pola model strutrur diagram jalur:

X1

X2 X3

X1

X2

X3

Page 62: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

58

Gambar 1. Model Struktur Diagram Jalur

Gambar tersebut di atas menyatakan X3 dipengaruhi X2, dan X2 dipengaruhi oleh X1, Sedangkan gambar di bawahnya menyatakan X1 dan X2 secara bersama mempengaruhi X3.

Bentuk diagram jalur ditentukan oleh proporsi teoritis yang berasal dari kerangka berpikir atau empiris pada permasalahan yang dianalisis. Uji Validitas

Uji Validitas dalam penelitian ini menggunakan data sebanyak 38 responden. Perhitungan uji validitas menggunakan bantuan computer SPSS versi 10. Dari hasil pengujian validitas butir-butir pertanyaan yang terkandung dalam variable-variabel dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hasil Uji Validitas Butir Pertanyaan Variabel Legitimate Power (X1)

No. Butir r hitung Probabilitas Status 1 0.785 0.000 Valid 2 0.833 0.000 Valid 3 0.857 0.000 Valid 4 0.862 0.000 Valid

Sumber : Data Primer diolah Dengan melihat besarnya nilai koefisien korelasi (r hitung)

dan sig. (2-tailed) tiap-tiap butir pertanyaan, dapat diketahui bahwa semua nilai koefisien korelasi lebih kecil dari taraf signifikan α < 0.05, sehingga keseluruhan butir pertanyaan variable Legitimate Power adalah valid.

Page 63: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

59

2. Hasil Uji Validitas Butir Pertanyaan Variabel Reward Power (X2)

No. Butir r hitung Probabilitas Status 1 0.808 0.000 Valid 2 0.840 0.000 Valid 3 0.838 0.000 Valid 4 0.826 0.000 Valid

Dengan melihat besarnya nilai koefisien korelasi (r hitung)

dan sig. (2-tailed) tiap-tiap butir pertanyaan, dapat diketahui bahwa semua nilai koefisien korelasi lebih kecil dari taraf signifikan α < 0.05, sehingga keseluruhan butir pertanyaan variable Reward Power adalah valid. 3. Hasil Uji Validitas Butir Pertanyaan Variable Referent Power (X3)

No. Butir r hitung Probabilitas Status 1 0.771 0.000 Valid 2 0.786 0.000 Valid 3 0.659 0.000 Valid 4 0692 0.000 Valid

Sumber : Data Primer diolah Dengan melihat besarnya nilai koefisien korelasi (r hitung) dan

sig. (2-tailed) tiap-tiap butir pertanyaan, dapat diketahui bahwa semua nilai koefisien korelasi lebih kecil dari taraf signifikan α < 0.05, sehingga keseluruhan butir pertanyaan variable Referent Power adalah valid.

4. Hasil Uji Validitas Butir Pertanyaan Variable Expert Power (X4)

No. Butir r hitung Probabilitas Status 1 0.863 0.000 Valid 2 0.903 0.000 Valid 3 0.874 0.000 Valid 4 0.908 0.000 Valid

Page 64: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

60

Sumber : Data Primer diolah Dengan melihat besarnya nilai koefisien korelasi (r hitung) dan

sig. (2-tailed) tiap-tiap butir pertanyaan, dapat diketahui bahwa semua nilai koefisien korelasi lebih kecil dari taraf signifikan α < 0.05, sehingga keseluruhan butir pertanyaan variable Expert Power adalah valid.

5. Hasil Uji Validitas Butir Pertanyaan Variabel OCB (X5)

No. Butir r hitung Probabilitas Status 1 0.796 0.000 Valid 2 0.886 0.000 Valid 3 0.870 0.000 Valid 4 0.839 0.000 Valid

Sumber : Data Primer diolah Dengan melihat besarnya nilai koefisien korelasi (r hitung)

dan sig. (2-tailed) tiap-tiap butir pertanyaan, dapat diketahui bahwa semua nilai koefisien korelasi lebih kecil dari taraf signifikan α < 0.05, sehingga keseluruhan butir pertanyaan variable OCB adalah valid. 6. Hasil Uji Validitas Butir Pertanyaan Variabel Kinerja (Y)

No. Butir r hitung Probabilitas Status 1 0.666 0.000 Valid 2 0.733 0.002 Valid 3 0.683 0.001 Valid 4 0.772 0.000 Valid

Sumber : Data Primer diolah Dengan melihat besarnya nilai koefisien korelasi (r hitung)

dan sig. (2-tailed) tiap-tiap butir pertanyaan, dapat diketahui bahwa semua nilai koefisien korelasi lebih kecil dari taraf signifikan α < 0.05, sehingga keseluruhan butir pertanyaan variable Kinerja adalah valid.

Page 65: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

61

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan data sebanyak 38 responden. Perhitungan uji reliabilitas menggunakan bantuan komputer SPSS versi 10. Dari hasil pengujian reliabilitas butir-butir pertanyaan yang terkandung dalam variable-variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

Variabel Koefisien

Alpha Koefisien Kritis

Status

Legitimate Power (X1) 0.8252 0.600 Reliabel Reward Power (X2) 0.8232 0.600 Reliabel Referent Power (X3) 0.7897 0.600 Reliabel Expert Power (X4) 0.8378 0.600 Reliabel OCB (X5) 0.8288 0.600 Reliabel Kinerja (Y) 0.7824 0.600 Reliabel

Sumber : Data Primer diolah

Dari hasil pengujian reliabilitas sebagaimana yang terangkum dalam table IV.7 diatas dapat diketahui bahwa semua variabel yang diteliti mempunyai nilai koefisien reliabilitas lebih besar dari 0.600. Hal ini berarti instrument pertanyaan dari tiap-tiap variabel penelitian adalah reliable (handal), sehingga butir-butir pertanyaan yang tersusun dalam angket dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

Analisis Deskriptif

Dari hasil pembagian kuesioner kepada karyawan tetap STMIK AMIKOM Yogyakarta setelah terkumpul semua dan dilakukan pengolahan data maka dapat dianalisis secara deskriptif maupun kuantitatif.

Untuk mengetahui distribusi frekuensi jawaban responden terhadap variabel karakteristik individu dapat dilihat dalam tabel berikut:

Page 66: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

62

1. Deskripsi Variabel Legitimate Power

No. Jawaban Frekuensi Persen 1. Sangat Baik 14 36.84% 2. Baik 15 39.48% 3. Cukup Baik 8 21.05% 4. Kurang Baik 1 2.63% 5. Sangat Kurang Baik 0 0.00% Total Responden 38 100% Sumber : Data Primer diolah

Dari table IV.8 diatas terlihat bahwa mayoritas responden dengan jumlah 15 orang karyawan (39.48%) memberikan jawaban baik terhadap legitimate power pimpinan dan responden dengan jumlah 14 orang karyawan ( 36.84%) memberikan jawaban sangat baik terhadap legitimate powernya.

Dari hasil analisis deskriptif penilain karyawan STMIK AMIKOM Yogyakarta terhadap Legitimate Power pimpinan keseluruhan adalah cukup baik .

2. Deskripsi Variabel Reward Power

No. Jawaban Frekuensi Persen 1. Sangat Baik 6 15.79% 2. Baik 10 26.31% 3. Cukup Baik 16 42.11% 4. Kurang Baik 6 15.79% 5. Sangat Kurang Baik 0 0.00% Total Responden 38 100.00%

Sumber : Data Primer diolah Dari table IV.8 diatas terlihat bahwa mayoritas responden

dengan jumlah 16 orang karyawan (42.11%) memberikan jawaban cukup baik terhadap Reward Power pimpinannya dan responden dengan jumlah 10 orang karyawan (26.31 %) memberikan jawaban baik terhadap Reward Power pimpinannya.

Page 67: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

63

Dari hasil analisis deskriptif penilaian karyawan STMIK AMIKOM Yogyakarta terhadap Reward Power pimpinannya sebagian besar adalah baik.

3. Deskripsi Variabel Referent Power

No. Jawaban Frekuensi Persen 1. Sangat Baik 19 50.00% 2. Baik 15 39.48% 3. Cukup Baik 3 7.89% 4. Kurang Baik 1 2.63% 5. Sangat Kurang Baik 0 0.00% Total Responden 38 100.00% Sumber : Data Primer diolah

Dari table IV.10 diatas terlihat bahwa mayoritas responden

dengan jumlah 19 orang karyawan (50 %) memberikan jawaban sangat baik terhadap Referent Power pimpinannya dan responden dengan jumlah 15 orang karyawan (39.48 %) memberikan jawaban baik terhadap Referent Power pimpinannya.

Dari hasil analisis deskriptif penilaian karyawan STMIK AMIKOM Yogyakarta terhadap Referent Power pimpinannya sebagian besar adalah baik.

4. Deskripsi Variabel Expert Power

No. Jawaban Frekuensi Persen 1. Sangat Baik 13 34.21% 2. Baik 6 15.79% 3. Cukup Baik 11 28.95% 4. Kurang Baik 8 21.05% 5. Sangat Kurang Baik 0 0.00% Total Responden 38 100.00% Sumber : Data Primer diolah

Page 68: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

64

Dari table IV.11 diatas terlihat bahwa mayoritas responden dengan jumlah 13 orang karyawan (34.21 %) memberikan jawaban baik terhadap Expert Power pimpinannya dan responden dengan jumlah 11 orang karyawan (28.95 %) memberikan jawaban cukup baik terhadap Expert Power pimpinannya.

Dari hasil analisis deskriptif penilaian karyawan STMIK AMIKOM Yogyakarta terhadap Expert Power pimpinannya sebagian besar adalah baik. 5. Deskripsi Variabel OCB

No. Jawaban Frekuensi Persen 1. Sangat Baik 10 26.32% 2. Baik 14 36.84% 3. Cukup Baik 8 21.05% 4. Kurang Baik 6 15.79% 5. Sangat Kurang Baik 0 0.00% Total Responden 38 100.00% Sumber: Data Primer diolah Dari tabel IV.12 diatas terlihat bahwa mayoritas

responden dengan jumlah 14 (36.84%) memberikan jawaban baik terhadap OCBnya dan responden dengan jumlah 10 (26.32%) memberikan jawaban sangat baik terhadap OCB nya.

Dari hasil analisis deskriptif penilaian karyawan STMIK AMIKOM Yogyakarta terhadap OCBnya secara keseluruhan adalah baik.

6. Deskripsi Variabel Kinerja

No. Jawaban Frekuensi Persen 1. Sangat Baik 0 0.00% 2. Baik 2 5.26% 3. Cukup Baik 11 28.95% 4. Kurang Baik 25 65.79%

Page 69: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

65

5. Sangat Kurang Baik 0 0.00% Total Responden 38 100.00% Sumber: Data Primer diolah

Dari table IV.13 diatas terlihat bahwa mayoritas responden

dengan jumlah 25 orang karyawan (65.79%) diberikan jawaban kurang baik terhadap kinerjanya dan responden dengan jumlah 11 orang karyawan (28.95%) diberikan jawaban cukup baik terhadap kinerjanya.

Dari hasil analisis deskriptif penilaian kewibawaan pimpinan oleh karyawan dirasa masih kurang bagus sehingga menghasilkan kinerja karyawan yang masih kurang maksimal pula.

Analisis Inferensial

1. Analisis Regresi Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program

SPSS 10.0 Release Windows XP, maka diperoleh hasil-hasil yang dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel IV.14

Rangkuman Hasil Analisis Regresi 1 Variabel Independent = X5 (OCB) Variabel Independent

Koefisien Standar

T-hitung Signifikan

X1 0.499 4.500 0.000 X2 0.274 2.613 0.013 X3 0.383 2.817 0.008 X4 0.231 2.578 0.015 Constanta -6.675 R1

2 =0.673 R = 0.820

F-stat =16.985 Sig = 0.000

Sumber Data Primer diolah Tabel IV.15

Rangkuman Hasil Analisis Regresi 1 Variabel Independent = Y (Kinerja)

Page 70: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

66

Variabel Independent

Koefisien Standar

T-hitung Signifikan

X5 0.225 2.519 0.016 Constanta 7.059 R2

2 =0.150 R = 0.387

F-stat = 6.347 DW-statistik = 2.339

Sumber Data Primer diolah Dari hasil analisis sebagaimana yang terangkum dalam

table diatas, pengaruh variable independent yang terdiri dari Legitimate Power (X1), Reward Power (X2), Referent Power (X3), Expert Power (X4) dan OCB (X5) terhadap Kinerja Karyawan (Y) di STMIK AMIKOM maka dapat disusun model persamaannya sebagai berikut:

1. X5 = 0.471X1 + 0.271X2 + 0.389X3 + 0.278X4 T-hitung; X1= 4.500; X2= 2.613; X3= 2.817; X4 = 2.578 Signifikan; X1= 0.000; X2= 0.013; X3= 0.008; X4= 0.015 R1

2 = 0.673 F stat = 16.985

2. Y = 0.387X5 T-hitung; X5 = 2.519 Signifikan X4 = 0.016 R2

2 = 0.150 F stat = 6.347

Dari model tersebut kemudian diinterpretasikan ke dalam bentuk analisis jalur sebagai berikut: a. Analisis Jalur

1. Pengaruh tidak langsung X1 X5 Y = (0.471) * (0.387) = 0.1823 Jadi pengaruh Legitimate Power (X1) terhadap Kinerja karyawan (Y) dengan variabel OCB (X5) sebagai intervening adalah sebesar 18.23%. Sehingga hipotesis pertama yang menyatakan bahwa variabel Legitimate Power

Page 71: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

67

berpengaruh positif terhadap dan signifikan terhadap kinerja (Y) diterima.

2. Pengaruh tidak langsung X2 X5 Y = (0.271) * (0.387) = 0.1049 jadi pengaruh Reward Power (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y) dengan variabel OCB (X5) sebagai intervening adalah sebesar 10.49%. Sehingga hipotesis kedua yang menyatakan bahwa Reward Power berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan diterima.

3. Pengaruh tidak langsung X3 X5 Y = (0.289) * (0.387) = 0.1118 % jadi pengaruh Referent Power (X3) terhadap kinerja (Y) dengan variabel OCB (X5) sebagai intervening adalah sebesar 11.18 %. Sehingga hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa Referent Power berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan diterima.

4. Pengaruh tidak langsung X4 X5 Y = (0.278) * (0.387) = 0.1076 jadi pengaruh Expert Power (X4) terhadap kinerja karyawan (Y) dengan variabel OCB (X5) sebagai intervening adalah sebesar 10.76%. Sehingga hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa Expert Power berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan diterima.

b. Mencari Koefisien Determinasi Total (R2 Total) Untuk mencari harga R2 total terlebih dahulu mencari

harga error pada masing-masing variable dependen sebagai berikut:

= βe1 √ 1 – R 2

1

= βe2 √ 1 – R2

2

Βei = √ 1 – R 21

Page 72: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

68

1. βei = √ 1 – 0.673 2

= √ 1 – 0.453 = √ 0.547 = 0.74

2. βe2 = √ 1 – 0.1502 = √ 1- 0.023

= √ 0.98 = 0.99

Dengan demikian koefisien total dapat dihitung sebagai berikut: R2

T = 1 - { (βei)2 (βei)2} = 1 - { (0.74)2 (0.99)2}

= 1 - { (0.548) * (0.98)} = 1 – 0.537 = 0.463

Dari hasil analisa tersebut maka dapat diinterpretasikan bahwa 46.3% perubahan kinerja karyawan dipengaruhi oleh factor-faktor Legitimate power (x1), Reward Power (x2), Referent Power (x3), Expert Power (x4) dan OCB (x5), selebihnya dipengaruhi oleh factor yang lain.

c. Pengaruh Dominan Berdasarkan pengaruh tidak langsung (analisis jalur), maka

dapat diketahui variabel yang mempunyai pengaruh dominant terhadap kinerja dalam hal ini adalah variable legitimate power yang dalam analisis regresi koefisien pengaruh tidak langsungnya sebesar 18.23%. Prosentase tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan koefisien variable Reward Power sebesar 10.49%, variable Referent Power sebesar 11.18% dan variable Expert Power 10.76%.

Page 73: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

69

Pengujian Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Dalam uji Normalitas penulis menggunakan Teori Normalitas yang disebut “Central Limit Theorem” yang mengemukakan bahwa jika sampel penelitian sudah melebihi 30 sampel berarti distribusinya sudah baik atau normal.

2. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan dengan tujuan agar setiap nilai X yang berpasangan dengan Y mempunyai distribusi dan varian yang sama. Pengujian heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan bantuan computer program SPSS, dengan hasil sebagai berikut:

Hasil Uji Heterokedastisitas1

Variabel bebas: X1, X2, X3, X4 Variabel terikat X5

Scatterplot

Dependent Variable: OCB

Regression Standardized Predicted Value

3210-1-2-3

Reg

ress

ion

Stud

entiz

ed R

esid

ual

3

2

1

0

-1

-2

-3

-4

Page 74: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

70

Dasar pengambilan keputusan dari grafik tersebut adalah : (Santoso Singgih; 2004:210) a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada

membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi Heterokedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titk menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heterokedastisitas. Jadi berdasarkan grafik tersebut untuk model regresi dengan variable bebas X1, X2, X3, X4 dan variable terikat X5 tidak terjadi heterokedastisitas karena titik-titik pada grafik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y (tidak membentuk pola tertentu).

Hasil Uji Heterokedastisitas 2

Variabel bebas: X5 Variabel terikat Y

Scatterplot

Dependent Variable: Kinerja

Regression Standardized Predicted Value

3210-1-2

Reg

ress

ion

Stud

entiz

ed R

esid

ual

3

2

1

0

-1

-2

Page 75: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

71

Berdasarkan grafik tersebut untuk model regresi dengan variabel bebas X5 dan variabel terikat Y tidak terjadi Heterokedastisitas karena titik-titik pada grafik menyebar diatas dan dibawah 0 pada sumbu Y (tidak membentuk pola tertentu). 3. Uji Multikolinieritas

Analisis ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang kuat antara sesame variable bebas. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Pearson yaitu hubungan atau korelasi antar variable.

Dari hasil uji Pearson diketahui bahwa korelasi antara variable X1 dengan X2 sebesar 0.213 dan p = 0.199, karena harga p > 0.05 maka tidak signifikan sehingga tidak terjadi multikolinieritas, sehingga asumsi terpenuhi. Korelasi antara variable X1 dengan X3 sebesar 0.068, p = 0.685, karena harga p > 0.05 maka tidak signifikan sehingga tidak terjadi multikolinieritas, sehingga asumsi terpenuhi. Korelasi antara variabel X1 dengan X4 sebesar 0.270 dan p = 0.101, karena harga p > 0.05 maka tidak signifikan sehingga tidak terjadi multikolinieritas, sehingga asumsi terpenuhi. Korelasi antara variabel X2 dengan X3 sebesar 0.008, p = 0.960, karena harga p > 0.05 maka tidak signifikan sehingga tidak terjadi multikolinieritas, sehingga asumsi terpenuhi. Korelasi antara X2 dengan X4 sebesar 0.226, p = 0.173, karena harga p > 0.05 maka tidak signifikan sehingga tidak terjadi multikolinieritas, sehingg asumsi terpenuhi. Korelasi antara X3 dengan X4 sebesar 0.234, p = 0.158, karena harga p > 0.05 maka tidak signifikan sehingga tidak terjadi multikolinieritas, sehingga asumsi terpenuhi.

Page 76: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

72

Dari hasil penelitian dapat diketahui tingkat kewibawaaan pimpinan terhadap karyawan / bawahan. Kewibawaan mempunyai daya dorong bagi setiap pimpinan, sebab didalam mempengaruhi, menggerakkan dan merubah perilaku bawahan kearah tercapainya tujuan organisasi disamping dibutuhkan berbagai teknik kepemimpinan juga dibutuhkan adanya daya dorong yang disebut kewibawaan.

Dari hasil analisis regresi yang telah dilakukan dengan bantuan komputer SPSS dan pengujian hipotesis memberikan makna bahwa Legitimate Power (X1) dengan intervening OCB (X5) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja (Y), Reward Power (X2) dengan intervening OCB (X5) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y), Referent Power (X3) dengan intervening OCB (X5) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan kinerja karyawan (Y), Expert Power (X4) dengan intervening OCb (X5) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y) dan OCB (X5) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y). Hal tersebut tercermin dari besarnya nilai koefisien regresi. Angka tersebut sekaligus menggambarkan adanya kontribusi yang positif dan signifikan dari variabel bebas (Legitimate Power, Reward Power, Referent Power, Expert Power dan OCB) terhadap variabel tergantung (kinerja karyawan) dan kontribusi yang positif dan signifikan pula dari variabel intervening (OCB) terhadap variabel tergantung (kinerja). Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis inferensial, yaitu analisis jalur dengan menggunakan pendekatan teoritis, artinya hasil analisis inferensial digunakan sebagai petunjuk awal untuk menelusuri beberapa permasalahan dan fenomena.

Dalam suatu instansi atau lembaga para pimpinan menghendaki para staf atau karyawannya mempunyai kinerja yang baik, sama halnya dengan STMIK AMIKOM. Untuk menciptakan kinerja yang baik tentunya ada unsur atau variabel yang mempengaruhinya. Dalam penelitian yang telah dilakukan telah terbukti bahwa hal-hal yang mempengaruhi kinerja adalah kewibawaan pimpinan (Legitimate Power, Reward Power, Referent

Page 77: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

73

Power, Expert Power ) dengan variabel intervening OCB. OCB menjadi variabel intervening dalam pengaruh kewibawaan pimpinan terhadap kinerja karena pada dasarnya setiap karyawan mau bekerja dan mau mengerjakan pekerjaan diluar job descripsinya seperti yang tertuang dalam peraturan lembaga. Proses terjadinya OCB ini sendiri juga terbentuk dari adanya variabel Legitimate Power, Reward Power, Referent Power dan Expert Power.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang paling dominant mempengaruhi kinerja karyawan adalah variabel Legitimate Power yaitu sebesar 18.23%. Hal tersebut terjadi karena berdasarkan hasil kuesioner responden menjawab bahwa Legitimate Power terhadap bawahan adalah baik yaitu sebesar 39.48%. Dengan pembahasan tersebut berarti bahwa apabila secara structural seseorang menjadi pimpinan maka semua karyawan akan menjadi patuh dan hormat kepadanya dan secara otomatis akan berusaha meningkatkan kinerjanya. Untuk itu alangkah baiknya jika lembaga memilih sekaligus mengangkat pimpinan yang benar-benar mempunyai kualitas dan memiliki jiwa kepemimpinan.

3. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis statistik dan pembahasan dalam BAB IV dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kewibawaan pimpinan dalam hal ini terdiri dari variabel Legitimate Power, Reward Power, Referent Power, Expert Power secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB, yang dibuktikan dengan besarnya nilai F hitung = 16.985 dan signifan sebesar 0.000. Besarnya pengaruh dari kewibawaan OCB dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2) sebesar = 0.673. Besarnya angka tersebut memberikan makna bahwa besarnya tingkat OCB karyawan sekitar 67.3% nya ditentukan oleh perubahan variabel kewibawaan pimpinannya.

2. OCB berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan STMIK AMIKOM yang dibuktikan dengan

Page 78: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

74

beasrnya nilai F hitung = 6.347 dan signifikan sebesar 0.016. Besarnya pengaruh dari OCB terhadap kinerja dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2) sebesar = 0.387. Besarnya angka tersebut memberikan makna bahwa besarnya tingkat kinerja karywan sekitar 38.7% nya ditentukan oleh perubahan variabel OCB.

3. Berdasarkan analisis jalur yang telah disebutkan pada BAB IV adalah sebagai berikut: Pengaruh variabel Legitimate Power (X1) terhadap kinerja (Y) dengan variabel OCB (X5) sebagai intervening adalah sebesar 18.23%. Pengaruh Reward Power (X2) terhadap kinerja (Y) dengan OCB (X5) sebagai intervening adalah sebesar 10.49%. Pengaruh Referent Power (X3) terhadap kinerja (Y) dengan OCB (X5) sebagai intervening adalah sebesar 11.18%. Pengaruh Expert Power (X4) terhadap kinerja (Y) dengan OCB (X5) sebagai intervening adalah sebesar 10.76%.

Dari ketiga hasil tersebut yang paling besar berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja karyawan adalah variabel Legitimate Power (X1). Sedangkan variabel OCB juga sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

4. Daftar Pustaka Armstrong, Michael, Performance Management, Tugu Publisher,

Yogyakarta, 2004 As’ad, Moh., Psikologi Industri, Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta,

1991 Dessler, Gary, Manajemen Sumber Daya Manusia, Human Resource

Management 7 e, Prenhallindo, Jakarta, 1997 Ghozali, Imam, Structural Equation Modeling, Universitas

Diponegoro, Semarang, 2005

Page 79: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

75

Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia, Gramedia, Jakarta, 2005, Lievens, Filip and Anseel, Frederik, Confirmatory factor analysis and

invariance of an organizational citizenship behaviour across samples in a Dutch-speaking context, Journal of Occupational and Organizational Psychology, 2004, hal 299-300

www.bps.org.uk Pareke, Js. Fahrudin, Dimensionalisasi Perilaku Di Luar Peran

Kerja (Extra – Role Behavior), Bengkulu, 2004, hal 1 http://www.stie-stikubank.ac.id/webjurnal/edisi_September 2004 Robins, Stephen P, Perilaku Organisai, PT Prenhallindo, Jakarta,

1996 Siregar, Syafaruddin, Statistik Terapan Untuk Penelitian, PT

Gramedia Widiasarana, Jakarta,2004 Suwarto, FX, Perilaku Keorganisasian, Universitas Atma Jaya,

Yogyakarta, 1999 Timpe, A. Dale, Kinerja, Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis, Elex

Media Komputindo, Jakarta, 1991 Yukl, Gary, Kepemimpinan Dalam Organisasi , Prenhallindo, Jakarta,

1998

Page 80: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

76

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PENENTUAN USIA PERKAWINAN PADA WANITA LAJANG

DI DESA SOROPATEN,KECAMATAN KARANGANOM KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH

Susi Haryanti1

Abstraksi

Bebarapa teori sosial dan beberapa pendapat yang relevan dengan penelitian ini, dengan tujuan untuk menghubungkan beberapa variabel yang terkait dalam penelitian ini. Sedangkan hipotesa yang ingin dibuktikan adalah semakin tinggi tingkat pendidikan (pada wanita lajang) maka akan semakin tinggi pula dalam menentukan usia perkawinannya, jika didukung oleh tingginya tingkat pemahaman tentang masalah perkawinan serta tingginya persepsi tentang norma penundaan perkawinan. Ternyata setelah dilakukan penelitian dan penghitungan statistik baik hipotesa mayor maupun minor sepenuhnya dapat diterima. Setelah dilakukan perhitungan ternyata hubungan antara variable tingkat pendidikan dan variabel pemahaman tentang masalah perkawinan serta variabel persepsi tentang norma penundaan perkawinan dalam mempengaruhi variabel penentuan usia perkawinan sebesar 74,607 %, sedangkan 25,393 % merupakan faktor luar yang belum terungkap. Kata Kunci: Tingkat Pendidikan, Usia Perkawinan

1 Staff Pengajar STMIK AMIKOM Yogyakarta

Page 81: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

77

1. Pendahuluan

Perkawinan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan merupakan titik awal dari terbentuknya sebuah keluarga. Perkawinan biasanya diatur oleh suatu norma atau ajaran dalam suatu agama. Dalam ajaran Islam misalnya seseorang dibenarkan melangsungkan perkawinan setelah baligh dan berakal (dewasa fisik dan mental). Di Indonesia selain ajaran agama yang dijadikan patokan ada undang-undang yang mengatur tentang perkawinan yaitu undang-undang No 1 Tahun 1974. undang-undang ini menegaskan batas usia perkawianan pertama bagi perempuan adalah 16 tahun dan bagi laki-laki 19 tahun. Selain undang-undang tersebut pemerintah mencanangkan program Keluarga Berencana yang menganjurkan untuk menunda perkawinan yaitu untuk perempuan sebaiknya menikah pada usia 20 tahun dan untuk pria berusia 25 tahun.

Upaya pemerintah dalam melaksanakan program Keluarga Berencana adalah untuk menghindari terjadinya ledakan jumlah penduduk. Sebab jika terjadi pertambahan jumlah penduduk yang pesat akan mengakibatkan terjadinya masalah-masalah sosial dan ekonomi.

Pemerintah berupaya mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dengan memberikan penyuluhan tentang masalah perkawinan yang dilaksanakan di lembaga pendidikan formal atau melalui aparat pemerintah yang bertugas sebagai juru penerang yang biasnya diaksanakan di daerah-daerah. Dengan adanya media yang berfungsi untuk menyebarkan pengetahuan tentang masalah perkawinan , maka lama-kelamaan masyarakat akan memahami berbagai masalah yang muncul akibat melakukan perkawinan pada usia muda.

Orang–orang yang telah memiliki pengetahuan tentang ekses negatif jika melakukan perkawinan yang terlalu muda .Pada gilirannnya mereka mempunyai persepsi positif terhadap norma penundaan pekawinan. Artinya mereka memandang bahwa penundaan perkawinan (late marriage) lebih baik dari pada melakukan

Page 82: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

78

perkawinan dalam usia yang yang terlalu muda (early marriage). Penentuan usia perkawinan seseorang banyak dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap norma penundaan perkawinan. Selanjutnya persepsi seseorang terhadap penundaan perkawinan dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap masalah perkawinan. Pemahaman masalah perkawinan biasanya diperoleh seseorang dari pendidikan formal, disamping dari media komunikasi lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan seseorang tentang masalah perkawinan akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang mereka miliki.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap pemahaman tentang masalah perkawinan. Untuk mengetahui pengaruh antara pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap persepsi tentang norma penundaan perkawinan.untuk mengetahui pengaruh antara tingkat pendidikan terhadap persepsi tentang norma penundaan perkawinan.untuk mengetahui pengaruh anatara persepsi tentang norma penundaan perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan.Untuk mengetahui pengaruh antara pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan.untuk mengetahui pengaruh antara tingkat pendidikan terhadap penentuan usia perkawinan.untuk mengetahui pengaruh antara tingkat pendidikan dan pemahaman tentang masalah perkawinan serta persepsi tentang norma penundaan perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan.

Dari latar belakang yang telah diuraikan dimuka maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut “ apakah tingkat pendidikan dan pemahaman tentang tentang masalah perkawinan serta persepsi tentang norma penundaan perkawinan akan berpengaruh terhadap penentuan usia perkawinan?” Untuk lebih jelasnya berikut ini akan kami sampaikan variabel-variabel yang terkait dengan penelitian ini.yaitu dengan menghubungkan variabel yang satu dengan variabel yang lain , disamping itu juga teori-teori sosial dan beberapa pendapat yang relevan dalam penelitian ini. Semua itu bertujuan untuk memprjelas arah dan tujuan terhadap fenomena tersebut.

Page 83: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

79

2. Pembahasan Hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pemahaman tentang maslah perkawinan.

Yang dimaksud dengan pendidikan adalah sebagai upaya memberikan dan meningkatkan kemampuan anak didik (siswa) dalam sikap, nilai, pengetahuan,kecerdasan,ketrampilan,kesadaran ekologi serta kemampuan komunikasi dalam lingkunan hidupnya sehingga anak didik tersebut lebih mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam lingkungan agar dapat mempertahankan dan mengembangkan hidupnya.(Masyuri,1973,16) Philip H dan manzoor ahmed mengklasifikasikan pendidikan dalam bentuk: -Pendidikan informal ,proses seumur hidup seseorang dalam menghimpun ketrampilan, dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari dan pengaruh lingkungan. -Pendidikan formal , system pendidikan yang dilembagakan bertahap, kronologis dan bertingkat mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. -Pendidikan Non formal, kegiatan pendidikan berorganisasi dan sistematis yang berlangsung di luar kerangka system pendidikan formal untuk menyediakan aneka ragam pendidikan tertentu.baik bagi golongan remaja maupun dewasa.(Philip H dan manzoor Ahmed, 1993;9-10) dari ketiga pendidikan tersebut yang paling berpengaruh adalah pendididkan formalnya sebab jenis pendididkan ini paling dominan peranannya sebagai lembaga perubah (agent of change) dari pada dua jenis pendidikan tersebut. Sebagai mana dikemukakan oleh Prof.S. Nasution, MA. Sebagai berikut: “Sekolah atau lembaga pendidikan formal adalah sebagai alat transformasi penmuan-penemuan baru yang dapat membawa perubahan dalam masyarakat.Sekolah dapat juga dijadikan sebagai alat oleh yang berkuasa untuk maegadakan perubahan-perubahan yang radikal yang diinginkan oleh yang berkuasa.(S.nasution , 1983;18-25).

Page 84: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

80

Pemahaman tentang masalah perkawinan adalah sebagai berikut. Pemahaman dalam hal ini adalah proses berpikir dari seseorang. Tujuan berpikir disini adalah untuk memecahkan masalah. Cepat tidaknya seseorang dalam berfikir atau memecahkan masalah tergantung dari intelegensi dari orang tersebut. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat intelejensi seseorang. Sedangkan pengertian mengenai pengetahuan tentang masalah perkawinan antara lain adalah menyangkut makna atau arti perkawinan,tujuan perkawinan, hukum perkawinan dan resiko-resiko perkawinan serta hal-hal lain yang menyangkut tentang perkawinan. Hubungan antara pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap persepsi tentang norma penundaan perkawinan.

Pada hakekatnya pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat merubah sikap dalam menaggapi situasi sekitarnya. Seseorang dalam menanggapi situasi sekitarnya akan dipengaruhi oleh bahan persepsi yang mereka miliki. Bahan persepsi disini adalah bisa berupa ilmu pengetahuan maupun pengalaman sebagai kerangka berpikir dalam menanggapi sesuatu.Demikian juga seseorang mengadakan persepsi tentang norma penundaan perkawinan tentu akan dipengaruhi oleh pemahaman mereka tentang masalah perkawinan diantaranya adalah menyangkut masalah yang berkaitan dengan masalah perkawinan dan segala resikonya termasuk pemahaman terhadap resiko kawin muda. Sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap persepsi tentang norma penundaan perkawinan.

Selanjutnya hubungan antara pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap persepsi tentang norma penundaan perkawinan ini bisa diterima secara logis sebab bila seseorang telah memahami dampak negatif perkawinan, terutama perkawinan yang dilakukan pada usia muda maka mereka kemungkinan akan menghindari kawin muda. Dan dapat dinyatakan mereka mempunyai persepsi positif tentang norma penundaan perkawinan , artinya mereka dapat menerima bahwa penundaan perkawinan lebih baik dari pada

Page 85: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

81

melakukan perkawinan dalam usia muda. Sehingga dapat dipahami bahwa penundaan tindakan seseorang dalam menentukan usia perkawinannya akan dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan mereka yang melandasi sikap tersebut. Bertolak dari uraina di atas dapat disimpulkan bahwa bila sesorang telah memahami tentang masalah perkawinan , maka mereka akan mempunyai perspsi positif terhadap norma penundaan perkawinan. Sedangkan mereka yang tidak memahami maslah perkawinan maka kebanyakan mereka akan mempunyai persepsi yang negatif terhadap norma penundaan perkawinan.Sehingga penulis menyimpulkan adanya pengaruh anatara pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap persepsi tentang norma penundaan perkawinan. Hubungan antara tingkat pendidikan terhadap persepsi tentang norma penundaan perkawinan.

Persepsi seseorang terhadap sesuatu dipengaruhi oleh bahan

persepsi yang mereka miliki.dapat disebutkan bahan persepsi tersebut erat hubungannnya dengan bebagai pengetahuan yang mereka peroleh. Antara lain melalui lembaga pendidikan formal sehingga dapat dinyatakan ada hubungan anatara tingkat pendidikan formal terhadap persepsi mereka tentang norma penundaan pekawinan. Hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan persepsi tentang norma penundaan perkawinan ini dapat diterima secara logis, sebab semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak bahan persepsi yang mereka miliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik persepsi mereka terhadap norma penundaan perkawinan.

Page 86: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

82

Hubungan antara persepsi tentang norma penundaan perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan.

Yang dimasud dengan persepsi tentang penundaan perkawinan adalah adalah pandangan atau tanggapan seseorang tentang norma penundaan perkawinan. Seseorang yang memandang positif terhadap norma penundaan perkawinan ada kalanya mereka ingin melakukan perkawinan dalam usia yang relative tinggi dari pada orang yang memandang negative atau kurang baik tehadap norma penundaan perkawinan, dengan kata lain ada hubungan antara persepsi tentang norma penundaan perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan. Hubungan antara pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan. Dalam menentukan usia perkawinan dipengaruhi oleh pemahaman mereka tentang masalah perkawinan.Pemahaman mereka tentang masalah perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan secara logika dapat di terima. Sebab apabila seseorang telah memahami masalah perkawinan , maka kemungkinan besar mereka dapat menentukan kapan atau dalam usia berapakah mereka harus menikah. Umur yang ideal dalam melaksanakan perkawinan adalah apabila individu yang akan elansungkan perkawinan telah mempunyai kematangan fisiologis,psikologis dan kematangan sosial ekonomi. Bertolak dari uraian tersebut di atas maka ada pengaruh atau hubungan antara pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan. Semakin paham seseorang terhadap masalah tentang perkawinan maka akan semakin tinggi di dalam menentukan usia perkawinannya. Metode penelitian.

Asumsi dasar yang digunakan dalam penalitin ini adalah tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pemahaman tentang masalah perkawinan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka aka semakin mudah di dalam memahami pengetahuan tentang maslah perkawinan. Selanjutnya pemahaman tentang masalah

Page 87: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

83

perkawinan dari seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi mereka tentang norma penundaan perkawinan. Semakin tinggi tingkat pemahaman tentang masalah perkawinan maka akan semakin berpersepsi positif terhadap norma penundaan perkawinan.Selanjutnya persepsi yang positif dari seseorang terhadap norma penundaan perkawinan akan berpengaruh terhadap penentuan usia perkawinan. Sehingga pada akhirnya tingkat pendidikan dan pemahaman tentang masalah perkawinan serta persepsi tentang norma penundaan perkawinan akan berpengaruh terhadap penentuan usia perkawinan. Hipotesa

Hipotesa mayor dalam penelitian ini adalah adanya pemahaman antara tingkat pendidikan dan pemahaman tentang masalah perkawinan serta persepsi tentang norma penundaan perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan. Hopotesa minor Adanya pengaruh antara tingkat pendidikan terhadap pemahaman tentang masalah perkawinan. Adanya pengaruh antara pemahaman tentang masalah perkawinan tehadap persepsi tentang norma penundaan perkawinan. Adanya pengaruh anatara tinkat pendidikan terhadap persesi tentang norma penundaan perkawinan. Adanya pengaruh antara persepsi entang norma penundaan perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan. Adanya pengaruh anatara pemahaman tntang masalah perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan. Adanya pengaruh antara tingkat pendidikan terhadap penentuan usia perkawinan. Metodologi Penelitian.

Penelitian ini mnggunakan metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi,Kuesioner,interview dan dokumentasi. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah Stratified Sample. Teknik penyekoran data scoring dari angka 1 sampai 3. Angka 1 tidak mendukung hipotesa angka 2 kurang mendukung hipotesa, angka 3 mendukung hipotesa.

Page 88: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

84

Teknik analisa data dengan menggunakan analisa korelasi product moment, korelasi parsial, koefisien korelasi majemuk , regresi berganda dan ketepatan ramalan.

Tabel 1. Distribusi Variabel tingkat pendidikan (X1) Kategori Jumlah Prosentase Tinggi 2,33-3,00 33 33 Sedang 1,66-2,32 33 33 Rendah 1,00-1,65 34 34 Jumlah 100 100 Sumber : analisa data primer. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang berkategori pendidikan tinggi dan sedang sebanyak 33% sedangkan yang berkategori rendah sebanyak 34%.

Tabel 2. Distribusi Variabel pemahaman tentang masalah perkawinan (X2)

Kategori Jumlah Prosentase Tinggi 46,66-60,00 31 31 Sedang 33,33-46,65 36 36 Rendah 20,00-33,32 33 33 JUMLAH 100 100 Sumber: analisa data primer Dari table diatas diketahui bahwa 31 % pemahaman tentang masalah perkawinan dari responden bekategori tinggi.36 % berkategori sedang dan 33 % berkategori rendah.

Page 89: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

85

Tabel 3. Distribusi Variabel Persepsi Tentang Norma penundaan perkawinan (X3)

Kategori Jumlah Prosentase Tinggi 11,66-15,00 46 46 Sedang 8,33-11,65 25 25 Rendah 5,00-8,32 29 29 Jumlah 100 100 Sumber : Anaisa data Primer. Dari table di atas dapat diketahui bahwa 46 % prsepsi tentang norma penundaan perkawinan dari responden berkategori tinggi, 25 % bekategori sedang.dan 25 % berkategori rendah.

Tabel 4. Distribusi Variabel Penentuan Usia pekawinan (Y)

Kategori Jumlah Prosentase Tinggi 9,33-12,00 57 57 Sedang 6,66-9,32 21 21 Rendah 4,00-6,65 22 22 Jumlah 100 100 Sumber : Analisa data Primer. Dari tabel di atas diketahui bahwa 57 % penetuan usia perkainan dari resonden berkategori tinggi dan 21 % berkategori sedang serta 22 % berkategori rendah. Analisa Regresi Linear Analisa Korelasi Poduct moment

Hubungan antara variabel Tingkat Pendidikan (X1) terhada Variabel tingkat Pendidikan (X2) . setelah dilakukan perhitungan maka hasil yang di peroleh adalah rX1X2 :0,8326 r2:0,693223 P : 0,000

Page 90: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

86

Karena r2= 08326 berada di atas batas signifikansinya ,maka dapat diketahui hubungan antara Variabel tingkat pendidikan terhadap variabel pemahaman tentang masalah perkawinan adalah hubungan nyata(signifikan). Arah hubungan (direction) antara kedua Variabel tersebut adalah positif. Yang berarti semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin lebih paham terhadap maslah perkawinan. Hubungan antara Variabel Pemahaman tentang masalah perkawinan (X2) tehadap Variabel persepsi tentang norma penundaan perkawinan(X3) dari perhitungan yang telah dilakukan r X2X3 =0,7869 P=o,ooo r2 =0,619212 Karena hasil r perhiungannya 0,7869 berada di atas batas sigbiikansinya , maka dapat dikatakan hubungan antara Variabel pemahaman tentang masalah perkawinan terhadap variabel persepsi tentang norma penundaan perkawinan adalah hubungan nyata(signisikan). Arah hubungn antara keduanya adalah positif yang berarti smakin tinggi tingkat pemahaman tentang perkawinan maka akan smakin tinggi pula persepsi mereka terhadap norma penundaan perkawinan. Hubungan antara Variabel tingkat pendidikan (X1) terhadap Variabel persepsi tentang norma penundaan perkawinan (X3) dari perhitungan diperoleh rX1X3 adalah 0,7910 . Karena r berada di atas batas sigiskansinya maka dapat diketaui hubungan antara variabel tingkat pendidikan terhadap variabel pespsi tentang norma penundaan perkawinan adalah hubungan yang nyata (signifikan) arah hubungan keduanya adalah positif.artinya smakin tinggi tingkat pendidikannya maka maka akan semakin tingi pula pesepsi mereka terhadap norma penundaan perkawinan. Hubungan antara Variabel persepsi tentang norma penundaan perkawinan (X3) terhadap variabel penetuan usia perkawinan (Y). Dari hasil analisa diperoleh nila rX3Y adalah 0,8490 yang berada di atas batas signifikansinya maka dapat diketahui hubungan tersebut adalah ubungan nyata (Signifikan) arah hubungan kedua variabel tersebut adalah positif yang berati semakin tinggi persepsi seseorang

Page 91: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

87

terhadap penundaan perkawinan maka akan semakin tinggi pula dalam menentukan dalam menentukan usia perkawinannya. Analisa Koelasi poduct moment

Seluruh hipotesa yang dikemukakan adalah terbukti. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa yang menujukkan hubungan antar variabel terjadi hubungan yang signifikan dengan arah hubungan yang positif. Analisa Korelasi Parsial

Dari hasil analisa korelasi parsial dapat diketahui bahwa korelasi antar variabel tingkat pendidikan dengan variabel penentu usia perkawinan di kontrolo oleh variabel pemahaman tentang masalah perkawinan menunjukkan hubungan yang signifikan. Selanjutnya korelasi antara variabel tingkat pendidikan dengan variabel penentu usia perkawinan di kontrol oleh variabel persepsi tentang orma penundaan perkawinan menunjukkan hubungan yang signifikan. Analisa Korelasi ganda.

Hasil anaisa korelasi ganda menunjukkan bahwa secara bersama-sama korelasi antara variabel tingkat pendiddikan dan pemahaman tentang masalah perkawinan serta variabel persepsi tentang norma penundaan perkawinan terhadap veriabel penentuan usia perkawinan adalah signfikan. Pola tersebut menunjukkan bahwa penentuan usia perkawinan dipengaruhi oleh tingkat pendidikanpemahaman tentang masalah perkawinan dan persepsi tentang norma penundaan perkawinan. Dari Analisa Koefisien deterinasi dapat diketahui bahwa secara brsama-sama variabel ingkat pendidikan ,variabel pemahaman tentang masala perkawinan serta variabel persepsi tentang norma penundaan perkawinan memberikan pengaruh besar terhadap variabel penentuan usia perkawinan.

Page 92: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

88

3. Penutup

Setelah melakukan penelitian penulis menyimpulkan bahwa masih ada sebagian masyarakat desa Soropaten khususnya wanita lajang yang termasuk dalam usia kawin melangsungkan perkawinan dalam usia muda.

Diantaranya adalah mereka yang mempunyai tingkat pendidikan sedang dan rendah. Hal ini disebabkan oleh rata-rata kondisi kehidupan yang masih rendah sehingga agak sulit bagi seseorang untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Ada beberapa perubah yang mempengaruhi seseorang dalam menentukan usia perkawinannya, yaitu faktor tingkat pendidikan,pemahaman tentang masalah perkawinan, serta faktor persepsi tentang norma penundaan perkawinan. Hipotesa mayor dalam penelitian ini yaitu adanya pengaruh antara tingkat pendidikan dan pemahaman tentang masalah perkawinan serta persepsi tentang norma penundaan perkawinan terhadap penentuan usia perkawinan telah teruji secara emperik dan terbukti. Saran

Berdasarkan uraian di atas yaitu masih adanya perkawinan usia muda pada masyarakat setempat maka penulis menyarankan. Sebaiknya dilakukan pendekatan kepada masyarakat oleh pemerintah desa agar rendahnya tingkat pendidikan yang menyebabkan kurang pahamnya terhadap masalah perkawinan shingga akan mengakibatkan adanya persepsi negative terhadap norma penundaan perkawinan dapat di tangkal sedini mungkin.

Page 93: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

89

4. Daftar Pustaka Comb, Philip,H dan Mazoor Ahmed, Memerangi kemiskinan di

Pedesaan Melalui Pendidikan Non Formal,CV Rajawali,Jakarta 1973

Dewantoro,Ki Hadjar, Pendidikan Menjelang Lahirnya Tamansiswa,

Yogyakarta,1962. Does Sampurna Dan Asrul Anwar, Pengaruh Perkawinan Dan

Kehamilan pada Wanita Usia Muda, IAKMI,Jakarta,1982. Echols, John M dan Hassan Shadili, Kamus Inggris

Indonesia,Gramedia Jakarta, 1984 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, Fakultas Psikologi UGM

Yogyakarta,1981. Hadi, Sutrisno, Metodlogi Research III, Fakultas Psikologi UGM

Yogyakarta,1982. Hadi, Sutrisno, Statistik II, Andi Offset Yogyakarta,1988. Hasil Seminar, Fertilitas Dan Seksualitas Remaja, PKBI,

Yogyakarta,15 Nopember 1981. Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern 2,

Gramedia,Jakarta,1986. Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,

Gramedia,Jakarta 1977. Masyuri, Kebijaksanaan Dan Langkah-Langkah Pembaharuan

Pendidikan, Depdikbud, Jakarta,1973. Nasution, S, Sosiologi Pendidikan, Jemmars, Bandung,1983

Page 94: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

90

Mely G.Tan, Hubungan Sosial Dan Budaya Dengan Keluarga Berencana , Indonesia Magazine, No.17, 1973.

Paul H Dan Paul K, Population Problem : A Cultural Interpretation,

Second Edition Amerika Book Company New York,1985. Ritzer,George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,

CV Rajawali, Jakarta, 1985. Sosrodiharjo, Soedjito, Sosiologi, seksi Penerbit Fisipol UGM

Yogyakarta,1983 Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survai, LP3ES,1989. Singarimbun, Masri, Statistik Indonesia, Biro Pusat Statistik,

Jakarta,1985. Suwartinah, Teori-Teori Penduduk Dan Fertilitas Penduduk Desa

Kota , Andi Offset, Yogyakarta, 1984. Vembriarto, Pendidikan Non Formal Dan Prospek Peranannya Di

Indonesia, Journal IKIP Yogyakarta, No.9/Th.V, 1975. Walgito, bimo, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Fakultas Psikologi

UGM , Yogyakarta, 1983. Walgito, Bimo, Psikologi Umum, Fakultas Psikologi UGM

Yogyakarta, 1981. Walgito, Bimo, Bimbingan Dan Konselling Perkawinan, Fakultas

Psikologi UGM, Yogyakarta,1984. Wantjik Saleh.K, Hukum Perkawinan Indonesia, Cetakan IV, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1976. Young, Kimbal, Social Psycology, Mc Graw Hill Book Company,

New York,1959

Page 95: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

91

LAMPIRAN

PEDOMAN PENULISAN MAKALAH 1. Topik yang akan dipublikasikan oleh jurnal MANAJERIAL

berhubungan dengan kepemimpinan, perilaku, serta manajemen organisasi

2. Naskah yang diterima penyunting ditulis dalam bahasa Indonesia

baku atau bahasa Inggris dan belum pernah dipublikasikan. 3. Naskah diketik dengan komputer menggunakan Microsoft Word,

di atas kertas ukuran 16x21 cm, spasi 1, jenis huruf Time New Roman dengan ukuran 11 point.

4. Jumlah halaman berkisal antara 7 sampai 15 halaman, dan jumlah

gambar tidak boleh melebihi 30% dari seluruh tulisan 5. Judul makalah harus mencerminkan dengan tepat masalah yang

dibahas di makalah, dengan menggunakan kata-kata yang tepat, jelas dan mengandung unsur-unsur yang akan dibahas. Ukuran huruf untuk judul adalah Time New Roman ukuran 12 point bold (huruf kapital). Nama penulis ditulis di bawah judul sebelum abstral tanpa disertai gelar akademik atau gelar lain apapun, asal lembaga tempat penulis bernaung dan alamat email untuk korespondensi dengan ukuran 11 point bold. Jika lebih dari 2 penulis, hanya penulis utama yang dicantumkan di bawah judul; nama penulis lain dalam catatan kaki.

Page 96: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

92

6. Sistematika penulisan naskah, untuk: a. Naskah Penelitian, terdiri dari:

i. Abstrak dan kata kunci Abstrak memuat secara ringkas gambaran umum dari masalah yang dibahas dalam penelitian, terutama analisis kritis dan pendirian penulis atas masalah tersebut. Panjang abstrak 50 - 75 kata yang disusun dalam satu paragraf dalam ukuran huruf 10 point Time New Roman. Abstrak disertai dengan 3 – 5 kata kunci, yakni istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasal yang dibahas dalam makalah.

ii. Bagian Pendahuluan Pendahuluan tidak diberi judul. Bagian ini berisi permasalahan penelitian, rencana pemecahan masalah, tujuan dan ruang lingkup penelitian, serta rangkuman landasan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti

iii. Metode Penelitian Berisi tentang bahan, peralatan metode yang digunakan dalam penelitian

iv. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil berupa data penelitian yang telah diolah dan dituangkan dalam bentuk tabel, grafik, foto, atau gambar. Pembahasan berisi hasil analisis dan hasil penelitian yang dikaitkan dengan struktur pengetahuan yang telah mapan (tinjauan pustaka yang diacu oleh penulis), dan memunculkan ‘teori-teori’ baru atau modifikasi terhadap teori-teori yang telah ada.

v. Kesimpulan dan Saran Berisi ringkasan dan penegasan penulis mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Saran dapat berisi tindakan praktis, pengembangan teori baru dan penelitian lanjutan

vi. Daftar Pustaka

Page 97: Jurnal MANAJERIAL Edisi September 2006

93

b. Naskah Konseptual atau nonpenelitian, terdiri dari: i. Abstrak dan kata kunci

Abstrak adalah ringkasan dari isi makalah yang dituangkan secara padat; bukan komentar atau pengantar penulis. Panjang abstrak 50 - 75 kata yang disusun dalam satu paragraf dalam ukuran huruf 10 point Time New Roman. Abstrak disertai dengan 3 – 5 kata kunci, yakni istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasal yang dibahas dalam makalah.

ii. Bagian Pendahuluan Memberikan acuan (konteks) bagi permasalah yang akan dibahas, hal-hal pokok yang akan dibahas serta tujuan pembahasan

iii. Bagian Pembahasan Berisi tentang kupasan, analisis, argumentasi dan pendirian penulisan mengenai masalah yang dibicarakan

iv. Penutup atau Kesimpulan Berisi kesimpulan penulis atas bahasan masalah yang dibahas pada bagian sebelumnya.

v. Daftar Pustaka Diutamakan apabila sumber pustaka atau rujukan berasal lebih dari satu sumber seperti buku, jurnal, makalah, internet dan lain-lain.

7. Tabel/gambar harus diberi identitas yang berupa nomor urut dan

judul tabel/gambar yang sesuai dengan isi tabel/gambar, serta dilengkapi dengan sumber kutipan.

8. Daftar pustaka disusun menurut alphabet penulis. Urutan dimulai

dengan penulisan nama penulis, tahun, judul, penerbit, dan kota terbit. Penulisan nama penulis adalah nama keluarga diikuti nama kecil. Untuk kutipan dari internet berisi nama penulis, judul artikel, alamat website, dan tanggal akses