Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir...

87
Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Transcript of Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir...

Page 1: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir

Sebuah Analisis KebijakanTim Imparsial

September 2006

Page 2: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

BAB I ”TEST OF OUR HISTORY”

”..... sejauh pengadilan HAM tidak becus,maka itu merupakan kepanjangan tangan masa lalu”

(Munir 1965-2004)

Proses pengungkapan kasus pembunuhan politik terhadap Munir berjalan

kembali ke titik nol. Menjelang dua (2) tahun pasca pembunuhan politik terhadap

Munir, 7 September 2004, belum terdapat titik terang yang menunjukkan motif dan

para pelaku pembunuhan sebenarnya. Bahkan penyelidikan pasca berakhirnya masa

kerja Tim Pencari Fakta (TPF) nyaris tidak memberikan perkembangan berarti bagi

kasus tersebut.

Pasca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 20 Desember 2005 dengan

nomor 1361/Pid/B/2005/PN.Jkt.Pst, yang memutuskan hukuman 14 tahun penjara

bagi Pollycarpus Budihari Priyanto, pihak terdakwa mengajukan banding. Pada 27

Maret 2006, Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat memutuskan menerima banding yang

diajukan Pollycarpus dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni

tetap menghukum Pollycarpus dengan 14 tahun penjara.

Penyelidikan kepolisian yang setengah hati dan terkesan menemui buntu,

padahal banyak informasi yang dapat ditindak lanjuti, misalnya hubungan telpon

antara Muchdi, BIN, dan Pollycarpus. Pergantian pimpinan penyelidik yang sudah

dilakukan sebanyak tiga (3) kali, belum memberikan perkembangan. Malah semakin

berjalan lamban bila dibandingkan dengan hasil temuan dari tim penyelidik kepolisian

terdahulu.

Semasa hidupnya, advokasi yang dilakukan oleh Munir memang tidak pernah

lepas dari persinggungan dengan pihak militer. Sewaktu Munir menangani kasus

pembunuhan terhadap Marsinah, ia tidak hanya diancam oleh aparat kodam setempat

(Brawijaya) tapi juga diancam akan dihilangkan nyawanya lantaran melibatkan diri

dalam urusan kematian buruh pabrik di Sidoarjo tersebut.1 Bahkan, di lain

kesempatan, Munir berani menantang para pelaku pelanggar HAM –terutama dari

pihak militer- secara terbuka, di mana dalam sebuah aksi bersama keluarga korban di

1 Forum Keadilan,” Mantan Pedagang Melawan Kekerasan”, No. 10 Tahun VII, 24 Agustus 1998.

1

Page 3: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Mahkamah Agung (19/08/2004), ia menyebut pelanggar HAM sebagai ”para

pengecut yang bersembunyi di balik ketek (ketiak) kekuasaan2.”

Persinggungan dengan pihak militer yang cukup lama ini ini, membuat Munir

begitu mengenal kelebihan dan kekurangan mereka. Dengan begitu, berbagai aktivitas

dan kemampuan Munir mendapat respon dari berbagai kalangan petinggi militer, baik

respon positif maupun negatif.

“………..Military officers felt concerned by Munir’s sharp and unrelenting criticism, precisely because they felt that he had unrivalled knowledge of their internal doctrine and procedures. Particularly in recent years, Munir had learned the military’s vocabulary and technical code language, making it easy for him to outplay senior officers in their own domain. Some military leaders admired him for his intellect, others didn’t”3

(........pihak militer sering merasa disudutkan oleh kritik Munir yang tajam dan gencar, terutama karena mereka merasa Munir memiliki pengetahuan yang tak tertandingi mengenai berbagai diskursus dan prosedur mereka. Terlebih lagi pada tahun-tahun terakhir ini, Munir telah menguasai kosakata dan bahasa kode teknis mereka sehingga membuatnya mudah mengalahkan perwira-perwira senior dalam bidang mereka sendiri. Sebagian petinggi militer mengaguminya karena intelektualitasnya, sebagian lain tidak.)

Sebagai sebuah kasus pembunuhan politik, pembunuhan terhadap Munir tidak

dapat dilihat sebagai sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh aktor tunggal,

melainkan banyak aktor yang terlibat, terutama dari lawan politik yang selama ini

bersinggungan dengan apa yang Munir lakukan. Bahkan aktor negara juga dapat

dianggap terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, di mana dua

institusinya –yakni perusahaan BUMN PT Garuda Indonesia dan Badan Intelijen

Negara (BIN)- diduga terlibat dalam proses pembunuhan.

Adanya temuan yang mengindikasikan keterlibatan aparat intelijen (BIN)

dalam kasus pembunuhan Munir dengan ditemukannya hubungan telepon yang

menghubungkan antara terdakwa dengan ruang Deputi V BIN seharusnya menjadi

catatan untuk penelusuran lebih lanjut terkait keterlibatan aparat BIN dalam kasus

tewasnya Munir. Terlebih lagi hasil keputusan Pengadilan mengatakan bahwa

tewasnya Munir adalah bentuk kejahatan konspirasi, sehingga dalam kasus tersebut

2 Dokumentasi Imparsial, aksi keluarga korban Priok di Mahkamah Agung (19/08/2004).3 Marcus Mietzner, Munir (1965-2004), 2004. lihat http://www.serve.com/inside/edit81/p30_munobit-.html.

2

Page 4: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

terdakwa tidak sendirian tetapi masih ada pihak-pihak lainnya yang perlu diungkap

keterlibatannya. Bahkan dalam keputusan tersebut hakim mengisyaratkan dan

memandatkan polisi untuk menyelidiki mantan Deputi V BIN4.

Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di satu sisi telah

memberi ruang dan langkah baru untuk proses penyelidikan terhadap pihak-pihak lain

yang diduga terlibat dalam pembunuhan Munir. Namun di sisi lain hal itu tidak akan

bisa diteruskan dan dilanjutkan secara efektif jika pemerintah SBY-Kalla hanya diam

dan membiarkan buruknya kinerja tim kepolisian yang selama ini menangani kasus

Munir.

Potret Buruk Perlindungan Terhadap Pembela HAM

Peristiwa pembunuhan politik terhadap Pembela HAM (Human Rights

Defender) bukan merupakan kejadian yang pertama kali di Indonesia. Dalam Sejarah

Indonesia pasca Orde Lama jatuh ke tangan Soeharto hingga saat ini, Pembunuhan

terhadap seseorang atau kelompok tertentu yang berlawanan politik dengan pihak

penguasa banyak terjadi di Indonesia. Seperti yang juga terjadi pada kasus

pembunuhan Marsinah, Udin, Jafar Sidik dan lainnya. Berdasarkan monitoring

Imparsial, tercatat 2 kali pembunuhan terhadap Pembela HAM pada 2003 dan 6 kali

pada 2004.5

Kelompok kritis yang disebut sebagai Pembela HAM memang banyak

mengkritisi aktifitas negara dan hubungannya dengan kaum industrialis yang juga ikut

menentukan keberlangsungan berjalannya negara. Para pembela HAM tersebut dapat

dikatakan sebagai kelompok kritis ini karena posisi mereka yang menjadi lawan

politik bagi negara dan industrialis yang dikatakan sebagai kelompok establishment.

Pada umumnya, pembunuhan politik menjadi sebuah modus untuk

mempertahankan kekuasaan bagi kelompok establishment . Mereka dapat

membungkam kelompok kritis yang menjadi lawan politik dengan berbagai cara dan

biasanya dengan alasan stabilitas nasional. Tujuan dari pembunuhan politik ini adalah

untuk menghentikan aktifitas yang dilakukan oleh kelompok kritis. Pembunuhan

politik ini dapat dilakukan secara massive (suatu kelompok tertentu) atau perorangan

4 Putusan Perkara Pidana No: 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST atas nama terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto, 20 Desember 2005. 5 Imparsial, Perlindungan Terhadap Human Rights Defender (Hambatan dan Ancaman dalam Peraturan Perundang-undangan), November 2005.

3

Page 5: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

yang dianggap sebagai icon dari kelompok kritis. Namun efek dari pembunuhan

politik tersebut melahirkan ketakutan (culture of fear)6 bagi masyarakat luas. Bagi

pelaku pelaksana (eksekutor), pembunuhan ini bertujuan untuk menghentikan aktifitas

pembela HAM dalam mendorong supremasi sipil.

Belum berjalannya tanggung jawab negara dalam mengungkap berbagai kasus

pembunuhan terhadap Munir dan HRD lainnya menunjukkan ketidakmauan

(unwillingness) dalam menegakkan hukum dan melindungi warga negaranya. Dalam

kondisi ini, negara menjadi kepanjangan tangan dari kejahatan kemanusiaan itu

sendiri.

***

Tulisan ini mencoba meninjau lebih jauh dari sepak terjang advokasi Munir --

terutama sejak Imparsial berdiri pada 2002-- semasa ia mulai masuk dalam

perlawanan terhadap kemapanan di tingkat nasional, maupun internasional. Demikian

juga dengan tanggapan dari kelompok yang berlawanan dengan Munir. Patut

dipahami, pembunuhan politik seperti pada Munir bukanlah merupakan yang pertama

di Indonesia. Dan tindakan pembunuhan ini juga tidak lepas dengan sepak terjang

Munir selama hidupnya. Sedangkan dalam konteks motif dari pembunuhan Munir,

buku berjudul Bunuh Munir! : Sebuah Buku Putih (KontraS, 2006), dapat dijadikan

sebagai landasan bagi para pembaca.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa kasus ini

merupakan test of our history.7 Adalah ujian berat bagi negara kita di mana

pemerintahnya harus membuktikan tanggungjawabnya sebagai pelindung keamanan

warganegaranya, atau malah sebaliknya? Figur Munir yang merupakan wakil Human

Rights Defender Indonesia, bahkan sudah dikenal oleh internasional, dapat dengan

mudah dan secara gamblang dibunuh oleh bangsanya sendiri, di dalam teritorinya

sendiri, di dalam maskapai penerbangan nasional kebanggaan Indonesia. Selain

memberikan teror terhadap HRD secara khusus dan masyarakat sipil secara umum,

pembunuhan ini juga memberikan ancaman terhadap demokrasi di Indonesia, di mana

6 Sumber http://www.elsam.or.id/more.php?id=51_0_4_0_M. Di Chili, beberapa pekan setelah KKR mengumumkan hasil kerjanya, setidaknya terjadi tiga pembunuhan politik. Di antaranya terhadap seorang senator terkemuka. Pembunuhan politik tersebut melahirkan ketakutan masyarakat luas (culture of fear). Targetnya, masyarakat berhenti membicarakan proses dan hasil kerja KKR. Agaknya, dalam kadar yang berbeda, risiko ini terjadi di mana-mana, tak terkecuali di Indonesia. 7 Diucapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat bertemu dengan Tim Pencari Fakta pada tahun 2005. Hal ini diberitakan pada Warta Berita - Radio Nederland, 20 Desember 2005.

4

Page 6: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Negara dalam realitasnya tidak dapat melindungi ikon dan model kebebasan

berpendapat.

Untuk itulah, laporan tim Imparsial ini tidak saja melihat pada proses

peradilan Pollycarpus, yang sejak awal diragukan keberhasilannya dalam

mengungkap dalang pembunuhan Munir, namun melihat lebih jauh dari sikap dan

kebijakan negara dalam perlindungan Pembela HAM secara khusus, dan pengakuan

pada proses interaksi antara kelompok kritis dan mapan.

5

Page 7: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

BAB II Aktifitas Munir dalam Mempengaruhi Kebijakan Negara

Munir adalah sosok yang menjadi salah satu icon dalam gerakan perjuangan

Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi di Indonesia. Sebagian besar masa

hidupnya didedikasikan untuk mendorog terwujudnya sebuah tatanan yang

menghormati dan melindungi kemanusiaan serta mendorong tegaknya keadilan.

Tidaklah heran jika Munir kerap bersuara kritis terhadap berbagai kebijakan negara

yang dianggap menyimpang dan melakukan advokasi terhadap masyarakat yang

menjadi korban kekerasan negara, serta menyuarakan berbagai issu demokrasi dan

HAM lainnya.

Kontribusi Munir terhadap kemajuan HAM dan demokrasi di Indonesia

sangatlah besar. Hal itu terlihat dari rekam jejak Munir yang terus berupaya

membongkar berbagai kasus pelanggaran HAM, serta mendorong pelaksanaan

kebijakan yang menghormati HAM. Salah satu kontribusi besar yang akan selalu

dicatat dan diingat dalam sejarah perjuangan HAM di Indonesia, adalah usaha Munir

yang berhasil membongkar kasus penculikan aktivis pada 1998 yang dilakukan oleh

Kopassus. Terbongkarnya kasus tersebut mengakibatkan sejumlah perwira TNI

dipecat dan dicopot dari jabatannya.

Selain kasus penculikan, masih banyak kontribusi lainnya yang diberikan

Munir1 bagi kemajuan demokratisasi dan HAM. Sejak mendirikan Imparsial bersama

dengan aktivis NGO lainnya, Munir mulai fokus mengoreksi kebijakan Negara

melalui media massa, maupun dalam forum dialog antar masyarakat sipil juga dengan

aktor negara, termasuk dengan petinggi lembaga keamanan di Indonesia.

Namun demikian, sangatlah sulit mengurai secara detail aktivitas Munir

sepanjang masa hidupnya dalam catatan pendek pada bab ini. Sehingga catatan

mengenai aktivitas Munir ini hanya akan membatasi pada uraian mengenai

aktivitasnya dalam upaya mempengaruhi proses, dengan kerap mengkritik keras,

pembuatan kebijakan negara yang strategis sepanjang 2002-2004. Catatan ini akan

1 Mengenai aktivitas yang dilakukan oleh Munir dalam upaya membongkar berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia, mulai dari kasus pelanggaran di Tanjung Priok (1984), Timor-Timor (1999), Talangsari (1989), penculikan aktivis (1998), Trisakti-Semanggi (1998), dan lain-lain, dapat dilihat pada buku, Membunuh Munir, Sebuah Buku Putih (bagian I tentang Reka Duga Pembunuhan Munir), yang diterbitkan oleh KONTRAS pada awal 2006.

6

Page 8: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

memperlihatkan posisi dan sikap Munir sebagai seorang demokrat dan pembela

HAM.

A. Bantuan International Military Education and Training (IMET): Quo Vadis Profesionalitas TNI?

Sinyal membaiknya hubungan militer Indonesia-AS bisa ditelusuri ketika pada

Agustus 2002, saat Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Collin Powell berkunjung ke

Indonesia dan menjanjikan bahwa Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan

memberikan paket bantuan kerja sama militer sebesar 50 juta dollar AS lebih kepada

Indonesia. Kemudian, pada pertengahan Agustus 2002 gantian Komandan Armada

AS di Kawasan Pasifik Laksamana Thomas B Fargo berkunjung ke Jakarta untuk

mendiskusikan lebih lanjut paket bantuan tersebut.

Salah satu paket bantuan kerjasama militer AS-Indonesia meliputi

Internasional Military Education Training (IMET) yang telah direstui oleh Senat

Amerika Serikat. Informasi ini diawali ketika Assisten Secretary of State for East

Asia and Pasific, Matthew Daley menyampaikan kabar itu saat bertemu dengan

Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono, Februari 2003. Namun belum dijelaskan

waktu target realisasi kerja samanya2. Selain soal war on terrorism , pemerintahan

Bush juga percaya, engagement (penjalin-hubungan) penting untuk membantu usaha

reformasi militer Indonesia.

Reaksi yang cukup mengejutkan berasal dari Kongres Amerika Serikat (AS).

Pada hari Rabu, 29 Oktober 2003, Kongres telah menyutujui dua amendemen

Undang-undang yang dirancang Senator Russel Feingold dan Senator Wayne Allard,

yang menyatakan dana program IMET tidak boleh dikeluarkan sebelum adanya

investigasi kasus Timika dan pelaku penembakan dibawa ke pengadilan. Kedua

amendemen tersebut berlaku hingga 30 September 2004.3

Namun, keesokan harinya, Matthew Daley, Wakil Asisten Sekretaris Negara

AS Utusan Asia-Pasifik, kembali mengatakan pemerintahan Bush tetap

mengharapkan pelanjutan kembali partisipasi Indonesia dalam program pelatihan

militer di Amerika atau IMET. Menurutnya, IMET adalah proposal berjangka panjang

dan merupakan kesempatan untuk meningkatkan posisi negosiasi pemerintah Bush

dalam penyelesaian masalah yang berjangka pendek. Pernyataan tersebut disampaikan

2 http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/02/18/brk,20030218-01,id.html, “Kerjasama Militer Indonesia-AS Kembali Dijalin”, 18 Pebruari 2003. 3 http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/10/29/brk,20031029-42,id.html, “Amerika Tidak Akan Berikan Bantuan Militer ke Indonesia”, 29 Oktober 2003.

7

Page 9: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Daley saat forum terbuka yang diadakan oleh US-Indonesia Society, sebuah LSM di

Washington DC.4

Sebelumnya, pada Mei 2003, Kongres AS juga memutuskan untuk tidak

mengeluarkan dana untuk program ini, sebesar US $ 400,000, sebelum selesainya

investigasi kasus Timika. Hal yang sama juga dilakukan oleh Joel Hefley, anggota

Kongres dari Partai Republik asal negara bagian Colorado, pada Juni 2003. Melalui

amandemen yang diajukannya, DPR AS menyetujui pemblokan dana IMET untuk

Indonesia dengan nilai lebih besar, US $ 600,000, yang dicantumkan di Foreign

Operations Appropriations Bill (UU Apropriasi Operasi Luar Negeri) untuk anggaran

belanja 2004.

Sebulan kemudian, tepatnya 15 Juli 2003, anggota Kongres The US House of

Representatives (DPR AS), menyetujui penahanan dana bantuan International

Military Education Training (IMET) untuk Indonesia sebesar 400.000 dollar AS di

State Authorization Bill (UU Otorisasi Departemen Luar Negeri) tahun anggaran

2004. Namun, penahanan itu hanya menyangkut bantuan IMET. Sedangkan bentuk

bantuan dan kerja sama lain, yaitu dalam bentuk latihan counter-terrorism dan juga

kunjungan perwira, masih diperbolehkan.5

Sementara di Indonesia sendiri, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto

mengatakan bahwa Indonesia tidak akan keberatan jika bantuan militer Amerika

kepada Indonesia dihentikan. Pernyataan itu ia tegaskan menjawab permintaan DPR

AS kepada pemerintahnya untuk menghentikan bantuan jika Indonesia tidak

mengungkapkan kasus Timika secara transparan. Endriartono mengatakan, justru

selama ini Indonesia tidak menerima bantuan militer dari AS.6

Di lain pihak, rencana pemberikan bantuan dalam bentuk kerjasama militer

tersebut menimbulkan keresahan di kalangan beberapa aktivis gerakan masyarakat

sipil dan hak asasi manusia (HAM) di Tanah Air, khususnya Munir.

Keresahan kalangan aktivis bukannya tanpa alasan. Pembekuan bantuan

militer AS di Indonesia selama ini tidak ubahnya sebuah dukungan moral bagi para

pejuang HAM di Tanah Air. Bantuan kerja sama militer itu bukan hanya

4 http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/10/30/brk,20031030-25,id.html, “Pemerintah AS akan Memperjuangkan IMET untuk Indonesia, 30 Oktober 2003. 5 Amandemen yang disetujui anggota Kongres AS ini kembali diajukan oleh Joel Hefley. Lihat Bara Hasibuan, ”Lagi-lagi Soal IMET”, Kompas, 04 Agustus 2003. 6 http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/07/18/brk,20030718-22,id.html, “TNI Tak Keberatan Bantuan Militer AS Dihentikan”, 18 Juli 2003.

8

Page 10: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

dikhawatirkan akan menyebabkan terulangnya bentuk-bentuk pelanggaran HAM oleh

aparat militer dan kepolisian di masa lalu, tetapi sekaligus menjadi legitimasi bahwa

pelanggaran HAM yang pernah terjadi tidak perlu dipersoalkan lagi.

Pengalaman menunjukkan, sejak peristiwa Santa Cruz 1991, hubungan AS-

Indonesia melalui IMET mengalami pasang surut. Bahkan seluruh bantuan

pendidikan militer ke Indonesia di bawah IMET dibekukan. Namun, pada 1995

sejumlah dana untuk pelatihan dicairkan kembali di bawah program Extended-IMET.

Akan tetapi, seperti ditulis dalam laporan Lora Lompe pada organisasi nonpemerintah

internasional East Timor Action Network (ETAN) pada 1998, selama 1990-an

Pentagon mengabaikan ketentuan Kongres, memberikan pelatihan perang gerilya

kota, pengamatan, keahlian penembak jitu (sniper), dan operasi psikologis melalui

program pelatihan militer bersama, Joint Combined Exchange Training (JCET)

kepada pasukan khusus Indonesia. Program ini kemudian dibekukan atas inisiatif

anggota Kongres, Lane Evans.7

Peristiwa yang menjadi sorotan pihak Senat AS adalah kasus Timika, yakni

peristiwa penembakan terhadap dua warga AS, 31 Agustus 2002, yang tewas

ditembak sekelompok orang bersenjata. Dua rombongan mobil yang mereka

tumpangi dalam sebuah perjalanan ke Tembagapura ditembaki, sehingga beberapa

orang lainnya mengalami luka-luka. Yang membuat masalah menjadi lebih ruwet

adalah sejak tak ada investigasi serius yang dilakukan pemerintah Indonesia.

Karena hasil tim investigasi TNI/Polri ”terkesan” tidak memuaskan, maka

Federal Bureau of Investigation (FBI) akhirnya menurunkan tim investigasi

independen untuk menyelidiki kasus itu. Namun kedatangan tim FBI yang telah dua

kali ke Indonesia untuk mengusut kasus tersebut tidak diberi akses terhadap bukti-

bukti maupun saksi sehingga harus kembali ke Washington dengan tangan kosong.

Bahkan janji pemerintah Indonesia untuk memberikan kerjasama penuh saat

kedatangan mereka kali kedua, tidak juga ditepati. Tenggang waktu berbulan-bulan

terlanjur membentuk persepsi di Washington, bahwa Indonesia tidak punya komitmen

untuk membongkar kasus ini dan menyeret semua yang bertanggung jawab ke

pengadilan sehingga menimbulkan kecurigaan, ada yang ditutup-tutupi pemerintah

Indonesia. Penjelasan awal beberapa petinggi TNI bahwa pelaku pembunuhan adalah

7 Kompas, “Bantuan Militer AS: Untuk Apa?”, 15 Agustus 2002, hal. 8.

9

Page 11: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

kelompok Organisasi Papua Merdeka menjadi tidak kredibel karena tidak didukung

investigasi menyeluruh yang mendukung tuduhan itu.8

Faktor lain yang menambah kecurigaan adalah fakta bahwa dulu sudah pernah

ada investigasi yang dilakukan Polda Papua (Kapolda I Made Pastika). Pasalnya, hasil

awal investigasi sudah terlanjur diumumkan ke publik di mana disebutkan ada

kemungkinan besar keterlibatan elemen TNI di balik peristiwa Timika itu. Ternyata

kesimpulan awal Polda Papua itu konsisten dengan laporan intelijen mengenai kasus

Timika yang diterima Kongres AS.

Pelatihan dan kerja sama militer yang ditawarkan AS sering mendapatkan

kritikan pedas, karena kekuatan militer asing yang dilatih justru digunakan oleh rezim

di negara bersangkutan untuk melakukan represi terhadap gerakan-gerakan demokrasi

yang mendukung perubahan secara damai. Keprihatinan terhadap pelanggaran HAM

yang dilakukan mitramiliter AS mendorong Kongres menambahkan satu tujuan dalam

program IMET, yakni meningkatkan kesadaran dan pemahaman persoalan HAM.

Akan tetapi, pelanggaran-pelanggaran HAM di negara-negara tersebut masih terus

terjadi.

Pendidikan, pelatihan, dan kerja sama militer dengan AS di satu pihak

membantu peningkatan profesionalisme militer dan kepolisian di negara-negara lain,

termasuk menyebarkan ide-ide demokrasi dan HAM di kalangan mereka. Kenyataan

yang terjadi sering justru sebaliknya. Baik di Indonesia, Kolumbia, maupun negara-

negara lain di Afrika dan Asia, kekuatan-kekuatan yang telah dilatih dan dipersenjatai

untuk melawan aksi-aksi pemberontakan justru menyebabkan kematian dan

penderitaan bagi masyarakat sipil.

Menurut rilis Deplu AS tertanggal 2 Agustus 2002, Indonesia dan Jakarta

khususnya, mengalami penderitaan akibat sejumlah teror bom. Karenanya, budget

yang didistribusikan untuk beasiswa kontraterorisme regional sebesar empat juta

dollar AS pada 2002-2003 dan untuk pelatihan dan pendidikan militer sebesar

400.000 dollar pada 2002.

Dalam versi aparat kepolisian dan militer Indonesia, teror bom itu dilakukan

oleh orang-orang Aceh yang terkait dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Menurut

Munir, memang ada target politik domestik Pemerintah Indonesia untuk

menyusupkan masalah Aceh dalam agenda perang melawan terorisme dan konflik

8 Bara Hasibuan, ”Lagi-lagi Soal IMET”, Kompas, 04 Agustus 2003, hal. 49.

10

Page 12: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Aceh coba diinternasionalisasi dengan menyebut GAM sebagai teroris. Melawan

GAM berarti melawan terorisme, sehingga kontrol terhadap masalah HAM tidak

penting lagi.9

Mengamati perubahan kebijakan luar negeri Pemerintah AS tersebut, Munir

berpendapat bahwa bagi TNI dan Polri, bantuan ini akan memberikan legitimasi

politik bahwa mereka telah diterima kembali, tidak terus-menerus diembargo, dan di

kalangan luar reformasi TNI/Polri yang begitu lambat tidak dipersoalkan. Apalagi

paska 11/9 bantuan ini juga diperuntukkan bagi polisi Indonesia.

Namun di sisi lain Munir menyatakan keraguannya, sejauh mana pelatihan-

pelatihan dan bantuan kepada TNI/Polri untuk memerangi terorisme bisa dikontrol

dan tidak ada jaminan akan pindah sasaran ke tempat lain. Apalagi dalam sistem

anggaran militer di Indonesia, hanya 25 persen di antaranya yang dibiayai melalui

anggaran negara sedangkan 75 persen lainnya dibiayai melalui bisnis legal maupun

ilegal yang dilakukan militer. Peluang untuk dialihkan dan imbas ke tempat lain selalu

bisa terjadi. Bantuan ini kurang mempertimbangkan kapasitas masyarakat sipil di

Indonesia untuk mengontrol militer. Akibatnya, akan mempermudah otoritas militer

menyelesaikan konflik dengan cara-cara yang membahayakan HAM.10

B. Korvet Belanda dan KAL-35 untuk Pemda: Ancaman bagi Kontrol Sipil terhadap Militer

Sejak menakhodai Angkatan Laut pada April 2002, kebijakan KSAL

Laksamana Bernard Kent Sondakh kerap menuai kontroversi. Ada dua hal yang

cukup menonjol pada periode 2003 khususnya yang berkaitan dengan pengadaan

kapal AL. Pertama, saat AL berencana membeli empat korvet Belanda pada Februari

2003 silam. Saat itu, rencana Kent Sondakh mendapat tanggapan yang cukup serius

dari Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti yang menyarankan agar KSAL

meninjau kembali rencana tersebut. Dengan lugas KSAL menukas, ”Kalau Menko

Perekonomian minta itu ditinjau, ya, dia yang tinjau”11. Namun hingga akhir tahun

2003, pemerintah melalui Departemen Keuangan belum memastikan dana pembelian

empat korvet dari Belanda tersebut. Padahal rencana penandatanganan kontrak

pertama akan dimulai akhir Desember 2003.

9 Kompas, “Bantuan Militer AS: Untuk Apa?”, 15 Agustus 2002, hal. 8.10 Ibid.11 Majalah Tempo, “Korvet Jalan Terus”, edisi 1 Februari 2004, hal. 19.

11

Page 13: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Program pembelian empat korvet produksi Belanda tersebut sangat mengundang

perhatian publik, khususnya terkait dengan harga beli tiap-tiap unit kapal. Bila

melihat kasus pembelian pesawat Sukhoi, masalah yang muncul menyangkut

mekanisme pembeliannya yang ”tidak biasa” karena memakai pola imbal dagang.

Pihak legislatif sampai membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menyelidiki

pembelian pesawat tempur asal Rusia tersebut.

Dalam kasus korvet, sikap anggota Dewan sepertinya kurang berminat meminta

keterangan pemerintah --baik menyangkut harga, mekanisme, maupun skema

pembeliannya. Ditambah lagi dengan rencana pemerintah dan Mabes TNI, yang

hendak menyinergikan pembelian kapal perang tersebut dengan program korvet

nasional yang akan dimulai dengan memproduksi dua dari empat korvet Belanda di

PT PAL Surabaya.12

Di Belanda sendiri, reaksi keras terhadap rencana pembelian korvet justru

datang dari komunitas Parlemen Belanda. Paling tidak ada tiga hal yang menjadi

sorotan mereka. Pertama, menyangkut harga kapal yang totalnya sempat disebut-

sebut mencapai 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 8,5 triliun (nilai ini akhirnya

diklarifikasi KSAL dengan menyebut harga hasil negosiasi, yakni 167 juta dollar AS

atau Rp 1,4 triliun per unit kapal). Kedua, menyangkut dugaan adanya praktek KKN

dalam proses pembelian kapal yang membuat harga melambung. Ketiga, terkait

dengan kekhawatiran beberapa anggota Parlemen Belanda terhadap pemanfaatan

korvet-korvet ini jika kelak sudah menjadi milik TNI AL.13

Kontroversi kebijakan Laksamana Bernard Kent Sondakh lainnya yang cukup

memicu perdebatan di Indonesia, lahir dari imbauan dan ide awal Kent Sondakh

melalui keputusannya mengajak para gubernur se-Indonesia pada 1 Oktober 2002

untuk turut terlibat dalam pengadaan kapal-kapal patroli KAL-35 seraya mengutip

Undang-undang Pemerintah Daerah No. 22/1999. Melalui ”surat sakti” tersebut

12 Saat HUT TNI 10 Oktober 2003, Edwin H. Suryohadiprojo, Dirut PT PAL Indonesia,mempresentasikan pembuatan kapal korvet nasional dimana badannya dibuat oleh PT PAL Indoanesia,elektroniknya dibuat oleh PT Lion, sedangkan persenjataannya dibuat oleh PT Pindad. Lihathttp://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/11/05/brk,20031105-56,id.html, ”TNI Pesan EnamKapal Korvet”, 05 November 2003. Sementara Bank Syari’ah Mandiri (BSM) berniat mengucurkanpembiayaan kepada PT PAL Indonesia dengan menggunakan skema project financing. Lihat Kompas,”BSM Membiayai Pembuatan Kapal Perang”, 26 Maret 2004.13 Akhir November 2003, berbagai media massa di Belanda gencar memberitakan rencana pembeliankorvet tersebut, dari soal harga korvet hingga penggunaannya di Indonesia dan Krista van Velzen,salah satu politisi yang mengkhawatirkan korvet Belanda itu akan digunakan untuk membombardirdaerah konflik Aceh. Lihat Majalah Tempo, ”Saling Silang Kapal Perang”, edisi 14 Desember 2003.hal. 38.

12

Page 14: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Laksama Kent ”mengimbau” para gubernur agar ikut berpartisipasi dalam

mengamankan wilayah laut di daerah masing-masing. Caranya: mereka diminta

”arisan” untuk membelinya.14

Seolah gayung bersambut, sejak diresmikan Presiden Megawati, pada

pertengahan 2003 beberapa Pemerintah Daerah di Indonesia berencana untuk

memiliki Kapal Patroli KAL-35 yang nantinya akan dipergunakan untuk TNI AL. Hal

ini diakui Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat, Laksda Mualimin Santoso,

yang menyatakan,”Memang Bapak KSAL menghimbau daerah untuk membeli kapal

patroli, dan ide itu disambut baik daerah”15. Di beberapa daerah himbauan pembelian

kapal tersebut juga dituangkan dalam bentuk surat keputusan, seperti di Banten,

melalui SK No. B/468/X/2002 tertanggal 1 Oktober 2002, KSAL meminta agar

propinsi yang mempunyai wilayah perairan diminta bekerjasama dengan TNI AL

untuk menyediakan dana pembelian kapal.16

Tawaran KSAL terhadap Pemda, ternyata disambut baik oleh para pimpinan

daerah setempat dan berlanjut pada terbentuknya beberapa kesepakatan antara Pemda

dan TNI AL. Berawal dari Pemda Riau yang diwakili oleh Gubernur Riau, Saleh

Djasit dan TNI AL yang diwakili Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat,

Laksda Mualimin Santoso, penandatanganan Memory of Understanding (MoU) untuk

memiliki Kapal Patroli KAL 35 telah menjadi kesepakatan yang mengikat secara

hukum.

Keinginan Propinsi Riau dalam membeli Kapal tersebut didasarkan atas dua

alasan. Pertama, adalah adanya potensi ancaman yang timbul di daerah wilayah laut

daerah mereka masing-masing, sehingga dibutuhkan kapal patroli baru yang dapat

mengawasi wilayah mereka untuk digunakan TNI AL. Kedua, adalah didasarkan atas

adanya celah hukum di dalam UU No. 22/1999 yang menyatakan bahwa

“kewenangan daerah di wilayah laut juga meliputi bantuan penegakan keamanan dan

kedaulatan negara (Pasal 10 ayat 2 jo Pasal 3 UU No. 22/1999). Dengan dua alasan

tersebut, beberapa daerah lainnya, seperti Banten, Kutai Kertanegara, Bangka

Belitung, Maluku dan Papua juga berniat akan membiayai pengadaaan kapal KAL 35

untuk digunakan TNI AL. Mereka memiliki argumentasi yang sama, bahwa demi

menjaga keamanan laut di wilayah daerah masing-masing, pembelian perangkat

14 Majalah Tempo, “Kelak-kelok Si Tedung”, edisi 16 Mei 2004, hal. 6815 Media Indonesia, “Kapal Itu Nantinya Jadi Milik AL”, 7 September 2003.16 Kompas Selasa, “DPRD Banten Anggarkan Rp 13 Miliar untuk Pengadaan Kapal Patroli TNI AL,17 Februari 2004, hal. 20.

13

Page 15: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

keamanan, seperti kapal patroli, nampaknya menjadi hal yang patut diprioritaskan.

Sehingga penggunaan anggaran daerah untuk membiayai pembelian kapal untuk TNI

AL dianggap sebagai tindakan yang sudah selayaknya.

14

Page 16: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Motivasi Daerah Membeli Kapal Patroli KAL-3524

No Daerah Alasan Pembelian Kapal Pejabat yang Menyatakan

Status Tanggal/ Sumber

Jumlah Anggaran

1 Propinsi Riau

1. Mengamankan wilayah laut terkait untuk menjaga sumber daya alam (SDA) dari segala macam pencurian seperti nelayan asing yang banyak melakukan pencurian ikan.

Asparaini Rasyad (Asisten Gubernur Bidang Pemerintahan)

Sudah membuat MoU

Kompas, 30 Agustus 2003

12 Milyar

2 Propinsi 1. Menjaga potensi sumber daya Emron Pangkapi Masih dalam Suara Karya, 12 Milyar Bangka Belitung

alam (SDA) yang dimiliki oleh propinsi Bangka. Selain itu

(Ketua DPRD Bangka

tahap perencanaan

Kamis, 19 Februari

2. Turunnya surat himbauan dari Belitung) 2004. Menteri pertahanann dan KSAL (www.suarak pada Februari 2002 yang diperkuat arya-dengan langkah nyata AL yang online.com/n membawa model kapal 35 kesungai ews.html?id= Siak, kemudian memberikan buku 64134) lengkap dan merekomendasikan pembuatannya di antara tiga galangan pembuatan kapal, Tanjung Pinang, Surabaya dan Batam

3 Propinsi Banten

1. Mengamankan wilayah atau kawasan pantai dan kepulauan,

Dharmono K. Lawi (Ketua

Masih dalam tahap

Kompas, 17 Februari

13 Milyar

sebab keberadaan polisi laut yang DPRD Propinsi perencanaan 2004 kekuatannya cuma 1 peleton tidak Banten) -cukup memadai untuk mengawasi kawasan pantai dan kepulauan. Apalagi terkait dengan pemenangan sengketa batas wilayah terkait upaya memasukan sebagian besar pulau seribu ke propinsi Banten 2. Secara geografis langsung berhadapan dengan perairan laut internasional yang dilewati oleh kapal-kapal asing, sehingga rawan yang butuh pengamanan.

4 Propinsi Papua

1. Untuk mengamankan perairan Propinsi Papua yang rawan terjadinya penyelundupan kayu maupun pencurian ikan

JP Solossa (Gubernur Propinsi Papua)

Masih dirapatkan dengan DPRD

Papuanews.c om/www.pap uanews.com

80 miliar

5 Propinsi Maluku

1. Untuk mengatasi pencurian kekayaan alam Maluku oleh orang-orang asing.

Karel Albert (Gubernur Maluku)

Masih dalam tahap perencanaan

Republika, 19 September 2003.

-

(www.malra. org/posko/ma lra.php4?id= 21216897)

6 Kabupat en Kutai Kertaneg ara

Membantu lancarnya pertahanan dan terselenggaranya pemerintahan yang kuat, dapat menangkal semua hambatan dan rintangan dari luar, dll

Syaukani (Bupati Kutai kertanegara)

Masih dalam tahap perencanaan

Wl, 30 September 2003

-

24 Imparsial, Analisa Kritis Kebijakan Pertahanan, Volume 1, Maret 2004, hal. 2.

15

Page 17: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Rencana pembelian kapal oleh beberapa daerah sebelumnya juga telah

didukung oleh Departemen Pertahanan. Untuk Propinsi Banten imbauan pembelian

Kapal Patroli tersebut dituangkan melalui surat Menteri Pertahanan No.

B/64/M/I/2003, tanggal 1 Januari 200325. Nampaknya imbauan pembelian kapal

melalui surat tersebut tidak hanya digunakan untuk Propinsi Banten, tetapi juga untuk

daerah lainnya yang memiliki perairan laut yang luas.

Menjadi menarik kemudian ketika dukungan Departemen Pertahanan tersebut

dibantah oleh Dirjen Strategi Pertahanan Dephan sendiri, yakni melalui pernyataan

Mayjen Sudrajat, yang menyatakan bahwa pengadaan kapal perang seharga Rp 12,8

Milyar itu sebaiknya ditinjau ulang26. Mekanisme pembelian kapal oleh daerah yang

bekerjasama dengan TNI AL telah menyalahi peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Dengan adanya dua sikap yang berbeda di dalam Departemen Pertahanan

dalam persoalan pembelian Kapal, terkesan sikap Dephan terlihat mendua. Pada

awalnya Dephan mendukung melalui Surat Menteri Pertahanan, tetapi kemudian

dalam proses kelanjutannya Dephan malah menolak mekanisme pengadaan kapal

oleh daerah tersebut.

Namun demikian, sikap penolakan pembelian kapal tersebut mendapatkan

tanggapan yang serius dari Laksamana Muda (Laksda) Mualimin Santoso, selaku

pihak yang menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pembelian kapal

perang dengan Pemda Riau yang diwakili oleh Gubernur Riau, Saleh Djasit, 15 Juli

2003. Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Armabar) ini menyatakan

bahwa ia kecewa dengan pernyataan Dirjen Strahan, Mayjen Sudrajat yang meminta

peninjauan ulang pembelian kapal. ”Harusnya dia ikut memikirkan kendala yang

kami hadapi”, ujarnya27. Menurutnya kebijakan Pemerintah Propinsi Riau yang

membantu pengadaan kapal perang jenis KAL 35 sangat tepat di tengah beratnya

tugas TNI AL dan keterbatasan prasarana operasi.

Sayangnya kemudian, di tengah kontroversi pengadaan kapal patroli tersebut,

sikap otoritas sipil di pusat dalam hal ini Presiden dan DPR terkesan tidak peduli.

Komentar dari anggota DPR ataupun Pemerintah dalam menanggapi dan bertindak

dalam menyelesaikan kontroversi pengadaan kapal oleh Pemda tersebut sangat

25 Opcit.26 Kompas Sabtu, “ TNI AL Dukung Riau Beli Kapal Perang; Pemda Beli Alat Perang, IdeBerbahaya”, 30 Agustus 2003.27 Ibid.

16

Page 18: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

minim. Lebih disayangkan lagi sikap Dirjen Strahan yang meminta pengadaan Kapal

oleh Pemda untuk ditinjau ulang berhenti di tengah jalan dan terkesan membiarkan.

Perubahan sikap Mayjen Sudrajat ini terlihat ketika beberapa tanggapan dari perwira

tinggi TNI AL, seperti KSAL dan Panglima Armada Barat, mengecam pernyataan

Jenderal berbintang dua tersebut.

Berkaitan dengan rencana pembelian KAL-35 tersebut, pada Maret 2004,

Imparsial meluncurkan hasil risetnya berjudul ”Analisa Kritis kebijakan Pertahanan”.

Hasil riset ini mendapat tanggapan yang cukup serius dari KSAL Laksamana Bernard

Kent Sondakh.

3)

Menurut Kent Sondakh, kebijakan AL mengajak Gubernur se-Indonesia

bekerjasama dalam membangun kapal patroli jenis KAL-35 tidak dilakukan dengan

tindakan ngawur. Karena sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Daerah. Pasal 2 ayat 1 menyatakan, provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah

laut seluas 12 mil dan daerah memiliki lima kewenangan dalam wilayah laut (Pasal 28. Sementara Pasal 10 UU No. 22/1999 menyebutkan kewenangan daerah dalam

pengelolaan laut di wilayahnya. Poin e pasal tersebut berbunyi, daerah ikut serta

membantu keamanan dan penegakan kedaulatan. Menurutnya, bantuan keamanan dan

kedaulatan dalam UU No. 22/1999 Pasal 10 (e) adalah bantuan pengamanan

kedaulatan di wilayah laut yang diberikan kewenangan pengelolaan sumber daya

itu29. Lanjutnya, di tengah anggaran negara yang minim dan jumlah kapal AL yang

usianya bahkan melebihi 40 tahun dengan 17.500 pulau dengan luas perairan 5,8 juta

kilometer sangat dibutuhkan kapal patroli yang bisa menjaga wilayah laut Indonesia.

Pasal 10 (2) huruf e UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah memang

menyatakan bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewenangan di wilayah laut, yaitu

dengan melakukan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan. Namun, Pasal ini

tidak jelas benar apa yang dimaksudkan dengan ”membantu” serta ”kepada siapa

bantuan itu akan diberikan”. Sementara di sisi lain, beberapa Pemda menyediakan

anggaran untuk pembelian kapal patroli KAL 35 serta biaya operasionalnya30.

Berkaitan dengan itu, dalam sebuah wawancara di majalah Tempo, Bernard

Kent Sondakh mengatakan, ”bahwa ia tidak mengerti. Ada aksi-aksi eksternal yang

28 Majalah Tempo, ‘“KSAL Bernard Kent Sondakh: “Ini Terobosan untuk Mengamankan Laut’”, edisi 16 Mei 2004.

Koran Tempo, ‘”Bernard Kent Sondakh, Kepala Staf TNI AL: “Saya Didukung oleh Menteri Pertahanan”’, 8 September 2003. 30 Imparsial, Op. Cit., hal. 5.

17

29

Page 19: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

ingin melemahkan TNI Angkatan Laut. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau

para pemikir yang menyalahkan kita membeli kapal-kapal ini mungkin tidak tahu,

tidak sadar, atau tidak sengaja31”.

Pembelian tersebut justru menimbulkan problema, sebab pembelian peralatan

militer serta membiayai pengoperasiannya oleh Pemerintah Daerah jelas bertentangan

dengan sifat sistem pertahanan nasional, tunggal dan terpusat. UU No. 3/2002 tentang

Pertahanan Negara jelas mengatakan semua penganggaran maupun pengoperasian

semua kekuatan TNI berada di tangan Presiden dengan persetujuan DPR. Dalam

konteks ini menutup kemungkinan adanya interpretasi bahwa Pemda dapat

mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan langkah-langkah di bidang pertahanan.

Dalam pandangan Munir, terobosan yang dilakukan TNI AL dalam pengadaan

kapal oleh daerah yang bekerjasama dengan TNI AL tersebut tidak hanya

menimbulkan terjadinya praktik penyimpangan pelaksanaan otonomi daerah, tapi juga

telah menimbulkan delegitimasi otoritas politik sipil dalam mengontrol peran militer,

yang salah satunya meliputi kontrol terhadap anggaran.32

Transaksi pengadaan kapal adalah model baru dalam kerumitan hubungan

kontrol sipil atas militer. Dalam kerangka negara demokrasi, peletakan hubungan

sipil-militer lebih didasarkan pada prinsip kewenangan otoritas yang lahir dari mandat

politik rakyat untuk mengelola organisasi pertahanan. Munir percaya, bahwa kontrol

tersebut hanya mampu dilakukan apabila sumber anggaran dan keputusan bagaimana

militer digunakan berada dalam kewengangan tunggal, yakni kepala negara. Di sini

memang menuntut pemisahan secara tegas militer dari wilayah politik.

Kasus kapal patroli KAL-35 antara Pemerintah Daerah dan TNI AL

menggambarkan beberapa problem pada perilaku organisasi militer. Apa yang

kemudian dipertunjukan adalah militer sebagai pelaku ekonomi dan sekaligus sebagai

pelaku politik.

Sebagai pelaku ekonomi, TNI AL secara terbuka menawarkan pembelian

kapal patroli kepada Pemerintah Daerah, dengan tawaran berbagai keuntungan yang

mungkin akan diperoleh. Tawaran ini mengandung banyak keuntungan, yaitu

keuntungan yang diperoleh dari transaksi kapal, keuntungan dari adanya relasi

permanen perawatan dan operasional kapal dengan sistem anggaran Pemerintah

31 Majalah Tempo, ‘“KSAL Bernard Kent Sondakh: “Ini Terobosan untuk Mengamankan Laut’”, edisi16 Mei 2004, hal. 74.32 Indopos, “Dituding Tak Sekedar Pengamanan”, 22 April 2004.

18

Page 20: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Daerah, serta legitimasi penjualan publik domain keamanan kepada Pemerintah

Daerah.

Transaksi penjualan kapal patroli tersebut memang akan melahirkan relasi segi

tiga pasar penjualan produk kapal tersebut, yaitu TNI AL, perusahaan produsen, serta

Pemerintah Daerah sebagai konsumen. Dalam penjualan kapal patroli dan servis

pengoperasiannya, TNI AL tidak saja sebagai kesatuan yang memang memiliki

otoritas untuk mengoperasikan kapal tersebut, tetapi juga sebagai penjual jasa-jasa

keamanan.

Proses relasi ekonomi keamanan semacam ini memang akan meningkatkan

posisi dana non budgeter yang mengalir pada TNI. Pertimbangan keuntungan adanya

anggaran non budgeter tentu dengan mudah meningkatkan keutuhan organisasi militer

yang mandiri. Sekecil apapun peluang dana non budger mengalir, terutama atas jasa

penjualan kemananan, jelas meningkatkan tingkat otonomi militer dari kapasitas

kontrol anggaran oleh otoritas politik.

Pada gilirannya, tindakan-tindakan ekonomi itu juga masuk ke dalam wilayah

politik praktis, yaitu wilayah pengambilan keputusan politik bagi pengelolaan sistem

pertahanan. Kesadaran bahwa TNI AL secara otonom dapat bertindak sebagai pelaku

politik ini diwujudkan dalam bentuk langkah membuat Memorandum of

Understanding (MoU) dengan Pemerintah Daerah tentang bagaimana pengelolaan

keamanan laut di wilayah propinsi. Dalam konteks ini TNI AL tidak saja bertindak

sebagai pelaku politik, tetapi juga sebagai subyek hukum otonom untuk bertindak atas

dirinya sendiri.

Dalam rangka menyukseskan agenda pembelian kapal patroli KAL-35 oleh

Pemda, Bernard Kent Sondakh mengirimkan timnya ke daerah-daerah untuk

melakukan promosi kapal tersebut. Namun di sisi lain promosi ini disinyalir sebagai

sebuah bentuk baru “bisnis” TNI melalui kapal-kapal patroli. Menanggapi hal ini,

Laksamana Bernard Kent Sondakh menyatakan, “Ini tidak ada kaitannya dengan

bisnis. Saya hanya mau bilang, ”Ini lo kapal AL. Kalian (daerah-daerah provinsi) bisa

bikin kayak gini. Nanti AL yang mengoperasikan .... 33”

Apa yang kemudian dicerminkan oleh tindakan sebagai pelaku ekonomi dan

politik itu memang berakibat serius terhadap konsepsi pihak TNI AL sendiri terhadap

hakikat dirinya. Sebab langkah-langkah di atas justru memberikan gambaran bahwa

33 Majalah Tempo, Op. Cit. , hal. 75.

19

Page 21: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

TNI AL menganggap anggaran militer bukanlah instrumen negara, akan tetapi bagian

dari interest mereka sebagai kekuatan yang mewakili interest nasional, seperti

keamanan dan kedaulatan. Persepsi diri semacam ini memang akan melahirkan

benturan kepentingan yang serius antar otoritas politik yang memiliki kewenangan

mengambil keputusan pengelolaan sistem pertahanan dengan interpresi diri TNI AL

atas masa depan perannya.

Langkah TNI AL tersebut terkesan aneh, mengingat doktrin TNI AL, Eka

Sasana Jaya, 2001, yang merupakan pedoman dasar bagi TNI-AL, menyatakan

pelaksanaan pembinaan material dan pembinaan dukungan logistik harus mengikuti

prinsip perbendaharaan material sebagai milik negara (prinsip milik negara) dan

pembinaan logistik yang meliputi keseluruhan penyelenggaraan fungsi manajemen

logistik tersebut berdasarkan metode terpusat, organik, bina tunggal (fungsi logistik).

Tampak peluang-peluang di wilayah ekonomi dan politiklah yang berakibat terjadinya

perubahan konsepsi diri yang kemudian melakukan koreksi yang begitu berbeda.

C. Pemilu 2004: Dari Capres Purnawirawan TNI hingga Pilihan Memihak Amien Rais

Di tengah maraknya kemunculan calon presiden yang mantan militer dan aksi-

aksi masyarakat menolak pencalonon mereka, jalan dan komitmen politik yang

ditempuh Munir dengan mendukung dan bahkan ikut mengiklankan kampanye untuk

Amien Rais di layar televisi dan radio saat Pemilu 2004 digelar, memang cukup

membuat banyak kalangan34 bertanya-tanya soal pilihannya itu: gebrakan (politik) apa

yang tengah dibangun Munir? Apakah kerja-kerjanya selama ini di ranah civil society

kurang memuaskan dirinya ataukah ada interest tertentu dalam diri Munir, termasuk

mengejar jabatan tertentu di pemerintahan ataukan demi materi semata?

Tidak mudah baginya untuk menjatuhkan pilihan mengampanyekan Amien

Rais. Menurut Munir, ia harus menemui Amien Rais dan menawarkan semacam

”kontrak” dengan Amien menyangkut penegakan hukum, penyelesaian kasus HAM,

dan perbaikan politik pertanahan. Ada yang disetujui dan ada pula yang tak

sepenuhnya disetujui. Namun berdasarkan banyak pertimbangan, Munir pun mau

34 George Junus Aditjondro, adalah salah satu koleganya yang cukup tajam berdebat dengan Munir perihal pilihan politiknya kepada Amien Rais.

20

Page 22: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

mengampanyekan Amien. Tapi di sisi lain, Munir akan tetap kritis pada Amien jika ia

ternyata tak memenuhi janjinya.35

Mengapa Amien? ”Pilihannya siapa yang tingkat destruksinya terhadap

demokrasi paling kecil,” ujarnya seraya mengatakan, aktivis LSM sebenarnya juga

punya pilihan politik. ”Masalahnya mereka mau menyatakan secara terbuka atau

tidak”.

Pilihan Munir terhadap Amien Rais disertai logika politik dalam konteks

menjaga bayi demokrasi Indonesia yang baru tumbuh karena, menurutnya36, bila

membiarkan pertarungan politik Indonesia hari ini tanpa pengambilan sikap politik

juga tidak ’fair’ sehingga kemudian membuat Munir mengambil keputusan dengan

mendukung Amien Rais. Sikap politik yang diambil Munir karena ia tidak melihat

kompetisi politik Indonesia saat ini sebagai kompetisi memilih yang terbaik, tapi ia

masih melihat kompetisi politik Indonesia memilih orang yang paling tidak punya

ancaman terhadap demokrasi.

Munir berharap pada Amien Rais agar tidak ada tafsiran dari pihaknya bahwa

pilihan politik Munir terhadapnya bukan karena ia tergiur dengan jabatan ataupun

uang. Yang ia sampaikan kepada Amien Rais adalah komitmen politik demokrasi.

Untuk dua hal ini, jelas ditolaknya. Ia memilih Amien dalam rangka melindungi

demokrasi di Indonesia. Karena bila jabatan atau uang yang dikejar Munir,

sebenarnya pada pemilu 199937 ia juga pernah mendapat tawaran jabatan yang cukup

menggiurkan. Salah satu tawaran tersebut berasal dari partai pemenang Pemilu,

namun ia tidak bersedia. Walau pada saat kampanye Amien-Siswono38 di Mataram

sempat disebutkan namanya dan Todung Mulya Lubis yang dipersiapkan untuk

jabatan Jaksa Agung, ia pun tidak bersedia. Munir memilih akan tetap bekerja di level

civil society ketimbang bekerja di level negara. Tawaran jabatan, tidak terlalu

mengejutkan bagi Munir. Baginya, tidak menarik untuk duduk di pemerintahan.

Pilihan Munir untuk tidak duduk di dalam pemerintahan karena menurutnya

karena masih ada proses politik di Indonesia yang lebih penting ketimbang sekedar

35 Kompas, ”Mimbar Demokrasi”, 16 Juni 2004. http://www.indonesiahouse.org/focus/civsociety/2004/09/090904Munir_dan_sikap_politiknya.htm,

”Munir dan Sikap Politiknya”, 09 September 2004. 37 Ibid. Pada pemilu 1999, Munir juga mendapat tawaran satu jabatan di DPR dari Partai KPI (pimpinan Edi Sudrajat). Saat zaman Gus Dur, Munir ditawari jabatan Jaksa Agung. Kemudian PDI lewat Sabam Sirati, juga menawarkan jabatan tersebut. 38 Lihat juga http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/nusatenggara/2004/06/19/brk,20040619-04,id.html, “Todung dan Munir Masuk Bursa Jaksa Agung Amien-Siswono”.

21

36

Page 23: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

melihat penguatan pada sisi pemerintah tanpa kontrol dari masyarakat. Baginya,

bekerja di level kontrol masyarakat jauh lebih efektif kemungkinannya, punya impact

terhadap perilaku negara ketimbang langsung tercerabut ke dalam lingkungan pejabat

negara.

Di dalam konteks politik Indonesia, Munir mengamini bahwa di level negara

juga perlu ada perbaikan. Akan tetapi, proses penguatan sisi negara itu harus

diimbangi dengan penguatan pada sisi masyarakat. Di satu sisi, kalau negara

mengalami penguatan yang luar biasa (penguatan positif), dalam arti negara memiliki

kewibawaan yang cukup untuk menegakkan hukum, melindungi masyarakat dan

sebagainya, itu semua tidak cukup bila sisi masyarakat ditinggalkan. Dalam

pengamatan Munir, sisi masyarakat tidak mengalami penguatan yang serius walau

pada level ini cukup banyak yang bekerja dan cukup kuat untuk menopang kontrol

terhadap kekuasaan yang akan tumbuh di kemudian hari.

Problem yang ditemukannya di Indonesia adalah gerakan masyarakat sipil

yang dari hari ke hari makin melemah, karena banyak aktivis yang terseret ke dalam

birokrasi pemerintahan, atau pun lembaga-lembaga donor, misalnya. Sehingga tidak

muncul kekuatan yang signifikan untuk mendorong proses di dalam masyarakat. Jadi

pilihan politik Munir masih tetap di masyarakat, meskipun bukan berarti ia tidak

bekerja dalam kerangka untuk juga mendorong agar fungsi pemerintahan bekerja

dengan baik dalam proses politik Indonesia.

D. Kritik terhadap Kerangka Kebijakan Penanggulangan Aksi Terorisme

D.1. PERPPU tentangTindak Pidana Terorisme

Pasca terjadinya peristiwa peledakkan bom di Bali pada 12 Oktober 2002, atas

desakan berbagai pihak pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 dan 2 Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Di samping itu, pemerintah juga

memberikan kewenangan yang amat luas pada Badan Intelijen Negara (BIN) untuk

melakukan berbagai langkah mendukung operasi menyikat kelompok yang

diidentifikasi sebagai pelaku terorisme.

Lahirnya ketentuan yang dengan cepat disetujui DPR tersebut kemudian

mengundang sejumlah kontroversi di masyarakat. Berbagai kalangan terutama dari

elemen masyarakat sipil di sejumlah daerah menyatakan sikap penolakannya terhadap

22

Page 24: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

rencana pemerintah membuat Perppu tersebut, sebagai payung hukum bagi aparat

dalam upaya memerangi terorisme di Indonesia. Dalam bagian itu, Munir merupakan

salah satu orang yang di antaranya turut menolak kehadiran Perppu Antiterorisme.

Munir melihat bahwa ada dua persoalan krusial di dalam Perppu

Antiterorisme sehingga menimbulkan kontroversi dan kelahirannya harus ditolak.

Pertama, adanya politik kontrol melalui organisasi intelijen dan tentara; dan Kedua,

adanya kekhawatiran terjadinya pemberangusan kebebasan masyarakat sipil yang

akan menganulir proses demokratisasi di Indonesia39. Persoalan lainnya yang juga

cukup mengkhawatirkan, menurut Munir, adalah munculnya gagasan pelibatan BIN

dan TNI dalam proses penegakkan hukum.

Dalam pandangan Munir, lingkup masuknya kedua organisasi tersebut akan

menimbulkan problematika yang sangat besar, terutama dengan kembalinya peran

intelijen non judicial dalam melakukan pengawasan terhadap kehidupan masyarakat.

Kewenangan kelembagaan semacam ini, dalam penilaiannya, tak pelak akan

melahirkan kekacauan pada kehidupan politik masyarakat. Terlebih mengingat

gagasan ini menyandar pada keinginan meminta hak untuk melakukan tindakan pre-

emtive (melakukan penindakan terhadap semua potensi ancaman).

Karena itu, Munir memandang bahwa kehadiran Perppu Antiterorisme tidak

lebih hanya akan menjadi mesin teror baru terhadap kehidupan masyarakat secara

keseluruhan karena fungsi intelijen di Indonesia tidak berada dalam kerangka yang

cukup untuk bisa dikontrol secara serius40. Kendati demikian, Munir sendiri tidak

menutupi bahwa memerangi terorisme merupakan kewajiban bersama, tetapi

menurutnya, ada peluang untuk mengubah beberapa pasal Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP)41 dan tidak mengacaukan sistem hukum nasional.42

Selain menawarkan soluasi hukum yang tidak mengacaukan sistem hukum

nasional, Munir juga menegaskan bahwa sesungguhnya ada alternatif lainnya yang

semestinya bisa dilakukan oleh negera, yakni kerja yang lebih serius dari negara

39 Munir, Menanti Kebijakan Anti-terorisme, ditulis dalam pengantar buku Terorisme: Definisi, Aksi dan Regulasi. Jakarta: Imparsial, 2003, Cet I, hal xiii. 40 Kompas, “Badan Musyawarah DPR Bahas Perpu Antiterorisme 31 Oktober”, 30 Oktober 2002. 41 Sikap Koalisi untuk Keselamatan Masyarakat dan dimana Munir juga terlibat di dalamnya mendesak agar Pemerintah dan DPR melakukan amandemen terhadap KUHP dan KUHAP untuk mengadopsi terorisme sebagai kejahatan yang dilarang dan dihukum di bahwah hukum pidana nasionla. Koalisi juga mendesak pemerintah dan DPR untuk meratifikasi 12 konvenasi dan protokol internasional yang dikeluarkan PBB mengenai terorisme. (Lihat: Komunike Pertama Koalisi untuk keselamatan Masyarakat Sipil dalam lampiran buku, Terorisme: Definisi, Aksi dan Regulasi. Jakarta: Imparsial, 2003, Cet I, hal xiii) 42 Kompas, “Badan Musyawarah DPR Bahas Perpu Antiterorisme 31 Oktober”, 30 Oktober 2002

23

Page 25: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

melalui aparatnya untuk memerangi terorisme, melalui upaya kontrol terhadap

peredaran bahan peledak, kontrol terhadap aparat negara pengguna bahan peledak,

termasuk negara harus memperbaiki keluar masuknya barang ke Indonesia.43

Secara lebih jauh Munir juga menyoroti bahwa pelaksanaan Perppu

Antiterorisme di lapangan dengan tidak mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) justru akan menimbulkan kebingungan. Munir mencontohkan kasus

penanganan perkara bom yang terjadi di Bali, dimana ternyata aparat kepolisian di

sana tidak sepenuhnya melaksanakan Perppu Antiterorisme. Hal ini menunjukkan

bahwa Perppu Antiterorisme, dalam pandangan Munir, memang tidak bisa

dilaksanakan.44

Dilihat dari sisi hierarki perundang-undangan, Munir mengatakan bahwa

Perppu Antiterorisme bukan hanya tidak sejalan dengan Undang-Undang yang lebih

tinggi tingkatannya, melainkan juga dengan Konstitusi. Pemberlakuan surut Perppu

Nomor 1 Tahun 2002 dalam perkara peledakan bom di Bali dalam pandangannya

tidak sejalan dengan bunyi Pasal 28i Perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,

yang menyatakan dengan tegas mengenai hak untuk tidak dituntut dengan perundang-

undangan yang berlaku surut merupakan hak asasi.

Kendati menurutnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia (HAM) memberikan kemungkinan seseorang dituntut dengan

perundang-undangan yang berlaku surut, tatapi hal itu hanya pada tersangka pelaku

pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang bisa dituntut dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku surut. Padahal, lanjut Munir, hanya genosida dan

kejahatan terhadap kemanusiaan yang di Indonesia bisa dikenai peraturan yang

berlaku surut.45

D.2. Gagasan pembuatan Internal Security Act (ISA)

Sementara pasca terjadinya peristiwa peledakan bom di hotel JW Marriot,

Jakarta, pada Agustus 2003, atau 10 bulan setelah peristiwa bom Bali I, muncul

gagasan dibuatnya Undang-Undang tentang Keamanan Dalam Negeri atau Internal

Security Act (ISA). Pemerintah rupanya masih merasa belum cukup dengan telah

diberlakukannya Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Gagasan

43 Ibid.44 Kompas, “Meskipun Akan Dicabut, Koalisi Minta Perpu Antiterorisme Diuji”, 23 Januari 200345 Ibid.

24

Page 26: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

ini pertama kalinya muncul atas usulan Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil yang

didukung sejumlah pejabat lainnya.46

Munculnya usulan dibuatnya Undang-Undang tentang Keamanan Dalam

Negeri atau Internal Security Act (ISA) sebagai upaya untuk menanggulangi makin

maraknya aksi terorisme di Indonesia, tentu saja mengundang banyak kritik dan

mendapat penolakan khususnya dari elemen masyarakat sipil. Munir sendiri secara

tegas menolak usulan tersebut. Menurutnya, ISA tidak akan mampu mengatasi dan

melenyapkan aksi terorisme. Bahkan ISA bersifat draconian (kejam) karena menolak

prinsip-prinsip fair trial, demokrasi, dan HAM.

Penerapan Internal Security Act (ISA) di Singapura dan Malaysia, dalam

pandangan Munir, tidak dapat dijadikan contoh karena kedua negara tersebut -

meskipun lebih maju dalam kesejahteraan ekonomi-bukanlah contoh dari negara

demokrasi modern. Pengalaman kasus penerapan ISA di negara-negara tersebut justru

digunakan untuk menghabisi kekuatan-kekuatan politik oposisi dan berfungsi untuk

menopang sistem kekuasaan tunggal (totalitarian).

Lebih jauh lagi, keberadaan ISA yang dimiliki oleh kedua negara tersebut

senyatanya adalah produk hukum kolonialisme (Inggris) yang digunakan untuk

menghadapi gerakan politik pribumi. ISA bersifat anakronistik, karena undang-

undang peninggalan kolonialisme yang bersifat sementara dan darurat itu masih

dipertahankan di kedua negara yang telah lama memperoleh kemerdekaannya sebagai

suatu bangsa.47

Karena itu, negara semestinya memperbaiki kinerja penyelenggara

pemerintahan secara sungguh-sungguh dan komprehensif dengan perangkat hukum

yang ada. Dalam pandangan Munir, tanpa adanya perbaikan kinerja, penambahan

wewenang kepada pemerintah tidak akan efektif. Menurutnya, tidak fair menuntut

kewenangan berlimpah tanpa ada kemampuan pemerintah untuk mengelolanya.

Sebab, yang terjadi jika penambahan kewenangan tersebut diberikan, potensi

penyalahgunaannya justru akan semakin besar.48

46 Sebenarnya tidak semua pejabat mendukung rencana dibuatnya ISA. Hal itu terlihat dari komentar yang dikemukan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan agar Indonesia tidak ikut-ikutan menggunakan ISA dan sebaiknya pemerintah menyempurnakan UU Antiterorisme yang sudah ada. Hal senada juga disampaikan Wapres Hamzah Haz, bila ada hal-hal yang dirasa kurang, ia meminta untuk merevisi UU No. 15/2003 tentang Penerapan Perppu No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Republika, “ISA Harus Ditolak”, 13 Agustus 2003. 47 Siaran Pers Imparsial Nomor 101/SK/VIII/Sek/03. 48 Kompas, ” Wapres Imbau Jangan Buru-Buru Bikin ISA”, 13 Agustus 2003

25

Page 27: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Secara lebih jauh, Munir justru mendesak pemerintah agar lebih

memberdayakan Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai antisipasi ancaman teror.

Menurutnya hal itu lebih baik daripada membuat ISA. Selama ini, aparat intelijen

dalam pandangannya tidak menjalankan fungsi-funsginya sebagai intelijen secara

penuh. Hal ini mengakibatkan lembaga tersebut tidak dapat mengambil langkah-

langkah preventif dalam upaya menghadapi aksi terorisme.

Lembaga Intelijen Negara (BIN), menurut Munir, seharusnya lebih fokus pada

pencarian, yakni mencari bukti-bukti di lapangan ketimbang mengumpulkan data-data

yang harus disampaikan pada pemerintah. Padahal, kalau BIN mengumpulkan data-

data itu, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mengantisipasi teror. Sebagai

badan non-judicial, BIN seharusnya tidak lagi diberi tugas-tugas sampingan sebagai

bagian penegakan hukum. Jadi, lebih baik polisi berkoordinasi dengan BIN

ketimbang mengadopsi ISA.49

E. Kritik terhadap Kebijakan Penyelesaian konflik di Propinsi Aceh.

E.1. Pemberlakuan status darurat militerMunir mengkritik tajam pola kebijakan yang diambil pemerintah Megawati

dalam menangani dan menyelesaikan persoalan konflik di Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD). Salah satu kebijakan yang dikritik oleh Munir adalah

diterapkannya status keadaan darurat militer di Provinsi NAD pada 18 Mei 200350,

setelah terjadinya kegagalan dalam dua kali perundingan yang dilakukan di

Stockholm dan Tokyo, antara GAM dan pemerintah.

Munir memandang bahwa penerapan status keadaan darurat militer di Propinsi

NAD menunjukkan bahwa pemerintah Megawati tidak memiliki keinginan yang

serius untuk menyelesaikan persoalan konflik Aceh secara damai. Selain itu, upaya

penerapan status darurat militer di Aceh sesungguhnya memperlihatkan bahwa pola

kebijakan pemerintah Megawati dalam proses penyelesaian konflik Aceh cenderung

lebih banyak ditentukan oleh kalangan militer.

Dalam kaitan itu, Munir melihat adanya faktor dari lemahnya otoritas politik

sipil yang menyebabkan mereka cenderung lebih banyak tunduk kepada keinginan

TNI dalam proses penyelesaian masalah konflik di Aceh. Sehingga yang nampak

49 http://www.habibiecenter.or.id/index.cfm?fuseaction=artikel.detail&detailid=17&bhs=ina 50 Status darurat militer di Aceh diberlakukan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pernyataan Keadaan Bahaya dengan Tingkatan Darurat Militer di Propinsi NAD yang ditandatangani pada 18 Mei 2003.

26

Page 28: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

kalau otoritas politik sipil tidak memiliki keberanian dan ketegasan sikap ketika

berhadapan dengan institusi TNI.

Lebih lanjut, Munir mencontohkan kasus pengerahan pasukan dan peralatan

perang TNI ke Aceh jauh sebelum ditandatanganinya keputusan penerapan darurat

militer oleh pemerintah dapat menjadi cermin betapa TNI sangat menentukan dalam

hal pola penyelesaian konflik di wilayah NAD51. Padahal Keputusan Presiden

(Keppres) untuk menerapkan darurat militer dan operasi militer di sana belum keluar

dan masih tergantung pada hasil rapat konsultasi antara Presiden dengan DPR.52

Kasus tersebut mencerminkan bahwa otoritas politik sipil tidak memiliki

agenda yang utuh dan tidak berupaya menjaga hak-hak dan kewenangan politik yang

dimilikinya. DPR seharusnya tidak membiarkan kewenangan politiknya diambil oleh

pihak lain. Munir melihat bahwa DPR sebenarnya waktu itu bisa mempertahankan

pendapatnya bahwa persetujuan harus didahulukan dibandingkan pengerahan pasukan

ke Aceh53. Namun yang terjadi justru sebaliknya, DPR dan pemerintah malah

membiarkan TNI melanjutkan pengiriman pasukannya ke Aceh.

Sikap Munir sendiri menolak pemberlakuan status darurat militer di NAD.

Pemberlakuan operasi militer di Aceh, menurutnya, tidak lebih hanya akan mengoyak

rasa kesatu-bangsaan di antara rakyat Indonesia. Otoritas politik sipil tidak dapat

menjamin bahwa penggunaan senjata dalam penyelesaian konflik di NAD tidak akan

menghindarkan dari korban sipil. Adanya keputusan politik pemerintah sebagai

payung hukum dari status Darurat Militer di Aceh, dalam penilaiannya, dapat menjadi

selimut impunity (penggunaan kekerasan tanpa adanya penegakan hukum) bagi

militer.54

Secara lebih lanjut, Munir juga mengkhawatirkan bahwa penggunaan pola

kebijakan yang lebih bertumpu pada cara-cara militer tersebut akan melumpuhkan

kemampuan nasional di masa depan untuk menyelesaikan masalah konflik Aceh

secara lebih baik. Sebab, tidak menutup kemungkinan bahwa penggunaan cara-cara

militer tersebut tidak lebih hanya akan memupuk amarah rakyat Aceh.

51 Sebelum Keppres darurat militer ditandatangani, Mabes TNI sudah mulai mengirimkan prajurit TNI untuk diberangkatkan ke Aceh, yang menurut Panglima TNI Jenderal Endriyartono Sutarto sebagai persiapan operasi militer jika watunya tiba. Hal itu terlihat pada 07 Mei 2003 dimana sekitar 6.350 prajurit dari tiga angkatan diberangkatkan munuju Aceh dengan kapal-kapal perang TNI AL di kawasan Armada RI Kawasan Timur. Kompas, Kamis, 08 Mei 2003 52 Tempo Interaktif, 15 Mei 2003 53 Idem 54 Idem

27

Page 29: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Dalam pandangan Munir, saat ini banyak orang lupa bahwa apa yang terjadi di

Propinsi Aceh merupakan perang saudara, bukan memenangkan perang lawan bangsa

lain. Menurutnya, berlanjutnya kekerasan di Aceh tersebut lebih disebabkan masing-

masing pihak tidak mempunyai cara menyelesaikan persoalan kecuali dengan

penggunaan senjata. Sehingga kedua belah pihak seakan punya justifikasi

menggunakan persenjataan untuk menyelesaikan konflik.

Munculnya kasus pelanggaran HAM dan banyaknya warga sipil serta pembela

HAM menjadi korban sepanjang pemberlakuan darurat militer, juga tidak luput dari

sorotan Munir. Misalnya kasus penyanderaan reporter dan kameramen RCTI yang

berujung dengan tewasnya salah satu sandera55. Munir mengaku kalau dirinya tidak

kaget melihat para sandera GAM akhirnya menjadi korban baku tembak antara GAM-

TNI. Soal sandera menjadi korban tembak atau mati, itu sebenarnya hanya masalah

waktu”. Soal tempat, itu juga hanya masalah waktu”.

GAM maupun TNI, menurutnya, tidak serius bernegosiasi dalam pembebasan

para sandera. Keduanya justru lebih menjadikan para sandera tersebut sebagai alat

tawar-menawar (bargaining) untuk kepentingan masing-masing. Sikap TNI sendiri

yang tidak ingin terburu-buru membebaskan sandera yang disekap GAM bertujuan

membangun opini bahwa GAM merupakan tukang culik dan main sandera warga

sipil. Langkah tersebut jelas menguntungkan posisi TNI sekaligus memberi legimitasi

keberadaan TNI di Aceh.

Pemerintah seharusnya lebih bijaksana dalam upaya membebaskan para

sandera, yakni dengan sedikit bersikap mau mengalah kepada pihak GAM, seperti

halnya langkah yang dilakukan pemerintah saat membebaskan wartawan freelance

AS William Nassen ketika berada di sarang GAM. Di mana saat itu pemerintah

terlihat cukup akomodatif dan bahkan memberikan keleluasaan kepada atase

pertahanan AS untuk terlibat langsung keluar masuk hutan Aceh dalam membebaskan

sandera.56

Selain kasus tewasnya para sandera GAM dalam baku tembak, Munir juga

menyoroti digelarnya persidangan terhadap tiga prajurit TNI karena melakukan

55 Dua wartawan RCTI, seorang reporter Sory Ersa Siregar dan seorang kameramen Ferry Santoro serta Rahmatsyah pengemudinya disandera GAM pada 29 Juni 2003. Namun Sory Ersa Siregar tewas saat terjadi kontak tembak antara GAM dan TNI pada 29 Desember 2003. Sementara itu Ferry Santoro dibebaskan baru dibebaskan pada pada 16 Mei 2004. 56 http://www.polarhome.com/pipermail/marinir/2003-December/000149.html

28

Page 30: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

tindakan penganiayaan pada saat operasi militer berjalan57. Setiap pelanggaran dalam

pandangan Munir memang harus ada penindakan secara hukum. Kalau sebuah

tindakan pelanggaran tidak cepat dilakukan koreksi dan tidak cepat pula ada

penghukuman, maka hal itu artinya dapat dikatakan bahwa operasi tersebut memilih

cara itu dan sudah barang tentu pertanggungjawabannya sampai ke level atas.

Kendati demikian, menurutnya, peradilan tersebut tentu saja tidak cukup. Ada

hal-hal lain yang juga harus dikoreksi. Pertama bahwa peradilan itu boleh diteruskan,

dan konsistensi terhadap bagian dari peradilan itu adalah membuka ruang bagi koreksi

dan bagi masuknya aktivitas kelompok-kelompok masyarakat untuk melakukan

monitoring. Sebab, kalau orang diadili tapi tidak ada yang melakukan monitoring,

maka hal itu tidak ada gunanya. Kemampuan negara mengoreksi dirinya sangat

tergantung pada adanya koreksi masyarakat.

Lebih jauh, Munir menilai proses pengadilan tersebut mengandung

kelemahan. Salah satunya bahwa sejak Tap (Ketetapan) MPR Nomor 6 dan Nomor 7

dulu diterbitkan, salah satu pasalnya menyebut bahwa kejahatan-kejahatan yang

dilakukan oleh aparatus militer yang sifatnya tindak pidana umum mestinya diadili

oleh peradilan umum. Namun sampai sekarang undang-undang-nya belum dirubah

sehingga tetap diadili pada peradilan militer. Sedangkan kritik dalam peradilan militer

kan banyak sekali, dimana ada struktur impunity (kejahatan tanpa proses hukum)

dalam proses itu.

E.2. Perpanjangan Status Darurat Militer

Rencana pemerintah yang akan memperpanjang status darurat militer di Aceh

untuk tahap enam bulan kedua58, di tengah banyak terjadinya pelanggaran HAM pada

tahap enam bulan pertama dan adanya solusi alternatif yang lain, memunculkan

gelombang penolakan berbagai kalangan. Munir menilai upaya perpanjangan status

57 Ketiga terdakwa prajurit Komando operasi TNI masing-masing divonis 4 bulan 20 hari penjara, karena terbukti melakukan penganiayaan terhadap warga sipil dan tidak taat terhadap pimpinan. Ketiganya terdakwa itu, yakni Pratu Saiful Bahri, Prada Toni Nariyanto, dan Prada Agus Hidayat, selaku anggota Kompi Mobil-1 Yonif 144 Jaya Yudha, terbukti melanggar pasal 351 ayat 1 jo pasal 53 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 103 ayat 1 KUHPM Jo pasal 55 ayat ke-1 KUHP. http://www.gatra.com/2003-06-09/artikel.php?id=29079 58 Keputusan perpanjangan status darurat di Aceh diambil oleh Presiden dalam sidang terbatas yang dihadiri pula Wapres Hamzah Haz, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Gubernur Aceh Abdullah Puteh, Pangdam Iskandar Muda/Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) Mayjen Endang Suwarya serta Kapolda Aceh Irjen Pol Bachrumsyah. Sebelumnya, PDMD, Panglima TNI dan Kepala BIN telah merekomendasikan kepada pemerintah untu memperpanjang status darurat militer tersebut. http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=5001

29

Page 31: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

darurat militer di Aceh di tengah adanya sejumlah alternatif lain menunjukkan bahwa

pemerintah malas bekerja lebih keras untuk menyelesaikan persoalan Aceh secara

lebih baik. Pemerintah cenderung mengambil jalan pintas dengan menyerahkan

masalah Aceh pada militer.

Adanya perubahan taktik GAM menjadi gerilya dan atas permintaan

masyarakat Aceh sendiri sebagai alasan perpanjangan status darurat militer, dinilai

Munir sangat tidak masuk akal. Pemerintah sepertinya telah menganggap bodoh

masyarakat. Secara lebih jauh, darurat militer menurutnya, tidak lebih hanya

menciptakan ketergantungan masyarakat Aceh kepada TNI. Sebab, masyarakat Aceh

dihadapkan langsung dengan GAM, yakni dengan cara pemberlakuan KTP merah

putih dan pembentukan milisi untuk membantu TNI. Sehingga masyarakat Aceh takut

bila darurat militer dihentikan, maka GAM akan menghantam masyarakat.59

Pemberlakuan status darurat militer, dalam pandangan Munir, tidak lebih

hanya akan menghilangkan dimensi kemanusiaan dan HAM dalam keputusan politik.

Terlebih lagi menurutnya, tidak ada direksi otoritas politik terhadap penguasa darurat

militer untuk memperhatikan faktor-faktor manusia dalam pelaksanaan operasi.

Status darurat militer di Aceh merupakan kebijakan yang mengabaikan

manusia. Tidak ada rule of engagement yang menentukan batas-batas siapa lawan dan

bagaimana lawan harus dihadapi, politik identitas diberlakukan dengan dalih

memisahkan GAM dari masyarakat, partisipasi masyarakat dimanipulasi, kapasitas

politik masyarakat sipil dihancurkan. Mandat yang diberikan merupakan blangko

kosong, sehingga perpanjangan status darurat militer tidak lebih hanya merupakan

hasil kompromi, tanpa evaluasi, kontrol, dan pertanggungjawaban.60

F. Kritik Upaya Perluasan Kelembagaan dan Kewenangan BIN

F.1. Kewenangan menangkap oleh BIN dalam RUU Intelijen

Dalam satu kesempatan Munir mengkritik pernyataan Kepala Badan Intelijen

Negara (BIN) AM Hendropriyono agar BIN bisa diberikan kewenangan untuk

menangkap dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Intelijen. Dalam

pandangannya, pemikiran AM Hendropriyono tersebut mengikuti konsep crime

control model, yaitu upaya membongkar suatu kasus kejahatan yang tujuannya adalah

59 Tempo Interaktif, 04 November 2003 60 Kompas, “Komisi I DPR soal Darurat Militer Aceh, Perpanjangan Harus Dilengkapi Evaluasi”, 15 November 2003

30

Page 32: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

melakukan konstruksi kejahatan. Model tersebut tidak mementingkan kontrol publik

dan tidak mementingkan pembelaan.

Berangkat dari contoh kasus di banyak negara, Munir berpandangan bahwa

model seperti ini akan menimbulkan rekayasa terhadap sebuah kasus, karena

orientasinya adalah bagaimana supaya kasus itu bisa ditemukan. Bukan bagaimana

menanggulangi kejahatan. "Ini banyak digunakan di negara-negara yang

mengandalkan kerja Secret Service seperti Jerman Timur dulu".61

Karena itu, Munir melihat jika RUU Intelijen yang dibuat oleh BIN berhasil

menjadi undang-undang, maka lembaga intelijen benar-benar akan menjadi gurita

sebagai sebuah lembaga yang tidak tersentuh. Selain karena adanya kewenangan

menangkap dan memperpanjang seseorang tanpa keterlibatan hukum, BIN punya

kekuatan membekukan dana di rekening, menyadap dan membuka hak-hak privasi

warga sipil lainnya. Bahkan BIN juga meminta punya wewenang untuk mengakses

langsung produsen senjata api baik di dalam maupun di luar negeri.62

F.2. Rekrutmen lurah sebagai agen BIN di daerah

Munir juga mengkritik langkah BIN yang berupaya merekrut lurah-lurah

untuk dijadikan kaki tangan BIN di daerah, seperti yang terjadi di Sulawesi Utara.

Munir berpendapat, langkah yang dilakukan oleh BIN tersebut merupakan usaha yang

hendak membangun otonomi dalam sistem negara. Kalau dulu intelijen di bawah sub

militer, kini berdiri sendiri. Dengan kata lain, BIN hendak membangun kerajaan

intelijen di atas pondasi negeri ini. Langkah ini dalam pandangan Munir sangat rentan

konflik kepentingan.

Munir mengkhawatirkan langkah tersebut berpotensi menimbulkan

penyalahgunaan kekuasaan di kalangan birokrasi. Posisi intelijen nanti rentan

digunakan sebagai alat petantang-petenteng oleh birokrat. Munir menerangkan,

kerjasama antara dua perangkat ini tidak saja akan memperkuat jaringan intelijen di

mana-mana tapi juga akan terjadi infiltrasi pada sistem pemerintahan hingga ke

daerah. Jika sudah demikian, tujuan public service yang seharusnya diperankan oleh

negara akan berganti fungsi menjadi alat represi bagi rakyatnya sendiri.

Dengan struktur intelijen yang mengakar dalam birokrasi sampai ke daerah,

menurut Munir, kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban Intelijen adalah

61 Kompas, “Depkeh dan HAM Belum Terima RUU Intelijen”, 21 Februari 2003 62 http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=1537_0_1_0_C

31

Page 33: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

umat Islam. Sebab, saat ini umat Islam menjadi kekuatan otonom yang tumbuh di luar

partai politik yang ada. Basis konflik sosial diyakini sudah tidak menimbulkan

kerawanan keamanan, begitu juga perang antar kekuatan ideologi yang sudah berakhir

sejak pasca Perang Dingin. Satu-satunya issu yang bisa dimanfaatkan adalah isu

terorisme. Sehingga ujung-ujungnya, terorisme itu sudah punya stereotype tersendiri

yang akan memakan umat Islam.

BIN seharusnya hanya berada di Jakarta dan digunakan hanya untuk

mengumpulkan data-data intelijen yang berkaitan dengan kepentingan policy

nasional. Tidak menjadi organisasi yang eksesif yang kemudian memiliki struktur

paralel dengan seluruh sistem birokrasi pemerintahan. Karena itu, upaya BIN

merekrut lurah-lurah sampai ke tingkat daerah dikhawatirkan akan menempatkan

Indonesia menjadi negara intelijen di mana seluruh watak sistem birokrasi menjadi

bagian dari sistem fungsi-fungsi pengawasan kehidupan politik masyarakat.63

Kekuasaan BIN yang sudah meluas tanpa kontrol dapat menjadi ancaman bagi

kehidupan demokrasi di Indonesia. Karena itu, BIN seharusnya tidak perlu memiliki

perwakilan di daerah-daerah. Tugas pengamanan negara, menurut Munir, cukup

untuk ditangani aparat intel kepolisian dan kejaksaan.

Secara khusus, Munir menyoroti kekuasaan Kepala BIN AM Hendropriyono

yang sangat besar, yakni sebagai koordinator semua unit intelijen nasional, operasi

antiterorisme, pemberantasan uang palsu, pengamanan dokumen penting, bahkan

tagihan kartu kredit. Dalam pandangannya, jika rencana baru ini diterbitkan, itu bisa

mengancam kehidupan publik dan pribadi warga negara.64

G. Kritik RUU KMI dan RUU TNI

G.1. Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebebasan Memperoleh Informasi

Gagasan realisasi Undang-Undang kebebasan memperoleh informasi

(Freedom of Information Act) telah dilakukan oleh beberapa Organisasi Non

Pemerintah (Ornop). Melalui berbagai proses yang telah dilakukan, akhirnya

terbentuklan koalisi untuk bebebasan informasi yang kemudian menggagas draf

Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi (RUU KMI).

Terkait dengan kekebasan memperoleh informasi, Munir berpandangan bahwa

sebagai pemilik kedaulatan tertinggi, maka masyarakatlah yang sesungguhnya lebih

63 http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00126.html 64 Majalah Tempo, “Lurah Berdwifungsi Intel”, 28 Desember 2003

32

Page 34: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

berhak untuk menentukan baik hitam dan putihnya sebuah pemerintahan. Sehingga

dengan mengikuti alur logika tersebut, menurut Munir, segala bentuk informasi yang

menyangkut hidup orang banyak wajib diinformasikan.

Dalam pandangannya, kebebasan memperoleh informasi merupakan bagian

dari apa yang diakui dalam kovenan hak sipil dan hak politik. Kovenan tersebut

menghendaki posisi negara pasif, dalam artian negara tidak boleh terlalu banyak

membuat regulasi yang mengatur, sehingga membatasi penggunaan hak informasi

masyarakat. Dalam pandangan Munir, pembatasan terhadap hak memperoleh

informasi dipandangnya sebagai cermin dari sebuah rezim yang tertutup.

Hak masyarakat untuk memperoleh informasi, menurut Munir, merupakan hal

yang penting. Berbicara mengenai hak masyarakat atas informasi, maka kewajiban

dari negara, yakni transparansi. Dalam pandangan Munir, UU ini seharusnya

mengatur tentang serbakewajiban negara untuk membuka dan menyampaikan setiap

informasi kepada publik, dan bukan sebaliknya, yang diatur serba kewajiban

masyarakat.65

G.2. Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI

Tahun 2003 muncul kontroversi seputar rencana pemerintah yang membuat

draft Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI. Kontroversi bermula dari adanya

sejumlah pasal dalam draft RUU TNI yang dianggap bermasalah. Salah satu pasal

yang paling banyak disoroti, dikritik, dan ditentang adalah keberadaan Pasal 19 (versi

draft Oktober 2002), yang dianggap oleh komponen masyarakat sipil sebagai pasal

“kudeta”.66

Munir salah satu sosok yang menentang keras Pasal 19. Menurutnya, kalau

Pasal 19 lolos seperti dalam bentuk yang sekarang (awal), hal itu akan menjadi

kecelakaan politik yang serius. Pasalnya, menurut Munir, dalam keadaan yang biasa-

biasa saja, tanpa ada tekanan publik, mestinya para politisi yang lebih dari 90 persen

sipil itu menolak munculnya Pasal 19. Oleh karena itu, jika sampai pasal itu lolos,

65 Majalah Gamma, “Undang-Undang Kebebasan Informasi Bisa Kontraproduktif”, 30 Mei s/d 05 Juni

66 Bunyi RUU TNI Pasal 19 yang kontroversial adalah sebagai berikut, dalam keadaan mendesak di mana kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa terancam, Panglima dapat menggunakan kekuatan TNI sebagai langkah awal guna mencegah kerugian negara yang lebih besar.

33

2001

Page 35: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

berarti keadaanya sudah abnormal. Kalau lolos, berarti partai-partai politik

memberikan kompromi yang luar biasa kepada TNI.

Dalam UUD 1945, wewenang untuk mengeluarkan keadaan darurat adalah

Presiden. Jika, Presiden berhalangan maka UUD memberikan kewenangannya kepada

Wakil Presiden (Wapres). Kalau Wapres juga berhalangan tetap, maka dalam politik

Indonesia mengenal istilah kepemimpinan darurat yang dikenal dengan istilah

triumvirat, kepemimpin yang terdiri dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri

dan Menteri Pertahanan. Bahkan kalau triumvirat juga tidak ada, para Gubernur

Tingkat I bisa menjadi pemimpin kolektif.67

Kuatnya penolakan dari publik terhadap Pasal 19, draft RUU TNI

kontroversial tersebut tidak jadi diajukan ke Parlemen dan memilih diendapkan.

Kendati demikian, setelah kurang lebih setahun isu mengenai Pasal 19 tenggelam. Di

tengah proses pelaksanaan Pemilu 2004 pemerintah mengajukan draft RUU TNI yang

berbeda ke Parlemen yang diserahkan oleh Menkopolkam atas dasar amanat Presiden

Megawati No.13/PU/VI/2004. Waktu yang tersedia bagi DPR untuk merampungkan

proses pembahasan sampai pengesahannya kurang lebih sekitar tiga bulan.

Kendati draft RUU TNI yang diajukan pada akhir 2004 tersebut tidak memuat

lagi Pasal 19 yang sangat kontroversial, namun tetap saja sejumlah substansinya juga

bermasalah. Hal itulah yang tetap mengundang munculnya berbagai kritik dan

penolakan dari komponen masyarakat sipil, termasuk Munir.

Secara umum, Munir melihat ada tiga kelemahan mendasar dalam RUU TNI

yang diajukan di masa Pemilu tersebut. Pertama, RUU itu tidak mencerminkan

orientasi pengembangan sistem pertahanan nasional; kedua, tidak menunjukkan

orentasi pengembangan sistem demokrasi, khususnya pengembangan hubungan sipil-

militer; ketiga, tidak mencerminkan adanya orientasi yang jelas terhadap kebijakan

tentang keprajuritan TNI.

Menyangkut pemberian peluang bagi TNI aktif untuk dikaryakan di

pemerintahan daerah (Pemda) misalnya. Munir menilai sebagai langkah mundur yang

semakin jauh dari upaya reformasi di tubuh TNI. Selain itu, Munir juga

mempertanyakan soal bantuan kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan TNI

dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI (Pasal 64 ayat 1 RUU

67 Banjarmasin Post, “Kontras: DPR Bakal Tolak Pasal 19 RUU TNI”, 19 Maret 2003

34

Page 36: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

TNI). Pasal ini dalam pandangan Munir menjadi justifikasi terhadap praktek

hubungan kerja sama yang tidak jelas antara Pemda dengan TNI.

Munir mengkhawatirkan pasal tersebut dapat memberi tafsir yang sangat luas

pada TNI untuk dapat melakukan tindakan yang bersifat politik. Bisa saja hal itu

ditafsirkan bahwa TNI dapat lakukan negosiasi politik dengan departemen, lembaga

pemerintah, bahkan dengan swasta. Masuknya pasal tersebut, menurut Munir,

mencerminkan adanya kegagalan untuk meletakkan fungsi dan relasi TNI dengan

sistem ketatanegaraan. Seharusnya, lanjut Munir, kalaupun akan diatur dalam

hubungan kelembagaan, maka harus ada pembatasannya. Semisal dengan siapa saja

TNI boleh berhubungan dan dalam konteks apa.68

Secara lebih jauh, masih ada beberapa ketentuan lainnya di dalam draft RUU

TNI 2004 yang dikritik, perlu dihapus atau diubah dalam pandangan Munir. Beberapa

ketentuan tersebut antara lain menyangkut soal waktu pensiun bagi prajurit TNI.

Dalam pandangan Munir, klausul mengenai pengaturan waktu pensiun tersebut harus

dihilangkan dan dimasukkan dalam UU tentang Keprajuritan.

Terkait dengan itu, Munir menilai bahwa masuknya pasal tersebut

menunjukkan adanya tumpang tindih dalam RUU TNI, yang semestinya hanya

mengatur aspek institusi TNI, semisal struktur, organisasi, fungsi, tugas dan peran

TNI terkait dengan kebijakan sistem pertahanan negara. Sedangkan mengenai

persoalan pensiun, Munir memandang hal itu semestinya masuk dalam aturan

kepegawaian. Selain itu, pengaturan mengenai status prajurit, jenis keprajuritan, masa

dinas dan pemberian tanda jasa juga harus diatur di UU Keprajuritan.69

Tentu masih banyak substansi RUU TNI lainnya yang disorot oleh Munir.

Karena itu, dengan ketentuannya yang bermasalah, maka sangat wajar Munir merasa

khawatir jika RUU TNI tersebut disahkan. Bahkan sebelum bertolak ke Belanda, awal

September 2004, Munir sempat berpesan agar pengesahan RUU TNI diupayakan

ditunda. Munir berpandangan bahwa RUU TNI tersebut dianggap belum

disosialisasikan secara maksimal kepada masyarakat dan belum ada perubahan dalam

pasal-pasalnya.70

68 Tempo Interaktif, “RUU TNI Juga Diduga Langgengkan Bantuan Pemda”, 29 Juli 2004 69 Tempo Interaktif, “Pasal Pensiun Diminta Dimasukkan ke UU Keprajuritan”, 11 Agustus 2004 70 Detic.com, “Pesan Terakhir Munir: Tunda Pengesahan RUU TNI”, 07 September 2004

35

Page 37: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

BAB lll TPF (Tim Pencari Fakta) dan Pengungkapan Kasus Munir

Setelah peristiwa meninggalnya Munir muncul banyak spekulasi-spekulasi,

baik dikalangan komunitas para penggerak/pembela hak asasi manusia (gerakan

masyarakat sipil) maupun masyarakat Indonesia secara luas, mengenai sebab-sebab,

motif serta fakta seputar tewasnya Munir. Spekulasi-spekulasi tersebut semakin

gencar setelah ditemukannya bukti bahwa Munir meninggal disebabkan kadar zat

Arsenic yang tinggi di dalam darahnya seperti dinyatakan dalam hasil autopsi

lembaga forensik Belanda Nederlands Forensisch Instituut (NFI).1 Hal tersebut

akhirnya mendorong pihak keluarga serta rekan-rekan sesama aktifis pembela HAM

bersepakat untuk mendesak pemerintahan SBY agar segera membentuk suatu tim

khusus (tim investigasi pencari fakta), yang secara independen dengan melibatkan

berbagai pihak yang kompeten (unsur masyarakat sipil, lembaga pemerintahan,dll),

melakukan pengungkapan secara tuntas sebab-sebab serta fakta-fakta seputar

peristiwa meninggalnya Munir di atas pesawat maskapai penerbangan Garuda

tersebut.

Gagasan pembentukan tim investigasi ini dinyatakan pertama kali secara

terbuka kepada masyarakat umum melalui sebuah siaran pers bersama di kantor

KontraS Jakarta, 12 November 2004.2 Gagasan pembentukan tim investigasi ini

kemudian merebak tidak hanya di kalangan aktifis pembela HAM tetapi juga

diserukan oleh berbagai pihak di masyarakat luas, seperti dari kalangan komunitas

korban pelanggaran HAM, tokoh-tokoh nasional, anggota legislatif, serta banyak

pihak lainnya nasional maupun internasional. Beberapa anggota DPR RI misalnya

menyatakan akan membentuk tim khusus kematian Munir yang akan medorong serta

mengawasi pemerintah dalam mengungkap kasus ini.3 Hal tersebut diperjelas saat

pertemuan antara Komisi lll DPR RI dengan Suciwati (istri Munir), KontraS,

Imparsial, PBHI, pengacara Todung Mulya Lubis, Adnan Buyung Nasution, serta

seorang anggota Komnas HAM, MM Billah di Senayan, 22 November 2004. Ketua

Komisi lll, Teras Narang menyatakan DPR akan mendesak terbentuknya tim

1 Lihat buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, Januari 2006, hal. 41. 2 Siaran Pers Bersama di kantor Kontras, 12 Novemebr 2004, atas nama Suciwati (istri Munir), Todung Mulya Lubis, Rachland Nashidik (Imparsial), dan Usman Hamid (KontraS). Salah satu isi siaran pers bersama tersebut menuntut kepada pemerintah untuk membentuk suatu tim investigasi menyeluruh dan terpercaya dengan melibatkan masyarakat sipil dan Komnas HAM. 3Kompas, “DPR Bentuk Tim Khusus Kematian Munir”, 19 November 2004.

36

Page 38: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

investigasi di bawah presiden langsung pada sidang paripurna. Selain itu Ketua

Komisi lll juga menjanjikan DPR akan membentuk tim pencari fakta sendiri.4

Penegasan yang sama juga dinyatakan oleh beberapa anggota DPR lainnya, seperti

dinyatakan oleh Lukman Hakim Saifuddin (PPP) yang mengancam akan melayangkan

usulan hak interpelasi jika presiden tidak merespon desakan DPR dan kalangan

masyarakat sipil soal pembentukan tim investigasi kasus Munir tersebut.5 Esok

harinya, 23 November 2004, Rapat Paripurna DPR RI menghasilkan tiga kesepakatan;

pertama, DPR membentuk tim pencari fakta sendiri gabungan Komisi l dan lll; kedua,

DPR meminta presiden SBY membentuk tim investigasi independen yang langsung

bertanggungjawab kepada presiden; dan ketiga, meminta pemerintah dan kepolisian

untuk menyerahkan hasil lengkap autopsi kematian Munir kepada keluarga dan istri.6

Pernyataan penting lainnya dari seorang pejabat publik muncul dari Panglima TNI,

Jendral Endriartono Sutarto seusai rapat koordinasi dengan Menko Politik, Hukum,

dan Keamanan. Menurut Panglima TNI, ia siap membantu proses penyelidikan kasus

Munir serta dengan tegas membantah keterlibatan anggotanya dalam kasus ini.7

Dukungan penuh dari kalangan tokoh masyarakat misalnya dinyatakan oleh

Ketua PP Muhammadiyah, Syafii Maarif saat bertemu dengan keluarga Munir serta

rekan-rekan seperjuangannya dari NGO pada 24 November 2004 di kantornya. Dia

menyatakan bersedia bila namanya masuk dalam tim investigasi independen tersebut.8

Dukungan komunitas internasional terhadap pembentukan tim investigasi

kasus Munir datang dari 59 aktifis HAM internasional pada 20 November 2004 yang

disampaikan pada acara siaran pers bersama yang disampaikan Koordinator Human

Rights Working Group (HRWG) Rafendi Jamin di Jakarta. Aktifis HAM

Internasional dari 30 negara tersebut sebagian besar adalah penerima “The Rights

Livelihood Award” (RLA) yang diberikan oleh sebuah yayasan yang berbasis di

Swedia.9 Secara khusus mereka menyatakan rasa belasungkawa mendalam serta

memperingatkan pemerintahan SBY bahwa komunitas Internasional akan mengawasi

proses penuntasan kasus Munir.10 Munir sendiri merupakan salah satu penerima “ The

4 Kompas, “Kasus Munir ke Paripurna”, 23 November 2004.5 Koran Tempo, “DPR Desak Pembentukan Tim Investigasi Kasus Munir”, 23 November 2004.6 “DPR bentuk TPF Kematian Munir”, Media Indonesia, 24 November 2004.7 “SBY Dukung TPF Kematian Munir”, Media Indonesia, 25 November 2004.8 “Syafii Siap Masuk Tim Kasus Munir”, Koran Tempo, 26 November 2004.9 Http://www.rightlivelihood.org/news/munir-poisoned.htm10 Http://www.rightlivelihood.org/news/munir-poisoned.htm

37

Page 39: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Rights Livelihood Award” pada tahun 200011. Pada 8 – 13 Juni 2005, para aktifis

penerima penghargaan RLA tersebut kembali berkumpul pada sebuah pertemuan

tahunan di Salzburg, Vienna. Mereka kembali mengangkat pentingnya pengungkapan

kasus Munir. Dalam pertemuan tersebut juga turut hadir Suciwati, istri Munir, yang

didampingi oleh aktivis Imparsial Poengky Indarti serta aktivis KontraS, Mouvty

Makaari Al Akhlaq. Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan digelarnya

pertemuan tahunan tersebut, Suciwati beserta Mouvty juga menghadiri sebuah

konferensi tahunan “Human Rights Defender Forum”, yang diadakan oleh The Carter

Center, pada 6 – 8 Juni 2005 di Atlanta. Dalam kesempatan tersebut mantan presiden

Amerika Serikat menyampaikan simpatinya sekaligus dukungan terhadap

pengungkapan kasus Munir. Suciwati, dengan difasilitasi oleh organisasi Human

Rights First (dulu Lawyers Commitee for Human Rights) yang berbasis di New York,

USA kemudian juga bertemu dengan sejumlah pejabat penting di washinton DC, USA

untuk kemudian membicarakan perkembangan kasus Munir.

Melalui kerjasama dengan Human Rights First inilah yang juga memfasilitasi

keikutsertaan Suciwati dalam sebuah pertemuan forum HAM yang diselenggarakan di

Atlanta, USA. Dalam siaran pers bersama yang dilakukan Human Rights First dan

The Carter Center mengkritik peran badan Intelijen negara. Salah satu butir

pernyataan berbunyi: “In Indonesia, efforts to reform the state intelligence body,

implicated in many human rights violations, are being resisted in the name of

safeguarding security” ( “Di Indonesia, upaya-upaya untuk mereformasi Badan

Intelijen Negara, yang terlibat dalam banyak kasus pelanggaran HAM, dihambat atas

nama perlindungan keamanan).

Dukungan dari masyarakat indonesia secara umum juga datang dari kalangan

komunitas korban serta kaum marjinal yang tergabung dalam Solidaritas rakyat untuk

Korban Pelanggaran HAM. Mereka berunjuk rasa pada 2 Desember 2004 dengan

melakukan jalan kaki dari Bundaran Hotel Indonesia ke Istana Presiden untuk

menunjukkan dukungannya terhadap pembentukan tim investigasi kasus Munir

tersebut.12 Dukungan terhadap pembentukan tim investigasi kasus Munir juga datng

dari seorang ikon pop penyanyi terkenal Indonesia, Iwan Fals, pada 8 Desember 2004,

ketika diadakan sebuah acara peresmian patung Munir di kantor Yayasan lembaga

11 “Aktifis HAM Dunia Desak Pengusutan Kasus Kematian Munir”, Suara Pembaruan, 24 November 2004. 12 “Aktifis HAM Tuntut Presiden Realisasikan Tim Independen Penyelidikan Munir”’ Kompas, 3 Desember 2004.

38

Page 40: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).13 Tidak ketinggalan tercatat pula dukungan para

aktifis perempuan terhadap upaya pembentukan tim investigasi tersebut saat Hari

Internasional untuk Menghapus Kekerasan terhadap perempuan, 25 November 2004,

yang diselenggarakan di Komnas Perempuan, yang juga didedikasikan untuk

mengenang figur Munir. Menurut Ketua Komnas Perempuan, Kemala Chandrakirana,

Munir dapat dinilai sebagai aktifis yang memperjuangkan dan mengadvokasi hak-hak

perempuan. Selama di KontraS Munir dikenal aktif mendorong para ibu untuk

memperjuangkan nasib anak-anaknya yang hilang, mempersoalkan kasus kekerasan

terhadap perempuan seperti di Aceh dan Timor-Timur.

Dari pihak pemerintah sendiri, mulai dari Presiden hingga Kapolri sejak awal

sebetulnya telah mengeluarkan berbagai pernyataan serta berjanji untuk menangani

kasus meninggalnya Munir secara serius. Namun ternyata janji-janji tersebut tidak

serta merta disertai dengan berbagai tindakan nyata yang menunjukkan komitmen

pemerintah untuk mengungkapkan kasus Munir tersebut secara serius. Ini kemudian

terbukti ketika tim investigasi gabungan yang dibentuk Kepolisian RI berangkat ke

Belanda dan gagal untuk mendapatkan seluruh bukti otentik hasil autopsi karena

ternyata tidak membawa syarat-syarat sesuai yang diminta prosedur administrasi

antara Belanda dengan Indonesia.

A. Dinamika Pembentukan Tim Independen Pencari Fakta Kasus Munir

Pada 24 November 2004 di Istana Merdeka, Suciwati didampingi Todung

Mulya Lubis, Rachland Nashidik (Imparsial) serta Mouvty Makaarim Al Akhlaq

(KontraS) diterima oleh Presiden SBY. Pada pertemuan itu keluarga Munir meminta

Presiden SBY membentuk tim investigasi independen atas dasar Keppres (Keputusan

Presiden) dan melibatkan beberapa nama tokoh masyarakat seperti Amin Rais

(Mantan Ketua MPR), Syafii Maarif (Ketua PP Muhammadiyah), dan Todung Mulya

Lubis. Presiden SBY sendiri pada saat itu tidak secara eksplisit untuk segera

memenuhi permintaan tersebut dan lebih bersikap diplomatis dengan meminta lebih

dahulu konsep dasar usulan tim investigasi kasus Munir.14

Sebagai tindak lanjut atas pertemuan sebelumnya, pada 26 November 2004

Direktur Eksekutif Imparsial Rachland Nashidik menyerahkan rancangan tim kasus

13 “Pejuang HAM”, Kompas, 9 Desember 2004.14 “Presiden Minta Konsep Dasar Tim Investigasi Munir”, Kompas, 25 November 2004.

39

Page 41: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Munir beserta usulan nama-nama anggotanya kepada Andi Mallarangeng, juru bicara

Kepresidenan di Halim Perdanakusumah.15

Pada 8 Desember 2004, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi menyatakan bahwa

pemerintah memutuskan untuk menunggu perkembangan penyelidikan yang

dilakukan oleh aparat Kepolisian RI. Ini merupakan bahasa politis untuk menyatakan

“tidak” bagi tim investigasi independen kasus Munir. Pernyataan yang kurang lebih

sama juga diungkapkan Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng seusai

menghadiri pelantikan Direktur Badan Intelijen Negara (BIN) yang baru, Mayjen

(Purn) Syamsir Siregar. Andi Malarangeng menjelaskan bahwa presiden menilai

pembentukan tim independen belum tepat dan kesempatan harus diberikan dulu

kepada Polri untuk menjalankan tugasnya.16 Ada dugaan keputusan penolakan atas

usulan tim investigasi independen kasus Munir tersebut merupakan hasil keputusan

rapat Presiden dengan anggota kabinet secara terbatas sehari sebelumnya (7 Desember

2004).17

Merasa kecewa dengan sikap penolakan Presiden atas usulan pembentukan tim

independen, istri almarhum Munir, Suciwati, bersama KontraS, Imparsial serta

Kelompok Solidaritas Pembela HAM Indonesia melakukan konferensi pers bersama

di kantor Imparsial, 8 Desember 2004. Menanggapi kekecewaan keluarga Munir, Juru

Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng menjawab dengan bahasa diplomatis bahwa

Presiden SBY tidakmenolak usulan pembentukan tim investigasi independen, tetapi

Presiden SBY lebih memberikan kesempatan dulu kepada Kepolisian RI untuk

menyelidiki kematian Munir.18

Perkembangan menarik terjadi satu hari sesudahnya, 9 Desember 2004, sikap

Presiden SBY berubah cukup drastis dalam pernyataan yang disampaikan oleh

Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Dinyatakan bahwa Presiden SBY kecewa adanya

kesan bahwa dirinya menolak pembentukan tim investigasi independen kasus Munir.

Saat itu bahkan Presiden SBY telah menginstruksikan Jaksa Agung serta Kapolri

untuk berkoordinasi dengan pihak keluarga almarhum Munir untuk merancang tim

investigasi independen tersebut agar tidak tumpang tindih dengan ketentuan

perundang-undangan Indonesia.19. Ketidakjelasan dari sikap Presiden SBY tersebut

15 Surat Resmi Imparsial No.337/SK/SEK/Imparsial/XI/2004, ditujukan kepada Presiden SBY.16 Mallarangeng: Tim Independen Belum Tepat”, Indopos, 9 Desember 2004.17 “SBY Reneges on Promise to Munir’s Widow”, Jakarta Post, 9 Desember 2004.18 “Suciwati Kecewa terhadap SBY”, Media Indonesia, 9 Desember 2004.19 Lihat buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, hal.62, Januari 2006.

40

Page 42: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

kemudian mengundang munculnya berbagai reaksi dari banyak kalangan seperti

anggota DPR, tokoh masyarakat, akademisi, aktivis HAM, hingga organisasi HAM

internasional. Berita akan perubahan sikap dari Presiden SBY ini menjadi berita

utama berbagai media massa nasional.20 Bantahan dari Presiden SBY atas kesan

adanya penolakan dirinya tehadap usulan pembentukan tim independen nampaknya

lebih disebabkan kekacauan serta miskoordinasi di dalam tubuh tim juru bicara

kepresidenan.21

Namun ternyata apa yang telah diinstruksikan Presiden SBY untuk merancang

tim investigasi independen kasus Munir tersebut belum bisa terealisasikan secara

langsung. Hingga waktu seminggu setelah adanya pernyataan Presiden SBY tersebut

pihak keluarga serta kalangan NGO, dalam hal ini KontraS dan Imparsial, sama sekali

belum dilibatkan dalam perumusan draft tim independen tersebut yang direncanakan

disusun bersama dengan Jaksa Agung, Kapolri, dan Menko Polhukam. Padahal, sejak

24 November 2004 KontraS dan Imparsial telah menyerahkan draft pembentukan tim

(beserta usulan nama anggotanya). Satu-satunya undangan yang dikirim pemerintah

adalah pada 13 Desember 2004, itupun hanya untuk membahas langkah investigasi

yang telah dilakukan pihak kepolisian dan sama sekali tidak menyinggung

pembentukan tim investigasi independen.22

Pihak pemerintah (dalam hal ini perwakilan Polri, Kejaksaan Agung, dan

Departemen Hukum dan HAM) baru melakukan rapat dengan pihak keluarga Munir

serta tim pengacaranya pada 21 Desember 2004 dengan melakukan pembahasan

tentang kewenangan tim independen yang akan dibentuk. Pihak keluarga dan kerabat

Munir mendesak agar tim ini memiliki fungsi pro-justicia serta kewenangan yang

menyerupai peran Polri. Usulan tersebut ditolak pihak pemerintah dan hanya

menempatkan tim investigasi independen kasus Munir sebagai sebagai pembantu

penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan polisi, serta memberikan rekomendasi

20 “Tim Independen Kasus Munir Bukan Ambil Tugas Polisi”, Suara Pembaruan 10 Desember 2004. “Presiden Bantah Tolak Tim Independen Kasus Munir”, Suara Pembaruan 9 Desember 2004. “SBY Bantah Tolak Tim Investigasi Munir”, Koran Tempo, 10 Desember 2004. “Presiden Bantah Tolak Pembentukan Tim Independen Munir”, Republika, 10 Desember 2004. “SBY Sedih Dianggap Menolak”, Indopos, 10 Desember 2004. 21 “Presiden bantah Tolak Pembentukan Tim Investigasi”, Kompas 10 Desember 2004. Miskoordinasi antara pernyataan Presiden SBY dengan juru bicaranya (Andi Mallarangeng) tercatat juga terjadi pada kasus kecelakaan di jalan tol akibat iringan kendaraan presiden. 22 “Komnas HAM Pertanyakan Penyelidikan Kasus Munir”, Kompas, 20 Desember 2004.

41

Page 43: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

bila dianggap perlu.23 Hasil dari pertemuan tersebut ternyata ditanggapi secara cepat

oleh Presiden SBY. Pada tanggal 23 desember 2004 dikeluarkanlah Keputusan

Presiden (Keppres) bernomor 111 tentang Pembentukan Tim Pencari fakta Kasus

Munir.24

Tim Pencari Fakta/TPF kasus Munir versi Keppres ternyata berbeda dengan

yang disepakati pada rapat bersama di mabes Polri 21 Desember 2004, padahal Juru

Bicara Presiden Andi Mallarangeng pernah menyatakan seharusnya apa yang

ditetapkan Presiden SBY sama dengan draft akhir yang disepakati di rapat Mabes

Polri tersebut.25 Berikut perbandingan tugas dan wewenang TPF versi Rapat Mabes

Polri 21 Desember 2004 dengan versi Keppres No. 111/2004 23 Desember 200426:

23 “Draft Tim Pembentukan Tim Investigasi Kasus Munir disepakati”, Koran Tempo, 22 Desember2004. “Tim Investigasi Diharapkan mampu Tembus Tembok”, Kompas, 22 Desember 2004. “Munir’sfamily, police agree on team”, Jakarta Post, 22 Desember 2004. Usulan nama anggota tim yangdirekomendasikan oleh pihak keluarga dan kerabat Munir adalah: Tim Pengarah: Syafii Maarif,Todung Mulya Lubis, Shinta Nuriyah, Asmara Nababan. Tim Kerja: Hendardi, Rachland Nashidik,Usman Hamid, Munarman, wakil Kejaksaan Agung, wakil Polri, wakil Deplu.24 “Susilo gives Christmas ‘gifts’ to papua, Munir’s family’, jakarta Post, 24 Desember 2004.25 “Keppres Tim Investigasi Munir Ditandatangani”, Koran Tempo, 24 Desember 2004.26 Tabel seperti dikutip dari buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, hal.65, Januari 2006.

42

Page 44: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Tugas dan Wewenang TPF

Versi Rapat Mabes Polri, 21/12/2004 Versi Keppres No.111/2004, 23/12/2004

Tugas:

dan kasus meninggalnya Munir.

Wewenang: a) memberikan pertimbangan dan

atau

oleh pihak Penyidik Polri;

dan penyidikan oleh Penyidik P o l r i , m e m o n i t o r d a n mengevaluasi perkembangannya;

c) pihak yang diperlukan serta berkonsultasi dengan ahli-ahli dalam dan luar negeri demi kepentingan jalannya proses penyelidikan dan penyidikan.

Kewajiban: Membuat laporan kepada Presiden

bagi Presiden.

Tugas dan Wewenang: • Membantu Polri melakukan

penyelidikan. • Melakukan hal-hal lain yang

dianggap perlu. •

Pemerintah Pusat dan Daerah.

Secara aktif membantu Penyidik Polri dalam melaksanakan proses penyelidikan

penyidikan pengungkapan

pendapat kepada Penyidik Polri, dengan atau tanpa diminta

b) mengusulkan arah penyelidikan

meminta keterangan dari pihak-

mengenai kegiatan yang dilaksanakan dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan

Memperoleh bantuan dari instansi

Komposisi anggota TPF Versi Keppres No.111/2004, 23 Desember 2004 pun

ternyata mengalami perubahan dari kesepakatan pada rapat di Mabes Polri 21

Desember 2004. Nama-nama yang memiliki karakter politik yang kuat seperti Ahmad

Syafii Maarif (Ketua PP Muhammadiyah) serta Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid

(Nahdlatul Ulama) tidak disertakan di dalam susunan tim. Keterlibatan tokoh-tokoh

tersebut padahal amat diperlukan mengingat nuansa politis kasus meninggalnya Munir

amat tinggi dan sudah dipastikan akan banyak menemui kendala secara serius.

Berikut perbandingan susunan anggota TPF versi Rapat Mabes Polri 21 Desember

2004 dengan versi Keppres No. 111/2004 23 Desember 200427:

27 Tabel seperti dikutip dari buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, Januari 2006.

43

Page 45: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Komposisi/Susunan Keanggotaan TPF

1) K.H. Ahmad Versi Rapat Mabes Polri, 21/12/2004

Syafii Maarief 1) Brigjen (Pol) Marsudhi Hanafi Versi Keppres No.111/2004, 23/12/2004

(Ketua PP Muhammadiyah) (Ketua) 2) Sinta Nuriyah Abdurrahman 2) Asmara Nababn (Wa. Ketua)

wahid 3) Bambang Widjojanto 3) Asmara Nababan 4) Hendardi 4) Todung Mulya Lubis 5) Usman Hamid 5) Pejabat Pemerintah 6) Munarman 6) Bambang Widjojanto 7) Smita Notosusanto 7) Hendardi 8) I Putu Kusa 8) Usman Hamid 9) Kemala Chandra Kirana 9) Munarman 10) Nazaruddin Bunas 10) Smita Notosusanto 11) Retno LP Marsudi 11) Wakil Kepolisian, Brigjend Pol 12) Arif Navas Oegroseno

Drs. Andi Hasanudin Mappalangi, 13) Rachland Nashidik Karo Analis Bareskrim Polri 14) Mun’im Idris

12) Seorang Wakil dari Kejaksaan Agung RI, Agung, I Putu Kusa, Dir Pratut Jampidum Kejagung RI

13) Ketua Komnas Perempuan kamala Chandrakirana

14) Wakil departemen Hukum dan HAM, Nazaruddin Bunas, Dir Daktiloskopi Ditjen HAM

15) Wakil Departemen Luar negeri, Des Alwi, Kasubdit Eropa Dit Eropa Barat, Ditjen Amero

Pihak Keluarga dan kalangan NGO pun mempertanyakan perbedaan konsep

TPF sebagai masalah serius dan meminta Presiden memberi penjelasan resmi atas hal

itu, lebih jauh, anggota tim yang diusulkan dari unsur non-pemerintah menyatakan

sulit menjadi bagian dari tim yang dibentuk Presiden apabila tidak ada penjelasan dari

kepresidenan. Komite Solidaritas untuk Munir (KASUM), koalisi organisasi non-

pemerintah misalnya melakukan siaran pers yang menyatakan bahwa

pemerintah/presiden telah mengubah hasil kesepakatan rapat di Mabes Polri, 21

Desember 2004.28 Para anggota TPF dari wakil organisasi non-pemerintah

28 “Presiden Dinilai Langgar Kesepakatan Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Munir”, Kompas, 29 Desember 2004. “Keppres TPF Kematian Munir Mengecewakan”, Media Indonesia, 30 Desember 2004.

44

Page 46: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

menyatakan bila dalam waktu sebulan masih terjadi ketidakjelasan, mereka siap

mengundurkan diri dari TPF.29

Walau pada akhirnya tidak perubahan sama sekali terhadap konsep TPF

bentukan Presiden tersebut, dengan segala keterbatasan yang ada TPF versi Keppres

No.111/2004 yang terdiri dari unsur pemerintah dan non-pemerintah memutuskan

untuk melanjutkan kerja TPF. Termasuk mereka yang berasal dari unsur non

pemerintah yang menyatakan untuk sementara memutuskan ikut serta dalm TPF

tersebut. Mereka mengambil sikap akan mengundurkan diri jika dalam pelaksanaan

kerjanya terhambat oleh keterbatasan normatif dalam Keppres tersebut. Setelah TPF

berjalan, dua anggotaTPF dari unsur non-pemerintah, Bambang Widjojanto dan Smita

Notosusanto tetap mengambil sikap untuk tidak ikut aktif dalam TPF versi

kepresidenan tersebut.

B. TPF dan Pengungkapan Fakta Kasus Munir

B.1. Dugaan Keterlibatan Awak Maskapai Garuda

Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang dibentuk melalui Keppres No.

111/2004 dan beranggotakan perwakilan Polri, Deplu, Depkumdang, Kejaksaan

Agung, tim ahli serta organisasi non pemerintah mulai bekerja secara efektif sejak

Januari 2005. TPF melakukan pertemuan dengan Tim Penyidik Polri pada 13 Januari

2005. Pertemuan tersebut membahas soal perkembangan kemajuan serta merumuskan

rencana kerja atas penyelidikan kasus Munir. Dari pertemuan tersebut TPF

memperoleh informsi mengenai data-data awal penyelidikan kasus Munir, yaitu (1).

Lima berkas dokumen; General Declaration (outward/inward) awak pesawat GA

974, Laporan Perjalanan (Trip Report) atas nama Capt. Matondang, Surat Keterangan

Kematian dalam Penerbangan (Death on Board), Manifes Penumpang dan Bagasi

(Passenger and Banggage Manifest), serta Denah pesawat 747-400, dan (2).

Kronologis singkat sebelum dan sesudah kematian Munir. Dalam pertemuan tersebut

TPF menyatakan menilai Tim Penyidik Polri lambat dalam menetapkan tersangka.30

Kabareskrim Polri menyatakan mengakui keterlambatan tersebut dan menyatakan

bahwa penyidikan kasus Munir ini menghadapi beberapa kendala, berkaitan dengan

belum adanya respon dari pemerintah Belanda berkaitan dengan permintaan sisa

29 “Pembunuhan Munir Harus Tuntas Dibongkar”, Kompas, 31 Desember 2004.30 “TPF-Polri Rapat Paparkan Kemajuan Kasus Kematian Munir”, www.detik.com, 13 Januari 2004.

45

Page 47: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

organ Munir, belum diperiksanya saksi penumpang yang duduk di samping Munir

karena yang bersangkutan berada di Belanda serta pemeriksaan atas pengakuan

Pollycarpus yang menyatakan bertugas sebagai mekanik di Bandara Changi.31

Dalam perjalanan penyelidikan selanjutnya terungkap bahwa Polly sempat

dikabarkan memiliki sebuah pistol yang dia peoleh dari Badan Intelijen Negara (BIN).

Pistol tersebut berjenis P-2 Double Action (P2DA) buatan Pindad. Ijin penggunaan

pistol dikeluarkan oleh BIN sejak 10 Februari 2004 sampai 31 Desember 2004. Pistol

tersebut dikeluarkan berdasarkan daftar administrasi BIN bernomor 210, dengan

nomor register AC. 000018xxxx. Pistol tersebut menurut situs resmi PT. Pindad

memiliki kaliber 9x19 mm dengan sejumlah keunggulan, seperti performa tinggi,

ketahanan tinggi, andal, cocok untuk militer dan polisi. Informasi ini dibocorkan ke

media dari seorang sumber di kepolisian yang enggan disebut namanya.32 Pada waktu

bersamaan, beredar pesan melalui layanan pesan singkat (SMS) yang mengabarkan

seputar keterlibatan Pollycarpus di Badan Intelijen Nasional (BIN).33

Ketua TPF Brigjen Marsudi Hanafi kala itu menyampaikan dua buah

permintaan penting kepada Tim Penyidik Polri. Pertama, meminta penyidik Polri agar

memeriksa dua orang operator Closed Circuit Television (CCTV) Bandara Soekarno-

Hatta yang bertugas pada 6 September 2004. Kedua, TPF juga meminta penyidik

Polri untuk mengadakan rekonstruksi kronologis kasus kematian Munir.34 Permintaan

TPF tersebut sangatlah penting mengingat PT. Angkasapura masih menggunakan

pengawasan di bandara dengan sistem keamanan yang sangat minimal. Yakni hanya

terdapat dua monitor kamera untuk memantau 600 titik di bandara. Itu pun

menggunakan kamera kuno dengan menggunakan kamera kaset, yang tidak secara

otomatis merekam setiap kejadian di sekitar areal badara. Sistim pengamanan dengan

kamera CCTV menggunakan sistem random (acak), ada yang direkam, ada juga yang

tidak. Karena alasan itulah pihak Angkasapura ll menjelaskan kepada TPF Munir

bahwa keberadaan Munir menjelang keberangkatannya pada 6 September 2004 di

bandara tidak terekam oleh kamera CCTV.35 Temuan tersebut sebenarnya menarik

dan krusial. Sulit untuk diyakini ditengah ramainya kampanye pemerintah dalam

31 “Polri Akui Penyidikan Kasus Munir Terkesan Lambat”, www.detik.com, 18 Januari 2005.32 “Beredar SMS Pollycarpus Direkrut BIN Sebagai Agen Utama Intelijen”, www.detik.com, 1Februari 2005.33 “Beredar SMS Pollycarpus Direkrut BIN Sebagai Agen Utama Intelijen”, www.detik.com, 1Februari 2005.34 Lihat buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, hal.74, Januari 2006.35 “TPF Munir minta Polri Periksa 2 Operator CCTV Bandara”, www.detik.com, 15 Februari 2005.

46

Page 48: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

penangan kejahatan terorrisme sistim pengamanan bandara masih seperti itu.

Permintaan kedua TPF kepada Penyidik Polri juga amat diperlukan untuk

memperjelas sekaligus menguatkan keyakinan penyidik atas bukti-bukti yang telah

diperoleh. Khususnya berkenaan dengan masuknya racun ke dalam tubuh Munir,

kapan dan di mana racun itu masuk ke dalam makanan atau minuman yang kemudian

dikonsumsi Munir. Lebih dari itu, juga untuk mendeteksi siapa saksi yan

kemungkinan melihat tindakan memasukan racun ke dalam makanan atau minuman

Munir.

Atas permintaan-permintaan TPF tersebut Polri memberikan respon yang tidak

jelas. Bahkan pra rekonstruksi tang semula akan digelar penyidik sesuai dengan

permintaan TPF justru dibatalkan.36 Pra rekonstruksi yang sedianya akan

dilaksanankan pada 23 februari 2005 dibatalkan secara tiba-tiba. Direktur l Keamanan

Transnasional Brigjen Pranowo memberikan alasan bahwa pihak Garuda belum siap

menghadirkan semua kru pesawat yang terlibat dalam penerbangan pada hari

kematian Munir serta belum tersedianya pesawat. Penundaan pra rekonstruksi sangat

mencurigakan, padahal, rencana prarekonstruksi sendiri telah dipersiapkan cukup

lama. TPF memberikan waktu tiga pekan bagi Garuda untuk mempersiapkan pesawat

dan kru yang ikut dalam penerbangan bersama Munir.37 Seharusnya pihak garuda

membebaskan kru yang dibutuhkan untuk proses prarekonstruksi dari tugas-tugas

rutin. Padahal jelas, prarekonstruksi penting untuk memperkuat bukti-bukti permulaan

yang sudah diperoleh penyidik, sehingga acara pemeriksaan akan dibuktikan secara

riil di lapangan, misalnya komunikasi kru Garuda dengan Munir.

Pembatalan mendadak prarekonstruksi ini akhirnya menimbulkan tanda tanya

besar bagi publik serta kalangan aktifis organisasi non pemerintah, apalagi kemudian

janji penundaan hingga bulan Maret 2005 ternyata tidak dipenuhi. Malah, penyidik

menggelar rekonstruksi secara diam-diam pada 23 Juni 2005, menjelang hari terakhir

masa kerja TPF. Rekonstruksi diadakan tanpa sepengetahuan TPF dan tanpa diketahui

publik. Padahal sebelumnya, TPF dijanjikan untuk diberitahukan bahwa

diikutsertakan sebagai pemantau dalam pelaksanaan rekonstruksi. Di sini,

kepemimpinan penyidikan oleh Brigjen Pol. Pranowo Dahlan menjadi

dipertanyakan.38

36 “Prarekonstruksi Kasus Munir Ditunda Hingga Maret”, www.tempointeraktif.com, 23 Februari 2005.

38 Lihat buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, hal.76, Januari 2006.

47

37

Page 49: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Akibat dari kurang tanggapnya Polri terhadap usulan-usulan penyidikan dari

TPF di atas, penyidik Polri akhirnya hanya bisa menduga-duga kapan racun arsen

masuk ke tubuh Munir. Misalnya penyidik membuat tiga dugaan tentang masalah

tersebut, 1) saat penerbangan Jakarta-Singapura; 2) Saat transit di Changi; atau 3)

sesaat setelah pesawat take off dari Singapura menuju Amsterdam. Dugaan ini tentu

sangat umum. Seandainya didukung proses rekonstruksi tentu akan lebih kuat.

Dugaan lainnya dikemukakan oleh Komjen Suyitno Landung yang mengatakan, ada

saksi mengatakan Munir tidak mengkonsumsi apa-apa selama dalam perjalanan dari

Singapura menuju Amsterdam. Munir hanya mengkonsumsi seperti mie, orange juice

serta buah-buahan saat pesawat berada dalam perjalanan Jakarta-Singapura. Penyidik

Polri masih belum menemukan jawaban atas proses pada masa transit di singapura

dan sesaat setelah take off. Yang bisa diperkirakan, menurut Komjen Suyitno

landung, Munir diketahui meninggal dunia 2 jam sebelum mendarat di Amstrerdam.

Dalam hal perjalanan pesawat dari jakarta ke Amsterdam memakan waktu sekitar 13

jam 10 menit. Jika dikurangi 2 jam sebelum mendarat, maka rentang waktu

meninggalnya Munir menjadi 11 jam 10 menit. Rentang waktu itulah yang didalami

Polri untuk memeriksa saksi kunci.39

Pada awal Maret 2005, dari hasil pertemuan TPF dengan pihak Manajemen

Garuda (dipimpin langsung Direktur Utama Garuda, Indra Setiawan), di kantor Badan

Reserse Kriminal Kepolisian RI, telah ditemukan fakta bahwa Manajemen PT.

Garuda Indonesia tidak melakukan investigasi internal terkait dengan terbunuhnya

Munir. Menurut Ketua TPF, Brigadir Jenderal (Pol) Marsudi Hanafi, investigasi

internal tersebut semestinya dilakukan pihak Maskapai Penerbangan, seperti tertuang

dalam UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Bahkan, pihak Garuda, tidak

memiliki komitmen untuk membantu proses pengungkapan kasus secara tepat.

TPF kasus Munir menyimpulkan terdapat sejumlah bukti materil yang

menunjukkan bahwa sejumlah pejabat serta karyawan Garuda bersekongkol atau

setidaknya terlibat dalam peristiwa tewasnya aktivis HAM Munir. Untuk itu,

setidaknya tiga nama direkomendasikan dijadikan terdakwa. Ketiganya adalah

Aviation Security Garuda Pollycarpus, Vice President Corporation Security Ramelgia

Anwar dan Dirut Garuda Indra Setiawan.40 Dari dua kali pertemuan antara TPF dan

39 “Polri Meyakini Munir Diracun oleh Orang di Pesawat”, www.detik.com, 15 Februari 2005. 40 Indikasi keterlibatan indra, terutama pada pemeriksaan kepolisian atau saat BAP Indra mengaku sama sekali tidak mengenal Pollycarpus. Setelah dimintai keterangan secara bertubi-tubi dalam

48

Page 50: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

manajemen Garuda ditemukan sejumlah bukti kuat bahwa meninggalnya kasus Munir

adalah hasil dari suatu kejahatan konspiratif. Terdapat indikasi kuat terlibatnya oknum

PT. Garuda serta pejabat direksi garuda baik langsung atau tidak dalam peristiwa

meninggalnya Munir. Dari hasil investigasi, TPF mendapatkan bukti materil yang

menunjukkan pejabat tersebut bersekongkol dengan cara mengeluarkan surat-suarat

khusus untuk menutupi kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan TPF sebelumnya.41

Surat-surat tersebut dikeluarkan secara resmi oleh garuda. Ketiga surat tersebut sarat

dengan kejanggalan. Satu surat ditandatangani sendiri oleh Indra Setiawan, yang

kedua oleh Ramelgia Anwar, dan satu lagi sebuah nota yang ditandatangani Sekretaris

Kepala Pilot Airbus 330. Rohainil Aini. Semuanya berhubungan dengan satu orang,

yakni pilot Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot pesawat Airbus 330, yang sudah 19

tahun berkarier di garuda, Tiga salinan surat yang dimilki TPF, jelas sekali menyebut

(ditujukan) untuk pilot Pollycarpus. Surat pertama yang ditandatangani Indra

Setiawan adalah surat penugasan bertanggal 11 Agustus 2004. Bukanlah suatu

kelaziman penunjukkan seorang pilot untuk menjadi tenaga bantuan di unit keamanan

perusahaan Garuda ditandatangani langsung oleh seorang Direktur Utama.

Surat kedua yang dikeluarkan oleh Ramelgia Anwar juga sangat mencurigakan

TPF. Surat itu mencantumkan tanggal 4 September 2004, dua hari sebelum

penerbangan pesawat yang ditumpangi Munir. Tanggal itu jatuh pada hari Sabtu, saat

kantior Garuda tutup dan tak mungkin mengeluarkan surat sejenis itu dalam prosedur

resmi. Setelah melalui proses interogasi polisi, belakangan terungkap ternyata surat

itu sebenarnya dibuat pada 15 September 2004; dan baru ditandatangani Ramelgia

pada 17 september 2004. Artinya, sepekan lebih setelah Munir meninggal.

Berdasarkan kondisi tersebut, ada dua kemungkinan, yaitu administrasi Garuda yang

tidak profesional atau ada upaya untuk menutupi fakta tertentu yang terkait dengan

pembunuhan Munir.42

Selembar surat lainnya, sebuah nota bertanggal 6 september 2004

ditandatangani oleh Rohainil Aini. Sebagai sekretaris staf administrasi jelas dia bukan

pertemuan pihak Garuda dengan TPF Indra barulah mengakui perkenalannya dengan Pollycarpus. Bahkan, dalam pertemuan terakhir dengan TPF Indra hampir menangis karena tidak bias memberikan jawaban perihal kebohongannya mengenai perkenalan dirinya dengan Pollycarpus. Indikasi kuat perkenalan itu dibuktikan dengan adanya surat tugas Pollycarpus kepada Garuda yang ditandatangani oleh Indra (Semula hal ini disangkalnya); Lihat buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, hal.77, Januari 2006. 41 “TPF: Tiga Pejabat Garuda Sekongkol Racuni Munir”, www.detik.com, 3 Maret 2005. 42 Lihat buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, hal.78, Januari 2006.

49

Page 51: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

orang yang memiliki wewenang untuk menandatangani surat berisi perubahan jadwal

terbang bagi Pollycarpus. Otoritas tersebut ada pada Kepala Pilot Airbus 330, Kapten

Karmel S, yang ketika itu tengah bertugas di luar negeri. Dari pemeriksaan yang ada,

terungkap bahwa Pollycarpus datang ke kantor pusat Garuda di Jalan Merdeka

Selatan, Jakarta, menemui Rohainil (6 September 2004) pukul 16.30 WIB. Menjelang

tutup kantor, Polly mendesak agar dibuat surat “pengubahan jadwal” terbang, agar dia

bisa ikut naik pesawat GA-974 menuju Singapura dan kembali ke Jakarta dengan

penerbangan paling pagi.

Dalam pertemuan antara TPF dengan Presiden 3 maret 2005, Ketua TPF

Munir, Brigjen Pol Marsudi hanafi –dalam laporan sementaranya- menyatakan bahwa

TPF menyimpulkan terdapat cukup bukti kuat peristiwa meninggalnya Munir

merupakan hasil satu kejahatan konspiratif yang tidak mungkin dilakukan

perseorangan dengan motif pribadi. Indikasinya ada persekongkolan antara pimpinan

Garuda dalam menutup-nutupi, berdasarkan sejumlah kejanggalan yang berhubungan

pada tanggal 6 September 2004 dengan pihak-pihak di dalam Garuda.

Selain itu ditemukan sejumlah fakta yang saling berhubungan yang

memperlihatkan kaitan antara BIN dengan meninggalnya Munir. Namun pihaknya

masih merahasiakan sejumlah fakta yang mengaitkan BIN dengan meninggalnya

Munir. TPF memfokuskan diri pada pihak di balik pelaku di lapangan. TPF sendiri

sebelum bertemu dengan SBY sudah menjadwalkan pertemuan dengan BIN, namun

belum ada tanggal pastinya.43 TPF merekomendasikan adanya pemeriksaan terhadap

para 4 orang direksi Garuda serta 2 orang petugas operator rekam untuk pemeriksaan

lebih lanjut.

Sementara itu, 3 Maret 2005, Presiden SBY melalui Menteri Sekertaris Negara

(Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pengungkapan kasus Munir

akan menjadi indikator perubahan bangsa ini. Ia menghargai kerja keras dari TPF

untuk membantu penyidikan Polri dan mempersilakan TPF kasus Munir meminta

keterangan dari semua institusi dan badan negara, termasuk BIN bila diperlukan.

Pemerintah tidak akan mencampuri, tetapui memberikan kebebasan dan mendukung

sepenuhnya.44

Pada sore harinya, TPF melakukan pertemuan dengan Tim Penyidik Mabes

Polri. TPF juga meyakini bahwa Tim Penyidik Polri akan menetapkan tersangka. Tim

43 “SBY Persilakan TPF Munir Minta Keterangan ke BIN”, www.detik.com, 3 Maret 2005. 44 “TPF: Ada Indikasi Konspirasi Dalam Kematian Munir”, Kompas, 3 Maret 2005.

50

Page 52: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

penyidik telah menemukan kejanggalan-kejanggalan dari dokumentasi dan penugasan

kru Garuda di pesawat GA 974 yang sesuai dengan temuan TPF. Namun penyidik

belum juga menetapkan tersangka karena masih mengumpulkan bukti-bukti yang kuat

sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.45

Kapolri Jendral Polisi Da’i Bachtiar menegaskan, akan melakukan evaluasi

secara mendalam terhadap informasi yang diberikan TPF yang menyatakan adanya

keterlibatan pejabat Garuda dengan kematian Munir. Da’i juga menegaskan, sejauh

ini pihak penyidik tidak akan menetapkan status tersangka terhadap siapapun sebelum

penyidik berhasil mengambil keterangan seluruh saksi, yakni semua penumpang yang

berada di pesawat dengan rute Jakarta-Singapura-Amsterdam pada 6 September 2004,

lalu. Langkah ini dilakukan agar pihak kepolisian memiliki seluruh data informasi

yang lengkap sebelum diputuskannya status tersangka. Da’i mengaku orang yang

patut diduga itu belum diketahui apa perannya dalam kematian Munir, tapi setidaknya

ada dugaan, ada sesuatu yang disembunyikan atau perlu dipertanyakan hingga patut

diduga yang bersangkutan terkait dengan meninggalnya Munir. Namun laporan TPF

tersebut merupakan hasil keterangan lebih lanjut dari keterangan jajaran direksi

Garuda yang perlu dikaji lagi atau perlu didalami lebih lanjut berkaitan dengan proses

penegakan hukum.46

Sementara itu, DPR melalui Tim Gabungan Kasus Munir DPR memanggil

direksi Garuda beserta seluruh kru yang bertugas saat Munir meninggal dalam

pesawat, guna meminta keterangan pihak Garuda berkaitan dengan meninggalnya

Munir. Pertemuan itu dilakukan secara tertutup. Dalam keterangan kepada pers, Dirut

Garuda Indra Setiawan membantah soal tudingan dirinya serta jajarannya terlibat

dalam kasus tewasnya Munir seperti yang diungkapkan TPF. Namun Indra

membenarkan soal surat penugasan Pollycarpus sebagai Aviation Security Garuda

yang dikeluarkannya. Adanya nomor ganda dalam surat penugasan Pollycarpus

berkaitan dengan masalah administrasi.47

Tim Gabungan Kasus Munir juga kemudian memanggil Pollycarpus dalam

sebuah pertemuan tertutup, sebagai tindak lanjut dari pertemuan dengan Dirut Garuda.

Slamet Effendy Yusuf menyatakan DPR tidak puas dengan jawaban Pollycarpus yang

dianggap berbelit-belt. DPR mempertanyakan tugas Polly pergi ke Singapura pada

45 “TPF Yakin Tim Penyidik Kasus Munir Segera Tetapkan Tersangka”, www.detik.com, 4 Maret2005.46 “Kapolri Akan Evaluasi kaitan Garuda dalam Kasus Munir”, www.detik.com, 4 Maret 2005.47 “Dirut Garuda Bantah terlibat Kasus Tewasnya Munir”, www.detik.com, 4 Maret 2005.

51

Page 53: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

malam itu, secara umum apa tugas Polly sejak 11 Agustus 2004, apa yang dilakukan

Polly dalam pergaulannya dengan beberapa orang di Jakarta, serta tentang kejadian-

kejadian yang menimpa Polly seperti masalah tabrak lari yang pernah diderita oleh

Polly. DPR juga menyatakan keraguannya terhadap ketrangan Polly yang menyatakan

bahwa tugasnya ke Singapura sebagai Aviation Security itu dijalankan hanya dengan

melakukan pertemuan saja dengan teknisi Garuda yang ada di Singapura, tapi tidak

melakukan pengecekan terhadap pesawat yang bersangkutan.48

Pada 10 Maret 2005 sedianya pihak penyidik Polri akan melakukan

pemeriksaan intensif terhadap Pollycarpus, namun pemeriksaan tersebuat urung

terjadi karena Polly mengalami sakit dilengkapi dengan surat keterangan istirahat dari

dokter, berkop Garuda Sentra Medika dan logo Garuda. Namun keterangan itu

diraguakn penyidik Polri karena tidak menjelaskan sakit yang diderita Polly. Untuk

itu Polri mengancam akan mengirimkan tim khusus (termasuk dokter kepolisian),

serta menyiapkan lie detector (alat uji kebohongan) jika Polly tidak kooperatif.49

Akhirnya pada 14 Maret 2005, Polly mulai diperiksa di Mabes Polri, setelah

sebelumnya dibawa oleh Polri ke rumah Sakit Polri 12 Maret 2005, karena

penyempitan pembuluh darah setelah mengalami kecelakaan di Jl. Raya Pondok Cabe

tiga minggu sebelumnya.50

Setelah pemeriksaan secara marathon lima hari berturut-turut –melalui

pemeriksaan kesehatan, psikis, maupun aktivitasnya-, pada Jum’at 18 Maret 2005

malam tim penyidik Mabes Polri menetapkan Pollycarpus Budihari Priyanto, Pilot

Garuda, sebagai tersangka dan menahan Pollycarpus di rumah tahanan Mabes Polri.

Kapolri Jendral (Pol) da’I bachtiar menyatakan ada indikasi Pollycarpus

memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, ada sesuatu

yang disembunyikan, dan hal inilah yang menjadi indikator bagi penyidik bahwa

diperlukan pendalaman lagi untuk penyelidikan. Sejauh itu, atas dasar ‘ada sesuatu

yang disembunyikan’ polisi meyakini bahwa Pollycarpus terlibat dengan kematian

Munir. Dia berperan membantu serta menyediakan fasilitas, namun dia tidak

menyebutkan siapa eksekutor. Akan tetapi, Direktur Kriminal Umum dan

Transnasional Kepolisian Negara RI (Polri) Brigadir Jendral (Pol) Pranowo Dahlan

dan Penyidik Utama Unit lll Bareskrim Mabes Polri Kombes Pol. Anton Charlian

48 “Polly dianggap Berbelit-belit, DPR Tidak Puas”, www.detik.com, 8 Maret 2005.49 “Mabes Polri Periksa Polycarpus Pukul 10.00, Polri Kirim Tim untuk Pastikan SakitnyaPollycarpus”, www.detik.com, 8 Maret 2005.50 “Diam diam Pollycarpus sudah berada di Mabes Polri”, www.detik.com, 14 Maret 2005.

52

Page 54: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

menegaskan, polisi memiliki bukti kuat untuk menetapkan Pollycarpus sebagai

tersangka. Tersangka dianggap melakukan pelanggaran pasal 340 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana, junto pasal 55 dan

pasal 56 KUHP, plus sangkaan subsider berupa pelanggaran pasal 263 KUHP, tentang

pemalsuan dokumen. Dasar-dasar penetapan yang bersangkutan, antara lain adanya

laporan polisi, keterangan saksi, visum dan bukti material.51

Mabes Polri kembali memeriksa Sekretaris Chief Pilot Airbus 3330 PT.

Garuda Indonesia, Rohainil Aini, sebagai saksi kunci terkait dugaan pemalsuan dalam

surat penugasan Pollycarpus Budihari Priyanto. Mabes Polri menduga semua surat

tugas Pollycarpus dalam penerbangan Garuda, 6 September 2005 ke Belanda semua

palsu. TPF kasus Munir mengindikasikan Rohainil Aini terkait langsung dengan

meninggalnya Munir. Rohainil merupakan orang yang menandatangani surat

penugasan Pollycarpus untuk menjadi Aviation Security di pesawat Garuda 974 rute

Jakarta-Singapura-Amsterdam, 6 September 2004. Padahal prosedur penerbangan

mengatur seorang pilot diperbolehkan terbang atau tidak jika mendapatkan surat

penugasan dari kepala pilot. Jika tidak disertai surat penugasan itu penerbangan

disebut illegal atau pelanggaran.52 Masih berdasarkan rekomendasi TPF, Polri

kemudian juga memeriksa Vice President Human resource Department, Daan

Ahmad, terkait dengan pembuatan surat tugas Pollycarpus. Ia melaksanakan tugas

yang diberika oleh Ramelgia Anwar (VP Corporate Security), yang menandatangani

surat tugas Pollycarpus. Padahal semestinya surat tugas Pollycarpus ditandatangani

oleh Direktur Operasional Garuda, Rudi A Hardono.53 Bahkan menurut TPF surat

Ramelgia Anwar ternyata dibuat mundur (backdated/antidatum).

Setelah Pilot Garuda Pollycarpus ditetapkan sebagai tersangka, penyidik

Mabes Polri menetapkan status yang sama terhadap dua awak garuda lainnya, Oedi

Irianto selaku petugas pantry serta Yeti Susmiarti selaku pramugari pada penerbangan

Garuda GA 974. Keduanya ditetapkan tersangka karena mereka bertugas

mempersiapkan segala sesuatu/makanan dan minuman untuk penumpang, termasuk

untuk almarhum Munir. Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri

Komjen Pol. Suyitno Landung menjelaskan racun Arsen masuk ke tubuh Munir

diduga pada penerbangan Jakarta-Singapura sesuai dengan hasil toksiologi dari pakar

51 “Pollycarpus Masih Sembunyikan Eksekutor Pembunuhan Munir”, www.detik.com, 21 Maret 2005. 52 “Pembuat Surat Tugas Pollycarpus kembali Diperiksa”, www.detik.com, 21 maret 2005. 53 “TPF Munir Minta Polri Periksa Vice President HRD Garuda”, www.detik.com, 23 Maret 2005.

53

Page 55: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Belanda dan Indonesia.54 Sedangkan TPF Kasus Munir meminta Kepolisian RI

mempertimbangkan penetapan Brahmanie Astawati-pramugari senior (purser) yang

juga bertugas pada penerbangan GA 974 sebagai tersangka. Alasan dari TPF,

Brahmani-lah yang mengijinkan penukaran tempat duduk bagi Munir saat perjalanan

Jakarta-Singapura. Brahmanie sendiri menegaskan, ia tidak pernah dimintai ijin oleh

Pollycarpus untuk memindahkan tempat duduk Munir dari nomor 40 G (klas

ekonomi) ke 3K (klas Bisnis). Menurutnya, Pollycarpus hanya memberitahu tentang

pemindahan tempat duduk tersebut. Brahmanie mengaku ia tidak kuasa menolak

pemindahan seat oleh Pollycarpus, meskipun Pollycarpus tidak berwenang. Sebab,

ketika itu Munir sudah duduk di seat bisnis.

Selain itu, ada satu alasan yang bisa dirsakan para awak kabin seperti dia,

yakni bahwa pilot ibarat ‘warga kelas satu’ di maskapai penerbangan. Ia menolak

keras jika dinilai terlibat dalam konspirasi pembunuhan Munir. Selain itu, ia hanya

bertugas sebagai flight service manager dari Jakarta sampai Singapura, sementara

yang bertugas menggantikannya untuk penerbangan Singapura-Jakarta adalah najib

Nasution. Brahmanie menyatakan lagi, sehari sebelum keberangkatan, awak kabin

menerima pesanan moslem meal (makanan muslim) untuk kursi 40G kelas ekonomi,

yang merupakan kursi ‘asli’ Munir, namun ia mengaku tidak tahu siapa yang

memesan makanan tersebut.55

Lebih jauh, Ketua TPF Munir, Brigjen Marsudhi Hanafi mengusulkan Indra

Setiawan serta Ramelgia Anwar untuk dijadikan tersangka, karena jelas terlibat dalam

pembuatan surat palsu.56 Untuk itu, tim penyidik Mabes Polri memeriksa semua awak

garuda, termasuk Indra setiawan, Ramelgia Anwar, Rohainil Anwar, Hermawan dan

Edi Susanto pada 8 April 2005.57 berkaitan dangan hal tersebut, Ketua TPF Marsudhi

menyatakan mempercayakan penyelidikan kepada pihak kepolisian, karena tugas TPF

hanyalah merekomendasikan beberapa nama yang kemudian akan ditindaklanjuti oleh

polisi.58

54 “Polisi Tetapkan Dua Tersangka Baru Kasus Munir”, www.kompascyber.com, 5 April 2005. Lihatjuga, “Lagi, Dua Kru Garuda akan Diperiksa Diduga terlibat Terlibat Kasus Munir”, Media Indonesia,5 April 2005.55 “Polri Perlu Pertimbangkan Status Brahmani”, Kompas, 7 April 2005.

56 “TPF Usulkan Indra dan Ramelgia Jadi Tersangka Kasus Munir”, www.detik.com, 7 April 2005.57 “Mantan Dirut Garuda Diperiksa Tim Penyidik Kasus Munir”, www.kompascyber.com, 8 April2005. “Semua Awak Garuda Diperiksa Polisi”, Tempo Interaktif, 8 April 2005.58 “TPF Percayakan Penyelidikan kepada Kepolisian”, www.tempointeraktif, 8 April 2005.

54

Page 56: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

B.2. Dugaan Keterlibatan Anggota Badan Intelijen Negara pada Kasus Tewasnya Munir

Pertengahan Maret 2005, TPF kasus Munir mendapatkan sejumlah informasi

dari sumber-sumber yang dirahasiakan, mengenai dugaan keterlibatan (setidaknya

mengetahui), dari sejumlah aparat intelijen dalam kasus pembunuhan Munir. TPF

menganggap bahwa informasi itu terlalu penting untuk diabaikan, namun terlalu

berbahaya untuk dipercayai begitu saja. Penting, karena informasi itu memperkuat

salah satu dari kemungkinan motif pembunuhan Munir. Berbahaya, karena informasi

peka tersebut disampaikan oleh pihak-pihak yang merahasiakan identitasnya untuk

tujua-tujuan yang tidak diketahui.59 Karenanya, untuk memastikan informasi itu

adalah sebuah petunjuk bagi investigasi kasu pembunuhan Munir atau informsi yang

justru menyesatkan, TPF menilai perlu untuk mengecek kebenaran dari informasi

tersebut. Termasuk pula di dalamnya mengecek informasi mengenai keterlibatan

lembaga intelijen dalam kasus pembunuhan Munir, di mana BIN adalah salah satu

lembaga yang perlu diperiksa.TPF mengharapkan, semua pihak yang mengetahui

ataupun memiliki informasi satupun bukti-bukti tambahan yang tersembunyi

berkaitan dengan kasus Munir agar menyerahkannya kepada TPF. Selama kasus ini

tetap menjadi misteri dan tidak mampu diungkap, selama itu pula banyak pihak,

termasuk di dalamnya TNI dan sejumlah perwira tinggi lainnya, baik yang masih aktif

ataupun telah purnawirawan, akan mendapatkan sorotan yang sama sekali tidak

menguntungkan.60

Kapolri Jend Pol. Da’i Bachtiar saat itu menegaskan, Polri tidak ada masalah

dalam pemeriksaan Intelijen yang diduga terkait dalam pembunuhan Munir. Ia tetap

mempelajari rekomendasi TPF dan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut jika

rekomendasi TPF cukup akurat.61 Kepala BIN Syamsir Siregar kemudian menyatakan

bahwa BIN siap diperiksa serta tidak ada kesulitan dari pihak manapun untuk bertemu

dengan pejabat BIN.62 Berkaitan dengan dugaan keterlibatan BIN dalam peristiwa

terbunuhnya Munir ia meminta pihak-pihak yang terkait tidak menduga-duga

melainkan memberikan bukti keterlibatan BIN.63

59 “TPF Munir Diminta mengecek Info keterlibatan Anggota BIN’, www.detik.com, 17 Maret 2005.60 Lihat buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, hal.86, Januari 2006.61 “Kapolri: Tidak Ada Masalah Periksa Intelijen Soal Munir”, www.detik.com, 24 Maret 2005.62 “Polisi Tak Akan Ragu Periksa BIN”, www.kompascyber.com, 24 Maret 2005.63 “BIN Segera Ketemu TPF Munir”, www.tempointeraktif.com, 28 Maret 2005.

55

Page 57: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Pertemuan antara TPF dengan BIN di lapangan tertunda beberapa kali.

Menurut anggota TPF Rachland Nashidik, surat undangan kepada Kepala BIN tidak

terlalu digubris, sehingga pertemuan itu tertunda. TPF menyesalkan sikap Syamsir,

karena seringkali alasan pembatalan itu tidak dijelaskan secara jelas oleh pihak BIN.

TPF sebenarnya hanya ingin meminta komitmen BIN agar mau melakukan kerjasama

yang penuh dengan TPF dan memberika hal-hal yang dibutuhkan TPF, serta untuk

mengusulkan mekanisme kerjasama antara TPF dan BIN dalam proses penyelidikan

kasus Munir.64 Selain itu, Usman Hamid menyatakan bahwa pertemuan ini untuk

mendorong BIN melakukan penyelidikan internal terlebih dahulu terhadap

anggotanya yang diduga terlibat.65

Pertemuan antara TPF dengan BIN akhirnya terjadi pada 6 April 2005. Kepala

BIN Syamsir Siregar menyatakan komitmennya untuk medukung kerja TPF dalam

menuntaskan kasus meninggalnya Munir. Dukungan tersebut akan segera dituangkan

dalam nota kesepahaman bersama untuk kerja sama berikutnya. Sekretaris TPF

Usman Hamid mengatakan, pertemuan dengan Kepala BIN yang berlangsung sekitar

1,5 jam dan hasilnya cukup positif. Bahkan Kepala BIN sudah menyatakan

komitmennya guna mendukung kerja sama dengan TPF. Dukungan itu akan

dituangkan dalam pembuatan protokol atau kesepahaman bersama untuk kerjasama

berikutnya. BIN juga menempatkan tiga deputinya bergabung dalam tim khusus

bersama dengan empat orang anggota TPF, yang akan menyusun protokol (semacam

prosedur) untuk penyelidikan kasus kematian Munir.66

Menyikapi perkembangan tersebut, Presiden SBY menyetujui pembentukan

tim gabungan antara BIN dan TPF untuk mengungkap kematian Munir. Mengenai

pembentukan tim gabungan untuk kasus Munir, Kepala BIN Syamsir Siregar

menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan komitmen dari pihak BIN untuk

membantu penyelidikan atas kasus pembunuhan Munir. Ia menyerahkan kepada TPF

dalam menetapkan mekanisme dan pola kerja antara wakil dari BIN dan TPF.67

Namun ia membantah kabar adanya Surat Keputusan (SK) tentang pengangkatan

Pollycarpus sebagai agen BIN karena tidak ada bukti otentik.68

64 “TPF Munir Layangkan Surat Undangan Kedua untuk Kepala BIN”, www.detik.com, 31 Maret2005.65 “TPF Munir Kembali Jadwalkan Pertemuan dengan Kepala BIN”, Media Indonesia, 2 April 2005.66 “BIN Dukung TPF Munir”, www.kompascyber.com, 6 April 2005.67 “Presiden SBY Persilakan Tim Gabungan Kasus Munir Dibentuk”, www.detik.com, 11 April 2005.68 “BIN Bantah Pollycarpus jadi Agen Intelijen”, www.tempointeraktif.com, 11 April 2005.

56

Page 58: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Namun ternyata kesepakatan antara TPF dengan BIN tersebut tidaklah

berjalan dengan baik. Berbagai upaya TPF untuk memeriksa pejabat dan anggota BIN

terganjal berbagai kendala. TPF telah melakukan 3 kali pemanggilan pemeriksaan

sebagai saksi terhadap mantan Sekretaris Utama BIN yang kini menjadi Duta Besar

Indonesia untuk Republik Federasi Nigeria, Nurhadi Djazuli. Nurhadi menolak untuk

memenuhi panggilan TPF karena ia menilai TPF tidak berwenang melakukan

penyelidikan yang merupakan wewenang Kepolisian Negara RI.69 Ketua TPF

Marsudhi Hanafi menilai penolakan Nurhadi menunjukkan sikap yang tidak

kooperatif serta menghina Presiden karena TPF bekerja berdasarkan Keppres.70

Karena itu, anggota TPF Asmara Nababan mengusulkan adanya pertemuan antara

Presiden, TPF, BIN dan Kapolri untuk mencari solusi agar kinerja TPF dapat berjalan

efektif. Pertemuan ini juga diharapkan dapat memperlancar kerjasama dengan BIN

sehingga dapat mempercepat proses pencarian fakta.71 Hal tersebut didukung Kapolri

Jendral Da’i Bachtiar, walaupun ia mempertanyakan apakah pertemuan tersebut bisa

mendukung penyidikan yang berlangsung. Sejauh ini tim penyidik mengalami

kesulitan dalam proses kesaksian.72

Pada 2 Mei 2005 protokol kerjasama antara TPF dan BIN akhirnya

ditandatangani. Protokol ini pula dimaksudkan menjadi alat pengikat bagi Nurhadi

Djazuli untuk tidak menghindar dari panggilan TPF, karena diindikasikan keterlibatan

mantan sekretaris BIN tersebut dalam kasus pembunuhan Munir.73

Nurhadi Djazuli akhirnya hadir dalam pemeriksaan dengan TPF pada 8 Mei

2005 di kantor TPF, Komnas perempuan, Jakarta. Dari hasil pemeriksaan tertutup

tersebut TPF menyatakan bahwa TPF semakin yakin tentang adanya keterlibatan

aparat BIN atau mantan BIN dalam kasus pembunuhan Munir. Hal ini dapat menjadi

pintu masuk untuk menelusuri fakta-fakta tentang dugaan-dugaan yang telah dimiliki

TPF berkenaan dengan indikasi keterlibatan tersebut. 74 Sementara itu, Kepolisian RI

juga memeriksa Nurhadi Djazuli guna membandingkan temuan tim penyidik dengan

69 “Mantan Sekretaris Utama BIN Tolak Diperikasa TPF Munir”, Kompas, 28 April 2005.70 “Tolak Dipanggil TPF Munir, Mantan Sekretaris Utama BIN Hina SBY”, www.detik.com, 29 April2005.71 “Diusulkan Pertemuan Segi Empat SBY, TPF, BIN dan Kapolri”, www.detik.com, 19 April 2005.72 “Kapolri Dukung Pertemuan Segi Empat Kasus Munir”, www.detik.com, 20 April 2005.73 “TPF, BIN teken Kerja Sama Ungkap Kasus Munir”, Media Indonesia, 3 Mei 2005.74 “TPF Munir Kian Yakin BIN Terlibat Pembunuhan”, www.detik.com, 9 Mei 2005.

57

Page 59: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

TPF, termasuk mencari keterkaitan Pollycarpus, tersangka kasus Munir dengan BIN.

Setelah dikonfrontir, baik Nurhadi maupun Pollycarpus mengaku tidak saling kenal.75

Berkaitan dengan perkembangan-perkembangan paska pemanggilan Nurhadi

Djazuli, TPF kasus Munir kemudian melaporkan hasil penyelidikannya kepada

Presiden SBY pada 11 Mei 2005. TPF juga melaporkan rencana pemeriksaan anggota

BIN lainnya, tetapi belum mendapat kepastian waktu.76 Terhambatnya berbagai

pertemuan TPF dengan BIN akhirnya mendorong Presiden untuk memimpin langsung

pertemuan antara TPF, BIN dan mabes Polri. Sebagai persiapan pertemuan segi empat

tersebut, SBY menggelar rapat koordinasi mendadak dengan dengan Kapolri Jendral

Pol Dai Bachtiar, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, serta Menkum dan HAM Hamid

Awaluddin. Rapat itu juga dilakukan untuk mengambil langkah sebagai tindak lanjut

usulan dari DPR mengenai pengungkapan kasus Munir, serta menginstruksikan

kepada seluruh dan instansi terkait untuk mendukung segala upaya TPF untuk

mengumpulkan keterangan mengenai kematian aktifis HAM Munir. SBY merasa

belum puas dengan kemajuan yang dicapai TPF sejauh ini belum juga menunjukan

hasil yang signifikan.77

Sebagai tindak lanjut pemeriksaan terhadap anggota BIN, TPF mendatangi

Kantor BIN pada 12 Mei 2005. TPF mengatakan akan memeriksa sejumlah dokumen

terkait dengan prosedur dan aturan di BIN serta menindaklanjuti hasil pertemuan tim

dengan Nurhadi.78 TPF juga melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Nurhadi,

untuk memperdalam hasil temuan awal, dan akan menindaklanjutinya dalam 3

tahapan. Yaitu mendalami keterangan-keterangan Nurhadi, meng-crosscheck- seluruh

keterangan Nurhadi, baik pada pemeriksaan pertama dan kedua, dengan saksi lain,

informasi dan petunjuk lain yang dimiliki TPF Munir. Termasuk dibandingkan

dengan keterangan Nurhadi ketika diperiksa di Kepolisian.79

Pada pertemuan segiempat yang digelar antara Preseiden, TPF kasus Munir,

Polri dan BIN pada 19 Mei 2005, TPF melaporkan temuannya berupa suatu

kesimpulan tentang adanya keterangan-keterangan pejabat BIN yang bertentangan

dengan fakta-fakta yang ada.80 Selepas pertemuan tersebut, Wakil Ketua TPF Asmara

Nababan mengatakan bahwa TPF kasus Munir telah mempertimbangkan untuk

75 “Polisi Periksa Mantan Pejabat BIN”, www.tempointeraktif.com, 11 Mei 2005.76 “TPF Munir laporkan Hasil Penyelidikan ke SBY”, www,detik.com, 11 Mei 2005.77 “SBY Turun Tangan Pertemukan TPF Munir, BIN dan Polri”, www.detik.com, 11 Mei 2005.78 “Tim Munir Datangi Markas BIN”, www.tempointeraktif.com, 12 Mei 2005.79 “TPF Munir Kesulitan Peroleh Info riil dari Nurhadi”, www.detik.com, 18 Mei 2005.80 “Temuan TPF Munir, BIN Bohong”, www.tempointeraktif.com, 18 Mei 2005.

58

Page 60: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

memeriksa mantan Kepala BIN Hendropriyono serta mantan Deputi V BIN Muchdi

PR. TPF menyatakan telah menemukan fakta adanya sambungan telepon dari nomor

telepon milik Pollycarpus dengan Kantor BIN di masa kepemimpinan Hendropriyono,

yaitu adanya sambungan telepon antara Polly dengan kantor Deputy V BIN yang

waktu itu dijabat oleh Muchdi PR. TPF kasus Munir menemukan fakta adanya

sambungan telepon antara Pollycarpus dengan Muchdi berlangsung sebelum dan

sesudah Munir tewas pada 7 September 2004. terlacak terjadi puluhan kali kontak

sambungan telepon antara Pollycarpus dangan Muchdi tersebut. Meski belum

diketahui pola hubungan antara keduanya, setidaknya fakta tersebut telah

menggugurkan semua bantahan BIN yang menyatakan tidak memiliki kaitan apapun

dengan Pollycarpus.81 Dalam pertemuan TPF kasus Munir dengan Tim Munir DPR

pada 19 Mei 2005, TPF juga menyatakan bahwa BIN tidak kooperatif dalam usaha

pengungkapan terbunuhnya Munir. Dalam menjalankan tugasnya TPF menyatakan

mendapat perlakuan yang meyulitkan dari BIN, di antaranya dalam mendapatkan

dokumen serah terima jabatan mantan Sekretaris Utama BIN Nurhadi Djazuli kepada

Sekretaris Utama BIN Suparto. TPF dalam kesempatan tersebut mengharapkan

perhatian DPR untuk mendorong agar apa yang telah disepakati pimpinan BIN

dengan TPF juga dapat diimplementasikan stafnya. Belajar dari kasus ini, seorang

anggota TPF juga mengusulkan kepada DPR agar merestrukturisasi lembaga intelijen,

termasuk soal pertanggungjawaban yang ketat atas sebuah operasi intelijen

Pada 18 Mei 2005, setelah sebelumnya dijadwalkan dilakukan pada 16 Mei

2005, Tim Penyidik Polri memeriksa Muchdi PR. Namun anehnya, pada 3 Juni 2005

Muchdi PR tidak hadir memenuhi panggilan TPF tanpa alasan yang jelas. Sedianya

TPF akan melakukan konfirmasi mengenai hasil penelusuran telepon antara Muchdi

dengan Polly. Seperti telah disebutkan, ditemukan adanya saling kontak antara

Pollycarpus dengan Muchdi PR sebanyak 35 kali, baik sebelum maupun sesudah

Munir tewas pada 7 September 2004.

Dengan berbagai berbagai kendala dari sikap BIN yang cenderung tidak

kooperatif, misalnya keengganan BIN untuk membuka akses penyelidikan TPF ke

dalam BIN, proses pembuatan protokol bersama BIN – TPF yang cukup menyita

waktu lama, hingga resistensi beberapa (mantan) anggota BIN untuk dimintai

keterangan, penyelidikan TPF terus berlanjut sampai ke arah Hendropriyono, mantan

81 “TPF Pertimbangkan Periksa Eks Kepala BIN Hendropriyono”, www.detik.com, 18 Mei 2005.

59

Page 61: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Kepala BIN yang saat Munir meninggal menjabat posisi tersebut. Pemeriksaan

Hendropriyono memang diperlukan untuk memastikan sejauh mana keterlibatan BIN

dalam kasus pembunuhan Munir. Sebelumnya pejabat/mantan pejabat BIN yang

masuk daftar TPF untuk dimintai keterangan adalah Nurhadi Djazuli (mantan

Sekretaris Utama BIN), Kolonel (Mar) Sumarno (Kepala Biro Umum BIN), dan

Mayjen (Purn) Muchdi PR (Deputi V BIN). Pemeriksaan terhadap Hendropriyono

penting dilakukan, apalagi mengingat Hendropriyono (dan Muchdi PR) memiliki

pengalaman sejarah yang kurang baik dengan Munir berkaitan dengan investigasi

kasus-kasus pelanggaran HAM seperti kasus Talangsari Lampung serta kasus

penculikan aktivis pada 1998. Secara politik almarhum Munir dan Hendropriyono

memiliki ketegangan hubungan berkaitan dengan beberapa kasus, dimulai dari

advokasi yang pernah dilakukan Munir pada kasus Talangsari, Lampung, hingga

kasus peran BIN berkaitan dengan tidak diperpanjangnya izin tinggal dan kerja

Sidney Jones, Direktur International Crisis Group (ICG), sebuah lembaga berbasis di

Belgia yang pernah mengeluarkan laporan terkait dengan peran intelijen dalam

sejumlah masalah sensitif. Hendropriyono mengeluarkan pernyataan bahwa mereka

yang membela Sidney Jones merupakan pengkhianat bangsa. Hendropriyono

kemudian menyatakan akan ada tindakan yang diambil terhadap mereka (yang

membela Sidney Jones).82 Isu yang terakhir ini juga bersamaan dengan

bersitegangnya Munir dengan Kepala BIN Hendropriyono, seputar pernyataan serta

laporan BIN tentang 20 LSM yang dituduh menjual Indonesia ke pihak asing.83

Keterkaitan Hendropriyono sebagai mantan Kepala BIN dalam kasus

pembunuhan Munir amat menarik mengingat hingga menjelang keberangkatan studi

ke Belanda Munir sendiri masih percaya bahwa karena sikap kritisnya itulah ia

dicekal oleh BIN.84 Sebelumnya almarhum Munir memang terlibat aktif dalam

mengkritisi upaya penguatan kewenangan BIN secara luar biasa melalui rancangan

undang-undang, mulai dari keinginan BIN agar diberi wewenang menangkap dan

menahan orang yang dicurigai, sumber pendanaan non APBN, wewenang pemberian

izin penggunaan senjata api, hingga perluasan struktur BIN hingga ke tingkat desa.85

82 “BIN Minta Tanggung Jawab WNI yang Bela Sidney Jones”, Koran Tempo, 8 Juni 2004.83 “Penyataan Kepala BIN Dinilai Hidupkan Kembali Mesin Represi”, Kompas, 31 Mei 2004.84 “Aboeprijadi Santoso, Pengantar: Gugur di Musi Gugur”, dalam Jaleswari Pramodhawardani danAndi Widjojanto (de), “Munir; Sebuah Kitab melawan Lupa”, Mizan Media Utama, 2004.85 Lihat buku putih KontraS “Bunuh Munir!”, hal.95, Januari 2006.

60

Page 62: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Menjelang hari terakhir masa kerja TPF, Polri secara diam-diam akhirnya

menggelar sebuah rekonstruksi –hal yang telah lama diminta TPF- di Hanggar ll

Garuda Maintenance Facility (GMF) Bandara Soekarno Hatta, 23 Juni 2006.

Rekonstruksi tersebut dihadiri oleh para tersangka yaitu Pollycarpus, Oedi Irianto dan

Yeti Susmiati, dengan menggunakan pesawat Garuda Boeing 737.86 Direktur l

Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Pranowo Dahlan, bahwa rekonstruksi sengaja

dilakukan secara tertutup demi kepentingan kelancaran jalannya proses rekonstruksi.87

Setelah sebelumnya sempat diperpanjang pada 23 April 2005, masa kerja TPF

kasus Munir berakhir 23 Juni 2005. TPF kemudian melaporkan hasil kerjanya kepada

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika penyampaian laporan TPF, Sekretaris

Kabinet Sudi Silalahi mengeluarkan pernyataan bahwa institusi TNI, mulai dari

Mabes hingga regu-regu di kesatuan, tidak telibat dalam kasus Munir. Selanjutnya

Sudi Silalahi menyatakan, pemerintah akan mengolah dan menindaklanjuti

rekomendasi TPF dalam waktu singkat untuk mengambil langkah-langkah kongkret

berkaitan dengan kasus kematian Munir.88Sudi Silalahi kemudian menjelaskan,

Presiden juga mendistribusikan laporan TPF ke para Menteri dan pejabat setingkat

menteri terkait, yaitu Kapolda BIN Syamsir Siregar, Menkum dan HAM Hamid

Awaluddin dan panglima TNI Jendral Endriartono Sutarto.89

86 “Rekonstruksi Kasus Munir Digelar di Bandara Soekarno Hatta”, www.detik.com, 23 Juni 2005.87 “Rekonstruksi Kasus Munir Dilakukan Tertutup”, www.detik.com, 23 Juni 2005.88 “TPF Munir Rekomendasikan Anggota BIN sebagai Tersangka”, www.detik.com, 24 Juni 2005.89 “Laporan TPF Munir Juga Dikirim ke BIN dan Panglima TNI”, www.detik.com, 27 Juni 2005.

61

Page 63: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

BAB IV PROSES PERADILAN DAN USAHA PENUNTASAN

KASUS PEMBUNUHAN MUNIR

Pada awal Susilo B. Yudhono (SBY) terpilih sebagai Presiden, beliau

menyatakan bahwa kasus Munir merupakan tes bagi sejarah negara ini. Namun pada

kenyataannya, sejak tugas dari Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Pembunuhan Munir

selesai hingga saat ini, Presiden belum juga mengumumkan hasilnya. Tindak lanjut

yang ada hanyalah hasil TPF diserahkan ke Kejaksaan dan Polri.

Pergantian Kabareskrim Polri dari Komjen Suyitno Landung kepada Komjen

Makbul Padmanegara pada 3 juni 2006 tidak juga menunjukan kemajuan yang berarti

dalam pengusutannya. Padahal tugas utama untuk Makbul adalah penanganan kasus

Munir selain Bom Tentena dan korupsi dalam pengadaan jaringan dan alat

komunikasi Polri1.

Pengangkatan Kapolri baru Jenderal Sutanto menggantikan Jenderal Da’i

Bahtiar pada 8 Juli 2005, rupanya masih juga tidak menghasilkan perkembangan baru

dalam pengusutan. Empat skenario pembunuhan Munir yang diungkap oleh Brigjend

(Pol) Marsudhi Hanafi dalam kapasitasnya sebagai ketua TPF2 tidak mendapatkan

tindak lanjut oleh Kepolisian agar menjadi fakta hukum.

Perjuangan Suciwati dalam penuntasan kasus pembunuhan Munir dengan

berbagai upaya mendapatkan berbagai dukungan dari luar negeri. Majalah Time yang

berbasis di Hongkong menganugerahkan Asian Heroes 20053, untuk kegigihan dalam

perjuangan menemukan dalang pembunuh suaminya. Berbagai upaya telah ditempuh

oleh Suciwati, melakukan lobi ke DPR, mendatangi Kepolisian, mendatangi

Kejaksanaan Agung, melakukan kampanye ke beberapa negara dan beberapa daerah

di dalam negeri sendiri juga dilakukan. Walaupun sudah meninggal, Munir masih

mendapatkan pengakuan atas dedikasi dan keberanian dia dalam memperjuangkan

penegakan HAM di Indonesia. Pada 11 Oktober 2005 Suciwati mendapat undangan

untuk menghadiri penerimaan Civil Courage Award di New York. Penghargaan ini

diberikan oleh the Trustees of the Northcote Parkinson Fund dengan anggotanya yang

1 “Makbul Resmi Kabareskim, Munir dan Tentena PR Utama”, http://www.detik.com/indexberita/indexfr.-php, 3 Juni 2005.

2 “Empat Skenario Pembunuhan Munir”, Kompas, 15 Juni 2005. “Suciwati Munir; Taking Up the Struggle Justice” http://www.time.com/time/asia/2005/heroes

/suciwati_munir.html, 3 Oktober 2005.

62

3

Page 64: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

berasal dari mantan Senator di AS, Mantan Dutabesar dari berbagai negara dan lain-

lain4.

Segala upaya yang telah ditempuh tidak menunjukan bahwa Suciwati

sendirian dalam berjuang. Respon dari luar negeri pun juga berdatangan diantaranya,

pernyataan oleh Anggota Parlemen dari Uni Eropa ketika berkunjung di Indonesia,

yang meminta agar adanya kesungguhan Pemerintah RI dalam pengungkapan

pembunuhan Munir5. Selain dari Parlemen Eropa, sebanyak 68 orang anggota

Konggres Amerika Serikat menandatangani surat yang ditujukan kepada Presiden

SBY untuk mempercepat penyelesaian kasusnya6.

TPF yang mengalami perpanjangan masa kerjanya hingga 23 Juni 2005

mengeluarkan beberapa rekomendasi. Berdasarkan laporan yang disampaikan kepada

Presiden SBY, TPF membuat 3 poin rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh

Pemerintah. Pertama, Pembunuhan Munir tidak melibatkan satu dua orang sehingga

pihak-pihak tertentu di lingkungan Garuda dan Badan Intelijen Negara yang terlibat

konspirasi pembunuhan terhadap Munir harus diperiksa secara intensif. Kedua, proses

pengusutan kasus Munir terhambat oleh faktor internal di tubuh Polri sehingga

diperlukan langkah konkrit berupa audit kinerja Polri dalam penanganan kasus Munir.

Ketiga, perlu dibentuk suatu kelembagaan baru yang berada di bawah Presiden untuk

meneruskan langkah-langkah yang ditempuh TPF sekaligus sebagai bentuk kelanjutan

komitmen Presiden mengungkap kasus pembunuhan terhadap Munir7.

Berakhirnya tugas TPF ternyata tidak menunjukan adanya tindak lanjut yang

serius dari Polri. Pimpinan Polri yang baru, Jenderal Sutanto, malah menarik Brigjen

Marsudi Hanafi yang menjadi tim penyidik Polri untuk kasus Munir setelah TPF

berakhir, menjadi Staf ahli Kapolri. Bahkan Kapolri sendiri yang berencana akan

menghentikan penyelidikan kasus pembunuhan ini8.

Bahkan berulang kali pergantian ketua tim penyelidik kasus ini diduga

merupakan usaha untuk melemahkan pengungkapan kasus pembunuhan Munir.

Pergantian demi pergantian tersebut tidak sejalan dengan perkembangan dari proses

pengungkapan kasus, melainkan semakin menjauh dari hasil yang diharapkan.

Penyelidik tidak dapat menemukan pelaku lain yang terlibat dalam kasus

4 Info lebih lanjut dapat dibuka di http://www.civilcourageprize.org/honoree-2005.htm 5 ”Uni Eropa Tanya Kasus Munir; Ada Kecenderungan Didiamkan”, Kompas, 27 Juli 2005. 6 ”68 Anggota Konggres AS Desak Pengungkapan Kasus Munir”, Suara Pembaruan, 9 Nopember

2005. 7 “Bunuh Munir! Sebuah Buku Putih”, KontraS. 2006, hal 99. 8 ”Penyelidikan Kasus Munir Kembali ke Titik Nol,” Kompas, 20 Desember 2005.

63

Page 65: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

pembunuhan Munir. Bahkan ketua tim penyelidik saat ini, Brigjen Suryadharma

(Direktorat I Keamanan dan Transnasional Bareskrim), sedang menjalankan tugas

penyelidikan lainnya, sedangkan Kapolri sendiri juga bersikap menunggu keterbukaan

Pollycarpus untuk mengungkap siapa dalangnya9. Hal ini ironis sekali dimana

penyelidik yang seharusnya proaktif menggali berbagai informasi yang dimiliki oleh

Pollycarpus, tetapi malah bersikap menunggu informasi yang kecil kemungkinan

diberikan oleh Polly.

Sementara itu, Pollycarpus yang sejak awal diduga terkait dengan

pembunuhan ditetapkan menjadi tersangka sejak 18 maret 2005 ditahan Mabes Polri.

Berkas hasil penyidikan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dalam berkas

yang diserahkan pada 13 juni 2005 ini, Polly dijerat dengan pasal 340 (tentang

pembunuhan berencana) jo pasal 55 dan atau 56 dan subsider 26310. Selain

Pollycarpus, Polisi juga menetapkan dua awak Garuda yaitu Yeti Susmiarti dan Oedi

Irianto menjadi tersangka11, yang sampai dengan sekarang tidak jelas proses hukum

selanjutnya.

A. Pengadilan Aktor TunggalFase perkembangan kasus Munir selanjutnya adalah pengadilan dengan

terdakwa Pollycarpus (dilihat perkembangan dalam penyerahan BAP dari Kejati

tetapi disidangkan di PN Jakpus) Persidangan dalam menguak pembunuhan Munir

hanya menyidangkan dengan terdakwa tunggal yaitu Polycarpus saja. Persidangan ini

dimulai sejak Agustus 2005. Pelaksanaan persidangan sebanyak 26 kali tersebut

berkahir hingga pembacaan putusan pada tanggal 20 Desember 2006.

Dalam persidangan ini Jaksa Penuntut Umum yang dipimpin Domu Sihite

–mantan anggota TPF- mendakwa Pollycarpus dengan pasal 263 KUHP yaitu

melakukan pembunuhan berencana, pasal 263 ayat 2 KUHP yaitu pemalsuan

surat/dokumen. Dakwaan JPU lebih menunjukkan bahwa pembunuhan berencana

terhadap Munir sebagai pembunuhan yang bersifat tunggal (individual crimes). Hal

ini berbeda dengan temuan TPF yang menyimpulkan sebagai sebuah konspirasi

kejahatan, yang melibatkan orang-orang dari lingkungan Garuda Indonesia dan Badan

9 “Terowongan Panjang Pengungkapan Pembunuhan Munir”, Bulletin HURIDOCS Imparsial, Vol. 3, Edisi Januari - April 2006.

10 “Mabes Polri Serahkan Berkas Pollycarpus ke Kejati”, Koran Pelita, 14 Juni 2005. 11 “Lagi, Dua Kru Garuda akan Diperiksa diduga Terlibat Kasus Munir”, Media Indonesia, 5 April

2005

64

Page 66: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Intelijen Negara (BIN). Memang, seseorang bisa membuat perencanaan sekaligus

pelaksana rencana untuk membunuh orang lain. Tetapi modus, pilihan lokasi, waktu

dan cara yang digunakan untuk membunuh Munir memerlukan sebuah perencanaan

yang luar biasa, dengan pengetahuan, akses informasi sekaligus kemampuan untuk

mengeksekusi dalam penerbangan internasional12.

Saksi-saksi yang dihadirkan untuk memberikan keterangan antara lain,

Suciwati-isteri Munir, Indra Setiawan-bekas Direktur Utama Garuda, Ramelgia

Anwar-bekas Vice President Corporate Security Garuda, Muchdi PR-mantan Direktur

V BIN dan masih banyak lagi saksi hingga berkisar 30 orang lebih berasal dari rekan-

rekan Munir, saksi ahli, serta PT Garuda Indonesia.

Dalam putusannya, Hakim menvonis Pollycarpus bersalah dalam melakukan

perbuatan pidana “turut melakukan pembunuhan berencana” dan “turut melakukan

pemalsuan surat”. Hukuman yang dijatuhkan hakim adalah 14 tahun penjara

dikurangi masa tahanan13.

Sejak awal persidangan dengan terdakwa Pollycarpus, sudah muncul sikap

pesimistis terhadap persidangan dalam mengungkap dalang dan juga orang-orang

yang ikut terlibat pembunuhan, karena dakwaan JPU cenderung pembunuhan Munir

sebagai pembunuhan tunggal (individual crime). Rekomendasi-rekomendasi yang

dikeluarkan oleh TPF sepertinya tidak mendapatkan tidak lanjut yang serius oleh

Kejaksaan, demikian juga dengan saksi-saksi yang dihadirkan, terkesan Hakim tidak

mau mendalami dalam persidangan. Seperti pada keterangan yang diberikan oleh

Muchdi PR tentang sambungan dari telepon genggam dengan nomor 08111900978

yang merupakan miliknya ke nomor telepon genggam milik Pollycarpus sebanyak 27

kali, namun oleh Muchdi PR disangkal bahwa bukan dia yang melakukan sambungan

telepon14.

Namun dalam keputusan Hakim, dalam pertimbangan disebutkan bahwa : Bahwa keterangan saksi Muchdi Purwopranjono sepanjang menyangkut handphone miliknya dengan nomor 0811900978 yang dapat dan boleh dipergunakan oleh orang lain atau siapa saja yang ingin menggunakan tanpa dapat menyebutkan siapa orangya, adalah sangat tidak masuk diakal, karena bagi saksi yang mempunyai jabatan strategis di lembaga tersebut tentunya menyadari betapa membahayakan dan dapat merugikan dirinya apabila saksi tetap membiarkan handphonenya menjadi alat

12 op cit, hal. 101.13 Putusan Perkara Pidana No. : 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST atas nama terdakwa Pollycarpus

Budihari Priyanto, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 14 Ibid, hal. 73

65

Page 67: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

16

komunikasi bagi siapa saja yang mau memakai, sementara itu saksi pasti menyadari meskipun bukan saksi yang membayar namun tagihan untuk nomor tersebut harus tetap dibayar dan dilunasi tepat waktu; Bahwa demikian pula keterangan Terdakwa yang tidak pernah disumpah menerangkan tidak kenal dengan pemilik telepon genggam nomor 0811900978 tanpa alasan yang masuk akal, menurut hemat Pengadilan, Terdakwa telah melakukan sangkalan yang tidak mendasar, sehingga harus dikesampingkan;15

Secara umum dalam pertimbangannya Hakim menilai ada hubungan yang

sangat erat dalam rangka menghilangkan jiwa Munir, antara Pollycarpus dengan

orang yang menelponnya dari telepon genggam bernomor 081190978 milik Muchdi

dan sepatutnya Muchdi mengetahui orang yang mempergunakan telepon genggamnya

tersebut. Dan ditambahkan oleh Hakim bahwa siapa saja yang menelepon

menggunakan nomor 0811900978 mempunyai hubungan sangat erat dan telah dikenal

baik oleh Muchdi PR yang tetap bungkam menyatakan tidak tahu siapa yang

menggunakan telepon genggamnya16.

Dalam putusannya Hakim menyebutkan bahwa Munir meninggal karena

memakan mie goreng bukan karena minuman jus jeruk seperti yang didakwakan oleh

Jaksa Penuntut Umum. Perbedaan dalam memutuskan penyebab kematian ini ini

masih dimungkinkan karena hakim masih memiliki kewenangan untuk memeriksa

dan mengadili berdasarkan BAP17.

Berangkat dari Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seharusnya

Polisi menindaklajuti dengan melakukan pemeriksaan lanjutan kepada Ramelgia

Anwar, Yeti Susmiarti, Oedi Irianto dan Muchdi. Hal ini menjadi penting untuk

menguak lebih lanjut dari pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Adanya

pernyataan yang tercantum dalam Putusan bahwa Pollycarpus terbukti turut dalam

melakukan pembunuhan berencana dan turut melakukan pemalsuan surat,

menunjukan bahwa Pollycarpus bukan pelaku satu-satunya dari kedua hal yang

15 Ibid, hal. 73 Ibid, hal 74. Bahwa keterangan saksi Mantan Deputi V BIN sepanjang menyangkut hand phone

miliknya dengan nomor 0811900978 yang dapat dan boleh dipergunakan orang lain atau siapa saja yang ingin menggunakan tanpa dapat menyebut satupun siapa orangnya, adalah tidak masuk diakal, karena bagi saksi yang mempunyai jabatan strategis di lembaga tersebut tentunya harus menyadari betapa membahayakan dan dapat merugikan dirinya apabila saksi tetap membiarkan hand phone-nya menjadi alat komunikasi bagi siapa saja yang mau memakai, sementara saksi pasti menyadari meskipun bukan saksi yang membayar, namun tagihan untuk nomor tersebut tetap dibayar dan dilunasi tepat waktu. Lihat juga hasil Putusan Majelis Eksaminasi Terhadap Putusan Perkara Pidana PN Jakarta Pusat No. 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST

Dan PT DKI Jakarta No. 16/PID/2006/PT.DKI Dengan Terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto. Putusan ini dibuat dalam kegiatan eksaminasi publik yang diselenggarakan oleh KASUM pada tanggal 21 Mei 2006.

17 Ibid, hal 77

66

Page 68: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

didakwakan. Pemeriksaan intensif terhadap saksi-saksi, jelas diperlukan untuk

menindaklanjuti penyidikan kasus pembunuhan Munir.

Pada waktu Hakim memutuskan Pollycarpus bersalah dan dijatuhi hukuman

14 tahun, Jaksa segera mengajukan banding. Karena tuntutan hukuman seumur hidup

atas berbagai dakwaan, Putusan tersebut dinilai terlalu ringan18. Tuntutan yang

diajukan oleh JPU dianggap wajar mengingat dampak yang ditimbulkan akibat

perbuatan terdakwa yang sangat luas, tidak saja merugikan kepentingan korban dan

keluarganya, tapi juga kepentingan universal karena korban adalah pejuang HAM

yang sudah dikenal luas di kalangan masyarakat internasional, maka seharusnya

Pollycarpus Budihari Priyanto dituntut hukuman maksimal.

Namun dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.

16/PID/2006/PT.DKI, menguatkan putusan PN Jakarta Pusat. Walau dalam putusan

ini Pengadilan Tinggi melalui Hakim Memori Banding memberikan pertimbangan

tentang penyebab kematian Munir :

Bahwa dari fakta-fakta yang diperoleh di persidangan telah terbukti racun

arsen telah masuk ke dalam Munir, SH. Yang karena racun arsen tersebut

dalam jumlah yang mematikan, telah menyebabkan kematian Munir.

Bahwa dari keadaan yang demikian itu, tidaklah perlu untuk dipersoalkan

lagi, apakah racun arsen itu masuk ke dalam lambung Munir, SH, melalui

minuman orange juice sebagai yang disebutkan Jaksa Penuntut Umum

dalam dakwaannya ataukah melalui mie goreng sebagai yang disebutkan

oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam putusannya.19

Pada putusan Pengadilan Tinggi (PT), dua Hakim Memori Banding

memberikan dissenting opinion. Hakim tersebut adalah H. Basoeki SH. yang menjadi

Ketua Majelis Hakim dan Sri Handoyo anggota Majelis Hakim. Kedua Hakim

tersebut menerima banding dari JPU dan Pengacara Pollycarpus tetapi membatalkan

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam dissenting opinion tersebut mereka

menyatakan bahwa Pollycarpus tidak terbukti untuk dakwaan turut melakukan

pembunuhan berencana tetapi terbukti dalam dalam dakwaan kedua yaitu

mempergunakan surat palsu. Namun kedua hakim itu menjatuhkan hukuman yang

berbeda terhadap Pollycarpus. Basoeki SH menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara

“JPU Kasus Munir Ajukan Banding”, http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tah-un/2005/bulan/12/tgl/21/time/180917/idnews/503594/idkanal/10, 21 Desember 2005.

19 Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 16/PID/2006/PT.DKI

67

18

Page 69: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

lagi mendorong pengungkapankasus Munir dan memggunakan hakinterpelasi dalam kasus Munir

kepada pimpinankasus Munir DPRdan pimpinan komisiagar mengefektifkanpengawasan danmendorongpemerintah membuatTPF baru.

namun tidakefektif dalampengawasanterhadap kinerjapemerintah dalammenyelesaikankasus Munir.

dipotong masa tahanan, sementara Hakim Sri Handoyo menjatuhkan hukuman 3

tahun enam bulan dipotong masa tahanan20.

Saat ini, kasasi perkara kasus pembunuhan Munir dengan terdakwa

Pollycarpus sudah berada di Mahkamah Agung. Pollycarpus sendiri juga terancam

menjadi pelaku tunggal bila penyelidikan tidak berjalan dengan serius. Hal ini

memberikan ancaman akan berhentinya pengungkapan kebenaran kasus tersebut.

Selain itu juga memberikan ancaman bagi demokrasi, dimana civil liberties tidak

diakui oleh negara serta teror bagi penegak keadilan di Indonesia.

B. Usaha Penuntasan Kasus Pembunuhan Munir. Upaya untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir secara tuntas tidak

pernah usai, pengadilan yang hanya menyidangkan terdakwa Pollycarpus saja tidak

akan cukup untuk menguak orang-orang yang berada dibalik pembunuhan. Beberapa

kali Suciwati mendatangi lembaga-lembaga negara yang terkait dengan penanganan

kasusnya.

No. Kegiatan Tanggal Hasil Realisasi 1. Suciwati bertemu dengan Penyidik

Polri tentang adanya tersangka baru, yaitu Wakil Direktur Garuda berinisial RA

13-01-2006 BAP dikatakan oleh Penyidik sudah 90 % namum belum ditahan

Tersangka tersebut adalah untuk pemalsuan surat bukan dalam kapasitas terlibat dalam pembunuhan. Sampai sekarang belum ada penindakan lebih lanjut sampai di pengadilan

2. Suciwati mendatangi Jaksa Agung 26-01-2006 Jaksa Agung Abdul Belum ada mempertanyakan pengusutan nama- Rahman Saleh realisasi nama pelaku yang disebut dalam mengatakan, putusan majelis hakim Pengadilan pengusutan kasus Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). pembunuhan Munir Dan meminta agar Jaksa Agung merupakan beban bisa koordinasi dengan Kapolri tanggung jawab yang yang secara spesifik menyangkut harus diselesaikan pembicaraan antara Polly dengan Muchdi (mantan Deputi BIN

oleh penegak hukum.

Muchdi PR). Karena dalam UU telekomunikasi No. 36/99, Kejaksaan dan kepolisian berwenang untuk

3. Suciwati dan KASUM menemui Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar di Gedung DPR Jakarta untuk mendesak DPR agar proaktif

3-2-2006 Muhaimin berjanji akan menindaklanjuti desakan tersebut. Ia akan mengirim surat

Sampai sekarang tim kasus Munir DPR belum dibubarkan

20 ibid, hal 21

68

Page 70: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Belanda dan mencari informasi ttgwarga negara Belanda, Mr Lie yangduduk sebelah Munir di kelasbisnis.

Indonesia padaSeptember 2006 gunamenagih pemerintahmenuntaskan kasusitu

lagi mendorong pengungkapan kepada pimpinan namun tidak kasus Munir dan memggunakan hak kasus Munir DPR efektif dalam interpelasi dalam kasus Munir dan pimpinan komisi pengawasan

agar mengefektifkan terhadap kinerja pengawasan dan pemerintah dalam mendorong pemerintah membuat

menyelesaikan kasus Munir.

TPF baru. 4. Suciwati bersama Kasum

mendatangi pimpinan DPR RI guna mendesak DPR untuk lebih proaktif dan mendukung secara resmi agar Presiden SBY menindaklanjuti putusan pengadilan.

20-2-2006 Mereka ditemui Oleh Ketua DPR, Agung Laksono dan Ketua Tim Munir DPR, Taufikurahman. Agung Laksono mengatakan setuju dan mendukung

Sampai sekarang masih belum ada kejelasan realisasinya dan kerja dari Tim Munir DPR tidak jelas.

upaya penuntasan kasus pembunuhan Munir ditindaklanjuti. Selain itu, Agung Laksono juga berjanji akan meneruskan aspirasi Kasum dalam rapat pimpinan untuk diambil keputusan, apakah ditanyakan kepada presiden secara tertulis atau melalui konsultasi reguler

5. Suciwati kembali mendatangangi Jaksa Agung Abdurahman Saleh untuk meminta secepatnya bekerja sama dengan polisi untuk menindaklanjuti perkara pembunuhan Munir.

7-4-2006 - -

6. Aliansi Solidaritas untuk Munir dan 7-4-2006 Suciwati diterima -Demokrasi (Asumsi) demo di bertemu dengan Mabes Polri untuk mempercepat Kabareskrim Mabes penyelesaian kasus. Selain itu Polri Komjend Pol dalam aksi, Massa mendesak agar Makbul mantan Deputi V BIN Muchdi PR ditangkap dan diadili. BIN dan

Padmanegara.

Garuda pun harus bertanggung jawab atas kasus Munir.

7. Suciwati dan Kabareskrim Komjen Pol Makbul Padmanegara bertemu membahas evaluasi kasus Munir.

19-5-2006 Mabes Polri berjanji tidak akan memetieskan kasus

-

itu. 8. Komite Aksi Solidaritas Untuk 26-6-2006 Ditemui oleh Bagir -

Munir (KASUM) bersama Adnan Manan dan Buyun Nasution dan Suciwati menyatakan akan meminta kepada Mahkamah Agung mendiskusikan menggunakan wewenang untuk dengan jajaran memeriksa kembali perkara (judex pimpinan MA untuk factie) pembunuhan Munir. Karena saat ini kasus sedang Kasasi di MA

melihat peluang-peluang itu

9. Suciwati saya ke Belanda bertemu 30-6-2006 Parlemen Belanda -dengan beberapa anggota parlemen akan datang ke

69

Page 71: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Belanda dan mencari informasi ttg warga negara Belanda, Mr Lie yang duduk sebelah Munir di kelas bisnis.

Indonesia pada September 2006 guna menagih pemerintah menuntaskan kasus itu

10. Aktivis Kasum Romo Sandyawan Sumadji menemui Wakabareskrim Irjen Pol Gorries Mere untuk mempertanyakan perkembangan penyidikan.

7-7-2006 Wakabareskrim justru mengakui belum adanya perkembangan tersebut

-

11. Suciwati bersama dengan Angkhana, istri Somchai Neelaphaijit -seorang pengacara muslim terkemuka di Thailand dan menghilang sejak tahun 2004 sampai sekarang- mendatangi DPR

25-7-2006 Ditemui oleh Ketua DPR, Agung Laksono. Membicarakan tentang penguatan kerjasama antar parlemen ASEAN untuk mendorong demokratisasi dan penghargaan terhadap HAM

-

Diolah dari berbagai sumber

Lambatnya penanganan kasus untuk mencari pelaku selain Polycarpus pasca

putusan PT DKI Jakarta, rupanya juga diiringi adanya upaya yang dilakukan oleh

Yosephine Hera Iswandari (Hera), istri Pollycarpus yang berkeyakinan bahwa

suaminya tidak bersalah. Dalam suatu kesempatan Kapolri Jendral Sutanto masih saja

mengeluarkan pernyataan yang meminta Pollycarpus untuk berterus terang agar

mempermudah dalam penyidikan dan penuntasan kasus ini. Pernyataan demikian

langsung saja mendapatkan respon dari Hera, bahwa suaminya sudah jujur. Hera juga

pernah mengatakan bahwa ketiga anak mereka mengirimkan surat yang ditujukan

kepada Presiden SBY dan telah diterima serta dibaca oleh Presiden. Masih menurut

pengakuan Hera, Kapolri juga telah memberikan nomor kontaknya kepada Hera dan

berpesan kalau ada apa-apa, ia boleh menghubungi21.

Hal tersebut nampaknya sulit dipahami seandainya Kapolri Sutanto benar-

benar mengatakan seperti pernyataan terakhir Hera. Karena selama ini yang jelas-jelas

pernah mendapatkan teror adalah Suciwati dan juga beberapa orang yang membantu

penuntasan kasus Munir. Sikap Kapolri Jenderal Pol Sutanto yang melakukan

pendekatan secara personal kepada istri Hera, patut dipertanyakan.

Rachland Nashidik, mantan anggota TPF, dalam siaran pers yang dikeluarkan

oleh Imparsial menilai langkah yang diambil Sutanto ini mencerminkan

21 “SBY Terima Surat Anak Polly, Kapolri Janjikan Perlindungan”, http://www.detiknews.com/index-.php/detik.read/tahun/2006/bulan/01/tgl/09/time/131251/idnews/515338/idkanal/10, 9 Januari 2006.

70

Page 72: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

ketidakpercayaan terhadap institusinya sendiri. Tugas yang yang harus dijalankan

Kapolri Sutanto adalah mengaudit tim penyelidik yang lama, di dalam kebutuhan

untuk membentuk penyelidik yang baru. Hal ini agar penyelidik yang baru memiliki

integritas yang cukup. Untuk melakukan penyelidikan terhadap nama-nama yang

diajukan tim pencari Fakta (TPF) Munir dulu22.

Hera juga mendatangi DPR yang sedang melakukan Rapat Paripurna dan

sempat ditemui oleh Effendi Simbolon, anggota DPR dari FPDI. Hera hanya

mengatakan, kedatangannya ke DPR hanya ingin kenal lebih dekat dengan Effendi

Simbolon. Dirinya merasa tertarik dengan Simbolon karena dianggap tegas dan berani

dalam menyampaikan pendapat. Saat ditanyai ditanyai oleh wartawan mengenai

tujuannya, Hera masih tidak mau mengakui dirinya meminta dukungan23.

Besar kemungkinan kedatangan Hera adalah menggunakan ajang rapat dengar

pendapat (RDP) untuk bertemu dengan Kapolri Jenderal Polisi Sutanto di Komisi I

DPR.Sekitar pukul 23.30 WIB, saat tengah RDP berlangsung, Sutanto hendak pergi

ke toilet di luar ruang Komisi I. Kesempatan inilah yang digunakan Hera untuk

bertemu Sutanto. Dia pun kemudian membacakan sebuah surat yang isinya meminta

suaminya dibebaskan karena tidak bersalah. Hera juga menyebutkan, kalau benar-

benar pembunuhan Munir belum terbukti, harus secara jiwa besar dan ksatria

dikatakan pembunuhnya belum ditemukan24.

Orang lain yang juga terus mencoba membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat

dalam kasus pembunuhan Munir adalah Muchdi PR, Mantan pejabat Badan Intelijen

Negara (BIN) ini akhirnya meminta bantuan hukum kepada tim pembela muslim

(TPM) karena merasa terpojok atas kasus pembunuhan Munir. Lima pengacara TPM

yang menjadi pembela Muchdi PR adalah A Wirawan Adnan, Mahendradatta, Made

Rahman Marasabesi, M Luthfi Hakim, dan Ahmad Cholid25. Namun hal itu ditanggap

oleh Usman Hamid, Koordinator KontraS adalah hal yang wajar karena merupakan

22 “Sikap Kapolri Terhadap Istri Pollycarpus Dipertanyakan”, http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik-.read/tahun/2006/bulan/01/tgl/11/time/232050/idnews/516791/idkanal/10, 11 Februari 2006.

23 “Ngaku Tak Cari Dukungan, Istri Pollycarpus Ikut Sidang DPR”; http://jkt.detikinet.com/index.php/-detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/07/time/170223/idnews/534336/idkanal/10, 7 Februari 2006.

24 “Tuntut Bebas, Istri Polly Temui Kapolri saat ke Toilet”, http://jkt1.detikinet.com/index.php/detik.read/-tahun/2006/bulan/02/tgl/09/time/000148/idnews/535389/idkanal/10, 8 Februari 2006.

25 “Dikejar-kejar Kasus Munir, Muchdi Minta TPM Jadi Kuasa Hukum”, http://jkt1.detikinet.com/index.-php/detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/02/time/144254/idnews/531084/idkanal/10, 2 Februari 2006.

71

Page 73: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

hak setiap orang yang memiliki suatu masalah hukum untuk menunjuk pengacara.

Alasan ditunjukannya TPM dimungkinkan karena Muchdi tidak didampingi

Babinkum mengingat dia bukan anggota TNI aktif lagi, atau sebagai mantan Danjen

Kopassus dalam kasus pembunuhan Munir ini26.

Mahendradatta yang didampingi A Wirawan Adnan, Mohammad Ali, M

Luthfie Hakim menemui ketua majelis hakim kasus Munir, Cicut Sutiarso. Ia minta

penjelasan putusan pengadilan yang disebut-sebut memerintahkan penyelidikan

terhadap Muchdi dan aparat BIN terkait kasus pembunuhan Munir. Cicut

menyatakan, dalam putusan 14 tahun terhadap Pollycarpus Budihari Prijanto, hakim

tidak pernah menyebutkan ada perintah untuk melakukan penyelidikan kepada siapa

pun. Dengan berbekal bantahan pengadilan, pengacara Muchdi semakin mantap untuk

mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang memojokkan kliennya.

Pernyataan sejumlah tokoh yang menyatakan Muchdi terlibat pembunuhan Munir

dinilai telah memelintir putusan pengadilan. Tim Pembela Mantan Deputi V Badan

Intelijen Negara (BIN) Muchdi PR berencana akan segera menggugat pihak-pihak

yang menyatakan kliennya terlibat kasus pembunuhan Munir27. Namun belum jelas

siapa saja yang akan dituntut, namun terdapat dugaan tuntutan tersebut akan ditujukan

kepada Rachlan Nashidik, Usman Hamid, Hendardi dan Rafendi Djamin, karena

mereka selama ini tergabung dalam Kasum dan dikenal vokal dalam mengadvokasi

kasus pembunuhan Munir28. Namun sampai dengan sekarang belum ada laporan ke

Polisi ataupun tuntutan yang diajukan oleh pihak Muchdi PR.

Hal tersebut sangat dimungkinkan sebagai upaya untuk menekan ataupun

melemahkan orang-orang ataupun kelompok yang selama ini kritis dalam mendorong

pengungkapan kasus pembunuhan Munir hingga semua pihak yang terkait sampai

dengan dalangnya dapat di ajukan ke meja hijau.

26 “Minta Bantuan TPM, Langkah Muchdi PR Dinilai Tepat”, http://jkt.detikinet.com/index.php/-detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/03/time/174805/idnews/532084/idkanal/10, 3 Februari 2006

27 “4 Orang Sebut Muchdi Terlibat Kasus Munir Akan Digugat”, http://jkt3.detiknews.com /index.php /detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/21/time/150633/idnews/543993/idkanal/10, 21 Februari 2006

28 ibid.

72

Page 74: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

BAB V

Kebijakan Negara Dalam Penyelesaian Kasus Pembunuhan Munir

Pengungkapan pembunuhan Munir setelah hampir 2 tahun telah menjadi

lembaran dalam sejarah negeri ini. Belum pernah memang ada preseden dalam proses

pengungkapan kasus pembunuhan yang pernah terjadi di negeri, dilakukan oleh

sebuah tim yang bentuk oleh Presiden, seperti Tim Pencari Fakta Munir (TPF).

Tujuan awal dari pembentukan tim ini bukan untuk sebagai bentuk ketidakpercayaan

masyarakat sipil terhada kinerja investigasi aparat keamanan negeri ini, khususnya

pihak kepolisian, tetapi justtru dibentuk untuk memberikan otoritas tambahan bagi tim

investigasi untuk dapat menembus batas-batas yang ada dalam koridor kekuasaan di

negara ini. Sejak awal memang ada indikasi mengenai keterlibatan sekelompok orang

yang memiliki akses terhadap kekuasaan keamanan dalam operasi pembunuhan ini,

khususnya dari pihak intelijen negara. Kontroversi yang sempat mencuat adalah

ketika TPF ingin memanggil mantan petinggi BIN, Letjen (Purn) Hendropriyono

dalam proses investigasi1.

Sikap Pemerintah dalam dalam kontroversi ini tidak pernah jelas. Sikap serupa

juga terjadi ketika TPF berhasil menyelesaikan laporan mengenai temuannya kepada

presiden. Laporan investigasi yang hingga sekarang seperti tersimpan rapat dalam laci

presiden. Presiden dalam pernyataannya mempercayakan pengungkapan kasus

pembunuhan ini ditangan aparat penegak hukum. Sepertinya yang terlupakan disini

adalah setelah proses peradilan terhadap Pollycarpus menguak kemungkinan

keterlibatan petinggi intelijen negara (BIN). Namun hingga kini sepertinya berbagai

temuan itu dibiarkan tidak mendapatkan tanggapan. Sekarang kasus munir masuk

didalam twilight zone untuk selanjutnya diendapkan dalam kotak pandora. Melihat

siklus perkembangan kasus pengungkapan ini dimana respons dari negara yang

cenderung bergerak menuju titik nol .

Tim Imparsial melihat mencoba membaca secara teliti perkembangan ini dari

sisi analisis historis kecendrungan penguasa dalam era transisi demokrasi belum dapat

melepaskan diri dari siklus kekerasan politik negara. Usaha pengungkapan tabir

pembunuhan ini memang memberikan dampak yang besar bagi lingkaran

Hendropriyono menolak untuk bertemu dengan TPF Munir . Dan Hendropriyono mensomasi anggota TPF, Usman Hamid dan Rachland Nashidik, karena dianggap telah memberikan pernyataan bahwa Hendropriyono tinggal di Amerika Serikat. Kompas, Selasa, 31 Mei 2005

73

1

Page 75: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

establishment politik dan keamanan nasional. Reaksi yang berasal dari lingkaran

establishment akhirnya menjadi arus yang mendorong siapapun pimpinan eksekutif

dalam negara dapat dibuat seperti tak berdaya.

A. Warisan politik kekerasan negara

Kewajiban negara untuk menjaga dan memenuhi kewajibannya dalam

menjaga hak hidup seseorang masih jauh dari kondisi ideal seperti yang termaktub

dalam konstitusi (pasal 28i). Dalam masa transisi demokrasi ini, negara masih belum

dapat juga menjalankan kewajibannya secara maksimal. Di periode Orde Baru

Soeharto, gagalnya negara memenuhi kewajiban untuk menjaga hak hidup seseorang

adalah konsekwensi logis dari pendekatan keamanan yang represif. Obsesi

pemerintahan ORBA adalah menjaga stabilitas politik demi kelancaran pembangunan

ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut stabilisasi politik menjadi prioritas utama.

Untuk mencapai yang dinamakan “stabilitas politik” cara yang ditempuh

adalah memberlakukan pendekatan keamanan pada semua aspek dalam kehidupan

masyarakat. Dalam masa ini urusan sepele pun bisa dianggap sebagai urusan

keamanan negara. Penguasa rejim tidak memberikan toleransi apapun terhadap suatu

yang dapat menimbulkan gangguan keamanan. Pertama, adalah menerapakan

kebijakan memberikan labelisasi negatif terhadap kelompok masyarakat tertentu,

seperti dalam akronim tertertentu “ ET”, atau “ekstrim kiri “, atau “PKI”, dan

“ekstrim kanan” atau radikal”.

Kedua adalah memberi reaksi keras terhadap siapa pun yang memiliki sikap

kritis atau semangat beroposisi terhadap rejim berkuasa. Dalam menghadapi sebuah

aksi protes, reaksinya adalah menggelar kekuatan gabungan bersenjata (militer dan

juga polisi). Kekuatan gabungan yang termobilsasi secara penuh itu ini biasanya

mendapatkan kewenangan untuk menggunakan sarana kekerasaan yang dimiliki.

Contohnya dalam menangani kasus perburuhan. Kekuatan dari aparat keamanan

(militer, polisi dan juga intelijen) dengan sengaja digelar secara besar-besaran untuk

menghadapi aksi buruh seperti dihadapkan pada bahaya untuk dihilangkan atau

dibunuh. Kasus pembunuhan aktifis buruh Marsinah menggambarkan betapa kerasnya

reaksi negara terhadap sikap kritis masyarakat.

Hal ini dilakukan untuk menciptakan kondisi psikologis bagi siapa pun untuk

berpikir ulang jika hendak berunjuk rasa sekaligus memanamkan persepsi bahwa

mereka akan menghadapi suatu kekuatan keamanan yang besar dan tidak segan untuk

74

Page 76: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

bersikap keras. Apabila pamer kekuatan sudah tidak dianggap tidak dapat

menanggulangi masalah keamanan maka rejim mengambil langkah lanjut yang

“tegas” sebagai “shock therapy”. Hal ini yang diakui sendiri oleh Soeharto tahun,

dalam buku otobiografinya, dengan bangga ia mengakui bahwa dirinya yang menjadi

pencetus adanya operasi “penembakan misterius” pada 1980-an sebagai solusi untuk

menurunkan tingkat kejahatan. Sejak itu “Penembakan misterius” atau Petrus ini

diadopsi sebagai istilah lokal untuk pembunuhan politik (political assasination).

Pada perkembangannya setelah dimulainya kebijakan “Petrus” ada dua varian

yang berkembang. Pertama adalah varian tertutup yang termasuk dalam sebuah covert

action atau klendestin. Varian kedua adalah varian terbuka; ini lebih mirip jika untuk

dikatakan adalah operasi state sponsors vigilanities2 . Maksudnya adalah aparat

keamanan secara sengaja membiarkan kelompok vigilanties untuk mengambil

tindakan menghakimi seseorang yang diduga sebagai preman.

Perbedaan diantara keduanya adalah siapa yang menjadi pelaksana operasi

tersebut. Varian yang tertutup dilaksanakan oleh pihak intelijen (militer). Sasaran

operasi, atau target operasi adalah individu yang memiliki muatan politik. Contoh

kasus adalah penghilangan aktifis 1998, memberikan indikasi keterlibatan satuan

intelijen militer.

Sedangkan varian yang terbuka, atau operasi state vigilanties, biasanya yang

dijadikan sasaran operasi adalah individu yang memiliki latarbelakang catatan hukum

(para residivis). Dalam istilah yang di pakai oleh LB Moerdani, mereka adalah

anggota “gang kejahatan” atau preman. Pelaksana operasi biasanya dilakukan oleh

pihak aparat penegak hukum.

Kebijakan assasination yang dirintis Soeharto pada perkembangan selanjutnya

secara formil memang tidak pernah diakui sebagai kebijakan resmi dari negara3.

Pengunaan metode sempat dibahas oleh beberapa politisi di luar inner circle rejim

Soeharto secara terbuka. Tetapi hal ini adalah bagian dari cara Soeharto sendiri untuk

mengukur reaksi dari masyarakat, sekaligus usaha untuk mencari dukungan moril.

2 Vigilante : sekelompok orang yang melakukan tidakan penegakan hukum berdasarkan nilai /norma hukum yang mereka anut. Tindakan penegakan hukum yang dilakukan kelompok semacam ini dalam bahasa sehari harinya biasa disebut tindakan main hakim sendiri. 3 Israel adalah negara satu satunya yang secara terbuka memiliki pedoman legal dalam praktek assasination atas dasar untuk menjaga keamanan negara. Praktek assasination yang dilakukan oleh dinas intelijennya (miliyrtharus mendapatkan otorisasi dari perdana mentri.( diambil dari artikel Steven David : Fatal choices ; Israel ‘s Policy of targeted killing THE BEGIN-SADAT CENTER FOR STRATEGIC BAR-ILAN UNIVERSITY Mideast Security and Policy Studies No. 51)

75

Page 77: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Walau ada suara yang kontra seperti dari YLBHI dan beberapa tokoh masyarakat

lainnya, tetapi arus yang menyetujui kebijakan ini lebih besar. Hal ini terlihat dari

beberapa komentar anggota parlemen, terutama dari komisi I yang secara langsung

memberikan dukungan terhadap kebijakan teresebut seperti dukungan dari Wakil

Ketua Komisi I DPR, Marzuki Darusman, “Nampaknya penembakan terhadap para

pelaku kejahatan seperti akhir akhir ini merupakan pilihan terakhir karena pilihan

diluar itu tidak bisa mengatasi persoalan Masalahnya harus pula dikaitkan dengan

keseimbangan hak asasi masyarakat yang membutuhkan ketentraman dan keamaman.

Dalam hal ini penembakan terhadap pelaku kejahatan tentunya tidak bertentangan

dengan hak azasi masyarakat, seseorang dan hukum. Mestinya hal itu bisa dijadikan

peringatan bagi siapapun yang mencoba melanggar hukum4”

Pembenaran kebijakan petrus sebagai pembenaran untuk melakukan melawan

kejahatan ini berhasil mengalihkan perhatian masyarakat mengenai apa yang

sebenarnya terjadi ketika itu. Yang tidak pernah disinggung adalah kebijakan

assasination ini sebenarnya dikembangkan dalam kerangka kerja untuk melenyapkan

lawan politiknya secara sistematis dan terpadu. Hal ini memang Soeharto lakukan

mengingat saingan politiknya adalah sekutu terdekatnya juga. Ketika itu yang diduga

adalah saingan politik dari Soeharto adalah jendral Ali Moertopo5.

Hingga pemilihan umum 1982, dalam proses pemenangan Golkar erat

hubungannya dengan pengerahan kelompok para militer (ormas yang dibawah

naungan dari partai) dan para preman dalam meraup jumlah suara. Kendali terhadap

kelompok paramiliter dan preman ini sebagian besar berada pada Jendral Ali

Moertopo6. Kemenangan pemilu tahun 1982 oleh Golkar lagi sebenarnya menambah

posisi tawar atau memperkuat ambisi Ali Moertopo untuk dapat meraih posisi yang

lebih tinggi dalam politik.

4 Lihat Edwin Partogi dan Usman Hamid, “ Mereformasi Negara Intel Orde Baru : Kasus Penembak Misterius era 1980an “ di dalam “ Negara , Intel dan Ketakutan “ , Pacivis 2006. p 195 5 Nordholt , Schulte G Nico, “ kekerasan dan anarki negara Indonesia Modern “ dalam “ Orde zonder Order : kekerasan dan dendam di Indonesia 1965-1998 “ LKiS , 2002. Petrus menjadi perhatian masyarakat terhadap apa yang sebenarnya terjadi ketika itu, padahal maraknya kejahatan ketika itu adalah salah satunya juga karena ada resesi ekonomi, tidak adanya lapangan pekerjaan dan juga pembiaran .negara. Soeharto melihat masyarakat sudah cukup teralihkan perhatiannya pada soal upaya memberantas kejahatan, dan tidak ada perhatian sama sekali mengenai kemungkinan bahwa apa yang sebenarnya dikembangkan Soeharto dalam soal “penembakan misterius” adalah kerangka kerja untuk melenyapkan lawan politiknya.

Ali Moertopo adalah pemimpin dari Opsus, operasi khusus., yang telah berjasa mensukseskan proyek politiknya Soeharto , termasuk pemenangan pemilihan umum 1982.

76

6

Page 78: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

Peristiwa lapangan banteng 1982 dimana organisasi pemuda (AMPI/Angkatan

Muda Pembaharuan Indonesia) yang berada dibawah naungan Partai Golkar berselisih

dengan kelompok jagoan, preman. Dari cara kerja yang terkoordinasi dengan rapih

dari para preman ini menimbulkan tafsir bahwa yang berada dibelakang para preman

itu adalah aparat keamanan negara.

Tujuan yang hendak dicapai dari operasi ini adalah untuk memberikan pesan

kepada Soeharto siapa sebenarnya yang telah berjasa di balik pemenangan pemilu

1982. Pihak yang berjasa dalam pemilu ini adalah pihak yang punya kendali terhadap

para preman. Pesan ini memang ditafsir oleh Soeharto sebagai ancaman langsung

terhadap kepemimpinannya yang sedang dikonsolidasi. Seperti menunggu pucuk ulam

tiba, ketika kelompok preman ini menuntut konsesi, atas jasanya yang untuk

pemenangan pemilu dan sempat memicu konflik dengan aparat keamanan.7 Hal

tersebut dijadikan pretext Soeharto memulai operasi pembersihan dari para preman

sekaligus untuk memperlemah basis kekuatan lawan politiknya.

Berakhirnya kekuasaan Soeharto, tidak serta merta berakhirnya juga kebijakan

informal asssasination. Pikiran dan tindakan ala Soeharto masih melekat pada mind

set petinggi negara, pembuat kebijakan keamanan negeri ini.

Metode informal asssasination ini masih dianggap sebagai pilihan “ideal”

dari pelaksanan kebijakan keamanan, khususnya dalam menghadapi situasi keamanan

yang masih belum stabil di beberapa daerah. Penyelesaian menghadapi gangguan

keamanan dengan cara mengeliminir sumber dari masalah keamanan tersebut.

Sumber dari masalah adalah seseorang yang diduga menggerakan gangguan

keamanan. Disini oleh para pelaksana kebijakan keamanan melihat bahwa metode

assasination dipercaya sebagai bagian dari metode penyelesaian masalah yang

efektif.

Tidak terlalu mengherankan bila di berbagai daerah konflik, mulai dari Aceh,

Papua, Poso, Ambon dan lainnya, fenomena penembak misterius juga ikut merebak.

Di daerah yang terjadi konflik pihak otoritas biasa menggelar operasi intelijen (untuk

koleksi informasi mengenai konflik) atau operasi intelijen (investigasi). Tetapi

dibeberapa kasus gelar operasi intelijen, tidak hanya menjalankan misi dengan

tujuan untuk pengumpulan informasi saja, tetapi juga menjalankan covert action

Peritiwa di Jawa timur pada September 1982, pembunuhan terhadap keluarga petinggi militer setempat. Pada malam harinya pihak berwenang militer menangkap tertuduh dan mengeksekusinya .Lihat Nordholt , Schulte G Nico, “ kekerasan dan anarki negara Indonesia Modern “ dalam “ Orde zonder Order : kekerasan dan dendam di Indonesia 1965-1998 “ LKiS , 2002. p 88

77

7

Page 79: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

(operasi rahasia).pertama Masalahnya adalah gelar operasi rahasia ini tidak pernah

jelas adalah siapa yang memberikan otorisasi dan apa tujuannya. Hal ini justru hanya

makin memperkeruh keadaaan keamanan. Yang kedua, pengelaran operasi rahasia itu

memiliki sifat self tasking8dan illegitimate operation dimana penggunakan kekerasan

secara langung sekaligus dilakukan kegiatan propaganda untuk membenarkan

kekerasan9. Pembunuhan Theys Eluay adalah kasus, yang dapat memberikan contoh

bagaimana sebuah operasi penggalangan bekerja.

Theys Eluay, tokoh masyarakat Papua yang pro-otonomi, sudah sejak lama

dijadikan sasaran operasi intelijen. Ini terlihat dari dokumen dari Dirjen Kesbang dan

Linmas Departemen Dalam Negeri, dalam nota Dinas 578/ND/Kesbang/ 11 D/IV/VI/200010 atau sering disebut sebagai dokumen “Ermaya” . Walaupun

keberadaan dokumen ini tidak pernah secara resmi diakui keberadaannya, namun

kenyataannya dokumen ini dijadikan panduan untuk menggelar operasi untuk

menyikapi arah politik di Papua. Pihak keamanan khususnya intelijen militer12

mendapat pembenaranan untuk menggelar operasi rahasia. Tujuan dari operasi rahasia

ini adalah untuk melakukan “penggalangan13” terhadap Theys 14. Penggalangan ini

dimaksudkan untuk membujuk Theys membatalkan proklamasi kemerdekaan Papua

pada tanggal 1 Desember 200115. yang berujung dengan pembunuhan dari Theys

Eluay. Proses investigasi hingga pengadilan dari para tersangka pembunuhan, masih

menyisakan banyak pertanyaaan seperti siapa yang menjadi dalang dari operasi

tersebut dan motif sesungguhnya dibalik pembunuhan tersebut.

Berkaitan dengan kasus pembunuhan Munir, kuasa eksekutif seperti terkondisi

tidak memiliki inisiatif, bahkan cenderung diam. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai

8 Sifat Self tasking disini berbagai menggabarkan kerja intelijen seperti, koleksi informasi, analisis dan operasi, dilakukan didalam suatu unit kesatuan yang sama. 9 Andi Widjajanto ed, “Menguak tabir intelijen Hitam “Indonesia , Pacivis UI, 2006 10 Benny Giay, “pembunuhan Theys : Kematian HAM di Tanah papua “, Galang Press , 2006 p38-39 11 “ Ermaya akui adanya dokumen Papua,” Kompas , 27 November, 2001. 12 Satgas Cendrawasih : adalah bagian satuan intelijen militer,yang biasanya dikomandani oleh perwira dari Kopassus. Para tersangka pembunuhan tersebut adalah perwira menengah kopassus , seperti Letkol (inf)Hartomo, Mayor (inf) Donny Hutabarat, kapten (inf) Rionardo, mereka menjadi terdakwa dalam siding kasus pembunuhan Theys (Komando Pasukan Khusus) TNI AD di Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III di Surabaya .(sumber Bali Post, 4 Januari 2003) 13 Penggalangan adalah sebuah terminology dalam intelijen: yang artinya adalah sebuah tindakan untuk meraih dan membina dukungan. Apa bila yang seseorang tidak dapat di”bina “ maka kemungkinan besar orang tersebut dapat dibina –sa kan. 14 Pengakuan Letkol (inf) Hartomo; bahwa dia memerintahkan kepada bawahannya Mayor Donny Hutabarat untuk melakukan penggalanang terhadap Theys, menurutnya caranya terserah, jangan sampai berlebihan .(Bali Post, 4 Januari 2003) 15 Ibid.

78

Page 80: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

ketidakmampuan kuasa eksekutif dalam mengendalikan birokrasi keamanan. Estimasi

yang berasal dari paradigma keamanan, mempengaruhi keputusan eksekutif untuk

melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Membongkar tuntas

kasus Munir dapat dinterpretasikan sebagai ancaman secara langsung terhadap

eksistensi kekuasaan yang ada dalam labirin birokrasi keamanan. Kuasa dalam labirin

birokrasi keamanan ini pula yang memberikan tekanan secara tidak langsung kepada

eksektutif untuk tidak menempuh cara ekstraordinari.Usaha mengungkap kasus Munir

yang jelas akan menggaggu privilege, terutama kekuasaaan mereka untuk

menggunakan pilihan terhadap kekerasan16.

Periode transisi demokrasi belum dapat menyentuh labirin birokrasi yang erat

hubungannya dengan sektor keamanan. Sampai saat ini reformasi telah berhasil

menggulirkan produk perundang-undangan yang mengatur bagaimana sektor

pertahanan keamanan agar lebih accountable terhadap publik. Pembaharuan dalam

perundang undangan ini bisa tidak berarti sama sekali jika tidak dikuti dengan

perubahaan mendasar dari cara pandang aparat keamanan negara. Political will

untuk mendukung perubahan reformasi dalam sektor keamanan masih belum terlihat.

Kondisi seperti ini Itu mungkin jadi sebab mengapa cara pendekatan keamanan

represif tetap dijadikan kerangka acuan kerja yang menyangkut hubungan antara

masyarakat dan negara. Pelanggaran seperti hak hidup seseorang masih sering kali

terjadi hanya karena individu tersebut diduga memiliki pandangan yang berbeda.

Pandangan ini yang kemudian secara simplistis ditafsirkan sebagai bentuk ancaman

terhadap kepentingan negara.

Upaya penyelesaian kasus Munir bisa menjadi acuan untuk melihat seberapa

jauh komitmen pemerintah untuk perubahan (paradigma) sektor keamanan. Agenda

reformasi sektor keaman pemerintah dalam waktu yang dekat ini adalah pembahasan

rencana perundang undangan intelijen. Intelijen, adalah sektor dari keamanan negara

yang masih luput dari pengaruh reformasi. Sektor intelijen baik sipil maupun militer

16 Ketika penyebab kematian Munir diumumkan kepada publik, racun arsenikum diwacanakan sebagai alat pembunuh baru, yang selama ini nyaris tidak terdeteksi. Kematian yang misterius sesorang tokoh atau elit politik hanya menjadi gosip politik atau rahasia umum. Sekarang gosip politik ini sudah menjadi menjadi ancaman yang nyata. Ancaman arsenik ini langsung menjadi komoditas politik di lingkungan elit politik, lihat kasus dugaan ditemuan arsenik di makanan Wapres. Kasus kematian ini telah diberikan kesadaran baru bagi elit politik mengenai ancaman yang dapat menimpa mereka. Hal ini pula yang sempat menyatukan politik untuk bersama-sama untuk mencari dalang dari pembunuhan tersebut. Tapi ketika mulai terkuak adanya keterlibatan dari institusi intelijen negara, nyaris secara serempak semua juga menjadi diam. Tidak ada lagi suara dari pihak politik yang mengingatkan kita untuk meneruskan upaya investigasi kasus ini. Lihat juga Kompas, “Temuan arsenik di makanan Wapres, “16 Desember 2004.

79

Page 81: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

masih menjadi peninggalan terakhir dari pengaruh pendekatan keamanan ala rejim

Soeharto. Membiarkan hal ini, berarti pemerintahan ditahun ke depan harus dapat

menanggung hancurnya kredibilitas dari intelijen.

“Test of our history ” seperti yang dikatakan oleh Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono bakal menjadi tidak bermakna sama sekali, apa bila sang empu-nya kuasa

eksekutif tidak memiliki keberanian ekstra untuk memutus warisan masa lampau ini

dan melakukan terobosan yang dapat membuat manusia Indonesia bisa merasa aman

di negerinya sendiri.

B. Keraguan Tuan Presiden

Terulurnya rencana pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir hingga

tidak diumumkan hasil temuannya, sebenarnya sangat tergantung pada polical will

Presiden dalam menuntaskan kasus pembunuhan politik tersebut. Political will sang

Presiden pun tak terlepas dari “orang-orang dekat” Presiden yang bisa saja memilah-

milah atau bahkan menyortir hasil temuan TPF sebelum hasil temuan tersebut sampai

di meja Presiden.

Hingga saat ini, hasil temuan tersebut masih menjadi “rahasia” dan belum

memberikan jawaban memuaskan kepada publik berkaitan dengan master mind di

balik pembunuhan tersebut. Walaupun dalam suatu kesempatan Andi Malaranggeng,

sebagai juru Bicara Presiden, telah menganggap publik mengetahui hasil TPF dan

tidak perlu diumumkan kembali oleh Presiden.17

Seperti secara luas diketahui, sejak berakhirnya masa tugas TPF, kasus

pembunuhan yang dialami Munir diserahkan ke pihak kepolisian sebagai penyidik

untuk ditindaklanjuti. Namun hingga saat ini pun belum jelas terlihat kemajuan berarti

yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Indonesia. Padahal di sisi lain, sejak vonis

pengadilan terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto dibacakan hakim Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat 20 Desember 2005, Presiden SBY telah menggunakan

otoritasnya dengan memerintahkan Kapolri untuk pro-aktif menuntaskan kasus

pembunuhan tersebut.

Menarik disimak, bila kelambanan usaha penanganan kasus ini di pihak kepolisian

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konflik yang menyertai sebagian elit

17 Bali Post , “ Presiden Komitmen Bongkar Kasus Munir; Kepala BIN Diperintahkan Kooperatif”, 30 Desember 2005.

80

Page 82: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

politik negeri ini, tak terkecuali sang Presiden dan mantan “Komandan” Badan

Intelijen Negara (BIN). Hal yang sama berkaitan dengan dugaan motif tertentu yang

menyelimuti pembunuhan politik (baca: tak lazim) ini.

Tidak diumumkannya ke publik laporan TPF hingga saat ini masih menjadi

pertanyaan besar dalam membuka tabir pembunuhan tersebut. Apakah pelaku

pembunuhan merupakan bagian dari lingkaran elit politik yang berkuasa di masa lalu,

yang notabene di sisi lain menjadi rival politik penguasa saat ini? Ataukah merupakan

bagian dari lingkaran penguasa politik saat ini? Tak ada jawaban pasti, mengenai

siapa dan apa latar belakang pelaku yang terlibat dalam pembunuhan atau “otak” di

balik pembunuhan Munir. Namun di sisi lain, bisa dipastikan, pelakunya merupakan

aktor yang tak jauh dari lingkaran establishment dan terlibat “operasi tersembunyi dan

rapi” dalam memonitor segala aktifitas yang dilakukan Munir. Meninggalnya Munir

tanpa kegaduhan desingan peluru, memperlihatkan dengan jelas cara dan pola

pembunuhan yang dilakukan.18

Adanya gambaran tentang keengganan Presiden SBY mengungkap kasus Munir

terlihat ketika munculnya perdebatan mengenai ketidakhadiran para mantan petinggi

BIN (AM Hendropriyono dan Muchdi PR) dalam forum TPF. Kedua petinggi tersebut

menolak mentah-mentah panggilan yang diajukan oleh TPF. Penolakan tersebut

merupakan pembangkangan terhadap Keppres 111/2004 tentang Pembentukan TPF.

Pada kesempatan lain, Hendropriyono juga memosisikan Presiden SBY sebagai

prajurit bawahannya secara struktural. Dimana pada saat masih aktif sebagai anggota

TNI, SBY merupakan staf Hendropriyono yang menjabat sebagai Pangdam Jaya kala

itu19. Bahkan yang cukup mencengangkan, dua orang anggota TPF, Rachland

Nashidik dan Usman Hamid, dijadikan tersangka karena dianggap melakukan

18 Munir dibunuh didalam pesawat Garuda dalam perjalanan dari Jakarta menuju Belanda. Ditemukannya kandungan racun arsenik yang sangat tinggi dalam tubuh Munir, 460 mg/l di lambung, 4,8 mg/l di urine dan 3,1 mg/l di darah mengarahkan kepada kesimpulan bahwa si pembunuh mempunyai niat membunuhnya dengan kejam, namun tanpa bekas di tubuh bagian luar. Berdasarkan salah satu rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF), yang menduga ada indikasi keterlibatan salah satu perusahan milik negara, PT Garuda Indonesia, sebagai fasilitator pembunuhan Munir, menunjukkan adanya keterlibatan pihak-pihak lain yang memiliki akses luas kepada kekuasaan dan sumber keuangan, sehingga dapat menggunakan sebuah perusahaan tersebut untuk merugikan keselamatan penumpangnya. 19 Lihat http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2005/06/21/brk,20050621-62774,id.html, “ Hendropriyono Tak Percaya Presiden Kecewa Padanya”.

81

Page 83: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

pencemaran nama baik Hendropriyono20. Pertanyaan pun kemudian layak diajukan,

ada apa di balik langkah yang dilakukan Hendropriyono?

Hubungannya dengan konflik, lima tahun yang lalu, tepatnya sejak akhir 2001,

pertentangan antara AM Hendropriyono dengan Susilo Bambang Yudoyono makin

tampak di muka publik. Saat itu SBY masih menjabat sebagai Menkopolkam di

kabinet Megawati Soekarnoputi21. Kedua tokoh nasional ini terlibat saling sanggah

dalam mengomentari kerusuhan yang terjadi di salah satu kabupaten di Sulawesi

Tengah, Poso.

Konflik ini bermula dari pernyataan Hendropriyono sebagai Kepala BIN

mengenai kerusuhan di Poso. Hendropriyono menyatakan bahwa ada keterlibatan Al-

Qaidah yang dipimpin Usamah bin Ladin dalam konflik antar agama di Poso22. Tak

dinyana, pernyataan inilah yang dibantah oleh Susilo Bambang Yudhoyono saat itu.

Konflik tersebut makin meningkat tensinya menjelang Pemilihan Umum 2004.

Dimana SBY mengundurkan diri dari struktur kabinet Megawati dan kemudian

menjadi rival politik Megawati dalam Pemilihan Presiden, September 2004.

Sedangkan di sisi lain, Hendropriyono menjadi “mesin” kampanye dari Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pimpinan Megawati Soekarnoputri23.

Perbedaan pilihan politik itulah yang semakin menunjukkan tajamnya nuansa

persaingan antara kedua tokoh tersebut, dimana Hendropriyono diduga menggunakan

jaringan intelijen untuk kepentingan partai, sementara SBY diduga menggunakan

program TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) dari setiap Komando Teritorial

(KOTER) untuk meraup dukungan suara.24

Memang, hingga saat ini belum ada bukti dokumen yang menunjukkan adanya

pemanfaatan program TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa) dijadikan sebagai alat

kampanye SBY-Kalla dalam usaha meraup dukungan pada Pemilu 2004. Seolah

20 Kompas, “Hendropriyono Adukan Rachland dan Usman Hamid ke Polisi”, 30 Mei 2005. 21 Warta Berita-Radio Nederland , “ Topik Gema Warta: Pertentangan Hendropriyono dan Susilo Bambang Yodhoyono Makin Nampak”, 13 Desember 2001. 22 Ibid. 23 Suara Merdeka, “Sutjipto: Hendro Tetap Jurkam”, 6 Maret 2004. 24 Lihat http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2004/09/15/brk,20040915-41,id.html. Dalam bidang nonfisik TMMD memiliki program penyuluhan kesadaran bela Negara. Penyuluhan dan pembentukan kelompok bela negara ini yang dicurigai kampanye terselubung dari pihak SBY-Kalla oleh kubu kampanye Megawati. Baca juga bantahan Pangdam Brawijaya terhadap tuduhan koalisi kebangsaan di http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2004/09/15-/brk,20040915-31,id.html. Bela negara ini juga berkaitan dengan munculnya beberapa organisasi pemuda pendukung SBY-Kalla, seperti KOMAR (Konco Marhaen) di Jawa Tengah. Lihat Suara Merdeka, Deklarasi ''Komar'' untuk Dongkrak SBY-Kalla, 15 September 2004.

82

Page 84: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

gayung bersambut, pihak Tim Sukses SBY-Kalla dan Mega-Hasyim membantah

informasi tersebut, termasuk juga Panglima Daerah Militer V/Brawijaya, Mayor

Jenderal TNI Ahmad Djunaidi Sikki ikut membantah. Namun yang menarik adalah

pernyataan Syamsir Siregar, mantan KaBIA (Kepala Badan Intelijen Angkatan),

tentang posisi Hendro yang dualistik tersebut. “Ini menjadikan kita kembali ke era

tahun 1964-1965, ketika dulu Angkatan Darat berlawanan dengan Badan Pusat

Intelijen (BPI) yang dipegang Soebandrio,” ujar Syamsir25. Bila posisi Hendropriyono

dianalogikan sebagai ketua BPI masa sekarang, siapakah lawannya yang memegang

tentara aktif, yang diandaikan sebagai Angkatan Darat oleh Syamsir?

Posisi bersitegang antara kedua tokoh mantan militer tersebut terus berlanjut

hingga hasil penyelidikan TPF menyentuh kelompok yang merupakan rival politik

dari kekuatan SBY. Tak heran bila dalam perjalanannya muncul hambatan dalam

proses pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Kuat dugaan, bila pengungkapan

terus berlanjut dan menyentuh “pelaku utama” pembunuhnya dianggap dapat

mengancam posisi Presiden saat ini, termasuk juga banyak elit lainnya yang memiliki

posisi politik di negara ini.

Ibid. Syamsir Siregar mengingatkan, intelijen adalah untuk kepentingan negara semata-mata, sehingga tidak boleh bersentuhan dengan kepentingan satu kelompok. Dengan tampilnya Hendro sebagai anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP), maka yang bersangkutan dipastikan tidak netral lagi.

83

25

Page 85: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pembunuhan terhadap Munir, sudah memasuki dua (2) tahun, sejak

kematiannya 7 September 2006. Namun demikian, komitmen Negara untuk

pengungkapan kasus ini, seperti yang diungkapkan presiden SBY, belum berhasil.

Terlepas dari belenggu dan hambatan politik, hukum, dan pertarungan antara

kubu kelompok kritis dan mapan, Indonesia seharusnya sudah bisa melangkah lebih

jauh dan memulai transisi ke negara yang demokratis.

Kita tahu, berbagai kesulitan terjadi di Indonesia sebelum, bahkan setelah

Munir terbunuh. Bencana alam, bencana ekonomi, kemiskinan, juga pelanggaran

HAM masih terjadi baik dalam ranah sipil politik, maupun di ranah ekonomi sosial

dan budaya. Namun demikian, tidak ada alasan yang cukup untuk menunda

pengungkapan kasus munir dan membawanya pada posisi keadilan. Ikhtiar ini

memang tidak mudah, melihat betapa kuat dan mengakarnya kultur kekerasan dan

penindasan dari penguasa pada masa lampau, yang juga masih bercokol dalam kepala

manusia Indonesia termasuk pemimpinnya.

Imparsial telah mengajukan hasil laporan analisis kebijakan, dengan

mengungkapkan perjalanan Munir dalam mngoreksi kebijakan negara, setidaknya

pada kurun waktu 2002 hingga wafatnya, 7 September 2004.

Dari pembacaan terhadap relasi negara terhadap masyarakatnya, berdasarkan

refleksi kasus Munir, Imparsial menyimpulkan :

1. Masih kuatnya usaha pengerasan kekuasaan yang otoriter dalam kerangka

reformasi kebijakan, terutama menyangkut reformasi badan negara yang

bergerak dalam sektor keamanan, pertahanan, dan intelijen.

2. Selain sektor keamanan, pertahanan, dan intelijen, masih belum tegasnya

kebijakan negara dalam penegakan hukum dan HAM, termasuk memberikan

keadilan pada kasus pelanggaran HAM masa lalu. Alih-alih membawa

keadilan, lembaga hukum dan peradilan malah memperluas ruang impunity

dengan cara kompromi dan manipulasi ‘atas dasar hukum’.

3. Dalam konteks persaingan kelompok kritis melawan kelompok mapan, dapat

disimpulkan bahwa kekuatan mapan dan pola respon terhadap dinamika yang

berkembang di masayarakat, masih menggunakan pola lama, yakni menggusur

84

Page 86: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

kekuatan kritis termasuk melalui cara-cara kekerasan melalui kekuatan

lembaga negara.

4. Di sisi lain, dukungan masyarakat dan sebagian aparat hukum sebenarnya

masih ada. Paling tidak dirasakan dalam sepak terjang TPF kasus Munir yang

dibentuk oleh Presiden SBY. Namun demikian, kendala hubungan antara

instansi membuat penengakan pro-justisia tidak maksimal dan efektif

membawa kasus ini menjadi terbuka.

Bedasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa rekomendasi yang mendesak

untuk dilakukan, antara lain :

1. Dalam konteks penuntasan kasus pembunuhan politik terhadap Munir,

Pemerintah Indonesia perlu membentuk komisi independen dengan

kewenangan yang lebih luas untuk melakukan penyelidikan lanjutan.

Keputusan hakim Pengadilan Negeri yang menyimpulkan adanya sebuah

kejahatan konspirasi dalam kasus pembunuhan ini, memberikan legitimasi

untuk menyelidiki lebih lanjut pelaku lainnya.

2. Pejabat negara harus lebih partisipatif dalam melakukan penyelidikan,

terutama untuk kasus pembunuhan politik, dengan memanfaatkan komisi-

komisi yang ada, sepeti komisi kepolisian, kejaksaan, HAM dan hukum untuk

melakukan audit terhadap proses pengungkapan kasus.

3. Perlu adanya audit terhadap lembaga kepolisian yang terlibat dalam

penyelidikan kasus pembunuhan ini. Perubahan ketua penyelidik kasus

pembunuhan Munir di Mabes Polri diduga kuat adanya usaha melemahkan

pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Tanpa adanya audit terhadap

kinerja aparat yang selama ini terlibat dalam pengungkapan kasus Munir,

penyelesaian kasus Munir tetap akan berada di titik nol dan upaya untuk

mencari dalang pembunuhan Munir tetap tidak akan terjangkau.

4. Satu catatan tersisa dalam temuan pengadilan adalah, pentingnya peran KPK

dalam menyelidiki akuntabilitas pejabat publik, seperti fakta yang terungkap

pada nomor telpon genggam Muchdi yang dibiayai PT Barito. Walaupun dari

segi nilai kecil, namun pola hubungan antara birokrat dan korporasi tidak

dibenarkan. Pasalnya, pejabat negara harusnya mendapat fasilitas dari negara

saja.

85

Page 87: Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan  · PDF fileTembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006

5. Perlu adanya kebijakan perlindungan terhadap pembela HAM, mengingat pada

kasus Munir, jelas sekali arus kritis yang diusung Munir dianggap sebagai

ancaman terhadap kekuasaan. Karen itu, negara perlu menyikapinya dengan

pembuatan mekanisme perlindungan, baik melalui mekanisme komisi nasional

maupun melalui sebuah UU khusus tentang perlindungan terhadap HRD.

Dari sekian rekomendasi di atas, dalam jangka pendek seharusnya komitmen

Presiden dalam pengungkapan kasus Munir segera diimplementasikan dengan

mengaudit kinerja aparat kepolisian yang menangani kasus Munir. Jika tidak, maka

sepantasnya SBY segera membentuk tim independen yang baru dengan mandat yang

lebih kuat dari TPF. Sedangkan dalam waktu dekat ini, adalah kewajiban bagi SBY

untuk segera mempublikasikan hasil temuan TPF dan segera menindaklanjutinya.

86