Edema Paru

download Edema Paru

of 23

description

Kedokteran

Transcript of Edema Paru

edema paru

BAB IPENDAHULUANProses edema paru adalah perpindahan cairan dari intrakapiler, yaitu menembus dinding kapiler paru ke jaringan interstisium. Proses ini dapat berlanjut terus, dan cairan tidak hanya berkumpul di interstisium, tetapi dapat terus menembus membran alveolus masuk ke dalam rongga alveolus. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di jaringan interstisium dapat keluar dari paru melalui pembuluh limfe, cairan akan menuju rongga alveolus. Dengan demikian, edema paru dapat berupa edema interstisium ataupun edema interstisium bersama-sama edema dengan edema alveolar. Begitu diketahui terdapat edema paru, keadaan ini merupakan keadaan gawat yang harus segera mendapat penanganan3.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru dan Fisiologi Pernafasan2.1.1 Anatomi ParuThoraxRangka thorax dibentuk oleh sternum dan cartilagines costales di depan, columna vertebralis di belakang, serta costa dan rongga intercostal di lateral.1Gambar 2.1 Thorax bagian anterior & posterior

SternumTerletak di garis tengah dinding anterior thorax. Sternum merupakan tulang pipih yang dapat dibagi menjadi 3 bagian : manubrium sterni, corpus sterni, dan processus xyphoideus.1,2Manubrium sterni merupakan bagian atas sternum yang masing-masing sisinya bersendi dengan clavicula, cartilagines costales I dan bagian atas cartilagines costales II. Manubrium sterni terletak berhadapan dengan vertebra thoracica III dan IV.2Gambar 2.2 Sternum & thorax bagian lateral

Bagian atas, corpus sterni bersendi dengan manubrium sterni melalui sebuah junctura fibrocartilaginea yang disebut symphysis manubriosternalis. Bagian bawah, corpus sterni bersendi dengan processus xyphoideus pada symphysis xiphosternalis. Pada setiap sisi terdapat lekukan-lekukan untuk bersendi dengan bagian bawah cartilagines costales II dan cartilagines III sampai VII.2Processus xiphoideus merupakan bagian sternum yang paling bawah dan paling kecil. Sternum merupakan cartilage hyalin pipih yang pada orang dewasa mengalami ossifikasi pada ujung proksimalnya. Tidak ada costae ataupun cartilagines costales yang melekat padanya.2Angulus sterni (Angulus Louis) yang dibentuk oleh persendian manubrium sterni dengan corpus sterni. Angulus sterni terletak berhadapan dengan discus intervertebralis di antara vertebra thoracica IV dan V.2Symphysis xiphisternalis terletak berhadapan dengan corpus vertebra thoracica IX.2Cartilagines costalesDari 12 pasang costae, tujuh pasang pertama memiliki artikulasi dengan vertebra di posterior dan dengan sternum di anterior melalui cartilagines costales (kosta sejati). Cartilagines costales ke-8,9,10 memiliki artikulasi dengan cartilago costa di atas (kosta palsu). Cartilangines costales ke-11,12 disebut melayang.karena tidak memiliki artikulasi di anterior (kosta palsu).1,2

Spatium intercostaleRuangan yang terletak di antara costa-costa disebut spatium intercostale. Masing-masing spatium berisi 3 otot untuk respirasi : musculi intercostales externi, musculi intercostales interni, musculi intercostales intimi. Musculi intercostales intimi di sebelah dalam dilapisi fascia endhothoracica, yang kemudian dilapisi lagi dengan pleura parietalis. Pembuluh darah dan nervi intercostales berjalan di antara lapisan tengah dan lapisan paling dalam otot-otot dan tersusun dalam urutan berikut ini dari atas ke bawah : vena intercostales, arteria intercostales, dan nervus intercostales (disingkat VAN).1,2

Gambar 2.3 Spatium intercostale

Traktus respiratorius umumnya dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Traktus respiratorius atas behubungan dengan nasofaring dan laring sedangkan bagian bawah berhubungan dengan trakea, bronkus, paru-paru.

PleuraTerdiri dari 2 lapisan : lapisan viseralis yang melekat pada paru dan lapisan parietalis yang membatasi aspek terdalam dinding dada, diafragma, serta sisi pericardium dan mediastinum. Struktur Pleura selama respirasi 1,2 : 1. Kedua rongga pleura tidak berhubungan, 2. Rongga pleura mengandung sedikit cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura.3. Selama inspirasi maksimal paru-paru hampir mengisi seluruh rongga pleura. Pada inspirasi biasa paru-paru tidak mengembang sepenuhnya, melainkan menyisakan ruang sisa kostodiafragmatikus dan kostomediastinal dari rongga pleura.4. Pleura parietalis sensitif terhadap nyeri dan raba (melalui n. interkostalis dan n.frenikus). Pleura viseralis hanya sensitif terhadap regangan (melalui serabut aferen otonom dari pleksus pulmonalis).

Paru-paruParu-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk pertukaran udara.Struktur : paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh fisura oblikus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fisura oblikus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus kanan. Namun, secara anatomis lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri.1,2Pasokan darah : bronki dan jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan darah dari a. bronkialis cabang-cabang dari aorta thorakalis desendens. V.bronkialis, yang juga berhubungan dengan v. pulmonalis, mengalirkan darah ke v.azigos dan hemizigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a. pulmonalis dan darah teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang v.pulmonalis. Dua v. pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru atrium kiri jantung.1,2Drainase limfatik paru-paru : limfe mengalir kembali dari perifer menuju kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan dari sini menuju trunkus limfatikus mediastinal.Persarafan paru-paru : pleksus pulmonalis terletak di pangkal tiap paru. Pleksus ini terdiri dari serabut simpatis (dari trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari n.vagus). serabut eferen dari pleksus mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan alveoli.1,2

2.1.2 FisiologiPernafasanParu-paru

Gambar 2.4 Struktur ParuParu-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.3

Gambar 2.5 Struktur AlveoliKapasitas Paru-ParuUdara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai 1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik napas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.3Pertukaran Gas dalam AlveolusOksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.3Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas. Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan karnbondioksida keluar.3Proses PernafasanProses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus. Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil.3Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan. (1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga dada membesar serta tekanan udara menurun (inhalasi). Relaksasi otot antar tulang rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan membesar (ekshalasi). (2) Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot diafragma ( datar dan melengkung), volume rongga dada membesar , paru-paru mengembang tekanan mengecil (inhalasi). Melengkung volume rongga dada mengecil, paru-paru mengecil, tekanan besar/ekshalasi.3

2.2 Edema Paru2.2.1 DefenisiEdema Paru adalah keadaan terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas.1Berdasarkan penyebabnya edema paru dapat dibagi menjadi1 : Edema paru kardiogenik Edema paru non kardiogeniAkumulasi cairan di intersisial paru dapat terjadi karena1 : Andanya gangguan keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam kapiler paru dan jaringan sekitarnya Tekanan hodrostatik menggerakkan cairan dari pembuluhdarah ke interstitium Tekanan onkotik yang ditentukan oleh konsentrasi protein di dalam darah, menggerakkan cairan ke dalam pembuluh darah. Tekanan yang seimbang dipertahankan oleh tekanan hidrostatik intrakapiler antara 8-12 mmHg dan tekanan onkotik protein plasma sebesar 25 mmHg. Edema paru terjadi bila1 : Tekanan hidrostatik kapiler paru meningkat melebihi tekanan onkotik, Terjadi peningkatan aliran cairan dan koloid dari pembuluh darah ke ruang interstitial dan alveoli. Cairan yang terbentuk pada proses filtrasi dari kapiler ke ruang interstitial akan didrainase oleh system limfatik. Pada peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, terjadi hipertropi sistem limfatik, yang melindungi paru dari edema, sehingga pada gagal jantung kronik, edema paru baru terjadi bila tekanan kapiler paru 25 mmHg karena adanya peningkatan kapasitas sistem lifatik. Pada gagal jantung akut, edema paru dapat terjadi pada tekanan kapiler lebih rendah, sekitar 18 mmHg.

2.2.2 Klasifikasi

a. Edema Paru KardiogenikAdanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis, tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekanan onkotik. Terjadi rembesan cairan ke jaringan interstitial pada kasus yang lebih berat terjadi edema alveolar. Pada tahap lanjut dapat terjadi pembentukan pleural efusion yang akan lebih mengganggu fungsi respirasi1.b. Edema Paru NonkardiogenikPada edema paru non kardiogenik tekanan hidrastatik normal, peningkatan cairan paru terjadi karena kerusakan lapisan kapiler paru dengan kebocoran protein dan makromolekul ke dalam jaringan. Cairan berpindah dari pembuluh darah ke jaringan paru sekitarnya. Proses ini dikaitkan dengan disfungsi lapisan surfaktan pada alveoli dan kecendrungan kolaps alveoli pada volume paru yang rendah1

2.2.3 Etiologi

a. Penyebab Edema Paru Kardiogenik Gagal jantung Penyakit jantung koroner dengan gagal jantung kiri Aritmia kordis Kardiomiopati Kardiomegali Obstruksi katup seperti mitralis stenosis Miokarditis dan endokarditis Hipertensi krisis Efusi pericardial Gagal ginjal kronikb. Penyebab Edema Nonkardiogenik Trauma torak Kontusio paru, Aspirasi Inhalasi asap Keracunan O2 Emboli paru Sepsis Pancreatitis Penggunaan obat IV seperti heroin edema paru pada tempat yang sangat tinggi edema paru neurogenik re-exspansion pulmonary edema

2.2.4 PatogenesisPatofisiologi edema paru akut mirip dengan edema di jaringan subkutan. Dalam keadaan normal normal, tekanan onkotik plasma lebih tinggi (25mmHg) dibandingkan tekanan kapiler paru (7-12mmHg), dinding kapiler relatif impermeabel terhadap plasma, dan sistem limfatik berjalan baik3.Karena jaringan interstitium pada sisi alveolar kurang permeabel dibandingkan pada sisi endotel, dan cairan cenderung menuju ke pembuluh limfe, edema intertisium kemungkinan terjadi lebih dahulu jika dibandingkan dengan edema alveolar. Dengan demikian, edema interstisium terjadi tanpa edema alveolar. Pada jaringan interstisium terdapat terdapat sisi tipis dan sisi tebal (thin asppect thick aspect). Pada edema interstisium, pertukaran gas belum banyak terganggu karena terdapat pengaturan anatomik yang masih berfungsi baik. Pada sisi alveolar jaringan interstisium ditemukan reseptor juxtacapillary J yang dapat mendeteksi tekanan akibat membengkaknya jaringan interstisium yang kemudian merangsang takipnea. Air dihalau melalui aliran limfe3.Jika terjadi kekacauan pada tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik, cairan akan menembus juga ke dalam alveolus. Keadaan ini menyebabkan surfaktan terangkat dari dinding alveolus sehingga alveolus akan kolaps. Pada mulanya, tidak semua alveolus kolaps sebab belum semua surfaktan terangkat. Akan tetapi, jika proses terus berlanjut, alveolus yang kolaps akan bertambah banyak. Cairan yang mengalir ke dalam alveolus akan semakin bertambah kandungannya proteinnya, dan butir darah merah juga menembus alveolus. Protein di jaringan interstisium juga bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya proses fibrosis paru3.2.2.5 Diagnosis Manifestasi Klinis Edema paru akut biasanya ditandai dengan dispnoe yang terjadi dengan cepat, takipnoe, takikardi dan hypoxemia berat. Adanya rhonki dan wheezing. Hipertensi biasanya terjadi karena pelepasan katekolamin endogen1. Pemeriksaan Fisis Inspeksi : frekuensi nafas yang terlihat meningkat, dilatasi ala nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula2. Palpasi : fremitus melemah. Perkusi : pekak.

Auskultasi : Paru : terdengar ronkhi basah kasar di setengah lapangan paru, sering disertai wheezing. Jantung : ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras. RadiologisGambaran radiologi yang ditemukan :1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)2. Corakan paru yang meningkat (lebih dari 1/3 lateral)3. Batas hilus tidak jelas4. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)5. Edema butterfly atau Bats Wing (edema sentral)3

Gambar 2.6 Bats WingEdema Localized (terjadi pada area vascularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan sebelumnya, contohnya : emfisema)

BNP (Brain Natriuretic Peptide) Seringkali sukar membedakan edema paru kardiogenik dan non kardiogenik. Pemeriksaan BNP (Brain Natriuretic Peptide) yang meningkat menunjukkan adanya gagal jatung sebagai penyebab edema paru1. EchocardiografiPemeriksaan Echocardiografi pada edema paru kardiogenik dapat ditemukan disfungsi systolic dan diasolic ventrikular dan lesi valvular1. Swan Gnaz CateterPenggunaan Swan Gnaz Cateter membantu membedakan penyebab edema paru kardiogeni (high pressure/ tekanan tinggi) dan non kardiak (tekanan normal)1. EKGEdema paru dengan ST elevasi dan gelombang Q patologis pada EKG didiagnosis sebagai Infark Miocard Akut dan terapi dengan protocol IMAdan reperfusi arteri koroner1.

Membedakan edema paru kardiogenik dan edema non kardiogenik11. Anamnesis penting untuk mengetahui adanya kelainan jantung yang menjadi penyebab edema paru kardiogenik atau untuk mengetahui adanya kondisi-kondisi yang menjadi penyebab edema paru non kardiogenik2. Pada pemeriksaan fisik Edema paru kardiogenik dapat ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakardiak ( S3 Gallop, peningkatan JVP, edema perifer), rhonki dan wheezing pada auskultasi dada. Edema paru non kardiogenik stadium awal, paru relatif normal, bisa ditemukan tanda-tanda faktor pencetus. 3. Pada rontgen foto torak Edema paru kardiogenik tampak gambaran pembesaran jantung, penebalan interstitial, infiltrat perihilar alveolar an efusi pleura. Edema paru non kardiogenik, ukuran jantung normal, infiltrate alveolar tersebar merata. c. Pemberian O2 konsentrasi tinggi Edema Paru Kadiogenik memberi respon positif Edema paru non kardiogenik kurang responsif.

ParameterEdema paru kardiogenikEdema paru non kardiogenik

Riwayat penyakitKardiak akut++ / -

Pemeriksaan fisik Cardiac output S3 Gallop Jugular vena distensi Ronki Penyakit dasar non cardiac yang mendasarinya, Co ; sepsisLow flow(perifer dingin)++Basah-High flow(perifer hangat)--Kering+

Pemeriksaan penunjang EKG RO thorax Enzim cardic Tekanan kapiler paruIskemi/infark/LVHPerihilar distribusiMungkin meningkat 18 mmHgBiasanya normalPeripheral distribusiBiasanya normal< 18 mmHg

2.2.6 Diagnosis BandingEmboli paru, Asma

2.2.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan tergantung etiologi. Biasanya kondisi akut dan mengancam jiwa perlu penanganan segera untuk membantu pernapasan dan sirkulasi1. Komplikasi pada edema paru yang sering terjadi seperti : infeksi, asidosis, anemia dan gagal ginjal perlu segera dikoreksi. Edema paru kardiogenik biasanya menunjukan beberapa gejala dari gagal jantung kiri Aritmia, Iskemi atau infark Miokard Akut dapat segera diterapi sehingga memperbaiki oksigenasi paru. Pada edema paru non kardiogenik Resolusi lebih lambat dan sulit, seringkali pasien memerlukan ventilasi mekanik.1. Pemberian OksigenPemberian oksigen yang adekuat akan menjamin pengiriman O2 ke jaringan perifer dan jantung. Pada pasien dengan oksigenasi inadekuat meskipun telah diberikan O2 membutuhkan ventilasi dengan sungkup nasal atau wajah atau pemasangan ETT1. 2. Pemakaian Ventilasi MekanikPada kasus yang refrakter, ventilasi mekanik dapat membantu mengurangi sesak napas. Ventilasi mekanik dengan Positive End Expiratory Pressure (PEEP) mempunyai beberapa keuntungan pada edema paru yaitu : dapat mengurangi preload dan afterload sehingga memperbaiki fungsi jantung, mendistribusikan cairan dari intraalveolar ke extraalveolar dan meningkatkan volume paru untuk menghindari atelektasis1.3. DiureticSeperti furosemid, bumitanide, dan torasemide efektif untuk edema paru. Furosemid juga dapat berfungsi sebagai venodilator sehingga dapat mengurangi preload dengan cepat dan merupakan diuretik pilihan. Dosis awal furosemide 0,5 mg/ Kg BB, sampai 1 mg/Kg BB jika diperlukan seperti pada1 : Pasien dengan renal insufisiensi, Penggunaan diuretic kronik, hipervolumia atau gagal dengan dosis rendah.4. Nitrat Nitrogliserin dan isosorbit dinitrate Fungsi utama sebagai venodilator selain juga untuk vasodilator pembuluh darah coroner. Pemberian preparat nitrat sublingual setiap 5 menit adalah terapi lini pertama untuk edema paru kardiogenik. Jika edema paru menetap tanpa hipotensi, pemberian sublingual bisa diikuti dengan pemberian nitrogliserin / nitrat IV, mulai dengan dosis 5 10 ug/ menit. Nitropruside IV ( 0,1 5 ug / Kg BB per menit) adalah vasodilator arteri dan vena yang kuat. Digunakan pada pasien edema paru dan hipertensi, tetapi tidak direkomendasikan pada keadaan ferfusi arteri koroner yang kurang. Diperlukan pemantauan ketat dan titrasi dosis termasuk penggunaan cateter arteri untuk pemantauan tekanan darah secara kontinu di ICU1. 5. MorphineDiberikan 2 sampai 4 mg IV bolus. Morphine adalah venodilator yang dapat mengurangi preload, menghilangkan sesak dan axietas. Efek tersebut dapat mengurangi stress, menurunkan tingkat katekolamine, takikardi dan afterload ventrikel pada pasien edema paru dengan hipertensi sistemik1.6. ACE inhibitorACE inhibitor mengurangi preload dan afterload dan direkomendasikan pada pasien edema paru dengan hipertensi. Diawali dengan ACE inhibitor dosis rendah dan masa kerja pendek, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap. Pada Infard Miokard Akut dengan gagal jantung ACE inhibitor mengurangi angka mortalitas pada jangka pendek dan panjang1.7. Obat-obat lain yang menguragi prelodRecombinant BNP ( nesiritide ) IV sebagi vasodilator kuat yang juga mempunyai efek diuretik efektif dalam pengobatan edema paru kardiogeni. Obat tersebut hanya dipakai pada pasien yang refrakter dan tidak direkomendasikan pada keadaan iskemi atau infark miokard1.8. Obat inotropic dan inodilator Obat golongan simpatomimetik amine seperti Dopamin (2-5 ug/Kg BB) dan Dobutamin (2-10 ug/kgBB) adalah inotrofik kuat, diberikan untuk edema paru kardiogenik untuk memperbaiki kontraktilitas miokard, meningkatkan kardiak output dan tekanan darah. Obat inodilator seperti milrino merangsang kontrasi miokard dan menurunkan tahanan perifer dan pulmonal. Hanya diindikasikan pada edema paru kardiogenik dengan disfungsi ventrikel kiri yang berat1.9. DigitalisSudah jarang digunakan. Digitalis hanya digunakan pasien dengan rapid atria l fibrilasi atau atrial flutter untuk mengontrol ventricular rate1.10. Intra artic balon pulsationDiindikasikan untuk edema paru yang refrakter, yang disebabkan oleh mitral regurgitasi akut atau rupture septum ventrikel , yang dipersiapkan untuk operasi1.11. Cardiac resynchronization therapy (CRT)Pemasangan CRT diindikasikan pada kasus edema paru kardiogenik yang refrakter, disebabkan adanya dissinkronisasi denyut atrial dan ventrikel seperti pada LBBB, atrial fibrilasi. Dengan sinkronisasi denyut atrial dan ventrikel diharapkan ada perbaikan cardiac output dan perfusi perifer1.Edema paru pada penanganan pneumotorak atau efusi pleura terjadi karena pengeluaran cairan pleura yang terlalu cepat pada penderita pleural effusion atau pengeluaran udara dengan tekanan negatif pada penderita pneumotoraks. Penurunan tekanan yang cepat menyebabkan transudasi cairan ke dalam paru sehingga terjadi hipotensi dan oliguri. Pada kondisi ini diuretic dan obat vasodilator merupakan kontraindikasi, sebaliknya diperlukan penambahan cairan intravaskuler dan bantuan respirasi mekanik.

Edema paru non kardiogenik High Alttitude Pulmonary Edema ( HAPE)1Edema paru non kardiogenik, sering terjadi pada pendaki gunung dengan ketingian lebih dari 2500 meter tanpa adaptasi terlebih dahulu. HAPE terjadi karena peningkatan tekanan arteri paru dan resistensi vaskuler paru sebagai respon terhadap hypoxia1. Terapi HAPE Membawa pasien ke tempat yang lebih rendah secepatnya ( kurang dari 48 jam dan lebih rendah dari 2500 meter), Pemberian oksigen konsentrasi tinggi, Bed rest serta membatasi asupan cairan. Nifedipin dapat digunakan untuk pengobatan HAPE dan juga profilaksis, tetapi hanya dipakai ketika O2 tidak tersedia atau membawa pasien ke tempat yang lebih rendah tidak memungkinkan. HAPE dapat dicegah dengan inhalasi salmeterol (beta adrenergic agonist) Penggunaan inhalasi nitric oxide tersendiri atau kombinasi dengan O2 dapat menguragi resistensi vascular paru dan memperbaiki oksigenasi pada penderita HAPE. Edema paru neurogenikDapat terjadi karena gangguan susunan saraf pusat karena trauma kepala, kejang, stroke, perdarahan sub arachnoid dan setelah operasi craniotomy. Hal ini disebabkan karena hiperaktifitas simpatik dengan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan pergeseran aliran darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal disertai dengan peningkatan tekanan atrium kiri dan tahanan kapiler pulmonal1. Terapi edema paru neurogenik Perawatan intensif di ICU dengan batuan ventilator Menurunkan tekanan intracranial.

Edema paru karena overdosis narkotikDengan manifestasi klinis onset dispnoe dan hypoxemia biasanya terjadi cepat, segera atau dalam beberapa jam setelah overdosis heroin. Penyebabnya adalah kebocoran membran alveolar kapiler dengan tekanan kapiler paru yang normal1. Terapi Pemberian naloxan O2 Ventilator, 1/3 dari pasien memerlukan bantuan.

2.2.8 Komplikasi Komplikasi pada edema paru yang sering terjadi seperti : infeksi, asidosis, anemia dan gagal ginjal perlu segera dikoreksi. Edema paru kardiogenik biasanya menunjukan beberapa gejala dari gagal jantung kiri Aritmia, Iskemi atau infark Miokard Akut dapat segera diterapi sehingga memperbaiki oksigenasi paru. Pada edema paru non kardiogenik Resolusi lebih lambat dan sulit, seringkali pasien memerlukan ventilasi mekanik.

2.2.9 Prognosis Hingga saat ini mortalitas akibat edema paru akut termasuk yang disebabkan kelaian kardiak masih tinggi. Setelah mendapatkan penangan yang tepat dan cepat pasien dapat membaik dengan cepat dan kembali pada keadaan seperti sebelum serangan. Kebanyakan dari mereka yang selamat mengakatakan sangat kelelahan pada saat serangan tersebut. Diantara beberapa gejala edema pari ini terdapat tanda dan gejala gagal jantung2.Prognosis jangka panjang dari edema paru akut ini sangat tergantung dari penyakit yang mendasarinya, misalnya infark miokard akut serta keadaan komorbiditas yang menyertai seperti diabetes melitus atau penyakit ginjal terminal. Sedangkan prediktor dari kemarian di rumah sakit antara lain adalah : diabetes, disfungsi ventrikel kiri, hipotensi atau syok dan kebutuhan akan ventilasi mekanik.

RUJUKAN1. Alvin Kosasih, Agus Dwi Susanto, Temmasonge R. Pakki, dan Tinrin Martini. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru Dalam Praktek Sehari-Hari. Jakarta. Sagung Seto. H : 85-912. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati.2009. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid II. Jakarta. Interna Publishing. H : 1767-17763. Dermanto Djojodibroto. 2009. Respirologi. Jakarta. EGC. H : 206-2124. Guyton C. Arthur, M.D dan John E hall, Ph. D. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta. EGC. H : 508 5145. P.E.S Palmer, W.P Cockshott, V. Hegedus, E. Samuel. 1995. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Jakarta. EGC. H : 806. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta. EGC. H : 737 - 819SMF Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan1