E-TYPE PROSTAGLANDIN TERAPI EMERGENSI UNTUK MALFORMASI KONGENITAL JANTUNG SIANOTIK
-
Upload
medhagitta -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of E-TYPE PROSTAGLANDIN TERAPI EMERGENSI UNTUK MALFORMASI KONGENITAL JANTUNG SIANOTIK
E-TYPE PROSTAGLANDIN
TERAPI EMERGENSI UNTUK MALFORMASI KONGENITAL JANTUNG SIANOTIK
RINGKASAN
Prostaglandin E2 (PGE2) telah digunakan untuk memelihara patenst ductus arteriosus pada
empat bayi dengan penyakit jantung sianotik kongenital karena malformasi obstruktif jantung
kanan. PGE2 diinfus sebelum operasi, dan pada tiga pasien,selama operasi hingga shunt aorto-
pulmonal terbentuk dengan baik. PGE2 diproduksi secara konsisten dan terus-menerus
meningkat pada saturasi oksigen arteri, yang bisa berasal pelebaran duktus arteriosus. Tidak
didapatkan efek samping utama , kecuali pireksia pada dua bayi. Semua pasien pulih dengan baik
setelah operasi. Kami mengusulkan perawatan ini sebagai persiapan untuk operasi pada setiap
bayi dengan cacat jantung congenital dan ductus-dependent pulmonary. Perlakuan yang
sama mungkin berguna sebelum operasi pada pasien dengan interupsi aorta yang
juga tergantung pada patensi lanjutan dari duktus untuk pasokan darah ke bagian bawah tubuh.
Cacat jantung kongenital yang meliputi atresia pulmonal, critical stenosis pulmonal
atau hipoplasia ventrikel kanan sebagai bagian dari malformasi yang sering hampir seluruhnya
tergantung pada persistensi dari ductus arteriosus untuk pemeliharaan aliran darah pulmoner.
Begitu juga gangguan lengkung aorta membutuhkan duktus patensi untuk aliran darah ke bagian
bawah tubuh. Pasien dalam kelompok ini biasanya menjadi sangat sakit dalam
beberapa hari pertama kehidupan karena konstriksi duktus dan tanpa intervensi mereka
umumnya meninggal dalam bulan pertama. Bahkan saat dirujuk dan dilakukan pembedahan
paliatif, angka kematian tetap tinggi.
Demonstrasi asli oleh Coceani dan Olley, bahwa E-type PG adalah relaksan yang ampuh
untuk duktus arteriosus, dibuktikan dengan penelitian menggunakan hewan studi secara in vitro
dan in vivo, membuktikan kegunaannya dan disarankan bagi pasien. PG bekerja
membalikkan konstriksi duktus dan meningkatkan aliran darah pulmonal sehingga
meningkatkan oksigenasi jaringan dan memungkinkan koreksi asidosis metabolik, dan
meningkatkan kemungkinan keberhasilan operasi. Penalaran serupa diikuti
oleh Elliott et al. ketika mereka menginfus PGE1 pada dua bayi dengan penyakit jantung sianosis
yang orang tuanya menolak operasi.
Dalam makalah ini kita menggambarkan penggunaan PGE,sebagai persiapan untuk
operasi dalam tiga pasien dan pasca operasi dalam satu pasien yang operasinya tidak
berhasil. Bagian ini telah dilaporkan secara singkat.
MATERI DAN METODE
PGE2 (Prostin E2, Upjohn Co) telah digunakan pada semua pasien. Efektivitasnya pertama
kali dievaluasi selama kateterisasi jantung diagnostik. Setelah prosedur diagnostic
selesai, penanaman vena femoralis ditempatkan sedekat mungkin dengan ujung aorta dari
duktus , baik yang di ventrikel kiri melalui foramen ovale atau di root aorta melalui defek
septum ventrikel. PGE2 (0,5 mg dalam 0,5 etanol ml) diencerkan dalam dekstrosa 3,3%-larutan
natrium klorida 0,3% untuk memberikan konsentrasi akhir 0,4 PGE2 dan diinfus dengan
kecepatan sekitar 1 ml /menit menggunakan pompa Harvard (model940). Sebelum memulai
infus, gas darah arteri dan saturasi oksigen diukur dengan menggunakan Instrumentasi
Laboratorium gas analyzer dan oksimeter Waters. Konsentrasi oksigen inspirasi itu tetap konstan
selama awal infus. Tiga pasien menghirup udara secara spontan dan pasien keempat
menggunakan ventilasi dengan oksigen 40%. Tidak ada pasien menerima obat penenang dan
tidak ada perubahan dari keadaan istirahat mereka selama tes infus. Tekanan darah
sistemik, denyut jantung, dan respirasi dipantau. Pada akhir 10 menit infus, gas darah
arteri yang diukur kembali. Jika PaO2 dan oksigen saturasi lebih tinggi dari 5 mm Hg
atau saturasi 10%, kanula diposisikan pada vena kava inferior, baik melalui vena
umbilikalis atau vena saphena, untuk terapi lanjutan infuse PGE2 di bangsal. Solutio
PGE2 dengan konsentrat lebih (1,6, g / ml) digunakan untuk mengurangi beban cairan sampai
15 ml /jam, atau kurang. Tekanan darah dipantau setiap 30 menit dan suhu rektal diperiksa
per jam. EKG dipantau secara terus menerus dan gas darah diukur sesering
mungkin (maks. interval 3 jam). Bayi-bayi itu diamati untuk periode apneu. Pada semua kecuali
satu pasien (Kasus 1), PGE2 infus terus sampai dengan dan selama operasi sampai
anastomosis aortopulmonary terbentuk sesuai yang diinginkan.
LAPORAN PASIEN DAN HASIL
Kasus 1
Bayi laki-laki dilahirkan secara normal pervagina, dengan kehamilan norma. Berat badan lahir
3.27 kg. sianosis tercatat 24 jam setelah kelahiran, terkait takipneu. Kateterisasi jantung pada
hari ketiga menunjukan tetralogi fallor dengan atresia pulmonal, satu-satunya aliran darah
pulmonal melalui paten ductus arteriosus kecil. PGE2 0.13 , dimasukkan ke dalam
aorta, sementara tekanan darah arteri dipantau secara berkala melalui kateter yang sama. Saturasi
oksigen meningkat dari 62 % menjadi 84 % dalam waktu 10 menit. Sementara tekanan darah
konstan. Tidak ada efek buruk selama pengamatan. Selanjutnya infuse dipertahankan untuk
jangka waktu empat jam. Setelah bayi mengalami pireksia 39.50 C, pengobatan dihentikan. Tiga
jam kemudian demam mereda, tetapi anak menjadi sangat sianosis dan muncul murmur duktus
pada awal infuse menghilang. PGE2 diberikan lagi dengan peningkatan yang sangat pada warna
bayi dan kemunculan kembali murmur duktus. Dua jam kemudian bayi mengalami anastomosis
Waterston antara aorta asendens dan arteri pulmonal kanan.
Kasus 2
Bayi perempuan ini adalah bayi dari kehamilan dna persalinan normal. Berat badan lahir 2.7 kg.
sianosis muncul segera setelah kelahiran. Kateterisasi jantung pada usia 26 jam menegaskan
diagnosis atresia tricuspid dengan hipoplasia ventrikel kanan dan stenosis pulmonal berat. Aliran
darah paru hamper secara eksklusif melalui duktus arteriosus. PGE2 0.13 , sudah
dimasukkan ke ventrikel kiri (LV) melalui kateter NIH # 5 sedangkan tekanan darah arteri
dipantau melalui kateter arteri umbilicus. Tiga menit setelah mulai infuse, terjadi bradikardi.
Infuse dihentikan dan kateter ditarik dari LV. Upaya untuk memasukkan kembali disebabkan
oleh bradikardi PGE2 dan karenanya kateter dimasukkan ke dalam atrium kiri tanpa
perlambatan. Bradikardi diduga disebabkan oleh kesalahan penempatan kateter, bukan PGE2.
Gas darah diukur 10 menit sebelum dan sesudah infuse. Saturasi oksigen 50-82%. Infuse
kemudian dihentikan untuk septostomy balon. Berdasarkan respon yang menguntungkan dari
PGE2 selama kateterisasi, pengobatan dilanjutkan selama 12 jam sampai bayi mengalami
anastomosis Potts (desending aorta ke arteri pulmonalis kiri). Selama terapi PGE2, bayi sempat
mengalami periode apneu yang mengharuskan dilakukan intubasi dan ventilasi. PGE2 tidak
dihentikan. Pada pembedahan, didapatkan duktus paten dan tidak ditemuai kesulitan intraoperatif
khusus. Perubahan PaCO2 yang merupakan respon terhadap PGE2 ditunjukkan pada gambar 1.
Kasus 3
Bayi perempuan tercatat mengalami sianosis sejak lahir. Berat badan lahir 3.1 kg. kateterisasi
jantung pada usia 12 jam menunjukan diagnosis klinis atresia pulmonal dengan septum ventrikel
utuh dan ventrikel kanan kecil. Aliran darah pulmonal didominasi melalui paten duktus
srteriosus. Tidak ada pembuluh darah bronchial yang signifikan yang ditunjukan pada
pemeriksaan angiografi. PGE2 0.11 dimasukkan ke dalam LV. Saturasi oksigen
arteri meningkat dari 65 % menjadi 77 %. Selanjutnya infuse dipertahankan selama empat jam
sampai bayi mengalami anastomosis Potts dikombinasikan dengan valvotomi pulmonal. Pada
pembedahan, duktus ditemukan cukup besar, dengan pengecualian pada akhir pulmonal yang
menyempit. Tidak ada thrill sepanjang pembuluh darah. Tidak ada efek yang tak diinginkan
selama pengamatan.
Kasus 4
Bayi laki-laki dari kehamilan normal dan persalinan normal, mulai sianosis pada saat lahir. Berat
badan lahir 3.2 kg. kateterisasi jantung pada usia 12 jam menunjukkan stenosis pulmonal dengan
hipoplasia ventrikel kanan dan pten duktus arteriosus. Valvotomi pulmonal dilakukan dua jam
setelah kateterisasi. Selama 12 jam berikutnya, sementara di ICU, bayi menjadi semakin hipoksia
meskipun dibantu ventilator dan Oksigen konsentrasi tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh
tidak memadainya aliran darah pulmonal yang merupakan duktus dependen. PGE 0.13
dimasukkan ke dalam tiga jam berikutnya. Selama periode ini, anak mengalami
pireksia (suhu rectal 390C). dosis selanjutnya dikurangi menjadi 0.04 , tak lama
setelah itu bayi mengalami pneumothorax sebagai komplikasi penggunaan ventilator. PaO2 turun
hingga 16 mmHg dan efektivitas PGE2 menjadi sulit dievaluasi. Setelah chest tubes
ditempatkan, dosis PGE2 kembali ditingkatkan menjadi 0.08 dan PaO2 naik
menjadi 37 mmHg. Apakah banyaknya peningkatan dikarenakan pneumothorax atau PGE2,
tidak bisa dinilai. Malam yang sama, 24 jam setelah operasi awal, pasien dikembalikan ke ruang
operasi . Anastomosis aorta desenden dan arteri pulmonal kiri berhasil dilakukan. Pada
pemeriksaan visual, patensi duktus muncul.
Keempat pasien berada dalam keadaan baik pasca operasi. Pemantauan dilakukan selama empat
bulan.
Gambar 2 merangkum temuan-temuan pada keempat pasien. Seperti ditunjukkan, tekanan oksien
arteri dan saturasi meningkat dalam 10 meniy dari pemberian PGE2. Efek ini akan terus
berlanjut jika infuse dilanjutkan, pada satu pasien (kasus 3), pemeriksaan angiografi
menunjukkan peningkatan ukuran duktus (gbr.3)
DISKUSI
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tonus otot dukuts arteriosus pada fetus dikendalikan
oleh factor endogen produksi senyawa PGE. PGEs adalah konstituen normal pembuluh darah.
PGEs yang sama secara nyata bisa merelaksasi duktus secara in vitro maupun in vivo. Pada
percobaan in vitro sepenuhnya dikembangkan hanya dengan menggunakan lingkungan rendah
oksigen. Indometasin dan eicosa-5, 8,11,14-tetraynoic acid, baik bloker pada sintesis PG jaringan
(untuk tinjauan, lihat Flower7), menghasilkan kontraksi yang intense dan persisten pada hipoksik
duktus arteriosus in vitro. Pemberian indometasin in vivo hasilnya adalah mengurangi glutation,
yang diketahui sebagai stimulator sintesis PGE, membuat relaksasi duktus arteriosus in vitro.
Data ini, sementara menunjukkan bahwa PGEs mungkin bertanggung jawab untuk menjaga
patensi dari duktus arteriosus pada janin, juga sebagai pendekatan baru untuk pengobatan cacat
jantung bawaan tertentu.
Dua kelompok pasien dapat dipertimbangkan: 1) bayi dengan malformasi cyanotic yang
memiliki kesamaan yaitu tergantung pada duktus arteriosus untuk aliran darah paru mereka,
misalnya pada atresia pulmonal dengan septal ventricular intak dan bronchial kolateral yang
tidak signifikan. Meskipun ketergantungan ini, ductus sering sendiri selama
minggu pertama kehidupan, yang mengarah ke hipoksia progresif,
asidosis metabolik, dan akhirnya meninggal. Pada pasien ini, terjadi hipoksia sejak lahir, dan
sebuah PG tipe Edapat digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan patensi duktus dan
karenanya akan meningkatkan aliran darah ke pulmo dan saturasi oksigen arteri. 2) Bayi
prematur dengan duktus arteriosus persisten, komplikasi ke sindrom respirasi distress atau
menyebabkan congestive failure, di antaranya dimungkinkan untuk memproduksi penutupan
duktus oleh blocker sintesis PG.
Saat ini, kami telah memasukkan PGE2 kepada empat pasien yang tergabung dalam kelompok
pertama dengan hasil yang sangat baik. Kenaikan saturasi oksigen arteri yang signifikan
tampaknya langsung berhubungan dengan infus dan dapat berasal pelebaran ductus
arteriosus dan hasilnya adalah peningkatan aliran darah ke paru. Kemungkinan komplikasi PG
membutuhkan evaluasi lebih lanjut tetapi tidak ada keterbatasan terapi pada salah satu pasien.
Hipotensi diharapkan menunjukkan vasodilatasi sistemik karena efek PGs tipe E. Namun,
sensitivitas otot polos duktus terhadap PGE2 lebih besar dibandingkan dengan otot polos
pembuluh darah sendiri, dan hipotensi sistemik dapat ringan (<5 mm Hg) dan tidak
menimbulkan masalah. Bradycardia tidak diamati, kecuali pada satu pasien di antaranya hal itu
terkait dengan lokasi kateter di ventrikel kiri daripada infus PGE2.
Pireksia disebabkan oleh aksi sentral PG (review Coceani12 ) telah dilaporkan adanya komplikasi
secara klinis pada penggunaan PG pada orang dewasa. Dua dari empat pasien kami (kasus 1 dan
4) mengalami demam, tetapi adanya gangguan pemberian PGE pada satu pasien (kasus 1)
membuktikan bahwa efek ini bersifat reversible. Tidak ada sekuele (gejala sisa) pada pasien lain.
Gejala apneu dan bradikardi terjadi pada satu bayi (kasus 2). Gejala seperti ini umumnya muncul
pada pasien dengan sakit yang serius dan belum jelas apakah itu disebabkan oleh PGE, meskipun
PG yang dikenal memiliki efek langsung ke pusat pernafasan.
Otot berkedut juga diamati (kasus 3). Namun, tampaknya PGE tidak mungkin bertanggung
jawab karena ada laporan terbaru membuktikan bahwa PG tidak bersifat epiletogenik, setidaknya
pada orang dewasa.
Komplikasi potensial ini memerlukan evaluasi lebih lanjut dengan pengalaman klinis. Mungkin
PGE, dapat digunakan dalam dosis rendah tanpa mengubah efektivitas pada duktus
arteriosus. Namun, jika terjadi efek samping, maka sifatnya adalah reversibel karena senyawa
PGE beredar dan terdegradasi pada bayi baru lahir.
Saat ini, kami menggunakan PGE2 karena ini adalah satu-satunya senyawa yang tersedia untuk
uji klinis. Namun, baru-baru ini work18,19 menunjukkan bahwa PGE2 merupakan vasokonstriktor
lemah, PGE1 merupakan vasodilator lemah pada pembuluh darah paru. Dari ini, bahwa PGE1,
seperti yang digunakan oleh Elliott et al.,4 adalah pilihan yang lebih baik. Namun, kenaikan
saturasi oksigen yang dihasilkan oleh kedua PG adalah sebanding.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kami percaya bahwa pengobatan PG dapat
dipertimbangkan pada bayi yang berpotensi penting untuk menjaga patensi dari duktus
arteriosus. Indikasi spesifik meliputi: 1) Atresia pulmonary dengan septum ventrikel yang utuh;
2) kritis stenosis katup pulmonal dengan septum ventrikel utuh; 3) Tetralogi Fallot dengan
atresia pulmonary atau stenosis pulmonal yang ekstrim; 4) atresia trikuspid dengan ventrikel
kanan yang kecil, stenosis pulmonal dan / atau defek pada septum ventrikel; 5) double outlet
right ventricle (DORV), single ventricle complexes dan transposition complexes yang meliputi
stenosis pulmonal berat sebagai bagian dari lesi. Pada pasien ini, patensi duktus arteriosus
biasanya penting dalam menjaga aliran darah paru. Dua kondisi tambahan dapat mengambil
manfaat dari pengobatan prostaglandin, yaitu, 6) simple transposition pada arteri besar di mana
balon septostomy telah gagal dan di mana terjadi percampuran darah melalui patent ductus
arteriosus dan 7) gangguan pada lengkung aorta di mana darah mencapai bagian bawah tubuh
melalui ductus arteriosus. Pengobatan prostaglandin dapat dimulai selama transfer pasien dari
rumah sakit terpencil ke pusat rujukan; selama kateterisasi diagnostik jantung; sambil menunggu
tindakan bedah; atau jika operasi harus ditunda atau secara teknis tidak mungkin
karena anatomi yang tidak menguntungkan (misalnya ukuran arteri pulmonary yang kecil atau
adanya malposisi yang dipisahkan oleh arteri besar). Pengobatan juga dapat membantu pasca
operasi jika shunt aortopulmonary tidak memadai dan aliran darah paru masih ductus-dependen.
Sebagai kesimpulan, kami sedang mengevaluasi kegunaan PG dalam pengelolaan kondisi ini.
Filosofi kami adalah dengan menggunakan PGE, (atau PGE2) sebagai pengobatan darurat dalam
persiapan untuk operasi. Senyawa ini pertama diinfuskan selama kateterisasi diagnostik jantung,
dan jika respon yang tepat diperoleh, infus dilanjutkan sampai dengan dan selama operasi. Di
masa mendatang ketersediaan long-acting PG analog dengan aktivitas-dilatasi duktus senyawa
PGE, dan tidak ada efek samping, mungkin baru mampu melakukan pendekatan medis pada
pengelolaan bayi baru lahir dengan penyakit jantung sianosis, memungkinkan dokter untuk
menunda operasi hingga bayi lebih tua dan lebih mampu mentolerir operasi.
REFRAT
E-TYPE PROSTAGLANDIN
TERAPI EMERGENSI UNTUK MALFORMASI KONGENITAL JANTUNG SIANOTIK
Disusun Oleh :
Medha Gitta Anindita G0005132
Nurul Ahyani 2051210056
Pembimbing :
Sri Lilijanti W., dr, Sp.AK
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2011