e-Buletin iSIKHNAS · Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu 3 Memasuki tahun terakhir...

16
1 Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu Sistem Informasi Kesehatan Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tim Redaksi: Penanggung Jawab: drh. Boethdy Angkasa, M.Si Kontributor: drh. M. M. Hidayat, M. Sc; AIPEID Penyunting: drh. Albertus T. Muljono, M. Sc Penerjemah: AIPEID Desain Grafis: Nanda Aprilia Fotografi: Dokumentasi AIPEID Daftar Isi Volume 4 | April 2018 e-Buletin iSIKHNAS Gedung C Lantai 9, Kementerian Pertanian, Ragunan. Jakarta Selatan - Indonesia Telp: +62 21 7815783 Email: [email protected] http://keswan.ditjenpkh.pertanian.go.id/ Berita Terkini 3 Kewaspadaan Dini Penyakit Hewan Menular Strategis 4 Program Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi dan Kerbau (SIWAB) 8 Pemotongan Ternak di RPH 9 Analisis Data iSIKHNAS 10 Apakah ada kaitan antara penggunaan obat antibakterial dan perkembangan penyakit di Provinsi Jambi? 10 Apa saja karakteristik populasi sapi di kabupaten Bangkalan? 12 Pengobatan apa saja yang diberikan di kabupaten Lamongan selama tahun 2016? 13 Apa yang dapat kita ketahui dari iSIKHNAS mengenai diare pada sapi di Sulawesi? 15 Informasi apa yang dapat diperoleh dari kegiatan surveilans Salmonella sp. di Indonesia? 16

Transcript of e-Buletin iSIKHNAS · Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu 3 Memasuki tahun terakhir...

1

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

Sistem Informasi Kesehatan HewanDirektorat Kesehatan HewanDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Tim Redaksi:

Penanggung Jawab: drh. Boethdy Angkasa, M.SiKontributor: drh. M. M. Hidayat, M. Sc; AIPEIDPenyunting: drh. Albertus T. Muljono, M. ScPenerjemah: AIPEIDDesain Grafis: Nanda ApriliaFotografi: Dokumentasi AIPEID

Daftar Isi

Volume 4 | April 2018

e-Buletin iSIKHNAS

Gedung C Lantai 9, Kementerian Pertanian, Ragunan. Jakarta Selatan - IndonesiaTelp: +62 21 7815783Email: [email protected]://keswan.ditjenpkh.pertanian.go.id/

Berita Terkini 3

Kewaspadaan Dini

Penyakit Hewan Menular Strategis 4

Program Percepatan Peningkatan Populasi

Ternak Sapi dan Kerbau (SIWAB) 8

Pemotongan Ternak di RPH 9

Analisis Data iSIKHNAS 10

• Apakah ada kaitan antara penggunaan obat antibakterial

dan perkembangan penyakit di Provinsi Jambi? 10

• Apa saja karakteristik populasi sapi di kabupaten

Bangkalan? 12

• Pengobatan apa saja yang diberikan di kabupaten

Lamongan selama tahun 2016? 13

• Apa yang dapat kita ketahui dari iSIKHNAS mengenai

diare pada sapi di Sulawesi? 15

• Informasi apa yang dapat diperoleh dari kegiatan

surveilans Salmonella sp. di Indonesia? 16

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

e-Buletin iSIKHNASVolume 4 | April 2018

2

Buletin ini menyediakan informasi singkat mengenai kegiatan dan juga laporan yang masuk ke dalam Sistem Informasi Peternakan dan Kesehatan Hewan (iSIKHNAS) selama Maret 2018. Untuk Informasi lebih lengkap, silakan akses www.isikhnas.com menggunakan akun anda.

3Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

Memasuki tahun terakhir program kerjasama Australia Indonesia untuk penyakit-penyakit menular yang baru muncul (AIPEID), kegiatan program difokuskan untuk memastikan keberlanjutan program melalui Knowledge Transfer yang efektif. Dalam pengelolaan iSIKHNAS, serangkaian kegiatan telah dilakukan

untuk memastian bahwa champion memiliki kemampuan teknis dan manajemen yang dibutuhkan dalam pengelolaan iSIKHNAS. Sebagai bagian dari proses knowledge transfer ini maka pada tanggal 9 – 13

April 2018, AIPEID melaksanakan kegiatan pelatihan komunikasi tentang iSIKHNAS yang diikuti oleh para champion iSIKHNAS dan juga staff bagian humas dari dirjen PKH.

Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan champion dalam mengembangkan informasi tentang iSIKHNAS yang akan dipublikasikan secara online khususnya melalui website iSIKHNAS.

Website iSIKHNAS adalah flatform utama yang menjadi media komunikasi antara pengelola system dan pengguna iSIKHNAS di semua tingkat. Hal ini termasuk mensosialisasikan perkembangan fitur-fitur iSIKHNAS, cara pengiriman laporan, cara analisa data iSIKHNAS dan lain-lain. Media ini bersifat tertutup yang hanya dapat diakses oleh pengguna yang telah diberi akses.

Disamping website yang hanya dapat diakses oleh pengguna, tersedia juga website publik yang berisi informasi umum yang dimaksudkan untuk mengedukasi khalayak tentang iSIKHNAS dan bagaimana informasi yang diperoleh dari system ini dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan peternakan dan kesehatan hewan.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi yang akan ditayangkan melalui website iSIKHNAS, melalui pelatihan komunikasi iSIKHNAS ini peserta berlatih menulis artikel tentang iSIKHNAS dengan segmen pembaca yang berbeda yaitu pengguna iSIKHNAS dan masyarakat umum, membuat video tutorial, mendesain short paper dan bulletin, upload informasi ke website, dan mengelola informasi iSIKHNAS melalui media sosial.

Dengan menyiapkan informasi melalui berbagai pilihan media, pengguna iSIKHNAS dapat memperoleh informasi terkini yang mereka butuhkan agar dapat menggunakan system ini secara optimal.

Berita TerkiniPelatihan Komunikasi iSIKHNAS

Modul-modul pelaporan iSIKHNAS juga dibuat dalam bentuk video tutorial agar pengguna dapat mempelajarinya dengan mudah.

Melalui pelatihan ini peserta berlatih menulis artikel, mendesain dan kemudian menggunggah ke website iSIKHNAS

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

e-Buletin iSIKHNASVolume 4 | April 2018

4

Kewaspadaan DiniPenyakit Hewan Menular StrategisKolom ini menyediakan laporan dari gejala klinis, diagnosis banding, maupun diagnosis definitif dari petugas lapangan. Laporan dari petugas lapangan ini dapat dijadikan sebagai kewaspadaan dini dari setiap kabupaten/kota dan provinsi. (Laporan iSIKHNAS No. 1 dan No. 26)

RABIESLaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif

Provinsi Kabupaten Kabupaten

Bali Bangli, Buleleng, Denpasar, Gianyar, Jembrana, Karang Asem, Klungkung, Tabanan

Bengkulu Kaur

Jambi Batanghari

Kalimantan Barat Bengkayang, Ketapang, Melawi, Sambas, Singkawang

Kubu Raya, Landak

Kalimantan Selatan Banjar

Nusa Tenggara Timur Ende

Riau Indragiri Hulu

Sulawesi Selatan Enrekang, Sinjai, Toraja Utara

Sulawesi Tenggara Kendari

Sumatera Barat Tanah Datar

Sumatera Selatan Muara Enim

Lampung Bandar Lampung, Way Kanan

Riau Bengkalis, Kampar, Siak

Sumatera Barat Pariaman, Pasaman Barat, Sijunjung

5Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

JEMBRANALaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif

Provinsi Kabupaten Kabupaten

Bengkulu Mukomuko, Seluma

Jambi Batanghari, Bungo, Kerinci, Muaro Jambi, Sarolangun, Tebo

Kalimantan Selatan Banjar

Riau Bengkalis, Indragiri Hulu Kampar

Lampung Lampung Utara, Mesuji

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

e-Buletin iSIKHNASVolume 4 | April 2018

6

BRUCELLOSISLaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif

Provinsi Kabupaten Kabupaten

Bangka Belitung Pangkal Pinang

Lampung Lampung Tengah, Lampung Timur

HPAILaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif

Provinsi Kabupaten Kabupaten

Lampung Bandar Lampung, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara

Sumatera Selatan Banyu Asin, Ogan Ilir

7

HOG CHOLERALaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif

Provinsi Kabupaten Kabupaten

Sulawesi Selatan Gowa

Lampung Lampung Selatan

ANTHRAXLaporan Dugaan Kasus Positif Laporan Kasus Positif

Provinsi Kabupaten Kabupaten

N/A N/A

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

e-Buletin iSIKHNASVolume 4 | April 2018

8

Laporan ini dapat digunakan untuk membandingkan data yang masuk ke dalam iSIKHNAS dengan target yang telah disepakati. Bagi Provinsi yang belum mencapai target, agar dapat ditelusuri apakah memang kegiatan dilapangan belum optimal atau pelaporan ke ISIKHNAS yang belum optimal. Pelatihan pengguna dan pelaporan susulan melalui spreadsheet dapat menjadi solusi untuk perbaikan pelaporan ke ISIKHNAS.

Catatan: 0 pada data iSIKHNAS merupakan (-), yaitu tidak ada laporan.

Program Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi dan Kerbau (SIWAB)Laporan iSIKHNAS No. 337

Provinsi Inseminasi Buatan Pemeriksaan Kebuntingan Kelahiran Abortus

Aceh 4.683 3.926 1.758 5

Sumatra Utara 14.522 11.330 4.275 10

Sumatra Barat 9.575 6.149 3.126 29

Riau 3.369 4.277 1.598 31

Jambi 1.984 1.415 976 2

Sumatra Selatan 4.329 1.753 713 3

Bengkulu 905 1.007 187 5

Lampung 27.918 17.342 6.583 64

Bangka Belitung 103 215 161 2

Kepulauan Riau 76 100 48 -

Dki Jakarta 120 10 14 -

Jawa Barat 14.031 8.971 4.035 175

Jawa Tengah 79.447 32.915 15.110 110

Di Yogyakarta 13.103 6.165 2.905 63

Jawa Timur 179.067 84.634 26.467 131

Banten 233 352 67 -

Bali 7.644 7.465 4.106 2

Nusa Tenggara Barat 8.862 8.672 3.032 17

Nusa Tenggara Timur 391 653 37 -

Kalimantan Barat 2.231 1.221 766 4

Kalimantan Tengah 546 354 130 1

Kalimantan Selatan 2.223 1.803 1.351 7

Kalimantan Timur 869 1.268 383 9

Kalimantan Utara 327 197 73 3

Sulawesi Utara 1.273 1.105 333 -

Sulawesi Tengah 4.811 1.289 1.071 7

Sulawesi Selatan 8.971 6.425 1.911 66

Sulawesi Tenggara 2.022 1.839 1.360 23

Gorontalo 1.443 1.688 560 1

Sulawesi Barat 1.073 529 308 15

Maluku 200 122 24 -

Maluku Utara 478 633 259 -

Papua Barat 52 103 57 -

Papua 91 101 99 2

Total 396.972 216.028 83.883 787

9Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

Pemotongan Ternak di RPH

Sebaran pemotongan ternak di RPH.

Jumlah dan komposisi ternak besar dipotong di RPH.

Laporan iSIKHNAS No. 122 dan 213

50

43.202

28.541

1.4501.232

858

18.508

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

e-Buletin iSIKHNASVolume 4 | April 2018

10

Analisis Data iSIKHNAS

1. Apakah ada kaitan antara penggunaan obat antibakterial dan perkembangan penyakit di Provinsi Jambi?

Provinsi Jambi terletak di pesisir timur wilayah Sumatera bagian tengah. Penggunaan obat-obatan antibakterial pada hewan merupakan isu yang penting karena dapat mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung

akibat adanya residu dalam produk hewan maupun tidak langsung melalui resistansi antimikrobial. Studi singkat ini menganalisis penggunaan obat antibakterial dalam beberapa kasus penyakit yang berbeda dan

potensi dampaknya terhadap perkembangan penyakit.

METODOLOGI

iSIKHNAS menjadi sumber data penyakit ruminan yang dilaporkan secara elektronik oleh Dinas Kesehatan Hewan Provinsi Jambi. Laporan Web nomor 149 digunakan untuk memperoleh data jumlah hewan yang pulih dan mati setelah mendapatkan pengobatan antibakterial untuk 10 jenis penyakit hewan yang paling umum (lihat Gambar 1). Studi ini terbatas pada analisis kasus-kasus dimana data respon, pengobatan, dan perkembangan penyakit dapat diperoleh. Analisis ini tidak menyertakan kasus-kasus dengan beberapa diagnosis banding.

HASIL DAN INTERPRETASI

Demam 3 hari (Bovine Ephemeral Fever), helmintiasis, skabies, tidak ada penyakit, dan malnutrisi merupakan lima hasil diagnosis utama yang dilaporkan dalam kelompok data yang digunakan.

Proporsi jumlah hewan yang mati akibat penyakit dalam studi ini cukup rendah: Rata-rata 2,6%. Angka tersebut bervariasi dari 0% pada hewan yang tidak sakit hingga 5,3% pada hewan yang terkena kecelakaan. Proporsi rata-rata hewan yang diobati dengan obat-obatan antibakterial adalah 40%. Proporsi ini cukup tinggi pada kasus pink eye (99%), pneumonia, dan kecelakaan namun cukup rendah pada kasus skabies (1%), helmintiasis, dan kembung/timpani ruminal

Gambar 1. Contoh tampilan laporan Web nomor 149.

11Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

Penyakit Diberikan obat antibakterial?

Hewan yang pulih (jumlah

dan %)

Hewan yang mati (jumlah

dan %)

% hewan yang diobati dengan antibakterial?

Rasio ganjil kelangsungan hidup untuk yang diobati dan tidak diobati dengan interval

keyakinan 95%

Bovine Ephemeral Fever (Demam 3 hari)

Tidak 3479 (98%) 57 (2%)19% 1.00 [0.55; 1.80]

Ya 811 (98%) 14 (2%)

HelminthiasisTidak 5304 (99%) 11 (1%)

5% 1.00 [0.13; 7.76]Ya 301 (99%) 1 (1%)

SkabiesTidak 6154 (99%) 5 (1%)

1% 0.99 [0.05; 18.37]Ya 58 (100%) 0 (0%)

Tidak sakitTidak 7272 (99%) 1 (1%)

4% 1.00 [0.06; 15.97]Ya 270 (99%) 1 (1%)

MalnutrisiTidak 1317 (99%) 10 (1%)

11% 0.97 [0.35; 2.71]Ya 162 (96%) 6 (4%)

Pink EyeTidak 35 (100%) 0 (0%)

99% 1.01 [0.05; 18.88]Ya 2327 (99%) 5 (1%)

PneumoniaTidak 70 (93%) 5 (7%)

92% 1.03 [0.39; 2.72]Ya 803 (96%) 33 (4%)

KecelakaanTidak 137 (90%) 15 (10%)

81% 1.06 [0.55; 2.04]Ya 637 (95%) 28 (5%)

MiasisTidak 187 (100%) 0 (0%)

74% 1.00 [0.05; 18.91]Ya 528 (99%) 4 (1%)

Kembung / timpani ruminal

Tidak 331 (88%) 45 (12%)6% 0.90 [0.32; 2.53]

Ya 19 (79%) 5 (21%)

Gambar 2. Perkembangan penyakit yang berbeda dengan atau tanpa pengobatan antibakterial,

diurutkan dari peringkat frekuensi yang tertinggi.

Menarik untuk dicatat bahwa 270 ekor hewan dengan diagnosis tidak sakit tetap mendapatkan pengobatan antibakterial. Dalam kasus pneumonia dan kecelakaan, proporsi hewan yang pulih setelah diobati dengan obat antibakterial sedikit lebih tinggi dibanding hewan yang tidak mendapatkan pengobatan yang sama. Proporsinya sedikit lebih rendah pada kasus malnutrisi dan kembung/timpani ruminal. Akan tetapi, tidak terdapat rasio ganjil dengan perbedaan yang cukup signifikan secara statistik dari nilai satu (rasio ganjil bernilai 1.0 mengindikasikan tidak adanya perbedaan hasil (kelangsungan hidup) antara hewan yang diobati dan yang tidak). Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh jumlah pengamatan yang terbatas, namun dapat pula disebabkan oleh banyaknya faktor dan bias bauran lain yang bisa mempengaruhi efek pengobatan antibakterial terhadap perkembangan penyakit.

Sebagai kesimpulan, kendati obat-obatan antibakterial sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit hewan di Provinsi Jambi dalam rentang waktu studi ini, namun tidak terlihat kaitan yang signifikan antara penggunaan obat-obatan antibakterial dengan perkembangan kasus penyakit.

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

e-Buletin iSIKHNASVolume 4 | April 2018

12

2. Apa saja karakteristik populasi sapi di kabupaten Bangkalan?

Upaya intensif untuk mencatat identifikasi semua ternak sapi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal tahun 2017. Studi ini menggunakan informasi tersebut untuk mendeskripsikan karakteristik jenis ras, jenis kelamin, dan umur populasi sapi di kabupaten Bangkalan.

METODOLOGI

Data menyangkut semua hewan ruminan besar yang teridentifikasi di kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, diperoleh dari iSIKHNAS dengan menggunakan laporan Web nomor 153 dan 240. Sementara aplikasi Excel digunakan untuk meringkas data dan menghasilkan grafik berikut ini. Semua data kerbau tidak disertakan karena hanya terdapat 5 ekor yang terdaftar.

HASIL DAN INTERPRETASI

Hingga 1 Juni 2017, terdapat 30.941 ekor sapi yang teridentifikasi secara individual di dalam iSIKHNAS. Distribusi berdasarkan jenis ras dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Distribusi jenis ras sapi di wilayah kabupaten Bangkalan.

Hampir semuanya merupakan sapi ras Madura, baik ras murni (92%) maupun persilangan (4%). Sisanya terdiri dari sapi Limousin (4%) dan beberapa sapi perah (<0,01%). Populasi sapi di kabupaten ini sangat homogen jika dibandingkan dengan daerah lain (lihat Studi 23 A untuk melihat contohnya).

Gambar 2. Piramida umur-jenis kelamin pada populasi sapi.

Grafik piramida umur populasi sapi di daerah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Sapi betina meliputi 94% dari total populasi. Sapi betina tertua dilaporkan berumur 30 tahun, sedangkan sapi jantan termuda berumur 12 tahun. Rasio perbandingan jenis kelamin menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak sapi betina dalam semua kelompok umur, bahkan diantara anakan (61% anakan sapi berumur kurang dari satu tahun adalah betina). Terlihat adanya penurunan di kedua sisi piramida untuk kategori umur 1 tahun. Anomali ini mungkin disebabkan oleh kejadian pada tahun sebelumnya. Misalnya lebih sedikit anakan yang lahir, lebih banyak anakan yang mati pada tahun pertama kelahiran atau lebih banyak anakan yang dijual ke luar daerah dibanding tahun-tahun lainnya. Grafik ini memiliki bentuk piramida biasa dimana kelompok umur-jenis kelamin terbesar terdiri dari sapi betina produktif berumur 4 dan 5 tahun. Untuk sapi jantan, ukuran kelompok menurun dengan cepat seiring pertambahan umur seperti yang diperkirakan. Secara keseluruhan, populasi sapi di kabupaten ini berumur lebih muda dari hasil studi kasus lainnya (Studi 23 A) dengan nilai median pada umur 4 dan 5 tahun.

13Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

3. Pengobatan apa saja yang diberikan di kabupaten Lamongan selama tahun 2016?

Sepanjang tahun 2016, iSIKHNAS mencatat lebih dari 6.700 kasus penyakit di kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Studi ini memaparkan distribusi temporal dan proporsi kasus yang membutuhkan pengobatan, serta memberikan peringkat pada jenis obat-obatan utama yang digunakan di seluruh provinsi.

METODOLOGI

• Data yang digunakan berasal dari kabupaten Lamongan, Jawa Timur, pada periode Januari hingga Desember 2016 dan diambil dari iSIKHNAS dengan menggunakan laporan 339.

• Data tersebut diunduh dalam bentuk berkas CSV untuk setiap jenis obat dan dikompilasi dalam satu berkas XLS.

• Fungsi ringkasan dan grafik Excel digunakan untuk menghasilkan statistik deskriptif dan menampilkan jumlah kasus yang diobati dengan jenis obat tertentu, kemudian diurutkan dari jumlah terbanyak berdasarkan frekuensi.

HASIL DAN INTERPRETASI

Gambar 1. Jumlah kasus keseluruhan dan jumlah kasus yang diobati sepanjang

tahun 2016.

Jumlah kasus yang dilaporkan per bulan bervariasi sepanjang tahun (Gambar 1). Jumlah kasus terbanyak dilaporkan pada bulan November dan paling sedikit pada bulan April. Secara rata-rata, 89% kasus mendapatkan paling sedikit satu jenis pengobatan (semua jenis pengobatan ikut dipertimbangkan). Proporsi ini bervariasi setiap bulannya dari 81% di bulan April hingga 96% pada bulan Desember.

Gambar 2 menunjukkan jenis obat-obatan yang digunakan beserta frekuensinya. Suplemen diberikan pada hampir 70% dari jumlah kasus yang membutuhkan pengobatan. Dalam ke-banyakan kasus tersebut, hewan yang sakit mendapatkan suntikan vitamin B (B1, B12 atau B-kompleks). Obat antibakterial cukup sering digunakan (44%), khususnya oksitetrasiklin dan sul-fonamid. Analgesik diberikan pada sepertiga jumlah kasus, terutama dalam bentuk dipiron. Setengah dari seluruh obat-obatan yang digunakan mengandung empat komponen aktif berikut ini: Dipiron, B-kompleks, oksitetrasiklin, dan difenhidramin. Penggunaan analgesik umumnya meningkat sepanjang tahun (dari 16% kasus yang diobati pada bulan Maret hingga 42% di bulan Desember), tetapi tidak terlihat adanya variasi pola penggunaan yang signifikan untuk obat jenis lain sepanjang tahun.

Dapat disimpulkan bahwa suplemen, obat antibakterial, dan analgesik merupakan jenis obat-obatan yang paling sering digunakan di kabupaten Lamongan sepanjang tahun 2016.

Gambar 2. Peringkat jenis obat berdasarkan frekuensi penggunaannya

sepanjang tahun 2016.

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

e-Buletin iSIKHNASVolume 4 | April 2018

14

4. Apa yang dapat kita ketahui dari iSIKHNAS mengenai diare pada sapi di Sulawesi?

Diare adalah tanda klinis yang banyak dilaporkan oleh peternak dan petugas kesehatan hewan. Diare dapat disebabkan oleh beberapa hal dan memiliki tingkat keparahan yang bervariasi. Laporan singkat ini menggunakan data iSIKHNAS yang diperoleh dari laporan 276 untuk menjawab pertanyaan mengenai diare pada sapi di Sulawesi antara periode Mei 2013 hingga Mei 2017.

Gambar 1. Diagnosis banding kasus diare.

Apa yang menyebabkan diare pada sapi di Sulawesi?

Sejak Mei 2013 hingga Mei 2017, terdapat 11.794 laporan kasus diare pada sapi di Sulawesi yang tercatata dalam iSIKHNAS. Diare dapat disebabkan oleh banyak hal. Laporan 276 dan aplikasi Excel digunakan untuk menelusuri diagnosis banding yang paling banyak dilaporkan dalam kasus diare di Sulawesi. Helmintiasis adalah diagnosis banding yang paling banyak dilaporkan dalam kasus diare pada sapi di Sulawesi dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Apakah diare pada sapi memiliki pola musiman?

Helmin—diagnosis banding yang paling banyak dilaporkan dalam kasus diare pada sapi—dapat berkembang biak dalam kondisi lingkungan yang mendukung. Laporan 276 dan aplikasi Excel digunakan untuk menghasilkan Gambar 2 yang mengindikasikan bahwa diare pada sapi paling banyak dilaporkan selama periode bulan Desember. Namun kecenderungan peningkatan jumlah kasus dapat disebabkan oleh bertambahnya jumlah pengguna iSIKHNAS yang terdaftar dan meningkatnya penggunaan sistem.

Gambar 2. Jumlah laporan sapi terkena diare yang tercatat dalam iSIKHNAS..

Apabila pola penyakit bersifat musiman, maka iklim biasanya ikut berperan. Untuk menelusuri kaitan antara jumlah kasus diare pada sapi yang dilaporkan dan curah hujan, laporan ini mengkorelasikan data curah hujan bulanan di wilayah Makassar yang diperoleh secara daring dan laporan kasus diare yang diperoleh dari laporan 276. Gambar 3 menunjukkan hasilnya. Perlu dicatat bahwa data curah hujan untuk tahun 2017 tidak tersedia dan kasus yang dilaporkan berasal dari seluruh wilayah Sulawesi, tidak hanya dari Makassar. Tampak terdapat jumlah kasus diare yang cukup besar pada bulan Desember dan bertepatan dengan periode musim hujan. Akan tetapi, pada tahun 2015 dan 2016 terdapat pula peningkatan jumlah kasus diare pada bulan Agustus.

15Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

Ringkasan dan Kesimpulan

• Helmintiasis adalah diagnosis banding dalam kasus diare pada sapi yang paling banyak diterima iSIKHNAS dari wilayah Sulawesi.

• Kasus diare paling banyak ditemukan pada bulan Desember, ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya perkembangan helmin pada periode curah hujan yang tinggi.

• Pada tahun 2015 dan 2016, terjadi peningkatan jumlah kasus diare di sekitar bulan Agustus kendati curah hujan rendah. Ini mungkin terkait dengan temperatur yang tinggi, tetapi bukti yang ada kurang meyakinkan.

• Strategi pengendalian diare, khususnya jika disebabkan oleh helmintiasis, perlu mempertimbangkan peran iklim dan pola musiman.

Gambar 3. Jumlah kasus diare terkait dengan curah hujan.

Untuk menelusuri peningkatan jumlah kasus pada bulan Agustus 2015 dan 2016, laporan ini mengkorelasikan data temperatur rata-rata bulanan di wilayah Makassar yang diperoleh secara daring dan jumlah kasus diare yang diperoleh dari laporan 276 untuk menghasilkan Gambar 4 yang menunjukkan bahwa peningkatan tersebut terkait dengan lonjakan temperatur pada periode tertentu dan tidak berlaku secara umum.

Gambar 4. Jumlah kasus diare yang terkait dengan temperatur.

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu

e-Buletin iSIKHNASVolume 4 | April 2018

16

Spesies Salmonella, khususnya S. enterica, dapat ditemukan di berbagai tempat dan merupakan patogen penyebab penyakit seperti keracunan makanan dan demam tifoid. Indonesia termasuk negara yang telah menerapkan surveilans terhadap patogen ini dalam produk hewan untuk konsumsi manusia. Studi ini meringkas hasil kegiatan tersebut dalam rentang waktu dua tahun terakhir.

METODOLOGI

Studi ini mengambil data iSIKHNAS yang diperoleh dari laboratorium di seluruh Indonesia pada periode Januari 2015 hingga Desember 2016 yang terkait dengan kegiatan surveilans. Grafik jumlah sampel produk makanan yang melalui uji Salmonella setiap bulannya diperoleh dari laporan Web 234. Studi ini menggunakan laporan Web 246 untuk mendapatkan data jenis spesimen dan spesies dari seluruh sampel yang diuji dalam surveilans Salmonella pada periode yang sama. Aplikasi Excel digunakan untuk meringkas data dari laporan 246 dengan batasan sampel untuk produk konsumsi manusia saja.

HASIL DAN INTERPRETASI

Secara keseluruhan, 1.662 spesimen melalui uji Salmonella sp. selama periode studi. Kebanyakan sampel berasal dari produk unggas (daging dan telur, 56%) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. 33% spesimen berupa daging dan susu dari sapi, kerbau, dan ruminan kecil sementara 9% lainnya berupa daging babi. Hanya 2% sampel yang tidak memiliki informasi jenis spesies.

Gambar 1. Jumlah spesimen yang melalui uji Salmonella berdasarkan jenis produk.

Rata-rata 76 sampel diuji setiap bulannya, tetapi ini bervariasi dari 6 sampel di bulan Januari 2016 hingga 211 sampel di bulan Oktober 2015. Pada bulan biasa, prevalensi sampel positif sebesar 3,5% dan prevalensi rata-rata selama periode studi sebesar 4,6%. Proporsi maksimum untuk sampel positif adalah 20% pada bulan April 2015. Tidak ada sampel positif yang terdeteksi selama 12 bulan dalam rentang waktu pengiriman sampel selama 22 bulan.

Secara statistik, terdapat lebih banyak sampel per bulan yang dikirimkan pada tahun 2015 ketimbang 2016 (rata-rata 110 sampel pada 2015 dan 47 sampel pada 2016, ANOVA nilai P<0,01). Tidak ada perbedaan prevalensi sampel positif yang ditemukan diantara kedua tahun tersebut. Sebaiknya dilakukan penelaahan untuk menentukan apakah jumlah sampel yang lebih sedikit di tahun 2016 disebabkan oleh penurunan kegiatan pengujian laboratorium atau penurunan penggunaan iSIKHNAS untuk mengelola data laboratorium.

Gambar 2. Jumlah sampel yang dikirimkan untuk pengujian Salmonella pada tahun 2015 berdasarkan bulan.

Gambar 3. Jumlah sampel yang dikirimkan untuk pengujian Salmonella pada tahun 2016 berdasarkan bulan.

5. Informasi apa yang dapat diperoleh dari kegiatan surveilans Salmonella sp. di Indonesia?