DTK dk 3

30

Click here to load reader

description

diskusi topik khusus

Transcript of DTK dk 3

Pemicu Diskusi Topik Khusus (DTK) : Pemilihan Obat Anti Inflamasi Non-steroidtn. Reuma, 49 tahun datang dengan keluhan susah digerakkan pada pergelangan tangan dan kaki terutama pada pagi hari, yang disertai adanya nyeri jika digunakan untuk olah raga bulu tangkis.Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema pada kedua persendian tersebut.Dari pemeriksaan darah didapatkan : Rheumatoid factor (+), hasil lain dalam batas normalPs didiagnosis menderita rheumatoid arthritis.Pasien kemudian mendapat terapi dengan Piroxicam tablet 20 mg 1 kali sehari selama 1 minggu, yang kemudian diubah menjadi 10 mg 2 kali sehari pada minggu kedua. Ps merasa keluhannya berkurang, tetapi sering merasakan nyeri ulu hati dan dada terasa panas, yang tidak dapat dihilangkan dengan konsumsi Antasida tablet 3 kali sehari (1/2 jam sebelum makan). Oleh dokter, ps kemudian mendapat terapi meloxicam 15 mg 1 kali sehari, dengan terapi ini ps merasakan keluhannya pada daerah sendi berkurang, demikian juga dengan nyeri ulu hatinya.

Tugas mahasiswa :1. Diskusikan tentang dasar pemilihan obat-obatan yang digunakan dalam kasus tersebut(berdasarkan Diagnosis, kondisi pasien, golongan obat, dan efek samping yang mungkin ditimbulkan) 1. Menurut Anda, apakah OAINS yang digunakan sudah tepat? (sebutkan alasannya)1. Jika Anda adalah dokter yang dikunjungi oleh Tn. Reuma saat pertama kali konsultasi, terapi apa yang akan Anda lakukan terhadap ps tersebut? (farmakologi dan non-farmakologi)1. Tuliskan dengan tepat resep dari obat-obatan yang digunakan dalam kasus tersebut ! 1. Perhatikan resep berikut :

dr. Artrita(SIP: 983920/jdj/2010)Jl. A. Yani Komp. Untan Telp. 712345Pontianak, 4 Januari 2011

R/ meloxicam tab No. 10 S 1 dd 1 p.r.npro : Tn. RheumaUsia: dewasaAlamat :-

Lakukan Analisa terhadap resep tersebut (berdasarkan komponen yang harus ada dalam penulisan resep)

KLARIFIKASI DAN DEFINISI a. Nyeri, didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan.b. Edema, istilah ini menandakan meningkatnya cairan dalam ruang jaringan interstisial.c. Sendi, adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih, baik terjadi pergerakan atau tidak terjadi pergerakan.d. Rheumatoid factor, adalah suatu autoantibodi terhadap epitope fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70 sampai 90% pasien RA. e. Rheumatoid arthritis, adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular.f. Piroxicam, adalah salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat.g. Antasida, adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik.h. Meloxicam, adalah salah satu AINS yang tergolong prefential COX-2 lebih dari COX-1.LEARNING ISSUEa. Dasar pemilihan obat-obatan yang digunakan dalam kasus tersebut (berdasarkan diagnosis, kondisi pasien, golongan obat, dan efek samping yang mungkin ditimbulkan)b. Apakah oains yang digunakan sudah tepat? (alasannya)c. Jika anda adalah dokter yang dikunjungi oleh Tn.Reuma saat pertama kali konsultasi, terapi apa yang akan anda lakukan terhadap pasien tersebut? (farmakologi dan non-farmakologi)d. Menuliskan dengan tepat resep dari obat-obatan yang digunakan dalam kasus tersebut.e. Lakukan analisa terhadap resep di atas (berdasarkan komponen yang harus ada dalam penulisan resep)PEMBAHASAN3. Dasar pemilihan obat-obatan yang digunakan dalam kasus.1. Berdasarkan diagnosisPasien dalam kasus ini, Tn. Reuma, didiagnosis menderita rheumatoid arthritis (RA). RA merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus.1Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.2Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.3Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali.4Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum1. Kondisi PasienPasien, Tn.Reuma, laki-laki berusia 49 tahun mengeluhkan pergelangan tangan dan kaki susah digerakkan terutama pada pagi hari dan nyeri saat bermain bulutangkis. Untuk menangani RA yang diderita, mulanya pasien diberikan obat dari golongan AINS yaitu piroxicam yang memiliki waktu paruh yang tinggi (lebih dari 45 jam) serta efek samping terutama yang berat terhadap gastrointestinal. Beberapa hal yang umumnya menjadi pertimbangan dokter dalam memilih OAINS adalah khasiat anti inflamasinya, efek samping obat, kenyamanan/kepatuhan pasien, dan biaya. Karena faktor seperti khasiat anti inflamasi, efek analgesik, beratnya efek samping atau biaya dari berbagai jenis OAINS saat ini umumnya masih tidak jauh berbeda, sejak beberapa tahun terakhir ini pilihan OAINS lebih banyak bergantung pada faktor kenyamanan dan kepatuhan pasien dalam menggunakan OAINS.Kemungkinan mengapa dipilih piroxicam karena biasanya dokter cenderung memberikan OAINS dengan waktu paruh panjang untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien. Namun karena ternyata obat tersebut menimbulkan efek samping yang mengganggu kenyamanan pasien akhirnya dipilihlah meloxicam yang pada kadar 7,5 gram per hari kurang mengganggu saluran cerna jika dibandingkan dengan piroxicam 20 gram. Hanya saja barangkali dokter perlu mempertimbangkan dosis yang diberikan kepada pasien, sebagaimana yang terdapat di pemicu dosis meloxicam yang diresepkan dokter adalah 15 gram.

1. Berdasarkan golongan ObatGolongan obat yang dipilih pada kasus ini adalah obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). OAINS umumnya diberikan pada pasien RA sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. Sediaan AINS yang mampu menghambat sintesis mediator nyeri prostaglandin mempunyai struktur kimia yang heterogen dan berbeda di dalam farmakodinamiknya. Khasiat suatu AINS sangat ditentukan kemampuannya menghambat sintesis prostaglandin melalui hambatan aktivitas COX. Dari penelitian diketahui bahwa kadar PGE2 penderita rematik di plasma berkurang setelah pemberian diklofenak (dari 28.15 +/- 2.86 ng/mL menjadi 0.85 +/- 2.86 ng/mL setelah 4 jam pemberian) dan nimesulide (dari 24.45 +/- 2.71 ng/mL menjadi 1.74 +/- 2.71 ng/ mL setelah 2 jam pemberian) dan di cairan sinovium berkurang setelah pemberian diklofenak dan nimesulide (dari 319 +/- 89 pg/mL menjadi 235 +/- 72 pg/mL setelah 4 jam pemberian) bahkan pada pemakaian jangka lama kadar PGE2 di cairan sinovium dapat turun menjadi 61 +/- 24 pg/ mL. Aspirin dan meloxicam juga mampu menurunkan kadar prostaglandin di darah dan cairan sinovium.5OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim Cyclooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Prostaglandin mempunyai rumus asam lemak tak jenuh yang dihidroksilasi. Semula diduga sintesanya hanya dalam prostat, sehingga diberi nama demikian. Tetapi kemudian ternyata senyawa ini dapat dibentuk lokal di seluruh tubuh, misalnya di dinding lambung dan pembuluh, trombosit, ginjal, rahim dan paru-paru. Senyawa ini memiliki sejumlah efek fisiologi dan farmakologi luas, antara lain terhadap otot polos, agregasitromboit, produksi hormon, lipolisis di depot lemak dan SSP.Sejak tahun 1990-an penelitian tentang OAINS didominasi oleh penelitian pada 2 bentuk enzim COX, yaitu COX-1 dan COX-2. Penemuan mekanisme kerja golongan obat ini, yaitu penghambatan enzim COX yang telah mempercepat upaya pengembangan obat ini, terutama penghambat selektif enzim COX-2.6,8Mekanisme kerja utama obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) adalah menghambat bioseintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim COX. Kedua isoform COX ini akan dihambat oleh aspirin dan OAINS. Aspirin merupakan prototip dari salisilat, mempunyaikemampuan menghambat COX-1 dan COX-2 secara ireversibel.7Mekanisme kerja OAINS lainnya dalam menghambat COX adalah yang pertama melalui mediasi terhadap inhibisi time-independent dari COX yang tergantung dari konsentrasi obatnya. Kedua, beberapa OAINS (misalnya indomethacin dan flurbiprofen) memiliki kemampuan merangsang perubahan struktur time-dependent di tempat COX teraktivasi, yang dapat menyebabkan penghambatan aktivitas enzim semi-ireversibel.7Asam dari OAINS akan terkumulasi di dalam jaringan yang mengalami inflamasi, mukosa gastrointestinal, korteks ginjal, darah, dan di dalam sumsum tulang sesuai dengan keasaman alaminya (pKa 3-5,5) dan kapasitas terikat proteinnya yang tinggi (>90 %). Keadaan ini merupakan faktor penentu bukan saja untuk kemampuan anti-inflamasinya namun juga efek samping yang tidak diinginkan dari substansi OAINS ini.Penghambatan COX-1 menghindari pembentukan prostacyclin (PgI2) yang berdaya melindungi mukosa lambung dan ginjal, sehingga demikian bertanggung jawab untuk efek samping iritasi lambung-usus serta nefroksisitasnya. Atas dasar perbedaan ini telah dikembangkan OAINS selektif, yang terutama menghambat COX-2 dan kurang atau tidak mempengaruhi COX-1 sehingga PgI2 tetap dibentuk dan iritasi lambung-usus dihindari. Obat ini dinamakan penghambat COX-2 selektif dan yang kini dikenal adalah senyawasenyawa coxib celecoxib, rofecoxib, valdecoxib, parecoxib dan etoricoxib. Dua obat dengan selektivitas kurang tuntas adalah nabumeton dan meloxicam.Jenis prostaglandin yang dikenal termasuk dalam 3 kelompok, yakni:1) Prostaglandin A-F (PgA-PgF) yang dapat dibentuk oleh semua jaringan. Yang terpenting adalah PgE2 dan PgF2. Setiap Pg memiliki nomor sebanyak jumlah ikatan tak jenuhnya, jika perlu dengan tambahan alfa atau beta tergantung dari posisi rantai-sisinya dalam ruang. Zat-zat ini berdaya meradang dengan jalan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial. Selain itu reseptor nyeri disensibilisasi hingga efek dari mediator lain diperkuat.2) Prostacyclin (PgI2) dibentuk terutama di dinding pembuluh. Berdaya vasodilatasi (bronchi, lambung, rahim) dan antitrombotis, juga memiliki efek protektif terhadap mukosa lambung. Pada perokok dan pasien tukak lambung, produksi PgI2 menurun.3) Tromboxan (TxA2, TxB2) khusus dibentuk dalam trombosit. Berdaya vasokontriksi dan menstimulasi agregrasi pelat darah. Leukotrien LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4 adalah senyawa sisteinil (sulfidopeptida) yang dibentuk sebagai hasil metabolisme asam arachidonat. Zat-zat ini juga merupakan mediator radang dan nyeri. Melalui jalur lipooxygenase terbentuk LTA4 tidak stabil, yang oleh hidrolase diubah menjadi LTB4 atau LTC4. Yang terakhir dapat diubah lagi menjadi LTD4 dan LTE4.LTC4, LTD4 dan LTE4 terutama dibentuk di sel mast dan granulosit eosinofil dan berkhasiat vasokontriksi di bronchi dan mukosa lambung, juga meningkatkan hiperreaktivitas bronchi dan permeabilitas pembuluh paru dengan menimbulkan edema.1. Efek Samping ObatOAINS yang merupakan golongan obat yang dipilih untuk terapi pasien pada kasus ini, secara potensial umumnya bersifat toksik. Toksisitasnya yang umum dijumpai adalah efek sampingnya pada tractus gastrointestinalis, terutama jika OAINS digunakan bersama obat-obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaan stres. Usia juga merupakan suatu faktor resiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinalis akibat OAINS. Pada pasien yang sensitif dapat digunakan preparat OAINS yang berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release, atau non acidic. Akhir-akhir ini telah banyak digunakan OAINS yang bersifat selektif terhadap jalur COX-2 metabolisme asam arakhidonat. OAINS yang selektif terhadap jalur COX-2 umumnya kurang berpengaruh buruk pada mukosa lambung dibandingkan dengan preparat OAINS biasa.3. Ketepatan Penggunaan OAINS terhadap Kasus.Penggunaan piroxicam dalam kasus ini kurang tepat karena obat ini menimbulkan gangguan terhadap saluran cerna, terutama yang berat adalah menyebabkan tukak lambung. Akibat efek serius yang ditimbulkannya, pada tahun 2007 piroxicam hanya diperbolehkan digunakan oleh para spesialis rematologis. Pada kasus ini dokter memberikan piroxicam pada lini pertama terapi terhadap RA, padahal menurut EMEA penggunaan obat ini adalah sebagai lini kedua bila pengobatan dengan obat lain tidak berhasil.15 Sebaiknya dokter terlebih dahulu menganjurkan penggunaan meloxicam kepada pasien tersebut ataupun OAINS jenis lain yang kurang menimbulkan efek terhadap saluran cerna maupun organ lainnya. Apabila ternyata setelah dilakukan terapi dengan obat tersebut ternyata belum juga berhasil maka dapat diberikan piroxicam sebagai terapi lini selanjutnya.

2. PeroxicamMerupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivate asam enolat. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Absorbsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak lambung. Efek samping lain adalah pusing, tinnitus nyeri kepala dan eritema kulit. Indikasi piroksikam hanya untuk penyakit sendi misalnya arthritis rheumatoid, osteoartitis, spondilitis ankilosa. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon cukup dengan AINS yang lebih aman.9,10

2. MeloxicamCenderung menghambat COX-2 lebih dari COX-1, tetapi penghambatan COX-1 pada dosis terapi tetap nyata. Penelitian terbatas menyimpulkan efek samping meloksikam (7,5 mg per hari) terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam 20 mg sehari.9,10

3. Terapi pertama kali untuk Tn. Reuma (Farmakologi dan Non-farmakologi).Menurut kami, untuk terapi farmakologinya diberikan meloxicam dengan dosis 7,5 mg/hari dengan alasan untuk meminimalisir efek samping obat. Selain itu pasien juga diberikan penjelasan tentang penyakitnya. Dan menyarankan untuk melakukan aktivitas fisik setidaknya 2 kali sehari. Untuk olahraga yang berat seperti bermain bulutangkis, harus dihindari agar tidak memperburuk kerusakan sendi. Terapi non-farmakologi lainnya adalah sebagai berikut.

3. Edukasi11,12Langkah pertama untuk terapi non farmakologi RA adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit ini kepada pasien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologis, penyebab, dan prognosis penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini, dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. Bantuan dapat diperoleh melalui club penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang juga penderita artritis reumatoid, serta keluarga mereka. Pendekatan edukatif untuk pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatannya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan.Selain itu,penerangan pendidikan yang baik tentang kemungkinan faktor etiologi, patogenesis, riwayat alamiah penyakit dan penatalaksanaan AR kepada penderita mengenainya penyakitnya tersebut diharapkan dapat melakukan kontrol atas perubahan emosional, motivasi dan kognitif yang terganggu akibat penyakit ini. Dan saat ini telah banyak publikasi tentang manfaat pendidikan ini pada penderita AR. Salah satu yang banyak dilaksanakan di Amerika Serikat dan Kanada adalah The Arthritis Self Management Program, yang diperkenalkan oleh Lorig dank kawan-kawan dari Stanford University yang membuktikan bahwa peningkatan pengetahuan penderita tentang penyakitnya telah terbukti akan meningkatkan motivasinya untuk melakukan latihan yang dianjurkan, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri yang dialaminya.

3. Diet13Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi penyangga berat dan ini adalah prediktor tunggal paling baik dari kebutuhan operasi sendi. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan pengurangan simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 5 lb (2,5Kg) dapat menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga beban. Walau intervensi diet untuk yang berat badan berlebih masuk akal, tetapi ini membutuhakan motivasi yang kuat dan program penurunan badan yang terstruktur. Prinsip dasar pola diet untuk mendapatkan berat badan yang ideal dengan menerapkan pola makan secukupnya sesuai dengan energi yang diperlukan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pola makan pada pasien RA adalah sayur dengan porsi yang lebih banyak, buah, rendah lemak, dan kolesterol.

3. Terapi Fisik (Panas/Dingin)13,14Pada prinsipnya cara kerja terapi panas pada RA meningkatkan aliran darah ke daerah sendi yang terserang sehingga proses inflamasi berkurang. Selain itu terapi panas akan melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan kelenturan jaringan sehingga mengurangi rasa nyeri serta memungkinkan hasil terapi didapat secara optimal. Terapi panas dapat menggunakan lilin paraffin, microwave, ultrasound, atau air panas. Cara menggunakan air panas bisa dengan handuk hangat atau kantong panas yang ditempelkan pada sendi yang meradang atau dapat juga dengan mandi atau berendam dalam air yang panas. Terapi dingin bertujuan untuk membuat baal bagian yang terkena RA sehingga mengurangi nyeri, peradangan, serta kaku atau kejang otot. Cara terapi dingin adalah dengan menggunakan kantong dingin, atau minyak yang mendinginkan kulit dan sendi. Kompres dingin pada sendi reumatoid akan menghambat aktivitas kolagenase di dalam sinovium dan mengurangi spasme otot. Pemberian terapi dingin pada pasien RA sangat mudah diaplikasikan baik oleh pihak tenaga kesehatan ataupun oleh pasien. Terapi ini mudah digunakan, tidak mahal, dan dapat diaplikasikan. Aplikasi dingin pada kulit menyebabkan vasokontriksi kutan segera melalui mekanisme reflek dengan rangsangan saraf simpatetik dan secara langsung merangsang kontraksi otot polos. Vasokontriksi awal diperkirakan akibat peningkatan afinitas reseptor alfa adrenergik pascaperbatasan terinduksi dingin, terhadap norepinefrin yang ada yang ada dalam otot polos vaskuler. Terjadi vasodilatasi reaktif karena pendinginan lebih lanjut menginterupsi pelepasan norepineprin. Vasodilatasi menghangatkan jaringan, kembali melepaskan norepineprin ke reseptor yang tersentisasi.

3. Penulisan resep dari obat-obatan yang digunakan dalam kasus tersebut.Resep Untuk Minggu Pertama

dr. Artrita(SIP: 983920/jdj/2010)Jl. A. YaniKomp. UntanTelp. 712345Pontianak, 4 Januari 2011R/ Piroxicam 20 mgs.1.ddArtritaPro : Tn. Rheuma (49 tahun) Jl. Ayani no 54

Resep Untuk Minggu Kedua

dr. Artrita(SIP: 983920/jdj/2010)Jl. A. YaniKomp. UntanTelp. 712345Pontianak, 4 Januari 2011R/ Piroxicam10 mgs.2.ddArtritaPro : Tn. Rheuma (49 tahun) Jl. Ayani no 54

Resep Untuk Meloxicam

dr. Artrita(SIP: 983920/jdj/2010)Jl. A. YaniKomp. UntanTelp. 712345Pontianak, 4 Januari 2011R/ Meloxicam15 mgs.1.ddArtritaPro : Tn. Rheuma (49 tahun) Jl. Ayani no 54

3. Analisis resep yang tepat.Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut. Nama, alamat dan nomor izin praktik dokter, dokter gigi, atau dokter hewan. Tanggal penulisan resep Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep Nama setiap obat dan komposisinya Aturan pemakaian obat yang tertulis Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan Tanda seru dan/atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis maksimalnya.Beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam penulisan resep yang diberikan pada kasus diantaranya sebagai berikut. Penulisan jumlah tablet sebaiknya menggunakan angka romawi. Jadi bukan 10, tapi X (R/ meloxicam tab no. X) Sebaiknya masukkan dosis yang dibutuhkan setiap sekali minum misalnya piroxicam 20 gram. Keterangan p.r.n (pro re nata) yang berarti obat diminum kadang-kadang jika diperlukan sebaiknya dihapus karena penggunaan obat ini adalah rutin untuk terapi RA Tn. Reuma. Tuliskan pula usia pasien. Pada kasus ini, Tn. Reuma 49 tahun. Tuliskan alamat pasien. Beri tanda tangan dokter.

Dr. Artrita sip: 983920/jdj/2010Jl. A. Yani komp. Untan telp. 712345Pontianak, 4 januari 2011R/ meloxicam tab 15 mg no. Xs 1 dd 1 Ttd Pro : Tn. Rheuma (49 tahun) Jl. Pahlawan No. 33

DAFTAR PUSTAKA1. Suratun, Heryati, Manurung, S.,Raenah. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.2. Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.3. Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran.4. Reeves, J. R., Roux,G.,Lockhart,R. (2001). Medikal-Surgical Nursing. Jakarta: Salemba Medika.5. Duffy T, Belton O, Bresnihan B, FitzGerald O, FitzGerald D. 2003. Inhibition of PGE2 production by nimesulide compared with diclofenac in the acutely inflamed joint of patients with arthritis. Drugs. 6. Kartasasmita, R.E. 2002. Perkembangan Obat Antiradang Bukan Steroid. Acta PharmaceuticaIndonesia. Vol. XXVII, No. 4, Desember 2002.7. Sundy, J.S. 2004. In W.J., Koopman, L.W., Moreland (Eds.). Nonsteroidal anti-inflammatory drugs. Therapeutic Approaches in the Rheumatic Diseases, in Arthritis and Allied Condition, A Textbooks of Rheumatology. 15th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.8. Warner, T.D, Mitchell, J.A. 2004. Cyclooxygenase: new forms, new inhibitors, and lessons from the clinic. FASEB. 9. Wilmana, P.F., dan Gan, S.G., 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S.G., Editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.10. Katzung, B.G., 2002. Obat-Obat Antiinflamasi Nonsteroid, Obat-Obat Reumatik Pemodifikasi-Penyakit, Analgesik Nonopioid dan Obat-obat untuk Pirai. Dalam: Katzung, B.G., Editor. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 2. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.11. Bensen WG, Bensen W. Therapy of Rheumatoid Arthritis : A Clinicians Perspective. Triangle 28 1989 ; (1/2) : 35-42. 12. Daud R, Goldsmith CH. 1993. Does Arthritis Self-Management Program Have Any Benefit For Arthritic Patients? Manuscripts (in preparation for publication), McMaster University, Hamilton, Ontario, Canada.13. Juniadi I. 2006.Rematik dan Asam Urat. Jakarta, Bhuana Ilmu Komputer.14. Potter PA, Perry AG. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek.Jakarta, EGC. 2005.15. Gunawan, gan sulistia. Farmakologi dan terapi edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2007.