Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit
-
Upload
sastra-wijaya -
Category
Documents
-
view
44 -
download
0
description
Transcript of Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pemicu
Seorang ibu membawa bayi perempuannya yang berumur 8 bulan ke UGD
sebuah Rumah Sakit karena muncul keluhan bercak biru pada kedua lututnya.
Bercak bercak kebiruan tersebut sudah sering terjadi berulang-ulang sejak bayi
tersebut bisa tengkurap dan belajar merangkak. Kira-kira 2 minggu sebelumnya
pasien ada menderita demam, tapi sekarang sudah sembuh. Menurut ibu nya sat
ini tidak ada batuk pilek maupun muntah. Keluar darah dari hidung juga
disangkal. BAB dan BAK anak seperti biasa. Sampai saat ini bayi tersebut masih
meminum ASI dari ibu nya serta telah mendapatkan imunisasi lengkap sampai
usia 8 bulan.
Pada pemeriksaan fisik anak tidak tampak sakit, gizi cukup baik, 36,6°C,
denyut nadi 100x/menit, frekuensi nafas 26x/menit. Mata : konjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikterik. Mulut : tonsil tidak membesar, gusi tidak berdarah.
Jantung dan paru tak ada kelainan. Abdomen lemas, tidak membuncit, hati dan
limpa tidak teraba. Ekstremitas : lengan tidak ada kelainan, pada kedua lutut kaki
tampak bercak kebiruan dengan diameter sekitar 3x4 cm.
1.2. Klarifikasi dan Definsi Masalah
-
1.3. Kata Kunci
1. Bayi perempuan, 8 bulan
2. Bercak biru pada kedua lutut
3. Riwayat demam
1.4. Rumusan Masalah
Bayi perempuan, 8 bulan dating dengan keluhan bercak biru pada kedua lututnya
yang timbul berulang-ulang sejak dia bisa merengkak dan tengkurap.
1
1.5. Analisis Masalah
1.6. Hipotesis
Bayi perempuan, 8 bulan mengalami hemophilia.
1.7. Data Tambahan
1. Trombosit : 320.000
2. PT : 11,2
3. BT : 2 detik
4. APTT : 74
2
Bercak kebiruan sejak bisa merangkak
Keluhan lain (-)Perdarahan (-)
DD
Penggumpalan darah akibat pecahnya dinding pembuluh
darah
Bayi perempuan, 8 bulan
Trauma fisik Efek obat anti koagulan
Purpura Trombositopenia
Idiopatik
Hemofilia
Tx
Pemeriksaan penunjang
Prognosis
1.8. Pertanyaan Diskusi
1. Bagaimana mekanisme hemostasis.
2. Bagaimana proses pembentukan darah.
3. Apa saja faktor-faktor pembentukan darah.
4. Jelaskan kelainan-kelainan hemostasis.
5. Hemophilia
a. Defenisi.
b. Klasifikasi.
c. Etiologi.
d. Epidemiologi.
e. Pathogenesis.
f. Manifestasi klinik.
g. Faktor resiko.
h. Diagnosis.
i. Tatalaksana.
j. Pencegahan.
k. Komplikasi.
l. Prognosis.
m. Edukasi.
n. DD.
o. Pemeriksaan penunjang.
6. Mengapa bercak biru muncul pada kedua lutut dan terjadi secara berulang-
ulang.
7. Jelaskan DD yang mungkin pada kasus yang mungkin dan cara
membedakannya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mekanisme Hemostasis
Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang
rusak, terutama kapiler, arteriol dan venula.
Gambar 1. Proses Hemostasis
Perdarahan dari arteri lebih deras daripada vena karena tekanan yang
mendorong keluar jauh lebih besar di arteri sehingga tindakan pertolongan
pertamanya yakni pemberian tekanan eksternal terhadapembuluhluka tersebut.
Tiga langkah utama hemostasis yakni :
1.Spasme vaskular
2.Pembentukan sumbat trombosit
3.Pembentukan bekuan darah (koagulasi darah)
Trombosit berperan pada ketiganya, terutama pada sumbat trombosit.
1.Spasme vaskular
Pembuluh darah yang rusak akan segera berkontriksi. Mekanismenya diduga dipicu
oleh zat parakrin dari endotel yang cedera tersebut. Spasme vaskular ini memperlambat
darah mengalir melalui defek dan memperkecil kehilangan darah.
2.Sumbat trombosit
Pada keadaan normal, trombosit tidak melekat pada endotel. Tetapi, jika permukaan
pembuluh darah ini rusak maka trombosit menjadi aktif oleh karena kolagen yang
4
terpajan (jaringan ikat di bawah endotel) dan menjadi langsung berhubungan dengan
darah.
Setelah aktif, trombosit cepat melekat ke kolagen tersebut dan membentuk sumbat
trombosit (membuat agregasi/kumpulan trombosit) di endotel yang rusak.
Ketika trombosit-trombosit mulai menggumpal, trombosit-trombosit akan keluarkan
beberapa bahan kimia penting dari granula simpanannya, seperti adenosin trifosfat (ADP)
yang sebabkan trombosit-trombosit menjadi lekat satu sama lain untuk menumpuk di
tempat defek. Hal ini tidak berlangsung terus menerus karena adanya pelepasan
prostasiklin dan nitrat oksida dari endotel normal sekita tempat defek. Keduanya hambat
agregasi trombosit sehingga sumbat trombosit hanya terbatas di tempat defek. Sumbat
trombosit, selain berfungsi menambal kerusakan pembuluh darah, juga :
Memadatkan sumbat oleh kontraksi aktin-miosin trombosit, memperkuat
vasokontriksi awal oleh bahan-bahan yang dikeluarkan oelh sumbat trombosit yakni
vasokonstriktor kuat (serotonin, epinefrin dan tromboksan A2), membebaskan bahan-
bahan lain yang meningkatkan koagulasi darah. Lubang yang lebih besara di pembuluh
memerlukan pembentukan bekuan darah.
3.Koagulasi darah
Adalah perubahan darah dari cairan menjadi gel padat. Fungsinya untuk memperkuat
sumbat trombosit.
a. Pemicu jenjang pembekuannya dapat melalui 2 jalur, jalur intrinsik atau ekstrinsik.
1.Jalur intrinsik
Memicu pembekuan di dalam pembuluh yang rusak dan pembekuan sampel darah di
dalam tabung reaksi. Semua unsur yang diperlukan untuk hal ini terdapat di dalam darah.
Jalur ini melibatkan 7 langkah. Teraktifkan jika faktor XII (faktor Hageman) aktif dengan
kontaknya dengan kolagen yang terpajan di pembuluh yang cedara atau kontaknya
dengan permukaan benda asing misalnya kaca tabung reaksi. Ingat bahwa kolagen yang
terpajan juga memicu agregasi trombosit, jadi jika terjadi kerusakan pembuluhdarah,
dibentuk agregasi trombosit dan koagulasi darah. Agregat trombosit mengeluarkan PF3
(platelet factor 3) yang esensial bagi jenjang pembekuan selanjutnya.
2.Jalur ekstrinsik
Hanya memerlukan 4 langkah. Teraktifkan jika jaringan mengalami trauma (diluar
pembuluhdarah), jaringan itu mengeluarkan tromboplastin jaringan. Tromboplastin
jaringan secara langsung mengaktifkan faktor X, sehingga melewatkan tahap-
tahapembuluhsebelumnya di jalur intrinsik. Dari titik ini, kedua jalur identik. Jika cedera
jaringan dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah, maka jalur intrinsik menghentikan
darah di pembuluhdarah yang cedera, sedangkan jalur ektrinsik membekukan darah yang
5
keluar dari jaringa sebelum pembuluh tertambal. Biasanya bekuan darah terbentuk
sempurna dalam 3-6 menit.
b.Jenjang pembekuannya
Jika dari jalur intrinsik yakni:
Jalur intrinsik membuat faktor XII inaktif jadi aktif
Faktor XII aktif membuat faktor XI inaktif menjadi aktif
Faktor XI aktif membuat faktor IX inaktif menjadi aktif (diperlukan pula Ca2+/faktor
IV)
Faktor IX aktif membuat faktor X inaktif menjadi aktif (diperlukan pula faktor IV,
VIII dan PF3)
Faktor X aktif membuat protrombin/faktor II menjadi Trombin (diperlukan pula
faktor IV, V dan PF3)
Trombin kemudian :
Mengubah fibrinogen/faktor I menjadi fibrin (jala longgar)
Mengaktifkan fibrin-stabilizing factor/faktor XIII yang membuat fibrin jala longgar
menjadi fibrin jala stabil. Fibrin jala stabil membuat terperangkapnya sel-sel darah dan
jadilah suatu bekuan.
Meningkatkan pengaktifan dirinya sendiri oleh protrombin
Meningkatkan agregasi trombosit
Jika dari jalur ektrinsik yakni:
Jalur ektrinsik (kerusakan jaringan) membuat aktifnya tromboplastin jaringan/faktor
III
Faktor III membuat faktor X inaktif menjadi aktif (diperlukan pula faktor IV dan VII)
Langkah selanjutnya sama saat faktor X menjadi aktif.
6
c. Terdapat 12 faktor pembekuan plasma. Faktor-faktor ini diberi nama angka romawi
sesuai urutan penemuannya. Sebagian besar dari faktor pembekuan ini (kecuali faktor IV
dan PF3 yang dikeluarkan oleh sumbat trombosit) adalah protein plasma yang disintesis
oleh hati (sehingga salah satu konsekuensi penyakit hati adalah waktu pembekuan yang
memanjang akibat berkurangnya produksi faktor pembekuan).
Dalam keadaan normal, beberapa faktor-faktor ini selalu terdapat di dalam plasma
dalam bentuk inaktif.
Bekuan tidak dibentuk permanen, tetapi bersifat sementara sampai pembuluh dapat
diperbaiki.
Agregat trombosit mengeluarkan bahan kimia yang bantu meningkatkan invasi
fibroblas dari jaringan ikat sekitar ke daerah pembuluh yang luka untuk membentuk
jaringan parut.
Bekuan darah yang tidak lagi diperlukan untuk mencegah perdarahan, secara perlahan
dihancurkan oleh suatu enzim fibrinolitik yang dinamai plasmin.
Plasmin, seperti faktor pembekuan, adalah protein plasma yang diproduksi oleh hati
dan terdapat di darah dalam prekursor inaktif, plasminogen. Plasmin diaktifkan oleh
beberapa faktor, seperti faktor XII. Plasmin yang terperangkapembuluhdi bekuan
kemudian secara perlahan menguraikan jala fibrin. SDPEMBULUHfagositik juga secara
bertahapembuluhmenyingkirkan bekuan.
Plasmin juga dapat diaktifkan oleh tissue plasminogen activator (tPA) dari paru yang
selanjutnya berfungsi menghancurkan bekuan yang tidak sesuai (secara terus menerus,
terdapat fibrinogen yang diubah menjadi fibrin di seluruh pembuluhdarah, belum
diketahui pasti mekanismenya). Aktivitas pembentukan bekuan ini lemah, sehingga dapat
diimbangi oleh aktivitas pemhambat bekuan.
Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk
menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble
fibrinogen, memperkuat plak trombosit primer.
Hasil dari pemeriksaan PT dan PTT atau aPTT biasanya menolong lokasi suatu
kelainan dalam skema koagulasi untuk diagnosis kelainan-kelainan koagulasi.
7
Tabel 1. Faktor Pembekuan Darah
2.2 Kelainan Pada Hemostasis
2.2.1 Gangguan Trombosit
a. Kelainan jumlah trombosit
1. Trombositopenia
Jumlah trombosit normal di dalam tubuh berkisar antara 150-450 x
109/L. Dalam rentang ini, trombosit akan berfungsi dengan baik dalam
proses koagulasi dengan cara membuat sumbat trombosit dan
menstimulasi pembentukan bekuan fibrin yang solid. Penurunan jumlah
trombosit akan menyebabkan perdarahan dari membrane mukosa seperti
perdarahan gusi (gingival bleeding), perdarahan hidung (epistaksis),
memar yang luas (ekimosis), dan petekie (pintpoint hemorrhages). Pasien
dengan jumlah trombosit 6000 akan mengalami perdarahan pada saat
operasi dan pasien dengan jumlah trombosit 30.000 dapat mengalami
petekie. Pasien dengan jumlah trombosit kurang dari 5000, berisiko untuk
mengalami perdarahan pada sistem saraf pusat. Tes laboratorium yang
8
dapat membantu dalam evaluasi fungsi trombosit adalah evaluasi jumlah
dan morfologi trombosit melalui apusan darah tepi, tes waktu perdarahan,
tes agregasi trombosit dengan menggunakan satu atau beberapa metode,
dan metode lainnya yang dapat menilai fungsi dan agregasi trombosit.
Trombositopenia atau penurunan jumlah trombosit dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penurunan produksi atau peningkatan destruksi trombosit
biasanya dilaporkan sebagai gangguan jumlah trombosit. Namun, kondisi
relatif dari sampel ataupun variabel preanalitik dapat menyebabkan false
positif pada uji hitung trombosit.
Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit kuran dari
150 x 109/ liter. Ada banyak penyebab trombositopenia, tetapi penyebab-
penyebab trombositopenia tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan
distribusi trombosit. Jumlah trombosit yang rendah dapat disebabkan oleh
destruksi perifer akibat mekanisme imun maupun nonimun, pnurunan
produksi akibat penyakit sumsum tulang inheriter atau didapat, dan
spleenic pooling. (Lichtman, 2007)
Usia munculnya trombositopenia dapat membantu menentukan
penyebab trombositopenia. Penyebab trombositopenia tersering pada bayi
baru lahir dan neonatus adalah trombositopenia, infeksi, dan transfer
antibosi pasif dari ibu dengan purpura trombositopenik imun (ITP). Pada
anak-anak, penyebab tersering adalah purpura trombositopenik imun dan
infeksi virus. Diagnosis banding untuk trombositopenia pada orang dewasa
sangat luas, biasanya trombositopenia yang terjadi disebabkan oleh adanya
suatu proses penyakit yang mendasari atau oleh proses autoimun.
(Lichtman, 2007)
Meskipun demikian, trombositopenia inherites harus selalu
dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien dengan trombositopenia
ringan sampai moderat yang mungkin tidak memiliki riwayat perdarahan
yang signifikan secara klinis. Banyak pasien dewasa didiagnosis secara
incidental dalam pemeriksaan rutin. Pemeriksaan yang cermat pada
sediaan hapus darah tepi adalah cara terbaik dalam mempersempit
diagnosis banding. Penggumpalan trombosit mendukung diagnosis
pseudotrombositopenia dan intervensi yang mungkin berbahaya harus
dihindari. Banyak trombositopenia kongenita dapat dikenali melalui
9
perubahan morfologi trombosit, seperti giant atau small platelet, granul
abnormal pada trombosit, atau berhubungan dengan perubahan morfologi
eritrosit atau leukosit. Tabel di bawah ini meringkas penyebab tersering
trombositopenia. (Lichtman,, 2007)
Klasifikasi Trombositopenia
Pseudotrombositopenia
Aglutinasi trombosit
Satelitism trombosit
Antibodi antiphospholipid
Antagonis GpIIa-IIIa
Gangguan produksi trombosit
Congenital
Autosomal dominan
MYH9-related (May - Hegglin anomaly , Fechtner syndrome, Eipstein
syndrome, Sebastian syndrome)
Mediterranean macrothrombocytopenia
Sindrom platelet familial dengan predisposisi AML
Trombositopenia terpaut kromosom 10
Sindrom Paris-Trousseau
Trombositopenia dengan sinostosis radial
Autosomal resesif
Congenital amegakaryocytic thrombocytopenia
Trombositopenia tanpa syndrome radius (TAR)
Sindrom Bernard-Soulier
Sindrom Gray platelet
Trombositopenia terpaut kromosom X
Sindrom Wiskott-Aldrich
Trombositopenia terpaut kromosom X
Trombositopenia terpaut kromosom X dengan diseritrositosis
Didapat
Infiltrasi sumsum tulang
Infeksi penyakit
HIV
Parvovirus
Sitomegalovirus
10
Lainnya
Radioterapi dan kemoterapi
Defisiensi asam folat dan vitamin B12
Paroxymal nocturnal hemoglobinuria
Anemia aplastik didapat
Sindrom mielodisplastik
Trombositopenia megakariosit murni didapat (acquired pure megakaryocytic
thrombocytopenia)
Peningkatan destruksi trombosit
Tombositopenia dimediasi imun
Purpura trombositopenia autoimun
Idiopatik
Sekunder
Trombositopenia alloimun
Trombositopenia neonatal
Purpura posttransfusi
Nonimun trombositopenia
Mikroangiopati trombotik
Thrombotic thrombocytopenic purpura dan hemolytic uremic syndrome
Disseminated intravascular coagulopathy
Kasabach-Merritt syndrome
Destruksi trombosit oleh permukaan artificial
Hemofagositosis
Distribusi trombosit yang abnormal atau pooling
Splenomegaly
Hipersplenisme
Hipotermia
Transfusi masif
Trombositopenia diinduksi obat
Trombositopenia diinduksi heparin
Trombositopenia akibat obat-obat lain
(Lichtman, 2007)
2. Trombositosis
Trombositosis adalah keadaan dimana jumlah platelet > 450 x 109/L.
Penyebabnya bisa primer maupun sekunder. Trombositosis primer dapat
muncul pada mieloproliferatif disorder, dimana jumlah platelet meningkat
11
namun fungsinya terganggu. Penyebab sekunder trombositosis adalah
kehilangan darah baik akut maupun kronik, penyakit inflamasi kronik,
postsplenectomi, dan anemia defisiensi besi. Pada kasus ii, fungsi platelet
normal, dan peningkatan jumlah terombosit dapat berlangsung selama
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada anemia defisiensi besi,
jumlah platelet dapat meningkat hingga 2 juta sebagai akibat stimulasi
sumsum tulang. Setelah terapi besi dimulai, jumlah platelet biasanya
kembali normal. (Ciesla, 2007)
b. Kelainan fungsi trombosit
Kelainan fungsi trombosit dapat berupa kelainan didapat atau kelainan
herediter. Pada kelainan fungsi trombosit jumlah dan morfologi trombosit
normal akan tetapi waktu perdarahan memanjang.Gangguan dapat terjadi
pada setiap fase fungsi trombosit (adhesi, agregasi dan sekresi) yang dapat
menyebabkan kelainan atau pemanjangan pembentukan sumbat
hemostatik. Manifestasi dapat ringan hingga berat berupa perdarahan.
Kelainan dapat berupa:Petekie, Perdarahan mukosa hidung, Perdarahan
vagina, Perdarahan memanjang pada luka. Jumlah trombosit dapat normal
maupun menurun.waktu perdarahan memanjang. (Permono, 2010)
Kelainan herediter
1. Sindrome Bernard-Soulier
Diturunkan secara autosomal resesif . Disebabkan oleh tidak adanya
glikoprotein Ib pada membran trombosit, gangguan pengikatan pada vWF,
gangguan adhesi pada jaringan ikat subendotel yang terbuka dan trombosit
tidak beragregasi dengan ristosetin. Dapat terjadi trombositopenia dengan
derajat yang bervariasi. (Permono, 2010)
Gambaran klinik berupa memar dan dapat berupa perdarahan hebat
akibat luka dan pembedahan. Pada pemeriksaan darah tepi terlihat ukuran
trombosit lebih besar (giant platelet), ukuran hampir sama dengan ukuran
eritrosit atau inti sel limfosit kecil. Terapi dapat diberikan suportif berupa
transfusi eritrosit dan trombosit. (Permono, 2010)
12
2. Trombastenia (penyakit Glanzmann)
Diturunkan secara autosomal resesif dan jarang dijumpai. Disebabkan
oleh defisiensi kompleks glikoprotein IIb/IIIa (GPIIb/IIIa) dengan
jembatan fibrinogen (GPIIa/IIIb-fibrinogen-GPIIb/IIIa). Biasanya muncul
pada neonatus Perdarahan dapat terjadi sejak masa bayi walaupun
perdarahan tidak terlalu berat namun dapat menyebabkan kematian.
Perdarahan dapat berupa:
– Petekie
– Perdarahan mukosa termasuk epistaksis
– Menorraghi
– Perdarahan GI
Pengobatan dapat berupa transfusi trombosit
3. Storage Pool Disease
Disebut juga dengan sindrome trombosit kelabu. Ditandai dengan
ukuran trombosit lebih besar dari normal dan hampir tidak terdapat granula
α dan disertai dengan defisiensi protein sehingga ATP dan ADP
berkurang. Waktu perdarahan memanjang. Secara klinis tampak
perdarahan ringan sampai sedang. (Permono, 2010)
13
Platelet berukuran besar (tanda panah)
Trombosit kelabu
Kelainan didapat :
1). Pengaruh obat antitrombosit
Beberapa obat dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit seperti
Aspirin, Indometasin,penisilin, karbenisilin)pada pasien dengan kelainan
hemostasis (trombositopenia dan hemofilia), namun pada individu dengan
faal hemostasis normal tidak menyebabkan perdarahan spontan. Pengaruh
obat terhadap fungsi trombosit adalah dengan menghambat metabolisme
asam arakhidonik. (Permono, 2010)
Aspirin merupakan suatu inhibitor yang kuat terhadapa enzim
sikoogsigenase. Berkurangnya enzim ini meyebabkan pembentukan
tromboksan. Pada individu normal waktu perdarahan memanjang 1-2
menit dari normal dan dapat berlangsung sampai 7 hari. Sedangkan pasien
dengan gangguan hemostasis, gangguan fungsi hemostasis, gangguan
fungsi trombosit dan pada penyakit von willebrand, waktu perdarahan
memanjang dan dapat terjadi perdarahan yang serius. (Permono, 2010)
2). Uremia
Uremia adalah kadaan toksik yang disebabkan gagal ginjal. Hal ini
terjadi bila fungsi ginjal tidak dapat membuang urea keluar dari tubuh
sehingga urea menumpuk dalam darah. Uremia dapat menyebabkan
gangguan pada trombosit dan hipersomnia serta efek lainnya.Perdarahan
sering terjadi pada pasien uremia dan dapat berakibat fatal. Disebabkan
oleh gangguan adhesi trombosit dan enzim siklooksigenase pada pasien
uremia. Perdarahan dapat berupa petekie, perdarahan GI dan mukosa.
(Permono, 2010)
3).Gangguan hati
Bersifat multikompleks. Disebabkan oleh berkurangnya semua faktor
koagulasi dalam plasma dan terjadi proses fibrinolisis yang hebat.
Membran trombosit rusak pada pasien dengan gangguan hati sehingga
dapat terjadi gangguan adhesi trombosit. Pada pasien dengan penyakit hati
terjadi proses fibrinolisis yang hebat. Koreksi dapat diusahakan dengan
transfuse suspensi trombosit. (Permono, 2010)
2.2.2 Kelainan Pembekuan darah
14
a. Hemophilia dan penyakit Von Willenbrand
Hemofilia merupakan suatu penyakit gangguan perdarahan yang
bersifat herediter akibat kekurangan faktor pembekuan VIII dan IX. Pada
saat ini dikenal 2 bentuk hemofilia, yaitu hemofilia A, karena kekurangan
faktor VIII dan hemofilia B karena kekurangan faktor IX. (Permono, 2010)
Dahulu, hemofilia sering dikacaukan dengan penyakit vonWillerbrand,
pada keduanya ditemukan kekurangan faktor pembekuan VIII, tetapi pada
penyakit vonWillebrand ditemukan pula kekurangan faktor von
Willebrand yaitu suatu faktor yang diperlukan untuk agregrasi trombosit.
(Permono, 2010)
b. Didapat : Defisiensi vitamin K, DIC, penyakit hati
1. Defisiensi vitamin K
Defisiensi vitamin K dapat terjadi akibat prematuritas, asupan makan
tidak adekuat, terlambatnya kolonisasi kuman, komplikasi obstektrik dan
perinatal, kekurangan vitamin k pada ibu. (Permono, 2010)
Manifestasi berupa memar ringan sampai ekimosis generalisata,
perdarahan kulit, perdarahan gastrointestinal, vagina, dan intracranial.
Pada neonatus, sering terjadi perdarahan di scalp, hematoma sefal yang
besar, perdarahan intracranial, perdarahan tali pusar, perdarahan pada
bekas sirkumsisi, oozing pada bekas suntikan, kadang perdarahan
gastrointestinal. (Permono, 2010)
Saat melakukan anamnesis pada neonatus, perhatikan keadaan
umumnya. Tanyakan kepada wali kapan perdarahan timbul, lokasi
perdarahan, riwayat pemberian ASI/susu formula, dan riwayat pengobatan
ibu. Pada anak yang lebih besar, tanyakan tentang asupan makanan,
riwayat pengobatan, riwayat penyakit (malabsorpsi) , riwayat keluarga
(penyakit darah). (Permono, 2010)
Pada pemeriksaan fisik dapat diketahui keadaan umum penderita,
lokasi dan bentuk perdarahan yang timbul. Pada bayi/anak yang menderita
kekurangan vitamin K, biasanya keadaan umum penderita baik, tidak
tampak sakit. (Permono, 2010)
Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan pembekuan darah
karena kekurangan vitamin K menunjukkan :
– waktu pembekuan memanjang,
15
– Penurunan aktivitas faktor II, VIII, IX dan X,
– PT dan PTT memanjang,
– TT normal
– Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, faktor V dan VIII,
fragilitas kapiler dan retraksi bekuan normal
Bayi yang mengalami perdarahan akibat defisiensi vitamin K harus
segera mendapatkan vitamin K. Vitamin K tidak boleh diberikan secara
intramuscular karena dapat menyebabkan hematoma, sebaiknya berikan
secar subkutan. Bila diberikan secara subkutan, dosisnya 5-10 mg, dengan
dosis tunggal biasanya memberikan perbaikan PT dalam waktu 12-24 jam.
Pemberian secara intravena juga bisa dilakukan, tetapi harus berhati-hati
karena bisa teradi reaksi anafilkasis, dan bila diberikan secara intravena
dosis vitamin K sebesar 1 mg untuk 2-3 kali pemberian dengan interval
waktu 6-8 jam. Jenis vitamin K yang diberikan sebaiknya vitamin K1,
karena relatif lebih aman dan efek sampinya lebih kecil dibandingkan
vitamin K3. (Permono, 2010)
Apabila terjadi perdarahan hebat, disamping pemberian vitamin K,
perlu juga diberikan fresh frozen plasma dengan dosis 10-15 ml/kg berat
badan. (Permono, 2010)
Untuk mencegah terjadinya perdarahan akibat defisiensi vitamin K
pada bayi setelah lahir, vitamin K profillaksis diberikan kepada yang
memiliki risiko seperti ibu hamil yang meminum obat antikonvulsan. Ibu
mendapat vit K 5 mg/hari oral selama trimester 3 kehamilan atau diberi
injeksi IM 24 jam sebelum melahirkan, lalu pada bayi harus segera
dilakukan pemeriksaan PT, PTT serta trombosit, sambil diberi vit K 1 mg
dan diulang 24 jam berikutnya. Bayi yang mendapat pengobatan antibiotik
spectrum luas dan bayi dengan malabsorbsi perlu mendapat profilaksis
vitamin K 1 mg peroral/ minggu selama 3 bulan pertama kehidupan bayi.
(Permono, 2010)
Departemen RI mengajukan rekomendasi dalam rangka mencegah
timbulnya Hemorraghic Disease of the Newborn (HDN), untuk
memberikan vitamin K1 profilaksis bagi semua bayi baru lahir dan
kegiatan ini dijadikan program nasional seperti yang dianjurkan oleh
WHO. (Permono, 2010)
16
2. Penyakit hati
Hati berperan dalam sintesis semua faktor koagulasi plasma, kecuali
faktor VII juga di endotel pembuluh darah, sintesis inhibitor alami
(antitrombin III, protein C dan S), sintesis anti plasma. Etiologi penyakit
hati ini dapat berupa imaturitas, infeksi, hipoksia, Sindrom Reye, sirosis,
dan lain-lain. (Permono, 2010)
Manifestasi klinis berupa kelainan koagulasi yang disebabkan oleh
penyakit hati berat. Manifestasi perdarahan umumnya sama dengan
gangguan pembekuan darah lain. Pada bayi kurang bulan umunya dapat
terjadi perdarahan di paru dan intraserebral. (Permono, 2010)
Pada pemeriksaa laboratorium didapatkan penurunan faktor II, V, VII,
Xdan antitrombin III. PT dan PTT memanjang. Jumlah trombosit normal
atau menurun. Tidak terdapat soluble fibrin complex pada plasma. Tes
darah ke arah fibrinolisis normal. (Permono, 2010)
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis, ditemukan adanya keluhan
penyakit hati, dan diperkuat dengan temuan pada pemeriksaan fisik dan
laboratorium. (Permono, 2010)
Penatalaksanaan perdarahan ini adalah dengan cara menangani
penyakit primernya. Jika terjadi perdarahan dapat diberikan fresh frozen
plasma 10-15 mg/kg BB. Koreksi fibrinogen dapat dilakukan dengan
memberikan kriopresipitat. Pada hipofibrinogenemia berat, berikan 1
kantong / 5 kg BB kriopresipitat. Vitamin K diberikan secara oral,
subkutan, ataupun intravena; untuk bayi diberikan sebanyak 1 mg/24 jam,
anak 2-3 mg, dan remaja/dewasa sebanyak 5-10 mg. (Permono, 2010)
3. DIC
Pembekuan intravaskular menyeluruh berupa kelainan
trombohemoragik sistemik dengan penyakit primer yang mendasari dan
etiologi dapat hipoksia, asidosis, nekrosis jaringan, syok, kerusaan endotel.
(Permono, 2010)
Pasien tampak sakit berat dan memiliki penyakit primer yang
mendasari. Perdarahan di banyak tempat seperti kulit, mukosa, saluran
urogenital, dan gastrointestinal. Perdarahan terutama sering terjadi pada
tempat pengambilan darah vena atau insisi bedah. Pada pasien juga sering
17
dijumpai adanya petekie dan ekimosis. Nekrosis jaringan dapat terlihat
sebagai infark luas di kulit, jaringan subkutan, atau ginjal. Pasien juga
menunjukkan gejala anemia. (Permono, 2010)
Pada pemeriksaan laboratorium diperoleh PT, aPTT, dan TT
memanjang. Jumlah trombosit menurun (biasanya <100.000 / mm3).
Terdapat penurunan konsentrasi fibrinogen, aktifitas protrombin, faktor V
dan VIII. Pada sediaan darah tepi ditemukan adanya fragmentasi sel darah
merah. Kadar FDPs dan D-dimer mengalami peningkatan. (Permono,
2010)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan hasil
laboratorium. Kriteria minimal menegakkan diagnosis yaitu didapatkan
keadaan klinis yang menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan,
tromboemboli atau keduanya disertai trombositopenia dan gambaran sel
burr pada sel darah merah atau D-dimer positif. (Permono, 2010)
Penatalaksanaan penyakit ini dilakukan dengan mengobati penyakit
primernya, mengganti faktor koagulasi yang kurang, pemberian
antikoagulan, pemberian antifibrinolitik, dan pengobatan alternatif.
(Permono, 2010)
Gambaran laboratorium perdarahan akibat kekurangan vitamin K,
penyakit hati, dan DIC
Komponen Defisiensi Vit. K Penyakit Hati DIC
Morfologi eritrosit Normal Sel targetSel target, sel burr,
fragmentosit, sferosit
PTT Memanjang Memanjang Memanjang
PT Memanjang Memanjang Memanjang
Fibrin split product Normal Normal/naik Naik
Trombosit Normal Normal/turun Menurun
Faktor koagulasi
yang menurunII, VII, IX, X I, II, V, VII, IX, X I, II, VIII, XIII
(Permono, 2010)
2.3 Hemofilia
2.3.1 Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
18
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive
pada kromosom X ( X E). Hemofilia merupakan penyakit pembekuan
darah kongenital yang disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan
darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX yang bersifat herediter secara
sex-linked recessive pada kromosom X (X ). Factor tersebut
merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat
dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan
fibrin pada daerah trauma.
2.3.2 Klasifikasi
saat ini dikenal 2 macam hemophilia yang diturunkan secara sex-
linked recessive yaitu :
1. Hemofilia A (hemofila klasik), akibat defisiensi atau disfungsi
factor pembekuan VII (F VIIIc).
2. Hemofilia B (Chistmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX
( Faktor Christmas).
Klasifikasi hemophilia menurut berat ringannya penyakit :
1. Berat : <1%
2. Sedang : 1 ± 5%
3. Ringan : 5 ± 25%
2.3.3 Etiologi
Penurunan aktivitas dapat disebabkan penurunan jumlah protein faktor VIII,
adanya protein abnormal yang fungsional, atau kombinasi keduanya. Untuk faktor
VIII menjadi kofaktor efektif untuk faktor IXa, pertama harus diaktifkan oleh
trombin. Faktor VIII aktif (VIIIa) dan faktor IX aktif (IXa) menghubungkan pada
permukaan platelet aktif, membentuk kompleks aktif faktor X fungsional (tenase atau
Xase). Adanya faktor VIIIa, kecepatan aktivasi faktor X oleh faktor IXa secara
dramatis meningkat.
Faktor IX adalah tergantung vitamin K, glikoprotein rantai tunggal terdiri dari 415
asam amino. Diaktifkan oleh faktor VIIa atau faktor XIa, membentuk enzim aktif
faktor IXa. Ketika diaktifkan, faktor IXa mengaktifkan faktor X dengan adanya faktor
VIIIa, fosfolipid, dan kalsium. Faktor VIIIa adalah kofaktor yang dibutuhkan untuk
aktivitas faktor IXa. Oleh karena itu, defisiensi salah satu faktor IX atau VIII
menimbulkan kekurangan yang sama dari aktivitas faktor X. Faktor Xa mengkonversi
19
protrombin menjadi trombin dengan adanya faktor VA, fosfolipid, dan kalsium. Jadi,
defisiensi faktor IX menghasilkan konversi yang terlambat pada protrombin menjadi
trombin, yang merupakan penyebab perdarahan. Hemofilia B dapat disebabkan oleh
tidak adanya atau disfungsi molekul faktor IX. Keparahan klinis hemofilia B secara
kasar berhubungan dengan aktivitas fungsional faktor IX. (Lichtman)
2.3.4 Epidemiologi
Hemofilia A memang kurang sering dari penyakit Von Willebrand, tetapi
hemofilia A lebih sering terjadi daripada abnormalitas faktor pembekuan inherediter
lainnya. Perkiraan insiden hemofilia A adalah 1: 5.000-7.000 laki-laki kelahiran
hidup. Hal ini terjadi pada semua etnis di seluruh bagian dunia. Hemofilia B terjadi
1:25.000-30.000 kelahiran laki-laki. Sama dengan hemofilia A, hemofilia B
ditemukan pada semua etnis dan tidak ada predileksi geografik
2.3.5 Patogenesis
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang
diturunkan melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak
terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X,
sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun,
wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari
ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier.
Penyakit hemofilia ditandai oleh perdarahan spontan maupun
perdarahan yang sukar berhenti. Selain perdarahan yang tidak berhenti
karena luka, penderita hemophilia juga bisa mengalami perdarahan spontan di
bagian otot maupun sendi siku.
Pada orang normal, ketika perdarahan terjadi maka pembuluh
darah akan mengecil dan keping-keping darah (trombosit) akan menutupi
luka pada pembuluh. Pada saat yang sama, trombosit tersebut bekerja
membuat anyaman (benang-benang fibrin) untuk menutup luka agar darah
berhenti mengalir keluar dari pembuluh. Pada penderita hemofilia, proses
tersebut tidak berlangsung dengan sempurna.
20
Kurangnya jumlah faktor pembeku darah menyebabkan anyaman penutup
luka tidak terbentuk sempurna sehingga darah terus mengalir keluar dari
pembuluh yang dapat berakibat berbahaya. Perdarahan di bagian dalam dapat
mengganggu fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi kaku
dan lumpuh, bahkan kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan
kematian pada usia dini.
2.3.6 Manifestasi Klinik
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada
kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan
sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi
klinis tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan).
Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis, hematom
subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis
21
dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pascaoperasi
kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut
sebagai berikut: sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan
lainnya. Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada
otot betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom
kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utam akematian, dapat terjadi
spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang
membahayakan jalan napas dapat mengancam kehidupan. Hematuria masif sering
ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan.
Perdarahan pascaoperasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa hari,
yang berhubungan dengan penyemnbuhan luka yang buruk.
2.3.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Saat lahir biasanya terjadi perdarahan dari tali pusat
Pada anak yang lebih besar biasanya terjadi perdarahan sendi sebagai
akibat jatuh pada saat belajar berjalan, riwayat timbulnya, riwayat
timbulnya biru-biru bila terbentur (perdarahan abnormal)
Riwayat perdarahan keluarga
Adanya keluhan perdarahan spontan yang biasanya berlangsung lama
2. Pemeriksaan fisik
Ditemukan perdarahan berupa:
Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
Hemartrosis
Sering dijumpai perdarahan interistial yang akan menyebabkan atrofi
otot, pergerakan akan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi
yang paling sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha,
dan sendi bahu
Sering dijumpai perdarahan di ronggamulut, kerongkongan, hidung,
perdarahan retroperineal, hematuri.
22
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan penurunan kadar
hemoglobin bila terjadi perdarahan masif.
Waktu perdarahan normal/memanjang
Waktu pembekuan memanjang (closing time/CT)
Masa tromboplastin parsial memanjang (activated partial
thromboplastin time/APTT)
Waktu trombin dan protombin normal
Diagnosis pasti yaitu dengan pemeriksaan kadar faktor VIII dan
faktor IX
2.3.8 Tatalaksana
Prinsip pentalaksanaan Hemofilia adalah :
1. pencegahan terjadinya perdarahan
2. Perdarahan akut pada sendi/otot :
- Pertolongan pertama: dilakukan (rest, ice, compression,elevation)
- Dalam waktu kurang dari 2 jam pasien harus mendapat
replacement therapy faktor VII/IX
- Untuk perdarahan yang mengancam jiwa (intrakranial,
intraabdomen, atau saluran napas),replacement therapy harus
diberikan sebelum pemerikasaan lebih lanjut.
- Subtitusi faktor VIII:cryoprecipitate
- Subtitusi faktor IX : konsentrat pada plasma beku segar 10-20%
unit/kgatau konyne 500 u/vial
- Rujuk spesialis lain atau subsepesialis bila telah terjadi komplikasi
hemartrosis kronis dengan kontraktur sendi.
2.3.11 Pencegahan
Riwayat keluarga yang lengkap penting untuk deteksi karier. Semua anak
perempuan dari ayah hemofilia karier hemofilia. Jika diketahui karier punya
anak perempuan, anak perempuannya memiliki kemungkinan 50% menjadi
karier.
Deteksi karier penting ketika anak perempuan yang diketahui karier atau
keturunan perempuan dari pasien hemofilia menjadi hamil. Jika sumber untuk
deteksi karier tidak tersedia, riwayat keluarga teliti dapat dilakukan dan aktivitas
23
koagulan faktor VIII dan tingkat antigen faktor von Willebrand dapat diukur.
Rasio vWF tergadap faktor VIII lebih tinggi pada wanita karier daripada non-
karier. Karier pada umumnya mempunyai 50% atau kurang faktor VIII normal.
Ketika data ini ditambahkan pada riwayat keluarga, kemungkinan seorang
wanita menjadi karier dapat dihitung. Bagaimanapun, dokter atau konselor
genetik harus hati-hati menjelaskan pada pasien yang dites bahwa hasil tes
mungkin salah, dan perkiraan akurat status karier menggunakan rasio FVIII dan
vWF tidak dapat dijamin.
Deteksi karier dan skrining genetik terkadang mungkin dengan
menggunakan probe DNA untuk identifikasi mutasi secara langsung. Seperti
dengan faktor VIII, mutasi pada sepasang nukleotida CpG mengganggu tempat
pembelahan TaqI sehingga dapat dideteksi langsung dengan pemetaan restriksi
endonuklease. Lebih sering, analisis RFLP digunakan. Diagnosis prenatal telah
dipercaya dengan menggunakan analisis RFLP DNA dari sampel vilus korionik
minggu 8-10 setelah konsepsi. Cara ini juga dapat dilakukan pada sel fetus yang
didapatkan dengan amniosentesis yang lebih akurat daripada sampel darah fetus
untuk aktivitas faktor IX dan materi genetik faktor IX.
2.3.12 Komplikasi
Komplikasi kronik hemofilia secara umum dibagi menjadi dua;
komplikasi muskuloskeletal dan komplikasi dari terapi
1. Komplikasi muskuloskeletal
Komplikasi muskuloskeletal terjadi karena hemarthrosis yang
berulang atau tidak ditangani dengan baik. Beberapa jenis yang dapat
terjadi ialah; chronic hemophilic arthropathy, kontraktur, pembentukan
pseudotumour dan fraktur.
2. Komplikasi dari terapi
Komplikasi terapi secara umum dibagi menjadi dua yaitu
pembentukan inhibitor hemofilia dan infeksi terkait transfusi. Infeksi
terkait transfusi terutama seperti HIV, Hepatitis A, B dan C dan infeksi
lainnya yang dapat menular melalui darah.
Inhibitor hemofilia adalah antibodi yang dapat menghancurkan
faktor pembekuan kaskade koagulasi. Inhibitor merupakan salah satu
penyulit dalam terapi hemofilia, karena antibodi ini dapat
menghancurkan konsentrat faktor yang diberikan sebelum konsentrat
24
faktor berfungsi. Inhibitor hemofilia dapat terbentuk 10-20 hari setelah
pemberian konsentrat.
Keberadaan inhibitor dapat diketahui dengan pemeriksaan titer
inhibitor hemofilia. Transient inhibitor apabila titer inhibitor <5 BU
(bethhesda unit), sedangkan individu dengan titer ≥5 Bumerupakan
inhibitor persisten.
2.3.13 Prognosis
Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada
usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia
harapan hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup
untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan median usia
harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di
Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78
tahun.
2.3.14 Diagnosis banding
1. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.
Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic
berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit).
Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak
(berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune
Thrombocytopenic Purpura.
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP)
merupakan kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk
untuk mengikat trombosit. Tidak jelas apakah antigen pada permukaan
trombosit dibentuk. Meskipun antibody antitrombosit dapat mengikat
komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident
tersering pada usia 20-50 tahum dan lebih sering pada wanita
dibanding laki-laki (2:1).
Gambaran klinik ITP yaitu: 1) onset pelan dengan perdarahan
melalui kulit atau mukosa berupa : petechie, echymosis, easy bruising,
menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan gusi. 2) perdarahan SSP
jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali pada <10%
kasus.
25
2. Penyakit Von Willebrand
Dahulu, hemofilia sering dikacaukan dengan penyakit
vonWillerbrand, pada keduanya ditemukan kekurangan faktor
pembekuan VIII, tetapi pada penyakit vonWillebrand ditemukan pula
kekurangan faktor von Willebrand yaitu suatu faktor yang diperlukan
untuk agregrasi trombosit.
2.4 Penyebab bercak biru muncul pada kedua lutut dan terjadi secara
berulang-ulang
Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan
sendi peluru, karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan
menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi
peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
26
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan : Bayi perempuan 8 bulan mengalami Hemofilia
27
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. JakartA: Buku Kedokteran EGC, 2008.
Bakta, I Made,Prof.,Dr. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. Halaman
238-239
Beck, Norman. 2009. Diagnostic Hematology. London : Springer
Ciesla, Betty. 2007. Hematology in Practice. United States of America : F.A. Davis
Company
Doungoes, marilyn E, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Ed 3. EGC. Jakarta: 2000.
Giangrande P. Acquired Hemophilia. [Online].; 2005 [cited 2011 10 31. Available
from:http://www.wfh.org/2/docs/Publications/Diagnosis_and_Treatment/
TOH38_Acquired_Hemophilia.pdf
Handin Rl. Disorders of Coagulation and thrombosis. In Fauci AS, Longo DL,
editors. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th edition.: McGraw-Hill;
2005. p. 680-7.
Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Gangguan Sistem
Hematologi. Penerbit Salemba Medika:Jakarta
Hay CRM, Brown S, Collins PW, Keeling DM, Liesner R. The diagnosis and
management of factor VIII and IX inhibitors: a guideline from the United
Kingdom Haemophilia Centre Doctors Organisation. British Journal of
Haematology. 2006; 133.
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011.
Kasper CK, Buzin CH. http://www.carolkasper.com. [Online].; 2007 [cited 2011 10
29. Available from:
http://www.carolkasper.com/Monographs/genmonograph.pdf.
Lauralee.Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6.EGC. Jakarta:
EGC,2012.
Lichtman, Marshall A, Ernest B, Uri S., et al (Editor). 2007. Williams Hematology.
Edisi 7. New York: McGraw Hill Medical.
Ludong, Marina. Kelainan Fungsi Hemostasis. Jakarta: Departemen Patologi Klinik
Universitas Tarumanegara.
28
Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press:
Yogjakarta
Permono, H. Bambang, Sutaryo, IDG Ugrasena, dkk (Penyunting). 2010. Buku ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Ketiga. Badan Penerbit Ikatan Dokter
anak Indonesia (IDAI).
Purwanto, Ibnu. et. al. 2006. Purpura Trombositopenia Idiopatik. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Rotty LWA. Hemofilia A dan B. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati
S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI; 2006. p. 759-62.
Setiabudi, Rahajuningsih D. 2009. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta : FKUI.
Halaman 23-32
Setyoboedi, Bagus. PTI pada Anak. Surabaya: Sari Pediatri, 2004.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah.Vol 3. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. Hal. 1293-1312.
Suryo. 1986. Genetika Manusia.Gajah Mada University Press: Yogjakarta
Tjonnfjord GE, Holme PA. Factor eight inhibitor bpass activity (FEIBA) in the
management of bleeds in hemophilia patients with high-titer inhibitors.
Vascular Health Risk Management. 2007 August; 3(4).
World Federation of Hemophilia. Panduan Penatalaksanaan Hemofilia. [Online].;
2005 [cited 2011 10 29. Available from:
http://www.wfh.org/2/docs/Publications/Other_Languages/Treatment-
Guidelines_Indonesian.pdf
29