Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pemicu Seorang ibu membawa bayi perempuannya yang berumur 8 bulan ke UGD sebuah Rumah Sakit karena muncul keluhan bercak biru pada kedua lututnya. Bercak bercak kebiruan tersebut sudah sering terjadi berulang-ulang sejak bayi tersebut bisa tengkurap dan belajar merangkak. Kira- kira 2 minggu sebelumnya pasien ada menderita demam, tapi sekarang sudah sembuh. Menurut ibu nya sat ini tidak ada batuk pilek maupun muntah. Keluar darah dari hidung juga disangkal. BAB dan BAK anak seperti biasa. Sampai saat ini bayi tersebut masih meminum ASI dari ibu nya serta telah mendapatkan imunisasi lengkap sampai usia 8 bulan. Pada pemeriksaan fisik anak tidak tampak sakit, gizi cukup baik, 36,6°C, denyut nadi 100x/menit, frekuensi nafas 26x/menit. Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik. Mulut : tonsil tidak membesar, gusi tidak berdarah. Jantung dan paru tak ada kelainan. Abdomen lemas, tidak membuncit, hati dan limpa tidak teraba. Ekstremitas : lengan tidak ada kelainan, pada kedua lutut kaki tampak bercak kebiruan dengan diameter sekitar 3x4 cm. 1.2. Klarifikasi dan Definsi Masalah - 1

description

a

Transcript of Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

Page 1: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pemicu

Seorang ibu membawa bayi perempuannya yang berumur 8 bulan ke UGD

sebuah Rumah Sakit karena muncul keluhan bercak biru pada kedua lututnya.

Bercak bercak kebiruan tersebut sudah sering terjadi berulang-ulang sejak bayi

tersebut bisa tengkurap dan belajar merangkak. Kira-kira 2 minggu sebelumnya

pasien ada menderita demam, tapi sekarang sudah sembuh. Menurut ibu nya sat

ini tidak ada batuk pilek maupun muntah. Keluar darah dari hidung juga

disangkal. BAB dan BAK anak seperti biasa. Sampai saat ini bayi tersebut masih

meminum ASI dari ibu nya serta telah mendapatkan imunisasi lengkap sampai

usia 8 bulan.

Pada pemeriksaan fisik anak tidak tampak sakit, gizi cukup baik, 36,6°C,

denyut nadi 100x/menit, frekuensi nafas 26x/menit. Mata : konjungtiva tidak

anemis, sclera tidak ikterik. Mulut : tonsil tidak membesar, gusi tidak berdarah.

Jantung dan paru tak ada kelainan. Abdomen lemas, tidak membuncit, hati dan

limpa tidak teraba. Ekstremitas : lengan tidak ada kelainan, pada kedua lutut kaki

tampak bercak kebiruan dengan diameter sekitar 3x4 cm.

1.2. Klarifikasi dan Definsi Masalah

-

1.3. Kata Kunci

1. Bayi perempuan, 8 bulan

2. Bercak biru pada kedua lutut

3. Riwayat demam

1.4. Rumusan Masalah

Bayi perempuan, 8 bulan dating dengan keluhan bercak biru pada kedua lututnya

yang timbul berulang-ulang sejak dia bisa merengkak dan tengkurap.

1

Page 2: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

1.5. Analisis Masalah

1.6. Hipotesis

Bayi perempuan, 8 bulan mengalami hemophilia.

1.7. Data Tambahan

1. Trombosit : 320.000

2. PT : 11,2

3. BT : 2 detik

4. APTT : 74

2

Bercak kebiruan sejak bisa merangkak

Keluhan lain (-)Perdarahan (-)

DD

Penggumpalan darah akibat pecahnya dinding pembuluh

darah

Bayi perempuan, 8 bulan

Trauma fisik Efek obat anti koagulan

Purpura Trombositopenia

Idiopatik

Hemofilia

Tx

Pemeriksaan penunjang

Prognosis

Page 3: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

1.8. Pertanyaan Diskusi

1. Bagaimana mekanisme hemostasis.

2. Bagaimana proses pembentukan darah.

3. Apa saja faktor-faktor pembentukan darah.

4. Jelaskan kelainan-kelainan hemostasis.

5. Hemophilia

a. Defenisi.

b. Klasifikasi.

c. Etiologi.

d. Epidemiologi.

e. Pathogenesis.

f. Manifestasi klinik.

g. Faktor resiko.

h. Diagnosis.

i. Tatalaksana.

j. Pencegahan.

k. Komplikasi.

l. Prognosis.

m. Edukasi.

n. DD.

o. Pemeriksaan penunjang.

6. Mengapa bercak biru muncul pada kedua lutut dan terjadi secara berulang-

ulang.

7. Jelaskan DD yang mungkin pada kasus yang mungkin dan cara

membedakannya.

3

Page 4: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mekanisme Hemostasis

Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang

rusak, terutama kapiler, arteriol dan venula.

Gambar 1. Proses Hemostasis

Perdarahan dari arteri lebih deras daripada vena karena tekanan yang

mendorong keluar jauh lebih besar di arteri sehingga tindakan pertolongan

pertamanya yakni pemberian tekanan eksternal terhadapembuluhluka tersebut.

Tiga langkah utama hemostasis yakni :

1.Spasme vaskular

2.Pembentukan sumbat trombosit

3.Pembentukan bekuan darah (koagulasi darah)

Trombosit berperan pada ketiganya, terutama pada sumbat trombosit.

1.Spasme vaskular

Pembuluh darah yang rusak akan segera berkontriksi. Mekanismenya diduga dipicu

oleh zat parakrin dari endotel yang cedera tersebut. Spasme vaskular ini memperlambat

darah mengalir melalui defek dan memperkecil kehilangan darah.

2.Sumbat trombosit

Pada keadaan normal, trombosit tidak melekat pada endotel. Tetapi, jika permukaan

pembuluh darah ini rusak maka trombosit menjadi aktif oleh karena kolagen yang

4

Page 5: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

terpajan (jaringan ikat di bawah endotel) dan menjadi langsung berhubungan dengan

darah.

Setelah aktif, trombosit cepat melekat ke kolagen tersebut dan membentuk sumbat

trombosit (membuat agregasi/kumpulan trombosit) di endotel yang rusak.

Ketika trombosit-trombosit mulai menggumpal, trombosit-trombosit akan keluarkan

beberapa bahan kimia penting dari granula simpanannya, seperti adenosin trifosfat (ADP)

yang sebabkan trombosit-trombosit menjadi lekat satu sama lain untuk menumpuk di

tempat defek. Hal ini tidak berlangsung terus menerus karena adanya pelepasan

prostasiklin dan nitrat oksida dari endotel normal sekita tempat defek. Keduanya hambat

agregasi trombosit sehingga sumbat trombosit hanya terbatas di tempat defek. Sumbat

trombosit, selain berfungsi menambal kerusakan pembuluh darah, juga :

Memadatkan sumbat oleh kontraksi aktin-miosin trombosit, memperkuat

vasokontriksi awal oleh bahan-bahan yang dikeluarkan oelh sumbat trombosit yakni

vasokonstriktor kuat (serotonin, epinefrin dan tromboksan A2), membebaskan bahan-

bahan lain yang meningkatkan koagulasi darah. Lubang yang lebih besara di pembuluh

memerlukan pembentukan bekuan darah.

3.Koagulasi darah

Adalah perubahan darah dari cairan menjadi gel padat. Fungsinya untuk memperkuat

sumbat trombosit.

a. Pemicu jenjang pembekuannya dapat melalui 2 jalur, jalur intrinsik atau ekstrinsik.

1.Jalur intrinsik

Memicu pembekuan di dalam pembuluh yang rusak dan pembekuan sampel darah di

dalam tabung reaksi. Semua unsur yang diperlukan untuk hal ini terdapat di dalam darah.

Jalur ini melibatkan 7 langkah. Teraktifkan jika faktor XII (faktor Hageman) aktif dengan

kontaknya dengan kolagen yang terpajan di pembuluh yang cedara atau kontaknya

dengan permukaan benda asing misalnya kaca tabung reaksi. Ingat bahwa kolagen yang

terpajan juga memicu agregasi trombosit, jadi jika terjadi kerusakan pembuluhdarah,

dibentuk agregasi trombosit dan koagulasi darah. Agregat trombosit mengeluarkan PF3

(platelet factor 3) yang esensial bagi jenjang pembekuan selanjutnya.

2.Jalur ekstrinsik

Hanya memerlukan 4 langkah. Teraktifkan jika jaringan mengalami trauma (diluar

pembuluhdarah), jaringan itu mengeluarkan tromboplastin jaringan. Tromboplastin

jaringan secara langsung mengaktifkan faktor X, sehingga melewatkan tahap-

tahapembuluhsebelumnya di jalur intrinsik. Dari titik ini, kedua jalur identik. Jika cedera

jaringan dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah, maka jalur intrinsik menghentikan

darah di pembuluhdarah yang cedera, sedangkan jalur ektrinsik membekukan darah yang

5

Page 6: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

keluar dari jaringa sebelum pembuluh tertambal. Biasanya bekuan darah terbentuk

sempurna dalam 3-6 menit.

b.Jenjang pembekuannya

Jika dari jalur intrinsik yakni:

Jalur intrinsik membuat faktor XII inaktif jadi aktif

Faktor XII aktif membuat faktor XI inaktif menjadi aktif

Faktor XI aktif membuat faktor IX inaktif menjadi aktif (diperlukan pula Ca2+/faktor

IV)

Faktor IX aktif membuat faktor X inaktif menjadi aktif (diperlukan pula faktor IV,

VIII dan PF3)

Faktor X aktif membuat protrombin/faktor II menjadi Trombin (diperlukan pula

faktor IV, V dan PF3)

Trombin kemudian :

Mengubah fibrinogen/faktor I menjadi fibrin (jala longgar)

Mengaktifkan fibrin-stabilizing factor/faktor XIII yang membuat fibrin jala longgar

menjadi fibrin jala stabil. Fibrin jala stabil membuat terperangkapnya sel-sel darah dan

jadilah suatu bekuan.

Meningkatkan pengaktifan dirinya sendiri oleh protrombin

Meningkatkan agregasi trombosit

Jika dari jalur ektrinsik yakni:

Jalur ektrinsik (kerusakan jaringan) membuat aktifnya tromboplastin jaringan/faktor

III

Faktor III membuat faktor X inaktif menjadi aktif (diperlukan pula faktor IV dan VII)

Langkah selanjutnya sama saat faktor X menjadi aktif.

6

Page 7: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

c. Terdapat 12 faktor pembekuan plasma. Faktor-faktor ini diberi nama angka romawi

sesuai urutan penemuannya. Sebagian besar dari faktor pembekuan ini (kecuali faktor IV

dan PF3 yang dikeluarkan oleh sumbat trombosit) adalah protein plasma yang disintesis

oleh hati (sehingga salah satu konsekuensi penyakit hati adalah waktu pembekuan yang

memanjang akibat berkurangnya produksi faktor pembekuan).

Dalam keadaan normal, beberapa faktor-faktor ini selalu terdapat di dalam plasma

dalam bentuk inaktif.

Bekuan tidak dibentuk permanen, tetapi bersifat sementara sampai pembuluh dapat

diperbaiki.

Agregat trombosit mengeluarkan bahan kimia yang bantu meningkatkan invasi

fibroblas dari jaringan ikat sekitar ke daerah pembuluh yang luka untuk membentuk

jaringan parut.

Bekuan darah yang tidak lagi diperlukan untuk mencegah perdarahan, secara perlahan

dihancurkan oleh suatu enzim fibrinolitik yang dinamai plasmin.

Plasmin, seperti faktor pembekuan, adalah protein plasma yang diproduksi oleh hati

dan terdapat di darah dalam prekursor inaktif, plasminogen. Plasmin diaktifkan oleh

beberapa faktor, seperti faktor XII. Plasmin yang terperangkapembuluhdi bekuan

kemudian secara perlahan menguraikan jala fibrin. SDPEMBULUHfagositik juga secara

bertahapembuluhmenyingkirkan bekuan.

Plasmin juga dapat diaktifkan oleh tissue plasminogen activator (tPA) dari paru yang

selanjutnya berfungsi menghancurkan bekuan yang tidak sesuai (secara terus menerus,

terdapat fibrinogen yang diubah menjadi fibrin di seluruh pembuluhdarah, belum

diketahui pasti mekanismenya). Aktivitas pembentukan bekuan ini lemah, sehingga dapat

diimbangi oleh aktivitas pemhambat bekuan.

Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk

menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble

fibrinogen, memperkuat plak trombosit primer.

Hasil dari pemeriksaan PT dan PTT atau aPTT biasanya menolong lokasi suatu

kelainan dalam skema koagulasi untuk diagnosis kelainan-kelainan koagulasi.

7

Page 8: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

Tabel 1. Faktor Pembekuan Darah

2.2 Kelainan Pada Hemostasis

2.2.1 Gangguan Trombosit

a. Kelainan jumlah trombosit

1. Trombositopenia

Jumlah trombosit normal di dalam tubuh berkisar antara 150-450 x

109/L. Dalam rentang ini, trombosit akan berfungsi dengan baik dalam

proses koagulasi dengan cara membuat sumbat trombosit dan

menstimulasi pembentukan bekuan fibrin yang solid. Penurunan jumlah

trombosit akan menyebabkan perdarahan dari membrane mukosa seperti

perdarahan gusi (gingival bleeding), perdarahan hidung (epistaksis),

memar yang luas (ekimosis), dan petekie (pintpoint hemorrhages). Pasien

dengan jumlah trombosit 6000 akan mengalami perdarahan pada saat

operasi dan pasien dengan jumlah trombosit 30.000 dapat mengalami

petekie. Pasien dengan jumlah trombosit kurang dari 5000, berisiko untuk

mengalami perdarahan pada sistem saraf pusat. Tes laboratorium yang

8

Page 9: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

dapat membantu dalam evaluasi fungsi trombosit adalah evaluasi jumlah

dan morfologi trombosit melalui apusan darah tepi, tes waktu perdarahan,

tes agregasi trombosit dengan menggunakan satu atau beberapa metode,

dan metode lainnya yang dapat menilai fungsi dan agregasi trombosit.

Trombositopenia atau penurunan jumlah trombosit dapat disebabkan oleh

banyak faktor. Penurunan produksi atau peningkatan destruksi trombosit

biasanya dilaporkan sebagai gangguan jumlah trombosit. Namun, kondisi

relatif dari sampel ataupun variabel preanalitik dapat menyebabkan false

positif pada uji hitung trombosit.

Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit kuran dari

150 x 109/ liter. Ada banyak penyebab trombositopenia, tetapi penyebab-

penyebab trombositopenia tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan

distribusi trombosit. Jumlah trombosit yang rendah dapat disebabkan oleh

destruksi perifer akibat mekanisme imun maupun nonimun, pnurunan

produksi akibat penyakit sumsum tulang inheriter atau didapat, dan

spleenic pooling. (Lichtman, 2007)

Usia munculnya trombositopenia dapat membantu menentukan

penyebab trombositopenia. Penyebab trombositopenia tersering pada bayi

baru lahir dan neonatus adalah trombositopenia, infeksi, dan transfer

antibosi pasif dari ibu dengan purpura trombositopenik imun (ITP). Pada

anak-anak, penyebab tersering adalah purpura trombositopenik imun dan

infeksi virus. Diagnosis banding untuk trombositopenia pada orang dewasa

sangat luas, biasanya trombositopenia yang terjadi disebabkan oleh adanya

suatu proses penyakit yang mendasari atau oleh proses autoimun.

(Lichtman, 2007)

Meskipun demikian, trombositopenia inherites harus selalu

dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien dengan trombositopenia

ringan sampai moderat yang mungkin tidak memiliki riwayat perdarahan

yang signifikan secara klinis. Banyak pasien dewasa didiagnosis secara

incidental dalam pemeriksaan rutin. Pemeriksaan yang cermat pada

sediaan hapus darah tepi adalah cara terbaik dalam mempersempit

diagnosis banding. Penggumpalan trombosit mendukung diagnosis

pseudotrombositopenia dan intervensi yang mungkin berbahaya harus

dihindari. Banyak trombositopenia kongenita dapat dikenali melalui

9

Page 10: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

perubahan morfologi trombosit, seperti giant atau small platelet, granul

abnormal pada trombosit, atau berhubungan dengan perubahan morfologi

eritrosit atau leukosit. Tabel di bawah ini meringkas penyebab tersering

trombositopenia. (Lichtman,, 2007)

Klasifikasi Trombositopenia

Pseudotrombositopenia

Aglutinasi trombosit

Satelitism trombosit

Antibodi antiphospholipid

Antagonis GpIIa-IIIa

Gangguan produksi trombosit

Congenital

Autosomal dominan

MYH9-related (May - Hegglin anomaly , Fechtner syndrome, Eipstein

syndrome, Sebastian syndrome)

Mediterranean macrothrombocytopenia

Sindrom platelet familial dengan predisposisi AML

Trombositopenia terpaut kromosom 10

Sindrom Paris-Trousseau

Trombositopenia dengan sinostosis radial

Autosomal resesif

Congenital amegakaryocytic thrombocytopenia

Trombositopenia tanpa syndrome radius (TAR)

Sindrom Bernard-Soulier

Sindrom Gray platelet

Trombositopenia terpaut kromosom X

Sindrom Wiskott-Aldrich

Trombositopenia terpaut kromosom X

Trombositopenia terpaut kromosom X dengan diseritrositosis

Didapat

Infiltrasi sumsum tulang

Infeksi penyakit

HIV

Parvovirus

Sitomegalovirus

10

Page 11: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

Lainnya

Radioterapi dan kemoterapi

Defisiensi asam folat dan vitamin B12

Paroxymal nocturnal hemoglobinuria

Anemia aplastik didapat

Sindrom mielodisplastik

Trombositopenia megakariosit murni didapat (acquired pure megakaryocytic

thrombocytopenia)

Peningkatan destruksi trombosit

Tombositopenia dimediasi imun

Purpura trombositopenia autoimun

Idiopatik

Sekunder

Trombositopenia alloimun

Trombositopenia neonatal

Purpura posttransfusi

Nonimun trombositopenia

Mikroangiopati trombotik

Thrombotic thrombocytopenic purpura dan hemolytic uremic syndrome

Disseminated intravascular coagulopathy

Kasabach-Merritt syndrome

Destruksi trombosit oleh permukaan artificial

Hemofagositosis

Distribusi trombosit yang abnormal atau pooling

Splenomegaly

Hipersplenisme

Hipotermia

Transfusi masif

Trombositopenia diinduksi obat

Trombositopenia diinduksi heparin

Trombositopenia akibat obat-obat lain

(Lichtman, 2007)

2. Trombositosis

Trombositosis adalah keadaan dimana jumlah platelet > 450 x 109/L.

Penyebabnya bisa primer maupun sekunder. Trombositosis primer dapat

muncul pada mieloproliferatif disorder, dimana jumlah platelet meningkat

11

Page 12: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

namun fungsinya terganggu. Penyebab sekunder trombositosis adalah

kehilangan darah baik akut maupun kronik, penyakit inflamasi kronik,

postsplenectomi, dan anemia defisiensi besi. Pada kasus ii, fungsi platelet

normal, dan peningkatan jumlah terombosit dapat berlangsung selama

beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada anemia defisiensi besi,

jumlah platelet dapat meningkat hingga 2 juta sebagai akibat stimulasi

sumsum tulang. Setelah terapi besi dimulai, jumlah platelet biasanya

kembali normal. (Ciesla, 2007)

b. Kelainan fungsi trombosit

Kelainan fungsi trombosit dapat berupa kelainan didapat atau kelainan

herediter. Pada kelainan fungsi trombosit jumlah dan morfologi trombosit

normal akan tetapi waktu perdarahan memanjang.Gangguan dapat terjadi

pada setiap fase fungsi trombosit (adhesi, agregasi dan sekresi) yang dapat

menyebabkan kelainan atau pemanjangan pembentukan sumbat

hemostatik. Manifestasi dapat ringan hingga berat berupa perdarahan.

Kelainan dapat berupa:Petekie, Perdarahan mukosa hidung, Perdarahan

vagina, Perdarahan memanjang pada luka. Jumlah trombosit dapat normal

maupun menurun.waktu perdarahan memanjang. (Permono, 2010)

Kelainan herediter

1. Sindrome Bernard-Soulier

Diturunkan secara autosomal resesif . Disebabkan oleh tidak adanya

glikoprotein Ib pada membran trombosit, gangguan pengikatan pada vWF,

gangguan adhesi pada jaringan ikat subendotel yang terbuka dan trombosit

tidak beragregasi dengan ristosetin. Dapat terjadi trombositopenia dengan

derajat yang bervariasi. (Permono, 2010)

Gambaran klinik berupa memar dan dapat berupa perdarahan hebat

akibat luka dan pembedahan. Pada pemeriksaan darah tepi terlihat ukuran

trombosit lebih besar (giant platelet), ukuran hampir sama dengan ukuran

eritrosit atau inti sel limfosit kecil. Terapi dapat diberikan suportif berupa

transfusi eritrosit dan trombosit. (Permono, 2010)

12

Page 13: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

2. Trombastenia (penyakit Glanzmann)

Diturunkan secara autosomal resesif dan jarang dijumpai. Disebabkan

oleh defisiensi kompleks glikoprotein IIb/IIIa (GPIIb/IIIa) dengan

jembatan fibrinogen (GPIIa/IIIb-fibrinogen-GPIIb/IIIa). Biasanya muncul

pada neonatus Perdarahan dapat terjadi sejak masa bayi walaupun

perdarahan tidak terlalu berat namun dapat menyebabkan kematian.

Perdarahan dapat berupa:

– Petekie

– Perdarahan mukosa termasuk epistaksis

– Menorraghi

– Perdarahan GI

Pengobatan dapat berupa transfusi trombosit

3. Storage Pool Disease

Disebut juga dengan sindrome trombosit kelabu. Ditandai dengan

ukuran trombosit lebih besar dari normal dan hampir tidak terdapat granula

α dan disertai dengan defisiensi protein sehingga ATP dan ADP

berkurang. Waktu perdarahan memanjang. Secara klinis tampak

perdarahan ringan sampai sedang. (Permono, 2010)

13

Platelet berukuran besar (tanda panah)

Trombosit kelabu

Page 14: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

Kelainan didapat :

1). Pengaruh obat antitrombosit

Beberapa obat dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit seperti

Aspirin, Indometasin,penisilin, karbenisilin)pada pasien dengan kelainan

hemostasis (trombositopenia dan hemofilia), namun pada individu dengan

faal hemostasis normal tidak menyebabkan perdarahan spontan. Pengaruh

obat terhadap fungsi trombosit adalah dengan menghambat metabolisme

asam arakhidonik. (Permono, 2010)

Aspirin merupakan suatu inhibitor yang kuat terhadapa enzim

sikoogsigenase. Berkurangnya enzim ini meyebabkan pembentukan

tromboksan. Pada individu normal waktu perdarahan memanjang 1-2

menit dari normal dan dapat berlangsung sampai 7 hari. Sedangkan pasien

dengan gangguan hemostasis, gangguan fungsi hemostasis, gangguan

fungsi trombosit dan pada penyakit von willebrand, waktu perdarahan

memanjang dan dapat terjadi perdarahan yang serius. (Permono, 2010)

2). Uremia

Uremia adalah kadaan toksik yang disebabkan gagal ginjal. Hal ini

terjadi bila fungsi ginjal tidak dapat membuang urea keluar dari tubuh

sehingga urea menumpuk dalam darah. Uremia dapat menyebabkan

gangguan pada trombosit dan hipersomnia serta efek lainnya.Perdarahan

sering terjadi pada pasien uremia dan dapat berakibat fatal. Disebabkan

oleh gangguan adhesi trombosit dan enzim siklooksigenase pada pasien

uremia. Perdarahan dapat berupa petekie, perdarahan GI dan mukosa.

(Permono, 2010)

3).Gangguan hati

Bersifat multikompleks. Disebabkan oleh berkurangnya semua faktor

koagulasi dalam plasma dan terjadi proses fibrinolisis yang hebat.

Membran trombosit rusak pada pasien dengan gangguan hati sehingga

dapat terjadi gangguan adhesi trombosit. Pada pasien dengan penyakit hati

terjadi proses fibrinolisis yang hebat. Koreksi dapat diusahakan dengan

transfuse suspensi trombosit. (Permono, 2010)

2.2.2 Kelainan Pembekuan darah

14

Page 15: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

a. Hemophilia dan penyakit Von Willenbrand

Hemofilia merupakan suatu penyakit gangguan perdarahan yang

bersifat herediter akibat kekurangan faktor pembekuan VIII dan IX. Pada

saat ini dikenal 2 bentuk hemofilia, yaitu hemofilia A, karena kekurangan

faktor VIII dan hemofilia B karena kekurangan faktor IX. (Permono, 2010)

Dahulu, hemofilia sering dikacaukan dengan penyakit vonWillerbrand,

pada keduanya ditemukan kekurangan faktor pembekuan VIII, tetapi pada

penyakit vonWillebrand ditemukan pula kekurangan faktor von

Willebrand yaitu suatu faktor yang diperlukan untuk agregrasi trombosit.

(Permono, 2010)

b. Didapat : Defisiensi vitamin K, DIC, penyakit hati

1. Defisiensi vitamin K

Defisiensi vitamin K dapat terjadi akibat prematuritas, asupan makan

tidak adekuat, terlambatnya kolonisasi kuman, komplikasi obstektrik dan

perinatal, kekurangan vitamin k pada ibu. (Permono, 2010)

Manifestasi berupa memar ringan sampai ekimosis generalisata,

perdarahan kulit, perdarahan gastrointestinal, vagina, dan intracranial.

Pada neonatus, sering terjadi perdarahan di scalp, hematoma sefal yang

besar, perdarahan intracranial, perdarahan tali pusar, perdarahan pada

bekas sirkumsisi, oozing pada bekas suntikan, kadang perdarahan

gastrointestinal. (Permono, 2010)

Saat melakukan anamnesis pada neonatus, perhatikan keadaan

umumnya. Tanyakan kepada wali kapan perdarahan timbul, lokasi

perdarahan, riwayat pemberian ASI/susu formula, dan riwayat pengobatan

ibu. Pada anak yang lebih besar, tanyakan tentang asupan makanan,

riwayat pengobatan, riwayat penyakit (malabsorpsi) , riwayat keluarga

(penyakit darah). (Permono, 2010)

Pada pemeriksaan fisik dapat diketahui keadaan umum penderita,

lokasi dan bentuk perdarahan yang timbul. Pada bayi/anak yang menderita

kekurangan vitamin K, biasanya keadaan umum penderita baik, tidak

tampak sakit. (Permono, 2010)

Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan pembekuan darah

karena kekurangan vitamin K menunjukkan :

– waktu pembekuan memanjang,

15

Page 16: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

– Penurunan aktivitas faktor II, VIII, IX dan X,

– PT dan PTT memanjang,

– TT normal

– Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, faktor V dan VIII,

fragilitas kapiler dan retraksi bekuan normal

Bayi yang mengalami perdarahan akibat defisiensi vitamin K harus

segera mendapatkan vitamin K. Vitamin K tidak boleh diberikan secara

intramuscular karena dapat menyebabkan hematoma, sebaiknya berikan

secar subkutan. Bila diberikan secara subkutan, dosisnya 5-10 mg, dengan

dosis tunggal biasanya memberikan perbaikan PT dalam waktu 12-24 jam.

Pemberian secara intravena juga bisa dilakukan, tetapi harus berhati-hati

karena bisa teradi reaksi anafilkasis, dan bila diberikan secara intravena

dosis vitamin K sebesar 1 mg untuk 2-3 kali pemberian dengan interval

waktu 6-8 jam. Jenis vitamin K yang diberikan sebaiknya vitamin K1,

karena relatif lebih aman dan efek sampinya lebih kecil dibandingkan

vitamin K3. (Permono, 2010)

Apabila terjadi perdarahan hebat, disamping pemberian vitamin K,

perlu juga diberikan fresh frozen plasma dengan dosis 10-15 ml/kg berat

badan. (Permono, 2010)

Untuk mencegah terjadinya perdarahan akibat defisiensi vitamin K

pada bayi setelah lahir, vitamin K profillaksis diberikan kepada yang

memiliki risiko seperti ibu hamil yang meminum obat antikonvulsan. Ibu

mendapat vit K 5 mg/hari oral selama trimester 3 kehamilan atau diberi

injeksi IM 24 jam sebelum melahirkan, lalu pada bayi harus segera

dilakukan pemeriksaan PT, PTT serta trombosit, sambil diberi vit K 1 mg

dan diulang 24 jam berikutnya. Bayi yang mendapat pengobatan antibiotik

spectrum luas dan bayi dengan malabsorbsi perlu mendapat profilaksis

vitamin K 1 mg peroral/ minggu selama 3 bulan pertama kehidupan bayi.

(Permono, 2010)

Departemen RI mengajukan rekomendasi dalam rangka mencegah

timbulnya Hemorraghic Disease of the Newborn (HDN), untuk

memberikan vitamin K1 profilaksis bagi semua bayi baru lahir dan

kegiatan ini dijadikan program nasional seperti yang dianjurkan oleh

WHO. (Permono, 2010)

16

Page 17: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

2. Penyakit hati

Hati berperan dalam sintesis semua faktor koagulasi plasma, kecuali

faktor VII juga di endotel pembuluh darah, sintesis inhibitor alami

(antitrombin III, protein C dan S), sintesis anti plasma. Etiologi penyakit

hati ini dapat berupa imaturitas, infeksi, hipoksia, Sindrom Reye, sirosis,

dan lain-lain. (Permono, 2010)

Manifestasi klinis berupa kelainan koagulasi yang disebabkan oleh

penyakit hati berat. Manifestasi perdarahan umumnya sama dengan

gangguan pembekuan darah lain. Pada bayi kurang bulan umunya dapat

terjadi perdarahan di paru dan intraserebral. (Permono, 2010)

Pada pemeriksaa laboratorium didapatkan penurunan faktor II, V, VII,

Xdan antitrombin III. PT dan PTT memanjang. Jumlah trombosit normal

atau menurun. Tidak terdapat soluble fibrin complex pada plasma. Tes

darah ke arah fibrinolisis normal. (Permono, 2010)

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis, ditemukan adanya keluhan

penyakit hati, dan diperkuat dengan temuan pada pemeriksaan fisik dan

laboratorium. (Permono, 2010)

Penatalaksanaan perdarahan ini adalah dengan cara menangani

penyakit primernya. Jika terjadi perdarahan dapat diberikan fresh frozen

plasma 10-15 mg/kg BB. Koreksi fibrinogen dapat dilakukan dengan

memberikan kriopresipitat. Pada hipofibrinogenemia berat, berikan 1

kantong / 5 kg BB kriopresipitat. Vitamin K diberikan secara oral,

subkutan, ataupun intravena; untuk bayi diberikan sebanyak 1 mg/24 jam,

anak 2-3 mg, dan remaja/dewasa sebanyak 5-10 mg. (Permono, 2010)

3. DIC

Pembekuan intravaskular menyeluruh berupa kelainan

trombohemoragik sistemik dengan penyakit primer yang mendasari dan

etiologi dapat hipoksia, asidosis, nekrosis jaringan, syok, kerusaan endotel.

(Permono, 2010)

Pasien tampak sakit berat dan memiliki penyakit primer yang

mendasari. Perdarahan di banyak tempat seperti kulit, mukosa, saluran

urogenital, dan gastrointestinal. Perdarahan terutama sering terjadi pada

tempat pengambilan darah vena atau insisi bedah. Pada pasien juga sering

17

Page 18: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

dijumpai adanya petekie dan ekimosis. Nekrosis jaringan dapat terlihat

sebagai infark luas di kulit, jaringan subkutan, atau ginjal. Pasien juga

menunjukkan gejala anemia. (Permono, 2010)

Pada pemeriksaan laboratorium diperoleh PT, aPTT, dan TT

memanjang. Jumlah trombosit menurun (biasanya <100.000 / mm3).

Terdapat penurunan konsentrasi fibrinogen, aktifitas protrombin, faktor V

dan VIII. Pada sediaan darah tepi ditemukan adanya fragmentasi sel darah

merah. Kadar FDPs dan D-dimer mengalami peningkatan. (Permono,

2010)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan hasil

laboratorium. Kriteria minimal menegakkan diagnosis yaitu didapatkan

keadaan klinis yang menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan,

tromboemboli atau keduanya disertai trombositopenia dan gambaran sel

burr pada sel darah merah atau D-dimer positif. (Permono, 2010)

Penatalaksanaan penyakit ini dilakukan dengan mengobati penyakit

primernya, mengganti faktor koagulasi yang kurang, pemberian

antikoagulan, pemberian antifibrinolitik, dan pengobatan alternatif.

(Permono, 2010)

Gambaran laboratorium perdarahan akibat kekurangan vitamin K,

penyakit hati, dan DIC

Komponen Defisiensi Vit. K Penyakit Hati DIC

Morfologi eritrosit Normal Sel targetSel target, sel burr,

fragmentosit, sferosit

PTT Memanjang Memanjang Memanjang

PT Memanjang Memanjang Memanjang

Fibrin split product Normal Normal/naik Naik

Trombosit Normal Normal/turun Menurun

Faktor koagulasi

yang menurunII, VII, IX, X I, II, V, VII, IX, X I, II, VIII, XIII

(Permono, 2010)

2.3 Hemofilia

2.3.1 Definisi

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor

18

Page 19: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive

pada kromosom X ( X E). Hemofilia merupakan penyakit pembekuan

darah kongenital yang disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan

darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX yang bersifat herediter secara

sex-linked recessive pada kromosom X (X ). Factor tersebut

merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat

dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan

fibrin pada daerah trauma.

2.3.2 Klasifikasi

saat ini dikenal 2 macam hemophilia yang diturunkan secara sex-

linked recessive yaitu :

1. Hemofilia A (hemofila klasik), akibat defisiensi atau disfungsi

factor pembekuan VII (F VIIIc).

2. Hemofilia B (Chistmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX

( Faktor Christmas).

Klasifikasi hemophilia menurut berat ringannya penyakit :

1. Berat : <1%

2. Sedang : 1 ± 5%

3. Ringan : 5 ± 25%

2.3.3 Etiologi

Penurunan aktivitas dapat disebabkan penurunan jumlah protein faktor VIII,

adanya protein abnormal yang fungsional, atau kombinasi keduanya. Untuk faktor

VIII menjadi kofaktor efektif untuk faktor IXa, pertama harus diaktifkan oleh

trombin. Faktor VIII aktif (VIIIa) dan faktor IX aktif (IXa) menghubungkan pada

permukaan platelet aktif, membentuk kompleks aktif faktor X fungsional (tenase atau

Xase). Adanya faktor VIIIa, kecepatan aktivasi faktor X oleh faktor IXa secara

dramatis meningkat.

Faktor IX adalah tergantung vitamin K, glikoprotein rantai tunggal terdiri dari 415

asam amino. Diaktifkan oleh faktor VIIa atau faktor XIa, membentuk enzim aktif

faktor IXa. Ketika diaktifkan, faktor IXa mengaktifkan faktor X dengan adanya faktor

VIIIa, fosfolipid, dan kalsium. Faktor VIIIa adalah kofaktor yang dibutuhkan untuk

aktivitas faktor IXa. Oleh karena itu, defisiensi salah satu faktor IX atau VIII

menimbulkan kekurangan yang sama dari aktivitas faktor X. Faktor Xa mengkonversi

19

Page 20: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

protrombin menjadi trombin dengan adanya faktor VA, fosfolipid, dan kalsium. Jadi,

defisiensi faktor IX menghasilkan konversi yang terlambat pada protrombin menjadi

trombin, yang merupakan penyebab perdarahan. Hemofilia B dapat disebabkan oleh

tidak adanya atau disfungsi molekul faktor IX. Keparahan klinis hemofilia B secara

kasar berhubungan dengan aktivitas fungsional faktor IX. (Lichtman)

2.3.4 Epidemiologi

Hemofilia A memang kurang sering dari penyakit Von Willebrand, tetapi

hemofilia A lebih sering terjadi daripada abnormalitas faktor pembekuan inherediter

lainnya. Perkiraan insiden hemofilia A adalah 1: 5.000-7.000 laki-laki kelahiran

hidup. Hal ini terjadi pada semua etnis di seluruh bagian dunia. Hemofilia B terjadi

1:25.000-30.000 kelahiran laki-laki. Sama dengan hemofilia A, hemofilia B

ditemukan pada semua etnis dan tidak ada predileksi geografik

2.3.5 Patogenesis

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang

diturunkan melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak

terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X,

sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun,

wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari

ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier.

Penyakit hemofilia ditandai oleh perdarahan spontan maupun

perdarahan yang sukar berhenti. Selain perdarahan yang tidak berhenti

karena luka, penderita hemophilia juga bisa mengalami perdarahan spontan di

bagian otot maupun sendi siku.

Pada orang normal, ketika perdarahan terjadi maka pembuluh

darah akan mengecil dan keping-keping darah (trombosit) akan menutupi

luka pada pembuluh. Pada saat yang sama, trombosit tersebut bekerja

membuat anyaman (benang-benang fibrin) untuk menutup luka agar darah

berhenti mengalir keluar dari pembuluh. Pada penderita hemofilia, proses

tersebut tidak berlangsung dengan sempurna.

20

Page 21: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

Kurangnya jumlah faktor pembeku darah menyebabkan anyaman penutup

luka tidak terbentuk sempurna sehingga darah terus mengalir keluar dari

pembuluh yang dapat berakibat berbahaya. Perdarahan di bagian dalam dapat

mengganggu fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi kaku

dan lumpuh, bahkan kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan

kematian pada usia dini.

2.3.6 Manifestasi Klinik

Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada

kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan

sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi

klinis tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan).

Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis, hematom

subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis

21

Page 22: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pascaoperasi

kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).

Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut

sebagai berikut: sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan

lainnya. Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada

otot betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.

Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom

kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.

Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utam akematian, dapat terjadi

spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang

membahayakan jalan napas dapat mengancam kehidupan. Hematuria masif sering

ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan.

Perdarahan pascaoperasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa hari,

yang berhubungan dengan penyemnbuhan luka yang buruk.

2.3.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Saat lahir biasanya terjadi perdarahan dari tali pusat

Pada anak yang lebih besar biasanya terjadi perdarahan sendi sebagai

akibat jatuh pada saat belajar berjalan, riwayat timbulnya, riwayat

timbulnya biru-biru bila terbentur (perdarahan abnormal)

Riwayat perdarahan keluarga

Adanya keluhan perdarahan spontan yang biasanya berlangsung lama

2. Pemeriksaan fisik

Ditemukan perdarahan berupa:

Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah

Hemartrosis

Sering dijumpai perdarahan interistial yang akan menyebabkan atrofi

otot, pergerakan akan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi

yang paling sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha,

dan sendi bahu

Sering dijumpai perdarahan di ronggamulut, kerongkongan, hidung,

perdarahan retroperineal, hematuri.

22

Page 23: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan penurunan kadar

hemoglobin bila terjadi perdarahan masif.

Waktu perdarahan normal/memanjang

Waktu pembekuan memanjang (closing time/CT)

Masa tromboplastin parsial memanjang (activated partial

thromboplastin time/APTT)

Waktu trombin dan protombin normal

Diagnosis pasti yaitu dengan pemeriksaan kadar faktor VIII dan

faktor IX

2.3.8 Tatalaksana

Prinsip pentalaksanaan Hemofilia adalah :

1. pencegahan terjadinya perdarahan

2. Perdarahan akut pada sendi/otot :

- Pertolongan pertama: dilakukan (rest, ice, compression,elevation)

- Dalam waktu kurang dari 2 jam pasien harus mendapat

replacement therapy faktor VII/IX

- Untuk perdarahan yang mengancam jiwa (intrakranial,

intraabdomen, atau saluran napas),replacement therapy harus

diberikan sebelum pemerikasaan lebih lanjut.

- Subtitusi faktor VIII:cryoprecipitate

- Subtitusi faktor IX : konsentrat pada plasma beku segar 10-20%

unit/kgatau konyne 500 u/vial

- Rujuk spesialis lain atau subsepesialis bila telah terjadi komplikasi

hemartrosis kronis dengan kontraktur sendi.

2.3.11 Pencegahan

Riwayat keluarga yang lengkap penting untuk deteksi karier. Semua anak

perempuan dari ayah hemofilia karier hemofilia. Jika diketahui karier punya

anak perempuan, anak perempuannya memiliki kemungkinan 50% menjadi

karier.

Deteksi karier penting ketika anak perempuan yang diketahui karier atau

keturunan perempuan dari pasien hemofilia menjadi hamil. Jika sumber untuk

deteksi karier tidak tersedia, riwayat keluarga teliti dapat dilakukan dan aktivitas

23

Page 24: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

koagulan faktor VIII dan tingkat antigen faktor von Willebrand dapat diukur.

Rasio vWF tergadap faktor VIII lebih tinggi pada wanita karier daripada non-

karier. Karier pada umumnya mempunyai 50% atau kurang faktor VIII normal.

Ketika data ini ditambahkan pada riwayat keluarga, kemungkinan seorang

wanita menjadi karier dapat dihitung. Bagaimanapun, dokter atau konselor

genetik harus hati-hati menjelaskan pada pasien yang dites bahwa hasil tes

mungkin salah, dan perkiraan akurat status karier menggunakan rasio FVIII dan

vWF tidak dapat dijamin.

Deteksi karier dan skrining genetik terkadang mungkin dengan

menggunakan probe DNA untuk identifikasi mutasi secara langsung. Seperti

dengan faktor VIII, mutasi pada sepasang nukleotida CpG mengganggu tempat

pembelahan TaqI sehingga dapat dideteksi langsung dengan pemetaan restriksi

endonuklease. Lebih sering, analisis RFLP digunakan. Diagnosis prenatal telah

dipercaya dengan menggunakan analisis RFLP DNA dari sampel vilus korionik

minggu 8-10 setelah konsepsi. Cara ini juga dapat dilakukan pada sel fetus yang

didapatkan dengan amniosentesis yang lebih akurat daripada sampel darah fetus

untuk aktivitas faktor IX dan materi genetik faktor IX.

2.3.12 Komplikasi

Komplikasi kronik hemofilia secara umum dibagi menjadi dua;

komplikasi muskuloskeletal dan komplikasi dari terapi

1. Komplikasi muskuloskeletal

Komplikasi muskuloskeletal terjadi karena hemarthrosis yang

berulang atau tidak ditangani dengan baik. Beberapa jenis yang dapat

terjadi ialah; chronic hemophilic arthropathy, kontraktur, pembentukan

pseudotumour dan fraktur.

2. Komplikasi dari terapi

Komplikasi terapi secara umum dibagi menjadi dua yaitu

pembentukan inhibitor hemofilia dan infeksi terkait transfusi. Infeksi

terkait transfusi terutama seperti HIV, Hepatitis A, B dan C dan infeksi

lainnya yang dapat menular melalui darah.

Inhibitor hemofilia adalah antibodi yang dapat menghancurkan

faktor pembekuan kaskade koagulasi. Inhibitor merupakan salah satu

penyulit dalam terapi hemofilia, karena antibodi ini dapat

menghancurkan konsentrat faktor yang diberikan sebelum konsentrat

24

Page 25: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

faktor berfungsi. Inhibitor hemofilia dapat terbentuk 10-20 hari setelah

pemberian konsentrat.

Keberadaan inhibitor dapat diketahui dengan pemeriksaan titer

inhibitor hemofilia. Transient inhibitor apabila titer inhibitor <5 BU

(bethhesda unit), sedangkan individu dengan titer ≥5 Bumerupakan

inhibitor persisten.

2.3.13 Prognosis

Menurut studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofilia berat pada

usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%, 68% dan 23%, dengan median usia

harapan hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup

untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan median usia

harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di

Inggris adalah 97%, 92% dan 59% dengan median usia harapan hidup 78

tahun.

2.3.14 Diagnosis banding

1. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.

Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic

berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit).

Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak

(berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune

Thrombocytopenic Purpura.

Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP)

merupakan kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk

untuk mengikat trombosit. Tidak jelas apakah antigen pada permukaan

trombosit dibentuk. Meskipun antibody antitrombosit dapat mengikat

komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident

tersering pada usia 20-50 tahum dan lebih sering pada wanita

dibanding laki-laki (2:1).

Gambaran klinik ITP yaitu: 1) onset pelan dengan perdarahan

melalui kulit atau mukosa berupa : petechie, echymosis, easy bruising,

menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan gusi. 2) perdarahan SSP

jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali pada <10%

kasus.

25

Page 26: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

2. Penyakit Von Willebrand

Dahulu, hemofilia sering dikacaukan dengan penyakit

vonWillerbrand, pada keduanya ditemukan kekurangan faktor

pembekuan VIII, tetapi pada penyakit vonWillebrand ditemukan pula

kekurangan faktor von Willebrand yaitu suatu faktor yang diperlukan

untuk agregrasi trombosit.

2.4 Penyebab bercak biru muncul pada kedua lutut dan terjadi secara

berulang-ulang

Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan

sendi peluru, karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan

menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi

peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.

26

Page 27: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan : Bayi perempuan 8 bulan mengalami Hemofilia

27

Page 28: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. JakartA: Buku Kedokteran EGC, 2008.

Bakta, I Made,Prof.,Dr.  2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. Halaman

238-239

Beck, Norman. 2009. Diagnostic Hematology. London : Springer

Ciesla, Betty. 2007. Hematology in Practice. United States of America : F.A. Davis

Company

Doungoes, marilyn E, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien. Ed 3. EGC. Jakarta: 2000.

Giangrande P. Acquired Hemophilia. [Online].; 2005 [cited 2011 10 31. Available

from:http://www.wfh.org/2/docs/Publications/Diagnosis_and_Treatment/

TOH38_Acquired_Hemophilia.pdf

Handin Rl. Disorders of Coagulation and thrombosis. In Fauci AS, Longo DL,

editors. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th edition.: McGraw-Hill;

2005. p. 680-7.

Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Gangguan Sistem

Hematologi. Penerbit Salemba Medika:Jakarta

Hay CRM, Brown S, Collins PW, Keeling DM, Liesner R. The diagnosis and

management of factor VIII and IX inhibitors: a guideline from the United

Kingdom Haemophilia Centre Doctors Organisation. British Journal of

Haematology. 2006; 133.

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Interpretasi Data Klinik. 2011.

Kasper CK, Buzin CH. http://www.carolkasper.com. [Online].; 2007 [cited 2011 10

29. Available from:

http://www.carolkasper.com/Monographs/genmonograph.pdf.

Lauralee.Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6.EGC. Jakarta:

EGC,2012.

Lichtman, Marshall A, Ernest B, Uri S., et al (Editor). 2007. Williams Hematology.

Edisi 7. New York: McGraw Hill Medical.

Ludong, Marina. Kelainan Fungsi Hemostasis. Jakarta: Departemen Patologi Klinik

Universitas Tarumanegara.

28

Page 29: Laporan DK Pemicu 3 Kelompok 4 Edit

Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press:

Yogjakarta

Permono, H. Bambang, Sutaryo, IDG Ugrasena, dkk (Penyunting). 2010. Buku ajar

Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Ketiga. Badan Penerbit Ikatan Dokter

anak Indonesia (IDAI).

Purwanto, Ibnu. et. al. 2006. Purpura Trombositopenia Idiopatik. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Rotty LWA. Hemofilia A dan B. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati

S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid II. Jakarta: Pusat

Penerbitan IPD FKUI; 2006. p. 759-62.

Setiabudi, Rahajuningsih D. 2009. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta : FKUI.

Halaman 23-32

Setyoboedi, Bagus. PTI pada Anak. Surabaya: Sari Pediatri, 2004.

Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah.Vol 3. Edisi 8. Jakarta :

EGC.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid I, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. Hal. 1293-1312.

Suryo. 1986. Genetika Manusia.Gajah Mada University Press: Yogjakarta

Tjonnfjord GE, Holme PA. Factor eight inhibitor bpass activity (FEIBA) in the

management of bleeds in hemophilia patients with high-titer inhibitors.

Vascular Health Risk Management. 2007 August; 3(4).

World Federation of Hemophilia. Panduan Penatalaksanaan Hemofilia. [Online].;

2005 [cited 2011 10 29. Available from:

http://www.wfh.org/2/docs/Publications/Other_Languages/Treatment-

Guidelines_Indonesian.pdf

29