Draft Presus Tn.R

41
PRESENTASI KASUS TUMOR MEDULLA SPINALIS Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Djoko N, Sp.S Disusun Oleh : Nunik Puji Rahayu (1110221019) 1

Transcript of Draft Presus Tn.R

PRESENTASI KASUS

TUMOR MEDULLA SPINALIS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinikdi Bagian Saraf

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Djoko N, Sp.S

Disusun Oleh :

Nunik Puji Rahayu

(1110221019)

Kepaniteraan Klinik Departemen Saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN – UPN ”VETERAN” JAKARTA

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto

PERIODE 07 Januari – 08 Februari 2013

1

PENDAHULUAN

Tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi dan

karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala serta bahaya dari

penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke dokter atau ke rumah sakit

sudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga cara penanggulangannya hanya bersifat

life-saving.

Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total

jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5

kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita

dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen

servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral. Sementara

manifestasi yang tersering adalah bahwa penderita datang dengan keluhan nyeri punggung

ataupun kelemahan.

Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor sekunder.

Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri sedangkan

tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di bagian tubuh lainnya.

Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya gradual) dan dua pertiga

pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Gejala pertama dari tumor medula

spinocerebellar penting diketahui karena dengan tindakan operasi sedini mungkin, dapat

mencegah kecacatan.

STATUS PASIEN

2

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R

Usia : 38 tahun

Jenis kelamin : Pria

Pekerjaan : Polri

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Suku bangsa : Indonesia

Tanggal masuk : 18 Desember 2012

II. ANAMNESA

Autoanamnesa

KELUHAN UTAMA : Nyeri yang semakin bertambah parah pada bagian

punggung bawah sejak +/- 2 bulan yang lalu.

KELUHAN TAMBAHAN : Tidak ada.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto Jakarta dengan

keluhan nyeri yang bertambah parah pada bagian punggung bawah sejak +/- 2 bulan

yang lalu, dirasakan menjalar sampai ke dua kaki disertai kelemahan dan kesemutan.

Nyeri dirasakan semakin hari semakin bertambah parah hingga 1 minggu SMRS pasien

tidak bisa buang air besar maupun buang air kecil. Tiga hari SMRS pasien

mengeluhkan nyeri hebat pada punggung bawah hingga kedua kaki, dan pasien tidak

bisa lagi merasakan jika buang air besar maupun buang air kecil. Pasien mengaku

kedua kaki terasa lemah, berat, kebas, baal dan tidak bisa digerakkan. Nyeri hebat

timbul pada malam hari, jika digerakkan, dan tidak berkurang mesti dengan istirahat,

serta hanya dapat berkurang jika diberi obat melalui suntikan, sedangkan pasien hanya

bisa tidur terlentang. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala, mual, muntah, demam

serta hilangnya kesadaran.

RIWAYAT PENGOBATAN SEBELUMNYA

Pasien sebelumnya sering merasakan nyeri punggung bawah, namun tidak terlalu

dirasakan hingga +/- 2 bulan lalu pasien berobat dengan keluhan tersebut dan sudah

3

pernah dilakukan pemeriksaan MRI pada bagian yang terasa sakit dengan hasil terdapat

tumor di medulla spinalis.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, namun sering mengeluh

sakit pada punggung bawah tapi tidak terlalu dirasakan.

- Pasien menyangkal kebiasaan mengangkat beban berat, atau melakukan aktifitas

berat.

- Hipertensi : Disangkal

- Kencing manis : Disangkal

- Penyakit jantung : Disangkal

- Trauma punggung atau terjatuh : Disangkal

- Kegemukan : Disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Gizi : Baik

Tanda vital

Tekanan darah : 130/80 mmHg Pernafasan : 20 x/menit

Nadi : 86 x/menit Suhu : 36,1 ºC

Kepala : Normocephal.

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB

Jantung : BJ I > II, regular, Gallop (-), Murmur (-)

Paru : SD vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)

Abdomen : Bising usus (+) normal, Nyeri Tekan (-), Hepar & lien : TAK

Ekstemitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)

STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : Composmentis, E4V5M6 = GCS 15

Sikap tubuh : Terlentang

Cara berjalan : Tidak dapat dinilai

4

Gerakan abnormal : Tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL

Kaku kuduk : (-)

Kernig : (+) / (+)

Laseque : (+) / (+)

Brudzinsky I : (-) / (-)

Brudzinsky II : (-) / (-)

NERVI CRANIALIS Dextra Sinistra

N I. Olfaktorius : Tidak ada kelainan

N II. Optikus

Ketajaman pengelihatan : Tidak ada kelainan

Lapang pandang : Tidak ada kelainan

Fundus : Tidak dilakukan

N III. Occulomotorius/ N IV. Trochlearis /N VI. Abduscen

Ptosis : (-) (-)

Strabismus : (-) (-)

Nistagmus : (-) (-)

Exopthalmus : (-) (-)

Gerakan bola mata

Lateral : Normal Normal

Medial : Normal Normal

Atas medial : Normal Normal

Bawah medial : Normal Normal

Atas : Normal Normal

Bawah : Normal Normal

Pupil

Ukuran : 3 mm 3 mm

Bentuk : Bulat

Iso/anisokor : Isokor

Posisi : Sentral Sentral

Reflek cahaya : (+) (+)

N V. Trigeminus

5

Menggigit : Baik

Membuka mulut : Simetris

Spensibilitas V1 : (+) (+)

V2 : (+) (+)

V3 : (+) (+)

Reflek kornea : (+) (+)

N VII. Fasialis

Motorik

Mengerutkan dahi : Simetris

Mengerutkan alis : Simetris

Menutup mata : Simetris

Meringis : Simetris

Menggembungkan pipi : Simetris

Gerakan bersiul : Simetris

Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Tidak dilakukan

N VIII. Vestibulocochlearis

Mendengar suara gesekan jari tangan : (+) (+)

Mendengar detik jam arloji : (+) (+)

Tes swabach : Tidak dilakukan

Tes rinne : Tidak dilakukan

Tes webber : Tidak dilakukan

N IX. Glosopharingeus

Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan

Menelan : Tidak ada gangguan

N X. Vagus

Refleks muntah : (+)

Letak uvula : Di tengah

N XI. Accesorius

Memalingkan kepala : Normal

Sikap bahu : Simetris

Mengangkat bahu : Simetris

N XII. Hipoglosus

Menjulurkan lidah : Tidak ditemukan deviasi

6

Atrofi lidah : (-)

SISTEM MOTORIK

Kekuatan : 5555 5555

1111 1111

Tonus : normotonus normotonus

hipotonus hipotonus

Trofi : Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

SISTEM REFLEKS

Refleks fisiologis

Refleks Tendon

Biseps : (+) (+)

Triseps : (+) (+)

Patella : (+) (+)

Achilles : (+) (+)

Refleks permukaan dinding perut bawah : (-)

Sfingter ani : Tidak dilakukan

Refleks patologis

Hoffman trommer : (-) (-)

Babinski : (+) (+)

Chaddock : (-) (-)

Openheim : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Schaefer : (-) (-)

Klonus paha : (-) (-)

Klonus kaki : (-) (-)

SISTEM SENSIBILITAS

Eksteroseptif

Nyeri : (-) (-)

Suhu : (-) (-)

Taktil :

7

Proprioseptif

Vibrasi : Tidak dilakukan

Posisi : (+) (+)

Tekan dalam :

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN

Tes Romberg : Tidak dilakukan

Tes telunjuk hidung : Tidak ada gangguan

Tes telunjuk telunjuk : Tidak ada gangguan

FUNGSI OTONOM

Miksi : Inkontinensia Uri

Defekasi : Sulit BAB, Inkontinensia Alvi

FUNGSI LUHUR

Fungsi bahasa : Baik

Fungsi orientasi : Baik

Fungsi memori : Baik

Fungsi emosi : Baik

Fungsi kognisi : Baik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Desember 2012

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk

Darah rutin

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Hitung jenis leukosit

*basofil

*eosinofil

16,1

47

10200

221000

-

4

13 – 16 gr/dL

40 – 48 %

5000 – 10000 /uL

150000 – 450000 /uL

0-1

1-3

8

*batang

*segmen

*limfosit

*monosit

Laju endap darah

Eritrosit

-

60

32

4

8

5,02

2-6

50-70

20-40

2-9

<20

4,5-5,5

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Desember 2012

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk

Kimia

Cholesterol

Trigliserida

Ureum

Kreatinin

Asam urat

Glukosa sewaktu

Liver Fungsi Test

Protein total

Albumin

Globulin

Bilirubin total

Bilirubin Direk

Bilirubin Indirek

SGOT / AST

SGPT / ALT

190

74

31

0,9

6,5

63

6,8

4,7

2,1

0,92

0,30

0,62

35,2

47,0

< 200 mg/ dL

< 200 mg/dL

10 – 50 mg/dL

0,5 – 1,3 mg/dL

2,4 – 5,7 mg/dL

<200 mg/dL

6-8,7 g/dl

3,5-5,2 g/dl

2,5-3,1 g/dl

< 1,5 mg/dl

< 0,5 mg/dl

< 1,0 mg/dl

< 37 U/L

< 40 U/L

V. RESUME

Anamnesa didapatkan :

- Nyeri yang semakin bertambah parah pada bagian punggung bawah sejak 2 bulan

yang lalu dirasakan menjalar sampai ke dua kaki disertai kelemahan dan kesemutan.

9

- Nyeri hebat timbul pada malam hari, jika digerakkan, dan tidak berkurang mesti

dengan istirahat, serta hanya dapat berkurang jika diberi obat melalui suntikan,

sedangkan pasien hanya bisa tidur terlentang.

- Pasien tidak bisa lagi merasakan jika buang air besar maupun buang air kecil sempat

tidak bisa buang air besar maupun buang air kecil..

- Kedua kaki semakin terasa lemah, berat, kebas, baal dan tidak bisa digerakkan.

- Tidak adanya nyeri kepala, mual, muntah, demam serta hilangnya kesadaran.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan :

pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.

tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat 130/80 mmHg.

tanda rangsang meningeal : lasegue (+), kernig (+)

pemeriksaan nervus kranialis : tidak ditemukan adanya kelainan.

kekuatan motorik 5555 5555 , normotonus

1111 1111 , hipotonus

refleks fisiologis Patella dan Achiles : menurun

reflex permukaan dinding perut bawah : (-)

refleks patologis : Babinski (+)

pemeriksaan sensorik : hipoestesi dari akral hingga dermatomal medulla spinalis

setinggi T11.

sistem saraf otonom : mengalami inkontinensia uri dan inkontinensia alvi.

fungsi luhur dan koordinasi tidak ada kelainan.

Dari pemeriksaan laboratorium secara keseluruhan didapatkan dalam batas normal,

hanya terdapat peningkatan asam urat dan SGPT

Follow up

Tanggal Keterangan

10/01/2013 S : Kedua kaki tidak dapat digerakkan, lemas, mual dan nyeri perut, sulit BAB, tidak mau makan, gelisah, tidak bisa tidur.

O : KU : tampak sakit sedang TD : 120/90 mmHg RR : 20 x/mntN : 79 x/mnt S : afebris

St Neurologis :- Kesadaran : E4M6V5 = 15 (compos mentis)- Rangsang meningeal : Lasegue (+), Kernig (+)- N craniales I-XII: Tak ada kelainan Motorik :

Bentuk : EutrofiGerakan : bebas bebas

10

terbatas terbatasTonus : normotonus normotonus hipotonus hipotonusKekuatan : 5555 5555 1111 1111

Sensorik : Hipoestesia setinggi T11

Refleks fisiologis : menurun Refleks patologis : Babinski (+) Laboratorium: SGPT : 111,6 mg/dl

A : Diagnosis DK : Low Back Pain (LBP), paraparese, parastesi, hipoestesia setinggi T11, disertai inkontinensia uri dan inkontinensia alvi, gejala depresi, insufiensi hepar .

DT : Medulla spinalis setinggi T11-S1DE : Tumor medulla spinalis intradural ekstramedular (SOL).P : -

11/01/2013 S : Kedua kaki tidak dapat digerakkan, lemas, mual dan nyeri perut, sulit BAB.

O : KU : tampak sakit sedang TD : 130/70 mmHg RR : 20 x/mntN : 80 x/mnt S : afebris

St Neurologis :- Kesadaran : E4M6V5 = 15 (compos mentis)- Rangsang meningeal : Lasegue (+), Kernig (+)- N craniales I-XII: Tak ada kelainan Motorik :

Bentuk : EutrofiGerakan : bebas bebas terbatas terbatasTonus : normotonus normotonus hipotonus hipotonusKekuatan : 5555 5555 1111 1111

Sensorik : Hipoestesia setinggi T11

Refleks fisiologis : menurun Refleks patologis : Babinski (+) Laboratorium: SGPT :111,6 mg/dl

A : Diagnosis DK : Low Back Pain (LBP), paraparese, parastesi, hipoestesia setinggi T11, disertai inkontinensia uri dan inkontinensia alvi, insufisiensi hepar.

DT : Medulla spinalis setinggi T11-S1DE : Tumor medulla spinalis intradural ekstramedular (SOL).P : -

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis : Low Back Pain (LBP), paraparese, parastesi, hipoestesia

setinggi T11, inkontinensia uri dan inkontinensia alvi, serta

insufiensi hepar.

11

Diagnosis topis : Medula spinalis setinggi T11-S1.

Diagnosis etiologi : Tumor medulla spinalis intradural ekstramedular (SOL).

VII. DIAGNOSIS BANDING

LBP (Low Back Pain) et causa Herniasi Nukleus Polposus Grade IV

Spondilitis et causa Infeksi

Fraktur Vertebrae et causa Fraktur kompresi

VIII. PENATALAKSANAAN

Pemeriksaan anjuran

Dilakukan MRI ulang untuk mengetahui dan memastikan letak lesi pada medulla

spinalis

Penatalaksanaan umum

Perbaikan keadaan umum, pemantauan dan evaluasi status generalis.

Dilakukan pembedahan (laminectomy) pada daerah yang terkena lesi.

Medikamentosa

- Ranitidin 2x1 tab, Inj. Ranitidin 3x1 amp

- Diazepam 2x1 tab

- Meloxicam 2x1 tab

- Inj. Mecobalamin 3x1 amp

- Inj. Toradol 3x1 amp

- Inj. Methylprednisolon 3x1 amp

- Ciprofloxacin 2x1 tab

- Lactulac 3x2 C

Non medikamentosa

- Mobilisasi mencegah dekubitus

- Rehabilitasi fisioterapi

- Psikoterapi

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad malam

Quo ad fungsionam : ad malam

Quo ad sanationam : ad malam

12

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan

13

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah

cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas; A.Tumor primer: 1) jinak yang

berasal dari a) tulang; osteoma dan kondroma, b) serabut saraf disebut neurinoma

(Schwannoma), c) berasal dari selaput otak disebut Meningioma; d) jaringan otak; Glioma,

Ependimoma. 2) ganas yang berasal dari a) jaringan saraf seperti; Astrocytoma,

Neuroblastoma, b) sel muda seperti Kordoma. B. Tumor sekunder: merupakan anak sebar

(metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.

2.2 Epidemiologi

Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti.

Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah

tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus

per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan

sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal,

55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan

hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia

pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia anak-anak. Insidensi ependidoma kira-

kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah

lumbosakral.

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada

medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada tiga

dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada

usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur

10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi

di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal,

lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang

tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula

spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau

syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel.

Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.

14

Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma.

Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering

dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal. Meningioma

merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor.

Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal

meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah

lumbal, dan 2% pada foramen magnum.

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi

tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas,

sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari proses

keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar

tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma,

neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma,

dan ependimoma.

Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi

menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam tumor medula spinalis

berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan (C)

Tumor Ekstradural

Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya

15

Ekstra dural Intradural ekstramedular Intradural intramedular

Chondroblastoma

Chondroma

Hemangioma

Lipoma

Lymphoma

Meningioma

Metastasis

Neuroblastoma

Neurofibroma

Osteoblastoma

Osteochondroma

Osteosarcoma

Sarcoma

Vertebral hemangioma

Ependymoma, tipe myxopapillary

Epidermoid

Lipoma

Meningioma

Neurofibroma

Paraganglioma

Schwanoma

Astrocytoma

Ependymoma

Ganglioglioma

Hemangioblastoma

Hemangioma

Lipoma

Medulloblastoma

Neuroblastoma

Neurofibroma

Oligodendroglioma

Teratoma

2.4 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti.

Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah

virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Adapun tumor

sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain

melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada

jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.

Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan

muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik kemungkinan

besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga (syndromic group)

misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis yang

tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2

memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30%

pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari

kromosom 3.

16

2.5 Manifestasi Klinis

Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga

tahapan, yaitu:

Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama

Sindroma Brown Sequard

Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri

vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan indikasi

pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis dan disebut pseudo neuralgia

pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat nyerinya radikuler, laporan lain

menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas3.

Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:

Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus piramidalis

Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP

seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor yang

terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang menyebabkan nyeri

radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya biasanya hebat dan mengenai

beberapa radiks.

Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan

gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan

penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma

mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di

dalam kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu

hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma

intraspinal primer.

Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di

sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel

dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah medula

spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan

(girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang

17

tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke

lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya

nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.

Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat dalam Tabel

2 di bawah ini :

Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis

Lokasi Tanda dan Gejala

Foramen

Magnum

Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat sehingga sulit

menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior

yang disertai dengan hiperestesia dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2).

Setiap aktivitas yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat

barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan

sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan kesulitan

menulis atau memasang kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia

spastik dan hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah

pusing, disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta

atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu

timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan

spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.

Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang

melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan. Keterlibatan

tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh

kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada

umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor

servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks

tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit sensorik

membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6,

melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan

hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.

Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas

bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien dapat mengeluh nyeri

dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin

dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada

18

lesi torakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor

(umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala

melawan suatu tahanan) dapat menghilang.

Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang melibatkan

daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen lumbal bagian bawah,

segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih

tinggi. Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks

perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan

kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan

refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri

umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah

dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-

otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki.

Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol

usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral

bagian bawah.

Kauda

Ekuina

Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda khas lainnya

adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-kadang menjalar ke

tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan

terkadang asimetris.

2.5.1 Tumor Ekstradural

Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada medula

spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan gejala awal pada

30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan diikuti dengan gejala

mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks, yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi

semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun

terdapat gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini

dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri

demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.

a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

19

Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan

terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma,

limfoma, atau sarkoma.

Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi metastasis

tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat,

testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbosakral.

Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, karena

diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm).

Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan

kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi.

2.5.2 Tumor Intradural-Ekstramedular

Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.

Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma pada

laki-laki dan meningioma pada wanita.

a. Neurinoma (Schwannoma)

Memiliki karakteristik sebagai berikut:

Berasal dari radiks dorsalis

Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular

2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada satu sisi dan

dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan gejala lanjut terdapat

tanda traktus piramidalis

39% lokasinya disegmen thorakal

b. Meningioma

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia pertengahan

Pertumbuhan lambat

Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan gejala traktus

piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler biasanya bilateral dengan jarak

waktu timbul gejala lain lebih pendek

2.5.3 Tumor Intradural-Intramedular

20

Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar

dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti electric shock like

pain (Lhermitte sign).

a. Ependimoma

Memiliki karakteristik sebagai berikut:

Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun

Wanita lebih dominan

Nyeri terlokalisir di tulang belakang

Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun

Nyeri disestetik (nyeri terbakar)

Menunjukkan gejala kronis

Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

b. Astrositoma

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Prevalensi pria sama dengan wanita

Nyeri terlokalisir pada tulang belakang

Nyeri bertambah saat malam hari

Parestesia (sensasi abnormal)

c. Hemangioblastoma

Memiliki karakter sebagai berikut:

Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun

Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada 1/3 dari

jumlah pasien keseluruhan.

Penurunan sensasi kolumna posterior

Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

2.6 Diagnosis

Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis dapat

ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini.

21

a. Laboratorium

Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom,

dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh

cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok

sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan

paralisis yang komplit.

b. Foto Polos Vertebrae

Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan

ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada tulang

belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping

badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca

prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara.

c. CT-scan

CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan

terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga

dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang

berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan

melihat progresifitas tumor.

d. MRI

Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang

mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor

yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-scan.

2.7 Diagnosis Banding

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders

Mechanical Back Pain

Brown-Sequard Syndrome

Infeksi Medula Spinalis

Cauda Equina Syndrome

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular

adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total

22

dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-

ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau

bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat

dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi

dengan terapi radiasi post operasi.

Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :

a. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin juga

menghasilkan perbaikan neurologis).

b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik

Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik

kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri.

Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy

pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi);

radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih

sedikit.

c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan

kecepatan deteriorasi

bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan

sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason

keesokan harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu

diturunkan (tappering) selama radiasi, selama 2 minggu.

bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4

mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.

d. Radiasi

Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat

diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.

e. Pembedahan

Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik

myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan

tumor medula spinalis.

23

Indikasi pembedahan:

Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi

dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien

dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase.

Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).

Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali

signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor

yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.

Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:

Paraplegia

Quadriplegia

Infeksi saluran kemih

Kerusakan jaringan lunak

Komplikasi pernapasan

Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah:

Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-

anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat

menyebabkan kompresi medula spinalis.

Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi

obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.

2.10 Prognosis

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai prognosis

yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasus-kasus ini.

Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol dalam

waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada status pre

operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

24

ANALISA KASUS

Anamnesa didapatkan :

- Nyeri yang semakin bertambah parah pada bagian punggung bawah sejak 2 bulan

yang lalu dirasakan menjalar sampai ke dua kaki disertai kelemahan dan kesemutan.

Nyeri yang ditemukan bersifat kronik progresif, dengan intensitas sering, dan diikuti

oleh penurunan fungsi sensorik dan motorik. Nyeri yang menjalar menandakan

adanya radiks yang terkena.

- Nyeri hebat timbul pada malam hari, jika digerakkan, dan tidak berkurang mesti

dengan istirahat, serta hanya dapat berkurang jika diberi obat melalui suntikan,

sedangkan pasien hanya bisa tidur terlentang.

Kualitas dari nyeri hebat yang dirasakan sudah sangat mengganggu aktifitas,

bahkan tanpa aktifitas pun nyeri tidak berkurang. Pengunaan obat-obat yang

bersifat analgetika baru dapat mengurangi rasa nyeri tersebut.

- Pasien tidak bisa lagi merasakan jika buang air besar maupun buang air kecil dan

pasien tidak bisa buang air besar maupun buang air kecil.

Sudah terjadi inkontinensia uri dan inkontinensia alvi menunjukkan adanya defisit

otonom yang progresif.

- Kedua kaki semakin terasa lemah, berat, kebas, baal dan tidak bisa digerakkan.

Menunjukkan penurunan fungsi motorik dan sensorik yang progresif serta lesi yang

ditemukan dapat bersifat LMN (Lower Motor Neuron) ataupun UMN (Upper Motor

Neuron).

- Tidak adanya nyeri kepala, mual, muntah, demam serta hilangnya kesadaran.

Kecurigaan terhadap gangguan sistem saraf sentral khususnya peningkatan TIK

(Tekanan Intra Kranial) tidak ditemukan.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan :

Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.

Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat 130/80 mmHg.

Tidak ada penurunan kesadaran, yang mengindikasikan adanya gangguan pada

sistem saraf sentral khususnya peningkatan TIK, peningkatan tekanan darah dapat

berupa sebagai kompensasi dari rasa nyeri.

Tanda rangsang meningeal : lasegue (+), kernig (+)

25

Ditemukan adanya iritasi pada medulla spinalis.

Pemeriksaan nervus kranialis : tidak ditemukan adanya kelainan.

Kekuatan motorik 5555 5555 , normotonus

1111 1111 , hipotonus

Refleks fisiologis Patella dan Achiles : menurun

Reflex permukaan dinding perut bawah : (-)

Menunjukan secara jelas adanya lesi yang bersifat LMN berupa defisit neurologi

pada medulla spinalis setinggi L2 hingga L5 serta lesi yang dapat bersifat UMN

berupa penurunan kekuatan motorik yang mengenai medulla spinalis setinggi T11 ,

dan mneghilangnya reflex dinding perut.

Refleks patologis : Babinski (+)

Menunjukkan bahwa selain lesi LMN juga ditemukan lesi UMN.

Pemeriksaan sensorik : hipoestesi dari akral hingga dermatomal medulla spinalis

setinggi T11.

Sistem saraf otonom : mengalami inkontinensia uri dan inkontinensia alvi.

Ditemukan adanya gangguan pada jaras sensorik dan otonom yang jelas dicurigai

setinggi T11 hingga S1. Jaras otonom yang terkena adalah berupa LMN dan UMN.

Sedangkan jaras sensorik yang terkena merupakan jaras medulla spinalis pada

anterior maupun posterior atau keduanya yang berupa menurunnya sensasi raba

dan tekan serta terputusnya jaras traktus spinotalamikus di medulla spinalis untuk

sensasi suhu dan nyeri.

Fungsi luhur dan koordinasi tidak ada kelainan.

Tidak ada kelainan yang bersifat organik pada sistem saraf sentral terutama pada

bagian frontal serta occipital.

Dari pemeriksaan laboratorium secara keseluruhan didapatkan dalam batas normal,

hanya terdapat peningkatan asam urat dan SGPT

Kecurigaan mengalami insufiensi hepar akibat efek samping dari pengobatan yang

diberikan sehingga fungsi hati menurun.

Dari hasil MRI ulang yang dilakukan ditemukan kesan :

Enhancing multiple solid mass intradural yang berasal dari conus, filum terminale, dan

cauda equine yang mengisi sebagian besar dura space setinggi V.Th11 samapi V.S1,

suspect Ependymoma myxopapillary. Massa tampak menimbulkan pendesakan medulla

26

spinalis setinggi V.Th11 sampai V.Th12, serta cauda equine di level V.Th12 sampai V.L2

dan V.L3 sampai V.S1.

LAMPIRAN

Gambar 1. Dermatomal Sistem Saraf Perifer

Gambar 2. Jaras Otonom Medulla Spinalis

27

Gambar 3. Hasil MRI pasien

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. 2007. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Penerbit Buku

Kedokteran EGC : Jakarta.

2. Fauci et al. 2009. Harrison’s Manual of Medicine, 17th edition. McGraw Hill : CA.

3. Mcphee S, Papadakis M. 2010. Current Medical Diagnosis and Treatment, 49 th

edition. McGraw Hill: CA.

4. Lumbantobing S. Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI : Jakarta.

5. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi Ed.8 : Jakarta. Erlangga Medical Series.

6. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan

Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara

7. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/779872-print.

8. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. [serial online].

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar

%20japardi43.pd f .

9. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults. [serial

online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003088-pdf.

29

10. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New York:

Thieme. Page 146-147.

11. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of

Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/249306-print.

12. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord

Tumors - Hope Through Research. [serial online].

http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspinaltumor

s.htm.

13. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

30