DRAFT KAJIAN KEMARITIMAN - arek.its.ac.id
Transcript of DRAFT KAJIAN KEMARITIMAN - arek.its.ac.id
DRAFT KAJIAN KEMARITIMAN
“URGENSI POROS MARITIM DUNIA DI PERIODE KEDUA
JOKOWI”
Kementerian Kebijakan Publik
Badan Eksekutif Mahasiswa
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan wilayah
daratnya. Sehingga Indonesia kerap kali disebut sebagai negara maritim. Secara geografis
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki luas total wilayah sebesar 8.3 juta km2 dengan 5.8 juta
km2 merupakan luas wilayah laut serta garis pantai sepanjang 99.000 km1. Fakta ini menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar atas kekayaan yang ada di lautnya.
Dilihat dari kondisi geografisnya, Indonesia yang berada di garis ekuator (khatulistiwa)
dan juga terletak diantara dua benua dan dua samudra, menambah kuat posisi strategis yang
dimiliki Indonesia baik secara perekonomian, pariwisata, ataupun lalu lintas perdagangan
internasional, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi maupun kesejahteraan bangsa.
(Peta Wilayah Republik Indonesia)
Kondisi geopolitik Indonesia hari ini membuat Indonesia memiliki potensi yang sangat
besar dalam bidang kemaritiman. Potensi ini dapat digunakan untuk mendongkar pemasukan
1 “Data Rujukan Wilayah Kelautan Indonesia”, diakses 13 Oktober 2019, https://maritim.go.id/menko-maritim-luncurkan-data-rujukan-wilayah-kelautan-indonesia/
Bangsa Indonesia dan menjadikan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar. Sedikitnya ada
11 sektor ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan, yakni:
1. Perikanan tangkap,
2. Perikanan budidaya,
3. Industri pengolahan hasil perikanan,
4. Industri bioteknologi kelautan,
5. Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
6. Pariwisata bahari,
7. Kehutanan pesisir (coastal forestry),
8. Transportasi laut,
9. Industri dan jasa maritim,
10. Sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan
11. Sumber daya alam (SDA) nonkonvensional.
Total potensi sektor kelautan Indonesia mencapai US$ 1,2 triliun per tahun atau atau 7 kali
lipat APBN 2014 (Rp 1.845 triliun = US$ 170 miliar) atau 1,2 kali PDB nasional 2014.2 Akan
tetapi tidaklah mudah mengubah angka potensi ini menjadi realisasi. Salah satu contohnya adalah
kebijakan impor garam masih dilakukan, serta pembiayaan PDB dalam logistik barang mencapai
25% akibat mahalnya transportasi laut Indonesia sementara negara-negara maju lainnya biaya
logistik tidak lebih dari 15 persen dari PDB, Lalu dari perikanan, jumlah produksi ikan laut baru
sekitar 2,2 juta ton per tahun, dengan potensi sebesar 6.27 juta ton per tahun dengan Total
Allowable Catch (TAC atau JTB) sebesar 5.01 juta ton per tahun.
Yang dalam hal ini mungkin melatar belakangi Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengejar
Visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia3. Dalam perjalanan pemerintahan selama lima tahun
periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, visi poros maritim dunia diwujudkan dalam
berbagai kebijakan. Hal tersebut diharapkan meningkatkan pemerataan ekonomi sekaligus secara
langsung memperkuat pertahanan dan keamanan laut Indonesia. Namun, seiring dengan jabatan
Presiden periode pertama yang akan berakhir Oktober mendatang, realisasi konsep Indonesia
sebagai poros maritim dunia seolah mulai menghilang. Selama masa kampanye Pemilihan
Presiden (Pilpres) 2019, permasalahan Maritim sama sekali tidak disinggung4, bahkan saat
2 “Konsep Mainstreaming Ocean Policy Kedalam Rencana Pembangunan Nasional” – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014 3 “Ini Visi Misi Jokowi-JK Soal Pembangunan Maritim Indonesia”, Diakses 14 Oktober 2019, https://news.detik.com/berita/d-2605821/ini-visi-misi-jokowi-jk-soal-pembangunan-maritim-indonesia 4 “Apa Kabar Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia?”, Diakses 14 Oktober 2019, https://nasional.kompas.com/read/2019/08/07/08062741/apa-kabar-indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia
menyampaikan Pidato Kemenangan di Sentul, Visi Indonesia sebagai Poros Maritim sama sekali
tidak disebutkan5.
Lantas apakah visi Poros Maritim Dunia yang dicanangkan telah tercapai? Atau ternyata
cukup diakhiri begitu saja tanpa adanya tindak lanjut?
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam kajian kemaritiman ini adalah:
1. Bagaimana potensi kemaritiman Republik Indonesia saat ini?
2. Bagaimana Urgensi pengembangan maritim Indonesia?
1.3. Batasan Masalah
Untuk memperdalam pembahasannya, dalam kajian ini hanya akan berfokus pada 5 sektor
kemaritiman yang dianggap dapat memberikan dampak signifikan dan krusial dalam
pengembangan ekonomi Indonesia:
1. Pariwisata Bahari,
2. Bioteknologi Laut
3. Perikanan
4. Industri Garam
5. Pelabuhan dan Industri & Jasa Maritim
1.4. Tujuan
1. Menganalisis potensi Kemaritiman Republik Indonesia saat ini
2. Menganalisis urgensi pengembangan maritim Indonesia
5 “Pidato Lengkap Visi Indonesia Jokowi”, Diakses 14 Oktober 2019, https://nasional.kompas.com/read/2019/07/15/06204541/pidato-lengkap-visi-indonesia-jokowi
BAB II
LANDASAN AWAL
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri
Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia
bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia
menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi
Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO
1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan
oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari
garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-
pulau tersebut.
Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:
1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah
Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan:
a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara Kepulauan
c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan
keselamatan NKRI.
Deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi
hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS
1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang
pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Naskah Konvensi ditandatangani oleh 119 negara dan resmi menjadi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 yang terdiri atas 17 Bab dan 320 Pasal.
Konvensi tersebut mengakui konsep hukum negara kepulauan dan menetapkan bahwa negara
kepulauan berhak untuk menarik garis pangkal kepulauan untuk mengukur laut teritorial, zona
tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, dan landas kontinen, sedangkan perairan yangberada di sisi
darat garis pangkal diakui sebagai perairan pedalaman dan perairan lainnya yang berada di antara
pulau-pulau yang berada di sisi dalam garis pangkal diakui sebagai perairan kepulauan6.
Pada tanggal 17 Oktober 2014 dilatar belakangi belum adanya undang-undang yang secara
komprehensif mengatur keterpaduan berbagai kepentingan sektor di wilayah Laut. Kendala
tersebut dapat ditemukan, baik pada lingkup perencanaan, pemanfaatan, serta pengawasan dan
pengendalian, Lahirlah UU no. 32 tahun 2014 tentang Kelautan yang mencabut UU no.6 tahun
1996 tentang Perairan Indonesia yang menegaskan Indonesia sebagai negara kepulauan berciri
nusantara dan maritim; mendayagunakan Sumber Daya Kelautan dan/atau kegiatan di wilayah
Laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum laut internasional.
Berdasarkan Pasal 69(4), UU no. 32 tahun 2014, mengenai Tata Kelola Laut, berbunyi7:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan tata kelola dan kelembagaan Laut diatur
dalam Peraturan Pemerintah”,
Yang akhirnya diterbitkan 5 tahun kemudian pada tanggal 6 Mei 2019, melalui Peraturan
Pemerintah (PP) no.32 tahun 2019 tentang Ruang Tata Kelola Laut, menjadi pedoman untuk
penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional bidang Kelautan, penyusunan rencana
pembangunan jangka menengah nasional bidang Kelautan, perwujudan keterpaduan dan
keserasian pembangunan serta kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah dalam memanfaatkan
dan mengendalikan pemanfaatan ruang Laut secara nasional, penetapan lokasi dan fungsi ruang
untuk kegiatan yang bersifat strategis atau menjadi prioritas nasional, perencanaan zonasi kawasan
Laut, dan perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil8.
6 Undang Undang No 17 tahun 1985 tentang PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT) 7 Pasal 69 Undang Undang No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan 8 Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut
BAB III
KONDISI KEKINIAN
3.1 Kondisi Eksisting Potensi Indonesia
3.1.1 Perikanan
Total Potensi perikanan Indonesia sangatlah besar hingga mencapai 62.5 juta ton per
tahun9. Akan tetapi total pemanfaatan potensi ini hanya sekitar 23 juta ton, atau hanya 33%. Dari
23 juta ton, hanya sekitar 6.6 juta ton yang ditangkap dari wilayah perairan laut. Padahal potensi
penangkapan laut dapat mencapai 12 juta ton.
Perikanan sendiri menyumbangkan 386 trilliun dari 14.800 trilliun Pendapatan Domestik Bruto
(PDB Indonesia 2018), atau sekitar 2.6%.
3.1.2 Garam
Dengan panjang garis pantai mencapai 108 ribu km (terpanjang ke 2 didunia) ternyata tidak
berbanding lurus dengan kapasitas produksi garam negeri ini. Kebutuhan Garam dalam negeri saat
ini mencapai 4 juta ton pada tahun 2018. Dan diperkirakan akan naik menjadi 4.2 juta ton pada
tahun 201910. Sedangkan total lahan garam yang dimiliki Indonesia saat ini sebesar 35.000 hektar
yang tersebar di seluruh Indonesia.
9 “Konsep Mainstreaming Ocean Policy Kedalam Rencana Pembangunan Nasional” – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014 10 “Kebutuhan Garam Nasional Capai 4,2 Juta Ton Per Tahun”, Diakses 13 Oktober 2019, https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/14/204555326/kebutuhan-garam-nasional-capai-42-juta-ton-per-tahun
Jika dikelola dengan baik, dan didorong dengan cuaca yang mendukung, setiap hektar
dapat menghasilkan 100 ton per musim, sehingga total produksi garam berada di angka 3.5 juta
ton11. Sehingga dibutuhkan sekitar 700 hektar lahan tambak garam untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri.
Akibat sangat bergantung dengan kondisi cuaca ataupun kondisi global (La Nina)
menyebabkan produksi garam cenderung fluktuatif sehingga tidak dapat dimaksimalkan
potensinya.
11 ” Berapa Potensi Produksi Garam di Indonesia?”, Diakses 13 Oktober 2019, https://kumparan.com/@kumparanbisnis/berapa-potensi-produksi-garam-di-indonesia
3.1.3 Pariwisata
Meskipun Indeks Daya Saing Pariwisata kita berada di no. 40 dunia, naik 2 peringkat dari
tahun 2018 dan 10 peringkat dari tahun 201712, Indonesia memiliki potensi besar untuk
pengembangan pariwisata baharinya. Terumbu karang Indonesia menyumbang sebanyak 21%
kekayaan terumbu karang dunia dan 75% jenis karang di dunia dapat ditemui di Indonesia.
Tetapi, Kontribusi Pariwisata terhadap PDB Indonesia 2017 adalah sebesar 4.13%. Dan dari
Wisata Bahari menyumbang sebesar 10% dari kontribusi tersebut13.
3.1.4 Bioteknologi Laut
Sebagai negara maritim dan kepuluan terbesar di dunia, sejatinya Indonesia memiliki
potensi industri bioteknolgi kelautan terbesar di dunia. Hal ini dimungkinkan, karena Indonesia
merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia (mega marine
biodiversity), baik pada tingkatan gen, spesies, maupun ekosistem. Lebih dari itu, keanekaragaman
hayati adalah merupakan basis dari industri bioteknologi. Dengan demikian, semakin tinggi
keanekaragaman hayati laut yang dimiliki suatu bangsa, maka semakin besar pula potensi industri
bioteknologi kelautan dari bangsa tersebut. Sebagai gambaran ringkas, bahwa sekitar 35.000
spesies biota laut, 910 jenis karang (corals) atau 75% dari total spesies karang di dunia, 850 spesies
sponges, 13 spesies lamun (seagrass) dari 20 spesies lamun dunia, 682 spesies rumput laut
(seaweed), 2500 spesies moluska, 1502 spesies krustasea, 745 spesies ekinodermata, 6 spesies
penyu, 29 spesies paus dan dolphin, 1 spesies dugong, dan lebih dari 2000 spesies ikan hidup,
tumbuh serta berkembang biak di wilayah perairan laut Indonesia. 14
Sayangnya, setiap tahun kita justru kehilangan devisa sekitar US$ 4 milyar untuk
mengimpor berbagai produk industri bioteknologi kelautan, seperti gamat (teripang), omega-3,
squalence, viagra, chitin, chitosan, spirulina, dan lain sebagainya.
12 “Indeks Daya Saing Pariwisata 2019” – World Economic Forum 13 “Turis Bahari Menyumbang 10% Devisa Pariwisata Nasional”, Diakses 13 Oktober 2019, https://jpp.go.id/ekonomi/pariwisata/312153-turis-bahari-menyumbang-10-devisa-pariwisata-nasional 14 “Industri Bioteknologi Kelautan Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru Indonesia” - Prof.Dr. Ir. Rokmin Dahuri, MS
3.2. Komparasi Hasil Laut Indonesia dan Beberapa Negara Dunia
Pembandingan hasil produksi beberapa produk maritim di Indonesia dengan beberapa
negara dilakukan untuk menganalisa efektifitas tatakelola maritim Indonesia jika dibandingkan
dengan beberapa negara tersebut.
3.2.1 Perikanan dan Produk Biota Laut
Source: The State of World Fisheries and Aquaculture 201815
Tabel tersebut menunjukkan data Export ikan dan produk turunan ikan pada tahun
2016. Dimana nilai Export china bisa mencapai 20.131 juta dolar, disusul dengan
Norwegia, Vietnam dan Thailand yang nilai exportnya mencapai 5893 juta dolar. Indonesia
sendiri, menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada
tahun 2018 periode Januari-September mencapai 3520 Juta Dolar16. Sehingga hingga akhir
2018 diperkirakan akan mencapai 4693 Juta Dolar. Dengan kondisi seperti ini bahkan jika
dibandingkan antara export Indonesia dengan Export negara lain ditahun 2016 Indonesia
hanya menempati urutan ke 9 dibawah negara negara kecil seperti Vietnam, Thailand, dan
Chile.
15 FAO. 2018. The State of World Fisheries and Aquaculture 2018 - Meeting the sustainable development goals. Rome. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO 16 “Kinerja Ekspor Produk Perikanan Indonesia Tahun 2018”. Diakses 13 Oktoberr 2019. https://kkp.go.id/djpdspkp/artikel/7947-kinerja-ekspor-produk-perikanan-indonesia-tahun-2018
3.2.2 Produk Bioteknologi dan Aquaculture
Dalam Tabel dibawah ini, menunjukkan bahwa kontribusi Indonesia dalam produk
aquaculture pada tahun 2016 menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. Yaitu 4.950 ton,
yang menyumbang 6.2% terhadap seluruh produksi aquaculture dunia. Namun jumlah ini
masih kalah jauh dengan China yang mencapai 49.244 juta ton atau mencapai 61.5% dari
total produksi dunia. Dengan demikian Indonesia menempati peringkat ke tiga dalam
produksi aquaculture dibawah China dan India
Source: The State of World Fisheries and Aquaculture 2018
Sedangkan untuk produksi rumput laut sendiri, Indonesia menempatai urutan ke 2
Terbesar dibawah China dengan total 11.631 juta ton. Angka ini menyumbang 38.7% dari
total produksi dunia pada tahun 2016. Disusul oleh negara negara kecil seperti Philipina
dan Korea Selatan.
Source: The State of World Fisheries and Aquaculture 2018
3.2.3 Produksi Garam
Produksi garam seccara keseluruhan dapat mencapai lebih dari 200 Juta Ton setiap
tahun. Dari angka ini, negara yang memroduksi garam terbesar adalah China dengan total
62.158 juta ton, disusul oleh Amerika Serikat dengan total 40.2 juta ton, dan India dengan
total 24.5 JutaTon17. Ketiga negara ini sudah menyumbang lebih dari 45% produksi garam
dunia. Sedangkan produksi garam Indonesia di tahun 2018 mencapai 2.5 juta ton18.
Dengan kebutuhan nasional yang mencapai 3.5 juta ton, yang mengindikasikan bahwa
Indonesia masih harus mengimpor sekitar 1 juta ton garam industri dari negara lain. Hal
ini sangat bertolak belakang dengan potensi garam Indonesia dengan garis pantai
terpanjang kedua didunia dengan panjang 99.093 Km.
Source: Worldatlas.com
17 “The World's Top Salt Producing Countries“. Diakses 13 Oktober 2019. https://www.worldatlas.com/articles/the-world-s-top-salt-producing-countries.html 18 “Swasembada Garam Mulai 2019”. Diakses 13 Oktober 2019. https://kemenperin.go.id/artikel/10219/Swasembada-Garam-Mulai-2019
3.2.4 Jasa Pelabuhan
Data dari American Assosiation of Port Authorities pada tahun 2016 menunjukkan
pengelompokan pelabuhan dunia berdasarkan kegiatan bongkar muatnya. Data ini
menunjukkan bahwa bongkar muat terbanyak terjadi di pelabuhan Shanghai dengan total
647.446 ton setiap tahunnya, disusul oleh pelabuhan singapura dengan total bongkar muat
593.297 ton. Dan disusul oleh pelabuhan pelabuhan china di posisi sepuluh besar, dan
hanya beberapa negara lain seperti Australia, Belanda, dan Korea selatan. Sedangkan
Indonesia sendiri berada pada urutan 85 dengan pelabbuhan tanjung prioknya yang
membongkar-muat sekitar 51.600 ton di tahun tersebut.
Selisih antara pelabuhan tanjung priok dan singapore yang sangat jauh
menunjukkan bahwa infrastruktur di kedua pelabuhan ini masih terpaut jauh. Posisi
Indonesia yang lebih strategis secara geografis seharusnya dapat meningkatkan potensi
bongkar muat di pelabuhan Indonesia.
3.2.5 Pariwisata Bahari
Dalam hal pariwisata Indonesia hanya menduduki peringkat ke 42 dalam hal daya
saing pariwisata19. Beberapa pertimbangan yang digunakan adalah sumber daya alam
Indonesia yang menduduki peringkat 14 dalam keindahannya, dah harganya yang murah
(rank 5). Pemasukan devisa Indonesi dari sektor pariwisata adalah sebesar 12.441 Miliar
Dolar Amerika20, namun hanya 10 persennya saja yang merupakan sumbangan dari
pariwisata bahari. Hal ini bertolak belakang dengan potensi pariwisata bahari Indonesia.
Dimana Indonesia memiliki spesies terumbu karang terindah didunia. Disertai dengan
pulau pulau kecil yang bisa menjadi objek wisata, dan garis pantai terpanjang kedua
didunia yang pesonanya beragam21
19 “The Travel & Tourism Competitiveness Report 2017”. Diakses 13 Oktober 2019. https://www.weforum.org/reports/the-travel-tourism-competitiveness-report-2017 20 “Turis Bahari Menyumbang 10% Devisa Pariwisata Nasional“. Diakses 13 Oktober 2019. https://jpp.go.id/ekonomi/pariwisata/312153-turis-bahari-menyumbang-10-devisa-pariwisata-nasional 21 “Multidimensi Fotografi Membingkai Keindahan Laut Indonesia“. Diakses 13 Oktober 2019. http://www.kemenpar.go.id/post/multidimensi-fotografi-membingkai-keindahan-laut-indonesia
3.3. Strategi Pemerintah Dalam Tata Kelola Laut
Dalam memaksimalkan kejayan maritim Indonesia, Presden Joko Widodo
memasukkannya kedalam Visi Presiden periode 2014-2019. Hal ini menunjukkan bahwa Presiden
Joko Widodo serius untuk mengupayakan kabinetnya fokus mengusahakan Indonesia sebagai
poros maritim dunia. Dalam merealisasikan visi tersebut. Jokowi menerjemahkannya menjadi lima
pilar utama maritim Indonesia. Kelima pilar tersebut adalah:
Lima Pilar Poros Maritim Dunia22
• Pilar pertama : pembangunan kembali budaya maritim Indonesia.
• Pilar kedua : Berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan
fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan
dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
• Pilar ketiga : Komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas
maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta
pariwisata maritim.
• Pilar keempat : Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja
sama pada bidang kelautan
• Pilar kelima : Membangun kekuatan pertahanan maritim.
Penerjemahan dari kelima pilar tersebut adalah tentang pengelolaan sumber daya laut dan
kedaulatan pangan (utamanya perikanan dan nelayan), pembangunan tol laut untuk mendorong
pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dan meningkatkan pertahanan maritim.
Upaya pengembangan Indonesia sebagai poros maritim dunia dibagi kedalam upaya umum
integrasi kemaritiman dan upaya perbidang sesuai dengan sektor bahasan dalam kajian ini.
1. Upaya Umum Integrasi Maritim Indonesia
Secara kelembagaan atau hukum, pada tahun 2014 muncul dua momentum pembangunan
kelautan yakni, terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, serta
pembentukan Kementerian Koordinator Maritim yang memperkuat dan mempertegas landasan
hukum dan tata kelola pembangunan kelautan nasional. Beberapa strategi dan kebijakan yang perlu
diperhatikan dalam merumuskan tata kelola pembangunan kelautan nasional, adalah:
22 “Menuju Poros Maritim Dunia”. Diakses pada 13 Oktober 2019
https://www.kominfo.go.id/content/detail/8231/menuju-poros-maritim-dunia/0/kerja_nyata
a. Menerjemahkan secara holistik, terpadu, terarah, dan tepat landasanlandasan hukum derivatif
dari terbitnya undang-undang kelautan yang mengatur tentang beberapa masalah yang belum
terurus, misalnya tentang penetapan perairan pedalaman atau pengaturan tentang zona
tambahan. Misalnya, dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perairan
Pedalaman;
b. Menyusun dan menata kelembagaan Kementerian Koordinator Maritim sehingga dapat
menjalankan fungsi-fungsi koordinasi, pengaturan, dan tata kelola pembangunan kelautan
nasional;
c. Reposisi kelembagaan nasional pasca penetapan Kementerian Koordinator Maritim, misalnya
reposisi Dewan Kelautan Nasional (DEKIN) maupun Badan Keamanan Laut (Bakamla);
d. Menyusun sebuah Kebijakan Kelautan Nasional (National Ocean Policy) yang mengatur dan
menata kelola pembangunan kelautan nasional lintas sektor dan lintas pemerintahan dari
tingkat pusat, pemerintah provinsi, sampai kabupaten/kota23.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan itu kemudian diturunkan
kedalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Kelautan.
Pengaturan mengenai pengelolaan ruang laut diatur dalam Pasal A2 Ayat 2 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang menyebutkan bahwa pengelolaan ruang
laut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian. Perencanaan ruang laut
meliputi perencanaan tata ruang laut, perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
dan perencanaan zonasi kawasan laut. Sedangkan dalam Pasal 43 Ayat 21 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 20l4 tentang Kelautan menyebutkan bahwa perencanaan tata ruang laut merupakan
proses perencanaan untuk menghasilkan Rencana Tata Ruang Laut.
Rencana Tata Ruang Laut menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang nasional bidang kelautan, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional
bidang kelautan, perwujudan keterpaduan dan keserasian pembangunan serta kepentingan lintas
sektor dan lintas wilayah dalam memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang laut secara
nasional, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk kegiatan yang bersifat strategis atau menjadi
prioritas nasional, perencanaan zonasi kawasan laut, dan perencanaan zonasi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.24
23 KONSEP MAINSTREAMING OCEAN POLICY KEDALAM RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL. Bappenas 24 Pasal Penjelas PP no 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut
2. Strategi Sektor Perikanan dan Bioteknologi
Strategi pemerintah dalam menunjang sektor perikanan adalah sebagai berikut:
a. Bantuan Mesin/Alat pengolahan hasil laut ke daerah-daerah untuk mendukung pengembangan
kawasan industri pengolahan hasil laut di luar Pulau Jawa khususnya Indonesia Bagian Timur;
b. Membangun pusat informasi industri hasil laut di lokus klaster pengembangan industri
Pengolahan hasil laut;
c. Meningkatkan kompetensi SDM di bidang teknologi pascapanen dan pengolahan hasil laut
serta manajerial usaha melalui diklat;
d. Meningkatkan promosi peluang investasi untuk meningkatkan nilai tambah rumput laut
menjadi antara lain ATC/SRC (Alkali Treated Caragenan/Semi Refine Caragenan), agar-agar
dan alginate;
e. Meningkatkan pemanfaatan limbah hasil laut sebagai bahan pangan fungsional dan
farmasi/suplemen (gelatin, khitin, khitosan) melalui koordinasi dengan instansi terkait;
f. Pengembangan klaster per-tunaan, perudangan, dan per-rumput lautan dalam rangka
percepatan pertumbuhan industri hasil laut di sentra produksi terpilih;
g. Meningkatkan kerjasama dalam penelitian dan pengembangan teknologi proses dan teknologi
produk antara sektor industri dengan lembaga/balai penelitian dan perguruan tinggi;
h. Riset untuk pengembangan teknologi formulasi berbasis rumput laut;
i. Mengembangkan produk formulasi berbasis rumput laut (farmasi, kosmetik dan industri);
j. Mengembangkan industri bioteknologi berbasis hasil laut lainnya (produk kosmetik dan
farmasi);
k. Mengembangkan industri perikanan hemat energi dan ramah lingkungan melalui koordinasi
dengan instansi terkait;
l. Kajian pengembangan pemanfaatan air laut dalam (deep sea water) untuk menghasilkan
produk yang bernilai tambah tinggi.
3. Strategi Sektor Pelabuhan dan Industri Kemaritiman
Konsep Tol Laut lebih ditekankan pada ranah ekonomi politik pengembangan kawasan dan
konektivitas antar pulau. Hal ini diwujudkan dengan menyiapkan infrastruktur pelabuhan dan
penyeberangan. Melalui infrastruktur pelabuhan dan penyeberangan yang memadai dan terkelola
dengan manjemen yang efisien, maka mobilitas arus barang dan jasa serta orang akan lebih baik.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah mendesain Konsep Tol
Laut yang dicetuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan 24 pelabuhan. Pelabuhan sebanyak
itu terbagi atas pelabuhan yang menjadi hubungan internasional, pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul.
Untuk mendukung Tol Laut, sebanyak 24 pelabuhan, antara lain, Pelabuhan Banda Aceh,
Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Batam, Padang, Pangkal Pinang, Pelabuhan Panjang.
Selanjutnya, Pelabuhan Tanjung Priok, Cilacap, Tanjung Perak, Lombok, Kupang, Pontianak,
Palangkaraya, Banjarmasin, Maloy, Makassar, Bitung, Halmahera, Ambon, Sorong, Merauke dan
Jayapura.Dari 24 pelabuhan tersebut, terbagi dua hubungan internasional, yaitu Kuala Tanjung dan
Bitung yang akan menjadi ruang tamu bagi kapal-kapal asing dari berbagai negara. Semengtara
enam pelabuhan utama yang dapat dilalui kapal-kapal besar berbobot 3.000 hingga 10 ribu TEU
(Twenty-foot Equivalent Unit). Enam pelabuhan itu adalah Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok,
Tanjung Perak, Makassar dan Sorong. Nantinya, pelabuhan utama akan menjadi jalur utama atau
tol laut. Sedangkan 24 pelabuhan dari Belawan sampai Jayapura disebut pelabuhan pengumpul.
Sebanyak 24 pelabuhan tersebut merupakan bagian dari 110 pelabuhan milik PT Pelabuhan
Indonesia (Pelindo). Sementara total pelabuhan di Tanah Air sekitar 1.230 pelabuhan. Sebanyak
110 pelabuhan dari total 1.230 pelabuhan dikelola oleh Satuan Kerja Perhubungan, Provinsi dan
lainnya.
Poros Maritim Dunia, yang dalam praktek nasionalnya dijabarkan dalam salah satu misi
utama peningkatan konektivitas laut secara konsep dapat membuat biaya logistik menjadi lebih
murah. Namun, tol laut ini memiliki sejumlah tantangan. 8Salah satu penyebab tingginya biaya
logistik Indonesia adalah inefisiensi di sisi pelayarannya. Pelayaran tidak efisien lantaran kapasitas
kapal Indonesia lebih rendah dibanding kapal asing. Pihak asing menggunakan kapal besar
sehingga unit biaya lebih kecil. Semakin besar ukuran kapal, semakin murah biayanya. Kapal
besar pun membutuhkan pelabuhan-pelabuhan sandar yang juga dalam. Sugihardjo merinci,
Indonesia memiliki 111 pelabuhan komersial, 1.481 pelabuhan nonkomersial, dan 800 pelabuhan
khusus. Dari semua itu, pelabuhan dengan LWS 14 meter yang bisa melayani kapal kapasitas 5.000
TEU barulah Tanjung Priok. Itu pun sedang dalam proses pengerukan lagi. Adapun pelabuhan
dengan LWS 9 meter hanya bisa disandari kapal berkapasitas 1.000-1.500 TEU
4. Strategi Sektor Pariwisata Bahari
Dalam catatan Global Trend in Coastal Tourism, 2007 kecenderunganpertumbuhan
pariwisata dunia akan menjadi salah satu industri paling besar di dunia yang bisa menyumbang 10
persen pada PDB nasional serta 1/12 tenaga kerja. Saat ini sector pariwisata menjadi pemasukan
devisa utama bagi 2/3 negara berkembang di dunia serta menjadi sector kedua setelah pemasukan
dari minyak bumi bagi 40 negara miskin. Proyeksi pertumbuhan pariwisata global sampai 2020
akan terus meningkat karena pertumbuhan kelas menengah baru yang melakukan perjalanan
wisata, dan diperkirakan China akan menjadi destinasi inbound dan outbound terbesar di dunia.
Kondisi ini tentu menjadi peluang besar bagi pengembangan wisata bahari sebagai salah
satu pendorong penting distinasi pariwisata di Indonesia. Menurut UNWTO, pada akhir 2020
jumlah wisatawan dunia akan mencapai 1,6 miliar, diantaranya 717 juta berkunjung ke Eropa, 397
juta berkunjung ke Asia Timur dan Pasifik, 282 juta berkunjung ke Amerika, dan diikuti oleh
Afrika, Asia Tengah, dan Asia Selatan. Wisata bahari akan menjadi segmen industri tertua dan
terbesar. Namun, sector ini harus memperhatikan perubahan segmentasi pasar yang lebih luas
dengan memperhatikan kemunculan segmen niche market / luxury market di dunia pariwisata
dengan menggunakan moda transportasi kapal wisata/yacht/cruise/seaplane, Bergesernya
paradigma mass tourism menjadi special interest oleh segmen pasar tertentu, serta kecepatan
investasi pariwisata pulau-pulau kecil di seluruh dunia semakin meningkat. Kecenderungan
pertumbuhan wisata cruise menjadi segmen pasar dengan pertumbuhan tercepat dan paling
menguntungkan dimana diperkirakan 50% pasar di kawasan Karibia. Saat ini sedang mencari
destinasi cruise baru dengan prospek dan ukuran kapal cruise akan semakin besar (kelas mega
cruise ship/minimal 2500 penumpang). Trend Wisata Yacht, dengan estimasi ada sekitar 10 juta
kapal wisata di seluruh dunia dimana 50.000 kapal layar/yacht yang berlayar setiap tahun di
wilayah ASEAN dan Pasifik. Indonesia dengan potensi perairan dan gugus pulau yang dimiliki,
diharapkan dapat menyerap 20 persen atau + 10.000 kunjungan kapal.
Upaya pengembangan wisata bahari tidak akan terlepas dari persaingan dengan kegiatan
pariwisata negara lain. Untuk menghadapi persaingan tersebut dan meningkatkan citra dunia
pariwisata Indonesia, maka tantangan dan permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen
tersebut diatas harus dapat diatasi.
Adapun kebijakan yang diperlu dilakukan dalam mengembangkan potensi wisata bahari
sebagaimana hasil Focus Group Discussion Asia Pacific Region Discussion Forum On Blue
Economy: Healthy Ocean – People – Ocean Governance, adalah:
1. Membangun iklim pelayanan satu pintu (single window) untuk kemudahan perizinan.
2. Peran aktif stakeholder khususnya organisasi-organisasi yang bergerak di bidang pariwisata
dalam mengembangkan wisata bahari
3. Integrasi manajemen pengelolaan destinasi (DMO) oleh seluruh stakeholder untuk
meningkatkan daya saing.
4. Integrasi pemasaran wisata bahari.
5. Meningkatkan komitmen stakeholder pariwisata untuk mengembangkan pariwisata bahari
secara berkelanjutan melalui:
(i) Penguatan peran serta masyarakat dalam pengembangan wisata bahari,
(ii) Peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan melalui kegiatan wisata
bahari,
(iii) Perluasan lapangan kerja bagi masyarakat pesisir pantai dan nelayan,
(iv) Meningkatnya dukungan global terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
pesisir pantai dan nelayan.
6. Meningkatnya upaya pelestarian biodiversity laut melalui:
(i) Peningkatan upaya-upaya preservasi dan konservasi biota laut sebagai daya tarik
wisata bahari,
(ii) Menurunkan perusakan biota laut sebagai akibat dari penangkapan ikan oleh nelayan
dengan menggunakan bahan peledak,
(iii) Pengurangan secara drastis pengambilan terumbu karang dan ikan hias untuk sumber
penghidupan
7. Menjalankan kebijakan bebas visa untuk kunjungan singkat bagi negaranegara dengan jumlah
kunjungan wisata paling banyak di Indonesia
5. Strategi Sektor Industri Garam
Kebutuhan garam nasional mencapai 4.2 juta ton tiap tahunnya dengan tren yang terus
meningkat. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan garam untuk industri dan konsumsi. Untuk
menghasilkan 4.2 juta ton garam diperlukan lahan minimal 40.000 ha25. Luas Lahan Garam.
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2017 luas lahan garam
mencapai 43.052,10 ha dan baru sekitar 26,000 ha yang memproduksi garam. Adapun lahan garam
tersebut tersebar di sembilan propinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darusalam mencapai 124 ha, Jawa
Barat mencapai 6.733 ha, Jawa Tengah mencapai 6.609 ha Jawa Timur mencapai 8.476 ha, Nusa
Tenggara 2.626 ha, dan wilayah lainnya mencapai 975 ha.
Di Indonesia sentra produksi garam 85% berada di Jawa, sedangkan 15% ada di luar Jawa dan
perlu diingat bahwa produksi sangat tergantung pada musim kemarau. Pada kondisi normal masa
25 “Kemenko Maritim Mengurai Tantangan Ekstensifikasi Lahan Garam Nusa Tenggara Timur”. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019. https://maritim.go.id/kemenko-maritim-mengurai-tantangan-ekstensifikasi-lahan-garam-nusa-tenggara-timur/
produksi garam hanya selama 4 sampai 5 bulan saja. Indonesia selama musim tersebut hanya
mampu memproduksi garam 1,3 – 1,4 juta ton, sedangkan kebutuhan nasional sekitar 3,5 juta ton26
Cita Cita menuju swasembada garam diwujudkan oleh pemerintah dengan melakukan
ekstensifikasi lahan garam di Nusa Tenggara Timur. Proses pembebasannya mencapai 3720
Hektare, dimana 40% dari lahan tersebut akan dijadikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Lahan yang akan dibuka untuk industri garam diperkirakan mencapai 2620 Hektare. Dimana 2220
Hektare akan dimanfaatkan oleh industri garam dan 400 hektare dimanfaatkan oleh PT Garam27.
Selain di nusa tenggara timur, pembukaan lahan baru juga dilakukan di daerah Kupang, Timor
Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Ende dan Malaka. produksi garam akan meningkat menjadi
120 ribu ton/hektare per tahun. Hal ini menuju visi Indonesia swasemmbada garam 202128.
26 “Luas Lahan Garam Indonesia”. Diakses 13 Oktober 2019. https://cci-indonesia.com/luas-lahan-garam-indonesia/ 27 “2.600 Ha Lahan di NTT Dikembangkan Jadi Tambak Garam”. Diakses 13 Oktober 2019. https://finance.detik.com/industri/d-4630034/2600-ha-lahan-di-ntt-dikembangkan-jadi-tambak-garam 28 “Lahan Tambak Garam Baru di Indonesia Timur”. Diakses 13 Oktober 2019. https://www.liputan6.com/regional/read/3392200/lahan-tambak-garam-baru-di-indonesia-timur
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sumber Daya Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia
Pengerjaan Indonesia Sebagai Poros Maritim dunia bukanlah pekerjaan yang dapat
diselesaikan dalam kurun waktu 5 tahun. Namun pembenahan sektor maritim ini paling tidak
memerlukan waktu 20 tahun. Hal utama yang perlu dibenahi adalah membuat roadmap maritim
yang solid. Sehingga adalanya roadmap ini dapat dijadikan acuan pemerintah dalam
pengembangan dibidang maritim kedepannya.
Penurunan Undang-Undang Kelautan menjadi peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata
Ruang Laut (PP no 32 Tahun 2019) menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membuat
rancangan tata kelola laut. Namun selama 5 tahun ini nyatanya, pengembangan maritim belum
didasarkan pada roadmap yang jelas menuju goal besar poros maritim dunia. Memang sejauh ini
sudah ada beberapa progres nyata yang telah dilakukan oleh pemerintah, diantaranya29
Pertama, program pembiayaan mikro nelayan telah digunakan oleh 9.535 penerima manfaat di
107 kabupaten/kota. Bunga yang ditawarkan sangat rendah, yakni 3% per tahun.
Kedua, penyediaan akses bahan bakar nelayan. Dengan melakukan konversi BBM ke LPG untuk
nelayan, biaya operasional berkurang nelayan berkurang hingga Rp50.000 per hari. Jumlah
konversi berkisar 25.000 unit pada 2018.
Ketiga, pembangunan infrastruktur konektivitas laut. Trayek kapal perintis meningkat menjadi 113
unit pada 2018, dibandingkan 2015 sejumlah 84 unit. Trayek Tol Laut juga naik menuju 18 jalur
pada 2018 dari 3 tahun sebelumnya hanya 3 jalur. Tahun lalu, 6 kapal ternak juga mulai beroperasi.
Keempat, memperluas kawasan konservasi perairan laut. Luas kawasan konservasi pada 2017
mencapai 19,14 juta hektare, naik dari 2014 sejumlah 16,45 juta ha.
Sayangnya beberapa capaian ini masih bersifat mikro, dan belum memberikan dampak
makro terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dirasakan dari angka produksi perikanan
yang masih menunjukkan angka yang tidak jauh berkembang. Dan masih sangat jauh dari
pemaksimalan potensi yang ada. Hasil tangkapan ikan 2017 sebesar 23,26 juta ton (6,04 juta ton
29
ikan tangkap dan 17,22 juta ton ikan budidaya), meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar 20,84
juta ton.
1. Perikanan
Sepak terjang kementerian kelautan dan perikanan dalam meningkatkan perikanan
Indonesia selama 5 tahun terakhir ini memang sudah menunjukkan hasil. Dari tahun 2014 sudah
ada 516 kapal yang ditenggelamkan oleh KKP30. Upaya pemberantasan ilegal fishing dan optimasi
perikanan nasional telah membawa dampak terhadap pengembangan perikanan nasional. Total
Produksi Perikanan Nasional pada tahun 2017 mencapai 24,21 juta ton. Produksi tersebut terdiri
dari produksi perikanan budidaya sebesar 17,22 juta ton dan produksi perikanan tangkap sebesar
6,99 juta ton. Tingkat pertumbuhan produksi perikanan Tahun 2015-2017 sebesar 3,97% per
tahun. Konstribusi pertumbuhan tersebut terdiri pertumbuhan produksi perikanan tangkap sebesar
1,95% per tahun dan perikanan budidaya sebesar 4,96%.
Perkembangan dari produksi perikanan Indonesia, berdasarkan data produksi perikanan di BPS
tahun 2017 menunjukkan peningkatan produksi dari tahun ke tahun. Volume produksi perikanan
pada tahun 2014 mencapai 20,94 juta ton dan menjadi 22,31 juta ton pada tahun 2015 yang terdiri
dari 6,68 juta ton produksi perikanan tangkap dan 15,63 juta ton produksi perikanan budidaya.
Produksi tersebut kemudian meningkat pada tahun 2016 sebesar 23,26 juta ton yang terdiri dari
produksi perikanan tangkap sebesar 6,58 juta ton dan perikanan budidaya sebesar 16,68 juta ton.
Jumlah produksi meningkat lagi pada tahun 2017 mencapai 24,21 juta ton, terdiri dari 6,99 juta
ton produksi perikanan tangkap dan 17,22 juta ton produksi perikanan budidaya.
Namun produksi perikanan yang ada hari ini masih sangat jauh dari taksiran potensi yang ada.
Perikanan budidaya Indonesia ditaksir mampu mencapai 62.5 juta ton jika dimanfaatkan secara
keseluruhan31. Carut marut ini diperparah dengan fakta bahwa hingga tahun 2018 Indonesia masih
melakukan Import ikan. Nilai impor ikan tahun lalu sebesar US$ 1,5 juta, meningkat 50,43%
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar US$ 991,6 ribu. Sementara itu, volume
impor ikan pada 2018 turun sebesar 18,25% menjadi 139,4 ribu ton dari 2017 yang sebesar 170,5
ribu ton32.
Fakta ini sungguh sangat miris, Indonesia dengan luas lautnya yang lebih dari 70% dengan
potensi perikanan yang mencapai 62.5 ton, masih melakukan import ikan. Meskipun memang
30 “Lagi, 13 Kapal Perikanan Asing Ilegal Ditenggelamkan di Natuna “. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019. https://kkp.go.id/artikel/10594-lagi-13-kapal-perikanan-asing-ilegal-ditenggelamkan-di-natuna 31 KONSEP MAINSTREAMING OCEAN POLICY KEDALAM RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL 32 “Berapa Volume dan Nilai Impor Ikan ke Indonesia?“. Diakses 13 Oktober 2019. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/24/berapa-volume-dan-nilai-impor-ikan-ke-indonesia
perbandingan neraca import dan eksport Indonesia yang masih sangat jauh. Namun import ikan
ini merupakan bukti bahwa tata kelola perikanan di Indonesia masih belum terkelola dengan baik.
Eksport Indonesia dalam bidang perikanan mencapai angka 4693 Juta Dolar, angka ini
tergolong kecil jika dibandingkan China yang mencapai 20.131 juta dolar, Norwegia 10.770 juta
dolar dan bahkan vietnam dan thailand yang mencapai 7320 dan 5893 juta dolar. Perbandingan in
menunjukkan bahwa Thailand dengan luas laut yang hanya 205.600km2 mampu menghasilkan
nilai ekspor ikan yang lebih besar dari indonesia dengan luas laut mencapai 5.8 juta km2 atau 29
kali lebih luas dari laut thailand.
Kondisi ini dapat berarti bahwa jika laut Indonesia dapat dimanfaatkan se efektif thailand. Maka
potensi perikanan Indonesia akan meningkat sangat besar dan dapat menjadi sumber utama PDB
Indonesia.
Permasalahan utama dari nelayan Indonesia adalah teknologi penangkapan ikan yang ada,
selain itu nelayan yang masih melaut dari Individu per individu membuat kapasitas kapal yang
digunakan kecil. Sehingga daya jangkaunya menjadi tidak terlalu luas dan tidak menjangkau laut
lepas. Berbeda dengan kapal kapal ilegal dari negara lain yang memiliki kapasitas lebih besar. Rata
rata kapal Indonesia hanya berkisar 10-15GT. Keterbatasan teknologi ini yang membuat hasil
tangkapan nelayan menjadi sangat bergantung pada cuaca dan musim.
Pengembangan teknnologi kelautan dan kolektivikasi nelayan menjadi masalah urgen yang harus
diselesaikan. Pemerintah harus mampu mengembangkan teknologi penangkapan ikan bagi para
nelayan, sehingga bisa bersaing dengan kapal kapal dari industri penangkapan ikan maupun
kapal kapal asing.
2. Bioteknologi
Indonesia memiliki potensi bioteknologi yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan
keanekaragaman hayati di Indonesia. Terdapat 35.000 spesies biota laut, 910 jenis karang (corals)
atau 75% dari total spesies karang di dunia, 850 spesies sponges, 13 spesies lamun (seagrass) dari
20 spesies lamun dunia, 682 spesies rumput laut (seaweed), 2500 spesies moluska, 1502 spesies
krustasea, 745 spesies ekinodermata, 6 spesies penyu, 29 spesies paus dan dolphin, 1 spesies
dugong, dan lebih dari 2000 spesies ikan hidup, tumbuh serta berkembang biak di wilayah perairan
laut Indonesia.
Semakin tinggi keanekaragaman hayati yang ada maka potensi bioteknologi yang dihasilkan
juga semakin besar. Sayangnya, setiap tahun kita justru kehilangan devisa sekitar US$ 4 milyar
untuk mengimpor berbagai produk industri bioteknologi kelautan, seperti gamat (teripang),
omega-3, squalence, viagra, chitin, chitosan, spirulina, dan lain sebagainya.
Sejauh ini bidang bioteknologi Indonesia hanya berfokus pada rumput laut. Produksi
menunjukkan bahwa kontribusi Indonesia dalam produk aquaculture pada tahun 2016
menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. Yaitu 4.950 ton, yang menyumbang 6.2% terhadap
seluruh produksi aquaculture dunia. Namun jumlah ini masih kalah jauh dengan China yang
mencapai 49.244 juta ton atau mencapai 61.5% dari total produksi dunia. Dengan demikian
Indonesia menempati peringkat ke tiga dalam produksi aquaculture dibawah China dan India.
Pengembangan teknologi pendukung untuk mengeksplorasi bioteknologi masih sangat rendah
di Indonesia. Sehingga produk produk turunan bioteknologi seperti omega 3, squalance, viagra,
chitin, chitosan, spirulina dll masih dipenuhi dengan import. Memngingat potensi besar yang ada
pada produk bioteknologi, investasi lebih untuk mengembangkan teknologi pengembangan
bioteknologi akan memberikan keuntungan pada masyarakat hari ini.
3. Industri Kemaritiman dan jasa Pelabuhan
Dengan pelaksanaan tol laut, berdasarkan data BPS, kunjungan kapal di pelabuhan Indonesia pada
tahun 2016 mengalami kenaikan kunjungan kapal di pelabuhan yang mencapai 882,72 ribu unit
atau naik 11,8 persen dari tahun 2015. Sedangkan pada tahun 2017 kunjungan kapal di pelabuhan
mencapai 842,08 ribu unit atau turun 4,5 persen. Lalu untuk realisasi Realisasi angkutan tol laut
2017 terbilang rendah, yakni hanya 212.865 ton atau 41,2% dari target 517.200 ton. Adapun
realisasi muatan balik hanya 20.274 ton atau 9,5% dari muatan berangkat. Untuk memenuhi target
itu, pemerintah menggelontorkan subsidi hingga Rp447,6 miliar tahun ini, naik 33% dari alokasi
subsidi 201733.
Lalu tol laut dinilai juga tidak efektif untuk beberapa bahan pokok yang disalurkan melalui
tol laut, seperti contohnya harga beras di hub asal Surabaya, mencapai Rp11.330/kg dan ketika
dikirim melalui tol laut harganya di Halmahera utara menjadi Rp12.000/kg. Sementara itu, harga
beras yang diangkut ke Halmahera Utara, tanpa melalui tol laut harganya hanya Rp11.000/kg.
Sebab, beras ada yang dipasok dari Makassar, dan itu lebih murah dibandingkan harus dikirim dari
Surabaya, meskipun kapal tol lautnya disubsidi pemerintah.
Belum lagi potensi potensi, kehadiran tol laut ini hanya menguntungkan para pedagang
besar di daerah tujuan. Ada potensi pemain dan pedagang besar yang tetap menjual harga sesuai
dengan harga awal sebelum adanya tol laut. Dengan demikian, disparitas harga antara Pulau Jawa
dan pulau lain di tingkat konsumen tetap terjadi.
33 “Pelni Sulit Optimalkan Kapasitas Tol Laut“. Diakses 13 Oktober 2019. https://ekonomi.bisnis.com/read/20180727/98/821343/pelni-sulit-optimalkan-kapasitas-tol-laut
Sugihardjo merinci, Indonesia memiliki 111 pelabuhan komersial, 1.481 pelabuhan
nonkomersial, dan 800 pelabuhan khusus. Dari semua itu, pelabuhan dengan LWS 14 meter yang
bisa melayani kapal kapasitas 5.000 TEU barulah Tanjung Priok. Itu pun sedang dalam proses
pengerukan lagi. Adapun pelabuhan dengan LWS 9 meter hanya bisa disandari kapal berkapasitas
1.000-1.500 TEU. Berbeda dengan pelabuhan di singapura dan malaysia yang memiliki kedalaman
lebih dari 16 LWS. Sehingga kapal kapal yang dapat bersandar kesana relatif lebih besar daengan
kapasitas mencapai 18.000TEU.
Hal inilah yang membuat kapal kapal asing lebih memilih untuk bongkar muat di singapura
dan mendistribusikannya dengan kapal kapal yang lebih kecil di Indonesia. Hal inilah yang
membuat total bongkar muat pelabuhan singapura mencapai 600 ribu ton, berbeda dengan tanjung
priok yang hanya 51.000 ribu ton. Hanya 1/10 dari total bongkar muat di pelabuhan singapura.
Tanjung priok barulah awal pembangunan pelabuhan Indonesia, masih banyak pelabuhan
pelabuhan lain yang harus ditingkatkan infrastrukturnya, sehingga pelabuhan indonesia dapat
melayani baik transhipmen maupun bongkar muat.
4. Pariwisata Bahari
Industri pariwisata di Indonesia telah menyumbang pemasukan negara sebesar 12.441 miliar dolar
Amerika, namun hanya 10% nya saja yang merupakan hasil dari wisata bahari. Yaitu sekitar 1.244
Miliar Dolar. Nilai ini menyumbang 0.77% dari PDB Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
potensi pariwisata di Indonesia belum dimaksimalkan. Padahal Indonesia memiliki potensi
pariwisata bahari yang sangat besar. Dimana luas wilayah air Indonesia yang mencapai 2/3
wilayah dan terdiri dari 17.480 pulau dan berjuta hektar taman laut sehingga prospek
pengembanganwisata bahari dikemudian hari sangat cerah.Indonesia terkenal sebagai negara yang
sangat kaya dengan obyek pariwisata bahari,adanya pengakuan tiga titik yang berlokasi di
Indonesia yaitu di Tulamben (Bali), likuan2 (Manado), dan Pulau Tomia (Wakatobi) dari 50 titik
wisata bahari dunia yang bertarafinternasional menjadikan Indonesia dapat menjadi salah satu
kawasan tujuan wisata terkemuka di dunia.
Namun dalam pelayanannya Indonesia hanya menempati urutan ke 42 dalam daya saing pariwisata
global, hal ini menunjukkan bahwa tata kelola pariwisata Indonesia masih harus ditingkatkan
untuk menarik lebih banyak wisatawan mancanegara berwisata di Indonesia
Permasalahan utama dalam pengembangan pariwisata bahari Indonesia adalah tentang
Infrastruktur dan konektivitas. Dimana Indonesia memiliki pulau pulau kecil yang memiliki
potensi pariwisata yang menjanjikan. Namun keterbatasan Infrastruktur dan konektivitas membuat
potensi pariwisata tersebut belum terkembangkan. Pengembangan pariwisata bahari harus dimulai
dengan pengembangan infrastruktur pendukung dan campaign yang dilakukan oleh pemerintah.
5. Industri Garam
Jumlah produksi garam rakyat pada tahun 2017 telah mencapai 1.111.394 ton. Hasil produksi
1.111.394 ton terdiri dari produksi PUGAR 786.939 ton, Non PUGAR 129.831 ton dan PT. Garam
194.296 ton merupakan hasil sensus yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di 51 kabupaten
pada 10 provinsi. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun 2012 dan 2013 yang produksinya
mencapai 2.978.616 ton, yang terdiri dari 2.020.109 ton hasil produksi Kelompok Usaha Garam
Rakyat (KUGAR), produksi garam rakyat non PUGAR sebesar 453.606 ton, dan PT. Garam
385.000 ton, serta sisa impor tahun 2012 sebesar 119.900 ton. Sementara estimasi kebutuhan
garam konsumsi tahun 2012 sebesar 1.440.000 ton, sehingga produksi garam nasional sudah
surplus sebanyak 1.538.616 ton. Surplus tersebut kemudian dapat digunakan sebagai stok garam
nasional pada semester I (Januari-Juli) tahun 201334.
Produksi garam yang hanya mencapai 1.1 juta ton ini tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
garam industri dan konsumsi di Indonesia yang jumlahnya mencapai 4.5 juta ton. Produksi garam
Indonesia masih bergantung pada individu petani. Sehingga garam yang dihasilkan memiliki
kualitas yang rendah dan efisiensi lahan yang rendah. Sehingga sebagian besar garam produksi
Indonesia hanya bisa digunakan sebagai garam konsumsi daripada garam industri.
Efisiensi lahan garam di Indonesia mengalami fluktuasi. Antara 87.9 Ton/Ha hingga 39.6
Ton/Ha, fluktuasi ini bergantung pada tempat pembuatan dan cuaca. Pada tahun 2017-2018 cuaca
buruk membuat beberapa lahan garam di jawa timur mengalami gagal panen sehingga produksi
garam Indonesia menurun. Hasil produksi yang fluktuatif ini membuat para petani garam tidak
mempunyai kepastian penghasilan dan tidak jarang beralih profesi mencari lapangan pekerjaan
baru. Ditambah lagi daya saing garam Indonesia yang masih kalah dibandingkan garam impor
yang ada membuat kondisi petani garam semakin sulit. Para petani yang memproduksi secara
individu juga membuat treatment produksi yang berbeda-beda. Sehingga menghasilkan garam
dengan kualita yang berbeda beda. Tidak jarang para petani ini menemui kesulitan untuk mencari
modal pembukaan lahan garam.
Kolektivikasi pertanian garam harus dilakukan agar petani garam menjadi semakin kuat dalam
produksi, dapat meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan dan meningkatkan efektivitas dari
lahan garam yang dimiliki. Selain itu model produksi lain yang tidak terlalu bergantung pada cuaca
34 Info Komoditi Garam
harus dikembangkan, sehingga kualitas garam yang dihasilkan tidak fluktuatif sesuai dengan cuaca
yang sedang berlangsung.
Hingga 2019 ini sudah ada sekitar 40 ribu hektar lahan garam yang siap untuk digunakan.
Sebagian lahan baru yang berada di Nusa Tenggara Timur masih dalam proses penyelesaian
sengketa lahan dan diperkirakan akan siap berproduksi pada tahun 2019 ini. diharapkan dari 40
ribu hektar tersebut dapat memenuhi kebutuhan garam nasional sehingga pada tahun 2021
Indonesia dapat swasembada garam.
Namun swasembada garam (4.5 juta ton) masih sangat jauh dari potensi garam nasional.
Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang didunia dengan panjang sekitar 99
ribu kilometer. Sehingga Indonesia memiliki potensi garam yang sangat tinggi. Produksi garam
dari beberapa negara lain adalah sebagai berikut. China menghasilkan 62.15 juta ton garam,
disusul AS, India dan Germany dengan kuantitas 40 juta, 24.5 juta, dan 19 juta ton garam.
Keempat negara ini adalah negara dengan garis pantai yang lebih pendek dari Indonesia,
namun efektivitas produksi dari keempat negara ini menjadikan negara negara ini mampu
memproduksi garam dengan jumlah yang jauh lebih besar dari Indonesia. Keseriusan pemerintah
dalam mengkolektivikasi petani garam, menemukan metode pertanian yang lebih efektif dan
pembukaan lahan lahan garam baru akan menjadikan Indonesia dapat memproduksi garam dengan
jumlah yang jauh lebih besar dan dapat menjadi eksportir utama garam dunia.
4.2 Urgensi Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia
Telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya bahwa Indonesia memiliki potensi Income yang
sangat besar dari sektor maritim. Potensi tersebut mencapai 1.2 Triliun Dolar pertahun atau 16.800
Triliun, yang merupakan 7x APBN Indonesia 2014 yang mencapai Rp 1845 triliun atau 1.2 kali
PDB Indonesia 2014. Potensi yang sangat besar ini jika dimanfaatkan dengan maksimal akan
menjadikan Indonesia menjadi negara penghasil PDB terbesar di dunia. Selain itu, ketergantungan
PDB yang berasal dari import produk mentah pertambangan dapat digeser menjadi lebih seimbang
dengan dimaksimalkannya sektor maritim. Maka tidak menutup kemungkinan pertumbuhan
ekonomi Indonesia akan meningkat secara signifikan dan kesejahteraan masyarakan Indonesia
dapat terangkat
Namun pengembangan potensi kemaritiman ini tidak dapat dilakukan dengan cara yang mudah
dan instan. Harus ada rencana jangka panjang yang sustain antar masa pemerintahan. Bappenas
sudah merancang “KONSEP MAINSTREAMING OCEAN POLICY KEDALAM RENCANA
PEMBANGUNAN NASIONAL”, yang berisi targetan jangka pendek dari tahun 2014-2019 dan
jangka panjang 2020-2045. Selain itu penerbitan UU Kelautan dan PP tentang RTRL juga
merupakan langkah strategis dalam bidang hukum dalam pengembangan maritim Indonesia.
Sayangnya pembangunan maritim selama 5 tahun belakangan ini belum menghasilkan dampak
makro, dampak yang dirasakan masih merupakan dampak mikro pada masing masing sektor.
Beberapa hal yang telah dilakukan antara lain adalah penenggelaman kapal oleh KKP, insentif
terhadap nelayan, memperbaiki infrastruktur-infrastruktur strategis seperti pelabuhan, dan
galangan.
Tidak dapat dipungkiri memang bahwa pembangunan selama 5 tahun belakangan ini sudah
memberikan dampak terhadap industri maritim. Diantaranya adalah peningkatan produksi ikan
menjadi 24.21 juta ton yang telah mengalami peningkatan tiap tahun, peningkatan kuantitas ekspor
rumput laut, dan peningkatan infrastruktur di beberapa pelabuhan dan galangan kapal.
Namun PR besar masih menanti Indonesia menuju poros maritim dunia. Indonesia belum bisa
memanfaatkan potensi alamnya yang besar. 3 permasalahan utama yang dihadapi adalah:
1. Tata kelola garam yang masih carut marut membuat hingga hari ini Indonesia masih Impor
garam Industri. Padahal Indonesia memiliki garis pantai terpanjang ke dua didunia dengan
panjang lebih dari 99 ribu Km.
2. Tata kelola perikanan Indonesia juga masih carut marut. Sistem nelayan yang belum
terpadu dan infrastruktur penangkapan ikan yang kurang membuat kapasitas penangkapan
Indonesia masih rendah. Dari luas lautan Indonesia yang mencapai 5.8 juta km2 memiliki
kapasitas penangkapan ikan yang lebih rendah daripada thailand yang luas lautnya kanya
sekitar 205 ribu km2
3. Infrastruktur pelabuhan belum memiliki kapasitas yang sama untuk menjadi pelabuhan
internasional. Sehingga persaingan dengan pelabuhan di Singapura dan Malaysia masih
menjadi tantangan besar bagi pelabuhan pelabuhan di Indonesia
Ketiga permasalahan tersebut, digabung dengan berbagai permasalahan lain menunjukkan
bahwa pengembangan maritim di Indonesia belum menunjukkan dampak secara makro.
Pengembangan maritim di Indonesia harus tetap dilakukan oleh pemerintah dengan strategi yang
tertata dalam jangka panjang
Namun, pengembangan potensi maritim Indonesia hari ini hanya akan menjadi impian semata.
Keseriusan pemerintah dalam pengembangan program jangka panjang pengembangan maritim
tidak terlihat dalam visi Presiden Joko Widodo. Dalam periode kedua pemerintahannya presiden
Joko Widodo menekankan pada pengembangan infrastruktur dan iklim investasi. Lima poin
prioritas dalam program Joko widodo 2019-2024 adalah35:
1. Pembangunan Infrastruktur
2. Pembangunan SDM
3. Pengunadangan investasi seluas luasnya
4. Melakukan Reformasi Birokrasi
5. APBN yang fokus dan tepat sasaran
Tidak disinggung sama sekali tentang topik maritim dalam pidato presiden tersebut.
penurunannya kedalam program prioritas yang tidak ada satupun unsur maritim didalamnya
membuat sustainabilitas pembangunan maritim dipertanyakan kedepannya. Hal ini sangat
bertolak belakang dengan visi Presiden Jokowi di 2014 yang berani mengatakan akan
membangun Indonesia menjadi “poros maritim dunia”
Kondisi ini akan menjadi kontradiksi dengan program jangka menengah dan jangka
panjang dari pembangunan maritim, dalam pembahasan sebelumnya sudah dibahas bahwa
pembangunan maritim memerlukan rencana jangka panjang yang matang. Namun pemerintah
hari ini malah seperti tidak serius untuk melanjutkan rencana tersebut dan merealisasikan
Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat besarnya potensi maritim di Indonesia jika
dapat terkembangkan dengan baik. Sehingga seluruh realisasi potensi tersebut hanya akan
menjadi angan angan belaka. Dan jatidiri Bangsa Indonesia sebagai negara maritim hanya akan
menjadi isapan jempol yang tidak akan pernah terealisasi.
Seluruh cita cita menjadikan Indonesia menjadi poros maritim dunia hanya dapat tercapai
apabila pemerintah serius untuk melaksanakan pembangunan maritim yang sustainabel dan
tepat sasaran sesuai dengan rencana jangka panjang yang telah dibuat sebelumnya.
35 “Jokowi Sampaikan 5 Program Prioritas : Pungli Saya Kejar, Saya Hajar” Diakses 13 Oktober 2019 https://www.jawapos.com/nasional/15/07/2019/jokowi-sampaikan-5-program-prioritas-pungli-saya-kejar-saya-hajar/
BAB V
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dilakukan pada kajian ini, maka dapat disimpulkan beberapa
poin sebagai berikut:
1. Indonesia memiliki potensi maritim yang sangat besar, yang apabila dikembangkan dengan
maksimal akan meningkatkan PDB Indonesia secara Drastis
2. Pengembangan kemaritiman memiliki urgensi yang tinggi, mengingat realisasi
pengembangan maritim yang belum memberikan dampak secara makro
DAFTAR PUSTAKA
Bisnis.com (2019). Pelni Sulit Optimalkan Kapasitas Tol Laut. Diakses 13 Oktober 2019.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20180727/98/821343/pelni-sulit-optimalkan-kapasitas-tol-laut
CCI Indonesia (2019). Luas Lahan Garam Indonesia. Diakses 13 Oktober 2019. https://cci-
indonesia.com/luas-lahan-garam-indonesia/
Dahuri. Rochim. 2003. Integrated Coastal and Marine Management Enters a New Era in
Indonesia.
https://www.researchgate.net/publication/237600429_Integrated_Coastal_and_Marine_Manage
ment_Enters_a_New_Era_in_Indonesia
Detik (2019). 2.600 Ha Lahan di NTT Dikembangkan Jadi Tambak Garam. Diakses 13 Oktober 2019.
https://finance.detik.com/industri/d-4630034/2600-ha-lahan-di-ntt-dikembangkan-jadi-tambak-
garam
Detik.com (2019). Ini Visi Misi Jokowi-JK Soal Pembangunan Maritim Indonesia, Diakses 14
Oktober 2019, dari https://news.detik.com/berita/d-2605821/ini-visi-misi-jokowi-jk-soal-
pembangunan-maritim-indonesia
FAO. 2018. The State of World Fisheries and Aquaculture 2018 - Meeting the sustainable
development goals. Rome. Licence
Forum Ekonomi Dunia (2018). The Travel & Tourism Competitiveness Report 2017. Diakses 13
Oktober 2019. https://www.weforum.org/reports/the-travel-tourism-competitiveness-report-2017
JPP (2019). Turis Bahari Menyumbang 10% Devisa Pariwisata Nasional, Diakses 13 Oktober
2019, https://jpp.go.id/ekonomi/pariwisata/312153-turis-bahari-menyumbang-10-devisa-
pariwisata-nasional
Katadata (2019). Berapa Volume dan Nilai Impor Ikan ke Indonesia?. Diakses 13 Oktober 2019.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/24/berapa-volume-dan-nilai-impor-ikan-ke-
indonesia
Kementerian Koordinator Kemaritiman. (2019). Data Rujukan Wilayah Kelautan Indonesia,
diakses 13 Oktober 2019, dari https://maritim.go.id/menko-maritim-luncurkan-data-rujukan-
wilayah-kelautan-indonesia/
Kementerian Koordinator Kemaritiman. (2019). Kemenko Maritim Mengurai Tantangan
Ekstensifikasi Lahan Garam Nusa Tenggara Timur. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019.
https://maritim.go.id/kemenko-maritim-mengurai-tantangan-ekstensifikasi-lahan-garam-nusa-
tenggara-timur/
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2019). Kinerja Ekspor Produk Perikanan Indonesia Tahun
2018. Diakses 13 Oktoberr 2019. https://kkp.go.id/djpdspkp/artikel/7947-kinerja-ekspor-produk-
perikanan-indonesia-tahun-2018
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2019). Lagi, 13 Kapal Perikanan Asing Ilegal
Ditenggelamkan di Natuna. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2019.
https://kkp.go.id/artikel/10594-lagi-13-kapal-perikanan-asing-ilegal-ditenggelamkan-di-natuna
Kementerian Komunikasi dan Informatika (2019). Menuju Poros Maritim Dunia. Diakses pada
13 Oktober 2019 .https://www.kominfo.go.id/content/detail/8231/menuju-poros-maritim-
dunia/0/kerja_nyata
Kementerian Pariwisata (2019). Multidimensi Fotografi Membingkai Keindahan Laut Indonesia.
Diakses 13 Oktober 2019. http://www.kemenpar.go.id/post/multidimensi-fotografi-membingkai-
keindahan-laut-indonesia
Kementerian Perindustrian (2019). Swasembada Garam Mulai 2019. Diakses 13 Oktober 2019.
https://kemenperin.go.id/artikel/10219/Swasembada-Garam-Mulai-2019
Kompas (2019). Apa Kabar Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia?, Diakses 14 Oktober 2019,
dari https://nasional.kompas.com/read/2019/08/07/08062741/apa-kabar-indonesia-sebagai-poros-
maritim-dunia
Kompas (2019) “Kebutuhan Garam Nasional Capai 4,2 Juta Ton Per Tahun”, Diakses 13
Oktober 2019, https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/14/204555326/kebutuhan-garam-
nasional-capai-42-juta-ton-per-tahun
Kompas (2019). Pidato Lengkap Visi Indonesia Jokowi, Diakses 14 Oktober 2019,
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/15/06204541/pidato-lengkap-visi-indonesia-jokowi
Kumparan (2019)” Berapa Potensi Produksi Garam di Indonesia?”, Diakses 13 Oktober 2019,
https://kumparan.com/@kumparanbisnis/berapa-potensi-produksi-garam-di-indonesia
Liputan6 (2019). Lahan Tambak Garam Baru di Indonesia Timur. Diakses 13 Oktober 2019.
https://www.liputan6.com/regional/read/3392200/lahan-tambak-garam-baru-di-indonesia-timur
Peraturan Pemerintah no 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut
Salim, Zamroni. Dkk. 2016. “Info Komoditi Garam”. Amp Press: Jakarta
Satria, Arif. Dkk. 2014. KONSEP MAINSTREAMING OCEAN POLICY KEDALAM
RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL. Bappenas
UGM (2019). Indonesia Miliki Potensi Besar Sektor Perikanan, Diakses 13 Oktober 2019, dari
https://ugm.ac.id/id/berita/17264-indonesia.miliki.potensi.besar.sektor.perikanan
World Atlas (2019). The World's Top Salt Producing Countries. Diakses 13 Oktober 2019.
https://www.worldatlas.com/articles/the-world-s-top-salt-producing-countries.html
World Economic Forum. 2017. The Travel and Tourism Competitiveness Report 2017. WEC:
Geneva