Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · PDF fileAlquran dan...

2
Pengaruh Pendayagunaan Zakat Terhadap Usaha Mikro Mustahik 21 KAMIS, 23 JUNI 2016 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Terselenggara atas kerja sama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr Iman Sugema Deni Lubis MAg Salahuddin El Ayyubi MA S alah satu permasalahan di In- donesia yang belum berhasil diatasi oleh pemerintah ada- lah tingginya tingkat kemiski- nan dan tingkat kesenjangan pendapatan. Data BPS (2016) menun- jukan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,51 juta jiwa atau sebesar 11,26 persen, diikuti dengan tingginya indeks Gini di Indonesia (0,41). Jika masalah ini terus dibiarkan, maka salah satu dampak kesenjangan yang berkepanjangan akan menghambat tingkat kesejahteraan masyarakat. Islam melihat masalah kemiskinan sebagai sunnatullah fil hayah. Keber- adaan kelompok masyarakat yang ber- beda-beda penghasilan sesungguhnya tidak bisa dinafikan. Islam tidak pernah berbicara bagaimana upaya untuk meng- hilangkan kemiskinan tetapi berbicara bagaimana mereduksi dan meminimali- sir tingkat kemiskinan yang terjadi. Sa- lah satu pilar untuk meminimalisir ting- kat kemiskinan tersebut dengan meng- optimalkan pendayagunaan zakat pro- duktif mengingat besarnya potensi zakat di Indonesia yang mencapai angka Rp 217 triliun (Beik dan Arsyianti, 2016). Zakat produktif yang disalurkan kepada pelaku usaha mikro adalah salah satu upaya untuk pemberdayaan masya- rakat. Saat ini kontribusi usaha mikro ter- hadap PDB Indonesia mencapai angka Rp 807.8 triliun dengan jumlah unit usaha mikro yang mencapai angka 57,1 juta unit (Kemenkop UKM, 2013). Hal ini menunjukan bahwa dana zakat produktif yang diberikan pada usaha mikro memi- liki potensi besar dalam memacu pertum- buhan ekonomi dan menanggulangi angka kemiskinan dan kesenjangan. Indikator kemiskinan dalam Islam tidak hanya mengukur pemenuhan ke- butuhan material semata, namun juga mencakup pemenuhan kebutuhan se- cara spiritual. Berdasarkan indikator ke- miskinan dalam Islam tersebut ditemu- kanlah Model CIBEST oleh Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti. Model CIBEST terdiri dari kuadran CIBEST dan indeks CIBEST. Kuadran CIBEST adalah sebuah kuadran yang bertujuan untuk memetakan rumah tangga dalam empat area. Area pertama yaitu rumah tangga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan material dan kebutuhan spi- ritual disebut rumah tangga yang sudah sejahtera (kuadran I). Seperti yang sudah disebutkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran surat An-Nahl (16) ayat 97. Area kedua yaitu kondisi rumah tangga yang hanya mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya saja namun belum mampu memenuhi kebutuhan materialnya. Kondisi ini disebut dengan rumah tangga yang miskin secara mate- rial (kuadran II). Sesuai dengan surat Al-Baqarah (2) ayat 155-156 yang men- jelaskan bahwa seseorang akan diuji dengan kondisi kurangnya kekayaan secara material namun mereka mem- punyai kondisi spiritual yang kuat. Area ketiga yaitu kondisi rumah tangga yang sudah mampu memenuhi kebutuhannya secara material, namun tidak mampu memenuhi kebutuhannya secara spiritual. Kondisi ini disebut dengan rumah tangga yang miskin spiri- tual (kuadran III). Sesuai dengan surat Al-An’am(6) ayat 44 yang menjelaskan kehadiran golongan yang tidak mema- tuhi perintah-Nya, namun mereka mam- pu memenuhi kebutuhan material me- reka secara berlimpah. Golongan ini mungkin akan mendapatkan kesenan- gan di dunia, namun akan menderita di akhirat jika mereka tidak memperbaiki kondisi spiritual mereka. Area keempat yaitu kondisi rumah tangga yang tidak mampu dalam meme- nuhi kebutuhan material maupun kebu- tuhan spiritualnya. Kondisi ini disebut dengan rumah tangga yang miskin absolut (kuadran IV). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat Taha (20) ayat 124. Kelompok yang hidup pada kondisi ini adalah go- longan yang paling menderita di dunia maupun di akhirat. Golongan ini harus diberikan perhatian lebih dalam proses pembangunan masya rakat karena mereka mewakili kelompok terlemah dari masya- rakat. Berdasarkan hasil dari tiap kuadran CIBEST akan didapat indeks CIBEST yang digunakan untuk melihat nilai in- deks pada masing-masing kuadran CIBEST (Beik dan Arsyianti 2015). Metode dan hasil penelitian Penelitian ini dilakukan pada Lem- baga Amil Zakat (LAZ) Rumah Zakat di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Tangerang Kota, Bekasi Timur, dan Bo- gor Barat. Penentuan lokasi penelitian di- lakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Rumah Zakat aktif menjalankan program Senyum Mandiri dalam memberikan modal usaha maupun melakukan pembinaan. Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Penelitian ini menganalisis dampak pendayagunaan zakat produktif ter- hadap tingkat kemiskinan dan kesejah- teraan masyarakat dengan mengklasi- fikasikan rumah tangga mustahik me- nurut kuadran CIBEST dan menghitung indeks kemiskinan Islam menggunakan model CIBEST. Selain itu, analisis regre- si logistik digunakan untuk melihat fak- tor- faktor yang memengaruhi pergeser- an rumah tangga mustahik dari kuadran miskin menuju kuadran sejahtera. Hasil dari penelitian ini menunjukan dampak yang positif terhadap pendapat- an rata-rata mustahik per bulan yaitu meningkat sebesar Rp 715.500,00 atau naik 33.77 persen. Berdasarkan kuadran CIBEST pada kondisi rumah tangga mustahik sebelum dan sesudah mener- ima bantuan dana zakat, hasil menun- jukan bahwa pada kuadran miskin ab- solut terjadi penurunan jumlah rumah tangga dari tiga rumah tangga menjadi nol rumah tangga. Hal ini menunjukan adanya penurunan indeks kemiskinan absolut sebesar 100 persen. Selanjutnya, pada kuadran miskin spiritual jumlah rumah tangga juga mengalami penurunan dari enam rumah tangga menjadi nol rumah tangga yang berarti indeks kemiskinan spiritual menurun sebesar 100 persen. Sebelum adanya bantuan dana zakat, sebanyak 38 rumah tangga masuk pada kuadran miskin material, namun setelah adanya bantuan dana zakat menjadi 19 rumah tangga, yang menunjukan bahwa ter- jadinya penurunan indeks kemiskinan material sebesar 50 persen. Terlihat ada- nya pergeseran kategori rumah tangga menuju kuadran sejahtera meningkat dari 53 rumah tangga menjadi 81 rumah tangga. Data tersebut menunjukan ada- nya peningkatan indeks kesejahteraan sebesar 52.83 persen. Berdasarkan hasil analisis regresi lo- gistik, faktor-faktor yang berpengaruh se- cara positif dan signifikan terhadap per- geseran rumah tangga mustahik dari ka- tegori kuadran miskin menuju kuadran sejahtera setelah adanya bantuan dana zakat produktif dan pembinaan yaitu pen- didikan kepala rumah tangga, usia kepala rumah tangga, pendapatan rumah tangga per bulan, dan jenis kelamin kepala rumah tangga. Selain itu, terdapat pula faktor yang berpengaruh secara negatif dan signifikan yaitu jumlah tanggungan kepala rumah tangga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan zakat produktif dapat menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan yang dimaksud adalah ke- miskinan material, kemiskinan spiritual, dan kemiskinan absolut dan dapat me- ningkatkan kesejahteraan apabila dana zakat dikelola dengan baik oleh institusi amil yang amanah dan terpercaya. Selain itu, pendidikan kepala rumah tangga, usia kepala rumah tangga, pendapatan rumah tangga per bulan, jenis kelamin kepala rumah tangga, dan jumlah tang- gungan kepala rumah tangga perlu di- perhatikan oleh institusi amil dalam menentukan rumah tangga mustahik yang akan menerima bantuan dana zakat produktif dan pembinaan. Hal ini dikarenakan faktor-faktor tersebut yang berpengaruh secara signifikan terhadap pergeseran rumah tangga mustahik dari kuadran miskin menuju kuadran sejah- tera. Wallaahu a’lam. S alah satu peristiwa besar yang terjadi pada bulan Ramadhan adalah Perang Badar. Perang ini telah mengubah konste- lasi politik dan kekuasaan dimana Madinah muncul menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan dalam kancah politik global di masa itu. Dakwah Rasulullah SAW pun mengalami penguatan dan ekspansi yang luar biasa. Menurut novelis Habiburrahman El-Shirazy (Kang Abik) dalam satu acara di Bogor belum lama ini, peristiwa Perang Badar pada dasarnya mere- fleksikan berlakunya hukum-hukum yang Allah ciptakan untuk manusia. Yaitu, al-ahkam asy- syar’iyyah (hukum syariah), yang mencakup Alquran dan hadits-hadits Rasulullah SAW, dan al- ahkam al-kauniyyah (hukum alam), yang menje- laskan beragam tanda-tanda kekuasaan-Nya, seperti hukum gravitasi, peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian di alam semesta, hingga hukum-hukum sosial kemasyarakatan yang belum diatur secara eksplisit dalam Alquran dan hadits. Hukum alam ini pada dasarnya merupakan sunnatullah kehidupan yang berlaku sama atas seluruh manusia tanpa kecuali. Dalam konteks Perang Badar, Kang Abik me- nyatakan bahwa titik berangkat perang ini adalah karena faktor iman, sehingga aspek al-ahkam asy-syar’iyyah-nya telah terpenuhi. Kekuatan iman inilah yang menjadi faktor pemicu turunnya pertolongan Allah SWT melalui pengiriman bala- tentara malaikat. Namun demikian, aspek al- ahkam al-kauniyyah pun juga terlihat dalam pe- rang Badar ini, meskipun jumlah pasukan kaum muslimin saat itu lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pasukan kafir Quraisy. Secara logika hukum alam, di atas kertas, jumlah yang lebih banyak dapat mengalahkan jumlah yang lebih sedikit. Namun ternyata faktor kuantitas ini bukanlah satu-satunya faktor pe- nentu kemenangan. Ada banyak faktor lain yang memengaruhi kemenangan perang, dimana fak- tor-faktor ini juga selaras dengan hukum alam. Beberapa faktor yang dalam perspektif hukum alam ikut memengaruhi kemenangan kaum mus- limin dalam Perang Badar antara lain adalah pertama, faktor jarak. Jarak tempuh pasukan Nabi ke medan Badar jauh lebih dekat dibandingkan dengan jarak tempuh pasukan kafir Quraisy. Ini tentu memberikan masa istirahat lebih lama bagi Rasul dan para sahabat. Kedua, pemilihan lokasi tempur dan persiapan logistik perang. Rasulullah dan para sahabat memilih lokasi perang yang dekat dengan sumber mata air, sehingga ini mem- berikan keunggulan dari sisi penguasaan logistik strategis, yaitu air. Rasul dan para sahabat pun mempersiapkan perang ini dengan menggunakan peralatan tempur yang baik dan kuat, sehingga kualitas persenjataan yang dimiliki kaum muslim- in pun tidak kalah dengan kaum kuffar. Ketiga, faktor mentalitas dan kebugaran fisik. Allah meneguhkan hati kaum muslimin sehingga secara mental lebih baik. Selain itu, turunnya hujan rintik-rintik dan rasa kantuk yang kemudian membuat para sahabat tertidur lelap sangat memengaruhi kebugaran fisik pasukan pada saat akan berperang keesokan harinya. Adapun kaum kafir Quraisy dihinggapi oleh rasa was-was dan tidak bisa tidur dengan nyenyak, sehingga secara fisik mereka menjadi sangat lelah. Faktor-faktor inilah yang kemudian membantu kemenangan kaum muslimin, sehingga secara logika hukum alam, kemenangan tersebut men- jadi “sangat logis”. Karena itu belajar dari Perang Badar, maka dalam membangun kekuatan eko- nomi syariah diperlukan adanya perpaduan antara al-ahkam asy-syar’iyyah dengan al-ahkam al-kau- niyyah agar ekonomi syariah bisa tumbuh, ber- kembang, dan pada suatu saat dapat mengganti- kan dominasi kekuatan sistem ekonomi ribawi. Ketika secara hukum syariah, aktivitas eko- nomi berbasis riba (bunga), gharar (ketidakpastian ekstrim), maysir (spekulasi dan perjudian), kegiatan haram dan batil dilarang, maka pada tataran aplikasinya, para pejuang ekonomi syariah juga harus meningkatkan kualitas pengelolaan institusi ekonomi syariah. Institusi ekonomi syariah harus menjadi institusi yang profesional, amanah, kompeten, relevan dengan kebutuhan masyarakat, akuntabel dan mampu memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan. Kualitas layanan pun harus ditingkatkan, sehingga aspek hukum alam ini bisa dipenuhi. Apabila pengelolaan institusi ekonomi syariah ini dilakukan secara asal-asalan, tidak profesional, tidak adil dan tidak transparan, maka aspek hukum alam menjadi tidak terpenuhi. Jika ini terjadi, jangan harap akan terjadi proses transfor- masi sistem ekonomi ribawi menjadi sistem ekonomi syariah. Tidak boleh kita berlindung di balik fatwa DSN MUI sementara kualitas tata kelolanya diabaikan. Sebaliknya, jika fokus utama hanya pada aspek hukum alam, dan mengabaikan hukum syariah, maka institusi ekonomi syariah akan kehilangan ruhnya. Sebagai contoh, jika pimpinan bank syariah lebih fokus pada aspek bisnis komersial dan mengabaikan aspek syariah, misalnya dengan mengabaikan kajian-kajian ayat dan hadits tentang ekonomi, atau menganggap kajian keislaman dan budaya shalat dhuha sebagai mani- festasi dari pola pembinaan ala pesantren yang tidak relevan dengan tuntutan bisnis modern, maka dipastikan institusi tersebut akan kehilang- an keberkahan dan jati dirinya. Ruh syariah akan tercerabut, sehingga publik akan semakin sulit membedakan antara institusi perbankan syariah dengan institusi perbankan konvensional. Untuk itu, keseimbangan antara hukum syariah dan hukum alam sangat diperlukan. Melalui keseimbangan keduanya, maka potret ideal institusi ekonomi syariah akan terwujud secara nyata. Inilah pekerjaan besar kita saat ini, yaitu bagaimana memadukan al-ahkam asy- syar’iyyah dengan al-ahkam al-kauniyyah pada tataran realitas sistem ekonomi syariah. Wallaahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB Perang Badar dan Ekonomi Syariah TSAQOFI Nydia Novira Amalia Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah FEM IPB Dr Wiwiek Rindayati Staf Pengajar Departe- men Ilmu Ekonomi FEM IPB Khalifah M Ali Staf Pengajar Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB Gambar Kuadran CIBEST Tabel Indeks CIBEST

Transcript of Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · PDF fileAlquran dan...

Page 1: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · PDF fileAlquran dan hadits-hadits Rasulullah SAW, dan al-ahkam al-kauniyyah (hukum alam), yang menje-laskan beragam

Pengaruh Pendayagunaan ZakatTerhadap Usaha Mikro Mustahik

21 KAMIS, 23 JUNI 2016JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu EkonomiSyariah, Departemen IlmuEkonomi, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman SyaukatDr M FirdausDr Dedi Budiman HakimDr Irfan Syauqi BeikDr Iman SugemaDeni Lubis MAgSalahuddin El Ayyubi MA

Salah satu permasalahan di In -do nesia yang belum berhasildiatasi oleh pemerintah ada -lah tingginya tingkat kemiski-nan dan tingkat kesenjangan

pendapatan. Data BPS (2016) menun-jukan bahwa jumlah penduduk miskindi Indonesia berjumlah 28,51 juta jiwaatau sebesar 11,26 persen, diikuti dengantingginya indeks Gini di Indonesia(0,41). Jika masalah ini terus dibiarkan,maka salah satu dampak kesenjanganyang berkepanjangan akan menghambattingkat kesejahteraan masyarakat.

Islam melihat masalah kemiskinansebagai sunnatullah fil hayah. Keber -adaan kelompok masyarakat yang ber -beda-beda penghasilan sesungguhnyatidak bisa dinafikan. Islam tidak pernahberbicara bagaimana upaya untuk meng -hilangkan kemiskinan tetapi berbicarabagaimana mereduksi dan meminimali -sir tingkat kemiskinan yang terjadi. Sa -lah satu pilar untuk meminimalisir ting -kat kemiskinan tersebut dengan meng -optimalkan pendayagunaan zakat pro-duktif mengingat besarnya potensi zakatdi Indonesia yang mencapai angka Rp217 triliun (Beik dan Arsyianti, 2016).

Zakat produktif yang disalurkankepada pelaku usaha mikro adalah salahsatu upaya untuk pemberdayaan masya -rakat. Saat ini kontribusi usaha mikro ter-hadap PDB Indonesia mencapai ang kaRp 807.8 triliun dengan jumlah unitusaha mikro yang mencapai angka 57,1juta unit (Kemenkop UKM, 2013). Hal inimenunjukan bahwa dana zakat produktifyang diberikan pada usaha mikro memi-liki potensi besar dalam memacu pertum-buhan ekonomi dan menanggulangiangka kemiskinan dan kesenjang an.

Indikator kemiskinan dalam Islamti dak hanya mengukur pemenuhan ke -bu tuhan material semata, namun jugamen cakup pemenuhan kebutuhan se -cara spiritual. Berdasarkan indikator ke -mis kinan dalam Islam tersebut ditemu -kanlah Model CIBEST oleh Irfan SyauqiBeik dan Laily Dwi Arsyianti. ModelCIBEST terdiri dari kuadran CIBESTdan indeks CIBEST. Kuadran CIBESTadalah sebuah kuadran yang bertujuanuntuk memetakan rumah tangga dalamempat area. Area pertama yaitu rumahtangga yang sudah dapat memenuhikebutuhan material dan kebutuhan spi -ri tual disebut rumah tangga yang sudahsejahtera (kuadran I). Seperti yangsudah disebutkan oleh Allah SWT dalamAl-Quran surat An-Nahl (16) ayat 97.

Area kedua yaitu kondisi rumahtangga yang hanya mampu memenuhikebutuhan spiritualnya saja namunbelum mampu memenuhi kebutuhanmaterialnya. Kondisi ini disebut denganrumah tangga yang miskin secara mate-rial (kuadran II). Sesuai dengan suratAl-Baqarah (2) ayat 155-156 yang men-jelaskan bahwa seseorang akan diujidengan kondisi kurangnya kekayaansecara material namun mereka mem-punyai kondisi spiritual yang kuat.

Area ketiga yaitu kondisi rumahtang ga yang sudah mampu memenuhikebutuhannya secara material, namuntidak mampu memenuhi kebutuhannyasecara spiritual. Kondisi ini disebutdengan rumah tangga yang miskin spiri -tual (kuadran III). Sesuai dengan suratAl-An’am(6) ayat 44 yang menjelaskankehadiran golongan yang tidak mema -tuhi perintah-Nya, namun mereka mam -pu memenuhi kebutuhan material me -reka secara berlimpah. Golongan ini

mungkin akan mendapatkan kesenan-gan di dunia, namun akan menderita diakhirat jika mereka tidak memperbaikikondisi spiritual mereka.

Area keempat yaitu kondisi rumahtangga yang tidak mampu dalam meme -nuhi kebutuhan material maupun kebu-tuhan spiritualnya. Kondisi ini disebutdengan rumah tangga yang miskin absolut(kuadran IV). Hal ini dijelaskan oleh Allahdalam surat Taha (20) ayat 124. Kelompokyang hidup pada kondisi ini adalah go -long an yang paling men derita di duniamaupun di akhirat. Go long an ini harusdiberikan perhatian le bih dalam prosespembangunan masya rakat karena merekamewakili kelompok terlemah dari masya -rakat. Berdasarkan hasil dari tiap kuadranCIBEST akan didapat indeks CIBESTyang digunakan untuk melihat nilai in -deks pada masing-masing kuadranCIBEST (Beik dan Ar syianti 2015).

Metode dan hasil penelitianPenelitian ini dilakukan pada Lem -

baga Amil Zakat (LAZ) Rumah Zakat diwilayah Jakarta Timur, Jakarta Selatan,Tangerang Kota, Bekasi Timur, dan Bo -gor Barat. Penentuan lokasi penelitian di -la kukan secara sengaja (purposive)dengan pertimbangan Rumah Zakat aktifmenjalankan program Senyum Man diridalam memberikan modal usaha maupunmelakukan pembinaan. Responden dalampenelitian ini berjumlah 100 orang.

Penelitian ini menganalisis dampakpendayagunaan zakat produktif ter-hadap tingkat kemiskinan dan kesejah -teraan masyarakat dengan mengklasi-

fikasikan rumah tangga mustahik me -nurut kuadran CIBEST dan menghitungindeks kemiskinan Islam menggunakanmodel CIBEST. Selain itu, analisis regre -si logistik digunakan untuk melihat fak -tor- faktor yang memengaruhi pergeser-an rumah tangga mustahik dari kuadranmiskin menuju kuadran sejahtera.

Hasil dari penelitian ini menunjukandampak yang positif terhadap pendapat -an rata-rata mustahik per bulan yaitumeningkat sebesar Rp 715.500,00 ataunaik 33.77 persen. Berdasarkan kuadranCIBEST pada kondisi rumah tanggamustahik sebelum dan sesudah mener-ima bantuan dana zakat, hasil menun-jukan bahwa pada kuadran miskin ab -solut terjadi penurunan jumlah rumahtan gga dari tiga rumah tangga menjadinol rumah tangga. Hal ini menunjukanada nya penurunan indeks kemiskinanabsolut sebesar 100 persen.

Selanjutnya, pada kuadran miskinspiritual jumlah rumah tangga jugameng alami penurunan dari enam rumahtangga menjadi nol rumah tangga yangberarti indeks kemiskinan spiritualmenurun sebesar 100 persen. Sebelumadanya bantuan dana zakat, sebanyak38 rumah tangga masuk pada kuadranmiskin material, namun setelah adanyabantuan dana zakat menjadi 19 rumahtangga, yang menunjukan bahwa ter-jadinya penurunan indeks kemiskinanmaterial sebesar 50 persen. Terlihat ada -nya pergeseran kategori rumah tanggamenuju kuadran sejahtera meningkatdari 53 rumah tangga menjadi 81 rumahtangga. Data tersebut menunjukan ada -

nya peningkatan indeks kesejahteraansebesar 52.83 persen.

Berdasarkan hasil analisis regresi lo -gistik, faktor-faktor yang berpengaruh se -cara positif dan signifikan terhadap per -geseran rumah tangga mustahik dari ka -t e gori kuadran miskin menuju kuadransejahtera setelah adanya ban tuan danazakat produktif dan pembinaan yaitu pen-didikan kepala rumah tang ga, usia kepalarumah tangga, pendapatan rumah tanggaper bulan, dan je nis kelamin kepalarumah tangga. Se lain itu, terdapat pulafaktor yang ber pengaruh secara negatifdan signifikan yaitu jumlah tanggungankepala rumah tangga.

Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa pendayagunaan zakat produktifdapat menurunkan tingkat kemiskinan.Ke miskinan yang dimaksud adalah ke -mis kinan material, kemiskinan spiritual,dan kemiskinan absolut dan dapat me -ningkatkan kesejahteraan apabila danazakat dikelola dengan baik oleh institusiamil yang amanah dan terpercaya. Selainitu, pendidikan kepala rumah tangga,usia kepala rumah tangga, pendapatanrumah tangga per bulan, jenis kelaminkepala rumah tangga, dan jumlah tang-gungan kepala rumah tangga perlu di -perhatikan oleh institusi amil dalammenentukan rumah tangga mustahikyang akan menerima bantuan danazakat produktif dan pembinaan. Hal inidikarenakan faktor-faktor tersebut yangberpengaruh secara signifikan terhadappergeseran rumah tangga mustahik darikuadran miskin menuju kuadran sejah -tera. Wallaahu a’lam. ■

Salah satu peristiwa besar yang terjadipada bulan Ramadhan adalah PerangBadar. Perang ini telah mengubah konste-lasi politik dan kekuasaan dimana

Madinah muncul menjadi kekuatan yang sangatdiperhitungkan dalam kancah politik global dimasa itu. Dakwah Rasulullah SAW pun mengalamipenguatan dan ekspansi yang luar biasa.

Menurut novelis Habiburrahman El-Shirazy(Kang Abik) dalam satu acara di Bogor belum lamaini, peristiwa Perang Badar pada dasarnya mere-fleksikan berlakunya hukum-hukum yang Allahciptakan untuk manusia. Yaitu, al-ahkam asy-syar’iyyah (hukum syariah), yang mencakupAlquran dan hadits-hadits Rasulullah SAW, dan al-ahkam al-kauniyyah (hukum alam), yang menje-laskan beragam tanda-tanda kekuasaan-Nya,seperti hukum gravitasi, peristiwa-peristiwa ataukejadian-kejadian di alam semesta, hinggahukum-hukum sosial kemasyarakatan yangbelum diatur secara eksplisit dalam Alquran danhadits. Hukum alam ini pada dasarnya merupakansunnatullah kehidupan yang berlaku sama atasseluruh manusia tanpa kecuali.

Dalam konteks Perang Badar, Kang Abik me -nyatakan bahwa titik berangkat perang ini adalahkarena faktor iman, sehingga aspek al-ahkamasy-syar’iyyah-nya telah terpenuhi. Kekuataniman inilah yang menjadi faktor pemicu turunnyapertolongan Allah SWT melalui pengiriman bala-tentara malaikat. Namun demikian, aspek al-ahkam al-kauniyyah pun juga terlihat dalam pe -rang Badar ini, meskipun jumlah pasukan kaummuslimin saat itu lebih sedikit dibandingkandengan jumlah pasukan kafir Quraisy.

Secara logika hukum alam, di atas kertas,jumlah yang lebih banyak dapat mengalahkanjumlah yang lebih sedikit. Namun ternyata faktorkuantitas ini bukanlah satu-satunya faktor pe -nentu kemenangan. Ada banyak faktor lain yangmemengaruhi kemenangan perang, dimana fak -tor-faktor ini juga selaras dengan hukum alam.

Beberapa faktor yang dalam perspektif hukumalam ikut memengaruhi kemenangan kaum mus-limin dalam Perang Badar antara lain adalahpertama, faktor jarak. Jarak tempuh pasukan Nabike medan Badar jauh lebih dekat dibandingkandengan jarak tempuh pasukan kafir Quraisy. Initentu memberikan masa istirahat lebih lama bagiRasul dan para sahabat. Kedua, pemilihan lokasitempur dan persiapan logistik perang. Rasulullahdan para sahabat memilih lokasi perang yangdekat dengan sumber mata air, sehingga ini mem-berikan keunggulan dari sisi penguasaan logistikstrategis, yaitu air. Rasul dan para sahabat punmempersiapkan perang ini dengan menggunakanperalatan tempur yang baik dan kuat, sehinggakualitas persenjataan yang dimiliki kaum muslim-in pun tidak kalah dengan kaum kuffar.

Ketiga, faktor mentalitas dan kebugaran fisik.Allah meneguhkan hati kaum muslimin sehinggasecara mental lebih baik. Selain itu, turunnyahujan rintik-rintik dan rasa kantuk yang kemudianmembuat para sahabat tertidur lelap sangatmemengaruhi kebugaran fisik pasukan pada saatakan berperang keesokan harinya. Adapun kaumkafir Quraisy dihinggapi oleh rasa was-was dantidak bisa tidur dengan nyenyak, sehingga secarafisik mereka menjadi sangat lelah.

Faktor-faktor inilah yang kemudian membantukemenangan kaum muslimin, sehingga secaralogika hukum alam, kemenangan tersebut men -jadi “sangat logis”. Karena itu belajar dari PerangBadar, maka dalam membangun kekuatan eko -nomi syariah diperlukan adanya per paduan antaraal-ahkam asy-syar’iyyah dengan al-ahkam al-kau -niyyah agar ekonomi syariah bisa tumbuh, ber -kembang, dan pada suatu saat dapat meng gan ti -kan dominasi ke kuatan sistem ekonomi ribawi.

Ketika secara hukum syariah, aktivitas eko -nomi berbasis riba (bunga), gharar (ketidak pastianekstrim), maysir (spekulasi dan perjudian),kegiatan haram dan batil dilarang, maka padatataran aplikasinya, para pejuang ekonomi syariah

juga harus meningkatkan kualitas pengelolaaninstitusi ekonomi syariah. Institusi ekonomisyariah harus menjadi institusi yang profesional,amanah, kompeten, relevan dengan kebutuhanmasyarakat, akuntabel dan mampu memberikandampak positif terhadap kesejah teraan. Kualitaslayanan pun harus ditingkatkan, sehingga aspekhukum alam ini bisa dipenuhi.

Apabila pengelolaan institusi ekonomi syariahini dilakukan secara asal-asalan, tidak profesional,tidak adil dan tidak transparan, maka aspekhukum alam menjadi tidak terpenuhi. Jika initerjadi, jangan harap akan terjadi proses transfor-masi sistem ekonomi ribawi menjadi sistemekonomi syariah. Tidak boleh kita berlindung dibalik fatwa DSN MUI sementara kualitas tatakelolanya diabaikan.

Sebaliknya, jika fokus utama hanya pada aspekhukum alam, dan mengabaikan hukum syariah,maka institusi ekonomi syariah akan kehilanganruhnya. Sebagai contoh, jika pim pinan banksyariah lebih fokus pada aspek bisnis komersialdan mengabaikan aspek syariah, misalnya denganmengabaikan kajian-kajian ayat dan haditstentang ekonomi, atau menganggap kajiankeislam an dan budaya shalat dhuha sebagai mani-festasi dari pola pembinaan ala pesantren yangtidak relevan dengan tuntutan bisnis modern,maka dipastikan institusi tersebut akan kehilang -an keberkahan dan jati dirinya. Ruh syariah akantercerabut, sehingga publik akan semakin sulitmembedakan antara institusi perbankan syariahdengan institusi perbankan konvensional.

Untuk itu, keseimbangan antara hukumsyariah dan hukum alam sangat diperlukan.Melalui keseimbangan keduanya, maka potretideal institusi ekonomi syariah akan terwujudsecara nyata. Inilah pekerjaan besar kita saat ini,yaitu bagaimana memadukan al-ahkam asy-syar’iyyah dengan al-ahkam al-kauniyyah padatataran realitas sistem ekonomi syariah. Wallaahua’lam. ■

Dr Irfan Syauqi BeikKepala Pusat Studi Bisnis

dan Ekonomi Syariah(CIBEST) IPB

PerangBadar dan

EkonomiSyariah

TSAQOFI

Nydia Novira AmaliaMahasiswa S1

Ekonomi Syariah FEMIPB

Dr Wiwiek RindayatiStaf Pengajar Departe-

men Ilmu EkonomiFEM IPB

Khalifah M AliStaf Pengajar Prodi

Ekonomi Syariah FEMIPB

Gambar Kuadran CIBEST

Tabel Indeks CIBEST

Page 2: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... · PDF fileAlquran dan hadits-hadits Rasulullah SAW, dan al-ahkam al-kauniyyah (hukum alam), yang menje-laskan beragam

Laporan tahunan World Bank2015 menempatkan Indone -sia pada urutan kesembilandari sepuluh negara denganjumlah penduduk miskin ter-

banyak bersama Madagaskar, Kongo,Mozambik, Nigeria, Tanzania, Bangla -desh, Ethiopia, India, dan China (Agus -tian, 2015). Suatu fakta tragis di akhirera MDGs (Millenium DevelopmentGoals) yang direspon secara ambisiusoleh pemerintah selama kurun waktu2000-2015 lalu. Dan sebagai negaraberpenduduk 85 persen muslim, tentuharus diakui bahwa proporsi terbanyakdari yang miskin itu juga muslim.

Kemiskinan di Indonesia memangtelah menjadi persoalan laten yangsenantiasa hadir dan terus menyita per-hatian. Meskipun telah banyak upayadilakukan baik oleh pemerintah, lem -baga-lembaga zakat dengan berbagaiprogram anti kemiskinannya dan sektorswasta dengan program CSR, maupunoleh pihak-pihak lainnya, namun jumlahkemiskinan tak juga kunjung menurunsecara signifikan. Tercatat pada Septem -ber 2015 jumlah penduduk miskin masihsebesar 28,59 juta orang (11,25 persendari total penduduk) (BPS 2015). Pada -hal sesuai kesepakatan MDGs, padaakhir 2015 jumlah kemiskinan ditarget -kan menjadi 7.5 persen. Selama periodeMDGs (2000-2015) angka kemiskinannasional memang mengalami penu-runan selama sebuluh tahun terakhirdari 17,75 persen pada tahun 2006 men -jadi 11,25 persen pada tahun 2015, na -mun pengurangannya cenderung menu -run dan melambat.

Masalah kemiskinan di Indonesiayang tidak lagi menjadi wilayah publik.Ini sebenarnya merupakan sinyalemenyang baik. Namun sayangnya di antarake hadiran banyak pihak yang membentukkomitmen sosial tersebut tidak di iringidengan koordinasi yang memadai, aki-batnya masing-masing pihak berjalansendiri-sendiri. Ketiadaan koordinasi yangmemadai mengakibatkan program-program anti kemiskinan saling tum pangtindih, terjadi bias sasaran, distri busi tidakmerata serta inefisensi dalam penggunaansumber daya. Dampak dari semua ituadalah upaya penanggulangan kemiski-nan kurang efektif. Inilah tantangan terbe-sar dalam kebijakan penanggulangankemiskinan di Indonesia saat ini.

Memberantas kemiskinan memangtidak mudah. Seluruh dunia mengakuibahwa kompleksitas kemiskinan telahmen jadikannya sebagai persoalan multi-dimensional yang paling persisten hinggasaat ini. Namun demikian bukan ber artiharus menyerah, gagasan dan strategi per-baikan harus senantiasa di gulirkan.

Salah satu gagasan dan strategi yangdapat dikembangkan adalah melaluipendekatan kelembagaan yang selamaini sangat minim tersentuh dalam kebi-jakan penanggulangan kemiskinan diIndonesia. North (1994) menyatakanbahwa kelembagaan akan membentukpola interaksi antar individu atau kelom-pok melalui struktur koordinasi yang

permanen. Dengan mengadopsi pemiki-ran ini diperkirakan pengurangan kemis -kinan akan sangat mungkin terwujud.

Model kelembagaan hybridMengingat pemerintah, lembaga za -

kat dan sektor swasta memiliki pola tatakelola yang berbeda maka agar strukturkoordinasi terwujud secara permanendalam kerangka hubungan yang salingmenguntungkan (mutualism partner-ship) perlu diterapkan model kelemba-gaan yang tepat. Menurut Williamson(1991) menghadapi model tata kelolayang berbeda, mengadopsi model kelem-bagaan hybrid merupakan langkah bi -jaksana. Model kelembagaan hybrid me -rupakan model adaptasi yang meng kom -binasikan model hierarki yang sangatterstruktur dan kurang fleksibel yangumumnya diadopsi oleh pemerintahdengan model spot market yang fleksibeldan self ordering yang diadopsi olehlembaga swasta dengan menciptakaninterdependensi di antara keduanya(Altman dan Cochrane, 2003).

Prinsip yang mendasari gagasan mo -del kelembagaan hybrid adalah pengat-uran kontribusi pihak-pihak sesuai de -ngan kompetensi masing-masingdalamkerangka saling melengkapi. Denganpengaturan seperti itu akan menghin-darkan terjadinya tumpang tindih wewe-nang maupun tanggung jawab, ketidak-sesuaian fungsi serta menghindari misscoordination. Model ini menjadi penga-man yang paling sesuai antara kebijakanpemerintah yang imperatif dengan prak -tik-praktik lembaga non pemerintahyang volunteries. Model kelembagaanhybrid akan memfasilitasi munculnya

hubungan yang fleksibel dan selarasantara pemerintah, sektor swasta danlembaga zakat maupun lembaga-lem -baga lain yang terlibat dalam mengatasimasalah kemiskinan (Ariyani, 2016).

Kolaborasi multi-sektoral dalammodel hybrid tidak dimaksudkan untukmengurangi peran pemerintah dalammengatasi permasalahan kemiskinan.Pemerintah harus tetap menjadi penang-gung jawab utama. Dalam konteks inipemerintah tetap harus menjadi pemim -pin, enabler (membuat semuanya serbamungkin terjadi) dan starter melaluikebijakan-kebijakan yang pro poor dandidukung oleh lembaga-lembaga lainyang bekerja dalam sistem yang terpadu.

Selain mekanisme koordinasi yangkuat, upaya penanggulangan kemiskinanyang efektif juga memerlukan strategiintervensi yang tepat dalam bentuk prog -ram-program yang berkelanjutan yangdengan itu orang miskin mampu keluardari kemiskinannnya. Selain itu, harusmempertimbangkan pula preferensiyang sesuai baik bagi penyedia, penggu-na maupun pengelola program yangakan mendorong terwujudnya ko mit -men yang tinggi dari seluruh pihak.

Agar penanggulangan kemiskinanberhasil upaya ini perlu didukungndengan berbagai kebijakan yang selarasmeliputi kebijakan ekonomi, sosial, gifteconomy dan ekonomi kelembagaan.Kebijakan ekonomi berkaitan denganupaya untuk meningkatkan kemampuanekonomi orang miskin melalui pening -katkan pendapatan dan peningkatan kon-sumsi, kebijakan sosial berkaitan denganupaya pengembangan potensi diri orangmiskin dalam hal kepribadian, perilaku

dan sikap kemandirian. Semen tara, kebi-jakan gift economy, intinya meng ajakkepada pihak-pihak pemilik sumber dayauntuk berubah dari homo economicusmenjadi homo giftus yang terdoronguntuk selalu mau berbagi ke pada sesamadan memaknai sumber da ya sebagaibagian dari the commons yang dapatdiakses oleh semua dan di pelihara olehsemua. Sedangkan, kebijakan ekonomikelembagaan berkaitan dengan pengat-uran proses pembangunan secaramenyeluruh yang harus mem perhatikanmodal sosial dan kearif an lokal.

Secara operasional, agar penanggu-langan kemiskinan yang mengadopsimodel kelembagaan hybrid berjalansecara konsisten, maka perlu didukungsecara formal melalui regulasi yanglengkap baik menyangkut regulasi yangbersifat umum maupun yang bersifatspesifik terkait dengan karakteristik yangdimiliki oleh masing-masing lembaga.Selain itu harus pula didukung denganmekanisme pengawasan yang kompre-hensif untuk menjamin proses circularantara perencanaan dan pelaksanan ber-jalan secara berkesinambungan.

Meka nis me pengawasan meliputisistem pengendalian ke depan (forwardcontrol) dan pengendalian ke belakang(feedback control) se cara sekaligus.Akhirnya, ke berhasilan model kelemba-gaan hybrid harus diinisiasi oleh peme -rintah pusat dengan political will danpolitik anggar an yang kuat disertaidengan perubahan mental dari pangrehpraja yang “dila yani” menjadi pelayanrakyat untuk me wujudkan berkurangnyakemiskinan se cara signifikan. Wallaahua’lam. ■

Masyarakat desa selama inimemiliki banyak kelebihanterkait dengan jiwa sosial,trust, maupun keberaga-

man social capital yang dibentuk ditengah masyarakat termasuk aktifitaskeagamaan. Sehingga, kelembagaanekonomi yang terbentuk seperti kop-erasi, kelompok usaha bersama, pospemberdayaan keluarga, BUMDes,ataupun institusi lembaga keunganmikro, banyak tumbuh berkembangandi tengah masyarakat. Dengan adanyakementerian yang fokus menanganipemberdayaan masyarakat desamelalui berbagai kegiatan usaha ter-masuk di dalamnya adalah penguatanBadan Usaha Milik Desa (BUMDes)merupakan suatu strategi untukmem percepat pertumbuhan danpeme rataan ekonomi di seluruhpelosok negeri.

Namun demikian amanat UU No 6tahun 2014 terkait penguatan BUMDesharus in line dalam mendorong aktivi-tas dan upaya yang sudah ada di te -ngah masyarakat. Badan Usaha MilikDesa merupakan lembaga yang diha -rapkan dapat menstimulus dan meng-gerakkan roda perekonomian di pede -saan. Lembaga ini harapannya sepe -nuhnya dikelola oleh masyarakatsehingga dapat meningkatkan standarhidup ekonomi masyarakat pedesaan.Namun demikian budaya dan adat isti-adat yang berkembang di tengah ma -syarakat saat ini merupakan perilakudan kebiasaan yang terbentuk daritun tutan agama yang dicontohkanoleh Nabi Muhammad saw dan parasahabat.

BUMDes merupakan pilarkegiatan ekonomi di desa yangberfungsi sebagai lembaga sosial

maupun komersial. Sebagai lembagasosial BUMDes berpihak kepadakepentingan masyarakat melalui kon-tribusinya dalam penyediaanpelayanan sosial. Sedangkan sebagailembaga komersial, BUMDes bertu-juan untuk mencari keuntunganmelalui penawaran barang dan jasa kepasar selain diharapkan menjadiinduk pengelola sekaligus ownersegala aktifitas ekonomi di desa.

Keberadaan BUMDes pada tingkatdesa merupakan posisi yang sangatstrategis karena dinilai dapat berper-an sebagai motor penggerak per -ekonomian desa. Pendirian BUMDessetidaknya harus disertai denganupaya penguatan kapasitas dan didu -kung oleh kebijakan daerah kabupatenatau kota yang memfasillitasi danmelindungi usaha ini dari ancam anpersaingan para pemodal besar. Da -lam operasionalnya BUMDes ditopangoleh lembaga moneter desa sebagaiunit yang melakukan transaksi keuan-gan berupa kredit maupun simpanan.

Adapun nilai pengelolaan meru-pakan kegotong-royongan yang manahasil usahanya dialokasikan untuk: (i)pengembangan usaha, (ii) pembangu-nan dan pemberdayaan masyarakatdesa, pemberian bantuan: hibah danbantuan sosial atau dana bergulirditetapkan anggaran pendapatan danbelanja desa. Adapun fungsi dan tugaspemerintah pusat dan daerah adalahmemberikan hibah dan pendampinganterkait capacity building.

Untuk itu, penguatan kelembagaanBUMDes bagi pemerintah lokal palingtidak sudah mesti harus memper-hatikan dua hal berikut: (i) Problemand contraint identifications, yangdihadapi masyarakat desa selama ini

dalam menjalankan aktifitas usahaberbasis desa/kemasyarakatan. (ii)Mapping strategy terhadap berbagaipola/bentuk usaha (usaha mikro-kecil) yang tumbuh dan berkembangdi tengah masyarakat desa. Hasilmapping yang ada ini selanjutnyadiimplementasikan dalam bentukkelembagaan ekonomi dalam bentukBUMDes yang menjadi amanat UU.

BUMDes sebagai motor penggerakperekonomian desa diharapkan dapatmendorong optimalisasi peningkatanpendapatan asli desa serta sebagaisarana untuk mendorong percepatanpeningkatan kesejahteraanmasyarakat. BUMDes dibangun atasprakarsa masyarakat desa sertadidasarkan pada prinsip-prisip koop-eratif, partisipasif dan emansipatifdengan mekanisme member-basedan self-help. Badan usaha ini dihara-pkan dapat menjadi wadah UsahaMikro dan Kecil (UMK) yang banyakterdapat di pedesaan. Pendekatansistem ekonomi berbasis keadilan danaturan Allah swt menawarkan bebera-pa konsep terutama dalam membantumengatasi permasalahan yangmungkin timbul terkait BUMDes.

Pertama, keberadaan BUMDes se -bagai lembaga usaha di pedesaanyang masih tergolong baru belummemiliki dasar hukum yang mema -yungi keberadaan BUMDes, walaupunsebenarnya secara tersirat semangatuntuk melembagakan BUMDes telahdiamanatkan dalam Undang-Undang,akan tetapi belum ada PeraturanDaerah yang mengatur tentang tatacara pembentukan dan pengelolaan.Tawaran Sistem Ekonomi Islam yangpro-poor dan pro-productive economicactivities patut dipertimbangkan untuk

dijadikan landasan operasionalBUMDes. Sistem yang adil, yangsecara kultural terbentuk melaluiistilah maro, mertelu ser ta berbagaipola bagi hasil lainnya te lah lamainherent di tengah masyarakat.

Kedua, kinerja kelembaganBUMDes dalam pengembangan usahayang kurang optimal disebabkankurangnya pembinaan serta rendah-nya tingkat pendidikan pengurusBUMDes. Keberadaan pengurus yangkompeten mempunyai peran yangsangat penting dan strategis dalamupaya pelaksanaan tugas pokok danfungsi BUMDes. Pengetahuan sertasoft skill terkait teori dan aplikasisistem ekonomi Islam bisa segera di -tawarkan. Ajaran Nabi berupa konsepkerja yang shiddiq (perkataan dan per-buatan yang benar), amanah (trustedindividu), fatonah (pandai menangkappeluang), dan tabligh (menyampaikan)menjadi kunci suksesnya pola bisnis ditengah masyarakat.

Ketiga, kurangnya kinerja kelem-bagaan BUMDes dalam pengemban-gan usaha. Pada dasarnya penyebabkurang berkembangnya pengemban-gan usaha yang dilakukan olehBUMDes lebih disebabkan kepadakurangnya akses permodalan bagiBUMDes. Saat ini, rata-rata BUMDeskurang mempunyai kemampuanuntuk mengakses sumber-sumberpermodalan. Lembaga KeuanganSyariah dengan pendekatan socialcapital dan religious capital menjadisolusi terutama dalam pemberianfinancing maupun kesadaran untukmengembalikan pembiayaan. Poladebt maupun equity financing dari LKSbisa di-endorse untuk bersinergidengan BUMDes. Wallahu a’lam. ■

TAMKINIA

Dr Jaenal EffendiKetua Program StudiIlmu Ekonomi Syariah

FEM - IPB

Sistem Ekonomi Islam dalam PenguatanBadan Usaha Milik Desa

22 KAMIS, 23 JUNI 2016JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Model Kelembagaan Hybrid dalamPenanggulangan Kemiskinan

Nafiah AriyaniKandidat Doktor IlmuPerencanaan Pem-

bangunan Wilayah danPedesaan (PWD) IPB

Prof Dr AkhmadFauzi Syam

Guru Besar FEM IPB

Prof Dr BambangJuanda

Guru Besar FEM IPBdan Ketua ProgramStudi Pascasarjana

PWD IPB

Gambar Model Kelembagaan Hybrid Pengentasan Kemiskinan