joannaajojo.files.wordpress.com … · Web viewLAPORAN PRAKTIKUM. PENGENDALIAN HAYATI DAN...
Transcript of joannaajojo.files.wordpress.com … · Web viewLAPORAN PRAKTIKUM. PENGENDALIAN HAYATI DAN...
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT
Oleh :
Ihsan Nurkomar A34090087
Dwi Satria A34100018
Johanna C.H. Sinaga A34100037
Ariffatchur Fauzi A34100062
Dosen :
Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr
Dr. Ir. Efi Toding Tonjok, M.Sc.Agr
Asisten :
Annisa Nurfajrina
Rado Puji Santoso
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang
berkualitas, ekonomis, serta aman dikonsumsi semakin tinggi. Produk
tanaman seperti ini dapat diperoleh dengan menerapkan budidaya tanaman
yang sehat, antara lain dengan penggunaan agens hayati sebagai sumber
pengendalian hama dan penyakit (Dibiyantoro dalam Korlina 2011).
Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga saat ini
masih merupakan masalah utama yang membatasi produksi terutama untuk
daerah-daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara, penggunaan
pestisida sintetik dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang besar
karena dapat menyebabkan resistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan,
musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan
sebagainya. Pengendalian hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping
dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan serangan OPT (Ismail N dan
Tenrirawe A 2010).
Pengendalian hayati dan pengelolaan habitat merupakan suatu upaya
menjaga pertumbuhan tanaman dan menjaga lingkungan agar sesuai untuk
tanaman dan agen hayati serta tidak sesuai untuk perkembangan patogen.
Melalui praktikum ini, mahasiswa dikenalkan suatu cara dalam melakukan
pengendalian hayati terhadap penyakit tanaman khusunya yaang disajikan
melalui beberapa praktikum yang ada dalam uraian selanjutnya.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui jumlah populasi mikroba hasil isolasi rhizosfer
2. Memanipulasi lingkungan sehingga mendukung perkembangan agens
hayati atau menekan perkembangan patogen sehingga mengurangi
kejadian penyakit pada tanaman
3. Mengetahui pengahambatan agen antagonis oleh patogen secara in vitro
4. Mengetahui keefektifan agen antagonis serta pengaruhnya terhadap
tanaman
5. Melakukan perbanyak agen antagonis secara masal
BAHAN DAN METODE
2.1 Bahan dan Alat
2.1.1 Isolasi Mikroba Potensial sebagai Agen Hayati
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah perakaran
tanaman sebagai sumber mikroba, air setril, PDA, NA, MA, laminar
flow, tabung reaksi, jarum inokulasi, dan sil.
2.1.2 Pengelolaan Habitat
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanah,
fungisida, kapur, kompos, serbuk kitin, tanah supresive, air, cendawan uji
Scelrotium sp., benih kedelai, dan polybag.
2.1.3 Uji Antagonis Secara in-vitro
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri,
biakan cendawan Trichoderma sp, Scelrotium sp, dan Actinomycet,
biakan bakteri Pseudomonas florescens dan Xanthomonas spp,
preparat slide, laminar flow, PDA, TSA, cork borer dan jarum inokulasi.
2.1.4 Uji Antagonis Secara in-planta
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanah sebgaai
media tanam pada baki, benih padi, inokulum patogen, air, bakteri
Pseudomonas florescens, cendawan endofit nigrospora, dan fungisida
b.a Benomyl.
2.1.5 Perbanyakan Masal Agen Antagonis
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah jagung dan
beras sebagai media pertumbuhan, plastik dan sumbatnya, Trichoderma
pseudokoningii, Actinomycetes, dan laminar flow.
2.2 Metode
2.2.1 Isolasi Mikroba Potensial sebagai Agen Hayati
Bagian perakaran tanaman yang berpenyakit sebanyak 1 g direndam
dalam air 10 ml kemudian dibuat pengenceran untuk media MA dari 10-3-
10-6 sedangakan untuk NA dari 10-4-10-7. Setiap hasil pengenceran
kemudian diplating ke media agar yang telah disediakan sesuai
konsentrasi pengenceran masing-masing. Hasil isolasi kemudian
diinkubasi selama satu minggu dan dilakukan terhadap jumlah koloni
bakteri ataupun cendawan yang ditemukan.
2.2.2 Pengelolaan Habitat
Penyiapan tanah sebagai media pertanaman dicampur dengan cendawan
uji Scelrotium sp. dan perlakuan yang telah ditentukan yaitu fungisida 2
g/l, kapur 50 g/Kg tanah, kompos dengan perbandingan 3:1, serbuk kitin
1g/Kg tanah, tanah supresive, dan penggenangan dengan air dalam
polybag, satu minggu kemudian masing-masing media tanam ditanamai
dengan benih kedelai sebanyak 10 benih. Pertumbuhan benih diamati
selama tiga minggu dengan bagian yang diamati adalah tinggi tanaman,
panjang akar, dan jumlah daun.
2.2.3 Uji Antagonis Secara in-vitro
Pengujian dual culture dilakukan pada Trichoderma sp dan Scelrotium
sp; Pseudomonas florescens dan Scelrotium sp duji dalam media PDA,
Pseudomonas florescens dan Xanthomonas spp; Actinomycet dan
Xanthomonas spp diuji dalam media TSA. Sedangkan pengujian agar
blok dilakukan pada Trichoderma sp dan Scelrotium sp.
Cend A/Bktr A
Cend B
Skema Pengujian dual culture cendawan vs cendawan & bakter i vs cendawan
Trichoderma sp vs Scelrotium sp Pseudomonas florescens vs
Scelrotium sp
Untuk pengujian dual culture cendawan vs cendawan, biakan
cendawan yang telah ada dilubangi dengan cork borer kemudian
diletakan pada media yang telah disiapkan. Potongan cendawan diletakan
seperti pada skema. Sedangkan pengujian bakteri vs cendawan,
cendawan diletakan pada media seperti yang dijelaskan sebelumnya
sedangkan bakteri digoreskan pada media dengan jarum inokulasi.
Pengujian bakteri vs bakteri (Pseudomonas florescens vs
Xanthomonas spp) dilakukan dengan menyiapakan kertas yang kemudian
dibuat bentuk lingkaran. Potongan kertas dicelupkan pada suspensi
bakteri tersebut dengan tujuan agar bakteri menempel pada kertas,
kemudian potongan kertas tersebut diletakan pada media TSA.
Pengujian cendawan vs bakteri (Actinomycet dan Xanthomonas
spp) dilakukan dengan menggoreskan kedua isolat uji pada media agar.
Actinomycet digoreskan secara berseling pada sisi kiri media agar,
GoresanActinomycet
Skema Pengujian dual culture bakteri vs bakteri
Pseudomonas florescens vs Xanthomonas spp
Skema pengujian cendawan vs bakteri
Actinomycet dan Xanthomonas spp
GoresanXanthomonas spp
Potongan kertas yang telah
dicelupkan suspensi bakteri
sedangkan Xanthomonas spp digoreskan dalam bentuk garis lurus
terpisah sebanyak empat garis pada sisi kanan media agar.
Setiap perlakuan uji antagonis diinkubasi selama satu minggu
kemudian dilakukan pengamatan dengan melihat adanya zona bening
sebagai zona hambatan.
2.2.4 Uji Antagonis Secara in-planta
Benih direndam dalam air selama sepuluh menit kemudian ditiriskan,
setelah itru dicampur dengan perlakuan tertentu yang telah disediakan
(air, bakteri, cendawan endofit, dan fungisida). Kemudian benih ditanam
dalam tanah dan diinkubasi selama satu minggu. Setelah itu dilakukan
pengamatan pertumbuhan tanaman padi dengan mengamati daya
kecambah, persen kematian, tinggi tanaman, dan panjang akar.
2.2.5 Perbanyakan Masal Agen Antagonis
Beras dan jagung sebagai media pertumbuhan telah disiapkan
sebelumnya dengan cara direndam dengan air selama satu malam,
kemudian disterilisasi. Kemudian beras atau jagung dimasukan (ditanam)
ke dalam plastik yang selanjutnya diinokulasikan Trichoderma
pseudokoningii pada jagung dan Actinomycetes pada beras, penanaman
dilakukan di dalam laminar flow. Beras atau jagung yang telah ditanam
diinkubasi sampai cendawan yang diinokulasikan tumbuh sampai siap
dipanen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Isolasi mikroba potensial sebagai agens hayati
Tabel 1 Bakteri pada media NA
KelompokSumber
MikrobaPengenceran
Jenis
koloni
Jumlah
koloniCiri koloni Foto
5 Rhizosfer
10-4 Bakteri 3
Koloni 1 : putih, bulat, pinggir
beraturan, licin
Koloni 2 : Kuning, tak beraturan,
tepian bergerigi, licin
Koloni 3 : Putih, tak beraturan,
licin
10-5 Bakteri 1 Putih, bulat seperti titik, dan licin
10-6 Bakteri 1Kuning, bulat seperti titik, dan
licin
10-7 Bakteri 4
Koloni 1 : putih, bulat, tepian
bergerigi
Koloni 2 : putih pekat, tak
beraturan
Koloni 3 : putih memanjang,
tepian datar dan tampak kasar
Koloni 4 : putih, bulat, tepian
datar
Tabel 2 Cendawan pada media MA
KelompokSumber
MikrobaPengenceran
Jenis
koloni
Jumlah
koloniCiri koloni Foto
5 Rhizosfer
10-3
Tidak ada koloni cendawan terisolosi10-4
10-5
10-6
3.1.2 Pengelolaan Habitat
Tabel 3 Pertumbuhan tanaman kedelai pada berbagai media tanah dengan berbagai perlakuan
Perlakuan DB(%) %KematianTinggi
tanaman (cm)
Panjang akar (cm)
Jumlah daun
Sclerotium 75 25 18.44 8 4Fungisida + Sclerotium 90 10 17.96 8 4Kapur + Sclerotium 45 15 7.75 2 4Kompos + Sclerotium 80 20 16.89 6 4Khitin + Sclerotium 70 30 17 6.63 4Tanah supresiv 75 25 13.68 3.91 4Penggenangan 0 100 0 0 4
3.1.3 Uji antagonis secara in-vitroTabel 4 Uji antagonis berbagai patogen tumbuhan
Perlakuan Luas Zona Bening/ Foto
zona hambatan
Trichoderma vs Sclerotium 2.25 cm
Pseudomonas florescecns vs Sclerotium 2.65 cm
Pseudomonas florescecns vs Xanthomnas 1.10 cm
Actinomycetes vs Xanthomnas 1.175 cm
Trichoderma vs Sclerotium
Hifa Trichoderma meliliti hifa Sclerotium
Koloni Actinomycet Pada beras
Koloni cendawan Trichoderma pada jagung
3.1.4 Uji antagonis in-plantaTabel 5 Pertumbuhan padi pada media dengan berbagai perlakuan
Perlakuan DB(%) %KematianTinggi
Tanaman (cm)
Panjang Akar (cm)
Air (kontrol) 80 20 4.71 5.97Pseudomonas flourescens 89 11 5.665 6.230Cendawan endofit 85 15 7.122 7.32Fungisida 89 11 6.695 6.0675
3.1.5 Produksi/perbanyakan masal agen antagonis
3.2 Pembahasan
3.2.1 Isolasi Mikroba Potensial sebagai Agen Hayati
3.2.2 Pengelolaan Habitat
Pada praktikum kali ini dilakukan pengelolaan habitat dengan media berupa
tanah dan cendawan uji sclerotium sp serta diberi perlakuan berupa fungisida, kapur,
kompos, serbuk kitin, tanah supresive, dan air. Seperti yang kita ketahui sclerotium sp
merupakan cendawan patogen tular tanah yang mampu bertahan lama dalam bentuk
sclerotia. Oleh karena itu pada praktikum kali ini kita melakukan percobaan dengan
menambahkan agen hayati yang mana kelompok kami mendapatkan bagian serbuk
kitin. Berdasarkan data kelompok dapat kita lihat bahwa persentase jumlah tanaman
yang mati yang paling banyak adalah pada perlakuan sclerotium sp + serbuk kitin
yaitu sebanyak 30%. Namun sepertinya ada terjadi kesalahan dalam praktikum,yang
mana seharusnya perlakuan tanah+sclerotium memiliki tingkat persentase kematian
tertinggi dibandingkan tanah+scleriotium+serbuk kitin. Adanya sclerotium sp dalam
habitat suatu tanaman sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sclerotium
sp mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan suatu tanaman, bahkan mengakibatkan
kematian tanaman. Namun dengan adanya serbuk kitin, dapat mengurangi persentasi
kematian tanaman. Seperti yang kita ketahui kitin berperan dalam merusak sel-sel
cendawan patogen yang mengakibatkan patogen tersebut tidak dapat bertahan dan
persentase kematian dapat diminimalisir.
Pada perlakuan menggunakan kapur dapat kita lihat persentase kematiannya
adalah 15%,penggunaan kapur bertujuan untuk menaikkan pH yang mana untuk
menyiapkan tanah yang baik diperlukan netralisasi tanah yang mana didalamnya
terjadi peningkatan pH hingga mencapai 7 atau pH netral untuk mendapatkan kondisi
tanah yang baik untuk ketersediaan semua unsur penting yang berperan dalam
perkecambahan. Pada perlakuan penggunaan kompos dapat kita lihat persentase
kematiannya adalah 20%, penggunaan kompos bertujuan untuk memanfaatkan
mikroba tanah yang terapat pada kompos tersebut, yang mana mikroba tanah tersebut
berperan dalam peningkatan pertumbuhan tanaman. Pada perlakuan tanah supresif
persentase kematiannya adalah 25%. Tanah supresif tersebut didapat dari perakaran
bambu. Tanah supresif berperan dalam menekan populasi patogen tular tanah
sehingga dapat menekan kemungkinan munculnya penyakit pada tanaman yang bisa
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman. Perlakuan dengan perlakuan
fungisida memiliki persentase kematian sebesar 10%. Seperti yang kita ketahui
fungisida berperan dalam menekan atau mengurangi populasi patogen dalam suatu
habitat sehingga membuat tanaman bisa memiliki pertumbuhan yang baik tanpa
adanya gangguan dari patogen. Perlakuan yang terakhir yaitu penggenangan, dengan
persentase kematian 100%. Penggenangan bertujuan agar dengan adanya air maka
patogen aerob tidak bisa berkembang.
3.2.3 Uji Antagonis Secara in-vitro
3.2.4 Uji Antagonis Secara in-planta
Pada perlakuan uji antagonis in planta, kelompok kami mendapat bagian
perlakuan menggunakan cendawan endofit berupa nigrospora. Pada uji antagonis ini
dengan perlakuan bakteri pseudomonas fluorescens benih harus direndam dalam
waktu satu jam, namun pada perlakuan menggunakan cendawan endofit benih cukup
direndam dalam 10 menit saja karena cendawan tidak butuh banyak air hanya perlu
keadaan lembab saja sehingga tidak perlu direndam lama seperti perlakuan bakteri.
Cendawan endofit merupakan cendawan yang hidup dalam jaringan tanaman,tanpa
menimbulkan gejala penyakit pada tanaman inangnya. Berdasarkan data kelompok
dapat kita lihat bahwa persentase kematian hanya 11%. Hal ini menunjukkan adanya
pertumbuhan bibit, akar bibit, dan daya perkecambahan yang baik yang mana berbeda
dibandingkan perlakuan yang lain terutama control. Diantara semua perlakuan, yang
menunjukkan hasil yang paling baik adalah pada perlakuan menggunakan cendawan
endofit, bak itu ditinjau dari persentase kematian, tinggi tanaman, dan panjang akar.
Hal ini membuktikan bahwa cendawan endofit sangat berperan penting dalam
pertumbuhan tanaman.
Pada perlakuan Pseudomonas fluorescens persentase kematiannya adalah
cukup rendah yaitu 11%. P.fluorescens berperan sebagai jasad renik pelarut fosfat,
mengikat nitrogen, dan menghasil-kan zat pengatur tumbuh bagi tanaman,sehingga
kemungkinan untuk masuk dan berkembangnya patogen bisa ditekan atau
diperkecil.Pada perlakuan menggunakan fungisida dapat kita lihat bahwa persentase
kematiannya adalah 11%. Seperti yang kita ketahui fungisida berperan dalam
menekan atau mengurangi populasi patogen berupa cendawan dalam suatu habitat,
sehingga dapat menekan kemungkinan munculya penyakit pada tanaman yang dapat
mengganggu pertumbuhan bahkan mengakibatkan kematian. Persentase kematian
tertinggi adalah pada perlakuan air (control) hal tersebut mungkin dikarenakan tidak
adanya agen antagonis yang dapat menekan atau menghalangi masuknya patogen
tular tanah yang dapat menghambat pertumbuhan dari padi tersebut.
3.2.5 Perbanyakan Masal Agen Antagonis
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pengelolaan habitatDengan adanya Serbuk kitin yang dicampurkan pada tanah maka terjasi suatu memanipulasi lingkungan yang mana serbuk kitin tersebut berperan dalam merusak sel-sel cendawan patogen yang mengakibatkan patogen berupa sclerotium sp tersebut tidak dapat bertahan dan persentase kematian tanaman dapat diminimalisir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa serbuk kitin tersebut cukup berperan dalam menekan populasi patogen. Diantara semua perlakuan yang dilakukan ketika praktikum, perlakuan yang oaling efektif adalah perlakuan dengan menggunakan fungisida yang mana persentase kematian tanamannya hanya 10%.
2. Uji antagonis In PlantaBerdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa diantara semua perlakuan, agen antagonis yang paling efektif adalah cendawan endofit (Nigrospora sp) dan fungisida yang ditunjukkan dengan adanya persentase kematian yang rendah (11%) , tinggi tanaman, dan panjang akar yang paling baik diantara perlakuan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ismai N dan Tenrirawe A. 2010. Potensi agens hayati trichoderma spp. sebagai agens pengendali hayati. Di dalam: Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara; Sulawesi Utara. Sulawesi (ID). hlm 1.
Korlina E. 2011. Pengembangan dan pemanfaatan agens pengendali hayati (aph) terhadap hama dan penyakit tanaman. Superman : Suara Perlindungan Tanaman. No.2.