disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

16
10 Dulu Putus Kuliah, Sekarang Beternak Ayam Petelur LPMAK Dibangun dengan SEMANGAT KEMITRAAN Edisi 89/Tahun IX/Maret-April 2015 TIDAK DIPERJUAL BELIKAN L BULETIN INTERNAL LPMAK www.lpmak.org LPMAK @LPMAK_ SEKRETARIS Eksekutif LPMAK, Emanuel Kemong, Ketua Badan Pengurus, Agapitus Mairimau, EVIP SLD PTFI, Lasmaydha Siregar dan Anggota Badan Musyawarah LPMAK, Dominikus Mitoro memotong kue ulang tahun disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme (kanan) dan Anggota Badan Pengurus, Robert Waropea. MISKAN LEMBAGA Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) bukanlah sebuah lembaga yang dibangun untuk bersaing atau menjadi tandingan dengan lembaga atau pihak lain. Sesungguhnya LPMAK dibangun dengan semangat kemitraan serta memiliki struktur kelembagaan yang jelas. Semua pemangku kepentingan ada di dalam Badan Pengurus dan Badan Musyawarah. Selengkapnya baca di halaman 3-4. S EORANG pria atau wani- ta sukses berasal dari ke- lompok manapun, terma- suk kelas ekonomi tak mapan dapat meraih puncak kesuk- sesan. Kuncinya seseorang mesti bekerja keras, ulet dan tekun serta memiliki motivasi kuat dalam mengapai impian terbesarnya.

Transcript of disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

Page 1: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

10

Dulu Putus Kuliah, Sekarang Beternak Ayam Petelur

LPMAK Dibangun denganSEMANGAT KEMITRAAN

Edisi 89/Tahun IX/Maret-April 2015 TIDAK DIPERJUAL BELIKAN

LBULETIN INTERNAL LPMAK

www.lpmak.org LPMAK @LPMAK_

SEKRETARIS Eksekutif LPMAK, Emanuel Kemong, Ketua Badan Pengurus, Agapitus Mairimau, EVIP SLD PTFI, Lasmaydha Siregar dan Anggota Badan Musyawarah LPMAK, Dominikus Mitoro memotong kue ulang tahun disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme (kanan) dan Anggota Badan Pengurus, Robert Waropea.

MISKAN

LEMBAGA Pengembang an Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) bukanlah sebuah lembaga yang dibangun untuk bersaing atau menjadi tandingan dengan lembaga atau pihak lain. Sesungguhnya LPMAK dibangun dengan semangat

kemitraan serta memiliki struktur kelembagaan yang jelas. Semua pemangku kepentingan ada di dalam Badan Pengurus dan Badan Musyawarah.

Selengkapnya baca di halaman 3-4.

SEORANG pria atau wani-ta sukses berasal dari ke-lompok manapun, terma-

suk kelas ekonomi tak mapan dapat meraih puncak kesuk-sesan. Kuncinya seseorang mesti bekerja keras, ulet dan tekun serta memiliki motivasi kuat dalam mengapai impian terbesarnya.

Page 2: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Diterbitkan Oleh : Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK). Pembina : Emanuel Kemong, Abraham Timang, Yohanes Arwakon, Kristianus Ukago. Penanggung Jawab : Yeremias Imbiri. Pemimpin Redaksi: Thobias A Maturbongs. Sekretaris Redaksi: Irma Siep. Koordinator Liputan: Thobias A Maturbongs. Redaksi : Yeremias Imbiri, Thobias A Maturbongs, Willem Bobi, Miskan, Greece Pabisa, Irma Siep. Editor : Thobias A Maturbongs. Kontributor : Paul Sudiyo (Semarang), Samuel Rorimpandey (Kuala Kencana). Fotografer : Miskan, Willem Bobi. Artistik: Miskan. Distribusi : Irma Siep. Alamat Redaksi : Kantor LPMAK III Jl. Yos Sudarso (eks inkubator PTFI) Telp. (0901) 321521. Fax. (0901) 321933, Timika - Papua. Website : www.lpmak.org. FB: LPMAK. Twitter : @LPMAK. e-mail : [email protected], [email protected], [email protected], [email protected].

DICETAK OLEH: CV. WARNA AGUNGISI DILUAR TANGGUNGJAWAB PERCETAKAN

MISKAN

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IXdari redaksi2

LBULETIN INTERNAL LPMAK

Surat PEMBACA

Sob KOMEN

Dari REDAKSI

Teh China dan Kopi Arabika Gunung

PARA penari kamoro mengikuti ibadah pengucapan syukur hari ulang tahun LPMAK yang ke-19 usai menari menyambut para tamu dan undangan yang datang.

Begal yang Meresahkan

Teko dan Aso bicara harkat dan martabat manusia seperti soal rasa kopi dan teh daun. Berbeda rasa tapi satu kepuasan. Nikmat, katanya. Untungnya, perdebatan itu berlangsung di rumah Pace Komen yang su lama menjadi tuan tanah di Pesisir Pantai Mimika. Sehingga pembelahan Aso tentang kopi Arabika gunung sebagai khas Papua itu dipahami oleh Pace Komen, walau masih dibantah Teko yang suka minum teh daun khas daratan China.

Teko beralasan, dirinya lebih menyukai Teh China, sebab memiliki berbagai kasiat untuk kesehatan walau harganya mahal di pasaran.

“Hee.. kam dua, kopi atau teh itu sama saja. Dua-duanya pasti sedap sesuka hati dan selera seseorang. Jadi stop baribut sudah…!” bujuk Pace Komen soal kopi atau teh, bukanlah masalah.

“Persoalannya, perusahaan apapun mesti kuat modal, kuat investasi, pemasaran lancar, dialah yang kuat dan menang ekonomi,” pikirnya jika perdebatan itu melebar ke soal

dampak bisnis dan investasi serta produksi teh atau kopi berkaliber global.

Cerita punya cerita, rupanya Teko dan Aso pernah ditawari investor, diajak ke negri China agar sepulangnya melepas puluhan hektar tanah masyarakat adat ke tangan investor. Pengalaman itulah yang menyebabkan Aso dan Teko sama-sama kuat, tak mau kalah, malah saling berbincang dalam bahasa inggris.

“Such as tea, or coffee, it does not matter. It’s a matter of dignity or prestige, so stop participating investors,” katanya, Teko dan Aso saling bersepakat demi harga diri, tak akan melepas tanah adat masyarakat demi urupiah.

“Kamu dua pu kata-kata bagus sekali... Jangan mameke patea kalo ditawari urupiah atau eral. Hiduplah seperti Torei negel bekerja dan hidup di gunung,” pesannya.

Bukan pentingkan diri, tapi bekerja dan berjuang demi banyak orang, mengutamakan kepentingan umum! Kata-kata itulah sebagai nasehat Komen di ujung senja. Nimaoo.. Amolongo…!!!*

PEMBEGALAN sepeda motor alias perampasan motor di jalanan berhasil membuat resah masyarakat. Tak hanya pengguna motor,

mereka yang menunggu di rumah pun khawatir anggota keluarganya dilukai atau bahkan kehilangan nyawa di jalanan. Aparat kepolisian ketiban sial dituding tak mampu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Apalagi ketika seorang tersangka pelaku menghadapi pengadilan jalanan, tak menutup kemungkinan dibakar hidup-hidup oleh massa.

Fenomena begal ini membuka mata kita bahwa begal menjadi tak sekadar kriminalitas biasa. Begal dari dulu sudah ada. Modusnya pun beraneka. Pada awal 2000-an, pernah marak kasus pembegalan terhadap tukang ojek. Korban dibunuh, lalu sepeda motornya dilari-kan pelaku. Kini, kasus semacam pembegalan bisa menjadi alat untuk menebar kebencian atau mendiskreditkan institusi tertentu. Ini ter-lihat ketika muncul informasi keliru melalui media sosial mengenai kerawanan sebuah wilayah tanpa memerincinya dengan data akurat. Bahkan ada informasi palsu yang seolah-olah disebarkan oleh aparat kepolisian. Bisa dimaklumi bila Polri mencium adanya upaya sistema-tis untuk kepentingan tertentu.

Selain penyebaran melalui media sosial, fenomena begal motor mencuat karena pemberitaan satu-dua kasus yang menonjol. Kasus itu dieksploitasi media massa karena secara kualitas modus operandi lebih sadis ketimbang sebelumnya. Informasi yang sampai ke masyara-kat cenderung bias ketika media massa latah memberitakan secara membabi buta. Selain minim data, ada yang tak bisa membedakan mana begal dan mana pencurian kendaraan bermotor biasa yang ter-jadi di perumahan.

Namun demikian, fenomena begal tak bisa disepelekan. Langkah yang sudah dan selayaknya dilakukan adalah, pertama, memberi per-hatian khusus pada sejumlah kasus yang melibatkan remaja sebagai pembegal. Anak belasan tahun mengendarai motor lalu membacok pengendara lain dengan tujuan merampas motor, mengusik nurani setiap orangtua yang waras.

Kedua, Polri yang profesional tak hanya menangkap pelaku melain-kan juga mengungkap sekaligus memetakan masalah secara detail. Apa yang diungkap dalam sebuah rantai kasus bukan hanya soal kualitas dan kuantitas kasus, modus, dan motif, melainkan juga tren atau ke-cenderungan.

Terkait dengan keberadaan remaja pembegal, apa yang menjadi kesim pulan dari kepolisian harus menjadi masukan bagi bagian-bagian terkait termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, lembaga adat serta lembaga agama. Kriminalitas buka semata bersangkut paut deng-an kepolisian.

Kepolisian juga dapat memetakan area-area tertentu asal pelaku maupun wilayah-wilayah rawan begal. Dari sana, pemerintah daerah dapat memetakan kelompok masyarakat yang berpotensi menjadi pelaku kejahatan karena tak punya kesempatan menikmati institusi konvensional, seperti sekolah dan pekerjaan.

Ketiga, fungsi kehumasan dan pembinaan masyarakat (binmas) Polri dimaksimalkan guna menanggulangi munculnya isu tak benar yang meresahkan. Di era informasi seperti sekarang ini polisi dituntut piawai dalam mengomunikasikan apa yang menjadi tugas dan tang-gung jawabnya. Polri harus mampu memberikan pendidikan kepada masyarakat dengan menunjukkan fakta ada-tidaknya peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan sekaligus membagikan kiat-kiat untuk menghindarinya.

Keempat, tindakan tegas kepolisian dalam rangka penegakan hukum seperti tembak di tempat bagi pelaku begal diperlukan. Polisi sudah punya standar penggunaan senjata api yang diatur oleh undang-undang. Kelima, akar persoalan kriminal seperti yang sudah sering di-wartakan adalah karena adanya kemiskinan dan pengangguran. Jurang pemisah atau kesenjangan kaya miskin yang begitu lebar juga menjadi pemicu tindak kriminal. Persoalan ini tentu bukan tanggung jawab kepolisian melainkan juga pemerintah daerah. ***

Kepada LPMAK dan seluruh pembaca,

Kami minta kepada LPMAK dan

pihak-pihak yang ribut tentang pro-gram LPMAK. Kami sampaikan pesan sebagai masyarakat penerima manfaat dana satu persen, sebagai hak masyarakat.

Pertama, kami dapat kandang babi besar untuk keluarga kami dan anak-anak kami sekolah, sudah ada yang sukses dan sejahtera karena LPMAK.

Kedua, waktu kami pindah dari Kwamki Lama tahun 2008, sejak

awal LPMAK sudah kasih 15 juta rupiah buat kandang. Kekurangan bahan bangunan saya tanggung sendiri, jadi kerja keras, sehingga LPMAK sudah perhatikan lagi kami sampai sekarang, kandang-kandang itu sudah permanen besar dan babi banyak.

Dari tahun 2009 sampai tahun 2015 ini, saya sudah untung dua ratus dua puluh juta rupiah, buat rumah dan pake makan, kasih hidup keluarga dan masyarakat, juga gereja.

Ketiga, masyarakat senang karena ada LPMAK. Kalau kami dengar

ada orang ganggu LPMAK, kami mau makan dari mana dan hidup dari mana?

Hati-hati, kalau ganggu LPMAK, itu ada risiko nanti datang kepada orang-orang yang mau tutup bantu-an LPMAK. Ini masyarakat banyak yang terima bantuan, ada 7 suku itu, ingat itu ee..!

Terima kasih untuk LPMAK dan Perusahaan Freeport. Begitu pesan kami dari masyarakat lokal peneri-ma manfaat dana satu persen.

Gembala Ham Bagubau

Gorong-gorong Timika

Page 3: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IX laporan utama 3

SELAMA kurun waktu 19 tahun, PT Freeport In-donesia telah menggelontorkan dana yang sangat besar untuk program pengembangan masyarakat Amungme dan Kamoro serta lima suku kekera-batan melalui Lembaga Pengembangan Masyara-kat Amungme dan Kamoro (LPMAK).

Menurut Lasmadya Siregar, dari jumlah dana tersebut, pencapaian hasilnya juga luar biasa untuk program pendidikan, kesehatan dan eko-nomi kerakyatan. Kendati demikian, dari kese-luruhan program tentunya ada yang belum me-nyentuh masyarakat bawah atau yang diistilahkan Lasma dengan masyarakat akar rumput.

“Saya juga mengajak semua pihak untuk ber-pikir bersama dengan dana yang ada, program yang ada lebih menyentuh lagi masyarakat akar rumput,” katanya mengingatkan.

PT Freeport sebagaimana ditegaskan Lasma, tetap memberikan dukungan penuh kepada LPMAK dan berharap LPMAK kedepan lebih memikirkan masyarakat secara keseluruhan.

Mewakili Managemen PT Freeport Indonesia saat menghadiri HUT LPMAK ke-19 pada Kamis (16/4), Lasma mengatakan, keberhasilan LPMAK selama 19 tahun menjalankan program pela-yanan kepada masyarakat sesungguhnya karena campur tangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebab itu patut mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan sebab tanpa DIA, semua yang bekerja me-

layani masyarakat tidak ada apa-apanya.Usi 19 tahun bagi LPMAK bukan usia yang

muda lagi, itu usia menuju kedewasaan kalau secara manusiawi. Seperti dikatakan Lasma, usia LPMAK yang ke-19 tahun bukan menuju ke dewasaan tapi menuju kemandirian. Pertan-yaannya menurut dia, apakah pada usia tersebut LPMAK sudah belajar memperbaiki apa yang harus diperbaiki supaya visi misinya bisa terca-pai. Keberadaan PT Freeport Indonesia haruslah bersama masyarakat memperbaiki kesejahteraan bersama, tegas Lasma pada kesempatan itu.

“Selalu menjadi pertanyaan saya, apakah PT Freeport dan LPMAK sudah menyentuh sam-pai ke akar rumput atau kah uang yang beredar begitu banyak hanya sekelompok atau segelintir orang yang menikmatinya. Itu pergumulan kita kita bersama. Dari kaca mata pendanaan, dari kaca mata budget berapa yang sudah dikeluarkan, saya pikir luar biasa,” kata Lasma yang mengaku baru bergabung dengan PTFI selama dua tahun ini.

Dari pendanaan yang telah dikeluarkan, penca-paiannya juga sangat luar biasa. Pendidikan, kese-hatan dan ekonomi semua berjalan sudah sangat luar biasa. Untuk itu PT Freeport menyampai-kan rasa terimakasih kepada LPMAK dan ber-bagai pihak yang telah berpartisipasi membantu LPMAK. (thobias maturbongs)

LEMBAGA Pengembang-an Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK)

bukanlah sebuah lembaga yang dibangun untuk bersaing atau menjadi tandingan dengan lem-baga atau pihak lain. Sesungguh-nya LPMAK dibangun dengan se-mangat kemitraan serta memiliki struktur kelembagaan yang jelas. Semua pemangku kepentingan ada di dalam Badan Pengurus dan Badan Musyawarah.

Sekretaris Eksekutif LPMAK, Ema nuel Kemong dalam sam-butannya saat syukuran HUT LPMAK ke-19, Kamis (16/4) me-negaskan tak ada gunanya orang memandang LPMAK sebagai saingan atau sebaliknya LPMAK merasa menjadi saingan bagi pihak lain. LPMAK adalah se-buah lembaga yang dibangun de-ng an semangat kemitraan, sebab itu mari, kata Emanuel, semua permasalahan dibicarakan secara bersama-sama untuk bidang pen-didikan, kesehatan dan ekonomi.

Peringatan HUT LPMAK ke-19 itu dirayakan secara sederhana di Ball Room Multi Purpose Comu-nity Center (MPCC), Jln Cender-awasih Timika namun penuh hik-mat sebab acara tersebut diawali dengan ibadah yang dipimpin Uskup Timika, Mgr John Philips Saklil, Pr.

Bicara tentang LPMAK tak le-pas dari sejarah panjang masa si lam. Sejarah mencatat bahwa se belum LPMAK, ada dua lem-baga terdahulu yang dipercayakan mengelola Dana Kemitraan PT Freeport Indonesia yaitu PWT2 dan LPM-Irja.

Pada HUT yang ke-19 tahun ini, menurut Emanuel, ada banyak hal juga yang belum di-lakukan oleh LPMAK berkaitan dengan program pelayanan ma-syarakat. Jika melihat kondisi geo-grafis Kabupaten Mimika dengan cakupan wilayah kerja yang luas, kata Emanuel, LPMAK jujur mengakui harus bermitra den-gan pihak lain agar bersama-sama mewujudkan berbagai program demi kepentingan masyarakat.

“Intinya kita tetap dan terus berupaya membangun kualitas hidup masyarakat lokal di kam-pung-kampung agar dapat terca-pai kesejahteraannya,” ujar dia pada kesempatan itu.

Di hadapan 200-an pegawai LPMAK serta para undangan yang hadir pada kesempatan itu, Emanuel menuturkan, fakta di lapangan memperlihatkan bahwa kondisi pendidikan di pedalaman Mimika dari dulu sampai saat ini

LPMAK Dibangun dengan Semangat Kemitraan

tetap sama seperti dulu. Tidak ada perubahan berarti, anak-anak usia sekolah lebih banyak bermain di kampung-kampung. Ada banyak persoalan yang terjadi di ma-syarakat terutama yang berada di kampung-kampung dan mestinya tugas utama pemerintah adalah melihat dan menjawab persoalan tersebut.

“LPMAK adalah bagian kecil dari pemangku kepentingan yang ada dan memberikan perhatian kepada masyarakat melalui pro-gram pendidikan, kesehatan dan ekonomi. LPMAK sendiri tidak mampu untuk menjawab seluruh persoalan dan tantangan yang ada di Mimika. Apalagi beberapa tahun terakhir dengan kondisi

perusahaan yang mengakibat-kan pendapatan perusahaan juga berkurang, pastinya berim-bas pada pendanaan program LPMAK. Di sisi lain masyara-kat penerima manfaat berharap banyak dari LPMAK khususnya untuk program-program utama,” kata Emanuel.

Bicara Kabupaten Mimika, orang pasti mengatakan, kabu-paten yang banyak uang tapi ma-syarakatnya masih miskin dan belum mendapat sentuhan pem-bangunan. Itu potret Kabupaten Mimika yang tak bisa dipungkiri, sebut Kemong.

Di dalam melayani masyarakat, kerap LPMAK mengalami berb-agai tekanan yang luar biasa secara internal maupun ekternal. Menu-rut Emanuel, ada banyak hara-pan masyarakat kepada LPMAK namun sangat sulit bagi LPMAK untuk mengakomodirnya.

“Harapan per orangan, hara-pan kelompok dan harapan ma-syarakat terkadang sangat sulit untuk diakomodir tetapi dengan komitmen yang ada, kita terus mau bermitra yang baik dengan pihak-pihak terutama pemerintah Kabupaten Mimika dan pihak lain yang punya visi misi yang sa ma dengan LPMAK,” kata Ke-mong.

Kendati banyak mengalami kendala tapi LPMAK tetap den-gan kekuatan yang ada, akan terus membangun manusia di Mimika melalui program-program utama yaitu pendidikan, kesehatan dan

ekonomi.Komitmen LPMAK adalah

membuat masyarakat untuk terus berkembang sesuai kemam-puannya. Di bidang pendidikan, anak-anak harus bersekolah agar menjadi orang yang berguna. Di bidang kesehatan, masyarakat benar-benar harus sehat agar bisa terus bekerja sehingga ekonomi mereka lebih baik lagi.

Usia 19 tahun sudah mende-wasakan LPMAK agar berpikir menuju menuju kemandirian. Itu artinya di dalam menjalankan program harus profesional dan bertanggungjawab.

“Sampai saat ini PT Freeport masih menjadi donatur tunggal, kedepan harus ada usaha-usaha lain yang bisa membuat LPMAK mandiri dalam hal keuangan. Salahsatu contoh adalah rumah sakit yang saat ini sudah ada pem-benahan menuju kemandirian dan tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab LPMAK, juga sekolah dan asrama, LPMAK akan membangun asrama yang baik dan bisa menampung ratu-san anak usia sekolah dari pedala-man.”

Emanuel menyampaikan ba-nyak terimakasih kepada PT Free port Indonesia yang terus me nerus memberikan dukungan ti dak saja menyangkut financial tapi juga dukungan moril kepada LPMAK agar terus eksis dan ber-karya demi meningkatkan kes-ejahteraan masyarakat. (thobias maturbongs)

Program LPMAK Harus Menyentuh ‘Akar Rumput’

Lasmaydha Siregar

SEKRETARIS Eksekutif LPMAK, Emanuel Kemong memberikan sambutan serta arahan usai ibadah pengucapan syukur HUT LPMAK ke-19.

WILLEM BOBI

MISKAN

Page 4: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS4 Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IXlaporan utama4

BAGI gereja, apapun ben-tuk program pembangu-nan kepada masyarakat,

se panjang program itu untuk me ningkatkan kesejahteraan dari berbagai sektor kehidupan maka gereja akan mendukung sepenuh-nya. Entah program pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat, menurut pandangan gereja, semua itu bentuk pelay-anan kepada masyarakat.

Uskup Keuskupan Timika, Mgr John Philips Saklil, Pr menilai, ke-hadiran Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kam-oro (LPMAK) di dalam melayani masyarakat lokal utamanya Suku Kamoro dan Amungme serta li ma suku kekerabatannya sangat luar biasa. Program pendidikan, ke sehatan dan ekonomi yang di-kelola LPMAK yang bersumber dari Dana Kemitraan PT Freeport Indonesia telah membantu ba-nyak orang. Sebab itu, menurut John Philips Saklil, apapun terja-di untuk kepentingan masyara-kat itu perlu satu lembaga yang menjadi perantara guna menyal-urkan hak-hak masyarakat dan

Harus Selektifdalam Program“Saya setuju LPMAK tetap dan harus eksis tapi mesti memperbaiki cara kerja dan menghindari semua kepentingan orang per orang, kelompok tertentu tapi lebih pada kepentingan masyarakat”

bisa menggunakan hak itu untuk kepentingan masyarakat.

Kendati beragam program telah berjalan dan mendapat apresiasi dari berbagai kalangan termasuk pihak gereja, namun Uskup Timi-ka masih memberikan catatan ke-pada LPMAK agar lebih menyen-tuh lagi masyarakat pada tingkat akar rumput. Begitupun masih perlu pembenahan dari sisi sum-ber daya manusia yang bekerja di LPMAK.

“Bahwa perlu ada satu wadah dan LPMAK menjalankan fungsi itu. Menurut saya, sebagai lem-baga oke, hanya mungkin meng-ubah beberapa cara kerja yang menyebabkan adanya ketegangan-ketegangan. Supaya apa yang kita bicara tentang masyarakat akar rumput itu bisa menikmati, tidak saja masyarakat di kota tapi semua masyarakat di kantong-kantong penduduk Suku Kamoro dan Amungme,” pesan John Saklil.

Uskup melihat persoalan yang mun cul belakangan berkaitan de-ngan LPMAK, bukan semata-ma-ta karena uang. Solusinya bukan menambah atau mengurangi

uang kepada LPMAK sebagai lembaga pengelola, tapi solusinya adalah selektif dalam program-program supaya tidak terjadi ‘ke-bocoran’ financial dan program yang tidak kena sasaran. “Ini yang harus dikontrol. Saya setujuh LPMAK tetap dan harus eksis tapi mesti memperbaiki cara kerja dan menghindari semua kepentingan orang per orang, kelompok ter-tentu tapi lebih pada kepentingan masyarakat,” ujarnya.

Melihat berbagai program pem bangunan yang dilakukan LPMAK berupa fasilitas umum di sejumlah distrik, uskup menga-takan, sebetulnya pembangunan masyarakat itu tugas pemerintah. LPMAK tidak boleh ambilalih

tugas pemerintah, LPMAK hanya membantu pemerintah dalam menjalankan pelayanan masyara-kat. Jika tidak, kelak LPMAK akan mengalami masalah besar sebab tugas pemerintah seakan menjadi tugas LPMAK.

“Jangan sampai tugas dan tang-gungjawab pemerintah dijalankan oleh LPMAK dan akhirnya dana pembangunan yang ada di pemer-intah diselewengkan oleh aparat pemerintah sendiri,” tegasnya.

Timika menurut uskup diban-gun oleh pihak swasta dan itu sebuah fakta yang tidak bisa di-pungkiri. Selama ini orang tidak mengkritik pemerintah terma-suk pemerintah daerah karena mendapat potensi banyak dari

perusahaan dan pihak swasta lain mengakibatkan perputaran uang yang begitu tinggi mengakibatkan pembangunan berjalan dengan sendirinya.

Dia menambahkan, kehancur-an di Timika disebabkan pe me-rin tahan tidak berjalan baik. “Ka rena itu perlu kerjasama di da lam program pembangunan di Mi mika ini. Kita punya potensi luar biasa, ada pemerintah, ada LPM AK dan ada PT Freeport. Ka-lau kita sinkronkan program pem-bangunan maka daerah ini men-jadi luar biasa. Sebaliknya ja ngan sampai terjadi tumpang tindih. Harus ada kerjasama antar stake-holder,” demikian Uskup Ti mika, John Saklil. (thobias maturbongs)

BANYAK orang belum memahami dampak un-tung rugi akibat program pemberdayaan masyarakat melalui Dana Kemitraan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang dikelola Lem-baga Pengembangan Ma-syarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) selama ini.

Dampak buruk biasa-nya terasa ketika siapapun berniat memberhentikan program pemberdayaan masyarakat. Juga akan lebih terlihat pasca penutupan ope-rasi tambang PT Freeport Indonesia, atau ketika mengalihkan dana program pelay-anan masyarakat ke dalam kepentingan segelintir orang.

Penegasan itu disampaikan Ketua Sek-retariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika, Saul Wanimbo, belum lama ini.

“LPMAK adalah lembaga masyarakat, bukan lembaga pemerintah atau penge-lola dana pemerintah,” ujarnya kepada

“LPMAK Bukan Lembaga Pemerintah!”

USKUP Timika, John Philips Saklil, Pr memimpin ibadah perayaan HUT LPMAK ke-19 di gedung multipurpose MPCC.

LAndAS menyikapi wa-cana pembekuan program LPMAK oleh Bupati Mimika belum lama ini.

Saul menambahkan, upa ya pihak tertentu untuk mengganggu pro-gram LPMAK, perlu di-pikir kan matang-matang sebab bakal menimbulkan masalah baru. Keberadaan LPMAK itu, kata Saul, memiliki beberapa alasan sejarah dan latar belakang,

diantaranya, pertama, dana kemitraan berasal dari dana satu persen yang di-menangkan oleh masyarakat tujuh suku ke tingkat pengadilan di New Orleans, Amerika Serikat pada 1996 silam. Maka itu, PT Freeport memiliki kewajiban membayar hak masyarakat sesuai putu-san sidang pengadilan gugatan hak ulayat yang dinamakan dana satu persen.

Kedua, dana satu persen diperjuangkan oleh lapisan masyarakat tujuh suku secara bersama tahun 1996 silam. Bukan diper-juangkan oleh kemitraan pemerintah dae-

rah terhadap PT Freeport Indonesia. Arti-nya tidak ada hubungan dana satu persen dikelola oleh pemerintah. Kata Saul mesti dikelola oleh masyarakat, dalam hal ini LPMAK sebagai lembaga representatif masyarakat Amungme dan Kamoro serta lima suku kerabatnya.

Ketiga, jika lembaga swasta memiliki persoalan seputar untung rugi, mesti diselesaikan secara internal antar tokoh masyarakat tujuh suku dan badan per-wakilan yang mengurusi dana satu persen itu selama ini. Persoalan internal masyara-kat pemilik hak itu tak dapat dikebiri oleh pihak manapun termasuk pemerintah setempat, seperti baru-baru ini terjadi se-jumlah tokoh dan kelompok mengklaim dana hak ulayat itu belum berdampak ke-pada masyarakat tujuh suku.

“Kalau ada beda pendapat atau beda pe-nilaian terhadap LPMAK, mestinya para tokoh itu yang duduk dan bicarakan men-genai situasi dan perubahan yang terjadi dalam pengelolaan dana itu. Bukan diam-bil alih atau diintervensi oleh pemerintah atau siapapun atasnama masyarakat,” pa-parnya.

Surat Keputusan (SK) Bupati Mimika tentang pembekuan dan pemberhen-tian LPMAK, menurutnya tak memiliki hubungan sama sekali dan tak memiliki alasan latar belakang dalam sejarah dan asal usul dana satu persen.

Pejabat siapapun, entah atasnama ma-syarakat, pribadi atau kelompok mana-pun, termasuk pemerintah daerah tak punya kuasa mengintervensi dana satu persen hasil pendapatan kotor tambang PT Freeport.

Bahkan akhir perbincangan kepada LAndAS, Ketua SKP menegaskan, me-nyimak latar belakang sejarah, mestinya lembaga masyarakat tak punya kewajiban melaporkan pertanggungjawabannya ke-pada siapapun, kecuali kepada masyara-kat tujuh suku.

“LPMAK punya kewajiban adalah memberikan laporan pertanggungjawa-ban program kepada masyarakat pemilik gunung dan masyarakat yang terkena imbas akibat aktivitas tambang itu. Tidak benar kalau LPMAK wajib memberikan laporan kepada pemerintah. Itu salah jika menyimak asal usul dan latar belakang dana satu persen!” tekannya (willem bobi)

Saul WanimboIST

Page 5: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS 5Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IX laporan utama 5

Komitmen Nyata dalam Pengembangan Masyarakatl Ibadah Pengucapan Syukur, Donor Darah dan Aneka Lomba serta pertandinga futsal dalam rangka Ulang Tahun LPMAK ke-19

SEKRETARIS Eksekutif LPMAK, Emanuel Kemong berjabat tangan menyambut Uskup Timika, John Philips Saklil, Pr usai memimpin ibadah.

KETUA Badan Pengurus LPMAK, Agapitus Mairimau memberikan sertifikat penghargaan masa kerja 10 tahun kepada Yafet Beanal, Field Supervisor Biro Ekonomi Suku Amungme.

EVIP SLD PTFI, Lasmaydha Siregar menyerahkan sertifikat penghargaan masa kerja 5 tahun kepada Staf Sekretariat, Maria Amareyau.

KARYAWAN dan karyawati LPMAK, Tamu dan Undangan seka bersama usai ibadah pengucapan syukur HUT LPMAK ke-19.

WAKIL Sekretaris Eksekutif Pendukung saat melakukan donor darah dalam kegiatan donor darah dalam rangka HUT LPMAK ke-19.

SEKRETARIS Eksekutif LPMAK, Emanuel Kemong, Ketua Badan Pengurus, Agapitus Mairimau, EVIP SLD PTFI, Lasmaydha Siregar dan Anggota Badan Musyawarah LPMAK, Dominikus Mitoro tampak ceria usai memotong kue ulang tahun.

FOTO-FOTO : MISKAN/WILLEM BOBI

PERTANDINGAN futsal anta Biro LPMAK putra dan putri dalam rangka merayakan ulang tahun LPMAK ke-19.

PERTANDINGAN beregu memindahkan air dan pertandingan memasukan bola kedalam gelas secara berkelompok, permainan ini membutuhkan kerjasama dan konsentrasi agar dapat menjadi yang terdepan.

Page 6: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

FOTO-FOTO : GREECE PABISA

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IXpotret lpmak6

Press Tour ke kampung program di Pesisir Mimika

KEBUN percontohan di Kampung Fanamo hasil kerjasama Universitas Negeri Papua, Manokwari dengan LPMAK.GEDUNG Sekolah Dasar YPPK Otakwa yang dibangun oleh LPMAK menggunakan konstruksi baja ringan.

ASRAMA Putri Bintang Kejora Kaokanao.

RUMAH sehat konstruksi baja ringan yang dibangun oleh LPMAK di Kampung Otakwa.

WARTAWAN media cetak dan elektronik mengunjungi kios kampung di Fanamo. Tampak awak media ketika mewawancarai pengelola kios tersebut.

FASILITAS air bersih yang dibangun oleh LPMAK bekerjasama dengan masyarakat kampung. Tampak Kepala Biro HUMAS, Yeremias Imbiri selaku pemimpin rombongan para wartawan media cetak dan elektronik saat melakukan press tour melihat fasilitas air bersih sumur gali dan penampungan air hujan di Kaokanao.

SUASANA kegiatan belajar dan mengajar di salah satu ruangan kelas Sekolah Dasar YPPK Otakwa wilayah Pesisir Mimika. Gedung ini dibangun oleh LPMAK.

Page 7: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IX pendidikan 7

LPMAK berperan mendidik dan membina cikal-bakal generasi muda Papua, terutama anak-anak Suku Amungme dan Kamoro beserta lima suku kerabatnya di Timika Papua.

Beragam bentuk peran dan ket-erlibatan LPMAK di Kota Timika, tingkat kampung di pesisir dan pegunungan Kabupaten Mimika, Papua serta di luar Papua. Salah

ASRAMA dan sekolah Katolik, Semi-nari Solus Populi SP III Timika mem-punyai cerita asal-usulnya.

Sejak 1990 hingga 2000 awal, pihak Gereja Katolik Keuskupan Timika menjajaki sejumlah areal untuk perkembangan Gereja Katolik di Mimika, Papua.

Salah satunya, termasuk lokasi tanah di sekitar SP III, dipersiapkan menjadi Biara Santo Yoseph, TSM atau arena kaum bia rawan dan bi-arawati Gereja Katolik Keuskupan Timika.

Pasca Keuskupan Timika terben-tuk 2004 silam, Uskup Keuskupan Timika, Mgr John Philips Saklil, Pr berprihatin terhadap situasi pendi-dikan anak dan generasi muda-mudi serta perkembangan gereja Katolik di masa mendatang.

Salah satu solusinya adalah, Uskup John Philips Saklil, Pr berkomunikasi dengan pihak LPMAK, bersepakat memindahkan asrama Putra Solus

Populi di Kota Timika, menjadi se-buah asrama dan sekolah seminari bagi anak-anak Mimika yang mestinya dibina dan dididik oleh biarawan dan biarawati Keuskupan Timika, serta berlokasi di SP III Distrik Kuala Ken-cana.

Atas kesepakatan tersebut, pihak LPMAK memenuhi kebutuhan pendi-dikan di Mimika sesuai usulan pihak Keuskupan Timika. Berikut merupak-an detail gedung yang dibangun oleh LPMAK semenjak 2013 silam.

Bangunan gedung berfasilitas leng-kap, terdiri dua gedung asrama putra dan putri berkapasitas 300 peserta, serta gedung sekolah terdiri dari 12 ruang kelas, ruang guru, ruang ke-pala sekolah, perpustakaan, ruang komputer, ruang serba guna beserta fasilitas pendukung belajar berupa kursi dan meja, buku, komputer, le-mari dan item lain sesuai kebutuhan operasional arena pendidikan. (wil-lem bobi)

Rektor Solus Populi, Pastor Gabriel Tukan, SCJ

“Solus Populi Mempersiapkan Jalan Tuhan!”satu bentuknya adalah memban-gun sarana dan prasarana serta fasilitas pendidikan berupa ge-dung sekolah dan asrama Solus Populi SP III Distrik Kuala Ken-cana Mimika. Lebih bangganya, LPMAK mendukung penuh biaya pendidikan murid dan tenaga serta biaya operasional demi kelancaran aktivitas lembaga pen-didikan tersebut.

Di samping itu, segala fasilitas di Solus Populi berkapasitas dan kualitas tinggi, tak kalah dengan sekolah dan asrama unggulan di daerah lainnya. Solus Populi me-miliki misi mulia demi cikal bakal generasi bangsa dan gereja, seperti diutarakan Rektor Asrama dan Sekolah Seminari Solus Populi SP III, Pastor Gabriel Tukan SCJ, sekolah bermodel asrama mampu menjadi basis pembinaan intelek-tual juga moral dan iman generasi muda ke depan.

“Generasi muda-mudi Mimika dididik untuk menjadi cikal bakal pemimpin negara tapi juga gereja. Jadi pihak lain mesti mendukung aktivitas pendidikan, termasuk terhadap putra-putri yang dibina di Solus Populi sebagai bentuk upaya Gereja Katolik Keuskupan Timika, demi mencerdaskan ke-hidupan bangsa,” kata Pastor Ga-briel.

Atas keprihatinan sosial demi gereja, bangsa dan negara, maka LPMAK ikut berpartisipasi men-dukung misi pendidikan Gereja Katolik Keuskupan Timika.

“Kami hanya melaksanakan apa yang menjadi kebijakan Keusku-pan Timika, sesuai kesepakatan bersama LPMAK dan PT Free-port sebagai lembaga pendonor,” sebutnya memiliki 33 personil untuk mendidik dan membina generasi muda Papua di Solus Po-puli itu.

Tujuannya mewujudkan mimpi yang sama, yakni melayani demi membangun, membina putra dan putri Mimika supaya menemukan surga yang sebenarnya.

Demi misi tersebut, Keusku-pan Timika menargetkan kuota 80 persen untuk anak Kamoro dan 20 persen untuk anak Suku Amungme mengenyam pendi-dikan dan sekaligus mengikuti proses pembinaan mental dan karakter dibawah asuhan biar-awan dan biarawati Gereja Kato-lik Keuskup an Timika.

Peran OrangtuaBerangkat dari persoalan sela-

ma ini, tiap suku binaan LPMAK memiliki potensi dan karakter. Demikian juga di arena pendi-dikan itu, sejak beroperasi pada 2014.

“Ini titik awal dari sebuah pro-ses. Prosesnya jalan seperti apa? Menjadi seperti apa? Kita pasti

lihat dalam perjalanan apakah berhasil atau tidak?” akunya men-jumpai kendala dan tantangan. Diantaranya, peran orangtua dan kemauan anak.

“Ketika bersekolah atau ting-gal di asrama, orangtua tidak bisa membawa anak meninggalkan are na pendidikan!” kesannya, se-hingga proses pembinaan dan pen didikan anak tak bisa diinter-vensi oleh siapapun termasuk orang tua dan keluarganya.

“Kalau anak-anak dititipkan di tempat asrama dan sekolah, orangtua tidak punya wewenang ikut campur dalam proses pem-binaan,” pesannya berencana ke depan.

Pastor Rektor berharap keda-tangan dan kunjungan orangtua murid tak mempengaruhi proses merahi impian dan cita-cita anak demi masa depannya. (willem bobi)

Mengenal Solus Populi

Pastor Gabriel Tukan, SCJ

FOTO-FOTO : WILLEM BOBI

Page 8: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IXpendidikan8

ANGKA statistik peserta didik di lembaga pen-didikan manapun pasti

berubah setiap periode waktu ter-tentu.

Demikian juga situasi anak-anak asal Kamoro dan suku-suku lain di Lembaga Pendidikan Kato-lik di bawah Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Tillemans Keuskupan Timika.

Menurut Kepala Sekolah Dasar (SD) YPPK Seminari Solus Populi SP III Distrik Kuala Kencana, Sus-ter M Bernarda, PRR, sekolah itu beroperasi sejak 7 Februari 2014 lalu. Para murid yang berseko-lah dan mengenyam pendidikan merupakan kumpulan anak-anak buangan.

Mereka yang sudah putus seko-lah mulai dipersiapkan di gedung asrama dan sekolah sejak Febru-ari 2014. Jumlah awal 169 murid,

Seminari Solus Populi Timika

Mendidik dan Membina Anak-Anak Buangan

pindahan sekolah dan anak putus sekolah di sekitar Kota Timika dan beberapa kampung pedala-man asal Suku Amungme dan Ka-moro di Kabupaten Mimika.

“Anak-anak yang dikumpul-kan dan dibawa ke sini berasal dari dua suku, yaitu Kamoro dan Amungme. Anak-anak Kamoro ber asal dari Kampung Ipaya (Ipiri, Paripi dan Yaraya di Mimika Ba-rat), Kampung Miyoko, serta dari Pao mako sampai Koperapoka da-lam kota Timika. Sedangkan anak Amungme direkrut di Akimuga,” kata Suster Bernarda, PRR.

Proses dan KendalaSemenjak 7 Februari 2014, se-

banyak 169 anak dipersiapkan rutin melalui program matriku-lasi. Pada 14 Juli 2014, anak-anak itu mengisi enam ruang kelas den-gan jenjang pendidikan kelas satu sampai kelas enam SD. Dibina dan dididik di sekolah maupun di asrama sesuai pola pembinaan iman katolik dan kehidupan ber-asrama.

“Sampai detik ini (Maret 2015), ada enam anak yang sudah siap ikut Ujian Nasional pada tanggal 18 Mei 2015,” tambah Suster Bia-rawati itu.

Belum genap setahun beropera-si, tentu lah bukan ukuran waktu

anak putri,” sebutnya. Berarti setahun beroperasi,

kapasitas peserta didik akan me-ningkat menjadi 300an anak di SD Seminari Solus Populi, dengan kuotanya 80persen anak Suku Kamoro dan 20persen anak Suku Amungme.

Mengenai kendala anak ten-tang keinginan dan impian demi masa depan, lanjut Suster Biar-wati itu, langkah pertama yang akan dilakukan adalah sosialisasi terhadap orangtua dari kampung ke kampung lainnya di Mimika sebelum tahun akademik baru, 2015/2016 mendatang.

“Saya mau meyakinkan orang-tua walau mereka sudah pergi dari sini. Mungkin pendekatan priba-di dari Pastor Rektor Sekolah dan asrama, maupun dukungan dari pendamping guru dan orangtua agar anak-anak lama itu kembali menuntut ilmu di tempat ini,” jelasnya.

Berharap agar kerinduan orang-tua terhadap anak berkurang ketika anaknya mengenyam pen-didikan di bangku sekolah dan mengikuti pembinaan di asrama katolik.

Dengan cara demikian, Sus-ter optimis, di waktu lima tahun mendatang akan terjadi peruba-han situasi ketertarikan anak dan pemahaman orangtua terhadap anak Mimika untuk berpendidi-kan baik dan berkualitas sesuai perubahan jaman.

Rektor Seminari Sekolah dan Asrama Solus Populi SP III Timi-ka, Pastor Gabriel Tukan, SCJ mengatakan, sosialisasi menge-nai pentingnya pendidikan anak mesti diberitahukan kepada oran-tua anak-anak lokal, terutama asal Kamoro di pesisir Pantai Selatan Mimika.

“Anak-anak sebenarnya bisa, ke cuali orangtuanya menghambat anak mengikuti proses kegiat an be lajar dan mengajar. Maka so-sia lisasi perekrutan anak masuk asra ma mesti dilakukan terhadap orang tuanya,” ujarnya. (willem bobi)

yang pan jang. Lebih banyak kendala wa lau terdapat peluang berkarya dan melayani anak-anak dan ma sya rakat luas di Kabupa-ten Mimika.

“Tak semua anak merasa ke-rasan tinggal di asrama dan seko-lah. Banyak anak meninggalkan sekolah dan asrama dengan bera-gam alasan dan faktor,” katanya.

Kurang lebih sembilan bulan beroperasi, hingga Maret 2015, jumlah murid tersisa 132anak. Puluhan anak keluar meninggal-kan sekolah dan asrama akibat desakan orangtua dan lingkungan luar arena pendidikan. Orangtua rindu, lalu mengambil anaknya begitu saja tanpa pemberitahuan, bahkan terjadi juga saat kegiatan belajar dan mengajar sedang ber-langsung di sekolah berfasilitas mewah itu.

Rencana Menambah KapasitasUskup Keuskupan Timika,

Mgr John Philips Saklil, Pr me-mintah agar kapasitas penghuni asrama ditambah pada awal Se-mester Ganjil tahun akademik 2015/2016 mendatang.

“Sesuai permintahan Keusku-pan Timika, penghuni asrama putra dan putri ditambah 100 anak lokal asal Amungme dan Kamoro. 100 anak putra dan 100

MURID Sekolah Dasar Solus Populi mengikuti kegiatan belajar.

DUA murid Sekolah Dasar Solus Populi petugas piket kebersihan ketika membersihkan ruangan kelas.

FOTO-FOTO : WILLEM BOBI

Page 9: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IX pendidikan 9

Salah satu kekurangan para peserta didik dimanapun adalah sering mengalami kekurangan bahan makanan (BAMA) selama mengenyam pendidikan. Situasi itu merupakan bagian sejarah perjuangan siapapun yang per-nah mengenyam pendidikan dan meng huni asrama dimanapun.

Salah satunya dialami para peserta didik di Kolese Pendidi-kan Guru (KPG) milik Pemerin-tah Provinsi Papua di Jalan SP V Timika, Kabupaten Mimika Papua.

Menurut Kepala Biro Pendidi-kan LPMAK, dari ratusan peserta didik di KPG SP V Timika, biaya pendidikan tiap semester sekitar 21 peserta diantaranya ditang-gung oleh LPMAK melalui Biro Pendidikan sesuai aturan dan me-kanisme pedoman beasiswa.

“Mereka sering mengalami ke-sulitan makanan, sehingga bantu-an kepada peserta didik penghuni asrama KPG di SP V Timika, perlu dibantu,” kata Titus Ke-mong, Kepala Biro Pendidikan LPMAK, Rabu (11/3).

Bantuan yang diserahkan dian-taranya, terdiri beras 20 kilogram sebanyak 30 sak, mie goring 10 karton, mie sedap soto 40 karton, garam satu karton, kopi senang satu karton, gula dua karton, royco satu dos besar, vetsin aji-nomoto satu dos, minyak goreng ukuran lima liter lima gen, daun teh satu dos, ikan kaleng sarden

Uluran Tangan Buat Penghuni Asrama KPG

SEIRING perayaan hari berse-jarah Injil masuk Tanah Papua, tepatnya 5 Februari di Pulau Mansinam, Papua, beragam cara, ceremonial berlangsung seantero tanah Papua. Salah satunya, grup band asal Asrama dan Sekolah Taruna Papua, Timika, Kabupa-ten Mimika.

Sekolah swasta milik Lem-bagaPengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) itu melakukan pertunjukkan berisikan pesan damai. “Ada dua kegiatan besar hari ini, terutama dalam rangka mengadakan pawai untuk menyampaikan pesan Injil Masuk tanah Papua,” ungkap Stefanus, Koordinator area Seko-lah dan Asrama Taruna Papua, Kamis (5/2) lalu.

Kegiatan pawai yang diawali dari Kantor LPMAK 3-4 jalan Yos Sudarso Timika itu, kata Setfanus, bertujuan memberikan

pesan dan maksud muatan Injil, Kitab Suci Orang Kristen.

“Kita harus ikuti maksud dalam injil, diantaranya, stop perang, stop kekerasan,” seruhnya ketika diwawancarai.

Penyampaian pesan berupa aksi drumband sepanjang jalan belibis Timika, sekitar satu kilometer kurang, selama satu jam. Warga dan pelintas jalan raya menyaksi-kan adegan itu melalui spanduk, pesan atribut serta asesoris yang dikenakan oleh peserta sekolah dan asrama Taruna Papua.

Kegiatan lain, selain Drumb Band, kata Stefanus, berupa ke-baktian sore yang akan diseleng-garakan keluarga besar Taruna Papua, Kompleks Perumahan SP-4 Timika, Papua, sore ini.

“Kebaktian sore itu, bertujuan mengadakan ucapan syukur atas injil masuk tanah Papua,” pesan-nya. (willem bobi)

dua dos, sambal ABC botol se-dang lima botol, sabun mandi lux dua dos, sabun cuci rinso satu ki-logram dua karton, serta pasta gigi (pepsodent) dua dos.

“Bama ini dipakai selama di as-rama, jadi sifatnya meringankan beban di asrama. Habis makan, belajar dan belajar, supaya presta-si juga membaik dan cepat selesai sesuai waktunya,” demikian harap Titus Kemong mewakili LPMAK.

Penyaluran bantuan tersebut diterima oleh Ketua Ikatan Pela-jar dan Mahasiswa Asrama KPG asal Kamoro Timika, Abraham Weipumi, disaksikan juga guru dan dosen pendamping, Suharti.

“Asrama dan sekolah ini adalah milik pemerintah, tapi selama ini tak ada bantuan dari pihak manapun. Untuk itu kami ber-terima kasih kepada LPMAK

Di Timika, Drum Band Taruna Papua Rayakan Injil Masuk Tanah Papua

yang selama ini memperhatikan biaya pendidikan dan kebutuhan bahan makanan di asrama,” kata calon guru pendidikan dasar itu. (willem bobi)

DRUMBAND Sekolah Asrama Taruna Papua melakukan karnaval ketika merayakan Injil masuk Tanah Papua, 5 Februari lalu.

BANTUAN bahan makanan kepada penghuni Asrama KPG diberikan oleh Biro Pendidikan LPMAK. Kepala Biro Pendidikan, Titus Kemong bersama staf menyerahkan bantuan tersebut secara langsung ke Asrama KPG Timika.

WILLEM BOBI

FOTO-FOTO : WILLEM BOBI

Page 10: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IXekonomi10

SEORANG pria atau wanita sukses berasal dari kelom-pok manapun, termasuk

kelas ekonomi tak mapan dapat meraih puncak kesuksesan. Kuncinya seseorang mesti bekerja keras, ulet dan tekun serta memi-liki motivasi kuat dalam meng-gapai impian terbesarnya.

Berpikir dan memiliki prinsip berjuang keras demikian, dimiliki oleh kelompok usaha Peternak Ayam petelur Binaan Biro Eko-nomi LPMAK, Petrus Gobay di SP II Timika, Kabupaten Mimika, Papua. Ia berasal dari keluarga pas-pasan di Kota Timika. Akibat pengaruh sosial dan lingkungan sekitarnya, kala mengenyam pen-didikan menengah ia terjerumus dalam pengaruh buruk, sering minum minuman alkohol deng-an kadar berapa persen tanpa di-ke tahui.

“Saya dulu punya pengalaman buruk. Suka mabuk sampai tidak tahu diri!” ujar Petrus ketika dite-mui LAndAS di Timika tengah Maret 2015. Kebiasaan buruk itu terbawa hingga mengenyam pen-didikan Perguruan Tinggi di Ju-rusan Teknologi Agrobisnis Uni-versitas Mercu Buana Yogyakarta pada 2013 lalu.

“Akibat minum keras beralko-hol itu, banyak masalah muncul sana-sini jadi saya kuliah tidak sampai selesai,” akunya berterus terang.

Masalah demi masalah, tak kunjung selesai malah bertam-bah tanpa tuntas. Keluarga dan kerabatnya sempat pusing mengu-rusinya, bahkan terakhir keputu-san keluarganya mengajak supaya hentikan kuliah dan pulang kem-bali ke Timika Papua.

Putusan orangtua itu, sempat mengombang-ambingkan jenjang pendidikan tahun ke-4, akhir masa kuliah. Akibat risiko yang menghadang hidupnya, keingi-nan meraih Sarjana Teknologi Pertanian akhirnya pupus.

“Waktu pulang dan sampai di Timika, saya hanya berdoa dan percaya diri. Malah bertekad me-miliki usaha sendiri untuk mem-buktikan diri bahwa saya juga bisa!” tekadnya.

Segudang beban di punda-knya. Merasa berutang budi ke-pada orangtua dan sanak saudara serta kerabatnya yang membiayai pendidikan sejak sekolah dasar hingga menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Timika.

Doa demi doa, tak mungkin-

Dulu Putus Kuliah, Sekarang Beternak

Ayam Petelur

lah pintu kesuksesan tertutup selamanya. Tabir kesuksesannya seolah terbuka ketika mengetuk pintu Biro Ekonomi Suku Mee di LPMAK awal 2014.

“Di LPMAK, saya meminta bantuan modal usaha sesuai krite-ria dan persyaratan biro ekonomi. Jawabannya, saya dibantu satu kandang ayam petelur, dan bibit ayam petelur sebanyak 1065 ekor, serta pakan, biaya operasional

dan juga pendampingan manaje-men keuangan dan administrasi dari Biro Ekonomi (LPMAK),” jelasnya.

Usai mendapat bantuan modal sepenuhnya, ia bersama dua tena-ganya memelihara dan merawat ayam petelur didampingi Biro Ekonomi LPMAK bagian moni-toring dan evaluasi usaha peter-nakan ayam petelur.

Hasilnya, sejak Agustus 2014

lalu mulai memanen rutin, 1000an butir telur yang kini masih dijual kepada pelanggan, dengan harga Rp.52.000 per rak. Sehari menghasilkan 30 rak, se-hingga total pemasukan per hari mencapai Rp.1.500.000). Omzet pemasukan sebulan mencapai Rp 45.000.000.

Akibat minum keras beralkohol

itu, banyak masalah muncul

sana-sini jadi saya kuliah tidak sampai selesai

“Sekitar 10 juta rupiah se-tiap bulan saya sisihkan untuk bantu keluarga yang sekolah, si-sanya menabung untuk rencana pengembangan usaha ke depan,” akunya telah memiliki mobil pick-up bekas seharga 120 juta rupiah untuk kepentingan distribusi telur ayam ke pelanggan tetapnya di Kota Timika.

Ia berencana mengembangkan usaha peternakan ayam petelur hingga menguasai pasar di kota Timika.

“Kalau kembali kuliah, nan-tilah… saya kembangkan usaha sambil bantu orang tua dan ke-luarga terdekat,” tuturnya meng-akhiri pertanyaan LAndAS. (wil-lem bobi)

PETRUS Gobay, Salah satu Kelompok Usaha Peternak Ayam petelur Binaan Biro Ekonomi Suku Mee LPMAK ketika diwawancari oleh wartawan media cetak di Mimika. tampak dalam gambar peternakan ayam petelur milik Petrus Gobay di Kampung Timika Jaya Sp II.

FOTO-FOTO : WILLEM BOBI

Page 11: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IX ekonomi 11

MENGGELUTI dunia bis nis ayam petelur menjadi trend tersen-

diri di Timika, sehingga Lem-baga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) melalui program ekonominya me-lihat situasi itu sebagai peluang usaha bagi kalangan peternak bi naannya. Selain Pontius Kela-nangame, ada pula peternak ayam petelur lainnya yaitu Junen Niwili-ngame. Lelaki ini sejak 1 Oktober

Meraup Jutaan Rupiah Lewat Telur AyamSelain keuntungan ekonomi

berupa uang dan tabungan, ia juga membiayai hidup bersama keluarga dan kerabatnya, serta berhasil menginvestasikan satu kandang ayam permanen berba-han besi pada 2014 lalu.

Ditiru Kelompok LainSelain Junen Niwilingame, ke-

lompok peternak ayam petelur lainnya juga bermunculan. Dian-taranya, Kelompok Kamoro Jaya Pimpinan Yohanes Kekoroko di Hiripau Distrik Mimika Timur, Kelompok Matoa Pimpinan Mar-then Degei di SP II Timika, Ke-lompok Petrus Gobay beserta ke-lompok lainnya. Semua peternak ini binaan biro ekonomi LPMAK.

Marthen mulai memproduksi telur sejak tahap pertama pada 2013. Sejak itu 1000-an ekor

“Terakhir 22 Desember 2014, ayam sudah afker dan saya bagi-kan kepada tetangga dan keluar-ga untuk hari raya setelah saya men dapat keuntungan bersih,” ujarnya.

Uang tabungan itu kemudian dipergunakan menginvestasikan kandang kedua. Jadi Marthen Degei juga kini memiliki dua kan-dang ayam petelur berkapasitas 1200 ekor, seperti Junen Niwilin-game di Jalur SP V Timika. Junen dan Marthen bertujuan mening-katkan kapasitas peternakan ayam petelur seperti Pontius.

Kelompok-kelompok usaha pe-ternak ini saling belajar dan sa-ling memotivasi. Junen dan Mar-then bahkan mengcopy pesan dan kesan Pontius. Katanya, un-tuk lebih meningkatkan kuanti-

2014 lalu, baru memasukkan 1200 ekor ayam pullet (bibit ayam petelur) lagi ke kandang pe-ternakannya di jalan Poros SP V Timika, Kabupaten Mimika.

Kurang lebih empat bulan me-melihara 1200 ekor ayam petelur, hasilnya mulai dipanen sejak Feb-ruari 2015.

“Ayam-ayam itu sudah mempro-duksi telur. Menghasilkan 30 rak per hari x 30 butir, jadi sekarang ra ta-rata menghasilkan 900 butir

per hari. Kurang dari jumlah ayam yang ada, karena ada yang rusak, jadi tidak dijual,” kata Junen Ni-wilingame kepada LAndAS.

Ia meraup keuntungan sekitar Rp 1,5 juta per hari. Jadi dipre-dik si ke depan, penghasilan per bulan atau selama 30 hari, omzetnya bakalan membengkak hingga Rp 45 juta per bulan seper-ti periode sebelumnya.

Periode 2013-2014, Junen me-miliki ternak ayam petelur pro-duktif berjumlah 1070 ekor ayam bantuan Biro Ekonomi LPMAK.

Bantuan dan pendampingan ter hadap peternakan ayam milik Junen dilakukan seperti pendamp-ingan terhadap kelompok Usaha Pemuda Mandiri Pimpinan Pon-tius Kelanangame SP III.

Menurut Tim Monitoring dan Evaluasi Biro Ekonomi LPMAK, Mateus Soeprihatin, Junen me-miliki karakter tersendiri dalam beternak Ayam Petelur. “Urusan hal kecil apapun, entah belanja atau soal teknis kecil apapun, dia selalu tanyakan kepada tim pendamping. Itu kelebihannya,” katanya. Akibatnya, Junen ber-hasil mengembalikan pinjaman modal awal Bank Mega sekitar 400-an juta dalam tempo 18 bu-lan tahun 2013-2014.

ayam petelur di kandangnya men-datangkan keuntungan tak jauh berbeda dengan Pontius maupun Junen Niwilingame. Pendapatan minim satu kandang ayam petelur berkapasitas 1000an ekor, men-datangkan keuntungan ekonomi paling minim Rp 40 sampai 45 juta per bulan.

Selama 18 bulan menjalankan usa hanya, kelompok Matoa pim-pin an Marthen Degei menga ta-kan, keuntungan selama perio de pertama pada 2013-2014 men -capai Rp 400an juta.

tas produksi telur, mereka mesti memiliki pusat pembibitan ayam petelur, pullet.

Impian itu semakin dekat. Pe-trus Gobay, peternak ayam pete-lur lainnya di SP II, mengaku, di-rinya akan memperlihatkan usaha peternakan ayam petelur.

“Tidak hanya telur tapi juga bi-bit serta kebutuhan pakan ayam serta kebutuhan pemeliharaan dan sarana produksi lainnya kita mesti punya. Tujuannya kita kua sai pasar telur di Timika dan ke area perusahaan,” katanya bertekad. (willem bobi)

FIELD Supervisor Biro Ekonomi Suku Amungme, Ester Komber didampingi Kepala Biro Suku Amungme, Yohanes Kum ketika memberikan penjelasan mengenai usaha pertenakan ayam petelur milik Junen Niwilingame kepada para wartawan.

JUNEN Niwilingame ketika memanen telur ayam dikandang miliknya. Junen salahsatu kelompok usaha binaan Biro ekonomi Suku Amungme LPMAK.

WILLEM BOBI

Page 12: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS12 Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IXekonomi12

SETIAP orang punya sejuta impian dan cita-cita dalam hidupnya. Sayangnya, im-

pian itu tak semuda membalik telapak tangan, sebab menggapai cita-cita mesti melalui usaha dan kerja keras.

Demikian prinsip kelompok diskusi pimpinan Pontius Kela-nangame sejak berjuang pada 2009 silam. Merekamulai ber-kumpul dan mendiskusikan na-sib dan peran pemuda dalam pem bangunan di daerahnya, Ibu-kota Kabupaten Mimika, Timika, Papua.

Seperti disaksikan LAndAS pada Selasa (17/3), kelompok pim pinan Pontius ini mengisah-kan perjuangannya. Mereka men-gutip kata-kata bijak, ingin meme-luk gunung tapi apa daya tangan tak sampai. Maka itu, tantangan mesti diperjuangkan, seolah ke-lompok pemuda asal Amungme itu tak mau terkubur dalam pepa-tah belaka.

“Setelah kami diskusi terus me nerus, sambil buat proposal. Lalu proposal kami dijawab oleh Biro Ekonomi Suku Amungme di Lembaga Pengembangan Ma-syarakat Amungme dan Kamoro,” ungkap Pontius, Ketua Pemuda Amungme yang bermimpi men-jadi lelaki mandiri dalam riwayat hidupnya.

Proposal itu menyiratkan niat-nya untuk merubah nasib ke-hidupan bersama rekan-rekannya, sehingga impian itu ditanggapi serius oleh LPMAK sesuai misi yaitu melayani masyarakat lokal di Kabupaten Mimika.

“Saya sangat bersyukur, karena LPMAK memberikan modal awal sampai seterusnya kami terus be-lajar supaya mandiri,” ujarnya penuh tekad. Keinginan dan se-mangatnya ‘dibaca’ LPMAK ba-gian Biro Ekonomi Suku Amung-me awal 2011 lalu.

“Dari komitmen itu, pada pe-rio de pertama, kami mendapat ban tuan 1.072 ekor ayam petelur, siap bertelur pada kandang yang didesain oleh LPMAK sedemiki-an ru pa beserta perlengkapan, per -alatan dan bantuan pakan ayam se-lama enam bulan pertama sebagai modal usaha awal,” jelasnya.

Usaha itu dirintis di atas lahan warisan keluarganya di Jalan Kuala Kencana Satuan Perumah-an (SP) III Timika Papua. Sebagai langkah awal, usaha Peternakan Ayam Petelur itu diresmikan LPMAK, PT Freeport Indonesia serta perwakilan Dinas Peterna-kan Kabupaten Mimika pada 20 Januari 2012.

Sejak itulah, harapan nasib hi-dup mulai berubah. Sebanyak 1072 ekor ayam bertelur sesuai

iramanya. Produksi sehari menca-pai 30 rak telur, berisi 800 sam-pai 900 butir per hari, setelah dikurangi telur yang rusak di kan-dang sebelum dipasarkan keluar kandang.

Perjuangannya tak semulus kisahnya. Kelompoknya pernah mengalami beberapa kendala. Kendala utama adalah, anggota kelompok usaha tak kerasan men-jalankan usaha menuju ekonomi keluarga mandiri.

“Dari anggota 10 orang sejak awal, satu keluar, satu keluar, ter akhir sisa empat orang sampai sekarang,” akunya.

Situasi itu tak menyurutkan niat nya. Juga ketika Kota Timika bergejolak, perang antar suku dan marga. Ternyata, frekuensi gejolak di Kota Timika sebagai kawasan rawan konflik, menguji ketekunannya.

“Pernah waktu gejolak antar suku lokal di Timika, ayam kami hilang 68 ekor. Kami sempat pikir untuk berhenti, tapi bertahan terus sampai ayam afker tahap pertama dan terjual habis,” pa-parnya. Ayam petelur tak produk-tif (afker) dijual sebagai ayam ped-

aging ke pasar umum sesudah 18 bulan.

Situasi gejolak bagai ujian, Pontianus malah melapor hasil keringatnya kepada Biro Ekono-mi Suku Amungme di LPMAK. Dalam laporan itu mengungkap-kan, produksi telur dipasarkan dengan kisaran laba Rp 50.000 x 30 rak per hari x 30 hari. Total keuntungan Rp 45.000.000 (em-pat puluh lima juta rupiah) per bulan selama 18 bulan semasa tahun 2012-2013.

Berdasarkan laporannya ke-pada Biro Amungme LPMAK, keuntungan bersih selama 2012-2013 mencapai Rp 70 juta lebih, setelah dikurangi kebutuhan pa-kan, biaya perawatan, pengobatan ternak, kebutuhan dan biaya hidup serta gaji para tenaga kerja beranggotakan lima orang.

“Dari hasil telur periode per-tama, difasilitasi oleh LPMAK, kami bangun kandang baru lagi di samping pada tahun 2013,” ungkapnya senang, selain mem-beli dua unit motor operasional peternakan ayam petelur.

Sebagai dukungan usaha ke-lompok Pengembangan Eko-

nomi Mandiri (PEM), LPMAK bahkan menggenjot usahanya pada pemeliharaan dan produksi telur ayam tahap ke-2 sejak Okto-ber 2014 hingga afker 18 bulan mendatang.

“Di lokasi kandang baru mau-pun kandang lama, sekarang ter-dapat ayam petelur berjumlah 3362, tapi tersisa 3241 ekor kare-na mati akibat perbedaan hawa dan faktor lain,” katanya memuji bantuan dan dukungan LPMAK itu.

Bibit ayam petelur (pullet) itu dimasukkan ke kandang sejak 1 Oktober 2014. Sampai minggu ke-3 Maret 2015, kurang lebih 22 minggu, menghasilkan keuntun-gan 600 ikat telur x 5 rak telur x Rp 53.000/rak telur.

“Prediksi saya, dengan ayam sebanyak itu, 18 bulan kemu-dian (September 2016) saya akan meraup keuntungan 400 sampai 500 juta, untung bersih!” tekad-nya memprediksi walau kendala sering menghadang.

Beratnya kehidupan menam-bang telur ayam, mesti dibayar lunas dengan kerja keras, impian serta motivasi yang kuat. Anak

Anak Amungme Menambang Telur Ayam di Timika

Amungme itu yakin, menyadari latarbelakangnya tak berpenga-ruh terhadap nasib kehidupan. Makanya mereka memiliki rasa percaya diri, telah merubah status dari pengangguran menjadi peter-nak ayam petelur terkenal di Kota Timika.

“Satu hal yang penting itu, Biro LPMAK tidak pernah meng-hambat kami untuk berkembang maju,” ujarnya. Malah Pontius berpesan kepada siapapun harus memiliki niat dan kemauan bekerja keras.

“Kami memiliki niat untuk maju, maka kami masih membu-tuhkan pendampingan manaje-men administrasi dan keuangan. Kami sadar, sebagai pemilik usaha harus punya komitmen demi masa depan,” akunya.

Menurutnya mendapat bantu-an Program Pengembangan Eko-nomi Mandiri (PEM) LPMAK, bukan menjadi pelaku sok tahu. Memiliki impian, berarti mem-buktikan diri sebagai peternak ayam petelur di Timika, sehingga dicontohi oleh kelompok pen-gusaha lokal maupun pendatang di Kota Timika. (willem bobi)

Saya sangat bersyukur, karena LPMAK memberikan modal awal sampai seterusnya kami terus belajar supaya mandiri

PONTIUS Kelanangame, ketua kelompok usaha Pemuda Mandiri binaan Biro Ekonomi Suku Amungme bersama anggota kelompoknya mengelola usaha peternakan ayam petelur.

WILLEM BOBI

Page 13: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS 13 Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IX adat&agama 13

PRESIDEN RI Ke-7, Joko Widodo alias Jokowi mem bela nama istrinya

“Iriana”, katanya karena kakeknya pernah menjadi guru di Papua, saat itu Irian Jaya.

Demikian juga sosok perem-puan Jawa lainnya, Yofentina Iri-ani, Dosen Pengampu Mata Ku-liah Fisika Matematika di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS) Solo Jawa Ten-gah. Tengah mengampuh maha-siswa-mahasiswinya, suatu kali Iriani menggertak di ruang kuliah kampus tersebut.

“Bob, nama saya Iriani itu dibe-ri kan orangtuaku karena saya la-hir di Biak,” ceplosnya awal 2001 silam. Gertakan itu mengingat-kan nama Papua, dulu Irian Jaya.

Siapapun di masa dulu, entah pegawai sipil maupun militer yang bertugas di Papua memberi nama turunannya Iriani atau Iriana untuk kaum perempuan. Tentunya juga sebutan Irianto untuk laki-laki.

Berkisah seputar nama, Iriani pernah mengingat tanah kelahir-annya di Pulau Biak. Iriana atau Iriani kini tak umum. Seolah memori terpendam, sebab semasa kecil itupula ayahnya berpin-dah tugas kembali ke kota Apel, Malang, Jawa Timur. Lama di kota asalnya, melunturkan ciri khas sapaan dan komunikasi ala kadar Papua.

Perjumpaan Iriani di Kam-pus Negeri itu membangkitkan memori semasa kecilnya di Pulau Biak. Sebab, ikon yang tak lupa baginya adalah bekas Perang Dunia II antara Jepang dan Pasu-kan Sekutu dekade 1940-an.

Lantas perjumpaan di kuliah itu, seolah berkunjung ke lokasi bekas peperangan yang menjadi situs sejarah bisu. Nyaris terkubur diantara pesona keindahan alam yang membekas di memorinya.

Lantaran Iriani berlanjut deng-an kisah pengunjung yang sering menceritakan tentang rasa kagum rekan sejawat mahasiswa semasa kuliah di Kota Gudeg, Yogyakarta 1990an silam.

Berbekal peta wisata, rekan sejawatnya pernah menjangkau Pulau Biak di Teluk Cenderawa-sih Papua. Berangkat dari Jakarta, transit di Kota Makasar, Kepulau-an Sulawesi.

Iriani tak pernah sadar bila waktu perjalanan penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta-

Kilas Balik Memori:

Goa Binsari, Menanti Iriani dan Iriana

tel berkelas. Hotel Asana Biak, terletak di depan Bandara Udara Internasional Frans Kaisepo. Selain itu, terdapat juga hotel Arum bai, hotel Srava Inn dan Ba-sana Inn. Hotel Asana Biak meru-pakan hotel yang sering dipergu-nakan para turis.

Seolah tak takut, Papua dikenal dengan daerah rawan konflik. Ke-kerasan dan penembakan tanpa peringatan antara lonceng ke-hidupan dan lonceng kematian.

“Di sana itukan banyak pen-

datang dari Jawa, Batak, Manado dan Bugis,” yakinnya selain warga setempat.

Iriani sadar, ayahnya diantara ratusan bahkan ribuan Pegawai Negeri Sipil dibawah pemerintah-an Indonesia, Tentara dan Polisi serta Pedagang dan Nelayan dan lain-lain hingga kini.

Memang Biak. Kota basis pe-merintah dan militer sejak ja man Belanda hingga kini.

Bukan lupa ingatan. Bahkan ku-tipan ceritanya membangkitkan memori goa serta benda-benda peninggalan, juga di jalan Imam Bonjol Biak. Sekitarnya terdapat bank, supermarket, restoran dan toko-toko. Mall terbesar adalah Supermarket Hadi, berlokasi di Jalan Wolter Monginsidi penjual hasil laut berharga murah.

Kendaraan roda dua (motor) maupun angkutan umum roda empat (mobil), kala berlalu lalang menghantar penumpang sesuai

rute. Iriani lupa bila transportasi umum sering menghantar pen-gunjung ke sejumlah lokasi wisa-ta, seperti Goa Binsari, monu-ment Perang Dunia II. Lokasi Goa Jepang tidak berada jauh dari pusat kota Biak.

Sebaliknya memorinya kuat tentang halaman depan goa, ber-bagai peralatan semasa perang, mulai dari Meriam, Baling-baling pesawat, rudal dan botol-botol obat.

Cerita itu memperkaya memo-rinya. Katanya di tengah perjalan-an menuju Goa, terdapat makam orang Jepang. Semakin masuk ke dalam, pengunjung akan melihat bentuk goa yang menjorok ke bawah.

“Waa… lebih ngeri dari Goa Gong, berarti?” terkah Iriani mem bandingkan Goa sejarah tem pat persembunyian Pangeran Diponegoro di Pacitan Jawa Ten-gah, kala melawan Kolonial Be-landa setengah abad lebih silam.

Kisah ini hangat, lantaran kuli-ahnya belum mulai. Waktu masih panjang, sekitar 2-3 jam lagi.

Mengenai Goa Jepang, tentang Monumen Perang Dunai II di Bosnik, kenangan tentang tentara Jepang yang gugur dalam medan peperangan.

“Aku wedhi (takut)… kunjungi tem pat kayak gitu!” getarnya mung kin karena awal ceritanya tentang goa sejarah? Entahlah. Tapi Iriani tak takut bila berkun-jung ke arena pembakaran jena-sah orang China di Kecamatan

Biak menghabiskan waktu sekitar 4,5jam atau karena perbedaan zona maka terhitung 7,5jam.

Pantas Iriani bertanya, Bob waktu kamu dari Papua ke Solo (Jawa Tengah) berapa jam? Ragu menjawab, apakah Dosen Iriani bertanya menguji atau sebatas me-mintah cerita?

Mulutku kaku, seolah gemetar menjawabnya. Takut salah, tapi Iriani melanjutkan kisah obyek keindahan alam di Pulau Biak.

Katanya, Biak Kota Tua. “Pusat pemerintahan jaman Belanda”.

Ha? Kaget. Iriani tak seperti Iriana yang diam saat berkunjung ke Papua mengkampanyekan sua-minya meraih kursi nomor satu republik yang berkantoran di Istana Presiden Jakarta.

“Bila tidak sibuk, punya uang, saya kepingin ke Biak!” papar Iri-ani mereka-reka rencananya.

Rekannya pernah bercerita, di Biak banyak penginapan dan ho-

Jebres, dekat perempatan pen-daring an Kentingan Solo.

Apakah tak ada waktu luang, tak punya uang, ataukah Iriani memang tak mau kuras memori masa kecil di Biak?

Tak mau menyelami kisah tentara Jepang yang tewas. Foto-foto itu dipajang dalam ruangan khusus dihiasi dupa, bunga dan barang-barang pribadi almarhum. Setiap tahun banyak turis ke Biak untuk mengenang saudara dan keluarganya di Monumen Bosnik.

“Suatu kali kalau ke Biak, saya mau ke obyek wisata Perahu Penginjil,” pesannya bergurau.

Apakah Iriani mendapat ke-nangan cerita rekannya mengenai Injil Masuk ke Tanah Biak oleh Misionaris Belanda itu?

Mestinya juga Taman Burung dan Anggrek di Bosnik. Seperti kisah rekan kuliahnya, di Biak ada keindahan air kolam hijau di bawa Air terjun Wafsarak. Cukup menikmati keindahan itu, tak per-luh menyelam Pulau keindahan bawah laut, Padaido.

“Bob, kalau kamu pulang ke Papua dan ke Jawa lagi kapan? Kapan-kapan bawakan aku oleh-oleh, bisa?” bujuk Dosen Iriani.

Apa maksudnya? Apakah Dosen Iriani akan memberi nilai mata kuliah dengan bobot A? Ataukah Ia hanya teringat bila di Biak ada pusat oleh-oleh, namanya Iriani Artshop di Jalan Imam Bonjol?

Siooo… BIAK! Bilakah Ingat, Iriani atau Iriana Akan Kembali? (willem bobi)

GOA Binsari di Biak bekas tempat persembunyian tentara Jepang saat Perang Dunia II.

FOTO-FOTO:ISTIMEWA

Page 14: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IXprofil14

ANAK ingusan, pakaian-nya compang-camping, la gi pula kurus kerem-

peng meninggalkan kampung ha lamannya Ibukota Kecamatan Ho meo Kabupaten Nabire, kare-na ikut orangtuanya ke Timika Ka bupaten, Fakfak kala itu tahun 1990-an.

Tak lama berselang, mengikuti ayahnya sebagai Pekabar Injil Ge-reja Kingmi untuk menyelesaikan Kuliah Diploma III di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Walter Post Sentani Jayapura pada 1997.

Namanya Alion Belau. Semasa ayahnya kuliah di Jayapura, Alion masuk sekolah, SD Kelas I di Sen-tani. Sampai kelas IV pada 2003 kembali ke Timika dan lanjut di SD YPPGI Kwamki Lama dan tamat SD pada 2005.

Ia tak punya cita-cita. Sesekali di siang hari usai pulang sekolah di Kwamki Lama, sering main ke Air Port Pesawat Perintis di Ban dara Udara Moses Kilangin Timika. Tak punya kepentingan, kecuali berkeinginan mengamati penumpang yang naik turun pe-sawat perintis di Bandara Timika. Semakin hari semakin penasaran dengan para pilot yang mener-bangkan pesawat tujuan pedala-man Papua, dalam hitungan jam kembali lagi dan menerbangkan lagi sesuai rute penerbangan mas-kapai pesawat perintis.

Hari demi hari, waktu pun ber-lalu. Ia mendaftar di SMP Advent Timika Juni 2005. Waktu tamat SMP pada 2008 masih memiliki tunggakan biaya pendidikan, ayahnya sempat berjuang mengga-daikan ijazahnya ke SMP itu seb-agai jaminan, agar ijazah anaknya diserahkan, supaya tidak terlam-bat ikut tes sekolah lanjut serta tes seleksi calon peserta beasiswa di LPMAK.

Guru-gurunya berbelas kasih, 100 persen total tunggakannya malah ditanggung para guru di sekolah kristen itu. Berbekal ijzah SMP, Alion mendaftar dan ikut tes dalam seleksi peserta beasiswa LPMAK pada 2008.

Ia lolos, dikirim ke Yayasan Bi na Teruna Bumi Cenderawa-sih (Binterbusih) Semarang, salah sa tu mitra LPMAK di Bidang Pen didikan. Setahun pertama me ngikuti program matrikulasi, un tuk meningkatkan kapasitas pe ngetahuan dan wawasan agar mu dah menyesuaikan kemam-puan akademik seperti Matema-tika dan Bahasa Inggris di seko-lah formal jenjang SMA di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Walau berkemampuan Bahasa Inggris minim, Alion didaftarkan

Kisah Alion Belau, Calon Pilot Peserta Beasiswa LPMAK

“Kalau Tidak Jadi Pilot, Mending Saya Pulang Saja ke Kampung!”

oleh Binterbusih ke SMA Theresi-ana II Semarang. Ia tak suka pela-jaran Bahasa Inggris sama sekali. “Setelah di SMA itu baru saya sadar. Masa mau jadi pilot, tapi tidak bisa berbahasa Inggris,” ka-tanya mengenang. Ia berpikir, tak akan menjadi pilot tanpa kemam-puan berbahasa Inggris.

Tiap bulan uang saku pribadi dari beasiswa LPMAK sebesar Rp 250ribu dipergunakan untuk membiayai kursus Bahasa Inggris di Kota Semarang. Bahkan Alion berani menantang gurunya berba-hasa Inggris setiap kali berjumpa di ruang kelas maupun di luar kelas. Kemampuannya teruji dan merasa percaya diri ketika kepen-gurusan Organisasi Siswa-siswi Intra Sekolah (OSIS) SMA There-siana II mempercayakan sebagai juru bahasa asing ketika tiap kali mendapat tamu asing di sekolah unggulan itu.

administrasi lain di sekolah Pilot Deraya Jakarta. Semua peserta tes calon siswa pilot termasuk Alion diminta untuk ikut Medical Check Up (MCU) esoknya pukul enam pagi.

Sepanjang malam tak bisa makan dan minum, hatinya ge-lisah dan batinnya makin mem-buahkan sejuta beban dan segu-dang pertanyaan. Jika lolos MCU, siapakah yang akan membiayai pendidikan pilot? Alion men-cucurkan airmata dan berdoa. Bahkan tidak bisa tidur sampai subuh jam 04.00 waktu Jakarta. Terlambat MCU, uang pendaft-aran dianggap hangus oleh pihak penyelenggara.

Sepertinya Tuhan punya ren-cana lain. Beberapa jam ketika tak menerima nasibnya, Alion ditelpon oleh Paul Sudiyo. Kat-anya, akan ada tes seleksi sekolah pilot oleh Mitra Biro Pendidikan LPMAK, George Resubun, man-tan Pilot dan mekanik Twin Otter Merpati Nusantara Air Lines pada 1990an di Papua. Alion berbalik arah, kembali ke Kota Semarang.

“Tuhan jawab doa saya. Dari beberapa orang ikut tes sekolah pilot, saya sendiri yang tembus. Kemudian memantapkan kursus Bahasa Inggris sebelum berang-kat ke Amerika Serikat,” kenang Alion.

Hampir setengah tahun lebih mempersiapkan diri sambil menunggu kepastian biaya. Pili-han yang terbaik adalah ikut kur-sus Bahasa Inggris.

Maret 2013 baru berangkat ke Amerika Serikat. Sebulan mengu-rusi surat-surat, seperti sidik jari, pengenalan Siswa Pilot di Ameri-ka, mengisi data-data Sekolah Pilot dan jaminan asuransi.

Training terbang perdana sejak tanggal 1 April 2013 hingga No-vember 2013 sambil teori pener-bangan. Selama delapan bulan menerbangkan pesawat single en-gine 74 jam terbang melalui Pro-gram Private Pilot License (PPL) di Sekolah penerbangan Pro Air-craff Flight Training, Fort Worth, Dallas Texas, satu negara bagian di Amerika Serikat.

Kemudian balik ke Indonesia melanjutkan Program Commer-cial Pilot License (CPL) di Gane-sha Fligth Academic Jakarta.

“Sekarang saya sudah menjalani lima bulan di Ganesha mendapat 69 jam terbang solo rute Halim perdana Kusuma Jakarta-Cilacap Jawa Tengah, masih sisa tiga bulan ke depan sekitar 47jam ter-bang kategori Instrument Rating Single engine Land lagi,” katanya. (willem bobi)

Pertengkaran batin demi cita-citanya mulai berkecamuk ketika tamat SMA pada 2012. “Saya mau jadi pilot, tapi saya lihat ke belakang. Orangtua saya tidak mampu untuk membiayai sekolah pilot yang mahal,” ujarnya. Ia tak bisa berharap banyak dari hasil buruan ayahnya di Timika yang setiap hari keluar masuk hutan mencari babi hutan yang bisa di-jual ke pasar.

Ada hasilnya pun tak seberapa. Ekonomi orangtuanya jatuh ban-gun di Timika. Kepalanya pusing hampir stres. Proposal rencana sekolah pilotnya belum sempat dijawab LPMAK waktu itu.

“Saya malah ikut kursus Bahasa Inggris, tapi Bapa Paul Sudiyo dan Kaka Paskalis Abner tawar isi formulir pilihan jurusan lain di perguruan tinggi di Semarang atau kota studi lain. Saya marah dan bilang, Pilihan saya cuma

satu, tidak ada jurusan lain. Kalau tidak jadi Pilot, mending saya pu-lang saja ke Timika untuk bantu kerja orangtua!” papar mengulan-gi kisahnya.

Niatnya bagai tembok. Ia malah berani ambil risiko, meninggalkan Kota Semarang dan berencana ke Jakarta untuk cari Sekolah Pilot sendiri tanpa jaminan biaya yang jelas.

“Waktu ke Jakarta itu, saya paksa mama jual ternak kecil di rumah seharga tiga juta rupiah dan saya dikirim 2,7 juta rupiah, tambah uang transportasi dan makan sebesar 1juta rupiah dari Bapa Paul,” kenangnya.

Di kontrakan mahasiswa asal Intan Jaya di Jakarta, ia dibantu para siswa pilot asal Suku Moni dan Suku Mee yang sedang dibi-ayai pemerintah daerah asalnya. Uang 2,7 juta dipakai untuk mendaftar berkas dan keperluan

Pilihan saya cuma satu, tidak ada jurusan lain. Kalau tidak jadi Pilot, mending saya pulang saja ke Timika untuk bantu kerja orangtua

WILLEM BOBI

ALION BELAU menunjukan lisensi yang didapat untuk menjadi seorang penerbang.

Page 15: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDAS

Edisi 89 | Maret-April 2015TAHUN IX opini 15

Diskusi tentang perkebunan Sawit di Kabupaten Keerom tak pernah usai. Buruh sawit masih hidup

dalam ketidakpastian.Proyek Sawit di Keerom dimulai pada

awal tahun 1980-an ketika pemerintah mengembangkan program perkebunan inti rakyat (PIR) dan menyelaraskannya dengan program transmigrasi di wilayah tersebut. Ternyata, dampak sosial program itu sung-guh tak terduga.

Masyarakat asli kebingungan dan tergop-oh-gopoh mengikuti perubahan yang cepat itu. Mereka tiba-tiba dihadapkan pada per-alihan pola hidup, dari meramu menjadi pola industri yang berbasis perkebunan rakyat yang sebenarnya begitu asing.

Sebenarnya, kala itu, masyarakat asli enggan menyerahkan tanah untuk diubah menjadi perkebunan dengan pola PIR. ”Namun, karena takut dicap anggota Or-ganisasi Papua Merdeka (OPM), kami ter-paksa menyerahkannya. Puluhan hektar hutan dibuka, pohon-pohon sagu dan kayu ditebang,” kata Bernard Nouyagir, tokoh masyarakat.

Hutan kayu dan sagu yang sebelumnya menjadi basis hidup, tiba-tiba lenyap dan berganti menjadi kebun kelapa sawit. Re-produksi pangan seperti umbi-umbian dan sayur-mayur mulai sulit dilakukan, bina-tang buruan sulit didapat.

Gegar budayaHutan yang menjadi basis kehidupan

perlahan-lahan hancur, pola hidup mereka berubah dan terancam. “Dari cara hidup meramu, tiba-tiba kami dihadapkan pada pola hidup baru, yaitu industri berbasis perkebunan tanpa proses peralihan dan pendampingan yang memadai,” kata Hu-bertus Kwambre, tokoh adat.

Pemerintah melalui PTPN II, tutur Hu-bertus, memang melatih masyarakat untuk mengelola kebun kelapa sawit itu. Namun, itu bukan perkara mudah. Cara berkebun dengan orientasi industri sangat berbeda dengan cara berkebun masyarakat asli Papua yang berorientasi pemenuhan hidup harian saja.

Jika sebelumnya masyarakat asli cukup membuka hutan seluas kurang lebih seten-gah hektar untuk menanam keladi, sayur dan umbi-umbian, dengan hadirnya ke-lapa sawit mereka harus bekerja pada lahan minimal seluas dua hektar dengan jenis tanaman monokultur.

Sebagai plasma mereka dihadapkan pada pola intensifikasi memperoleh target produksi tandan buah segar (TBS) untuk memasok industri minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil). Mereka juga menjadi bergantung pada pabrik karena CPO hanya dapat dihasilkan melalui pros-es pemerasan di pabrik.

Tanpa disadari, itu berdampak pada hi-langnya identitas kultural, dan relasi mer-eka dengan tanah pun berubah. “Jika sebe-lumnya relasi masyarakat asli dengan tanah sangat dipengaruhi oleh gagasan filosofis dan religius, dalam pola baru itu relasi ma-syarakat dengan lahan cenderung hanya berbasis ekonomis. Melalui proses itu, mereka pun seolah menjadi buruh dalam

Cerita Sawit di Papua

relasi industri berbasis perkebunan rakyat tersebut,” tutur Hubertus menambahkan.

MelompatDosen pascasarjana Institut Pertanian

Bogor dan Universitas Indonesia, Hari-adi Kartodihardjo, mengatakan, kegaga-lan masyarakat asli Papua bercocok tanam kelapa sawit disebabkan karena mereka mengalami lompatan kultur dalam proses budidaya dan produksi tanaman perkebun-an. Lompatan kultur itu memperlemah kelembagaan masyarakat dan mengancam kemandirian mereka.

Harus diakui, dalam dimensi investasi, penguatan sosial masyarakat menurutnya kerap tidak mendapat perhatian. Yang menjadi fokus utama adalah agregat per-tumbuhan investasi dan laju modal.

“Kemajuan ekonomi berbasis komunitas tidak menjadi perhatian karena, memang, basis kultural kerap berlawanan dengan pola perkebunan yang orientasinya produk massal,” kata Hariadi.

Melihat apa yang dialami masyarakat Keerom, mantan Dekan Keerom yang juga penggiat HAM, Pater John Jonga, ber-pendapat sebaiknya pemerintah mengkaji kembali proyek pengembangan perkebu-nan kelapa sawit di Papua. Banyak aspek, seperti lingkungan hidup, budaya, isu-isu keamanan, dan sosial, harus dipertimbang-kan kembali.

Sawit di MimikaLain Keerom, lain lagi di Mimika. Di

daerah pertambangan emas terbesar kedua di dunia itu, pemerintah benar-benar tak mau ambil pusing. Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng secara bulat menolak sawit dengan menerbitkan surat keputusan

penghentian total aktivitas PT Pusaka Agro Lestari (PAL), perusahaan perkebunan ke-lapa sawit di kawasan hutan Iwaka, Jalan Trans Timika-Paniai.

Bupati Omaleng mengatakan, pihaknya mencabut izin PT PAL meskipun perusa-haan itu telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan dari Pemerin-tah Pusat sejak 2010.

Alasan utama mencabut izin operasi PT PAL, karena perusahaan itu dinilai telah merusak kawasan hutan Mimika sebagai penyanggah utama sumber air dan eko-sistem di kampung-kampung wilayah pesi-sir selatan Mimika.

“Keputusan ini kami ambil semata-mata, karena memikirkan kepentingan masyarakat Mimika. Terutama Suku Ka-moro yang hidup di wilayah pesisir. Kalau

hutan rusak, bagaimana nasib anak cucu mereka ke depan. Kami tidak melihat ada keuntungan dari usaha perkebunan kelapa sawit untuk masyarakat lokal,” kata Bupati Omaleng.

Pada Desember 2014, Bupati Omaleng bersama Wakil Bupati Yohanis Bassang, Kapolres Mimika AKBP Jermias Rontini dan Komandan Kodim 1710 Mimika Let-kol Inf Rafles Manurung, mendatangi lo-kasi PT PAL di kawasan hutan Iwaka, Jalan Trans Timika-Paniai.

Setiba di lokasi PT PAL, Kabag Hukum Pemkab Mimika Sihol Parningotan memba-cakan surat keputusan bupati Mimika soal penghentian operasional dan pencabutan izin perusahaan perkebunan kelapa sawit itu.

Surat pencabutan izin operasional PT PAL, kemudian diserahkan kepada salah satu pejabat perusahaan itu.

Saat rombongan Bupati Omaleng hen-dak meninggalkan lokasi PT PAL, terjadi-lah aksi perlawanan oleh pemilik hak ulayat dan buruh perusahaan itu, karena menilai keputusan Pemkab Mimika bersifat sepi-hak dan tidak memikirkan nasib mereka yang menggantungkan hidup di PT PAL.

Mobil-mobil rombongan pejabat Pemkab Mimika, menjadi sasaran amukan warga. Bahkan mobil pribadi Bupati Omaleng hendak dilempar dengan batu oleh salah seorang warga. Namun aksinya tersebut di-hentikan oleh aparat.

Siap DigugatBupati Omaleng mengaku, siap melaya-

ni gugatan manajemen PT PAL maupun warga pemilik hak ulayat atas perusahaan itu. “Silahkan, kami siap menghadapi itu.

Kalau PT PT PAL dan pemilik ulayat mau menggugat, pemerintah daerah Mimika siap menghadapi itu,” tegas Bupati Oma-leng.

Bupati Omaleng meminta dukungan aparat keamanan dari Polres Mimika dan Kodim 1710 Mimika, untuk mengawasi aktivitas di PT PAL pascapencabutan izin operasi perusahaan itu.

“Nanti akan dicek terus. Kalau orang-orang itu masih ada dan melakukan aktivitas, tangkap dan proses mereka,” ujarnya.

Sejak dilantik menjadi Bupati Mimika pada 6 September 2014, Bupati Omaleng mengaku, telah menerima banyak masu-kan baik dari kalangan gereja, lembaga adat suku Kamoro (LEMASKO) dan berb-agai pihak lainnya yang tidak menghendaki

adanya investasi perkebunan kelapa sawit di Mimika.

Berbagai lembaga itu menduga, investasi perkebunan kelapa sawit hanyalah modus untuk melakukan perambahan hutan deng an tujuan utama mengambil hasil kayu untuk dikirim ke luar Papua.

Investasi perkebunan kelapa sawit, juga dinilai mengancam kelangsungan hidup Suku Kamoro di wilayah pesisir, memati-kan sumber air sungai dan ekosistem ling-kungan lainnya. Mengingat warga Suku Ka-moro menggantungkan hidup dari usaha mencari dan mengumpulkan hasil kekay-aan, yang disediakan oleh alam (hidup se-bagai peramu).

Perwakilan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (LEMASKO), Marianus Maknaipeku mengapresiasi keputusan Bu-pati Omaleng, yang telah menutup aktivi-tas PT PAL demi menjamin kelangsungan masa depan generasi muda Suku Kamoro di Mimika.

PT PAL mendapatkan HGU Perkebu-nan dari Pemerintah Pusat sejak 2010, untuk mengembangkan perkebunan kela-pa sawit pada lahan seluas 39 ribu hektare. Sebelum terbitnya HGU Perkebunan dari Pemerintah Pusat, perusahaan itu telah mengantongi izin atau rekomendasi dari Bupati Mimika sejak 2007.

Lokasi perkebunan PT PAL, tersebar mulai dari Sungai Kamoro di timur hingga Sungai Mimika di barat Jalan Trans Timi-ka-Paniai. Hingga 2014, perusahaan itu merencanakan membuka kawasan hutan seluas 4.000 hektare untuk ditanami ke-lapa sawit. (Jery Omona, Jurnalis Papua/Dari berbagai sumber)

Jika sebelumnya relasi masyarakat asli dengan tanah sangat dipengaruhi oleh gagasan filosofis dan religius, dalam pola baru itu relasi masyarakat dengan lahan cenderung hanya berbasis ekonomis

PEMBUKAAN lahan kelapa sawit dapat merusak kualitas air tawar. PERKEBUNAN kelapa sawit di Keerom, Jayapura.

IST

Page 16: disaksikan Wakil Ketua Badan Pengurus, Yohanes Deikme ...

BULETIN LANDASTAHUN IXko su tau kah16 Edisi 89 | Maret-April 2015

SEKRETARIS Eksekutif LPMAK, Emanuel kemong ketika memberikan keterangan dihadapan wartawan media cetak dan elektronik di Timika terkait dengan keberadaan tim transisi LPMAK yang dibentuk oleh Bupati Mimika.

harian beserta rangkaian program LPMAK masih terus dan rutin berjalan. Bahkan pada Januari 2015, Klaus Wamafma selaku Pimpinan SLD PT Freeport, me-nyatakan komitmen Freeport untuk terus membiayai program LPMAK selama tahun 2015 men-datang.

Jadi tak heran bila, hingga Maret 2015, aktivitas perkan-toran LPMAK serta pelayanan ke-pada masyarakat berjalan seperti biasanya. Tujuannya, untuk me-nyelesaikan seluruh rencana pro-gram kerja LPMAK selama tahun 2015, dan tentunya di waktu mendatang seperti sebelumnya tanpa kendala dan intervensi dari pihak manapun.

Atas maksud tersebut, Bupati Mimika sempat mengajukan surat kepada PT Freeport, berisikan, memintah kepada PT Freeport untuk membekukan LPMAK dan programnya. Permintaan bupati itu telah dijawab PT Freeport ke-pada Bupati Eltinus Omaleng, dengan kabar bahwa tak segam-pang yang dipikirkan Bupati Mimika.

Surat balasan PT Freeport ke-pada Bupati Mimika, baru diketa-hui pimpinan pelaksana LPMAK, Emanuel Kemong, Rabu (4/3). Surat itu ditandatangani oleh Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik Soecipto (kini mantan), ter-tanggal 1 Januari 2015.

Rozik Soecipto dalam surat menjawab surat dari Pak Bupati tentang pembekuan atau pember-hentian program LPMAK. Rozik selaku pimpinan PTFI waktu itu, menjawab tentang permintaan Bupati Eltinus Omaleng.

“Oleh karena itu, permintaan Bapak Bupati dalam surat terse-but, yang berhubungan dengan perihal pemberhentian pendana-tindaklanjuti melalui suatu proses evaluasi terhadap LPMAK atas dasar kesepakatan badan mu-syawarah,” kata Emanuel mengu-tip surat resmi PT Freeport yang ditujukan juga kepada Bupati Mimika itu.

Berdasarkan surat itu pula, Ema n uel Kemong selaku pimpin-an pelaksana Program LPMAK men jelaskan ulang tentang Angg-aran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) LPMAK, sep-erti dimaksud juga oleh manaje-men PT Freeport dalam surat tersebut.

Semua keputusan mesti me-lalui mekanisme dan aturan yang ditetapkan dan dijalankan oleh

LPMAK selama ini. “Di LPMAK ada mekanisme, ada proses ten-tang keberlanjutan program lem-baga ini, biasanya melalui rapat setingkat Badan Musyawarah,” tegasnya.

Rapat yang dimaksud bila ter-jadi situasi ancaman terhadap LPMAK, kata Emanuel, kalau mau dilakukan pembekuan atau pemberhentian terhadap LPMAK maka harus ada rapat luar biasa dengan alasan-alasan tertentu. Salah satu alasan yang biasa dipa-kai adalah hasil audit dari akunt-an publik, tentang bagaimana dan apakah LPMAK menggunakan dana publik standar keuangan yang berlaku?

“Kalau terjadi penyimpangan, maka terjadi no opinion atau tidak memberikan pendapat bi-asanya. Padahal kita LPMAK se-lama lima tahun terakhir ini di-anggap wajar tanpa pengecualian (WTP),” ulasnya.

Audit keuangan dan program LPMAK itu dilakukan oleh Tim Auditor Independen dari luar lembaga (LPMAK), yakni Ernest Young tahun 2013. Sedangkan Audit 2014 oleh Ernest Young

dan Delotte belum dipublis.Hampir setiap tahun sekali,

LPMAK melakukan audit keuang-an dan program oleh lembaga eksternal, sebagai bentuk tang-gungjawab internal maupun kepa-da masyarakat sebagai penerima dan PT Freeport sebagai pendo-nor dana tunggal.

“Dengan dasar itu, kami masih diberi kepercayaan oleh PT Free-port untuk melanjutkan program-program LPMAK,” tegas pimpi-nan LPMAK itu.

Artinya, tanpa pemberitahuan langsung kepada LPMAK, PT Freeport tak mungkin melakukan aksi merubah keputusannya sepi-hak.

“Maka itu saya mengimbau kepada masyarakat penerima manfaat program pendidikan, ke-sehatan dan ekonomi kerakyatan, bahwa Freeport tetap mendanai terus, dengan program-program yang sudah ada,” tekannya, ber-patokan pada AD/ART LPMAK serta belum adanya surat dari Freeport mengenai pembekuan dana dan program LPMAK.

Malah sebaliknya, Freeport dan Pemerintah Daerah setempat

merupakan bagian dalam struktur kepengurusan lembaga (LPMAK). Seperti di Badan Musyawarah (BM LPMAK) terdapat para pe-mangku kepentingan (stakehol-der), dalam hal ini wakil pemer-intahan adalah Bupati, Ketua DPRD Mimika serta perangkat-perangkat lain di Bagian Badan Pengurus (BP LPMAK) di dalam struktur organisasi LPMAK.

“Hal-hal yang berhubungan dengan LPMAK, jika ada sesuatu maka akan dibahas dalam rapat. Mekanisme dasarnya mengatur seperti itu, sesuai AD/ART, jika ada sesuatu yang kurang bagus di LPMAK, maka itu dibahas di rapat badan musyawarah,” pesan-nya mengingatkan.

Berdasarkan alasan tersebut, pimpinan LPMAK mengimbau kepada penerima manfaat pro-gram agar berjalan seperti biasa, tak terkecoh dengan pemberitaan di media massa oleh oknum ter-tentu atas nama pemerintah atau segelintir kepentingan di luar ke-pentingan umum.

“Saya sudah telpon kepada penerima beasiswa, bahwa bea-siswa jalan terus. Juga

kepada penerima manfaat eko-nomi, dari beragam suku, bahwa program tetap berjalan untuk meningkatkan kualitas hidup,” jelasnya kepada wartawan dalam konferensi pers itu.

Berkaitan isu yang beredar me ng atasnamakan jabatan dan ke kuasaan Bupati Mimika, se-wa jarnya dilakukan sesuai meka-nisme dan prosedur yang termak-tub dalam AD/ART LPMAK. Sebab, tak hanya sebatas kepen-tingan segelintir, tapi kepentin-gan pemerintah daerah dalam melayani kepada masyarakat, juga sesuai dengan kesepaka-tan dan muatan kerjasama an-tara LPMAK dan pemerintah daerah Mimika melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD), sesuai misi mengo laborasi dan mensiner gikan program LPMAK dan pemerintah daerah Mimika. (willem bobi)

“Pembekuan LPMAK tak Segampang itu, Ada Mekanismenya”

SURAT Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Mimika, bernomor 359 tentang Pembentukan Tim Transisi dan Pembekuan Lem-baga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) tak berpengaruh terhadap ma-syarakat penerima manfaat pro-gram LPMAK dari pesisir sampai pegunungan Kabupaten Mimika.

Seperti diungkapkan Sekretaris Eksekutif (SE) LPMAK, Emanuel Kemong, program LPMAK terus berlanjut tanpa batas, sejauh pro-gram pemberdayaan masih diper-cayakan PT Freeport Indonesia kepada masyarakat lokal.

Alasannya, keinginan segelintir orang berjalan tanpa sepenge-tahuan pimpinan LPMAK baik melalui Badan Internal LPMAK perwakilan pemerintah daerah maupun perwakilan PT Freeport Indonesia.

“Pernyataan-pernyataan di me dia hasil rapat (Tim Transisi LPMAK) menggelisahkan banyak orang, karena itu saya wajib me-nyampaikan pesan resmi kepada publik,” tegas Emanuel Kemong saat konferensi pers di Kantor LPMAK Jalan Yos Sudarso Timi-ka, Rabu (4/3).

Emanuel Kemong mengaku, akibat pemberitaan-pemberitaan me ngenai LPMAK, menyebab-kan ponselnya berdering hampir sepanjang hari, siang dan malam. “Saya mendapat telpon banyak, dari peserta beasiswa, jumlahnya banyak,” lanjutnya.

Selain peserta beasiswa, pang-gilan seluler dan pesan singkat dari para mitra LPMAK di Timi-ka mau pun luar Timika, terma-suk pegawai LPMAK mengenai pembe ritaan dari sekelompok orang yang mengatasnamakan Tim Transisi LPMAK.

Menurut Emanuel, pemberita-an itu tak melibatkan pihaknya, selaku pimpinan pelaksana pro-gram LPMAK. “Sampai hari ini, tidak ada pengumuman resmi dari PT Freeport kepada LPMAK tentang penutupan atau pember-hentian LPMAK,” tegasnya.

Dia menyebutkan, sewajarnya perihal mengenai pengelolaan da na Kemitraan PT Freeport itu, mestinya disampaikan juga kepa-da LPMAK jika Freeport menge-luarkan pernyataan atau men-ginstruksikan lembaga pengelola dana kemitraan itu ditutup atau diberhentikan.

Sebaliknya kata Emanuel, ses-uai fakta yang berjalan sampai Maret 2015, sistem operasional

WILLEM BOBI