DIMENSI Hari Ini
-
Upload
a-yuno-vitatrisnawati -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
description
Transcript of DIMENSI Hari Ini
DIMENSI-DIMENSI PEMBANGUNAN
Pembangunan memiliki berbagai dimensi, antara lain dimensi sistem,
dimensi teknologi, dimensi administrasi, dimensi ekonomi, dimensi sosial,
dimensi politik serta pertahanan keamanan. Penjelasan lebih lanjut dari masingmasing
dimensi akan dipaparkan pada uraian sebagai berikut :
Dimensi Sistem
Sistem suatu kesatuan yang terdiri dari elemen-elemen (unsur-unsur) yang saling
berkaitan (berinteraksi) dan memiliki tujuan atau fungsi tertentu, Dimensi sistem
dalam pembangunan meliputi sistem sosial, sistem ekonomi, sistem alam/fisik,
sistem politik, dan sebaginya.
Dimensi Teknologi:
Pembangunan merupakan tindakan teknologis karena pembangunan mempunyai
kekuatan mengubah seperti sifat-sifat teknologi. Teknologi adalah pengetahuan
yang bersifat preskriptiif atau berisi resep-resep untuk mengubah atau
meciptakan sesuatu yang baru. Dengan demikian dimensi teknologi dalam
pembangunan adalah adanya atau terciptanya nilai tambah dari proses atau
pelaksanaan pembangunan, Jadi pembangunan harus dapat menciptakan nilai
tambah (value aded).
Dimensi adminsitrasi
Inti dari administrasi adalah kerjasama untuk mencapai tujuan. Pembangunan
merupakan kegiatan kerjasama dari semua unsur yang terlibat untuk
menciptakan keadaan masyarakat yang baru yang lebih baik yaitu masyarakat
yang sejahtera.
Dimensi ekonomi:
Pembangunan berkaitan dengan upaya mengembangkan /membangun pasar
(penawaran dan permintaan) di suatu tempat, daerah, negara serta internasional.
Dimensi sosial:
Pembangunan berkaitan dengan upaya menciptakan kehidupan masyarakat yang
rasional, dinamis, produktif, aman dan berkeadilan.
Dimensi politik:
Pembanguan merupakan bagian penting keputusan politik. Pembangunan
berkaitan dengan upaya membangun kehidupan demokrasi yang sehat dan
pembentukan masyarakat madani.
Pembangunan Masyarakat (Community Development)
Pembangunan masyarakat perlu dipahami dengan benar sehingga dapat menjadi ruh yang
menggerakkan pelaksanaan program pembangunan kehutanan berbasis masyarakat. Terdapat dua
dimensi dalam pembangunan masyarakat yaitu bagaimana membangun keberdayaan atau
kapasitas masyarakat (community organizing) dan membangun ekonomi rakyat (economic
development). Dimensi kedua (economic development) pada umumnya merupakan dampak dari
dimensi pertama, yang dilengkapi atau disertai dengan adanya subsidi atau bantuan pihak
eksternal. Kebanyakan pelaksanaan pembangunan lupa pada dimensi yang pertama karena lebih
fokus pada dimensi kedua tersebut, sehingga yang terjadi program pembangunan lebih bersifat
karikatif dibandingkan memberi solusi terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat. Oleh
karena itu, perlu digarisbawahi bahwa yang menjadi entry point atau tiutik masuk agar tercapai
tujuan pembanguan kehuatan berbasis masyarakat adalah dimensi pertama yaitu meningkatkan
keberdayaan masyarakat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikan pembangunan masyarakat (community
development) sebagai : "the process by which the efforts of the people themselves are united with
those of governmental authorities to improve the economic, social and cultural conditions of
communities, to integrade these communities into the life of the nations, and to enable them to
contribute fully to national progress" (Ndraha, 1990).
Rumusan di atas menekankan bahwa pembangunan masyarakat merupakan upaya membangun
dan meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih
baik/berdaya sehingga mampu berpartisipasi secara penuh dalam pembangunan.
Menurut Du Sautoy (1962), terdapat tiga hal penting sehingga suatu program dapat dikatakan
sebagai program yang berbasis community development. Apabila ketiga hal tersebut diabaikan
maka kegiatan yang dilaksanakan dianggap bukan kegiatan yang membangun masyarakat
(community development) melainkan pembangunan yang diperuntukan bagi masyarakat (work
for). Ketiga elemen tersebut adalah: (1) pelaksanaan program harus dapat menciptakan “self
help” masyarakat, (2) program harus sesuai dan mengedepankan kebutuhan masyarakat, dan (3)
pelaksanaan program harus dilaksanakan secara terintegrasi dengan mengaitkan berbagai
dimensi dan sektor.
1. Membangun “Self Helf” Masyarakat
Membangun “self help” masyarakat merupakan inti dari kegiatan community development. Self
help disini dapat dimaknai dengan kemandirian. Dengan demikian, fungsi yang harus dijalankan
oleh pelaksana program kehutanan berbasis masyarakat adalah membantu masyarakat untuk
dapat membantu dirinya sendiri atau membangun kemandirian (helping people to help them
self). Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang memiliki kapasitas atau keberdayaan
sehingga memiliki rasa percaya diri yang tinggi atas kemampuannya dan tidak tergantung pada
pihak lain. Hal ini berarti, program pembangunan kehutanan berbasis masyarakat harus
berangkat dari upaya memberdayakan masyarakat, bukan upaya atau kegiatan yang bersifat
karikatif. Memberdayakan masyarakat sekitar hutan merupakan upaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat masyarakat sekitar hutan yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain
memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat bukan merupakan kegiatan yang bersifat simultan, yang langsung
terlihat hasilnya. Kegiatan pemberdayaan merupakan kegiatan investasi jangka panjang, di mana
membutuhkan proses yang berkesinambungan sehingga tercapai hasil yang diinginkan yaitu
masyarakat yang berdaya. Hal inilah yang belum terakomodir dalam pelaksanaan program
pembangunan kehutanan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendekatan pembangunan kehutanan
adalah pendekatan keproyekan sehingga pengelolaannya didasarkan pada manajemen proyek,
artinya pelaksanaan program pembangunan kehutanan lebih didasarkan pada kepentingan-
kepentingan rutin “proyek” semata, yang pada umumnya bersifat jangka pendek. Tolok ukur
keberhasilannyapun adalah tolok ukur keproyekan yaitu proyek dianggap sukses jika
anggarannya dapat dihabiskan, sementara pada kenyataannnya masyarakat tetap dalam kondisi
belum berdaya.
Walaupun secara konseptual pemberdayaan masyarakat oleh para birokrat dianggap penting
sehingga dimasukkan dalam berbagai program pembangunan (termasuk pembangunan
kehutanan). Namun secara faktual, kegiatan pemberdayaan masyarakat yang membutuhkan
proses dalam pencapaian tujuannya kelihatannya belum dipertimbangkan sebagai kegiatan
investasi yang memberikan manfaat jangka panjang, bahkan cenderung dianggap sebagai beban
anggaran. Memang harus diakui bahwa upaya memberdayakan masyarakat sekitar hutan
merupakan investasi yang hasilnya tidak dapat dilihat secara langsung, namun baru dapat dilihat
dan dinikmati dalam jangka panjang di beberapa tahun ke depan. Akan tetapi dalam jangka
panjang pemanfaatan tenaga kerja yang terampil dalam mengelola hutan, sebagai hasil dari
kegiatan pemberdayaan, akan segera mensubstitusi pengorbanan tersebut. Perlu disadari bahwa
kemakmuran bangsa bukan disebabkan oleh akumulasi kekayaan sumberdaya alam melainkan
dengan cara membangun sebanyak mungkin tenaga produktif sehingga tercipta kekuatan
swadaya bangsa yang mampu mengelola sumberdaya alam tersebut dengan baik
Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan merupakan proses edukasi (community education),
artinya keberdayaan masyarakat dapat tercipta melalui proses mendidik masyarakat yang
dilakukan melalui pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (P3). Tujuan dari P3 adalah
pertama, mendorong masyarakat untuk melihat peluang-peluang yang ada untuk merencanakan
pembangunan hingga menikmati hasilnya. Kedua, mendorong masyarakat untuk menentukan
program pembangunan berasas lokal tapi berorientasi global. Ketiga, mendorong masyarakat
untuk mempunyai kemampuan dalam mengontrol masa depannya sendiri. Keempat, mendorong
masyarakat untuk menguasai lingkungan sosialnya.
Intervensi pemberdayaan dilakukan dengan cara mengelola potensi yang ada pada masyarakat
tetapi belum diberdayakan untuk menjadi suatu kekuatan sehingga dapat tercapai dampak/hasil
yang lebih besar dari suatu kegiatan bersama. Dalam konteks pembangunan, artinya masyarakat
diizinkan menggunakan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program pembangunan, tetapi pada saat yang bersamaan
mereka harus secara penuh bertanggung jawab atas hasil yang dicapai (entah baik atau buruk).
Artinya bahwa pembangunan masyarakat menekankan pada upaya meningkatkan dan
mengembangkan kapasitas, di mana masyarakat tidak sekadar dilibatkan sebagai partisan biasa,
tetapi menjadikan mereka sebagai pelaku utama dari program tersebut.
2. Program harus sesuai dan mengedepankan kebutuhan masyarakat
Keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh seberapa jauh kegiatan yang ditawarkan
dianggap penting oleh masyarakat, berikutnya adalah apakah struktur dan proses kegiatan sesuai
dengan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (Ife, 1995). Oleh karena itu, perlu dicermati,
apakah kriteria yang disebutkan Ife tersebut telah terakomodasi dalam program pembangunan
kehutanan?
Masih terasa adanya nuansa top down dalam pelaksanaan program pembangunan kehutanan.
Penyusunan program pembangunan masih didasarkan atas pemikiran para birokrat atau
pertimbangan di belakang meja, yang menganggap bahwa apa yang disusun telah sesuai dengan
kebutuhan dan demi kepentingan masyarakat. Mekanisme ini disebut sebagai work for bukan
work with karena secara konseptual bertujuan untuk membantu masyarakat. Namun dalam
pelaksanannya, program yang disusun belum sesuai dan belum mempertimbangkan kebutuhan
atau kepentingan masyarakat dan kekhasan setempat. Banyak program disusun tanpa melakukan
identifikasi kebutuhan atau konsultasi publik, sehingga hasil akhir yang dicapai setelah program
dijalankan adalah tidak optimal, kalau tidak mau dikatakan gagal. Kegagalan program
kehutanan, sebagai misal penanaman pohon, disebabkan karena terjadi proses “penyeragaman”
komoditas yang ditanam tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan komoditas lokal yang
menjadi kebutuhan masyarakat, sehingga yang terjadi adalah ketidakberlanjutan
kegiatan/program, karena masyarakat tidak merasa butuh atau tidak merasa penting terhadap
komoditas yang ditawarkan. Akibatnya tidak ada upaya pemeliharaan sehingga persentase
kematian bibit yang ditanam sangat tinggi. Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan
program lebih sebagai tenaga kerja yang orientasinya untuk mendapatkan upah kerja, setelah
upah didapat pekerjaan berhenti.
Di dalam masyarakat banyak terdapat sumberdaya (resources) lokal yang lekat dengan
masyarakat, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sumberdaya inilah yang harus
menjadi fokus program pembangunan, termasuk pembangunan kehutanan, untuk didayagunakan
atau dimanfaatkan sehingga masyarakat semakin mampu memenuhi kebutuhannya yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Dengan demikian,
pembangunan berbasis masyarakat harus diartikan sebagai proses untuk menciptakan hubungan
yang serasi antara sumber-sumberdaya yang ada dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
sehingga tercapai suatu kondisi kesejahteraan yang semakin meningkat (Soetomo 2008)
3. Pelaksanaan program harus dilaksanakan secara terintegrasi
Terdapat berbagai dimensi dalam kegiatan pembangunan berbasis masyarakat yang harus
dipertimbangkan, yaitu ekonomi, politik, personal/spritual, budaya, sosial, dan lingkungan
masyarakat (Ife, 1995). Keenam dimensi tersebut harus terintgrasi atau harus ada dalam
program-program pembangunan berbasis pembangunan masyarakat, walaupun bisa saja
penekanannya berbeda-beda antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain. Artinya boleh
jadi sebuah program pembangunan menekankan pada satu dimensi atau menjadi entry point
program namun tidak boleh mengabaikan dimensi lainnya. Sebagai contoh, pada suatu
masyarakat yang sudah memiliki kapasitas di bidang ekonomi yang kuat, namun ternyata
lingkungan sekitarnya rusak maka yang menjadi penekanan atau entry point program adalah
pada aspek penegelolaan lingkungan namun tetap memerlukan dukungan dari dimensi lainnya.