diksi dan gaya bahasa

35
BAB I DIKSI DAN GAYA BAHASA A. KATA DAN PILIHAN KATA 1. Kata Dan Gagasan Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas poposional, yang berarti ia mempunyai komposisi tertentu baik monologis maupun morfologis dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas. (Gorys Keraf, Hal. 21) Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata itu mengandung makna bahwa tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Atau dengan kata lain, kata- kata adalah penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Bila kita menyadari bahwa kata adalah alat penyalur gagasan, maka hal itu berarti semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. (Gorys Keraf, Hal. 21) Tidak dapat disangkal bahwa penguasaan kosa kata adalah bagian yang terpenting dalam dunia perguruan tinggi. Prosesnya mungkin lamban dan sukar, namun seorang akan merasa lega dan puas, sebab tidak akan sia-sia semua jerih payah yang telah diberikan. Manfaat dari kemampuan yang diperolehnya itu akan lahir dalam bentuk penguasaan terhadap pengertian-pengertian yang 1

description

Pilihan kata sering disebut pula dengan diksi. Dalam menulis, pemilihan kata merupakan salah satu unsur penting, demikian juga dalam bertutur sapa setiap hari. Dalam bahasa mana pun, gagasan diwujudkan dalam bentuk kata atau rangkaian kata-kata. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai suatu bahasa, seseorang harus menguasai sejumlah kata di dalam bahasa tersebut. Seseorang yang menguasai banyak kosa kata dapat menyampaikan gagasannya dengan baik. Namun, akan lebih baik jika dalam mengungkapkan gagasannya, ia dapat memilih atau menempatkan kata secara tepat dan sesuai. Pilihan kata pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata yang dapat menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar.

Transcript of diksi dan gaya bahasa

Page 1: diksi dan gaya bahasa

BAB I

DIKSI DAN GAYA BAHASA

A. KATA DAN PILIHAN KATA

1.Kata Dan Gagasan

Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan

mobilitas poposional, yang berarti ia mempunyai komposisi tertentu baik

monologis maupun morfologis dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas.

(Gorys Keraf, Hal. 21)

Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata itu mengandung makna bahwa

tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Atau dengan kata lain,

kata-kata adalah penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Bila

kita menyadari bahwa kata adalah alat penyalur gagasan, maka hal itu berarti

semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau

gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. (Gorys Keraf, Hal.

21)

Tidak dapat disangkal bahwa penguasaan kosa kata adalah bagian yang

terpenting dalam dunia perguruan tinggi. Prosesnya mungkin lamban dan sukar,

namun seorang akan merasa lega dan puas, sebab tidak akan sia-sia semua jerih

payah yang telah diberikan. Manfaat dari kemampuan yang diperolehnya itu akan

lahir dalam bentuk penguasaan terhadap pengertian-pengertian yang tepat bukan

sekedar mempergunakan kata yang hebat tanpa isi. Dengan pengertian-pengertian

yang tepat itu, kita dapat pula menyampakan pikiran kita secara sederhana dan

langsung.

2. Pilihan Kata

Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan

oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan hanya dipergunakan untuk menyatakan

kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan.

Tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan. Fraseologi

1

Page 2: diksi dan gaya bahasa

mencakup persoalan kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang

menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa

sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang indifidual

atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.

Pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata, tetapi

juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat juga diterima atau tidak

merusak suasana yang ada. Sebuah kata yang tepat untuk menyatakan suatu

maksud tertentu, belum tentu dapat diterima oleh para hadirin atau orang yang

diajak bicara. Masyarakat yang diikat oleh beberapa norma, menghendaki pula

agar setiap kata yang dipergunakan harus cocok atau serasi dengan norma norma

masyarakat, harus sesuai dengan situasi yang dihadapi. (Gorys Keraf, Hal. 24)

Dengan uraian yang singkat ini, dapat diberikan tiga kesimpulan utama

mengenai diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata

mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk

pengelompokan kata kata yang tepat atau menggunakan ungkapan ungkapan yang

tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua,

pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara nuansa-nuansa

makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan

bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok

masyarakat pendengar.Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya

dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata

bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu

bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. (Gorys Keraf,

Hal. 24)

Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk

menyatakan sesuatu. ( Arifin, 2009 Hal. 28)

Diksi adalah Pemilihan sebuah kata yang tepat untuk menyampaikan

sebuah gagasan atau sebuah ide. (Saya)

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat

apa yang ingin disampaikannya., baik lisan maupun tulisan. Disamping itu,

pemakaian pilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tepat penggunaan.

2

Page 3: diksi dan gaya bahasa

3. Makna Kata

Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung

dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna. Bentuk atau

ekspresi adalah segi yang dapat diserap dengan pancaindra, yaitu dengan

mendengar atau degan melihat. Sedangkan sisi atau makna adalah segi yang

menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan

aspek bentuk tadi. (Gorys Keraf, Hal. 25)

Contoh :

“Maling!” (Gorys Keraf, Hal. 25)

Keterangan :

Pada waktu orang berteriak “Maling!” timbul reaksi dalam pikiran kita bahwa ada

seorang telah berusaha untuk mencuri barang atau milik orang lain. Sedangkan

makna atau isi adalah reaksi yang timbul pada orang yang mendengar.

“Banjir !” (Saya)

Keterangan :

Pada saat orang berkata “Banjir !” timbul reaksi dalam fikiran kita bahwa

adanya air yang menggenagi suatu tempat atau daerah. Sedangkan makna atau isi

adalah reaksi yang timbul pada orang yang mendengar.

Reaksi yang timbul itu dapat terwujud pengertian atau tindakan atau kedua-

duanya. Karena dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan dengan “kata”

yang menggenangi sebuah daerah atau tempat. Sedangkan reaksi yang timbul

pada orang yang mendengar itu adalah makna atau isitetapi dengan suatu kata

yang mendukung suatu amanat. Maka ada beberapa unsur yang terkandung dalam

ujaran kata yaitu: pengertian, perasaan, nada dan tujuan. (Gorys Keraf, Hal. 25)

Pengertian merupakan landasan dasar untuk menyampaikan hal-hal tertentu

kepada pendengar atau pembaca dengan mengharapkan reaksi tertentu. Perasaan

lebih mengarah kepada sikap pembicara terhadap apa yang dikatakannya,

bertalian dengan nilai rasa terhadap apa yang dikatakan pembicara atau penulis.

3

Page 4: diksi dan gaya bahasa

Nada mencakup sikap pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembaca.

Sedangkan tujuan yaitu efek yang ingin dicapai oleh pembicara atau penulis.

Memahami semua hal itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari seluruh usaha

untuk memahami makna dalam komunikasi.

4. Macam-macam Makna

Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas makna yang

bersifat denotatif dan makna kata yang bersifat konotatif.

a. Makna Denotatif

Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna

wajar ini adalah makna yang sesuai apa adanya. (Arifin, 2009, Hal. 28)

Makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung makna atau perasaan

tambahan. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 27)

Makna denotatif adalah sebuah kata yang didalamnya tidak terdapat makna

tambahan. (Saya)

Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, yaitu pertama

relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya. Kedua relasi

antara sebuah kata dengan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang

diwakilinya.

Dalam bentuk murni, makna denotatif dihubungkan dengan bahasa ilmiah.

Seorang penulis hanya ingin menyampaikan informasi kepada kita, dalam hal ini

khususnya bidang ilmiah, akan berkecenderungan untuk menggunakan kata-kata

yang denotatif. Sebab pengarahan yang jelas terhadap fakta yang khusus adalah

tujuan utamanya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 28)

Contoh :

1. Rumah itu luasnya 250 meter persegi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 27)

2. Makan. (Arifin, 2009 Hal. 28)

3. Ada seratus orang yang mengikuti lomba itu. (Saya)

4

Page 5: diksi dan gaya bahasa

Keterangan :

Pada contoh diatas semuanya mengandung makna denotatif, karena semua kata

diatas tidak mengandung makna atau perasaan tambahan.

b. Makna konotatif

Konotasi atau makna konotatif disebut juga dengan makna konotasional,

makna emotif, atau makna evaluatif. Maka konotatif adalah suatu jenis makna

dimana stimulus dan respons mengandung nilai nilai emosional. Makna konotatif

sebagian terjadi Krena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju – tidak

setuju, senang – tidak senang, (Gorys Keraf, 2009 Hal. 29)

Memilih konotasi, seperti yang sudah disinggung diatas, adalah masalah

yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan memilih denotasi. Oleh karena

itu, pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat

konotatif. Bila sebuah kata mengandung konotasi yang salah, misalnya kurus-

kering untuk menggantikan kata ramping dalam sebuah konteks yang saling

melengkapi, maka kesalahan semacam itu mudah diketahui dan diperbaiki. Sangat

sulit adalah perbedaan makna antara kata-kata yang bersinonim, tetapi mungkin

mempunyai perbedaan arti yang besar dalam konteks tertentu.

Sering sinonim dianggap berbeda hanya dalam konotasinya. Kenyataannya

tidak selalu demikian. Ada sinonim-sinonim yang memang hanya mempunyai

makna denotatif, tetapi ada juga sinonim yang mempunyai makna konotatif.

Misalnya, kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, berpulang memiliki

denotasi yang sama yaitu “ peristiwa dimana jiwa seseorang telah meninggalkan

badannya”. Nanun kata wafat, meninggal, berpulang mempunyai konotasi

tertentu, yaitu mengandung nilai kesopanan atau dianggap lebih sopan, sedangkan

mangkat memiliki konotasi lain yaitu mengandung nilai “kebesaran” dan gugur

mengandung nilai keagungan dan keluhuran. Sebaliknya kata persekot, uang

muka, atau panjar hanya mengandung makna denotatif. (Gorys Keraf, 2009 Hal.

30)

5

Page 6: diksi dan gaya bahasa

Makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sebenarnya. (Widjono,

2008 Hal. 105)

Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat

dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah

makna konseptual. (Arifin, 2008 Hal. 29)

Makna konotatif adalah makna kata yang mengandung perasaan arti

tambahan, perasaan tertentu. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 28)

Makna konotatif adalah makna yang didalamnya terdapat arti tambahan

yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi tertentu. (Saya)

Makna konotatif sifatnya lebih professional dan operasional daripada

makna denotatif. Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain,

makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan kondisi dan situasi tertentu.

Contoh :

1. Rumah = gedung, wisma, graha (Arifin, 2008 Hal. 29)

2. Meluap hadirin yang mengikuti pertemuan itu. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 28)

3. Megawati dan Susilo Bambang Yudoyono Berebut kursi Presiden.

(Widjono, 2008, Hal. 106)

4. Tukang kayu itu membuat jendela. (Saya)

Keterangan :

Semua kata yang bercetak miring diatas merupakan makna konotatif, karena

makna yang ada didalamnya terdapat arti tambahan jika dikaitkan dengan dengan

situasi dan kondisi tertentu.

5. Konteks Linguistis Dan Nonlinguistis

a. Konteks Nonlinguistis

Relasi pertama erat hubungannya konteks nonlinguistik. Konteks

nonlinguistis mencakup dua hal, yaitu hubungan antara kata dan barang atau hal,

dan hubungan antara bahasa dan masyarakat atau disebut juga konteks sosial.

Konteks sosial ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam penggunaan

kata atau bahasa. Penggunaan kata-kata seperti istri kawan saya dan bini kawan

6

Page 7: diksi dan gaya bahasa

saya; buaya darat itu telah melahap semua harta bendanya dan orang itu telah

melahap semua harta bendanya; kami mohon maaf dan kami mohon ampun,

semuanya dilakukan berdasarkan konteks sosial atau situasi yang dihadapi. (Gorys

Keraf, 2009 Hal.32)

Walaupun ada ahli yang menolak konteks nonlinguistik sebagai hal yang telah

berkaitan dengan bahasa, namun seperti tampak dari contoh-contoh di atas,

konteks sosial ini merupakan bagian dari aparat linguistik. Menurut Fifth, konteks

sosial itu mencakup :

1) Ciri-ciri yang relefan dari partisipan; orang-orang atau pribadi-pribadi

yang terlibat dalam kegiatan berbicara. ciri-ciri ini dapat terwujud :

a) aksi ferbal dari partisipan, yaitu setiap orang yang terlibat akan

mempergunakan bahasa yang sesuai dengan situasi atau kedudukan

sosialnya masing-masing.

b) aksi non-ferbal dari partisipan, yaitu tingkah laku non-bahasa (gerak-

gerik, mimik dan sebagainya) yang mengiringi bahasa yang digunakan,

juga dipengaruhi oleh status sosial para partisipan.

2) Obyek-obyek yang relevan; yang berarti bahwa pokok pembicaraan juga

akan mempengaruhi bahasa para partisipan. Jika obyek yang menyangkut

pembicaraan adalah mengenai Tuhan, moral, keluhuran, akan digunakan

kata-kata yang berkonotasi mulia. Bidang ilmu akan mempergunakan

kata-kata ilmiah, dan bidang sastra akan mempergunakan kata-kata yang

khusus untuk kesusastraan.

3) Efek dariaksi verbal; efek yang oleh diharapkan partisipan juga akan

mempengaruhi pilihan kata. Bila seseorang menginginkan suatu

perlakuan yang baik dan manis, maka kata-kata yang digunakan juga akan

sesuai dengan efek yang diinginkan itu.

Dengan demikian, bahasa tyang digunakan bukan hanya semata-mata karena

masalah-masalah kebahasaan, tetapi juga masalah kemasyarakatan, yang bersifat

nonlinguistis.

7

Page 8: diksi dan gaya bahasa

b. Konteks Linguistis

Konteks linguistis adalah hubungan antara unsur bahasa yang satu dengan

unsur bahasa yang lain. Konteks linguistis mencakup konteks hubungan antara

kata dengan kata dalam frasa atau kalimat, hubungan antar frasa dalam sebuah

kalimat atau wacana, dan juga hubungan antar kalimat dalam wacana. (Gorys

Keraf, 2009 Hal. 33)

Dalam hubungan dengan konteks ini, perlu kiranya dikemukakan suatu

pengertian yang disebut kolokasi. Yang dimaksud dengan kolokasi (collocation)

adalah lingkungan leksikal di mana sebuah kata dapat muncul. Misalnya, kata

gelap berkolokasi dengan kata malam, dan tidak pernah berkolokasi dengan kata

baik atau jahat; dengan demikian kita dapat memperoleh konstruksi malam gelap.

Dengan dasar ini dapat di pelajari betapa jangka kolokasional dari kata-kata dalam

suatu bahasa. Kata seorang hanya bisa dipakai bagi manusia atau malaikat atau

dewa. Tetapi tidak pernah untuk binatang atau makhluk tak bernyawa.

Dalam konteks linguistik dapat muncul pengertian tertentu akibat perpaduan

antara dua buah kata, misalnya: rumah ayah mengandumg pengertian “Milik”

rumah batu mengandumg pengertian dari atau bahannya dari. (Gorys Keraf, 2009

Hal. 33)

B. PENDAYAGUNAAN KATA DAN KETEPATAN PILIHAN KATA

1. Ketetapan Pilihan Kata

Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan

pokok, yaitu pertama, ketetapan pilihan kata untuk mengungkapkan sebuah

gagasan, hal atau barang yang akan diamatkan. Kedua, kesesuaian atau kecocokan

dalam mempergunakan kata. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 87)

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk

menimbulkan gagasan yang tepat dalam imajinasi pembaca atau pendengar,

seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan penulis atau pembicara. Ketepatan

8

Page 9: diksi dan gaya bahasa

makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui

bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (kata) dan referensinya. (Gorys Keraf,

2009 Hal. 87)

Bila kita mendengar seorang berkata “Roti” maka tidak ada seorangpun

berfikir tentang suatu barang yang terdiri dari tepung, air, ragi, mentega, yang

telah dipanggang. Semua oaring berfikir kepada esensinya yaitu jenis makanan

entah itu disebut roti, bread, cake, panis atau apa saja istilahnya. Bunyi yang kita

dengar atau bentuk rangkaian huruf yang kita kita baca akan langsung

mengarahkan kepada jenis makanan tersebut.

Itulah sebabnya, dikatakan bahwa kata adalah sebuah rangkaian bunyi atau

simbol tertulis yang menyebabkan orang berfikir tentang suatu hal. Dengan kata

lain, arti kata adalah persetujuan atau konveksi umum tentang interrelasi antara

sebuah kata dengan referensinya (barang atau hal yang diwakilinya). (Gorys

Keraf, 2009. Hal. 88)

2. Persyaratan Ketetapan Diksi

Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata unruk menimbulkan gagasan

yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang difikirkan atau

dirasakan oleh penulis atau pembicara. (Gorys Keraf, 2009. Hal. 88)

Beberapa butir perhatian dan persoalan berikut hendaknya diperhatikan

setiap orang agar bisa mencapai ketepatan pilihan katanya itu.

1) Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata yang

mempunyai makna yang mirip satu sama lain, ia harus menetapkan mana

yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Jika hanya

menginginkan pengertian dasar, maka ia harus memilih kata yang

denotatif. Jika ia menghendaki reaksi emosional, ia harus memakai kata

konotatif.

2) Membedakan kata-kata yang cermat kata-kata yang hampir bersinonim.

Kata yang bersinonim tidak selalu mempunyai distribusi yang saling

9

Page 10: diksi dan gaya bahasa

melengkapi. Oleh sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati

dalam memilih kata, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan.

3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Contoh: Bahwa-

bawah-bawa, karton-kartun dan sebagainya.

4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri.

5) Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing. Contoh : faforable-

faforit, progress-progresif, dan sebagainya.

6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara

ideomatis. Contoh : angat akan bukan ingat terhadap, mengharapkan

bukan mengharap akan dan sebagainya.

7) Untuk menjamin ketetapan diksi, penulis atau pembicara harus

membedakan kata umum dan kata khusus.

8) Mempergunakan kata kata indria yang menunjukkan persepsi yang

khusus.

9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang

terkenal.

10) Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

3. Kata Umum Dan Kata Khusus

1. Kata khusus

a. Nama Diri

Pada umumnya, kita sepakat bahwa nama diri adalah istilah yang paling

khusus, sehingga menggunakan kata-kata tersebut tidak akan menimbulkan salah

paham. Bahwa nama diri ini merupakan kata khusus, tidak boleh disamakan

dengan kata yang denotatif. Contoh; seorang yang bernama Mat Bonang yang

dilahirkan pada tanggal 17, bulan 7, dan tahun 1997, pada dasarnya hanya

memiliki denotasi, dan tidak akan memiliki konotasi lain selain dari penyebut

orang itu.

Tetapi dalam perkembangan waktu, nama diri dapat juga menimbulan

konotasi tertentu. Konotasi ini timbul dari perkembangan yang dialami orang

10

Page 11: diksi dan gaya bahasa

yang menggunakan nama itu. Contoh; Bagi Ibunya, Ahmad yang berumur 1 tahun

adalah anak yang dimanjakan, sedangkaan pada umur 18 tahun ia merupakan anak

yang banyak menimbulkan duka dan cucuran air mata karena sering berkenalan

dengan petugas keamanan. Disini tampak bawa kata yang paling khusus itu tetap

tidak menimbulkan salah paham dalam pengarahannya, tetapi kata itu sudah

menimbulkan konotasi yang berlainan dalam perkembangan waktu. Jadi, sifat

khusus dapat bersifat denotatif maupun bersifat konotatif. (Gorys Keraf, 2009

Hal. 91)

b. Daya Sugesti Kata Khusus

Di samping memberi informasi yang jauh lebih banyak, kata khusus juga

memberi sugesti yang jauh leebih mendalam. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 91)

Perhatikan contoh dibawah ini :

Gelandangan itu bertatih-tatih sepanjang trotoir itu.

Kalimat ini menimbulkan efek yang mendalam. Walaupun sudah terlalu

lazim bagi kota-kota besar, namun kata gelandangan masih memiliki sugesti yang

khusus. Ia bukan saja menyatakan seorang manusia, tetapi juga menyatakan

tentang watak, tampang, dan karakter orang itu.

2. Kata Umum

a. Gradasi Kata Umum

Bila kita beralih dari nama diri kepada kata benda misalnya, maka

kesulitan itu akan meningkat. Semakin umum sebuah kata, semakin sulit pula

tercapai titik pertemuan antara penulis dan pembaca. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 91)

Kata benda sepeti anjing misalnya akan menimbulkan daya khayal yang

berbeda antara penulis dan pembaca. Kita tidak tahu bagaimana tepatnya

pengertian dan cirri-ciri anjing itu. Mungkin penulis membayangkan anjing dari

keturunan herder, sebaliknya pembaca yang membaca kata anjing itu

membayangkan seekor anjing kampong.

11

Page 12: diksi dan gaya bahasa

Sesungguhnya perbedaan antara yang khusus dan umum, bagaimanapun

juga akan selalu bersifat relatif. Sebuah istilah atau kata mungkin dianggap khusus

bila dipertentangkan dengan istilah yang lain, tetapi akan dianggap umum bila

harus dibandingkan dengan kata yang lain. Semakin umum sebuah kata, semakin

sulit bagi pembaca untuk mengetahui apa yang dikatakan oleh penulis. (Gorys

Keraf, 2009 Hal. 92)

b. Kata-kata Abstrak

Kesulitan yang sama kita hadapi lagi pada waktu mendengar atau

membaca kata-kata yang abstrak dan kata yang menyatakan generalisasi. Banyak

kosakata terbentuk sebagai akibat dari konsep yang tumbuh dalam pikiran kita,

bukan mengacu kepada hal yang kongkret. Seperti pada kata-kata seperti;

kepahlawanan, kebajikan, kebahagiaan, keadilan, dan sebagainya, akan

menimbulkan gagasan yang berlainan pada setiap orang, sesuai dengan

pengalaman dan pengertiannya mengenai kata-kata itu. (Gorys Keraf, 2009 Hal.

93)

4. Penggunaan Kata Umum Dan Kata Khusus

Dalam hal ini, kebijaksanaan setiap penulis memegang peranan yang

penting. Ia tidakboleh mempergunakan kata abstrak atau kata umum lebih banyak

dari pada yang diperlukan. Apabila ia harus mempergunakannya juga, maka ada

baiknya ia menyertakan juga contoh-contoh yang kongkret dan khusus supaya

pembaca dapat menciptakan pengalaman-pengalaman mental, sehingga dapat

tercapai titik pertemuan itu. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 93)

Pendeknya, pengertian-pengertian yang umum perlu dapat menjelaskan

lebih lanjut, memerlukan lagi pengembangan yang kongkret dan khusus pula.

Semakin besar suatu hal yang dinyatakan melalui suatu istilah yang umum, makin

besar pula keharusan untuk memberikan perincian-perinciannya. (Gorys Keraf,

2009 Hal. 93)

12

Page 13: diksi dan gaya bahasa

5. Kata Indria

Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah

penggunaan istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang dicerap oleh

pancaindria, yaitu cerapan indria penglihatan, peraba, perasa, dan penciuman.

Karena kata-kata ini menggambarkan pengalaman manusia melalui pancaindra

secara khusus, maka terjamin pula daya gunanya. Terutama dalam membuat

deskripsi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 94)

Sering kali bahwa hubungan antara suatu indria dengan indria yang

laindirasakan begitu rapat, sehingga kata yang sebenarnya hanya dikenakan

kepada suatu indria dikenakan pula pada indria lainnya. Gejala semacam ini

disebut sinestesia. Contoh: kata merdu seharusnya bertalian dengan pendengaran,

sedangkan kata sedap bertalian dengan perasa. Tetapi sering pula terjadi bahwa

suara yang seharusnya bertalian dengan pendengaran disebut juga sedap. (Gorys

Keraf, 2009 Hal. 94)

Kata yang sediakala bertalian dengan perasa kemudian dihubungkan juga

dengan penglihatan dan pendengaran. Misalnya :

Wajah manis sekali.

Suaranya manis kedengaran.

6. Perubahan Makna

a. Tejadinya Perubahan Makna

Dari waktu ke waktu, makna kata-kata dapat mengalami perubahan,

sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi pemakai yang terlalu

bersifat konservatif. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar pilihan kata selalu tepat,

maka setiap penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan

makna yang terjadi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 95)

Dalam persoalan gaya bahasa atau lebih khusus dalam persoalan pilihan

kata, dasar yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah suatu makna

sudah berubah atau tidak adalah pemakaian makna dengan makna tertentu harus

13

Page 14: diksi dan gaya bahasa

bersifat nasional (masalah tempat) terkenal, dan sementara berlangsung (masalah

waktu). (Gorys Keraf, 2009 Hal. 95)

Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan diksi, berupa

penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu bahasa

berkembang sesuai dengan kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat

menimbulkan perubahan yang mencakup perluasan, penyempitan, pembatasan,

pengaburan, dan pergeseran makna. (Widjono, 2008 Hal.102)

Contoh :

Sebelum perang Dunia II kita mengenal kata “Daulat” dengan arti; 1. bahagia,

berkat kebahagiaan, misalnya : Daulat Tuanku; biasanya dipakai untuk raja-raja

atau sultan-sultan. 2. mempunyai kekuasaan yang tinggi, misalnya penyerahan

kedaulatan republik Indonesia. Tetapi selama revolusi fisik menentang penjajahan

belanda, kata daulat dipakai dengan arti yang agak lain yaitu merebut hak dengan

tidak sah, misalnya; Tanah-tanah perkebunan belanda banyak yang didaulat oleh

rakyat. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 96)

b. Macam-macam Perubahan Makna

1. Perluasan Arti

Yang dimaksud dengan perluasan arti adalah suatu proses perubahan makna

yang dialami sebuah kata yang tadinya mengandung suatu makna yang khusus,

tetapi kemudian meluas sehingga melingkupi sebuah kelas makna yang lebih

umum. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 97)

Contoh :

Dahulu, kata “Bapak” dan “ Saudara” hanya dipakai dalam hubungan biologis,

sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya desebut

bapak, dan lain-lainnya dengan sudara.

2. Penyempitan Arti

Penyempitan arti sebuah kata adalah sebuah proses yang dialami sebuah kata

damana makna yang lama lebih luas cakupannya dari makna yang baru. (Gorys

Keraf, 2009 Hal. 97)

14

Page 15: diksi dan gaya bahasa

Contoh :

Kata “sarjana” dulu dipakai untuk menyebutkan semua orang cendikiawan.

Sekarang dipakai untuk gelar universiter

C. GAYA BAHASA

1. Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah Style. Kata style

diturunkan dari kata latin Stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada

lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas

tidaknya tulisan pada lempengan tadi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 112)

Walaupun kata style berasal dari bahasa latin, orang yunani sudah

mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang

terkenal, yaitu :

a) Aliran Platonik: memgungkap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut

mereka ada ungkapan yang memiliki style, dan ada juga yang tidak memiliki

style.

b) Aliran Aristoteles: menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang

inheren, ada yang ada dalam tiap ungkapan.

Secara umum, Gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui

bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Gaya bahasa memungkinkan

kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang

mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula

penilaian orang terhadapnya. Begitu pula sebaliknya. Style atau gaya bahasa dapat

di batasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). (Gorys Keraf,

2009 Hal. 113)

15

Page 16: diksi dan gaya bahasa

2. Sendi Gaya Bahasa

a. Kejujuran

Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-

kaidah yang baik dan benar dalam bahasa. Pemakaian kata yang kabur dan tak

terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk

mrngandung ketidakjujuran. Pemakaian bahasa yang berbelit-belit menandakan

bahwa pembicara atau penulis tidak tahu apa yng akan dikatakannya. Bahasa

adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Oleh sebab itu, ia harus digunakan

pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran. (Gorys Keraf, 2009 Hal.

114)

b. Sopan-santun

Sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang

diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya

bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkata. (Gorys Keraf, 2009

Hal. 114)

Adapun kejelasan akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu :

1) Kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat.

2) Kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui

kata-kata atau kalimat.

3) Kejelasan dalam pengaturan ide secara logis.

4) Kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan.

Kesingkatan jauh lebih efektif dari pada jalinan yang berliku-liku.

Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara

efesien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih, yang bersinonim secara

longgar, menghindari tautologi atau mengadakan reperisi yang tidak perlu.

Diantara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun, syarat kejelasan

16

Page 17: diksi dan gaya bahasa

masih jauh lebih penting dari pada syarat kesingkatan. (Gorys Keraf, 2009 Hal.

114)

c. Menarik

Kejujuran, kejelasan, serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar

dan langkah awal. Bila gaya bahasa hanya mengandalkan kedua atau ketiga,

kaidah diatas, maka bahasa yang digunakan masih terasa tawar, tidak menarik.

Oleh sebab itu, gaya bahasa harus pula menarik. Gaya bahasa menarik dapat

diukur melalui beberapa komponen sebagai berikut: variasi, humor yang sehat,

pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).

(Gorys Keraf, 2009 Hal. 114)

Penggunaan variasi akan menghindari monotoni, dalam nada struktur, dan

pilihan kata. Humor yang sehat berarti gaya bahasa itu mengandung tenaga untuk

menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan daya khayal adalah

pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui pendidikan, latihan

dan pengalaman.

3. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh

sebab itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat

menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Pandangan-pandangan atau

pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang-kurangnya dapat

dibedakan, pertama, dilihat dari segi nonbahasa dan kedua dilihat dari segi bahasa.

(Gorys Keraf, 2009 Hal. 115)

a. Segi Nonbahasa

Pengikut Aristoteles menerima style sebagai hasil dari bermacam-macam

unsur. Pada dasarnya style dapat dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai berikut:

17

Page 18: diksi dan gaya bahasa

1) Berdasarkan pengarang: Gaya bahasa yang disebut sesuai dengan nama

pengarang dikenal berdasarkan ciri-ciri pengenal yang digunakan

pengarang atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat

mempengaruhi orang-orang sejamannya. Contoh: gaya Chairil, gaya

Takdir dan sebagainya.

2) Berdasarkan Masa: Gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal

karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu

tertentu. Contoh: gaya lama, gaya klasik, gaya sastra modern dan

sebagainya.

3) Berdasarkan Medium: Yang dimaksud dengan medium adalah bahasa

dalam arti alat komunikasi. Tiap bahasa karena struktur dan situasi sosial

pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri. Contoh: karangan yang

ditulis dalam bahasa Jerman, gaya bahasanya berbeda dengan yang

ditulis dengan bahasa Jepang, indonesia, Arab dan sebagainya.

4) Berdasarkan Subjek: Subjek yang menjadi pokok pembicaraan dalam

sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah

karangan. Contoh yang kita kenal, gaya filsafat,ilmiah (hukum, teknik,

sastra) dan sebagainya.

5) Berdasarkan Tempat: Gaya ini mendapat namanya dari lokasi

geografis, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau

ekspresi bahasanya. Contoh: gaya jakarta, gaya jogja, gaya medan dan

sebagainya.

6) Berdasarkan Hadirin: Hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi

gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang. Contoh: adanya gaya

populer yang cocok untuk masyarakat banyak, anak-anak, dewasa dan

sebagainya.

18

Page 19: diksi dan gaya bahasa

7) Bedasarkan Tujuan : Gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya

dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang. Misal, gaya

humoris, gaya teknis dan sebagainya.

b. Segi Bahasa

Dilihat dari sudut bahasa atau unsure-unsur bahasa yang digunakan, maka

gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsure bahasa yang

dipergunakan, yaitu :

1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata.

2) Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana.

3) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat.

4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

4. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang

paling tepat yang sesuai untuk posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya

penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian dalam masyarakat. Dengan

kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam

menghadapi situasi-situasi tertentu. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 117)

a. Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya lengkap, gaya yang

dipergunakan dalam kesepakatan-kesepakatan resmi, gaya yang dipergumakan

oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.

Contoh: Amanat kepresidenan, pidato-pidato yang penting, dan sebagainya.

(Gorys Keraf, 2009 Hal. 117)

b. Gaya Bahasa Tidak Resmi

19

Page 20: diksi dan gaya bahasa

Gaya bahasa tidak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan

dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan tidak formal atau kurang

formal. Gaya ini biasanya dipergunakan dalam artikel-artikel mingguan, buku-

buku pegangan, majalah, tabloid dan sebagainya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 118)

Gaya bahasa resmi dan tidak resmi dapat dibandingkan sebagai berikut :

gaya bahasa resmi dapat diumpamakan sebagai pakian resmi, pakaian upacara,

sedangkan gaya bahasa tidak resmi adalah bahasa dalam pakaian kemeja, yaitu

berpakaian secara baik, konfesional, cermat, tetapi untuk keperluan sehari-hari,

bukan untuk pesta peristiwa resmi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)

c. Gaya Bahasa Percakapan

Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan

itu sendiri. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata yang populer

atau kata-kata yang dikenal dan kata-kata percakapan. Penggunaan gaya bahasa

ini digunakan ketika bercakap-cakap dengan orang lain, kebiasaan-kebiasaan dan

sebagainya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)

5. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti(ajakan) yang

pancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering

kali sugesti ini akan lebih nyata jika diikuti dengan suara dari pembicara, bila

yang dihadapi adalah bahasa lisan. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)

Gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana,

dibagi atas: gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga dan gaya menengah.

a. Gaya sederhana

Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah pelajaran,

perkuliahan, dan sebagainya. Gaya ini cocok pula digunakan untuk

menyampaikan fakta atau pembuktian-pembuktian. Untuk mempergunakan gaya

20

Page 21: diksi dan gaya bahasa

ini secara efektif, penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang

cukup. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 121)

b. Gaya Mulia dan Bertenaga

Sesuai dengan namanya gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, dan

biasanya digunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu itu tidak

hanya dengan tenaga ungkapan pembicara tetapi juga mempergunakan nada

keagungan dan kemuliaan. Contoh khutbah tentang kemanusiaan dan keagamaan.

(Gorys Keraf, 2009 Hal. 122)

c. Gaya Menegah

Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk

menimbulkan suasana senang dan damai, karena tujuannya untuk menciptakan

suatu keadaan yang senang dan damai, maka nada yang digunakan lemah lembut,

penuh kasih sayang dan mengandung humor agar dapat menghibur pendengar.

Contoh Pada kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, rekreasi dan

sebagainya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)

21

Page 22: diksi dan gaya bahasa

KESIMPULAN

Diksi atau pilihan kata mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai

untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata

kata yang tepat atau menggunakan ungkapan ungkapan yang tepat, dan gaya mana

yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Dilihat dari segi umumnya, makna dapat dibagi menjadi dua yaitu makna

konotatif dan makna denotatif. Pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian

dengan pilihan kata yang bersifat konotatif. Makna konotatif sifatnya lebih

professional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah

makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang

dikaitkan dengan kondisi dan situasi tertentu.

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk

menimbulkan gagasan yang tepat dalam imajinasi pembaca atau pendengar,

seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan penulis atau pembicara, Persoalan

pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu

pertama, ketetapan pilihan kata, Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam

mempergunakan kata.

Secara umum, Gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui

bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Gaya bahasa memungkinkan

kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang

mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula

penilaian orang terhadapnya, Begitu pula sebaliknya. Gaya bahasa dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu : segi bahasa dan segi non bahasa.

Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dapat dibedakan menjadi tiga yaitu,

gaya bahasa resmi, gaya bahasa tidak resmi, dan gaya bahasa percakapan.

Sedangkan gaya bahasa berdasarkan nada dapat dibedakan menjadi tiga yaitu

gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah.

22

Page 23: diksi dan gaya bahasa

DAFTAR PUSTAKA

1.Keraf, Gorys. 2009. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

2.Arifin, Zaenal. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Presindo

3.Widjono. 2008. Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.

23