DIGESTER BIOGAS -...

128

Transcript of DIGESTER BIOGAS -...

Page 1: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta
Page 2: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

DIGESTER BIOGAS: Instalasi sanitasi, Pabrik pupuk dan

Pembangkit energi Masyarakat

Oleh

Budy Rahmat

LPPM Universitas Siliwangi

Page 3: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

DIGESTER BIOGAS: Instalasi sanitasi, Pabrik pupuk dan

Pembangkit energi Masyarakat

Penulis: Budy Rahmat

ISBN : 978-602-99904-8-5

Editor : Prof. Dr. Ir. Benny Joy, MS

Prof. Aripin, Ph.D.

Penyelaras bahasa: Ir. Yaya Sunarya, M.Sc

Desain Sampul dan Tata letak :

Bayti dan Ranggi

Penerbit : LPPM Unsil

Redaksi: Gedung LPPM Unsil

Jl. Siliwangi No. 24, Kota Tasikmalaya-46115 Telepon +62265 330634 Faksimil +62265 325812 Email: [email protected]

Distributor Tunggal : CV Genera Persada

Jl. Gunung Sari No. 7 Telepon +62265 330729

Tasikmalaya-46111 Email: [email protected]

Edisi Pertama Oktober 2014

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 4: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

KATA PENGANTAR

Teknologi biogas telah menjadi suatu teknologi yang fokus dan

berkembang, bahkan salah satu aspek dalam manajemen limbah dunia.

Manajemen limbah terpadu seperti ini dianggapsebagai pilihan tepat

dalam rangka mentransformasi sampah menjadi energi. Selain prosesnya

bersih, ramah lingkungan dan hemat biaya, juga ternyata pembangkit

biogas memiliki banyak aplikasi seperti untuk memasak, pembangkit

listrik, berbagai keperluan pemanasan dan menghasilkan pupuk organik

tanaman. Limbah peternakan, pemukiman dan industri makanan cocok

untuk bahan baku substrat biogas.

Mengingat keragaman sosial-ekonomi masyarakat dan industri

kecil, maka yang dibutuhkan ialah instalasi pengolahan limbah sederhana

dan biaya operasionalnya murah. Tuntutan itu dapat dipenuhi dengan

aplikasi teknologi biogas dengan berbagai skala digester sebagai pilihan.

Buku referensi ini berjudul ”Digester Biogas: Instalasi Sanitasi,

Pabrik Pupuk dan Pembangkit Energi Masyarakat” merupakan bentuk

kepedulian Penulis sebagai dosen tetap Universitas Siliwangi terhadap

masalah lingkungan, penyediaan untuk pupuk organik dan bahan bakar

alternatif biogas bagi masyarakat. Buku ini merupakan hasil perjalanan

riset Penulis yang telah mendapat dukungan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu Penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Rektor dan Ketua LPPM Universitas Siliwangi; Dekan Fakultas

Pertanian dan Direktur Pascasarjana Universitas Siliwangi serta staf

atas segala dukungan dan fasilitas yang diberikan.

2. Direktur Ditlitabmas Ditjen Dikti Kemendikbud RI dan Koordinator

Kopertis Jawa Barat dan Banten yang telah menyediakan Hibah

Penelitian Bersaing dan Kompetitif Nasional.

3. Prof. Dr. Ir. Benny Joy, MS (Gurubesar Fakultas Pertanian Unpad),

Prof. Dr. Ir.H. Roni Kastaman, MSIE (Gurubesar Fakultas Teknologi

Industri Pertanian Unpad), dan Prof. Dr. Ir.H. Oktap Ramlan Madkar

(Gurubesar Fakultas Pertanian Unpad) yang telah memberikan

evaluasi dan saran-saran perbaikan naskah buku ini.

Page 5: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

4. Rekan dosen sejawat yang selalu mendukung dan saling konsultasi

untuk penulisan buku ini.

Semoga buku ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kesejahteraan masyarakat dan

pembangunan bangsa. Aamiin.

Tasikmalaya, Oktober 2014

Penulis,

Dr. H. Budy Rahmat, Ir., MS

Page 6: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................... v

I PENDAHULUAN ................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................... 3

1.3. Tujuan .............................................................................. 3

1.4. Manfaat ............................................................................ 4

II TINJAUAN TEORI ............................................................ 5

2.1. Pembentukan Biogas ...................................................... 5

2.1.1. Proses yang Terjadi ........................................................ 5

2.1.2. Faktor yang Berpengaruh .............................................. 7

2.1.3. Kondisi Optimum .......................................................... 11

2.1.4. Bahan Baku Biogas ....................................................... 13

2.1.5. Praperlakuan Substrat ................................................... 22

2.2. Digester Biogas ...............................................................

24

2.2.1. Pengertian dan Fungsi Digester ................................... 24

2.2.2. Komponen Digester Biogas ........................................ 24

2.2.3. Tipe Digester ................................................................ 28

2.2.4. Parameter Operasional ................................................ 34

2.2.5. Komponen Upgrade Biogas ........................................ 35

2.2.6. Rekayasa Kondisi Digester .......................................... 46

2.2.7. Pertimbangan dalam Membangun Digester ................ 47

III METODOLOGI ................................................................... 49

3.1. Pengujian Digester Biogas sebagai Instalasi

Sanitasi di Pemukiman ..............................................

49

3.1.1. Waktu dan Tempat Percobaan .................................. 49

3.1.2. Bahan dan Alat Percobaan ......................................... 49

3.1.3. Metode Percobaan ...................................................... 49

Page 7: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

3.1.4. Prosedur Percobaan .................................................... 51

3.2. Pengujian Digester Biogas dalam Sanitasi Limbah

Industri Pangan ..........................................................

53

3.2.1. Waktu dan Tempat Percobaan ................................. 53

3.2.2. Bahan dan Alat Percobaan ....................................... 53

3.2.3. Metode Percobaan .................................................... 54

3.2.4. Prosedur Percobaan ................................................. 56

3.3. Digestat Biogas sebagai Pupuk Organik Pertanian. .

58

3.3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ................................ 58

3.3.2. Bahan dan Alat Percobaan ....................................... 58

3.3.3. Metode Percobaan .................................................... 58

3.3.4. Prosedur Percobaan ................................................. 60

3.4. Digester Biogas sebagai Pembangkit Energi ….......

62

3.4.1. Rancang-bangun Digester Biogas 400 L .................. 62

3.4.2. Tujuan, Luaran dan Manfaat .................................. 62

3.4.3. Bahan dan Alat ..................................................... 63

3.4.4. Prosedur Percobaan .................................................. 64

IV PEMBAHASAN ............................................................... 67

4.1. Efektivitas Digester Biogas sebagai Instalasi

Sanitasi Limbah Pemukiman …...............................

67

4.1.1. Hasil Karakterisasi Limbah Pemukiman ................... 67

4.1.2. Pembuatan Digester ............................................. 68

4.1.3. Fluktuasi pH Substrat ............................................... 68

4.1.4. Produksi Biogas ........................................................ 70

4.1.5. Penurunan Padatan Total Substrat .......................... 73

4.2. Aplikasi Digester Biogas dalam Instalasi Sanitasi

Limbah Industri Tahu ............................................

. 74

4.2.1. Penempatan Digester Biogas .................................. 74

4.2.2. Produksi Biogas Harian .......................................... 75

4.2.3. Total Produksi Biogas ............................................ 76

4.2.4. Monitoring pH ........................................................ 77

4.2.5. Uji Pendidihan Air ..................................................

78

Page 8: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

4.3. Aplikasi Digestat Biogas sebagai Pupuk Organik

Pertanian ..................................................................

79

4.3.1. Hasil Uji Efek Digestat terhadap Hasil Kedelai ..... 79

4.3.2. Keuntungan lain Pemanfaatan Digestat sebagai

Pupuk Organik ........................................................

83

4.3.3. Perkembangan Pengolahan dan Aplikasi Digestat.. 87

4.4. Aplikasi Digester Biogas sebagai Pembangkit

Energi ........................................................................

91

4.4.1. Penyiapan Adukan Substrat ................................. 91

4.4.2. Pengisian Adukan Substrat ................................... 91

4.4.3. Pengukuran Volume Biogas ................................ 92

4.4.4. Uji Pendidihan Air ............................................... 94

4.4.5. Perkembangan Aplikasi Biogas sebagai Sumber

Energi ..................................................................

95

V KESIMPULAN .............................................................. 104

DAFTAR PUSTAKA ..................................................... 106

GLOSARI ........................................................................

111

I

Page 9: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia selama lebih dari tiga

tigapuluh tahun hanya bertumpu pada pendekatan kumpul-angkut-buang

yang mengandalkan keberadaan tempat pembuangan akhir (TPA), maka

dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, kebijakan itu

diubah dengan pendekatan reduce at source dan resource recycle melalui

penerapan 3R (reuse, recycle, reduce). Oleh karena itu seluruh lapisan

masyarakat diharapkan mengubah pandangan dan memperlakukan

sampah sebagai sumber daya alternatif yang sejauh mungkin

dimanfaatkan kembali, baik secara langsung, proses daur-ulang, maupun

proses lainnya.

Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012

mengatur, bahwa penanganan sampah terdiri lima tahap, yaitu :

pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan

akhir sampah dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat secara bertahap

dan terencana, serta didasarkan pada kebijakan dan strategi yang jelas.

Ketentuan ini bermaksud: (i) melindungi kesehatan masyarakat dan

kualitas lingkungan; (ii) menekan resiko kecelakaan dan bencana dalam

pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenisnya; serta (iii)

mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Permasalahan pengelolaan sampah tersebut dapat diminimalkan

dengan menerapkan pengelolaan sampah yang terpadu, di antaranya ialah

pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy). Salah satu bentuk

energi yang dihasilkan dari sampah adalah biogas, yaitu energi

terbarukan yang dibuat dari bahan organik berupa sampah biomassa,

kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

bahan selulosa lainnya. Sebagai upaya mencegah emisi gas metana ke

atmosfer yang tidak terkendali sekaligus mengurangi risiko pemanasan

global. Selain itu, residu proses pembentukan biogas merupakan bahan

yang ramah lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik

(Persson dan Wellinger, 2006).

Luostarinen dkk. (2011) mengemukakan bahwa, meningkatnya

penggunaan teknologi biogas di seluruh dunia karena tuntutan produksi

Page 10: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

energi terbarukan, daur-ulang bahan limbah dan pengurangan emisi gas

metana yang berbahaya. Teknologi biogas memberi solusi multiguna

untuk semua masalah tersebut di atas dengan proses secara simultan dan

terkendali. Proses ini menghasilkan : (i) biogas, yaitu gas kaya metana

yang dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan untuk berbagai

keperluan; dan (ii) residu atau digestat adalah campuran senyawa yang

kaya nutrisi bagi tanaman.

Stucki dkk. (2011) mengatakan penggunaan biogas untuk bahan

bakar berbeda dengan bahan bakar fosil, sebab karbon dioksida yang

dilepaskan pembakaran biogas berasal dari produk tanaman dalam

fotosintesis. Emisi dari pembakaran biogas ini tidak menghasilkan

tambahan karbon dioksida di atmosfer, sehingga tidak berpengaruh

terhadap perubahan iklim, sepanjang tanaman terus mengasimilasi karbon

dioksida dari udara.

Tempat untuk menjamin terjadinya proses penguraian atau digesti

bahan organik yang tidak dikehendaki secara biologis-anaerob dinamakan

reaktor atau digester. Jadi proses digesti anaerob secara terencana dan

terkendali bisa berlangsung bila tersedia sebuah digester. Gas metana

yang dihasilkan dari sebuah digester disalurkan ke alat pengguna atau

dikompresi dalam tabung penyimpanan merupakan proses terkendali agar

gas tidak bebas ke atmosfer. Residu cair atau padat yang disebut digestat

bisa ditampung dari saluran keluar digester untuk dimanfaatkan sebagai

pupuk organik tanaman.

Menurut Widodo dkk. (2009) sosialisasi pemanfaatan teknologi

biogas telah lama dilakukan oleh pemerintah, bahkan sudah dikenal di

Indonesia sejak tahun 1980-an. Namun sampai saat ini aplikasi teknologi

ini belum mengalami perkembangan yang menggembirakan karena

adanya beberapa kendala meliputi: kurangannya akhli teknologi biogas,

digester tidak berfungsi akibat kesalahan konstruksi, desain digester yang

rumit, proses membutuhkan penanganan secara manual dan rinci dan

biaya konstruksi yang mahal.

Digester biogas tidak bisa dianggap sebagai mesin pengolah

sampah mekanik, meskipun wujudnya terbuat dari tembok dan atau

logam, namun digester harus dilihat sebagai suatu perangkat yang bekerja

berdasarkan sistem proses biokimia yang membutuhkan persyaratan

internal dan ekstenal. Rangkaian proses biokimia ini diperani oleh enzim-

Page 11: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

enzim yang intra atau ekstra seluler dari berbagai konsorsium

mikroorganisme sesuai tahapannya.

Ekpektasi kita terhadap aplikasi digester biogas sebagai solusi

masalah limbah dan alternatif penyediaan pupuk serta energi bagi

masyarakat, oleh karena itu untuk mencegah atau meminimalkan

kegagalan kerjanya, diperlukan pemahaman dan pengkajian secara ilmiah

dan teknis yang lebih mendalam sebagai pendekatan baru dalam

perancangan, pembangunan dan pengembangan digester biogas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah,

yaitu:

1) Bagaimanakah proses yang terjadi dalam digester biogas secara

sains?

2) Sejauhmanakah digester biogas berperan sebagai instalasi sanitasi?

3) Bagaimanakah peran digester biogas sebagai penghasil pupuk

organik?

4) Sejauhmanakah kinerja digester biogas sebagai pembangkit energi

bagi masyarakat?

1.3. Tujuan

Penulisan buku ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Pemahaman proses biokimia dalam digester biogas

2) Intensifikasi peran digester biogas dalam proses sanitasi limbah

pemukiman dan industri makanan

3) Aplikasi digester biogas sebagai perangkat penghasil pupuk organik

4) Mengetahui perkembangan aplikasi digester biogas sebagai

pembangkit energi bagi masyarakat.

1.4. Manfaat

Melalui uraian buku ini diharap bisa memunculkan ide-ide yang

lebih cemerlang dari segenap pamangku kepentingan sebagai tindak

lanjut hasil penelitian yang telah dilakukan Penulis maupun paparan

pustaka yang telah diacu. Tindak lanjut itu untuk menjadi kontribusi

Page 12: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

pemikiran, rancangan dan wujud digester biogas yang bisa operasional di

semua level, dari mulai tingkat rumah tangga, usaha tani, hingga industri

besar untuk menjawab tantangan sanitasi lingkungan, penyediaan pupuk

dan alternatif energi ramah lingkungan.

Page 13: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pembentukan Biogas

2.1.1. Proses yang Terjadi

Biogas terbentuk melalui proses yang melibatkan digesti anaerob

(DA) yaitu proses biologis untuk menguraikan dan menstabilkan bahan

organik dalam suatu reaktor khusus dengan cara yang terkendali. Proses

ini didasarkan pada aktivitas mikroorganisme dalam kondisi bebas

oksigen (anaerob) dan menghasilkan dua produk akhir yaitu: (i) biogas

sebagai sumber energi; dan (ii) residu proses yang disebut digestat.

Proses DA bahan organik juga terjadi di alam, misalnya di rawa-rawa,

tanah, sedimen dan metabolisme ruminansia. Dalam proses ini beberapa

konsorsium berbagai mikroorganisme menguraikan bahan baku secara

paralel dan atau berurutan sebagai tahap-tahap degradasi (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Degradasi anaerob bahan organik (Luostarinen dkk., 2011)

Pada hidrolisis senyawa polimer (karbohidrat, protein dan lipid)

terdegradasi ke monomer dan dimer oleh enzim hidrolitik yang

diekskresikan oleh mikroorganisme asidogen. Semakin luas permukaan

Page 14: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

bahan baku, maka makin efisien enzim hidrolitik dapat menyerang bahan.

Oleh karena itu, yang mengandung zat padat sering membatasi tahap

hidrolisis, maka praperlakuan seperti penghalusan bahan (maserasi) dapat

digunakan untuk memperbaikinya. Selain itu, kondisi operasional proses

mempengaruhi hidrolisis, misalnya suhu tinggi meningkatkan hidrolisis.

PH optimal adalah sekitar 6,0 meskipun hidrolisis dapat terjadi juga pada

pH tinggi. Terlalu tinggi tingkat beban organik (organic loading

rate/OLR) dapat menghambat hidrolisis karena terjadi akumulasi

degradasi intermediet.

Setelah bahan baku terdegradasi menjadi molekul yang lebih kecil,

yaitu asam lemak rantai panjang (long chain fatty acid/LCFA), alkohol,

gula sederhana dan asam amino. Selama hidrolisis, bakteri asidogen

mampu memfasilitasi serapan dan degradasi lebih lanjut menjadi asam

lemak volatil (volatile fatty acid/VFA). Produk antara yang lebih spesifik

(misalnya asam priopionat, butirat dan valerat) tergantung pada kondisi

operasional, bahan baku dan aktivitas mikroorganisme. Salah satu proses

asidogenesis adalah amonifikasi senyawa nitrogen menjadi amonium

(NH4+) yang merupakan senyawa penting untuk meningkatkan nilai unsur

hara digestat (Luostarinen dkk., 2011).

DA merupakan konversi biokimia bahan organik oleh konsorsium

mikroorganisme dalam kondisi tanpa adanya oksigen menjadi metana dan

karbon dioksida. Proses DA terdiri dari empat langkah, yaitu : hidrolisis,

asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis. Hidrolisis adalah konversi

enzimatis senyawa organik kompleks (karbohidrat, protein, dan lipid)

menjadi organik sederhana (gula, asam amino, dan peptida) untuk

digunakan sebagai sumber energi dan karbon oleh sel (Saidi dan

Mahmoud, 2010).

Luostarinen dkk. (2011)menjelaskan lebih lanjut, bahwa hidrolisis

adalah pelarutan senyawa organik besar, kompleks, dan tidak larut

menjadi molekul kecil yang dapat diangkut ke sel mikroorganisme dan

dimetabolis. Pada dasarnya stabilisasi limbah organik tidak terjadi selama

hidrolisis; bahan organik hanya diubah menjadi bentuk larut yang dapat

dimanfaatkan oleh bakteri. Asidogenesis adalah proses fermentasi oleh

bakteri asidogen dari produk hidrolisis menjadi VFA. Kelompok

senyawa VFA ini selanjutnya menjadi substrat proses asetogenesis.

Page 15: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Asetogenesis memfasilitasi degradasi beberapa asam lemak

menengah menjadi asetat, hidrogen dan karbon dioksida. Senyawa-

senyawa itu oleh mikroorganisme metanogen dapat dimanfaatkan dalam

metabolismenya dan mengubahnya menjadi biogas, karbon dioksida dan

sejumlah kecil gas lain.

Metanogenesis adalah proses konversi asetat dan hidrogen menjadi

metana dan karbon dioksida. Bakteri yang berperan menghasilkan

metana, CO2 dan air tersebut dinamakan metanogen (Saidi dan

Mahmoud, 2010).

2.1.2. Faktor yang Berpengaruh

Menurut Luostarinen dkk. (2011) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi proses DA, yaitu :

1) Suhu dan pH

Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup

mikroorganisme. Semakin rendah suhu, semakin lambat kimia dan reaksi

enzimatik dan pertumbuhan mikroorganisme. Sebaliknya, bila suhu naik

reaksi kimia dan enzimatik dipercepat sampai suhu optimal. Jika pH

optimum ini terlampaui, protein dan komponen seluler mikroorganisme

bisa rusak ireversibel. Dengan demikian, peningkatan suhu dalam satu

kisaran optimal bisa meningkatkan proses DA, tetapi pada suhu lebih

tinggi dari optimal mebuat rusaknya konsorsium mikroorganisme

tertentu.

Mikroorganisme diklasifikasikan ke dalam kelas suhu sesuai

dengan suhu optimumnya dan tingkat suhu ini kemudian digunakan

dalam operasi digester biogas. Mikroorganisme psikhrofilik dan

psikhrotoleran tumbuh pada suhu 0 hingga 20 °C. Mikroorganisme

mesofilik memiliki suhu optimum 30 sampai 40 °C dan termofilik ebih

dari 55 °C. Proses mesofilik dan termofilik adalah yang paling umum

untuk mengurai bahan baku heterogen, seperti pupuk kandang, lumpur

dan limbah biodegradabel berbagai produk samping dari kota dan

industri. Dalam digester biogas perlu pemanasan agar tetap pada suhu

yang diinginkan. Dengan demikian, instalasi biogas menggunakan

sebagian energi yang dihasilkan untuk pemanasannya sendiri.

Page 16: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Suhu juga penting untuk kesetimbangan kimia dalam proses biogas

(misalnya kelarutan gas, tahap pengendapan bahan anorganik) dan

kaitannya dengan pH. PH optimal untuk menghidrolisis oleh enzim

adalah 6,0 sedangkan untuk metanogenesis adalah 6,0 sampai 8,0. PH

mempengaruhi degradasi secara langsung oleh mikroorganisme, juga

secara tidak langsung melalui kesetimbangan kimia amonia dan toksisitas

asam lemak volatil; ketersediaan nutrisi dan bahan baku (misalnya

pengendapan protein); dan keberadaan karbon dioksida. Untuk

mempertahankan pH yang cocok ini pada bahan baku memiliki

alkalinitas yang tinggi, maka diperlukan kapasitas bufer, contohnya

dengan penambahan bikarbonat.

Seadi dkk.(2008) berpendapat bahwa interval pH optimum untuk

digesti mesofilik adalah antara 6,5 dan 8,0 dan proses ini sangat

terhambat jika nilai pH turun di bawah 6,0 atau naik di atas 8,3.

Kelarutan karbon dioksida dalam air menurun dengan meningkatnya

suhu. Nilai pH dalam digester termofilik karena itu lebih tinggi daripada

yang mesofilik, maka karbon dioksida terlarut bereaksi dengan air

membentuk asam karbonat. Nilai pH dapat meningkatkan oleh amonia,

yang dihasilkan selama degradasi protein atau adanya amonia dalam

pengisian. Sedangkan akumulasi VFA menurunkan nilai pH.

Nilai pH dalam digester anaerob terutama dikendalikan oleh

sistem bufer bikarbonat. Oleh karena itu, nilai pH dalam digester

tergantung pada tekanan parsial CO2, konsentrasi alkali, dan komponen

asam dalam fasa cair. Jika akumulasi basa atau asam terjadi, kapasitas

penyangga akan melawan perubahan pH ini, sampai tingkat tertentu. Bila

kapasitas penyangga sistem itu terlampaui, akan terjadi perubahan nilai

pH yang drastis yang menghambat proses DA. Oleh karena itu, nilai pH

tidak dianjurkan sebagai suatu parameter pemantauan proses yang berdiri

sendiri. Kapasitas bufer substrat DA dapat bervariasi, misal untuk

substrat pupuk kandang kapasitas bufernya bervariasi dengan musim dan

bisa dipengaruhi oleh komposisi pakan ternak (Seadi dkk.,2008;

Luostarinen dkk., 2011).

2) Penghambatan dan tekanan parsial hidrogen

Amonifikasi senyawa nitrogen organik menghasilkan amonium

(NH4+) dan sebagian dalam bentuk amonia (NH3). Amonia mampu

Page 17: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

memasuki sel mikroorganisme lebih bebas karena tidak memiliki muatan

listrik, yang menjadi racun bagi mikroorganisme pada konsentrasi tinggi.

Jumlah amonia tergantung pada suhu dan pH proses, yaitu semakin tinggi

suhu dan pH, semakin tinggi jumlah amonia (Luostarinen dkk., 2011).

Amonia biasanya ditemui sebagai gas, dengan bau menyengat yang khas,

merupakan senyawa penting, karena nutrisi penting yang berperan

sebagai prekusor bahan makanan. Protein adalah sumber utama amonia

untuk proses DA.

Konsentrasi amonia terlalu tinggi dalam digester, terutama amonia

bebas, yang berperan sebagai penghambat proses. Hal ini umum untuk

DA dari kotoran hewan, karena konsentrasi amonia tinggi yang berasal

dari urin. Karena efek penghambatannya, konsentrasi amonia harus

berada di bawah 80 mg/L. Bakteri metanogen sangat sensitif terhadap

penghambatan amonia. Konsentrasi amonia bebas adalah berbanding

lurus dengan suhu, sehingga ada peningkatan risiko penghambatan

amonia terhadap proses DA yang dioperasikan pada suhu termofilik,

dibandingkan dengan yang mesofilik. Konsentrasi amonia bebas dihitung

dari persamaan:

a

33

k

H1

NHTNH

[NH3] dan [T-NH3] adalah masing-masing konsentrasi amonia bebas dan

total, dan ka adalah parameter disosiasi yang nilainya meningkat dengan

suhu. Ini berarti bahwa meningkatkan pH dan peningkatan suhu akan

menyebabkan meningkatnya penghambatan, karena faktor-faktor ini akan

meningkatkan fraksi amonia bebas. Ketika suatu proses dihambat oleh

amonia, peningkatan konsentrasi VFA akan menyebabkan penurunan pH

yang sebagian akan melawan efek amonia akibat penurunan konsentrasi

amonia bebas (Seadi dkk., 2008).

Luostarinen dkk. (2011) mengatakan bahwa, tekanan parsial

hidrogen yang rendah sangat penting proses biogas agar berfungsi dengan

baik, terutama asidogenesis, asetogenesis dan kemudian metanogenesis

bergantung padanya. Degradasi atau akumulasi produk antara, LCFA dan

VFA, dan bisa berfungsi sebagai inhibitor. Degradasi LCFA dan VFA

adalah termodinamika yang tidak baik bila tekanan hidrogen parsial

Page 18: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

tinggi. Biasanya metanogen hidrogenotrofik segera mengkonsumsi

hidrogen diproduksi, tetapi dalam kasus kelebihan muatan bahan organik

(jumlah substrat terlalu tinggi) atau kondisi penghambatan metanogen

lainnya, degradasi asam organik terganggu, peningkatan konsentrasi asam

dan pH menurun. Hal ini semakin menghambat metanogen dan

peningkatan tekanan parsial hidrogen. Pada titik ini juga degradasi LCFA

dan VFA menjadi asetat tidak berlanjut dan produk antara, misal asam

propionat dan asam lainnya diproduksi secara berlebihan, yang

menyebabkan pengasaman proses biogas. Hal ini dapat mengakibatkan

kerusakan seluruh proses dan hanya dapat diatasi tidak memberi muat

dalam jangka panjang atau diulang kembali seluruh proses menggunakan

inokulum baru.

Pengalaman praktis menunjukkan bahwa, dua digester dengan

konsentrasi VFA yang sama dapat berkinerja sama sekali berbeda,

sehingga pada VFA konsentrasi yang sama dapat optimal untuk satu

digester, tetapi penghambatan untuk yang lain. Salah satu penjelasan

yang bisa menjadi fakta bahwa komposisi populasi mikroorganisme

bervariasi dari digester ke digester. Untuk alasan ini, dan seperti dalam

kasus pH, konsentrasi VFA tidak dapat direkomendasikan sebagai

parameter pemantauan proses yang berdiri sendiri (Seadi dkk., 2008).

Unsur mikro seperti besi, nikel, kobalt, selenium, molibdenum atau

tungsten sama-sama penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup

mikroorganisme DA sebagai nutrisi makro dan mikro nutrisi karbon,

nitrogen, fosfor, dan sulfur. Rasio optimal nutrisi makro karbon, nitrogen,

fosfor, dan belerang (C: N: P: S) dianggap 600:15:5:1. Kurangnya

penyediaan nutrisi dan digestibilitas substrat yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan hambatan dan gangguan dalam proses DA (Seadi dkk.,

2008). Inhibitor lain yang mungkin terjadi misalnya oksigen, senyawa

disinfektif, logam berat dengan konsentrasi tinggi, nitrat, sulfat, asam 2-

bromoetansulfonat (BES), metana terklorinasi, dan senyawa dengan

ikatan karbon tak jenuh seperti asetilena (Luostarinen dkk., 2011).

3) Faktor teknis dan operasional

Faktor teknis dan operasional juga mempengaruhi degradasi

anaerob dalam proses biogas. Misalnya pengadukan adalah penting pada

semua jenis digester. Hal ini digunakan untuk memastikan kontak yang

Page 19: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

baik antara bahan baku dan mikroorganisme, serta suhu konstan dan

kualitas homogen seluruh isi digester. Hal ini juga memungkinkan

pelepasan gelembung biogas dari massa tercerna ke dalam sistem

pengumpulan gas. Pengadukan suboptimal dapat mengakibatkan digestat

kualitas rendah, mengurangi produksi biogas dan mengakibatkan masalah

operasional, seperti berbusa, gelembung biogas belum dilepas dalam

massa tercerna dan/atau kenaikan massa, dan penetrasi ke luaran yang

salah. Pengadukan biasanya melibatkan berbagai bentuk bilah pengaduk.

Pengadukan harus dioptimalkan juga untuk alasan energi seperti listrik

sebagai kebutuhan utama pada sebuah digester biogas.

Waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HRT) dan OLR

juga mempengaruhi proses biogas. HRT adalah hubungan volume

digester dan volume isian setiap hari dan merupakan waktu rata-rata

bahan baku dihabiskan dalam proses biogas. Semakin lama HRT,

semakin banyak bahan organik terdegradasi.

Bahan organik yang peka terhadap degradasi anaerob biasanya

terdegradasi dalam reaktor biogas antara 14 hingga 50 hari.

Memperpanjang HRT akan menuntut ukuran reaktor lebih besar namun

kecil keuntungannya. Pada kasus bahan mudah terdegradasi, seperti pati

yang terkandung residu sayuran, HRT yang singkat sudah memadai.

Sementara bahan lignoselulosa, seperti tanaman energi dan sisa tanaman

memerlukan HRT yang lebih panjang untuk memfasilitasi degradasi yang

efisien. Ketika mencerna kotoran hewan biasa diterapkan HRT 20 hingga

30 hari (Luostarinen dkk., 2011).

2.1.3. Kondisi Optimum

Beberapa parameter dalam DA mempengaruhi lingkungan fisik

yang juga nantinya mempengaruhi efisiensi digesti dan potensi produksi

biogas. Operator DA harus memantau beberapa parameter berikut dalam

rentang yang optimal, yaitu: pH, suhu, rasio C/N, waktu retensi, tingkat

pemuatan organik, kompetisi bakteri, kandungan gizi, zat toksik,

kandungan padatan, dan pengadukan. Kisaran optimum dan peran faktor

penting yang akan dijelaskan pada Tabel 2.1.

Dalam lingkungan anaerob, mikroorganisme yang umumnya

berperan melepaskan metana dari asam asetat antara lain:

Methanosarcina, Methanococcus, Methanobacterium, dan

Page 20: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Methanobacillus. Perombakan anaerob secara luas digunakan untuk

memantapkan padatan organik terkonsentrasi (memadat/lumpur), dengan

BOD lebih besar dari 10.000 mg/L, dipindahkan dari tangki endap, filter

biologis, dan pembangkit lumpur aktif. Beberapa pembangkit

menggunakan digesti anaerob sebagai langkah pertama membuang

kelebihan zat nitrogen dari aliran sisa sebelum perlakuan aerob (Saidi dan

Mahmoud, 2010).

Tabel 2.1. Kondisi optimum produksi biogas

Parameter Kondisi optimum

pH

Suhu

Rasio C/N

Pengadukan

Waktu retensi

Sulfida

Logam berat terlarut

Natrium

Kalsium

Magnesium

Amonia

7 – 7,5

30 – 37 oC

20 – 30

lambat

14 – 30 hari

< 200 mg/L

< 1 mg/L

< 5.000 mg/L

< 2.000 mg/L

< 1.200 mg/L

< 1.700 mg/L

Sumber : Hermawan (2007)

Perbedaan lain antara proses aerob dan anerob terletak pada

karakteristik biomassa yang menentukan jalannya proses perombakan.

Pada proses aerob, biomassa terdiri atas berbagai jenis mikroorganisme,

tetapi masing-masing merombak bahan organik untuk keperluannya

masing-masing. Pada proses anaerob, sebenamya biomassa juga terdiri

atas berbagai jenis mikroorganisme, tetapi merombak bahan organik satu

setelah yang lain dari bahan organik hingga biogas. Dengan demikian,

proses berlangsung sempurna hingga menghasilkan produk akhir, hanya

Page 21: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

jika proses pertukaran massa pada setiap mikroorganisme yang terlibat

berlangsung dengan kecepatan sama. Karena alasan tersebut, proses

anaerob lebih sensitif terhadap pengaruh bahan toksik, pH dan suhu

dibanding dengan proses aerob (Seadi dkk., 2008).

2.1.4. Bahan Baku Biogas

1) Definisi

Bahan baku (feedstock) biogas ialah mencakup bahan substrat yang

dapat dikonversi menjadi metana oleh bakteri anaerob. Bahan baku mulai

dari air limbah mudah terurai hingga limbah padat kompleks. Salah satu

persyaratannya adalah bahwa limbah yang diberikan mengandung

sejumlah besar bahan organik yang akhirnya dikonversi terutama

menjadi metana dan CO2 (Steffan dkk., 1998).

Ertem (2011) mengemukan bahwa, segala jenis biomassa yang

mengandung karbohidrat, protein, lemak, selulosa sebagai komponen

utama, maka dapat digunakan untuk bahan baku untuk menghasilkan

biogas. Ketika memilih biomassa sebagai substrat berikut informasi harus

dipertimbangkan terlebih dahulu:

Substrat harus dipilih berdasar pada kandungannya

Memiliki nilai nutrisi yang tinggi agar memberikan hasil biogas

yang tinggi pula

Substrat yang dipilih harus tanpa patogen

Zat berbahaya harus dalam jumlah yang kecil

Biogas hasil harus bermanfaat untuk aplikasi lebih lanjut

Residu digesti harus berguna sebagai pupuk.

2). Keragaman dan pemilihan bahan baku

Awalnya DA terutama sekaitan dengan pengolahan pupuk kandang

hewan (sapi, babi, unggas) dan lumpur endapan instalasi pengolahan

aerob air limbah. Namun, pada 1970-an meningkatnya kesadaran

lingkungan serta tuntutan strategi baru pengelolaan sampah dan bentuk

energi terbarukan, memperluas bidang aplikasi DA ke pengolahan limbah

industri dan kota. Selain itu, konfigurasi reaktor tingkat tinggi dan

perangkat kontrol proses yang canggih memungkinkan DA memasuki

wilayah yang biasa didominasi oleh sistem aerob seperti pengolahan

limbah industri yang mengandung COD rendah (Steffen dkk., 1998).

Page 22: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Kekhawatiran terhadap penimbunan limbah padat yang dipelopori

oleh para ahli teknik untuk mempertimbangkan pendekatan baru

pengolahannya sebelum dibuang. Misalnya limbah padat dan semi padat

seperti fraksi organik dari limbah padat perkotaan (organic fraction of

municipal solid waste/OFMSW) umumnya saat dibuang ke tempat

pembuangan sampah atau pengkomposan aerob, dapat diolah secara

anaerob untuk menghemat ruang TPA dan mengkonversi sebagian bahan

organik menjadi energi biogas.

Klasifikasi pada Gambar 2.2. menunjukkan berbagai bahan baku

yang berasal dari tiga sumber yang berbeda. Namun pertanian

menyumbang potensi bahan baku terbesar dan paling aplikatif saat ini.

Uraian selanjutnya akan lebih berfokus pada limbah agroindustri, yaitu

limbah peternakan, limbah pertanian dan limbah industri yang

berhubungan dengan pertanian dan produksi pangan.

Gambar 2.2. Klasifikasi sumber bahan baku biogas (Steffen dkk., 1998).

Pemilihan suatu jenis bahan baku DA perlu pertimbangan

ada/tidaknya praperlakuan yang berbiaya tinggi dan/atau kerumitan

konfigurasi reaktor harus dibandingkan dengan semua manfaat (ekonomi,

Page 23: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

lingkungan) pengolahan itu. Bahan baku juga dapat menentukan tujuan

dan sasaran proses DA. Sebagai contoh, tujuan utama perlakuan

pengolahan air limbah industri oleh DA umumnya tidak menuntut

berikutnya menghasilkan metana agar memproduksi energi atau digestat

sebagai pupuk tanah, namun untuk pengurangan COD dalam limbah

semaksimal mungkin.

DA terhadap organik dari limbah padat perkotaan didorong oleh

perlunya mengurangi limbah, menghasilkan biogas yang bisa digunakan,

dan juga digestat untuk pemupukan pertanian. Sedangkan tanaman

energi, pendorong utamanya ialah untuk menghasilkan biogas sebagai

sumber energi. Dalam beberapa kasus, biomassa tanaman diolah dahulu

dan disimpan (silase) untuk pemanfaatan selanjutnya sebagai bahan baku

DA (Steffen dkk., 1998).

Tabel 2.2 menunjukkan karakteristik umum dan hasil biogas dari

beberapa bahan baku pertanian (Ertem, 2011).

Lahan untuk produksi tanaman terbatas. Luas permukaan dunia

terutama tertutup oleh lautan, hanya 149,106 km2 lahan terestrial yang

terdiri dari 9,4% wilayah garapan. Oleh karena itu tanaman harus dipilih

terutama tergantung pada (i) hasil biomassa per hektar, kondisi iklim,

ketersediaan air irigasi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit; dan

(ii) aspek ekonomi seperti kebutuhan energi untuk penyiapan substrat

harus diperhitungkan. Dengan demikian, dapat dikatakan harus dipilih

substrat yang paling cocok untuk produksi biogas (Ertem, 2011).

Tabel 2.2. Hasil biogas dan kadar metana dari bahan baku pertanian

Bahan baku TS

(% DS)

VS

(%

DS)

Waktu

retensi

(hari)

Hasil

biogas

(m3/kg

VS)

Kadar

CH4

(%)

Kohe sapi 5-12 75-85 20-30 0,20-0,30 55-75

Kohe ayam 10-30 70-80 >30 0,35-0,60 60-80

Kotoran babi 3-81 70-80 20-40 0,25-0,50 70-80

Whey (dadih) 1-5 80-95 3-10 0,80-0,95 60-80

Dedaunan 80 90 8-20 0,10-0,30 BA

Jerami 70 90 10-30 0,35-0,45 BA

Limbah taman 60-70 90 8-30 0,20-0,50 BA

Page 24: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Bahan baku TS

(% DS)

VS

(%

DS)

Waktu

retensi

(hari)

Hasil

biogas

(m3/kg

VS)

Kadar

CH4

(%)

Silase rumput 15-25 90 10 0,56 BA

Limbah buah 15-20 75 8-20 0,25-0,50 BA

Limbah

makanan

10 80 10-20 0,50-0,60 70-80

BA= belum dianalisis

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil energi bersih yang bisa

diperoleh dari biomassa ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Faktor yang mempengaruhi hasil energi bersih yang dapat

diperoleh dari biomassa (Ertem, 2011).

Budidaya dan manajemen mempengaruhi hasil metana dari

tanaman energi. Oleh karena itu, kualitas substrat untuk produksi biogas

harus dioptimalkan. Parameter yang paling penting untuk memilih

tanaman adalah hasil biomassa per hektar. Tanaman harus mudah

dibudidayakan, dipanen, dan disimpan. Tanaman itu harus dapat

mentolerir penyakit dan hama, serta dapat tumbuh di tanah dengan

tingkat nutrisi yang rendah. Banyak tanaman energi yang akrab bagi

petani dan mudah ditumbuhkan dan menghasilkan sejumlah besar

biomassa dan mudah didigesti dengan baik. Maka merupakan substrat

yang baik untuk produksi biogas.

Sisa panen tanaman untuk energi memiliki manfaat bahwa biaya

produksi langsung dari bahan ini murah, dan mengumpulkannya dari

Page 25: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

ladang menciptakan daur ulang dan mengurangi eutrofikasi nitrogen

akibat pencucian.

Berikut beberapa alternatif substrat biogas:

1) Pupuk kandang cair dan substrat tambahan

Kotoran kandang berbagai ternak memiliki potensi besar untuk

pemanfaatan dalam digester anaerob dengan biodegredabilitasnya yang

tinggi. Seringkali kotoran kandang membawa kontaminan seperti pasir,

serbuk gergaji, tanah, kulit dan rambut, tali, kabel, plastik dan batu yang

berefek buruk bagi digesti. Umumnya dalam cairan kotoran bisa

mengandung asam organik, antibiotik, obat kemoterapi dan disinfektan

yang menyebabkan meningkat kompleksitas dan bahkan terhentinya

produksi biogas.

Hasil biogas dapat ditingkatkan dengan menambahkan substrat

tambahan ke dalam kotoran ternak melalui peningkatan kandungan

organik substrat. Hal ini lebih menguntungkan dari sudut pandang

ekonomi.

2) Alga

Bila panen sebagian besar tanaman seperti tebu, bit gula, canola

yang digunakan untuk pembangkit energi menyebabkan persaingan

dengan makanan. Oleh karena itu, penggunaan biomassa tanaman untuk

pembangkit energi bermasalah. Alga menggunakan sinar matahari

sebagai energi dan mendapatkan CO2 dari atmosfer dan mensintesis

kebutuhan karbonnya. Alga memiliki banyak keunggulan dibandingkan

dengan tumbuhan tingkat tinggi karena tingkat pertumbuhan yang lebih

cepat dan bisa dibudidaya di lahan nonpertanian, danau atau laut.

Pemanfaatan alga memiliki banyak keuntungan:

Pemulihan kondisi yang menguntungkan bagi fauna dan flora,

Penurunan bau tak sedap,

Peningkatan penghapusan nitrogen dan fosfor di pantai,

Penurunan pengikatan nutrisi dalam sedimen.

Karena keunggulan ini banyak penelitian telah dilakukan. Baru-

baru ini telah diciptakan teknik pemanenan baru dan dihasilkan produk

berharga oleh beberapa strain alga. Perbaikan ini menyebabkan kenaikan

nilai kepentingan penggunaan organisme ini untuk menghasilkan

Page 26: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

bioenergi. Namun biomassa alga memiliki rasio C/N rendah sehingga

bisa menyebabkan masalah dalam digester.

3) Kayu dan jerami

Biomasa yang mengandung lignoselulosa, seperti kayu dan jerami,

dapat terdegradasi baik dengan praperlakuan seperti perlakuan termal dan

kimia. Berbeda dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin adalah jaringan

silang polimer hidrofobik, tahan terhadap degradasi anaerob, waktu

degradasi memakan waktu setidaknya 25 hari dan menyebabkan

gangguan dalam tahap hidrolisis.

Jerami adalah substrat lignoselulosa, yang terdiri dari: selulosa (40-

50%), hemiselulosa (25-35%) dan lignin (15-20%) sangat tahan terhadap

degradasi enzimatik. Degradasi enzimatik lignoselulosa biasanya tidak

begitu efisien karena merupakan bahan stabilitas tinggi terhadap serangan

enzimatik atau bakteri. Pemanfaatan hemiselulosa dan gula pentosa masih

merupakan masalah bagi bakteri dalam sistem digesti. Lignin adalah

molekul yang sangat kompleks yang terdiri dari unit fenilpropana terkait

dalam struktur tiga dimensi yang sulit untuk diuraikan. Ada ikatan kimia

antara lignin dan hemiselulosa dan bahkan selulosa. Lignin merupakan

salah satu kelemahan penggunaan bahan lignoselulosa dalam produksi

biogas, karena lignoselulosa membuat tahan terhadap degradasi biologis.

Praperlakuan bertujuan untuk mempercepat tahap hidrolisis,

meningkatkan produksi biogas, dan mengurangi waktu retensi hidrolik.

Di masa depan, fermentasi biomasa semacam ini dalam digester biogas

akan memberikan tenaga yang cukup besar. Itu bisa dianggap tidak

menarik secara ekonomi karena harga bahan kimia yang tinggi

dibandingkan dengan biaya operasional yang rendah, tetapi juga

membantu untuk melindungi lingkungan. Setelah digesti, jumlah kecil

bahan berbahaya atau pengotor akan dilepaskan. Degradasi kayu dan

jerami dengan kotoran ternak cair lebih disukai, karena digesti berjalan

lebih stabil.

4) Rumput

Rumput adalah substrat kaya serat dengan potensi biogas yang

tinggi. Substrat ini membutuhkan waktu retensi lebih lama untuk digesti.

Tumbuhan ini dominan di Swedia, dapat tumbuh sebagai padang rumput

permanen atau sebagai tanaman sementara, yang dapat dipanen 2 - 4 kali

Page 27: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

dalam setahun. Nilai energi tertinggi bisa diperoleh dari panen pertama,

sedangkan panen terakhir memberikan efisiensi biogas lebih rendah

karena biodegredabilitasnya rendah. Kadar lignin rumput ini biasanya

lebih rendah pada saat panen awal (TS 2-5%) lalu panen akhir meningkat

kandungan TS 30% (Ertem, 2011)

Steffen dkk. (1998) mengemukakan bahwa, limbah pertanian

yang cocok untuk digesti anaerob adalah:

1) Kotoran sapi

Kotoran sapi biasanya dikumpulkan dari kandang. Jerami sering

ditambahkan dalam penggemukan mengakibatkan sedikit variasi dari

total padatan. Umumnya ditambahkan sedikit air untuk membersihkan

dan membilas jalan ternak, maka dilusi dengan air minimal. Adapun

kotoran kandang babi dan sapi juga menunjukkan variasi yang besar

dalam isi padatan total, tergantung pada sistem kandang hewan.

Tergantung pada lokasi dan tradisi operasional sapi sering menghabiskan

waktu yang lama merumput di padang rumput, maka pengumpulan

kotoran berkurang.

2) Kotoran ayam

Ayam biasanya dipelihara dalam unit skala besar hingga beberapa

ratus ribu hewan. Kotoran ayam mengandung TS yang tinggi (~ 20%)

dan konsentrasi N dalam bentuk NH4 yang pada umumnya kotoran

hewan agak tinggi (~ 8 g/L). Kebanyakan kasus, air terlarut amonia

diekskresikan. Karena ayam mengeluarkan sedikit cairan, maka amonia

ditemukan dalam bentuk kristal dalam kotoran. Kandungan amonia yang

tinggi ini yang dapat menyebabkan efek penghambatan pada digesti, dan

berakibat emisi NH4 tinggi selama penyimpanan pupuk di kandang.

Memelihara ayam di kandang terbuka biasanya menyebabkan

kontaminasi kotoran kandang oleh pasir. Seringkali sistem digester

membentuk sedimen pasir di lapisan bawah yang menyebabkan masalah

operasional dan mengakibatkan volume reaktor berkurang.

3) Kotoran pemeliharaan ternak skala kecil

Pada peternakan kecil hasil pengumpulan kotoran konvensional

dalam pupuk kandang. Hewan biasanya dipelihara di atas jerami, yang

menyerap kotoran sehingga kering masalah isi kering mulai dari TS 10

Page 28: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

sampai 30%. Digesti kotoran kandang membutuhkan waktu retensi lebih

tinggi dan sering menuntut praperlakuan kotoran yang tidakh homogen.

Sering ada masalah operasional tambahan, seperti pembentukan lapisan

endapan. Beberapa bahan sampah seperti serutan kayu, karena kadar

lignin yang tinggi sulit terurai secara anaerob dan dapat diperkaya dalam

tangki digesti.

4) Sisa panen dan limbah kebun

Sisa panen dan limbah kebun bisa didaur-ulang untuk lahan

pertanian bisa juga digunakan sebagai bahan baku dalam digester skala

pertanian dan penyediaan pupuk yang dapat diterapkan mudah untuk

lahan pertanian. Umumnya residu tersebut akan ditambahkan sebagai

substrat bersama untuk pupuk. Kemungkinan bahan baku untuk DA

termasuk tanaman dan sisa-sisa tanaman (misalnya daun, jagung, kacang,

batang dll.), buah-buahan busuk atau berkualitas rendah, dan sayuran, silo

lindi dan jerami.

5) Tanaman energi

Upaya telah dilakukan untuk membudidayakan tanaman khusus

untuk tujuan DA. Hal ini bisa menjadi menarik bagi negara-negara yang

biaya energi tinggi, sementara lahan pertanian yang cukup tersedia dalam

iklim cocok. Bahkan di Eropa terjadi pertanian kelebihan produksi, maka

DA pada tanaman energi bisa menjadi alternatif yang dapat

memanfaatkan lahan kosong. Namun saat ini tanaman energi untuk DA

belum signifikansi di Uni Eropa. Pada beberapa penelitian dilaporkan

penggunaan biomassa tanaman dengan perlakuan awal (silase) untuk DA

pada digester pertanian. Silase dapat disimpan dalam jangka waktu yang

lama dan digunakan untuk produksi biogas ketika energi diperlukan.

6) Limbah dan air limbah industri pertanian

Jumlah besar bahan baku pertanian diproses dalam industri

makanan. Selama pengolahan dihasilkan limbah dan air limbah yang bisa

daur ulang sebagai substrat gabungan pada digester pertanian. Kemudian

digestatnya dapat digunakan sebagai pupuk pada lahan pertanian. Khas

limbah dan hasil samping agroindustri termasuk protein dan gula yang

mengandung whey yaitu dari industri susu atau air kotor dari pengolahan

jus buah dan penyulingan alkohol. Berbagai tanaman dan residu tanaman

Page 29: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

lainnya dari industri pengolahan, sering digunakan atau diperlakukan

melalui cara lainnya atau dikubur, juga dapat diperlakukan secara

anaerob. Residu tersebut dapat ditambahkan sebagai substrat pendamping

pupuk kandang atau campuran digesti, penyediaan transportasi dari

industri limbah dapat diatur secara rasional.

7) Penilaian dari berbagai bahan baku

Volume rata-rata feses dan urin sebagian besar berbeda dari satu

jenis hewan ke lainnya dan terutama tergantung pada usia dan bobotnya.

Livestock unit (LU) umum digunakan sebagai rasio, yaitu satu LU

merupakan bobot hidup 500 kg dan setara dengan 1ekor sapi, ekor babi

atau 250 ayam petelur. Tabel 2.3. memberikan rata-rata bobot, volume

kotoran dan sesuai isi bahan keringnya. Menurut hasil biogas, satu LU

sapi, babi atau ayam menghasilkan rata-rata 0,75, 0,60 atau 12,5 m³

biogas per LU.

Table 2.3. Karakteristik pembentukan kotoran ternak

Ternak Bobot

hidup (kg) Volume

kotoran (L/hari)

Total padatan

/TS (%)

Sapi perah 500 55 11-12

Sapi potong 500 45 11-12

Babi potong 70 4,6 5,6

Ayam petelur 1,8 0,1 10-30

Ayam potong 0,9 0,9 10-30

Hubungan sangat komprehensif antara bahan baku yang

berinteraksi dengan DA (Gambar 2.4). Bahan baku banyak

mempengaruhi konfigurasi digester (pertimbangan desain dan

operasional) dan memiliki pengaruh yang komprehensif tentang fisiologi

bakteri. Dari aspek metabolisme, limbah yang mengandung senyawa

polimer memerlukan desain yang berbeda dengan air limbah yang mudah

biodegradasi, misalnya hanya mengandung asam lemak volatil. Sebagai

contoh, degradasi lignin dan selulosa pada kondisi anaerob dapat

mengambil beberapa minggu. Hemiselulosa, lemak, dan protein

Page 30: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

terdegradasi dalam beberapa hari, sedangkan gula molekul sederhana,

asam lemak volatil dan alkohol laju degradasi hanya beberapa jam.

Selain itu, bahan baku menentukan kualitas produk seperti biogas,

lumpur digestat dan perlunya pasca-perlakuan limbah pada akhir proses

digesti. Karena produk akhir DA diproses lebih lanjut untuk energi panas

dan listrik (biogas) dan pupuk tanah (lumpur anaerob), maka penilaian

komprehensif terhadap komposisi dan kemurnian (kualitas) bahan baku

diperlukan.

Gambar 2.4. Bahan baku dan keterkaitannya dalam berbagai aspek DA

(Steffen dkk., 1998).

2.1.5. Praperlakuan Substrat

Montgomery dan Bochnan (2014) mengemukakan bahwa berbagai

teknologi pretreatment telah dikembangkan dalam beberapa tahun

terakhir untuk meningkatkan ketersediaan DA monosakarida dan molekul

kecil lainnya dalam substrat biogas, terutama dalam bahan lignoselulosa.

Teknologi praperlakuan ini bertujuan untuk:

membuat DA lebih cepat,

berpotensi meningkatkan hasil biogas,

memanfaatkan substrat baru dan / atau yang tersedia secara

lokal, dan

mencegah masalah pemrosesan seperti persyaratan listrik tinggi

untuk mencampur atau pembentukan lapisan mengambang.

Page 31: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Ada berbagai jenis praperlakuan yang dapat dibagi ke dalam

beberapa prinsip seperti pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Tinjauan sekilas beberapa prinsip dan teknik praperlakuan

Prinsip Teknik

Fisika Mekanik

Termal

Ultrasonik

Elektrokimia

Kimia Alkali

Asam

Oksidatif

Biologis Mikrobiologis

Enzimatik

Proses gabungan Eksplosi uap

Ektrusi

Termokimia

Kemampuan untuk membuat biogas dari berbagai substrat yang

berbeda adalah salah satu keunggulan utama DA dibanding proses

lainnya seperti produksi etanol. Namun beberapa substrat bisa sangat

lambat untuk terurai, sehingga akan memperlambat produksi biogas

karena:

Bahan mengandung zat yang menghambat pertumbuhan dan

aktivitas mikroorganisme,

Bahan menciptakan masalah fisik seperti mengambang, berbusa

atau menggumpal, dan menghalangi pengaduk dan pipa biogas,

atau

Struktur molekul bahan sulit diakses mikroorganisme dan enzim,

misalnya karena struktur kristal atau luas permukaan yang

rendah).

Page 32: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

2.2. Digester Biogas

2.2.1. Pengertian dan Fungsi Digester

Digester biogas adalah struktur fisik yang fungsi utamanya adalah

untuk menciptakan kondisi anaerob di dalamnya. Struktur ini bila diisi

oleh bahan bisa terurai secara biologis, seperti: kotoran ternak, maka akan

dihasilkan biogas. Struktur ini dikenal juga sebagai bioreaktor atau

reaktor anaerob.

Digester biogas ialah tempat yang dibuat sedemikian rupa agar

terjadi proses digesti anaerob biomassa oleh aktivitas mikroorganisme,

sehingga dihasilkan biogas sebagai produk utama. Inti dari satu instalasi

biogas ialah digester, yaitu tangki reaktor yang kedap udara tempat

terjadi dekomposisi bahan baku, dalam ketiadaan oksigen dan dihasilkan

biogas. Karakteristik umum semua digester, selain menjadi kedap udara,

adalah memiliki suatu sistem masukan bahan baku serta sistem luaran

biogas dan digestat. Di wilayah iklim substropis digester anaerob harus

diinsulasi dan dipanaskan (Seadi dkk., 2008).

Sosialisasi pemanfaatan teknologi biogas telah lama dilakukan

oleh pemerintah, bahkan sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1980-

an. Namun sampai saat ini belum mengalami perkembangan yang

menggembirakan. Beberapa kendalanya adalah kurangnya ahli teknik

biogas, digester tidak berfungsi akibat kesalahan konstruksi, desain yang

rumit, membutuhkan penanganan secara manual secara detail, dan biaya

konstruksi yang mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian yang

lebih mendalam secara teknis dan ekonomis serta cara-cara pendekatan

baru dalam pengembangannya (Widodo dkk., 2009).

2.2.2. Komponen Digester Biogas

Komponen digester biogas mengambil contoh desain digester

biogas tipe kubah tetap (fixed dome) seperti yang diuraikan oleh Ghimire

(2005) dan Mears dan Anderson (2011) sebagai berikut :

1) Bak Pemasukan

Secara umum bak pemasukan berupa bentuk empat persegi

panjang atau persegi yang terhubung ke pipa pemasukan (lihat Gambar

2.5). Batu bata yang digunakan untuk membangun dasar dan dinding,

yang diplester dengan adukan pasir-semen. Pipa pemasukan terbuat dari

Page 33: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

beton dengan diameter dari 10 sampai 20 cm digunakan untuk

menghantarkan bahan baku untuk digester.

Bak pemasukan harus terletak di ujung untuk mengarahkan pipa

pemasukan tepatnya berlawanan dengan lubang pengeluaran, yang

berada di tengah-tengah longitudinal digester untuk memastikan

pencernaan penuh bahan dan mengikuti waktu retensi yang dirancang.

Ukuran bak pemasukan disesuaikan dengan kebutuhan untuk

memudahlan pencampuran air dan bahan.

2) Tangki Digester

Digester biogas biasanya dibangun di tempat yang lebih tinggi atau

timbul untuk menghindari genangan saat musim hujan. Pengurugan tanah

atas kubah meberikan fungsi ganda, yaitu: (i) menjadi tutup pelindung

terhadap gangguan; dan (ii) bertindak sebagai isolasi selama musim

dingin untuk mempertahankan suhu konstan di dalam digester.

Bahan bangunan yang digunakan untuk membangun dasar batu

bata dan beton. Batu bata direkat dengan mortar pasir dan semen

digunakan untuk membangun dinding. Penampung gas adalah kelanjutan

dinding digester berbentuk bulatan (kubah) di puncak. Pengerjaan pada

permukaan luar dengan menggunakan plesteran semen atau pengerasan.

Pemolesan (waxing) pada permukaan akhir plesteran pasir semen pada

kubah digunakan sebagai metode untuk membuat penampung gas kedap

udara. Pemolesan bisa digantikan dengan cara pemulasan cairan semen

agar lebih hemat biaya.

3) Pipa Gas Utama dan Menara

Gas yang diproduksi dalam digester terkumpul dalam kubah, lalu

disalurkan ke pipa melalui katup yang ditempatkan tepat pada titik pusat

kubah. Pipa gas utama ini dilindungi dengan balok tembok yang disebut

'menara' dibangun untuk mengelilingi pipa. Pipa utama itu panjangnya

30-45 cm dan berdiameter 25-35 mm. Ukuran diameter pipa gas tidak

dikurangi karena beberapa alasan teknis dan untuk memudahkan

pembersihan pipa dengan tongkat atau batang.

Page 34: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Gambar 2.5. Desain umum digester biogas tipe kubah tetap (Mears dan Anderson, 2011)

4). Sistem Pengeluaran

Sistem pengeluaran terdiri dari suatu tempat pembukaan yang

dikenal sebagai lubang masuk orang, yang posisinya pada suatu titik

diametrik berlawanan dengan pipa pemasukan untuk menghindari arus

pendek aliran substrat. Pembukaan ini melayani beberapa tujuan: (i)

sebagai gerbang untuk masuk dan keluar orang selama pembangunan

dan pemeliharaan digester; (ii) untuk mengosongkan digester untuk

membersihkan; (iii) untuk mengaduk lumpur dengan menggunakan

tongkat atau batang panjang, yaitu untuk kasus terbentuk flok di atas; dan

(iv) untuk memfasilitasi pergerakan lumpur ke luar akibat akumulasi gas

dalam penampung gas dan pergerakan lumpur ke dalam dari ruang

perpindahan pada saat pemanfaatan gas sehingga akan ada tekanan yang

cukup untuk mencapai titik penggunaan.

Bila bak pelimpasan (overflow) lumpur digester selevel dengan

permukaan tanah akan meningkatkan risiko genangan air hujan

memasukinya. Masuknya air akan mengubah rasio antara limbah dan air

Page 35: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

dalam digester yang berakibat buruk pada proses DA. Perlu adanya tutup

pelindung untuk bak ini.

Selain itu, membiarkan ruang perpindahan tanpa penutup bisa

meningkatkan risiko jatuhnya anak-anak dan hewan peliharaan. Bak ini

bisa ditutup dengan lempeng beton, pintu kayu atau ayaman bambu.

Panjang dan lebar ruang perlu dipertimbangkan konsekuensinya.

Secara teknis, semakin panjang sisi ruang persegi panjang harus dibangun

sejajar dengan garis tengah membujur dari digester biogas. Bila itu

memiliki sisi yang lebih pendek dari persegi panjang itu yang sejajar

dengan garis tengah, maka terjadi peningkatan arus pendek substrat dan

menciptakan “volume mati” dalam ruang pengeluaran terutama di kedua

sudut pada dinding lebih panjang.

Bak pengeluaran yang dibangun pada tanah yang ditinggikan

untuk menghindari genangan selama musim hujan dan menciptakan

dinding bak itu berada di atas tanah, maka dinding itu perlu diperkuat

dengan rangka beton untuk mencegah retak bahkan runtuh oleh tekanan

lumpur.

5) Lubang Kompos

Lumpur yang keluar dari ruang perpindahan dikeluarkan ke dalam

lubang lumpur yang juga dikenal sebagai lubang kompos. Lubang ini

sangat penting untuk menjaga dan menambah nilai nutrisi lumpur yang

keluar dari digester biogas. Ukuran lubang kompos tersebut setidaknya

harus sama dengan volume digester biogas. Dua lubang adalah lebih baik

karena memudahkan pengoperasian. Kedalaman lubang harus dibuat

minimal untuk menghindari kecelakaan.

Bila lubang kompos tidak dibangun, berarti lumpur dibuang

mengalir ke mana-mana, kolam penampung, atau sungai. Bila ukuran

lubang lumpur dibangun dengan volume terlalu kecil, maka proses

pengomposannya tidak sebagaimana mestinya.

6) Perpipaan

Sistem penyaluran gas pada sebuah instalasi biogas biasanya terdiri

dari : (i) katup gas utama ditempatkan di bagian atas kubah segera setelah

pipa gas utama untuk mengontrol aliran gas; (ii) perpipaan dengan

sambungan sesuai keperluan; (iii) sistem kondensasi air yang dikenal

Page 36: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

sebagai pengeluaran atau perangkap air; (iv) dan katup gas untuk

mengontrol aliran gas ke kompor.

Perlu diperhatikan penggunaan katup gas yang berkualitas dan

pemasangan berjarak minimal 1 meter dari kompor untuk menghindari

kebocoran. Katup harus posisi penutup bila biogas tidak sedang

digunakan.

Gas dari kubah disalurkan ke titik aplikasi melalui pipa PVC

berdiameter ½ atau ¾ inci. Pipa hindari terkena sinar matahari langsung

dan berada di permukaans tanah, maka perlu didukung oleh tiang-tiang

kayu, rumah atau pohon seperti kabel listrik atau telepon untuk mencegah

gangguan sengaja atau tidak yang menyebabkan kebocoran gas. Profil

pipa dipertahankan miring untuk mengkeluarkan air pada pembuangan

agar tidak mengganggu aliran gas.

7) Kompor dan Lampu Gas

Ada kompor yang biasa dibuat khusus untuk biogas, tapi kompor

LPG juga bisa digunakan untuk biogas. Namun bila tekanan biogasnya

kecil, maka kompor LPG perlu dilakukan penutupan sebagian atau

seluruh pemasukan udara pada pangkal nozel gas. Kerusakan kompor

sering muncul akibat korosi pada rangka, penyumbatan lubang pembakar

akibat karat, sehingga api kuning dengan kurang nilai kalori karena

kekurangan asupan udara.

Lampu gas dikenal dengan nama lampu Bunsen yang biasa dipakai

untuk keperluan percobaan di laboratorium.

2.2.3. Tipe Digester

1) Digester Horizontal

Instalasi biogas kecil sering dibangun dengan digester horizontal

(Gambar 2.6). Bahan yang digunakan adalah baja. Awalnya, tangki

bekas/lama diambil untuk menghindari biaya tinggi yang tak perlu.

Tangki ini dibersihkan, direkonstruksi dengan poros tengah, dilengkapi

dengan lengan mixer, insulasi, kubah gas, dll. dan digunakan kembali

sebagai digester (Fischer dan Krieg, 2012).

Page 37: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Saat ini, biasanya tangki digester baru dibuat untuk digunakan

sebagai digester. Umumnya, volume standar antara 50 dan 150 m³.

Lebarnya adalah 3,20 maksimum 3,50 m agar tangki dapat diangkut di

jalan tanpa biaya tambahan dan pemasangan akhir dilakukan di lokasi.

Waktu retensi hidrolik biasanya antara 40 dan 50 hari, tergantung

pada masukan substrat. Masukan pertama dipanaskan oleh lengan

pemanas, lihat Gambar 2.7. Ketika suhu mesofilik tercapai, pencampuran

perlu dilakukan dengan lengan pencampur standar.

Jenis tangki sangat cocok untuk pengolahan kotoran dan kotoran

unggas karena ada kondisi pencampuran sangat baik bahkan untuk

padatan. Jenis digester ini relatif murah tapi tidak dapat diproduksi dan

diangkut dalam ukuran besar. Hal ini membuatnya paling cocok untuk

pertanian kecil (Fischer dan Krieg, 2012).

2) Digester Tegak Standar Pertanian

Digester standar dalam bisnis biogas Jerman adalah digester

tegak, digester dibuat dari beton. Ukuran standar antara 500 dan 1.500

m³. Ketinggian biasanya antara 5 dan 6 m, diameter bervariasi antara 10

dan 20 m.

Tangki yang dilengkapi dengan sistem pemanas yang

memberikan air panas ke dalam tabung terpasang sepanjang dinding.

Mixer bisa benar-benar terbenam atau dilengkapi dengan motor terletak

di luar tangki seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Tangki besar

yang dilengkapi dengan dua atau lebih mixer. Di atas tangki ada

Gambar 2.6. Digester horizontal (Fischer dan Krieg, 2012)

Page 38: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

membran ganda, kubah penampung gas. Membran dalam merupakan

bufer penampung gas, membran luar adalah penutup cuaca. Membran

dalam yang fleksibel ketinggiannya, sedangkan yang luar selalu

berbentuk bola, karena ada blower yang memberikan tekanan udara

antara dua membran dengan cara yang sama dengan yang digunakan

untuk mendukung sebuah aula udara. Waktu retensi hidrolik umumnya

antara 40 dan 80 hari tergantung pada substrat masukan (Fischer dan

Krieg, 2012).

Gambar 2.7. Digester standar pertanian (Fischer dan Krieg, 2012)

Jenis tangki ini sangat cocok untuk setiap jenis substrat masukan

asalkan laju aliran cukup rendah. Penghapusan jaringan bukanlah

masalah jika ada perangkat mekanis khusus, maka beberapa instalasi

dilengkapi dengan atap beton.

Jenis digester yang digunakan untuk pengolahan hingga 10.000

m³ masukan per tahun.

3) Digester Vertikal

Untuk kuantitas substrat masukan yang lebih besar, misalnya

diatas 30.000 m³ per tahun, digester baja tegak berukuran besar

digunakan (Gambar 2.8). Baja pada umumnya dilapisi untuk menghindari

korosi. Dalam banyak kasus digunakan pelat baja dipabrikasi terlapisi

kaca. Ukuran standar antara 1.500 dan 5.000 m³. Ketinggian antara 15

dan 20 m, diameter bervariasi antara 10 dan 18 m.

Pencampuran dilakukan dengan mixer terpasang di atap, yang

beroperasi terus menerus. Substrat input pra-pemanasan sebelum

Page 39: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

memasuki digester. Waktu retensi hidrolik umumnya 20 hari. Kali ini

retensi singkat dapat dipilih karena keuntungan dari pencampuran

kontinyu dan pra-pemanasan.

Jenis digester ini yang digunakan untuk pengolahan hingga

90.000 m³ masukan per tahun per singel unit. Instalasi digester besar

terpusat memiliki dua atau lebih tangki.

4) Digester Kubah Teleskopis

Digester biogas ini terdiri dari tangki pertama silinder berukuran

3.000 liter bagian atas terbuka, tempat bahan organik diuraikan. Tangki

kedua, sedikit lebih kecil ditempatkan terbalik dalam tangki pertama.

Karena biogas yang dihasilkan, tangki atas akan terisi gas akan

naik secara teleskopis terhadap tangki bawah. Bila biogas habis diguna

kan, tangki penyimpan gas ini tenggelam kembali dalam tangki bawah.

Dalam sistem ini, tangki atas bertindak sebagai penyimpanan dan

sebagai penutup bagi tangki digester. Gap antar dinding tangki cukup

sempit untuk mencegah jumlah oksigen yang signifikan masuk digester,

yang akan membunuh bakteri anaerob yang menghasilkan metana.

Jumlah biogas hilang melalui gap antar dinding dapat diabaikan.

Digester Tamera 3.000 liter biasanya mengolah sekitar 40-60 liter

biomassa per hari dan menghasilkan gas yang cukup selama beberapa

jam memasak per hari. Sumber utama biomassa adalah sisa makanan dan

sampah dapur, limbah kebun bukan kayu juga tepat.

Gambar 2.8. Digester besar tegak (Fischer dan Krieg, 2012)

Page 40: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Sebelum dimasukkan ke dalam tangki digester, biomassa dibasahi,

lalu secara mekanik dihancurkan dengan insinkerator sampah. Saat ini

mesin limbah sebagai perangkat penyiapan bahan baku dan juga

menyebutnya sahabat kompos, karena alat itu dapat digunakan untuk

menyiapkan sampah organik untuk digunakan dalam proses dekomposisi

anaerob dan aerob.

Penghalusan memungkinkan bakteri untuk mengakses dan

menguraikan bahan organik lebih mudah; dalam suatu sistem anaerob

transformasi menjadi gas dan pupuk memerlukan waktu 24 jam.

Sedangkan dalam tumpukan kompos aerob transformasi memerlukan

waktu antara 3-6 hari (Culhane, 2012).

Digester biogas ini adukan biomassa dan air hangat (40 °C)

dituangkan ke dalam corong inlet tangki. Inlet ini mengarah ke bagian

tengah dasar tangki digester. Bahan organik yang terdekomposisi keluar

sebagai pupuk cair berkualitas tinggi, melalui outlet di dekat bagian atas

tangki digester luar. Di bagian atas tangki dalam yang terbalik terdapat

outlet biogas.

Sebelum operasi normal, digester biogas harus dimulai dengan

mempersiapkan campuran 1:1 antara kotoran hewan segar dan air, dan

biarkan ini untuk fermentasi anaerob selama beberapa minggu. Volume

campuran ini akan menjadi sekitar 200 liter untuk sebuah digester 3.000

liter atau kira-kira 30-40 kg kotoran hewan per meter kubik ruang tangki

digester. Belum dapat digunakan, itu akan memakan waktu lebih lama

untuk membangun koloni bakteri yang aktif makan. Pengumpanan

sebaiknya hanya dimulai setelah biogas yang mudah terbakar pertama

diproduksi.

Adukan dapat dibuat dalam wadah terpisah atau dalam tangki

digester. Kotoran terjadi berisi secara alamiah bakteri yang mencerna

bahan organik dan menghasilkan metana. Perhatikan bahwa tidak seperti

dalam pembuatan keju yoghurt, digester biogas tidak tergantung pada

satu strain bakteri, tetapi tergantung pada ekologi yang seimbang dari

berbagai jenis mikroorganisme hidrolitik, asidogen, asetogen dan

metanogen.

Setelah campuran ini menghasilkan gas yang mudah terbakar,

pemuatan digester dengan biomassa dapat dimulai. Cara terbaik adalah

memulai secara bertahap, misalnya dengan 1/3 dari umpan diberikan

Page 41: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

pada minggu pertama, 2/3 untuk minggu kedua, dan kemudian ke porsi

umpan normal.

Rasio maksimum adalah sekitar 25 liter adukan feedstock untuk

setiap 1.000 liter ruang digester. Selama operasi normal, kotoran masih

bisa dimasukkan dalam bahan baku. Sebagian besar energi telah diekstrak

dari kotoran, tetapi dapat membantu mempertahankan atau mengisi

populasi bakteri dalam digester dan membantu menyeimbangkan pH. PH

dan suhu digester akan mempengaruhi kinerjanya. Digester biogas lebih

baik pada pH netral; pemuatan berlebih (overfeeding) dengan lemak,

karbohidrat dan bahan baku asam tertentu dapat menurunkan pH dan

kerusakan populasi bakteri; sementara overfeeding dengan protein

(hewani atau nabati) atau bahan kaya nitrogen, seperti: kotoran ayam,

bulu, kulit, rambut atau limbah pemotongan hewan yang dapat

meningkatkan pH dan juga merusak konsorsium bakteri (Culhane, 2012).

Digester tidak bisa disamakan dengan perut (tempat bakteri

berasal) dan memberikan suatu gizi seimbang, atau jika orang berpikir

digester itu sebagai tumpukan kompos cair dan selalu mengamati rasio

C/N yang biasanya sekitar 25:1, sistem harus bertahan selamanya. Jika

ekologi bakteri keluar dari keseimbangan, orang hanya mengembalikan

ke pH netral, menambahkan lebih banyak kotoran, dan mulai dari awal,

sehingga tidak sulit untuk pulih dari yang pengisian yang salah; dan

orang tidak boleh terlalu banyak khawatir tentang "merusak" sistem.

Beruntung bahwa tersedia semua bahan yang dibutuhkan untuk

mendapatkan sesuatu bekerja kembali, sehingga sistem biogas adalah

benar-benar yang paling mudah dan paling demokratis dari semua bentuk

energi terbarukan.

Suhu yang tinggi dapat membunuh bakteri, sebaliknya suhu rendah

dapat menyebabkan bakteri menjadi dorman. Di antara kelompok bakteri

metanogen kemungkinan ada perbedaan dalam merespon suhu, beberapa

di antaranya lebih cocok suhu rendah berkisar dari 17 hingga 20 °C

(psikhrofilik). Lainnya berkembang pada suhu tinggi sekitar 57 °C

(termofilik ). Namun secara umum digester biogas bekerja terbaik pada

suhu sekitar 37°C (mesofilik ).

Di kebanyakan iklim non tropis, mungkin akan bermanfaat untuk

menyelimuti dan menghangatkan tangki digester, misalnya dengan sistem

air panas surya. Hal ini dapat membantu untuk menempatkan

Page 42: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

mikroorganisme psikhrofilik pada lumpur pada bagian dasar digester

dengan suhu yang lebih rendah (Fischer dan Krieg, 2012).

2.2.4. Parameter Operasional

1) Beban Organik

Pembangunan dan pengoperasian instalasi biogas adalah kombinasi

dari pertimbangan ekonomis dan teknis. Mendapatkan hasil biogas yang

maksimal, oleh digesti substrat yang sempurna, akan memerlukan waktu

retensi yang lama dari substrat dalam digester dan sebanding dengan

ukuran digester (Seadi dkk., 2008). Dalam prakteknya, pilihan desain

sistem (ukuran dan jenis digester) atau waktu retensi yang diambil selalu

didasarkan pada kompromi antara mendapatkan hasil biogas tertinggi

mungkin dan memiliki instalasi yang dibenarkan secara ekonomi. Dalam

hal ini, beban organik merupakan parameter operasional yang penting,

yang menunjukkan berapa banyak bahan organik kering dapat

dimasukkan ke dalam digester, per volume dan satuan waktu, menurut

persamaan di bawah ini:

BR= m c / VR

BR : beban organik [kg/hari.m³]

m : massa masukan substrat per satuan waktu [kg/hari]

c : konsentrasi bahan organik [%]; VR: volume digester [m³]

2) Waktu Retensi Hidrolik (HRT)

Parameter penting untuk pendimensian digester biogas itu adalah

waktu retensi hidrolik (HRT). HRT adalah rata-rata interval waktu

lamanya substrat disimpan di dalam tangki digester. HRT berkorelasi

dengan volume digester dan volume pemuatan substrat per satuan waktu,

menurut persamaan berikut:

HRT = VR / V

HRT : waktu retensi hidrolik (hari) ; VR : volume digester [m³]

V : volume substrat per satuan waktu [m³/hari]

Menurut persamaan di atas, peningkatan beban organik akan

mengurangi HRT. Waktu retensi harus cukup panjang untuk memastikan

bahwa jumlah mikroorganisme yang keluar dengan limbah (digestat)

Page 43: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme yang direproduksi. Laju

duplikasi bakteri anaerob biasanya 10 hari atau lebih. Suatu HRT yang

singkat menyediakan laju alir substrat yang baik, tapi hasil gas yang lebih

rendah. Oleh karena itu, penting untuk adaptasi HRT untuk laju

dekomposisi spesifik dari substrat yang digunakan. Mengetahui HRT,

masukan bahan baku harian dan laju dekomposisi substrat, adalah

memungkinkan untuk menghitung volume digester yang diperlukan

(Seadi dkk., 2008).

2.2.5. Komponen Upgrade Biogas

Persson dan Wellinger (2006) mengemukakan tiga alasan utama

untuk membersihkan biogas, yaitu untuk:

memenuhi persyaratan peralatan (mesin, boiler, sel bahan bakar,

kendaraan, dll).

meningkatkan nilai kalor gas

standarisasi gas

Tabel 2.4. Persyaratan kualitas biogas pada beberapa pemanfaatan

Aplikasi Penyingkiran Kontaminan

H2S CO2 H2O

Pemanas (boiler) < 1.000 ppm tidak tidak

Kompor masak ya tidak tidak

Mesin stasioner (CHP) < 1.000 ppm tidak tidak (kondensasi)

Bahan bakar kendaraan ya ya ya

Jaringan elpiji ya ya ya

Pemanfaatan biogas pada mesin gas stasioner adalah kasus yang

spesifik, yaitu hanya kontaminan yang harus disingkirkan. Kebanyakan

produsen mesin gas menetapkan batas maksimum hidrokarbon

terhalogenasi dan siloksan dalam biogas. Bila menggunakan biogas untuk

bahan bakar kendaraan baik kontaminan maupun karbon dioksida harus

dihilangkan untuk mencapai kualitas gas yang memadai.

Ada beberapa teknologi yang tersedia untuk menghilangkan

kontaminan dan upgrade biogas menjadi bahan bakar kendaraan atau

kualitas gas alam.

Page 44: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

1) Penyingkiran Karbon Dioksida

Sebelum menggunakan biogas sebagai bahan bakar kendaraan,

maka kadar karbon dioksida perlu dikurangi. Ada kendaraan yang bisa

memakai biogas tanpa mengeluarkan karbon dioksida, tetapi ada

beberapa alasan karbon dioksida harus dihilangkan.

Penghilangan karbon dioksida meningkatkan nilai kalor dari gas,

sehingga jarak tempuh meningkat untuk setiap satuan volume biogas. Hal

ini juga menyebabkan kualitas gas yang konsisten antar beberapa reaktor

biogas dan memiliki kualitas yang sama dengan gas alam.

Sebelum menambahkan biogas ke dalam jaringan gas alam juga

perlu untuk menghilangkan karbon dioksida untuk mencapai indeks

Wobbe. Saat melepas karbon dioksida dari aliran gas sejumlah kecil

metana juga terbawa. Hal ini penting untuk mencegah lepasnya metana

yang menimbulkan kerugian secara ekonomis dan lingkungan, karena

metana merupakan gas rumah kaca yang kuat.

Persson dan Wellinger (2006) mengatakan ada beberapa metode

untuk mengurangi karbon dioksida. Yang paling umum adalah

penyerapan atau proses adsorpsi. Teknik lain yang digunakan adalah

pemisahan membran dan kriogenik. Salah satu metode yang menarik

dalam pengembangan adalah proses upgrade internal.

Tabel 2.6. Data umum untuk proses adsorpsi dan absorpsi

Prinsip Nama Tipe

Regenerasi Praperlakuan Tekanan

(bar)

Kehilangan

metana

(%)

Adsorpsi

Pressure

Swing

Adsorption

Vakum Uap air, H2S 4-7 < 2

Absorpsi Pencucian

air

Tidak atau

air stripping

Tidak 7-10 < 2

Polietilen

glikol

Air stirpping Uap air, H2S 7-10 < 2

Mono

etanol amin

Pemanasan H2S atmosfer < 0,1

Page 45: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

a. Absorpsi

Karbon dioksida dan hidrogen sulfida dapat disingkirkan dalam

biogas melalui proses absorpsi. Kekuatan ikatan berbeda dari CO2 atau

H2S yang lebih polar dan metana yang nonpolar digunakan untuk

memisahkan senyawa ini.

Water scrubbing.Air adalah pelarut yang paling umum dalam

proses ini disebut water scrubbing (WS). Biogas dikompresi dan

dimasukkan ke bagian bawah kolom yang bertemu aliran balik air.

Kolom ini diisi dengan kemasan untuk menciptakan permukaan yang

besar antara gas dan cairan. Karbon dioksida serta hidrogen sulfida lebih

larut dalam air dibandingkan metana. Biogas yang terbawa ke bagian

atas kolom adalah kaya metana dan jenuh air, maka biogas perlu

dikeringkan.

Air yang mengandung CO2 dialirkan suatu tangki bertekanan

rendah dan sebagian besar karbon dioksida dilepaskan. Kadang-kadang

proses ini ditingkatkan dengan air stripping (AS) atau vakum. AS

membawa oksigen ke dalam sistem yang merupakan suatu masalah ketika

gas digunakan sebagai bahan bakar atau ketika dimasukkan ke grid.

Proses ini dapat menggunakan air segar seterusnya seperti yang paling

umum dilakukan di pabrik pengolahan limbah karena air tersedia.

Hidrogen sulfida yang dilepaskan ke udara menciptakan masalah emisi.

Beberapa sulfur yang terakumulasi di dalam air dan nanti dapat

menyebabkan masalah penyumbatan pipa. Oleh karena itu

direkomendasikan bahwa hidrogen sulfida dipisahkan sebelumnya.

Penyumbatan dalam kolom absorpsi karena pertumbuhan organik

dapat menjadi masalah pada instalasi ini dan oleh karena itu

direkomendasikan untuk memasang peralatan cuci kolom otomatis.

Pelarut Organik. Selain air, pelarut organik seperti polietilen glikol

dapat digunakan untuk penyerapan karbon dioksida. Selexol® dan

Genosorb® adalah nama dagang bahan kimia itu. Dalam pelarut ini,

seperti air, karbon dioksida dan hidrogen sulfida lebih larut dari metana

dan proses berlangsung dengan cara yang sama dengan WS. Perbedaan

utama adalah bahwa karbon dioksida dan hidrogen sulfida lebih larut

dalam Selexol dari pada dalam air. Konsekuensinya adalah bahwa

instalasi upgrade kecil dapat dibangun untuk kapasitas gas yang sama.

Page 46: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Dalam proses Selexol juga air dan hidrokarbon terhalogenasi dipisahkan.

Namun banyak energi yang dibutuhkan untuk meregenerasi Selexol dari

hidrogen sulfida dan oleh karena itu sering lebih baik untuk memisahkan

hidrogen sulfida sebelum absorpsi.

Gambar 2.9. Karbon dioksida memiliki kelarutan tinggi dalam air dari metana. ini

memungkinkan pemisahan dua komponen dalam kolom absorpsi.

(Persson dan Wellinger, 2006)

Pelarut organik lain yang dapat digunakan adalah amina alkanol

seperti etanol mono amina (MEA) atau di-metil etanol amina (DMEA)

kimia an dibuat ulang dalam reaksi kimia dikembalikan biasanya

didorong oleh panas dan / atau vakum. Dalam proses MEA khas hidrogen

sulfida dihapus sebelum biogas memasuki bawah kolom absorpsi. Gas

bertemu dengan cairan yang mengalir berlawanan dan karbon dioksida

bereaksi dengan bahan kimia pada tekanan rendah. Karena reaksi selektif

hampir semua karbon dioksida terikat dan sangat sedikit metana hilang.

Gas dikompresi dan dikeringkan dan dapat digunakan untuk kendaraan

atau didistribusikan ke dalam jaringan gas. Bahan kimia diregenerasi

melalui pemanasan dengan uap yang memiliki kelemahan penggunaan

energi.

Page 47: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

b. Pressure Swing Adsorption

Adsorpsi karbon dioksida pada bahan seperti karbon aktif atau

saringan molekular dapat digunakan untuk memisahkan karbon dioksida

dari biogas. Selektivitas adsorpsi dapat diperoleh dengan mesh yang

berbeda ukuran. Metode ini diberi nama pressure swing adsorption

(PSA) karena adsorpsi berlangsung dalam tekanan tinggi dan bahan

diregenerasi melalui pengurangan tekanan dan penerapan vakum ringan.

Proses ini membutuhkan gas kering dan bahan adsorpsi. Hidrogen

sulfida perlu pra-pemisahan sebelum gas dimasukkan ke bagian bawah

tabung adsorpsi berisi karbon aktif.

Dalam tabung bertekanan karbon dioksida diserap, gas yang kaya

metana meninggalkan bagian atas tabung. Ketika bahan dalam bejana

jenuh, biogas menuju tabung baru. Ada empat tabung dihubungkan

bersama untuk membuat operasi terus-menerus dan untuk mengurangi

kebutuhan energi untuk kompresi gas. Regenerasi tabung jenuh

dihasilkan melalui depressurisasi bertahap. Pertama tekanan dikurangi

melalui hubungkan tabung dengan tabung yang sudah diregenerasi,

kemudian tekanan dikurangi hampir tekanan atmosfer. Gas dirilis pada

langkah ini yang mengandung sejumlah besar metana dan karena itu

didaur ulang ke inlet gas. Akhirnya tabung benar-benar dievakuasi

dengan pompa vakum. Gas yang meninggalkan tabung itu pada langkah

ini terutama terdiri dari karbon dioksida yang dirilis ke atmosfer.

Gambar 2.10. Dalam sebuah pabrik PSA, karbon dioksida dipisahkan pada tekanan

tinggi. Kolom yang diregenerasi pada tekanan berkurang. (Persson dan

Wellinger,2006)

Page 48: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

c. Pemisahan Membran

Ada proses dengan pemisahan membran, adalah pemisahan

dengan fase gas pada kedua sisi membran atau itu adalah absorpsi gas-

cair yang berarti bahwa cairan menyerap karbon dioksida berdifusi

melalui membran. Cairan bisa suatu amina dan sistem memiliki

selektivitas yang tinggi dibanding dengan sistem membran padat.

Pemisahan terjadi pada tekanan rendah, sekitar tekanan atmosfir.

Membran dengan fase gas di kedua belah sisi juga bisa disebut

membran kering. Membran bekerja baik di tekanan tinggi > 20 bar atau

pada tekanan rendah 8-10 bar. Pemisahan ini didukung oleh fakta bahwa

molekul ukuran yang berbeda memiliki permeabilitas yang berbeda

melewati membran. Faktor penting lainnya untuk pemisahan adalah

perbedaan tekanan antara kedua sisi membran dan suhu gas. Karbon

dioksida dan hidrogen sulfida lolos melewati membran sedangkan metana

tertahan di sisi inlet. Konsentrasi metana tinggi pada upgrade gas dapat

dicapai dengan ukuran yang membran besar atau beberapa secara seri.

Biogas yang dikompresi dan dikeringkan sebelum dilewatkan ke

membran. Pemisahan hidrogen sulfida diperlukan sebelum biogas dapat

digunakan untuk kendaraan atau diinjeksikan ke jaringan gas.

d. Pemisahan Kriogenik

Metana memiliki titik didih -160 °C pada tekanan atmosfer

sedangkan karbon dioksida -78 °C. Ini berarti bahwa karbon dioksida

dapat dipisahkan dari biogas sebagai cairan dengan mendinginkan

campuran gas itu pada tekanan tinggi. Metana dapat dikeluarkan dalam

fase gas atau cair, tergantung pada bagaimana sistem dibangun. Ketika

juga metana terkondensasi, nitrogen yang memiliki titik didih yang lebih

rendah dipisahkan. Karbon dioksida yang dipisahkan bersih dan bisa

dijual. Sampai tahun 2006 metode ini hanya diuji pada percontohan di

Eropa.

Untuk menghindari pembekuan dan masalah lain dalam proses

kriogenik, kontaminan seperti air dan hidrogen sulfida perlu dipisahkan

awal. Prinsip pemisahan kriogenik adalah bahwa biogas dikompresi dan

kemudian didinginkan dengan penukar panas diikuti dengan langkah

ekspansi misalnya dalam turbin ekspansi. Pendinginan dan ekspansi

tersebut menyebabkan karbon dioksida terkondensasi. Setelah karbon

Page 49: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

dioksida disingkirkan sebagai cairan, lalu gas dapat didinginkan untuk

menkondensasikan metana.

e. Pengayaan metana in-situ

Teknik konvensional untuk memisahkan karbon dioksida dari

biogas menuntut banyak peralatan proses dan metode biasanya cocok

untuk instalasi besar untuk mencapai ekonomi yang cukup. Pengayaan

metana in-situ adalah sebuah teknologi baru yang sedang dikembangkan

pada skala pilot yang menjanjikan ekonomi yang lebih baik juga untuk

instalasi yang lebih kecil.

Lumpur dari ruang digesti diarahkan ke sebuah kolom di mana

bertemu aliran balik udara. Karbon dioksida yang terlarut dalam lumpur

tersebut terdesorbsi. Lumpur diarahkan kembali ke ruang digesti. Karbon

dioksida sekarang dapat larut ke dalam lumpur menjadikan gas diperkaya

metana.

Hasil tes skala lab di Swedia menunjukkan bahwa kemungkinan

secara teknis untuk membangun sebuah sistem yang meningkatkan

kandungan metana gas hingga 95% dan masih menjaga kehilangan

metana di bawah 2%.

2) Penyingkiran komponen lainnya

Ada sejumlah jejak gas di biogas yang dapat membahayakan

sistem distribusi atau pemanfaatan gas. Misalnya kerusakan yang

disebabkan oleh korosi, deposit atau keausan mekanis. Kontaminan dapat

juga menyebabkan produk buangan yang tidak diinginkan seperti SOx,

HCl, HF, dioksin atau furan.

Air, hidrogen sulfida, partikel dan jika ada siloksana dan

hidrokarbon terhalogenasi yang komponen yang harus dihapus karena

sebagian besar aplikasi baik secara teknis atau untuk mengurangi biaya

pemeliharaan. Hal ini tidak umum bahwa gas tersebut harus diperlakukan

untuk mencapai standar emisi.

a. Penyingkiran hidrogen sulfida

Hidrogen sulfida terbentuk dari pencernaan protein dan bahan lain

yang mengandung sulfur. Karena hidrogen sulfida sangat korosif

Page 50: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

dianjurkan untuk dipisahkan pada proses awal upgrade biogas. Hal ini

dapat dihapus di ruang pencernaan, dalam aliran gas atau dalam proses

upgrade. Beberapa metode yang paling umum untuk menghilangkan

hidrogen sulfida, bahkan pemberian besi klorida terhadap lumpur digester

atau pemberian udara / oksigen ke digester.

Desulfurisasi biologis. Mikroorganisme dapat digunakan untuk

mengurangi kadar sulfida dalam biogas, terutama mengubahnya menjadi

unsur sulfur dan beberapa sulfat. Mikroorganisme pengoksidasi belerang

terutama dari keluarga Thiobacillus. Mikroorganisme ini umumnya ada

dalam bahan baku, maka tidak perlu diinokulasi. Selain itu, sebagian

mikroorganisme itu adalah autotrof, yang berarti bahwa bisa

menggunakan karbon dioksida dari biogas sebagai sumber karbon.

Oksigen perlu ditambahkan ke biogas untuk desulfurisasi biologis,

harus dalam jumlah stoikiometri dan kebutuhannya tergantung pada

konsentrasi hidrogen sulfida, yang biasa kadarnya 2 hingga 6% dari udara

dalam biogas.

Metode yang paling sederhana untuk desulfurisasi adalah dengan

menambahkan langsung oksigen atau udara ke ruang digester. Dengan

metode ini kadar hidrogen sulfida dapat dikurangi hingga 95% menjadi

kadar yang lebih rendah dari 50 ppm. Tentu saja ada beberapa faktor

yang mempengaruhi tingkat penurunan seperti suhu, tempat dan jumlah

udara yang ditambahkan serta waktu reaksi. Ketika menambahkan udara

kedalam biogas langkah-langkah keamanan perlu dipertimbangkan untuk

menghindari kelebihan udara. Biogas adalah bahan peledak pada kisaran

5-15% dalam udara.

Desulfurisasi biologis juga dapat terjadi dalam biofilter terpisah

diisi badan plastik yang melekat mikroorganisme desulfurisasi. Di unit

biogas yang mengalir naik bertemu cairan aliran berlawanan yang terdiri

dari kondensat gas dan cairan lumpur limbah atau larutan mineral.

Sebelum biogas memasuki unit, 5-10% udara ditambahkan. Dalam

proses kadar hidrogen sulfida dapat dikurangi dari 3.000 sampai 5.000

ppm menjadi 50 hingga 100 ppm. Amonia dipisahkan pada waktu yang

sama.

Perlakuan besi klorida terhadap lumpur digester. Tingkat hidrogen

sulfida dalam biogas dapat dikurangi dalam ruang digester dengan

Page 51: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

menambahkan besi klorida (FeCl2). Besi (Fe2+

) bereaksi dengan ion

sulfida (S2-

) dan membentuk sulfida besi (FeS). Kadar hidrogen sulfida

berkurang menjadi sekitar 100 - 150 ppm.

Serapan karbon aktif. Karbon aktif dapat digunakan untuk konversi

secara katalitik hidrogen sulfida menjadi unsur sulfur dan air. Seperti

desulfurisasi biologis, oksigen perlu ditambahkan untuk proses ini.

Karbon diresapi dengan kalium iodida atau asam sulfat untuk

meningkatkan laju reaksi. Sulfur yang mengandung karbon dapat

diregenerasi atau diganti dengan karbon segar bila telah jenuh. Serapan

karbon aktif adalah metode umum untuk pemisahan hidrogen sulfida

sebelum sistem upgrade dengan PSA.

Besi hidroksida atau oksida. Hidrogen sulfida bereaksi dengan besi

hidroksida atau oksida membentuk sulfida besi (FeS). Bila bahan ini telah

jenuh dapat diregenerasi atau diganti. Dalam regenerasi, sulfida besi

dioksidasi oleh udara dan oksida besi atau hidroksida besi dijumput

bersama dengan unsur sulfur.

Oksida besi yang mengisi bahan dapat dioksidasi serat baja

(pelapisan karat) serutan kayu ditutupi dengan besi oksida atau pelet yang

terbuat dari lumpur merah, produk limbah dari produksi aluminium.

Serutan kayu sangat populer di Amerika Serikat karena berbiaya rendah

dan memiliki rasio yang besar permukaan terhadap volume. Rasio

tertinggi diperoleh pada pelet. Pelet yang umum pada instalasi

pengolahan tinja Jerman dan Swiss.

Perlakuan larutan NaOH. Suatu larutan natrium hidroksida (NaOH)

dapat digunakan untuk memisahkan hidrogen sulfida. Sodium hidroksida

bereaksi dengan hidrogen sulfida membentuk natrium sulfida atau

natrium hidrogen sulfida. Kedua garam ini adalah tidak larut yang berarti

bahwa regenerasi tidak mungkin dilakukan.

3) Penghapusan hidrokarbon berhalogeni

Hidrokarbon berhalogen, terutama berupa kloro- dan flouro- pada

senyawa yang dominan pada biogas. Senyawa menyebabkan korosi

dalam mesin CHP dan dapat dihilangkan dengan metode yang sama

digunakan untuk karbon dioksida.

Page 52: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

4) Penyingkiran siloksana

Senyawa silikon organik kadang-kadang terkandung dalam biogas

dari tempat pembuangan sampah dan lumpur kotoran, karbon aktif dapat

digunakan untuk memisahkannya. Metode ini sangat efektif tetapi bisa

mahal karena menghabiskan karbon tanpa dapat diregenerasi dan perlu

diganti. Ini berarti biaya untuk pembuangan serta biaya untuk karbon

baru. Metode lain untuk menghapus senyawa ialah absorpsi dalam suatu

campuran cairan hidrokarbon.

Kadar siloksana dalam biogas juga dapat dikurangi melalui

pendinginan gas dan memisahkan cair terkondensasi. Ada contoh sistem

pendinginan gas ke -25°C yang menghasilkan efisiensi 26%. Gas dapat

didinginkan hingga -70°C menyebabkan siloksana membeku, sehingga

memcapai efisiensi 99%. Pendinginan gas juga dapat dikombinasikan

dengan suatu sistem karbon aktif, memberikan karbon waktu hidup lebih

tahan lama.

5) Penyingkiran oksigen dan nitrogen

Jika oksigen atau nitrogen ada dalam biogas ini adalah tanda

bahwa udara telah tersedot ke dalam sistem. Ini umum dalam biogas

yang dikumpulkan dari TPA dengan tabung permeabel dengan

menerapkan sedikit tekanan di bawah.

Rendahnya tingkat oksigen dalam gas tidak masalah, tetapi bila

tinggi dapat menimbulkan risiko ledakan. Dalam beberapa proses

upgrade seperti PSA dan membran kandungan oksigen dan nitrogen juga

berkurang.

6) Penyingkiran air

Biogas jenuh dengan uap air ketika meninggalkan ruang digesti.

Sebelum biogas digunakan sebagai bahan bakar kendaraan atau

dimasukkan ke dalam jaringan gas perlu dikeringkan. Pengeringan juga

bisa diperlukan bila menggunakannya untuk CHP, terutama untuk turbin

gas. Refrigerasi adalah metode umum untuk pengeringan biogas. Gas ini

didinginkan dengan penukar panas dan air terkondensasi dipisahkan.

Untuk mencapai titik embun yang rendah gas dapat dikompresi dahulu

sebelum didinginkan.

Adsorpsi air pada permukaan agen pengering adalah metode yang

umum digunakan untuk mencapai titik embun sangat rendah yang

Page 53: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

diperlukan dalam aplikasi bahan bakar kendaraan (yaitu ≤ - 40 °C ;

tekanan 4 bar). Agen pengering bisa digunakan silika gel atau aluminium

oksida. Untuk memastikan operasi terus-menerus biasanya sistem terdiri

dari dua tabung, satu untuk operasi dan satu untuk regenerasi. Tabung

yang dikemas dengan agen pengeringan dan gas lembab melewatinya.

Pengeringan bisa dilakukan pada tekanan tinggi atau atmosfer. Hal ini

mempengaruhi metode regenerasi, yaitu ketika pengeringan pada tekanan

naik maka aliran kecil dari gas kering terkompresi dan digunakan untuk

regenerasi. Jika pengeringan dilakukan pada tekanan atmosfer, udara dan

pompa vakum digunakan untuk regenerasi. Kerugian dengan metode

yang terakhir terjadi penambahan udara ke biogas.

Metode pengeringan lain yang dapat digunakan adalah penyerapan

air dalam glikol atau garam higroskopis. Garam baru dibutuhkan untuk

menambah agar menggantikan garam yang telah jenuh atau bahkan telah

larut. Medium pengering bisa dijumput oleh pengeringan pada suhu

tinggi.

7) Biaya upgrade biogas

Total biaya untuk pembersihan dan peningkatan biogas berasal dari

biaya investasi, operasional instalasi, dan pemeliharaan peralatan. Ketika

memproduksi biogas untuk bahan bakar kendaraan, maka bagian yang

paling mahal perlakuan adalah penyingkiran karbon dioksida.

Investasi dalam suatu instalasi dengan perlakuan kualitas lengkap

untuk bahan bakar kendaraan tergantung pada beberapa faktor. Salah satu

faktor utama tentu saja ukuran instalasi. Kenaikan investasi meningkat

dengan kapasitas instalasi, tetapi pada saat yang sama investasi per unit

kapasitas terpasang menurun untuk pabrik yang lebih besar. Investasi

khusus untuk pabrik mengolah 300 m3 gas per jam adalah 1 juta Euro

seperti yang ditunjukkan oleh grafik di bawah ini biaya investasi tahun

1998 dan 2006 untuk 16 instalasi di Swedia (Persson dan Wellinger,

2006).

Page 54: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Gambar 2.11. Grafik hubungan biaya investasi dan kapasitas pabrik

* 1 Krona Swedia (SEK) = Rp 1.744

2.2.6. Rekayasa Kondisi Digester

Bakteri yang memproduksi metana tidak sesuai untuk

mengambang bebas dalam tangki, karena mikroorganisme hidup

berevolusi dalam lambung hewan, yaitu bakteri menempel pada

permukaan saat sedang terkena aliran substrat. Kondisi seperti ini dapat

diciptakan dengan menutupi bagian bawah tangki dengan batu berpori

atau kerikil, yaitu membangun struktur area permukaan vertikal sebagai

suatu bangunan "motel mikroorganisme" dalam tangki digester

(Culhane, 2012).

Struktur vertikal ini yang memungkinkan bakteri menghuni semua

zona suhu tangki, efisiensi kenaikan air dipisahkan menjadi lapisan-

lapisan termal, air terdingin berada di bagian bawah tangki dan air

hangat di bagian lebih atas. Namun justru sebagian besar biodigester

bergantung pada kerja bakteri yang hidup dalam butiran lumpur di dasar

tangki yang dingin untuk melakukan sebagian besar pekerjaan

perombakan. Dengan memberikan elevator vertikal memperlakukan

mikroorganisme sebagai peliharaan yang memiliki kesempatan untuk

Page 55: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

menemukan zona dalam tingkatan suhu yang paling sesuai dengan

kebutuhannya.

Motel mikroorganisme tersebut dapat dibangun dengan

menggunakan pipa plastik bekas, berusaha untuk memperkecil dampak

aliran gas dan lumpur di dalam tangki. Pipa plastik vertikal dengan

lubang melintang di dalamnya untuk membiarkan makanan dan

gelembung keluar untuk bekerja dengan baik sebagai media kolam filtrasi

yang digunakan untuk mendorong pertumbuhan bakteri. Di Palestina

orang memasukkan cangkang kacang almond dan pistachio; idenya

adalah agar memiliki media mengambang tempat bakteri dapat

membentuk biofilm aktif. Semakin luas permukaan untuk populasi

bakteri dan secara teoritis semakin mudah memberi makan; tersedia lebih

biofilm yang lebih efisien membuat bakteri dapat bekerja dan

menghasilkan lebih banyak gas dan pupuk (Culhane, 2012).

2.2.7. Pertimbangan dalam Membangun Digester

Digester biogas bukan teknologi baru, namun upaya untuk

memdaya-gunakan semua jenis energi yang ada dalam teknologi biogas

belumlah optimal, hal ini dapat dilihat pada instalasi digester tradisional

yang belum memperhitungkan waktu produksi efektif, volume ruang

digester harus sesuai dengan laju pemasukan substrat (Fischer dan Krieg,

2012). Hal berikut yang harus dipertimbangkan ketika akan membangun

digester biogas:

1) Digester dibangun sedekat mungkin dengan pasokan bahan baku

(kandang hewan, limbah makanan, sumber kompos, toilet, dll.) dan

sumber air. Hal ini agar operasi digester lebih mudah dan untuk

menghindari pemborosan bahan baku dan biaya. Jika bahan baku atau

air atau keduanya tidak tersedia, maka digester biogas tidak perlu

dibangun.

2) Panjang pipa gas harus diupayakan sesingkat mungkin. Pipa yang

terlalu panjang akan meningkatkan risiko kebocoran gas, karena

peningkatan jumlah sambungan; juga membutuhkan biaya lebih

besar. Katup gas utama harus dibuka dan ditutup sebelum dan

sesudah digunakan, maka digester harus berada sedekat mungkin ke

titik penggunaan untuk memudahkan operasional.

Page 56: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

3) Tepi dasar digester setidaknya harus bejarak dua meter dari struktur

lain untuk menghindari resiko mengganggu atau merusak selama

pembangunan.

4) Digester harus berjarak minimal 10 meter dari sumur air tanah atau

badan air permukaan untuk melindungi air dari pencemaran.

5) Dipilih lokasi yang menjamin digester mendekati suhu optimal 35oC.

Salah satu batasan pembuatan desain digester biogas untuk

masyarakat di pedesaan adalah biaya pembuatan, kemudahan

pengoperasian serta perawatan. Digester biogas jenis kubah yang dibuat

dari bahan tembok dan beton umumnya memerlukan biaya yang tinggi.

Pembangunan digester sebagai penghasil energi alternatif memerlukan

perhitungan teknis dan desain yang optimum untuk mendapatkan gas

sesuai harapan. Selain mengurangi polusi, pembuatan desain juga harus

disesuaian dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk investasi dan

biaya pengeluaran lain.

Page 57: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

III

METODOLOGI

3.1. Pengujian Digester Biogas sebagai Instalasi Sanitasi di

Pemukiman

3.1.1. Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Fakultas

Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya (Rahmat dkk., 2014b).

Sampel limbah pemukiman diambil dari Tempat Penampungan Sampah

Sementara (TPS) Jalan Pembela Tanah Air Kota Tasikmalaya. Limbah

pemukiman adalah sampah yang dihasilkan pada level rumah tangga

yang biasa dikumpul kranjang sampah di setiap rumah. Penelitian ini

dilakukan dimulai 01 April 2013 hingga 30 September 2013.

3.1.2. Bahan dan Alat Percobaan

Bahan yang dipersiapkan untuk percobaan ini adalah : (i) sebagai

bahan perlakuan, meliputi : limbah pemukiman dan kotoran sapi; (ii)

bahan penunjang : akuades, alkohol, air bersih, kantung plastik 20 cm x

30 cm, dan alat tulis umum.

Alat yang diperlukan dalam percobaan adalah : (i) tiga set

digester biogas kapasitas 8 L terbuat dari jeriken (jerrycan) HDPE, gelas

ukur 1L untuk menampung gas, manometer, pipa penyalur biogas,

baskom 2L untuk menampung air penyekat gas, dan statif; (ii) alat

penunjang, seperti: ember 10 L, dan corong; dan (iii) peralatan

laboratorium seperti: pHmeter, termometer tangan, timbangan analitis,

timbangan teknis, stopwatch, gelas ukur, pipet ukur, gelas piala, sarung

tangan, dan jas laboratorium.

3.1.3. Metode Percobaan

Percobaan ini disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL), yang

menguji pengaruh tiga jenis perlakuan, yaitu :

A= sampah makanan

B= sampah makanan + kotoran sapi

C= kotoran sapi (sebagai kontrol)

Page 58: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Perlakuan A,B, dan C tersebut disusun dalam rancangan acak

lengkap (RAL) dengan enam kali ulangan, sehingga secara keseluruhan

dibutuhkan 24 unit percobaan seperti pada Gambar 3.1.

1

B

2

C

3

B

4

C

5

A

6

A

7

C

8

A

9

C

10

A

11

B

12

C

13

B

14

B

15

A

16

C

17

B

18

A

19

A

20

B

21

C

22

A

23

C

24

B

Gambar 3.1. Tata Letak Percobaan. Perlakuan A B, dan C dialokasikan secara acak

penuh pada Petak 1 sampai dengan 24.

Untuk membuktikan adanya pengaruh perlakuan terhadap semua

variabel respons yang diamati, maka analisis data menurut Gomez dan

Gomez (1984) dilakukan berdasarkan model matematika sebagai berikut:

Yij = μ +ti + Єij

Keterangan :

Yij : nilai pengamatan dari perlakuan ke-j pada ulangan ke-i

μ : nilai rata-rata umum

ti : pengaruh perlakuan ke-i

Єij : pengaruh faktor random terhadap perlakuan ke-j dan kelompok ke-i

Penyajian analisis varian dengan rancangan acak kelompok

berdasarkan model linier di atas adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Daftar Analisis Varian

Sumber Variasi Derajat

Bebas (DB)

Jumlah

Kuadrat (JK)

Kuadrat

Tengah (KT) F hitung

Perlakuan (t) t-1 FKr

ΣTJK

2

t

t

tt

DB

JKKT

g

hitKT

KTF t

Galat (g) (rt-1)(t-1) JKg = JKu- JKt

g

g

gDB

JKKT

Umum (u) (rt-1) JKu = Σ X2 – FK

Keterangan : Faktor koreksi =

Page 59: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Variabel respons yang diamati pada percobaan ini adalah : (a) pH

substrat; (b) produksi biogas harian; dan (c) padatan total (total

solids/TS).

Berdasarkan rancangan percobaan di atas, dapat ditentukan kriteria

penerimaan atau penolakan hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika F hitung > F tabel taraf 5%, maka hipotesis diterima sehingga

data dapat dilakukan uji lanjutan dengan Uji Jarak Berganda

Duncan.

b. Jika F hitung < F tabel taraf 5%, maka hipotesis ditolak sehingga

data tidak perlu dilakukan uji lanjutan.

Bila F signifikan, dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan dengan

rumus :

LSR (α.dbg.p) = SSR (α.dbg.p) . Sx

Keterangan : LSR: least significant range; Dbg: derajat bebas galat; SSR: studenized

significant range; α : taraf nyata 5%; p : jumlah perlakuan; Sx : galat

baku rata-rata

3.1.4. Prosedur Percobaan

1) Penyiapan substrat

Limbah pemukiman yang dimanfaatkan sebagai bahan substrat

untuk menghasilkan biogas yang setelah dikumpulkan dipilah secara

manual untuk memisahkan sampah makanan dengan komponen-

komponen lainnya, seperti: kertas, plastik, logam dll.

Sampah makanan adalah bahan makanan terbuang sebelum

pemasakan di dapur dan sisa makanan yang telah disantap. Sampah

terutama berupa sayuran setelah dipilah lalu dirajang hingga ukurannya

maksimal sekitar 1cm2 sebelum dimasukkan ke dalam digester. Kotoran

sapi digunakan dalam percobaan sebagai perlakuan substrat pembanding

(kontrol) terhadap produksi biogas dari limbah makanan. Pencampuran

limbah makanan dan kotoran sapi sesuai dengan perlakuan yang akan

dicoba tersebut dan dilakukan di luar sebelum dimuat ke digester.

Page 60: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

2) Penyiapan digester

Gambar 3.2 menunjukkan diagram skematik satu set digester

skala laboratorium (10 L) yang digunakan dalam percobaan ini. Untuk

keperluan penelitian ini dibuat tiga set digester (A, B, dan C).

Gambar 3.2. Skema satu set Digester Anaerob (Rahmat dkk., 2014b)

Keterangan : (1) Jerigen 10 L sebagai ruang digesti; (2) Limbah sebagai substrat

digesti; (3) Pipa pengeluaran biogas; (4) Kran pengambilan sampel

substrat; (5) Pipa pengalir biogas ke pengukur volume; (6) Panci

sebagai penampung air penyekat gas; (7) Gelas ukur penampung

biogas; (8) Statif; (9) Termometer; (10) Pipa pengalir biogas ke

manometer; dan (11) Manometer.

Penelitian ini dilaksanakan secara anaerob pada kondisi mesofilik

(20- 40 oC). Digester A diisi 4 kg umpan limbah pemukiman dan

ditambahkan air pada rasio 1:1. Digester B diisi 2 kg umpan limbah

dicampur 2 kg kotoran sapi dan juga ditambahkan air pada rasio 1:1

untuk membentuk adukan. Sementara Digester C diisi 4 kg umpan

kotoran sapi dan juga ditambahkan air dalam rasio 1:1. Digester

terhubung ke gelas ukur posisi terbalik dengan berdasarkan perhitungan

bahwa, jumlah air yang dipindahkan sama dengan volume biogas yang

diproduksi. Digester ditempatkan dalam ruangan laboratorium selama

waktu retensi 20 hari.

Page 61: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

3) Pengamatan

(i) Karakterisasi Limbah Pemukiman.

Karakterisasi limbah yang terkumpul dilakukan pemisahan dan

penimbangan masing-masing komponen, meliputi : sisa dan limbah

bahan makanan, kertas, plastik, logam, dan lainnya.

(ii) pH substrat dalam digester : ialah pH sampel diambil dan diukur

pada 0,1, 2, dan 3 minggu setelah setelah inkubasi (selama waktu

retensi 20 hari).

(iii) Produksi biogas harian : ialah angka yang menyatakan banyaknya

volume biogas yang tertampung pada gelas pengukur setiap hari

selama 20 hari waktu retensi.

(iv) Padatan total (Total Solids/TS) dalam substrat.TS ialah banyaknya

zat padat organik dan anorganik dalam substrat yang ditentukan

dengan dianalisis penimbangan dan pemanasan/penguapan lalu

dihitung dengan rumus :

3.2. Pengujian Digester Biogas dalam Sanitasi Limbah Industri

Pangan

3.2.1. Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Proteksi

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya (Rahmat dkk.,

2014a). Sampel limbah cair tahu (LCT) diambil dari sepuluh pengrajin

tahu di lingkungan kampung Nagrog Indihiang, Kota Tasikmalaya.

Penelitian ini dilakukan dimulai 01 April 2013 hingga 30 November

2013.

3.2.2. Bahan dan Metode

Bahan yang harus dipersiapkan untuk percobaan ini adalah : (i)

sebagai bahan perlakuan, meliputi : limbah cair tahu, kotoran domba,

(mL)SampelVolume

(mg)awalcawanberat -(mg)C103setelahberatmg/LTS

ο

Page 62: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

jerami padi, serasah bambu, dan limbah krop kobis; (ii) bahan penunjang

: akuades, alkohol, air bersih, dan alat tulis umum.

Alat yang diperlukan dalam percobaan adalah : (i) lima set

digester biogas kapasitas 50 L terbuat dari drum, pelat, dan pipa; (ii)

jariken 20 L, ember 10 L, dan corong; dan (iii) peralatan laboratorium

seperti: manometer U, pHmeter lapangan, termometer tangan, timbangan

analitis, timbangan teknis, stopwatch dan gelas ukur, pipet ukur, gelas

piala, sarung tangan, dan jas laboratorium.

3.2.3. Metode Percobaan

1) Rancangan Percobaan

Percobaan ini akan menguji pengaruh lima jenis perlakuan LCT

yang diberi perlakuan yang berbeda, yaitu :

A= LCT (sebagai kontrol)

B= LCT + kotoran domba

C= LCT + jerami padi

D= LCT + serasah bambu

E= LCT + limbah kobis

Perlakuan A,B,C,D, dan E tersebut disusun dalam rancangan

acak kelompok (RAK) dengan lima kali ulangan (kelompok), sehingga

secara keseluruhan dibutuhkan 25 unit percobaan seperti pada Gambar

3.3.

Gambar 3.3. Tata Letak Percobaan. Perlakuan A hingga E dialokasikan secara acak

pada setiap Digester

Page 63: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Untuk membuktikan adanya pengaruh perlakuan terhadap semua

variabel respons yang diamati, maka analisis data menurut Gomez dan

Gomez (1984) dilakukan berdasarkan model matematika sebagai berikut:

Yijk = μ + ri +tj + Єijk

Keterangan :

Yij : nilai pengamatan dari perlakuan ke-j pada ulangan ke-i

μ : nilai rata-rata umum

tj : pengaruh perlakuan ke-j

ri : pengaruh ulangan/kelompok taraf ke-i

Єij : pengaruh faktor random terhadap perlakuan ke-j dan kelompok ke-i

Penyajian analisis varian dengan rancangan acak kelompok

berdasarkan model linier di atas adalah seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Daftar Analisis Varian

Sumber

Variasi

Derajat

Bebas

(DB)

Jumlah

Kuadrat (JK)

Kuadrat

Tengah

(KT)

F hitung

Ulangan (r) r-1 FKt

ΣRJK

2

r r

rr

DB

JKKT

Perlakuan(t) t-1 FKr

ΣTJK

2

t p

p

pDB

JKKT

g

p

hitKT

KTF

Galat (g) (r-1)(t-1) JKg = JKu- JKt -

JKr g

g

gDB

JKKT

Umum (u) (rt-1) JKu = Σ X2 – FK

Keterangan : Faktor koreksi = rt

GFK

2

2) Rancangan Respons

Variabel respons yang diamati pada percobaan ini adalah : (a)

rasio C/N substrat; (b) bobot kering substrat; (c) pH substrat; (d) volume

biogas ; (e) tekanan gas; (f) volume residu yang keluar; dan (g) waktu

didih air.

Page 64: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

3) Rancangan Analisis

Berdasarkan rancangan percobaan di atas, dapat ditentukan kriteria

penerimaan atau penolakan hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika F hitung > F tabel taraf 5%, maka hipotesis diterima

sehingga data dapat dilakukan uji lanjutan dengan Uji Jarak

Berganda Duncan.

b. Jika F hitung < F tabel taraf 5%, maka hipotesis ditolak sehingga

data tidak perlu dilakukan uji lanjutan.

Bila F signifikan, dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan dengan

rumus :

LSR (α.dbg.p) = SSR (α.dbg.p) . Sx

Keterangan : LSR: least significant range; Dbg: derajat bebas galat; SSR:

studenized significant range; α : taraf nyata 5%; p : jumlah

perlakuan; Sx : galat baku rata-rata

3.2.4. Prosedur Percobaan

a. Penyiapan Digester

Lima set digester lengkap dipasang di pekarangan belakang

Laboratorium Kimia Fakultas Pertanian Unsil. Setiap set digester sebagai

ulangan (kelompok) dalam rancangan acak kelompok, sehingga kelima

perlakuan akan diaplikasikan kepada masing-masing digester melalui

pengacakan.

Gambar 3.4. Rancangan teknik digester biogas (Rahmat dkk., 2014a).

Page 65: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Setiap digester (Gambar 3.4) terbuat dari sebuah drum metal

berukuran 60 liter berfungsi sebagai tangki digester. Digester ini

mengadopsi tipe tegak dengan kubah tetap, sehingga penampung gas

bersatu dengan tempat berlangsungnya proses DA. Pada bejana digester

ini terpasang: (i) sebuah pipa pemasukan substrat berukuran diameter 8

cm terpasang dengan sudut 30o terhadap dinding vertikal pada ketinggian

15 cm dari dasar bejana; (ii) sebuah pipa pengeluaran residu digestat

berukuran 8 cm terpasang dengan sudut 45o terhadap dinding vertikal

pada ketinggian 25 cm dari dasar bejana; (iii) shaft pengaduk terpasang

kedap gas berada di pusat silinder bejana memiliki dua bilah pengaduk

yang terpasang 15 dan 40 cm dari dasar bejana; dan (iv) sebuah pipa

pengeluaran biogas berdiameter 0,8 cm tersambung ke instalasi pengukur

volume gas. Semua koneksi dilakukan dengan pengelasan logam yang

harus diperiksa untuk menghidari kebocoran gas.

b. Penyiapan Bahan Biogas

Sampel LCT masing-masing diambil 200 L dari setiap lokasi di

lima pengrajin tahu di Nagrog secara mewakili, kemudian semua

dicampur dan diaduk secara homogen. Limbah homogen ini merupakan

bahan biogas yang akan digunakan dalam percobaan.

Masing-masing bahan organik penambah rasio C/N, meliputi:

kotoran domba, jerami padi, serasah bambu, atau sisa sayuran dirajang

menjadi rajangan yang lolos kasa kawat berukuran 1,5 cm x 1,5 cm.

Selanjutnya LCT ditambah 5 kg rajangan bahan penambah rasio C/N

sesuai rancangan percobaan.

c. Pelaksanaan Digesti

Setiap digester diisi dengan 50 L liter campuran bahan sesuai

perlakuan lalu diinkubasikan selama 20 hari. Mulai 1 hari setelah

inkubasi (hsi) dilakukan pengamatan semua parameter yang diteliti.

d. Pengamatan

(i) pH substrat dalam digester. pH bahan substrat sampel diambil

dan diukur pada 1, 2,3, dan 4 minggu setelah setelah inkubasi.

(ii) Volume biogas. Volume biogas yang terbentuk diukur sejak 1

hingga 20 hsi. Kemudian dihitung akumulasi per minggunya.

(iii) Tekanan gas. Tekanan biogas yang terbentuk diukur sejak 1

hingga 20 hsi.

Page 66: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

(iv) Uji pendidihan air (water boiling test): ialah uji untuk

menentukan waktu yang dibutuhkan mendidihkan 100 mL air

diukur pada 1, 2,3, dan 4 minggu setelah setelah inkubasi.

(v) Bobot kering substrat. Bobot kering substrat ialah bobot yang

diperoleh hasil pengeringan oven sampai 120 oC selama 1 jam

dilakukan sebelum diaplikasikan ke digester.

3.3. Digestat Biogas sebagai Pupuk Organik Pertanian

3.3.1. Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilakukan di lingkungan Kampus Universitas

Siliwangi Tasikmalaya, Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota

Tasikmalaya, dengan ketinggian tempat 385 m. Percobaan dilakukan dari

bulan Juni sampai Agustus 2014 (Rahmat dkk., 2014c).

3.3.2. Bahan dan Alat Percobaan

Benih kedelai varietas Grobogan, polibag ukuran 40 cm x 50 cm,

pupuk kandang domba, limbah cair tahu, mikroorganisme fermentasi

(dari kotoran hewan domba, ragi, mol dan M-bio), pupuk Urea, Sp-36,

KCl, insektisida dan fungisida. Alat utama yang digunakan adalah 5 buah

jerigen plastik ukuran 10 liter sebagai tabung fermentasi. Alat-alat umum

yang digunakan penggaris, timbangan analitik, cangkul, plastik penutup,

alat tulis dan label.

3.3.3. Metode Percobaan

Metode percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah

rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari lima perlakuan dan

lima kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah menggunakan pupuk

cair hasil fermentasi LCT yang telah diinokulasi. Perlakuan tersebut,

yaitu

A : Fermentasi LCT tanpa inokulasi (kontrol)

B : Fermentasi LCT dengan inokulasi kotoran hewan domba

C : Fermentasi LCT dengan inokulasi ragi tape

D : FermentasiLCT dengan inokulasi Mol

E : Fermentasi LCT dengan inokulasi M-bio

Page 67: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Setiap variabel respon akibat perlakuan, memerlukan model linier.

Model linier tersebut secara sistematika sebagai berikut :

Xij = + τi + rj + ϵij

Keterangan :

Xij = nilai pengamatan dari perlakuan ke – i dan ulangan ke - j

µ = nilai rata – rata umum

τi = pengaruh perlakuan ke – i

rj = pengaruh ulangan ke - j

ϵij = pengaruh faktor random terhadap perlakuanke-i danulanganke-j

Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam daftar sidik ragam

untuk mengetahui taraf nyata dari uji F, seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Daftar Sidik Ragam

Sumber Ragam DB JK KT Fhitung F tabel

F 5%

Ulangan 4 j / d– FK

3,01

Perlakuan 4 ⁄ – FK

3,01

Galat 16 JKT-JKU-JKP

Total 24 ∑ Xij² – FK

Sumber : Gomez dan Gomez 1995

Tabel 3.4. Kaidah Pengambilan Keputusan

Hasil analisis Kesimpulan analisis Keterangan

F hit ≤ F 0,05 Tidak berbeda

nyata Tidak ada perbedaan

pengaruh antar perlakuan

F hit > F 0,05 Berbeda nyata Ada perbedaan pengaruh

antar perlakuan

Page 68: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Jika berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji

jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 persen dengan rumus sebagai

berikut :

S x = √

SSR (α.dbg.p)

LSR = SSR.Sx

Keterangan :

S x = Galat baku rata-rata (standard error)

KTG = Kuadrat Tengah Galat

r = Jumlah ulangan pada tiap nilai tengah

perlakuan yang dibandingkan.

SSR = Sutendtized Significant Range

(dilihat dari table dengan DB Galat 15 pada taraf 5%)

α = Taraf nyata.

Dbg = Derajat bebas galat.

P = range (perlakuan)

LSR = Least Significant Range.

3.3.4. Prosedur Percobaan

1) Persiapan Media Tanam

Persiapan media tanam untuk penanaman pada polibag dilakukan

dengan cara mencampurkan tanah dengan pupuk kandang domba dengan

perbandingan 1:1, Setelah tercampur rata kemudian masukan kedalam

polibag ukuran 40 cm x 50 cm dengan kapasitas tanah 10 kg, lalu

dibiarkan selama satu minggu. Setiap perlakuan terdiri dari 10 polibag

dengan jarak tanam 45 cm x 25 cm, karena terdapat lima perlakuan dan

lima ulangan maka diperlukan 250 polibag.

Page 69: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

2) Penanaman

Proses penanaman dilakukan dengan cara membenamkan 2 benih

kedelai sedalam 3 cm per polibag ke dalam media tanam yang sudah

tersedia, kemudian ditambahkan pupuk kimia sebagai pupuk dasar yaitu

urea 0,25 g/polibag, SP36 0,5 g/polibag, dan KCl 0,375 g/polibag.

3) Pengambilan sampel LCT

LCT didapatkan dari 3 pabrik pengrajin tahu yang terdapat di

Tasikmalaya. Pabrik tersebut belum pernah dijadikan tempat pengujian.

Dari setiap pabrik diambil 10 liter LCT yang keluar dari sisa proses

penyaringan atau pencetakan ditampung dan dimasukkan ke dalam

wadah jerigen plastik, selanjutnya ditutup agar tidak terkontaminasi. LCT

tersebut dibawa ke laboratorium dan siap digunakan sebagai bahan baku

penelitian.

4) Pembuatan Pupuk Cair Limbah Cair Tahu

Bahan yang digunakan : air limbah tahu yaitu 45 liter LCT,

kotoran hewan 9 gram, ragi 9 gram, mol 9 ml, M-bio 9 ml.

Cara pembuatannya :

a. Siapkan 5 jerigen dengan ukuran 10 liter, masing-masing diisi 9

liter LCT

b. Kemudian diinokulasikan inokulan fermentasi ke jerigen yang

telah berisi LCT yaitu masing-masing kotoran domba 9 gram,

ragi 9 gram, Mol 9 ml dan M-bio 9 ml sesuai dengan perlakuan :

A : fermentasi tanpa fermenter

B : 9 L fermentasi LCT ditambahkan 9 g kotoran hewan

C : 9 L fermentasi LCT ditambahkan 9 g ragi tape

D : 9 L fermentasi LCT ditambahkan 9 ml Mol

E : 9 L fermentasi LCT ditambahkan 9 ml M-bio

c. Kemudian diaduk, ditutup dan diinkubasikan selama 10 hari.

d. Bila larutan fermentasi berbau seperti bau tape pertanda bahwa

pupuk cair sudah jadi dan bila belum berbau tape ada

kemungkinan reaksi fermentasi belum sempurna atau tidak jadi.

Page 70: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

5) Pemberian Perlakuan

Cara aplikasi pupuk cair dengan frekuensi umur tanaman pada 14,

21, 28, 35 dan 42 HST (hari setelah tanam). Pupuk cair diaplikasikan

dengan konsentrasi 50 ml/liter air, disiramkan kedalam media tanam pada

setiap polibag percobaan sesuai konsentrasi perlakuan. volume aplikasi

pupuk cair per polibag adalah 100 ml.

6) Pemeliharaan

a. Penyiangan

Penyiangan dilakukan di sekitar tanaman kedelai apabila tumbuh

gulma yaitu dengancara dicabut.Penyiangan dilakukan agar tidak terjadi

penyerapan unsur hara antara tanamanpokok dengan gulma.

b. Penyiraman

Penyiraman dilakukan berdasarkan tingkat kekeringan media

tanam. Kebutuhan air untuk penyiraman disesuaikan dengan kapasitas

lapang media tanam yang digunakan.

c. Penyulaman

Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam dengan tujuan

untuk mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh.

3.4. Digester Biogas sebagai Pembangkit Energi

3.4.1. Rancang-bangun Digester Biogas 400 L

Pemanfaatan kotoran ternak dan bahan organik di Indonesia

sebagian besar masih terbatas untuk pupuk organik pertanian, bahkan

pada banyak kasus dibuang percuma mencemari lingkungan. Potensi

sumber daya terbarukan ini bila dimanfaatkan untuk turut memecahkan

masalah defisit energi yang bisa mencegah krisis energi nasional.

Semestinya semua pemangku kepentingan ikut berperan aktif untuk

pemanfaatan sumber daya seperti ini dengan aplikasi tekonologi

sederhana agar mudah diterapkan sampai ke segenap pelosok.

3.4.2. Tujuan, Luaran dan Manfaat

Tujuan kegiatan ini ialah merancang-bangun digester biogas

kapasitas 400 L di lingkungan kampus.

Page 71: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Kegiatan penelitian ini memiliki luaran:

1) Dihasilkan rancang-bangun satu reaktor biogas skala pilot plant.

2) Laporan kinerja pilot plant digester biogas 400 L.

Sedangkan manfaat kegiatan penelitian ini memiliki adalah :

1) Memperdalam penguasaan teknologi biogas dan

pengembangannya ke berbagai skala sesuai kebutuhan.

2) Pilot plant digester biogas ini sebagai sarana praktikum dan

peraga pelatihan dalam program-program pengabdian kepada

masyarakat.

3.4.3. Bahan dan Alat

Kegiatan ini akan berlangsung sejak 2 Agustus 2008 hingga 20

November 2008, yang berlokasi di lingkungan Kampus Universitas

Siliwangi (Rahmat, 2008). Bahan yang dipakai dalam percobaan adalah:

a. Dua buah drum 200 L untuk silinder tabung digester

b. Sebuah tabung bekas refrigeran untuk corong pemasukan slurry

c. Dua buah pipa besi diameter 6 cm panjang 60 cm untuk saluran

masuk dan saluran keluar

d. Sebuah pipa tembaga diameter 1,5 cm panjang 100 cm untuk

saluran gas

e. Satu batang plat lebar 3 cm tebal 3 mm panjang 6 m untuk

penguat saluaran keluar dan masuk.

f. Sebuah kran air ½ inci untuk katup saluran gas

g. Selang plastik ½ inci panjang 10 m untuk saluran gas.

h. Botol PET bekas kemasan air mineral 600 mL untuk penampung

air katup pengaman

i. Pipa PVC bentuk T untuk katup pengaman

j. Kantung plastik (polyethylene) lebar 50 cm dan panjang 4 m

sebagai balon penampung biogas

k. Delapan buah klem selang ¾ inci, 10 buah skrup ulir 3 mm

panjang 3 cm,

l. Tali plastik ukuran 5 mm panjang 10 m

Page 72: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Sedangkan alat yang digunakan adalah:

a. Gergaji besi untuk memotong pipa dan plat

b. Gerinda untuk membentuk potongan plat atau pipa; dan untuk

menghaluskan hasil pemotongan logam.

c. Las logam untuk penyambungan drum, pemasangan pipa saluran

masuk dan keluar, dan penggabungan logam lainnya.

d. Gunting plat untuk memotong plat drum waktu membuang salah

satu bundar atasnya; dan membuat lubang-lubang tempat pipa

saluran terpasang.

e. Tang pejepit, palu, obeng, kunci inggris, linggis dan cangkul.

3.4.4. Prosedur Percobaan

1) Prosedur Perancangan

Digester biogas yang dirancang ialah bertipe tabung silinder

horizontal, yang merupakan adaptasi dari digester biogas kantung plastik

memanjang yang dipendam dalam tanah. Pertimbangan penggunaan

tabung silinder masif ini ialah agar memudahkan mobilitas, penempatan

digester, dan pengamatan proses reaksi digesti walau ditempatkan di

manapun.

Semua ide rangkaian digester dituangkan dalam gambar secara

detail, berskala, dan proporsional untuk memudahkan implementasi

dalam pembangunannya.

Page 73: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Gambar 3.5. Digester Biogas : 1) Kran buka-tutup gas; 2) pipa saluran gas; 3)

corong pengisian substrat; 4) saluran pemasukan substrat; 5) saluran

pengeluaran residu; dan 6) tabung digester.

Gambar 3.6. Katup Pengaman : 1) Saluran gas; 2) pipa PVC bentuk T yang terendam 5

cm dalam air ; 3) botol air mineral 600 mL; dan 4) air sebagai pengatur

keamanan tekanan gas.

Gambar 3.7. Skema Balon Penampung Biogas : 1) Kantung plastik (polyethylene)

ukuran bentang kempis 240 cm x 50 cm; 2) saluran keluar gas; 3) Kran

gas; 4) saluran ke alat pembakar; dan 5) saluran gas dari reaktor.

2) Prosedur pembuatan

a. Dua buah drum 200 L yang masing-masing telah dibuang bundaran

bagian atasnya, lalu keduanya disambung berhadapan dengan las

sehingga membentuk silinder tertutup kapasitas 400 L. Silinder ini

merupakan tabung digester biogas.

b. Dua potong pipa besi diameter 6 cm masing sepanjang 60 cm untuk

saluran masuk (entrance tube) dan saluran keluar (exit tube).

c. Pipa saluran masuk dirangkai las dengan separuh tabung bekas

refrigeran sebagai corong pemasukan substrat. Pipa saluran ini

dipasang pada satu sisi digester pada ketinggian 10 cm dengan sudut

Page 74: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

450. Pada sisi lain digester dipasang pipa saluran keluar dengan

ketinggian 10 dan sudut 450. Corong pemasukan dan pipa saluran

keluar diberi penutup untuk mencegah air hujan masuk ke digester.

d. Di tengah punggung tabung digester (tapi tidak tepat pada las

sambungan) dipasang fitting ulir jantan ½ inci untuk pemasangan

kran (valve) saluran gas.

e. Semua proses penyambungan dan perangkaian komponen diuji

kerapatannya untuk mencegah kebocoran biogas dan substrat.

f. Tabung digester dipendam dalam lubang galian tanah horizontal

dengan maksud untuk memaksimalkan dukungan tanah terhadap

badan digester dan terjaganya suhu di dalamnya. Bagian digester

yang muncul ke permukaan tanah sekitar 10 cm.

g. Saluran dan kran dibiarkan terbuka sebelum selesainya pengisian

substrat pertama.

Gambar 3.8. Skema kompor biogas mini Unsil

Page 75: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

IV

PEMBAHASAN

4.1. Efektivitas Digester Biogas sebagai Instalasi Sanitasi

Limbah Pemukiman

4.1.1. Hasil Karakterisasi Limbah Pemukiman

Karakterisasi sampel limbah pemukiman dilakukan dengan

pemilahan dan penimbangan masing-masing komponen berdasarkan

susunan kimianya. Hasil penimbangan setiap komponen seperti tersaji

pada Tabel 4.1. Ternyata sampah makanan merupakan komponen

tertinggi (50,19 %) dalam limbah pemukiman, lalu diikuti oleh plastik,

dan bahan-bahan berbasis selulosa seperti kertas dan kardus.

Tabel 4.1. Komposisi limbah pemukiman (Rahmat dkk., 2014b).

Komponen Bobot (kg) Persentase (%)

Sampah makanan 6,75 50,19

Plastik 4,40 32,71

Kertas, kardus dan kayu 2,20 16,37

Logam 0,10 0,74

Total 13,45 100,00

Kondisi ini menarik untuk dipelajari lebih jauh mengingat

karakteristik sampah makanan ini adalah : (i) memiliki kontribusi terbesar

terhadap akumulasi volume sampah domestik di semua level, baik di

rumah, TPS, hingga TPA; (ii) penurunan volumenya benar-benar

tergantung kepada dekomposisi, karena bukan merupakan bahan yang

dipulung untuk didaur-ulang; dan (iii) dekomposisinya perlu waktu

sehingga sering menjadi masalah pencemaran lingkungan. Oleh karena

itu perlu merekayasa proses dekomposisi yang dipercepat dan dihasilkan

produk yang bermanfaat, seperti yang dilakukan dalam proses digesti

anaerob (DA) dalam digester biogas. Sedangkan limbah plastik, kertas,

logam merupakan bahan yang biasa dipulung lalu diperjual-belikan

Page 76: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

karena untuk didaur-ulang, maka akumulasi limbah semacam itu di

lingkungan relatif tidak menjadi permasalahan.

4.1.2. Pembuatan Digester

Dalam percobaan yang dilakukan Penulis telah dibuat tiga unit

digester biogas skala laboratorium masing-masing berkapasitas olah 8

liter substrat. Komponen utama setiap digester seperti pada Gambar 4.1,

adalah : (1) jerigen (jerrycan) 10 L sebagai ruang digesti; (2) pipa

pengeluaran biogas; (3) kran pengambilan sampel substrat; (4) pipa

pengalir biogas ke pengukur volume; (5) baskom plastik sebagai

penampung air penyekat gas; (6) gelas ukur penampung biogas; (7) statif;

(8) termometer; (9) pipa pengalir biogas; dan (10) manometer.

Komposisi substrat yang diproses terdiri dari bahan yang diolah

dan air dengan rasio 1:1. Dibuat tiga set digester (A: diisi sampah

makanan, B: diisi sampah makanan + kohe sapi, dan C: diisi kohe sapi)

yang masing-masing dimuat oleh satu jenis substrat sesuai perlakuan

dalam penelitian ini.

Gambar 4.1. Satu set digester skala laboratorium sedang beroperasi.

4.1.3. Fluktuasi pH Substrat

Di awal waktu digesti, pada ketiga digester menunjukkan

penurunan pH (Gambar 4.2). Setelah melampaui proses hidrolisis,

1

2

3

4

5

6

7

9

10

8

Page 77: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

berlanjut ke proses asidifikasi, yaitu proses reaksi pembentukan senyawa-

senyawa asam organik, terutama asam asetat oleh aktivitas

mikroorganisme asidinogen, sehingga pH menurun lebih curam hingga

mencapai proses metanogenesis. Bila ditunjang oleh suhu di bawah 20 oC, kondisi taraf pH yang menguntungkan bakteri asidinogen ini dan

akan menghambat kerja bakteri metanogen, maka pH dapat berlanjut

turun di bawah 5.

Gambar 4.2. Fluktuasi pH substrat selama digesti 21 hari

Pada pengukuran memasuki minggu kedua, ternyata pH meningkat

lagi, karena asam-asam organik yang dhasilkan pada proses asidifikasi

direduksi kembali menjadi karbonat dan metana oleh aktivitas kelompok

bakteri metanogen. Kelompok bakteri ini menghasilkan metana melalui

dua jalur, yaitu: (i) fermentasi asam asetat menjadi metana (CH4) dan

CO2; dan (ii) reduksi CO2 oleh gas hidrogen atau format yang dihasilkan

oleh spesies bakteri lainnya.

C2H5COOH CH4 + CO2 + H2

CO2 + 4 H2 CH4 + 2 H2O

Demikian pula CO2 dapat dihidrolisis menjadi asam karbonat dan metana

seperti dalam persamaan reaksi berikut:

4,8

5

5,2

5,4

5,6

5,8

6

6,2

6,4

0 1 2 3

A

B

C

Waktu digesti (minggu)

pH

reduksi

fermentasi

Page 78: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

CO2 + H2O H2CO3

H2CO3 + 4 H2 CH4 + 3 H2O

Tingkat pH substrat DA akan berpengaruh secara : (i) Langsung

terhadap degradasi oleh mikroorganisme. (ii) Tidak langsung melalui

kesetimbangan kimia amonia dan toksisitas VFA; ketersediaan nutrisi

dan bahan baku; dan keberadaan karbon dioksida. Untuk

mempertahankan pH yang cocok ini pada bahan baku memiliki

alkalinitas yang tinggi, maka diperlukan kapasitas bufer, contohnya

dengan penambahan bikarbonat (Luostarinen dkk., 2011).

Seadi dkk. (2008) berpendapat bahwa interval pH optimum untuk

digesti mesofilik adalah antara 6,5 dan 8,0 dan proses ini sangat

terhambat jika nilai pH turun di bawah 6,0 atau naik di atas 8,3.

Kelarutan karbon dioksida dalam air menurun dengan meningkatnya

suhu. Nilai pH dalam digester termofilik lebih tinggi daripada yang

mesofilik, maka karbon dioksida terlarut bereaksi dengan air membentuk

asam karbonat. Nilai pH dapat meningkatkan oleh amonia yang

dihasilkan selama degradasi protein atau adanya amonia dalam pengisian.

Sedangkan akumulasi VFA menurunkan nilai pH.

Nilai pH dalam digester anaerob terutama dikendalikan oleh

sistem bufer bikarbonat yang disebabkan oleh tekanan parsial CO2,

konsentrasi alkali, dan asam dalam fasa cair. Jika akumulasi basa atau

asam terjadi, kapasitas bufer akan bereaksi terhadap perubahan pH ini

sampai batas tertentu. Bila kapasitas bufer sistem itu terlampaui, akan

terjadi perubahan nilai pH secara drastis yang menghambat proses DA.

Oleh karena itu, nilai pH agar tidak pakai sebagai sutu parameter

pemantauan proses yang berdiri sendiri. Kapasitas bufer suatu jenis

substrat DA, misal kohe, kapasitas bufernya bervariasi tergantung musim

dan komposisi pakan ternaknya (Seadi dkk.,2008; Luostarinen dkk.,

2011).

4.1.4. Produksi Biogas

1) Produksi Biogas Harian

Produksi biogas harian pada Digester A dan B pada awalnya

meningkat tajam seperti terlukis pada Gambar 4.3. Hal ini disebabkan

hidrolisis

reduksi

Page 79: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

bahan makanan yang mengandung senyawa organik sederhana seperti

gula, asam lemak, dan asam amino cepat dihidrolisis dan diterurai

sehingga terbentuk biogas dalam jumlah yang paling tinggi.

Gambar 4.3. Grafik produksi biogas harian oleh digester A,B, dan C

Setelah lima hari digesti sampah makanan hampir telah tercerna

seluruhnya, sehingga produksi biogas harian mendekati nol, karena

digester masih menggunakan sistem satu kali pemuatan (batch). Berbeda

dengan substrat kotoran sapi (C) justru produksi baru meningkat lambat

setelah 5 hari waktu digesti dan stabil pada kisaran 3.000 hingga 4.000

cm3

per hari. Kotoran sapi lebih banyak mengandung senyawa organik

berantai lebih panjang dan kompleks sehingga memerlukan waktu digesti

yang lebih panjang.

Agar produksi biogas berlanjut, maka perlu dilakukan pengisian

substrat setiap hari dalam suatu digester sistem proses kontinyu. Pada

umumnya digester yang dibuat di lapangan sudah menerapkan sistem

kontinyu, sehingga diperoleh luaran biogas dan digestat setiap waktu

sesuai dengan kebutuhan atau ketersediaan bahan baku substratnya untuk

pengisian harian. Sebagaimana dikemukakan Luostarinen dkk.(2011)

bahwa waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HRT) angka yang

menyatakan hubungan antara volume digester dan volume pengisian

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

A

B

C

Volu

me

bio

gas

(c

m3)

Waktu digesti (hari)

Page 80: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

setiap hari dan merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk bahan

baku agar terurai sempurna dalam proses biogas. Semakin lama HRT

semakin banyak bahan organik terdegradasi.

Bahan organik yang cocok untuk DA biasanya terdegradasi dalam

digester biogas antara 14 hingga 50 hari. Untuk bahan yang mudah

terdegradasi, seperti pati dalam limbah makanan, maka HRT yang singkat

sudah memadai. Sementara bahan lignoselulosa, seperti tanaman energi

dan sisa tanaman, maka memerlukan HRT yang lebih lama. DA untuk

kotoran hewan biasa diterapkan HRT 20 hingga 30 hari (Luostarinen

dkk., 2011).

2) Produksi Biogas Total

Produksi biogas total (Gambar 4.4) tertinggi selama rentang waktu

retensi 20 hari dicapai oleh Digester B yaitu 56.068 cm3, diikuti oleh C

(51.431 cm3) dan A (32.433 cm

3) yang berasal dari 8 L substrat yang

diproses. Lebih tingginya produksi biogas total pada Digester B karena

memiliki substrat yang memiliki pH dan rasio C/N yang mendekati

optimal. Hermawan (2007) juga Saidi dan Mahmoud (2010)

berpendapat bahwa, beberapa parameter yang berpengaruh terhadap

efisiensi DA dan potensi produksi biogas adalah rentang yang optimal

adalah sebagai berikut: pH (7-7,5), suhu (30-37 oC), rasio C/N (20-30),

waktu retensi (14-30 hari), volume pemuatan organik, kompetisi bakteri,

kandungan nutrisi, zat toksik, kandungan padatan, dan pengadukan.

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

A B C

Volu

me

bio

gas

(c

m3)

Gambar 4.4. Total volume biogas yang dihasilkan oleh Digester A, B, dan

C selama 20 hari waktu retensi

Page 81: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Fakta hasil pengukuran produksi biogas harian dan total

membuktikan bahwa, sampah makanan dari rumah tangga secara madiri

maupun dicampur dengan kotoran sapi memiliki potensi untuk

menghasilkan biogas yang cukup besar. Potensi konversi ini perlu

mendapat perhatian yang lebih intensif mengingat sampah makanan

belum banyak dikaji dan dimanfaatkan. Volumenya yang besar selalu

menjadi masalah pencemaran lingkungan, seperti: air lindi di tempat

penampungan atau pun pembuangan, penghasil bau ke udara,

menurunkan kualitas perairan secara biotik dan kimiawi.

Kuantitas total volume biogas yang dihasilkan adalah berbanding

lurus dengan tingkat degradasi secara biologis dan taraf konversi limbah

organik menjadi biogas oleh bakteri metanogen.

4.1.5. Penurunan Padatan Total (TS) Substrat

Penurunan TS dalam substrat dianggap sebagai indikator

efektivitas rangkaian proses reaksi DA dalam mereduksi limbah organik.

Hal ini pun berbanding lurus dengan besarnya volume biogas yang

diproduksi. Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa, efektivitas digesti anaerob

dalam Digester A mampu menurunkan TS sampah makanan dari 119.100

menjadi 22.500 mg/L dalam rentang waktu kurang dari 20 hari. Demikan

pula dalam Digester B 135.200 menjadi 18.400 mg/L; dan dalam

Digester C 125.000 menjadi 22.400 mg/L

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 1 2 3 4

ABC

To

tal

pad

atan

(T

S x

10

-3 m

g/L

)

Waktu digesti (minggu)

Gambar 4.5. Grafik penurunan padatan total substrat setiap

digester

Page 82: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Efektivitas DA yang menghasilkan biogas ini akan mampu

mereduksi volume sampah domestik secara signifikan. Teknologi ini

merupakan alternatif penting dalam penanganan sampah pemukiman di

masa akan datang, sehingga beban akumulasi sampah akan berkurang

sejak dilevel rumah tangga bila teknologi biogas dapat diterima oleh

segenap pemangku kepentingan dan diimplementasi ke masyarakat.

Karena dapat menjadi solusi dari beberapa masalah sekaligus, yaitu: (i)

sanitasi lingkungan pemukiman; (ii) penyediaan pupuk organik; dan (iii)

menurunkan emisi gas metana dari penimbunan sampah.

Menurut pengamatan Penulis di lapangan dalam kurun waktu

2006-2012, digester yang telah dibangun swadaya ataupun bantuan hibah,

ternyata bekerja pada kondisi suhu lingkungan yaitu tanpa pengadukan

dan pemanasan. Padahal syarat kerja mikroba metanogen yang bekerja

dalam digester memerlukan distribusi substrat dan suhu berkisar antara

25 hingga 40 oC. Terbukti bahwa, digester yang telah dibangun itu tidak

mencapai efektivitas dan produktivitas sesuai yang direncanakan,

sehingga akan mengakibatkan gagalnya inovasi teknologi kepada

masyarakat (Rahmat, 2013).

Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk meningkatkan kinerja

digester tersebut dengan rekayasa distribusi substrat dan upaya

pencapaian suhu optimal. Rekayasa ini dilakukan melalui aplikasi

komponen yang simpel dan murah sebelum melakukan rancang-bangun.

4.2. Aplikasi Digester Biogas dalam Sanitasi Limbah Industri

Tahu

4.2.1. Penempatan Digester Biogas

Lima set digester biogas (Gambar 4.6) yang telah dibuat

ditempatkan di teras belakang laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian

Universitas Siliwangi. Setiap digester ini diposisikan sebagai ulangan

atau blok pada rancangan acak kelompok sesuai Tata Letak Percobaan

(Gambar 3.3) pada Bab 3. Dengan demikian terhadap setiap digester ini

telah dialokasikan semua perlakuan yang dicoba (A sampai E) secara

berurutan. Setiap penggantian perlakuan, digester dicuci dan dibilas alir

mengalir sebanyak tiga ulangan

Page 83: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Gambar 4.6. Lima set digester biogas sedang beroperasi (Rahmat dkk., 2014a).

4.2.2. Produksi Biogas Harian

Berdasarkan hasil penelitian Rahmat dkk. (2014a) seperti terlihat

pada Gambar 4.7 terlihat perlakuan B dan E telah mulai menghasilkan

gas sejak dua hari digesti. Hasil biogas harian pada perlakuan B terus

meningkat hingga mencapai hasil 2000 cm3 per hari pada hari ke-20.

Hasil biogas harian pada perlakuan E hampir konstan pada kisaran 200

hingga 600 cm3 per hari. Hal ini berarti kedua perlakuan ini memiliki

potensi menghasilkan biogas selama 20 hari retensi. Sedangkan

perlakuan C (limbah cair tahu + jerami), baru menghasilkan biogas

setelah 15 hari karena memiliki bahan yang lebih kompleks yang lebih

lambat untuk diuraikan sehingga jerami memiliki waktu digesti yang

lebih panjang hingga dapat menghasilkan biogas.

Page 84: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Gambar 4.7. Produksi biogas harian Perlakuan A,B, C, D dan E

4.2.3. Total Produksi Biogas

Hasil percobaan Rahmat dkk. (2014a) seperti telihat pada Tabel

4.2. limbah cair tahu (LCT) tanpa penambahan bahan organik lain (A)

sebagai kontrol tidak menghasilkan biogas. Hal ini disebabkan perlakuan

A yang hanya berisi substrat LCT saja tidak cocok bagi bakteri

metanogen yang menguraikan biomassa menjadi gas metana. Sedangkan

perlakuan B, C, D, dan E yang masing-masing telah diberi bahan organik

lain dapat menghasilkan biogas dengan volume yang berbeda-beda.

Culhane (2012) mengatakan bahwa tidak perlu khawatir dengan

melakukan pebaikan substrat akan berakibat merusak sistem. Sebab

digester tidak bisa disamakan dengan perut hewan, yaitu tempat bakteri

anaerob berasal. Jika ekologi bakteri keluar dari keseimbangan, maka

yang perlu dilakukan oleh operator ialah : perbaikan pH, menambahkan

substrat dan mulailah dari awal, sehingga tidak sulit untuk memulihkan

pengisian yang salah.

Produksi biogas individual tertinggi dicapai pada perlakuan B

dengan rata-rata produksi of 14.183 cm3, diikuti oleh E yang

menghasilkan 7.250 cm3 biogas, D (2,400 cm

3), dan C (895 cm

3).

Sedangkan A (kontrol) dan tidak menghasilkan biogas. Dengan demikian,

perbedaan produksi biogas sebagian besar tergantung kepada sifat-sifat

bahan organik yang ditambahkan sebagai perlakuan terhadap LCT.

Page 85: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Tabel 4.2. Pengaruh penambahan bahan organik terhadap produksi

biogas LCT

Perlakuan Produksi Biogas (cm3)

A (LCT)

B (LCT + Kotoran domba)

C (LCT + Jerami padi)

D (LCT + Serasah bambu)

E (LCT + Limbah kobis)

0

14.183

895

2.400

7.250

a

e

b

c

d

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

menurut Uji Beda Berganda Duncan taraf 5%.

Jerami padi adalah substrat lignoselulosa, yang terdiri dari:

selulosa (40-50%), hemiselulosa (25-35%) dan lignin (15-20%) sangat

tahan terhadap degradasi enzimatik. Degradasi enzimatik lignoselulosa

biasanya tidak begitu efisien karena merupakan bahan stabilitas tinggi

terhadap serangan enzimatik atau bakteri. Apalagi lignin adalah molekul

yang sangat kompleks yang terdiri dari unit fenilpropana t dalam struktur

tiga dimensi yang sulit untuk diuraikan. Dengan demikian lignin

merupakan salah satu kelemahan substrat lignoselulosa dalam produksi

biogas, karena lignoselulosa membuat tahan terhadap degradasi biologis

(Ertem, 2011).

Produksi biogas ditentukan oleh beberapa faktor penting antara lain

rasio C/N substrat. Kotoran domba mampu meningkatkan rasio C/N

substrat dari 5 menjadi sekitar 15 sebagai kondisi yang lebih baik bagi

mikroba metanogen, sehingga diproduksi biogas yang lebih tinggi

(Rahmat dkk., 2014a).

4.2.4. Monitoring pH

Fakta pada Gambar 4.8. menunjukkan fluktuasi pH yang normal,

yaitu masih pada kisaran pH optimum untuk proses DA, yakni 6,4 hingga

7,2 sehingga variabel ini bukan merupakan faktor pembatas dalam

menghasilkan biogas pada konteks rekayasa rasio C/N substrat pada

penelitian ini. Luostarinen dkk. (2011) mengemukakan bahwa

Page 86: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata menurut Uji Beda Berganda Duncan taraf 5%.

peningkatan suhu dalam satu kisaran optimal bisa meningkatkan proses

DA, tetapi pada suhu lebih tinggi dari optimal mebuat rusaknya

konsorsium mikroorganisme tertentu, karena protein dan komponen

seluler mikroorganisme bisa rusak ireversibel.

Gambar 4.8. Fluktuasi pH selama proses DA limbah cair tahu

4.2.5. Uji Pendidihan Air (water boiling test)

Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersebut terbesar

adalah gas metana (CH4) berkisar dari 54 hingga 70% serta gas

karbondioksida (CO2) berkisar pada 27 hingga 45%. Gas metana

merupakan komponen utama biogas yang dimanfaatkan sebagai bahan

bakar yang memiliki banyak manfaat. Biogas mempunyai nilai kalor

yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6,700 kkal/m³, sedangkan

gas metana murni mengandung energi 8,900 kcal/m³.

Tabel 4.3. Pengaruh perlakuan bahan organik pada LCT terhadap waktu

titik didih air (Rahmat dkk., 2014a).

Perlakuan Waktu didih air (menit)

A (LCT)

B (LCT + Kotoran domba)

C (LCT + Jerami padi)

D (LCT + Serasah bambu)

E (LCT + Limbah kobis)

-

481

479

485

478

-

a

a

a

a

Page 87: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Teknologi DA merupakan salah satu bagian strategi yang

berdayaguna dan efektif dalam pengelolaan air limbah atau buangan

industri. Penerapan teknologi ini selain murah dan praktis untuk limbah

dengan beban kandungan bahan organik dan bobot molekul tinggi,

mampu mereduksi energi terkandung dalam limbah untuk pengelolaan

lingkungan. Penggunaan digester biogas memiliki keuntungan, antara lain

yaitu mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang tidak

sedap, mencegah penyebaran penyakit, menghasilkan energi dan hasil

samping berupa pupuk padat dan cair. Pemanfaatan limbah dengan cara

seperti ini secara ekonomi akan sangat kompetitif seiring naiknya harga

bahan bakar minyak dan pupuk anorganik. Di samping itu, cara-cara ini

merupakan praktek pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan

(Rahmat dkk., 2014a).

4.3. Aplikasi Digestat Biogas sebagai Pupuk Organik Pertanian

4.3.2. Hasil Uji Efek Digestat terhadap Hasil Kedelai

Dalam percobaan ini sebagai substrat atau bahan baku DA adalah

limbah cair tahu (LCT). Penelitian Rahmat dkk. (2014c) bertujuan untuk

memperoleh digestat yang lebih baik sebagai pupuk organik cair

dilakukan rekayasa proses dengan dengan penambahan variasi inokulan

seperti dijelaskan dalam susunan perlakuan dalam percobaan ini.

Tabel 4.4. Efek Pemberian Digestat terhadap Hasil Kedelai

Jenis Digestat hasil

DA

Jumlah

polong

per rumpun

Bobot biji

per rumpun

(g)

Bobot 100

biji (g)

A: LCT sendiri 43,45 a 17,53 a 28,78 a

B: LCT + kohe 50,79 a 20,07 a 30,04 a

C: LCT + ragi 50,57 a 20,88 a 26,61 b

D: LCT + Mol 42,31 a 18,05 a 26,89 b

E: LCT + M-Bio 50,08 a 19,40 a 26,71 b

Keterangan : Angka rata-rata yang ditandai huruf yang sama pada setiap kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji jarak Berganda Duncan

pada taraf 5%.

Page 88: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Berdasarkan hasil analisis varians sebagai alat yang digunakan

dalam analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik

hasil fermentasi limbah cair tahu tidak berpengaruh nyata terhadap

jumlah polong per rumpun dan jumlah bobot per rumpun namun

berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji.

Pada Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk organik

hasil DA limbah cair tahu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

terhadap jumlah polong per rumpun dan bobot biji per rumpun. Tidak

konsisitennya efek digestat terhadap semua komponen hasil kedelai

diduga karena kandungan unsur hara yang terkandung dalam pupuk

tersebut, terutama unsur hara makro seperti N, P dan K, masih relatif

rendah sehingga belum bisa memberikan respon penambahan jumlah

polong per rumpun yang berarti. Rendahnya unsur hara seperti terlihat

pada Tabel 4.5 yang merupakan data hasil analisis kimia terhadap semua

digestat dicoba. Komponen N sebagai indikator kandungan hara suatu

pupuk organik cair masih di bawah yang biasa terkandung dalam suatu

pupuk organik cair yang berasal dari digestat seperti yang dilaporkan Tim

Biru (2010), yaitu 1,47%. Selain itu, memiliki kandungan C-org

(17,87%), rasio C/N (9,09%), P2O5 (0,52%), dan K2O (0,38%).

Tabel 4.5. Hasil analisis kimia digestat pada variasi inokulan

Jenis Digestat

Kadar

air

(%)

C-

organik

(%)

N-total

(%)

Rasio

C/N

A: LCT sendiri 99,57 0,146 0,067 2,2

B: LCT + kohe 99,65 0,172 0,073 2,4

C: LCT + ragi 99,38 0,192 0,078 2,5

D: LCT + Mol 99,42 0,143 0,093 1,5

E: LCT + M-Bio 99,45 0,177 0,083 2,1

Rata-rata 99,494 0,166 0,0788 2,14

Sumber: Rahmat dkk. (2014c)

Page 89: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Untuk meningkatkan konsentrasi hara dalam digestat dapat

ditempuh prosedur pemekatan larutan, yaitu untuk mereduksi jumlah air

sebagai pelarut dalam larutan, maka konsentrasi hara setelah pemekatan

dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

V1.K1 = V2.K2

yaitu: V1 ialah volume larutan awal; K1 ialah konsentrasi larutan awal;

V2 ialah volume larutan hasil pemekatan; dan K2 ialah konsentrasi larutan

hasil pemekatan. Contoh perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata

pada Tabel 4.5. Bila semula tersedia digestat 200 L lalu dipekatkan

sehingga menjadi volumenya menjadi 1 L, maka konsentrasi unsur hara

nitrogen (K2) menjadi:

200 L (0,0788 %) = 1 L (K2)

K2 = 200 x 0,0788 %

K2 = 15,76 %

Pemilihan metode pemekatan menjadi hal yang penting untuk

pertimbangan lebih lanjut, terutama bila digunakan cara penguapan

pelarut air secara termal karena beberapa hara mudah menguap.

Bila konsentrasi dan dosis aplikasi yang digunakan mengikuti

anjuran berdasarkan hasil percobaan sebelumnya, maka pemberian

digestat akan memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan

pertumbuhan dan produksi tanaman. Seperti telah dilaporkan beberapa

peneliti bahwa, digestat sebagai salah satu jenis pupuk organik yang kaya

akan unsur hara. Ada pun manfaat lainnya sama seperti halnya bahan

organik lain ketika diaplikasikan pada tanah akan memberi keuntungan

terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Syarat tanah sebagai media

tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik

tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan

mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan

dengan peran bahan organik. Peran bahan organik yang paling besar

terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya

mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan

terhadap erosi (Suntoro, 2003).

Lebih lanjut dikatakan Suntoro (2003) bahwa, pengaruh bahan

organik terhadap sifat kimia tanah seringkali dikaitkan dengan

kemampuanya meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK). Bahan

Page 90: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

organik merupakan sumber muatan negatif, sehingga bahan organik

(humus) dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun

humus tidak semantap koloid lempung, namun bersifat dinamik, mudah

dihancurkan dan dibentuk. Dilaporkan bahwa penambahan jerami 10 ton

/ha pada pada tanah Ultisol mampu meningkatkan 15,18 % KTK tanah

dari 17,44 menjadi 20,08 cmol/kg.

Bahan organik berpengaruh terhadap sifat biologi tanah yang

meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tanah. Bahan

organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi

mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme tanah saling

berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan

organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh (Tim

Biru, 2010).

Pengaruh digestat terhadap produksi tanaman beragam tergantung

kepada jenis dan kondisi tanah, kualitas benih, iklim, dan faktor-faktor

lain. Namun, pada dasarnya pemakaian digestat akan memberi manfaat

terhadap media tumbuh bagi tanah dan tanaman, adalah sebagai berikut:

1) Memperbaiki struktur fisik tanah sehingga tanah menjadi lebih

gembur.

2) Meningkatkan kemampuan tanah mengikat atau menahan air lebih

lama yang bermanfaat saat musim kemarau.

3) Meningkatkan kesuburan tanah. Tanah menjadi lebih banyak dan

lengkap kandungan haranya.

4) Meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan cacing tanah yang

bermanfaat untuk tanah dan tanaman.

Bila disimpan dan digunakan dengan benar, digestat dapat

memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman rata-

rata sebesar 10 - 30% lebih tinggi dibanding pupuk kandang biasa.

Penelitian di Indonesia pada pertanian dengan digestat juga memperoleh

rata-rata kenaikan hasil yang sama (Yayasan Rumah Energi, 2013).

Digestat sebagai pupuk organik telah banyak digunakan di areal

pertanian di Indonesia untuk komoditas sayur-sayuran daun dan buah

(tomat, cabai, labu siam, timun, dll.), umbi (seperti wortel, kentang, dll.),

pohon buah-buahan (buah naga, mangga, kelengkeng, jeruk, pepaya,

pisang, dll.), tanaman pangan (padi, jagung, singkong, dll.) dan tanaman

Page 91: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

lain (kopi, coklat dan kelapa). Sedangkan penelitian di luar negeri

memperlihatkan pemakaian digestat pada padi, gandum, dan jagung dapat

meningkatkan produksi masing-masing sebesar 10%, 17%, dan 19%.

Dengan pemakaian digestat, produksi meningkat sebesar 21% pada

kembang kol, 19% pada tomat, dan 70% pada buncis.

Utami dkk.(2014) mengemukakan bahwa, digestat sangat

bermanfaat untuk produksi pertanian yang berkelanjutan, ramah

lingkungan dan bebas polusi. Digestat biogas kaya akan unsur hara

seperti nitrogen, fosfor, kalium dan bahan organik yang bermanfaat.

Pupuk dari digestat biogas mempunyai manfaat yang sama dengan pupuk

kandang yaitu untuk memperbaiki struktur tanah dan memberikan unsur

hara yang diperlukan tanaman. Digestat ini merupakan bahan organik

yang telah mengalami proses fermentasi, sehingga kualitasnya tentu

memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan bahan dasarnya

yang belum mengalami proses fermentasi. Perlakuan fermentasi dapat

meningkatkan kualitas bahan organik, terutama pada rasio C/N dan

kandungan haranya.

Petani di Malang Jawa Timur telah mengaplikasikan digestat pada

tanaman kacang panjang, wortel, dan jagung. Petani ini merasa puas

dengan hasil tanaman yang diperoleh, dengan mengaplikasikan digestat

pada lahan pertaniannya. Dilaporkan tanaman kacang panjang yang diberi

perlakuan digestat menunjukan penampakan yang lebih segar, sehat, dan

hijau.

Sapi, kambing, dan kelinci diamati di lahan yang baru aplikasi

digestat, ternyata tetap makan rumput pada lahan itu. Hal ini

menunjukkan bahwa aplikasi digestat tersebut tidak menimbulkan

kerugian palatabilitas (derajat kesukaan pada makanan tertentu)

dibandingkan dengan penerapan substrat mentah (Seadi dkk., 2008).

4.3.2. Keuntungan lain Pemanfaatan Digestat sebagai Pupuk

Organik

1) Perbaikan pupuk organik

Monnet (2003) mengemukakan bahwa dengan mengetahui

kelebihan dari digestat sebagai pupuk organik, perlu diketahui pula

bahwa kualitas digestat harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah di

Page 92: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

tentukan. Kualitas digestat bisa melalui a tiga kriteria, yaitu: kimia,

biologi dan aspek fisik.

Aspek kimia manajemen kualitas digestat terkait dengan

keberadaan: (i) logam berat dan kontaminan anorganik lainnya; (ii)

kontaminan organik yang persisten; dan (iii) nutrisi (NPK).

Limbah pertanian dapat mengandung kontaminan organik yang

persisten seperti residu pestisida atau anitibiotik. Sampah organik

industri, lumpur endapan dan limbah rumah tangga dapat mengandung

hidrokarbon aromatik, alifatik dan terhalogenasi, dll. Menurut asalnya,

sampah organik dapat mengandung hal-hal yang berbahaya, yang dapat

menghasilkan jalur baru transmisi patogen dan penyakit antara hewan,

manusia dan lingkungan. Oleh karena itu pengendalian kualitas biornassa

penting dalam hubungan dengan pengolahan biologis. Masalah utama

terkait dengan: patogen, biji gulma, dan spora. Adanya kotoran dalam

digestat dapat menyebabkan persepsi publik yang negatif terhadap

teknologi AD, penurunan estetika lingkungan, peningkatan biaya

operasional. Kotoran fisik yang paling sering adalah: plastik, karet,

logam, kaca, keramik, pasir/batu, dan bahan selulosa (Monnet, 2003)

Kebanyakan unsur hara yang terikat dalam senyawa organik,

khususnya nitrogen, melaui proses demineralisasi dalam DA menjadi

tersedia bagi tanaman. Karena ada peningkatan ketersediaan nitrogen,

maka digestat dapat diintegrasikan dalam pemupukan dalam suatu usaha

tani, karena itu memungkinkan untuk menghitung pengaruhnya seperti

pupuk mineral.

Digestat memiliki rasio C/N lebih rendah dibandingkan dengan

pupuk kandang mentah. Rasio C/N yang lebih rendah ini berarti bahwa

digestat memiliki efek pemupukan N jangka pendek yang lebih baik.

Ketika nilai rasio C/N yang terlalu tinggi, mikroorganisme akan terus

mengambil dari dalam tanah, karena mereka berhasil bersaing dengan

akar tanaman untuk nitrogen yang tersedia (Seadi dkk., 2008).

Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan

organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara yang

tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan Nomor 2 Tahun 2006 tentang

Pupuk Organik dan Pembenah Tanah disebutkan bahwa, pupuk organik

adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan

organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui

Page 93: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan

mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan

biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih

ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada

kadar haranya; nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan

pupuk anorganik (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006)

Digestat dapat dikelompokkan ke dalam pupuk organik karena

diperoleh dari proses DA terhadap material hidup. Sedangkan untuk

produknya bisa berupa pupuk organik padat atau pupuk organik cair.

Sebagai suatu pupuk organik tentunya digestat ini memiliki keuntungan

dengan kandungan haranya yang cukup tinggi, yaitu kondisi kering:

bahan organik (68,59%), C-org (17,87%), N-tot (1,47%), C/N (9,09%),

P2O5 (0,52%), K2O (0,38%). Kandungan lainnya: asam amino, asam

lemak, asam organik, asam humat, vitamin B12, hormon auksin,

sitokinin, antibiotik, nutrisi mikro (Fe, Cu, Zn, Mn, Mo) (Tim Biru,

2010).

Selain itu, keunggulan proses DA terhadap kualitas digestat adalah

terjadinya penurunan bau, bebas penyakit, bebas biji gulma, aman

terhadap gejala terbakar pada tanaman, dan rasio C/N menjadi lebih baik.

2) Mereduksi bau

Salah satu perubahan positif terlihat melalui peoses DA adalah

penurunan signifikan bahan bau-bauan yang berasal dari asam volatil,

fenol dan derivat fenol. Pengalaman menunjukkan bahwa hingga 80%

dari bau dalam substrat bahan baku dapat dikurangi dengan DA. Hal ini

tidak hanya pengurangan intensitas dan persistensi bau, tetapi juga

perubahan positif dalam komposisi bau, karena digestat tidak lagi

memiliki bau kotoran yang tidak sedap, tapi berubah menjadi bau seperti

amonia. Bahkan jika disimpan untuk waktu yang cukup lama, digestat

tidak menunjukkan peningkatan emisi bau. Gambar 4.9. menunjukkan

bahwa 12 jam setelah aplikasi digestat bau hampir hilang (Seadi dkk.,

2008).

Page 94: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Gambar 4.9. Diagram luas yang terkena dampak dan persistensi bau setelah

aplikasi digestat dibanding kohe mentah (Jorgensen, 2009)

3) Sanitasi terhadap sumber penyakit

Seadi dkk. (2008) menyebutkan bahwa, proses DA mampu

menonaktifkan virus, bakteri dan parasit dalam substrat bahan baku yang

diproses, efek yang biasanya disebut sanitasi. Efisiensi sanitasi DA ini

tergantung pada waktu retensi aktual bahan baku di dalam digester, suhu

proses, teknik pengadukan dan tipe digester. Sanitasi terbaik diperoleh

pada suhu termofilik (50-55 °C) misal pada unit reaktor aliran horizontal

dengan waktu retensi yang tepat. Dalam digester jenis ini tidak ada

pencampuran digestat dengan bahan baku baru, sehingga mencapai 99%

patogen dapat dihancurkan.

Memastikan daur-ulang digestat yang aman sebagai pupuk,

membutuhkan langkah-langkah sanitasi tertentu dalam hal jenis bahan

baku yang berasal dari hewan. Tergantung pada jenis bahan baku pra-

sanitasi dengan pasteurisasi atau dengan sterilisasi tekanan diperlukan

sebelum memasok substrat itu ke digester.

4) Pengendalian biji gulma

Terjadi penurunan yang signifikan kemampuan perkecambahan biji

gulma selama proses DA. Dengan cara ini, produksi biogas berkontribusi

terhadap pengurangan gulma secara ekologis. Pengalaman menunjukkan

bahwa, hilangnya daya perkecambahan sebagian besar biji gulma dapat

terjadi dalam waktu retensi 10 hingga 16 hari, dengan berbagai

tergsntung jenis gulma. Sama seperti dalam kasus sanitasi, efek

pengendalian biji gulma ini meningkat dengan peningkatan waktu retensi

dan suhu.

Page 95: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

5) Pencegahan gejala terbakar pada tanaman

Pemberian kohe mentah sebagai pupuk dapat menyebabkan gejala

terbakar daun tanaman, yang merupakan pengaruh dari asam lemak

densitas rendah, seperti asam asetat. Namun pemupukan dengan digestat,

gejala ini dapat dihindari, karena sebagian besar asam lemak telah

dipecah oleh proses DA. Digestat lebih mudah mengalir pada bagian

tanaman sayuran dibandingkan dengan kohe mentah, yang mengurangi

waktu kontak langsung antara digestat dan bagian aerial tanaman,

sehingga mengurangi risiko kerusakan daun (Seadi dkk., 2008).

4.3.3. Perkembangan Pengolahan dan Aplikasi Digestat

1) Pengkondisian dan Penyimpanan Digestat

Digestat memiliki kandungan air yang tinggi dan akibatnya volume

tinggi. Pengelolaan digestat bertujuan untuk mengurangi volume dan hara

menjadi terkonsentrasi. Hal ini sangat penting jika digestat harus

diangkut jauh dari daerah yang kelebihan nutrisi dari kotoran hewan

tetapi tidak cukup lahan yang tersedia untuk aplikasinya. Nutrisi lebih

harus diangkut ke daerah lain dengan cara yang ekonomis dan efisien.

Pengelolaan digestat bertujuan untuk mengurangi volume dan dengan ini

biaya transportasi nutrisi serta mengurangi emisi polutan dan bau (Seadi

dkk., 2008).

Yayasan Rumah Energi (2013) menyatakan bila tidak dikelola

dengan benar, kandungan nutrisi dalam digestat bisa hilang akibat

penguapan, pelindian, atau larut dalam air limpahan air hujan. Berikut

cara-cara pengelolaan digestat:

2) Pengumpulan digestat

Tempat terbaik untuk menyimpan atau menampung digestat adalah

lubang/bak penampung (slurry pit). Berikut beberapa model lubang

penampung yang disesuaikan dengan jenis pemanfaatannya, yaitu:

a. Model standar dua lubang sejajar dengan dinding dan alas

tanahJika menggunakan model lubang ini, digestat menjadi

sedikit padat namun tetap basah. Hal ini karena air dalam digestat

Page 96: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

meresap ke dalam dinding dan alas tanah. Lubang ini juga dapat

digunakan untuk membuat kompos.

b. Model standar dua lubang sejajar dengan dinding dan alas semen.

Jika menggunakan model lubang ini, digestat yang didapat masih

banyak mengandung cairan karena air tidak meresap. Lubang ini

juga bisa digunakan untuk membuat kompos.

c. Model standar dengan dua lubang berbeda ketinggian dan

terdapat penyaring cairan dengan dinding dan alas semen . Jika

menggunakan model lubang ini, cairan digestat dialirkan dari

lubang pertama (yang lebih tinggi) ke lubang di bawahnya

sehingga bahan padat dan cair terpisah. Dengan model ini, Anda

bisa mendapatkan dua jenis digestat (padat dan cair) dengan

metode penyaringan yang sederhana. Meski demikian, lubang

penampung digestat ini tidak dapat digunakan untuk pembuatan

kompos.

Gambar 4.10. Bak pemisah digestat (Sumber: Yayasan Rumah Energi, 2013)

3) Pemberian naungan bak penampung

Buatlah naungan di atas lubang penampung agar digestat terhindar

dari sinar matahari langsung dan mencegah penguapan nitrogen secara

berlebihan. Untuk tiang naungan, gunakan bahan yang umum dan mudah

diperoleh dan digunakan seperti bambu atau kayu. Pasang atap naungan

Page 97: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

sederhana yang terbuat dari bahan terpal yang tidak tembus sinar seperti

seng, asbes atau genteng dan padukan dengan tanaman merambat seperti

labu siam, timun, paria, dan lain-lain atau anyaman daun kelapa. Untuk

memperoleh digestat kering yang berkualitas, maka pengeringan digestat

basah secara alami (diangin-anginkan atau kering udara) selama 30

hingga 40 hari. Digestat padat akan lebih cepat kering bila setiap

dilakukan seminggu 1 atau 2 kali pembalikan secara merata.

4) Penyimpanan digestat

Bila tidak digunakan langsung di lahan, simpanlah digestat cair

atau padat di tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung.

Digestat cair dapat disimpan di dalam ember, drum plastik tertutup atau

bak yang ada atapnya sedangkan digestat padat yang kering dapat

disimpan di dalam karung plastik atau goni lalu ditempatkan di dalam

tempat yang terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung.

Luostarinen dkk.(2011) mengatakan bahwa, digestat harus

disimpan dalam tangki penyimpanan tertutup untuk meminimalkan

penguapan amonia. Semakin tinggi suhu dalam penyimpanan, semakin

tinggi adalah risiko kehilangan nitrogen. Hal ini bukan semata-mata

karena nilai pupuk nitrogen, tetapi juga efek buruk amonia terhadap

lingkungan

Hasil studi Finlandia menunjukkan bahwa penguapan amonia dan

efek pengasaman yang dihasilkan terhadap lingkungan adalah ancaman

pupuk kandang yang paling bahaya. Sehubungan dengan penggunaan

biogas, risiko itu bahkan lebih menonjol dibandingkan dengan pupuk

kandang mentah karena pH rendah dan kandungan amonium lebih tinggi.

Emisi amonia dari digestat sebagian besar berasal dari aplikasi di

lapangan (96%), sedangkan pupuk kandang mentah emisi amonia lebih

banyak di tempat penyimpanan. Selain itu, penyimpanan digestat dalam

tangki penyimpanan menurunkan emisi sebesar 65% dibandingkan

dengan penyimpanan terbuka.

5) Pengelolaan Kualitas Digestat

a. Analisis kimia. Aplikasi digestat sebagai pupuk pertanian harus

dilakukan dalam rencana pemupukan terpadu. Dosis yang tepat

didapat setelah digestat dianalisis kimia. Sampel digestat

ditentukan kandungan N, P dan K, bobot kering, bahan

Page 98: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

teruapkan dan nilai pH-nya. Jika instalasi biogas terkontaminasi

dengan logam berat dan senyawa organik yang persisten harus

ditentukan, agar konsentrasinya tidak boleh melebihi batas yang

ditentukan. Apilkasi yang aman sebagai pupuk membutuhkan

sanitasi digestat, bebas dari bibit penyakit menular dan kotoran

fisik.

b. Pengelolaan hara. Salah satu aspek penting daur ulang digestat

ialah untuk pemberian hara pada lahan pertanian. Pencucian

nitrat atau overloading fosfor dapat terjadi karena tidak tepat

penanganan, penyimpanan dan aplikasi digestat sebagai pupuk.

Di Eropa ada pembatasan masukan nitrogen ke dalam tanah

pertanian, yang bertujuan untuk melindungi tanah dan air

permukaan dari polusi nitrat dan yang diperbolehkan maksimum

170 kg N/ha/tahun (Seadi dkk., 2008).

Aplikasi digestat sebagai pupuk harus dilakukan berdasarkan

rencana pemupukan. Rencana pemupukan dijabarkan untuk

setiap lahan pertanian, sesuai dengan jenis tanaman, perkiraan

hasil panen, persentase pemanfaatan hara dalam digestat, jenis

tanah (tekstur, struktur, kualitas, pH), cadangan unsur hara makro

dan mikro dalam tanah, tanaman sebelumnya, kondisi irigasi, dan

geografis wilayah.

c. Pengendalian kualitas. Lebih lanjut Seadi dkk. (2008)

menyatakan bahwa penggunaan digestat yang aman harus

dipertimbangkan beberapa hal di bawah ini :

Pengendalian terhadap stabilitas proses DA (suhu, waktu

retensi) untuk mendapatkan produk akhir digestat yang stabil

Sanitasi digestat agar efektif mengurangi patogen.

Pengambilan dan analisis sampel digestat secara berkala

Pemakaian digestat yang terintegrasi dalam rencana

pemupukan lahan pertanian

Pemilihan jenis dan jumlah bahan baku yang teliti yang

diberi keterangan dan deskripsi lengkap tentang: asal,

komposisi, pH, bobot kering, kadar logam berat dan

senyawa organik yang persisten, kontaminasi patogen dan

potensi bahaya lainnya.

Page 99: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

4.4. Aplikasi Digester Biogas sebagai Pembangkit Energi

4.4.1. Penyiapan Adukan Substrat

Pembuatan substrat pertama kali dilakukan dengan memilih

kotoran sapi yang relatif segar yang ditandai warna hijau kecoklatan dan

tercium bau khas kotoran ternak (Rahmat 2008). Hal ini untuk menjamin

keberadaan bakteri metanogen dalam substrat yang dibuat sehingga

proses pembentukan biogas dalam digester berjalan optimal.

Gambar 4.11. Pencampuran kotoran hewan dan air untuk membentuk adukan

substrat biogasn(Rahmat, 2008).

Komposisi substart adalah kotoran dan air pada perbandingan

volume 1 : 1,5 lalu dilakukan pengadukan yang intensif dalam sebuah

drum berukuran 50 L sehingga diperoleh adukan yang homogen. Bila

ditemui bahan padat berupa kerikil, batu, atau plastik disingkirkan pada

saat pengadukan untuk mencegah terjadi sedimentasi di dasar digester.

4.4.2. Pengisian Adukan Substrat

Pemuatan substrat ialah proses pengisian digester dengan adukan

substrat. Pengisian substat pertama ini dihentikan pada saat adukan

substrat meluber dari saluran keluar. Level ini menandai batas maksimal

isi reaktor meskipun masih tersisa udara di bagian busur atas silinder

Page 100: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

digester horizontal dan telah menjamin semua saluran telah tertutup

substrat dengan prinsip tersekat air (water sealed), sehingga menciptakan

kondisi kedap udara sebagai syarat berlangsungnya reaksi anaerob.

Setelah itu, kran pipa gas ditutup rapat sebagai awal dimulainya reaksi

degradasi biologis (digesti) bahan organik dalam digester.

4.4.3. Pengukuran Volume Biogas

Satu hari setelah pengisian pertama sudah terlihat terjadinya

pembentukan gas dalam digester ditandai dengan menetes keluar cairan

substrat dari saluran keluar akibat tekanan biogas yang terbentuk.

Sementara itu, kran saluran gas dibiarkan tertutup hingga tiga hari setelah

pengisian pertama untuk mengamati kemungkinan adanya kebocoran

cairan substrat dan gas dari badan digester. Selanjutnya dipasang selang

pengalir sepanjang lima meter pada output kran gas dan berlanjut hingga

ke katup pengaman yang ditempatkan di tempat terlindung dari hujan dan

panas matahari. Keluar dari katup pengaman, selang sepanjang tiga

meter terhubung ke kantung plastik tertutup yang nanti akan menjadi

balon penampung biogas. Kantung plastik ini dipasang menggantung

pada dinding gedung laboratorium dengan aisan tali rapia di tiga titik agar

aman dari benda tajam atau kerikil yang bisa membuat kebocoran.

Selang pengeluaran sepanjang tiga meter dipasang pada ujung balon dan

dipasang kran sebelum terangkai ke alat pembakar.

Empat hari setelah pengisian pertama, balon plastik telah terisi sekitar

setengah kapasitasnya. Isi balon itu dianggap sebagai campuran antara

biogas yang dihasilkan awal proses dan udara yang mengisi bagian atas

tabung digester yang tidak ditempati substrat pada pengisian pertama.

Campuran ini dikeluarkan dari balon dengan terlebih dahulu menutup

kran saluran gas di tabung digester, lalu balon diurut hingga kempis

untuk mengeluarkan campuran gas tersebut. Prosedur pembuangan

campuran ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya

ledakan. Setelah balon kempis, kran pengeluaran gas ditutup kembali

dan selanjutnya dimulai lagi pengisian balon oleh biogas dengan

membuka kran saluran gas di tabung digester. Balon yang telah terisi

penuh oleh biogas memiliki ukuran diameter 36 cm dan panjang 242 cm,

sehingga volume biogas yang ada di dalamnya adalah :

Page 101: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Vbiogas = π r2

p = 3,14 x (18 cm)2

x 242 cm = 246.201,12 cm3 = 246,2 L

= 0,246 m3. Balon ini dapat terisi penuh dalam waktu 4 hari.

Pengukuran produktivitas biogas dari digester ini ditentukan dengan

cara mengamati lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kantung

plastik berkapasitas empat liter. Isi kantung ini terlebih dahulu

dikalibrasi dengan mengisi empat liter air. Pengamatan waktu pengisian

ini dilakukan 10 kali.

Tabel 4.6. Pengamatan waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kantung

volume 4 liter (Rahmat, 2008).

No.

Pengamat

an

Volume

Biogas

(liter)

Waktu yang

Dibutuhkan

(jam:menit)

No.

Pengamat

an

Volume

Biogas

(liter)

Waktu yang

Dibutuhkan

(jam:menit)

1 4 01:38 6 4 01:19

2 4 01:39 7 4 01:18

3 4 01:27 8 4 01:18

4 4 01:23 9 4 01:17

5 4 01:16 10 4 01:14

Rata-rata waktu untuk mengisi 4 liter (jam:menit) 01:23

=1,38 jam

Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa digester 400 L mampu

menghasilkan 4 L biogas dalam waktu 1 jam 23 menit (= 83 menit).

Dapat dikatakan pula bahwa digester itu memiliki kapasitas produksi

biogas 4 L/1,38 jam = 2,9 L/jam.

Berdasarkan kapasitas produksi itu, maka waktu yang dibutuhkan

untuk mengisi penuh balon penampungnya adalah :

hari3,5jam84,9jam1xL2,9

L246,2T

Hal itu bila dibanding dengan pendapat Ertem (2011) yang

menyatakan bahwa, produktitas biogas per kg VS kohe sapi, kohe ayam,

dadih dan limbah makanan masing-masing adalah 200-300 L (dalam

waktu retensi 20-30 hari), 350-600 L (lebih dari 30 hari), 800-950 L (3-

10 hari) dan 500-600 L(10-20 hari).

Page 102: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

4.4.4. Uji Pendidihan Air

Pertama kali lampu Bunsen digunakan untuk melihat pembakaran

gas yang dihasilkan. Ternyata nyala api yang muncul berwarna biru

bersih dan tanpa asap bila komposisi biogas dan udara tepat. Bila nyala

api mengerucut dan terlihat seperti hendak padam, berarti pasokan gas

terlalu kecil. Sebaliknya, jika pada ujung lidah api muncul nyala warna

kuning-kemerahan berarti terlalu deras pasokan gas (Rahmat 2008).

Selanjutnya, pengujian pemanfaatan biogas yang mengisi kapasitas

balon itu dengan digunakan kompor elpiji dapur, namun tidak berhasil

dinyalakan. Hal ini disebabkan banyaknya aliran biogas yang dihasilkan

masih terlalu kecil dibanding volume udara sehingga belum mencapai

rasio minimal terjadinya proses pembakaran. Oleh karena itu, dibuat

kompor mini yang memiliki 12 lubang berdiameter 2,5 mm tempat

munculnya nyala api pada bidang bakar berdiameter 26 mm, yang bagian

tengah bidang ini memiliki silinder ventilasi udara diameter 13 mm. Pipa

tembaga 6 mm yang dipasangi kran sebagai saluran gas menuju kompor

ini (Gambar 4.12).

Gambar 4.12. Foto kompor biogas mini Unsil

Page 103: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Ternyata kompor ini mampu mendidihkan 1 L air dalam waktu 10

menit. Meskipun sementara ini belum dilakukan pengukuran secara

kuantitatif, volume biogas sekitar separuh isi balon penampung mampu

untuk memasak 4 bungkus mie instan dan untuk menggoreng 0,5 kg

kentang.

Komposisi biogas yang dihasilkan dari DA itu terbesar adalah gas

metana (CH4) sekitar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2) sekitar 27-

45%. Gas metana merupakan komponen utama biogas yang dimanfaatkan

sebagai bahan bakar yang memiliki banyak manfaat. Biogas mempunyai

nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4.800 sampai 6.700 kkal/m³,

sedangkan gas metana murni mengandung energi 8.900 kkal/m³ (Goendi

dkk., 2008).

Komposisi dan sifat biogas bervariasi tergantung pada jenis bahan

baku, sistem digesti, suhu, waktu retensi, dll. Mengingat biogas dengan

standar kandungan metananya adalah 50%, nilai kalor adalah 21

MJ/Nm³, densitas dari 1,22 kg/Nm³ dan massa mirip udara (Seadi dkk.,

2008).

Hasil penelitian ini memberi jalan untuk dapat melakukan

peningkatan skala digester sesuai ketersediaan bahan organik limbah

(kotoran ternak, ampas pengolahan makanan dan pakan, dll.); serta

kuantitas kebutuhan bahan bakar masyarakat.

4.4.5. Perkembangan Aplikasi Biogas sebagai Sumber Energi

Menurut Persson dan Wellinger (2006) biogas merupakan bahan

bakar yang sangat baik untuk banyak aplikasi dan dapat digunakan

sebagai bahan baku untuk produksi bahan kimia. Biogas dapat digunakan

pada hampir semua aplikasi gas alam (elpiji), namun untuk beberapa

aplikasi biogas harus ditingkatkan (upgrade) kualitasnya. Pencampuran

biogas ke dalam jaringan gas alam akan menghasilkan peningkatan

stabilitas pasokan gas. Manfaat gas sebagai bahan bakar telah

mengakibatkan gas alam menyumbang 25% dari total konsumsi energi di

negara-negara Uni Eropa.

Ada empat cara dasar biogas dapat dimanfaatkan, yaitu:

1) Produksi panas dan uap

2) Produksi listrik / kogenerasi

Page 104: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

3) Bahan bakar kendaraan

4) Produksi bahan kimia

Tujuan utama pemanfaatan biogas adalah untuk kompensasi

energi, yaitu biogas untuk listrik dan bahan bakar. Swedia menjadi

pelopor pemasaran biogas sebagai bahan bakar kendaraan, yaitu laju

pertumbuhan yang pesat sebesar 25% antara tahun 2004 dan 2005.

Perkembangan ini didorong oleh beberapa faktor, seperti: bebas atau

reduksi pajak, program investasi pemerintah, dan parkir gratis di

beberapa kota.

Penggunaan biogas yang paling umum dari digester skala kecil di

negara-negara berkembang adalah untuk memasak dan pencahayaan.

Pembakar dan lampu yang memakai gas alam dapat disesuaikan mudah

untuk biogas dengan mengubah rasio udara terhadap gas.

Pembakaran biogas pada ketel adalah teknologi sudah mapan dan

dapat diandalkan, tuntutan rendah terhadap kualitas biogas untuk aplikasi

ini, biasanya tekanan harus sekitar 8 sampai 25 mbar. Selanjutnya itu

lebih dianjurkan untuk mengurangi konsentrasi hidrogen sulfida di bawah

1.000 ppm, dan menjaga titik pengembunan sekitar 150 °C.

Gambar 4.12. Biogas dapat digunakan dalam semua peralatan gas alam dengan

dilakukan peningkatan kualitas (Persson dan Wallinger, 2006)

Page 105: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

4.4.5.1. Pembangkit Listrik atau CHP (combined heat and power)

Biogas adalah bahan bakar yang ideal untuk pembangkit tenaga

listrik atau CHP. Sejumlah teknologi yang tersedia dan diterapkan seperti

diuraikan berikut.

1) Pembakaran internal

Teknologi yang paling umum untuk pembangkit listrik ialah

pembakaran internal. Mesin tersedia dalam ukuran dari beberapa kilowatt

hingga beberapa megawatt. Mesin gas baik mesin SI (spark ignition)

atau mesin dual fuel.

Mesin diesel injeksi berbahan bakar ganda atau minyak nabati

yang sangat populer karena memiliki efisiensi listrik yang baik. Di sisi

lain mesin itu memiliki emisi yang lebih tinggi, kecuali jika

menggunakan katalis SNCR.

Mesin SI dilengkapi dengan sistem pengapian normal dan suatu

sistem pencampuran udara dan gas yang menyiapkan campuran yang

mudah terbakar. Mesin SI dapat menjadi mesin stoikhometrik atau

pembakaran kurus. Mesin stoikhometrik itu beroperasi tanpa kelebihan

udara dan dengan demikian dapat juga menggunakan katalis yang umum

pada kendaraan tugas ringan. Mesin pembakaran kurus lebih sering

terjadi pada ukuran yang lebih besar dan umumnya memiliki efisiensi

yang lebih tinggi.

2) Turbin gas

Turbin gas merupakan teknologi yang mapan pada ukuran di atas

800 kW. Pada beberapa tahun terakhir mesin skala kecil, yang disebut

turbin mikro pada kisaran 25 sampai 100 kW juga telah berhasil

diintroduksi dalam penggunaan biogas. Turbin mikro ini memiliki

efisiensi sebanding dengan mesin SI kecil dengan emisi rendah dan

memungkinkan pemulihan uap tekanan rendah yang menarik untuk

aplikasi industri dan biaya pemeliharaan sangat rendah.

Page 106: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Gambar 4.13. Skema struktur turbin mikro

4.4.5.2. Aplikasi pada sel bahan bakar

Sel bahan bakar memiliki potensi untuk menjadi pembangkit listrik

skala kecil masa depan. Teknologi sel bahan bakar telah berusia 160

tahun, yang hampir yang sama seperti mesin pembakaran dan mesin

Stirling. Namun belum tercapai penggunaan komersial secara luas. Sel

bahan bakar memiliki potensi untuk mencapai efisiensi tinggi (di atas

60%) dan rendah emisi. Aplikasi biogas difokuskan pada sel bahan bakar

yang beroperasi pada suhu di atas 800 °C, terutama karena CO2 tidak

menghambat proses elektrokimia, justru berfungsi sebagai pembawa

elektron. Dua jenis sel bahan bakar berada dalam tahap pengembangan

lanjut, yaitu : (i) sel bahan bakar oksida padat (solid oxide fuel cell

/SOFC) pada aplikasi kecil untuk beberapa kW; dan (ii) sel bahan bakar

karbonat cair (molten carbonate fuel cells /MCFC) yang beroperasi pada

sekitar 250 kW (Persson dan Wallinger, 2006).

Tabel 4.9. Biogas dapat digunakan untuk pembangkit tenaga listrik di

sejumlah teknologi yang berbeda.

Page 107: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Fitur Mesin

bensin SI

Mesin Diesel

pengapian jet

Mesin

Diesel SI

Turbin

mikro

Efesiensi (%) 24-29 30-38 35-42 26-29

Pemeliharaan Tinggi Tinggi Medium Rendah

Biaya Investasi Rendah Medium Medium Tinggi

Daya (kW) 5-30 30-200 > 200 < 100

Masa pakai Rendah Medium Tinggi Tinggi

Sel bahan bakar adalah perangkat elektrokimia yang mengkonversi

langsung energi kimia dengan suatu reaksi menjadi energi listrik. Struktur

fisik dasar (building block) sebuah sel bahan bakar terdiri dari lapisan

elektrolit dalam kontak dengan anoda dan katoda berpori pada kedua sisi

(Gambar 4.14). Dalam suatu sel bahan bakar, bahan bakar gas (biogas)

diumpankan secara kontinyu ke kompartemen anoda (elektroda negatif)

dan oksidan (yaitu oksigen dari udara) diumpankan terus menerus ke

kompartemen katoda (elektroda positif). Suatu reaksi elektrokimia

berlangsung pada elektroda, menghasilkan arus listrik (Seadi dkk., 2008).

Gambar 4.14. Skema sederhana sebuah sel bahan bakar

Ada berbagai tipe sel bahan bakar yang cocok untuk biogas,

dinamai sesuai dengan jenis elektrolit yang digunakan (Seadi dkk.,

2008)., yaitu:

1) PEM (polymer electrolyte membrane- Fuel cell) ialah sel bahan

bakar yang bekerja pada suhu rendah yang dapat digunakan

Page 108: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

untuk biogas. Karena suhu operasi 80 °C, panas dapat diberikan

langsung ke jaringan pemanas/penghangat air. Jenis elektrolit

yang digunakan mempengaruhi lama pelayanan PEM, yang

sangat sensitif terhadap kotoran dalam bahan bakar gas,

termasuk karbon dioksida, maka pembersihan gas sangat

penting.

2) PAFC (phosphoric acid fuel cell ) ialah sel bahan bakar yang

bekerja pada suhu menengah yang sering menggunakan gas

alam. Dibandingkan sel bahan bakar lainnya, efisiensi listriknya

lebih rendah, tetapi keunggulannya kurang sensitif terhadap

adanya karbon dioksida dan karbon monoksida dalam gas.

3) MCFC (molten carbonate fuel cell) adalah sel bahan bakar yang

bekerja pada suhu tinggi yang menggunakan aliran fluida karbon

sebagai elektrolit. MCFC sensitif terhadap karbon monoksida

dan toleran konsentrasi karbon dioksida hingga 40%. Karena

suhu operasi 600 -700 °C, terjadi konversi metana menjadi

hidrogen, yang berlangsung dalam sel. Hilang panas itu bisa

dimanfaatkan untuk turbin lebih hilir.

4) SOFC (solid oxide fuel cell) adalah sel bahan bakar jenis lain

yang bersuhu tinggi, beroperasi pada 750 – 1.000 °C. SOFC

memiliki efisiensi listrik yang tinggi dan reformasi metana ke

hidrogen dapat terjadi dalam sel. Penggunaan biogas cocok

karena sensitivitasnya terhadap belerang rendah.

4.4.5.3. Pencampuran biogas ke dalam jaringan gas alam

Biogas dapat diinjeksikan dan didistribusikan melalui jaringan gas

alam. Ada beberapa keuntungan pemakaian jaringan gas untuk distribusi

biogas. Salah satu keuntungan penting adalah bahwa jaringan yang

menghubungkan tempat produksi dengan daerah padat yang

memungkinkan memperoleh tambahan pelanggan baru. Selain itu,

mencampurkan biogas ke dalam jaringan gas alam akan meningkatkan

jaminan pasokan lokal. Ini adalah sebuah faktor penting karena sebagian

besar negara mengkonsumsi lebih banyak gas daripada yang dihasilkan.

4.4.5.4. Aplikasi sebagai bahan bakar kendaraan

Page 109: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Pengurangan penggunakan energi fosil, terutama minyak bumi

untuk bahan bakar kendaraan intensif diperhatikan, yaitu dengan cara

konversi bahan bakar menjadi kendaraan berbahan bakar gas atau listrik.

Alternatif lain ialah penggunaan biogas untuk menjadi bahan bakar dari

kendaraan. Jørgensen (2009) menyebut beberapa alasan biogas baik

untuk bahan bakar kendaraan :

Pembakaran yang ramah lingkungan dan tidak akan menambah

jumlah karbon di udara, sehingga aman untuk atmosfer

Lebih murah untuk biaya operasional

Tidak mempengaruhi kinerja dan performa kendaraan itu sendiri

Biogas dapat ditingkatkan kualitasnya seperti gas alam dan dapat

digunakan pada kendaraan yang menggunakan gas alam (natural gas

vechicles/NGVs). Pada akhir Tahun 2005 ada lebih dari 5 juta NGVs di

dunia. Kendaraan umum pun didorong memakai gas seperti bus dan truk

sampah meningkat jauh sejak aturan Uni Eropa 25% mengharuskan

berupa mobil bersih (biogas, EtOH/bioetanol, biodiesel, dll). Hal ini

terkait dengan total 52.000 kendaraan, meliputi 17.000 bus dan 35.000

kendaraan tugas berat (Persson dan Wellinger (2006).

Sebagian besar mobil pribadi berbahan bakar gas dikonversi dari

bahan bakar dilengkapi retro di kompartemen bagasi di samping sistem

bahan bakar cair konvensional. Kendaraan berbahan bakar gas ini dapat

dioptimalkan untuk efisiensi yang lebih baik dan lebih nyaman, maka

penempatan tabung gas tanpa kehilangan ruang bagasi. Gas disimpan

pada tekanan 200 hingga 250 bar dalam tabung yang terbuat dari baja

atau bahan komposit aluminium.

Saat ini lebih dari 50 produsen di seluruh dunia menawarkan

berbagai 250 model kendaraan komuter, tugas ringan dan berat.

Kendaraan gas memiliki banyak keunggulan dibanding kendaraan

bermesin bensin atau diesel. Emisi karbon dioksida berkurang lebih dari

95%. Hal ini tergantung pada tenaga listrik untuk upgrade dan kompresi

gas, bahkan penurunan bisa mencapai setinggi 99%. Dua negara

pengguna bahan bakar biogas terkemuka, yaitu Swedia dan Swiss, listrik

hampir bebas dari CO2 karena diproduksi oleh air atau tenaga nuklir.

Emisi partikel dan karbon juga berkurang drastis, bahkan dibandingkan

dengan mesin diesel modern yang dilengkapi dengan filter partikel. Emisi

Page 110: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

NOx dan hidrokarbon nonmetana (non methane hydrocarbon /NMHC)

juga berkurang drastis.

Kendaraan berat biasanya dikonversi untuk berjalan pada gas

metana saja, tetapi dalam beberapa kasus juga mesin bahan bakar ganda

(dual fuel/DF) telah digunakan. Mesin DF masih memiliki sistem injeksi

diesel asli dan gas yang dinyalakan oleh suntikan sejumlah kecil minyak

diesel. Mesin DF biasanya memerlukan sedikit pengembangan mesin dan

mempertahankan driveabilitas yang dengan sama kendaraan diesel.

Namun nilai emisi tidak sebaik kendaraan khusus gas yang sesuai dan

teknologi mesin tetap kompromi antara pengapian busi (SI) dan mesin

diesel.

Tabel 4.10. Emisi dan efisiensi mesin tugas berat modern yang dioperasikan

dengan solar atau gas atau suatu mode bahan bakar ganda (Persson

dan Wellinger, 2006)

Tipe Mesin CO HC NMHC NOx Parti

kel

Efisi

ensi

---------------- g/kWh ----------------- %

ETC Euro III 5,45 1,50 0,70 5,00 0,16 39,7

ETC Euro IV 4,00 1,10 0,55 3,50 0,03 39,2

ETC Euro V 4,00 1,10 0,55 2,00 0,03 38,1

EEV Euro III 3,00 0,66 0,40 2,00 0,02 -

Euro II dgn Inj. Diesel 3,00 5,20 0,80 7,50 0,004 38,7

Gas =1 dg kat. 3 way 2,30 0,03 0,01 0,40 0,004 32,5

Gas kurus dg kat. oks. 0,04 0,40 0,02 1,70 0,004 30,0

Keterangan : CO = karbon monoksida, HC = hidrokarbon, NMHC = hidrokarbon

nonmetana

Selain hampir 100% pengurangan CO2, mesin gas murni dengan

catalytic converter menunjukkan angka emisi jauh lebih baik daripada

mesin diesel yang paling modern (Euro IV atau V) yang diuji sesuai

Siklus Transien Eropa (EuropeanTransient Cycle/ ETC) atau kendaraan

ramah lingkungan ditingkatkan (Enhanced Environmental friendly

Vehicle/EEV) standar pada EMPA Swiss.

Page 111: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Mesin gas stoikiometris dengan rasio udara-bahan bakar = 1 (λ =

1) menunjukkan pola emisi yang lebih baik daripada mesin kurus bahan

bakar. Namun, keduanya jauh lebih baik daripada mesin DF meskipun

pada efisiensi berkurang.

Ada saling ketergantungan antara CO dan NOx serta CO2 dan NOx.

Untuk mesin Euro IV dan EEV produsen harus memutuskan antara emisi

NOx rendah atau emisi partikel rendah. Teknologi Denox menggunakan

Selective Catalytic Reduction (SCR) menunjukkan keunggulan

dibandingkan teknologi perangkap partikel (EMPA).

Jumlah stasiun pengisian biogas dan gas alam masih cukup di

Eropa dan tempat lain di dunia. Jumlah stasiun pengisian telah melipat

selama beberapa tahun terakhir. Pada akhir tahun 2005 ada 1.600 stasiun

pompa di Eropa. Pada akhir 2006 Jerman harus memiliki 1.000 stasiun

beroperasi, Swiss 100 dan Austria lebih dari 50 (Persson dan Wellinger,

2006).

Page 112: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

V

KESIMPULAN

Aplikasi digester biogas mampu mereduksi total padatan limbah

pemukiman menjadi 16,8% dan dihasilkan biogas sebanyak 5,5 m3 dari

setiap m3 limbah yang diolah sebagai substrat dalam waktu 20 hari.

Limbah pemukiman ternyata didominasi oleh limbah makanan (50,19%),

maka penanganan sampah dengan pendekatan kumpul-angkut-buang

yang selama ini diandalkan, tidak efektif mereduksi masalah pencemaran

lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah makanan, karena limbah ini

hanya tergantung kepada proses dekomposisi di tempat penampungan

dan pembuangan.

Penggunaan digester biogas pada pengolahan limbah cair tahu

secara mandiri tidak menghasilkan biogas karena limbah ini belum

memenuhi syarat sebagai substrat digesti anaerob. Namun limbah cair

tahu setelah diberi perlakuan penambahan bahan organik lain, ternyata

berpengaruh terhadap produksi biogas. Perlakuan penambahan kohe

domba, jerami padi, serasah bambu dan limbah kobis masing-masing

menghasilkan biogas total 2,84 m3, 0,18 m

3, 0,48 m

3 dan 1,45 m

3 untuk

setiap m3 adukan substrat selama 20 hari waktu retensi.

Aplikasi digestat sebagai pupuk organik cair bagi tanaman

pertanian belum memberikan pengaruh yang stabil terhadap pertumbuhan

dan hasil tanaman. Aplikasi digestat sebagai pupuk organik cair pada

pertanaman kedelai, ternyata hanya berpengaruh terhadap hasil bobot 100

biji. Sedangkan terhadap jumlah polong per rumpun dan bobot polong

per rumpun tidak memberikan peningkatan. Hal ini diakibatkan masih

rendahnya konsentrasi unsur hara dalam digestat, sehingga belum

mencapai batas minimal kebutuhan hara tanaman. Sebagaimana hasil

analisis kimia terhadap digestat tersebut memiliki kandungan air, C-

organik dan N-total, masing-masing adalah 99,49%, 0,16%, 0,079% dan

rasio C/N 2,14. Oleh karena itu diperlukan perlakuan peningkatan

konsentrasi digestat, namun perlakuan ini agar dikerjakan secara hati-hati

agar tidak menyebabkan kehilangan hara penting yang terkandung di

dalamnya.

Page 113: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Digester biogas 400 L tipe horizontal yang telah dibangun mampu

menghasilkan biogas sebanyak 2,9 L per jam. Laju gas ini cocok untuk

kompor mini yang dibuat memiliki 12 lubang gas berdiameter 2 mm

tempat munculnya nyala api mengelilingi bidang bakar bundar

berdiameter 26 mm. Digunakan pipa tembaga diameter 6 mm sebagai

saluran gas menuju kompor ini. Ternyata kompor ini mampu

mendidihkan 1 L air dalam waktu 10 menit. Hasil penelitian ini perlu

tindak lanjut pengkatan skala dengan memperhatikan hasil penelitian

terkini.

Perkembangan biogas sebagai bahan bakar, meliputi untuk : turbin

gas, sel bahan bakar, pencampur elpiji dan bahan bakar kendaraan. Selain

itu sebagai bahan baku untuk menghasilkan bahan kimia. Namun untuk

beberapa aplikasi, biogas harus ditingkatkan kualitasnya, meliputi :

penyingkiran air, H2S dan CO2.

Digester biogas sebagai perangkat utama dalam teknologi biogas

adalah salah satu sarana alternatif menuju produksi bersih, yang berfokus

pada usaha pengurangan limbah sejak awal di semua level kegiatan,

meliputi: rumah tangga, restoran, peternakan, asrama, rumah sakit,

industri kecil hingga industri makanan skala besar dapat mengambil

bagian dalam penerapan teknologi biogas sejak terbentuknya limbah.

Limbah merupakan salah satu indikator inefisiensi, maka keberhasilan

upaya ini adalah penghematan biaya produksi secara signifikan.

Page 114: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

DAFTAR PUSTAKA

Culhane, T. H., 2012, Biogas Digester. Tamera - Peace Research Center,

Monte Cerro. Tersedia di www.tamera.org. Diakses 08 Desember

2012.

Dirjen Indrustri Kecil dan Menengah, 2007. Produksi Bersih (Cleaner

Production). Tersediadi www.kemenperin.go.id/.../Pengelolaan-

Limbah-Industri-Pangan. Diakses 12 April 2014.

Ertem, F.C., 2011. Improving Biogas Production by Anaerobic Digestion

of Different Substrates. Master Thesis in Appl. Environ. Sci.

Hamstad University.

Fischer,T. and Krieg,A., 2012, Planning and Construction of Biogas

Plants. Krieg & Fischer Ingenieure GmbH. Tersedia di

www.KriegFischer.de . Diakses 21 November 2012.

Ghimire, P.C., 2005. Technical Study of Biogas Plants Installed in

Bangladesh. National Program on Domestic Biogas in Bangladesh.

Goendi, S.; Tri Purwadi, Andri Prima Nugroho, 2008. Kajian Model

Digester LCT untuk Produksi Biogas Berdasarkan Waktu

Penguraian. Tersedia di http://repository.ipb.ac.id/ Diakses 02

Juni 2012.

Hermawan, B., 2007, Sampah Organik sebagai Bahan Baku Biogas.

Tersedia di http://www.chem-is-

try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan . Diakses 14 Juni 2013.

Jørgensen, P.J., 2009. Biogas – green energy (Process, Design, Energy

supply, Environment. 2nd Edition , Faculty of Agricultural

Sciences, Aarhus University, Denmark.

Kaswinarni, F., 2007, Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair

Industri Tahu . Tesis Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu

Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro.

Tersedia di http://eprints.undip.ac.id Diakses 06 Januari 2013.

Page 115: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Luostarinen, S., Normak, A., and Edström, M., 2011. Overview of Biogas

Technology. Knowledge Report. Baltic Forum for Innovative

Technologies for Sustainable Manure Management.

Mears, E.T., and Anderson, R.H., 2011. Biogas Plant Construction

Manual Fixed-dome Digester: 4 to 20 Cubic Meters. Biogas Plant

Construction Manual: 1-24. US Forces – Afghanistan, Joint

Engineer Directorate.

Monnet, F., 2003. An Introduction to Anerobic Digestion of Organic

Wastes. Final Report, Remade Scotland.

Montgomery, L.F.R., and Bochmann, G., 2014, Pretreatment of

Feedstock for Enhanced Biogas Production. IEA Bioenergy.

Nation Master, 2000, Waste Generated per Person per Year. Tersedia di

http://www.nationmaster.com/country-

info/stats/Environment/Waste-generation. Diakses 03 September

2014

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pupuk

Organik dan Pembenah Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012. Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Persson, M. and Wellinger, A., 2006. Biogas Upgrading and Utilisation.

IEA Bioenergy.

Rahmat, B., 2008, Rancang-bangun Reaktor Biogas 400L. Jurnal

Wawasan Tridharma, 21 (4): 49-54.

Rahmat, B., Tedi Hartoyo, and Yaya Sunarya, 2013, Pemanfaatan

Limbah Cair Tahu untuk Pupuk Organik dan Substrat Biogas.

Buku Ajar Luaran Penelitian Hibah Bersaing Ditlitabmas Dikti.

Page 116: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Rahmat, B., Tedi Hartoyo, and Yaya Sunarya, 2014a, Biogas Production

from Tofu Liquid Waste on Treated Agricultural Wastes.

American Journal of Agricultural and Biological Science 9(2):

226-231. Tersedia di http://thescipub.com/PDF/ajabssp.2014.226.

231.pdf. Diakses 02 April 2014.

Rahmat, B., Rudi Priyadi, and Purwati Kuswarini, 2014b, Effectiveness

of Anaerobic Digestion on Reducing Municipal Waste.

International Journal of Science and Technology Research,

3(3):98-101. Tersedia di http://www.ijstr.org/final-print/.pdf.

Diakses 02 April 2014.

Rahmat, B., Tini S., Sunarya,Y., dan Kurniati, F., 2014c, Pemanfaatan

Limbah Cair Tahu untuk Pupuk Organik pada Tanaman Kedelai.

Buku Ajar Luaran Penelitian Hibah Bersaing Ditlitabmas Dikti.

Sadzali, I., 2010. Potensi Limbah Tahu sebagai Biogas. Jurnal UI untuk

Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi, 1(1):63-69. Tersedia

di http://uiuntukbangsa.files.wordpress.com/2011/06/ . Diakses 23

Februari 2012.

Said, N.I. dan Wahyono, H.D., 1999, Teknologi Pengolahan Air Limbah

Tahu- Tempe dengan Proses Biofilter Anaeraob dan Aerob. Publ.

Kel. Tek. Pengolahan Air Bersih dan Limbah Cair, Dit. Tek.

Lingkungan, BPPT, Tersedia di

http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel. Diakses 23 Februari

2012.

Saidi, M., and Mahmoud, M., 2010, Design and Building of Biogas

Digester for Organic Materials Gained From Solid Waste, Thesis

for the Degree of Master of Fac. of Graduate Studies, An-Najah

National University. Tersedia di

http://scholar.najah.edu/sites/default/files/all-thesis/. Diakses 08

Desember 2012.

Seadi,T.A., Rutz, D., Prassl, H., Köttner, M., Finsterwalder, T., Volk,

S., Janssen, R., 2008, Biogas Handbook. University of Southern

Denmark Esbjerg, Niels Bohrs Vej 9-10, DK-6700 Esbjerg,

Page 117: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Denmark. Tersedia di http://lemvigbiogas.com/. Diakses 16 Juli

2014.

Steffen, R., Szolar, O. and Braun, R. 1998. Feedstocks for Anaerobic

Digestion. Institute for Agrobiotechnology Tulln, University of

Agricultural Sciences Vienna.

Stucki, M., Jungbluth, N., and Leuenberger, M., 2011. Life Cycle

Assessment of Biogas Production from Different Substrates.

Eidgenössisches Depart.für Umwelt, Verkehr, Energie und

Kommunikation UVEK. Schlussbericht, Suisse.

Sukmaji, B., 2010, Mewaspadai Sampah di Tengah Lingkungan Kita.

Tersedia di http://lkpk.org. Diakses 20 Agstus 2014.

Suntoro, 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan

Upaya

Pengelolaannya. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Subekti, H., dan Kusnadi, 2014, Cara Mudah Mengolah Sampah Rumah

Tangga. Tersedia di http://bapelkescikarang.or.id. Diaksed 02

September 2014.

Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan

Pertanian. Bogor. http://balittanah.litbang.deptan.go.id.

Taty Alfiah, 2009, Zat Padat/ Solids. Mata Kuliah Lab Lingkungan,

Teknik Lingkungan ITATS. Tersedia di

http://www.scribd.com/doc/40720269. Diakses 17 Desember 2012.

Tim Biru, 2010. Model Instalasi Biogas Indonesia, Panduan Konstruksi.

Tersedia di : http://www.biru.or.id/ Diakses 04 Juli 2014.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Page 118: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Utami, S.W., 2014. Pengaruh Limbah Biogas Sapi Terhadap

Ketersediaan Hara Makro-Mikro Incepticol. J. Tanah dan Air, Vol.

11, No. 1 2014: 12-21 ISSN 1411-5719

Widodo, T.W., Asari, A., Ana N., dan Elita R., 2009. Design and

Development of Biogas Reactor for Farmer Group Scale .

Indonesian Journal of Agriculture, 2(2): 121-128. Tersedia di

http://www.build-a-biogas-plant.com/pdf . Diakses 08 Desember

2012

Wikipedia, 2014 a, Pupuk organik. Tersedia di http://id.wikipedia.org/.

Diakses 08 Oktober 2014.

Wikipedia, 2014 b , Sampah. Tersedia di http://id.wikipedia.org/.

Diakses 08 Oktober 2014.

Yayasan Rumah Energi, 2013. Biogas Rumah Bio Slurry. Tersedia di:

http://www.biru.or.id/index.php/bio-slurry/. Diakses 08 Oktober

2014.

Page 119: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

GLOSARI

Aerob: proses perombakan bahan organik oleh miroba dalam kondisi ada

oksigen

Air dadih : (whey) limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan

tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu.

Ambient: sesuai kondisi lingkungan sekitar

Anaerob: proses perombakan bahan organik oleh miroba dalam kondisi

tanpa oksigen.

Anoksik: ialah zona bebas oksigen dalam suatu habitat

Asidogenesis: adalah pembentukan asam dari senyawa sederhana, yang

umumnya berupa asam asetat dan asam format

Bakteri selulolitik: bakteri yang berperan mencerna selulosa menjadi

gula.

Beban organik: angka yang menunjukkan banyaknya bahan organik

kering yang dapat dimuat ke dalam suatu digester biogas, per

volume, dan satuan waktu

Biodegradable : ialah zat yang dapat dirombak menjadi senyawa lebih

sederhana oleh proses biologis

Biodiesel: ialah senyawa metil-ester dari proses esterifikasi minyak

nabati sebagai substitusi atau campuran petrodiesel (solar)

Biogas: ialah campuran gas (metana dan gas-gas lainnya) yang

dihasilkan dari digesti biomassa oleh aktivitas mikroba anaerob.

Gas ini mudah terbakar.

Biomassa: ialah zat organik alami berasal dari mahluk hidup

BK: (berat kering) ialah bobot kering suatu bahan setelah dipanaskan

pada suhu 80 oC selama 2 kali 24 jam.

BOD: (biological oxygen demand) yaitu kebutuhan oksigen biologis

untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme.

Page 120: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

BTTP: (block type thermal power plants) perangkat pembangkit termal

tipe blok dengan motor bakar yang dihubungkan ke generator.

CHP (combined heat and power generation): yaitu pada suatu instalasi

tergabung pembangkit panas dan daya sekaligus

COD (chemical oxygen demand): yaitu kebutuhan oksigen kimia untuk

reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air.

Countersink: bagian atas dari lubang yang dibentuk untuk menempatkan

kepala sekrup

Crushing : perajangan bahan baku mempersiapkan permukaan partikel

untuk dekomposisi biologis dan berikutnya produksi metana

DA: digesti anaerob yaitu proses penguraian biomassa dalam suatu

digeter biogas oleh aktivitas mikroba anaerob, yang akan

dihasilkan biogas, digestat, dan kompos.

DEC (dedicated energy crops): tanaman yang khusus dibudidayakan

untuk penyediaan bahan baku (feedstock) substrat digester biogas

Dekanter: alat pemisah berdasarkan perbedaan berat jenis dengan

menggunakan prinsip sentrifugal. Cairan atau suspensi dimasukkan

dari bagian porosnya, lalu dekanter diputar dengan kecepatan

tertentu.

Dekomposisi : proses penguraian senyawa organik menjadi senyawa-

senyawa yang lebih sederhana.

Demineralisasi: adalah sebuah proses penyerapan kandungan ion-ion

mineral di dalam cairan dengan menggunakan resin penukar ion

Diesel gas: motor yang beroperasi oleh gas dan tanpa penyalaan minyak

Digestat: hasil sampingan dari proses digesti anaerob yang ditujukan

untuk menghasilkan biogas. Digestat bermanfaat untuk pupuk

pertanian.

Page 121: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Digester: ialah tempat yang dibuat sedemikian rupa untuk terjadi proses

pencernaan (digesti) biomassa oleh aktivitas mikroorganisme

secara anaerob sehingga dihasilkan biogas sebagai produk utama

Digesti: proses penguraian biomassa oleh aktivitas mikroba menjadi

senyawa-senyawa lebih sederhana.

Digesti basah: ialah DA terhadap substrat dengan konten bahan keringnya

lebih rendah dari 15%

Digestibilitas: ketercernaan suatu substrat dalam digester biogas

Digesti kering: : ialah DA terhadap substrat dengan konten bahan

berkisar 20-40%.

Disosiasi: adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang

lebih sederhana

Dissolved solids : ialah komponen padatan terlarut dalam limbah cair

DM (dry matter) : lihat BK

Efluen (effluent): adalah cairan luaran (digestat) sebagai hasil digesti

anaerob

Eutrofikasi: peningkatan tajam jumlah ganggang pada suatu tempat yang

di sebabkan limbah pertanian misalnya fosfat

Feedstock: bahan baku biogas berupa biomassa /limbah yang dimuat ke

tangki digester biogas

Fix = kandungan bahan anorganik dalam suatu limbah cair

Fixed-dome digester : tipe digester biogas dengan kubah tetap sebagai

penampung biogas yang dihasilkan

Floating drum digester : tipe digester biogas dengan kubah terapung

sebagai penampung biogas yang dihasilkan

Page 122: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Fuel cell: sel bahan bakar adalah perangkat elektrokimia yang mengubah

energi kimia dari suatu reaksi langsung menjadi energi listrik

Flug flow: tipe digester biogas berbentuk silinder memanjang horizontal

sehingga proses digesti substrat mengalir sepanjang digester

Gas rumah kaca: sekelompok gas di atmosfer yang bersifat menahan

panas radiasi matahari, sehingga akan menakibatkan peningkatan

suhu bumi.

Heterotrof: adalah organisme yang membutuhkan senyawa organik.

Heterotrof dikenal sebagai konsumer dalam rantai makanan.

HDPE (high density polyethylene) : adalah material termoplastik yang

membentuk produk dengan berat molekul yang tinggi dan tahan

terhadap berbagai bahan kimia, sehingga cocok digunakan pipa

penyalur.

HRT (hydraulic retention time): adalah rata-rata interval waktu lamanya

substrat diatur lamanya dalam tangki digester

Indeks Wobbe: standar aturan batas komponen, seperti sulfur, oksigen,

partikel dan titik embun air, memiliki tujuan untuk menghindari

kontaminasi jaringan gas atau pengguna akhir

Influen (inffluent): adalah masukkan adukan limbah sebagai substrat yang

dimuat ke tangki digester biogas

Inlet: lubang pemasukan bahan baku atau substrat ke tangki

penyimpanan atau digester

Instalasi biogas: seperangkat digester biogas lengkap, meliputi: lubang

pemasukan substrat, tangki digester, kubah penampung gas, lubang

keluar digestat, dan pipa penyaluran gas ke alat

Insulasi: penyelimutan tangki digester dengan bahan penyekat panas

untuk mempertahankan suhu proses yang konstan

Page 123: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Kapasitas buffer: adalah ukuran kemampuan larutan penyangga dalam

mempertahankan pH

Kohe (kotoran hewan): adalah tinja yang dihasilkan oleh hewan.

Konveyor: adalah suatu sistem mekanik yang mempunyai fungsi

memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lain.

Korosif: adalah sifat suatu subtantsi yang dapat menyebabkan benda lain

hancur atau memperoleh dampak negatif.

Kosbstrat: ialah substrat tambahan yang dimuat bersamaan dengan

substrat primer untuk meningkatkan digestibilitas

Kuasi: hampir seperti (seolah-olah)

Landfill: adalah penimbunan sampah pada suatu lubang tanah, dan ini

bukanlah metode yang berdiri sendiri. Karena dapat juga sistem

campuran, yang disebabkan oleh air mengalir, menembus tempat

ini, ketika air hujan berinfiltrasi ke permukaan landfill

Limbah: buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri

maupun domestik (rumah tangga).

LCT (Limbah cair tahu): limbah cair pada proses produksi tahu berasal

dari proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan

proses produksi tahu, penyaringan dan pengepresan/pencetakan

tahu

LPG : elpiji (liquified petroleum gas, LPG), adalah campuran dari

berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam.

Komponennya didominasi propana (C3H8) dan butana (C4H10).

MCFC (molten carbonate fuel cell): adalah menggunakan aliran fluida

karbon sebagai elektrolit

Metana: senyawa alkana terpendek (CH4) berwujud gas mudah terbakar

Mesofilik: ialah sekelompok mikroorganisme yang memiliki suhu

optimal untuk pertumbuhannya berkisar dari 25 – 45 oC

Page 124: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Metanogen : segolongan mikroba yang menghasilkan gas metana dalam

proses dekomposisi bahan organik

Metanogenesis: salah satu tahap proses digesti anaerob yang utama

dalam menghasilkan gas metana.

Mixer: adalah pengaduk bahan baku yang berada dalam tangki digester,

yang berfungsi untuk memastikan homogenitas substrat, distribusi

mikroba dan pemerataan suhu.

Motor pilot injeksi gas : motor bakar didasarkan pada prinsip mesin

diesel. Biogas dicampur bersama dengan udara pembakaran lalu ini

melewati sistem injeksi di ruang bakar, yaitu tempat dinyalakan

oleh minyak pengapian yang disuntikkan

Motor Stirling: motor beroperasi tanpa pembakaran internal, yaitu

berdasarkan prinsip perubahan suhu gas mengakibatkan perubahan

volume. Piston mesin digerakkan oleh ekspansi gas yang

disebabkan oleh injeksi panas dari sumber energi eksternal

NMHC (non methane hidrocarbons): senyawa-senyawa hidrokarbon

selain gas metana

Overfeeding: pemuatan substrat melebihi kapasitas digester biogas

berdasarkan HRT

Otorotrof : ialah organisme yang dapat mengubah bahan

anorganik menjadi bahan organik (dapat membuat makanan

sendiri) dengan bantuan energi seperti energi cahaya matahari

(fotosintesis) dan kimia.

Otto gas: motor yang beroperasi sesuai dengan prinsip Otto tanpa

penyalaan minyak

PAFC (phosphoric acid fuel cell ) : ialah sel bahan bakar yang biasa

meng-gunakan gas alam.

Page 125: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Partikulat: adalah partikel halus yang merupakan subdivisi kecil dari

material padat tersuspensi dalam gas atau cair. Partikulat terdiri

dari partikel komposisi ukuran, asal dan kimia yang berbeda.

Patogen: organisme penyebab penyakit

PEM (polymer electrolyte membrane Fuel cell): ialah sel bahan bakar

yang dapat digunakan untuk biogas

Pemipaan: sistem penyaluran dan koneksi antar tangki dengan pipa

dengan ukuran tertentu

Pemulihan gas: adalah perolehan kembali komponen-komponen yang

bermanfaat (gas yang terbuang ke udara) dengan proses kimia,

fisika, biologi, dan/ atau secara termal

Pengkondisian digestat : proses perlakuan terhadap digestat yang

bertujuan untuk mengurangi volume dan nutrisinya terkonsentrasi

Polusi: terjadinya pencemaran suatu ekosistem oleh limbah tertentu.

Polutan: zat yang merugikan bagi ekosistem

Ppm: (part per million) bagian per sejuta = 10-6

Prekusor: senyawa yang mendahului senyawa lain pada jalur

metabolisme

Psikhrofilik: ialah sekelompok mikroorganisme yang memiliki suhu

optimal untuk pertumbuhannya di bawah 20oC

Pumpabilitas: ialah kondisi yang menyatakan suatu bahan yang mudah

dipompa

Pupuk organik : yang dibuat dari bahan-bahan organik atau biomassa

alami

PVC: (polyvinylchloride) adalah polimer termoplastik, sebagai bahan

bangunan, pakaian, perpipaan, atap, dan insulasi kabel listrik. PVC

relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai.

Page 126: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Rasio C/N: perbandingan kandungan unsur karbon dan nitrogen dalam

suatu biomassa bahan baku/substrat DA

Recycle : proses daur-ulang suatu zat untuk menjadikan suatu bahan

bekas menjadi barang baru dengan tujuan mencegah adanya

sampah.

Reduce: mengurangi penggunaan suatu zat untuk menekan dampak

pencemaran.

Reuse: penggunaan kembali lebih dari satu kali suatu barang dalam

rangka penghematan dan mengurangi pencemaran.

Residu : ialah cairan hasil digesti yang bermanfaat sebagai pupuk organik

cair yang keluar dari digester secara periodikSampah: adalah

senyawa atau bahan yang terbuang atau sengaja dibuang atau

harus dibuang

Sampah organik: ialah sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun

tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari

kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain.

Sampah anorganik: ialah sampah yaang berasal dari sumber daya alam

tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses

industri. Beberapa bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik

dan aluminium.

Sanitasi : perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih.

Sedimentasi: proses pengendapan bahan-bahan yang memiliki tingkat

digesti-bilitas rendah ke dasar digester

Silase: adalah pakan hasil fermentasi, dari jerami misanya, yang

diberikan kepada hewan ternak ruminansia atau dijadikan biogas

melalui DA.

Silo: adalah struktur yang digunakan untuk menyimpan bahan curah

(bulk materials). Silo umumnya digunakan di bidang

pertanian sebagai penyimpan biji-bijian hasil pertanian dan

pakan ternak.

Page 127: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

Siloksana (R2 -SiO) : salah satu senyawa berbasis silika polimer dalam R

(alkil, biasanya metil); polimer ini ada sebagai cairan berminyak,

gemuk, karet, resin, atau plastik. Juga dikenal sebagai oksosilana.

Slurry : adalah campuran berupa cairan adukan limbah yang dijadikan

substrat atau umpan untuk digester biogas.

SOFC (solid oxide fuel cell): adalah jenis lain dari sel bahan bakar

bersuhu tinggi, beroperasi pada 750 – 1.000 °C.

Solids : padatan yang ada dalam limbah /air

Substrat: adalah bahan organik yang telah berada dalam kondisi

siap/segera bereaksi biokimiawi, karena telah mengandung

mikroba enzim sebagai katalis reaksi.

Suspended solids : padatan tersuspensi yang terkandung dalam limbah

cair

Tangki digester: ialah bagian utama dari suatu digester yang berbentuk

silinder, yaitu tempat terjadinya proses digesti anaerob.

Teleskopis : sifat kubah penampung biogas terhadap tangki bawah. Bila

biogas habis digunakan, tangki penyimpan gas ini tenggelam

kembali ke dalam tangki bawah

Termofilik : ialah sekelompok mikroorganisme yang memiliki suhu

optimal untuk pertumbuhannya berkisar antara 45 – 70 oC.

Total Solids (TS): yaitu residu yang diperoleh setelah menguapkan

sejumlah volume air pada 103oC. Total solid dapat dibagi menjadi

2 bagian, yaitu suspended solid (SS) dan dissolved solid (DS)

Turbin mikro biogas: campuran udara-biogas terbakar menyebabkan

kenaikan suhu dan memperluas dari campuran gas. Gas panas

dilepaskan melalui turbin, yang terhubung ke generator listrik

Vegetasi lumpur: hilangnya populasi vegetasi rumput tertentu dan

terbentuknya populasi rerumputan yang khas

Page 128: DIGESTER BIOGAS - pasca.unsil.ac.idpasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Digester-Biogas_Instalasisanitasi...kotoran ternak, limbah industri makanan, sisa makanan, jerami serta

VFA: (volatile fatty acids) asam lemak volatil senyawa antara (asetat,

propionat, butirat, laktat), dihasilkan selama asidogenesis, dengan

rantai karbon hingga enam atom

Waktu retensi hidrolik: lihat HRT

Waste: lihat limbah

Water boiling test: uji lamanya waktu yang dibutuhkan oleh suatu bahan

bakar untuk mendidihkan 100 mL air pada alat pemanas tertentu