Diare
-
Upload
hartotok-vipnet -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of Diare
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diare merupakan penyebab kematian utama di dunia, terhitung 5-10
juta kematian per tahun. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi
masalah dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut
terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. World
Health Organization (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia
dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur
5 tahun. Meskipun diare membunuh sekitar 4 juta orang per tahun di negara
berkembang, ternyata diare juga masih merupakan masalah utama di negara
maju. Amerika merupakan salah satu negara yang mengalami 7-15 episode
diare dengan rata-rata usia 5 tahun, 9% anak yang dirawat di rumah sakit
dengan diare berusia kurang dari 5 tahun, dan 300-500 anak meninggal setiap
tahun. Pada negara berkembang rata-rata tiap anak dibawah usia 5 tahun
mengalami episode diare 3 kali pertahun (WHO, 2009).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka
kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita.
Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Angka kesakitan diare di Indonesia berdasarkan hasil Survei Morbiditas
Diare yang dilakukan kementrian kesehatan 3 tahun sekali sejak 1996-2010,
angka kesakitan diare meningkat dari tahun 1996 hingga 2006, kemudian
1
menurun pada tahun 2010. Pada tahun 2010, angka kesakitan diare sebesar
411 per 1.000 penduduk. Angka ini mengalami sedikit penurunan
dibandingkan tahun 2006 sebesar 423 per 1.000 penduduk(Riskesdas, 2007).
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebagainya. ( Natoadmojo, 2003). Sanitasi merupakan salah satu tantangan
yang paling utama bagi negara-negara berkembang karena menurut World
Health Organisation (WHO), penyakit Diare membunuh satu anak di dunia
ini setiap 15 detik, karna access pada sanitasi masih terlalu rendah . Hal ini
menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan
pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional.
(Azwar, 2009)
Adapun pengelolaan sanitasi terdiri dari sanitasi yang buruk dan
sanitasi yang baik. Pengelolaan sanitasi meliputi sampah, air bersih, dan
kebersihan lingkungan. Menurut Elok (2008), bahwa pengelolaan sanitasi
yang buruk merupakan penyebab terjadinya atau timbulnya penyakit diare.
Geografi wilayah kerja RSUD Kabupaten Seruyan terdiri dari
wilayah yang beberapa penduduknya tinggal di daerah pinggiran sungai,
sehingga kebanyakan dari mereka masih menggunakan wilayah sungai
sebagai tempat buang air besar atau kecil, mandi, mencuci, serta
membersihkan rumah. Berdasarkan diatas maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai hubungan sanitasi lingkungan terhadap
2
kejadian diare pada wilayah kerja RSUD Kabupaten Seruyan Kalimantan
Tengah.
1.2. Rumusan Masalah
Adakah hubungan sanitasi lingkungan dengan penyakit diare di
wilayah RSUD Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum
Menganalisis hubungan higienitas dan sanitasi lingkungan dengan
penyakit diare di wilayah RSUD Kabupaten Seruyan Kalimantan
Tengah.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian diare
2. Mengetahui hubungan penyedian air bersih dengan kejadian diare
3. Mengetahui hubungan kebersihan lingkungan dengan kejadian
diare
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1.Manfaat bagi pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Depertemen
kesehatan dalam perbaikan lingkungan pemukiman.
1.4.2.Manfaat bagi perguruan tinggi
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
khususnya mengenai kesehatan lingkungan.
3
1.4.3.Manfaat bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat
mengenai kesehatan lingkungan dan penyakit yang berhubungan
dengan lingkungan.
1.4.4.Manfaat bagi penulis
Penelitian ini berguna untuk mendapat pengetahuan yang lebih
mengenai higienitas dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian diare.
4
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Higienitas Lingkungan
2.1.1. Pengertian Higienitas
Brownell (R. Sihite. 2000:3) menyatakan higiene adalah
bagaimana caranya orang memelihara dan melindungi kesehatan.
Prescott menyatakan bahwa hygiene terbagi ke dalam dua aspek yang
menyangkut individu (Personel Hygiene) dan yang menyangkut
lingkungan (Environment).
Di dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 1996, Hygiene di
nyatakan sebagai kesehatan masyarakat yang meliputi semua usaha
untuk memlihara, melindungi, dan mempertinggi derajat kesehatan
badan, jiwa, baik untuk umum maupun perorangan yang bertujuan
memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat, serta
mempertinggi kesehatan dalam perikemanusiaan.
2.1.2. Ruang Lingkup Higienitas
Masalah Higiene tidak dapat dipisahkan dari masalah sanitasi,
dan pada kegiatan pengolahan makanan masalah sanitasi dan higiene
dilaksanakan bersama-sama. Kebiasaan hidup bersih, bekerja bersih
sangat membantu dalam mengolah makanan bersih pula. Ruang
lingkup higiene meliputi:
1. Higiene perorangan dan lingkungan
2. Higiene makanan dan minuman
5
2.2. Sanitasi Lingkungan
2.2.1. Pengertian Sanitasi
Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air,
dan udara, penanganan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi,
dan kebisingan, pengendalian faktor penyakit, dan penyehatan atau
pengamanan lainnya. Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan
lingkungan, sangatlah diperlukan adanya multi disiplin kerja agar
kegiatannya dapat berjalan dengan baik. Misalnya diperlukan tenaga
ahli di bidang air bersih, ahli kimia, ahli biologi, ahli teknik dan
sebagainya (Mukono, 2006).
Menurut Notoadmojo (2003), sanitasi itu sendiri merupakan
perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan
buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga
dan meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan untuk pengertian
dari sanitasi lingkungan, sanitasi lingkungan adalah status kesehatan
suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,
penyedian air bersih dan sebagainya.
2.2.2.Ruang Lingkup Sanitasi
Menurut Kusnoputranto (1986) ruang lingkup dari kesehatan
lingkungan meliputi:
a. Penyediaan air minum.
6
b. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air.
c. Pengelolaan sampah padat.
d. Pengendalian vektor penyakit.
e. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah.
f. Hygiene makanan.
g. Pengendalian pencemaran udara.
h. Pengendalian radiasi.
i. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik,
kimia dan biologis.
j. Pengendalian kebisingan.
k. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan
masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan-bangunan
umum dan institusi.
l. Perencanaan daerah dan perkotaan.
m. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan
darat.
n. Pencegahan kecelakaan.
o. Rekreasi umum dan pariwisata.
p. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan
darurat.
q. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar
lingkungan pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan.
7
Dari ruang lingkup sanitasi lingkungan di atas tempat-tempat
umum merupakan bagian dari sanitasi yang perlu mendapat perhatian
dalam pengawasannya (Kusnoputranto, 1986).
2.2.3.Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1995).
2.2.4.Hal-hal yang menyangkut Sanitasi
1. Ventilasi
Menurut Notoatmojo (2007), ventilasi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi
alamiah yaitu dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi
secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-
lubang pada dinding. Ventilasi alamiah tidak menguntungkan,
karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga
lainnya ke dalam rumah. Ventilasi buatan yaitu dengan
menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara misalnya
kipas angin dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak cocok
dengan kondisi rumah di pendesaan.
2. Pencahayaan
Pencahayaan yang tidak mencukupi akan menyebabkan
kelelahan mata, disamping itu kurangnya pencahayaan akan
8
menyulitkan pemeliharaan kebersihan rumah. Pencahayaannya
yang cukup untuk penerangan ruangan di dalam rumah merupakan
kebutuhan kesehatan manusia. Pencahayaan dapat diperoleh dari
pencahayaan dari sinar matahari. Pencahayaan dari sinar matahari
masuk ke dalam rumah melalui jendela, celah-celah dan bagian
rumah yang terkena sinar matahari hendaknya tidak terhalang
benda lain. Cahaya matahari ini berguna untuk penerangan, juga
dapat mengurangi kelembaban udara, memberantas nyamuk,
membunuh kuman penyebab penyakit. pencahayaan dari lampu
atau yang lain berguna unuk penerangan suatu ruangan (Suyono,
1985).
3. Lantai
Ubin atau semen lebih baik, namun tidak cocok untuk kondisi
ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah
orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu,
untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang
dipadatkan. Syarat penting disini adalah tidak berdebu pada musim
kemarau dan tidak basah pada musim hujan.untuk memperoleh
lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan
menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang
berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah merupakan
sarang penyakit (Notoatmojo,2003)
9
4. Dinding
Resiko menempati rumah dengan jenis dinding yang tidak
memenuhi syarat bukanlah faktor resiko langsung terhadap
penyakit, namun berkaitan dengan kelembaban udara. Dinding
rumah harus bersih, kering dan kuat. Dinding selain untuk
penyangga, juga untuk melindungi dari panas, hujan dan sebaiknya
untuk dinding rumah dibuatkan dari batu bata. (Dirjen PPM dan
PL, 1992).
5. Kepadatan Penghuni
Resiko yang ditimbulkan oleh kepadatan penghuni rumah
terhadap terjadinya penyakit dimungkinkan karena:
a. Kualitas udara dalam ruangan buruk
b. Pemeliharaan ruangan tidak dilaksanakan dengan baik
c. Jarak antar penghuni rumah lebih dekat.
Adapun persyaratan rumah sehat adalah:
a. Harus memenuhi kebutuhan psichologis
b. Terhindar dari penyakit menular
c. Terhindar dari kecelakaan
6. Penyediaan air bersih
Air yang bersih adalah air yang dapat digunakan untuk
keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi persyaratan
kesehatan dan dapat diminum apabila sudah masak. Air untuk
konsumsi rumah tangga yang didapatkan dari sumbernya harus
10
diolah terlebih dahulu sehingga memenuhi syarat kesehatan.
Menurut Indang Entjan, syarat air minum ditentukan oleh 3 syarat,
yaitu:
a. Syarat fisik: air itu tidak berwarna, tidak mempunyai rasa,
tidak berbau dan jernih.
b. Syarat bakteriologis : air itu harus bebas dari segala bakteri
terutama bakteri pathogen.
c. Syarat kimia: tidak mengandung bahan kimia yang
membahayakan kesehatan, misalnya CO2, NH4, H2S dan lain-
lain.
7. Pembuangan kotoran manusia (jamban)
Tempat pembuangan kotoran manusia (jamban) merupakan
hal yang sangat penting, dan harus selalu bersih, mudah
dibersihkan, cukup cahaya dan cukup ventilasi, harus rapat
sehingga terjamin rasa aman bagi pemakainya, dan jaraknya cukup
jauh dari sumber air.
Syarat pembuangan kotoran manusia menurut Ehlers dan
Steel dalam Indah Entjan adalah:
a. Tidak mengotori tanah permukaan
b. Tidak mengotori air tanah
c. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dipergunakan oleh lalat
untuk bertelur dan berkembang biak
d. 1 harus terlindung dan tertutup
11
e. Pembuangan air limbah atau sampah
Air limbah merupakan exereta manusia, air kotor dari dapur,
kamar mandi, WC, perusahaan-perusahaan,termasuk pula air kotor
permukaantanah. Pembuangan air limbah yang kurang baik akan
menjadi sarang penyakit dan situasi rumah akan menjadi lembab.
Pengaturan air limbah perlu dilakukan dengan baik, supaya:
a. Mencegah pengotoran sumber air rumah tangga
b. Kebersihan makanan terjaga
c. Mencegah berkembangnya bibit penyakit
d. Menghilangkan bau dan pemandangan tidak sedap .
2.3. Penyakit Diare
2.3.1.Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali
atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000). Sedangkan, menurut
Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat
kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini
diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat
pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik
balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan
kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir,
2006). Menurut hipocrates diare di definisikan sebagai pengeluaran
tinja yang tidak normal dan cair.
12
2.3.2.Patogenesa Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
mennyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran iar dan elektrolit ke dalam rongga usus.
Cairan yang berlebihan ino akan merangasang usus untuk
mengeluarkannya sehingga terjadi diare.
2. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus
akan terjadi penongkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
3. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus menyerap makanan dan cairan, sehingga timbul diare.
Sebaiknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
pertumbuhan bakteri berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare.
4. Diare akut
a. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung
13
b. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam
usus halus.
c. Oleh jasad renik di keluarkan toksin (toksin diaregenik)
d. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya
akan menimbulkan diare
5. Patogenesis Diare Kronis
Lebih kompleks dan faktor-faaktor yang menimbulkannya ialah
infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain lain.
2.3.3 Gejala Diare
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:
a. Pada bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya
pun meninggi.
b. Tinja encer, berlendir, atau berdarah.
c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
d. Anus lecet.
e. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
f. Muntah sebelum atau sesudah diare.
g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
h. Dehidrasi.
2.3.4 Epidemiologi Diare
Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI,
2005).
14
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar
melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang
tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak
memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada
pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan
masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar,
tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau
sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan ataumenyuapi
anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa
penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai
dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara
proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah
satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan,
yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan
tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan
minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
15
2.3.5 Etiologi Diare
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu: faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi),
makanan dan faktor psikologis.
1. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama
diare pada anak.
Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi
infeksi enteral sebagai berikut:
1. Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
2. Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrivirus dan
lain-lain.
3. infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolityca, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida
albicans).
b. Infeksi parenteral; infeksi diluar alat pencernaan
makanan seperti: Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis/
tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
16
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor Malabsobsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi
karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi
kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat
menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi
lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut
triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase,
mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika
tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat
muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
3. Faktor Makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, makanan basi, beracun, makanan yang terlalu banyak
lemak, makanan yang mentah (sayuran) dan kurang matang.
Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan
diare pada anak-anak balita.
4. Faktor Psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).
17
2.3.6 Patofisiologi Diare
Sebagai akibat Diare baik akut maupun kronik akan terjadi:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolic, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran
bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah
5. Lecet pada anus
6. Muntah sebelum dan sesudah diare
7. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
8. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah.
2.3.7 Penanggulangan Diare
Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain:
1. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan
Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang
jumlah penderita dan kematian serta penderita baru yang belum
dilaporkan dengan melakukan pengumpulan data secara harian
pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang diperkirakan
mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare.
Sedangakan pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari
18
surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai
gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa) diare.
2. Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan
karena diare pada saat KLB di mana sebagian besar penderita
berada di masyarakat.
3. Pembentukan pusat rehidrasi
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan
perawatan dan pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi
KLB jauh dari puskesmas atau rumah sakit.
4. Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada
saat terjadinya KLB diare.
5. Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan
dan pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun
terhadap faktor risiko.
6. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB Pembentukan pusat
rehidrasi.
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB
diare meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan
penyuluhan kesehatan.
19
2.3.8 Pencegahan Diare
Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui
promosi kesehatan antara lain:
1. Pada balita eningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).
2. Memperbaiki praktek pemberian makanan pendamping ASI pada
balita.
3. Penggunaan air bersih yang cukup.
4. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
5. Penggunaan jamban yang benar.
6. Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan
bayi yang benar.
2.4 Hubungan Sanitasi Lingkungan Terhadap Penyakit Diare
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek,
yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu
sendiri.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu
maupun kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut model
segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain
yaitu antara faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004).
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi
penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor
yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan
upaya perbaikan sanitasi lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya
20
tahan tubuhnya kurang, maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit
tersebut antara lain diare, kolera, campak, tifus, malaria, demam berdarah
dan influensa (Slamet, 2002).
Masalah-masalah kesehatan lingkungan antara lain pada sanitasi
(jamban), penyediaan air minum, perumahan, pembuangan sampah dan
pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2003).
Beberapa masalah lingkungan yang berhubungan dengan vector
penyakit adalah :( Depkes RI, 2001 )
1. Perubahan lingkungan fisik oleh kegiatan pertambangan,
pembangunan perumahan dan industry yang mengakibatkan
timbulnya tempat berkembang biaknya vector penyakit.
2. Pembangunan bendungan akan beresiko berkembang biaknya vector
penyakit.
3. System penyediaan air dengan perpipaan yang belum menjangkau
seluruh penduduk sehingga masih diperlukan container untuk
penampungan penyediaan air.
4. Sistem drainase pemukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi
syarat sehingga menjadi tempat perindukan penyakit.
5. Sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan
sampah sarang vektor penyakit.
6. Perilaku sebagian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang
sehat, nyaman dan aman masih belum memadai.
21
7. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vector
penyakit secara kimiawi, beresiko timbulnya keracunan dan
pencemaran lingkungan.
22
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Keterangan: : Variabel terikat
: Variabel bebasGambar 1
Berdasarkan tujuan kepustakaan bahwa kejadian diare dipengaruhi oleh
sanitasi lingkungan yaitu yang terdiri dari sumber air minum, jamban, kualitas fisik
air bersih dan jenis lantai rumah. Kita ketahui bahwa pengawasan lingkungan fisik,
biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana
lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan merugikan
diperbaiki atau dihilangkan. Hasil yang diharapkan dari sanitasi lingkungan yang
baik yaitu tergantung dari peningkatan kualitaslingkungan dengan memperbaiki
23
Sumber Air minum
Jamban
Kualitas Fisik Air Bersih
Jenis Lantai Rumah
Kejadian Diare
sanitasi lingkungan sumber air minum, jamban, kualitas fisik air bersih dan jenis
lantai rumah. Terciptanya sanitasi lingkungan yang baik akan menurunkan atau
mengurangi kejadian diare pada masyarakat. Hal ini terkait dengan pemanfaatan
sanitasi lingkungan, yang membawa dampak positif dalam kehidupan dan akan
terhindar dari penyakit.
3.2. Hipotesis penelitian
Ho : Terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan angka kejadian
diare
H1 : Tidak terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan angka
kejadian diare.
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk survey yang bersifat
observasional dengan metode pendekatan cross-sectional, yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam suatu
periode waktu tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan satu kali
pengamatan selama penelitian (Machfoedz, 2007).
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah beberapa dari yang pernah
menderita diare yang bertempat tinggal di wilayah kerja RSUD
kabupaten Seruyan. Hasil dari random wilayah yang diambil adalah :
25
RSUD Kab.Seruyan
10 Kecamatan
2 Kelurahan
Kec. Seruyan Hilir
Kuala Pembuang I 1
Kuala Pembuang II
3 RW3 RW
33 RT 33 RT
RW 01
RT 28
RW 01
RT 18
110 Kepala Keluarga 146 Kepala Keluarga653 Jiwa 789 Jiwa
1442 Jiwa
4.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2005). Rumus yang
dapat digunakan untuk menentukan besar sampel (Nursalam, 2003)
adalah:
n= N1+N (d) ²
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Tingkat signifikasai (0,1)
n = 1422 = 93,4
1+ 1422 (0,1)²
Sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 93
responden. Dibagi untuk 2 wilayah yaitu Kuala pembuang I mendapat
46 responden dan Kuala pembuang II mendapat 47 responden.
4.2.3. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah menggunakan Simple Random Sampling, yaitu metode
pengambilan sampel secara acak di mana masing-masing populasi
mempunyai peluang yang sama besar untuk terpilih sebagai sampel
(Murti, 2006).
26
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Rumah sakit Kabupaten
Seruyan pada bulan Juli 2013-Juli 2014.
4.4. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:
4.4.1. Variabel bebas (sebab)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanitasi lingkungan
yang meliputi sumber air minum, kualitas fisik air bersih,
kepemilikan jamban dan jenis lantai rumah.
4.4.2. Variabel terikat (akibat)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada
balita di wilayah kerja Rumah Sakit Kabupaten Seruyan.
4.5. Definisi Operasional
4.5.1.Variabel bebas
Sanitasi Lingkungan adalah usaha untuk membina dan
menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan terutama
kesehatan masyarakat.
1. Sumber air minum adalah asal atau jenis air yang digunakan untuk
minum bagi keperluan hidup sehari-hari terdiri dari :
a. Skala pengukuran : Nominal
27
b. Kategori : 1. Air terlindung
a. PDAM
b. Air mineral
2. Air tidak terlindung
a. Sungai
b. Sumur
c. Penampungan Air Hujan (PAH)
2. Kualitas fisik air bersih adalah kondisi fisik air minum yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
a. Skala pengukuran : Nominal
b. Kategori :
1. Memenuhi syarat, jika tidak keruh, tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa.
2. Tidak memenuhi syarat, jika keruh, berwarna, berbau dan
berasa.
3. Kepemilikan jamban adalah sarana yang digunakan untuk buang
air besar yang dimiliki oleh responden.
a. Skala pengukuran : Nominal
b. Kategori :
1. Memiliki jamban, jika ada lubang leher angsa/tangki septik,
bersih dan tertutup.
2. Tidak memiliki jamban, jika tidak ada lubang leher
angsa/tangki septik, kotor dan tidak tertutup.
28
4. Jenis lantai adalah keadaan lantai responden berdasarkan
bahannya.
a. Skala ukur : Nominal
b. Kategori :
1. Kedap air
a. Semen
b. Ubin
c. Keramik
2. Tidak kedap air
a. Tanah
b. Kayu/ bambu
4.5. 2. Variabel terikat
Kejadian diare adalah yang menderita diare dengan buang air besar
lembek, cair dan bahkan dapat berupa air saja lebih dari tiga kali
sehari dalam 6 bulan terakhir.
1. Skala ukur : Nominal
2. Kategori :
a. Diare, jika mengalami diare dalam 6 bulan terakhir.
b. Tidak diare, jika tidak mengalami diare dalam 6 bulan terakhir.
4.6. Prosedur Penelitian
4.6.1.Beberapa langkah yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Seruyan untuk mengetahui populasi dan sampel penelitian.
29
2. Memberikan kuisioner pada penduduk yang menempatti wilayah
kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Seruyan yang tidak
buta huruf dan bersedia menjadi responden.
3. Menjelaskan cara pengisian quisioner.
4. Selanjutnya meneliti melakukan pengolahan data.
4.6.2. Instrumen yang digunakan:
Alat yang digunakan dalam kuisioner ini adalah lembar kuisioner
yang berisikan beberapa pertanyaan tentang kejadian diare dan
sanitasi lingkungan.
4.6.3. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian akan diolah (editing, coding,
entry, dan tabulating data).
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban,
konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses
pengolahan data dengan memberikan angka nol atau satu.
3. Entry, yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan
komputer.
4. Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan
diteliti guna memudahkan analisis data.
4.7. Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
30
4.7.1. Analisis Univariat
Analisis univariat yaitu analisis yang digunakan untuk
menggambarkan atau mendiskripsikan dari masing-masing variabel,
baik variabel bebas dan variabel terikat dan karakteristik responden.
4.7.2. Analisis bivariat
Dilakukan untuk menguji hubungan variabel bebas dan variabel
terikat dengan uji statistik chi square (χ2) untuk mengetahi hubungan
yang signifikan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel
terikat. Uji chi square dilakukan dengan mengunakan bantuan
perangkat lunak berbentuk komputer dengan tingkat signifikan p>0,05
(taraf kepercayaan 95%). Dasar pengambilan keputusan dengan
tingkat kepercayaan 95% :
1. Jika nilai sig p>0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.
2. Jika nilai sig p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian diterima
(Budiarto,1, 2001).
31
DAFTAR PUSTAKA
Umiati. 2009. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Kejadiannya Sangat Erat Dengan Sanitasi Lingkungan. Universitas sumatera Utara.
Wijaya, Yulianto. 2012. Faktor Resiko Kejadian Diare Balita Di Sekitar TPS Banaran Kampus UNNES. Unnes Journal of Public Health.
Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Rumah Tangga dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Desa di Kecamatan Seruyan Hilir. Kalimantan Tengah.
Dirjend Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Limgkungan. 2011. Buku Saku Lintas Diare. Depkes RI. Jakarta.
Rahadi, E B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Desa Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI) UMS.
Darmawan, I made, dkk. 2008. Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingginya Diare Pada Balita Di Kelurahan Krian, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo(Studi Kasus). Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. (hlm 5-6)
Amaliah, Siti. 2010. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Faktor Budaya Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Desa Toriyo Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Jurnal UNISMUS.
Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dan Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009 (Skripsi).UMS.
Depkes, R.I. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan PPL.
32
Dinkes, Seruyan. 2013. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Seruyan 2013. Seruyan, Kalimantan Tengah.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Soemirat, J. 2002. Kesehatan Lingkungan, cetakan ke lima. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
PIOGMA. 2009. Kasus Diare Di Indonesia. Universitas Gajah Mada.
33