DIARE

40
DIARE DEFINISI Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2 Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.3 Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.4,5 Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara

description

menjelaskan tntang diarepenanganan dan pengobatan

Transcript of DIARE

DIARE

DEFINISI

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair

(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200

ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3

kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14

hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat

disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare

infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.3

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara

berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB

(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.4,5

Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat

tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1

dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat

ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh

karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella

spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens

dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk

setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di

negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.6

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah

sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar

dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01,

diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi,

Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.7

EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat

keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek

dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena

infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah

sakit.dikutip dari 8

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di

negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99

juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan ada

sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.9

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare

pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare

didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap

dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella,

Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri

berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan

oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).11

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut

yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,

penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.1,3,12

PATOFISIOLOGI1,3,9,10

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non

inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di

kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.

Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,

mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja

rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel

leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan

diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya

minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama

pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak

ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi

kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila

ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air

dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat

defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang

berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang

dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai

pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive

intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus

maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat

non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat

radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit

usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel

atau diabetes melitus.

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak

ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.

Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan

terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit

dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi

penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan

produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih

mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria

atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas

lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering

ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC),

yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi

kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi

intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga

like toksin.

Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis

kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di

dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi

dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi

inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat

vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan

sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa

lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella

dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah

Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis

hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara

biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu

subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase,

meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan

klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa

usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan

CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan

protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan

sekresi klorida.

Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor

neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron

nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.

Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks

neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik,

interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga

menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin.

Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain

yang bersifat antisekretorik pada enterosit.

DIAGNOSIS

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang

sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan

lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat

dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan

renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang

lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata

menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi

serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan

sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha

tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan

asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal

dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan

tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien

mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena

kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul

anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus

ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan

asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan

pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat

menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses

adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai

penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,

sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi

patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses

bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.3

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin

adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses

menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada

suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang

tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien

dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare

inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip,

atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk

EHEC O157 : H7.1

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus

diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan

pemeriksaan darah lengkap5,8,10,14

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya

tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri1

a. Infeksi non-invasif.

Stafilococcus aureus

Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung

toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya.

Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.

Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar

75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare

sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah

putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari jam.

Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi,

atau dari kotoran dan muntahan pasien.

Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam

mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.

Bacillus cereus

B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin

dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan.

Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi, dan

masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri

abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 – 16 jam

setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual

dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Clostridium perfringens

C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri

ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh

sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang

terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah.

Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.

Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisma

per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens . Pulasan cairan

fekal menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya

tidak diperlukan.

Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Vibrio cholerae

V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan

diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada

pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus

halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran

kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.

Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare

berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam

ringan dapat terjadi.

Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang

sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang

tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.

Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif. Kebanyakan

kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena.

6

Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga

kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan

pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian (

biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan

vaksin parenteral.

Escherichia coli patogen

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen

yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :

1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC).

2 Enterophatogenic E. coli (EPEC).

3 Enteroadherent E. coli (EAEC).

4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

5 Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang

terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana pasien

melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5

hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat

sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan

EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa.

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang

ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari

kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157.

Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada penyakit

yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang

diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat

penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang

berhubungan dengan EHEC.

2. Infeksi Invasif

Shigella

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme

Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon

melalui enterotoksin dan invasi bakteri.

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB

berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair

tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata

pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4

minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat

terjadi.

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan,

gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis

oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri.

Pulasan dan sel darah merah. Kultur

feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.

Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari

keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk

mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-

sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik

yang dianjurkan

Salmonella nontyphoid

Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat.

Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal penyakit

dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang

abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.

Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se. Kultur darah

positip pada 5 – 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.

Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi adekuat.

Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan resistensi bakteri.

Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia ekstrem ( bayi dan berusia

> 50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis,

abses). Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti

ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari atau Sephalosporin generasi

ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi oral.

Salmonella typhi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam

tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen,

dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan

memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber

organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.

Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial,

menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus.

Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau

perdarahan gastrointestinal.

Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu

pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan

temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua

terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan

peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-

biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan

klinis.

Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90% pasien

pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu kedua dan

ketiga.

Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka waktu penyakit.

Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat menjadi karier dari

pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.

Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Jika terjadi

resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan sepalosporin

generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat

baik melawan S. Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti

ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi

dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi)

direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.

Campylobakter

Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering

ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi

pada mukosa.

8

Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai

sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk. Diare dan

demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah hingga 50-70%.

Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual, muntah dan malaise. Masa

berlangsungnya penyakit ini 7 hari.

Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat ditemukan

adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin dan quinolon, namun

pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat

atau pasien yang nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan,

eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit

diare lainnya, penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.

Vibrio non-kolera

Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya gastroenteritis. V

parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan dengan konsumsi

kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan

membuat kultur feses yang memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan

cairan. Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan

diare parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.

Yersinia

Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai dengan

antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus. Yersinia

menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering

terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi.

Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang dapat diikuti

dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema multiforme). Feses berdarah dan

demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual, muntah dan ulserasi pada mulut.

Diagnosis ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3

minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat

dipertimbangkan pada penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan

Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.

Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)

EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat

makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan

atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe

0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS).

Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai

penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga,

yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.

Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali

perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen

berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan

abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam

terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis

sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit.

Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (<150

x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.

HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare. Faktor

resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti

diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS

akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan

30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat

terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS.

Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya

dilakukan pada laboratorium khusus.

Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler.

Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC.

Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat meningkatkan resiko

HUS. Pengobatan antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki

gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.

Aeromonas

Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas

menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.

Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah. Penyakit

sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.

Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau kondisi yang

berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk malignansi, penyakit

hepatobiliar, atau pasien immunocompromised. Pilihan antibiotik adalah trimetroprim

sulfametoksazole.

Plesiomonas

Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Kebanyakan

kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa olah dan perjalanan ke

daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen, demam, muntah dan diare

berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.

Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik adalah tritoprim

sulfametoksazole.

PENATALAKSANAAN

A. Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat

dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral,

dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang

terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.17

Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium

bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia

secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan

air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat

dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok

makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti

kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus

pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline

normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan

kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda

vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah

ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.

1

1121

2

11

-1

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari

badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara : dikutip dari 8

BD plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml

0,001

Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)

B. Anti biotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,

karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi

seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi

lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan

pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2),

tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.1,5,9,16

Tabel 2. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri dikutip dari 1

Organisme

Campylobacter,

Shigella atau

Salmonella spp

Vibrio Cholera

Traveler diarrhea

Clostridium difficile

Pilihan pertama

Ciprofloksasin 500mg oral

2x sehari, 3 – 5 hari

Tetrasiklin 500 mg

oral 4x sehari, 3 hari

Doksisiklin 300mg

Oral, dosis tunggal

Ciprofloksacin 500mg

Metronidazole 250-500 mg

4x sehari, 7-14 hari,

Pilihan kedua

Salmonella/Shigella

Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari

TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari

Campilobakter spp

Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari

Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr

Resisten Tetrasiklin

Ciprofloksacin 1gr oral 1x

Eritromisin 250 mg oral

4x sehari 3 hari

TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari

Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari

7-14 hari

oral atau IV

C. Obat anti diare

Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas

racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga

enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan

sekresi

dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di

Indonesia

saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti

diare

yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.14

Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi

difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari,

loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat

tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat

memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan

cara

yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%.

Bila

diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.10

Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit

diberikan

atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin.

Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat

yang

dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya

(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan

dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak

dapat

mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari

dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.9

Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau

Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan

memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.

Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan

dalam

jumlah yang adekuat.3,7,19

KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama

pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara

mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit

melalui

feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.1,8

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok

hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular

Nekrosis

Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga

terjadi

bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang

optimal.9,12,14

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan

terbanyak

oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan

trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi

EHEC

dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS

masih kontroversi.

Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah

merupakan

komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni.

Dari

pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa

minggu

sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi

mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan

Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare

karena

Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.1

PROGNOSIS

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan

terapi

antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan

morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan

mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits

berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC

dengan

mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.

PENCEGAHAN

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan

setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia

harus

diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran

manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan

perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau

air

yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan

tentang

keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus

direbus

dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai,

harus

diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih

(air

rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang

tidak

diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua

daging

dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang

boleh

dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak

dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran

ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi

efektivitas dan

ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V.

colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak

direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan

sering

memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi

hanya

memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid

oral

telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan

efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

KESIMPULAN

Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang

maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu

diperhatikan

keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi

bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat

dilanjutkan

dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat

diberikan

karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare

akut

infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene

dan

sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.