Diaper Dermatitis
-
Upload
ranie-magezta -
Category
Documents
-
view
15 -
download
9
description
Transcript of Diaper Dermatitis
DIAPER DERMATITIS
Abstrak
Dermatitis Diaper adalah semua iritasi yang terdapat di seluruh area yang tertutupi oleh popok itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh pemakaian popok ( dermatitis kontak iritan ), yang dapat di perburuk oleh popok ( psorasis ), dan yang bukan dikarenakan popok ( akrodermatitis enteropathika ). Dermatitis diaper paling sering terlihat pada usia 9- 12 bulan. Hal ini menyebabkan dermatitis diaper paling sering pada anak-anak dikarenakan pemakaian popok , namun bisa juga pada orang dewasa yang memakai popok. Banyak faktor yang berperan pada etiologi dermatitis diaper. Lama pengobatan dapat berubah sesuai dengan keparahan dan penyebab dermatitis diaper. Orang tua harus diberitahu untuk melarang/ menghentikan pemakaian popok yang dapat meningkatkan dermatitis diaper. Jika dermatitis diaper persisten, penyakit kulit lainnya yang dapat berlokalisasi di daerah genital harus ditemukan.
Pendahuluan
Dermatitis Diaper adalah semua iritasi yang terdapat di seluruh area yang tertutupi oleh popok itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh pemakaian popok ( dermatitis kontak iritan ), yang dapat di perburuk oleh popok ( psorasis ), dan yang bukan dikarenakan popok ( akrodermatitis enteropaathika ). Di masyarakat dimana popok tidak dipakai, bayi-bayi terbebas dari dermatitis diaper dan sering kali itu didapati dalam praktik pediatric di negara yang lebih maju.
Pertama kali di temukan dermatitis diaper oleh jacquet pada tahun 1905. Dan pada tahun 1915, zahorsky menggambarkan banyaknya erupsi dikarenakan popok yang berbau ammoniak. Di Inggris pada 1970-an, dermatitis diaper menyumbang 20%
dari semua pasien kulit dari kelompok usia 0-5 tahun, dan di Jepang prevalensinya bervariasi antara 6 dan 50% tergantung pada definisi dan kriteria inklusi. Dermatitis diaper, adalah penyebab paling sering gangguan kulit pada bayi di Amerika Serikat,dan menyumbang lebih dari 1 juta kunjungan klinik per tahun [3]. Dengan menggunakan popok sekali pakai penyerap super yang baru dikembangkan proporsi kunjungan ini berkurang secara signifikan.
Dermatitis diaper paling sering terlihat pada usia 9- 12 bulan. Hal ini menyebabkan dermatitis diaper paling sering pada anak-anak dikarenakan pemakaian popok , namun bisa juga pada orang dewasa yang memakai popok. Tidak ada perbedaan antara kelompok etnis dan jenis kelamin [4]. Secara klinis, jenis dermatitis kontak
iritan sebagian besar terlihat di daerah kelamin, pantat, bagian atas wilayah paha dan daerah perut bagian bawah, yang terjadi karena reaksi antara akumulasi enzim bakteri dalam tinja dan amoniak yang terakumulasi dalam popok. hal ini juga bisa terlihat pada orang tua yang memiliki inkontinensia [5].
Penyakit yang paling sering terlihat di daerah popok tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Penyebab dermatitis Diaper1. Gosokan, dermatitis iritan
(ammoniak)2. Kandidiasis3. Dermatitis psoriasis dengan id4. Nutrisi abnormal5. Granuloma gluteale infantum6. Letterer-Siwe disease7. Impetigo bulosa8. Erosive perianal eruption9. Dermatitis seboroik10. Defisiensi zink11. Kistik fibrosis12. Kawasaki’s disease
EtiologiBanyak faktor yang berperan pada etiologi dermatitis diaper.
1) keadaan basah dan Gesekan: Faktor yang paling penting adalah keadaan basah di daerah popok. Karena basah, menyebabkan hancurnya fungsi
penghalang kulit sehingga kulit mudah teiritasi [4].
2) Urine dan feses: Karena peran enzim tinja (protease, lipase) yang menurunkan urea menjadi amonia, pH meningkat dan terjadi iritasi kulit.
3) Mikroorganisme: Candida albicans dapat diisolasi hingga 80% dari bayi dengan iritasi di kulit perineum. Infeksi terjadi umumnya 48-72 jam setelah iritasi [4]. Kondisi yang dikenal untuk meningkatkan kemungkinan infeksi jamur sekunder meliputi pemberian antibiotik, imunodefisiensi, dan diabetes mellitus. Bakteri seperti Staphylococcus aureus atau streptokokus grup A bisa menyebabkan erupsi di daerah popok. kolonisasi S. aureus lebih mungkin pada anak dengan dermatitis atopik. Bakteri lain yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan vagina dan sekitarnya (vulvovaginitis) termasuk Shigella, Escherichia coli, dan Yersinia enterocolitica [1]. Agen infeksi tambahan yang dapat menyebabkan iritasi, peradangan atau erupsi di daerah popok termasuk virus (coxsackie, herpes simpleks, virus human immunodeficiency), parasit
(cacing kremi, kudis), dan jamur lain nya (tinea) [1].
4) faktor Gizi: dermatitis diaper dapat menjadi tanda pertama dari kekurangan biotin dan zink [4].
5) iritasi kimia: Sabun, deterjen dan antiseptik dapat memicu atau meningkatkan dermatitis kontak iritan primer. Dengan menggunakan popok sekali pakai kemungkinan ini dapat berkurang [4].
6) Antibiotik: Penggunaan antibiotik spektrum luas pada bayi untuk kondisi seperti otitis media dan infeksi saluran pernapasan telah terbukti menyebabkan peningkatan insiden dermatitis popok iritan. Hal ini tampaknya berhubungan dengan peningkatan C. albicans dari rektum dan kulit pada bayi [7].
7) Diare: Produksi cairan feses yang terus menerus, dan feses tersebut mungkin mengandung jumlah enzim pencernaan residual yang lebih besar[7].
8) Kelainan perkembangan dari saluran kemih: anomali yang mengakibatkan sebagian urin tertinggal dan menjadi predisposisi dari infeksi saluran kemih [7].
Gambaran Klinis
Dermatitis kontak iritan dimulai sebagai eritema akut pada permukaan
kulit di daerah kemaluan dan bokong pada lipatan kulit, menggambarkan sebagian besar area tubuh yang kontak dengan popok. Ini terlihat terutama antara 3-12 minggu. Mungkin sulit untuk membedakan secara klinis antara dermatitis kontak alergi dengan dermatitis kontak iritan. Infeksi S.aureus muncul sebagai impetigo bulosa, ditandai dengan vesikel yang tersebar, bula dan daerah gundul kulit, sedangkan kelompok streptokokus A muncul sebagai patch eritematosa di perianal. Bakteri enterik dapat menyebabkan disuria, gatal vagina, dan peradangan vulva. Virus Coxsackie menyebabkan papula eritematosa pada bokong, telapak tangan dan kaki dan bisul di faring posterior.terdapat juga vesikel yang menyakitkan di vulva dan daerah perianal ciri dari herpes. Pruritus merupakan gejala khas cacing kremi dan skabies.
Munculnya skabies harus dipertimbangkan ketika seorang anak memiliki erupsi papular yang difus yang juga dapat mempengaruhi kepala dan leher pada bayi. Lesi lengkung karakteristik skabies mungkin tidak mudah diidentifikasi [3].Jacquet dermatitis erozive; ini adalah bentuk yang paling parah dari dermatitis diaper dan dapat terjadi pada semua usia [8]. Kondisi ini dapat terjadi karena diare [4]. Hal ini ditandai dengan nodul eritematosa erosi, berbatas tegas, terdapat ulkus atau erosi yang dalam [4, 8]. Hal ini terlihat berkurang sejak munculnya popok super absorben[8].Granuloma gluteale infantum adalah
reaksi granulomatosa yang terjadi akibat iritasi, maserasi dan kemungkinan superinfeksi. Reaksi granulomatosa ini diduga diperburuk oleh penggunaan kortikosteroid topikal poten. Kondisi yang tidak biasa ini ditandai dengan lesi papul kemerahan keunguan. Pada pemeriksaan histologis terlihat campuran infiltrasi (neutrofil, sel plasma, limfosit, eosinofil) [4].
Miliaria rubra cenderung terjadi di lokasi di mana komponen plastik dari popok yang menyebabkan oklusi saluran ekrin kulit [8]. Pseudo verrucous papula dan nodul terjadi di daerah popok dan perianal pada pasien dari segala usia yang memiliki kecenderungan untuk terus basah (berkeringat). Anak-anak yang memakai popok karena inkontinensia urin kronis cenderung dermatitis [8,9]. Granuloma gluteale infantum penting untuk diagnosa banding [9].
HistopatologiTemuan histopatologi berubah sesuai dengan gambaran klinis dan mungkin termasuk akut, subakut atau dermatitis spongitis kronis, infiltrasi inflamasi ringan atau sedang pada dermis [4].
EvaluasiRiwayat pasien dan temuan klinis yang penting. Biopsi jarang diperlukan [4].
Diagnosa BandingUntuk daftar diagnosis Banding dari dermatitis diaper lihat Tabel 2.
Tabel 2. Diagnosa Banding Diaper Dermatitis
Seborrhea Psoriasis vulgaris Moniliasis Intertrigo Dermatitis kontak alergi Dermatitis atopi Akrodermatitis enterpatika Pyoderma Dermatitis perianal Defisiensi biotin Histiyosis X
Dalam psoriasis vulgaris yang ditandai dengan plak eritematosa, karena jaringan parut putih basah mungkin tidak terlihat. Jika erupsi mempengaruhi daerah inguinal atau satelit pustula terjadi lebih lama dari 72 jam harus dicurigai kandidiasis [4].Ketika diduga infeksi bakteri, akan terlihat erosi yang dangkal, kerak kuning dan tanda-tanda impetigo lainnya [4].Dermatitis seboroik ditandai dengan deskuamasi kuning disertai eritematosa. Biasanya mengenai daerah rambut, wajah dan intertriginosa .Dermatitis atopik dapat menyebabkan erupsi pada wajah dan permukaan tubuh dan jarang terlihat pada bayi berusia kurang dari 6 bulan.Akrodermatitis enteropathika adalah penyakit ressesif autosomal yang terlihat terutama pada bayi yang tidak menyusui. Dermatitis, diare dan alopesia adalah trias klasik[4].
PengobatanLama pengobatan dapat berubah sesuai dengan keparahan dan penyebab
dermatitis diaper. Lama penyakit, jenis pengobatan, respon terhadap pengobatan harus dipelajari. Pencegahan dermatitis diaper ditunjukkan pada Tabel 3
Tabel 3. Pencegahan Dermatitis Diaper
Gunakan popok sekali pakai yang super absorben
Menjaga daerah popok tetap kering dengan cara mengganti popok lebih sering atau memeriksanya setiap 2 jam dan lebih sering lagi pada anak-anak dengan diare dan bayi baru lahir
Untuk menghilangkan iritasi pada setiap mengganti popok, bersihkan area popok dengan kapas yang dibasahi air atau dengan tisu bayi yang memiliki zat tambahan yang minimal; menghindari kelebihan gesekan dan deterjen
Jika rentan untuk berkembang menjadi ruam popok, secara empiris gunakan penghalang topikal yang mengandung air bersifat immpermeabel (seperti seng oksida) dan bahan minimal lainnya
Memungkinkan untuk bebas popok dalam keseharian dan menghindari penggunaan celana plastik.
pengobatan dermatitis diaper ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengobatan Dermatitis DiaperLangkah tindakan pencegahan
Diperkuat dengan praktik kebersihan yang baik pada awal tanda kerusakan kulit
Menggunakan barrier mekanik Pilih barrier dengan bahan-
bahan minimal untuk menghindari iritasi potensial atau sensitizer
Gunakan pasta jika terjadi diare
Meresepkan antijamur topikal Jika ruam tetap > 3 hari Merawat ibu menyusui jika
terinfeksi dan membersihkan objek terkait
Jika terdapat sariawan dapat ditambahkan nystatin oral; kegunaan lain dari antijamur oral pada pengobatan rutin dermatitis diaper tidak didukung dalam literatur
Jangan pernah menggunakan kombinasi antijamur-kortikosteroid di daerah popok
Meresepkan topikal kortikosteroid secara bijaksana
Terapkan kuantitas terkecil yang dibutuhkan yaitu 2 kali sehari selama 3 hari dan tidak lebih dari 2 minggu obat potensi rendah, hanya digunakan pada kasus sedang sampai berat untuk menghilangkan gejala
Peringatkan orangtua dari efek samping yang serius; adrenal supresi, sindrom cushing,atrofi kulit dan striae
Pertimbangkan intervensi lain Antibiotik : mupirosin
topikal layak untuk ditambahkan jika ruam berkembang atau gagal untuk diperbaiki meskipun diperlukan langkah-langkah diatas; antibiotik oral mungkin diperlukan pada atopi anak.
Rujukan ke spesialis : pertimbangkan setelah 4 minggu gagal pengobatan atau lebih cepat jika tanda-tanda dan gejala yang mengkhawatirkan hadir.
Candidiasis adalah penyebab paling sering dari dermatitis diaper pada orang dewasa. Pengobatan pertama adalah antijamur topikal dan edukasi [4].Orang tua harus diberitahu untuk melarang/ menghentikan pemakaian popok yang dapat meningkatkan dermatitis diaper. Jika dermatitis diaper yang persisten, penyakit kulit lain nya dapat berlokalisasi di daerah genital harus ditemukan.
References1. Krafchik BR, Halbert A, Yamamoto K, Sasaki R. Eczamatous dermatitis. In: Pediatric Dermatology. Eds.Schachner LA, Hansen RC. 3th Ed. Philadelphia, Mosby, 2003; 630- 632.
2. Langoen A, Vik H, Nyfors A. Diaper dermatitis. Classification, occurrence, causes, prevention and
treatment. Tidsskr Nor Laegeforen 1993; 1712-1715.PMID: 8322298
3. Nield LS, Kamat D. Prevention, diagnosis, and management of diaper dermatitis. Clin Pediatr 2007; 46:480- 486. PMID: 17579099
4. Birol A. Diaper dermatiti. In: Dermatoloji. Eds. Tüzün Y, Gürer MA, Serdaroğlu S, Oğuz O, Aksungur VL. 3th Ed. İstanbul, Nobel Tıp Kitabevi, 2008; 234 -236.
5. Baykal C. Dermatoloji Atlası. 2 nd Ed. İstanbul, İstanbul Yayınevi, 2004, 252.
6. Berg RW, Buckingham KW, Stewart RL. Etiologic factors in diaper dermatitis: the role of urine. Pediatr Dermatol 1986;102-106. PMID: 3952026
7. Atherton DJ, Gennery AR, Cant AJ. The neonate. In: Rook’s Textbook of Dermatology. Eds. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. 7 th Ed. Oxford, Blackwell, 2004; 1423 -1427.
8. Chang MW, Orlow SJ. Neonatal, Pediatric and Adolescent Dermatology. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Eds. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. 6 th Ed. New York, The McGraw-Hill, 2003; 1373 -1374.
9. Sobore JO, Elewski BE. Fungal diseases, granuloma gluteale infantum. In: Dermatology. Eds. Bolognia JL,
Jorizzo JL, Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Mancini AJ, Salasche ST, Saurat JH, Stingl G. 1 st Ed. Philadelphia, Mosby, 2003;1171 -1198.