Diagnosis ISPA

12
Diagnosis ISPA Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan spesimen fungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia. Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan menentukan jenis bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi lain dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika (terutama jika semata untuk tujuan penelitian). Dengan pertimbangan tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO), bahwa Streptococcus Pneumonia dan Haemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang. Di negara maju pnemonia pada balita disebabkan oleh virus. Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat adalah : a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih. b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih.

Transcript of Diagnosis ISPA

Page 1: Diagnosis ISPA

Diagnosis ISPA

Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan karena dahak biasanya

sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang

memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan

spesimen fungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan

untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.

Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan menentukan jenis bakteri

penyebab pnemonia pada balita, namun disisi lain dianggap prosedur yang berbahaya dan

bertentangan dengan etika (terutama jika semata untuk tujuan penelitian). Dengan

pertimbangan tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia

mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO), bahwa Streptococcus

Pneumonia dan Haemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada

penelitian etiologi di negara berkembang. Di negara maju pnemonia pada balita disebabkan

oleh virus.

Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas

cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound

timer. Batas nafas cepat adalah :

a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih.

b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau

lebih.

c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali per menit atau

lebih.

Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan ditandai dengan

adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau

adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita

pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya

gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan pneumonia maka

diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), faringitis, tonsilitis, otitis atau penyakit

non-pnemonia lainnya.

Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA

a. Agent

Page 2: Diagnosis ISPA

Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut

atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis.

Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek,

merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus

Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.

Berdasarkan hasil penelitian Isbagio (2003), mendapatkan bahwa bakteri

Streptococcus pneumonie adalah bakteri yang menyebabkan sebagian besar kematian 4 juta

balita setiap tahun di negara berkembang. Isbagio ini mengutip penelitian WHO dan UNICEF

tahun 1996, di Pakistan didapatkan bahwa 95% S.pneumococcus kehilangan sensitivitas

paling sedikit pada satu antibiotika, hampir 50% dari bakteri yang diperiksa resisten terhadap

kotrimoksasol yang merupakan pilihan untuk mengobati infeksi pernafasan akut. Demikian

pula di Arab Saudi dan Spanyol 60% S.pneumonie ditemukan resisten terhadap antibiotika.

Berdasarkan hasil penelitian Parhusip (2004), yang meneliti spektrum dari 101

penderita infeksi saluran pernafasan bagian bawah di BP4 Medan didapatkan bahwa semua

penderita terlihat hasil biakan positif, pada dua penderita dijumpai tumbuh dua galur bakteri

sedangkan yang lainnya hanya tumbuh satu galur. Bakteri gram positif dijumpai sebanyak 54

galur (52,4%) dan bakteri gram negatif 49 galur (47,6%).

Dari hasil biakan terlihat bahwa yang terbanyak adalah bakteri Streptococcus viridans

38 galur sebesar 36,89%, diikuti oleh Enterobacter aerogens 19 galur sebesar 18,45%,

Pseudomonas aureginosa 16 galur sebesar 15,53%, Klebsiella sp 14 galur sebesar 13,59%,

Stapilococcus aureus 13 galur sebesar 12,62%, Pneumococcus 2 galur sebesar 1,94%, dan

Sreptococcus pneumonie 1 galur sebesar 0,97%.

b. Manusia

b.1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun

mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih

tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan

lumen saluran nafasnya masih sempit.

Berdasarkan hasil penelitian Maya di RS Haji Medan (2004), didapatkan bahwa

proporsi balita penderita pneumonia yang rawat inap dari tahun 1998 sampai tahun 2002

terbesar pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun adalah 91,1%. Demikian juga penelitian

Maafdi di RS Advent Medan tahun 2006, didapatkan bahwa proporsi balita penderita

Page 3: Diagnosis ISPA

pneumonia terbesar pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun sebesar 82,1%, sementara

kelompok umur <2 bulan sebesar 17,9%.

b.2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan. Namun menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada

anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda, dibawah 6 tahun.

Menurut Glenzen dan Deeny, anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat,

dibandingkan dengan anak perempuan. Berdasarkan hasil penelitian Dewi, dkk di Kabupaten

Klaten (1996), didapatkan bahwa sebagian besar kasus terjadi pada anak laki-laki sebesar

58,97%, sementara untuk anak perempuan sebesar 41,03%.

b.3. Status Gizi

Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama

kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal

karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan.

Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat

berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.

Status Gizi (PSG) anak balita dengan mengukur berat badan terhadap umur. Status

gizi diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1) Gizi lebih : bila Z_Skor terletak > +2 SD

2) Gizi Baik : bila Z_Skor terletak diantara ≥ -2 SD s/d +2 SD

3) Gizi kurang : bila Z_Skor terletak pada < -2 SD s/d ≥ - 3 SD

4) Gizi Buruk : bila Z_Skor terletak < -3 SD.26

b.4. Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram.

Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari

pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya.

Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.

b.5. Status ASI Eksklusif

Page 4: Diagnosis ISPA

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor

antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama

(4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan

(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting

untuk melindungi bayi dari infeksi.

Bayi (0-12 bulan) memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan makanan padat.

Pada enam bulan pertama, bayi lebih baik hanya mendapatkan ASI saja (ASI Eksklusif) tanpa

diberikan susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru diberikan makanan pendamping ASI

atau susu formula, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika anak tidak bisa mendapatkan

ASI, seperti ibu dengan komplikasi postnatal.

b.6. Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular

tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi

didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam

pemeliharaan kesehatan anak.

Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit seperti, POLIO

(lumpuh layu), TBC (batuk berdarah), difteri, liver (hati), tetanus, pertusis. Bahkan imunisasi

juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Jadwal pemberian

imunisasi sesuai dengan yang ada dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) yaitu BCG : 0-11 bulan,

DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11

bulan. Selang waktu pemberian imunisasi yang lebih dari 1x adalah 4 minggu.

C.Lingkungan

c.1. Suhu Ruangan

Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18-30°C. Hal

ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 18°C atau diatas 30°C keadaan rumah tersebut

tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor

risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.

c.2. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar

aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

Page 5: Diagnosis ISPA

menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi

penghuninya menjadi meningkat. Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan

suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal

10% dari luas lantai.

c.3. Penggunaan Anti Nyamuk

Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat

menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap.

Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-

paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.

2.8. Pencegahan Penyakit ISPA

Penyelenggaraan Program P2 ISPA dititikberatkan pada penemuan dan pengobatan

penderita sedini mungkin dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat terutama kader,

dengan dukungan pelayanan kesehatan dan rujukan secara terpadu di sarana kesehatan yang

terkait.

2.8.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap sebagai

strategi untuk mengurangi kesakitan (insiden) pneumonia. Termasuk disini ialah :

a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat

mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor

resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA,

penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan

anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok

b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan

(insiden) pneumonia

c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A

d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah

e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di

dalam maupun di luar rumah

2.8.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Page 6: Diagnosis ISPA

Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini mungkin.

Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :

a. Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :

a.1. Pneumonia Berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika anak mengalami sianosis

sentral, tidak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada yang hebat), terapi antibiotik

dengan memberikan benzilpenisilin dan gentamisin atau kanamisin.

a.2 Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, nasihati ibu untuk

menjaga agar bayi tetap hangat, memberi ASI secara sering, dan bersihkan sumbatan pada

hidung jika sumbatan itu menggangu saat memberi makan.

b. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pengobatannya meliputi :

b.1 Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik

dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada anak

terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5 hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol

oral, obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi

cairan, nilai ulang dua kali sehari.

b.2 Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan

memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari,

obati demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai

ulang setiap hari.

b.3 Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol,

ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, nasihati

ibu untuk memberikan perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah

2 hari.

b.4. Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik sebaiknya tidak

diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam, nasihati ibu untuk

memberikan perawatan di rumah.

b.5. Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan memberikan

kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik,

perawatan suportif, penilaian ulang.

2.8.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak bertambah

parah dan mengakibatkan kematian.

Page 7: Diagnosis ISPA

a. Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloram fenikol

selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin

jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.

b. Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam

atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzipenisilin kemudian periksa adanya

komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia

setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi.

c. Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-

tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan membaik. Nilai

kembali dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau

tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia

berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat

tanda pneumonia berat atau

tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.

2.9. Penanganan Penyakit ISPA

Hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh ISPbA, paling

sering adalah pneumonia. Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan

atau disebut ’bayi muda’ yang menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk

dan frekuensi pernfasannya secara normal sering melebihi 50 kali permenit. Infeksi

bakteri pada kelompok usia ini dapat hanya menampakkan tanda klinis yang spesifik,

sehingga sulit untuk membedakan pneumonia dari sepsis dan meningitis. Infeksi ini

dapat cepat fatal pada bayi muda yang telah diobati dengan sebaik-baiknya di rumah

sakit dengan antibiotik parenteral.

Cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia

adalah dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan adanya penyediaan

antibiotik yang tepat secara teratur melalui fasilitas perawatan tingkat pertama dokter

praktik umum. Langkah selanjutnya untuk mengurangi angka kematian karena

pneumonia dapat dicapai dengan menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang

mengalami ISPbA berat memerlukan oksigen, antibiotik lini II, serta keahlian klinis

yang lebih hebat.