Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
Transcript of Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 1/17
Diagnosis dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan Infeksi
Posted on 4 September 2009 by Agatha Dinar
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diare (menurut WHO, 1980) adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Apabila
frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan
bersifat mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu maka hal ini disebut
diare akut (Setiawan, 2007). Diare merupakan salah satu manifestasi klinis dari banyak penyakit, dan
mempunyai berbagai etiologi yang bervariasi pula. Karena itu diagnosis yang akurat diperlukan agar
dapat menentukan penatalaksanaan yang paling tepat.
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1:
Seorang anak umur 6 tahun dibawa ke RS dengan keluhan sejak 4 hari yang lalu BAB dengan tinja
lembek diserai lendir dan darah lebih dari 5x/hari. Keluhan disertai panas, sakit perut, dan mual muntah.
Tidak ada batuk pilek atau nyeri telan. Sudah 2 hari ini penderita tidak mau makan dan minum sehingga
kondisinya lemah. Sudah makan obat diapet tetapi masih belum sembuh.
Dari anamnesa didapatkan: vital sign: T 110/70, N=120x/menit, R:24x/menit, suhu: 39,2°C. Pemeriksaan
abdomen: inspeksi normal, auskultasi hiperperistaltik, palpasi: nyeri tekan region kanan bawah. Perkusi:
hipertimpani. Nyeri tekan lepas titik Mc Burney (-). Kemudian dokter menyarankan untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah dan tinja untuk melihat kemungkinan agen penyebabnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Mengapa dapat timbul manifestasi klinis pada pasien tersebut?
Mengapa pasien tetap diare, padahal sudah minum obat diapet?
Apakah pertimbangan yang didapatkan dari hasil anamnesis dan interpretasi dari hasil pemeriksaan
yang telah didapatkan?
Apakah diagnosis banding untuk kasus?
Bagaimana patogenesis dan patofisiologi penyakit dalam kasus?
Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam kasus?
C. TUJUAN PENULISAN
Menjelaskan berbagai macam agen infeksius: morfologi, sifat, daur hidup, habitat, dan asalnya.
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 2/17
Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit mulai dari masuknya agen infeksius hingga muncul
gejala klinis.
Menjelaskan komplikasi, prognosis, dan penegakan diagnosis penyakit infeksi.
Menjelaskan penatalaksanaan penyakit infeksi (cara pencegahan, pengobatan, perawatan, dan
rehabilitasi).
D. MANFAAT PENULISAN
Mahasiswa mampu menetapkan diagnosis atau Differential Diagnosis penyakit infeksi berdasarkan
pemeriksaan fisik, dan investigasi tambahan yang sederhana, seperti pemeriksaan laboratorium.
Mahasiswa mampu menjelaskan secara patofisiologi masing-masing penyakit tropis secara biomedik.
Mahasiswa mampu melakukan pencegahan primer dan sekunder pada penyakit infeksi.
E. HIPOTESIS
Pasien mengalami diare akut akibat infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare Akut Akibat Infeksi
Berdasarkan mekanismenya, diare dibedakan menjadi dua, yaitu diare akibat gangguan absorbsi dan
diare akibat gangguan sekresi. Menurut lamanya, diare dibedakan menjadi diare akut yang berlangsung
kurang dari 14 hari, diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari, dan diare kronik berlangsung
lebih dari 14 hari dan berlangsung intermitten (Soebagyo, 2008)
Diare akut disebabkan 90% oleh infeksi bakteri dan parasit sedangkan yang lain dapat disebabkan oleh
obat-obatan dan bahan-bahan toksik. Diare ditularkan fekal oral. Faktor penentu terjadinya diare akut
sangat dipengaruhi oleh faktor pejamu (host), yaitu faktor yang berkaitan dengan kemampuan
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme dan faktor penyebab (agent), yang berkaitan dengan
kemampuan mikroorganisme dalam menyerang sistem pertahanan tubuh host.
Patogenesis diare yang disebabkan oleh bakteri adalah :
Bakteri masuk melalui makanan atau minumanà ke lambungà sebagian ada yang mati karena asam
lambung dan sebagian lolosà bakteri yang lolos masuk ke duodenumà bakteri berkembang biak (di
duodenum)à memproduksi enzim mucinase sehingga berhasil mencairkan lapisan lendir dengan
menutupi permukaan sel epitel ususà bakteri masuk ke dalam membrane à bakteri mengeluarkan
toksinà mengeluarkan CAMP (meningkatkannya), yang berfungsi untuk merangsang sekresi cairan usus
dibagian kripta villi & menghambat cairan usus dibagian apikal villià terjadi rangsangan cairan yang
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 3/17
berlebihan, volume cairan didalam lumen usus meningkatà dinding usus berkontraksià terjadi
hiperperistaltikà cairan keluar (diare).
Untuk diare akut, patogenesis diare yang disebabkan oleh bakteri dibedakan menjadi dua: bakteri non
invasif, yaitu bakteri yang memproduksi toksin yang nantinya toksin tersebut hanya melekat pada
mukosa usus halus & tidak merusak mukosa. Bakteri non invasif, memberikan keluhan diare seperti aircucian beras dan disebabkan oleh bakteri enteroinvasif, yaitu diare yang menyebabkan kerusakan
dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, secara klinis berupa diare bercampur lendir dan darah.
Patogenesis diare yang disebabkan oleh virus adalah :
Virus masuk melalui makanan & minuman ke tubuhà masuk ke sel epitel usus halusà terjadi infeksià sel-
sel epitel yang rusak digantikan oleh enterosit (tapi belum matang sehingga belum dapat menjalankan
fungsinya dengan baik)à villi mengalami atrofi & tidak dapat mengabsorbsi cairan & makanan dengan
baikà meningkatkan tekanan koloid osmotik ususà hiperperistaltik ususà cairan& makanan yang tidak
terserap terdorong keluar. Manifestasi klinis diare yang disebabkan oleh virus diantaranya adalah : diare
akut, demam, nyeri perut, dehidrasi (Setiawan, 2007; Hiswani, 2003)
Pembagian diare akut berdasarkan proses patofisiologi enteric infection, yaitu membagi diare akut atas
mekanisme inflamatory, non inflammatory, dan penetrating.
Inflamatory
diarrhea
akibat proses invasi dan cytotoxin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan dia
yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis umumnya adalah keluhan abdominal seperti mul
sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidra
Pada pemeriksaan tinja rutin, secara makroskopis ditemukan lendir dan/ atau darah, seca
mikroskopis didapati leukosit polimorfonuklear.
Non
inflamatory
diarrhea
kelainan yang ditemukan di usus halus bagian proksimal. Proses diare adalah akibat adany
enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan dara
yang disebut dengan Watery diarrhea. Keluhan abdominal biasanya minimal atau tidak ada sam
sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak sege
mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukos
Mikroorganisme penyebab seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Salmonella.
Penetrating
diarrhea
lokasi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini disebut juga Enteric fever, Chronic Septicem
dengan gejala klinis demam disertai diare. Pada pemeriksaan tinja secara rutin didapati leuko
mononuclear. Mikroorganisme penyebab biasanya S. thypi, S. parathypi A, B, S. enteritidis, cholerasuis, Y. enterocolitidea, dan C. fetus.
(Zein, 2004).
B. Diagnosis Banding
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 4/17
Diare akut akibat infeksi dapat ditegakkan diagnosis etiologi bila anamnesis, manifetasi klinis, dan
pemeriksaan penunjang menyokongnya. Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu
diagnosis: 1) bentuk feses; 2) makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dikonsumsi penderita; 3)
adakah orang disekitarnya yang menderita hal serupa; 4) dimana tempat tinggal penderita; serta 5)
siapa penderita tersebut (Setiawan, 2007).
Beberapa agen infeksi yang dapat menyebabkan diare inflamasi antara lain dari golongan protozoa
adalahEntamoeba hystolitica dan dari golongan cacing adalah cacing cambuk.
Entamoeba hystolitica
Infeksi terjadi karena tertelannya kista dalam makanan dan minuman yang terkontaminasi tinja. Kista
yang tertelan mengeluarkan trofozoit dalam usus besar dan memasuki submukosa (Chandrasoma dan
Taylor, 2006).
Patogenesis dan patologi. Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa bulan.
Amebiasis dapat berlangsung tanpa gejala (asimptomatik). Gejala bervariasi, mulai rasa tidak enak diperut hingga diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni kumpulan gejala gangguan
pencernaan yang meliputi diare berlendir dan berdarah disertai tenesmus.
Diagnosis. Selain menilai gejala dan tanda, diagnosis amebiasis yang akurat membutuhkan pemeriksaan
tinja untuk mengidentifikasi bentuk trofozoit dan kista. Metode yang paling disukai adalah teknik
konsentrasi dan pembuatan sediaan permanen dengan trichom stain. Untuk screening cukup
menggunakan sediaan basah dengan bahan saline dan diwarnai lugol agar terlihat lebih jelas. Selain
tinja, spesimen yang dapt diperiksa berasal dari enema, aspirat, dan biopsi (Hemma, 2006).
Penatalaksanaan. Sering digunakan kombinasi obat untuk meningkatkan hasil pengobatan. Walaupun
tanpa keluhan dan gejala klinis, sebaiknya diobati, karena amoeba yang hidup sebagai komensal di
dalam lumen usus besar, sewaktu-waktu dapat menjadi patogen.
Trichuris trichiura
Disebut juga cacing cambuk dan menimbulkan penyakit trikuriasis. Patogenesis dan patologi. terutama
hidup di sekum. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum,
kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada saat
defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi
perdarahan. Di samping itu, ternyata cacing ini menghisap darah, sehingga menyebabkan anemia.
Diagnosis. Dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.
Penatalaksanaan. Dengan menggunakan mebendazol, albendazol dan oksantel pamoat, infeksi
cacingTrichuris dapat diobati dengan hasil yang cukup baik (Margono, 1998)
C. Patogenesis dan Patofisiologi
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 5/17
Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas, yang terdapat di kulit dan jaringan lain. Rasa nyeri dapat
dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan, yaitu rangsang nyeri mekanis, suhu, dan kimiawi. Pada
umumnya, nyeri cepat diperoleh melalui rangsangan jenis mekanis atau suhu, sedangkan nyeri lambat
dapat diperoleh dari ketiganya. Beberapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi adalah
bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam asetilkolin, dan enzim proteolitik. Selain itu,
prostaglandin dan substansi P meningkatkan sensitivitas ujung-ujung serabut nyeri tetapi tidak secara
langsung merangsangnya. Satu zat kimia yang terlihat mengakibatkan rasa nyeri lebih hebat daripada
yang lain adalah bradikinin. Intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan kecepatan kerusakan
jaringan yang disebabkan oleh pengaruh lain selain panas (diatas 45°C), seperti infeksi bakteri, iskemia
jaringan, kontusio jaringan, dan lain sebagainya (Guyton dan Hall, 2007).
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tinja.
Pemeriksaan penting dalam tinja ialah terhadap parasit dan telur cacing. Sama pentingnya dalam
keadaan tertentu adalah tes terhadap darah samar. Secara makroskopik, warna tinja dapat dipengaruhi
oleh jenis makanan, kelainan dalam saluran usus dan oleh obat-obatan yang diberikan. Adanya lendir
berarti rangsangan atau radang dinding usus. Jika lendir tersebut berada di bagian luar tinja, lokalisasi
iritasi itu mungkin usus besar; jika bercampur baur dengan tinja mungkin sekali usus kecil. Adanya darah
dapat menjadi petunjuk lokasi perdarahan. Makin proksimal terjadinya perdarahan, darah bercampur
dengan tinja sehingga makin hitam warnanya. Merah muda biasanya oleh perdarahan yang segar di
bagian distal. Pada pemeriksaan mikroskopik, usaha mencari protozoa dan cacing merupakan maksud
terpenting (Gandasoebrata, 2007).
E. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi terdiri atas: 1) rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan,
2) memberikan terapi simtomatik, dan 3) memberikan terapi definitif. Hal yang penting diperhatikan
agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat adalah jenis cairan yang akan digunakan,
jumlah, jalan masuknya cairan, serta jadwal pemberian cairan. Pada infeksi saluran cerna pencegahan
sangat penting. Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, dan imunitas melalui vaksinasi memegang
peran. Pada pengobatan amebiasis digunakan Metronidazol, Tinidazol, Secnidazole, atau Tetrasiklin
(Setiawan, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien BAB sejak 4 hari yang lalu dengan tinja lembek disertai lendir dan darah lebih dari 5x/hari.
Frekuensi, rentang waktu, dan konsistensi dari feses telah menunjukkan bahwa pasien tersebut
mengalami diare akut. Adanya lendir dan darah menunjukkan adanya peradangan pada traktus
gastrointestinal (GIT), terutama usus halus. Diare dengan lendir dan darah ini dapat terjadi pada
infeksi E. hystolitica, T. trichiura, cacing tambang, dan A. lumbricoides. Mekanisme peradangan sebagai
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 6/17
efek dari infeksi ini dapat menjadi rujukan terjadinya infeksi, karena hal ini juga diperkuat oleh
terjadinya keluhan panas. Seperti mekanisme infeksi pada umumnya, panas atau demam ini terjadi
akibat adanya rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat, yang berakibat peningkatan PGE2
sehingga bekerja di hipotalamus. Rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat ini dilakukan
oleh pirogen endogen (IL-1) sebagai akibat rangsangan oleh pirogen eksogen yang ada pada agen
infeksius. Selanjutnya, set point suhu pada hipotalamus menjadi kacau, sehingga tubuh berusaha untuk
mencapai set point “palsu” tersebut dengan mekanisme demam sebagai salah satu usaha termogenesis.
Sakit perut yang dialami pasien adalah salah satu manifestasi akibat adanya iritasi mukosa GIT. Adanya
infeksi mengakibatkan rilis mediator proinflamasi, diantaranya bradikinin, serotonin, dan histamin
(terutama bradikinin) yang kemudian merangsang ujung bebas dari reseptor nyeri dan menimbulkan
rasa nyeri perut.Mual muntah juga menjadi indikasi adanya peradangan mukosa GIT, yang akibat impuls
iritatif berupa mual yang disampaikan ke pusat muntah di batang otak ini kemudian terjadi respon
berupa gerakan muntah yang kemudian disampaikan ke diafragma dan otot abdomen. Penderita tidak
mau makan dan minum, hal ini mungkin dapat disebabkan karena rilis serotonin yang menekan pusat
lapar di area hipotalamus lateral, tepatnya di nukleus dorsomedial dan arkuata di bagian posterior.Sebab lain yang mungkin adalah traktus GIT yang teregang akibat kontriksi sebagai akibat rilis mediator
proinflamasi. Sinyal inhibisi yang teregang akan dihantarkan, terutama melalui nervus vagus untuk
menekan pusat makan, sehingga nafsu makan akan berkurang. Sebagai konsekuensi kurangnya asupan
nutrisi, maka kondisi pasien lemah.
Pasien sudah makan obat diapet tetapi belum sembuh. Mekanisme obat antidiare sendiri dibagi menjadi
2, yaitu 1) menghambat peristaltik usus (contohnya obat Imodium) dan 2) absorbent, yaitu menyerap
cairan dan toksin (contohnya obat new diatab, diapet). Penggunaan obat jenis absorbent ini malah
dapat menghambat ekskresi kuman, sehingga agen infeksius penyebab diare masih tetap berada dalam
traktus GIT, sehingga infeksi dapat terus berlangsung.
Dari anamnesa, didapatkan pasien adalah keluarga buruh bangunan dan anak tersebut suka bermain
tanah dan kadang minum air mentah. Dari keterangan ini, kemungkinan besar keluarga pasien tidak
mendapatkan edukasi tentang sanitasi yang baik, sehingga anak tersebut tidak dilarang minum air
mentah. Padahal, kebiasaan meminum air mentah mengandung risiko besar tertular penyakit amebiasis
dan trichuriasis. Sementara dari kebiasaan anak tersebut bermain tanah, dapat dicurigai anak tersebut
menderita askariasis atau ancylostomiasis.
Hasil pemeriksaan fisik. Hipotensi (T=110/90 mmHg) hal ini terjadi karena pasien mungkin mengalami
syok akibat dehidrasi. Takikardi (N=120x/menit) terjadi akibat kompensasi tubuh untuk mengatasi
keadaan syok. Takipneu (R=24x/menit) juga terjadi akibat mekanisme kompensasi tubuh seperti halnya
takikardi. Suhutubuh meningkat (39,2°C), hal ini terjadi akibat mekanisme demam yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Hiperperistaltik terjadi akibat adanya gangguan motilitas usus. Nyeri tekan regio kanan
bawah menjadi salah satu dasar diagnosis banding dengan apendisitis akut. Namun, karena nyeri tekan
lepas titik McBurney (-), maka hal ini dapat menggugurkan dugaan adanya apendisitis. Infeksi Ascaris
lumbricoides juga mempunyai manifestasi klinis apendisitis, karena itu hasil tersebut dapat
menggugurkan diagnosis ascariasis.
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 7/17
Dokter menyarankan pemeriksaan laboratorium darah dan tinja untuk melihat kemungkinan agent
penyebabnya. Pada diagnosis berbagai jenis infeksi parasit, gold standard dari pemeriksaan penyakit
tersebut adalah menemukan parasit atau telurnya dalam pemeriksaan tinja atau darah. Apabila telah
didapatkan hasil pemeriksaan darah dan tinja, maka baru dapat ditarik diagnosis pasti dari penyakit
infeksi parasit tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan sementara yang telah dilakukan, pasien menderita infeksi
ameba (amebiasis). Namun diagnosis pasti belum dapat ditegakkan selama belum ditemukannya parasit
dalam tinja atau darah (dalam hal ini tinja) sebagai Gold Standard pemeriksaan infeksi parasit.
B. SARAN
Sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan darah dan tinja agar dapat ditemukan adanya telur atau parasit
dalam stadium tertentu sebagai gold standard pemeriksaan parasit.
Sebaiknya tingkat sanitasi dari keluarga pasien lebih ditingkatkan, hal ini dapat dibantu oleh petugas
kesehatan setempat dalam mengingatkan pentingnya kebersihan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Hemma, Yulfi. 2006. Protozoa Intestinalis. Diakses pada 1 Juni 2009,
14.55.http://library.usu.ac.id/download/fk/06001187.pdf .
Hiswani.2003.Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Kejadiannya Sangat
Erat Dengan Keadaan Sanitasi
Lingkungan. http://209.85.175.104/search?q=cache:zsj5KrN_psgJ:library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
hiswani7.pdf+patogenesis+diare+filetype:pdf&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id&lr=lang_id
Mansur, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga JIlid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Margono, Sri S. 1998. Nematoda dalam Gandahusada, S. Ilahude, H. Pribadi, Wita. Parasitologi
Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI.
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 8/17
Setiawan, Budi. 2007. Diare Akut Karena Infeksi dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soebagyo, B. 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Sutadi, Sri Maryani. 2003. Diare Kronik. Diakses
di: http://72.14.235.104/search?q=cache:mWVOpJ8NsEoJ:library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-
srimaryani2.pdf+diare+filetype:pdf&hl=id&ct=clnk&cd=4&gl=id&lr=lang_id
Zein, Umar. 2004. Diare Akut Infeksius Pada Dewasa. http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-
umar4.pdf . (diakses pada 1 Juni 2009, jam 14.30).
Categories: Infeksi dan Penyakit Tropis | Tags: amebiasis, diare | 4 Comments
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue Sebagai Penyakit Tropis Terkait Infeksi Virus
Posted on 4 September 2009 by Agatha Dinar
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Virus sebagai agen infeksius umumnya menimbulkan penyakit yang self-limited, artinya dapat sembuh
dengan sendirinya. Namun ada juga virus yang harus diberikan pengobatan, bukan hanya untuk
meringankan simtomnya, tetapi juga untuk “membunuh”, jika dapat dikatakan demikian (karena virus
tidak mati dan juga tidak hidup, hanya dikatakan aktif atau nonaktif). Dalam laporan ini, penulis akanmencoba membahas diagnosis dan patogenesis serta patofisiologi dari penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus.
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 1:
Mahasiswa, laki-laki, usia 21 tahun mendadak demam tinggi selama 3 hari, disertai dengan nyeri kepala,
mual, mialgia, nafsu makan berkurang, dan badan terasa lemas. Pada hari keempat saat bangun tidur
pada lengannya terlihat bintik kemerahan. Penderita tidak batuk pilek. Sudah minum obat parasetamol,
tetapi demam tetap tinggi, sehingga dia memeriksakan diri ke dokter.
Hasil pemeriksaan tanda vital T 110/90 mmHg N 120x/mnt tes pembendungan (RL) ternyata hasilnyapositif. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit 3.500/mm3, hematokrit 42% serta
jumlah trombosit 50.000/mm3. Pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti dengue positif. Seminggu yang
lalu tetangga penderita umur 3 tahun ada yang meninggal karena demam berdarah.
B. RUMUSAN MASALAH
Mengapa dapat timbul manifestasi klinis pada pasien tersebut?
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 9/17
Mengapa pasien tetap demam, padahal sudah minum parasetamol?
Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan yang telah didapatkan?
Apakah diagnosis banding untuk kasus?
Bagaimana patogenesis dan patofisiologi penyakit dalam kasus?
Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam kasus?
C. TUJUAN PENULISAN
Menjelaskan berbagai macam agen infeksius: morfologi, sifat, daur hidup, habitat, dan asalnya.
Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit mulai dari masuknya agen infeksius hingga muncul
gejala klinis.
Menjelaskan komplikasi, prognosis, dan penegakan diagnosis penyakit infeksi.
Menjelaskan penatalaksanaan penyakit infeksi (cara pencegahan, pengobatan, perawatan, dan
rehabilitasi).
D. MANFAAT PENULISAN
Mahasiswa mampu menetapkan diagnosis atau Differential Diagnosis penyakit infeksi berdasarkan
pemeriksaan fisik, dan investigasi tambahan yang sederhana, seperti pemeriksaan laboratorium.
Mahasiswa mampu menjelaskan secara patofisiologi masing-masing penyakit tropis secara biomedik.
Mahasiswa mampu melakukan pencegahan primer dan sekunder pada penyakit infeksi.
E. HIPOTESIS
Pasien menderita Demam Berdarah Dengue, dengan diagnosis banding demam tifoid, leptospirosis,
demam dengue, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP), campak, chikungunya, dan berbagai
penyakit infeksi lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Virus Sebagai Agen Infeksius
Agen infeksi digolongkan menjadi 1) prion, 2) virus, 3) bakteriofaga, plasmid, dan transposon, 4) bakteri,
5) klamidia, rickettsia dan mikoplasma, 6) fungus, 7) parasit protozoa, 8) cacing, dan 9) ektoparasit
seperti serangga atau arachnida (Samuelson, 2008).
Kriteria dasar penggolongan virus adalah berdasarkan:
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 10/17
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 11/17
Tanggap kebal humoral biasanya didahului oleh naiknya titer IgM diikuti IgG dan IgA. Dari berbagai
antibodi yang terbentuk, beberapa mampu menetralisir infektivitas virus, dengan mekanisme yang
dibagi menjadi tiga, yaitu (i) menghambat perlekatan virus pada sel, (ii) melisiskan virus, dan (iii)
menimbulkan ketidakmampuan virus melepaskan genomnya dari sel. Namun, antibodi juga ada yang
merugikan, sepertienhancing antibody yang justru membantu proses infeksi.
Infeksi virus juga merangsang tanggap kebal seluler. Sel-sel yang terangsang akan melisiskan sel
terinfeksi dengan cara mengikat antigen virus yang terpapar di membran plasma, sehingga lisisnya sel
dapat memutus rantai replikasi dan infeksi.
Faktor tak spesifik
Faktor tak spesifik yang berperan dalam patogenesis infeksi viral diantaranya adalah fagositosis, umur,
rudapaksa, genetik, hormon, gizi, suhu tubuh, stress, interferon, dan reaksi radang.
Kegagalan tanggap kebal
Beberapa jenis virus menyerang sel-sel yang berperan dalam proses tanggap kebal, sehingga mekanisme
tanggap kebal gagal. Sebab lain kegagalan tanggap kebal terhadap infeksi virus adalah terjadinya
imunotoleransi akibat beban antigen yang masif.
Imunopatologi
Berat ringannya gejala penyakit infeksi viral tergantung banyak faktor, diantaranya proses tanggap
kebal, reaksi hipersensitivitas, reaksi radang, dan gejala kerusakan jaringan.
Jenis infeksi
Infeksi virus pada hospes dapat terjadi dalam berbagai pola, tergantung pada jenis virus dan hospesnya.
Secara klinis, infeksi virus dapat bermanifestasi (apparent infection) atau tidak (inapparent infection).
Menurut lamanya gejala, infeksi virus dapat bersifat akut atau kronik. Kemungkinan infeksi virus dan
hubungan kliniknya:
No Kemungkinan Infeksi Contoh
1 Infeksi produktif dengan gejala klinis akut Cacar, influenza, demam berdarah dengue
2 Infeksi akut dan penyakit akut dilanjutkan dengan
infeksi persisten dengan serangan-serangan klinis akut
intermitten dan infeksi laten pada masa antar
serangan.
Herpes labialis oleh virus Herpes simplex.
3 Infeksi persisten produktif ialah dengan gejala klinis
kronik.
Hepatitis B kronik persisten.
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 12/17
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 13/17
14 Infeksi virus neonatal
(Sardjito, 1994).
D. Penatalaksanaan
Terdapat tiga cara pendekatan untuk melakukan pencegahan dan pengobatan penyakit viral yaitu:
kemoterapi, imunisasi, dan pemakaian zat-zat yang menginduksi pembentukan interferon atau
mekanisme pertahanan tubuh (Syahrurachman, 1994).
E. Dengue Fever dan Dengue Hemorrhagic Fever
Etiologi
Dengue fever (Demam Dengue) dan Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah Dengue) disebabkan
oleh virus dengue, yang termasuk dalam famili Flaviviridae dari genus Flavivirus. Terdapat 4 serotip virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Jalur Infeksi dan Penularan
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A.
albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan
tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu 1) vektor:
perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadata vektor di lingkungan, transportasi vektor dari
satu tempat ke tempat lain; 2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan
kepadatan penduduk (Suhendro et.al, 2007).
Patogenesis dan Patofisiologi
Perubahan pokok patofisiologi yang terjadi pada DBD atau DSS adalah 1) vaskulopati, 2) trombopati, 3)
koagulopati, dan 4) perubahan imunologi humoral dan seluler. Diperkirakan perubahan patofisiologi
tersebut disebabkan oleh tidak hanya satu faktor tetapi disebabkan oleh multifaktorial.
Pada perubahan vaskuler terjadi kerapuhan pembuluh darah dan kenaikan permeabilitas kapiler.
Trombosit pada fase awal penyakit akan terjadi gangguan fungsi, kemudian menyusul trombositopenia,gangguan agregasi, penurunan betathromboglobulin, kenaikan PF4 dan umurnya memendek.
Koagulopati yang terjadi berupa penurunan sejumlah faktor koagulasi, dan terjadi pula koagulasi
intravaskuler. Perubahan imunologi seluler dan humoral antara lain munculnya leukopenia,
aneosinofilia, limfosit plasma biru, penurunan limfosit –T dan kenaikan limfosit-B, peningkatan
imunoglobulin dan komplek imun.
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 14/17
Saat ini terdapat banyak teori patogenesis DBD yang menunjukkan belum jelas patogenesis yang
sesungguhnya. Patogenesis tersebut antara lain infeksi sekunder yang berturutan dengan tipe virus yang
lain, yang ada hubungannya dengan ADE, IgM dan makrofag, teori virulensi virus, teori trombosit-
endotel, dan teori mediator. Tidak satupun teori patogenesis itu dapat menjelaskan terjadinya DI-1F
secara tuntas. Diharapkan penelitian biologi molekuler dapat membantu men jelaskan patogenesis DBD
(Sutaryo, 1992).
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi:
* Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
* Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain
- Hematemesis atau melena
* Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/µl
* Terdapat minimal salah satu tanda kebocoran plasma (plasma leakage) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya
- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia
Dari keterangan diatas, terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD
ditemukan adanya kebocoran plasma, sedangkan pada DD tidak (Suhendro et.al, 2007).
Staging dan Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa yang telah ditetapkan oleh PAPDI adalah berdasarkan kriteria
(i) penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi, (ii) praktis
dalam pelaksanaannya, dan (iii) mempertimbangkan cost-effectiveness, yang terbagi atas 5 kategori:
No Protokol Keterangan
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 15/17
1 Penanganan tersangka (probable) DBD
dewasa tanpa syok
Petunjuk dalam pertolongan pertama penderita DBD ata
diduga DBD di IGD, juga untuk memutuskan indikasi rawat.
2 Pemberian cairan pada tersangka DBD
dewasa di ruang rawat
Untuk pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan da
massif dan tanpa syok.
3 Penatalaksanaan DBD dengan
peningkatan hematokrit >20%
Peningkatan Ht 20% menunjukkan tubuh mengalami defi
cairan sebesar 5%.
4 Penatalaksanaan perdarahan spontan
pada DBD dewasa
Diberikan cairan, heparin atau transfusi sesuai indikasi
5 Tatalaksana sindrom syok dengue pada
orang dewasa
Mengatasi renjatan dengan menggantikan cair
intravaskular.
(Suhendro et.al, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN
Demam tinggi pada pasien terjadi akibat adanya rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat
oleh pirogen endogen (IL-1) yang dirangsang oleh pirogen eksogen yang ada pada agen infeksius, dalam
hal ini virus. Agen infeksius ini mengacaukan set point suhu pada hipotalamus, sehingga tubuh berusaha
untuk mencapai set point “palsu” tersebut dengan mekanisme demam.
Nyeri kepala pada pasien terjadi akibat rilis mediator proinflamasi sebagai mekanisme respon imun
terhadap agen infeksius. Mediator proinflamasi ini kemudian menekan ujung-ujung saraf sehingga
kemudian disampaikan sebagai rasa nyeri pada otak. Hal inilah yang menyebabkan penderita merasakan
nyeri kepala.
Mual terjadi akibat timbulnya rangsangan terhadap pusat mual, sehingga kemudian menimbulkan
gerakan antiperistaltik sehingga terjadi gerakan muntah, yang sebelumnya diawali dengan rasa mual.
Intinya, dalam kasus ini, kerusakan traktus gastrointestinal adalah penyebab rilis berbagai mediator
proinflamasi yang akan menimbulkan rangsangan tersebut.
PGE2 sebagai produk metabolisme asam arakidonat menyebabkan rasa nyeri karena menaikkankepekaan nosiseptor, fenomena ini disebut sentral sensitisasi. Tinggi rendahnya kadar PGE2 mempunyai
korelasi dengan berat ringannya mialgia. Kadar PGE2 yang menurun menyebabkan mialgia berkurang
(Tamtomo, 2007). Jadi, mialgia terjadi sebagai salah satu efek dari peningkatan kadar PGE2 pada proses
demam.
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 16/17
Nafsu makan pasien berkurang, karena salah satu mediator inflamasi, yaitu serotonin, yang dilepaskan
pada proses radang, yaitu iritasi mukosa, mempunyai mekanisme menekan nafsu makan dengan
menekan pusat pengatur rasa kenyang dan rasa lapar di hipotalamus.
Badan pasien terasa lemas, karena pasien tidak mendapatkan makanan yang ada sebagai sumber energi
akibat kurangnya asupan nutrisi karena pasien merasa mual dan nafsu makan berkurang.
Bintik kemerahan yang timbul pada pasien terjadi akibat gangguan hemostasis primer sebagai
konsekuensi dari keadaan trombositopenia. Trombositopenia sendiri yang terjadi pada kasus DD dan
DBD timbul akibat supresi sumsum tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup eritrosit oleh
virus dengue. Kapiler yang sering mengalami ruptur dalam keadaan normal mudah diperbaiki, namun
dalam keadaan trombositopenia, kapiler tersebut tidak dapat diperbaiki dengan cepat, sehingga timbul
bintik kemerahan, atau petechie. Selain itu, bintik kemerahan juga dapat timbul akibat permeabilitas
kapiler yang meningkat.
Tidak terjadinya batuk dan pilek dapat menjadi satu jalan untuk mempertimbangkan diagnosis banding.
Hal ini dapat terjadi karena disamping manifestasi klinis virus tidak mengarah ke traktus respiratorik,
mungkin juga karena port d’entrée virus memang bukan di saluran pernafasan.
Pasien tetap demam walaupun sudah minum obat parasetamol. Hal ini terjadi karena parasetamol
hanya menurunkan demam, dengan mekanisme menyerupai antagonis PGE2. Jika virus tetap
memproduksi pirogen, maka jika pemberian parasetamol dihentikan suhu tubuh akan naik kembali.
Interpretasi hasil lab. Takikardi terjadi akibat kompensasi tubuh karena terjadinya vasokontriksi pasca
rilis mediator inflamasi. Pasien mengalami leukopenia akibat sifat virus dengue yang dapat membuat
perubahan imunologi seluler, sehingga pada fase akut terjadi leukopenia. Pasien mengalami
trombositopenia, tetapi hematokrit masih termasuk normal, sehingga pasien dikategorikan menderitaDD.
Berdasarkan teori tentang daur hidup serta epidemiologi penyakit Demam Berdarah Dengue,
adanyatetangga penderita yang meninggal akibat DBD menunjukkan bahwa penderita mendapatkan
risiko penularan DBD dari lingkungannya, karena vektor, yaitu nyamuk Aedes sp., hanya dapat terbang
dalam jarak 100 meter. Jika nyamuk tersebut setelah menggigit anak usia 3 tahun yang merupakan
tetangga pasien, kemudian menggigit pasien, maka pasien tersebut kemudian tertular virus dengue.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pasien menderita Demam Dengue, karena hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien tidak
mengalami kebocoran plasma.
B. SARAN
8/10/2019 Diagnosis Dan Patofisiologi Diare Akut Terkait Dengan
http://slidepdf.com/reader/full/diagnosis-dan-patofisiologi-diare-akut-terkait-dengan 17/17
Sebaiknya pasien segera diberikan penanganan terapi suportif untuk memperbaiki keadaan umum
sesuai dengan derajat infeksinya.
Sesuai dengan derajat penyakit infeksi virus dengue, pasien berada pada derajat II, sehingga
penatalaksanaan yang paling baik adalah terapi pemberian cairan infus kristaloid.
DAFTAR PUSTAKA
Samuelson, John. 2008. Patologi Umum Penyakit Infeksi dalam Brooks, G.F., Butel, Janet S., Morse,
S.A.Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Sardjito, R. 1994. Sindrom Klinik Umum Infeksi Virus dalam Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Suhendro. Nainggolan, Leonard. Chen, Khie. Pohan, Herdiman T. dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sutaryo. 1992. Patogenesis dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue dalam Cermin Dunia
KedokteranEdisi Khusus Nomor 81 Tahun 1992. Diakses
di http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_PatogenesisdanpatofisiologiDBD81.pdf/11_Patogenesisdan
patofisiologiDBD81.pdf pada 28 Mei 2009, 00:51.
Syahrurachman, Agus. 1994. Penggolongan Virus dalam ——————————
Syahrurachman, Agus. 1994. Patogenesis Infeksi Virus dalam Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Tamtomo, Didik Gunawan. 2007. Kajian Biologi Molekuler Pengobatan Tradisional Kerokan pada
Penanggulangan Mialgia. Diakses di http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2007-
tamtomodid-5409&width=300&PHPSESSID=a1c47e79ff04b4d0ce4ddfd4ef1f7acb pada 28 Mei 2009,
00:49.