Diagnosis Banding Nyeri Epigastrik

2
Gastrointestinal 2010-2011 / Pemicu 3 Diagnosis Lain Penyebab Gejala Nyeri Epigastrium oleh Evan Regar, 0906508024 Tukak Gaster dan Duodenum Tukak tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda pada kondisi sosial ekonomi, demografi, dan kelompok usia tertentu. Secara klinis tukak duodenum lebih kerap dijumpai dibanding kejadian tukak gaster. Namun demikian di beberapa negara tukak gaster dapat lebih tinggi prevalensinya dibandingkan tukak duodenum. Pada dasarnya gejala klinis dari tukak gaster maupun duodenum adalah adanya rasa tidak nyaman (discomfort) maupun rasa nyeri pada daerah epigastrium. Nyeri epigastrium ini terjadi satu hingga tiga jam setelah makan, memburuk saat malam hari (diduga akibat irama sirkadia sekresi asam yang mana tertinggi pada malam hari dan terendah pada pagi hari), serta mereda jika terkena zat alkali maupun makanan. Gejala klinis lain antara lain anemia defisiensi besi atau bahkan perforasi. Tukak baik gaster maupun duodenum pada dasarnya merupakan suatu kontinuitas dari adanya gastritis maupun duodenitis yang berlangsung kronik. Tukak adalah suatu diskontinuitas (>5 mm) dan mencapai kedalaman lapisan submukosal. Untuk mengetahui patogenesis tukak gaster dibutuhkan pemahaman mengenai faktor pertahanan mukosa dari gaster. Faktor yang mempromosikan kerusakan dapat berasal dari eksogen (misal: OAINS, bakteri, alkohol) maupun endogen (misal: asam lambung, pepsinogen, dan garam empedu). Sementara itu, faktor pertahanan gaster antara lain lapisan pre-epitel (berupa mukus dan bikarbonat, merintangi difusi ion, dapat mempertahankan perbedaan pH di lumen gaster dengan lapis mukosa). Sistem mikrovaskular terutama pada lapisan submukosa gaster merupakan komponen kunci dari perbaikan sistem mukosa, selain sirkulasi yang baik dapat memberikan asupan mikronuterien, oksigen, membuang hasil metabolik yang toksik, serta menghasilkan banyak ion HCO 3 - yang dapat menetralkan asam lambung. Beberapa teori mengenai patofisiologi tukak gaster dapat dikemukakan melalui suatu mekanisme yang hampir sama, yakni ketidakseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif. Sebagai contoh, bahan iritan akan menyebabkan defek sawar dan menyebabkan difusi balik ion H + dan menyebabkan pelepasan histamin lebih banyak lagi untuk meningkatkan produksi asam. Iritasi yang berulang ini pada akhirnya akan menimbulkan suatu tukak. Tukak macam ini seringkali ditemukan di bagian antrum gaster. Penyebab lain yang tentu tidak dapat dikesampingkan adalah infeksi oleh Helicobacter pylori. Infeksi ini sering melibatkan destruksi terhadap sel G yang terdapat di antrum, menimbulkan gejala hipogastrinemia sehingga menekan produksi asam lambung (hipoklorhidria). Meskipun menjadi penyebab tersering, tetap saja hanya segelintir orang yang terinfeksi Helicobacter pylori yang akan menunjukkan gejala klinis tukak gaster (maupun duodenum), akibat faktor inang berperan sangat besar dalam hal ini. Diagnosis tukak ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, pemeriksaan penunjang, maupun hasil biopsi dan histopatologi. Komplikasi dari tukak biasanya datang dari golongan obat ARH 2 dan PPI berupa stenosis pilorik. Manajemen dari tukak gaster maupun duodenum dapat berupa non-medikamentosa maupun medikamentosa. Terapi non-medikamentosa berupa istirahat yang cukup serta diet tanpa cabai ataupun makanan yang merangsang dan mengandung asam. Merokok dapat pula menghalangi penyembuhan tukak gaster, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, serta menyebabkan refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilori dan meningkatkan kekambuhan tukak. Walaupun demikian ada pula yang mengatakan bahwa merokok dapat meningkatkan sekresi asam lambung. Konsumsi obat-obatan OAINS sebaiknya dihindari, dan apabila tidak dapat dihindari sebaiknya dikombinasikan dengan ARH 2 atau PPI atau misoprostrol (prostaglandin sintesis, analog dengan PGE 1 ).

Transcript of Diagnosis Banding Nyeri Epigastrik

Page 1: Diagnosis Banding Nyeri Epigastrik

Gastrointestinal 2010-2011 / Pemicu 3

Diagnosis Lain Penyebab Gejala Nyeri Epigastrium

oleh Evan Regar, 0906508024

Tukak Gaster dan Duodenum

Tukak tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda pada kondisi sosial ekonomi, demografi,

dan kelompok usia tertentu. Secara klinis tukak duodenum lebih kerap dijumpai dibanding kejadian tukak gaster.

Namun demikian di beberapa negara tukak gaster dapat lebih tinggi prevalensinya dibandingkan tukak duodenum.

Pada dasarnya gejala klinis dari tukak gaster maupun duodenum adalah adanya rasa tidak nyaman

(discomfort) maupun rasa nyeri pada daerah epigastrium. Nyeri epigastrium ini terjadi satu hingga tiga jam setelah

makan, memburuk saat malam hari (diduga akibat irama sirkadia sekresi asam yang mana tertinggi pada malam

hari dan terendah pada pagi hari), serta mereda jika terkena zat alkali maupun makanan. Gejala klinis lain antara

lain anemia defisiensi besi atau bahkan perforasi. Tukak baik gaster maupun duodenum pada dasarnya merupakan

suatu kontinuitas dari adanya gastritis maupun duodenitis yang berlangsung kronik. Tukak adalah suatu

diskontinuitas (>5 mm) dan mencapai kedalaman lapisan submukosal.

Untuk mengetahui patogenesis tukak gaster dibutuhkan pemahaman mengenai faktor pertahanan mukosa

dari gaster. Faktor yang mempromosikan kerusakan dapat berasal dari eksogen (misal: OAINS, bakteri, alkohol)

maupun endogen (misal: asam lambung, pepsinogen, dan garam empedu). Sementara itu, faktor pertahanan gaster

antara lain lapisan pre-epitel (berupa mukus dan bikarbonat, merintangi difusi ion, dapat mempertahankan

perbedaan pH di lumen gaster dengan lapis mukosa). Sistem mikrovaskular terutama pada lapisan submukosa

gaster merupakan komponen kunci dari perbaikan sistem mukosa, selain sirkulasi yang baik dapat memberikan

asupan mikronuterien, oksigen, membuang hasil metabolik yang toksik, serta menghasilkan banyak ion HCO3-

yang dapat menetralkan asam lambung.

Beberapa teori mengenai patofisiologi tukak gaster dapat dikemukakan melalui suatu mekanisme yang

hampir sama, yakni ketidakseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif. Sebagai contoh, bahan iritan akan

menyebabkan defek sawar dan menyebabkan difusi balik ion H+ dan menyebabkan pelepasan histamin lebih

banyak lagi untuk meningkatkan produksi asam. Iritasi yang berulang ini pada akhirnya akan menimbulkan suatu

tukak. Tukak macam ini seringkali ditemukan di bagian antrum gaster. Penyebab lain yang tentu tidak dapat

dikesampingkan adalah infeksi oleh Helicobacter pylori. Infeksi ini sering melibatkan destruksi terhadap sel G

yang terdapat di antrum, menimbulkan gejala hipogastrinemia sehingga menekan produksi asam lambung

(hipoklorhidria). Meskipun menjadi penyebab tersering, tetap saja hanya segelintir orang yang terinfeksi

Helicobacter pylori yang akan menunjukkan gejala klinis tukak gaster (maupun duodenum), akibat faktor inang

berperan sangat besar dalam hal ini.

Diagnosis tukak ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, pemeriksaan penunjang, maupun hasil biopsi

dan histopatologi. Komplikasi dari tukak biasanya datang dari golongan obat ARH2 dan PPI berupa stenosis pilorik.

Manajemen dari tukak gaster maupun duodenum dapat berupa non-medikamentosa maupun

medikamentosa. Terapi non-medikamentosa berupa istirahat yang cukup serta diet tanpa cabai ataupun makanan

yang merangsang dan mengandung asam. Merokok dapat pula menghalangi penyembuhan tukak gaster,

menghambat sekresi bikarbonat pankreas, serta menyebabkan refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilori

dan meningkatkan kekambuhan tukak. Walaupun demikian ada pula yang mengatakan bahwa merokok dapat

meningkatkan sekresi asam lambung. Konsumsi obat-obatan OAINS sebaiknya dihindari, dan apabila tidak dapat

dihindari sebaiknya dikombinasikan dengan ARH2 atau PPI atau misoprostrol (prostaglandin sintesis, analog

dengan PGE1).

Page 2: Diagnosis Banding Nyeri Epigastrik

Gastrointestinal 2010-2011 / Pemicu 3

Terapi medikamentosa terutama dengan mengeradikasi penyebab utama dan yang tersering, yakni

Helicobacter pylori. Netralisasi asam lambung terutama penting dengan mekanisme penghambatan pompa proton

(proton pump inhibitor, PPI, misal omeprazol, lansoprazol, esomeprazol) atau melalui antagonis reseptor H2 (H2

histamine resceptor antagonist, misal cimetidin, ranitidin, famotidin). Obat penangkal kerusakan mukus dapat

digunakan. Yang termasuk dalam golongan ini antara lain koloid bismuth (membentuk lapisan penangkal),

sukralfat (membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar tukak dan melindunginya dari pengaruh agresif asam dan

pepsin, serta membantu sintesa prostaglandin). Apabila ulkus telah menimbulkan komplikasi hingga terjadi

performasi, intervensi bedah diperlukan, mulai dari antrektomi hingga vagotomi.

Pankreatitis

Pankreatitis merupakan inflamasi pankreas yang sering berhubungan dengan parenkim eksokrin (asinus

pankreas). Pankreatitis terbagi menjadi pankreatitis akut maupun kronik. Tiga penyebab utama pankreatitis akut

adalah adanya obstruksi bilier, kerusakan sel asinus, serta defek transpor intraseluler. Ketiga mekanisme terjadinya

pankreatitis akut ini pada akhirnya akan memberikan perubahaan anatomik yang dapat terlihat melalui proses

pencernaan diri (autodigestion) oleh enzim pankreas sendiri. Enzim pankreas yang seharusnya dihasilkan dalam

bentuk proenzim dapat teraktivasi secara tidak tepat (dan kemudian akan mengaktivasi enzim-enzim lain) yang

dapat mendegradasi sel-sel lemak dan serabut elastin pembuluh darah. Trombosis pembuluh darah kecil dapat pula

terjadi.

Gejala klinis yang nampak pada umumnya adalah nyeri abdomen, sering terasa nyeri alih (reffered pain)

dari punggung bagian belakang. Selain tanda kardinal tersebut, nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, serta muntah

sering pula menyertai tanda pankreatitis akut.

Di lain pihak, pankreatitis kronik dibedakan dari pankreatitis akut dari sifatnya yang mana fungsi dari

pankreas tidak dapat kembali menjadi normal. Penyebab dari pankreatitis akut maupun kronik sering tumpang

tindih, namun demikian penyebab utama pankreatitis kronik adalah akibat induksi penyalahgunaan alkohol jangka

panjang. Paotgenesisnya dapat sama dengan pankreatisis akut dengan beberapa episode yang dapat berprogresi

menjadi kronik. Ini diakibatkan pankreatitis akut menginisiasi fibrosis perilobular dan pada akhirnya parenkim

pankreas akan terganti dan mengalami fibrosis.

Tatalaksana terutama untuk mengurangi nyeri perut dan mengobati insufisiensi eksokrin dan endokarin

pankreas. Nyeri perut dapat ditangani dengan obat-obatan analgetik (baik yang bekerja secara perifer maupun

sentral). Terapi insufisiensi eksokrin dilakukan dengan suplementasi enzim pankreas (mengandung lipase tinggi),

vitamin larut lemak, serta vitamin B. Terapi insufisiensi endokrin pankreas dengan pemberian insulin dan obat oral

antidiabetik yang hanya bekerja secara transien.

Referensi

1. Tarigan P. Tukak gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

2. Akil HAM. Tukak duodenum. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors.

Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

3. Nurman A. Pankreatitis akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors.

Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

4. Turner JR. The gastrointestinal tract. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, editors. Robbins and

cotran pathologic basis of disease. Eigth edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010