Diabetes
-
Upload
rubi-sandy -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of Diabetes
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak orang yang masih mengganggap penyakit diabetes merupakan
penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan.
Padahal setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda.Diabetes
adalah kondisi yang kronis, dimana tubuh tidak dapat mengubah makanan
menjadi energi sebagaimana harusnya. Hal ini berasosiasi dengan komplikasi
yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama yang kemudian mempengaruhi
hampir seluruh bahagian tubuh.
Menurut Prof. Dr. Sidartawan Soegondo, Indonesia menjadi negara keempat di
dunia yang memiliki angka diabetes terbanyak. Diabetes secara keseluruhan di
Indonesia mengalami peningkatan hingga 14 juta orang (DetikNews, 15 April
2007). Hal ini berdasarkan laporan dari WHO, dimana pada jumlah diabetes di
Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang setelah India (31,7 juta), Cina
(20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah tersebut akan
meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat
(30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta) (Darmono, 2005).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi
Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam
dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus
yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis.
Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria,
dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial
rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat
dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM
terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan
dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya
aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
Peningkatan jumlah diabetes disebabkan keterlambatan penegakan diagnosis
penyakit tersebut. Pasien sudah meninggal akibat kompikasi sebelum adanya
penegakan diagnosis (Sudoyo et al, 2006). Penyebab keterlambatan penegakan
diagnosis tersebut adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-
pilihan yang ada atau beragamnya variabel.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari
dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing
manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi masyarakat tentang
diabetes terutama gejala-gejalanya.
I.2 PENTIGNYA MASALAH INI DITANGANI
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat
berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan,
terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak
mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui
telah menderita kencing manis.
Dampak dramatis dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang sangatlah
kompleks. Diabetes mellitus dan penyakit turunannya telah menjadi ancaman
serius. Penyakit ini membunuh 3,8 juta orang per tahun dan dalam setiap 10 detik
seorang penderita akan meninggal karena sebab-sebab yang terkait dengan
diabetes.
Pada makalah ini, penulis akan membahas lebih detail tentang penyakit diabetes
mellitus tipe 2 tentang faktor -faktor penyebabnya dan cara pencegahan dan
pengobatannya.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat mengetahui dan memahami gejala dan faktor resiko penyakit
diabetes mellitus tipe 2.
2. Dapat mengidentifikasi kaitan defisiensi lemak dan karbohidrat
terhadap penyakit diabetes mellitus tipe 2.
3. Dapat melakukan pencegahan dan pengobatan pada penderita penyakit
diabetes mellitus tipe 2.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Dilakukan wawancara oleh dokter untuk pola hidup dan gejala klinis.
2. Pemeriksaan fisik oleh dokter (berat badan dan tekanan darah).
3. Pemeriksaan laboratorium, dengan tiga cara :
a. Pemeriksaan gula darah sewaktu (tanpa puasa)
b. Pemeriksaan kadar gula darah puasa (puasa 8 jam) dan gula
darah 2 jam setelah makan.
c. Pemeriksaan HbA1c digunakan untuk mengevaluasi
pengendalian glukosa jangka panjang (dapat mendeteksi
pengendalian glukosa darah 100 hari kebelakang).
4. Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus (orang tua atau saudara
kandung dengan DM tipe 2)
5. Obesitas (BMI ³ 25 kg/m2)
6. Memiliki kebiasaan fisik yang tidak aktif
7. Ras/etnis (African American, latin, native American, asian american,
pacific islander)
8. Sebelumnya telah diidentifikasikan IGT atau IFG
9. Riwayat Gestational Diabetes Mellitus (GDM) atau melahirkan bayi
dengan berat >4 kg
10. Hipertensi (140/90 mmHg)
BAB II
TEKNIK PEYAJIAN DATA
Data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi pada pasien
disajikansecara tekstular yang dilengkapi dengan keterangan kasus ,penyebab,
gejala, dampak serta cara penanggulangannya
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing
manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan
sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin
dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi
energi yang diperlukan tubuh manusia.
Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.Tanda awal yang
dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat
langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula
dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung
atau dikerubuti semut.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus :
Tipe 1 Diabetes Militus
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita,
anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat diobati dengan
pemberian terapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan.
Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan
penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan
pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat
test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat
mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai
penyakit.
Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti
kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya
sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan
meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap
insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2,
pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti
diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan
pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah,
maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL
{millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l
{milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan
mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan
mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai
normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Diabetes mellitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena
reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit
glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa,
di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang
akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan berbagai komplikasi.
Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat
modern seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ tubuh lain. Pada
tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap
insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan
sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun
semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan
insulin kadang dibutuhkan.
Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme
terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor
predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan
pengeluaran dari adipokines (suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi
glukosa.
Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan
diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan
sejarah keluarga, walaupun didekade yang terakhir telah terus meningkat mulai
untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat terjadi
tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis.
Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas
fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat) dan lewat
pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin,
bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar
5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang
gemuk.
Langkah yang berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetik
drugs. Produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang,
lisan (sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk
meningkatkan produksi hormon insulin (e.g., sulfonylureas) dan mengatur
pelepasan yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati (dan menipis pembalasan
hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g.,metformin), dan pada hakekatnya
menipisnya pembalasan hormon insulin(e.g., thiazolidinediones).
Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin diperlukan untuk
memelihara tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang
cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali
dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan. Sebuah zat
penghambatdipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru- baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.
Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan
membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.
2. Kaitan antara Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Mellitus tipe 2
Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang
tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes
mellitus dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin.
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai
dengan hiperglikemia puasa dan post prandial, aterosklerotik dan
penyakit vascular microangiophaty dan neurophaty.
Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya telah bertahun-tahun mendahului
timbulnya kelainan klinis dari penyakit vascularnya. Pasien dengan kelainan
toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi
glukosa ) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi diabetes mellitus.
Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim. Frekuensi
sesungguhnya diperoleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi mungkin
antara 1-2% jika hiperglikemia puasa merupakan kriteria diagnosis. Penyakit ini
ditandai oleh komplikasi metabolik dan komplikasi jangka panjang yang
melibatkan mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun
sistem kerja insulin, sedangkan iasangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi
metabolisme karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami
gangguan pada metabolisme karbohidrat. Tubuh manusia membutuhkan energi
agar dapat berfungsi dengan baik.
Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses
pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi
bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi
menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan
tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan
akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar.
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan
bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar
glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang
diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana
akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan
transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan
transporter glukosa (GLUT 4).
Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas. Insulin
terdiri atas dua rantai polipeptida. Struktu insulin manusia dan beberapa spesies
mamalia kini telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino
pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh
adanya dua buah rantai disulfida (Granner, 2003).
Insulin disekresi sebagai respon atsa meningkatnya konsentrasi glukosa dalam
plasma darah. Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa
pada saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada
kadar glukosa yang berkisar dar 300-500 mg/dL. Insulin yang disekresikan
dialirkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran darah
sangat cepat. Waktu paruhnya kurang dari 3-5 menit.
Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik
yang terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang
terdiri atas subunit α dan subunit β dengan konfigurasi α2β2. Subunit α berada
pada permukaan luar membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit β
berupa protein transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian
sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi
(King, 2007).
Terikatnya insulin subunit α menyebabkan subunit β mengalami
autofosforilasi pada residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami
perubahan bentuk, membentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari
satu sinyal. Dalam kondisi dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas
ataupun akromegali, jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi resistansi
terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor
insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel berbalut klatrin.
Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat
reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor
insulin. IRS terfosforilasi memicu serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya
adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah. Ada beberapa cara insulin bekerja
yaitu
Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme
kompleks yang efek nettonya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah.
Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak
mencukupi atau bekerja tidak efektif akan mengalami hiperglikemia.
Penderita diabetes tipe I juga mengalami hipertrigliseridemia, yaitu kadar
trigliserida dan VLDL dalam darah yang tinggi. Hipertrigliseridemia terjadi
karena VLDL yang disintesis dan dilepaskan tidak mampu diimbangi oleh kerja
enzim lipoproteinlipase yang merombaknya. Jumlah enzim ini diransang oleh
rasio insulin dan glukagon yang tinggi. Efek pada produksi enzim ini juga
mengakibatkan hipersilomikronemia, karena enzim ini juga dibutuhkan dalam
katabolisme silomikron pada jaringan adiposa.
Berbeda dengan penderita diabetes tipe I, pada penderita diabetes tipe II,
ketoasidosis tidak terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol.
Namun, pada terjadi hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL
tanpa disertai hipersilomikronemia. Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan
sintesis de novo dari asam lemak tidak diimbangi oleh kecepatan penyimpanannya
pada jaringan lemak. Asam lemak yang dihasilkan tidak semuanya mampu
dikatabolisme, kelebihannya diesterifikasi menjadi trigliserida dan VLDL.
Hal ini diperparah oleh aktivitas fisik penderita diabetes mellitus tipe II yang pada
umumnya sangat kurang. Akibatnya kadar lemak dalam darah akan meningkat.
Pada penderita yang akut, akan terjadi penebalan pada pembuluh darah terutama
pada bagian mata, sehingga dapat menyebabkan rabun atau bahkan kebutaan
(Harris dan Crabb, 1992).
Kelainan tekanan darah akibat kadar glukosa yang tinggi menyebabkan kerja
jantung, ginjal dan organ dalam lain untuk mempertahankan kestabilan tubuh
menjadi lebih berat. Akibatnya pada penderita diabetes akan mudah dikenai
berbagai komplikasi diantaranya penurunan sistem imune tubuh, kerusakan sistem
kardivaskular,kealinan trombosis, inflamasi, dan kerusakan sel-sel endothelia
serta kerusakan otak, yang biasanya ditandai dengan penglihatan yang kabur
(Clement et al, 2004).
3. Patofisiologis Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 adalah etiologi tidak diketahui (yaitu, asal). Melitus
diabetes dengan etiologi yang diketahui, seperti penyakit sekunder lainnya, cacat
gen yang dikenal, trauma atau pembedahan, atau efek obat, lebih tepat disebut
melitus diabetes sekunder atau diabetes akibat penyebab yang spesifik. Contohnya
termasuk diabetes mellitus seperti MODY atau yang disebabkan oleh
hemochromatosis, Kekurangan pankreas, atau jenis obat tertentu (misalnya,
penggunaan jangka panjang steroid).
Menurut CDC, sekitar 23.613.000 orang di Amerika Serikat, atau 8% dari
populasi, menderita diabetes. Prevalensi diabetes total meningkat 13,5% dari
2005-2007. Diperkirakan bahwa hanya 24% dari diabetes sekarang tidak
terdiagnosis, turun dari 30% diperkirakan pada tahun 2005 dan dari 50% yang
sebelumnya diperkirakan pada ca 1995.
Sekitar 90-95% dari semua kasus Amerika Utara diabetes tipe 2, dan sekitar
20% dari populasi di atas usia 65 memiliki diabetes mellitus tipe 2. Fraksi
penderita diabetes tipe 2 di bagian lain dunia bervariasi secara substansial, hampir
pasti untuk lingkungan dan alasan gaya hidup, meskipun ini tidak diketahui secara
rinci.
Diabetes mempengaruhi lebih dari 150 juta orang di seluruh dunia dan
jumlah ini diharapkan dua kali lipat pada tahun 2025 .. Sekitar 55 persen tipe 2
adalah obesitas-kronis obesitas menyebabkan resistensi insulin meningkat yang
dapat berkembang menjadi diabetes, kemungkinan besar karena jaringan adiposa
(terutama di perut sekitar organ internal) merupakan sumber (baru ini
diidentifikasi) dari sinyal kimia beberapa lainnya jaringan (hormon dan sitokin)
Penelitian lain menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 menyebabkan obesitas
sebagai akibat dari perubahan dalam metabolisme dan sel perilaku petugas lain
gila pada resistensi insulin. Namun, genetika memainkan peran yang relatif kecil
dalam terjadinya luas diabetes tipe 2. Hal ini dapat secara logis disimpulkan dari
peningkatan besar dalam terjadinya diabetes tipe 2 yang memiliki berkorelasi
dengan perubahan signifikan dalam gaya hidup barat.
Diabetes mellitus tipe 2 sering dikaitkan dengan obesitas, hipertensi,
kolesterol tinggi (hiperlipidemia gabungan), dan dengan kondisi sindrom
metabolik sering disebut (juga dikenal sebagai Sindrom X, sindrom Reavan, atau
CHAOS). Penyebab sekunder tipe 2 Diabetes mellitus adalah: acromegaly,
sindrom Cushing, tirotoksikosis, pheochromocytoma, pankreatitis kronis, kanker
dan obat-obatan.
Obat diinduksi hiperglikemia:
1) Antipsikotik atipikal - Alter karakteristik reseptor yang mengikat, yang
menyebabkan resistensi insulin meningkat.
2) Beta-blocker - Menghambat sekresi insulin.
3) Blocker Saluran Kalsium - Menghambat sekresi insulin oleh campur
dengan melepaskan kalsium sitosol.
4) Kortikosteroid - Penyebab resistensi insulin perifer dan gluconeogensis.
5) Fluoroquinolones - Menghambat sekresi insulin oleh memblokir saluran
kalium ATP sensitif.
6) Naicin - Mereka menyebabkan resistensi insulin meningkat karena
mobilisasi asam lemak bebas meningkat.
7) Fenotiazin - Menghambat sekresi insulin.
8) Protease Inhibitor - Menghambat konversi proinsulin terhadap insulin.
9) Diuretik thiazide - Menghambat sekresi insulin karena hipokalemia.
Mereka juga menyebabkan resistensi insulin meningkat karena mobilisasi asam
lemak bebas meningkat.
Faktor tambahan ditemukan meningkatkan risiko diabetes tipe 2 meliputi
penuaan, diet tinggi lemak dan gaya hidup kurang aktif .
4. Penyebab dan Gejala dari DM Tipe 2
1. Penyebab yang ditemukan pada Diabetes Melitus tipe 2
DM tipe 2 ditandai dengan 3 patofisiologi utama,
meliputi gangguan sekresi insulin, resistensi insulin perifer, dan
produksi glukosa hepatik berlebih. Obesitas sering ditemukan pada
penderita DM tipe 2. Adiposit mensekresi sejumlah hormon seperti
leptin, TNF-alfa, asam lemak bebas, resistin, dan adiponektin yang
memodulasi sekresi insulin, kerja insulin, berat badan, dan
berkontribusi terhadap resistensi insulin. Awalnya, toleransi glukosa
pada pasien DM tetap normal meskipun terjadi resistensi insulin
karena sel beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan
produksi insulin.
Seiring dengan meningkatnya resistensi insulin, sel beta
pankreas tidak dapat mempertahankan kondisi hiperinsulinemia. IGT
(Impaired Glucose Tolerance) ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa postprandial. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan
produksi glukosa hepatik menyebabkan pasien mengalami diabetes
disertai peningkatan kadar glukosa darah puasa. Penanda inflamasi
seperti IL-6 dan CRP umumnya meningkat pada diabetes tipe 2.
2. Resistensi Insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada
jaringan target terutama otot dan liver merupakan gambaran utama
DM tipe 2 dan merupakan kombinasi antara faktor genetik dan
obesitas. Resistensi insulin bersifat relatif. Tingginya jumlah insulin
yang dibutuhkan untuk menormalkan kadar glukosa plasma
menandakan penurunan sensitivitas dan respon reseptor insulin.
Mekanisme pasti mengenai resistensi insulin pada DM tipe 2 belum
diketahui dengan pasti. Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin
kinase pada otot rangka merupakan efek sekunder hiperinsulinemia.
3. Gangguan Sekresi Insulin
Etiologi penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih
belum jelas. Defek genetik sekunder diduga meningkatkan resistensi
insulin yang memicu kegagalan sel beta pankreas. Pulau polipeptida
amiloid atau amylin yang disekresikan oleh sel beta akan membentuk
deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan pada pasien yang
telah lama menderita DM tipe 2.
4. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada liver merefleksikan
kegagalan hiperinsulinemia untuk menghambat glukoneogenesis
sehingga terjadi hiperglikemia pada keadaan puasa dan penurunan
penyimpanan glikogen oleh liver pada fase postprandial. Peningkatan
produksi glukosa hepatik terjadi pada awal sindrom diabetes.
Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Koma Diabetikum :
a) Ketoasidosis (KAD) – koma KAD
b) Koma Hiperosmolar Non Ketotik (HONK)
c) Koma Asidosis Laktat
2. Hipoglikemia (koma)
3. Komplikasi Menahun
a. Khas : retinopati, neuripati, nefropati, diabetik foot, diabetik
skin
b. Tidak khas, tetapi timbul pada usia lebih muda & lebih berat :
penyakit pembuluh darah perifer, penyakit jantung koroner,
infeksi, katarak
5. Orang-orang yang paling beresiko terkena Diabetes Melitus type 2
Orang-orang yang paling beresiko terkena DM 2 adalah:
1) Kelebihan berat badan
2) Berumur diatas 45 tahun
3) Glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi batas normal
4) Tekanan darah > 130 / 85 mm Hg
5) Kolesterol tinggi ( kolesterol LDL > 130 mg/dl atau kolesterol total
> 200 mg/dl)
6) Pernah mengalami DM gestasional (glukosa darah tinggi selama
hamil)
7) Melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg
Gejala klinis yang ditemukan pada Diabetes Melitus type 2:
1. Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering
haus), polifagi (sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa
lemah dan mudah capai.
2. Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering
kesemutan, sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah
terkena infeksi, dan gairah sex menurun.
3. Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak
(stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah
jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal),
serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
7. Penanggulangan atau pengobatan DM tipe 2
Ada 8 langkah yang sebaiknya dilakukan penderita Diabetes
Melitus type 2 yaitu :
1. Edukasi
Edukasi diri sendiri (self learning) Penyakit DM relatif tidak bisa
sembuh, tetapi komplikasi yang mungkin terjadi dapat dihindari. Kunci
dalam keberhasilan pengendalian penyakit DM adalah disiplin
terhadap diri sendiri.
2. Kontrol kadar glukosa darah
Dengan pengecekan glukosa darah secara rutin di laboratorium.
3. Olah raga teratur
Olah raga sangat penting bagi penderita DM. Olah raga dapat
menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan
pembakaran glukosa dan peningkatan kadar insulin.
4. Periksa kaki setiap hari
Penderita diabetes harus memeriksa tanda-tanda kerusakan
kulit, bisul, atau lecet pada kaki. Area kulit diantara jari kaki juga
harus diperhatikan. Penderita diabetes sebaiknya menghindari
kegiatan yang bisa merusak kaki.
5. Pengaturan pola makan
Makanan bagi penderita DM harus mengandung unsur yang
lengkap seperti; karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral serta
kecukupan air. Agar kebutuhan diet terpenuhi tanpa harus
memberikan pembebanan glukosa secara berlebihan disarankan
Anda untuk mengunjungi ahli gizi.
6. Melakukan pemeriksaan mata
Penderita diabetes harus memeriksakan mata secara teratur
untuk mendeteksi lebih dini adanya retinopati diabetes.
7. Melakukan pemeriksaan urin
Penderita diabetes harus melakukan pemeriksaan urin secara
rutin untuk memeriksa apakah kadar protein (albumin) dalam urin
masih normal atau tidak sebagai deteksi dini nefropati diabetes.
8. Terapi pengobatan DM
Sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter Anda.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Arti penyakit diabetes mellitus ini di ambil dari bahasa
yunani diabaínein,yang artinya tembus atau pancuran air, mellitus diambil dari
bahasa latin yang artinya rasa manis. Penyakit ini di kenal di indonesia dengan
nama kencing manis atau kencing gula.
Pengertian diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme yang
disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari
defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya, defisiensi
transporter glukosa atau keduanya.
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan
kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang
benar-benar normal sulit untuk dipertahankan.
Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka
kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang
menjadi semakin berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula
darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar gula
darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat.
Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan
diet. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan
memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah
raga secara teratur. Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan
menurunkan berat badan dan melakukan olahraga yang teratur.
2. Saran
Jika ingin mengurangi resiko terkena diabetes, maka kita harus menjaga
pola makan kita sehari-hari dan juga rajin berolahraga. Banyak penyakit dapat
dicegah dengan gaya hidup dan pola makan yang sehat. Di antaranya adalah
diabetes, yang juga salah satu penyebab utama kematian di banyak negara,
termasuk di Indonesia. Ada banyak hal yang diduga menjadi pemicu
munculnya penyakit diabetes, dan salah satu di antaranya adalah pola makan
yang tidak baik. Di samping itu, pola makan sehat juga terbukti bermanfaat
mencegah terjadinya penyakit jantung koroner, kanker, hipertensi, dan
kerusakan ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
A.Kusumawardhani.2006. Food Addiction in Obesity. Buku kedokteran
Indonesia. Volume:56, hal.205-208
Yanovski, susan Z.,dan Yanovski, Jack A. 2002. Obesity. NEJM. Volume: 346
hal.591-602
JOP. Journal of the Pancreas – http://www.joplink.net – Vol. 6, No. 4 – July 2005.
[ISSN 1590-8577]
Diabetes Spectrum (journal) Volume 13 Number 2, 2000, Page 95 Volume 13
Nomor 2, 2000, halaman 95
Mistra. 2004. Jurus melawan Diabetes Melliyus Type 2. Jakarta. Puspa Swara
Fitri Nurmanili S. 2010. Gambaran pengetahuan tentang penderita DM tipe 2
Terhadap penyakit dan Pengelolaan DM tipe 2 di RSUP. H. ADAM
MALIK MEDAN. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Medan.
TUGAS ANTROPOLOGI KESEHATANLAPORAN KASUS DIABETES MELLITUS
O
L
E
H
SANDRA DEWINPM. 13-059
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG