DI SUSUN OLEH -...
Transcript of DI SUSUN OLEH -...
PEMBERIAN TERAP
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN
HIPERTENSI
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
RIAN TERAPI BEKAM DAN PIJAT REFLEKSI KAKI
AP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN
HIPERTENSI DI PUSKESMAS
GAJAHAN SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
SEPTIA HANDAYANI
P13115
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
I BEKAM DAN PIJAT REFLEKSI KAKI
AP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN TERAPI BEKAM DAN P
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN
HIPERTENSI DI PUSKESMAS
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
PEMBERIAN TERAPI BEKAM DAN PIJAT REFLEKSI KAKI
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN
HIPERTENSI DI PUSKESMAS
GAJAHAN SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
SEPTIA HANDAYANI
NIM. P.13 115
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
IJAT REFLEKSI KAKI
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian terapi bekam dan pijat refleksi kaki
terhadap penurunan tekanan darah pada asuhan keperawatan Tn. S dengan
hipertensi di Puskesmas Gajahan Surakarta.”
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep, selaku Ketua STIkes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di
STIkes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Okatriani M. Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk menimba di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M. Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep selaku dosen pembimbing sekaligus
sebagai penguji yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta
memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasus ini.
5. Ns. Diyah Ekarini S. Kep selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam membimbing serta memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi
kasus ini.
6. Semua dosen program studi DIII Keperawtan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
v
7. Kedua orang tuaku (Sangadi dan Paryanti) berserta kakak (Joko Purwanto
dan Eni Prastyo) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan do’a
serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan
pendidikan DIII Keperawatan.
8. Mahasiswa satu angkatan Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta khususnya Nur Halimah, Nurliana Khoiriyah, Ratih Eka
Sriyanti, Pipit Siti Nurlely dan berbagai pihak yang tidak mampu penulis
sebutkan satu persatu yang memberikan dukungan.
Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, Mei 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 6
C. Manfaat Penulisan ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori ............................................................................... 8
1. Pengertian Hipertensi ............................................................ 8
2. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi .............................. 20
3. Tekanan Darah ...................................................................... 28
4. Terapi Bekam Dan Pijat Refleksi .......................................... 30
B. Kerangka Teori ............................................................................. 37
BAB III METODE PENULISAN APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset .................................................................. 38
B. Tempat dan Waktu ....................................................................... 38
C. Media dan Alat yang digunakan ................................................... 38
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ........................... 39
E. Alat Ukur Evaluasi ....................................................................... 41
vii
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien ............................................................................. 42
B. Pengkajian .................................................................................... 42
C. Daftar Perumusan Masalah .......................................................... 47
D. Perencanaan .................................................................................. 48
E. Implementasi ................................................................................ 50
F. Evaluasi ........................................................................................ 53
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .................................................................................... 57
B. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................... 59
C. Intervensi Keperawatan ............................................................... 63
D. Implementasi Keperawatan .......................................................... 66
E. Evaluasi ........................................................................................ 73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 78
B. Saran ............................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi .............................................................. 9
2. Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi .............................................................. 10
ix
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Pijat Refleksi .......................................................................... 36
2. Gambar 2.2 Kerangka teori ........................................................................ 37
3. Gambar 4.1 Genogram ............................................................................... 43
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Usulan Judul Aplikasi Jurnal
Lampiran 2. Lembar konsultasi Karya tulis Ilmiah
Lampiran 3. Lembar Surat Pernyataan
Lampiran 4. Jurnal Utama
Lampiran 5.Asuhan Keperawatan
Lampiran 6. Lembar Observasi Aplikasi Jurnal
Lampiran 7. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan suatu kondisi tekanan darah seseorang berada
di atas angka normal yaitu 120/80 mmHg. Hipertensi penyebab utama
penyakit jantung koroner, cedera cerebro-vaskular, dan gagal ginjal.
Hipertensi menetap dan yang disertai dengan peningkatan tahapan perifer
menyebabkan gangguan pada endotelium pembuluh darah, mendorong
plasma dan lipoprotein kedalam intima dan lapisan subintima dari pembuluh
darah dan menyebabkan pembentukan plaque (aterosklerosis). Peningkatan
tekanan darah juga menyebabkan hyperplasia otot polos, yang membentuk
jaringan parut intima dan mengakibatkan penebalan pembuluh darah dengan
penyempitan lumen (Carpenito,2005 ).
Menurut Triyanto (2014), hipertensi adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (mordibitas) dan angka kematian (mortalitas).
Tekanan darah 140/90 mmHg di dasarkan pada dua fase dalam setiap denyut
jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase darah yang sedang dipompa
oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukkan fase darah yang kembali ke
jantung.
2
Menurut WHO (2012), The Internasional Society of Hipertension
(ISH) sebagaimana dikutip Riskesdas (2011), saat ini terdapat 600 juta
penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta diantaranya meninggal
setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat. Penderita di Amerika, diperkirakan 1 dari 4
orang jantung, stroke, gangguan ginjal dan kebutaan, di Indonesia masalah
hipertensi cenderung meningkat jumlahnya yaitu sebanyak 31,7% tahun
2009 menjadi 39,2% tahun 2011 (Riskesdes, 2011).
Penderita hipertensi di Amerika diperkirakan sekitar 64 juta lebih
penduduknya yang berusia antara 18-75 tahun menderita hipertensi
(Vitahealth, 2004). Penderita hipertensi pada tahun 2006, menempati
urutan kedua yang paling sering di derita pasien rawat jalan Indonesia
(4,67%) setelah ISPA (9,32%) (Lubis Devi, 2008). Berdasarkan survei
faktor resiko penyakit kardiovaskular, pravelensi hipertensi di Indonesia
meningkat menjadi (13,6%) pada pria dan (16%) pada wanita (Ningrum,
2012).
Prevelensi kasus hipertensi primer di Provinsi Jawa Tengah
mengalami peningkatan dari 1,87% pada tahun 2006 menjadi 2,02% pada
tahun 2007, dan 3,30% pada tahun 2008. Prevelensi sebesar 3,30% artinya
setiap 100 orang terdapat 3 orang penderita hipertensi primer. Terdapat 4
kabupaten atau kota dengan prevelensi sangat tinggi diatas 10% yaitu
kabupaten Brebes sebesar 18,60%, kota Tegal 15,41%, kabupaten
Karanganyar 13,81%, dan kabupaten Sukoharjo 10,89% (Profil Kesehatan
3
Provinsi Jawa Tengah, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh di
Puskesmas Gajahan Surakarta hipertensi masuk dalam peringkat kedua
dari sepuluh penyakit.
Nilai atau batasan hipertensi sudah berubah, seseorang dikatakan
memiliki tekanan darah normal bila tekanan darahnya kurang dari 120/80
mmHg. Seseorang yang sudah menjelang hipertensi atau prehipertensi
adalah mereka yang memiliki tekanan darah 120-139/80-99 mmHg,
sedangkan orang yang mengalami hipertensi juga dapat dibedakan
berdasarkan derajat ketinggiannya. Hipertensi derajat 1 adalah mereka
yang memiliki tekanan darah 140-159/90-99 mmHg. Hipertensi derajat 2
adalah orang-orang yang memiliki tekanan darah lebih dari 160/90 mmHg
(Dewi, 2013).
Pengobatan awal pada hipertensi sangat penting karena dapat
mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti
jantung, ginjal dan otak. Pengobatan hipertensi tidak hanya menggunakan
obat-obatan, karena menimbulkan efek samping yang sangat berat, selain
itu menimbulkan ketergantungan apabila penggunaan obat dihentikan
dapat menyebabkan peningkatan resiko terkena serangan jantung atau
stroke (Surendra, 2007).
Pengobatan hipertensi secara non farmakologis adalah pengobatan
yang berasal dari bahan-bahan alami, biasanya bahan-bahan ini mudah
didapatkan dan biayanya relatif murah. Pengobatan dengan buah
mengkudu, daun salam, rumput laut, mentimun, temu hitam, bawang
4
putih, jantung pisang, terapi dengan aroma mawar atau lavender, terapi
rendam kaki dengan air hangat, dan dapat juga dengan terapi bekam dan
pijat refleksi kaki (Susilo, 2011).
Trend pengobatan hipertensi saat ini yaitu dengan menggunakan
terapi alternatif dan komplementer. Terapi alternatif dan komplementer
adalah sebuah kelompok dari macam-macam sistem pengobatan dan
perawatan kesehatan, praktek dan produk secara umum tidak menjadi
bagian dari pengobatan konvensional (National Institute Of Health, 2008).
Salah satu terapi komplementer untuk menurunkan tekanan darah
tinggi adalah terapi bekam dan pijat refleksi. Terapi bekam adalah terapi
yang dapat memperbaiki mikrosirkulasi pembuluh darah dan vasodilatasi
secara umum sehingga akan menurunkan tekanan darah. Mekanisme
penyembuhan bekam pada hipertensi didasarkan atas teori aktivasi organ,
dimana bekam akan mengaktivasi organ yang mengatur aliran darah
seperti hati, ginjal, dan jantung agar organ-organ ini tetap aktif dalam
mengatur peredaran darah sehingga tekanan darah tetap terjaga. Terapi
bekam juga berusaha menyeimbangkan secara alamiah bila ada tekanan
darah yang meningkat. Umumnya tubuh mampu menurunkan tekanan
darah dengan cara alami, namun bila tekanan darahnya sangat tinggi, bisa
saja mekanisme alami proses penurunan darah tidak mampu dilakukan
secara alami, sehingga perlu dibantu dengan bekam. Dengan memilih titik
yang tepat, maka bekam bisa membantu penanganan hipertensi
(Wadda’a, 2015).
5
Metode lain selain bekam adalah dengan pijat refleksi, pijat
refleksi merupakan terapi yang memberikan rangsangan yang mampu
memperlancar aliran darah. Pijat refleksi telah memberi peran yang
signifikan dalam mengatasi masalah kesehatan manusia. Berbagai
penyakit dapat diatasi dengan metode ini, dari penyakit ringan hingga
berat. Penyakit yang diderita bayi, orang dewasa, hingga lanjut usia. Pijat
refleksi telah memberi sumbangan besar dalam kesehatan manusia
(Ali, 2010).
Berdasarkan penelitian Putri dkk (2014), terapi bekam dan pijat
refleksi dapat menurunkan tekanan darah tinggi pada pasien hipertensi
dengan bukti ada perbedaan penurunan tekanan darah sebelum dan
sesudah dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi pada pasien hipertensi.
Wadda’a (2015), terapi bekam dapat menurunkan tekanan darah tinggi
pada penderita hipertensi, mekanisme penyembuhan bekam pada
hipertensi didasarkan atas teori aktivasi organ, dimana bekam akan
mengaktifasi organ yang mengatur aliran darah seperti hati, ginjal dan
jantung agar organ-organ ini tetap aktif dalam mengatur peredaran darah
sehingga tekanan darah tetap terjaga. Berdasarkan latar belakang diatas
penulis tertarik untuk mengaplikasikan tindakan terapi bekam dan pijat
refleksi untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
6
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian terapi bekam dan pijat refleksi kaki
terhadap penurunan tekanan darah tinggi pada pasien hipertensi.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien hipertensi
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
hipertensi
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
hipertensi
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien hipertensi
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien hipertensi
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi bekam dan pijat
refleksi kaki
C. Manfaat penulisan
Karya tulis ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai hipertensi pada
masyarakat umum sehingga masyarakat dapat lebih waspada terhadap
penyebab dan faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit ini sehingga
dapat mencegah terjadinya hipertensi.
7
1. Manfaat Praktis
a. Bagi perawat atau profesi
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga
perawat dalam rangka meningkatkan mutu pemberian asuhan
keperawatan.
b. Sebagai bahan acuhan bagi pengembangan kurikulum pendidikan
kesehatan agar pendidik senantiasa peka terhadap kenyataan yang
ada dilapangan.
c. Bagi Pasien
Diketahuinya terapi bekam dan pijat refleksi kaki mampu
menurunkan tekanan darah, dapat di minimalkan dari obat
farmakologis dan mempercepat perubahan tekanan darah jika
dikombinasikan dengan obat non farmakologis.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (mordibitas) dan angka
kematiaan (mortalitas). Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada
dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan
fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90
menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka
sistolik (bagian atas) mencapai 140 mmhg, dan angka bawah (diastolik)
mencapai diatas 90 mmHg pada pemeriksaan tekanan darah
(Ratna, 2013).
Hipertensi atau darah tinggi secara umum adalah dimana
tekanan darah berada di atas batas normal. Hipertensi di sebut juga
pembunuh gelap atau silent killer, karena hipertensi biasa terjadi secara
tiba-tiba tanpa adanya gejala terlebih dahulu (Yekti dkk, 2011).
9
Hipertensi di kelompokkan dalam 2 tipe klasifikasi, yaitu:
a. Hipertensi Primary
Adalah suatu kondisi dimana tekanan darah tinggi sebagai akibat
dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
b. Hipertensi Secondary
Adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah
tinggi sebagai akibat seseorang mengalami atau menderita penyakit
lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem
hormon tubuh (Ratna D, 2013).
2. Klasifikasi hipertensi
a. Klasifikasi hipertensi menurut Wadda’A (2015), yaitu:
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi (Wadda’A, 2015).
Derajat Tekanan sistolik
(mmHg)
Tekanan diastolik
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat II >160 Atau >100
10
b. Menurut European Society Of Cardiology:
Tabel 2.2 klasifikasi hipertensi (ESC, 2007 dalam Wijay Putri,
2013).
Kategori Tekanan
sistolik mmHg
Tekanan
diastolik
mmHg
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-129 Dan atau 80-84
Normal tinggi 130-139 Dan atau 85-89
Hipertensi
derajat I
140-159 Dan atau 90-99
Hipertensi
derajat II
160-179 Dan atau 100-109
Hipertensi
derajat III
>180 Dan atau >110
Hipertensi
sistolik terisolasi
>190 Dan >90
c. Klasifikasi hipertensi menurut WHO (2015), yaitu:
- Hipertensi derajat 1, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109
mmHg.
- Hipertensi derajat II, jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
11
- Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari
120 mmHg.
3. Penyebab hipertensi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), penyebab hipertensi dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum
dapat diketahui. Kurang dari 90% penderita hipertensi tergolong
hipertensi esensial sedangkan 10% nya tergolong hipertensi
sekunder. Hipertensi primer adalah suatu kondisi hipertensi dimana
penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan. Pada hipertensi
primer tidak ditemukan penyakit renovaskuler, gagal ginjal dan
penyakit lainnya. Faktor yang mempengruhi yaitu: genetik,
lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah, ginjal, sindrom
cushing.
c. Faktor stress
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktifitas saraf
simpatik yang meningkatkan secara intermiten. Apabila stress
berkepanjangan akan berakibat tekanan tetap tinggi.
12
d. Merokok
Secara pasti belum diketahui hubungan rokok dengan hipertensi.
Seorang yang merokok lebih dari satu bungkus sehari menjadi dua
kali lebih rentan dari pada mereka yang tidak merokok.
e. Alkohol
Peminum alkohol berat cenderung hipertensi walaupun mekanisme
timbulnya belum diketahui secara pasti.
f. Genetik dan keturunan
Peran faktor genetik terhadap hipertensi dibuktikan bahwa kejadian
hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozygot
daripada heterozygote, apabila salah satu diantaranya menderita
hipertensi maka yang satunya akan menderita hipertensi juga.
Menurut NANDA (2013), penyebab hipertensi adalah:
a. Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idioatik karena tidak diketahui
penyebabnya, faktor yang mempengaruhi yaitu: genetik,
lingkungan. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko: obesitas, merokok,
alkohol dan polisitemia.
b. Hipertensi sekunder
Penyebab yaitu: penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom
cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
13
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
a) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari
140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar
dari 90 mmHg.
b) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih
besar dari 160 mmHg dan tekanan lebih rendah dari 90
mmHg.
Menurut NANDA (2013), penyebab hipertensi pada orang
dengan usia lanjut adalah terjadinya perubahan-perubahan
pada:
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub janung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
4. Manifestsi Klinis
Menurut NANDA (2013), tanda dan gejala hipertensi dibedakan
menjadi:
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
14
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
menyertai nyeri kepala dan kelelahan, dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis. Beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan,
sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
Menurut Yekti (2011), tanda dan gejala hipertensi adalah: nyeri
kepala atau sakit kepala, mual, muntah, mata berkunanag-kunang
atau gangguan penglihatan, kepucatan, berkeringat, tachikardi,
sesak nafas, gemetar, pusing dan kesemutan.
5. Pathofisiologi
Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi
melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada satu jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya
telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
15
Tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengerut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah.
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
meningkatkan tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan
fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan
air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga
tekanan darah juga meningkat.
Aktifitas memompa jantung berkurang jika, arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka
tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor
tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi ginjal dan sistem
saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi
tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan
tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat,
ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan
tekanan darah normal.
Tekanan darah menurun jika ginjal akan mengurangi
pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan
tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan
tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang
memicu pembentukkan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan
16
memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ
penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya
tekanan darah tinggi, misalnya penyempitan arteri yang menuju ke
satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf
otonom yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah selama respon fight or fight (reaksi fisik tubuh terhadap
ancaman dari luar), meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut
jantung, dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi
memperlebar arteriola didaerah tertentu (misalnya otot rangka yang
memerlukan pasokan darah yang lebih banyak), mengurangi
pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatakan
volume darah dalam tubuh, melepaskan hormon epinefrin (adrenalin)
dan norepinefrin (nonadrenalin), yang merangsang jantung dan
pembuluh darah. Faktor stress merupakan pencetus terjadinya
peningkatan tekanan darah dengan proses hormon epinefrin dan
norepinefrin (Triyanto, 2014).
6. Komplikasi
Komplikasi hipertensi menurut Triyanto (2014), yaitu:
17
a. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi
dan menebal, sehingga aliran darah ke darah-darah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri otak yang yang mengalami
arteriosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke
adalah sakit kepala secara tiba-tiba, orang bingung atau seperti
orang mabuk.
b. Infark miokard
Terjadi apabila arteri koroner yang arteriosklerosis tidak dapat
mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut.
c. Gagal ginjal
Terjadi karena kerusakan progesif karena tekanan tinggi kapiler-
kapiler ginjal, glemorulus. Dengan rusaknya glemorulus, darah
akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu
dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin
18
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan
edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
7. Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan hipertensi sebagai berikut:
a. Hematokrit pada penderita hipertensi kadar hematokrit dalam
darah meningkat sering dengan kadar natrium dalam darah.
Pemeriksaan hematokrit diperlukan juga untuk mengikuti
perkembangan pengobatan hipertensi.
b. Kalium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
c. Kreatinin serum
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan kreatinin adalah kadar
kreatinin dalam darah meningkat sehingga berdampak pada
fungsi ginjal.
d. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
e. Elektrokardiogram
Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat
dideteksi dengan pemeriksaan ini, menggambarkan apakah
hipertensi telah lama berlangsung (Dewi, 2013).
8. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2009), tujuan penatalaksanaan medis pada pasien
dengan hipertensi adalah mencegah terjadinya mordibitas dan
19
mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan
oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas
hidup sehubungan dengan terapi.
a. Modifikasi gaya hidup
Beberapa menunjukkan pendekatan nonfarmakologis yang dapat
mengurangi hipertensi adalah sebagai berikut :
1) Teknik-teknik mengurangi stress
2) Penurunan berat badan
3) Pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau
4) Olahraga atau latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas
tinggi)
5) Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan
pada setiap terapi anti hipertensi
b. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis menurut Muttaqin (2009), yaitu:
Obat-obatan anti hipertensi dapat dipakai sebagai alat obat
tunggal atau dicampur dengan obat lain, obat-obatan ini
diklasifkasikan menjadi 3 kategori:
1) Diuretik
Hidroklorotiazid adalah diuretic yang paling sering diresepkan
untuk mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid dapat
diberikan sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau
20
pasien baru. Banyak obat anthihipertensi dapat menyebabkan
retensi cairan, karena itu sering kali diuretic diberi bersama
antihipertensi.
2) Menekan simpatik (simpatolitik)
3) Vasodilator arteriol yang bekerja langsung
Obat III yang bekerja langsung dengan merelaksasikan otot-
otot polos pembuluh darah, terutama arteri, sehingga
menyebabkan vasodilatasi.
9. Pemeriksaan penunjang
Menurut Dewi (2011), pemeriksaan penunjang pada hipertensi yaitu:
1. EKG (Elektro kardio graf atau rekam jantung)
2. Pemeriksaa darah kimia (kreatinin atau BUN)
3. Radio grafi dada
B. Konsep asuhan keperawatan hipertensi
Asuhan keperawatan adalah kegiatan professional perawat
dinamis, membutuhkan kreatifitas dan berlaku rentan kehidupan dan
keadaan. Adapun tahap dalam melakukan keperawatan, rencana,
implementasi, evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan
sehingga tahap yang saling menentukan bagi tahap berikutnya (Rohma
dan Walid, 2012). Pada pemeriksaan riwayat kesehatan pasien,
21
biasanya didapat adanya riwayat peningkatan tekanan darah, adanya
riwayat keluarga dan penyakit yang sama, dan riwayat meminum obat
anti hipertensi.
2. Dasar-dasar pengkajian
a. Aktifitas atau istirahat
1) Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
2) Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
a. Sirkulasi
1) Gejala: riwayat hipertensi, ateriosklerosis, penyakit jantung
koroner, dan penyakit serebrovaskuler.
2) Tanda: kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dari
kenaikan tekanan darah) diperlukan untuk menegakkan
diagnosis. Hipotensi postural mungkin berhubungan dengan
regimen obat.
3) Nadi: denyut jelas dari karotis, jugularis, radial, perbedaan
denyutan radialis atau brakialis: denyut (popliteal, radial,
posterior, dan pedialis) tidak teraba atau lemah.
4) Frekuensi atau irama: tachikardi, berbagai distritmia.
5) Bunyi jantung: terdengar S2 pada dasar S3 (CHF dini), dan
S4 (pengerasan ventrikel kiri atau hipertropi ventrikel kiri).
6) Murmur stenosis valvular
22
7) Desiran vaskuler terdengar diatas karotis, vemoralis, atau
epigastrium (strenosis arteri).
8) DJV (distensi jugularis dan kongesti vena).
9) Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin
(vasokontriksi periver), pengisian atau tertunda
(vasokontriksi).
10) Kulit pucat, sianosis, dan diaphoresis (kongesti,
hipoksemia). Bisa juga kulit berwarna kemerahan
(feokromositoma).
b. Integritas ego
1) Gejala: riwayat kepribadian, depresi, euphoria, atau
marakronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral).
Selain itu, juga ada faktor-faktor multiple seperti hubungan,
keuangan, atau hal-hal yang berhubungan seperti keuangan,
atau hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.
2) Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu
perhatian, tangisan yang meledak, gerak tegang (khususnya
sekitar mata), gerak fisik cepat, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
c. Eliminasi
Gejala: adanya gangguan ginjal saat ini atau yang telah lalu
seperti infeksi atau obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa
lalu.
23
d. Makanan atau cairan
1) Gejala:
a) Makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan tinggi kolesterol (seperti makanan
yang digoreng, keju, telur), gula-gula yang berwarna
hitam dan kandungan tinggi kalori.
b) Mual muntah
c) Perubahan berat badan
d) Riwayat penggunaan obat diuretic
2) Tanda:
a) BB normal atau obesitas (meningkat atau menurun)
b) Adanya edema (mungkin umum atau edema tertentu
e. Neurosensori
Gejala: keluhan pusing atau pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara
spontan setelah beberapa jam).
f. Hipertensi
1) Gejala
a) Episode kebas atau kelemahan pada satu sisi
b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
c) Episode epistakksis
24
2) Tanda
a) Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola atau
isi bicara, afek, proses pikir, atau memori.
b) Respon motorik: penggunaan kekuatan gangguan tangan
atau reflek tendon dalam. Perubahan-perubahan retina optik
(dari penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan
sklerotik dengan edema, eksudat, dan hemoragik tergantung
pada berat atau lamanya hipertensi.
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen.
h. Pernafasan
Gejala: dipsnea yang berkaitan dengan aktifitas, takipnea,
ortopnea, dipsnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau dengan
sputum, riwayat merokok.
Tanda: disstres respirasi atau penggunaan otot aksesoris
pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis.
i. Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda: episode parastasia unilateral, hipotensi postural
25
j. Pembelajaran atau penyuluhan
Gejala: faktor resiko keluarga; hipertensi, ateriosklerosis,
penyakit jantung, DM, penyakit ginjal. Faktor resiko etnik,
penggunaan pil KB atau hormon.
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang
menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi aktual atau potensial) dari individu atau kelompok teman
perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk
mencegah perubahan (Rohma dan Walid, 2012).
1) Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan agen cidera biologis
(adanya peningktan tekanan vaskuler serebral).
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umun.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang privasi.
4) Kurang pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan agen cidera
biologis (adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral).
Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang.
26
Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunaan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
managemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas frekuensi dan tanda
nyeri).
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komphrehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
d. Ajarkan teknik nonfarmakologi.
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Diagnosa 2 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
umum
Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas.
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi peningkatan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
b. Mampu melakukan ADL secara mandiri.
c. TTV dalam batas normal.
d. Mampu berpindah tempat tanpa dengan atau bantuan alat.
27
e. Sirkulasi status baik.
Intervensi :
a. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu
dilakukan.
b. Berikan dorongan untuk aktifitas atau perawatan diri bertahap jika
dapat di toleransi.
c. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan.
d. Kaji respon pasien terhadap aktifitas.
e. Monitor adanya pusing.
f. Observasi TTV tiap 2 jam.
Diagnosa 3 Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang prifasi
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur.
Kriteria Hasil :
a. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6-8 per jam.
b. Dapat istirahat dengan cukup.
c. TTV dalam batas normal.
Intervensi:
a. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
b. Berikan kesempatan klien untuk istirahat dan tidur.
c. Evaluasi tingkat stress.
d. Monitor keluhan nyeri.
e. Lengkapi jadwal tidur secara teratur.
f. Kolaborasi dengan obat sesuai indikasi.
28
Diagnosa 4 Kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
perawatan diri.
Tujuan: Pasien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi.
Kriteria Hasil :
a. Pasien memahami proses penyakit dan penatalaksanaan.
b. Mampu mengidentifikasi efek samping obat komplikasi.
c. Mampu mempertahankan tekanan darah dalam rentang normal.
Intervensi:
a. Kaji kesehatan pasien dan keluarga untuk mempelajari lebih dalam
tentang gangguan yang dialami.
b. Diskusikan definisi batasan tekanan darah normal, jelaskan apa itu
hipertensi dan efek terhadap jantung, pembuluh darah, serta otak.
c. Hindari mengatakan tekanan darah normal.
(Ardiansyah, 2012).
.
C. Tekanan darah
Tekanan darah adalah sebuah tekanan yang dialami darah pada
pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota
tubuh. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya
diukur seperti berikut: 120/80 mmHg. Nomor atas (120) menunjukkan
tekanan ke pembuluh darah arteri akibat denyutan jantung, dan disebut
tekanan sistolik. Nomor bawah (80) menunjukkan tekanan saat jantung
29
beristirahat diantara pemompaan jantung, dan disebut juga tekanan
diastolik. Kesalahan yang terjadi selama ini adalah hanya menyebutkan
tekanan darah sistolik saja, misalnya tekanan darah 120 mmHg, tanpa
menyebut tekanan diastoliknya. Padahal baik sistolik maupun diastolik
mempunyai kepentingan yang sama dalam diagnosa hipertensi (Wadda’a.
2015).
Tekanan darah adalah tekanan didalam pembuluh darah ketika
jantung memompa keseluruh tubuh. Umumnya semakin rendah tekanan
darah, semakin sehat anda untuk jangka panjang (kecuali dalam kondisi
tertentu ketika tekanan darah sangat rendah merupakan bagian suatu
penyakit).
Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan oleh darah
terhadap dinding pembuluh darah akibat kontraksi jantung dan
dipengaruhi oleh elastisitas dinding pembuluh. Secara klinis, pengukuran
tekanan dalam arteri adalah pada saat sistol ventrikel dan diastol ventrikel
(Tortora & Derrickson, 2009).
Pengukuran tekanan darah pada seseorang tidak dapat diukur
dengan adekuat melalui satu kali pengukuran saja. Tekanan darah berubah
dengan cepat bahkan pada kondisi kesehatan yang optimal. Perubahan
tekanan darah bisa terjadi pada seseorang, hal ini dipengaruhi oleh usia,
stress, etnik, jenis kelamin, variasi harian, obat-obatan, merokok, aktivitas
dan berat badan. Kemungkinan seseorang mengalami hipertensi akan
semakin tinggi saat usia semakin bertambah (Perry & Potter, 2010).
30
D. Terapi bekam dan pijat refleksi
1. Terapi bekam
a. Pengertian
Bekam merupakan pengobatan yang sudah ada sejak 2000
tahun sebelum Masehi. Sebagai pengobatan yang lama, bekam
sudah dikenal luas di masyarakat dengan segala versinya, seperti
cupping therapy, kop, blood letting therapy, al-hijamah, canthuk,
dan lain-lain. Tidak hanya di Indonesia, pengobatan bekam juga
menyebar rata di semua benua.
Bekam yang sudah dipakai oleh masyarakat sejak ribuan
tahun lalu sering dipakai untuk menangani hipertensi. Secara
khusus, pembekaman pada titik yang dapat menurunkan tekanan
darah dengan segera. Mekanisme penyembuhan bekam pada
hipertensi didasarkan atas teori aktivasi organ, dimana bekam akan
mengaktivasi organ yang mengatur aliran darah seperti hati, ginjal
dan jantung agar organ-organ ini tetap aktif dalam mengatur
peredaran darah dan tekanan darah tetap terjaga. Selain itu bekam
juga berusaha menyeimbangkan secara alamiah bila ada tekanan
darah yang meningkat. Umumnya tubuh mampu menurunkan
tekanan darah secara alami, namum bila tekanan darahnya sangat
tinggi, bisa mekanisme alami proses penurunan darah tidak mampu
dilakukan secara alami, sehingga perlu dibantu tindakan bekam.
31
b. Jenis bekam menurut Waada’a (2015), yaitu:
1) Bekam kering atau bekam angin (hijamah jaaffah), yaitu
menghisap permukaan kulit dan memijat tempat sekitarnya
tanpa mengeluarkan darah kotor. Bekam kering baik bagi
orang-orang yang tidak tahan suntikan jarum dan takut melihat
darah. Kulit yang dibekam akan tampak merah kehitam-
hitaman selama 3 hari atau kelihatan memar selama 1 atau 2
pekan. Bekam kering bermanfaat untuk terapi penyakit paru-
paru, radang ginjal, pembengkakan liver atau radang selaput
jantung, radang urat syaraf, radang sumsum tulang belakang,
nyeri punggung, rematik, masuk angin, wasir dan lain-lain.
Terdapat dua teknik bekam kering yang dapat dipraktikkan
untuk tempat tertentu yaitu bekam luncur dan bekam tarik.
2) Bekam luncur, caranya dengan mengkop pada bagian tubuh
tertentu dan meluncurkan kearah bagian tubuh yang lain.
Teknik bekam ini bisa digunakan untuk pemanasan pasien,
berfungsi untuk melancarkan peredaran darah, pelemasan otot,
dan menyehatkan kulit.
3) Bekam tarik, dilakukan seperti ditarik-tarik. Dibekam hanya
beberapa detik kemudian ditarik dan ditempelkan lagi hingga
kulit yang dibekam menjadi merah.
4) Bekam basah (hijamah rothbah), yaitu pertama kita melakukan
bekam kering, kemudian kita melukai permukaan kulit dengan
32
jarum tajam atau sayatan pisau steril (surgical blade), lalu
disekitarnya dihisap dengan alat cupping set dan hand pum
untuk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh. Lamanya
setiap hisapan 3 sampai 5 menit, dan maksimal 9 menit, lalu
dibuang darah kotornya. Penghisapan tidak lebih dari 7 kali
hisapan. Darah kotor berupa darah merah pekat dan berbuih.
Bekam basah berkhasiat untuk berbagai penyakit, terutama
penyakit yang terkait dengan gangguanya sistem peredaran
darah di tubuh, bekam kering dapat menyembuhkan penyakit-
penyakit yang ringan, maka bekam basah dapat
menyembuhkan penyakit-penyakit yang lebih berat, akut,
kronis ataupun yang degenerative, seperti darah tinggi, kanker,
asam urat, diabetes mellitus (kencing manis), kolesterol, dan
osteoporosis
c. Manfaat bekam menurut Fatahillah (2006), yaitu:
1) Bekam kering bermanfaat bagi tubuh yaitu meringankan rasa
sakit dan mengurangi penumpukan darah, penyakit paru-paru
yang kronis, mengobati nephritis, mengatasi radang pada organ
bagian dalam (selaput, jantung, urat syaraf atau daerah
punggung bawah yang mulai sejajar dari pusar ke bawah dan
di sela tulang-tulang dada), menahan derasnya haid dan
hidung mimisan, mengatasi masuk angin, pemindahan darah
dari pembuluh darah pasien dan menginjeksikannya ke otot
33
paha, serta khusus bagi anak-anak atau siapa saja yang urat
mereka sulit ditemukan.
2) Bekam luncur bermanfaat untuk membuang angin,
melemaskan otot, dan melancarkan peredaran darah.
3) Bekam basah:
Membersihan darah dan meningkatkan aktifitas syaraf tulang
belakang, memperbaiki permeabilitas pembulih darah,
menghilangkan kejang-kejang, menghilangkan memar pada
otot, asma, pneumonia, dan angina pectoris, penyakit mata dan
rabun, gangguan rahim dan berhentinya menstruasi bagi
wanita, rematik, sciatica (pegal di pinggang), encok, gangguan
tekanan darah arteriosclerosis (pengapuran pembuluh darah),
sakit bahu, dada, dan punggung, malas, lesu, dan banyak tidur,
luka (bisul, jerawat, gatal-gatal pada kulit, dan luka bernanah),
radang selaput jantung dan ginjal.
d. Indikasi bekam
Indikasi bekam menurut Wadda’A (2015), yaitu: kanker, kencing
manis (diabetes mellitus), penyakit liver, reumatik, asam urat
tinggi (hiperurisemia), kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia),
tekanan darah tinggi (hipertensi).
e. Kontrak indikasi bekam
Kontrak indikasi bekam menurut Wadda’A (2015), yaitu:
mengantuk berlebihan, bekas memar di kulit, tubuh sangat lelah,
34
nyeri otot, sulit tidur, keringat dingin malam hari, resiko penyakit
menular, ingin makan banyak, emosi tidak stabil, tidak nafsu
makan, demam, sering buang air kecil, bau badan tidak sedap,
perubahan warna kulit, anemia, sakit kepala.
2. Pijat refleksi
a. Pengertian
Pijat refleksi merupakan terapi yang akan memberikan
rangsangan yang mampu memperlancar aliran darah (Hayuaji,
2011). Pijat refleksi merupakan terapi pijat yang dilakukan pada
titik-titik tertentu pada bagian tubuh (telapak kaki), bisa
menggunakan alat-alat khusus. Pijat ini harus dilakukan oleh
praktisi yang sangat mengerti syaraf (Ruhito, 2009).
b. Manfaat pijat refleksi
Menurut Gangsar (2011), pijat refleksi berfungsi: merangsang
fungsi saraf, meningkatkan energi, meningkatkan sirkulasi darah,
merelaksasi, menghilangkan racun, merangsang sistem saraf pusat,
mencegah migrain, membersihkan kondisi saluran kemih,
mempercepat pemulihan setelah cidera atau pembedahan,
membantu meringankan gangguan tidur, mengurangi depresi, dan
mengurangi rasa sakit. Selain itu juga dapat membantu
meringankan pengobatan berbagai penyakit kanker, dan bahkan
membantu untuk menenangkan rasa sakit kehamilan, bahkan
setelah bayi lahir.
35
c. Kontrak indikasi pijat refleksi
Kontrak indikasi pijat refleksi Gangsar (2011), yaitu: temperatur,
tinggi atau demam, infeksi penyakit kulit, bekas luka atau operasi
baru, kanker, refleksi dan relaksas otot.
Titik tekan untuk perawatan terapi tekanan darah tinggi:
G2 :lekuk sisi dalam telapak kaki, dibawah tulang perahu
dipijat keras
Lp6 :sisi dalam tulang kering 3 inci diatas mata kaki dalam
J7 :lekukan pergelangan tangan luar
Pr9 :lekukan pergelangan tangan dalam
UK17 :tepat dibelakang sudut rahang bawah setinggi sinus
karotis
Lb36 :3 inci di bawah tempurung lutut
Pemijatan tempat-tempat tersebut bertujuan untuk anti radang,
melebarkan pembuluh, menenangkan irama denyut jantung,
menguatkan pembuluh darah, menurunkan penciutan arteri, dan
memperlancar saraf sepanjang tulang belakang (Sunyoto, 2004).
36
PIJAT REFLEKSI
37
B. Kerangka teori
01a4
(Triyanto, 2014)
Faktor yang mempengaruhi
Hipertensi:
- Genetik
- Merokok
- Alkohol
- stres dan psikologis
- faktor lingkungan
- diet (peningkatan
penggunaan garam
dan berkurangnya
asupan kalium atau
kalsium).
Peningkatan
Tekanan darah
Pemberian terapi bekam
dan pijat refleksi kaki
Penurunan tekanan
darah
38
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek dari aplikasi riset ini adalah Tn atau Ny dengan diagnosa hipertensi.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti :
Tempat : Puskesmas Gajahan Surakarta
Waktu : pada tanggal 7-9 januari 2016
C. Media dan alat yang digunakan
1. Alat: tensimeter, set kop atau tabung penghisap, skapel, jarum, lancet
pen, sarung tangan, masker, mangkok atau cawan, tempat sampah, meja
dan kursi.
2. Bahan: kassa, kapas atau tissue, betadin, detol, sabun, zalf, alkohol,
minyak urut hangat (missal gandapura), minuman hangat.
39
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
1. Tindakan Bekam
a. Persiapan
1) Menyiapkan alat, sarana dan ruangan
Alat yang dipersiapkan: set kop atau tabung penghisap, skapel,
lancet pen, pisau bedah, sarung tangan, masker, mangkok atau
cawan, tempat sampah, meja dan kursi.
2) Bahan yang disiapkan: kassa, kapas atau tissue, betadine, detol,
sabun, alkohol, minyak urut hangat (misal gandapura),
minuman hangat, baik jika disediakan madu dan susu.
3) Mensterilkan alat agar bebas kuman dan tidak menyebarkan
penyakit, dengan cara: merebus tabung kop paling sedikit
selama 30 menit setelah air mendidih terus menerus (karet
dilepas dulu). Sarung tangan, karet dan duk kain disterilkan.
4) Jarum, pinset, hanya boleh sekali pakai saja. Selesai satu pasien,
langsung dibuang.
5) Ruangan harus bersih, terang dan cukup aliran udara dan tidak
pengap.
b. Menyiapkan pasien
1) Pasien dijelaskan tentang bekam, efek yang terjadi, proses
kesembuhan.
2) Pasien disiapkan mentalnya agar tidak gelisah dan takut,
bimbing berdoa.
40
3) Bagi pasien yang belum pernah dibekan cukup dibekam 1-2
gelas.
4) Pasien dipersiapkan makanan, minuman, kebersihan tubuh dan
kebersihan tempat yang akan dibekam.
c. Menyiapkan diri sendiri atau juru bekam
1) Juru bekam dalam keadaan sehat, tidak sakit.
2) Juru bekam telah menguasai ilmu bekam (professional).
3) Juru bekam sudah sering dibekam dan membekam.
Tindakan terapi bekam ini dilakukan tiga kali.
2. Pijat refleksi kaki
Titik tekan untuk perawatan terapi tekanan darah tinggi
G2 : lekuk sisi dalam telapak kaki, dibawah tulang perahu
dipijat keras
Lp6 : sisi dalam tilang kering 3 inci diatas mata kaki dalam
J7 : lekukan pergelangan tangan luar
Pr9 : lekukan pergelanagan tangan dalam
UK17 : tepat dibelakang sudut rahang bawah setinggi sinus
karotis
Lb36 : 3 inci dibawah tempurung lutut
Tindakan pijat refleksi ini dilakukan tiga kali
41
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset
Alat ukur observasi menggunakan hasil pemeriksaan tensi dilakukan
sebelum dan sesudah terapi bekam dan pijat refleksi.
42
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas klien
Tn. S berumur 66 tahun, beragama islam, berjenis kelamin laki-laki
dengan pekerjaan buruh, alamat Joyosuran Solo, tingkat pendidikan tamat
SD, klien kontrol ke Pustu Joyosuran Solo pada tanggal 6 Januari 2016
dengan diagnosa hipertensi, yang bertanggung jawab atas klien adalah
istrinya bernama Ny. S, umur 58 tahun, pekerjaan buruh, pendidikan SD,
dan alamat sama dengan klien yaitu Joyosuran Solo.
B. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan klien
Klien kontrol ke Pustu Joyosuran Solo pada tanggal 6 Januari
2016 dan pengkajian pada tanggal 6 Januari 2016 pukul 13.00 WIB,
hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. S dengan metode
alloanamnesa dan autoanamnesa keluhan utama yang dirasakan klien
adalah pusing. Riwayat pengkajian saat ini pasien mengatakan sejak
tanggal 3 Januari 2016 merasakan pusing, kemudian pasien datang
kepuskesmas pembantu Joyosuran untuk kontrol tekanan darah dan
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 190/100
mmHg, nadi 85 kali per menit, RR 20 kali per menit, suhu 36,5o C.
Lama keluhan 3 hari, timbul keluhan kepala pusing. Riwayat penyakit
43
dahulu klien mengatakan bahwa belum pernah dirawat di rumah sakit.
Klien juga tidak pernah mengalami kecelakaan dan belum pernah
dioperasi. Klien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan dan
obat-obatan tertentu. Riwayat kesehatan keluarga klien mengatakan
dalam keluarganya ada yang menderita hipertensi dan stroke, klien
juga mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai atau
menderita penyakit keturunan, seperti hepatitis dan TBC. Riwayat
kesehatan lingkungan klien mengatakan lingkungan tempat tinggal
dan lingkungan rumahnya selalu dibersihkan dan jauh dari polusi
udara.
Genogram
Keterangan : : Meninggal
: Perempuan
: Laki-laki
: riwayat keturunan yang sama
: Pasien
44
: Garis pernikahan
: garis keturunan
: tinggal serumah
2. Pola pengkajian pola kesehatan fungsional
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan klien mengatakan
bahwa kesehatan sangat penting bagi dirinya dan keluarga, apabila
kesehatan menurun tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari secara
maksimal. Pola nutrisi dan metabolism pola makan sebelum sakit
frekuensi 3 kali sehari, jenis nasi, sayur, lauk, porsinya sekali makan
habis, tidak ada keluhan.Selama sakit frekuensi makan sebanyak 3
kali sehari, jenis nasi, sayur, lauk, buah, porsi sekali makan habis,
tidak ada keluhan. Pola minum sebelum sakit frekuensi 7 sampai 8
kali sehari, jenis air putih dan teh, porsi satu gelas, tidak ada keluhan.
Selama sakit frekuensi 6 sampai 7 sehari, jenis air putih dan the, porsi
satu gelas, tidak ada keluhan.
Pola eliminasi BAK sebelum sakit frekuensi sebanyak 5
sampai 6 kali sehari, jumlah urin kurang lebih 250 cc sekali BAK,
warnanya kuning jernih, dan tidak mempunyai keluhan. Selama sakit
frekuensi BAK sebanyak 5 sampai 6 kali sehari, jumlah urin kurang
lebih 250 cc sekali BAK, warnanya kuning jernih, dan tidak ada
keluhan. BAB sebelum sakit frekuensi sebanyak 1 kali sehari,
konsistensi lunak berbentuk, dan berbau khas, tidak ada keluhan.
45
Selama sakit BAB sebanyak 1 kali sehari, konsistensi lunak
berbentuk, dan berbau khas, tidak ada keluhan.
Pola aktifitas dan latihan sebelum sakit kemampuan perawatan
diri seperti makan atau minum, toileting, berpakaian, mobilitas
ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM selalu dilakukan
sendiri tanpa bantuan dari keluarga. Selama sakit kemampuan
perawatan diri seperti makan atau minum, toileting, berpakaian,
mobilisasi ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM selalu
dilakukan sendiri tanpa bantuan dari keluarga.
Pola istirahat tidur sebelum sakit jumlah jam tidur siang
kurang lebih 2 jam, jumlah jam tidur malam kurang lebih 6 sampai 7
jam per hari, tidak ada keluhan. Selama sakit jam tidur siang kurang
lebih 1 jam, jumlah jam tidur malam kurang lebih 5 jam per hari,
mengeluh saat bangun masih merasa ngantuk dan lemas.
Pola kognitif perseptual sebelum sakit, keluarga klien
mengatakan klien mulai berkurang pendengarannya, indra penciuman
dan perasa masih baik. Selama sakit, klien mengatakan pusing, P:
nyeri kepala saat duduk, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri terasa
dikepala, S: skala nyeri 5, T: nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit.
Pola persepsi dan konsep diri, citra tubuh klien mengatakan
senang dengan keadaannya dan tetap bersyukur, ideal diri klien
berharap cepat sembuh dan tekanan darah menurun, peran diri klien
mengatakan seorang kepala keluarga yang mempunyai istri dan 1
46
orang anak laki-laki dan 2 anak perempuan, identitas diri klien
mengatakan seorang kepala keluarga dan bapak dari 3 orang anak,
harga diri keluarga pasien mengatakan menerima keadaan yang
sekarang ini.
Pola hubungan peran klien mempunyai hubungan baik dengan
keluarga dan warga sekitar. Pola seksualitas reproduksi klien
mengatakan menjadi seorang suami dan mempunyai satu anak laki-
laki dan 2 orang anak perempuan. Pola mekanisme koping klien
mengatakan jika ada masalah selalu bermusyawarah dengan
keluarganya. Pola keyakinan sebelum sakit, klien mengatakan
beragama islam dan beribadah. Selama sakit, klien mengatakan sholad
dan berdoa semoga selalu diberi kesehatan.
3. Hasil pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis,
tekanan darah 190/100 mmHg, frekuensi nadi 85 kali per menit,
frekuensi pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,50 C.
Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, tidak ada
ketombe, rambut berwarna putih, bersih. Mata palpebra ada kantung
mata, konjungtiva anemis, pupil isokor, diameter kanan dan kiri
simertis, reflek terhadap cahaya positif, penggunaan alat bantu
penglihatan tidak menggunakan. Hidung bersih, tidak ada polip, tidak
ada sekret, mulut simetris, bibir kering, tidak ada stomatitis. Gigi
bersih, tidak ada karies gigi. Telinga simetris, tidak ada serumen dan
47
bersih. Leher tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid, nadi karotis teraba.
Pemeriksaan paru didapatkan inspeksi bentuk dada simetris,
tidak ada jejas, palpasi vocal premitus kanan dan kiri sama, perkusi
suara paru sonor, auskultasi vasikuler pada seluruh lapang paru.
Pemeriksaan dada jantung inspeksi bentuk simetris, tidak terlihat
ictuscordis, palpasi ictuscordis teraba di ICS 4 midclavicula, auskultasi
lup dup (vaskuler). Pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas,
umbilikus tidak menonjol, auskultasi bising usus 15 kali per menit,
perkusi kuadran I pekak, II, III, IV tympani. Pemeriksaan genetalia
bersih, tidak terpasang kateter. Pemeriksaan rectum tidak ada
hemoroid.
Pemeriksaan ekstremitas atas, kekuatan otot kanan dan kiri 5
per 5, ROM kanan dan kiri normal, capylari refile kurang dari 3 detik,
perubahan bentuk tulang tidak ada perabaan akral hangat. Ekstremitas
bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5 per 5, ROM kanan dan kiri
normal, capylari refile kurang dari 3 detik, perubahan bentuk tulang
tidak ada, perabaan akral hangat. Terapi yang didapatkan klien adalah
minum obat amlodipine 5 mg 1x1 tablet, vitamin B12 5 mg 1x1 tablet.
C. Daftar perumusan masalah
Hasil pengkajian pada tanggal 6 Januari 2016 didapatkan hasil
analisa data diagnosa pertama didapat nyeri akut berhubungan dengan
48
agen cidera biologis. Data subyektif klien mengatakan pusing bila saat
duduk (P), nyeri seperti ditusuk-tusuk (Q), nyeri terasa dikepala (R), skala
nyeri 5 (S), nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit. Data obyektif pasien
tampak pucat, dan meringis kesakitan. Tekanan darah 190/100 mmHg,
frekuensi nadi 85 kali per menit, frekuensi pernafasan 20 kali per menit,
suhu 36,5o C.
Diagnosa kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler selebral. Data subyektif klien mengatakan
sulit tidur saat malam hari, tidur kurang lebih 5 jam. Data obyektif pasien
tampak menguap, mata cekung. Tekanan darah 190/100 mmHg, frekuensi
nadi 85 kali per menit, frekuensi pernafasan 20 kali per menit.
Diagnosa ketiga resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan hipertensi. Data subyektif klien mengatakan pusing.
Data obyektif tekanan darah 190/100 mmHg, frekuensi nadi 85 kali per
menit, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,50 C.
D. Perencanaan
Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri akut teratasi dengan
kriteria hasil nyeri berkurang dari skala 5 menjadi 2, tanda-tanda vital
dalam rentang normal tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 60
sampai 100 kali per menit, frekuensi pernafasan 16 sampai 24 kali per
49
menit, suhu 36,50 C sampai 37
0 C. Intervensi lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif (P, Q, R, S, T) rasional untuk mengetahui skala nyeri
klien, pantau tanda-tanda vital rasional untuk mengetahui tanda-tanda vital
klien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam rasional untuk mengurangi
nyeri pada klien, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu dan kebisingan rasional agar klien merasa nyaman.
Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa gangguan pola tidur
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan
pola tidur klien teratasi dengan kriteria hasil klien tidak menguap lagi,
tidur malam bisa kurang lebih 7 jam, mata tidak cekung. Intervensi
ciptakan lingkungan yang nyaman rasional agar klien dapat tidur dengan
nyaman, monitor pola tidur pasien rasional agar klien dapat menjaga pola
tidur, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat rasional untuk memenuhi
kecukupan pola tiidur klien, pantau tanda-tanda vital untuk mengetahui
keadaan umum klien.
Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi
setelah dilakukan tindaka keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
hipertensi klien dapat teratasi dengan kriteria hasil klien tidak pusing lagi,
tanda-tanda vital dalam rentang normal tekanan darah 120/80 sampai
130/90 mmHg, frekuensi nadi 60 sampai 100 kali per menit, frekuensi
pernafasan 16 sampai 24 kali per menit, suhu 36,50 C - 37
0 C. Intervensi
50
pantau tanda-tanda vital rasional untuk mengetahui keadaan umum pasien,
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam rasional untuk mengurangi pusing
dikepala, berikan terapi bekam dan pijat refleksi kaki rasional untuk
menurunkan tekanan darah klien.
E. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada klien pada
tanggal 7 Januari 2016 pukul 13.00 WIB untuk diagnosa pertama dan
ketiga memantau tanda-tanda vital klien didapatkan respon subyektif klien
mengatakan bersedia dipantau tanda-tanda vitalnya dan respon
obyektifnya tekanan darah 200/100 mmHg, frekuensi nadi 85 kali per
menit, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,50 C. Pukul 13.30
WIB diagnosa pertama melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
(P,Q,R,S,T), didapatkan respon subyektif klien mengatakan pusing, nyeri
saat duduk, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terasa dikepala, skala nyeri
5, nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit, respon obyektif klien tampak
meringis kesakitan. Pukul 13.45 WIB diagnosa kedua memonitor pola
tidur klien dengan respon subyektif klien mengatakan tidur malamnya
sulit, respon obyektif klien tampak lelah. Pukul 14.00 WIB diagnosa
pertama mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon
subyektif klien mengatakan bersedia diajari relaksasi nafas dalam dan
respon obyektif klien tampak mengikuti. Pukul 18.00 WIB untuk diagnosa
ketiga memberikan terapi bekam dan pijat refleksi kaki dengan respon
51
subyektif klien mengatakan bersedia mendapat terapi bekam dan pijat
refleksi kaki dan respon obyektif klien tampak nyaman. Pukul 19.00 WIB
untuk diagnosa pertama dan ketiga memantau tanda-tanda vital dengan
respon subyektif klien mengatakan bersedia ditensi dan respon obyektif
tekanan darah 190/90 mmHg. Pukul 19.15 WIB untuk diagnosa pertama
mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu dan
kebisingan dengan respon subyektif klien mengatakan saat malam hari
kadang cuaca panas dan respon obyektif klien tampak nyaman.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada klien pada
tanggal 8 Januari 2016 pukul 12.30 WIB untuk diagnosa pertama dan
ketiga mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif
klien mengatakan nyaman dengan relaksasi dan respon obyektif klien
tampak nyaman dan rileks. Pukul 12.40 WIB untuk diagnosa kedua
menciptakan lingkungan yang nyaman dengan respon subyektif klien akan
menciptakan lingkungan yang tenang dan respon obyektif klien tampak
nyaman. Pukul 13.00 WIB untuk diagnosa pertama melakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T) dengan respon subyektif klien
mengatakan pusing mulai berkurang, P: nyeri saat duduk, Q: nyeri seperti
ditusuk-tusuk, R: nyeri dikepala, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul
kurang lebih 5 menit dan respon obyektif klien tampak meringis kesakitan.
Pukul 15.30 WIB untuk diagnosa pertama dan ketiga memantau tanda-
tanda vital dengan respon subyektif klien mengatakan bersedia dicek
tanda-tanda vitalnya dan respon obyektif tekanan darah 190/90 mmHg,
52
frekuensi nadi 2 kali per menit, frekuensi pernafasan 19 kali per menit,
suhu 370 C. Pukul 16.00 WIB untuk diagnosa ketiga memberikan terapi
bekam dan pijat refleksi kaki dengan respon subyektif klien mengatakan
bersedia mendapat terapi dan respon obyektif klien tampak nyaman. Pukul
16.45 WIB untuk diagnosa pertama dan ketiga memantau tanda-tanda vital
dengan respon subyektif klien mengatakan bersedia ditensi dan respon
obyektif tekanan darah 180/90 mmHg.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada klien pada
tanggal 9 Januari 2016 pukul 10.00 WIB untuk diagnosa pertama
melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T) dengan
respon subyektif klien mengatakan sudah tidak pusing, P: saat duduk
sudah tidak pusing, Q: sudah tidak nyeri, S: skala nyeri menjadi 2, dan
respon obyektif klien tampak nyaman. Pukul 10.30 WIB untuk diagnosa
kedua menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat dengan respon subyektif
klien mengatakan sudah bisa tidur saat malam tidur kurang lebih 7 jam dan
respon obyektif klien tampak nyaman, mata tidak cekung. Pukul 16.00
WIB untuk diagnosa pertama dan ketiga memantau tanda-tanda vital
dengan respon subyektif klien mengatakan bersedia ditensi dan respon
obyektif tekanan darah 170/80 mmHg, frekuensi nadi 80 kali per menit,
frekuensi pernafasan 19 kali permenit, suhu 370 C. Pukul 16.30 WIB untuk
diagnosa ketiga memberikan terapi bekam dan pijat refleksi kaki dengan
respon subyektif klien mengatakan bersedia diterapi bekam dan pijat
refleksi dan respon obyektif klien tampak nyaman. Pukul 17.00 WIB
53
untuk diagnosa pertama dan ketiga memantau tanda-tanda vital dengan
respon subyektif klien mengatakan bersedia ditensi dan respon obyektif
tekanan darah 150/80 mmHg.
F. Evaluasi
Hasil evaluasi pada tanggal 7 Januari 2016, pukul 19.00 WIB untuk
diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
diperoleh data subyektif klien mengatakan pusing, P: nyeri saat duduk, Q:
nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri dikepala, S: skala nyeri 5, T: nyeri
hilang timbul kurang lebih 5 menit, data obyektif klien tampak pucat dan
meringis kesakitan,tekanan darah 190/90 mmHg, assessment masalah
belum teratasi skala nyeri 5, planning lanjutkan intervensi pantau tanda-
tanda vital, lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T),
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
Hasil evaluasi pada tanggal 7 Januari 2016, pukul 19.00 WIB untuk
diagnosa kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler selebral diperoleh data subyektif klien mengatakan susah
tidur saat malam dan tidur kurang lebih 5 jam, data obyektif klien tampak
menguap dan mata cekung, assessmen masalah belum teratasi mata
cekung dan tidur kurang lebih 5 jam, planning lanjutkan intervensi
ciptakan lingkungan yang nyaman, monitor pola tidur pasien, jelaskan
pentingnya tidur yang adekuat, pantau tanda-tanda vital.
54
Hasil evaluasi pada tanggal 7 Januari 2016, pukul 19.00 WIB untuk
diagnosa ketiga resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan hipertensi diperoleh data subyektif klien mengatakan
pusing, data obyektif sebelum dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi
kaki tekanan darah 200/90 mmHg, setelah dilakukan tindakan terapi
bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah 190/90 mmHg, assessment
masalah belum teratasi tekanan darah 190/90 mmHg, planning lanjutkan
intervensi pantau tanda-tanda vital, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam,
beri terapi bekam dan pijat refleksi kaki.
Hasil evaluasi pada tanggal 8 Januari2016, pukul 16.45 WIB untuk
diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
diperoleh data subyektif klien mengatakan pusing mulai berkurang, P:
nyeri saat duduk, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri dikepala, S: skala
nyeri 4, T: nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit, data obyektif klien
tampak meringis kesakitan, tampak pucat, tekanan darah 180/90 mmHg,
assessment masalah belum teratasi skala nyeri 4, planning lanjutkan
intervensi pantau tanda-tanda vital, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam,
lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T).
Hasil evaluasi pada tanggal 8 Januari 2016, pukul 16.45 WIB
untuk diagnosa kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler selebral diperoleh data subyektif klien
mengatakan mulai bisa tidur, data obyektif mata cekung, klien masih
tampak menguap, assessment masalah belum teratasi mata cekung,
55
planning lanjutkan intervensi ciptakan lingkungan yang nyaman, monitor
pola tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
Hasil evaluasi pada tanggal 8 Januari 2016, pukul 16.45 WIB untuk
diagnosa ketiga resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan hipertensi diperoleh data subyektif klien mengatakan
pusing berkurang, data obyektif sebelum dilakukan tindakan bekam dan
pijat refleksi kaki tekanan darah 190/90 mmHg, sesudah dilakukan
tindakan bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah 180/90 mmHg,
maka dapat disimpulkan masalah belum teratasi tekanan darah 180/90
mmHg, assessment masalah belum teratasi tekanan darah 180/90 mmHg,
planning lanjutkan intervensi pantau tanda-tanda vital, berikan terapi
bekam dan pijat refleksi kaki.
Hasil evaluasi pada tanggal 9 Januari 2016, pukul 17.00 WIB untuk
diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
diperoleh data subyektif klien mengatakan sudah tidak pusing, P: saat
duduk sudah tidak pusing, Q: sudah tidak nyeri, S: skala nyeri 2, data
obyektif klien tampak rileks, dan tidak meringis kesakitan, tekanan darah
150/80 mmHg, assessment masalah teratasi klien tidak meringis kesakitan,
planning hentikan intervensi.
Hasil evaluasi pada tanggal 9 Januari 2016, pukul 17.00 WIB
untuk diagnosa kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler selebral diperoleh data subyektif klien
mengatakan sudah bisa tidur pada malam hari kurang lebih 7 jam, data
56
obyektif klien tampak segar, tidak menguap berlebihan, assessment
masalah teratasi tidur malam kurang lebih 7 jam, tidak menguap
berlebihan, mata tidak cekung, planning hentikan intervensi.
Hasil evaluasi pada tanggal 9 Januari 2016, pukul 17.00 WIB untuk
diagnosa ketiga resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral diperoleh
data subyektif klien mengatakan sudah tidak pusing, data obyektif sebelum
dilakukan tindakan bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah 170/80
mmHg, sesudah dilakukan tindakan bekam dan pijat refleksi kaki tekanan
darah 150/80 mmHg, assessment masalah teratasi tekanan darah 150/90
mmHg, planning hentikan intervensi.
57
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Tn.
S dengan hipertensi di Puskesmas Gajahan Solo. Pembahasan pada bab
ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara
teori dengan kasus. Asuhan Keperawatan memfokuskan pada pemenuhan
kebutuhan dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan sehingga tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya (Rohma dan Walid, 2012). Keluhan utama klien pusing
dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh tekanan darah
190/100 mmHg, frekuensi nadi 85 kali per menit, frekuensi
pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,5O C. Berdasarkan hal tersebut,
kondisi Tn. S mengalami tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg
yang sudah dianggap tinggi dan disebut hipertensi (Dewi R, 2013).
Hasil pemeriksaan darah 190/100 menurut teori Triyanto (2014)
termasuk hipertensi derajat II.
58
Pengkajian yang dilakukan penulis meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga dan 11 fungsi Gordon serta pemeriksaan
fisik head to toe (Potter dan Perry, 2005).
Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian
klien mengatakan kepala pusing. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan tekanan darah 190/100 mmHg, nadi 85 kali per menit,
pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,5O C.
Data tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan tekanan
darah di pembuluh arteri meningkat, peningkatan ini menimbulkan
masalah sehingga jantung dipaksa bekerja lebih keras dari biasanya
untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh. Akibatnya darah
meningkat melebihi batas normal. Hal ini yang menyebabkan adanya
pusing atau nyeri kepala pada pasien hipertensi (Medkes, 2013).
Pengkajian pola Gordon yang mendukung keluhan utama klien
pusing yaitu pola fungsi kognitif dan perseptual dengan melakukan
pengkajian nyeri menggunakan P, Q, R, S, T (provoking, Quality,
Regio, Scala, Time) klien mengatakan kepala pusing. P: nyeri kepala
saat duduk, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri terasa dikepala, S:
skala nyeri 5, T: nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit. Pola
istirahat tidur klien mengatakan tidur siang kurang lebih 1 jam dan
tidur malam kurang lebih 5 jam, keluhan saat bangun masih merasa
ngantuk dan lemas. Data tersebut telah sesuai dengan teori yang
59
menyebutkan bahwa pusing akan menyebabkan gangguan pola tidur
dan pusing semakin parah maka akan semakin parah juga tingkat
gangguan tidurnya (Albertie, 2006). Hasil pemeriksaan fisik paru,
jantung, dan abdomen tidak ada masalah.
Hasil pemeriksaan fisik diperoleh data pengukuran tekanan
darah 190/100 mmHg. Menurut Nugroho (2011), hipertensi
merupakan kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut
WHO tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari
90 mmHg untuk usia lebih dari 60 tahun. Tekanan darah meningkat
sebagai kompensasi kurangnya pasokan darah ditempat terjadinya
stroke dan biasanya tekanan darah turun dalam waktu 48 jam.
B. Perumusan masalah
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang
menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi aktual atau potensial) dari individu atau kelompok teman
perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk
mengurangi, atau mencegah perubahan (Rohma dan Walid, 2012).
Perumusan masalah keperawatan yang diambil oleh penulis adalah
60
a) Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis.
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual
atau potensial atau gambaran dalam hal kerusakan sedemikian
rupa (international for the study of pain), awitan yang tiba-tiba
atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya
kurang dari 6 bulan (Herdman, 2010).
Perumusan masalah keperawatan yang diambil oleh penulis
adalah nyeri akut dengan alasan mengacu pada data pengkajian
yang didapatkan pada Tn. S berdasarkan data subyektif klien
mengatakan pusing, P: nyeri saat duduk, Q: nyeri seperti ditusuk-
tusuk, R: nyeri terasa dikepala, S: skala nyeri 5, T: nyeri hilang
timbul kurang lebih 5 menit. Data obyektifnya ditemukan klien
tampak pucat, meringis kesakitan, tekanan darah 190/100 mmHg,
frekuensi nadi 85 kali per menit, frekuensi pernafasan 20 kali per
menit, suhu 36,5O C.
Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman sensori yang
tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan
(international Association For the Study of pain): yang tiba-tiba
atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat denga akhir yang
61
dapat diantisipasi atau dapat diramaikan dan durasinya kurang dari
6 bulan (Wilkinson, 2007).
Batasan karakteristik nyeri akut menurut Herdman, (2012)
yaitu perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung,
perubahan frekuensi pernafasan, perubahan selera makan perilaku
berjaga-jaga atau perilaku melindungi daerah yang nyeri, dilatasi
pupil, fokus pada diri sendiri, indikasi nyeri yang dapat diamati,
perubahan posisi untuk menghindari nyeri, gangguan tidur,
melaporkan nyeri secara verbal.
Berdasarkan data tersebut penulis memprioritaskan
diagnosa nyeri akut berdasarkan hirarki kebutuhan menurut
Maslow yaitu masuk dalam kebutuhan mencakup keamanan dan
keselamatan (fisik dan psikologis) yang merupakan paling dasar
kedua yang harus diprioritaskan (Potter dan Perry, 2005).
b) Masalah keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan
kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (Herdman, 2010).
Gangguan pola tidur mengakibatkan perubahan-perubahan pada
siklus tidur biologiknya, menurunkan daya tahan tubuh, serta
menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang
konsentrasi, kelelahan (Japardi, 2002).
62
Penulis mencantumkan masalah gangguan pola tidur
dengan alasan mengacu pada data subyektif klien mengatakan sulit
tidur saat malam hari, tidur kurang lebih 5 jam. Data obyektif
klien tampak menguap berlebihan, mata cekung, tekanan darah
190/100 mmHg, nadi 85 kali permenit, pernafasan 20 kali
permenit.
Batasan karakteristik gangguan pola tidur menurut
(Herdman, 2012) yaitu perubahan pola tidur abnormal, keluhan
verbal merasa sulit tidur saat malam hari, tidur kuramg lebih 5
jam, ketidakpuasan tidur. Nilai normal tidur malam yaitu 7 sampai
8 jam.
Berdasarkan data tersebut penulis menyimpulkan bahwa
diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik
yang sesuai dengan buku Herdman (2012).
c) Masalah keperawatan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hipertensi
Penulis mencantumkan masalah resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral dengan alasan mengacu pada data
subyektif klien mengatakan pusing. Data obyektifnya tekanan
darah 190/100 mmHg, frekuensi nadi 85 kali per menit, frekuensi
pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,5O C. Pusing adalah keadaan
dimana seseorang merasa seperti mau pingsan namun satu hal
terpenting adalah tidak adanya sensasi berputar. Pusing kepala
63
biasanya disebabkan stress, kadar gula darah yang rendah, tekanan
darah naik atau turun, penurunan aliran darah ke otak atau yang
dikenal sebagai insufisiensi vertebrobasiler dan pendarahan
(Lindsa, 2004).
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah
penurunan sirkulasi jaringan otak dengan batasan karakteristik
resiko ketikefektifan perfusi jaringan selebral yaitu, pusing,
perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon
motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan
ekstremitas dan ketidak normalan dalam berbicara (Herdman,
2012).
Berdasarkan data tersebut penulis menyimpulkan bahwa
diagnosa yang diangkat sesuai dengan batasan karakteristik yang
sesuai buku Herdman (2012).
C. Intervensi keperawatan
Intervensi atau perencanaan adalah pengembangan strategi
desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-
masalah yang telah di identifikasi dalam diagnosis keperawatan
(Rohmah dan Walid, 2012).
Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang
64
akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang
melakukan dari semua tindakan keperawatan (Junaidi, 2011).
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis
disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada. Tujuan dari
tindakan keperawatan menggunakan kaidah sesuai dengan
sistematika SMART, yaitu spesifik (jelas), measurable (dapat diukur),
acceptance, rasional, dan timing. Kriteria hasil merupakan gambaran
tentang faktor-faktor yang dapat memberi petunjuk bahwa telah
tercapai dan digunakan dalam membuat pertimbangan (Hidayat,
2010).
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
Intervensi pada diagnosa keperawatan nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang
dengan kriteria hasil melaporkan nyeri berkurang, tanda-tanda
vital dalam rentang normal tekanan darah 120/80 sampai 130/90
mmHg, frekuensi nadi 60-100 kali per menit, frekuensi
pernafasan 16-24 kali per menit, suhu 36,5-37O C.
Penulis menulis intervensi sesuai dengan kriteria NIC
(Nursing Intervensi Clacification) berdasarkan diagnosa
keperawatan yang pertama penulis menyusun perencanaan antara
lain lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T)
rasional nyeri merupakan respon subyektif yang dapat di kaji
65
dengan menggunakan skala nyeri (Judha, dkk, 2012), pantau
tanda-tanda vital rasional untuk mengetahui keadaan umum
pasien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam rasional untuk
meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
(Solehati & Kosasih, 2015), kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu dan kebisingan.
b) Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Intervensi pada diagnosa keperawatan gangguan pola tidur
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan klien dapat memenuhi kebutuhan tidur
dengan kriteria hasil, klien tidak menguap berlebihan, bisa tidur
kurang lebih 7 jam, mata tidak cekung (Herdman, 2012).
Intervensi yang dilakukan yaitu ciptakan lingkungan yang
nyaman dengan rasional agar klien dapat tidur dengan nyaman,
monitor pola tidur klien rasional agar klien dapat menjaga pola
tidur, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat rasional untuk
memenuhi kecukupan pola tidur klien, pantau tanda-tanda vital.
c) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan hipertensi
Penulis menulis intervensi diagnosa keperawatan resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
66
hipertensi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan tekanan darah klien menurun dalam
rentang normal tekanan darah 120/80-130/90 mmHg, frekuensi
nadi 60-100 kali per menit, frekuensi pernafasan 16-24 kali per
menit, suhu 36,5-37O C.
Intervensi yang dilakukan yaitu pantau tanda-tanda vital
rasional untuk mengetahui keadaan umum klien, ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam rasional untuk meningkatkan asupan
oksigen sehingga akan menurunkan nyeri (Solehati & Kosasih,
2015), berikan terapi bekam dan pijat refleksi kaki rasional untuk
menurunkan tekanan darah klien.
Pemberian terapi bekam dan pijat refleksi kaki bertujuan
untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi (Ekka,
dkk, 2014). Pemberian terapi non farmakologis dengan terapi
bekam dan pijat refleksi kaki dengan cara mengukur tekanan
darah sebelum dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi kaki
kemudian diukur kembali tekanan darah setelah terapi bekam
dan pijat refleksi kaki.
D. Implementasi keperawatan
Menurut Potter & Perry (1997) bahwa implementasi adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang
67
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi adalah
rencana realsasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliput pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohma dan
Walid, 2012).
Proses implementasi penulis mengkaji kembali klien,
memodifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang
diharapkan dengan kebutuhan. Komponen implementasi dari proses
keperawatan mempunyai lima tahap: mengkaji ulang, menelaah dan
memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area
bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan
mengkomunikasikan intervensi (Potter dan Perry, 2005).
Dalam pembahasan ini penulis berusaha menerangkan hasil
aplikasi riset keperawatan pemberian terapi bekam dan pijat refleksi
kaki terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang
telah disusun dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil
dalam rentang normal yang diharapkan. Tindakan keperawatan yang
penulis lakukan selama 3 hari keloaan pada asuhan keperawatan Tn.
S dengan hipertensi adalah:
68
a) Implementasi diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis.
Tanggal 7 Januari 2016 penulis memantau tanda-tanda vital
klien mengatakan bersedia di pantau tanda-tanda vitalnya,
tekanan darah 200/90 mmHg, nadi 85 kali permenit, pernafasan
20 kali permenit,suhu 36,50 C, melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif, P: klien mengatakan nyeri saat duduk, Q:
nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri terasa dikepala, S: skala
nyeri 5, T: nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit, klien
tampak meringis kesakitan, mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam.
Tanggal 8 Januari 2016 penulis mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam klien mengatakan nyaman dengan
relaksasi, klien tampak nyaman dan rileks, melakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif, P: klien mengatakan nyeri
saat duduk, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri terasa
dikepala, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul kurang lebih 5
menit, klien tampak meringis kesakitan, memantau tanda-tanda
vital klien mengatakan bersesia dipantau tanda-tanda vitalnya,
tekanan darah 180/90 mmHg, nadi 82 kali permenit, pernafasan
19 kali permenit, suhu 37O C.
Tanggal 9 Januari 2016 melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif, P: klien mengatakan saat duduk sudah tidak
69
pusing, Q: sudah tidak nyeri, S: skala nyeri 2. Memantau tanda-
tanda vital klien mengatakan bersedia dipantau tanda-tanda
vitalnya, tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 80 kali permenit,
pernafasan 19 kali permenit, suhu 37O C.
Teknik non farmakologis yang penulis lakukan yaitu
dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Penggunaan
teknik relaksasi, maka saraf simpatis akan dihambat, sementara
saraf parasimpatis meningkat sehingga meningakibatkan
ketegangan otak dan otot seseorang akan berkurang. Aktifnya
saraf-saraf parasimpatis akan menyebabkan pasien merasakan
nyeri berkurang (Solehati dan Kosasih, 2015).
b) Implementasi gangguan pola tidur berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tanggal 7 Januari penulis memonitor pola tidur klien
mengatakan tidur malam sulit, klien tampak lelah, memantau
tanda-tanda vital klien sebelum dilakukan terapi bekam dan pijat
refleksi kaki tekanan darah 200/90 mmHg, nadi 85 kali per
menit, pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,50 C, sesudah
dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah
190/90 mmHg.
Tanggal 8 Januari 2016 menciptakan lingkungan yang
nyaman klien mengatakan akan menciptakan lingkungan yang
tenang, klien tampak nyaman, memantau tanda-tanda vital klien
70
sebelum dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi kaki tekanan
darah 190/90 mmHg, nadi 82 kali per menit, pernafasan 19 kali
per menit, suhu 370 C, sesudah dilakukan terapi bekam dan pijat
refleksi kaki tekanan darah 180/90 mmHg.
Tanggal 9 Januari 2016 menjelaskan pentingnya tidur yang
adekuat klien mengatakan sudah bisa tidur saat malam, tidur
kurang lebih 7 jam, klien tampak nyaman, mata tidak cekung,
memantau tanda-tanda vital klien sebelum dilakukan terapi
bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah 170/80 mmHg, nadi
80 kali per menit, pernafasan 19 kali per menit, suhu 370 C,
sesudah dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi kaki tekanan
darah 150/80 mHg.
c) Implementasi resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan hipertensi.
Tanggal 7 Januari 2016 penulis memantau tanda-tanda vital
klien mengatakan bersedia dipantau tanda-tanda vitalnya,
tekanan darah 200/90 mmHg, nadi 85 kali permenit, pernafasan
20 kali permenit, suhu 36,5O C, memberikan tindakan terapi
bekam dan pijat refleksi kaki klien mengatakan bersedia
mendapat terapi bekam dan pijat refleksi kaki, klien tampak
nyaman.
Tanggal 8 Januari 2016 penulis mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam klien mengatakan nyaman dengan
71
relaksasi, klien tampak nyaman dan rileks, memantau tanda-
tanda vital klien mengatakan bersedia dipantau tanda-tanda
vitalnya, tekanan darah 180/90 mmHg, nadi 82 kali permenit,
pernafasan 19 kali permenit, suhu 37O C, memberikan terapi
bekam dan pijat refleksi kaki klien tampak nyaman.
Tanggal 9 Januari 2016 penulis memberikan terapi bekam
dan pijat refleksi kaki klien tampak nyaman, memantau tanda-
tanda vital, tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 80 kali permenit,
pernafasan 19 kali permenit, suhu 37O C.
Hari pertama pemberian terapi bekam dan pijat refleksi
kaki dilakukan penulis kepada klien sebelum terapi bekam dan
pijat refleksi kaki memantau tanda-tanda vital didapat hasil
tekanan darah 200/90 mmHg, frekuensi nadi 85 kali per menit,
frekuensi pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,5O C, kemudian
memberikan terapi bekam dan pijat refleksi kaki pada Tn. S
setelah dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi kaki memantau
tanda-tanda vital dengan tekanan darah 190/90 mmHg. Hari
kedua sebelum diberikan terapi bekam dan pijat releksi kaki
tekanan darah klien 190/90 mmHg dan setelah dilakukan terapi
bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah 180/90 mmHg. Hari
ketiga sebelum diberikan terapi bekam dan pijat refleksi kaki
tekanan darah klien 170/80 mmHg, kemudian diberikan terapi
72
bekam dan pijat refleksi kaki dan setelah mendapat terapi bekam
dan pijat refleksi kaki tekanan darah 150/80 mmHg.
Hasil penelitian Eka, dkk (2014), menunjukkan bahwa
terapi bekam dan pijat refleksi kaki dapat menurunkan tekanan
darah pada pasien hipertensi. Hasil dari tindakan tersebut
membuktikan bahwa tekanan darah dapat turun saat diberikan
terapi bekam dan pijat refleksi kaki. Hal tersebut karena terapi
bekam dan pijat refleksi kaki dapat menurunkan tekanan darah
pada penderita hipertensi, dengan terapi bekam dan pijat refleksi
kaki akan menciptakan suasana yang rileks.
Mekanisme penyembuhan terapi bekam dan pijat refleksi
didasarkan atas teori aktivasi organ. Terapi bekam akan
mengaktivasi organ yang mengatur peredaran darah dan tekanan
darah tetap terjaga, selain itu terapi bekam juga berusaha
menyeimbangkan secara alamiah bila ada tekanan darah yang
meningkat. Umumnya tubuh mampu menurunkan tekanan darah
secara alami, namun bila darahnya sangat tinggi, bisa mekanisme
alami proses penurunan darah tidak mampu dilakukan secara
alami, sehingga perlu dibantu tindakan bekam (Waada’a, 2015).
Hasil penelitian Rina, dkk (2015), menunjukkan bahwa
terapi pijat refleksi mampu menurunkan tekanan darah sistole
dan diastole, hal ini terbukti dengan adanya penurunan tekanan
darah setelah dilakukan terapi pijat refleksi. Menurut
73
Widyaningrum (2013) menyebutkan bahwa terapi pijat refleksi
memberikan rangsangan bioelektrik apabila titik saraf zona
refleksi diberi pijatan memberikan saraf pembuluh darah terbuka.
Saat pemijatan maka timbul rasa nyeri, maka tubuh
mengeluarkan zat morfin yang menimbulkan perasaaan rileks.
Titik-titik pijat refleksi untuk penderita hipertensi berada
pada bagian kepala, telapak kaki, dan anggota tubuh lain,
(Atmojo, 2010). Meningkatnya tekanan darah yang disebabkan
karena elastisitas pembuluh darah yang menurun, viskositas yang
meningkat serta volume darah yang meningkat dapat diatasi
melalui relaksasi diberikan pada penderita hipertensi sebagai
terapi antihipertensi non farmakologi. Melalui pijat refleksi
pembuluh darah yang kaku akan menjadi rileks dan akan
menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah
tekanan darah akan menurun (Muttaqin, 2009).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan yang
dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid, 2012). Evaluasi
yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien
dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan
74
dengan SOAP, subjective, objective, analisa, planning (Deden,
2012:136).
Evaluasi hari pertama masalah nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis data subyektif klien mengatakan pusing,
P: nyeri saat duduk, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri dikepala,
S: skala nyeri 5, T: nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit, data
obyektif klien tampak pucat, meringis kesakitan, tekanan darah
190/90 mmHg, assessment masalah belum teratasi skala nyeri 5,
planning lanjutkan intervensi pantau tanda-tanda vital, lakukan
pengajian nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T), ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam.
Evaluasi hari kedua masalah nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis, data subyektif klien mengatakan pusing mulai
berkurang, P: nyeri saat duduk, Q: nyeri seperi ditusuk-tusuk, R:
nyeri terasa dikepala, S: skala nyeri 4, T: nyeri hilang timbul kurang
lebih 5 menit, data obyektif klien tampak meringis kesakitan, tampak
pucat, tekanan darah 180/90mmHg, assessment masalah belum
teratasi skala nyeri 4, planning lanjutkan intervensi pantau tanda-
tanda vital, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, lakukan pengkajian
nyeri.
Evaluasi hari ketiga masalah nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis, data subyektif klien mengatakan sudah tidak
pusing, P: saat duduk sudah tidak pusing, Q: sudah tidak nyeri, S:
75
skala nyeri 2, data obyektif klien tampak rileks dan tidak meringis
kesakitan, tekanan darah 150/80 mmHg, assessment masalah teratasi,
klien tidak meringis kesakitan, planning hentikan intervensi.
Hasil akhir evaluasi diagnosa pertama nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis setelah dilakukan
intervensi selama 3x24 jam terjadi penurunan skala nyeri dari skala 5
menjadi skala 2, hal ini sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
diharapkan.
Evaluasi hari pertama masalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral data
subyektif klien mengatakan susah tidur saat malam dan tidur kurang
lebih 5 jam, data obyektif klien tampak menguap dan mata cekung,
assessment masalah belum teratasi mata cekung dan tidur kurang
lebih 5 jam, planning lanjutkan intervensi ciptakan lingkungan yang
nyaman, monitor pola tidur klien, jelaskan pentingnya tidur yang
adekuat, pantau tanda-tanda vital.
Evaluasi hari kedua masalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral, data
subyektif klien mengatakan mulai bisa tidur, data obyektif mata
cekung, klien masih tampak menguap berlebihan, assessment
masalah belum teratasi mata cekung, planning lanjutkan intervensi
ciptakan lingkungan yang nyaman, monitor tidur pasien, jelaskan
tidur yang adekuat, pantau tanda-tanda vital.
76
Evaluasi hari ketiga masalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral, data
subyektif klien mengatakan sudah bisa tidur pada malam hari kurang
lebih 7 jam, data obyektif klien tampak segar, assessment masalah
teratasi tidur malam kurang lebih 7 jam, tidak menguap berlebihan,
mata tidak cekung, planning hentikan intervensi.
Hasil akhir evaluasi diagnosa kedua gangguan pola tidur
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral setelah
dilakukan intervensi selama 3x24 jam klien bisa tidur malam kurang
lebih 7 jam, tidak menguap berlebihan, mata tidak cekung.
Evaluasi hari pertama masalah resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi data subyektif klien
mengatakan pusing, data obyektif sebelum dilakukan terapi bekam
dan pijat refleksi kaki tekanan darah 200/90 mmHg, setelah
dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah 190/90
mmHg, assessment masalah belum teratasi tekanan darah 190/90
mmHg, planning lanjutkan intervensi pantau tanda-tanda vital,
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, beri terapi bekam dan pijat
refleksi kaki.
Evaluasi hari kedua masalah resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, data subyektif klien
mengatakan pusing berkurang, data obyektif sebelum dilakukan
terapi bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah 190/90 mmHg,
77
sesudah dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi kaki tekanan darah
180/90 mmHg, assessment masalah belum teratasi tekanan darah
180/90 mmHg, planning lanjutkan intervensi pantau tanda-tanda
vital, berikan terapi bekam dan pijat refleksi kaki.
Evaluasi hari ketiga masalah resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, data subyektif klien
mengatakan sudah tidak pusing, data obyektif respon obyektif
sebelum dilakuakan terapi bekam dan pijat refleksi kaki tekanan
darah 170/80 mmHg, sesudah dilakukan terapi bekam dan pijat
refleksi kaki tekanan darah 150/80 mmHg, pasien tampak rileks,
assessment masalah teratasi tekanan darah 150/80 mmHg, planning
hentikan intervensi.
Hasil evaluasi diagnosa ketiga resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi setelah dilakukan
intervensi selama 3x24 jam terjadi penurunan tekanan darah hari
pertama tekanan darah 200/90 mmHg dan hari ketiga tekanan darah
150/80 mmHg.
Berasarkan evaluasi diatas, diperoleh hasil bahwa terapi
bekam dan pijat refleksi kaki dapat menurunkan tekanan darah.
Tekanan darah Sebelum dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi
kaki 200/ 90 mmHg, dan setelah dilakukan terapi bekam dan pijat
refleksi kaki selama 3 hari dan per hari 1 kaki, tekanan darah menjadi
150/80 mmHg. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Eka, dkk.
78
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bab 6 ini penulis akan menyimpulkan proses keperawatan dari
pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi
pada asuhan keperawatan Tn. S dengan hipertensi di Puskesmas Gajahan
Solo selama tiga hari keloaan dengan menerapkan aplikasi riset
keperawatan efektifitas terapi bekam dan pijat refleksi kaki terhadap
penurunan tekanan darah, maka dapat disimpulkan :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian tanggal 6 Januari 2016 pada Tn. S adalah klien
mengatakan pusing, nyeri saat duduk, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
nyeri terasa dikepala, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul kurang lebih 5
menit. Tekanan darah 190/100 mmHg, frekuensi nadi 85 kali per
menit, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, suhu 36,50 C.
2. Diagnosa
Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian
keperawatan pada Tn. S ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai
dengan hirarki kebutuhan dasar menurut Maslow yaitu diagnosa
pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera bIologis, diagnosa
kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan tekanan
79
vaskuler serebral, diagnosa ketiga resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi.
3. Intervensi
Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis intervensi yang dilakukan kaji nyeri secara
komprehensif (P,Q,R,S,T), pantau tanda-tanda vital, ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, kontrol llingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu dan kebisingan.
Diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan
dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral intervensi yang
dilakukan ciptakan lingkungan yang nyaman, monitor pola tidur
pasien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, pantau tanda-tanda
vital.
Diagnosa keperawatan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan hipertensi intervensi yang dilakukan
pantau tanda-tanda vital, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berikan
terapi bekam dan pijat refleksi kaki.
4. Implementasi
Asuhan keperawatan Tn. S dengan hipertensi di Puskesmas
Gajahan Solo telah sesuai dengan intervensi yang penulis rumuskan.
Penulis menekankan penggunaan terapi bekam dan pijat refleksi kaki
untuk menurunkan tekanan darah, dengan melakukan terapi bekam dan
pijat refleksi kaki 1 kali sehari dalam 3 hari kelolaan.
80
5. Evaluasi
Hasil evaluasi masalah keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis teratasi. Klien mengatakan sudah tidak
pusing lagi, skala nyeri menjadi 2, takanan darah 150/80 mmHg, klien
tampak rileks dan tidak meringis kesakitan. Intervensi keperawatan
dihentikan.
Hasil evaluasi masalah keperawatan gangguan pola tidur
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral teratasi
klien mengatakan sudah bisa tidur pada malam hari kurang lebih 7
jam. Intervensi keperawatan dihentikan.
Hasil evaluasi masalah keperawatan resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi teratasi, klien
mengatakan pusing, sebelum dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi
kaki tekanan darah 170/80 mmHg dan sesudah dilakukan terapi bekam
dan pijat refleksi kaki tekanan darah 150/80 mmHg. Intervensi
keperawatan dihentikan.
6. Analisa pemberian terapi bekam dan pijat refleksi kaki
Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah
dilakukan oleh Eka, dkk (2014), dengan judul “Efektifitas Terapi
Bekam dan Pijat Refleksi Kaki terhadap Tekanan Darah di Semarang”
penulis mendapatkan hasil analisa dari implementasi yang dilakukan
selama 3 hari kelolaan yaitu terjadi penurunan tekanan darah. Terapi
bekam dan pijat refleksi kaki dilakukan secara rutin sehari sekali
81
terjadi penurunan tekanan darah pada evaluasi hari pertama tekanan
darah 180/90 mmHg dan pada akhir evaluasi hari ketiga tekanan darah
150/80 mmHg. Hal tersebut sesuai dengan kriteria hasil yang
diharapkan dan terbukti sesuai teori yang ada terjadi penurunan darah
setelah dilakukan terapi bekam dan pijat refleksi kaki.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
hipertensi, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif
kususnya dibidang kesehatan antara lain :
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (puskesmas)
Diharapkan Puskesmas Gajahan Solo dapat memberikan
pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik
antara tim kesehatan maupun klien serta keluarga klien. Khususnya
dalam proses rehabilitasi medik dengan melibatkan keluarga klien
untuk berperan aktif sehingga klien dan keluarga mengerti perawatan
lanjutan dirumah.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih
maksimal, khususnya pada klien dengan hipertensi. Perawat
diharapkan dapat memberikan pelayanan professional dan
82
komprehensif dan mampu bertindak sebagai fisioterapi dalam
pemberin terapi bekam dan pijat reflesksi secara homecare.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat
professional, trampil, inovatif, dan bermutu yang mampu memberikan
asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik
keperawatan.
4. Bagi penulis
Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai
konsep hipertensi dan penatalaksanaan dalam asuhan keperawatan
yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah untuk Mahasiswa, Diva Press:
Yogyakarta.
Carpenito, Lynda juall. 2005. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik
Klinik. EGC: Jakarta.
Dalimarta, Setiawan. dkk, Care your Self H ipertensi. 2008. Penebar Plus:
Jakarta.
Dewi, Ratna. 2013. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.
Gosyen Publising: Yogyakarta.
Fatahillah, A. 2006.Keampuhan Bekam Pencegahan Dan Penyembuhan Penyakit
Ala Rasulullah.Qultum Media: Jakarta.
Hayuaji, Gangsar R. 2011. Belajar Mudah Pijat Refleksi. Buku Biru: Yogyakarta.
Herdman, Heather, 2010. NANDA Diagnosa Keperawatan dan Klasifikasi 2009-
2011. Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimut. 2010. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Salemba
Medika: Jakarta.
Junaidi, Mohammad, Sudarti, dkk. 2012. Teori Nyeri. Nuha Medika.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klinik Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Salemba Medika: Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Musculoskeletal. EGC: Jakarta.
NANDA.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis & NANDA.
Edisi Jilid I. Media Action Publising: Jakarta.
Ningrum, Agnesia, 2012. Seluk Beluk Hipertensi. Airlangga Publising:
Yogyakarta.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundametal Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Volume 1.Edisi 4. EGC: Jakarta.
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik.VolumE 1.Edisi 4. EGC: Jakarta.
Profil Kesehatan, Provinsi Jawa Tengah. 2008.
Putri, Eka, Dkk. 2014.Efektifitas Terapi Bekam Dan Pijat Refleksi Kaki Terhadap
Tekanan Darah Tinggi Di Semarang. Program Keperawatan: Stikes
Karya Husada Semarang.
Riskesdas. 2011. Riset Kesehatan Dasar: Jakarta.
Rohman, Nikmatur dan Saiful Walid. 2012. Proses Keperawatan Teori dan
Aplikasi. Ar-ruzz Media: Jakartra.
Smeltzer, S. C & Bare. B. G, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahBrunner & Suddrath, Edisi 8 vol 1. Ter. Agung Waloyo dkk. EGC:
Jakarta.
Susilo, Yekti dan Ari Wulandari. 2011. Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi. CV
Andi: Yogyakarta.
Triyanto, Endang. 20114. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi
Secara Terpadu: Graha Ilmu.
Wadda’A, Umar. 2015. Sembuh Dengan Satu Titik Dua Bekam Untuk 7 Penyakit
Kronis.Thibia: Solo.
Wilkinson, J. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.