DI SUSUN OLEH -...
Transcript of DI SUSUN OLEH -...
i
PEMBERIAN LATIHAN SLOW DEEP BREATHING TERHADAP
INTENSITAS NYERI KEPALA AKUT PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Nn. L DENGAN CEDERA KEPALA
RINGAN DI RUANG TULIP RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
PENI DWI RAHAYU
NIM. P.12101
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN LATIHAN SLOW DEEP BREATHING TERHADAP
INTENSITAS NYERI KEPALA AKUT PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Nn. L DENGAN CEDERA KEPALA
RINGAN DI RUANG TULIP RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
PENI DWI RAHAYU
NIM. P.12101
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Peni Dwi Rahayu
NIM : P.12101
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Pemberian Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas
Nyeri Kepala Akut pada Asuhan Keperawatan Nn. L Dengan
Cedera Kepala Ringan Di Ruang Tulip RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 23 Mei 2015
Yang membuat pernyataan
Peni Dwi Rahayu
P.12101
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Peni Dwi Rahayu
NIM : P.12101
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Pemberian Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas
Nyeri Kepala Akut Pada Asuhan Keperawatan Nn. L Dengan
Cedera Kepala Ringan Di Ruang Tulip RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Sabtu/23 Mei 2015
Pembimbing : Ns. Aria Nurahman Hendra Kusuma, S.Kep.,M.Kep ( )
NIK.201387104
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Peni Dwi Rahayu
NIM : P.12101
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Pemberian Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas
Nyeri Kepala Akut pada Asuhan Keperawatan Nn. L Dengan
Cedera Kepala Ringan Di Ruang Tulip RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Rabu/24 Juni 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. Aria Nurahman Hendra Kusuma, S.Kep.,M.Kep ( )
NIK.201387104
Penguji I : Ns. Siti Mardiyah, S.Kep ( )
NIK.201183063
Penguji II : Ns. Joko Kismanto, S.Kep ( )
NIK.200670020
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ns. Atiek Murharyati, S.Kep.,M.Kep
NIK. 200680021
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Latihan Slow Deep Breathing Terhadap
Intensitas Nyeri Kepala Akut pada Asuhan Keperawatan Nn. L Dengan Cedera
Kepala Ringan Diruang Tulip RSUD Dr. Moewardi Surakarta“.
Dalam penyusunan Karya Tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih pada penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan bimbingan selama proses
pembelajaran dan semangat dalam berjuang di STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
3. Aria Nurahman Hendra Kusuma, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen
pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, pearasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns, Selaku dosen penguji I yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
5. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns, Selaku dosen penguji II yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
vi
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya
serta ilmu yang bermanfaat
7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Program Studi DIII Keperawatan yang lain yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat dan
dorongan baik moril maupun spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, 23 Mei 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ............................................................................... 6
1. Cedera Kepala Ringan............................................................ 6
2. Asuhan Keperawatan ............................................................. 14
3. Nyeri ....................................................................................... 19
4. Slow Deep Breathing.............................................................. 26
B. Kerangka Teori .............................................................................. 30
C. Kerangka Konsep .......................................................................... 31
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset .................................................................... 32
B. Tempat dan Waktu ........................................................................ 32
C. Media dan Alat .............................................................................. 32
D. Prosedur Tindakan......................................................................... 32
E. Alat Ukur ....................................................................................... 33
viii
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ............................................................................... 35
B. Pengkajian ..................................................................................... 35
C. Perumusan Masalah Keperawatan ................................................ 40
D. Perencanaan ................................................................................... 41
E. Implementasi ................................................................................. 43
F. Evaluasi ......................................................................................... 50
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ..................................................................................... 54
B. Perumusan Masalah Keperawatan ................................................ 56
C. Perencanaan ................................................................................... 58
D. Implementasi ................................................................................. 60
E. Evaluasi ......................................................................................... 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................... 67
B. Saran .............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif………………………………… 24
2.2 Skala Identitas Nyeri Numeric…………………………………… 24
2.3 Visual Analog Scale……………………………………………… 24
2.4 Skala wajah Wong-Baker Faces Rating Scale…………………… 25
2.5 Karangka Teori…………………………………………………… 30
2.6 Karangka Konsep…………………………………………………. 31
3.1 Visual Analog Scale………………………………………………. 33
4.1 Genogram…………………………………………………………. 35
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Usulan Aplikasi Jurnal
Lampiran 2 Lembar Pendelegaian Pasien
Lampiran 3 Prosedure Latihan Slow Deep Breathing
Lampiran 4 Lembar Observasi
Lampiran 5 Log book
Lampiran 6 Lembar Konsultasi
Lampiran 7 Asuhan keperawatan
Lampiran 8 Jurnal
Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas menewaskan hampir 1,3 juta jiwa diseluruh
dunia atau 3000 kematian setiap harinya dan menyebabkan cedera 6 juta
orang setiap tahunnya (Depkes, 2007 dan WHO, 2011). Badan kesehatan
dunia mencatat pada tahun 2005 terdapat lebih dari tujuh juta orang
meninggal dunia karena kecelakaan dan sekitar dua juta jiwa mengalami
kecacatan fisik. Kecelakaan di Indonesia berdasarkan laporan kepolisian
menunjukan peningkatan 6,7 % dari 57,726 kejadian di tahun 2009
menjadi 61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari
dan 10.349 meninggal dunia atau 43,15% (WHO, 2011).
Masalah kecelakaan termasuk masalah serius yang dapat
dimasukkan kedalam sektor kesehatan, karena menimbulkan efek terhadap
kesehatan masyarakat, seperti terjadinya cedera, fraktur, bahkan kematian.
Salah satu bentuk cedera paling fatal adalah cedera pada kepala. Penyebab
cedera kepala terbanyak karena kecelakaan lalu lintas dan diikuti
perdarahan berkisar antara 17,63% - 42,20% yang menduduki urutan
tertinggi dan kemudian disusul fraktur mencapai 11,8% (Wahud, 2012).
Meningkatnya jumlah kecelakaan dan meningkatnya angka kejadian
cedera kepala berdasarkan kegawatannya angka kejadian cedera kepala
2
ringan lebih banyak 80% dibandingkan cedera kepala sedang 10% dan
cedera kepala berat 10% (Irawan, 2009).
Menurut Brain injury Association of America,cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degenerative,tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik
(Langlois,rutland-brown, Thomas, 2006). Akibat dari cedera kepala adalah
adanya rasa nyeri. Nyeri adalah perasaanyang tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalami yang dapat menjelaskan dan
mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996 dalam buku Mubarak &
chayatin, 2008).
Prevalensi cedera kepala ringan dirumah sakit Dr. Moewardi
Surakarta didapatkan data pada tahun 2013 berkisar 253 orang, dan
mengalami peningkatan pada tahun 2014 berkisar 522 orang. Sebagian
besar pasien dengan cedera kepala ringan mengalami nyeri kepala akut.
Salah satu tindakan keperawatan untuk memberikan rasa nyamandan
menurunkan nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan adalah
dengan melakukan latihan relaksasi Slow Deep Breathing. Slow deep
breathing adalah metode bernafas yang frekuensi napasnya kurang atau
sama dengan 10 kali per menit dengan fase ekshalasiyang panjang
(Breathes, 2007). Napas lambat dan dalam dapat menurunkan stress yang
mana pada saat stress dan cemas saraf simpatis akan distimulasi sehingga
3
meningkatkan produksi kortisol dan adrenalin yang dapat mengganggu
metabolisme otak dan endokrin. Napas dalam dan lambat merupakan jalan
yang cepat untk mengaktifkan saraf parasimpatis yang disebut sebagai
respon relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri (PICK,1998).
Hasil penelitian Tarwoto (2012), menunjukan bahwa teknik napas dalam
dan lambat dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis yang disebut
sebagai efek relaksasi sehingga dapat mengurangi nyeri akut pada pasien
cedera kepala ringan.
Berdasarkan studi kasus di rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta
didapatkan hasil Nn. L mengatakan nyeri karena kecelakaan, dikepala
bagian kanan, skala 6 seperti ditusuk-tusuk dan nyeri bertambah jika
kepala digerakkan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis
tertarik untuk mengambil judul Pemberian Latihan Slow Deep Breathing
terhadap intensitas nyeri kepala akut pada Nn. L dengan diagnosa medis
cedera kepala ringan, diruang tulip RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
4
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian latihan Slow Deep Breathing
terhadap intensitas nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala
ringan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Nn. L dengan
cedera kepala ringan.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Nn. L
dengan cedera kepala ringan.
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan keperawatan pada
Nn. L dengan cedera kepala ringan.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Nn. L dengan
cedera kepala ringan.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Nn. L dengan cedera
kepala ringan.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian latihan Slow
Deep Brething terhadap intensitas nyeri kepala akut pada Nn. L
dengan cedera kepala ringan.
5
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi rumah sakit
Sebagai bahan masukan bagi bidang keperawatan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan untuk mengurangi nyeri pada pasien cedera
kepala ringan secara non farmakologi melalui pemberian latihan slow
deep breating.
2. Bagi Tenaga kesehatan
Sebagai referensi untuk perawat tentang latihan slow deep breating
sebagai salah satu bentuk terapi nyeri pada pasien cedera kepala
ringan.
3. Bagi pasien
Dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam mengurangi nyeri,
sehingga nyeri pasien cedera kepala ringan dapat menurun dengan
menggunakan teknik non farmakologi.
4. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan dapat menerapkan latihan slow deep
breathing untuk mengurangi intensitas nyeri kepala akut pada pasien
cedera kepala ringan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Cedera Kepala
a. Pengertian
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma
langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan
kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2006).
Cedera kepala adalah adanya deformitas berupa
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan (accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan
bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan (Musliha, 2010).
Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
(Wijaya dan Putri, 2013).
7
b. Etiologi
Penyebab trauma kepala menurut Wijaya dan Putri (2013), adalah :
1) Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam menyebabkan cedera setempat dan
menimulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contosio
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2) Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi) kerusakannya menyebar secara luas dan
terjadidalam 4 bentuk cedera akson, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar hemorargic kecil multiple pada
otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer
cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
c. Klasifikasi
Klasifikasi dari cedera kepala menurut Wijaya dan Putri (2013),
adalah:
1) Berdasarkan keparahan cedera :
a) Cedera kepala ringan (CKR)
(1) Tidak ada frakrur tengkorak.
(2) Tidak ada kontusio serebri, hematom.
(3) GCS 13-15.
(4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30 menit.
8
b) Cedera kepala sedang (CKS)
(1) Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi kurang
dari 24 jam.
(2) Muntah.
(3) GCS 9-12.
(4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung).
c) Cedera kepala berat(CKB)
(1) GCS 3-8.
(2) Hilang kesadaran > 24 jam.
(3) Adanya kontosio serebri, laserasi / hematoma
intracranial.
2) Menurut jenis cedera
a) Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada
tulang tengkorak dan jaringan otak.
b) Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan
gagar otak ringan dan odem serebral yang halus.
d. Manifestasi klinis
Tanda gejala pada pasien dengan cedera kepala menurut Wijaya
dan Putri (2013), adalah :
1) Cedera kepala ringan - sedang
a) Disorientasi ringan
b) Amnesia post traumatik.
9
c) Hilang memori sesaat.
d) Sakit kepala.
e) Mual muntah.
f) Vertigo dalam perubahan posisi.
g) Gangguan pendengaran.
2) Cedera kepala sedang –berat
a) Oedema pulmonal.
b) Kejang.
c) Infeksi.
d) Tanda herniasi otak.
e) Hemiparase.
f) Gangguan syaraf kranial.
e. Patofisiologi
Organ otak dilindungi oleh rambut kepala, kulit kepala,
tulang tengkorak, dan meningen atau lapisan otak, sehingga secara
fisiologis efektif terlindungi dari trauma atau cedera. Cedera kepala
terjadi karena adanya benturan atau daya yang mengenai kepala
secara tiba-tiba. Cedera kepala dapat terjadi melalui 2 mekanisme,
yaitu ketika kepala secara langsung kontak dengan benda atau
obyek dan mekanisme akselerasi-deselerasi. Akselerasi merupakan
mekanisme cedera kepala yang terjadi ketika benda yang bergerak
membentur kepala yang diam, sedangkan deselerasi terjadi ketika
kepala bergerak membentur benda yang diam. Ketika benturan
10
terjadi, energi kinetik diabsorpsi oleh kulit kepala, tulang
tengkorak, dan meningen, sedangkan sisa energi yang ada akan
hilangpada bagian atas otak. Namun demikian jika energi atau daya
yang dihasilkan lebih besar dari kekuatan proteksi maka akan
menimbulkan kerusakan pada otak.
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala, dibagi menjadi
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala
primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan
kejadian cedera. Cedera ini umumnya menimbulkan kerusakan
pada tengkorak, otak, pembuluh darah, dan struktur pendukungnya.
Cedera kepala sekunder merupakan proses lanjutan dari cedera
primer dan lebih merupakan fenomena metabolik. Pada cedera
kepala sekunder pasien mengalami hipoksia, hipotensi, asidosis,
dan penurunan suplay oksigen otak. Lebih lanjut keadaan ini
menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial
yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil,
papilla edema, dan nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi
pada cedera kepala adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan
peningkatan tekanan intracranial (Tarwoto, 2012).
11
f. Komplikasi
Komplikasi dari cedera kepala menurut Wijaya dan Putri (2013),
adalah:
1) Epilepsi pasca trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang
terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena
benturan di kepala. Kejang beberapa baru terjadi bebrapa tahun
kemudian setelah terjadinya cedera kepala. Kejang terjadi pada
sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat
tanpa adanya luka tembus dikepala dan pada sekitar 40%
penderita memiliki luka tembus dikepala.
2) Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan
bahasa karena terjadinya cedera kepala pada area bahasa
diotak. Penderita tidak mampu memahami atau
mengekspresikan kata- kata.
3) Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan.
4) Agnosis
Agnosis merupakansuatu kelainan dimana penderita dapat
melihat dan merasakan benda tetapi tidak dapat
12
menghubungkannya dengan peran dan fungsi normal dari
benda tersebut.
5) Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan
untuk mengingat peristiwa yang terjadi sesaat sebelum
(amnesia retrograd) terjadinya kecelakaan atau peristiwa yang
terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca
trauma).
6) Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan intrakranial, puncak
edema terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan tekanann
darah, frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan
gejala klinis adanya peningkatan intrakranial.
g. Penatalaksanaan medis dan keperawatan :
1) Penataksanaan di rumah sakit menurut Padila (2012), adalah:
a) Berikan infuse dengan cairan normoosmotik (kecuali
dextrose oleh karena dexstrose cepat dimetabolisme
menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan edema
serebri )
b) Diberikan analgesia / antimuntah secara intravena
c) Berikan posisi kepala dengan sudut 15 – 450 tanpa bantal
kepala ,dan posisi netral, karena degan posisi yang tersebut
dari kaki dapat meningkatkan dan memperlancar aliran
13
balik vena kepala sehingga mengurangi kongesti cerebrum
dan mencegah penekanan pada syaraf medula spinalis yang
dapat menambah TIK.
2) Penatalaksanaan menurut Tarwoto (2012), adalah :
a) Prinsip penatalaksanaan cedera kepala adalah memperbaiki
perfusi jaringan serebral, karena organ otak sangat sensitif
terhadap kebutuhan oksigen dan glukosa. Untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan glukosa diperlukan keseimbangan
antara suplay dan demand yaitu dengan meningkatkan
suplai oksigen dan glukosa otak, dan dengan cara
menurunkan kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Untuk
meningkatkan suplai oksigen di otak dapat dilakukan
melalui tindakan pemberian oksigen, mempertahankan
tekanan darah dan kadar hemoglobin yang normal.
Sementara upaya untuk menurunkan kebutuhan (demand)
oksigen otak dengan cara menurunkan laju metabolismne
otak seperti menghindari keadaan kejang, stres, demam,
suhu lingkungan yang panas, dan aktivitas yang berlebihan.
b) Untuk menjaga kestabilan oksigen dan glukosa otak juga
perlu diperhatikan adalah tekanan intrakranial dengan cara
mengontrol cerebral blood flow (CBF) dan edema serebri.
Keadaan CBF ditentukan oleh berbagai faktor seperti
tekanan darah sistemik, cerebral metabolic rate dan PaCO2.
14
Pada keadaan hipertensi menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah otak hal ini akan menghambat oksigenasi
otak. Demikian juga pada peningkatan metabolisme akan
mengurangi oksigenasi otak karena kebutuhan oksigen
meningkat. Disamping itu pemberian obat-obatan untuk
mengurangi edema serebral, memperbaiki metabolisme
otak dan mengurangi gejala seperti nyeri kepala sangat
diperlukan.
2. Asuhan keperawatan
a. Asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala
1) Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada
gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan cedera kepala
tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati
adalah sebagai berikut :
a) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama,
umur, jenis kelamin, agama, alamat, golongan darah,
hubungan klien dengan keluarga.
b) Riwayat kesehatan : tingkat kesadaran/GCS (< 15), muntah,
dispnea/ takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak,
15
lemah, luka pada kepala, akumulasi pada saluran nafas,
kejang.
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit
sistem sistemik lainya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau
keluarga sebagai data subyektif. Data – data ini sangat berarti
karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
2) Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah : tingkat kesadaran,
biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu,
perubahan nilai tanda-tanda vital, kaku kuduk, hemiparese.
3) Pemeriksaan Penunjang
a) CT-Scan : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan dan
perubahan jaringan otak.
b) MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa
kontras radioaktif.
c) Cerebral Angiography : Menunjukkan anomali sirkulasi
cerebral, seperti perubahan pada jaringan otak sekunder
menjadi odeme, perdarahan dan trauma.
d) Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang
patologis.
16
e) X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang.
f) BAER : Mengoreksi batas fungsi cortex dan otak kecil.
g) PET : Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
4) Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi
pada pusat nafas di otak
Tujuan : Mempertahankan pola nafas yang efektif melalui
ventilator.
Kriteria hasil :
Pemggunaan otot nafas tidak ada, sianosis tidak ada atau
tanda- tanda hipoksi tidak ada dan gas darah dalam batas
normal.
Intervensi :
(1) Hitung pernafasan pasien dalam satu menit. Pernafasan
yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis
respiratori dan pernafasan lambat meningkatkan
tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
(2) Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi
yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
(3) Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan
dehidrasi dapat meringankan sekresi / cairan paru
sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko
infeksi.
17
(4) Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya
obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya
pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara
yang tidak adekuat.
(5) Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien,
membantu menberikan ventilasi ynag adekuat bila ada
gangguan pada ventilator.
b) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas dan mencegah aspirasi
Kriteria hasil :
Suara nafas bersih, tidak terdapat suara secret pada selang
dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis
tidak ada.
Intervensi :
(1) Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelncaran jalan nafas.
Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum,
perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap
tube.
(2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1
jam).
18
(3) Pergerakan yang simetrisdan suara nafas yang bersih
indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya
penumpukan secret.
(4) Lakukan penghisapan lendir dengan waktu kurang dari
15 detik bila sputum banyak. Penghisapan lendir tidak
selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah
hipoksia.
(5) Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan
ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan
kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
c) Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udem
otak.
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran
fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intracranial.
Intervensi :
(1) Monitor dan catat status neurologis dengan
menggunakan metode GCS.
(2) Monitor tanda – tanda vital tiap 30 menit.
(3) Pertahankan posisi kepala dengan sejajar dan tidak
menekan.
19
(4) Hindari bentuk yang berlebihan, muntah, mengedan,
mempertahankan pengukuran urin, dan hindari
konstipasi yang berkepanjangan.
(5) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat
kejang.
(6) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
3. Nyeri
a. Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkanakibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial. nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari
bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik
atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggudan menyulitkan lebih
banyak orang dibandingkan suatu penyakit manapun (Brunner &
Suddart, 2002 edisi 8).
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996
dalam Mubarak dan chayati, 2008).
20
b. Fisiologi nyeri
Fisiologi nyeri menurut Lyndon (2013), adalah cara nyeri
merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya dimengerti. Namun,bisa tidaknya nyeri dirasakan dan
derajat nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh system algesia
tubuh dan tranmisi system saraf serta interprestasi stimulus.
1) Nosissepsi Sistem saraf perifer mengandung saraf sensorik
primer yang berfungsi mendeteksi kerusakan jaringan dan
membangkitkan beberapa sensasi, salah satunya adalah nyeri.
Nyeri dihantarkan oleh reseptor yang disebut nosiseptor.
Nosiseptor merupakan ujung saraf perifer yang bebas dan tidak
bermielin atau hanya memiliki sedikit mielin. Reseptor ini
tersebar dikulit dan mukosa, khususnya pada visera,
persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor
nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, termal,
listrik, atau kimiawi (misalnya histamin, bradikinin, dan
prostaglandin).
Proses fisiologi yang terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses
ini terdiri dari 4 tahap yaitu :
a) Transduksi
Rangsangan yang membahayakan memicu pelepasan
mediator biokimia (misalnya histamine, bradikinin,
21
prostaglandin, dan substansi P) mediator ini kemudian
mensentitasi nosiseptor.
b) Tranmisi
Tahap tranmisi ada 3 bagian yaitu sebagai berikut :
Stimulasi yang diterima oleh reseptor ditransmisikan
berupa implus nyeri dari serabut saraf perifer ke medula
spinalis.Jenis nosiseptor yang terlibat dalam transmisi
ada dua jenis, yaitu serabut C dan serabut A-delta.
Serabut C mentransmisikan nyeri tumpul dan
menyakitkan, sedangkan serabut A-delta
menstransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi.
(1) Nyeri ditransmisikan dari medulla spinalis
kebatang otak dan thalamus melalui jalur
spinotalamikus (spinotalamic tract atau STT)
yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi
stimulus ke thalamus.
(2) Sinyal diteruskan kekorteks sensorik (tempat nyeri
dipersepsikan). Impuls yang ditransmisikan
melalui SST mengaktifkan respon otonomik dan
limbik.
(a) Persepsi
Individu mulai menyadari dan tampaknya
persepsi tersebut terjadi distuktur korteks
22
sehingga memungkinkan timbulnya berbagai
strategi perilaku kognitif untuk mempengaruhi
komponen sensorik dan afektif nyeri.
(b) Modulasi atau system desenden
Neuron dibatang otak mengirimkan sinyal-
sinyal kembali ketanduk dorsal melalui
medulla spinalis yang terkonduksi dengan
nosiseptor impuls supresif. Serabut desenden
tersebutmelepas substansi seperti opioid,
serotonin, dan norepinefrin yang akan
menghambat impuls asenden yang
membahayakan dibagian dorsal medulla
spinalis.
c. Bentuk nyeri
Bentuk nyeri secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan
nyeri kronis :
1) Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan
cepat hilang.Umumnya nyeri ini berlangsung tidak lebih dari
enam bulan.Penyebab nyeri dan lokasi nyeri biasanya sudah
diketahui.Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tekanan otot
dan kecemasan .
2) Nyeri Kronis merupakan nyeri yang berlangsung
berkepanjangan, berbulan atau menetapselama lebih dari enam
23
bulan.Sumber nyeri dapat diketahui atau tidak. Umumnya nyeri
ini tidak dapat disembuhkan. Nyeri kronis dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, antara lain nyeri terminal, sindrom nyeri
kronis, dan nyeri psikosomatis (Lyndon,2013).
d. Pemeriksaan Nyeri
Pemeriksaan nyeri menurut Mubarack dan chayathin
(2008), harus dilakukan pada saat pasein sampai di UDG.
Pemeriksaan akan memudahkan rencana penangan terhadap pasien.
Setiap pasien harus diperiksa agar penyebab nyeri dapat diketahuai
dan bukan hanya terpusat pada rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Mnemonic PQRST dibuat untuk membantu pemeriksaan terhadap
nyeri dan pengguanaannya secara rutin akan memudahkan
pemeriksaan. Adapaun PQRST dapat dijabarkan sebagai berikut :
P : Provoking atau factor yang memicu timbulnya nyeri
Q : Quality atau kualitas nyeri (misal tumpul,tajam)
R : Region atau daerah yaitu daerah perjalanna ke daerah lain
S : Saverity atau keganasan, yaitu intensitas
T : Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan.
e. Pengukuran skala nyeri
Skala Analog Visual (VAS) sangat berguna dalam
mengkaji intensitas nyeri. Skla nyeri tersebut berbentuk garis
horisontal sepanjang 10 cm. Ujung kiri biasanya menandakan tidak
nyeri sedangkan ujung kanan biasanya menandakan nyeri berat.
24
Cara kerjanya dengan meminta pasien untuk menunjuk titik pada
garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi disepanjang rentang
tersebut (Smeltzer dan Bare, 2002).Beberapa skala yang dapat
digunakan untuk mengukur intensitas nyeri, menurut Smeltzer &
Bare (2002), adalah sebagai berikut:
1) Skala intensitas nyeri deskriptif
Gambar 2.1 (Skala intensitas nyeri deskriptif )
2) Skala identitas nyeri numeric
Gambar 2.2 ( Skala identitas nyeri numeric)
3) Skala analog visual
Gambar 2.3 (Visual Analog Scale)
25
a) Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 :Nyeri ringan (Secara obyektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik)
4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang
tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang
dan distraksi
10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu
lagi berkomunikasi, memukul.
b) Wong-Baker Faces Rating Scale
Gambar 2.4 ( Skala wajah Wong-Baker Faces Rating Scale)
26
Keterangan :
1. Wajah nol : Sangat senang karena tidak merasa nyeri sama
sekali
2. Wajah Pertama : Sakit hanya sedikit
3. Wajah Kedua : Sedikit lebih sakit
4. Wajah Ketiga : Jauh lebih sakit
5. Wajah Keempat : Jauh sangat lebih sakit
6. Wajah kelima : Sangat sakit luar biasa sampai-sampai
menangis
4. Slow deep breathing
Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk
mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat
menimbulkan efek relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari untuk dapat mengatasi berbagai masalah
misalnya stres, ketegangan otot, nyeri, hipertensi, gangguan
pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi secara umum merupakan keadaan
menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku (Potter & Perry, 2006).
Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya
pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktifitas otak, dan fungsi
tubuh yang lain. Karakteristik dari respons relaksasi ditandai oleh
menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan, penurunan tekanan
darah, dan konsumsi oksigen (Potter & Perry, 2006).
27
Hasil penelitian Astin (2002) dalam Potter (2006), menunjukkan
bahwa relaksasi dapat menurunkan nyeri dan mengontrol tekanan
darah. Penelitan Samsyudin (2009), yang dilakukan pada 34 anak post
operasi dengan melakukan terapi relaksasi napas dalam secara
signifikan dapat mengurangi intensitas nyeri. Pengendalian pengaturan
pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan
pernapasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla
oblongata (Martini, 2006). Napas dalam lambat dapat menstimulasi
respons saraf otonom melalui pengeluaran neurotransmitter endorphin
yang berefek pada penurunan respons saraf simpatis dan peningkatkan
respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas
tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan
ativitas tubuh atau relaksasi sehingga dapat menurukan aktivitas
metabolik (Velkumary & Madanmohan, 2004). Stimulasi saraf
parasimpatis dan penghambatan stimulasi saraf simpatis pada slow
deep breathing juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak
yang memungkinkan suplay oksigen otak lebih banyak sehingga
perfusi jaringan otak diharapkan lebih adekuat (Denise, 2007 dalam
Downey, 2009).
Jerath, Edry, Barnes, dan Jerath (2006), mengemukakan bahwa
mekanisme penurunan metabolisme tubuh pada pernapasan lambat dan
dalam masih belum jelas, namun menurut hipotesanya napas dalam
dan lambat yang disadari akan mempengaruhi sistem saraf otonom
28
melalui penghambatan sinyal reseptor peregangan dan arus
hiperpolarisasi baik melalui jaringan saraf dan non-saraf dengan
mensinkronisasikan elemen saraf di jantung, paru- paru, sistem limbik,
dan korteks serebri. Selama inspirasi, peregangan jaringan paru
menghasilkan sinyal inhibitor atau penghambat yang mengakibatkan
adaptasi reseptor peregangan lambat atau slowly adapting stretch
reseptors (SARs) dan hiperpolarisasi pada fibroblas. Kedua
penghambat impuls dan hiperpolarisasi ini dikenal untuk
menyinkronkan unsur saraf yang menuju ke modulasi sistem saraf dan
penurunan aktivitas metabolik yang merupakan status saraf
parasimpatis.
Penelitian Telles dan Desiraju (2002), menunjukkan bahwa
pengaturan pernapasan dalam dan lambat menyebabkan penurunan
secara signifikan konsumsi oksigen. Teknik pernapasan dengan pola
yang teratur juga dapat dilakukan untuk relaksasi, manajemen stres,
kontrol psikofisiologis dan meningkatkan fungsi organ (Ritz& Roth,
2003 dalam Lane & Arcinesgas, 2007). Latihan napas dalam dan
lambat secara teratur akan meningkatkan respons saraf parasimpatis
dan penurunan aktivitas saraf simpatik, meningkatkan fungsi
pernafasan dan kardiovaskuler, mengurangi efek stres, dan Slow deep
breathing meningkatkan kesehatan fisik dan mental (Velkumary &
Madanmohan, 2004).
29
Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi
bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang
panjang (Breathesy, 2007). adalah gabungan dari metode nafas dalam
(deep breathing) dan napas lambat sehingga dalam pelaksanaan latihan
pasien melakukan nafas dalam dengan frekuensi kurang dari atau sama
dengan 10 kali permenit.
Langkah-langkah dalam latihan slow deep breathing, menurut
University of Pittsburgh Medical Center, (2003) :
1. Atur pasien dengan posisi duduk
2. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut
3. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui
hidung dan tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen
mengembang saat menarik napas
4. Tahan napas selama 3 detik
5. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas
secara perlahan selama 6 detik. (Rasakan abdomen bergerak ke
bawah)
6. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit.
7. Latihan slow deep breathing dilakukan dengan frekuensi 3 kali
sehari.
30
B. Karangka Teori
Cedera kepala
Edema serebri
Peningkatan tekanan intracranial
hipoksia serebral
perubahan metabolism
aerob anaerob
Peningkatan asam laktat otak
Merangsang anferior Gangguan hemisfer Hipoksia
hipotalamus motorik jaringan
Mengeluarkan kortikosteroid penurunan kesadaran kesadaran
dan tonus otot
Peningkatan asam lambung hipoventilasi
Mual,muntah - pernafasan dangkal
j - perubahan tekanan
0 darah
Anoreksia Kerusakan pertukaran
hh gas
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Nyeri kepala
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan mobilitas
fisik
Pola nafas tidak
efektif
Menurut Tarwoto,2011 Gambar 2.5 (Karangka Teori)
31
C. Kerangka konsep
Cedera
Kepala
Ringan
Nyeri Slow Deep
Breathing
Nyeri Turun
Gambar 2.6 (karangka Konsep)
Sumber : Tarwoto, 2012
32
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek yang digunakan adalah Nn. L, umur 17 tahun, berjenis kelamin,
perempuan alamat wonogiri, dengan diagnosa medis cedera kepala ringan.
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat : Aplikasi pemberian Latihan Slow deep breathing pada pasien
dengan nyeri kepala akut cedera kepala ringan di ruang Tulip Rumah
Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
2. Waktu : waktu dalam aplikasi latihan slow deep breathing ini selama 3
hari pada tanggal 09 Maret 2015 sampai 11 Maret 2015.
C. Media dan alat
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang akan digunakan adalah :
Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran atau
pemeriksaan terhadap skala nyeri.
D. Prosedur dan tindakan
1. Atur pasien dengan posisi duduk
2. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut
3. Anjurkan melakukan napas secara berlahan dan dalam melalui
hidung dan tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen
mengembang saat menarik napas
4. Tahan napas selama 3 detik
33
5. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut. Dan hembuskan napas
secara perlahan selama 6 detik. Rasakan abdomen bergerak ke
bawah.
6. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit
Latihan slow deep breating dilakukan dengan frekuensi 3 kali sehari.
E. Alat ukur Evaluasi
Alat ukur yang digunakan mengguanaka alat ukur skala nyeri dengan VAS
(Visual Analog Scale)
Gambar 3.1 (Visual Analog Scale)
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik)
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapa
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
34
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
35
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas klien
Pengkajian yang dilakukan penulis dengan metode autoanamnesa
dan allowanamnesa pada tanggal 09 maret 2015 jam 09.00 WIB, Pasien
masuk rumah sakit pada tanggal 09 maret 2015 jam 02.00 WIB. Dari
pengkajian diperoleh data yaitu, Nn. L berjenis kelamin perempuan,umur
17 tahun, beragama islam, alamat wonogiri, pendidikan SMA, pekerjaan
belum bekerja. Penanggung jawab dari Nn.L adalah Tn. A umur 48 tahun,
pekerjaan petani, pendidikan terakhir SD dan hubungan Tn. A dengan Nn.
L adalah ayah.
B. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Nn.L 17 Tahun
Gambar 4.1 (Genogram)
36
Keterangan :
: Laki - laki
: Perempuan
: Tinggal dalam satu rumah
: Pasien
2. Pola pengkajian primer
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 09 maret 2015,
didapatkan pengkajian primer airway jalan nafas paten, tidak ada suara
yang menandakan adanya masalah dijalan nafas, atau tidak ada suara
tambahan, breathing didapatkan data pola nafas efektif tidak ada
sumbatan jalan nafas, pergerakan dinding dada simetri,tidak
menggunakan otot bantu pernafasan dan tidak cuping hidung respirasi
20x/menit, Circulation tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110x/menit
irama cepat dan kuat, caillary refill< 2 detik, suhu 36,70C, akral
hangat, kulit lembab dan warna kulit sawo matang. Disability,
kesadaran composmentis GCS 14 dengan E3V5M6, reaksi pupil kanan
dan kiri isokor. Eksposure pasien diruang dengan suhu kamar 200C
terpasang slimut dan terpasang oksigen 2 liter, dan tangan kiri
terpasang infus NaCl 20 tetes per menit, lingkungan bersih pasien
sudah aman dan nyaman.
37
3. Pola pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder didapatkan data bahwa keadaan umum
klien sedang, kesadaran composmentis, penilaian Glasgow Coma Scale
(GCS) adalah E3 : buka mata dengan rangsangan suara, V5 : orientasi
baik/ komunikasi baik dan jawaban tepat, M6 : mengikuti perintah,
GCS = 14. Pengukuran tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110 kali
permenit, irama cepat, kekuatan teraba kuat, respirasi 20 x/menit, dan
suhu 36,70 C dengan pengukuran suhu lewat aksila, akral teraba
hangat.
Pengkajian selanjutnya adalah History pada pengkajian history
terdapat beberapa yang harus dikaji yaitu; (SAMPLE) diperoleh data
subjektif (S) pasien mengatakan nyeri kepala, diperoleh data nyeri P:
pasien mengatakan nyeri karena kecelakaan yang dialaminya, Q : nyeri
seperti ditusuk-tusuk , R: nyeri dibagian kepala kanan, S: skala nyeri 6
dan T : nyeri terjadi kadang – kadang dan bertambah jika kepala
digerakan. Pasien tampak nyeri kesakitan dan tidak nyaman.
Alergi (A), keluarga mengatakan jika pasien tidak ada alergi
obat atau makanan. Medikasi (M), keluarga mengatakan pasien tidak
dapat obat dari rumahsakit daerah wonogiri hanya dapat injeksi
ceftriaxon 1 grdan ketorolac 10 mg secara iv. Riwayat penyakit(P)
sebelumnya pasien mengatakan belum pernah mengalami kecelakaan
seperti yang dialami sekarang.
38
Last meal (L), keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien
makan nasi lauk dan sayur, Even leanding (E), keluarga pasien
mengatakan pasien kecelakan pada tanggal 08 maret 2015 pada jam
21.00 dari motor dan kepalanya terbentur aspal, pasien sempat tidak
sadar kemudian ±10 menit kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke
RSUD wonogiri, pasien mengeluhkan nyeri kepala dan pusing
berputar-putar terjadi kadang – kadang di RSUD wonogiri pasien
mendapatkan terapi infus NaCL 20 tpm dan injeksi ceftriaxon 1 gr dan
ketorolac 10 mg secara iv dan hasil pemeriksaan Tekanan darah
110/60 mmHg, nadi 113 x/menit dan suhu 36,70
C, Respirasi
20x/menit. Karena belum ada peruahan keluarga membawa anaknya ke
IGD Dr. Moewardi pada pukul 02.00 WIB, dan di igd mendapatkan
pemeriksaan teknan darah 100/70 mmHg, nadi 110 x/menit kekuatan
kuat dan irama cepat dan GCS 14 E3V5M6 kesadaran composmentis
mendapatkan terapi oksigen 2 liter.
4. Pemeriksaan Fisik
Bentuk kepala mecosephal, kulit kepala bersih, rambut
berwarna hitam, panjang dan ikal. Mata simetris kanan dan kiri
konjungtiva tidak anemis, sklera putih, pupil isokor dan tidak
menggunakan alat bantu penglihatan. hidung simetris kanan dan kiri,
tidak ada secret, tidak ada polip, terpasang O2 2 liter dengan kanul dan
pasien tidak cuping hidung. mulut bersih tidak ada stomatitis dan bibir
lembab. Tidak ada gigi yang berlubang. telinga simetris kanan dan kiri
39
bersih tidak ada serumen. leher tidak ada pembesaran tiroid dan
kelenjar limfe dan pengukuran JVP 7Cm.
Pemeriksaan dada (paru-paru), inspeksi : dada simetris,
pergerakan dada simetris tidak ada jejas dan tidak ada retraksi, palpasi
vocal fremitus sama kanan dan kiri, perkusi sonor, auskultasi vesikuler.
(jantung), inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi itcus cordis
teraba di ICS 4-5 atau mid klafikula sinistra,Perkusi pekak auskultasi
buyi jantung murni I,II murni tidak ada bising.
Pemeriksaan abdomen, inspeksi : bentuk datar, tidak ada jejas,
auskultasi bising usus 16 kali permenit, perkusi timphani, palpasi tidak
adanyeri tekan dan tidak ada perdarahan dan masa.
Pada genetalia dan rektum bersih,tidak terpasang
kateter.ekstremitas atas (tangan kanan dan kiri) kekuatan otot atas 5/5
capillary refill< 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan
akral hangatdan terpasang infuse NaCL pada tangan kiri,ekstremitas
bawah (kanan dan kiri) kekuatan otot 5/5 capilly refill< 2 detik, tidak
ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.
5. Hasil pemeriksaan penunjang dan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan pada tanggal 9 maret
2015 jam 05.00 yaitu hemoglobin 11,8 g/dlkurang dari normal,
normalnya nilai hemoglobin adalah (12,3 – 15,8 g/dl), hematokrit 35
%normal, dengan nilai normal (33-45 %), leukosit 14,0 ribu/ul normal,
nilai normal leukosit adalah (4,5 – 14,5 ribu/ul), trombosit 305 ribu/ul
40
normal, dengan nilai normal (150 – 450 ribu/ul), eritrosit 4,11 juta/ul
normal, dan nilai normal (3,80 – 5,80 juta/ul), dan golongan darah A.
pemeriksaan MRI atau foto rontgen pukul 03.00 WIB multy slice
computed tomografi (MSCT) kepala pasien dengan menggunakan CT
scane GE 8 slince tanpa kontras intra vena,tidak ada perdarahan,
terdapat hematom pada bagian temporal sebelah kanan.
Program terapi obat secara intra vena yang didapatkan klien pada
tanggal 9 april 2015, yaitu ceftriaxon 1 g/ 8 jam secara iv, ranitidine
2,5 mg/12 jam secara iv, ketorolac10 mg/8 jam secara iv, infuse Nacl
20 tetes permenit.
C. Daftar Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan yang utama yang dirasakan pasien pada
tanggal 09 maret 2015 didapatkan data subjektif ; P: klien mengatakan
nyeri kepala karena kecelakaan yang telah dialami, Q: klien
mengatakannyeri seperti ditusuk-tusuk, R: klien mengatakan nyeri kepala
bagian kanan, S: klien mengatakan nyeri kepala skala 6,T: klien
mengatakan nyeri terjadi kadang-kadang dan nyeri bertambah jika
digerakan. Respon objektif pasien tampak kesakitan dan tidak nyaman,
pasien tampak keskitan jika kepala digerakan. Dengan problem nyeri akut
dan etiologi agen cedera fisik (kecelakaan). Maka diagnosa keperawatan
yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
(kecelakaan) dengan nomor nanda 00132.
41
Diagnosa keperawatan yang kedua pada tanggal 09 maret 2015
dengan didapatkan data subjektifpasien mengatakan pusing berputar putar
dan terjadi kadang - kadang, Respon objektif pasien tampak memejamkan
mata saat pusing datang, Hemoglobin: 11,8 g/dl, GCS: E3 buka mata
dengan rangsangn suara ,V5 komunikasi atau orientasi baik dan jawaban
tepat, M6 mengikuti perintah, kesadaran composmentis, nadi 110x/menit
(takikardi).Terdapat hematom pada bagian temporal sebelah kanan.
Dengan problem resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dan etiologi
trauma kepalamaka diagnosa keperawatan adalah resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala dengan nomor
nanda 00201.
D. Perencanaan
Tujuan yang dibuat penulis pada diagnosa nyeri berhubungan
dengan agen cedera fisik (kecelakaan) adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang dengan
kriteria hasil pasien tidak nyeri, skala nyeri 3 - 1, ekspresi wajah rilekst,
pasien tampak nyaman (Judith, 2007 dengan kode 19.1.1). Intervensi atau
rencana tindakan yang akan dilakukan yang pertama Kaji skala nyeri
(P,Q,R,S,T) dengan rasional untuk mengetahui tingkat nyeri pada
pasien,Ajarkan pasien untuk melakukan latihan slow deep breathing
rasional dapat mengaktifkan syaraf simpatis yang disebut sebagai respon
relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Anjurkan pasien untuk
posisi kepala lebih tinggi 150
tanpa menggunakan bantal,dengan rasional
42
meningkatkan dan memperlancar aliran balik darah vena dari kepala
sehingga dapat mengurangi peningkatan TIK. Kolaborasi pemberian
analgetik (ketorolac 10 mg dan ranitidin 2,5 mg /iv) rasional untuk
mengurangi nyeri.
Tujuan pada diagnosa ke dua tentang resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepalaadalah setelah
dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan tidak terjadi, dengan kriteria hasil tidak ada peningkatan
tekanan intra kranial (muntah proyektil, nyeri dan takikardi), Hemoglobin
batas normal (12,3 – 15,3 g/dl) (Judith, 2007 dengan kode 1.4.1.1).
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan yaitu observasi kesadaran,
keadaan umum dan tanda-tanda vitalrasional untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien, keadaan umum dan untuk mengetahui adanya
peningkatan TIK. Berikan posisi kepala dengan 150
tanpa menggnakan
bantal dengan rasional meningkatkan dan memperlanjar aliran balik darah
vena dari kepala sehingga dapat mengurangi peningkatan TIK. Anjurkan
pasien untuk mengurangi gerak pada kepala rasional agar tidak ada
peningkatan intrakranial. Kolaborasi pemberian obat dan oksigen sesuai
advice dokter (ceftriaxon 1gr/iv) dengan rasional mencegah adanya
komplikasi lain dan mengurangi hipoksemia yang dapat meningkatkan
vasodilatasi serebri, volume darah dan TIK.
43
E. Implementasi
1. Tindakan keperawatan pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera fisik yang dilakukan pada hari senin tanggal 09 maret
2015 pukul 09.00 WIB yaitu mengkaji skala nyeri pasien respon
subjektif pasien mengatakan nyeri karena kecelakaan, nyeri seperti
ditusuk-tusuk, nyeri di kepala bagian kanan, nyeri yang dirasakan skala
6 dan nyeri terjadi kadang-kadang dan bertambah saat kepala
digerakkan. Respon objektif pasien tampak tidak nyaman ekspresi
wajah datar. Pukul 09.10 WIB Mengajarkan latihan slow deep
breathing respon subjektif pasien mau untuk melakukan latihan slow
deep breathing, respon objektif pasien tampak melakukan latihan slow
deep breathing secara mandiri. pukul 09.20 WIB Mengkaji skala nyeri
setelah dilakukan latihan slow deep breathing respon subjektif pasien
mengatakan nyeri sedikit nyaman tapi skala nyeri masih belum
berkurang. pukul 09.30 WIB menganjurkan pasien untuk posisi kepala
lebih tinggi 150 tanpa menggunakan bantal respon subjektif pasien
mengatakan bersedia dan respon objektif pasien sudah diposisikan
kepala lebih tinggi dan tidak menggunakan bantal. Pukul 09.35 WIB
memberikan obat analgesic sesuai advice dokter ketorolac 10 mg/iv
dan ranitidine 2,5 mg/iv respon subjektif pasien mengatakan mau
disuntik dan respon objektif saat obat masuk tidak ada alergi. Pukul
15.30 WIB mengobservasi latihan slow deep breating yang dilakukan
pasien secara mandiri. respon subjektif pasien mau melakukan slow
44
deep breathing respon objektif pasien tampak melakukan slow deep
breathing secara mandiri. Pukul 15.40 WIB Mengkaji skala nyeri
respon subjektif pasien mengatakan nyaman saat dilakukan slow deep
breathing tapi nyeri belum berkurang respon objektif pasien tampak
rileks ekspresi wajah datar. pukul 21.00 WIB mengobservasi latihan
slow deep breathing yang dilakaukan pasien respon subjektif pasien
mengatakan mau melakukan latihan slow deep breathing, respon
objektif pasien tampak melakukan slow deep breathing secara mandiri,
21.10 mengkaji skala nyeri respon subjektif pasien mengatakan nyeri
sudah berkurang dari skala 6 menjadi skala 5. Respon objektif pasien
tampak nyaman ekspresi wajah datar.
Tindakan keperawatan pada diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik yang dilakukan pada hari kedua senin
tanggal 10 maret 2015 pukul 09.00 WIB yaitu mengkaji skala nyeri
pasien respon subjektif pasien mengaakan nyeri karena kecelakaan,
nyeri seperti dipukul - pukul, nyeri di kepala bagian kanan, nyeri yang
dirasakan skala 5 nyeri terjadi kadang – kadang dan bertambah saat
kepala digerakkan. Respon objektif pasien tampak sedikit nyaman
ekspresi wajah datar. Pukul 09.10 WIB Mengobservasi latihan slow
deep breathing respon subjektif pasien mau untuk melakukan latihan
slow deep breathing, respon objektif pasien tampak melakukan latihan
slow deep breathing secara mandiri. pukul 09.20 WIB Mengkaji skala
nyeri setelah dilakukan latihan slow deep breathing respon subjektif
45
pasien mengatakan nyeri sedikit nyaman tapi skala nyeri masih belum
berkurang. pukul 09.30 WIB menganjurkan pasien untuk posisi kepala
lebih tinggi 150 tanpa menggunakan bantal respon subjektif pasien
mengatakan bersedia dan respon objektif pasien sudah diposisikan
kepala lebih tinggi dan tidak menggunakan bantal. Pukul 09.35 WIB
memberikan obat analgesic (ketorolac 10 mg dan ranitidin 2,5 mg /iv)
respon subjektif pasien mengatakan mau disuntik dan respon objektif
saat obat masuk tidak ada alergi. Pukul 15.30 WIB mengobservasi
latihan slow deep breating yang dilakukan pasien secara mandiri.
respon subjektif pasien mau melakukan slow deep breathing respon
objektif pasien tampak melakukan slow deep breathing secara mandiri.
Pukul 15.40 WIB Mengkaji skala nyeri respon subjektif pasien
mengatakan nyaman saat dilakukan slow deep breathing pasien
mengatakan nyeri sudah berkurang dari skala 5 menjadi skala 4.
Respon objektif pasien tampak nyaman ekspresi wajah datar. objektif
pasien tampak rileks ekspresi wajah datar. pukul 21.00 WIB
mengobservasi latihan slow deep breathing yang dilakaukan pasien
respon subjektif pasien mengatakan mau melakukan latihan slow deep
breathing, respon objektif pasien tampak melakukan slow
deepbreathing secara mandiri, 21.10 mengkaji skala nyeri respon
subjektif pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dari skala 4
Respon objektif pasien tampak nyaman ekspresi wajah datar.
46
Tindakan keperawatan pada diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik yang dilakukan pada hari senin tanggal 11
maret 2015 pukul 09.00 WIB yaitu mengkaji skala nyeri pasien respon
subjektif pasien mengaakan nyeri karena kecelakaan, nyeri terasa
cekot-cekot, nyeri di kepala bagian kanan, nyeri yang dirasakan skala 4
nyeri terjadi kadang – kadang dan bertambah saat kepala digerakkan.
Respon objektif pasien tampak sedikit nyaman ekspresi wajah datar.
Pukul 09.10 WIB Mengobservasi latihan slow deep breathing respon
subjektif pasien mau untuk melakukan latihan slow deep breathing,
respon objektif pasien tampak melakukan latihan slow deep breathing
secara mandiri. pukul 09.20 WIB Mengkaji skala nyeri setelah
dilakukan latihan slow deep breathing respon subjektif pasien
mengatakan nyeri sedikit nyaman tapi skala nyeri masih belum
berkurang. pukul 09.30 WIB menganjurkan pasien untuk posisi kepala
lebih tinggi 150 tanpa menggunakan bantal respon subjektif pasien
mengatakan bersedia dan respon objektif pasien sudah diposisikan
kepala lebih tinggi dan tidak menggunakan bantal. Pukul 09.35 WIB
memberikan obat analgesic sesuai advice dokter ketorolac 10 gr/iv dan
ranitidine 2 mg/iv respon subjektif pasien mengatakan mau disuntik
dan respon objektif saat obat masuk tidak ada alergi. Pukul 15.30 WIB
mengobservasi latihan slow deep breathing yang dilakukan pasien
secara mandiri. respon subjektif pasien mau melakukan slow deep
breathing respon objektif pasien tampak melakukan slow deep
47
breathing secara mandiri. Pukul 15.40 WIB Mengkaji skala nyeri
respon subjektif pasien mengatakan nyaman saat dilakukan slow deep
breathing pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dari skala 4
menjadi skala 3. Respon objektif pasien tampak nyaman ekspresi
rileks. pukul 21.00 WIB mengobservasi latihan slow deep breathing
yang dilakaukan pasien respon subjektif pasien mengatakan mau
melakukan latihan slow deep breathing, respon objektif pasien tampak
melakukan slow deep breathing secara mandiri, 21.10 mengkaji skala
nyeri respon subjektif pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dari
skala 3 Respon objektif pasien tampak nyaman ekspresi rileks.
2. Tindakan keperawatan pada diagnosa kedua yaitu resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma
kepala adalah pada tanggal 09 maret 2015 jam 09.25 WIB. Mengkaji
kesadaran klien keadaan umum dan tanda – tanda vital dengan respon
subjektif pasien mengatakan kepalanya pusing berputar-putar terjadi
kadang – kadang,dari respon objektif pasien keadaan umum sedang,
pasien tampak hanya diam kesadaran composmentis GCS 14 E3V5M6,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110 kali per menit, Respirasi 20
kali per menit,pukul 09.30 WIB menganjurkan pasien untuk posisi
kepala lebih tinggi 150 tanpa menggunakan bantal respon subjektif
pasien mengatakan bersedia dan respon objektif pasien sudah
diposisikan kepala lebih tinggi dan tidak menggunakan bantal. Dan
pukul 09.40 WIB membatasi gerak kepala respon subjektif pasien
48
mengatakan mau untuk sering tidak mengubah posisi kepala dan
respon objektif pasien diposisikan supinasi dan jarang menggerakan
kepala.Tindakan selanjutnya pukul 09.35 WIB memberikan obat
sesuai advice dokter ceftriaxon 1g secara iv dan oksigen 2 liter respon
subjektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik dan di pasang
oksigen respon objektif obat masuk dan tidak ada alergi oksigen
terpasang 2 liter.
Tindakan keperawatan pada diagnosa kedua yaitu resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma
kepala adalah pada tanggal 10 maret 2015 jam 09.25 WIB. Mengkaji
kesadaran klien keadaan umum dan tanda-tanda vital dengan respon
subjektif pasien mengatakan kepalanya pusing berputar-putar terjadi
kadang-kadang, dari respon objektif pasien keadaan umum sedang,
pasien tampak hanya diam kesadaran composmentis GCS 14 E3V5M6,
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 100 kali per menit, Respirasi 20
kali per menit, pukul 09.30 WIB menganjurkan pasien untuk posisi
kepala lebih tinggi 150 tanpa menggunakan bantal respon subjektif
pasien mengatakan bersedia dan respon objektif pasien sudah
diposisikan kepala lebih tinggi dan tidak menggunakan bantal. Pukul
09.40 WIB Membatasi gerak kepala respon subjektif pasien
mengatakan mau untuk sering tidak mengubah posisi kepala dan
respon objektif pasien diposisikan supinasi dan jarang menggerakan
kepala. Tindakan selanjutnya pukul 09.35 WIB memberikan obat
49
sesuai advice dokter ceftriaxon 1 gr secara iv dan oksigen 2 liter
respon subjektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik dan di
pasang oksigen respon objektif obat masuk dan tidak ada alergi
oksigen terpasang 2 liter.
Tindakan keperawatan pada diagnosa kedua yaitu resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma
kepala dihari ke tiga pada tanggal 11 maret 2015 pukul 09.25 WIB.
Mengkaji kesadaran klien keadaan umum dan tanda – tanda vital
dengan respon subjektif pasien mengatakan kepalanya pusing berputar-
putar terjadi kadang-kadang, dari respon objektif pasien keadaan
umum sedang, pasien tampak hanya diam kesadaran composmentis
GCS 15 E4V5M6, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 95 kali per menit,
Respirasi 20 kali per menit, pukul 09.30 WIB menganjurkan pasien
untuk posisi kepala lebih tinggi 150 tanpa menggunakan bantal respon
subjektif pasien mengatakan bersedia dan respon objektif pasien sudah
diposisikan kepala lebih tinggi dan tidak menggunakan bantal. Pukul
09.40 WIB Membatasi gerak kepala respon subjektif pasien
mengatakan mau untuk sering tidak mengubah posisi kepala dan
respon objektif pasien diposisikan supinasi dan jarang menggerakan
kepala. Tindakan selanjutnya pukul 09.35 WIB memberikan obat
sesuai advice dokter ceftriaxon 1g secara iv dan oksigen 2 liter respon
subjektif pasien mengatakan bersedia untuk disuntik dan di pasang
50
oksigen respon objektif obat masuk dan tidak ada alergi oksigen
terpasang 2 liter.
F. Evaluasi
1. Hasil evaluasi pada diagnosa nyeri tanggal 09 maret 2015 jam 21.30
WIB, dengan metode SOAP hasil subjektif pasien mengatakan nyeri
karena kecelakaan yang dialaminya, nyeri seperti ditusuk-tusuk nyeri
di kepala bagian kanan nyeri skala 5 dan nyeri bertambah saat
digerakkan, objektif pasien tampak nyaman setelah dilakukan latihan
slow deep breathing dan ekspresi wajah datar, tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 110 kali per menit, Respirasi 20 kali permenit Analisa
masalah belum teratasi ( nyeri skala 5) dengan pleaning intervensi
dilanjutkan : Kaji nyeri pasien, observasi latihan slow deep breathing,
anjurkan pasien untuk memposisikan kepala 150
tanpa menggunakan
bantal, memberikan obat analgesik (ketorolac 10 mg dan ranitidin 2,5
mg secara iv) sesuai advice dokter.
Hasil evaluasi pada diagnosa nyeri tanggal 10 maret 2015 jam
21.30 WIB, dengan metode SOAP hasil subjektif pasien mengatakan
nyeri karena kecelakaan yang dialaminya,nyeri seperti dipukul - pukul
nyeri di kepala bagian kanan nyeri skala 4 dan nyeri bertambah saat
digerakkan, objektif pasien tampak nyaman setelah dilakukan latihan
slow deep breathing dan ekspresi wajah datar, tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 100 kali per menit, Respirasi 20 kali per menit,. Analisa
masalah teratasi sebagian ( nyeri skala 4) dengan pleaning intervensi
51
dilanjutkan : Kaji nyeri pasien, observasi latihan slow deep breathing,
anjurkan pasien untuk memposisikan kepala 150tanpa menggunakan
bantal, memberikan obat analgesic (ketorolac 10 mg dan ranitidin 2,5
mg secara iv) sesuai advice dokter.
Hasil evaluasi pada diagnosa nyeri tanggal 11 maret 2015 jam
21.30 WIB, dengan metode SOAP hasil subjektif pasien mengatakan
nyeri karena kecelakaan yang dialaminya, nyeri cekot – cekot jarang
terjadi nyeri di kepala bagian kanan nyeri skala 3, objektif pasien
tampak nyaman setelah dilakukan latihan slow deep breathing dan
sakit hanya sedikittekanan darah 110/60 mmHg, nadi 95 kali per
menit, Respirasi 20 kali per menit. Analisa masalah teratasi ( nyeri
skala 3) dengan pleaning intervensi dilanjutkan : Anjurkan pasien
untik melakukan slow deep breathing saaat nyeri timbul.
2. Hasil evaluasi pada diagnosa gangguan perfusi jaringan pada tanggal
09 maret 2015 jam 21.30 dengan metode SOAP. Dengan evaluasi
subjektif pasien mengatakan berputar-putar dan terjadi sering, evaluasi
objektif pasien tampak hanya diam dan pusing datang pasien
memejamkan mata,GCS = 14 E3V5M6,Nadi teraba cepat dan
kuat,frekuensi 110x/menit analisa masalah belum teratasi (pasien
mengeluhkan pusing berputar-putar) dengan pleaning intervensi
dipertahankan: Observasi kesadaran pasien, pantau tanda-tanda vital,
berikan posisi 150 tanpa bantal dan berikan obat ceftriaxon 1 g secara
iv sesuai advice dokterdan pemberian oksigen 2 liter.
52
Hasil evaluasi pada diagnosa gangguan perfusi jaringan pada
tanggal 10 maret 2015 jam 21.30 dengan metode SOAP. Dengan
evaluasi subjektif pasien mengatakan berputar-putar dan terjadi
kadang-kadang, evaluasi objektif pasien tampak hanya diam dan
pusing datang pasien memejamkan mata, GCS = 14 E3V5M6, Nadi
teraba cepat dan kuat, frekuensi 100 x/menit analisa masalah belum
teratasi (pasien mengeluhkan pusing berputar-putar tapi kadang -
kadang) dengan pleaning intervensi dipertahankan: Observasi
kesadaran pasien, pantau tanda-tanda vital, berikan posisi 150 tanpa
bantal dan berikan obat ceftriaxon 1 g secara iv sesuai advice dokter
dan pemberian oksigen 2 liter.
Hasil evaluasi pada diagnosa gangguan perfusi jaringan pada
tanggal 11 maret 2015 jam 21.30 dengan metode SOAP. Dengan
evaluasi subjektif pasien mengatakan berputar-putar dan terjadi
kadang-kadang, evaluasi objektif pasien tampak hanya diam dan
pusing datang pasien memejamkan mata, GCS = 14 E4V5M6, Nadi
teraba cepat dan kuat, frekuensi 95 x/menit analisa masalah belum
teratasi (pasien mengeluhkan pusing berputar-putar tapi kadang-
kadang) dengan pleaning intervensi dipertahankan: Observasi
kesadaran pasien, pantau tanda-tanda vital, berikan posisi 150 tanpa
bantal dan berikan obat ceftriaxon 1g secara iv sesuai advice dokter
dan pemberian oksigen 2 liter
53
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas pemberian latihan slow deep
breathing terhadap intensitas nyeri kepala akut pada asuhan keperawatan Nn.L
dengan cedera kepala ringan diruang tulip RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Disamping itu penulis juga akan membahas tentang kesusuaian dan kesenjangan
antara teori dan praktik yang meliputi pengkajian, analisa data, intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Pembahasan ini akan lebih ditekankan pada diagnosa
nyeri karena diagnosa nyeri yang berhubungan dengan agen cedera fisik
(kecelakaan),dimana menurut jurnal Tarwoto (2012), bahwa intensitas nyeri dapat
diturunkan dengan latihan slow deep breathing.
Latihan Slow deep breathingmerupakan tindakan secara tidak langsung
dapat menurunkan asam laktat dengan cara meningkatkan suplai oksigen dan
menurunkan kebutuhan oksigen otak, sehingga diharapkan terjadi keseimbangan
oksigen otak. Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk
mengatur pernafasan secara dalam dan lambat, napas dalam lambat dapat
menstimulasi respon syaraf otonom melalui pengeluaran neurotransmiter endoprin
yang berefek pada penurunan respon syaraf simpatis dan meningkatkan respon
syaraf parasimpatis, saraf parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh
atau relaksasi sehingga keadaan ini dapat mengurangi nyeri (Tarwoto, 2012).
54
1. Pengkajian
Menurut Nikmatur (2012), Pengkajian adalah suatu proses
pengumpulan data tentang kesehatan pasien dengan metode
anamnesa,observasi dan pemeriksaan. Pasien masuk rumah sakit hari senin
09 maret 2015 pukul 02.00 WIB. Penulis melakuakan pengkajian pada
hari senin 09 maret 2015 pada pukul 09.00 WIB diruang tulip.keluhan
utama pada saat pengkajian adalah nyeri kepala P : nyeri karena
kecelakaan, Q: nyeri seperti ditusuk – tusuk, S : skala nyeri 6, T : nyeri
yang dirasakan kadang-kadang bertambah jika kepala digerakkan.
Menurut Long (1996) dalam mubarak dan Chayatin (2008), Nyeri adalah
perasaan yang tidak menyenangkan yang sangat subjektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut.
Data tersebut telah sesuai dengan teori Tarwoto (2012),yang
menyebutkan cedera kepala yang disebabkan oleh trauma tajam maupun
tumpul yang dapat menimbulkan nyeri, mekanisme terjadinya nyeri kepala
pada pasien cedera kepalaterjadi arteri meningeal medium rupturkarena
adanya ruptur akan terjadi perdarahandan terjadi hematom epidural
sehingga menekan durameter dan melepasnya durameter dari basis cranii
dan hematom bertambah besar maka terjadi peningkatan intrakranial dan
terjadi nyeri kepala.
Selain nyeri pasien mengeluhkan pusing berputar-putar tejadi
kadang-kadang, keadaan umum sedang dan dari data objektifkesadaran
55
GCS (Glow Coma Scale) 14 E3V5M6, pada pemeriksaan fisik pasien
mengalami takikardi ditandai dengan nadi 110x/menit, dengan nilai
normal nadi 60-100 x/menit, pemeriksaan fisik palpasi terdapat benjolan
dikepala kanan akibat benturan, dan pada pemeriksaan CT scan terdapat
hematome pada bagian temporal dextra, dan padpada tanggal 09 maret
2015, pukul 09.00WIB pemeriksaan laboratorium didapatkan data
hemoglobin kurang dari normal 11,8 g/dldengan nilai normal (12,3 – 15,8
g/dl).
Data tersebut sesuai dengan teori menurut Brunner suddart(2004),
menjelaskan bahwa cedera kepala memiliki tanda dan gejala seperti
adanya penurunan kesadaran, tanda – tanda vital yang tidak normal dapat
terjadi peningkatan atau penurunan, menurut Hardi (2012), normalnya
tanda – tanda vital, tekanan darah normal sistolik : 90 – 110 dan diastolik :
62 – 83 mmHg, nadi 60 – 100 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 0 C, dan respirasi
16 – 20 x/menit.
Terjadinya gangguan perfusi jaringan mernurut Tarwoto (2012),
karena memar pada permukaan otak, laserasi cedera robekan hemorargi,
akibatnya akan terjadi kemampuan autoregulasi serebral yang kurang atau
tidak ada area cedera dan konsekuensinya meliputi hipertermia.
peningkatan salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat
membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak,
sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila
tekanan terus menerus meningkat, maka aliran darah dalam otak menurun
56
terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan
perfusi serebral.
Pada cedera kepala mengalami penurunan kesadaran karena pada
adanya benturan yang dapat menyebabkan edema serebral dan
peningkatan intrakranial yang ditandai dengan adanya penurunan
kesadaran,cedera kepala mempunyai tanda dan gejala seperti sakit kepala
yang hebat karena adanya peningkatan tekanan intrakranial, dan trauma
kepala yang disertai fraktur tengkorak.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut teori Nikmatur (2012), Diagnosa keperawatan adalah
pernyataan yang menggambarkan respon manusia dalamkeadaan sehat
atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial dari individu atau
kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau
untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan. Pada pasien
dengan cedera kepala ringan diagnosa yang biasa muncul adalah bersihan
jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, perubahan perfusi
jaringan serebral, dan nyeri akut (Andra, 2013). Pada Nn.L ditemukan
diagnosa keperawatan nyeri akut dan resiko perfusi jaringan otak.
Diagnosa pertama yang diangkat adalah nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik (trauma kepala). Nyeri akut adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri ini timbul secara
mendadak dan cepat menghilang umumnya nyeri ini berlangsungtidak
57
lebih dari 6 bulan,nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot
dan kecemasan (Lyndon,2013).
Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut dengan mengacu dari
hasil analisa data dimana data subjektif, pasien mengatakan nyeri kepala
karena kecelakaan, nyeri dikepala bagian kanan (temporal), nyeri skala 6
dan nyeri timbul kadang-kadang dan bertambah jika kepala digerakkan.
Sedangkan data objektif yang didapatkan pasien tampak kesakitan dan
memegang kepala saat nyeri timbul, tekanan darah pasien 100/70 mmHg,
nadi 110 x /menit irama cepat,dan teraba kuat, respirasi 20x/menit. Data
tersebut telah sesuai dengan batasan karakteristik untuk nyeri antara lain
perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan
frekuensi pernafasan, laporan verbal dan mengekspresikan perilaku
(Nanda, 2012).
Diagnosa kedua yang diangkat oleh penulis adalah resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala.
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak aalah beresiko mengalami
sirkulasi jaringan otak yang dapat menganggu kesehatan (Nanda, 2012).
Penulis mengangkat resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
dengan mengacu dari hasil analisa data dimana data subjektif pasien
mengatakan pusing berputar- putar terjadi kadang-kadang, sedangkan dari
data objektif yang didapatkan adalah tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
110x/menit irama cepat dan teraba kuat, respirasi 20x/menit, suhu 36,70C
akral hangat, dan didapatkan data CT scan terdapat hematom pada bagian
58
temporal sebelah kanan dan Hemoglobin kurang dari normal 11,8 g/dl
dengan nilai normal (12,3 – 15 8g/dl). Data yang didapat telsh sesuai
dengan faktor resiko untuk resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
yaitu trauma kepala (Nanda, 2012).
3. Intervensi
Intervensi atau perencanaan merupakan adalah pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-
masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Dengan
perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan
cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efesien sesuai dengan
kebutuhan dan berdasarkan diagnosa keperawatanya intervensi berisikan
tujuan kriteria hasil yang diharapkan, serta rasional dari tindakan-tindakan
yang dilakukan (Nikmatur, 2012).
Pada diagnosa pertama nyeri berhubungan dengan agen cedera
fisik (trauma kepala), penulis mempunyai tujuan yaitu setelah dilakukan
tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang,
kriteria hasil pasien mengatakan nyeri berkurang atau tidak nyeri, skala
nyeri (3-1), ekspresi wajah rileks, tidak memegang daerah yang sakit, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal (Judith, 2007 dengan kode
9.1.1).Menurut Hardi(2012),tekanan darah normal sistolik : 90 – 110 dan
diastolik 62 – 83 mmHg, Nadi 60 – 100 x/menit, respirasi 16 – 20 x/menit
dan suhu 36,5 – 37,50C. Dengam Intervensi atau rencana tindakan yang
akan dilakukan yang pertama Kaji skala nyeri (P,Q,R,S,T) dengan rasional
59
untuk mengetahui tingkat nyeri pada pasien, Ajarkan pasien untuk
melakukan latihan slow deep breathing rasional dapat mengaktifkan syaraf
simpatis yang disebut sebagai respon relaksasi sehingga dapat mengurangi
rasa nyeri. Anjurkan pasien untuk posisi kepala lebih tinggi 150 tanpa
menggunakan bantal, dengan rasional meningkatkan dan memperlancar
aliran balik darah vena dari kepala sehingga dapat mengurangi
peningkatan TIK. Kolaborasi pemberian analgetik (ketorolac 10 mg dan
ranitidin 2,5 mg /iv) rasional untuk mengurangi nyeri.
Pada diagnosa ke dua yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan trauma kepala, Penulis mempunyai tujuan yaitu
setelah dilakukan tindakan selam 3x24 jam diharapkan resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan tidak terjadi denga kriteria hasil tidak ada
peningkatan tekanan intrakranial (takikardi, nyeri, muntah proyektil),
hemoglobin dalam batas normal (12,3 – 15,8) g/Dl dan tanda – tanda vital
dalam batas normal (Judith, 2007 dengan nomor 1.4.1.1). Menurut Hardi
(2012), tanda – tanda vital dalam batas normal tekanan darah normal
sistolik : 90 – 110 dan diastolik 62 – 83 mmHg, Nadi 60 – 100 x/menit,
respirasi 16 – 20 x/menit dan suhu 36,5 – 37,5 0C. Intervensi atau rencana
yang akan dilakukan yaitu observasi kesadaran, keadaan umum dan tanda-
tanda vital rasional untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien, keadaan
umum dan untuk mengetahui adanya peningkatan TIK. Berikan posisi
kepala dengan 150 tanpa menggnakan bantal dengan rasional
meningkatkan dan memperlanjar aliran balik darah vena dari kepala
60
sehingga dapat mengurangi peningkatan TIK. Anjurkan pasien untuk
mengurangi gerak pada kepala rasional agar tidak ada peningkatan
intrakranial. Kolaborasi pemberian obat dan oksigen sesuai advice dokter
(ceftriaxon 1gr/iv) dengan rasional mencegah adanya komlikasi lain dan
mengurangi hipoksemia yang dapat meningkatkan vasodilatasi serebri,
volume darah dan TIK.
4. Implemantasi
Implementasi adalah adalah realisasi rencana tindakan untuk
mecapai tujuan yang telah ditetapkan.Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan yang berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan,serta menilai data yang baru
(Nikmatur, 2012).
Untuk diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik (kecelakaan) (Nanda, 2012), Implementasi yang
dilakukan penulis adalah Mengkaji skala nyeri (P,Q,R,S,T) dapat
mengetahui tingkat nyeri pada pasien, mengajarkan pasien untuk
melakukan latihan slow deep breathing, pada latihan Slow Deep Breathing
mengaktifkan syaraf simpatis yang disebut sebagai respon relaksasi
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
Slow deep breathing adalah metode bernafas kurang dari 10 kali
permenit dengan fase ekshalasi yang panjang yang panjang (Breathesy,
2007).Slow deep breathing adalah gabungan dari metode nafas dalam
(deep breathing) dan napas lambat sehingga dalam pelaksanaan latihan
61
pasien melakukan nafas dalam dengan frekuensi kurang dari atau sama
dengan 10 kali permenit. Mengatur pernafasan dan lambat yang dapat
menimbulkan efek relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari untuk dapat mengatasi berbagai masalah misalnya
stres, ketegangan otot, nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan, dan lain-
lain. Relaksasi secara umum merupakan keadaan menurunnya kognitif,
fisiologi, dan perilaku (Potter & Perry, 2006). Pada saat relaksasi terjadi
perpanjangan serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak,
menurunnya aktifitas otak, dan fungsi tubuh yang lain. Karakteristik dari
respons relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut nadi, jumlah
pernapasan, penurunan tekanan darah, dan konsumsi oksigen (Potter &
Perry, 2006).
Pemberian tindakan Slow Deep Breathing pada pasien cedera
kepala ringan sesuai dengan Tarwoto (2012), yang berjudul pengaruh
latihan slow deep breathing terhadap intensitas nyeri kepala akut pada
cedera kepala ringan. Hasil penelitian menunjukkan ada penurunan nyeri
dari dengan menggunakan skala VAS (Visual Analog Scale) mengalami
penurunan nyeri yang signifikan.
Mekanisme relaksasi dapat mengendalikan nyeri
denganmeminimalkan aktifitas simpatik dalam sistem saraf otonom
meningkatkan aktifitas komponen saraf para simpatik vegetatif stimultan,
tehnik tersebut dapat mengurangi sensasi nyeri dan mengontrol intensitas
reaksi terhadap rasa nyeri (Cristine,2005).
62
Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom
melalui pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada
penurunan respons saraf simpatis dan peningkatkan respons parasimpatis.
Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons
parasimpatis lebih banyak menurunkan ativitas tubuh atau relaksasi
sehingga dapat menurukan aktivitas metabolik (Velkumary &
Madanmohan, 2004). Stimulasi saraf parasimpatis dan penghambatan
stimulasi saraf simpatis pada slow deep breathing juga berdampak pada
vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplay oksigen
otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak diharapkan lebih adekuat
(Denise, 2007 dalam Downey, 2009).
Langkah-langkah dalam latihan slow deep breathing, Atur pasien
dengan posisi duduk, Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut,
Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan
tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen mengembang saat menarik
napas, Tahan napas selama 3 detik, Kerutkan bibir, keluarkan melalui
mulut dan hembuskan napas secara perlahan selama 6 detik (Rasakan
abdomen bergerak ke bawah).
Implemensi yang selanjutnya pada diagnosa nyeri adalah
menganjurkan pasien untuk posisi kepala lebih tinggi 150 tanpa
menggunakan bantal, dengan posisi 150
dapat meningkatkan dan
memperlancar aliran balik darah vena dari kepala sehingga dapat
mengurangi peningkatan TIK. Mengkolaborasi pemberian analgetik
63
(ketorolac 10 mg dan ranitidin 2,5 mg /iv) obat ketorolak dan ranitidin
untuk untuk mengurangi nyeri.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala (Nanda, 2012).
implementasi yang dilakukan penulis adalah mengobservasi kesadaran,
keadaan umum dan tanda-tanda vital, dapat mengetahui tingkat kesadaran
pasien, keadaan umum dan untuk mengetahui adanya peningkatan TIK.
Berikan posisi kepala dengan 150 tanpa menggnakan bantal dengan posisi
kepala 150
dapat meningkatkan dan memperlanjar aliran balik darah vena
dari kepala sehingga dapat mengurangi peningkatan TIK. Anjurkan pasien
untuk mengurangi gerak pada kepala agar tidak ada peningkatan
intrakranial. Kolaborasi pemberian obat dan oksigen sesuai advice dokter
(ceftriaxon 1gr/iv) obat cetriaxon merupakan antibiotik yang mencegah
adanya komlikasi lain dan mengurangi hipoksemia yang dapat
meningkatkan vasodilatasi serebri, volume darah dan TIK.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur,2012)
1. Evaluasi pada diagnosa pertama yaitu nyeri akut dihari pertama
tanggal 09 maret 2015 pukul 21.30 WIB. Data subjektif pasien
mengatakan provoking nyeri karena kecelakaan yang dialaminya,
Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri di kepala bagian kanan nyeri
64
skala 5 dan nyeri bertambah saat digerakkan, objektif pasien tampak
nyaman setelah dilakukan latihan slow deep breathing dan ekspresi
wajah datar. Analisa masalah belum teratasi (nyeri skala 5) dengan
pleaning intervensi dilanjutkan : Kaji nyeri pasien, observasi latihan
slow deep breathing, anjurkan pasien untuk memposisikan kepala 150
tanpa menggunakan bantal, memberikan obat analgesik (ketorolak 10
mg dan ranitidin 2,5 mg secara iv) sesuai advice dokter.
Pada tanggal 10 maret 2015 jam 21.30 WIB, data subjektif
pasien mengatakan nyeri karena kecelakaan yang dialaminya ,nyeri
seperti dipukul - pukul nyeri di kepala bagian kanan nyeri skala 4 dan
nyeri bertambah saat digerakkan, objektif pasien tampak nyaman
setelah dilakukan latihan slow deep breathing dan ekspresi wajah
datar. Analisa masalah teratasi sebagian (nyeri skala 4) dengan
pleaning intervensi dilanjutkan : Kaji nyeri pasien, observasi latihan
slow deep breathing, anjurkan pasien untuk memposisikan kepala 150
tanpa menggunakan bantal, memberikan obat analgesik (ketorolac 10
mg dan ranitidin 2,5 mg secara iv) sesuai advice dokter.
Evaluasi pada diagnosa nyeri tanggal 11 maret 2015 jam 21.30
WIB, data subjektif pasien mengatakan nyeri karena kecelakaan yang
dialaminya, nyeri cekot – cekot jarang terjadi nyeri di kepala bagian
kanan nyeri skala 3, objektif pasien tampak nyaman setelah dilakukan
latihan slow deep breathing dan sakit hanya sedikit. Analisa masalah
teratasi (nyeri skala 3) dengan pleaning intervensi dilanjutkan:
65
Anjurkan pasien untik melakukan slow deep breathing saaat nyeri
timbul.
2. Evaluasi pada diagnosa gangguan perfusi jaringan pada tanggal 09
maret 2015 jam 21.35. Dengan evaluasi subjektif pasien mengatakan
berputar-putar dan terjadi sering, evaluasi objektif pasien tampak
hanya diam dan nyeri datang pasien memejamkan mata, GCS = 14
E3V5M6, Nadi teraba cepat dan kuat, frekuensi 110x/menit analisa
masalah belum teratasi (pasien mengeluhkan pusing berputar-putar)
dengan pleaning intervensi dipertahankan: Observasi kesadaran pasien,
pantau tanda-tanda vital, berikan posisi 150 tanpa bantal dan berikan
obat ceftriaxon 1 g secara iv sesuai advice dokter dan pemberian
oksigen 2 liter.
Evaluasi pada diagnosa gangguan perfusi jaringan pada tanggal 10
maret 2015 jam 21.35, data subjektif pasien mengatakan berputar-putar
dan terjadi kadang - kadang, evaluasi objektif pasien tampak hanya
diam dan nyeri datang pasien memejamkan mata,GCS = 14 E3V5M6,
Nadi teraba cepat dan kuat, frekuensi 100 x/menit analisa masalah
belum teratasi (pasien mengeluhkan pusing berputar-putar tapi kadang-
kadang) dengan pleaning intervensi dipertahankan: Observasi
kesadaran pasien, pantau tanda-tanda vital, berikan posisi 150 tanpa
bantal dan berikan obat ceftriaxon 1 g secara iv sesuai advice dokter
dan pemberian oksigen 2 liter.
66
Evaluasi pada diagnosa gangguan perfusi jaringan pada tanggal
11 maret 2015 jam 21.30 WIB,data subjektif pasien mengatakan
berputar-putar dan terjadi kadang - kadang, evaluasi objektif pasien
tampak hanya diam dan nyeri datang pasien memejamkan mata, GCS=
15, E4V5M6, Nadi teratur dan teraba kuat, frekuensi 95 x/menit analisa
masalah belum teratasi (pasien mengeluhkan pusing berputar-putar tapi
kadang - kadang) dengan pleaning intervensi dipertahankan: Observasi
kesadaran pasien, pantau tanda-tanda vital, berikan posisi 150
tanpa
bantal dan berikan obat ceftriaxon 1g secara iv sesuai advice dokter
dan pemberian oksigen 2 liter.
67
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada tanggal 09 maret 2015, pukul 09.00
WIB pada Nn.L mengatakan nyeri kepala, provocate Nyeri terjadi
karena kecelakaan, quality nyeri seperti ditusuk – tusuk, region nyeri
di kepala bagian kanan, severe nyeri skala 6, timing nyeri terjadi
kadang-kadang dan nyeri bertambah jika kepala digerakkan, hasil
observasi dan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien tampak kesakitan,
dan memegangi kepala, Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 110
x/menit respirasi 20 x/menit dan suhu 36,7 0C.
Pengkajian selanjutnya klien mengatakan pusing berputar-
putar, dirasakan kadang-kadang dan jika pusing datang pasien
memjamkan mata, pemeriksaan tanda – tanda vital tekanan darah :
110/70 mmHg, nadi 110x/menit ,suhu 37,30C, respirasi 20x/menit.dan
pemeriksaan CT scan adanya hematome di bagian kepala temporal
dextra, Pada palpasi adanya benjolan pada kepala temporal dextra.
2. Diagnosa keperawatan
Prioritas diagnosa keperawatan yang pertama adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (kecelakaan) dan yang ke dua
68
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan tarauma
kepala.
3. Intervensi
Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 09
maret 2015 pukul 09.05 WIB pada diagnosa nyeri akut pada cedera
kepala ringan Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan
yang pertama Kaji skala nyeri (P,Q,R,S,T) dengan rasional untuk
mengetahui tingkat nyeri pada pasien, Ajarkan pasien untuk
melakukan latihan slow deep breathing rasional dapat mengaktifkan
syaraf simpatis yang disebut sebagai respon relaksasi sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri. Anjurkan pasien untuk posisi kepala lebih
tinggi 150 tanpa menggunakan bantal, dengan rasional meningkatkan
dan memperlancar aliran balik darah vena dari kepala sehingga dapat
mengurangi peningkatan TIK. Kolaborasi pemberian analgetik
(ketorolak 10 mg dan ranitidin 2,5 mg /iv) rasional untuk mengurangi
nyeri.
Pada diagnosa ke dua rencana asuhan keperawatan yang di
lakukan pada tanggal 09 maret 2015, pukul 09. 08 WIB pada diagnosa
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yaitu, Intervensi atau
rencana yang akan dilakukan yaitu observasi kesadaran, keadaan
umum dan tanda-tanda vital rasional untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien, keadaan umum dan untuk mengetahui adanya
peningkatan TIK. Berikan posisi kepala dengan 150 tanpa menggnakan
69
bantal dengan rasional meningkatkan dan memperlanjar aliran balik
darah vena dari kepala sehingga dapat mengurangi peningkatan TIK.
Anjurkan pasien untuk mengurangi gerak pada kepala rasional agar
tidak ada peningkatan intrakranial. Kolaborasi pemberian obat dan
oksigen sesuai advice dokter (ceftriaxon 1gr/iv) dengan rasional
mencegah adanya komlikasi lain dan mengurangi hipoksemia yang
dapat meningkatkan vasodilatasi serebri, volume darah dan TIK.
4. Implementasi
Tindakan yang dilakukan pada pasien cedera kepala adalah
dengan dengan diagnosa nyeri adalah dengan melakukan slow deep
breathing selain itu dengan mengkaji nyeri, menganjurkan pasien
untuk posisi kepala 150
tanpa menggunakan bantal, dan
mengkolaborasikan pemberian obat sesuai advice dokter.
Tindakan untuk diagnosa ke dua yaitu resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan adalah mengkaji kesadaran, memberikan posisi kepal
lebih tinggi 150
tanpa menggunakan bantal, menganjurkan pasien
untuk membatasi gerak kepala dan mengkolaborasikan pemberian obat
sesuai advice dokter.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi masalah keparawatan nyeri akut penurunan skala
nyeri pasien mengatakann skala nyeri turun dari 6 menjadi 3 pasien
tampak rileks, dan pada evaluasi masalah resiko ketidakefektifan
70
perfusi jaringan mengalami perbaikan dimana pasien tidak takikardi
(nadi 95 x/menit ) dan pusing sudah berkurang .
6. Analisa latihan slow deep breating,
Hasil analisa penulis melakukan latihan slow deep breathing
pada penurunan intensitas nyeri pada cedera kepala ringan didapatkan
hasil penurunan nyeri dari skala nyeri 6 menjadi 3. dengan melakukan
latihan slow deep breathing 3x sehari dan dilakukakn selam 3 hari.
Dari penelitian Tarwoto (2012), menyebutkan bahwa ada penurunan
nyeri yang signifikan pada pasien cedera kepala ringan dengan
dilakukan laihan Slow Deep Breathing.
B. Saran
Setelah penulis melakuakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
cedera kepala ringan, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif
khususnya dibidang kesehatan antara lain:
1. Bagi pendidikan
Hasil aplilkasi riset ini diharapkan dapat menjadi metode baru dalam
mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai latihan Slow Deep
Breathing dalam intensitas nyeri kepala akut pada cedera kepala ringan.
2. Perawat
Hasil aplikasi riset ini dapat digunakan sebagai acuan penyusunan SOP
perawat terhadap penatalaksanaan nyeri pada pasien cedera kepala ringan
dengan latihan Slow Deep Breathing.
71
3. Bagi pasien
Hasil aplikasi riset ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam
mengurangi nyeri, sehingga nyeri pasien cedera kepala ringan dapat
menurun dengan menggunakan teknik non farmakologi dengan latihan
Slow Deep Breathing
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo, Dito & Usman,Fritz sumantri. 2014. 45 Penyakit dan gangguan syaraf.
Rapha publishing. Yogyakarta.
Burke, A., & Marconett, S. (2008). The Role of Breathing in Yogic Traditions:
Alternate Nostril Breathing. Association for Applied
Psychophysiology & Biofeedback.
Breathesy. (2006). Blood Pressure reduction : Frequently asked question,
http:www.control-your-blood-pressure.com/faq.html,diakses
tanggal 21 februari 2015.
Denise, M.L. (2007). Sympathetic Storning After Severe Traumatic Brain Injury.
Critical Care Nurse Journal, 27 (1), 30-37
Depkes R.I. 2007. Riset Kebutuhan dasar. Jakarta
Downey, L.V. (2009). The Effects of Deep Breathing Training on Pain
Management in The Emergency Department. Southern Medical Journal, (102),
688692. diakses tanggal 22 februari 2015
Brunner And Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Editor: Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. EGC. Jakarta.
Grace,Pierce A & Borle,Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Alih
bahasa : Vidhia Umami. Erlangga. Jakarta
Irwana,O.(2009).Cedera Kepala. http://belibisa17.com/2009/05/25/cederakepala/,
diakses tanggal 21 februari 2015
Jerath, R., Edry, J.W., Barnes, V.A., Jerath, V. (2006). Physiology of long
pranayamic breathing : Neural respiratory elements may
provide a mechanism that explains how slow deep breathing
shifts the autonomic nervous system, Medical Hypothesis, 67,
566-57
Kwekkeboom, L. K., & Gretarsdottir. (2005).Systematic Review of Relaxation
Interventions for Pain. Journal of Nursing Scholarship. Third
Quarter, 269-277 diakses tanggal 21 februari 2015
Martini, F. (2006). Fundamentals of Anatomy & Physiology.Seventh Edition,
Pearson, Benjamin Cummings.
Morton, Swan & England B.S .2013. KMB II Keperawatan Medikal Bedah
(keperawatan Dewasa). Nuha Medika.Yogyakarta.
Mubarack, wahid iqbal & Nurul cahyatin. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Teori
& Aplikasi dalam praktik. EGC. Jakarta.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika. Yogyakarta
NANDA International 2012, Keperawatan Definisi Dan Diagnosa Klasifikasi
2012-2014, Penerjemah Made Sumarwati, Dkk. EGC. Jakarta
Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika. Yogyakarta
Potter, A.P., & Perry, A. (2006). Fundamentals of Nursing. 6 th Edition. St.Louis
Missouri: Mosby-Year Book, Inc.
Rohmah.N & walid saiful. 2012. Proses keperawatan teori & aplikasi. Ar-Ruzz
Media. Yogyakarta
Saputra, Lydon .2013.Kebutuhan dasar manusia.Binapura Aksara. Tangerang
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2006). Brunner & Suddarth’stextbook of
medicalsurgical nursing.Philadelphia : Lippincott.
Syamsuddin, A. (2009). Efektifitas Terapi Relaksasi Napas Dalam dengan
Bermain Meniup Baling-baling untuk menurunkan tingkat nyeri
pada anak post perawatan luka operasi di dua Rumah Sakit di
Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam.Tesis.Program pasca
sarjana. Jakarta. diakses tanggal 25 februari 2015
Telles, S., & Desiraju, T. (2002). Oxygen Consumtion during Pranayamic Type of
Slow-rate Breathing. Indian Journal of Medical Research, (94), 357 363. diakses
tanggal 23 februari 2015
Tarwoto. 2012. Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas
Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal
Universitas Indonesia. Jakarta ISBN 978-602-97846-3-3.
diakses tanggal 21 februari 2015
University of Pittsburgh Medical Centre, (2003), Slow Deep Breathing Technique,
http://www.upmc.com/HealthAtoZ/patienteducation/S/Pages/de
epbreathing(smokingcessation).aspx, diakses tanggal 21 februari
2015
Velkumary, G.K.P.S., & Madanmohan. (2004). Effect of Short-term Practice of
Breathing Exercise on AutonomicFunction in Normal Human
Volunteers. Indian Journal Respiration, (120), 115-121
Wilkinson, Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan
Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7, Penerjemah
Widyawati.Dkk. EGC. Jakarta.
World Health Organisation (WHO), 2011. Cedera Kepala Ringan. New York