Dhoni Prasetyawan TPHP 07.4.02.771 Penerapan Sistem Rantai Dingin _Cold Chain System

2
RINGKASAN Dhoni Prasetyawan TPHP 07.4.02.771 Penerapan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain System) Dalam Aliran Bahan Baku Pada Pembekuan Gurita (Octopus sp) Di PT. Perikanan Nusantara Persero Cabang Makasar Sulawesi Selatan Dibawah Bimbingan Ir. Sri Wulan Mulyaningsih, M.kes dan Tri Rahayu Andayani, S.St.Pi.M.Si. Selaku Pembimbing I dan II Penggunaan suhu rendah sangat bagus untuk menghambat proses pembusukan sebab dengan suhu rendah pertumbuhan mikroba dapat dihambat atau bahkan dapat membunuh mikroba atau bakteri tersebut dan untuk mempertahankan kesegaran produk perikanan selain bentuk serta susunan kimianya tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan penggunaan suhu tinggi. Penggunaan suhu rendah dilakukan dengan pemakaian es atau pembekuan. Murniati dan Sunarman (2000) Sistem rantai dingin (Cold Chain System) adalah usaha untuk mempertahankan kesegaran ikan dengan cara menerapkan suhu rendah mendekati 0 o C, mulai dari produksi, distribusi hingga ikan tersebut sampai ke tangan konsumen (Ilyas, 1983). Pendapat yang sama jelaskan oleh Moeljanto (1982), bahwa sejak ikan ditangkap sampai pengolahan lebih lanjut atau dimasak di dapur, hendaknya tetap berada dalam suhu mendekati 0 0 C. Yang penting selama ikan belum dijual atau ikan diolah lebih lanjut harus selalu berada di kotak pendingin dengan persediaan es yang cukup. Tahapan proses pembekuan gurita meliputi tahap penerimaan bahan baku, gutting, penyiktan dan pencucian I, soaking, pencucian II, penimbangan, penyusunan, pembekuan glazing, packing dan penyimpanan. Hal ini susuai dengan SNI 01-6941.3-2002 bahwa alur proses pembekuan gurita adalah penerimaan bahan baku, pencucian, pembentukan, sortasi, penyususnan dalam pan, pembekuan, glazing dan pengepakan Penerapan sisitem rantai dingin pada penerimaan bahan baku tidak dilakukan dengan cara penambahan es, melainkan dengan cara penanganan dan pembongkaran dilakukan dengan cepat sehingga dapat mempertahankan suhu bahan baku. Hal ini sesuai dengan pendapat Murniyati dan Sunarman (2000) bahwa penanganan Pembongkaran harus dilakukan dengan cepat dan hati-hati agar kenaikan suhu dan kerusakan akibat benturan bisa terhindari. Setelah pembongkaran, proses selanjutnya gurita terlebih dahulu ditampung pada bak penampung, dimana dalam bak penampungan gurita ditambah dengan es curai dengan perbandingan 1 kg es curai : 2 kg gurita. Penampungan sementara bertujuan untuk mempertahankan dan menurunkan suhu gurita. Hal ini sesuai dengan pendapat Junianto (2003), yang mengatakan bahwa es yang digunakan selama pendinginan bervariasi antara 1 : 4 sampai 1 : 1. Hasil pengecekan suhu bahan baku pada proses penerimaan bahan baku adalah rata – rata 3 0 C Penerapan sistem rantai dingin pada proses gutting sama dengan penerapan sistem rantai dingin pada proses penerimaan bahan baku yaitu dengan cara proses gutting dilakukan dengan cepat suhu gurita pada proses ini rata – rata 2,4 0 C namun terkadang bisa mencapai 3,2 0 C . Meskipun suhu berkisar 2,4 0 C – 3,2 0 C tetapi kenaikan suhu ini masih memenuhi standar. Stadar suhu gurita pada proses gutting adalah 5 0 C (SNI 01-6941.3-2002).

Transcript of Dhoni Prasetyawan TPHP 07.4.02.771 Penerapan Sistem Rantai Dingin _Cold Chain System

Page 1: Dhoni Prasetyawan TPHP 07.4.02.771 Penerapan Sistem Rantai Dingin _Cold Chain System

RINGKASAN

Dhoni Prasetyawan TPHP 07.4.02.771 Penerapan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain System) Dalam Aliran Bahan Baku Pada Pembekuan Gurita (Octopus sp) Di PT. Perikanan Nusantara Persero Cabang Makasar Sulawesi Selatan Dibawah Bimbingan Ir. Sri Wulan Mulyaningsih, M.kes dan Tri Rahayu Andayani, S.St.Pi.M.Si. Selaku Pembimbing I dan II

Penggunaan suhu rendah sangat bagus untuk menghambat proses pembusukan sebab dengan suhu rendah pertumbuhan mikroba dapat dihambat atau bahkan dapat membunuh mikroba atau bakteri tersebut dan untuk mempertahankan kesegaran produk perikanan selain bentuk serta susunan kimianya tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan penggunaan suhu tinggi. Penggunaan suhu rendah dilakukan dengan pemakaian es atau pembekuan. Murniati dan Sunarman (2000)

Sistem rantai dingin (Cold Chain System) adalah usaha untuk mempertahankan kesegaran ikan dengan cara menerapkan suhu rendah mendekati 0o C, mulai dari produksi, distribusi hingga ikan tersebut sampai ke tangan konsumen (Ilyas, 1983). Pendapat yang sama jelaskan oleh Moeljanto (1982), bahwa sejak ikan ditangkap sampai pengolahan lebih lanjut atau dimasak di dapur, hendaknya tetap berada dalam suhu mendekati 00 C. Yang penting selama ikan belum dijual atau ikan diolah lebih lanjut harus selalu berada di kotak pendingin dengan persediaan es yang cukup.

Tahapan proses pembekuan gurita meliputi tahap penerimaan bahan baku, gutting, penyiktan dan pencucian I, soaking, pencucian II, penimbangan, penyusunan, pembekuan glazing, packing dan penyimpanan. Hal ini susuai dengan SNI 01-6941.3-2002 bahwa alur proses pembekuan gurita adalah penerimaan bahan baku, pencucian, pembentukan, sortasi, penyususnan dalam pan, pembekuan, glazing dan pengepakan Penerapan sisitem rantai dingin pada penerimaan bahan baku tidak dilakukan dengan cara penambahan es, melainkan dengan cara penanganan dan pembongkaran dilakukan dengan cepat sehingga dapat mempertahankan suhu bahan baku. Hal ini sesuai dengan pendapat Murniyati dan Sunarman (2000) bahwa penanganan Pembongkaran harus dilakukan dengan cepat dan hati-hati agar kenaikan suhu dan kerusakan akibat benturan bisa terhindari. Setelah pembongkaran, proses selanjutnya gurita terlebih dahulu ditampung pada bak penampung, dimana dalam bak penampungan gurita ditambah dengan es curai dengan perbandingan 1 kg es curai : 2 kg gurita. Penampungan sementara bertujuan untuk mempertahankan dan menurunkan suhu gurita. Hal ini sesuai dengan pendapat Junianto (2003), yang mengatakan bahwa es yang digunakan selama pendinginan bervariasi antara 1 : 4 sampai 1 : 1. Hasil pengecekan suhu bahan baku pada proses penerimaan bahan baku adalah rata – rata 30 C Penerapan sistem rantai dingin pada proses gutting sama dengan penerapan sistem rantai dingin pada proses penerimaan bahan baku yaitu dengan cara proses gutting dilakukan dengan cepat suhu gurita pada proses ini rata – rata 2,40C namun terkadang bisa mencapai 3,20C . Meskipun suhu berkisar 2,40 C – 3,20 C tetapi kenaikan suhu ini masih memenuhi standar. Stadar suhu gurita pada proses gutting adalah ≤ 50 C (SNI 01-6941.3-2002).

Page 2: Dhoni Prasetyawan TPHP 07.4.02.771 Penerapan Sistem Rantai Dingin _Cold Chain System

Penerpan sistem rantai dingin pada proses penyikatan dan pencucian dilakukan di atas meja yang terdapat air mengalir yang bersuhu maksimal 40C, apabila suhu air melebihi 40C maka segera dilakukan penambahan es balok yang dihancurkan. Rata – rata hasil pengecekan suhu pada proses penyikatan adalah 2,90 C. Hal ini sesuai dengan pendapat Junianto (2003), bahwa pencucian gurita harus dilakukan dengan hati-hati, menggunakan air bersih dingin yang mengalir, cermat dan saniter dengan suhu air pencucian ≤ 50C.

Proses soaking dilakukan selama 5 menit untuk menghasilkan gurita yang kenyal dan kenampakannya bagus. Sedangkan perbandingan antara air es dan garam yang digunakan adalah 10 : 1, yaitu untuk 30 liter air es dan 3 kg garam, hasil pengecekan suhu gurita rata – rata 2,5 0 C Hal ini sesuai dengan SNI 01-6941.3-2002 yang menyatakan bahwa pembentukan atau soaking berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan pada gurita dan konsentasi air garam 3% - 8%. Penerapan sisitem rantai dingin pada proses sortir yaitu dengan cara keranjang yang digunakan untuk wadah hasil penyortiran ditambahkan es pada bagian bawah keranjang. Suhu gurita pada proses sortir rata – rata 2,40 C, maksimal suhu bisa mencapai 50C. Suhu 50C ini bukan batas standar dari gurita, meskipun kualitasnya masih baik dan segar. Disamping itu apabila suhu gurita melebihi 180C maka daging tersebut tidak dapat diproses lagi karena sudah reject atau busuk. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan SNI 01-6941.3-2002 yang menyatakan bahwa sentadar suhu gurita adalah ≤ 40 C glazing yang digunakan adalah dengan mencelupkan gurita beku ke dalam air dengan suhu 20C sampai 50C. Suhu gurita pada saat proses glazing rata – rata mencapai -20,40 C. Pengecekan suhu gurita pada proses pengepakan rata – rata mencapai -19,90 C, kenaikan suhu yang terjadi pada proses pengepakan dari proses glazing terjadi karena faktor lambatnya proses pengepakan yang dilakukan oleh karyawan. Namun kanaikan suhu yang terjadi masih dalam keadaan standar dimana menurut SNI 01-6941.3-2002 setelah mengalami proses pembekuan suhu bahan baku maksimal -180 C. Es yang digunakan di PT. Perikanan Nusantara adalah es balok, dimana es balok yang digunakan tidak didatangkan dari luar atau perusahaan pembuatan es, melainkan es balok tersebut dibuat sendiri oleh pihak perusahaan. Cara pembuatan es sangat sederhana yaitu dengan memanfaatkan ruang kososng ABF yang tidak terpakai. Pembuatan es dilakukan dengan cara memasukkan air tawar yang berasal dari air PDAM ke dalam kantong plastik dengan panjang ± 1m yang salah ujungnya telah diikat, setelah diisi kemudian ujung plastik yang yang satu diikat, pembekuan es dilakukan di ruang ABF yang kosong. Pembutan es yang dilakukan sendiri ini ialah untuk mengefesiensikan biaya produksi

Dari kegiatan selama KPA, dapat disimpulkan bahwa Proses gutting tidak ditambahkan es, untuk mempertahankan suhu gurita 2,40 C proses gutting dilakukan dengan capat dan Proses pengepakan tidak ditambahkan es, untuk mempertahankan suhu -19,90 C gurita proses penegepakan dilakukan dengan capat. Dari kesimpulan di atas saran yang dapat diberikan adalah pada proses gutting hendaknya ditambahkan es curai dengan perbandingan 2 kg gurita : 1 kg es curai sehingga suhu gurita tetap terjaga. Proses pengepakan perlu ditambahkan es curai dengan perbandingan 2 kg gurita : 1 kg es curai agar lapisan es pada gurita beku tidak lepas dan produk terjaga dari dehidrasi.