Dewi
-
Upload
keithy-dorothy-sirait -
Category
Documents
-
view
138 -
download
0
Transcript of Dewi
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan selama kehamilan dapat dibedakan menurut waktu terjadinya yaitu perdarahan pada trimester I kehamilan atau disebut juga perdarahan pada kehamilan muda, serta perdarahan antepartum yaitu perdarahan pervaginam yang terjadi setelah usia kehamilan 22 minggu.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan beberapa kemungkinan diagnosis pada perdarahan trimester I kehamilan.
Pada referat ini akan dibahas mengenai beberapa kelainan yang sering menyebabkan perdarahan trimester I kehamilan, antara lain abortus, mola hidatidosa, serta kehamilan ektopik terganggu.
1
Differential Diagnosis of First-Trimester Vaginal Bleeding
Cervical abnormalities (e.g., excessive friability, malignancy, polyps, trauma)
Ectopic pregnancy
Idiopathic bleeding in a viable pregnancy
Infection of the vagina or cervix
Molar pregnancy
Spontaneous abortion
Subchorionic hemorrhage
Vaginal trauma
BAB II
PERDARAHAN TRIMESTER I KEHAMILAN
I. Abortus
A. Definisi
Abortus adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu, atau berat janin kurang dari 500 gram.1
B. Klasifikasi
Abortus dapat digolongkan atas dasar : 2
1. Abortus spontan
Abortus imminens
Abortus insipiens
Missed abortion
Abortus habitualis
Abortus infeksiosa & Septik
Abortus inkompletus
Abortus kompletus
2. Abortus provokatus
Abortus medisinalis
Abortus kriminalis
Abortus spontan
Ialah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun
medisianalis, semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah.2
2
a. Abortus imminens
Ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan 20 minggu
dengan berat badan janin 500 gr, tanpa disertai dengan adanya pembukaan serviks
dan atau tanpa disertai rasa mules-mules dan hasil konsepsi masih di dalam
uterus.1
b. Abortus Insipiens
Ialah abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan ketuban
yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.2
c. Missed abortion
Ialah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak
dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.2
d. Abortus habitualis
Ialah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau
lebih.2
e. Abortus infeksiosa
Ialah keguguran yang disertai dengan infeksi genital. Sedangkan abortus septik
ialah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya
ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering terjadi pada abortus
inkompletus ataupun abortus buatan , terutama yang abortus kriminalis tanpa
memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis.2
f. Abortus inkompletus
Ialah abortus dengan masih tersisanya sebagian hasil konsepsi, ditandai dengan
pembukaan serviks. Pada abortus yang terjadi pada usia kehamilan sebelum
minggu ke 10, biasanya janin sudah keluar bersama-sama dengan plasenta, akan
tetapi sesudah usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan
terpisah.2
g. Abortus kompletus
Ialah seluruh hasil konsepsi dikeluarkan ( desidua dan fetus ), sehingga seluruh
rahim kosong.2
Abortus provokatus
3
Ialah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat.2
a. Abortus medisinalis
Ialah abortus disertai indikasi medis, bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu.2
b. Abortus kriminalis
Ialah abortus yang terjadi oleh karena tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.2
C. ETIOLOGI
Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut :1
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau
cacat. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah
kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna serta pengaruh dari luar.
2) Kelainan pada plasenta
Endarteritis yang terjadi pada villi korialis akan menyebabkan oksigenisasi
plasenta terganggu, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan
kematian janin.
3) Penyakit ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria
dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.
4) Kelainan traktus genitalis
Retroversio uteri, uterus miomatus, atau kelainan bawaan pada uterus dapat
menyebabkan abortus.
D. PATOLOGI
4
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti
nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena Villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villli koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu yang dikeluarkan setelah ketuban
pecah adalah janin lebih dahulu disusul plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam
berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil tanpa bentuk yang
jelas (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus
kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.1
E. GEJALA KLINIS
Dengan adanya gejala klinis sebagai berikut : 2
Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea, mual-muntah, mengidam, hiperpigmentasi
mamma, tes kehamilan positif
Adanya perdarahan dari kemaluan ( tentukan derajat, durasi, disertai/ tidak jaringan
hasil konsepsi ).
Kaku perut
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi
Dilatasi serviks atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya.
Penilaian tanda vital, untuk mencari tanda- tanda syok akibat perdarahan
Pada pemeriksaan ginekologi, bisa didapatkan pembukaan serviks, sisa jaringan,
perdarahan yang masih berlangsung.
5
Pada pemeriksaan bimanual didapatkan pembesaran dan uterus yang lunak.
Penentuan kehidupan janin dapat dilakukan dengan ultrasonografi, dilihat dari
gerakan denyut jantung janin dan gerakan janin dapat dicoba didengarkan dengan
alat doppler atau Laennec.
F. PENATALAKSANAAN
Tentukan status hemodinamik, jika terdapat syok, atasi syok dengan segera.
Penanganan abortus imminens terdiri atas :1
- Istirahat baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik.
- Tentang pemberian progesteron pada abortus imminens belum ada persesuaian
faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka yang menyetujuinya
menyatakan harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron.
Apabila dipikirkan bahwa sebagian besar abortus didahului oleh kematian hasil
konsepsi dankematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian
hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
- Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup
Penanganan pada abortus insipiens :
Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan transfusi
darah. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan
kuretase.2
Penanganan pada abortus inkomplit
Sama seperti pada abortus insipiens.2
Penanganan pada abortus komplit
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya
apabila menderita anemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfusi.1
G. KOMPLIKASI
6
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan
syok.1
1). Perdarahan yang hebat
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah.
2). Perforasi
Perforasi uterus dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti,
jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung luas
dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
3). Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada abortus. Infeksi bisa
menyebar ke miometrium, tuba, parametrium dan peritoneum. Apabila infeksi
menyebar lebih lanjut, terjadilah peritonitis umum atau sepsis dengan
kemungkinan diikuti oleh syok. Penanganan bisa diberikan antibiotika pilihan.
4). Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).
2. Mola Hidatidosa
A. Definisi
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata
Hydats yang berarti tetesan air.
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar ( konsepsi yang
patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa
atau Complete mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut
sebagai Mola Parsialis atau Partial mole. 3
B. Etiologi dan faktor resiko
Penyebab dari mola belum sepenuhnya diketahui dengan pasti tetapi ada beberapa
faktor yang bisa menyebabkan terjadinya mola 3,4
7
1) Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan
2) Imunoselektif dari trofoblas
3) Keadaan sosioekonomi yang rendah
4) Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, lemak hewani
5) Paritas tinggi
6) Umur, resiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun
7) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
8) Suku bangsa ( ras ) dan faktor geografi yang belum jelas
C. Patogenesis
Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patogenesis penyakit ini. 3
a .Teori missed abortion
Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya
sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi
dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi
yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga
terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut
menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya akan HCG.
b. Teori neoplasma dari Park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang
mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang
berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah
menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada
janin, hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-
gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung
ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
D. Histopatologi
Pada mola komplit gambaran histologi berupa pembengkakan stroma vili,
avaskular vili, proliferasi trofoblas sedangkan pada mola parsial bisa didapatkan
8
stroma vili yang mengalami pembengkakan maupun stroma vili yang berukuran
normal, fibrosis stroma vili-vili kecil dan invaginasi trofoblas ke dalam stroma
vili.5
E. Patofisiologi
Pada Mola Hidatidosa atau Complete mole tidak ada jaringan fetus/janin. 90%
merupakan kromosom 46,XX dan 10% merupakan kromosom 46, XY. Semua
kromosom berasal dari paternal. Sebuah enukliasi telur dibuahi oleh sperma
haploid (yang kemudian berduplikasi menjadi masing-masing kromosom), atau
sel telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola hidatidosa, vili korion menyerupai
anggur dan hiperplasia trofoblastik muncul.
Pada Mola parsialis atau Partial mole jaringan fetus/janin dapat ditemukan.
Eritrosit dan pembuluh darah janin pada vili dapat ditemukan. Komplemen
kromosom nya 69,XXX atau 69 XXY. Kromosom tersebut merupakan hasil dari
pembuahan sel telur haploid dan duplikasi dari kromosom haploid paternal.
Seperti pada Complete mole, jaringan hiperplasia trofoblastik dan vili korion yang
lunak pun muncul pada mola ini.6
F. Klasifikasi
Mola hidatidosa merupakan spektrum jinak yang ditandai adanya kelainan
proliferasi trofoblas. Mola hidatidosa memiliki ciri histologis berupa kelainan vili
korionik dengan berbagai derajat proliferasi trofoblastik dan edema dari stroma
vilosa. Penyakit ini dapat dibagi menjadi mola hidatidosa komplet dan parsial.3
Tabel karakteristik mola hidatidosa komplet dan parsialis 3
Mola hidatidosa
komplet
Mola hidatidosa
parsial
Kariotipe Diploid(46,XX atau Triploid (69,XXX
9
46,XY) atau 69, XXY)
Patologi
Fetus Tidak ada kadang-kadang ada
Amnion, sel darah
merah janin
Tidak ada kadang-kadang ada
Edema villa Difus Bervariasi, fokal
Proliferasi
trofoblastik
Bervariasi, ringan
sampai berat
Bervariasi, fokal,
ringan sampai
sedang
Gambaran klinis
Diagnosis Kehamilan mola Missed Abortion
Ukuran uterus 50% lebih besar u/
umur kehamilan
Kecil u/ umur
kehamilan
Kista theca-lutein 25-30% Jarang
Komplikasi Sering terjadi Jarang
Penyakit post mola
β-Hcg
20%
meningkat (>
50.000)
< 5-10%
Meningkat sedikit
(<50.000
G. Diagnosis
Gejala Klinik 7
Perdarahan vaginal
Perdarahan vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi
mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester
pertama dan merupakan gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90%
pasien mola. Tiga perempat pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan
3 bulan. Hanya sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. 3 Sebagai
akibat dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh.
Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam
uterus. Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat
daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien mola.
Hiperemesis gravidarum
10
Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari
proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus ß
HCG yang menyebabkan peningkatan ß HCG, hiperemesis gravidarum tampak
pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa.
Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan,
volume vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan
miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini
tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.
Aktifitas janin
Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak
ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling
sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
Pre-eklamsia
Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal
trisemester kedua muncul pada 10-12%.3 Pada trisemester kedua sekitar 27 %
pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh
tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan
hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.
Hipertiroid
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus.
Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena
kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar
pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif
dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan
menghilangnya mola.
11
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk,
baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya
penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin
karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum
bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin – like effect dari
Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi
endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat
tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti
hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin
Kista teka lutein
Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran
ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi
diidentifikasi dengan USG pasien dapat memberikan tekanan dan nyeri pada
pelvik karena peningkatan ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium.
Kista ini terjadi akibat respon β HCG yang sangat meningkat dan secara
spontan mengalami penurunan (regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan
elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah
besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi.
Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah jumlah
kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa
minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar βHCG. Tindakan bedah hanya
dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi
mengalami infeksi.
Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena
pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel
trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun.
Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak
sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan
12
kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru
akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.
Pemeriksaan fisik 5
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
a. Inspeksi
muka dan kadang –kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang
disebut sebagai mola face
gelembung mola yang keluar
b. palpasi
uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan
adanya fenomena harmonika kalau darah dan gelembung mola keluar
maka tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya
darah baru.
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen gerak janin.
c. auskultasi
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial
mungkin dapat didengar BJJ)
Terdengar bising dan bunyi khas
d. pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian
janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
vagina, serta evaluasi keadaan serviks.
Pemeriksaan penunjang 5
Laboratorium
Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena
karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam
memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila
dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini
13
dapat dideteksi di urin maupun dalam serum penderita. Terdapat tiga jenis
pemeriksaan -hCG, yaitu :
-hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 – 10 mIU/ml
-hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 mIU/ml
-hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan
normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif >100.000
mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan dari trofoblastik
dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola namun kadang-kadang
kehamilan mola dapat memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal
setelah 8 minggu post evakuasi mola.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan
tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar hormon -
hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG, penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah
hormon -hCG yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah
sel-sel tumor yang ada.
USG
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran
seperti “badai salju“ tanpa disertai kantong gestasi atau janin.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara
kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa
struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola
hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1.
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga
seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola
hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur
bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran
tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau
14
badai salju (snow storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik
multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista
ini tidak dapat tidak dapat diketahui keberadaannya jika hanya dengan
pemeriksaan palpasi bimanual. USG dapat mendeteksi adanya kista teka lutein
oleh karena itu untuk mengetahui ada tidaknya kista teka lutein dipergunakan
USG.
Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans
abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola
hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml
Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior.
Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang
mengelilingi gelombang-gelombang korion
Uji sonde Hanifa
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan
cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap
tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
Foto thorax
Pada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya gambaran tulang-tulang
janin. Organ-organ janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan
selesai pada usia kehamilan 12 minggu. Oleh karena itu pada kehamilan normal
seharusnya dapat terlihat gambaran tulang-tulang janin pada foto rontgen. Selain
itu juga untuk melihat kemungkinan adanya metastase.
T3 dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis
H. Diagnosis banding 3
15
1. Abortus
2. Kehamilan ganda
3. Kehamilan dengan mioma
4. Hidramnion
I. Penanganan
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Perbaiki keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi dehidrasi, transfusi darah pada
anemia berat (jika <8 gr %) atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau
mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia
diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati
sesuai protokol penyakit dalam misalnya propiltiourasil 3 x 100 mg oral dan
propanolol 40-80 mg. 3
2. Pengeluaran jaringan mola
a) Kuretase
Dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar β-hCG serta foto thorax selesai.
Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria
dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret
tumpul terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan
tetesan oxitocyn 10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan
hasil kerokan di PA. Tujuh sampai 10 hari sesudah kerokan itu dilakukan
kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-
betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas
yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada
terhadap kemungkinan keganasan. 3
b) Histerektomi 7
16
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya
histerektomi dilakukan pada
a. wanita diatas 35 tahun
b. anak hidup di atas 3 orang
c. wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus
dalam keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar β-
HCG menurun.
3. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan,
misalnya pada umur tua (35 tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan
paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan
hasil histopatologi yang mencurigakan. (7) Biasanya diberikan methotrexat atau
actinomycin D. Kadar β-hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap
sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk
memberikan methotrexate (MTX) 3x5 mg sehari selama 5 hari dengan interval
2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan actinomycin D 12
µg/kgBB/hari selama 5 hari.
4. Follow up
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan
terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (± 20%). Selama pengawasan, secara
berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar β-hCG dan radiologi.
Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan mola.
Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari
kemungkinan metastase ke vulva, vagina, uretra dan cervix. Gejala-gejala
choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola:
perdarahan yang terus menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang
malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu,
rapuh dan mudah berdarah sebesar kacang Bogor. Sekurang-kurangnya
pemeriksaan diulang setiap 4 minggu.
Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan β-hCG yang menetap
untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel
17
trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan
radioimmunoassay terhadap β-HCG sub unit. Pemeriksaan kadar β-HCG
dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar menjadi negatif lalu
diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan selama 6
bulan. Seharusnya kadar β-HCG harus kembali normal dalam 14 minggu setelah
evakuasi. 7
Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya
metastase penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
Apabila Pemeriksaan fisik, foto toraks dan kadar β-HCG dalam batas normal,
follow up dapat dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun. Bila
selama masa observasi kadar β-HCG menetap atau bahkan cenderung meningkat
atau pada pemeriksaan klinis, foto toraks ditemukan adanya metastase penderita
harus dievaluasi dan dimulai pemberian khemotherapi.
J. Komplikasi
1. Komplikasi non maligna 6
Perforasi uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus ,
kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk
mengetahui tempat terjadinya perforasi.
Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah
tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum
memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.
DIC
Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua
pasien diskreening untuk melihat adanya koagulopati.
Embolisme tropoblastik
18
Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar
terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16
minggu. Keadaan ini bisa fatal.
Infeksi pada sevikal atau vaginal.
Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat
menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola
benigna dan mola maligna.
2. Komplikasi maligna 6
mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan
identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit
invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat
kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola incomplete
meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase yang
menetap yang membutuhkan kemoterapi.
K. Prognosis 3
Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnosa dini dan
terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk
menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini
dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.
Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi,
preeklamsia, payah jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju,
kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih
cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%.
Bila follow up tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya maka kriteria ini untuk
pemberian kemoprofilaksis yaitu
B HCG > 100000m IU /I
Uterus membesar tidak sesuai dengan kehamilan
Ukuran ovarium >6 cm
Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Usia ibu >40 tahun
19
Kista lutein bilateral
3. Kehamilan Ektopik Terganggu
A. DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi oleh
spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus. 8,9
Berdasarkan tempat implantasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan: 8
Tuba Fallopii
Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
Ovarium
Intraligamenter
Abdominal
Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi di
Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 %
di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter,
dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus.8,9
Ada beberapa pendapat yang menggolongkan kehamilan ektrauterin, namun pendapat ini
tidaklah tepat karena kehamilan di kornu, servik uterus termasuk dalam kehamilan ektopik. 10
B. ETIOLOGI
20
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar
penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan
pembuahan didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya
di tuba dipermudah.8,9
Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan adanya beberapa faktor,
termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada
tuba, infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), penggunaan IUD, dan
fertilisasi in vitro pada penyakit tuba. Faktor-faktor ini mungkin berbagi mekanisme
umum yang dapat berupa mekanisme anatomis, fungsional, atau keduanya. Pastinya,
sangat sulit untuk menilai penyebab dari implantasi ektopik dengan tidak adanya alat
pendeteksi kelainan tuba.
Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan
kedalam tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi
normal dari tuba fallopii selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan
ektopik.13
Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf
yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau
apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.
Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau
kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2 lapisan
ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang
beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio
sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan
tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.14
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik : 8
1. Faktor dalam lumen tuba :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga
lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia
uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;
21
c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi
yang tidak sempurna.
2. Faktor pada dinding tuba :
a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba;
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba :
a) Perlekatan peritubal dengan distorsiatau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur;
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain :
a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau
sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
premature;
b) Fertilisasi in vitro.
C. PATOFISIOLOGI
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling
umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut
adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba
(2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat
jarang.8,9 Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,
22
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas.8
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis
dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah
menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium
yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-
lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya
terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.8
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam
tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil
konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10
minggu.8 Kemungkinan itu antara lain : 8
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk
beberapa hari.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudo kapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat
perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium
tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur
yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars
ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales ke arah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini
disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti
lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus
dengan lumen sempit.
23
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan
membentuk hematosalping.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapa mengakibatkan rupture pada
saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik
gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester
pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila
ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda,
sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan
yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan
seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari
trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur
terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga
perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan
terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan
meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang
diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi
kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang
dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan
dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen
sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.
24
D. GAMBARAN KLINIK
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan penggunaan tes
hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan untuk menegakkan
diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala. Namun, bila umur gestasi
sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul karena keluarnya dari dari
fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila memang terjadi kehamilan
ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut kehamilan ektopik belum
terganggu. 8,9
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenore, dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting
dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester
pertama. Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang
menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Pasien yang lain mungin muncul
gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa kehamilan awal termasuk mual, lelah,
nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenu baru-baru ini. Sedangkan
gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas, dapat berbeda-
beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk mendiagnosisnya.8,9
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan abdomen
dan pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan banyak
akibat ruptur tuba tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik walau tanda
itu menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal tersebut lebih
khas pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda vital yang normal
tidak dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan dalam, dapat
teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat nyeri gerakan serviks. Adanya
tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau bilateral abdomen
atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan ektopik dan merupakan
temuan yang bermakna. Disisi yang lain, ketidakadaan tanda dan gejala ini tidak
menyingkirkan kehamilan ektopik. Terabanya massa adneksa juga tidak dapat
memperkirakan kehamilan ektopik secara tepat. 8
E. DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu
25
sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis
yang teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk
menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan
dibantu dengan alat bantu diagnostik. Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik
sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang harus dilakukan,apabila
memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.8
Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk
beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda.
Terdapat nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus.
Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan
nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah perdarahannya, warna dari darahnya, apakah
mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan saja, dan apakah keluar gumpalan-
gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil,
riwayat menstruasinya.8,10
Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan
kesakitan. Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda
syok dan pasien merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak
mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit menggembung
dan nyeri tekan.8,10
Pemeriksaan ginekologi.
Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan muda. Perabaan
serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba
yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang terdapat suhu yang naik,
sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.8,10
Pemeriksaan laboratorium.
Para dokter di ruang gawat darurat biasanya menggunakan beta-human chorionic
gonadotropin (β-hCG) untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk membantu
menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. β-hCG diproduksi oleh
trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid
26
berikutnya. Jika serum β-hCG negatif, kemunkinan besar tidak terjadi kehamilan.
Hanya ada sedikit sekali kasus yang dilaporkan pasien dengan tes serum β-hCG
negative dengan kehamilan ektopik. Dinamika normal kenaikan kadar β-hCG dua kali
lipat kira-kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai mencapai puncaknya 100.000
mIU/ml. kenaikan ini akan melambat bila sudah mencapai nilai puncaknya, dan pada
saat itu sudah harus dilakukan diagnosis dengan USG. Pemeriksaan tunggal tes β-
hCG kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat
membedakan antara kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterine. Pemeriksaan
laboratorium umum lainnya adalah pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar
hemoglobin yang dapat rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai
kadar leukosit untuk membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh
kehamilan ektopik ini atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya
lebih tinggi hingga dapat lebih dari 20.000. 8
F. ALAT-ALAT BANTU DIAGNOSTIK
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan
ektopik adalah berikut ini :9
Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk
mengenali kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada
kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang
amat berguna.
Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan
dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun,
dengan adanya hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi
penyulit dari laparaskopi.
Human Chorionic Gonadotrophin
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum,
walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada
kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk
27
mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi
terjadi tidak diketahui pada banyak wanita. Pada kehamilan yang abnormal
seperti kehamilan ektopik ini, kadar hCG biasanya tidak meningkat seperti
seharusnya.
Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan
informasi untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan
beberapa hari untuk melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone
serum tunggal oleh beberapa kelompok dapat dipakai untuk membedakan
kehamilan ektopik dengan kehamilan normal intrauterin. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang dihasilkan korpus luteum pada
kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan korpus luteum pada
kehamilan normal.
Ultrasonography
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai
7.0 MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan
dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk
mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500
mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5
atau 6 minggu setelah haid terakhir. Karena kombinasi kehamilan intrauterine
dan ekstrauterin hampir merupakan kejadian yang jarang, maka penemuan
kantong gestasi intrauterine hampir selalu dapat menyingkirkan adanya
kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan kadar hCG lebih
dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu
kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus
dipikirkan kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang
menyerupai kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat kehamilan
ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml.
Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakkan transduser transvagina untuk
kehamilan ektopik termasuk : adanya komplek atau massa kistik adneksa atau
terlihatnya embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong
28
gestasi dimana diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau
kadar hCG diatas ambang tertentu, biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.
Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari,
atau serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong
gestasi interauterin yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum
endometrial dengan pemeriksaan histologi pada jaringan yang dikerok, dengan
potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk menentukan apakah ada jaringan
gestasi.
G. PENATALAKSANAAN
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi
bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan
pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau
ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi
secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien
juga harus menerima segala resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.8
TERAPI BEDAH
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.
Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya
salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi.
Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik
tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan
untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik untuk melakukan
laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan salpingektomi
karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja salpingotomi dapat
dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan
dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi
laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan
besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui
laparaskop.
29
Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba
dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk
memperbaiki hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi
dan tempat yang berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba
dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan
secara sekunder atau dengan menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama.
Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan
ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam muskularis tuba
yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus.
Kehamilan ektopik di pars ampullaris. Dilakukan linear salpingektomi di
permukaan antimesenterik tuba.
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis
ditegakkan lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada
kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan
seeperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui
fimbriae.
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit
tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik.
Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %)
30
dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan pemberian
dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai profilaksis para pasien resiko tinggi.13
TERAPI OBAT
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-
obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah
beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba,
dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa
hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan actinomycin ),
prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih jauh mengenai
pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.
H. PROGNOSIS
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat,
maka angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik
biasanya akan mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat
dimana ia seharusnya tumbuh.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada
sekarang, kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus
didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi
secepatnya.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.1999.hal 302-312.
2. Mochtar R, Lutan D. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri patologi.
Jilid 1 Edisi 2. Jakarta:EGC.hal.209-216.
3. Pongcharoen S. Hydatidiform Mole Pregnancy : Genetics and Immunology.
Siriraj Hosp Gaz 2004;56(7):382-387
4. Hacker N.F, M.J George. Terjemahan Esensial Obstetri dan Ginekologi, edisi 2,
Hipokrates, 2001, 679-687
5. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997; 342 – 348.
6. Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997; 262 – 266.
7. H Alan, De Cherney, Nathan L. Gestational Trophoblastic Disease in Current
Obstetric an Gynecologic Diagnose and Treatment. 9th ed. Lange. Baltimore NY.
Mc Graw Hill. 2003. 947 – 958.
8. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.1999.hal 323-338.
9. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
10. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2000.hal 198-210.
32