DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA … · Anti Terhadap Kekerasan Perempuan, dan Migrant...
Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA … · Anti Terhadap Kekerasan Perempuan, dan Migrant...
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH RAPAT
KOMISI I DPR RI
Tahun Sidang
:
2017-2018
Masa Persidangan : I
Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi I DPR RI dengan Para
Pakar/Akademisi (Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Kepala
Bagian Konvinder Set NCB Interpol Indonesia Divisi Hubungan
Internasional Polri, Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan
Hukum Divisi Hukum Mabes Polri, Deputi Bidang Perlindungan
Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional
Kementerian Luar Negeri, Dirjen Kerjasama ASEAN
Kementerian Luar Negeri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia,
Andhika Chrisnayudhanto, Dinna Wisnu, Ph.D., Komisi Nasional
Anti Terhadap Kekerasan Perempuan, dan Migrant Care).
Hari, Tanggal : Rabu, 4 Oktober 2017
Pukul : 10.40 WIB – 12.20 WIB
Sifat Rapat : Terbuka
Pimpinan Rapat : Dr. TB. Hasanuddin, S.E., M.M., Wakil Ketua Komisi I DPR RI
Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., M.SI., Kabag Sekretariat Komisi I DPR RI
Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1,
Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270
Acara : Pandangan/Masukan Pejabat Pemerintah/Pakar/Akademisi/LSM,
mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan
ASEAN Convention Against Trafficking in Person Especially
Women and Children (Konvensi ASEAN Menentang
Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anak).
Anggota yang Hadir : PIMPINAN:
1. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS)
2. Dr.TB. Hasanuddin, S.E., M.M. (F-PDI Perjuangan)
3. Meutya Viada Hafid, S.Sos. (F-PG)
4. Asril Hamzah Tanjung, S.I.P. (F-Gerindra)
5. H.A. Hanafi Rais, S.IP., M.P.P. (F-PAN)
ANGGOTA:
FRAKSI PDI-PERJUANGAN
6. Ir. Rudianto Tjen
7. Dr. Effendi MS Simbolon, M.I.Pol.
8. Charles Honoris
9. Tuti N. Roosdiono
10. Dr. Evita Nursanty, M.Sc.
11. Bambang Wuryanto
12. Andreas Hugo Pareira
13. Djenri Alting Keintjem
2
14. Junico BP Siahaan
FRAKSI PARTAI GOLKAR (F-PG)
15. Dr. Agus Gumiwang Kartasasmita, M.Si.
16. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E. Ak., M.B.A., C.F.E.
17. Dave Akbarshah Fikarno, M.E.
18. Bambang Atmanto Wiyogo
19. Yayat Y. Biaro
20. Venny Devianti, S.Sos.
21. H. Andi Rio Idris Padjalangi, S.H., M.Kn.
FRAKSI PARTAI GERINDRA (F-GERINDRA)
22. H. Ahmad Muzani
23. Martin Hutabarat
24. H. Biem Triani Benjamin, B.Sc., M.M.
25. Rachel Maryam Sayidina
26. Andika Pandu Puragabaya, S.Psi., M.Si., M.Sc.
FRAKSI PARTAI DEMOKRAT (F-PD)
27. Teuku Riefky Harsya, B.Sc., M.T.
28. Dr. Sjarifuddin Hasan, S.E., M.M., M.BA
29. H. Darizal Basir
30. Ir. Hari Kartana, M.M.
31. KRMT Roy Suryo Notodiprojo
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN)
32. Zulkifli Hasan, S.E., M.M.
33. Ir. Alimin Abdullah
34. Budi Youyastri
35. H.M. Syafrudin, S.T., M.M.
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB)
36. Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si.
37. Dra. Hj. Ida Fauziyah, M.Si.
38. Drs. H.M. Syaiful Bahri Anshori, M.P.
39. Arvin Hakim Thoha
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS)
40. Dr. H. Jazuli Juwaini, Lc., M.A.
41. Dr. H. Sukamta, P.Hd.
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-
PPP)
42. Moh. Arwani Thomafi
43. Hj. Kartika Yudhisti, B.Eng., M.Sc.
44. H. Syaifullah Tamliha, S.Pi., M.S.
45. H. Muhklisin
FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM)
46. Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A.
47. Prananda Surya Paloh
48. Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra
49. Victor Bungtilu Laiskodat
FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (F-HANURA)
3
51. Ir. Nurdin Tampubolon, M.M.
52. Mohamad Arief Suditomo, S.H., M.H.
Anggota yang Izin : 1. Elnino M. Husein Mohi., S.T., M.Si. (F-GERINDRA)
2. Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A. (F-PKS)
Undangan : 1. KaBareskrim Polri, Komjen Pol. Drs. H. Ari Dono Sukmanto,
S.H., M.Si.
2. Kabag Konvinder Set NCB Interpol Indonesia Divisi
Hubungan Internasional Polri, Kombes Pol. Nugroho Slamet
Wibowo.
3. Karo Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Divisi Hukum
Mabes Polri, Brigjen Pol. Dr. Agung Makbul Drs, S.H., M.H.
4. Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Prof.
Dr. Vennetia R Danes, M.Sc., Ph.D.
5. Dir. Hukum Dan Perjanjian Polkam, Ditjen HPI Kemenlu,
Ricky Suhendar.
6. Dirjen Kerjasama Asean Kemenlu, Jose Antonio Morato
Tavares.
7. Wakil Ketua Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan,
Yuniyanti Chuzaifah.
8. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Rita
Pranawati, M.A.
9. Akademisi Unika Atmajaya Dan Wakil Ketua Asean
Intergovermental Commission On Human Rights, Dinna
Wisnu, Ph.D.
10. Direktur Kerjasama Regional Dan Multilateral Kedeputian III
BNPT, Andhika Chrisnayudhanto.
11. Migrant Care, Wahyu Susilo.
beserta jajaran
Jalannya rapat:
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang terhormat Bareskrim Polri, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri yang dalam hal ini
diwakili oleh Kabag. Konferensi Hubungan Internasional Polri, Kepala Divisi Hukum Polri yang
diwakili oleh Kepala Biro Sunluhkum, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional
Kemlu, Dirjen Kerjasama ASEAN Kemlu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ketua Komisi
Nasional Anti terhadap Kekerasan Perempuan dari Komnas Perempuan, Pimpinan Migrant Care,
Bapak Andhika Chrisnayudhanto dan Ibu Dinna Wisnu.
Sebelum kita mulai rapat pada hari ini sebagaimana amanat Pasal 246 Tata Tertib DPR RI tentu
harus mencapai kuorum, setidaknya ada masing-masing fraksi. Mohon maaf karena hari ini ada banyak
kegiatan, ada symposium di MPR, kemudian juga ada kegiatan Pansus Undang-Undang Teroris, kemudian
kehadiran beberapa duta besar dari luar yang harus diterima oleh Pimpinan dan Anggota, sehingga untuk
acara ini sangat penting tetapi kami mohon waktu untuk diskors dulu sebentar sampai memenuhi
persyaratan. Tetapi kami sudah koordinasi dengan staf bahwa kami yakin masukan-masukan itu positif,
artinya berapapun fraksi yang hadir kami akan mengambil kesimpulan untuk segera melakukan realisasi,
melakukan ratifikasi yang nanti akan diacarakan pada tanggal 11 Oktober dan sifatnya terbuka. Kalau
berkenan nanti bisa melihat jalannya acara ratifikasi itu dalam satu hari penuh.
4
Dengan demikian Rapat Dengar Pendapat untuk sementara kami buka dan sambil menunggu
kami persilakan untuk minum mungkin kalau masih ada minumannya kami skors.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
(RAPAT DISKORS PUKUL 10.43 WIB)
(SKORS DICABUT PUKUL 10.55 WIB)
Pada hari ini Komisi I DPR RI melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat
Umum dalam rangka mendapatkan masukan terhadap RUU tentang Pengesahan ASEAN Convention
Against Trafficking in Person Especially Women and Children (Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan
Orang Terutama Perempuan dan Anak).
Sebelum kami persilakan kepada para undangan untuk menyampaikan masukannya dapat kami
sampaikan kronologis dari konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang terutama Perempuan dan
Anak, sebagai berikut:
Kami sudah menempuh prosedur di intern DPR RI.
1. Presiden Republik Indonesia telah mengirim surat kepada DPR RI, yaitu surat nomor
R33/Pres/07/2017 tanggal 21 Juli 2017 perihal terhadap RUU tentang Pengesahan ASEAN
Convention Against Trafficking in Person Especially Women and Children (Konvensi ASEAN
Menentang Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak), dan menugaskan Menteri Luar
Negeri, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak untuk Bersama-sama dengan DPR RI membahas RUU tersebut.
2. Rapat konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah antara Pimpinan DPR RI dan Pimpinan
Fraksi tanggal 21 Agustus 2017 telah menugaskan Komisi I DPR RI untuk membahas RUU
tersebut.
3. Menindaklanjuti penugasan Rapat Konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah antara
Pimpinan DPR RI dan Pimpinan Fraksi-Fraksi, Rapat Intern Komisi I DPR RI tanggal 12
September 2017 memutuskan akan segera melaksanakan pembahasan RUU tersebut.
Dan hari ini saya kira kita sudah berkumpul disini, ada masing-masing nanti akan menjadi
narasumber menyampaikan masukan-masukan. Untuk lebih singkatnya barangkali para pembicara nanti
mungkin maksimal 10 menit. Yang paling penting kalau kami ratifikasi perlunya apa, pentingnya apa itu
yang pertama. Kalau ada masukan tidak diratifikasi alasannya apa itu saja barangkali, supaya tidak
melebar kemana-mana.
Dan mohon diketahui kami ini ratifikasi aslinya dalam bahasa Inggris, kemudian diterjemahkan
menjadi bahasa Indonesia. Seperti ratifikasi yang lain kami tidak boleh keluar dari teks yang asli. Kemudian
karena ini sudah ditandatangani oleh Pemerintah dan sebagainya.
Nah, masalahnya sekarang mungkin kita tidak masuk kepada kata-kata, translate dan sebagainya.
Tapi kita berbicara perlukah ini atau tidak perlukah ini itu saja. Dan Insya Allah sesuai dari staf itu bahwa
tanggal 11 kita akan ada rapat untuk langsung 1 hari itu melaksanakan Rapat Kerja dengan Pemerintah
untuk melakukan ratifikasi ini. Jadi selesailah sudah ratifikasi itu tanggal 11 siang atau sore itu.
Baik, selanjutnya kami persilakan yang pertama kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Polri,
kemudian nanti berturut Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri untuk menyampaikannya paparannya,
pendapat dan sebagainya tentu dalam kacamata mengapa perlunya ratifikasi.
Kami persilakan.
Saya sebentar dulu apakah kita mau dilaksanakan secara terbuka atau tertutup?
KABARESKRIM POLRI (KOMJEN POL. DRS. H. ARI DONO SUKMANTO, S.H., M.Si.):
Terbuka saja.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
5
Baik, Rapat Kerja kita nyatakan terbuka.
KABARESKRIM POLRI (KOMJEN POL. DRS. H. ARI DONO SUKMANTO, S.H., M.Si.):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat pagi dan salam bahagia buat kita semua.
Yang saya hormati Pimpinan Sidang Komisi I DPR RI dan seluruh Anggota Komisi I DPR RI,
Yang saya hormati Bapak dan Ibu sekalian yang mewakili Kementerian/Lembaga.
Pada kesempatan ini saya sekalu Kabareskrim yang kebetulan juga di depan dalam penanganan
perkara perdagangan orang. Secara organisasi di ASEAN selalu pejabat yang mengikuti kegiatan-kegiatan
kerjasama ini dikaitkan dengan persoalan perkara perdagangan orang yang demikian banyaknya dari
tahun ke tahun dan juga korbannya itu adalah anak-anak dan perempuan. Kemudian dibandingkan dengan
beberapa negara ASEAN lainnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak persoalan
masalah kejahatan ini.
Dan kemudian juga sejak tahun 2004 persoalan ini dimunculkan diinisiasi oleh Indonesia, yang
sekarang dari semua negara ASEAN itu sudah 7 negara yang sudah meratifikasi, maka kami berpendapat
bahwa ini untuk bisa disetujui diratifikasi.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih.
Selanjutnya kami persilakan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
KABAG KONVINDER SET NCB INTERPOL INDONESIA DIVISI HUBUNGAN INTERNASIONAL POLRI
(KOMBES POL. NUGROHO SLAMET WIBOWO)
Baik, Bapak terima kasih.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang terhormat Pimpinan Komisi I DPR RI dan Anggota Komisi I DPR RI.
Dari kami Divisi Hubinter Polri pada prinsipnya mau menyampaikan bahwa perlunya ratifikasi ini
memang sudah cukup lama dari 2004 diinisiasi oleh Indonesia Pak. Namun demikian kami secara resmi
berterima kasih kepada DPR RI yang dari mulai tahun 2015 ini termasuk cepat. Jadi 2015 diajukan dan
2017 sudah mulai kita rapatkan hari ini, ini sebuah langkah awal yang baik buat kita.
Ratifikasi ini tentunya dapat memberikan keuntungan buat kita, diantaranya yaitu bisa memberikan
landasan hukum yang pasti terhadap konvensi ini Pak. Karena memang di negara ASEAN ini kita yang
menginisiasi, disisi lain kita yang terlambat untuk meratifikasi.
Kemudian yang kedua bisa mencegah atau bisa mengatasi terjadinya tindak pidana yang
dijelaskan oleh Bapak Kabareskrim dan memberikan hukuman yang pasti dan adil pada para pelaku Pak.
Kemudian yang ketiga kami juga berharap dengan ini bisa melindungi para korban Pak. Dimana korban-
korbannya dari data memang banyak sekali dari negara kita Indonesia.
Kemudian yang keempat adanya kepastian hukum dalam berkoordinasi juga dengan negara-
negara internal ASEAN. Dari hasil kemarin…. Di Manila dengan adanya ASEANAPOL di Singapura kita
juga beberapa kali dipertanyakan untuk masalah ini, sehingga hari ini merupakan hari yang baik buat kita
dengan harapan bahwa kepastian penegakan hukum lebih clear dan bisa terjamin dan bisa melindungi
warga negara Indonesia tentunya yang ada di luar negeri.
Kami kira itu Pak, mudah-mudahan bisa terlaksana dengan baik.
Terima kasih.
6
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih.
Lanjut, kepada Kepala Divisi Hukum Polri atau yang mewakili.
KARO PENYUSUNAN DAN PENYULUHAN HUKUM DIVISI HUKUM MABES POLRI (BRIGJEN POL.
DR. AGUNG MAKBUL DRS, S.H., M.H.)
Baik, terima kasih Pak.
Pimpinan Sidang yang kami hormati dan Anggota Komisi I DPR RI.
Pada kesempatan pagi hari ini terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan. Mengenai
pandangan dari Divisi Hukum tentang masalah Rapat Dengar Pendapat Umum RUU tentang Pengesahan
ASEAN Convention Against Trafficking in Person Especially Women and Children (Konvensi ASEAN
Menentang Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak).
Indonesia memang sebagai salah satu Anggota ASEAN yang telah menandatangani konvensi
ASEAN menentang perdagangan orang terutama perempuan dan anak-anak mempunyai kewajiban moral
untuk segera meratifikasi konvensi tersebut.
Kepentingan Indonesia untuk meratifikasi konvensi tersebut tidak hanya dalam rangka
melaksanakan kewajiban internasionalnya tetapi juga dalam rangka melaksanakan tujuan nasional
sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Atas dasar tersebutlah Bersama ini saya sampaikan pandangan Polri khususnya Divisi Hukum,
sebagai berikut:
1. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat ASEAN dan sebagai wujud komitmen Indonesia dalam
pemberatasan perdagangan orang atau trafficking in person dan pelindungan korban perdagangan
orang khususnya perempuan dan anak-anak perlu segera meratifikasi konvensi ASEAN
menentang perdagangan orang.
2. Ratifikasi diperlukan mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
mengusulkan terbentuknya konvensi tersebut dan telah menandatangani konvensi tersebut
Desember 2015 oleh Bapak Jokowi.
3. Ratifikasi terhadap konvensi yang telah ditandatangani oleh Indonesia merupakan wujud bentuk
komitmen Pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan pelindungan kepada warga
negaranya dari tindakan-tindakan yang melanggar HAM.
Yang kedua, permasalahan perdagangan manusia ini yang kompleks tidak mungkin bisa
diselesaikan tanpa kerjasama dengan negara-negara yang terlibat. Oleh karena itu, Polri menyambut baik
dan mendukung rencana ratifikasi konvensi ini mengingat konvensi ini dapat menjadi salah satu landasan
bagi negara-negara ASEAN dalam meningkatkan kerjasama dan koordinasi yang efektif khususnya dalam
hal pencegahan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak-anak.
Yang ketiga pandangan dari Polri, disamping itu perlunya percepatan ratifikasi konvensi ASEAN
tentang anti perdagangan manusia terutama perempuan dan anak agar upaya penegakan hukum,
perlindungan dan pencegahan masalah itu terikat hukum masing-masing negara Anggota ASEAN.
Ratifikasi ini perlu segera dilakukan karena akan memberikan peran legal atau mengikat secara hukum
terhadap konvensi yang telah disepakati oleh negara-negara ASEAN.
Sedangkan yang keempat pandangan kami menurut Polri adalah meskipun saat ini Indonesia telah
mempunyai Undang-Undang yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang,
namun pengesahan konvensi ASEAN ini akan semakin melengkapi Undang-Undang yang telah ada dan
dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan
Orang terutama Perempuan dan Anak akan semakin mengoptimalkan penegakan hukum tindak pidana
perdagangan orang terutama yang berkaitan dengan tindak pidana lintas batas negara.
7
Demikian Pimpinan Sidang yang saya hormati yang dapat kami sampaikan, semoga dapat
memberikan manfaat bagi pembahasan Rancangan Undang-Undang ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih Bapak Makbul.
Kami lanjutkan kepada Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Ibu Vennetia.
DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN KEMEN PPPA (PROF. DR. VENNETIA R
DANES, M.Sc., Ph.D.):
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Yang terhormat Pimpinan Sidang dan Pimpinan Komisi I DPR RI,
Yang terhormat para Anggota Komisi I DPR RI,
Hadirin yang berbahagia.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat bertemu pada hari ini dalam Rapat Dengar
Pendapat Umum dengan Komisi I DPR RI tentang pandangan atau masukan pejabat Pemerintah, pakar
akademisi, LSM, mengenai RUU tentang Pengesahan ASEAN Convention Against Trafficking in Person
Especially Women and Children (Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang terutama Perempuan
dan Anak).
Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Pimpinan dan seluruh jajaran Komisi I
DPR RI yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyampaikan penjelasan mengenai
RUU tentang Pengesahan ASEAN Convention Against Trafficking in Person Especially Women and
Children (Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak).
Pimpinan sidang dan hadirin yang berbahagia.
Dengan telah ditandatangani konvensi ASEAN menentang perdagangan orang terutama
perempuan dan anak, maka Indonesia sebagai salah satu negara pengusul harus segera
mengesahkannya dalam satu rancangan Undang-Undang ini didasarkan kepada naskah akademiknya
yang telah dibuat oleh Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2016.
Naskah akademik RUU tentang Pengesahan ASEAN Convention Against Trafficking in Person
Especially Women and Children (Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang terutama Perempuan
dan Anak) ini telah disusun untuk memenuhi persyaratan penyusunan dan pembahasan Rancangan
Undang-Undang.
Perdagangan orang khususnya perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran
harkat dan martabat manusia karena didalamnya ada unsur ancaman, penyiksaan, penyekapan,
kekerasan seksual dan menjadikan mereka sebagai objek atau komoditi yang dapat diperjual belikan yang
semuanya yang merupakan pelanggaran terhadap HAM.
Tindak pidana perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik itu
terorganisir maupun tidak terorganisir. Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak hanya
perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan
kekuasaannya.
Jaringan pelaku tindak pidana orang memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam
negeri tetapi juga antar negara. Praktek perdagangan orang tersebut menjadi ancaman serius terhadap
masyarakat, bangsa dan negara serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan
8
terhadap Hak Asasi Manusia. Sehingga pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan
orang serta perlindungan dan rehabilitas korban perlu dilakukan baik pada tingkat nasional, regional
maupun internasional.
Dalam tataran regional pencegahan dan pemberatasan tindak pidana perdagangan orang
dilakukan melalui kerjasama ASEAN. Indonesia sebagai salah satu Anggota ASEAN yang telah
menandatangani konvensi aktif terutama perempuan dan anak mempunyai kewajiban moral untuk segera
meratifikasi konvensi tersebut. Kepentingan Indonesia untuk meratifikasi konvensi tersebut tidak hanya
dalam rangka melaksanakan kewajibannya tetapi juga dalam rangka pelaksanaan tujuan nasionalnya. Dan
sebagai upaya perlindungan terhadap warga negaranya sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia 1945 memuat kewajiban negara untuk memberikan
perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, sebagaimana dirumuskan dalam alinea 4
yang menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan.
Selanjutnya pada alinea 4 menyebutkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Selain memuat kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap
Hak Asasi Manusia. Alinea keempat tersebut secara tegas memberikan kepada Negara Indonesia untuk
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Selain dalam pembukaan batang tubuh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia juga memuat
beberapa pasal terkait dengan pelindungan, kemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Pasal 28 G menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaan serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dan
ancaman dari ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya, berhak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakukan yang merendahkan derajat martabatnya dan berhak memperoleh swaka politik
dari negara lain.
Lanjut, pada Pasal 28 I menegaskan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan hari nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
adalah hak asasi manusia yang tidak dikurangi dalam keadaan apapun dan setiap orang tidak boleh
diperlakukan secara diskriminatif atas dasar apapun.
Perdagangan orang sebagai pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Meskipun landasan hukum nasional sudah ada namun dalam praktek kejahatan perdagangan orang baik
yang berdimensi nasional maupun internasional masih terus berlangsung.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menerbitkan trafficking in Person report pada Juli 2015
menempatkan Indonesia pada status tier 2. Ini artinya Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar
minimum the trafficking victim protection at 2000. Tetapi walaupun begitu tetap kita berupaya secara
signifikan untuk membawa diri untuk sesuai dengan standar-standar yang ada di dalam TTPA. Status ini
telah diperoleh Indonesia secara berturut-turut mulai dari tahun 2008, 2009, 2010, sampai dengan 2015
kita masih tetap di tier 2.
Pimpinan sidang dan hadirin yang berbahagia.
Dalam upaya melindungi warga negaranya dalam praktek perdagangan orang dan eksploitasi
khususnya terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok rentan kita harus terus komitmen dalam
memerangi TPPO karena saat ini perdagangan orang telah berkembang menjadi masalah global yang
aktifitasnya didasari oleh prinsip high provit dan low risk yang menyebabkan perdagangan orang ini
menjadi cepat merebak ke seluruh dunia, sehingga menimbulkan ancaman terhadap masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia.
Mengirimkan tenaga kerja Indonesia keluar negeri sering dijadikan modus kejahatan tindak pidana
perdaganan orang dan eksploitasi seksual anak. Berdasarkan kajian Migrant Care 2009 setiap tahun
setidaknya ada 450 ribu warga negara atau 70% adalah perempuan diberangkatkan sebagai tenaga kerja
9
keluar negeri dan dari jumlah tersebut sekitar 60% dikirim secara ilegal dan sekitar 46% terindikasi kuat
menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Data dari International Organization for Migration mencatat bahwa dalam periode 2005-2010 telah
dipulangkan 3.840 orang korban perdagangan orang dan sebagian besar adalah perempuan, yaitu
menempati 90,4%. Dan diantara jumlah korban tersebut 23,6% adalah anak-anak dibawah umur. Dan
mereka yang dipulangkan umumnya dari Malaysia 93% dan mereka yang sebagian besar dari Jawa Barat
882 korban. Pemerintah telah bertekad untuk memerangi tindak pidana perdagangan orang dan eksploitasi
seksual anak, karena dampak kejahatan manusia ini dapat merugikan kaum perempuan sebagai ibu
bangsa dan anak sebagai generasi penerus.
Salah satu kasus tindak pidana perdagangan orang yang melibatkan korban serta pelaku dari
negara lain dan cukup ramai diberitakan di media adalah kasus perdagangan yang terjadi di Maluku yang
melibatkan beberapa negara ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand dan Myanmar. Lebih kurang dari 100 orang
yang berasal dari Myanmar dan Thailand direkrut untuk dipekerjakan secara paksa disebuah perusahaan
perikanan oleh warga negara Indonesia dan Thailand. Dengan memperhatikan data diatas Indonesia
sebagai masyarakat ASEAN dan sebagai wujud komitmen Indonesia dalam pemberantasan TPPO dan
perlindungan korban perdagangan orang khususnya perempuan dan anak perlu segera merarifikasi
konvensi ASEAN menentang perdagangan orang, terutama perempuan dan anak.
Ratifikasi diperlukan mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang mengusulkan
terbentukna konvensi tersebut dan telah menandatanani konvensi tersebut. Selain itu, hal lain dari urgency
atau perlunya ratifikasi ini karena kasus tindak pidana perdagangan orang di Indonesia masih sering terjadi
peningkatan secara terus menerus.
Pimpinan sidang dan hadirin yang kami hormati.
Pemerintah Indonesia dalam rangka upaya pencegahan dan penanganan TPPO telah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan selanjutnya
ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme
Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO dan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008
tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.
Digugus TPPO ini terdiri dari 21 kementerian/lembaga yang terkait. Peraturan perundangan
tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Permen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
tentang Prosedur Standar Operasional (PSO) pelayanan terpadu bagi saksi dan korban TPPO, serta telah
terbentuknya GTPPO di 32 provinsi dari 34 provinsi yang belum terbentuk adalah Papua dan Papua Barat.
Kami harapkan tahun ini sudah akan terbentuk.
Pimpinan sidang dan hadirin yang kami hormati.
Demikianlah sekilas yang dapat kami sampaikan, Indonesia sebagai salah satu Anggota ASEAN
yang telah menandatangani konvensi ASEAN menentang perdagangan orang terutama perempuan dan
anak sekali lagi mempunyai kewajiban moral untuk segera meratifikasi konvensi tersebut.
Demikian beberapa hal Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI, terima kasih kepada
Komisi I DPR RI atas kerjasamanya dan komitmen kuat membantu Kementerian PPPA khususnya
perlindungan terhadap perempuan dan anak Indonesia. Kami akan konsisten meningkatkan kualitas
pelaksanaan program dan kegiatan agar memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh perempuan dan
anak-anak Indonesia.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Ibu atas paparannya.
10
Kami persilakan sekarang dari Kemenlu Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu yang
diwakili Bapak Ricky.
DIR. HUKUM DAN PERJANJIAN POLKAM, DITJEN HPI KEMENLU (RICKY SUHENDAR):
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI,
Bapak dan Ibu yang mewakili Pemerintah dari Kementerian dan Lembaga terkait.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh;
Salam sejahtera bagi kita semua.
Izinkan kami menambahkan beberapa catatan atas ASEAN Convention Against Trafficking in
Person Especially Women and Children. Seperti Bapak dan Ibu ketahui, bahwasanya telah disampaikan
pentingnya kovensi ini bagi Indonesia. Kami hanya ingin menambahkan ada 4 pilar utama dari konvensi ini.
4 pilar inilah yang mendasari Indonesia ikut serta dalam konvensi Convention Against Trafficking in Person.
Pertama adalah terkait dengan aspek perlindungan. Dapat kami sampaikan bahwasanya
Indonesia sangat berkepentingan terhadap aspek ini tidak lain dan tidak bukan karena alasan pelindungan
warga negara Indonesia kita diluar negeri khususnya di kawasan ASEAN. Banyak sekali warga negara
Indonesia yang menjadi korban dari perdagangan orang ini. Nah, sebagai informasi bahwasanya selama
perundingan konvensi hal ini telah menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Indonesia, yakni
bagaimana Indonesia dapat mewajibkan negara Anggota ASEAN untuk turut memberikan perlindungan
atas warga negara asing yang berada di negaranya dalam hal ini warga negara Indonesia.
Tujuan ini pada akhirnya dapat diakomodasi berkat kegigihan tim negosiator Indonesia dimana
seluruh negara ASEAN berkomitmen bahwasanya setiap warga negara asing termasuk Indonesia yang
berada di wilayah masing-masing negara Anggota akan mendapatkan perlindungan. Aspek perlindungan
inilah yang menjadi nilai lebih dari konvensi ini apabila kita bandingkan dengan kovensi serupa contohnya
yang di Eropa tidak mengatur masalah perlindungan. Tapi khusus yang di ASEAN Convention Against
Trafficking in Person memberikan kelebihan terhadap aspek perlindungan.
Yang kedua adalah terkait aspek pencegahan, negara Anggota diwajibkan menempuh langkah-
langkah pencegahan. Dapat saya sampaikan beberapa kewajiban antara lain mendorong penguatan
bilateral, multilateral, baik antar Pemerintah maupun elemen masyarakat mandiri. Guna mengurangi faktor-
faktor pendorong tindak pidana perdagangan orang.
Lalu mengurangi permintaan segala bentuk permintaan yang memicu segala bentuk eksploitasi
orang termasuk perempuan dan anak-anak yang mengarah kepada perdagangan melalui berbagai
mekanisme kerjasama, baik bilateral, multilateral, maupun inisiatif sosial, ekonomi, budaya dan Pendidikan.
Sementara itu nilai tambah dari konvensi ini dari segi aspek penegakan hukum adalah adanya unsur
pidana yang tidak diatur pada rezim internasional lainnya. Contoh, konvensi mendorong negara pihak
untuk mengenakan pemberatan dalam pemidanaan apabila tindak pidana perdagangan orang
mengakibatkan cidera serius kepada korban, khususnya terhadap anak dan perempuan.
Dan yang terakhir adalah dari sisi kerjasama internasional. Keberadaan konvensi memberikan
kesempatan kepada Indonesia untuk memperkuat segala bentuk kerjasama hukum, baik dengan negara
pihak khususnya terkait dengan ekstradisi, mutual legal asistent, kerjasama penegakan hukum lainnya
antara institusi, lalu penyitaan dalam perkara-perkara terkait dengan perdagangan orang maupun yang
terkait dengan perdagangan orang, contohnya seperti korupsi, money loundring dan perbuatan-perbuatan
yang menghalangi proses pengadilan.
4 pilar inilah yang mendasari Indonesia berkomitmen kuat untuk menjadi pihak dalam Convention
Against Trafficking in Person ini.
Demikian tambahan dari kami dan kami berkeyakinan bahwa konvensi ini merupakan konvensi
penting bagi Indonesia khususnya bagi melindungi warga negara Indonesia yang ada di luar negeri.
Terima kasih.
11
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Bapak Ricky.
Sekarang kami persilakan kepada Dirjen Kerjasama ASEAN Kemenlu Bapak Jose Antonio Morato
Tavares.
DIRJEN KERJASAMA ASEAN KEMENLU (JOSE ANTONIO MORATO TAVARES):
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI yang terhormat.
Terima kasih atas kesempatan Rapat Dengar Pendapat Umum ini mengenai RUU tentang
Pengesahan ASEAN Convention Against Trafficking in Person Especially Women and Children (Konvensi
ASEAN Menentang Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak).
Kami akan menggunakan 10 menit yang Bapak berikan secara efisien. Ini menurut UNODC
perdagangan orang yang setiap tahunnya itu berkisar antara 600 ribu sampai 800 ribu orang kebanyakan
perempuan 51% perempuan, laki-laki 21% dan anak perempuan 20% dan anak laki-laki 8% jadi hampir
80% memang perdagangan perempuan dan anak-anak.
Lanjut, jadi kita lihat di Indonesia isu perdagangan manusia dari tahun 2016 sampai Agustus 2017
ada 873 kasus. Indonesia sebagai sumber tujuan dan sekaligus transit. Nah, salah satu pengirim workers
terbesar yaitu 4,5 juta pekerja dan 70% perempuan di negara Anggota ASEAN selain Philipina.
Lanjut, dari bulan Oktober tahun 2014 sampai Oktober 2015 ada sekitar 1.484 kasus. Sampai
dengan Agustus 2017 ini sebenarnya ada 1.035 yang telah selesai dan 449 kasus yang masih
ditandatangani.
Kemudian kalau dari statistik dari negara tujuan Indonesia adalah negara tujuan yang terbesar,
yaitu kita sebenarnya lebih dari 80% dari korban TPPO berada di Indonesia.
Lanjut, dari negara asal sebenarnya Myanmar menempati urutan terbanyak, kemudian Kamboja,
Philipina dan Indonesia pada urutan yang keempat sebagai negara asal.
Lanjut, jumlah anak buah kapal yang menjadi korban TPPO di ASEAN Myanmar yang pertama
dan Indonesia yang kedua, yaitu yang terdiri dari anak-anak 14 orang, kemudian dewasa 269 totalnya 283
dari tahun 2011 sampai 2015.
Lanjut, kejahatan perdagangan orang yang bersifat lintas batas kita tahu dari tingkat nasional kita
sudah ada Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007. Kemudian di tingkat internasional ada dari United
Nation Transnational Orgazice Crime yang ada protokol trafficking in personnya, kemudian di tingkat
regional baru ada Eropa dan ASEAN baru ada sekarang ini dari ASEAN Convention Trafficking in Person.
Lanjut, dari AKTIP ini memang ditandatangani pada tanggal 21 November 2015 kemudian
instrument hukum yang merupakan instrument payung dari kawasan dan sudah mulai berlaku dengan
adanya penandatanganan tambah satu negara lagi, yaitu sekarang menjadi 8 negara dan 2 negara yang
belum, yaitu Indonesia dan Brunei Darussalam.
Lanjut, tadi sudah dijelaskan oleh Bapak dan Ibu sekalian, yang telah terlebih dahulu menjelaskan
mengenai gambaran umum AKTIP. Lanjut saja, keunggulan AKTIP ini memang adalah merupakan hasil
dari sebuah kompromi di kawasan yang berhasil mengakomodir kepentingan negara-negara Anggota
ASEAN yang berbeda-beda. Kemudian menggunakan UN Protocol dan Trafficking in Person sebagai
minimum threshold dalam penyusunan AKTIP sehingga pada akhirnya AKTIP besifat beyond the protocol
yang dihasilkan oleh United Nation tersebut.
Jadi edit value-nya tadi juga sudah disampaikan oleh Bapak dan Ibu sekalian yang telah terlebih
dahulu yang antara lain adalah non diskriminasi tidak melihat latar belakang suku, agama atau ras yang
diatur dalam Pasal 1. Kemudian perlindungan dan bantuan bagi korban trafficking in person dalam AKTIP
juga memperkenalkan konsep support dan care. Konsep tersebut dapat terlihat pada Pasal 14 misalkan itu
memberikan perlindungan yang bersifat komprehensif dan tidak terbatas pada legalistic formal semata.
Nah, pentingnya AKTIP bagi Indonesia yaitu memperluas jangkauan hukum nasional kita. Nah,
mengingat nature dari kejahatan ini adalah lintas negara, maka akan jauh lebhih efektif jika
penanganannya itu juga mencakup kawasan. Inilah pentingnya ratifikasi dari AKTIP ini bagi Indonesia agar
12
negara-negara lain juga menerapkan yang sama sehingga penanganannya akan lebih meluas dan juga
mentackle kejahatan ini yang bergerak lintas negara tersebut. Jadi memperkuat legislasi nasional,
mendukung Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, mendorong peningkatkan perlindungan atas warga
negara Indonesia korban kejahatan perdagangan orang baik di Indonesia maupun di kawasan ASEAN dan
memperkuat upaya pencegahan dan penghukuman terhadap pelanggar, kemudian memperkuat kerjasama
regional dan internasional.
Lanjut, manfaat AKTIP bagi Indonesia adalah meminimalisir perbedaan pemahaman diantara
negara Anggota ASEAN terkait dengan konsepsi TPPO ini sehingga dapat terbangun kerjasama dan
koordinasi yang kuat dan intensif terutama bagi penegak hukum. memfasilitasi kerjasama antar penegak
hukum ASEAN dalam melakukan pencarian terhadap pelaku, memperoleh alat bukti termasuk akses untuk
memperoleh catatan bank misalkan. Kemudian memudahkan penegak hukum ASEAN dalam melakukan
pertukaran data dan informasi untuk percepatan proses birokrasi pelacakan aset. Kemudian meningkatkan
efektifitas pemetaan jaringan sindikat pelaku TPPO dari wilayah perekrutan, penampungan sampai dengan
tempat eksploitasi korban di negara lain.
Nah, kemudian memfasilitasi pemenuhan hak korban atas restitusi dari hasil penyitaan aset pelaku
yang berada di luar negeri atau dikawasan ASEAN misalnya serta hak korban atas nilai materil yang belum
diberikan oleh pelaku eksploitasi dari negara lain. Nah, kemudian memfasilitasi kerjasama peningkatan
capacity building para penegak hukum ASEAN dalam menangani TPPO ini yang bersifat lintas negara
sehingga akan lebih efektif, jadi ada… collective effort dalam menangani hal ini.
Sebagai kesimpulan Indonesia sangat berkepentingan kami sepandangan dengan Bapak dan Ibu
sekalian yang telah menyampaikan penjelasan sebelumnya, yaitu pembentukan AKTIP oleh negara-
negara Anggota ASEAN dikawasan Asia Tenggara mencerminkan kebutuhan mendesak negara di
kawasan dalam menanggulangi maraknya perdagangan orang melalui AKTIP, Indonesia memperkuat
efektifitas terhadap pencegahan perlindungan dan penegakan hukum atas kejahatan TPPO.
Demikian Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI yang terhormat atas presentasi kami.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih Bapak Jose.
Dan kita lanjutkan kepada Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Ibu Rita.
KOMISIONER KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (RITA PRANAWATI, M.A.):
Terima kasih Pimpinan.
Pimpinan Komisi I DPR RI yang kami hormati,
Para Anggota Komisi I DPR RI yang kami hormati.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semuanya.
Pada kesempatan pagi hari ini saya Rita Pranawati mewakili Wakil Ketua hadir dengan Komisioner
bidang Trafficking Ibu Maryati Sholehah yang ada di belakang.
Bapak dan Ibu sekalian.
KPI mengapresiasi adanya inisiasi dari DPR RI khususnya Komisi I DPR RI untuk ratifikasi terkait
dengan AKTIP. Kita tahu bahwa di dalam trafficking salah satu korban yang cukup besar adalah anak-anak
meskipun angkanya sekitar 30% tetapi anak akan menjadi lebih rentan karena ketika trafficking pertama
pengetahuan secara mental psikologis tentu akan lebih jauh sulit situasinya bagi anak, sehingga AKTIP ini
menjadi penting untuk pelindungan terhadap anak.
Lanjut, kalau kita melihat korban trafficking khususnya baik di dalam maupun di luar negeri ASEAN
menjadi salah satu point penting karena sebenarnya trafficking in person itu juga banyak terjadi di ASEAN
selain diluar negara ASEAN. Ini saya kira menjadi penting bahwa AKTIP yang merupakan membangun
13
persamaan persepsi tentang penanganan trafficking ini menjadi penting karena sesungguhnya Indonesia
sendiri berkepentingan dengan adanya dan cukup banyaknya korban di lingkaran ASEAN.
Ini merupakan data KPAI yang langsung ditangani oleh KPAI ada anak sebagai korban
perdagangan secara umum misalnya terkait dengan bayi, ini yang ada di Indonesia kita belum memilah
yang antara negara tetapi juga ada korban anak-anak sebagai prostitusi online, kemudian juga eksploitasi
komersial anak SK serta pekerja anak. Yang memang agak sulit yang sebenarnya kita tangani biasanya
terkait dengan prostitusi online. Kalau misalnya tidak kemudian bisa terdeteksi ini yang kami dapatkan.
Kemudian prinsipnya negara memang harus menghormati, melindungi serta memenuhi dan
memajukan terkait hak asasi manusia begitu juga terkait dengan harkat dan martabat utamanya korban-
korban trafficking. Di dalam konvensi hak anak trafficking termasuk dalam perlindungan khusus yang
artinya ada special protection yang dibutuhkan untuk korban-korban trafficking.
Dan tidak hanya Pemerintah tetapi juga banyak stake holder yang sebenarnya terkait dengan
penanganan trafficking termasuk dalam konteks perlindungan anak secara umum, ada keluarga,
masyarakat, Pemerintah.
KPAI punya tugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pelindungan anak
kemudian juga memberikan masukan usulan dan perumusan kebijakan diantaranya adalah terkait dengan
ratifikasi konvensi dalam AKTIP ini. Kami juga mengumpulkan data dan informasi untuk anak-anak korban
trafficking diantaranya. Kemudian menerima dan melakukan penalaahan pengaduan, kemudian juga
mediasi kerjasama dan melaporkan kepada pihak berwajib.
Dalam konteks trafficking tentu tidak ada mediasi karena ini pidana, ini hanya untuk problem
perdata. Tetapi secara umum ini menjadi bagian dari Tupoksi kami utamanya dengan anak-anak korban
trafficking. Dalam konteks hak anak KPAI punya kewajiban untuk memastikan terpenuhinya hak anak.
Kemudian peran Pemerintah dalam menyelenggarakan hak anak. Kemudian pengawasan juga penegakan
hukum, memastikan berjalannya lembaga pengawas dan perlindungan anak secara efektif.
Beberapa yang kita hadapi Bapak dan Ibu sekalian, memang kadang-kadang karena situasi
korban yang lemah kemudian menjadikan proses penegakan hukum agak sulit apalagi kalau korbannya
anak-anak kadang sudah dibarter dengan uang dan seterusnya. Kemudian terkait dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 penting untuk memastikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial dan
pemulangan serta integrase. Ini saya kira yang menjadi titik point perlindungan terutama untuk korban.
Kemudian kita juga di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2009 intinya adalah memastikan jaminan
terhadap harkat dan martabat, keselamatan serta tidak ada tindakan diskriminatif dan adanya kepastian
hukum.
Lanjut, urgency KPAI di dalam pengawasan adalah pencegahan, sistem rujukan dan sistem
pemulihan. Ini yang kemudian kita sering lakukan dan kita melihat ada beberapa yang penting untuk kita
lakukan ketika kita melakukan ratifikasi AKTIP. Lanjut, AKTIP prinsipnya sangat penting buat kita, buat
Indonesia khususnya karena sesungguhnya AKTIP juga dirancang sebagai komitmen negara-negara di
ASEAN untuk memerangi secara serius trafficking in person. Dan ini menjadi kerjasama ASEAN untuk
menghapuskan trafficking in person. Selain itu juga AKTIP ini penting karena menjadi manivestasi
penyelesaian ASEAN untuk memerangi perdagangan orang dengan memberikan keamanan dan
perlindunan yang efektif kepada korban perdagangan serta memperkuat langkah-langkah penegakan
hukum lebih lanjut.
Lanjut, di dalam AKTIP ini yang paling penting adalah ada konteks pencegahan kemudian tadi
yang disebutkan dengan perlindungan korban serta penuntutan. Dua yang terakhir pelindungan dan
penuntutan tentu ini menjadi heavy yang sebenarnya kita juga butuhkan untuk korban-korban trafficking
Indonesia.
Lanjut, salah satu point penting yang kita support dari AKTIP Ini adalah untuk tidak
mengkriminalisasi korban. Pada prakteknya orang-orang yang diperdagangkan sering ditangkap, kemudian
ditahan, dituntut bahkan diadili atas tindakan melanggar hukum tidak sebagai korban. Tentu dengan
adanya AKTIP harapannya tidak terjadi.
Kemudian sering dikaitkan dengan kegagalan mengidentifikasi korban, begitu juga kegagalan
untuk membayar korban yang menjadi haknya ini terjadi. Saya kira di dalam konteks hukum Indonesia
membayar hak korban ini juga masih menjadi proses yang belum selesai. Kemudian pelaksanaan AKTIP
harus mempertimbangkan untuk mencegah penuntutan orang-orang yang diperdagangkan atas tindakan
14
melanggar hukum yang dilakukan mereka sebagai konsekuensi langsung dari situasi mereka sebagai
orang-orang yang diperdagangkan atau dimana mereka dipaksa untuk melakukan tindakan tersebut.
Lanjut, urgency yang lain karena tidak ada penanganan bagi orang yang diperdagangkan
kemudian penanganan rutin akan selalu membawa dampak buruk dan kasus penanganan individual
berdasarkan kebutuhan legalitas dan proposional itu perlu dipertimbangkan. Apalagi jika kasusnya anak
untuk kepentingan terbaik untuk anak menjadi yang utama ya kita juga punya sistem Undang-Undang
Peradilan Pidana Anak saya kira ini juga menjadi bagian yang penting.
Lanjut, AKTIP untuk Indonesia pertama tentu penting ratifikasi AKTIP untuk meningkatkan seluruh
ASEAN secara politis dan yuridis dalam membangun sistem perlindungan korban perdagangan orang baik
perempuan dan anak. Yang kedua, saya kira pentingnya ratifikasi aktif sebagai bagian untuk mendorong
kesiapan Pemerintah Indonesia memiliki sistem pengamanan pada praktek perdagangan orang di dalam
negeri. Artinya, penguatan yang selama ini sudah ada karena nanti kita lihat di bawah akan ada bagaimana
proses rehabilitasi dan seterusnya. Sistem layanan rehabilitasinya seperti apa, sistem integrasinya seperti
apa itu yang kita juga perlu siapkan. Karena pada prinsipnya AKTIP juga akan melakukan pelindungan
kepada siapapun korban termasuk yang ada di Indonesia.
Ratifikasi AKTIP untuk menyatukan komitmen penyelenggara, pengawas dan penegakkan hukum
dalam pelindungan korban trafficking in person. Utamanya terutama kalau di kita tentu perempuan dan
anak gitu ya.
Catatan kritis kita negara ASEAN penting untuk membangun security system pekerja migran
dalam implementasi kerjasama hubungan antar negara. AKTIP menjadi payung hukum untuk pelindungan
pekerja migran dengan mengoptimalkan penyelenggara ketenagakerjaan di dalam dan luar negeri.
Kemudian AKTIP mendorong terpenuhinya hak korban perdagangan orang utamanya perempuan dan
anak yang diperdagangkan di negara tujuan. Dan AKTIP turut mengantisipasi terjadinya perdagangan anak
dengan memaksimalkan peran pencegahan, penanganan dan penegakan hukum bagi terjadinya
trafficking.
Catatan penting kami adalah ketika tentu kiat tidak ragu untuk ratifikasi AKTIP karena pentingnya
bagi proses penyelesaian korban trafficking. Catatan penting lainnya juga kesiapan Indonesia untuk
meratifikasi ini di dalam negeri ini menjadi point untuk penguatan semua stake holder untuk memenuhi
utamanya terkait pelindungan korban kemudian juga penegakan hukum saya kira.
Catatan yang agak rinci misalnya bagaimana kesiapan untuk rehabilitasi korban, kemudian sampai
reintegrasi saya kira ini menjadi titik penting agar semua stake holder Bersatu ketika AKTIP kita ratifikasi.
Dan di bagian akhir adalah penegakan hukum saya kira. Resitusi terhadap korban ini menjadi catatan
penting pada praktek Undang-Undang TPPO selama ini, ini saya kira yang perlu disiapkan. Ini menjadi titik
point balik penguatan penanganan TPPO di dalam negeri sekaligus Indonesia bersiap untuk ratifkasi
AKTIP.
Demikian, terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Ibu Rita.
Saya kira untuk catatan masalah hukum sudah didengar langsung oleh beliau-beliau yang
memang bertanggung jawab untuk itu.
Selanjutnya kami persilakan dari Ketua Komnas Perempuan Ibu Azriana.
WAKIL KETUA KOMNAS ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (YUNIYANTI CHUZAIFAH):
Terima kasih Pimpinan.
Yang terhormat Pimpinan Sidang dan Anggota Komisi I DPR RI.
Perkenalkan saya Yuniati Chuzaifah Wakil Ketua Komnas Perempuan, mohon maaf Ketua hari ini
tidak bisa hadir tapi saya juga ketua periode yang lalu.
15
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, mohon maaf Ibu.
WAKIL KETUA KOMNAS ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (YUNIYANTI CHUZAIFAH):
Tidak apa-apa Bapak.
Kami Komnas Perempuan menyiapkan beberapa point singkat setidaknya berdasarkan temuan-
temuan kami. Disini saya dengan Bapak Ustad Nah’I beliau ini ulama dari Jawa Timur yang menjadi
komisioner Komnas Perempuan dan satu tim kami Ibu Friska dibelakang.
Saya memulai saya dari beberapa point kunci, jadi temuan Komnas Perempuan ini berdasarkan
dari kami memantau di sejumlah wilayah yang terakhir ini kami adalah pemantauan tentang dampak
hukuman mati bagi keluarga migran dan keluarganya. Dari situ kami menemukan sejumlah indikasi
trafficking yang cukup serius di Asean.
Beberapa catatan kami bahwa pertama, migrasi dan trafficking ini sekeping gitu. Jadi persoalan
atau kasarnya begini, seorang korban migrasi itu terlindungi ketika dia menjadi korban trafficking. Artinya,
perlindungan dengan atas nama trafficking itu menjadi urgent kalau juga mau melindungi migran.
Ini beberapa point kami memantau tempat asal, transit, border negara tujuan, pusat rehabilitasi di
Pasar Rebo hingga tempat kembali dan ini beberapa titiknya. Next, data dari UN itu menunjukkan
trafficking menyasar ke perempuan dan anak-anak, anak 20%, perempuan dewasa 51%, 79% ada
eksploitasi seksual itu ada prostitusi, kawin semu, perbudakan seks dan lain sebagainya. Beriring dengan
kasus trafficking lain seperti pemaksaan jadi pengemis atau adopsi ilegal pengambilan organ.
Next, problem trafficking di Indonesia tadi saya sudah sampaikan soal trafficking itu dekat sekali
dengan isu migrasi ataupun sebaliknya. Pelaku ada orang-orang dekat bahkan ada politisasi hukum dari
dakwaan. Karena selama ini misalnya supaya terhindar dari trafficking harus ada izin, sehingga orang tua
kadang memberikan izin tertulis untuk bisa menghindari dakwaan trafficking, pelakunya bahkan orang tua
yang kami dapati di Pasar Rebo misalnya, seorang perempuan dari daerah pesisir tidak mau kembali ke
wilayah asalnya karena pelakunya adalah preman-preman lokal. Dan dia sudah di traffick ke Batam,
Malaysia dan sebagainya di region ASEAN.
Dari buruh migran kemudian dijebak dengan trafficking melalui relasi intim, pacar, perkawinan
semu, menyasar korban-korban KDRT. Jadi mereka ini mengalami kekerasan berlapis sudah menjadi
korban KDRT, korban perkawinan lebih dari satu, lalu dia menjadi sasaran sindikat drug trafficking dan
mereka juga terancam hukuman mati sejumlah negara di ASEAN.
Next, ini lebih jauh tentang konteks Asean. Pekerja migran jadi sasaran trafficking mulai dari
majikan menjadi undoc, jadi sering dalam tanda kutib mitos bahwa migrasi aman itu migrasi dengan
dokumen yang utuh. Temuan kami mereka-mereka yang terancam hukuman mati adalah yang mereka
yang berangkat dengan dokumen utuh. Berangkatnya mereka legal, berdokumen lengkap, tapi mereka
misalnya di Malaysia karena dokumennya walaupun sudah MoU prakteknya dipegang oleh para majikan,
sehingga begitu lari selangkah dari rumah dia sudah menjadi undoc, karena tidak punya dokumen dan
disitulah kemudian sindikat narkoba menanti. Kami juga menamakannya ada recycle trafficking, jadi
diperbatasan-perbatasan yang mereka ketika dideportasi mereka tidak bisa kembali ke asal itu kemudian di
recycle ulang. Jadi itu pola trafficking yang kami temukan.
Nah, dengan AKTIP ini kami berharap dia juga bisa merespon soal isu Rohignya karena kami
memantau Rohignya waktu di Aceh melakukan urgency action dua kali dan kami takut sekali dengan
indikasi trafficking orang-orang Rohignya dan semula jumlahnya banyak dan semakin hari semakin sedikit
dan sulit terindikasi. Jadi semoga dengan AKTIP ini ada di ASEAN dia juga menjadi responsibility negara-
negara ASEAN yang lain untuk menghindari trafficking dari kerentanan mereka-mereka yang mengalami
problem seperti kasus Rohignya.
Lalu juga ada indikasi isu radikalisme dan rekruitmen anggota ekstrimis berkekerasan melalui
pemanfaatan mobilitas migrasi, ini juga yang kami khawatirkan. Kawan-kawan migran sebetulnya
mengadukan tetapi kami juga tidak ingin hasil riset-riset yang simplistic bilang bahwa buruh migran adalah
agen teroris sehingga memvictimisasi mereka berulang, tapi mereka rentan akan direkruit untuk konteks
migrasi atau radikalisme kekerasan ini mereka potensial menjadi sasaran.
16
Next, kenapa AKTIP ini perlu? Ini ada kejahatan lintas negara dan lintas negara ASEAN, sindikasi
drug trafficking mengancam mereka dan kita tahu semua. yang satu hal extra yudisial killing yang terjadi di
Philipina, kami khawatirkan sindikat itu lari dari trafficking dan kemudian Indonesia akan menjadi sasaran
atau meleleh ke negara-negara lain menjadi sasaran para drug trafficking, sehingga penting untuk
mencegah solidarity di tingkat ASEAN supaya tidak ada perdagangan. Implimitas pelaku karena lintas
yuridiksi.
Next, mengaca dari negara lain. Jadi konteks regional perlindungan mesti dilakukan salah satunya
di Uni Eropa itu ada namanya konvensi Istanbul tentang kekerasan terhadap perempuan. Mereka sudah
punya satu mekanisme dimana kalau ada penjahat lari ke negara lain, punya otoritas untuk diproses
secara hukum. kemudian juga di Amerika bahkan tentang trafficking ini masuk ke dalam charternya. Di
Komisi HAM Afrika bahkan sejak tahun 1981 sudah melarang soal trafficking.
Next, prinsi-prinsip AKTIP tadi sudah disebutkan cegah dan tangani trafficking, proses hukum dan
jangan ada…, pemberatan pada sejumlah kasus, pelaku terorganisir, perempuan, pemicu bunuh diri dan
sebagainya, kerjasama lintas negara Asean.
Next, keuntungan ratifikasi AKTIP. Indonesia bisa mendesak Anggota negara ASEAN lain untuk
meratifikasi AKTIP walaupun kita paling akhir tinggal Brunei yang kita desak. Kerjasama menangani multi
state responbility di ASEAN, memagari ASEAN dari sasaran drug trafficking dan point yang terakhir adalah
dengan banyaknya migran di Indonesia maka melalui AKTIP ini kita juga secara otomatis sebenarnya
melindungi kawan-kawan buruh migran. Karena kita tahu, negosiasi untuk perlindungan di ASEAN itu
sering mentok. Jadi melalui isu trafficking ini bisa menjadi ruang yang strategis.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih.
Kita lanjutkan kepada Ibu Dina dulu, kemudian nanti Bapak Andhika dan yang terakhir praktisinya
Bapak Kyai Wahyu Susilo juga. Ini biar beliau banyak ceritalah dilapangan.
Kami persilakan Ibu Dinna.
AKADEMISI UNIKA ATMAJAYA DAN WAKIL KETUA ASEAN INTERGOVERMENTAL COMMISSION
ON HUMAN RIGHTS (DINNA WISNU, Ph.D.):
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Bapak dan Ibu sekalian Anggota Dewan Komisi I DPR RI yang terhormat.
Terima kasih untuk kesempatannya bahwa hari ini kami diundang untuk ikut memberikan
kontribusi dalam keputusan Dewan melakukan ratifikasi terhadap konvensi anti tindak perdagangan orang
di ASEAN.
Saya posisinya salah satunya sebagai akademisi dari Atmajaya, tetapi mungkin bermanfaat juga
kalau saya berbicara dari perspektif saya sebagai wakil Indonesia di Komisi HAM ASEAN atau ASEAN
Intergovernmental Commision on Human Rights, karena mungkin dari situ dapat tambahan informasi juga
yang bermanfaat untuk Bapak dan Ibu Anggota Dewan sekalin.
Menjawab pertanyaan Bapak Pimpinan tadi terkait perlu tidaknya, jawaban saya jelas adalah perlu
kita meratifikasi AKTIP ini. Lebih tepat lagi bahasa saya adalah urgent. Bapak dan Ibu, kita perlu melihat
alasannya praktis maupun substantive.
AKTIP adalah pencapaian terbaik ASEAN untuk mengikat negara-negara Anggota ASEAN untuk
secara hukum melakukan turunan-turunan kebijakan dan Undang-Undang di dalam negerinya yang selaras
dengan panduan dalam AKTIP itu. Jadi sifat yang legaly binding dan seperti dikatakan oleh rekan kita dari
Kementerian Luar Negeri tadi, AKTIP ini adalah beyond dari protokol palermo menjadi rujukan Bersama di
tingkat internasional. Kita justru akan sangat memperkuat Undang-Undang TPPO yang sudah ada saat ini.
Izin mengupdate bahwa di Asean itu sudah ada 8 negara yang ratifikasi, jadi yang belum tinggal
Indonesia dan Brunei Darusalam. Jadi dengan AKTIP ini sebenarnya kita punya dasar yang lebih kuat lagi
untuk menangani korban, melakukan penegakan hukum dan penangkapan. Dan jangan lupa bahwa aspek
17
kerjasama antara negara itu satu dimensi yang sangat jelas di dalam AKTIP ini. Dan dimensi HAM-nya
saya kira jauh lebih kuat di dalam AKTIP ini. Dan kami sebagai orang yang secara konsisten membantu
mendorong Indonesia untuk selalu memberikan yang terbaik bagi warganya. Kami yakin dan percaya
Bapak dan Ibu di Indonesia sudah berupaya untuk melakukan upaya pemberantasan TPPO juga. Dan
dengan melakukan ratifikasi ini maka aspek HAM juga akan lebih muncul keluar. Itu baik sekali untuk
Indonesia kedepannya.
Tambahan berikutnya dari saya adalah bahwa di ASEAN itu sudah ada cukup banyak aset yang
harus dimanfaatkan oleh Indonesia, tetapi itu akan tidak bisa dilakukan kecuali kita meratifikasi. Yang
pertama, tadi aspeknya bahwa ini legaly binding dan kedua sudah ada plan of action dari AKTIP yang
mengeluarkannya dan disitu kelihatan betul harapan-harapan dan tahapan-tahapan dari implementasi. Ada
pula work plan dimana disitu sentuhannya adalah komitmen cross sector di ASEAN, this is very-very good
actualy. Dan ini didorong terus oleh rekan-rekan kita di… yang didalamnya sudah punya special unit,
sudah mulai memupuk SDM untuk menambah keahlian untuk mengejar kejahatan lintas batas.
Pendekatan HAM juga sudah mulai terus digaungkan di ASEAN. Di Komisi HAM ASEAN kita punya
platform untuk terus memantau ini, jadi kalau kita ratifikasi artinya kami dari Komisi HAM Asean termasuk
wakil Indonesia juga punya ruang lebih untuk ikut mendampingi terus di tingkat ASEAN. Jadi itu bagus
sekali untuk perlindungan warga negara kita.
Di tataran Komnas HAM ASEAN pun sudah terbangun dukungan dan United Nation Bodies juga
sudah mendukung termasuk dialog partner. Media massa dan… juga sudah mulai makin paham tentang
pentingnya AKTIP ini. Jadi artinya Bapak dan Ibu sekalian, kalau usul kami sebenarnya sesudah ratifikasi
ini maka kita bisa lebih kuat lagi membuat national refroll system yang sekarang dikembangkan oleh gugus
tugas yang ada di Indonesia bisa kita hubungkan dengan national refroll system yang ada di negara-
negara lain. Negara-negara yang sudah meratifikasi masing-masing mulai membentuk gugus tugas. Dan
gugus tugas ini harusnya terhubung sehingga kalau ada kasus mereka tinggal angkat telepon dan
langsung terhubung mekanisme yang disiapkan termasuk untuk pencegahan sampai rehabilitasi korban itu
semua bisa didapatkan sesuai haknya. Dan itu hanya mungkin dilakukan bila kita ratifikasi AKTIP.
Terakhir mungkin aspek lain yang menarik untuk Bapak dan Ibu ketahui adalah ada satu
kegelisahan tersendiri di ASEAN dan ini penting sekali untuk Indonesia yang membantu di kedepanya.
Karena masalah trans national crime khususnya trafficking ini sangat multi demantional dan complex.
Sudah diidentifikasi dalam beberapa sharing di ASEAN bahwa modus operandinya terus berubah. Ini
bisnis yang sangat menghasilkan uang yang sangat besar, sehingga demand itu berkembang terus,
bagaimana pun caranya mereka selalu mencari kelompok-kelompok yang rentan di dalam komunitas-
komunitas di ASEAN. Saya share mungkin beberapa pengalaman dari beberapa teman-teman di Mekong
yang mereka juga mulai merasa khawatir karena modus operandi disana juga berbasis seks, nikah
kontrak, perkawinan semu kalau menurut Komnas Perempuan. Dan di Indonesia sudah ada indentifikasi
problem-problem berbasis beasiswa dan magang. Artinya, anak-anak pandai dan berpendidikan tinggi pun
bisa menjadi korban.
Jadi masalahnya ini juga sangat berkelit dan masalah sosial budaya yang memang kompleks
untuk ditangani negara sebesar Indonesia, misalnya penanganan kemiskinan dan jangan lupa bahwa yang
berubah sekarang dengan pesat adalah gaya hidup. Gaya hidup pergi keluar negeri, gaya hidup untuk
punya pengalaman, punya teman diluar negeri itu juga satu gengsi tersendiri. Yang perlu kita tangani juga
sebagai bagian dari prevention. Nah, itu semua cukup detail step by step dan kerjasamanya bila kita
menandatangani AKTIP.
Ibu dan Bapak sekalian,
Tanpa perpanjang lebar saya kira jelas kesimpulannya bahwa semoga Komisi I DPR RI dapat
menangkap urgency dari ratifkasi AKTIP. Target kita jangka pendek adalah menghubungkan sistem-sistem
rujukan yang ada di ASEAN dan personil kita paham HAM di garda-garda terdepan penanganan AKTIP
juga ditambah. Dan dalam jangka menengah sistem pendataan terpadu untuk penanganan dan pemberian
hak sesuai yang ada di AKTIP dapat ditingkatkan.
Kira-kira begitu Bapak dan Ibu sekalian.
Terima kasih.
18
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Ibu Dinna.
Kami persilakan Bapak Andhika.
DIREKTUR KERJASAMA REGIONAL DAN MULTILATERAL KEDEPUTIAN III BNPT (ANDHIKA
CHRISNAYUDHANTO):
Terima kasih Pimpinan.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang kami hormati Bapak Pimpinan Sidang beserta Anggota DPR RI.
Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua.
Terkait dengan pentingnya Indonesia meratifikasi ASEAN Convention Against Trafficking in Person
Especially Women and Children ini khususnya untuk perempuan dan anak-anak. Kami melihat bahwa ada
3 dasar utama kenapa menjadi penting bagi Indonesia untuk meratifikasi selain alasan-alasan yang tadi
sudah disampaikan sebelumnya.
Pertama adalah sejarah kenapa tadi banyak yang mengatakan bahwa Indonesia memainkan
peranan yang penting dalam pembentukan konvensi ini. Dan kita lihat bahwa konvensi ini walaupun
Indonesia yang menginisiasi tetapi Indonesia merupakan kemungkinan besar adalah negara kesembilan
yang meratifikasi konvensi ini.
Kemudian ada alasan keduanya adalah alasan kesesuaian antara aturan Indonesia, legalisasi
nasional dengan ketentuan yang terdapat dalam AKTIP itu sendiri. Dan ketiga adalah harus adanya
kesesuaian dengan aturan internasional yang sudah diadopsi oleh Indonesia.
Yang untuk pertama sejarah kalau kita lihat concern atau keprihatinan ASEAN terhadap masalah
trafficking person ini diawali pada tahun 2004 dengan dikeluarkannya ASEAN Declaration Against
Trafficking Person. Namun setelah itu mulai terpikir oleh negara-negara Anggota ASEAN bagaimana
caranya untuk meningkatkan menjadi semacam legaly binding instrument. Oleh karena itu, pada tahun
2011 dimana Indonesia menjadi Ketua ASEAN disitu telah dikeluarkan joint statement yang dikeluarkan
oleh para Kepala Negara ASEAN yang intinya meningkatkan upaya dalam penanganan trafficking person.
Dalam hal ini salah satu yang diminta adalah agar dipercepat upaya pembahasan konvensi ASEAN
mengenai trafficking in person. Dan oleh karena itu, telah diadopsi pada tahun 2015.
Untuk ini Pak, menurut sejarah kita melihat betapa pentingnya konvensi ASEAN ini sehingga
waktu Indonesia menjadi Ketua ASEAN maka dikeluarkan leader statement untuk meningkatkan kerjasama
dalam penanggulangan trafficking person. Dan yang kedua, kalau kita lihat dari kesesuaian Undang-
Undang Nasional khususnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan
Orang, disitu kita melihat bahwa justru Undang-Undang Indonesia going beyond AKTIP itu sendiri. Kalau
melihat misalnya Pasal 12 Undang-Undang TPPO, disitu disebutkan ada…services, sementara kalau di
AKTIP tidak mengandung ketentuan itu.
Nah, kalau kita lihat lagi definisi yang ada terkait dengan trafficking person dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 jauh juga melebihi definisi yang ada di dalam AKTIP, dimana AKTIP hanya berhenti
pada tujuan eksploitasi terhadap korban tetapi di dalam Undang-Undang Nasional bukan hanya tujuan
akan tetapi juga menyebutkan bahwa yang mengakibatkan seorang itu tereksploitasi, sehingga
pengertiannya lebih luas daripada pengertian trafficking person yang ada dalam AKTIP itu sendiri.
Sehingga kita lihat apakah Indonesia siap untuk meratifikasi secara Undang-Undang Nasional kita sudah
lebih dari siap.
Kemudian yang ketiga, bahwa apa yang kita lakukan harus sesuai dan konsisten dengan
ketentuan internasional yang ada. Indonesia sudah meratifikasi konvensi PBB dalam rangka
pemberantasan trans national organize crime yaitu dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009
kemudian protokolnya yang terkait dengan trafficking person sudah kita ratifikasi dengan Undang-Undang
19
Nomor 14 Tahun 2009. Sehingga kalau kita lihat bahwa tadi dibicarakan bahwa pada saat pembentukan
AKTIP threshold-nya atau bancmark-nya adalah protokoltip PBB, maka Indonesia sudah ratifikasi.
Sehingga oleh karena itu, tidak lain bahwa Indonesia dalam menetapkan konsistensi untuk meratifikasi
suatu konvensi internasional bisa disesuaikan karena kita sudah ratifikasi konvensi yang sudah ada di
tingkat multilateral.
Sekian dari kami 3 alasan untuk meratifikasi konvensi AKTIP ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Baik, terima kasih Bapak Andhika.
Dan sekarang saya kira yang terakhir kepada Pimpinan Migrant care Bapak Wahyu Susilo.
MIGRANT CARE (WAHYU SUSILO):
Terima kasih Pimpinan.
Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI yang terhormat.
Kami sangat mengapresiasi atas undangan ini dan saya kira migrant care juga memberikan
dorongan agar Pemerintah Indonesia bisa segera meratifikasi konvensi ini. Saya sudah memberikan
presentasi, saya kira isu trafficking in person sudah mulai marak ketika Pemerintah Amerika Serikat seperti
tadi dikatakan Ibu dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu mengeluarkan
laporan pemeringkatan tentang situasi trafficking in person dan seperti tadi juga dinyatakan bahwa pada
awalnya Indonesia masuk pada tier 3. Jadi negara dengan situasi yang buruk, situasi perdagangan
manusia tidak memiliki instrument legal, pencegahan dan penegakan hukum dan pada saat itu juga banyak
terjadi kasus-kasus yang bernuansa trafficking misalnya eksodus besar-besaran buruh migran Indonesia
dari Sabah Malaysia Timur ke Nunukan dan itu juga tidak ada penanganan yang berarti, kemudian juga
situasi penempatan buruh migran Indonesia ke Timur Tengah dan Asia Tenggara yang sampai sekarang
kita juga masih mendapati atau menangani kasus-kasus kekerasan fisik, seksual, ancaman hukuman mati
seperti tadi yang disampaikan oleh Ibu Yuni juga pemalsuan dokumen.
Atas desakan dari trafficking in person report yang selalu disampaikan itu Indonesia mulai
merangkak dari tier 3 menjadi tier 2 tapi ini juga kita terperangkap disitu sampai kita punya Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang kita masuk di tier 2 tapi itu masih berlangsung
sampai sekarang.
Nah, kemudian laporan terakhir dari tier report yang disampaikan oleh Pemerintah Amerika Serikat
itu adalah Indonesia masih terperangkap dalam peringkat 2 atau tier 2 trafficking in person karena sampai
sekarang kita belum memaksimalkan instrument yang tersedia dan masih banyak hambatan-hambatan
dalam upaya untuk menjalankan baik plan of action to eradicate trafficking in person dan juga langkah-
langkah penegakan hukum yang lain.
Lanjut, saya kira memang praktek perdagangan manusia yang terjadi terhadap manusia Indonesia
maupun yang terjadi di Indonesia, sudah berlangsung sejak lama dan dinamika juga tergantung kepada
perkembangan politik ekonomi global. Tadi Mbak Yuni juga sudah menyampaikan ada bentuk-bentuk baru
pemanfaatan perdagangan manusia. Kalau dulu lebih banyak untuk eksploitasi seksual tapi sekarang ada
banyak modus, misalnya perdagangan bayi, perdagangan organ tubuh ataupun juga penggunaan
perempuan korban trafficking untuk kejahatan trans nasional yang lain misalnya kurir narkoba, kemudian
tindak pidana terrorism, kemudian juga yang terakhir misalnya dugaan yang dialami oleh Siti Aisyah yang
juga sekarang ini sedang diadili itu. Kalau dari investigasi migrant care dia juga adalah korban
perdagangan manusia yang dalam kondisi tidak bebas kemudian dipaksa untuk melakukan kejahatan yang
ternyata punya dimensi politik tingkat tinggi.
Mobilitas manusia melintas batas negara itu batasnya tipis, untuk tujuan bekerja itu di Indonesia
batasnya tipis dari praktek-praktek perdagangan manusia. jadi eksploitasi di dalam ranah pekerjaan baik di
industry maupun sektor domestic adalah ruang yang cukup lebar untuk terjadinya praktek perdagangan
manusia. Menurut global …indeks sepanjang tahun 2014 sampai 2016 korban terbanyak perdagangan
20
manusia di Indonesia ada di 3 sektor utama. Ini yang melintas batas negara ya, jadi pekerja rumah tangga,
sebagai pekerja rumah tangga, sebagai pekerja di sektor perkebunan dan sebagai pekerja di sektor
perikanan sebagai anak buah kapal.
Tetapi kita seringkali juga menghadapi situasi dimana ada kedangkalan dalam perang melawan
perdagangan manusia, misalnya pendekatannya masih jauh dari pendekatan Hak Asasi Manusia dan jauh
dari pendekatan yang gender sensitive. Beberapa kebijakan di daerah malah menjadi instrument
pembatasan hak bermobilitas dan hak ekonomi perempuan dalam hal penegakan hukum masih terjadi
kriminalisasi terhadap korban ada dikotomi legal, ilegal sehingga memungkinkan kriminalisasi terhadap
inisiatif migrasi swaday berbasis cultural, terminology migrasi aman itu sangat simplisis. Jadi seperti yang
tadi juga disampaikan oleh Mbak Yuni banyak dari mereka yang melalui jalur legal tapi pada ujungnya dia
menjadi korban perdagangan manusia.
Nah, praktek perdagangan manusia di jalur yang legal itu sebenarnya yang sekarang banyak
terjadi di Indonesia ini memanfaatkan kelemahan perundangan-undangan yang ada karena hingga saat ini
juga kita juga ingin mendorong pelaku perdagangan manusia selain perorangan juga adalah koorporasi,
karena itu juga bisa dilakukan. Memanfaatkan praktek curang dan korupsi di institusi negara, kemudian
memanfaatkan kelemahan diplomasi perlindungan buruh migran. Di dalam beberapa MoU ataupun
bilateral kita ada ketidak tegasan dalam moratorium dan kelemahan perjanjian bilateral mengenai buruh
migran. Kemudian juga memanfaatkan kekosongan aturan penegakan hukum di tingkat regional.
Nah, ini beberapa contoh perdagangan manusia berkedok penempatan TKI yang dialami oleh
buruh migran Indonesia di Malaysia dan Singapura. Beberapa waktu lalu ada iklan bahwa mereka diperjual
belikan secara nyata dalam iklan dan ini masih sering terjadi. Kalau kita ke Singapura ke Lucky Plaza atau
kebeberapa plaza-plaza mereka itu counter untuk rekruitmen itu perempuannya yang dipajang seperti itu.
Kemudian yang terjadi dalam negeri itu adalah yang fenomenal yang sekarang ini sedang marak,
yaitu pulang tanpa nyawa. Nah, ini yang terjadi di Nusa Tenggara Timur sekarang. Jadi sejak perempuan-
perempuan muda Nusa Tenggara Timur menjadi sasaran empuk untuk ditempatkan sebagai pekerja
migran tren ini mulai sejak ada Undang-Undang 39 Tahun 2004 di Malaysia dan Singapura, maka korban
itu mulai berjatuhan. Jadi mulai dari korban kekerasan fisik akibat penganiayaan, ini dialami oleh Nirmala
Bonard. Kemudian korban trafficking yang dikriminalisasi dengan ancaman hukuman mati ini dialami oleh
Frida Soik. Dan juga ada jenazah yang dipulangkan dengan dugaan ada pencurian organ tubuh, ini dialami
oleh Delfina. Dan yang sekarang terjadi hampir setiap hari baru minggu yang lalu teman-teman migrant
care melakukan pemantauan disana, setiap hari di bandara Eltari itu ada pemulangan jenazah, bisa satu,
bisa dua, bisa tiga.
Lanjut, jadi ada jenazah yang kemudian berhari-hari tidak dijemput oleh keluarganya mereka
terlantar dibandara, kemudian ada yang kemudian organ tubuhnya diduga dicuri dan sepanjang fenomena
ini sudah mulai marak sejak tahun 2016. Bahkan pernah terjadi 3 janazah itu terlantar di Bandara Eltari.
Lanjut, urgency untuk meratifikasi ASEAN Convention Againts Trafficking in Person Especially
Women and Children, perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak adalah salah satu
bentuk kejahatan lintas negara terorganisir. Tadi pembicara sebelumnya sudah menyampaikan bahwa
Indonesia sebenarnya juga sudah meratifikasi konvensi ini di tahun 2009. Kawasan Asia Tenggara ini
merupakan bentang kawasan dimana kejahatan lintas negara terorganisir itu sering terjadi, tidak hanya
sebenarnya perdagangan manusia tetapi juga drug trafficking, perdagangan senjata, kemudian juga
kejahatan terorisme, pembajakan kapal dan beberapa aktifitas itu dan mayoritas korbannya adalah
perempuan dan anak sebagai kelompok rentan.
Indonesia memang telah memiliki Undang-Undang 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang, namun instrument ini memiliki keterbatasan daya jangkau hanya diyuridiksi
nasional. Sehingga saya kira Indonesia harus segera menjadi bagian dari komitmen ASEAN memerangi
kejahatan perdagangan manusia.
Lanjut, dikawasan Asia Tenggara untuk menjadi negara pihak atau peratifikasi ASEAN Convention
Againts Trafficking in Person Especially Women and Children. Dan secara konkrit langkah ini harus
dilakukan oleh DPR RI untuk meratifikasi ASEAN Convention Againts Trafficking in Person Especially
Women and Children ini dan menjadikannya juga sebagai bagian hukum nasional untuk dapat diacu dan
dipergunakan dalam kebijakan-kebijakan pencegahan dan penegakan hukum, memerangi perdagangan
manusia yang dialami oleh warga negara Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
21
Dan tentu saja terakhir langkah ratifikasi ini juga harus ditindaklanjuti dengan peran aktif diplomasi
Indonesia di ASEAN agar instrument ini bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Saya kira itu pandangan dari migrant care.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (DR. TB. HASANUDDIN, S.E., M.M.):
Terima kasih Pak Wahyu.
Saya kira ini yang terakhir.
Bapak dan Ibu yang kami hormati.
Semua pendapat Bapak-bapak dan Ibu itu ada rekamannya, jadi merupakan dokumen kami dan
itu menjadi dokumen untuk membuat keputusan kita semua, keputusan politik. Nah, tentu yang tidak hadir
pada saat ini kami akan bagi juga, sehingga pada saat nanti rapat di pleno komisi, saya kira mudah-
mudahan satu pemikiran.
Nah, barangkali untuk pendalaman lebih lanjut, apakah ada dari Bapak-bapak mau melakukan
pendalaman? Sudah cukup. Dari sebelah kiri sudah cukup? Kalau tidak ada saya kira pendapat Bapak
sudah cukup afdol untuk nanti kami bawa dalam sebuah rapat di Komisi I DPR RI dan rencananya akan
kami putuskan pada tanggal 11.
Kami ucapkan terima kasih, mohon maaf yang sebesar-besarnya kalau ada hal-hal yang kurang
berkenan. Dan kami tutup dengan mengucapkan alhamdulillahirabil’alamin.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
(RAPAT DITUTUP PUKUL 12.20 WIB)
Jakarta, 4 Oktober 2017
a.n Ketua Rapat
SEKRETARIS RAPAT,
TTD.
SUPRIHARTINI, S.I.P.
NIP. 19710106 199003 2 001