Palliative Care
-
Upload
sarah-kemalasari -
Category
Documents
-
view
152 -
download
7
description
Transcript of Palliative Care
BLOK ELEKTIF
CASE REPORT
PENGARUH PALLIATIVE CARE PADA PASIEN LIMFOMA
MALIGNA DITINJAU DARI ASPEK LINGKUNGAN DAN ISLAM
Oleh : Sarah Kemalasari
NPM : 1102010264
Kelompok 1 Bidang Kepeminatan Perawatan Paliatif
Tutor : Dr. Hj. Sri Hastuti, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
TAHUN 2013/2014
PENGARUH PALLIATIVE CARE PADA PASIEN LIMFOMA MALIGNA
DITINJAU DARI KEDOKTERAN DAN ISLAM
Abstrak
Palliative care adalah pendekatan multidisiplin yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa. Palliative care meliputi beberapa aspek yang saling berhubungan salah satunya adalah aspek lingkungan. Lingkungan merupakan salah satu aspek penting untuk memutuskan dimana pasien akan dirawat dalam sisa akhir hidupnya. Pasien yang mendapatkan perawatan paliatif membutuhkan lingkungan yang aman dan nyaman untuk menunjang perbaikan kualitas hidupnya. Ny. O, 81 tahun, menderita penyakit limfoma maligna membutuhkan lingkungan yang menyediakan alat-alat yang dibutuhkan dan mempunyai ventilasi udara yang bagus agar sirkulasi udara berjalan dengan baik.
Keywords : Palliative care, lingkungan, hospice, end of life care
Pendahuluan
Palliative Care atau Perawatan Paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri,
dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (WHO,2002).
Tujuan perawatan paliatif adalah untuk mencapai kualitas hidup maksimal
bagi penderita dan keluarga. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan bagi penderita
menjelang akhir hayatnya, namun sudah dapat dimulai segera setelah diagnosis
penyakit (kanker) di tegakkan, dan dilaksanakan bersama dengan pengobatan kuratif.
Lebih lanjut lagi, Organisasi Kesehatan Dunia menekankan bahwa pelayanan paliatif
berpijak pada pola dasar, berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual
5. Mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
Sehingga dari uraian diatas, jelas bahwa pemanfaatan sistem perawatan medis
memegang peranan penting untuk diterapkan dalam prinsip perawatan paliatif
(Djauzi et al.,2003).
2
Perawatan paliatif jika ditinjau dari aspek lingkungan adalah mengenai
bagaimana lingkungan yang aman dan nyaman untuk pasien agar pasien dapat
menghabiskan hidupnya dengan kualitas yang lebih baik. Sebagian pasien paliatif
lebih banyak dirawat di rumah karena pasien mendapatkan privacy, lebih nyaman,
dan lebih bebas melakukan sesuatu sehingga lingkungan rumah harus dilengkapi alat-
alat yang dibutuhkan oleh pasien (Anonim A).
Presentasi Kasus
Ny. O, umur 81 tahun, suku Tionghoa (China) menderita penyakit limfoma
maligna yang terdiagnosis pada bulan Oktober 2013. Limfoma maligna penyakit yang
ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid. Limfoma
maligna dibagi menjadi 2 yaitu Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin. Limfoma
Hodgkin adalah kondisi medis yang ditandai dengan kanker pada sistem getah bening
(bagian dari sistem kekebalan tubuh yang mengalirkan saluran getah bening menuju
jantung). Dengan gejala batuk, benjolan atau gumpalan yang nyeri pada tungkai kaki,
demam, kehilangan selera makan, dll. Sedangkan Limfoma non Hodgkin adalah
kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T
dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (“natural killer”) yang berada dalam
sistem limfe yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis,
respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Limfoma Non-Hodgkin dapat
menimbulkan serangkaian gejala, namun gejala-gejala yang paling umum terjadi
adalah demam terus menerus dan berulang, hilangnya berat badan tanpa alasan,
membengkaknya kelenjar getah bening, keringat yang timbul di malam hari dan
hilangnya selera makan. Pada hasil pemeriksaan lab Ny. O, didapatkan limfadenopati
dari sepanjang regio submandibularis dan perjugularis superior dan inferior. Selain itu
Ny. O juga memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi dan stroke.
Pasien dirujuk ke bagian palliative care RS. Dharmais pada bulan November
2013 dikarenakan kondisinya yang tidak menunjukan perbaikan secara signifikan
yang sebelumnya telah mendapatkan perawatan selama sebulan dirumah sakit
tersebut. Ny. O saat ini dirawat dirumah keponakannya dan dijaga oleh anak-anaknya,
bapak Y dan ibu M. Ny. O dirawat di rumah yang penerangannya kurang, memiliki
anjing yang dipelihara di dalam rumah dan terdapat dupa yang dibakar terus menerus
atau dalam istilah disebut hiyo. Ny. O menempati kamar ukuran 3x4 dengan ventilasi
3
yang kurang baik, tempat tidur yang dipenuhi bantal, di samping tempat tidur terdapat
3 kursi sebagai pengaman, terdapat radio yang memutar lagu rohani, dan pintu yang
selalu terbuka sehingga asap hiyo masuk ke dalam kamar.
Kondisi pasien saat ini mengalami gangguan fungsi motorik (hemiplegia),
aphasia (kesulitan atau ketidakmampuan untuk berbicara), dan inkontinensia (tidak
dapat menahan) dari kandung kemih. Pemasangan selang kateter untuk pengeluaran
urin dan selang NGT untuk memasukkan nutrisi yang diperlukan telah digunakan
pasien sejak perawatan di rumah.
Diskusi
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual.
Hospice adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang
tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan
di rumah sakit Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat
memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan keadaan
seperti di rumah pasien sendiri (KEPMENKES RI NOMOR: 812,2007).
Hospice adalah pilihan tradisional bagi orang-orang dengan harapan hidup
enam bulan atau kurang, dan melibatkan perawatan paliatif (pereda gejala dan nyeri)
daripada tindakan kuratif, yang memungkinkan untuk menghabiskan hari-hari terakhir
di lingkungan yang akrab nyaman, dikelilingi oleh orang yang kita cintai yang dapat
lebih fokus sepenuhnya pada kita dengan dukungan staf rumah sakit.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Pain dan Symptom
Management menemukan bahwa pasien dengan penyakit terminal yang menerima
perawatan paliatif hidup rata-rata 29 hari lebih lama dibanding mereka yang tidak
mendapatkannya di akhir kehidupan. Ketika pasien yang sakit parah, yang seringkali
sudah dalam keadaan fisik dan mental yang lemah, membuat keputusan untuk
4
menerima perawatan paliatif, bukan pengobatan kuratif lanjutan, mereka menghindari
bahaya pengobatan berlebihan. Perawatan di rumah memberikan pasien pemantauan
yang lebih besar dari yang didapatkannya di rumah sakit. Selain berfokus pada
kesehatan fisik dan kenyamanan pasien, perawatan paliatif juga berfokus pada
kebutuhan emosional dan spiritual serta kesejahteraan pasien dan orang yang mereka
cintai (http://www.medicalera.com/3/21971?thread=21971).
Banyak orang yang membutuhkan perawatan paliatif memilih untuk dirawat di
rumah di mana mereka tahu lingkungan mereka, mereka memiliki lebih banyak
privasi dan lebih banyak kebebasan untuk melakukan apa yang mereka suka. Namun,
bagi sebagian orang hal ini tidak terjadi dan orang-orang tersebut tidak boleh 'dibujuk'
ke perawatan di rumah jika tidak cocok bagi mereka. Perawatan di rumah
membutuhkan peralatan yang dibutuhkan oleh pasien. Peralatan yang dibutuhkan
tergantung pada situasi. Penggunaan peralatan dapat meningkatkan kemandirian,
membuatnya lebih mudah bagi yang merawat dan menciptakan lingkungan yang lebih
aman (Hudson, 2012).
Rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana
lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik
untuk kesehatan keluarga dan individu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana
pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan
sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena
itu keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar
fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.
Rumah dikatakan sehat apabila : (1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti
temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi
yang nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A.; (2) Memenuhi kebutuhan kejiwaan; (3)
Melindungi penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu memiliki penyediaan
air bersih, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah yang
saniter dan memenuhi syarat kesehatan; serta (4) Melindungi penghuninya dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah
5
yang kokoh, tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik,
keracunan, bahkan dari ancaman kecelakaan lalu lintas (Sanropie,1992; Azwar,1996).
Parameter rumah yang dinilai dalam penilaian rumah sehat meliputi lingkup 3
(tiga) kelompok komponen penilaian, yaitu : (1) kelompok komponen rumah, meliputi
langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela kamar keluarga, dan ruang
tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, pencahayaan; (2) kelompok sarana
sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan
air limbah, dan sarana pembuangan sampah; dan (3) kelompok perilaku penghuni,
meliputi perilaku membuka jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga dan
tamu, membersihkan halaman rumah, membuang tinja bayi/anak ke kakus, dan
membuang sampah pada tempatnya (Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999).
Hal yang perlu diperhatikan untuk keamanan pasien dan lingkungan adalah
arena berjalan, lantai, furniture, kamar mandi, dapur, kamar tidur, listrik,
perlindungan kebakaran, zat beracun, peralatan komunikasi dan obat-obatan. Berbagai
macam peralatan yang mungkin dibutuhkan oleh pasien :
Kursi mandi – memudahkan pasien untuk duduk saat mandi
Commode – portable toilet, seperti kursi
Pegangan tangan untuk bak mandi/shower – memberikan kemudahan untuk
duduk/berdiri di bak mandi/shower
Papan mandi – memudahkan pasien untuk masuk dan keluar dari kamar mandi
Slipper pan/urinal – peralatan yang memudahkan untuk berkemih di tempat tidur
Absorbent dan kantong plastik digunakan di tempat tidur atau kursi pada pasien
inkontinensia urin
Dosette box – tempat khusus yang membantu pasien minum obat yang diperlukan
dan pada waktu yang tepat
Jarum suntik – peralatan yang digunakan untuk memasukkan obat ke bawah kulit
daripada lewat mulut
Wadah untuk jarum suntik dan peralatan yang sudah dipakai
Bel atau intercom
Sarung tangan sekali buang
Tempat tidur rumah sakit yang dapat diatur ketinggiannya dan mempunyai
penyangga yang mencegah jatuhnya pasien
6
Kateter urin – alat untuk mengeluarkan urin
Peralatan penghilang tekanan – matras khusus, kulit domba, batal yang digunakan
agar nyaman ditempat tidur atau kursi dan mencegah timbulnya luka tempat tidur
Alat bantu berjalan – peralatan yang digunakan untuk membantu berjalan
Kursi roda – memudahkan pasien untuk bergerak jika pasien susah berjalan
Slide sheet – kain yang memudahkan untuk memindahkan pasien jika pasien di
tempat tidur
(Hudson,2012)
Pada kasus ini, pasien sudah tidak dapat bergerak dari tempat tidur dan
membutuhkan kateter untuk membuang urin, serta NGT untuk memenuhi asupan
makanan. Lingkungan rumah pasien mempunyai ventilasi yang kurang baik, tempat
tidur pasien dikelilingi bantal membuatnya kurang nyaman, kursi yang menjaga
pasien agar tidak jatuh, pintu yang selalu terbuka menyebabkan asap hiyo masuk
kedalam kamar dan membuat kamar menjadi pengap karena sirkulasi yang kurang
baik. Pasien juga memiliki hewan peliharaan yang diikat di dalam rumah tetapi
menjadi kurang nyaman bagi pasien jika hewan tersebut menggongong.
Di kamar pasien juga terdapat radio yang memperdengarkan musik rohani,
selain untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan, musik juga dapat memberikan
kesejahteraan kepada pasien dan yang merawat mereka dan meningkatkan hubungan
interpersonal antara pasien dan keluarga (Sales & Silva,2011).
Lingkungan rumah yang bersih dan sehat merupakan lingkungan yang
diajarkan oleh Islam. Menurut ajaran Islam, rumah merupakan tempat dan sumber
ketenangan. Hal ini berdasarkan firman Allah:
7
Artinya : Allah menjadikan untuk kamu rumah-rumah kamu sebagai tempat
ketenangan (QS. An-Nahl : 80)
Lingkungan rumah yang sehat, asri, nyaman dan layak huni adalah rumah
yang memenuhi beberapa aspek sebagai berikut :
Segi konstruksi bangunan, yaitu memiliki pondasi dan konstruksi yang cukup kuat
dan aman untuk penghuni di dalamnya serta dibuat dari bahan bangunan yang
tahan lama, mudah untuk dipelihara, terdapat jaringan listrik dan bersifat tahan api.
Segi kesehatan yaitu mampu menunjang kondisi kesehatan tiap penghuninya.
Contoh di tiap ruangan tersedia penerangan dan tidak lembab, terpenuhinya
jaringan air bersih dan air minum, terdapat pembuangan sampah, saluran air
pembuangan air kotor/limbah rumah tangga dan sebagainya.
Segi kenyamanan, yaitu bertujuan agar penghuni nyaman bertempat tinggal dan
mudah melaksanakan kegiatannya.
Segi keterjangkauan biaya yaitu pembangunan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana rumah disesuaikan dengan dana dan kemampuan pemilik rumah.
Segi keserasian lingkungan, yaitu untuk memberikan keindahan dan keasrian
lingkungan rumah. Contoh; menanam tanaman di perkarangan, memberi lampu
penerangan dan sebagainya.
(Anonim D)
Bangunan arsitektur yang islami harus memenuhi hal sebagai berikut:
1. Tauhid dan Risalah. Hendaknya bangunan tidak mengandung unsur syirik dalam
desain dan ornamen didalamnya.
2. Alquran menegaskan tentang kesadaran terhadap lingkungan dan realitas
lingkungan.
3. Konsep desain berbasis geometri murni, bangunan itu memiliki “badan” yang
didesain dengan konsep geometri. Sedangkan jiwanya dapat didesain dengan
memodifikasi pencahayaan, ventilasi, suara, lanskap, warna, tekstur, interior dan
eksterior.
4. Konsep surga di bumi. Arsitektur Islam sangat dipengaruhi oleh konsep taman dan
courtyard, sehingga lansekap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bangunan.
5. Konsep Cahaya. Cahaya simbol spiritualitas dalam dunia sufi. Arsitektur islam
mendesain pencahayaan, bayang-bayang, angin, efek pendinginan,air dan tanah.
8
Kriteria rumah islami lain pun harus diperhatikan. Kriteria tersebut seperti,
memilih lokasi yang tepat, memilih tetangga yang tepat, tidak bermegah-megahan
dalam membangun rumah, membuat rumah yang bersih, membuat rumah yang baik
dan indah, membuat rumah yang dimasuki malaikat dan tidak dimasuki setan
(Anonim C).
Lingkungan rumah yang Islami adalah dengan menciptakan kondisi suasana
rumah yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Rumah dihiasi dengan sederhana dan dari harta yang halal. Menghiasi rumah yang
islami adalah dengan menggunakan harta yang diperoleh secara halal serta
barokah. Karena menghiasi rumah adalah juga hal yang wajar dari setiap pemilik
rumah. Dan tidak berdosa pula bila seseorang menghiasi rumahnya serta juga dari
segi pakaiannya dan juga sandalnya pula. Hal ini tercermin dari hadist Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya :"Tidak akan masuk sorga orang yang
dalam hatinya ada seberat zarrah daripada kesombongan. Kemudian ada seorang
laki-laki yang bertanya: Ya Rasulullah! Seseorang itu biasa senang kalau
pakaiannya itu baik dan sandalnya pun baik pula, apakah itu termasuk sombong?
Jawab Nabi. Sesungguhnya Allah itu baik, Ia suka kepada yang baik.”"(HR.
Muslim). Namun dalam hal ini ada yang harus digarisbawahi yaitu tidak menghiasi
rumah secara berlebih-lebihan. Apalagi bila rumahnya diberikan lambang-lambang
kemusrikan dan kemewahan yang berlebihan pula.
Rumah Yang Luas dan Bersih. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang
artinya :"4 hal yang membawa kebahagiaan, yaitu perempuan shalehah, rumah
yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang enak." (HR. Ibnu Hibban).
Bersih ini juga tentunya berkaitan dengan kesehatan pula bagi para penghuninya.
Rumah dan kesehatan adalah dua hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
masyarakat sekarang ini. Untuk itu ketika akan membangun rumah yang sehat
maka perlu pula dipikirkan bentuk dan desain rumah yang memenuhi standar
kesehatan pula. Hal ini bertujuan agar penghuni rumah terhindar dari berbagai
penyakit terutama penyakit yang menular. Ventilasi yang baik perlu menjadi
perhatian pula. Kesehatan bukan lagi masalah tim kesehatan saja, arsitek yang
merencanakan rumah sebagai tempat tinggal juga memiliki peran untuk
meningkatkan kualitas kesehatan penghuni rumah melalui desain rumah yang
9
dibuatnya.
Tidak Memajang Patung, tidak memelihara hewan seperti anjing. Rasulullah
shaallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :""Sesungguhnya Malaikat tidak akan
masuk suatu rumah yang di dalamnya ada patung."(HR. Bukhari dan Muslim).
Memelihara anjing yang dilarang Rasulullah SAW adalah memelihara anjing di
dalam rumah tanpa ada suatu keperluan. Hal ini juga berkaitan erat dengan najis
dari air liur hewan anjing tersebut yang bisa menempel perabot-perabot rumah kita
(Anonim B).
Kesimpulan
Palliative care adalah perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan dilihat dari berbagai macam aspek. Lingkungan merupakan salah
satu aspek penting untuk memutuskan dimana pasien akan dirawat dalam sisa akhir
hidupnya. Sebagian besar pasien memilih perawatan di rumah karena sudah terbiasa
dengan lingkungan tersebut, lebih bebas untuk melakukan sesuatu, mempunyai
privasi, dan dapat berkumpul bersama keluarga yang dicintai. Lingkungan rumah
yang bersih, sehat, dan dilengkapi peralatan yang mereka butuhkan dapat membuat
pasien nyaman dan aman dalam menghabiskan sisa hidupnya. Rumah dikatakan sehat
apabila memenuhi kebutuhan fisik dasar, memenuhi kebutuhan kejiwaan, melindungi
penghuninya dari penularan penyakit menular, dan melindungi penghuninya dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran.
Saran
1. Secara umum, pasien palatif membutuhkan lingkungan rumah yang bersih, sehat,
aman, dan dilengkapi dengan peralatan yang dibutuhkan.
2. Kepada keluarga pasien, pasien membutuhkan lingkungan yang menyediakan alat-
alat yang dibutuhkan, ventilasi udara yang bagus agar sirkulasi udara berjalan
dengan baik, pintu selalu ditutup agar menjaga kenyamanan pasien, dan
penerangan yang cukup.
10
Ucapan Terima Kasih
Terimakasih Saya ucapkan kepada:
1. DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun (Koordinator Penyusun Blok Elektif)
2. Dr. Hj. RW. Susilowati, Mkes (Koordinator Pelaksana Blok Elektif)
3. Dr. Hj. Riyani Wikaningrum, DMM. MSc. (Pengampu Bidang Kepeminatan
Palliative Care),
4. Dr. Hj. Sri Hastuti, M.Kes (Tutor Pendamping Bidang Kepeminatan Perawatan
Paliatif Kelompok 1),
5. Dr. Maria A. Witjaksono (Koordinator Kunjungan Lapangan),
6. Dr. Fari dan Suster Ame (Koordinator Kunjungan Lapangan)
serta teman-teman kelompok 1 bidang kepeminatan perawatan paliatif FK Yarsi
2013/2014.
11
Daftar Pustaka
1. Al-Qur’an dan tejemahannya. Departemen Agama Republik Indonesia. 2007
2. Anonim A.
https://www.vch.ca/your_health/health_topics/home_hospice_palliative_care/
in_your_home/in_your_home
3. Anonim B.
http://abufarras.blogspot.com/2013/02/ciri-rumah-sehat-islami.html
4. Anonim C. http://salmanitb.com/2012/04/desain-rumah-yang-diridhai-allah/
5. Anonim D.
http://www.artikellingkunganhidup.com/5-ciri-ciri-rumah-sehat.html
6. Djauzi S, Anisa S N, Ali M T, Yunihastuti E.(ed), Perawatan Paliatif Dan Bebas
Nyeri Pada Penyakit Kanker. Jakarta: 2003 Rumah Sakit Kanker
Dharmais,hlm.2-7
7. Hudson P, Hudson R. (2012). Supporting A Person Who Needs Palliative Care :
A Guidline For Family And Friends (2nd ed.). Australia : Victoria Parade.
8. Keman S. (2005). Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. JURNAL
KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 1, JULI 2005 : 29 -42.
Available at :
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-04.pdf (Diakses pada 18
November 2013)
9. Lawson R. (2009). Home and hospital; hospice and palliative care: how the
environment impacts the social work role. Journal Of Social Work In End-Of-
Life & Palliative Care [J Soc Work End Life Palliat Care] 2007; Vol. 3 (2), pp. 3-
17.
Available at :
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?sid=e5474b3e-2a12-4f15-a403-
763dc38edd56%40sessionmgr115&vid=1&hid=124&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3
QtbGl2ZQ%3d%3d#db=mdc&AN=18069620 (Diakses pada 16 November 2013)
10. KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan
Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia
11. Sales CA, da Silva VA, Pilger C, and Marcon SS. (2011). Music In Human
Terminality : The Family Members’ Conceptions. Revista Da Escola De
12
Enfermagem Da U S P [Rev Esc Enferm USP] 2011 Mar; Vol. 45 (1), pp. 138-
45.
Available at :
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?sid=06b562a4-40fc-4458-93cc-
7d3e6ebec240%40sessionmgr115&vid=1&hid=124&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3
QtbGl2ZQ%3d%3d#db=mdc&AN=21445500 (Diakses pada 16 November 2013)
12. WHO : WHO Definition Of Palliative Care .
Available at :
http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/
(Diakses pada 16 November 2013)
13