demam

16
Pendahuluan Demam merupakan tanda yang paling umum dari penyakit dan dapat menyerang semua umur, terutama anak kecil. Demam ditimbulkan dan menetap sebagai respon terhadap infeksi dan penyakit-penyakit lainnya. Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi. Peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem imun tubuh. Definisi Demam Demam ditandai sebagai kenaikan suhu tubuh yang merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1 o C atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas. 1,2 Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 –

description

vascular

Transcript of demam

PendahuluanDemam merupakan tanda yang paling umum dari penyakit dan dapat menyerang semua umur, terutama anak kecil. Demam ditimbulkan dan menetap sebagai respon terhadap infeksi dan penyakit-penyakit lainnya. Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi. Peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem imun tubuh.

Definisi DemamDemam ditandai sebagai kenaikan suhu tubuh yang merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas.1,2Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini.1,2 Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran.3,4Suhu rektal normal 0,27o 0,38oC (0,5o 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral.5 Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC.1

Pengaturan Suhu TubuhSuhu tubuh diatur oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus. Bila laju pembentukan panas (heat production) dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas (heat loss), timbul panas dalam tubuh sehingga temperatur tubuh meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan temperatur tubuh akan menurun.6-8 Produksi PanasDalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatan Basal Metabolic Rate (BMR). BMR pada wanita lebih rendah daripada pria pada segala usia. Pada anak-anak umumnya tinggi dan akan berkurang seiring bertambahnya usia. Meningkatnya BMR dapat disebabkan karena keadaan yang menyebabkan peningkatan sekresi epinefrin dan bertambahnya tegangan pada otot (keadaan tegang). Sedangkan penderita yang apatis dan depresif mempunyai BMR yang rendah. Naiknya suhu tubuh akan mempercepat reaksi kimiawi dan meningkatkan BMR. Selama puasa yang panjang menurunkan BMR dan fungsi simpatis.4,6,7Manusia mempertahankan panas dengan vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon terhadap kenaikan suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan panas atau bila suhu tubuh meningkat, pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom untuk vasodilatasi. Peningkatan aliran darah di kulit menyebabkan pelepasan panas dari tubuh melalui permukaan kulit dalam bentuk keringat. Pada lingkungan dingin akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan mempertahankan suhu tubuh.4-6

Kehilangan PanasBerbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu:4 Radiasi: kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik. Konduksi: kehilangan panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh, dimana terjadi pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda. Posisi tidur dengan permukaan kontak yang lebih luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi dibanding posisi berdiri. Konveksi : pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit Evaporasi : kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urine dan feses.

Konsep Set-Point dalam Pengaturan Suhu TubuhKonsep Set-Point dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan temperatur tubuh kembali ke tingkat Set-Point. Set-point disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh seseorang melampaui diatas set-point ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat dibandingkan dengan produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke tingkat set-point. Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point.4,6-8

Pengaturan Suhu Tubuh oleh HipotalamusPusat pengaturan suhu terletak pada area preoptik hipotalamus anterior. Area preoptik hipotalamus anterior mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas dan dingin. Neuron-neuron ini berfungsi sebagai sensor suhu untuk mengontrol suhu tubuh. Apabila area preoptik dipanaskan, kulit di seluruh tubuh dengan segera mengeluarkan banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit di seluruh tubuh mengalami vasodilatasi untuk membuat tubuh kehilangan panas sehingga suhu tubuh kembali normal. Walaupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu dari hipotalamus sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada bagian kulit dan beberapa jaringan khusus dalam tubuh juga mempunyai peran penting dalam pengaturan suhu.1,3,4,7Daerah spesifik untuk interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, mengandung sekelompok saraf termosensitif. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons.3-6Mekanisme kompleks ini menyebabkan peningkatan thermostatic set-point yang akan memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, misalnya menutup tubuh dengan selimut.1,3,4Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis prostaglandin E-2 (PGE-2). PGE-2 mempengaruhi secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1 sehingga dapat mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf simpatis.2,3

Patogenesis DemamPenyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Terdapat 2 jenis pirogen, yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut sitokin, diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar sitokin dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Sitokin merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin yang dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.6,9Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang berperan sebagai pirogen eksogen, misalnya endotoksin yang bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-mikroba.6

Pirogen EksogenBakteri Gram-negatifPirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS). Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related). Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1, kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam.6,10Bakteri Gram-positifPirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel. Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin sehingga menyebabkan pelepasan sitokin yang berasal dari T-helper dan makrofag yang dapat menginduksi demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif (misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan dengan bakteri gram-negatif lainnya.2,6,10VirusMekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap komponen virus yang termasuk diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel akibat virus.3,10 JamurProduk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang akan merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur berada dalam peredaran darah.2

Tingkatan DemamDimulai dari peningkatan pengaturan thermostat hingga didapatkan set point yang baru, misalnya pada suhu 39oC (103oF). Set-point pusat pengatur temperatur hipotalamus berubah tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat lebih tinggi dari nilai normal sebagai akibat dari penghancuran jaringan, zat pirogen atau dehidrasi. Sekarang hipotalamus regio posterior yang mendeteksi rasa dingin akan meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas, yaitu dengan menggigil, vasokonstriksi arteriol kulit, dan meningkatkan metabolisme tubuh. Walaupun suhu tubuh hanya berbeda 1oC, tubuh akan tetap terasa dingin dan menggigil. Kondisi ini yang disebut stage of chill, yang menandakan bahwa suhu inti tubuh sedang meningkat.8,11 Menggigil berlanjut sampai temperatur tubuh mencapai pengaturan hipotalamus 103F. Kemudian, orang terseut tidak menggigil lagi tetapi sebaliknya merasa tidak dingin atau panas. Sepanjang faktor yang menyebabkan pengontrol temperatur diatur terus pada nilai yang tinggi, temperatur tubuh diatur lebih kurang dengan cara normal tetapi pada tingkat set-point temperatur yang tinggi. Tubuh akan mempertahankan suhu tubuh pada 39oC (103oF).8 Ketika pirogen endogen menghilang, thermostat diatur ulang dengan suhu normal 37oC (98,6oF). Lalu suhu tubuh yang 39oC akan terasa panas dan hipotalamus anterior akan menginduksi mekanisme penurunan panas, yaitu dengan berkeringat, vasodilatasi arteriol kulit, dan penurunan metabolisme tubuh. Fase demam pada keadaan ini disebut stage of crisis dan itu menandakan bahwa suhu inti tubuh sedang menurun.8,11

Sistem Monosit-MakrofagSel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan terjadinya demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab dalam memproduksi interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer juga tersebar di dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte colony-forming unit dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi ke jaringan yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag yang berumur beberapa bulan.6,9 Sel-sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya merusak dan mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel tumor. Keadaan yang berhubungan dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid dan terapi imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik, sindrom Wiskott-Aldrich dan penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah interleukin-1 (IL-1) dan Tumor necroting factor (TNF).6,9

Tumor Necrosis Factor (TNF) dan Interleukin 1(IL1)TNF dan IL1 merupakan sitokin utama yang memediasi inflamasi. Kedua sitokin ini terutama diproduksi oleh sel-sel makrofag aktif. Kerja yang paling penting dalam proses inflamasi meliputi efek pada endothelium, leukosit dan induksi reaksi sistemik fase akut. Sekresi TNF dan IL1 distimulasi oleh endotoksin, kompleks imun, toksin, jejas fisik dan berbagai produk inflamasi. TNF dan IL1 menginduksi aktivasi endotel yang meliputi induksi molekul adhesi endotel dan mediator kimia, enzim-enzim yang berkaitan dengan dengan remodeling matriks, dan peningkatan trombogenitas endotel. Selain itu juga menginduksi respon fase akut sistemik yang menyertai infeksi seperti demam.13IL1 mempunyai fungsi primer yaitu menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL-1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta aktivasi sel-B. TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi normal, termasuk penyembuhan luka. TNF juga mempunyai efek untuk merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta meningkatkan fagositosis dan sitotoksik.10

Pola DemamPenilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,5 Demam kontinyu (sustained fever) ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.Penyakit: Demam tifoid, malaria falciparum malignan Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.Penyakit: Sebagian besar penyakit virus dan bakteri Demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.Penyakit: Malaria, limfoma, endokarditis Demam septik (hektik) terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.Penyakit: Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik Demam quotidian yang disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.Penyakit: Malaria Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).Penyakit: Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal. Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas. Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.Penyakit: Familial Mediterranean fever Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini.Penyakit: leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa). Relapsing fever dan demam periodik Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal.Penyakit: malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan brucellosis. Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF). Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.1-24.2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006.p.351-6.4. Ganong F.W. Temperature regulation. Review of Medical Physiology. 21st edition. San Francisco: Lange Medical Book Mc Graw Hill, 2003.p. 254-9.5. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.839-41.6. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC, 2003.h.253-61.7. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta: EGC, 2011.h.125-97.8. Guyton AC and Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi-11. Jakarta: EGC; 2006. h.927-48.9. Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2009.h.160-1.10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk. Ilmu penyakit dalam. Jakarta:Internapublishing, 2009.h.886.11. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology. 12th edition. Hoboken: John Wiley & Sons, (Asia) Pte Ltd; 2009.p.1002-12.12. Mitchell, Richard N. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC, 2008.h.45-6.