Delirium

11
DELIRIUM 1. PENDAHULUAN Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit dan mempunyai banyak penyebab yang kesemuannya menggambarkan pola gejala yang sama yaitu berhubungan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif. Namun secara klinis delirium kurang dikenali dan kurang didiagnosis. 1 Delirium merupakan sindroma mental organik akut yang berakibat hendaya kognitif yang menyeluruh. Delirium dianggap satu pertanda disfungsi otak akut dan oleh sebab itu suatu kedaruratan medik. 2 Gangguan fungsi atau metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat metabolisme otak menyebabkan timbulnya keluhan utama berupa penurunan kesadaran, sehingga penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, bicaranya inkoheren, bingung, cemas, gelisah dan panik. 2,3 Kondisi ini dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering pada usia diatas 60 tahun. 4 Delirium bermula dengan tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat, dan berubah-ubah intensitinya (berfluktuasi) dan pulih dengan cepat apabila penyebabnya dapat diidentifikasi dan dihilangkan. Walaupun begitu setiap ciri-ciri ini boleh berbeda dari satu penyakit kepada penyakit yang lain. 1,5 2. DEFINISI Delirium adalah suatu sindrom mental organik akut dengan gejala utama adanya penurunan kesadaran (kesadaran berkabut/clouding of conciousness) yang disertai dengan gangguan atensi, persepsi, orientasi, proses pikir, daya ingat (memori), perilaku psikomotor (agitasi) dan siklus tidur. 2,3,4

description

jiwa,saraf

Transcript of Delirium

DELIRIUM

1.PENDAHULUANTanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit dan mempunyai banyak penyebab yang kesemuannya menggambarkan pola gejala yang sama yaitu berhubungan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif. Namun secara klinis delirium kurang dikenali dan kurang didiagnosis.1Delirium merupakan sindroma mental organik akut yang berakibat hendaya kognitif yang menyeluruh. Delirium dianggap satu pertanda disfungsi otak akut dan oleh sebab itu suatu kedaruratan medik.2 Gangguan fungsi atau metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat metabolisme otak menyebabkan timbulnya keluhan utama berupa penurunan kesadaran, sehingga penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, bicaranya inkoheren, bingung, cemas, gelisah dan panik.2,3 Kondisi ini dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering pada usia diatas 60 tahun.4Delirium bermula dengan tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat, dan berubah-ubah intensitinya (berfluktuasi) dan pulih dengan cepat apabila penyebabnya dapat diidentifikasi dan dihilangkan. Walaupun begitu setiap ciri-ciri ini boleh berbeda dari satu penyakit kepada penyakit yang lain.1,5

2.DEFINISIDelirium adalah suatu sindrom mental organik akut dengan gejala utama adanya penurunan kesadaran (kesadaran berkabut/clouding of conciousness) yang disertai dengan gangguan atensi, persepsi, orientasi, proses pikir, daya ingat (memori), perilaku psikomotor (agitasi) dan siklus tidur.2,3,4Sindrom ini juga dikenali oleh nama-nama lain sepertiacute confusional state, acute brain syndrome, metabolic encephalopathy, toxic psychosis, cerebral insufisiency syndromedanacute brain failure.1,5

3.EPIDEMIOLOGIDelirium adalah gangguan yang sering terjadi. Sekitar 10-15 % ditemukan dari pasien dibangsal bedah umum, 1525 % dari bangsal medis umum (Penyakit Dalam), 30 % pada pasien yang dirawat di ICU bedah dan jantung, 4050 % pada pasien yang menerima perawatan bedah untuk fraktur di panggul, 20 % pada pasien yang menderita luka bakar dan 30 % lagi dari pasien AIDS yang diopname.1,5Usia tua juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan delirium. Lebih kurang 30-40% pasien yang umurnya lebih dari 65 tahun mengalami satu episode delirium apabila berada di bangsal perawatan. Faktorpredispossilain adalah usia muda seperti anak-anak, adanya trauma sebelumnya pada otak (contohnya dementia,cardiovascular disease, tumour), pernah mengalami delirium, ketergantungan pada alkohol, diabetes, kanker, kemerosotan pacaindera (contohnya buta) dan malnutrisi.1,5,6

4.ETIOLOGIDelirium mempunyai berbagai macam penyabab. Penyababnya bisa berasal dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat toksik. Penyabab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati.1,6Secara lengkap dan lebih terperinci penyabab delirium dapat dilihat pada tabel dibawah ini.Tabel 4.1. Penyebab Delirium1,2,5A. Penyebab Intrakranial :Epilepsi dan keadaan paska kejangTrauma otak (terutama gegar otak)InfeksiMeningitisEnsefalitisNeoplasmaGangguan vaskularB. Penyebab Ekstrakranial :Obat-obatan (meggunakan atau putus obat) dan racunObat antikolinergikAntikonvulsanObat antihipertensi Obat antiparkinsonObat antipsikosisGlikosida jantungSimetidinKlonidinDisulfiram Insulin Opiat FensiklidinFenitoinRanitidinSalisilat Sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotikSteroid Racun Karbon monoksida Logam berat dan racun industri lain Disfungsi Endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi) Hipofisis Pankreas Adrenal Paratiroid TiroidPenyakit organ non endokron Hati Ensefalopati hepatik Ginjal dan saluran kemih Ensefalopati uremikum Paru Narkosis karbon dioksida Hipoksia Sistem Kardiovaskular Gagal jantung Aritmia HipotensiPenyakit Defisiensi Tiamin, asam nikotinik, vit B12atau asam folat Infeksi sistemik dengan demam dan sepsisKetidakseimbangan elektrolit dengan penybab apapunKeadaan pascaoperatifTrauma (kepala atau seluruh tubuh)

Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium adalahasetilkolindan daerah neuroanatomis utama adalahformasio retikularis. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium diatas menyebabkan penurunan aktivitas asetilkolin di otak Mekanisme patofisiolagi lain khususnya berkenaan dengan putus zat/alkohol adalah hiperaktivitaslokus sereleusdan neuron nonadrenergiknya. Neuotransmiter lain yang juga berperan adalah serotonin dan glutamat.1

5.GAMBARAN KLINISSecara global gejala delirium terdiri darigejala psikiatrik umumberupa kelainan mood, persepsi dan perilaku dangejala neurologik umumyang berupa tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin.1 Gejala dari delirium yang paling utama adalahpenurunan kesadaran. Anxietas, mengantuk, gangguan tidur, halusinasi, mengigau dan kegelisahan biasanya mendahului keadaan delirium.4Gejala-gejala lainnya berupa ketidakmampuan penderita mengenali orang (disorientasi) dan berkomunikasi dengan baik, bingung, panik, bicara komat-kamit dan inkoherensi.2,3,5Selanjutnya gejala-gejala delirium menurut urutan kekhasannya adalah sebagai berikut1:1.Gangguan kesadaran (clouding of conciousness)2.Gangguan persepsi (ilusi, halusinasi terutama halusinasi penglihatan).3.Gangguan orientasi, mula-mula disorientasi waktu.4.Gangguan proses pikir dan pembicaraan (gangguan konsentrasi, perseverasi, flight of ideas, inkoherensi, delusi).5.Gangguan memori.6.Gangguan afek.7.Gangguan psikomotor.8.Disfungsi otonomik, sulit kontrol BAK.9.Gangguan siklus tidur bangun.Delirium biasanya hilang bila penyakit fisik yang menyebabkannya sembuh, mungkin sampai kira-kira1 bulansesudahnya. Bila diakibatkan oleh proses yang langsung mengenai otak maka proses penyembuhannya pun tergantung dari besar kecilnya kerusakan/lesi yang ditinggalkan.3

6.PEDOMAN DIAGNOSTIKUntuk memastikan diagnosis, maka gejala-gejala baik yang ringan atau yang berat haruslah ada pada setiap kondisi dibawah ini, yaitu sesuai dengan pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III :4,71.Gangguan kesadaran dan perhatian :Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.2.Gangguan kognitif secara umum :Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual)Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringanHendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif masih utuh.Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang.3.Gangguan psikomotor :Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke yang lain.Waktu bereaksi yang lebih panjangArus pembicaraan yang bertambah atau berkurangReaksi terperanjat meningkat4.Gangguan siklus tidur-bangun :Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).Gejala yang memburuk pada malam hariMimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi setelah bangun tidur.5.Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis atau rasa kehilangan akal.6.Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan ini berlangsungkurang dari 6 bulan.

7.DIAGNOSIS BANDINGPemeriksaan status mental berguna untuk mengetahui adanya gangguan kognitif dan bagaimana perjalanan penyakitnya. Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan keadaan klinis.6 Dari gejala khas diatas (onset yang cepat, perjalanan penyakitnya yang hilang timbul sepanjang hari dan berlangsung kurang dari 6 bulan), riwayat penyakit fisik dan otak yang mendasari (disfungsi otak) dan gambaran EEG berupa perlambatan aktivitas, maka diagnosis delirium patut dipercaya dan ditegakkan.4,6Delirium harus dibedakan dari penyakit atau sindrom mental organik lainnya yaitu demensia, gangguan psikotik/skizofrenia, depresi dan keadaan putus zat dengan delirium.1,2,3,4,7Demensia. Demensia dibedakan dari delirium yaitu dari onsetnya yang perlahan-lahan, lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari.1Pada demensia penyakitnya bersifat kronik progresif dan disertai gangguan fungsi luhur/fungsi kortikal yang multipel berupa hendaya/deteorisasi fungsi intelaktual baik daya ingat atau daya pikir sehingga kegiatan sehari-hari menjadi terganggu. Tidak terdapatnya gangguan kesadaran juga membedakannya dari delirium. Gejala dan hendaya diatas harus sudah nyata untuksekurang-kurangnya 6 bulan.4,7Gangguan psikotik/skizofrenia. Pada skizofrenia gejala berupa halusinasi dan waham biasanya lebih konstan dan terorganisasi dengan baik dibandingkan delirium. Juga, pada pasien skizofrenik biasanya tidak mengalami perubahan dalam tingkat kesadaran atau orientasinya.1Depresi. Pasien dengan gejala hipoaktif mungkin tampak agak mirip dengan pasien yang depresi berat tetapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang menonjol dan lebih konstan dibandingkan dengan pasien delerium dan cenderung mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal.1Keadaan putus zat dengan delirium.Delirium tremensmerupakan akibat dari putus alkohol secara absolut atau relatif pada pengguna dengan ketergantungan alkohol yang kronis. Keadaan ini disertai gaduh gelisah toksik yang berlangsung singkat tetapi membahayakan jiwa penderita. Gejala prodromal berupa insomnia, gemetar dan ketakutan, onset terjadi sesudah putus alkohol yang biasanya didahului oleh kejang.4,7

8.PROGNOSISBiasanya delirium muncul secara tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari). Perjalanan penyakitnya singkat dan berfluktuasi. Perbaikan cepat terjadi apabila faktor penyebabnya dapat diketahui dan dihilangkan. Walaupun biasanya delirium terjadi mendadak, gejala-gejala prodromal mungkin telah ada sejak beberapa hari sebelumnya. Gejala delirium biasanya berlangsung selama penyebabnya masih ada namun tidak lebih dari satu minggu.1,5Prognosanya tergantung pada dapat diatasi atau tidaknya penyakit yang mendasarinya dan kemampuan otak untuk menahan pengaruh dari penyakit tersebut.3 Apakah delirium berkembang menjadi demensia belum dapat ditunjukkan dengan penelitian terkontrol yang cermat. Tetapi observasi klinis yang telah disahkan oleh suatu penelitian menunjukkan bahwa periode delirium kadang-kadang diikuti oleh depresi atau gangguan stres paskatraumatik.1

9.TERAPIAntipsikosis berpotensi tinggi merupakan pilihan utama. Zat ini mempunyai efek antikolinergik yang sedikit dan jarang menurunkan ambang kejang dibandingkan dengan antipsikosis yang berpotensi rendah. Obat yang terpilih untuk mengatasi gejala psikosisnya adalah Haloperidol.1Tergantung pada usia, berat badan atau kondisi fisik pasien, dosisHaloperidol(Haldol, Serenace) awal dapat terentang 2 sampai 10 mg intramuskular dengan pengulangan setiap 1 jam, jika pasien tetap teragitasi.1,6Penulis lain ada yang menganjurkan dosis 2 sampai 5 mg intramuskular, dapat diulang setelah 30 menit bila dosis pertama kurang efektif.2Segera setelah pasien tenang medikasi oral dalam cairan konsentrat atau dalam bentuk tablet oral dapat dimulai. Untuk mencapai efek terapi sebaiknya dosis oral harus 1,5 lebih banyak dari dosis parenteral. Dosis efektif harian haloperidol terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien.1Antipsikosis lebih jarang mempengaruhi fungsi kognitif pasien dibandingkan dengan benzodiazepin. Namun demikian golonganphenothiazinharus dihindaripada pasien delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas kolinergik yang bermakna.1Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau denganhidroksizin(Vistaril) dengan dosis 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang (misalnya lorazepam) harus dihindari kecuali digunakan sebagai pengobatan penyakit dasar (sebagai contoh pengobatan putus alkohol).1Pasien yang mengalami sindroma putus zat alkohol atau hipnotik-sedatif lebih efektif bila diobati denganLorazepam(Ativan) dengan dosis 1 sampai 2 mg peroral, intramuskular atau intravena lambat dan diulang setelah 1 jam seperlunya. Obat ini juga digunakan untuk pasien agitasi atau gaduh gelisah bila alergi/kontraindikasi terhadap antipsikosis.2Lorazepam bekerja lebih efektif sebagai anti ansietas dari pada sebagai anti insomnia dan relatif aman untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.8Bila delirium ini merupakan akibat dari toksisitas antikolinergik, bisa diberikanfisostigmin salisilat(Antilirium) dosis 1 sampai 2 mg intravena atau intramuskular dengan pengulangan dosis setiap 15 sampai 30 menit.6

10.KESIMPULANDelirium merupakan suatu sindrom, bukanlah suatu penyakit.1 Walaupun delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan sangat jarang didiagnosis tersendiri1, akan tetapi untuk mempelajari dan mengetahui gejala khasnya sangatlah diperlukan karena delirium dianggap satu pertanda disfungsi otak akut dan oleh sebab itu suatu kedaruratan medik.2Delirium merupakan gangguan yang umum dengan insidensi tertinggi didapati pada pasien dalam pemulihan paska operasi fraktur panggul yaitu mencapai 50 %.1Sisanya terjadi pada pasien dengan penyakit medik biasa, pasien dibangsal penyakit dalam atau bedah yang dirawat, luka bakar dan pasien dalam perawatan intensif.2Faktor resiko utama dalam perkembangan delirium adalah usia lanjut terutama pada usia diatas 60-65 tahun.1,4 Usia muda, cedera otak sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes melitus, kanker, kebutaan dan malnutrisi juga merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya delirium.1Penyebab utama delirium adalah penyakit sistem saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi atau putus obat dan zat toksik.1,6 Namun demikian penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati.6 Toksisitas dari banyak medikasi yang diresepkan terutama yang mempunyai aktivitas antikolinergik juga menjadi penyebab delirium yang paling sering.1Hipotesa berkenaan dengan patofisiologi terjadinya delirium diduga akibat penurunan aktivitasasetilkolindi otak terutama yang melibatkan daerahformasio retikularis.Neurotransmiter lain yang juga turut berperan adalah serotonin dan asam glutamat.1,5,6Gambaran kunci (khas) dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam DSM-IV digambarkan sebagaipenurunan kejernihan kesadaraan terhadap lingkungandengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian. Ketidakmampuan untuk mempertahankan perhatian adalah ciri pusat dari delirium.1Delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan di hilangkan.1Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium. Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang berkabut dan gangguan koordinasi.1Tujuan utama pengobatan delirium adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium dan memberikan bantuan fisik, sensorik dan lingkungan. Bantuan fisik untuk mencegah agar pasien terhindar dari kecelakaan. Pasien dengan delirium harus didampingi teman/keluarga dan ditempatkan dalam ruangan yang nyaman.1Pengobatan farmakologis disesuaikan dengan gejala delirium yamg muncul, misalnya diberikan haloperidol untuk mengatasi psikosisnya dan benzodiazepine (hidroksizin) untuk mengatasi gejala insomnia.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 505-514.2. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi I, Widia Medika, Jakarta, 1998: 210-215.3. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994: 181-182.4. Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayan Medis, Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1993 : 69 72 dan 96.5. Ismail HC : Sindrom Mental Organik, Internet http//:www.Sindromamental organik.com.6. Mansjoer A, Triyanti K, dkk : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 1, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001 : 189 191.7. Maslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2001: 27-28.8. Maslim R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Edisi III, Jakarta, 2001: 10-46