Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
-
Upload
yohanes-masboi-widodo -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
-
8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
1/8
Forum Manajemen, Maret - April 201650
Dekonstruksi Media
KINERJA
Koneksi JURNALISdengan TEKNISI TI
#02 FM_3103.indd 50 4/1/16 6:10 P
-
8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
2/8
Forum Manajemen, Maret - April 2016 51
Produk media sejakratusan tahun lalu
tak banyak berubah.Namun, kini dunia digital
mengubahnya. Hanyamereka yang menguasaiinovasi produk yang akantetap bertahan. Di sinilah
manajemen produk dimedia menjadi penting
keberadaannya.
Pengajar di Prodi Komunikasi,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Oleh: Yohanes Widodo
#02 FM_3103.indd 51 4/1/16 6:10 P
-
8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
3/8
Forum Manajemen, Maret - April 201652
Beberapa waktu terakhirmedia cetak menemui senjakalanya
di banyak tempat. Di Indonesia
terjadi pada Sinar Harapan,
Harian Bola, dan The Jakarta
Globe. Di Inggris. Independent dan
mingguan Independent on Sunday akan berhenti terbit pada 20 dan
26 Maret 2016. Pemilik surat kabarIndependent atau “I”, Evgeny
Lebedev, mengumumkan penutupan
kedua koran itu. Imbas dari
senjakala media cetak Inggris itu,
sekitar 150 orang akan kehilanganpekerjaan. ”Sejumlah karyawan
di Independent Print Limited jadi
mubazir,” kata Lebedev kepada
para staf Independent di sebuah
surat yang dikutip IB Times, Sabtu
(13/2/2016). Meski dua media cetakitu tutup, namun media online-nya;
independent.co.uk, akan terus aktif.
Menurut Lebedev, media online
dipertahankan karena menjadistrategi terbaik.
Tantangan perusahaan media
kian berat. Perusahaan media jurnalis dan bagian teknologi, yang
tak berada pada pemahaman sama
terkait produk dan manajemen
produk akan mati. Jika perusahaan
media tak mau melangkah dan
mengubah total pandangannya
tentang manajemen produk, merekaakan dilibas oleh teknologi dan
pemain baru. Hanya perusahaan
media yang mau sungguh-sungguh
mengembangkan manajemenproduk di media—yang merupakan
gabungan antara jurnalisme, userexperience, software engineering,
data dan analytics—akan tetap
hidup.
Kemampuan perusahaan
media untuk berinovasi dan
berkompetisi dalam dunia
teknologi yang ‘memakan apa saja’tergantung pada bagaimana mereka
melihat produk dan manajemen
produk. Hingga kini, masih sedikit
perusahaan media memahami danmenerapkannya. Sekarang waktunya
untuk mengapresiasi bahwa inovasi
produk bukan tentang jurnalistik
dan teknologi yang berjalan sendiri-sendiri, tapi tentang integrasi
jurnalisme dan user experience,
software engineering, data dananalytics; yang dipimpin oleh
generasi baru manajer media yang
disebut manajer produk.
Manajer produk bertanggung
jawab mengelola produk dengan
menentukan visi produk,
memprioritaskan apa yangharus dilakukan dan menjamin
kita menyampaikan sesuatu;
menggunakan insights dan data,
hipotesis dan eksperimen yangdirumuskan dengan baik, metode
yang lean dan agile—sehinggamampu menyelesaikan masalah yang
besar dan riil bagi orang banyak.
Manajer produk memiliki perhatian
pada riset, desain, code, analytics,
pemasaran, penjualan, komunikasi
dan lain-lain untuk menjamin kita
melakukan hal-hal yang benar.
Tantangan perusahaan media kianberat. Perusahaan media jurnalis
dan bagian teknologi, yang takberada pada pemahaman samaterkait produk dan manajemenproduk akan mati.
Berita adalah Sebuah ProdukJe Sonderman dalam Best
practices for product managementin news organizations (2016)
mengatakan, secara konseptual
perlu ada lompatan pemahaman
dari kalangan media konvensional.Di dunia online, orang menyebut
aplikasi baru atau layanan sebagai
produk. Namun, orang media tidak berpikir demikian.
Manajer produk
bertanggung jawab untuk mengelola
produk berita agar sukses baik
dari aspek editorial maupun bisnis
yang berjalan secara esien dan berfungsi dengan baik. Berita yangdipublikasikan adalah juga produk—
dalam bentuk yang beragam sebagai
sesuatu yang berbentuk sik (koran)
atau layanan digital (website atau aplikasi) yang dijual atau
didistribusikan kepada target pasaratau konsumen.
Di era ‘personal news
cycle’ —ketika informasi yang
melimpah dan koneksi konstan
memberi setiap individu kemampun
untuk mengontrol konsumsi berita—
produk berita harus baik danditargetkan atau dirancang untuk
#02 FM_3103.indd 52 4/1/16 6:10 P
-
8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
4/8
Forum Manajemen, Maret - April 2016 53
berhasil. Karena itu media harus mengetahui
siapa pengguna atau target audience, apa
yang dibutuhkan, dan media hadir untukmenyajikan pengalaman yang memuaskan.
Manajer produk bertanggung jawab
untuk memikirkan apa yang dibutuhkan
pengguna (pembaca atau pemirsa) darikeseluruhan produk ; seperti apa pengalaman
mereka; bagaimana menjadikannya lebih
nyaman atau bernilai dan sebagainya. Ini berarti, manajer produk bertanggung jawab
memikirkan secara simultan aspek bisnis
dan strategi pemasaran, eksekusi teknologi
dan tentu saja arah pemberitaan dari aspek
redaksional.
Eric Ulken, direktur eksekutif
strategi digital di Philadelphia Media
Network (seperti dikutip Je Sonderman,2016) mengatakan, manajer produk
adalah ‘voice of the user’. Setiap orang
di perusahaan bisa berbicara mewakilidirinya—membela apa yang diinginkan
oleh redaksi, bisnis, pemasaran atau bidanglain terkait produk. Namun, pengguna
tidak pernah ada di rapat-rapat. Karena itu
seorang manajer produk meyakinkan bahwa
diskusi tentang produk dan keputusan yang
diambil mempertimbangkan kebutuhan dan
keinginan pengguna.
Manajemen MerekEllen Lisa dalam Evolution of the
Product Manager (2014) menyatakan,awal mula manajemen produk adalah
manajemen merek (brand management).
Istilah ini dimunculkan oleh manajer
periklanan bernama Neil McElroy yang pada1931 menulis memo kepada tim eksekutifdi Procter & Gamble. Ia mengusulkangagasan tentang brand man, yaitu karyawan
yang lebih bertanggung jawab terhadap
suatu produk dibandingkan fungsi bisnis.
Perannya memiliki banyak kesamaan
dengan manajemen produk dewasa ini.
Antara 1930-1980-an banyakperusahaan mengadopsi prinsip-prinsip
manajemen merek. Ketika perusahaan
software makin berkembang, produknya
menjadi lebih menjangkau konsumen, dan
perusahaan mulai melihat kebijakan untuk
menerapkan beberapa prinsip manajemenproduk. Misalnya, Intuit Inc., sebuah
perusahaan di AS yang mengembangkan
perangkat lunak untuk keuangan dan pajak,
mulai memfokuskan diri pada kebutuhan
pengguna untuk mengembangkan software-
nya.Manajemen produk adalah pekerjaan
yang berkembang secara organik. Karena
tidak adanya pelatihan bagi manajer
M e n e n t uk an F it ur P ro duk
Y ang L e bi h B ai kM e m a h ami Imp le m e n t a si T e knis P ro duk M e mu t u sk an Ar e a Bi sni s Y ang Di bu t u hk an P ro duk D an Al a s anny a.
P e r an M an aj e r P ro d u k M as a Ki n i
#02 FM_3103.indd 53 4/1/16 6:10 P
-
8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
5/8
Forum Manajemen, Maret - April 201654
produk, maka banyak perusahaan
mengembangkan doktrin-doktrin
sendiri. Salah satu sumber favorit
adalah dokumen yang ditulis Ben
Horowitz, direktur manajemen
produk Netscape berjudul Good Product Manager/Bad Product
Manager. Mengulangi apa yangditulis di memo McElroy dikatakan
bahwa: A good product manager is
the CEO of the product. Good product
managers take full responsibilityand measure themselves in terms of
the success of the product.
Paula Gray, antropolog anggota
Association of International Product
Marketing and Management
(AIPMM) dalam tulisan Businessanthropology and the culture
of product managers (2010)
menyatakan, manajer produk harus
mampu memiliki visi produk mulai
dari awal hingga akhir dan harusmemiliki kemampuan menjamin bahwa visi dan strategi organisasi
bisa diwujudkan.
Meskipun bervariasi, peran
manajer produk secara umum
meliputi tiga bidang.
§ Experience (design). Ini adalahaspek produk berhadapan dengan
pengguna. Ini berarti memutuskan
tur mana yang dibuat untuk pengguna—bukan lagi tur mana yang akan menghasilkan uang,
namun tur mana yang bisa
membuat produk lebih baik.§ Technology (engineering,
project management). Ini meliputi
pemahaman implementasi produk.
Setidaknya, ini berarti mengelola
jadwal dan mencek pencapaian.Peran manajer produk yang
lebih teknis bisa jadi termasuk
bekerja secara langsung dengan
pengembang untuk membuat
spesikasi API.
§ Strategy (business). Ini bagian
terkait dengan manajemen merek.Strategi berarti memutuskan wilayah
bisnis mana yang dibutuhkan oleh
produk dan apa alasan memilihnya.
Ini juga berarti menjalankan tes
A/B dan eksperimen lain untuk
membantu mengoptimalkan kinerjadan pemasukan dari produk.
Tantangan inovasi di media
dimulai dengan pandangan berbeda
dari ‘produk’. Beberapa tahun
terakhir, muncul banyak platformdan konten produk berbasis teknologi
(Instagram, Twitter, Flipboard,
Spotify, dan lain-lain). Perusahaan-
perusahaan ini sejak awal memberi
perhatian pada pendenisian produkdan/atau platformnya sebagaitahapan penting sebuah startup.
Sama halnya dengan peru-
sahaan media, konten yang bagusadalah komponen kunci dalam
produk yang mereka tawarkan ketika
melibatkan pengguna. Namun,untuk platform teknologi yang kreasi
dan kurasi konten dilakukan oleh
pengguna, di sini terletak perbedaan
utama antara bagaimana teknologi
dan media melihat produknya.
Jika kita bertanya pada seorang jurnalis atau editor apa produk
mereka, lalu bertanya pada software
engineer atau UX-designer, bisa jadi
kita tidak mendapat jawaban sama,
dan ini menyebabkan diskoneksidalam kerja sama untuk berinovasidan menciptakan produk yang
menarik.
Konten vs PlatformEspen Sundve, wakil presiden
Manajemen Produk di Schibsted
Media Group dalam The Need for Product Management in Media
(2015) menjelaskan pengalamannya
bekerja sebagai manajer produk
untuk pemasaran platform, dia
punya perhatian pada pembuatan
dan kurasi konten. Namun hanya bisa
mempengaruhi secara tak langsung
pada kualitas dan kuantitas konten—seperti halnya dia tidak pernah
mengontrol pengguna, berbedadengan cara editor mengontrol
jurnalis.
Hal ini mendorongnya untuk
berpikir dan mengelola produksecara berbeda daripada koleganya
di media. Sebagian besar manajer
punya focus utama pada pengelolaan
konten, dan hanya konten, karena
konten dianggap sebagai produk.
Mereka sedikit atau bahkan takmemiliki perhatian pada cara
konten tersebut dikonsumsi atau
didistribusikan atau bagaimana
konten tersebut meningkatkan
engagement dan co-creation.Kini dunia ini makin menyatu.
Manajer produk harus menjadi
manajer konten yang baik dansebaliknya. Untuk itu, kita harus
sadar adanya diskoneksi, sehingga
kita bisa saling memahami.
Diskoneksi #1: Perangkat(Toolset)
Manajer konten seperti jurnalisdan editor bisa mempengaruhi
kualitas dan kuantitas konten secara
langsung karena merekalah yang
membuat artikel atau tulisan danmengkurasinya di halaman depan.
Lalu berharap pembaca datang danmengkonsumsi produk mereka.
Mengembangkan produk
berarti mengembangkan konten dan
bagaimana mengkurasinya. Mereka
melakukannya dengan merekrut
jurnalis yang baik, melakukanliputan investigasi, mempelajari
apa yang dianggap penting dan
Kini dunia ini makin menyatu. Manajerproduk harus menjadi manajer konten yang
baik dan sebaliknya. Untuk itu, kita harussadar adanya diskoneksi, sehingga kita bisasaling memahami.
#02 FM_3103.indd 54 4/1/16 6:10 P
-
8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
6/8
Forum Manajemen, Maret - April 2016 55
berpengaruh, dan mendapatkan software yang baik untuk membuat dan mengkurasi
berita.Sebagai produk manajer, cara-cara
atau alat-alat yang dibutuhkan untuk
mengembangkan produk dan konten
sangat berbeda. Alat yang dipakai adalah
customer insights, design and user
experience, functionality, algorithms,
scalable technology, data and analytics. Hanya dengan mengembangkan produk
melalui tools atau cara-cara ini, kita
bisa memberdayakan pengguna untuk
mengcipta, menemukan, mengkonsumsi,
dan engage dengan konten. Semua itu
mendukung hasil produk yang lebih baik.
Diskoneksi #2: Perspektif WaktuKonten adalah sesuatu yang segar.
Konten media, seperti berita, tak bisa
bertahan dalam waktu lama. Sejak dibuathingga dikonsumsi, konten
memiliki durasi hidup
yang singkat beberapa jamsaja. Dengan logika dan
siklus waktu yang pendek,
manajer konten punya
perhatian utama pada
saat ini; hari ini; besok.
Perspektif waktu yang
sangat pendek yang dimilikioleh manajer konten
berbeda jika dibandingkan
manajer produk teknologi
yang memiliki roadmap dan iteration.Teknologi berkembang terus.
Ketika satu pilihan strategis dibuat dandiluncurkan, selalu dalam asumsi bahwa
ini merupakan terakhir sampai iteration ke
depan mengembangkannya (atau analytics
mengatakan untuk mematikannya).
Perhatian utamanya adalah menjamin
pengalaman pengguna pada bagaimana
pengguna bisa membuat, mengeksplorasi,dan mengkonsumsi konten.
Ketika konten dan manajemen produkbertemu, pemain media harus bisa
merumuskan ulang cara merekamengelola produk, baik terkait konten
maupun cara konten itu dibuat, dikurasi,ditemukan, dan dikonsumsi.
1. Reader First: Manajer produk harusmenempatkan kebutuhan pembacasebelum kebutuhan bisnis. You haveto care about readers and serving theirneeds first.
2. Demos not Memos: Ungkapan ini inginmenekankan tentang aspek doing, nottalking about, projects.
3. Prioritize: Constant re-prioritizationmenjadi dasar manajemen produk.Mengutip editor NPR Briyan Boyertentang prinsip piramida terbalikdalam penuisan berita: “Kill yourdarlings! Chop of the stuff you don’treally need.”
4. Communicate: Komunikasi dankepercayaan menjadi satu-satunyahal yang menjadikan produk bisamaju. Pemisahan antara bidangeditorial dan bisnis di newsroommerupakan faktor utama kurangnyakomunikasi.
5. Keep Learning: Manajer produkmenerjemahkan konsep ke dalamrealitas dan harus bisa berbicaramenggunakan bahasa yang pas agarbisa berhasil.
6. Use Analytics: Pemahaman tentanganalytics dan pengukuran menjadisangat penting. Alat seperti Google
Analytics bisa digunakan untukmelacak dan mendapatkan data.
Jessica Soberman dalam ‘The master conductor’: productmanagement in journalism (2013) mengungkapkan 6 bidang yangmenjadi fokus kerja manajer produk di media.
#02 FM_3103.indd 55 4/1/16 6:10 P
-
8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
7/8
Forum Manajemen, Maret - April 201656
Manajemen konten kini tak lagi
hanya berkutat pada sekadar membuat
sepotong teks lalu membiarkan penggunamenemukannya di halaman depan.
Manajemen konten butuh seseorang
yang menguasai pembuatan teks, kurasi
memanfaatkan toolset baru yang mirip
dengan yang dimiliki oleh manajer produk.
Sebaliknya, manajemen produk di dalamplatform konten berbasis teknologi butuh
pengalaman editor media konvensional
dan manajer konten—seperti dilakukan
Facebook ketika merekrut editor
ketika mengembangkan aplikasi berita
(NewsFeed). Ketika konten dan manajemen
produk bertemu, pemain media harus bisamerumuskan ulang cara mereka mengelola
produk, baik terkait konten maupun cara
konten itu dibuat, dikurasi, ditemukan,
dan dikonsumsi. Paul Smalera dalam
Editor, Product Manage Thyself (2013)memberi contoh bagaimana manajemen
konten dan manajemen produk menyatu. Ia
menyebutkan salah satu proyek jurnalisme
multimedia yang diluncurkan The New York
Times berjudul Snowfall: The Avalanche at
Tunnel Creek (2012)—bisa diakses melaluilink nyti.ms/1dQ0jHo. Karya jurnalistik
berisi tulisan panjang, dilengkapi dengan
gambar, suara, slideshow, dan video menarik
ini bahkan berhasil mendapat hadiahPulitzer 2013 kategori tulisan feature.Contoh ini menunjukkan bahwa media di
era ini tak cukup sekadar menghadirkan teksdi layat monitor dan berharap pembaca bisa
menemukannya.
Paul Smalera juga menekankan pen-
tingnya editor konten juga menjadi manajer
produk. Di sini, seorang editor harus
membangun kontak dengan konsumen dan
perlu membantu memikirkan cara kontenmereka hadir ke hadapan pembaca. Mereka
tak perlu menjadi desainer atau coder;
mereka hanya perlu duduk di meja yang
sama seperti orang lain, dan menjelaskancara konten mereka menjadi sungguh
bernilai, menjadi konsensus, dan bekerjadengan kolega-kolega lain untuk membantu
spesikasi, mendesain, membangun, danmerilis kode yang bisa membawa nilai-nilai
itu ke hadapan pembaca.
Karena itu, media harus berhubungan
dengan pembaca. Terkait dengan
interaktivitas, media-media besar sejauh inimasih satu arah (one-way street). Padahal,
membangun atau memelihara hubungan
dengan pembaca pada level redaksi dalam
membuka semua nilai, pemahaman, dan bahkan pemasukan. Hanya editor yang
memahami cara mendapatkan data dari
tim yang bersedia memberikan, akan
mendapatkannya, kemu-dian mampu
memanfaatkannya. “Pihak yang harus
menyelamatkan jurnalisme bukanpenerbit atau perusahaan, namun jurnalis.
Jurnalis hanya punya sedikit pilihan: bisa
menghasilkan uang (make money); menjadi
yang terbaik, setidaknya di salah satu bidang
liputan tertentu; dan selalu menyajikan hal
baru (be novel,” pesan Paul Smalera.
Manajemen Produk MediaSenada dengan Paul Smalera, menurutEspen Sundve (2015), manajemen produk
di media adalah campuran (hybrid) antara
manajemen konten dari aspek jurnalisme
dan manajemen produk dari aspekteknologi--bukan jurnalisme dan teknologi
yang terpisah atau berjalan sendiri-sendiri
(seperti terjadi di sebagian besar perusahaan
media).
Di sini media membutuhkan
manajer media generasi baru. Bisa jadisaat ini sulit untuk bisa menemukan
manajer produk di bidang teknologi yang
bagus, apalagi menemukan orang dengan
kompetensi keduanya (jurnalisme danteknologi). Manajer produk di media adalah
seseorang yang bertanggung jawab untuk (1)
menyusun konten dan strategi produk (2)memprioritaskan apa yang akan ditulis dan
dibangun (3) menjamin konten yang baik,dengan desain dan kode yang mendukung.
Untuk mewujudkan hal itu, manajer produk
harus mampu memenuhi diagram Venn
menyangkut komponen inti dari semua
inovasi produk di media sebagai berikut:
Sederhana, Tak MudahMenurut Espen Sundve (2015),
langkah utama yang harus dilakukanadalah menemukan (atau membangun)
seorang manajer produk yang bisa eksis danmerasa nyaman berada di persimpangan
sempit antara jurnalisme, user experience,
teknologi, dan data. Untuk bisa mewujudkan
perubahan, manajer butuh kekuatan riil
dan tim yang kuat. Jika manajer produk
diharapkan bisa menerapkan strategi,
membuat prioritas, dan mengeksekusi baik jurnalisme dan teknologi; lalu timnya
#02 FM_3103.indd 56 4/1/16 6:10 P
-
8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI
8/8
Forum Manajemen, Maret - April 2016 57
juga harus (bisa) melakukan hal yang sama. Tanpa adanya otonomi,
mandat penuh, dan tim yang lintas
fungsi, manajer produk tak berarti
apa-apa. Dia hanya seseorang yangpunya banyak gagasan namun
minim eksekusi. Jika menemukan
calon manajer di media sulit, apalagimembongkar hirarki di perusahaan
media besar dan memperkuat
otonomi tim lintas fungsi. Gagasan
tentang manajer produk campuran
(hybrid) ini sangat sederhana,
namun sangat sulit diwujudkan.
Espen Sundve (2015) percayamedia yang sehat dengan jurnalisme
yang baik melalui produk media
yang juga baik bisa terwujud jika
media atau manajemen mediamampu (1) menerima bahwa
produk media adalah pertalianantara jurnalisme dan teknologi, (2)
menggabungkan manajemen konten
dengan manajemen produk berbasis
teknologi (3) memberdayakanmanajer media generasi baru dengan
otonomi tim lintas fungsi yang
mampu menyampaikan inovasimelalui jurnalisme, user experience
dan teknologi—digabungkan dengandata dan seni. Ada beberapa startup
media yang telah melakukannya. Jika
media tradisional bisa bergabung
dengan mereka; kita bisa melihatsebuah puncak gunung es: apa yang
bisa dilakukan media dalam hal
inovasi.Di sinilah peran manajemen
produk menjadi penting. Seorang
manajer produk bisa membangun
banyak hal yang luar biasa, namun
“Perusahaan media akan mati jika tidakbisa menemukan model bisnis yang tepat. Aspek bisnis juga akan mati tanpa produkpemberitaan yang vibrant dan fungsional.Menjalankan hal ini secara tepat menjadi
krusial bagi sebuah media untuk bisasurvive,”
KOMPONEN INTI INOVASIPRODUK DI MEDIA
PENGALAMAN PENGGUNA(desain, UX, Relasi pelanggan)
TEKNOLOGI(Teknisi perangkat luna k & Operasional)
DATA(Analisa & Pembelajaran)
JURNALISME (Produksi & Publikasi)
SUMBER: ESPEN SUNDVE 2015
peran produk dalam satu newsroom merupakan bagian integral dari
keberlanjutan sebuah organisasi
media. “Perusahaan media akan mati
jika tidak bisa menemukan model bisnis yang tepat. Aspek bisnis juga
akan mati tanpa produk pemberitaan
yang vibrant dan fungsional.Menjalankan hal ini secara tepat
menjadi krusial bagi sebuah media
untuk bisa survive,” tegas Jessica
Soberman.*