Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

download Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

of 8

Transcript of Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

  • 8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

    1/8

    Forum Manajemen, Maret - April 201650

    Dekonstruksi Media 

    KINERJA

    Koneksi JURNALISdengan TEKNISI TI

    #02 FM_3103.indd 50 4/1/16 6:10 P

  • 8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

    2/8

    Forum Manajemen, Maret - April 2016  51

    Produk media sejakratusan tahun lalu

    tak banyak berubah.Namun, kini dunia digital

    mengubahnya. Hanyamereka yang menguasaiinovasi produk yang akantetap bertahan. Di sinilah

    manajemen produk dimedia menjadi penting

    keberadaannya.

    Pengajar di Prodi Komunikasi,

    Universitas Atma Jaya Yogyakarta

    Oleh: Yohanes Widodo

    #02 FM_3103.indd 51 4/1/16 6:10 P

  • 8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

    3/8

    Forum Manajemen, Maret - April 201652

    Beberapa waktu terakhirmedia cetak menemui senjakalanya

    di banyak tempat. Di Indonesia

    terjadi pada  Sinar Harapan,

     Harian Bola,  dan The Jakarta

    Globe.  Di Inggris.  Independent   dan

    mingguan  Independent on Sunday akan berhenti terbit pada 20 dan

    26 Maret 2016. Pemilik surat kabarIndependent atau “I”, Evgeny

    Lebedev, mengumumkan penutupan

    kedua koran itu. Imbas dari

    senjakala media cetak Inggris itu,

    sekitar 150 orang akan kehilanganpekerjaan. ”Sejumlah karyawan

    di  Independent Print Limited   jadi

    mubazir,” kata Lebedev kepada

    para staf Independent di sebuah

    surat yang dikutip IB Times, Sabtu

    (13/2/2016). Meski dua media cetakitu tutup, namun media online-nya;

    independent.co.uk, akan terus aktif.

    Menurut Lebedev, media online

    dipertahankan karena menjadistrategi terbaik.

    Tantangan perusahaan media

    kian berat. Perusahaan media jurnalis dan bagian teknologi, yang

    tak berada pada pemahaman sama

    terkait produk dan manajemen

    produk akan mati. Jika perusahaan

    media tak mau melangkah dan

    mengubah total pandangannya

    tentang manajemen produk, merekaakan dilibas oleh teknologi dan

    pemain baru. Hanya perusahaan

    media yang mau sungguh-sungguh

    mengembangkan manajemenproduk di media—yang merupakan

    gabungan antara jurnalisme, userexperience, software engineering,

    data dan analytics—akan tetap

    hidup.

    Kemampuan perusahaan

    media untuk berinovasi dan

     berkompetisi dalam dunia

    teknologi yang ‘memakan apa saja’tergantung pada bagaimana mereka

    melihat produk dan manajemen

    produk. Hingga kini, masih sedikit

    perusahaan media memahami danmenerapkannya. Sekarang waktunya

    untuk mengapresiasi bahwa inovasi

    produk bukan tentang jurnalistik

    dan teknologi yang berjalan sendiri-sendiri, tapi tentang integrasi

     jurnalisme dan user experience,

    software engineering,  data dananalytics; yang dipimpin oleh

    generasi baru manajer media yang

    disebut manajer produk.

    Manajer produk bertanggung

     jawab mengelola produk dengan

    menentukan visi produk,

    memprioritaskan apa yangharus dilakukan dan menjamin

    kita menyampaikan sesuatu;

    menggunakan insights  dan data,

    hipotesis dan eksperimen yangdirumuskan dengan baik, metode

     yang lean  dan agile—sehinggamampu menyelesaikan masalah yang

     besar dan riil bagi orang banyak.

    Manajer produk memiliki perhatian

    pada riset, desain, code, analytics, 

    pemasaran, penjualan, komunikasi

    dan lain-lain untuk menjamin kita

    melakukan hal-hal yang benar.

    Tantangan perusahaan media kianberat. Perusahaan media jurnalis

    dan bagian teknologi, yang takberada pada pemahaman samaterkait produk dan manajemenproduk akan mati.

    Berita adalah Sebuah ProdukJe Sonderman dalam  Best

     practices for product managementin news organizations  (2016)

    mengatakan, secara konseptual

    perlu ada lompatan pemahaman

    dari kalangan media konvensional.Di dunia online, orang menyebut

    aplikasi baru atau layanan sebagai

    produk. Namun, orang media tidak berpikir demikian.

      Manajer produk

     bertanggung jawab untuk mengelola

    produk berita agar sukses baik

    dari aspek editorial maupun bisnis

     yang berjalan secara esien dan berfungsi dengan baik. Berita yangdipublikasikan adalah juga produk—

    dalam bentuk yang beragam sebagai

    sesuatu yang berbentuk sik (koran)

    atau layanan digital (website atau aplikasi) yang dijual atau

    didistribusikan kepada target pasaratau konsumen.

      Di era ‘personal news

    cycle’ —ketika informasi yang

    melimpah dan koneksi konstan

    memberi setiap individu kemampun

    untuk mengontrol konsumsi berita—

    produk berita harus baik danditargetkan atau dirancang untuk

    #02 FM_3103.indd 52 4/1/16 6:10 P

  • 8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

    4/8

    Forum Manajemen, Maret - April 2016  53

     berhasil. Karena itu media harus mengetahui

    siapa pengguna atau target audience, apa

     yang dibutuhkan, dan media hadir untukmenyajikan pengalaman yang memuaskan.

      Manajer produk bertanggung jawab

    untuk memikirkan apa yang dibutuhkan

    pengguna (pembaca atau pemirsa) darikeseluruhan produk ; seperti apa pengalaman

    mereka; bagaimana menjadikannya lebih

    nyaman atau bernilai dan sebagainya. Ini berarti, manajer produk bertanggung jawab

    memikirkan secara simultan aspek bisnis

    dan strategi pemasaran, eksekusi teknologi

    dan tentu saja arah pemberitaan dari aspek

    redaksional.

      Eric Ulken, direktur eksekutif

    strategi digital di Philadelphia Media

    Network (seperti dikutip Je Sonderman,2016) mengatakan, manajer produk

    adalah ‘voice of the user’.  Setiap orang

    di perusahaan bisa berbicara mewakilidirinya—membela apa yang diinginkan

    oleh redaksi, bisnis, pemasaran atau bidanglain terkait produk. Namun, pengguna

    tidak pernah ada di rapat-rapat. Karena itu

    seorang manajer produk meyakinkan bahwa

    diskusi tentang produk dan keputusan yang

    diambil mempertimbangkan kebutuhan dan

    keinginan pengguna.

    Manajemen MerekEllen Lisa dalam  Evolution of the

     Product Manager  (2014) menyatakan,awal mula manajemen produk adalah

    manajemen merek (brand management). 

    Istilah ini dimunculkan oleh manajer

    periklanan bernama Neil McElroy yang pada1931 menulis memo kepada tim eksekutifdi Procter & Gamble. Ia mengusulkangagasan tentang brand man, yaitu karyawan

     yang lebih bertanggung jawab terhadap

    suatu produk dibandingkan fungsi bisnis.

    Perannya memiliki banyak kesamaan

    dengan manajemen produk dewasa ini.

     Antara 1930-1980-an banyakperusahaan mengadopsi prinsip-prinsip

    manajemen merek. Ketika perusahaan

    software  makin berkembang, produknya

    menjadi lebih menjangkau konsumen, dan

    perusahaan mulai melihat kebijakan untuk

    menerapkan beberapa prinsip manajemenproduk. Misalnya,  Intuit Inc.,  sebuah

    perusahaan di AS yang mengembangkan

    perangkat lunak untuk keuangan dan pajak,

    mulai memfokuskan diri pada kebutuhan

    pengguna untuk mengembangkan software-

    nya.Manajemen produk adalah pekerjaan

     yang berkembang secara organik. Karena

    tidak adanya pelatihan bagi manajer

    M e n e n t uk an  F it ur P ro  duk 

    Y  ang L e bi  h B ai kM e m a h ami  Imp le m e n t  a si   T  e knis P ro  duk M e mu t u sk an  Ar e  a Bi  sni  s Y  ang  Di bu t u hk an P ro  duk  D an  Al a s anny  a.

    P  e r an  M  an  aj  e r P ro  d u k M  as a Ki n i 

    #02 FM_3103.indd 53 4/1/16 6:10 P

  • 8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

    5/8

    Forum Manajemen, Maret - April 201654

    produk, maka banyak perusahaan

    mengembangkan doktrin-doktrin

    sendiri. Salah satu sumber favorit

    adalah dokumen yang ditulis Ben

    Horowitz, direktur manajemen

    produk Netscape berjudul Good Product Manager/Bad Product

     Manager. Mengulangi apa yangditulis di memo McElroy dikatakan

     bahwa:  A good product manager is

    the CEO of the product. Good product

    managers take full responsibilityand measure themselves in terms of

    the success of the product.

    Paula Gray, antropolog anggota

     Association of International Product

     Marketing and Management  

    (AIPMM) dalam tulisan  Businessanthropology and the culture

    of product managers  (2010)

    menyatakan, manajer produk harus

    mampu memiliki visi produk mulai

    dari awal hingga akhir dan harusmemiliki kemampuan menjamin bahwa visi dan strategi organisasi

     bisa diwujudkan.

    Meskipun bervariasi, peran

    manajer produk secara umum

    meliputi tiga bidang.

    §  Experience (design). Ini adalahaspek produk berhadapan dengan

    pengguna. Ini berarti memutuskan

    tur mana yang dibuat untuk pengguna—bukan lagi tur mana yang akan menghasilkan uang,

    namun tur mana yang bisa

    membuat produk lebih baik.§ Technology (engineering,

     project management). Ini meliputi

    pemahaman implementasi produk.

    Setidaknya, ini berarti mengelola

     jadwal dan mencek pencapaian.Peran manajer produk yang

    lebih teknis bisa jadi termasuk 

     bekerja secara langsung dengan

    pengembang untuk membuat

    spesikasi API.

    §  Strategy (business). Ini bagian

    terkait dengan manajemen merek.Strategi berarti memutuskan wilayah

     bisnis mana yang dibutuhkan oleh

    produk dan apa alasan memilihnya.

    Ini juga berarti menjalankan tes

     A/B dan eksperimen lain untuk 

    membantu mengoptimalkan kinerjadan pemasukan dari produk.

    Tantangan inovasi di media

    dimulai dengan pandangan berbeda

    dari ‘produk’. Beberapa tahun

    terakhir, muncul banyak platformdan konten produk berbasis teknologi

    (Instagram, Twitter, Flipboard,

    Spotify, dan lain-lain). Perusahaan-

    perusahaan ini sejak awal memberi

    perhatian pada pendenisian produkdan/atau platformnya sebagaitahapan penting sebuah startup.

    Sama halnya dengan peru-

    sahaan media, konten yang bagusadalah komponen kunci dalam

    produk yang mereka tawarkan ketika

    melibatkan pengguna. Namun,untuk platform teknologi yang kreasi

    dan kurasi konten dilakukan oleh

    pengguna, di sini terletak perbedaan

    utama antara bagaimana teknologi

    dan media melihat produknya.

    Jika kita bertanya pada seorang jurnalis atau editor apa produk

    mereka, lalu bertanya pada software

    engineer atau UX-designer, bisa jadi

    kita tidak  mendapat jawaban sama,

    dan ini menyebabkan diskoneksidalam kerja sama untuk berinovasidan menciptakan produk yang

    menarik.

    Konten vs PlatformEspen Sundve, wakil presiden

    Manajemen Produk di Schibsted

    Media Group dalam The Need for Product Management in Media

    (2015) menjelaskan pengalamannya

     bekerja sebagai manajer produk

    untuk pemasaran  platform,  dia

    punya perhatian pada pembuatan

    dan kurasi konten. Namun hanya bisa

    mempengaruhi secara tak langsung

    pada kualitas dan kuantitas konten—seperti halnya dia tidak pernah

    mengontrol pengguna, berbedadengan cara editor mengontrol

     jurnalis.

    Hal ini mendorongnya untuk

     berpikir dan mengelola produksecara berbeda daripada koleganya

    di media. Sebagian besar manajer

    punya focus utama pada pengelolaan

    konten, dan hanya konten, karena

    konten dianggap sebagai produk.

    Mereka sedikit atau bahkan takmemiliki perhatian pada cara

    konten tersebut dikonsumsi atau

    didistribusikan atau bagaimana

    konten tersebut meningkatkan

    engagement  dan co-creation.Kini dunia ini makin menyatu.

    Manajer produk harus menjadi

    manajer konten yang baik dansebaliknya. Untuk itu, kita harus

    sadar adanya diskoneksi, sehingga

    kita bisa saling memahami.

    Diskoneksi #1: Perangkat(Toolset)

    Manajer konten seperti jurnalisdan editor bisa mempengaruhi

    kualitas dan kuantitas konten secara

    langsung karena merekalah yang

    membuat artikel atau tulisan danmengkurasinya di halaman depan.

    Lalu berharap pembaca datang danmengkonsumsi produk mereka.

    Mengembangkan produk

     berarti mengembangkan konten dan

     bagaimana mengkurasinya. Mereka

    melakukannya dengan merekrut

     jurnalis yang baik, melakukanliputan investigasi, mempelajari

    apa yang dianggap penting dan

    Kini dunia ini makin menyatu. Manajerproduk harus menjadi manajer konten yang

    baik dan sebaliknya. Untuk itu, kita harussadar adanya diskoneksi, sehingga kita bisasaling memahami.

    #02 FM_3103.indd 54 4/1/16 6:10 P

  • 8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

    6/8

    Forum Manajemen, Maret - April 2016  55

     berpengaruh, dan mendapatkan software  yang baik untuk membuat dan mengkurasi

     berita.Sebagai produk manajer, cara-cara

    atau alat-alat yang dibutuhkan untuk

    mengembangkan produk dan konten

    sangat berbeda. Alat yang dipakai adalah

    customer insights, design and user

    experience, functionality, algorithms,

    scalable technology, data and analytics. Hanya dengan mengembangkan produk

    melalui tools  atau cara-cara ini, kita

     bisa memberdayakan pengguna untuk

    mengcipta, menemukan, mengkonsumsi,

    dan engage  dengan konten. Semua itu

    mendukung hasil produk yang lebih baik.

    Diskoneksi #2: Perspektif WaktuKonten adalah sesuatu yang segar.

    Konten media, seperti berita, tak bisa

     bertahan dalam waktu lama. Sejak dibuathingga dikonsumsi, konten

    memiliki durasi hidup

     yang singkat beberapa jamsaja. Dengan logika dan

    siklus waktu yang pendek,

    manajer konten punya

    perhatian utama pada

    saat ini; hari ini; besok. 

    Perspektif waktu yang

    sangat pendek yang dimilikioleh manajer konten

     berbeda jika dibandingkan

    manajer produk teknologi

     yang memiliki roadmap dan iteration.Teknologi berkembang terus.

    Ketika satu pilihan strategis dibuat dandiluncurkan, selalu dalam asumsi bahwa

    ini merupakan terakhir sampai iteration ke

    depan mengembangkannya (atau analytics 

    mengatakan untuk mematikannya).

    Perhatian utamanya adalah menjamin

    pengalaman pengguna pada bagaimana

    pengguna bisa membuat, mengeksplorasi,dan mengkonsumsi konten.

    Ketika konten dan manajemen produkbertemu, pemain media harus bisa

    merumuskan ulang cara merekamengelola produk, baik terkait konten

    maupun cara konten itu dibuat, dikurasi,ditemukan, dan dikonsumsi.

    1. Reader First: Manajer produk harusmenempatkan kebutuhan pembacasebelum kebutuhan bisnis. You haveto care about readers and serving theirneeds first.

    2. Demos not Memos: Ungkapan ini inginmenekankan tentang aspek doing, nottalking about, projects.

    3. Prioritize: Constant re-prioritizationmenjadi dasar manajemen produk.Mengutip editor NPR Briyan Boyertentang prinsip piramida terbalikdalam penuisan berita: “Kill yourdarlings! Chop of the stuff you don’treally need.”

    4. Communicate: Komunikasi dankepercayaan menjadi satu-satunyahal yang menjadikan produk bisamaju. Pemisahan antara bidangeditorial dan bisnis di newsroommerupakan faktor utama kurangnyakomunikasi.

    5. Keep Learning: Manajer produkmenerjemahkan konsep ke dalamrealitas dan harus bisa berbicaramenggunakan bahasa yang pas agarbisa berhasil.

    6. Use Analytics: Pemahaman tentanganalytics dan pengukuran menjadisangat penting. Alat seperti Google

    Analytics bisa digunakan untukmelacak dan mendapatkan data.

    Jessica Soberman dalam ‘The master conductor’: productmanagement in journalism (2013) mengungkapkan 6 bidang yangmenjadi fokus kerja manajer produk di media.

    #02 FM_3103.indd 55 4/1/16 6:10 P

  • 8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

    7/8

    Forum Manajemen, Maret - April 201656

    Manajemen konten kini tak lagi

    hanya berkutat pada sekadar membuat

    sepotong teks lalu membiarkan penggunamenemukannya di halaman depan.

    Manajemen konten butuh seseorang

     yang menguasai pembuatan teks, kurasi

    memanfaatkan toolset   baru yang mirip

    dengan yang dimiliki oleh manajer produk.

    Sebaliknya, manajemen produk di dalamplatform konten berbasis teknologi butuh

    pengalaman editor media konvensional

    dan manajer konten—seperti dilakukan

    Facebook ketika merekrut editor

    ketika mengembangkan aplikasi berita

    (NewsFeed). Ketika konten dan manajemen

    produk bertemu, pemain media harus bisamerumuskan ulang cara mereka mengelola

    produk, baik terkait konten maupun cara

    konten itu dibuat, dikurasi, ditemukan,

    dan dikonsumsi. Paul Smalera dalam

     Editor, Product Manage Thyself (2013)memberi contoh bagaimana manajemen

    konten dan manajemen produk menyatu. Ia

    menyebutkan salah satu proyek jurnalisme

    multimedia yang diluncurkan The New York

    Times berjudul Snowfall: The Avalanche at

    Tunnel Creek  (2012)—bisa diakses melaluilink  nyti.ms/1dQ0jHo. Karya jurnalistik

     berisi tulisan panjang, dilengkapi dengan

    gambar, suara, slideshow, dan video menarik

    ini bahkan berhasil mendapat hadiahPulitzer 2013 kategori tulisan  feature.Contoh ini menunjukkan bahwa media di

    era ini tak cukup sekadar menghadirkan teksdi layat monitor dan berharap pembaca bisa

    menemukannya.

    Paul Smalera juga menekankan pen-

    tingnya editor konten juga menjadi manajer

    produk. Di sini, seorang editor harus

    membangun kontak dengan konsumen dan

    perlu membantu memikirkan cara kontenmereka hadir ke hadapan pembaca. Mereka

    tak perlu menjadi desainer atau coder;

    mereka hanya perlu duduk di meja yang

    sama seperti orang lain, dan menjelaskancara konten mereka menjadi sungguh

     bernilai, menjadi konsensus, dan bekerjadengan kolega-kolega lain untuk membantu

    spesikasi, mendesain, membangun, danmerilis kode yang bisa membawa nilai-nilai

    itu ke hadapan pembaca.

    Karena itu, media harus berhubungan

    dengan pembaca. Terkait dengan

    interaktivitas, media-media besar sejauh inimasih satu arah (one-way street). Padahal,

    membangun atau memelihara hubungan

    dengan pembaca pada level redaksi dalam

    membuka semua nilai, pemahaman, dan bahkan pemasukan. Hanya editor yang

    memahami cara mendapatkan data dari

    tim yang bersedia memberikan, akan

    mendapatkannya, kemu-dian mampu

    memanfaatkannya. “Pihak yang harus

    menyelamatkan jurnalisme bukanpenerbit atau perusahaan, namun jurnalis.

    Jurnalis hanya punya sedikit pilihan: bisa

    menghasilkan uang (make money); menjadi

     yang terbaik, setidaknya di salah satu bidang

    liputan tertentu; dan selalu menyajikan hal

     baru (be novel,” pesan Paul Smalera. 

    Manajemen Produk MediaSenada dengan Paul Smalera, menurutEspen Sundve (2015), manajemen produk

    di media adalah campuran (hybrid)  antara

    manajemen konten dari aspek jurnalisme

    dan manajemen produk dari aspekteknologi--bukan jurnalisme dan teknologi

     yang terpisah atau berjalan sendiri-sendiri

    (seperti terjadi di sebagian besar perusahaan

    media).

    Di sini media membutuhkan

    manajer media generasi baru. Bisa jadisaat ini sulit untuk bisa menemukan

    manajer produk di bidang teknologi yang

     bagus, apalagi menemukan orang dengan

    kompetensi keduanya (jurnalisme danteknologi). Manajer produk di media adalah

    seseorang yang bertanggung jawab untuk (1)

    menyusun konten dan strategi produk (2)memprioritaskan apa yang akan ditulis dan

    dibangun (3) menjamin konten yang baik,dengan desain dan kode yang mendukung.

    Untuk mewujudkan hal itu, manajer produk

    harus mampu memenuhi diagram Venn

    menyangkut komponen inti dari semua

    inovasi produk di media sebagai berikut:

    Sederhana, Tak MudahMenurut Espen Sundve (2015),

    langkah utama yang harus dilakukanadalah menemukan (atau membangun)

    seorang manajer produk yang bisa eksis danmerasa nyaman berada di persimpangan

    sempit antara jurnalisme, user experience, 

    teknologi, dan data. Untuk bisa mewujudkan

    perubahan, manajer butuh kekuatan riil

    dan tim yang kuat. Jika manajer produk

    diharapkan bisa menerapkan strategi,

    membuat prioritas, dan mengeksekusi baik jurnalisme dan teknologi; lalu timnya

    #02 FM_3103.indd 56 4/1/16 6:10 P

  • 8/16/2019 Dekonstruksi Media: Koneksi JURNALIS dengan TEKNISI TI

    8/8

    Forum Manajemen, Maret - April 2016  57

     juga harus (bisa) melakukan hal yang sama. Tanpa adanya otonomi,

    mandat penuh, dan tim yang lintas

    fungsi, manajer produk tak berarti

    apa-apa. Dia hanya seseorang yangpunya banyak gagasan namun

    minim eksekusi. Jika menemukan

    calon manajer di media sulit, apalagimembongkar hirarki di perusahaan

    media besar dan memperkuat

    otonomi tim lintas fungsi. Gagasan

    tentang manajer produk campuran

    (hybrid)  ini sangat sederhana,

    namun sangat sulit diwujudkan.

    Espen Sundve (2015) percayamedia yang sehat dengan jurnalisme

     yang baik melalui produk media

     yang juga baik bisa terwujud jika

    media atau manajemen mediamampu (1) menerima bahwa

    produk media adalah pertalianantara jurnalisme dan teknologi, (2)

    menggabungkan manajemen konten

    dengan manajemen produk berbasis

    teknologi (3) memberdayakanmanajer media generasi baru dengan

    otonomi tim lintas fungsi yang

    mampu menyampaikan inovasimelalui jurnalisme, user experience 

    dan teknologi—digabungkan dengandata dan seni. Ada beberapa startup 

    media yang telah melakukannya. Jika

    media tradisional bisa bergabung

    dengan mereka; kita bisa melihatsebuah puncak gunung es: apa yang

     bisa dilakukan media dalam hal

    inovasi.Di sinilah peran manajemen

    produk menjadi penting. Seorang

    manajer produk bisa membangun

     banyak hal yang luar biasa, namun

    “Perusahaan media akan mati jika tidakbisa menemukan model bisnis yang tepat. Aspek bisnis juga akan mati tanpa produkpemberitaan yang vibrant dan fungsional.Menjalankan hal ini secara tepat menjadi

    krusial bagi sebuah media untuk bisasurvive,”

    KOMPONEN INTI INOVASIPRODUK DI MEDIA

    PENGALAMAN PENGGUNA(desain, UX, Relasi pelanggan)

    TEKNOLOGI(Teknisi perangkat luna k & Operasional)

    DATA(Analisa & Pembelajaran)

    JURNALISME (Produksi & Publikasi)

    SUMBER: ESPEN SUNDVE 2015

    peran produk dalam satu newsroom merupakan bagian integral dari

    keberlanjutan sebuah organisasi

    media. “Perusahaan media akan mati

     jika tidak bisa menemukan model bisnis yang tepat. Aspek bisnis juga

    akan mati tanpa produk pemberitaan

     yang vibrant dan fungsional.Menjalankan hal ini secara tepat

    menjadi krusial bagi sebuah media

    untuk bisa survive,” tegas Jessica

    Soberman.*