Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

60
Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan Kiwari Bhakti Alamsyah Imam Faisal Pane Program Studi Arsitektur Fakultas Teknk Universitas Sumatera Utara 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan sudah sedemikian pesatnya, sedemikian pesat sehingga seolah-olah meninggalkan yang ada di belakang. Sesuatu yang baru tampak menjadi lebih menarik, begitu juga pada saat pertama kali diperkenalkan suatu yang baru yaitu “dekonstruksi” di dunia arsitektur. Arsitektur telah terlalu lama terpaku pada kebiasaan yang menimbulkan kebosanan, munculnya perspektif baru tersebut membuat para arsitek dapat menghirup udara secara bebas. Banyak cara dan teknik yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebosanan dalam menghadirkan sebuah karya ciptaan arsitektur, dan inilah yang ditawarkan oleh “dekonstruksi”. Dengan faham baru ini, apakah hal ini merupakan suatu pertanda bahwa telah terjadi suatu pergeseran dalam ciptaan arsitektur didalam. Oleh karena itu penjelasan mengenai dekonstruksi akan menguraikan apakah pergeseran tersebut benar-benar terjadi. Arsitektur memang tidak sepatutnya dilihat sekedar sebagai produk, dengan penekanan pada gaya yang “fotogenik”, melainkan lebih sebagai proses, yang mengandung makna yang dalam dengan partisipasi aktif dari segenap penggunanya (users). Dalam proses tersebut, memang kemungkinan akan tercipta suatu lingkungan yang terkesan kurang teratur, tidak sesuai dengan gambaran ideal yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun kalau ketidakteraturan itu ternyata malah cocok dengan perikehidupan manusianya, kita tidak perlu terlalu risau. “Chaos is another form of order”, begitu pendapat Jones (1984 : 8). Proses penciptaan karya arsitektur, bahkan e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 1

Transcript of Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Page 1: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan Kiwari

Bhakti Alamsyah Imam Faisal Pane

Program Studi Arsitektur

Fakultas Teknk Universitas Sumatera Utara

1 PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan sudah sedemikian pesatnya, sedemikian pesat sehingga

seolah-olah meninggalkan yang ada di belakang. Sesuatu yang baru tampak menjadi lebih

menarik, begitu juga pada saat pertama kali diperkenalkan suatu yang baru yaitu

“dekonstruksi” di dunia arsitektur. Arsitektur telah terlalu lama terpaku pada kebiasaan

yang menimbulkan kebosanan, munculnya perspektif baru tersebut membuat para arsitek

dapat menghirup udara secara bebas. Banyak cara dan teknik yang dapat dilakukan untuk

menghilangkan kebosanan dalam menghadirkan sebuah karya ciptaan arsitektur, dan

inilah yang ditawarkan oleh “dekonstruksi”. Dengan faham baru ini, apakah hal ini

merupakan suatu pertanda bahwa telah terjadi suatu pergeseran dalam ciptaan arsitektur

didalam. Oleh karena itu penjelasan mengenai dekonstruksi akan menguraikan apakah

pergeseran tersebut benar-benar terjadi.

Arsitektur memang tidak sepatutnya dilihat sekedar sebagai produk, dengan penekanan

pada gaya yang “fotogenik”, melainkan lebih sebagai proses, yang mengandung makna

yang dalam dengan partisipasi aktif dari segenap penggunanya (users).

Dalam proses tersebut, memang kemungkinan akan tercipta suatu lingkungan yang

terkesan kurang teratur, tidak sesuai dengan gambaran ideal yang telah ditetapkan

sebelumnya. Namun kalau ketidakteraturan itu ternyata malah cocok dengan

perikehidupan manusianya, kita tidak perlu terlalu risau. “Chaos is another form of

order”, begitu pendapat Jones (1984 : 8). Proses penciptaan karya arsitektur, bahkan

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 1

Page 2: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

sampai ke skala perancangan perkotaan, merupakan kegiatan dinamis yang lebih mirip

dengan musik atau tari, tidak statis seperti lukisan atau patung.

Para arsitek dapat belajar banyak dari kegagalan (disamping juga barang tentu

keberhasilan) berbagai gerakan arsitektur terutama mulai dari Gerakan Arsitektur Modern

pada awal 1920-an, Neomodernism, Rationalism, Structuralism, sampai dengan

merebanya pengaruh Arsitektur Post Modern pada tahun 1980-an. Semua gerakan itu

berkembang dengan pesat, perlu dicermati tidak hanya untuk kepentingan pengembangan

ilmu semata-mata, melainkan juga untuk menelaah upaya peningkatan mutu ciptaan

karya arsitektur.

Selanjutnya belakangan ini telah timbul suatu fenomena baru didalam dunia arsitektur

yaitu Arsitektur Dekonstruksi, dimana semakin bertambah waktu semakin marak seiring

dengan munculnya fenomena Postmodernisme di bidang filsafat, kebudayaan, seni,

sastra, agama serta politik. Ada semacam arus kuat dari bawah (arus bawah) yang muncul

dari kelompok-kelompok marjinal yang tersisih yang selama ini dibungkam oleh

kekuatan-kekuatan arus atas yang mempertahankan kemapanan (status quo) dengan

segala aturan-aturannya. Dapat diduga gugatan arus bawah ini muncul karena adanya

ketidak-beresan pada sistem yang ada, entah itu berupa ketidak-adilan ataupun ekses-

ekses yang timbul dari para pelaku sistem.

Dengan atau tanpa label, gejala yang disebut “Dekon” secara nyata telah dirasakan

kehadirannya dalam bidang arsitektur. Namun adalah tugas para teoretikus dan kritikus

arsitektur untuk meneliti lebih mendalam gejala tersebut, mengidentifikasi-kan

karakteristiknya, mengemas dan membubuhinya dengan label yang dianggap paling tepat,

serta mendaurnya dalam wacana arsitektural.

Upaya untuk menengarai rancangan dekonstruksi pada suatu karya yang secara kasat

mata memang dieksposisikan melalui wujud bentukan dan rupa arsitektur dekonstruksi,

nampaknya akan lebih mudah jika dibandingkan dengan yang lebih ‘tersembunyi’.Latar

belakang pemikiran-pemikiran dekonstruksi lebih banyak dipengaruhi oleh ‘sesuatu’

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 2

Page 3: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

yang metafisik – transedental. Perkembangan ilmu pengetahuan sudah sedemikian

pesatnya, sedemikian pesat sehingga seolah-olah meninggalkan yang ada di belakang.

Sesuatu yang baru tampak menjadi lebih menarik, begitu juga pada saat pertama kali

diperkenalkan sutu yang baru yaitu “dekonstruksi” di dunia arsitektur. Arsitektur telah

terlalu lama terpaku pada kebiasaan yang menimbulkan kebosanan, munculnya perspektif

baru tersebut membuat para arsitek dapat menghirup udara secara bebas. Banyak cara dan

teknik yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebosanan dalam menghadirkan

sebuah karya ciptaan arsitektur, dan inilah yang ditawarkan oleh “dekonstruksi”.

Gedung Menara Mesiniaga karya Kenneth Yeang, Auditorium Inamori di Universitas

Kagoshima karya Tadao Ando dan Kantor Wismakharman karya Andy Siswanto

mempertegas kekuatan karakter dari masing-masing arsiteknya. Latar belakang

pemikiran-pemikiran dekonstruksinya lebih banyak dipengaruhi oleh “sesuatu” yang

metafisik – transedental. Secara halus “message” dekonstruksinya dimunculkan melalui

kontemplasi metafisiknya terhadap fenomena alam. Ketiga karya diatas sangat relevan

untuk diangkat sebagai arsitektur kontemporer karena kehadirannya muncul di tengah-

tengah hangar-bingarnya arsitektur dekonstruksi pada saat ini, dan ternyata ia masih bisa

tetap eksis dengan gayanya yang tersendiri.

Pelacakan terhadap indikasi ada-tidaknya implementasi nilai-nilai dekonstruksi pada

karya arsitektur ini memang lebih banyak merupakan interpretasi subyektif yang

mengacu pada kajian gambar-gambar sebagai teks. Namun bagaimanapun juga upaya ini

sah-sah saja sejauh untuk kepentingan memperluas pengetahuan dan wacana ilmiah

arsitektural yang memang harus selalu berkembang melalui media apresiasi dan kritik

semacam ini. Barangkali Kenneth Yeang, Tadao Ando, dan Andy Siswanto tidak pernah

punya keinginan bahwa karyanya akan dapat “ditebak” sebagai arsitektur dekonstruksi,

sebagaimana sikap para arsitek dekonstruksi lainnya. Akhirnya apa yang dilakukan oleh

Michael Benedikt terhadap The Kimbell Art Museumnya Louis Kahn tentu menjadi

acuan dalam pelacakan ini dari ketiga bangunan diatas yang merupakan karya Kenneth

Yeang, Tadao Ando, dan Andy Siswanto

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 3

Page 4: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

2 DEKONSTRUKSI DALAM KONTEKS RANCANGAN KIWARI

FILOSOFI DEKONSTRUKSI

Deconstruction merupakan tema wacana yang aktual yang mempertuatkan filsafat dengan

masyarakat arsitek; dari mahasiswa, praktisi hingga pelajar dan pengajar sejak tahun

1987. Gagasan Decontruction bukan dari seorang arsitek, tetapi dari pemikir dan kritisi

literatur yaitu Jacques Derrida. Gagasan ini menyebar luas melalui karya-karya Derrida

(1921) sejak terbitnya De la Grammatologie (1976) hingga La Verite en peinture (1987).

Seperti apa yang dikatakan diatas bahwa berbicara tentang Dekonstruksi dengan

sertamerta menyeret kita pada nama penting yang nampaknya telah identik dengan

Dekonstruksi itu sendiri, yakni Jacques Derrida. Tokoh Strukturalisme, Derrida lahir di

Algiers tahun 1930, mengajar filsafat Ecole Normale Superieure di Paris, dan beberapa

universitas di Amerika Serikat. Karya-karya Derrida yang telah diterjemahkan ke dalam

bahasa Inggris adalah: “ Speech and Phenomenon” (1973); “Writing and Difference”

(1978); “Of Grammatology” (1974); Dissemination” (1981); “Margins of Philosophy”

(1982). Apa relevansi filsafat Dekonstruksi Derrida ?.

Untuk dapat mengikuti pikiran Derrida tentang Dekonstruksi, sebaiknya kita tinjau

sepintas obyek penyelidikan filsafat Barat. Tanpa memahami pola pikir para filsuf barat

akan sulit mengikuti jalan pikiran tersebut.

Ada dan Hadir

Dekonstruksi sebagai suatu pemikiran tidak terlepas dari tardisi filsafat Barat yang

menyelidiki metafisika. Metafisika adalah suatu cabang filsafat yang menyelidiki

kenyataan utama (ultimate reality). Pertanyaan tentang kenyataan tersebut adalah “ADA”.

Dalam pengertian orang Yunani Kuno, fisika itu pada mulanya adalah suatu upaya untuk

mengamati sifat mendasar semua benda. Esensi semua benda terletak pada ke-ADA-

annya. Ada, menjadi obyek penelusuran metafisika Barat hingga kini.

Ada itu dapat kita ketahui darimana ?. Dari hadir, itulah yang lebih mudah kita ketahui

karena dapat langsung berhubungan dengannya. Hadir juga mengandung pertanyaan di

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 4

Page 5: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

sekitar tujuannya seperti: hadir demi hadir; hadir demi berfikir; hadir demi pengetahuan;

hadir demi (ke)manusia(an); hadir demi yang absolut; hadir demi cinta; hadir demi

kesadaran; hadir demi subyek; hadir untuk merusak; dan seterusnya.

Tanda dan Bekas

Bagaimana kita tahu tentang hadir ?. Itu pertanyaan selanjutnya yang menarik para

pemikir. Jawabannya yang mudah adalah: dari tanda. Tanda adalah sesuatu yang

menggantikan sesuatu. Dalam hal ini tanda menggantikan hadir. (Tanda adalah suatu

kategori yang lebih luas daripada simbol. Simbol selalu diciptakan manusia, sedangkan

tanda tidak selalu). Dengan ada tanda, benda aslinya tidak perlu lagi hadir, asal tandanya

hadir. Kehadiran tanda itu meyakinkan kita tentang ke-ADA-an sesuatu itu. Tanda itu

pengganti sementara yang menunda kehadiran obyek yang ditandai.

Selanjutnya, bagi Derrida, tanda itu tidak berdiri sendiri atau mendahului tuturan dan

tulisan, melainkan, tanda ditampilkan dalam tuturan dan tulisan kita. Kata-kata, yang

dalam hal ini mengandung tanda, menunjukan pada kata-kata lain. Bila kata dalam

bahasa sebagai teks, maka setiap teks menunjukan kepada teks-teks lain atau jaringan

teks lain. Dalam kaitan itu, diskursus (wacana) sebagai kumpulan pernyataan hasil

pembicaraan suatu disiplin kajian, menunjuk kepada bagian-bagian lain. Bila metafisika

selama ini melihat Tanda dalam rangka Ada sebagai kehadiran, maka Derrida melihat

kehadiran dalam rangka jaringan tanda yang menunjuk ke yang satu pada yang lain.

Tanda, dengan demikian akan ada arti bila hadir bersamaan dengan tanda lain.

Tanda dan Bekas

Bagi derrida tanda perlu dipikirkan sebagai bekas atau jejak. Jejak memberitahukan kita

bahwa ada sesuatu yang terjadi, jadi ada sesuatu yang hadir, dan sesuatu itu ada. Jadi bila

ditelusuri, urutan ke-tahu-an akan kita mulai dari bekas. Bekas itu tidak mempunyai

substansi atau bobot, dia hanya menunjukkan hal-hal lain. Bekas tidak dapat kita pahami

sebagai dirinya sendiri, karena yang meninggalkannya itulah yang perlu kita cari.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 5

Page 6: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Dari permulaannya, kita menelusuri bekas untuk mencari obyek, jadi bekas mendahului

obyek. Penelusuran tentang Ada perlu kita mulai dari Bekas. Oleh sebab itu bekas tidak

boleh dihapus, karena begitu dia dihapus, hilanglah seluruh jejak, dan hilang pula

kesempatan bagi pengamat untuk tahu tentang sesuatu.

Bekas bukan suatu akibat, dalam arti bahwa dia tidak memiliki arti dirinya sendiri, tetapi

adalah suatu penyebab. Dalam kalimat yang sulit ini kita perlu kaitkan dengan penjelasan

sebelumnya bahwa bekas itu mendahului obyek penyelidikan (Ada), dari situ kita mulai

mencari. Dengan demikian dia menyebabkan sesuatu itu terungkap.

Dalam kaitan dengan Bekas ini, Tanda tidak lagi bersifat sementara. Tanda mendahului

kehadiran. Tanda selalu ada sebelum obyek. Obyek timbul dalam jaringan tanda.

Bagi Derrida jaringan tanda itu sama dengan teks. Teks itu seperti tenunan atau rajutan,

yang tidak ada artinya bila tidak dalam bentuk jaringannya. Dengan demikian segala

sesuatu yang ada itu berupa teks. Makna selalu tertenun dalam teks.

Penerjemahan dalam kaitan itu dapat kita anggap sebagi upaya menggantikan teks yang

satu dengan teks lain. Terjemahan seperti transformasi yang berarti perubahan bentuk

oleh substansi atau pengganti

Logologi dan Gramatologi

Dalam filsafat Barat atau metafisika, bahasa adalah logologi atau bahasa lisan. Logos

berarti perkataan, kata ucapan, dan juga rasio pikiran. Di sini yang diutamakan adalah

suara (phone) atau tuturan. Makna suatu tulisan datang dari luar, sedangkan ucapan

bersatu dengan kata. Sebagai contoh yang menyampaikannya. Ucapan “sialan” yang

pelan menandakan suatu keakraban, dan maknanya akan berbeda sama sekali bila orang

menguucapkannya dengan keras.

Filsafat Barat sebelum Derrida lebih mengunggulkan bahasa lisan daripada bahasa

tulisan. Ini berkaitan dengan logosentrisme Barat. Kecenderungan ini belatar belakang

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 6

Page 7: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

atas keyakinan beberapa filsuf terkenal akan kekuatan ucapan yang langsung

megantarkan arti katanya. Begitu ucapan diganti oleh tulisan maka artinya akan

terkorupsi. Selain itu ada bukti bahwa tulisan itu mengikat, dan penjajah sangat mudah

memakainya untuk memanipulasi jajahannya yang pada umumnya hanya

mengembangkan bahasa lisan.

Derrida ragu atas keunggulan tersebut, dan dia juga ragu terhadap logocentrisme yang

mengandaikan Ada dalam kehadiran. Bagi dia setiap jenis bahasa adalah tulisan, untuk

itu logologi perlu diubah menjadi gramatologi. Gramma itu tanda dari tanda. Namun

demikian filsafat barunya tetap suatu logi, masih dalam suasana kehadiran. Dengan

demikian tetap ada kekurangan.

Kekurangan tersebut menyebabkan retakan. Oleh sebab itu perlu didekonstruksi. Dengan

mendekonstruksi teks-teks lain Derrida menyajikan teks baru yang berupaya melebihi

teks lama. Dia mencoba dalam teks barunya menyatakan sesuatu yang tidak dikatakan

dalam teks itu, di sini terjadi apa yang dia sebutkan sebagai affirmation. Dia pernah

menyusun buku yang dalam halamannya memuat dua belahan tulisan sekaligus. Di

belahan kiri adalah teks lama dan belahan baru teks yang ditambahkan. Keistimewaannya

adalah, bila pembaca membaca secara menyambung dari (baris yang sama) kiri ke kanan,

kalimatnya akan menyambung dan memberi arti lebih.

Untuk mendekonstruksi teks, dia menggunakan konsep baru difference, suatu kata yang

terdiri dari difference (perbedaan) dan defferer (menunda). Differ dan deffer dalam

ucapan sama bunyi sehingga tidak dapat kita bedakan. Mereka akan berbeda bila kita

tuliskan. Melalui ke dua kata ini Derrida menunjukkan kelemahan bahasa ucapan.

Bahasa dengan demikian merupakan proses temporal. Apabila kita membaca, makna

yang dikandungnya senantiasa ditangguhkan. Sebuah tanda mengantarkan kita pada tanda

yang lain, dan makna yang muncul lebih awal diubah oleh yang muncul kemudian.

Makna tidak pernah identik dengan tanda. Makna berubah menurut konteks atau rantai

penanda yang mengikatnya. Dalam konteks yang berbeda, tanda memiliki makna yang

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 7

Page 8: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

berbueda pula. Contohnya istilah “Pharmakon”, yang berarti racun atau obat penyembuh.

Makna istilah tersebut tidak bisa ditetapkan karena berubah menurut konteks

(undecidable). Akhirnya dapat dijelaskan bahwa elemen-elemen bahasa tidak bisa

didefinisikan, karena harus senantiasa dibaca/ ditelusuri dalam kaitan dengan yang lain.

Difference

Difference adalah suatu strategi yang dipakai oleh Derrida untuk melakukan

dekonstruksi. Kata itu khusus diciptakan olehnya, dan oleh sebab itu dia itu sendiri tidak

ada. Hal ini tentu menimbulkan paradoks bila kita mengikuti pemikiran logi. Namun

justru Derrida ingin memperlihatkan logi itu bermasalah sehingga memunculkan sesuatu

yang tidak ada sebelumnya.

Difference menunjukan pada sesuatu yang menunda kehadiran. Dalam hal ini selalu ada

kaitan dengan tanda sebagai penunda hadir. Proses penundaan ini sebagaimana

terkandung dalam kata deffer yang membentuk kata difference. Dalam pembongkaran

kita perlu menemukan apa yang menunda teks tertentu.

Difference itu suatu kegiatan yang memilahkan akar bersama bagi semua kutub-kutub

yang bertentangan. Akar konsep-konsep yang beroposisi seperti inderawi dan rasional,

intuisi dan representasi, alam dan kultur. Dengan demikian dia selalu menunjukan

kekutuban dari yang hadir itu.

Difference itu hasil semua perbedaan yang menjadi syarat bagi penimbulan setiap makna

dan setiap struktur. Perbedaan membuka kesempatan bagi pemunculan arti baru dan

susunan baru suatu teks (kumpulan kata-kata). Ini berarti melalui kebalikan dan

perbedaan itu kita akan mengahdirkan yang kira-kira tertunda itu.

Difference tidak boleh dibayangkan sebagai asal-usul, atau identitas terakhir yang

melebihi semua perbedaan faktual. Dalam hal ini difference bersifat terhingga. Difference

itu suatu gerakan yang belum selesai. Dia dapat menunjukkan keberlangsungan

perbedaan antara Ada dan Adaan terus-menerus. Disini kita perlu memahami posisi

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 8

Page 9: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Derrida dalam kaitan dengan pendahulunya seperti Martin Heidegger, dan Lavinas.

Konsep Ada dan Adaan ini melekat pada metafisika Barat tentang kehadiran dan

keberadaan.

Bila ingin melakukan dekonstruksi dalam tradisi Derrida, difference adalah langkah-

langkah yang perlu kita ambil. Namun langkah-langkah tersebut amatlah sulit bagi

mereka yang tidak memahami konteks timbulnya konsep-konsep Derrida tersebut. Kita

perlu ingat bahwa yang Derrida berupaya memperbaiki oleh banyak orang. Jadi dia

mencoba membongkar apa yang belum, atau tertunda dalam teks-teks mengenai esensi

sesuatu itu. Dalam hal ini target dekonstruksi adalah yang esensial, bukan sesuatu yang

bersifat permukaan.

Bila difference itu tidak ada, demikian juga dekonstruksi dalam arti perumusannya. Kata

itu sendiri mengandung arti destruksi atau membongkar lapisan struktur dalam suatu

sistem; dan abbau (Bahasa Jerman) yang menyusun kembali setelah memilah (pisah)kan

bangunan untuk melihat susunannya.

Melihat penjelasan diatas, maka sekarang timbul suatu pertanyaan yaitu “Apa

relevansinya terhadap Arsitektur”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu kita akan

mengkaji lebih dalam lagi tentang jabaran filsafat Dekonstruksi Derrida yang telah

dijelaskan diatas.

Dibawah ini selanjutnya akan dijelaskan apa dan bagaimana sebenarnya Arsitektur

Dekosntruksi yang telah merambah lingkup Arsitektur sejak diperkenalkan pertama

sekali pada pameran mengenai Arsitektur Dekonstruksi yang diadakan di Museum Seni

Modern di New York pada bulan Juli dan Agustus 1988

SEJARAH ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI

Sejak pameran mengenai Arsitektur Dekonstruksi yang diadakan di Museum Seni

Modern di New York pada bulan Juli dan Agustus 1988, Dekonstruksi menjadi sebuah

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 9

Page 10: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

aliran baru dalam Arsitektur dan dapat meneruskan atau menggantikan gaya Internasional

(International Style), yang dalam tahun tigapuluhan juga diperkenalkan dalam Museum

yang sama. Tentu ini merupakan sukses besar bagi para dekonstruktivis yang ikut

pameran itu, yaitu : Frank O. Gehry, Daniel Libeskind, Ren Koolhaas, Peter Eisenman,

Zaha M. Hadid, Coop Himmelblau dan Bernard Tschumi. Sebenarnya yang

memperkasai untuk menerapkan konsep dekonstruksi dalam bidang arsitektur pertama

kali adalah Bernard Tschumi. Selanjutnya, bersama mantan mahasiswanya yang bernama

Zaha Hadid dan Peter Eisenman, mencoba memperkenalkannya melalui pameran dengan

nama “Deconstruction Architecture”.

Pada sebuah simposium di “Tate Gallery” di London dalam bulan Maret 1988 terjadi

beda pendapat antara pihak yang berpegangan pada hubungan Dekonstruksi dengan

filsafat dan pihak yang memandang Dekonstruksi sebagai perkembangan Sejarah Seni

dan Konstruktivisme Rusia. Sukses ini berkat kombinasi filsafat Dekonstruksi; Jacques

Derrida dan Konstruktivisme Rusia. Karena itu penting untuk meninjau pertalian antara

teori dan praktek, antara renungan dan rancangan. Pada bulan Oktober tahun 1985 pada

Colloquium di Paris duapuluh orang Arsitek, filsuf dan kritisi membicarakan peran teori

dalam Arsitektur dari arti Arsitektur bagi filsafat.

Aliran Dekonstruksi tidak terdapat dalam Arsitektur saja, bahkan Jacques Derrida telah

mulai menerapakannya lebih dahulu di dalam sastra. Sebuah teks didekanstruk untuk

menemukan logik yang bertentangan dalam akal dan implikasi, dengan tujuan untuk

menunjukkan bahwa sebuah teks tidak pernah setepatnya mengandung arti yang hendak

dikatakannya atau tidak mengatakan yang dimaksudkan. Derrida berpendapat bahwa

kegiatan Tschumi dan Eisenman dalam Arsitektur sama dengan perbuatannya dalam

filsafat, yaitu kegiatan Dekonstruksi.

PENGERTIAN ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI

Dekonstruksi adalah istilah yang digunakan pertama kalinya pada tahun 1967, oleh

Jacques Derrida, seorang ahli bahasa yang juga filsuf dan budayawan Perancis kelahiran

Algeria, tahun 1930. Pakar ini menelaah secara radikal teori ilmu bahasa yang pada

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 10

Page 11: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

waktu itu menganut Strukturalisme yang pernah dikembangkan oleh Ferdinand de

Saussure antara tahun 1906-1911. Dekonstruksi juga merupakan reaksi terhadap

modernisme dalam perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan filsafat. Modernisme

dalam perkembangan filsafat ilmu berdasar pada ratio, logos dalam intelektual manusia.

Sebagaimana peranan logos, yaitu menciptakan, mengorganisasi, menyusun suatu jalan

pikiran dengan sistem yang jelas, maka hal-hal yang kecil, hal-hal yang dasar menjadi

hilang. Pengalaman individual, pengalaman pribadi yang begitu “kaya” biasanya

dihilangkan demi mencapai suatu konstruksi yang jelas, tegas dan tepat.

Kata ‘dekonstruksi’ dipergunakan Derrida dalam buku De la Grammatologie, di mana

kata tersebut merupakan terjemahan dari istilah Heidegger, yaitu: destruktion dan abbau.

Dalam konteks ini, keduanya mempunyai kesamaan pengertian sebagai: operasi yang

dilakukan atas struktur atau arsitektur ‘tradisional’ dari konsep dasar ontology atau

metafisik barat (occidental). Tetapi dalam bahasa Perancis, istilah destruction

mengimplikasikan suatu pengancuran total, tetapi Derrida tidak menginginkan adanya

penghancuran yang total itu. Untuk itulah Derrida memakai kata ‘deconstruction’ yang

diketemukannya dalam Littre untuk menandai maksudnya dalam bahasa Perancis.

Rumusan Derrida mengenai dekonstruksi (deconstruction) tidak pernah secara definitif

diperoleh. Kesulitan terletak pada Phenomenon deconstruction sebagai gejala “mengada”

yang tidak pernah menuju ke arah kebakuan. Derrida mengatakan bahwa “dekonstruksi

bukan semata-mata metoda kritis”. Metoda kritis perlu diartikan sebagai memiliki sifat

kritis terhadap dirinya sendiri. Dengan hakekat kritis ini maka wilayah jelajah

dekonstruksi tidak dibatasi pada konteks filosofi saja. Selain itu, oleh Derrida

dekonstruksi juga dianggap bukanlah merupakan metoda berpikir yang destruktif, karena

senantiasa membongkar habis struktur-struktur makna dan bangun suatu konsep. Menurut

Derrida “sikap dekonstruksi senantiasa afirmatif dan tidak negatif”, sebab sesuatu yang

negatif tidaklah membuka diri pada pencarian pemahaman lebih utuh.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 11

Page 12: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Kita harus belajar menganggap Arsitektur sebagai kegiatan berfikir, bukan sebagai

pernyataan ide-ide. Membangun dan berfikir perbandingannya tidak sama dengan praktek

dan teori.

Derrida menginginkan transformasi sehingga membangun adalah sebanding dengan

menulis. Seperti arsitek memberi bentuk pada tempat dan dengan demikian menciptakan

ruang dalam kota, penulis memberi bentuk pada bahasa untuk membuat ruang bagi

diskusi. Demikianlah bagi Derrida menulis adalah suatu bentuk tunggal.

Peter Eisenman memandang Arsitektur juga sebuah teks, dibangun dengan tanda-tanda.

Ia merancang sebuah Arsitektur yang tidak menutup, tidak menyatukan atau menyeluruh,

akan tetapi membuka, menghambur, membagi dan dengan demikian mendekati situasi

ketidakpastian mendasar manusia. Ia menolak kepastian dan nilai lama dan ingin

memperbaiki Arsitektur menjadi kekuatan positip dalam dunia, yang mampu memdidik

dan berkomunikasi. Ia selalu mencari pembenaran linguistik dan filsafat bagi Arsitektur.

Demikianlah Dekonstruksi telah berperan besar dalam menggerogoti teori-teori

fungsionalis lama arsitektur. Bilamana kita ingin belajar mengerti Dekonstruksi lebih

baik, perlu kita menempatkannya diantara aliran-aliran aktual baru yaitu Regionalisme

Kritikal dan Pasca Modernisme.

Regionalisme kritikan antara lain diwakili oleh Kenneth Frampton, ditandai oleh

pencarian keunikan kawasan, memperbaiki tempat semula, melindunginya terhadap

kesesatan madernitas. Arsitektur sebagai penolakan budaya tunggal dan kapitalisme.

Bahasa Arsitektur setempat harus direkfleksikan secara kritikal dalam rancangan-

rancangan baru.

Filsafat dekonstruksi Derrida sangat relevan karena menawarakan pemahaman dan

perspektif baru tentang arsitektur, sehingga proses pemikiran kembali (rethinking) premis

dan kaidah tradisional arsitektur dapat dilakukan. Dekonstruksi telah menggariskan

prinsip-prinsip penting sebagai berikut : (Iwan Sudrajat, Sketsa, edisi 11, 1995, hal-24).

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 12

Page 13: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

a. Tidak ada yang absolut dalam arsitektur. Tidak ada satu cara atau gaya yang

terbaik, atau landasan hakiki di mana seluruh arsitektur harus berkembang. Gaya

klasik tradisional, modern dan lainnya mempunyai posisi dan kesempatan yang

sama untuk berkembang.

b. Tidak ada ontologi dan teologi dalam arsitektur. Tidak ada tokoh atau sosok yang

perlu didewakan atau disanjung.

c. Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus segera diakhiri.

Perkembangan arsitektur selanjutnya harus mengarah pada keragaman pandangan

dan tata nilai.

d. “Visiocentrism” atau pengutamaan indera penglihatan dalam arsitektur harus

diakhiri. Potensi indera lain harus dimanfaatkan pula secara seimbang.

e. Arsitektur tidak lagi identik dengan produk bangunan. Arsitektur terkandung

dalam ide, gambar, model dan fisik bangunan dengan jangkauan dan aksentuasi

yang berbeda.

PRINSIPAL DEKONSTRUKSI MENURUT MICHAEL BENEDIKT

Dalam upayanya untuk mengupas lebih dalam mengenai dekonstruksi, Michael

Benendikt dalam bukunya “Deconstructing The Kimbell” mencoba menunjukkan bahwa :

Pemikiran Derrida sangat unik dan produktif bagi arsitektur.

Hal ini sering terjadi dan sebatas penamaan kembali atas prosedur dan sikap-sikap

yang umum dipakai dalam disain arsitektur modern dan perbelajaran dalam disain.

Banyak tafsiran tentang dekonstruksi dengan sudut pandang berlawanan yang

dihadirkan melalui cara pembacaan sebuah karya secara berbeda.

Dengan berdasarkan pada pengertian dekonstruksi diatas, Michael Benedikt akhirnya

memilih empat cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa jauh

dekonstruksi berlaku pada sebuah karya arsitektur, seperti yang dilakukannya pada karya

Louis Kahn, yaitu Museum Kimbell (Benendikt, 1991). Keempat prinsipal dekonstruksi

yang dapat ditransformasikan dan diaplikasikan melalui arsitektur tersebut adalah:

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 13

Page 14: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

DIFFERENCE

Difference menurut Derrida bukanlah suatu konsep atau kata, meminjamkan dari

pengertian Culler tentang definisi difference secara harfiah, Benedikt mendefinisikannya

ke dalam tiga hal :

Difference

Sistem perbedaan-perbedaan universal yaitu, pengaturan ruang/jarak/spasi (spacing), dan

perbedaan-perbedaan antara sesuatu/dua hal (distinctions between things); perhatiannya

bukan terhadap kosakata tersebut, melainkan lebih kepada dimensi di sepanjang pokok

soal dalam pembedaan koskata tersebut untuk saling memisahkan diri dan saling

memunculkan.

Deferral

Proses dari meneruskan (passing along); menyerahkan (giving over); menunda atau

menangguhkan (postponing); pen-skors-an (suspension); mengulur (protaction) dan

sebuah jarak dalam waktu (a ‘spacing’ in time).

Differing

Pengertian berbeda yang ditunjukkan dengan tidak sependapat (disagreeing); tidak

sepakat (dissenting) atau bahkan penyembunyian (dissembling).

Selain memiliki pengertian diatas, difference juga sangat dekat artinya dengan kata

Jepang ma yang artinya interval in space, interval in time dan moment/place/occasion.

Pengertian dari ma ini lebih dekat pada hubungannya dengan penundaan waktu atau jarak

waktu antara dua hal.

Mendefinisikan seluruh pengertian tentang difference tersebut ke dalam satu pengertian

tidak mudah. Untuk memahami harus memiliki setidak-tidaknya dua hal, dua unsur atau

dua anggota dari suatu sistem tanda. Keberadaan (presence) sesuatu tidak dapat

dibedakan tanpa adanya yang lain, yaitu ketiadaan (absence). Ketiadaan terletak di balik

dan selalu mencerminkan keberadaan. Keberadaan dan ketiadaan adalah suatu oposisi

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 14

Page 15: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

yang bersifat paling mendasar. Dua hal lain juga dimunculkan dalam between, binary

opposition, traces, being and nothing, inside and outside dan masih banyak lagi.

Dengan demikian, Benedikt memusatkan perhatiannya pada kata difference ini dalam tiga

hal pokok yaitu, sistem universal kata difference dengan penekanan tidak pada arti

katanya, proses pembedaannya dan pengertian yang ditimbukan akibat pembedaan

tersebut.

HIERARCHY REVERSAL

Segala sesuatu yang ada di dunia merupakan pasangan sebab akibat. Pasangan-pasangan

ini berlaku di semua bidang, misalnya: di luar - di dalam, siang-malam, baik-buruk,

benar-salah dan juga keberadaan-ketiadaan. Dalam pasangan itu berlaku aturan yang

sama, yang utama mengarahakan yang sekunder atau sebaliknya. Hubungan seperti ini

disebut hubungan vertikal atau hirarkis.

Benendikt melakukan dekonstruksi terhadap hirarki ini, khususnya untuk menyerang

adanya hirarki antara ‘presence-absence’. Menurutnya, presence tidaklah demikian

sederhana. Kehadiran presence tidak akan dapat berarti tanpa disadarinya adanya

absence. Dengan demikian, dekonstruksi dapat digunakan sebagai cara untuk :

a. Mengidentifikasi apa yang menindas beberapa hirarki atau mengidentifikasi

percabangan dari ide-ide.

b. Hirarki tidak dapat berlaku, atau ada beberapa polarisasi yang dapat dibalik.

Dengan adanya pembalikan hirarki ini, maka kedua unsur tersebut secara hirarki tidak

ada lagi yang satu dibawah yang lain, tetapi sejajar sehingga secara bersama-sama dapat

menguak makna (kebenaran) yang lebih luas dan mendalam.

MARGINALITY DAN CENTRALITY

Marginalitas dan sentralitas merupakan masalah titik ‘pokok’ yang dapat digunakan

untuk menunjuk pada pengertian ‘penting’ dan ‘tidak penting’. Pengertian kedua istilah

tersebut adalah sebagai berikut :

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 15

Page 16: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Marginality/ Marginalitas

Menunjukkan kedekatannya dengan batas-batas, pinggiran batas luar dan perbatasan

terhadap apa yang ada di dalam dan apa yang ada di luar. Kata ‘margin’ mempunyai arah

yang dibangun menuju ke pusat (central). Margin sangat dekat dengan ambang batas,

tetapi bukan ambang batas itu sendiri.

Centrality/ Sentralitas

Menyatakan secara tidak langsung sebuah kedalaman dan pusat (heart), tempat makna/

arti terkonsentrasi dan merupakan ‘gravitasi’.

Dengan melihat central dan marginal berpindah tempat dengan ditukar atau

dipertentangkan atau ditindas/ditahan secara dekonstruksi, maka mereka menjadi semakin

menarik, dan dengan cara demikianlah semuanya dapat dilihat secara lebih jelas.

ITERABILITY DAN MEANING

Untuk memahami iterability dan meaning adalah terkait dengan konsep Derrida tentang

‘tulisan’ atau ‘teks’. Dalam ilmu bahasa, suatu kata atau tanda memperoleh maknanya

dalam suatu proses berulang pada konsteks yang berbeda. Ini berarti bahwa ‘kata’

tergantung pada interability, dimana suatu kata adalah tergantung pada bisa tidaknya

diulang-ulang. Dengan adanya perulangan ini merupakan pertanda adanya ‘meaning’.

Dalam arsitektur, penggunaan unsur arsitektural secara berulang-ulang akan membuka

pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang dimaksudkannya. Unsur arsitektur

tersebut dapat berupa; batu-bata, jendela, pintu, kolom sampai bentukan geometri dan

hubungan abstrak formalnya.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 16

Page 17: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

3 NILAI-NILAI KONSEPTUAL RANCANGAN DEKONSTRUKSI DALAM KONTEKS RANCANGAN KIWARI

PEMBACAAN DEKONSTRUKSI PADA GEDUNG MESINIAGA KONSEP RANCANGAN GEDUNG MESINIAGA

Penafsiran atas marka-lingkungan dari pencakar langit

milik perusahaan besar yang mencengangkan ini,

menjelajahi arah baru dari tipe bangunan yang

biasanya tidak bersahabat. Pihak arsitek menjuluki tipe

baru ini “bangunan tinggi beriklim-bio” dan

memberinya pengendalian iklim serta penghematan

energi yang peka. Yang patut dicatat adalah adanya

dua spiral “taman angkasa” yang berputar ke atas

sambil memberi bayangan dan kontras visual terhadap

permukaan baja dan alumunium dari gedungnya.

Rangka beton pra tekan pada gedung itu selanjutnya ditingkahi oleh dua tipe

penangkis sinar matahari serta tirai baja dan kaca yang membuat citra High Tech

yang organik, apalagi setelah dilengkapi dengan mahkota logam dan umpak pada

bagian landasan bangunannya. Menara Mesiniaga merupakan sebuah penelitian

arsiteknya atas prinsip-prinsip iklim-bio bagi perancangan gedung tinggi di daerah

beriklim tropis. Menara Mesiniaga memiliki langgam arsitektur campuran dari

langgam kolonial, Cina, Eropa dan Malaysia.

Gedung Mesiniaga merupakan buah penelitian arsiteknya atas prinsip-prinsip iklim-

bio bagi perancangan gedung tinggi di daerah beriklim tropis. Yang ditampilkan

adalah suatu organisasi spasial memanjang yang diisi dengan hirarki tertentu.

Bangunan tersebut memiliki tiga bagian struktur yaitu : umpak berselimut unsur

hijau yang terangkat, badan yang bernuansa spiral dengan balkon untuk teras taman

dan tirai yang memberi bayangan, dan bagian puncak tempat fasilitas rekreasi berupa

kolam renang serta teras beratap. Struktur beton pratekan dan rangka baja

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 17

Page 18: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

bangunannya diperlihatkan seluruhnya dan penyejukannya dilakukan memlaui

pengudaraan alami dan buatan.

Sejalan dengan penjelasan diatas pembahasan selanjutnya berusaha untuk

mengetahui sejauh mana pengertian dekonstruksi yang tanpa disadari oleh

perancangan terdapat pada bangunan tersebut. Pembacaan dekonstruksi Gedung

Mesiniaga karya Kenneth Yeang dalam pembahasan ini digunakan dengan

menerapkan beberapa asas-asas ‘dekonstruksi’ yang digunakan seperti apa yang

telah dilakukan oleh Benedikt dalam meninjau Museum Kimbell. Dengan demikian

mudah-mudahan ‘dekonstruksi’ pada Gedung Mesiniaga ini dapat terbaca.

Gambar 3.1.

Perspektif Gedung Mesiniaga

PEMBACAAN DEKONSTRUKSI GEDUNG MESINIAGA

KONSEP ‘DIFFERENCE’ PADA RANCANGAN MESINIAGA

Konsep difference-nya Derrida nampaknya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan

metafisikanya ‘sebuah pohon raksasa’-nya gedung Mesiniaga , dimana dengan

pemaknaan bahwa tanda menghadirkan sesuatu yang tidak hadir. Dengan menempatkan

konsep taman secara memutar dan kontiniu (continuous planting spiraling up), hal ini

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 18

Page 19: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

telah memberikan suatu makna ingin menghadirkan suatu bangunan yang di metafora-

kan sebagai sebuah ‘pohon raksasa’.

Taman yang memutar dan bentuk bangunan yang berbentuk lingkaran adalah sebuah

tanda yang menghadirkan sesuatu yang tidak hadir yaitu sebuah pohon yang dilengkapi

dengan dedaunan. Sedangkan pohon itu sendiri merupakan tanda ‘ketidakhadiran yang

tertunda’ dari apa yang semestinya dihadirkan.

Pohon pada konsep bangunan ini merupakan sebuah metafora dari apa yang seharusnya

hadir dalam sebuah pelestraian alam, dimana pohon merupakan suatu unsur yang

terpenting dalam memberikan seuatu keseimbangan alam.

Spiral ‘taman angkasa’ yang dikembangan di dalam perencanaan bangunan Mesiniaga

ini, dimana taman tersebut berputar ke atas dipakai sebagai alat yang memberikan

bayangan yang kontras visual kepada permukaan baja dan alumunium dari gedung

tersebut, hal ini juga merupakan sebuah metafor dari apa yang seharusnya hadir yaitu

sebuah alam yang ditumbuhi oleh beberapa tanaman yang hijau dan asri.

Konsep sebuah pohon, yaitu sebuah unsur alam yang hidup dan tumbuh serta berdiri pada

sebuah bidang tanah, merupakan sebuah konsep yang dipergunakan oleh Ken Yeang

untuk membuat dan membangun Gedung Mesiniaga. Metafisikanya sebuah pohon

terlihat jelas sekali pada bangunan ini, dimana penundaan kehadiran yang seharusnya

hadir, sudah merupakan sebuah bukti adanya ‘defference’-nya Derrida ada di obyek ini.

Site yang ditata sedemikian rupa dan teratur dan ditumbuhi sebatang pohon pada areal

sekitar site tersebut. Pohon-pohon menumbuhkan cabang-cabangnya, kolom-kolom

menumbuhkan balok-balok. Pertumbuhan terus berlanjut, batang-batang menumbuhkan

dedaunan. Bentuk yang sedang bertumbuh ini dapat kita lihat pada bangunan Gedung

Mesiniaga dimana kolom-kolom tersebut dapat kita lihat karena berada luar bangunan.

Selanjutnya kehadiran mahkota baja yang berada pada puncak bangunan ini juga dapat di

metaforkan sebagai puncak sebuah pohon yang selalu dipenuhi oleh dedaunan, dimana

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 19

Page 20: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

pemaknaan tersebut merupakan sebuah tanda menghadiran sesuatu makna yang tidak

hadir. Sebuah puncak pohon yang selalu dipenuhi dengan dedaunan tersebut merupakan

sebuah tanda ketidakhadiran, dimana kehadirannya ditandai dengan hadirnya sebuah

rangka baja yang menyerupai sebuah mahkota.

Seperti telah diungkapkan pada pembahasan terdahulu tentang penataan tapak, bahwa

tanaman di sekitar bangunan yang ditata membentuk spiral pada kulit bangunan juga

dipandang sebagai alam yang hijau. Ini sesuai dengan teori Yoshinibu Ashihara, bahwa

untuk membentuk sebuah tatanan ruang luar, kita dapat memperlakukan tanaman di

taman sebagai masa yang dapat juga membentuk ruang luar, sama seperti masa

bangunan, jadi kedudukan masa bangunan dan masa tanaman memang sama bila ditinjau

dari pembentukan ruang luar. Kenneth Yeang mengatakan konsepnya tentang

rancangannya ini sebagai proses bangunan bio - klimatik, tetapi apa yang terlihat ternyata

melangkah lebih jauh dari proses terjadinya sebuah bentuk. Bila kita melihat sketsa dari

tema space of one hundred columns kita seolah diajak untuk membayangkan bahwa

bentuk tersebut tumbuh dari site itu sendiri. Hal ini terlihat pada site dimana bangunan

seakan muncul dari dalam tanah pada sebuah perbukitan.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 20

Page 21: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.2.

Konsep “Continuous Palnting

Spiraling Up” dari Gedung

Mesiniaga

Gambar 3.3.

Penerapan konsep tersebut

dengan menempatkan taman

secara memutar keatas dan

diakhiri oleh sebuah mahkota.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 21

Page 22: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.4.

Terlihat dikejauahan,

memperlihatkan seakan-akan

bangunan tersebut tumbuh dari

sebuah perbukitan

PEMBALIKAN HIRARKI PADA RANCANGAN MESINIAGA

Filsafat modern dengan metafisika kehadirannya sangat menekankan kepastian yang tak

tertunda karena segala sesuatu harus bisa diselesaikan dengan logika. Diferensiasi secara

ketat menghasilkan perbedaan dua kutub yang dipertentangkan secara diamatral (oposisi)

binari). Elemen yang pertama dianggap yang penting dan mendominasi yang kedua,

secara hirarkis yang kedua sub-ordinansi terhadap yang pertama, sehingga kalau yang

kedua harus ada, maka ia hanya berperan sebagai perlengkap penderita. Derrida

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 22

Page 23: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

melakukan dekonstruksi terhadap pandangan oposisi ini dengan menempatkan kedua

elemen tersebut tidak secara hirarkis yang satu dibawah yang lain, tetapi sejajar sehingga

secara bersama-sama dapat menguak makna (kebenaran) yang lebih luas, lebih mendalam

pada suatu bingkai tanpa batas.

Dalam konteks ini dan melihat konsep perencanaan Gedung Mesiniaga ada beberapa

bagian yang dapat dilihat secara ‘pembalikan hirarki’ dekonstruksi. Salah satunya yaitu

sebuah konsep penempatan fungsi penampungan air yang biasanya berada di dasar

bangunan atau pada halaman sebuah bangunan, dalam hal ini sang arsitek Kenneth Yeang

mengadakan suatu pembalikan hirarki dengan menempatkan sesuatu yang semestinya

berada dibawah dalam hal ini diletakkan diatas bangunan, atau pada puncak bangunan

lantai 20. Biasanya pada bangunan-bangunan pencakar langit, pada lantai puncak

diletakkan fungsi darurat yanitu meletakan “Helipaid’. Fungsi penampungan air ini,

digunakan sebagai media yang memberikan sumber kehidupan bagi ‘taman angkasa’

yang diciptakan Ken Yeang pada bangunan tersebut

Gambar 3.5. Perletakkan penampungan air hujan yang berfungsi sebagai penyuplai air bagi ‘taman angkasa’

spiral

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 23

Page 24: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.6.

Dengan menggunakan sifat air yang selalu berjalan ketempat yang lebih

rendah maka dengan meletakkan penampungan air diatas bangunan maka

air tersebut dapat memberikan sumber kehidupan bagi ‘taman angkasa’

yang berbentuk spiral.

KONTEKS PUSAT DAN MARJINAL PADA RANCANGAN MESINIAGA

Perbedaan antara ‘pusat’ dan ‘marjinal’ merupakan konsekuensi dari adanya hirarki yang

ditimbulkan oposisi binari. Yang ‘marjinal’ adalah yang berada pada btas pad tepian,

berada diluar (outside), karenanya dianggap tidak penting. Sementara yang ‘pusat’ adalah

yang terdalam yang dijantung daya tarik dan makna dimana setiap gerakan berasal dan

merupakan tujuan gerakan dari yang marjinal.

Derrida mempertanyakan keabsahan posisi ini dalam konsep ‘parergon’ (para : tepi,

ergon : karya), yaitu bingkai lukisan. Kalau hanya untuk membingkai lukisan selalu

dibuat demikian bagus berukir. Bukankah pembingkaian (framing) ini mempunyai nilai

sendiri terlepas dari nilai lukisan yang dibingkainya ?.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 24

Page 25: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Dinding pada umumnya berfungsi sebagai kulit luar dari sebuah bangunan. Dinding pada

umumnya berada pada bagian luar (outside), dan merupakan bagian yang digunakan

sebagai batas dari sebuah ruang. Dibalik dinding dapat dipastikan ada sebuah ruang, pada

ruang tersebut ada bermacam-macam komponen penyusun ruang, antara lain perabotan.

Apabila pada sebuah bangunan tinggi biasanya pada sebuah ruang ada salah satu unsur

yang cukup penting sebagai struktur pendukung bangunan yanitu ‘tiang’, dimana

biasanya tiang ini pada ruang-ruang tertentu muncul dan berada di dalamnya.

Selanjutnya pada suatu perencanaan dapat juga memperlihatkan bahwa posisi tiang dan

dinding berada pada dimensi yang sama.

Melihat rancangan Ken Yeang, dimana posisi keduanya yaitu antara tiang dan dinding

telah dibedakan dalam peletaknya. Pada konteks dekonstruksi tentang ‘pusat’ dan

‘marjinal’ , dan melihat pengertian dari konsep ‘parergon’-nya Derrida, maka

penempatan dinding yang seharusnya berada pada marjinal pada gedung tersebut

ditempatkan seolah-olah pada pusat bangunan yang dilindungi oleh beberapa buah tiang

yang melindunginya. Peran tiang yang merupakan fungsi struktur bangunan tinggi

diusahakan juga berperan sebagai alat pelindung dinding yang ditarik kepusat untuk

menghindari pencahayaan yang berlebihan.

Dinding-dinding bangunan yang selama ini dibiarkan sebagai komponen yang tidak

berguna tetapi pada bangunan Gedung Mesiniaga peranan dinding yang ditarik kepusat

tersebut mempunyai peran yang sangat sentral dalam mengatur pencahayaan yang

masunk kedalam gedung. Dinding-dinding tersebut dipenuhi oleh kaca-kaca yang

berfungsi untuk memasukkan berkas-berkas cahaya sehingga kegelapan didalamnya

terusir dan masuklah roh yang memberikan kehidupan pada bangunan ini sehingga

terjadilah proses kehidupan yang terjadi pada pembahasan sebelumnya. Cahaya ini terus

masuk pada siang hari dari bukaan- bukaan yang ada pada kulit-kulit bangunan dan

diarahkan oleh lempengan-lempengan logam yang berada diluar dinding tersebut. Tetapi

pada malam hari kita melihat proses sebaliknya, keluarnya roh itu dari dalam gedung

Mesiniaga.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 25

Page 26: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Keluarnya cahaya dari bangunan sangat kuat terasa pada bangunan tengah. Dan

pengeluaran cahaya ini terasa sangat memberikan arti bahwa bangunan tersebut

mengisyaratkan pada lingkungan bahwa di dalamnya ada suatu roh dan kehidupan.

Cahaya disini tidak sekedar merasuk kedalam ruang tetapi juga keluar dari ruangan,

sehingga bentuk di sini adalah wadah dari roh, seperti falsafah Lao Tze tentang ruang.

Bahwa yang penting adalah yang ada di dalam, kekosongan yang ada di dalam itu, dan ini

semakin diperkuat dengan adanya aliran kehidupan dari keluar-masuknya cahaya

tersebut.

Secara jelas terlihat peranan dinding yang berada dipusat dari lingkaran luar bangunaan

tersebut sangat sentral dan penting sekali di dalam mengatur pencahayaan alami Gedung

Mesiniaga, dalam hal ini ‘sang’ dinding meninggalkan ‘sang’ tiang yang tetap dengan

kemarjinalannya.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 26

Page 27: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.7. Pada rancangan denah Gedung Mesiniaga terlihat perletakan kolom

yang berada diluar dari dinding gedung tersebut. Proses penukaran antara pusat dan marjinal terlihat pada bagian ini

PENGULANGAN DAN MAKNA PADA RANCANGAN MESINIAGA

Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu proses berulang (iteratif) pada

konteks yang berbeda dimana secara konotif maupun denotif artinya akan memperoleh

struktur yang stabil. Dalam arsitektur, penggunaan metafora secara berulang-ulang akan

membuka pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang dimaksudkannya.

Pengulangan/ serangkaian titik menunda kehadiran makna yang akan dimunculkan

(dalam konteks bahasa). Ia juga merupakan waktu istirahat, jedah, memperlambat tempo

atau mengarah pada ketidakthuan. Serangkaian tanda tanya menunda kehadiran makna

tentang kebingungan, kegalauan, ketidakpastian, dan seterusnya. Serangkaian tanda seru

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 27

Page 28: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

menunda kehadiran makna tentang kemarahan, kegeraman dan seteruanya. Dengan

demikian pengulangan/ serangkaian titik, tanda tanya, tanda seru merupakan metafora

dari ketidkthuan, kebingunan dan kemarahan.

Pada bangunan Gedung Mesiniaga, pengulangan alat penangkis sinar matahari yang

terbuat dari logam merupakan suatu tanda tanya tentang kehadiran suatu makna yang

tersembunyi dibalik kehadirannya. Ibarat kepala seorang manusia yang ditutupi sebuah

topi, artinya manusia tersebut melindungi kepal dari sengatan sinar matahari, tetapi selain

topi dibutuhkan pula suatu bentuk dari topi tersebut sebuah penangkis cahaya yang dapat

menghindarkan mata dari silaunya matahari. Kemudian apa bila seorang manusia merasa

silau terhadap sinar matahari sedangkan dia tidak menggunakan topi, secara reflek

tangannya akan digunakan sebagai penangkis sinar matahari. Kalau penangkis sinar

matari tersebut hanya diletakkan cuma sebuah pada bangunan Gedung Mesiniaga

tersebut, maka belum memberikan makna metafora dari sebuah ‘tangan manusia’ untuk

menangkis matahari dari silaunya cahaya matahari, tetapi karena diberi secara berulang-

ulang maka makna penangkis tersebut semakin jelas namun kehadiran makna sebenarnya

dari sebuah ‘tangan manusia’ tetap tertunda dibalik kehadirannya, apalagi

penempatannya berada pada bagian-bagian tertentu yang memang dibutuhkan akibat

fungsi yang diembannya. Oleh karena itu akibat pemunculan lempengan tersebut semakin

jelaslah makna melalui metafora ‘tangan manusia’ yang sedang menahan silaunya sinar

matahari.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 28

Page 29: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.8.

Pada gambar terlihat lempengan baja yang diletakkan pada

bagian-bagian tertentu secara berulang. Kehadirannya sebagai

sebuah tanda tanya menunda sebuah kehadiran makna dari

‘tangan manusia’ yang sedang menahan silaunya matahari yang

menyinari mata manusia tersebut.

Gambar 3.9.

Gambar yang memperlihatkan

sebuah konsep Penempatan

penangkis sinar matahari sebagai

Sebuah metafora tangan manusia’

yang sedang Dari silaunya cahaya

matahari

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 29

Page 30: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

PEMBACAAN DEKONSTRUKSI PADA AUDITORIUM INAMORI

KONSEP RANCANGAN AUDITORIUM INA

segera

egelisahan nampak berkepanjangan, karena dalam kurun waktu yang cukup lama ia

rnya

MORI

Kegalauan dan kegelisahan

mendera semangat dan mengusik batin

Tadao Ando ketika Inamori (Rektor

Universitas Kagashima Jepang)

memberikan kepercayaan untuk

merancang Auditorium dan Hall

perkuliahan di perguruan tinggi

terkemuka di Jepang tersebut.

Barangkali Ando tidak perlu begitu

cemas dan tertekan moralnya, jika ia hanya dihadapkan pada tuntutan fungsi dan bentuk

semata, karena jauh lebih penting dari semuanya itu, ia ingin menjawab tantangan ini

dengan pemaknaan melalui pemahamannya terhadap “sesuatu” yang bersifat metafisik-

transendental tentang fenomena alam.

K

sama sekali belum mempunyai ide/ggasan awal yang akan memberikannya inspirasi

tentang bagaimana auditorium tersebut dapat dihadirkan secara fisik, sarat dengan makna.

Hingga pada suatu pagi, ketika ia bersama Inamori sedang memancing bersama sambil

bercengkrama bermain tebak-tebakan, Inamori bertanya: “Apa yang menjadikan (sebuah)

telur itu?, dan dengan sigapnya Ando segera menjawabnya : “Mari saya tunjukkan, saya

(telah) memilikinya”. Sambil tertawa kegirangan Ando mencoba meyakinkan Inamori

bahwa ia baik-baik saja. Sejak saat itu Ando berhasil “menangkap” ide/gagasan “telur”

untuk rancangan auditoriumnya yang baru dapat ia selesaikan pada November 1994.

Dari kisah pertemuan ide/gagasan ”telur” untuk rancangan auditorium itu sebena

yang nampak secara eksplisit di dalam benak kita barangkali adalah kaitan bentuk telur

dengan tuntutan bentukan fisik auditorium, khususnya tuntutan teknis interiornya. Namun

Ando “menangkap”nya lebih dari sekedar bentuk fisik telur. Ia menangkap “sisi lain” dari

keberadaan telur yang secara metafisik-transedental merupakan fenomena alam. Betapa

luas cakrawala pandang Ando ini ditandai dengan penguasaannya terhadap saluran

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 30

Page 31: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

kreatifitas yang bersifat tangible dan intangible. Implementasi antara keduanya

menghasilkan sebuah karya yang menakjubkan dan cukup spektakuler.

Indikasi adanya nilai-nilai dekonstruksi pada karya Ando ini diawali oleh keadaan bahwa

EMBACAAN DEKONSTRUKSI AUDITORIUM INAMORI

untuk mengembangkan

dalam kompleks Universitas Kagoshima ini terdapat bangunan-bangunan terdahulu yang

akan menjadi bertentangan jika kepadanya dihadirkan bangunan baru yang bersifat

kontradiktif. Kondisi ini menggiring imajinasinya untuk segera menghadirkan konteks

baru yang memang harus berbeda dengan yang lama. Oposisi diantara keduanya

mengilhami Ando untuk menciptakan bentukan rupa uniqueness. Selain itu pengeterapan

nilai-nilai dekonstruksi pada karya ini juga terdapat pada elemen-elemen dan komponen

bangunan. Beberapa implementasi konsepnya terlihat pada upaya-upaya Ando untuk

menyetarakan eksterior dan interior, makro dan mikro kosmos, outside-inside, inside-

outside, dan lain-lain. Uraian yang lebih rinci akan disampaikn pada penjelasan

berikutnya.

P

FENOMENA “TELUR” PADA KONSEP “DIFFERENCE”1

Konsep difference-nya Derrida nampaknya dapat dimanfaatkan

metafisika “telur”-nya Ando dengan pemaknaan bahwa tanda menghadirkan sesuatu yang

tidak hadir. Sedangkan telur itu sendiri merupakan tanda ketidakhadiran tentang “apa

yang bakal ditetaskannya” atau bisa juga diartikan bahwa telur itu merupakan tanda

“kehadiran yang tertunda” dari apa yang bakal ditetaskannya.

1 Japan Architecture (1990), Tadao Ando : p. 42-46

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 31

Page 32: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.10.

Tampak Depan Auditorium Inamori

Telur merupakan metafora dari apa yang saat ini dilakukan oleh perguruan tinggi, berupa

riset/penelitian, eksperimen dan rekayasa. Apa yang bakal ditetaskan oleh telur adalah

metafora dari penemuan, penciptaan, pembaharuan dan perubahan yang bersifat

fenomenal (unpredictable). Dengan demikian pemaknaan terhadap telurnya Ando dapat

juga diartikan sebagai upaya-upaya riset/penelitian, eksperimen dan rekayasa yang

dilakukan oleh lingkungan akademis adalah untuk menhadirkan penemuan-penemuan,

penciptaan-penciptaan dan inovasi-inovasi yang memang sulit diperkirakan sebelumnya,

khususnya tentang spesifikasi/karakter dari apa yang dihasilkannya.

Hal ini nampak pada harapan-harapan Ando untuk generasi yang akan datang.

Keberadaan mahasiswa paling tidak merupakan penundaan atas kehadiran manusia

intelektual (sarjana). Misi perguruan tinggi adalah untuk membentuk manusia yang akan

menemukan dan mengembangkan “dunia baru” di masa depan. Perguruan tinggi wajib

menciptakan manusia-manusia ilmiah yang bisa eksis pada jamannya.

Kemudian sebagaimana mestinya telur itu dimunculkan “garbha griya”-nya yang meng-

“enclose” telur, hal ini adalah pencerminan dari :

• Perlindungan oleh institusi/ lembaga perguruan tinggi terhadap riset dan penelitian

yang dilakukan oleh “masyarakat”nya.

• Pengabsahan/ legitimasi merupakan perlindungan atas produk/karya-karya yang

dihasilkan oleh perguruan tinggi.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 32

Page 33: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

• Profesionalisme sumber daya manusia di perguruan tinggi melindungi kredibilitasnya.

Sedangkan munculnya sebagian (ujung) telur, “menunda kehadiran dari keseluruhannya”,

karena ia lebih merupakan sebuah proses, sebagaimana suatu riset/penelitian rekayasa

dan eksperimen akan mencapai keberhasilan jika dilakukan secara terus-menerus,

berulang dan bertahap. Pemunculan sebagian dari keseluruhannya ini juga dapat diartikan

sebagai metafora dari keberadaan manusia yang merupakan bagian dari alam mahasiswa

bagian dari masyarakat akademis, pengetahuan bagian dari ilmu dan seterusnya.

PEMBALIKAN HIRARKI KEBERADAAN AUDITORIUM

Auditorium sebagai salah satu bangunan penunjang kegiatan perguruan tinggi,

seharusnya memposisikan keberadaannya secara hirarki dibawah Gedung Rektorat

sebagai bangunan pusat koordinasi, manajemen, penelitian dan lain-lain. Namun Ando

nampaknya memberikan peranan yang lebih penting pada bangunan auditoriumnya dalam

konteks bangunan baru terhadap bangunan lama, sehingga ia mampu menempatkan

kedua bangunan tersebut tidak secara hirarkis yang satu dibawah yang lain, tetapi sejajar.

Hal ini mengingatkan pada konsep “both-and”, simultaneous presence both atau

contradiction juxtaposed- nya Venturi2 (dengan memanfaatkan shock treatment dan

juxtaposed contrast). Dengan demikian konteks bangunan lama dan baru oleh Ando

berhasil disetarakan atau disejajarkan melalui penyandingan bersama.

Dalam konteks yang lain pembalikan hirarki juga ditemukan pada upaya Ando untuk

menyetarakan telur dengan garbha griya-nya. Dengan membuat transparan garbha griya,

memungkinkan terlihatnya telur secara keseluruhan, sehingga keberadaan telur tidak

harus nampak “tersembunyi” di dalam garbha griya-nya, sekalipun secara hirarkis

sebenarnya telur itu harus “terbungkus” di dalam garbha griya3. 2 Robert Venturi (1977): “Complexity and Contradiction in Architecture”, The Architectural Press Ltd, London: p.23-25 3 Saya kurang sependapat dengan komentar Josef Prijotomo dkk (1993), Dekonstruksi : Bukan

Asal Semmrawut,

Makalah yang disajikan dalam rangka 28 tahun ITS, Surabaya. Pada presentasi tersebut, beliau menyatakan bahwa

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 33

Page 34: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Upaya penyetaraan mikro kosmos terhadap makro kosmos pada konteks perlakuan

terhadap ruang dalam/interior auditorium adalah bagian dari pembalikan hirarki lainnya,

karena sebenarnya mikro kosmos dibawah makro kosmos. Upaya Ando untuk

“memindahkan” nuansa langit pada malam hari dengan taburan bintang ke dalam interior

cangkang telur auditorium-nya merupakan indikasi yang mengarah ke sana.

Indikasi ini bisa juga diartikan seperti menyetarakan outside dengan inside (outside-in)

atau sebaliknya menyetarakan inside dengan outside (inside-out). Apa yang dilakukan

oleh Ando ini sama halnya dengan upaya Daniel Libeskind ketika “grasp the stars” untuk

rancangan Jewish Museum-nya di Berlin4 atau “Cahaya Tuhan”-nya Saarinen ketika ia

dipercayakan untuk merancang kapel MIT, Massachusets Institute of Technology5. Disini

Saarinen mencoba untuk “memasukkan” cahaya ke dalam “lubah sumur” yang dibentuk

oleh lempengan-lempengan metal dan digantung pada juntaian tali mengililingi altar

kapel.

KONTEKS PUSAT DAN MARJINAL PADA DESAIN AUDITORIUM

Auditorium telur dan garbha griya yang meng-enclose-nya merupakan bangunan utama

yang akan selalu menjadi pusat perhatian, sedangkan jalan masuk entrance dan teras

merupakan “bangunan aneka” sebagai pumpunan sekunder sana halnya dengan

memarjinalkan pusat perhatian dan memusatkan elemen marjinal.

Ando berhasil menyetarakan bangunan aneka terhadap bangunan utama dengan berusaha

merancang jalan masuk, entrance dan teras bangunan sama baiknya dengan bangunan

utama.

pembalikan hirarki hanya terjadi pada program (non materi), karena menurut pendapat saya dalam berarsitektur pada akhirnya harus diwujudkan dalam bentuk materi. 4 Anthony C. Antoniades (1990): “Poetics of Architecture”, Van Nostrand Reinhold New York, p.51 5 Majalah ‘Laras’, No 41/Mei 1992, hal 97-103

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 34

Page 35: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Lintasan jalan masuk ke dalam bangunan tidak dibuat hanya sekedar memindahkan

pengunjung dari luar kedalam bangunan secepat dan sesegera mungkin sebagaimana

layaknya sistem transportasi vertical pada umumnya (tangga dan lift). Ando berhasil

menekuk dan mematahkan tradisi merancang secara konvensional ini, sehingga jalan

masuk entrance dan teras bangunan yang biasanya hanya bagian dari bangunan utama,

kini mempunyai peran yang sama pentingnya dengan bangunan utamanya. Kegigihan

Ando untuk menyetarakan kedua hal tersebut diatas mengingatkan kita pada konsep

“parergon”-nya Derrida yang berusaha untuk menyatakan antara lukisan dengan

bingkainya. Lukisan yang semula menjadi pusat perhatian, kini harus berbagi perhatian

dengan bingkainya, artinya bingkai sebagai bagian dari unsur rupa juga mempunyai

peluang untuk dibuat sebaik lukisan itu sendiri.

Ramp-ramp, jalan masuk utama dan sekunder menuju bangunan utama, dirancang

sedemikian rupa (tidak seefisien tangga dan lift) sehingga merupakan elemen bangunan

yang juga harus mendapatkan perhatian pengamat, karena tidak hanya sebagai pelengkap

penderita saja, tetapi sebagai “bangunan” yang menyatu dengan keseluruhannya.

PENGULANGAN DAN MAKNA

Pengulangan/ serangkaian titik menunda kehadiran makna yang akan dimunculkan

(dalam konteks bahasa). Ia juga merupakan waktu istirahat, jedah memperlambat tempo

atau mengarah pada ketidaktahuan. Serangkaian tanda tanya menunda kehadiran makna

tentang kebingungan, kegalauan, ketidakpastian dan seterusnya. Serangkaian tanda seru

menunda kehadiran makna tentang kemarahan, kejengkelan, kegeraman dan seterusnya.

Dengan demikian pengulangan/serangkaian titik, tanda Tanya, tanda seru merupakan

metafora dari ketidaktahuan, kebingungan dan kemarahan.

Pada kasus bengunan auditorium-nya Ando ini, pengulangan kolom-kolom

berpenampang bulat pada ruang transisi (lobby/hall) semakin mempertegas makna

tentang terkurungnya telur oleh wadahnya (ghraba griya). Keberadaan kolom-kolom

bulat yang diletakkan diantara batas tepi bangunan (curtain wall) dan auditorium

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 35

Page 36: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

cangkang telur beton ekspos semakin mempertegas “bermukim”-nya telur di dalam

garbha griya-nya, karena batas pandang pengamatan akan segera terbentur pada sosok

massif-solid bentukan telur begitu pancaindera kita berhasil menembus kaca berbingkai

dan deretan kolom-kolom tersebut.

Eksistensi didalam garbha griya ini sedemikian kuatnya ketika kita mencoba mengamati

bangunan tersebut dari beberapa sudut pandang mulai dari sisi Timur berputar kearah

Selatan dan berakhir pada sisi Baratnya. Munculnya silhouette telur secara berulang-

ulang semakin memperkuat makna tentang metafisik telur yang akan segera menetaskan

sang “jabang bayi” masa depan. (lihat denah, tampak, potongan dan gambar-gambar lain

pada lampiran).

Keberadaan telur dipusat garbha griya pada saat kita mengamatinya dari arah Timur, akan

segera ikut bergeser kearah kanan ketika bergerak menuju ke Selatan dan terus

mengelilingi sampai ke arah Barat. Sekuensi hasil pengamatan ini kana berubah-ubah

sebagaimana munculnya ujung telur dan “mulut” garbha griya (batas tepi dinding

bangunan). Pemunculan pembahasan tentang “telur” secara berulang-ulang sejak awal

dalam konteks yang berbeda semakin memperjelas makna melalui metafora telur.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 36

Page 37: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.11.

Denah Lantai Basement, Lantai 1, Lantai 2 dan Lantai 3

Gambar 3.12 Tampak Depan

Auditorium Inamori

Gambar 3.13. Gambar Potongan memanjang

Auditorium Inamori

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 37

Page 38: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

PEMBACAAN DEKONSTRUKSI PADA KANTOR WISMAKHARMAN

KONSEP RANCANGAN KANTOR WISMAKHARMAN

Kantor ini merupakan sebuah biro arsitek yang terletak di kota Semarang dan dipimpin

oleh seorang arsitek Indonesia yang dikenal sebagai salah satu tokoh postmodern.

Sebagai seorang pemimpin dari sebuah perusahaan dan pencetus ide dari karya

arsitekturnya, bangunan ini sarat dengan kesempatan penafsiran secara dekonstruksi.

Andy Siswanto, menyelesaikan pendidkan S1 arsitekturnya di UGM dan melanjutkan

pendidikan S2 arsitekturnya di University of Wisconsin-Milwaukee. Arsitek yang gemar

mengunjungi museum dan penggemar musik klasik ini adalah serang arsitek yang

mempunyai visi jauh kedepan, kaya akan kreatifitas dan pernah memperoleh berbagai

penghargaan, antara lain “Chicago Award” – American Institute of Architect untuk

Architectural & Interior Design, “Thesis Award” – University of Wisconsin, dan

“Summer Meeting Place” – Student Competition di Woschester College, Oxford

University.

Sebagai salah seorang tokoh postmodern yang ada di Indonesia, Andy Siswanto tidak saja

seorang arsitek yang sering mendapatkan penghargaan melainkan juga seorang pemikir

dan penulis. Tulisannya di beberapa majalah arsitektur atau pernyataannya di beberapa

seminar menunjukkan penghargaannya yang besar terhadap dekonstruksi dan

perhatiannya yang tinggi terhadap perkembangan arsitektur di Indonesia.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 38

Page 39: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.14.

Axonometri Wismakharman

Bangunan ini pernah juga menjadi salah satu karya yang diangkat dalam pembicaraan

sebuah Seminar Arsitektur di ITS tahun 1995. Tulisan yang diberi topik “Proses Kreatif

dalam Postmodernisme” ini juga menampilkan sajian kritis dari Josef Prijotomo terhadap

bangunan Kantor Wismakharman. Dengan melihat adanya pengaruh arsitektur nusantara

terhadap karya ini, membuatnya memposisikan karya ini lebih ke dalam arsitektur purna-

modern. Melalui pengkajian yang berbeda, dengan asas-asas dekonstruksi diharapkan

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 39

Page 40: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

dapat menemukan konsistensi dari Andy Siswanto terhadap dekonstruksi pada bangunan

ini. Hal ini akan semakin menunjukkan kebenaran dekonstruksi, yaitu pembacaan sebuah

karya arsitektur sebagai teks, melalui pembacaan dengan sudut pandang yang berbeda

akan di dapatkan hasil penggambaran yang berbeda pula.

Gambar 3.15. Tampak Depan Wismakharman

Penelaahan lebih lanjut untuk melihat pembacaan dekonstruksi pada bangunan ini

dilakukan dengan menggunakan asas-asas dekonstruksi seperti yang dilakukan Michael

Benedikt dalam melihat The Kimbell Art Museum karyanya Louis Kahn yaitu : diffrance,

hierarchy reversal, marginality and centrality dan iterability and meaning terhadap denah,

tampak dan ruang dalam bangunan kantor Wismakharman ini.

PEMBACAAN DEKONSTRUKSI KANTOR WISMAKHARMAN

Ruang Dalam

Ruang Rapat

Perletakan ruang rapat di lantai atas ini mempunyai posisi belahan sebelah kiri dari

bangunan, dan memiliki sebuah teras kecil yang berada di luar bangunan. Ruang rapat

berada di tengah-tengah ruang studio yang menjadi ruang utama dari bangunan ini.

Pengambilan ide bentuk ruang rapat dari bangunan yang ada di pinggiran kota sebagai

bangunan pengasapan ke tengah-tengah bangunan telah membalikan posisi ruang ini,

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 40

Page 41: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

yaitu dari yang terletak di marginal/pinggiran dari sebuah kota dipindahkan poisisinya ke

sentral/pusat bangunan ini. Josef Prijotomo6 melihatnya lebih dari usaha yang dilakukan

Andy yang tidak dapat menghindari keinginannya memasukkan bentukan tradisional ini

ke dalam karyanya. Sedangkan secara asas dekonstruksi, proses ini dikenal dengan

prinsip marginality and centrality, yaitu pembalikan posisi dari marginal ke sentral. Hal

ini sekaligus juga dapat menunjukkan adanya pembalikan hirarki (hierarchy reversal)

dari sesuatu yang tidak penting (dari daerah pinggiran) menjadi sesuatu yang saangat

penting (berada di daerah pusat, bila dilihat dari penempatannya.

Gambar 3.16 Ruang Rapat

6 Josef Prijotomo dkk (1993), Dekonstruksi, Bukan Asal Semrawut, Makalah yang disajikan dalamrangka 28 tahun Arsitektur ITS, Surabaya.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 41

Page 42: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Balok yang ada diatas puncak atap ruang rapat ini dimunculkan bukan sebagai sebuah

konstruksi yang berfungsi sebagai penopang atap bangunan, melainkan dihadirkan

sebagai tempat untuk menggantung sebuah lampu. Keberadaan lampu menjadi

sedemikian penting sehingga harus dibutuhkan sebuah balok yang cukup besar dan

panjang untuk menahannya dari atas. Pemanfaatan sebuah balok yang diletakkan di

puncak atap sebagai tempat menyangga lampu merubah fungsi semulanya sebagai sebuah

konstruksi. Pembalikan nilai dari sesuatu yang sangat penting, yaitu sebuah balok sebagai

unsur dari sebuah konstruksi bangunan menjadi hanya sekedar sebagai penopang lampu,

merupakan gambaran dari sebuah asas hierarchy reversal. Selain itu pemunculan balok

yang berhenti di tengah-tengah seakan menunjukkan bahwa balok tersebut dipotong

secara sengaja atau menunjukkan adanya suatu pekerjaan yang belum selesai, penundaan

pekerjaan ini dikenal sebagai proses postponing di dalam difference.

Ruang Tunggu

Ruang tunggu yang berada di pojok depan sebelah kanan dari lantai atas ini memiliki

keistimewaan tersendiri bagi bangunan. Bentuk balkon seperempat lingkaran yang

dilapisi oleh tembok yang ternyata terlepas dari ruangan tunggu ini tidak sepenuhnya

dilindungi oleh atap dari bangunan. Dengan melepaskan dinding ini dan membiarkannya

terbuka, amak terang alam dan tetesan air hujan dapat menembus dri atas. Masuknya

unsur luar bangunan ke dalam ruang tunggu ini sebagi salah satu unsur estetika,

menjadikan daerah ini menjadi daerah luar (outside) dari ruang yang ada disekitarnya

(ruang administrasi). Sedangkan dari posisi sebenarnya ruang ini terletak pada daerah

dalam bangunan (inside). Dengan demikian, permasalahanya adalah masalah perletakkan

“banal” (dua hal yang berpasangan), inside dan outside digunakan sebagai wilayah yang

sama pentingnya dan menempati posisi yang dapat dibolak-balik.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 42

Page 43: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.17. Ruang Tunggu

Ruang Direktur

Ruang direktur ini diletakkan dilantai atas berdekatan dengan ruang administrasi dan

ruang tunggu tamu. Seperti yang dipertanyakan oleh Josef Prijotomo7 dalam sajian

kritisnya di dalam melihat suatu kondisi seperti ruang direktur ini, adalah melihat posisi

Andy Siswanto selaku pimpinan dari stusio arsitek atau lebih kepada posisinya sebagai

seorang perancang.

7 Josef Prijotomo dkk (1993), Dekonstruksi, Bukan Asal Semrawut, Makalah yang disajikan dalamrangka 28 tahun Arsitektur ITS, Surabaya.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 43

Page 44: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.18 Ruang Direktur

Sebagai seorang pimpinan tentunya Andy adalah tuan rumah bagi tamu-tamu yang

datang, dan penempatan ruang yang mengarah ke ruang tunggu adalh bentuk

penyambutan yang diberikannya kepada setiap tamu atau klien. Namun, melalui

pemilihan dinding yang cenderung tertutup ini, ia seolah-olah ingin menunjukkan adanya

pembedaan secara tegas kegiatan administrasi di luar dan di dalam. Sebagai seorang

pemimpin, Andy Siswanto hanyalah penentu kebijaksanaan dan keputusan bukan pelaku

kegiatan administrasi. Mungkin melalui pembedaan inilah (distinction between things),

Andy sebagai seorang arsitek tidak ingin dianggap hanya sebagai seorang administrator

di dalam kantor ini.

Ruang Studio

Ruang kerja yang menjadi kegiatan utama kantor ini hamper mendominasi seluruh ruang

yang ada, baik di lantai bawah maupun di lantai atas. Ruang yang penuh dengan meja,

komputer dan tentu saja meja gambar, membuat gambaran sebuah biro arsitek yang

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 44

Page 45: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

cukup professional. Perhatiakan pemilihan perabot yang ada di sini, meskipun tidak

terbatasi oleh bentuk ruang melingkar tetapi pemilihan meja yang setengah melingkar

adalah menunjukkan kesadaran dari pemilik bangunan dalam menhadirkan sesuatu yang

tidak lazim berada di arsitektur modern.

Gambar 3.19 Ruang Rapat

Tampak Bangunan

Tampak Depan

Bangunan ini memiliki dua lantai (lantai bawah dan lantai atas) yang dihubungkan

melalui dua buah tangga yang terpisah, yang satu adalah sebuah tangga putar yang

terletak ditepi dalam dari bagian bangunn di sebelah belakang yang dapat dicapai dari

luar melalui sebuah tangga menuju lantai atas ini memiliki keunikan-keunikan tertentu

pada tampang depannya. Dengan adanya tangga menuju lantai atas, sehingga lantai

dasar/bawah seakan-akan menjadi penopang dari keberdaan lantai dasarnya. Apalagi

dengan ditutupinya tampang depan bangunan dengan pagar tanaman, semakin

mengisyaratkan bangunan ini bagaaikan sebuah bangunan panggung. Mengenai taangga,

kitannya dengan tapak bangunan yang miring ke belakang memberi kemungkinan bagi

tangga depan untuk seakan berpoisisi sebagai split level, khususnya anatar lantai dalam

dan teras bangunan dengan titik tanah di pekarangan bangunan.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 45

Page 46: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.20. Tampak

Bangunan Wismakharman

Gambar 3.21. Tampak Depan

Teras

Keberadaan dua teras pada tampak depan bangunan ini sangat menarik, seperti yang

terlihat pada foto-foto dibawah ini. Kehadiran teras di sebelah kanan yang seakan

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 46

Page 47: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

menyambut setiap tamu yang masuk lewat tangga ini mempunyai satu buah pintu di sisi

melingkarnya. Keberadaan atap teras dengan warna atap birunya yang cukup menyolok

dan bentuknya yang tidak lazim ditemukan pada bangunan-bangunan perkantoran

umumnya, secara sekilas mampu menandakan bangunan ini bukanlah bangunan modern.

Bentuk atap dengan konstruksi yang sederhana ini mengalami penyelesaian yang tidak

seperti biasanya, yaitu dengan tidak diselesaikannya seluruh penutup atap sehingga ada

sebagian kecil di depan yang menunjukkan konstruksinya secara telanjang. Prinsip dari

difference sebagai proses dekonstruksi dapat terlihat di sisni melalui adanya penundaan

(postponing), yaitu dengan tidak terselesaikannya penggarapan atap dari teras ini.

Penundaan yang digunakan dalam penyelesaian atap ini ternyata mampu menampilkan

sesuatu yang lain dan lebih indah. Atap dari teras ini sekaligus juga menghadirkan adanya

presence dan absence, dimana presence dihadirkan melalui bentuk awan/mendung paada

atap ini yang dapat dirasakan akibat dari penundaan pekerjaan atap, sedangakn absence

lebih diungkapkan melalui kenyataan dari awan/ mendung yang sebenarnya tidak ada.

Gambar 3.22. Teras Kanan

Teras di sebelah kiri bangunan ini merupakan teras dari ruang rapat yang ada di lantai

satu. Teras yang sebenarnya lebih merupakan sebuah jendela terbuka yang menjorok ke

depan ini mempunyai luasan yang cukup kecil, sehingga teras ini tidak dapat diharapakan

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 47

Page 48: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

mampu menampung lebih dari dua orang peserta rapat yang ingin menghirup udara luar.

Seperti juga pada teras sebelah kanan, presence dan absence dapat dirasakan melalui

pekerjaan atap teras yang berupa rangka konstruksi tanpa adanya lembaran dari penutup

atap. Penundaan ini dapat hadir karena tidak terselesaikannya atap dari teras ini,

sedangkan keberadaan dari atap tetap dapat dirasakan (presence) meskipun sesungguhnya

fungsi atap sebagai peneduh tidak dapat terpenuhi (absence).

Gambar 3.23. Teras Kiri

Hadirnya sebuah pintu kaca di teras ini tidak seperti yang biasa kita lihat pada bangunan

modern, dengan digesernya salah satu sisi pintu dari dinding yang menjadi lubang pintu,

maka pada sudut pandang tertentu daun pintu tidak akan kelihatan. Menyembunyikan

daun pintu secara sengaja ini tentunya akan membuat keberadaan pintu tidak sekedar

sebagai penghubung antara dua ruang, apalagi dengan adanya pengolahan balok-balok

kayu yng dicat merah di sisi atas dari pintu tersebut, menunjukkan bahwa sebuah pintu

dapat diolah sedemikian rupa sehingga menjadi berbeda. Seperti yang diungkapkan

Derrida maupun Benedikt, penyembunyian (dissembling) seperti yang dilakukan pada

pintu tersebut mampu memperkaya dalam pengolahan unsur-unsur sebuah arsitektur.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 48

Page 49: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Dissembling dalam hal ini juga mengakibatkan hadirnya presence dan absence dari

sebuah pintu secara bersamaan. Sudut pintu di sebelah kiri hadir melalui kusen pintu

yang menempel pada dindingnya (presence), di mana sesungguhnya sisi pintu sebelah

kiri tidak berada di situ, melainkan menjorok ke dalam (absence).

Gambar 3.24. Teras Belakang

Konsep dan Denah Bangunan

Bangunan yang berada pada tapak yang tidak terlalu luas ini diselesaikan dengan cukup

jeli. Penggunaan garis-garis yang tidak sejajar dengan melakukan pembelokkan bentuk

pada sudut-sudut tertentu. Seperti yang dilakukannya pada rung istirahat, ruang studio

dan perpustakaan di pojok sebelah kanan dan tangga putar di lantai bawah serta ruang

rapat dan rung tunggu di lantai atas. Hal ini menunjukkan keinginan perancangannya

untuk membuat sesuatu yang tidak lazim dilakukan dlam arsitektur modern, dimana

keteraturan dan fungsionalitas menjadi pertimbngan utama.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 49

Page 50: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.25. Pola Lantai Dasar Wismakharman

Gambar 3.25a. Pola Lantai Satu Wismakharman

Pola Lantai

Dari denah yang menunjuk pada pola lntai ini dapat diketahui adanya pembedaan yang

kalau dilihat dari fungsinya, akan menunjukkan pembedaan jenis kegiatan. Pada lantai

bawah ini, pola lantai dibagi menjadi dua secara tegas menjadi perwilayahan sebelah kiri

dan kanan. Sedangkan di lantai atas pembagiannya menurut tatanan ruang yang ada di

luar dan di dalam. Di sisni secara jelas melalui pembedaan pola lantai antara lantai bawah

dan lantai atas, perancang ingin menunjukkan adanya usaha untuk melakukan pembedaan

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 50

Page 51: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

meskipun bangunan hanya terdiri dari dua lanati. Pada asas dekonstruksi hal ini dikenal

dengan istilah difference yang mempunyai makna differences, yaitu adanya pembedaan

antara dua hal (distinctions between things).

Kalau kita melihat keberadaan perpustakaan di sebelah pojok kanan bagian belakang dari

lantai bawah ini, dengan pola lantai yang menyatu dengan pola lantai bawah sebelah

kanan dan penggunaan dinding pembatas yang transparan, maka sepintas kita tidak akan

dapat menemukan ruang tersebut. Ruang perpustakaan disembunyikan keberadaannya

dalam ruang studio, salah satu teknik ini dapat dilakukan melalui asas difference dengan

melakukan penyembunyian (dissembling). Dari penyembunyian ini maka inside dan

outside juga disejajarkan posisinya apalagi bila ditambah dengan adanya pengulangn

(iterability) pada penggunaan jendela dan pintu. Pengulangan kusen yang sama di

dinding luar terhadap dinding yang ada di dalam semakin membuat sejajar posisi dari

inside dan outside, ruang kerja di luar bisa menjadi inside terhadap luar bangunan dan

outside bagi ruang perpustakaan yang di dalam. Tetapi begitu pula sebaliknya ruang

perpustakaan bisa menjadi outside bagi ruang kerja yang ada di luar. Perpindahan posisi

dari inside dan outside ini dapat dibolak-balik.

Gambar 3.26. Perpustakaan

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 51

Page 52: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Tangga

Keberadaan tangga putar sebagai satu-satunya penghubung antara lantai dasar dan lantai

satu diletakkan pada periferi bangunan, dapat dirasakan di sini bahwa sesuatu yang

seharusnya (perletakan tangga pada arsitektur modern) diletakkan di tengah namun pada

bangunan ini bahkan ditarik ketepi. Bagian sentral (tangga penghubung) yang seharusnya

menjadi pusat dari bangunan ini telah ditarik ke periferi bangunan. Dengan demikian

posisi tengah seakan-akan kehilangan pusatnya, sehingga tengah hanya menjadi sebuah

tempat dan bukan orientasi. Salah satu asas dekonstruksi yang dapat menjelaskan hal ini

adalah asas marginality dan centrality, dimana posisi pusat dan pinggiran ditukar atau

dipertentangkan atau ditindas/ditahan secara dekonstruksi. Adanya perpindahan posisi ini

juga menunjukkan bahwa keberadaan dari satu-satunya penghubung antara dua lantai ini

menjadi tidak penting artinya.

Gambar 3.27. Tangga Putar

Penggunaan tangga putar yang lazim digunakan sebagai tangga servis atau tangga dari

sebuah pabrik ini digunakan sebagai tangga utama dari bangunan kantor ini yaitu sebagai

satu-satunya yang menhubungkan antara lantai bawah dan lantai atas. Tangga ini

memanfaatkan kolom structural dari bangunan sebagai kolom structural tangga.

Pengolahan pada pegangan tangga berwarna merah yang terlepas dari struktur tangganya,

seakan-akan ingin menunjukkan bahwa ini bukan sekedar tangga servis atau tangga yang

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 52

Page 53: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

biasanya digunakan di pabrik. Dengan dimikian diharapkan dapat merubah nilai yang

selama ini dianggap tidak penting karena berada di daerah servis atau bangunan sebuah

pabrik, menjadi sebuah tangga yang mempunyai nilai penting karena fungsinya sebagai

tanngga utama dan peletakkannya pada sebuah bangunan kantor. Pembalikan hirarki ini

menurut Bernard Tschumi8 adalah program dekonstruksi yang dinamakan

disprogramming, yaitu program pabrik yang dimunculkan pada program kantor dengan

menampilkan sebuah tangga putar.

Program disprogramming ini juga dilakukan kembali dengan menghadirkan tangga depan

sebagai jalan masuk bagi setiap pengunjung atau tamu yang akan datang. Konsisten

penggunaan tangga pabrik ini terlihat dari bentuk dan bahan yang digunakan.

Sebagai satu-satunya jalan masuk ke dalam bangunan (kecuali lewat garasi yang menjadi

pintu servis), tentu saja tangga ini menjadi sebuah tangga utama yang menghubungkan

antara ruang luar dan ruang dalam bangunan. Dengan menempati posisi di depan, maka

tangga ini sekaligus menjadi bagian dari wajah depan bangunan yang pertama kali

terlihat dari luar. Dengan demikian, tangga ini telah mendapatkan posisi yang sangat

penting, tidak saja secara fungsi tetapi juga dari perletakan tangga ini sebagai bagian dari

tampang depan bangunan. Prinsip hierarchy reversal melalui disprogramming ini

tentunya akan mampu merubah persepsi orang tentang kelaziman dan hirarki yang

ternyata dapat dibolak-balik.

8 Seperti yang dijelaskan Bernard Tschumi pada buku Geoffrey Broadbent (1991), Deconstruction: A Student Guide, London: Academy Edition.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 53

Page 54: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.28 Tangga Depan

Jenis Kegiatan

Melihat dari jenis-jenis kegiatan yang ada pada bangunan ini, maka dapat dibedakan

adanya pemisahan kegiatan yang cukup tegas antara kegiatan operatif (studio) dan

kegiatan non operatif (pelayanan dan administrasi). Pada lantai bawah, kegiatan operatif

(yaitu rang studio dan perpustakaan) berada di sisi sebelah kanan sedangkan pada lantai

atas dibalik penempatannya menjadi sisi sebelah kiri (yaitu ruang studio dan ruang rapat),

begitu juga dengan kegiatan non operatifnya. Pada lantai bawah, kegiatan non

operatif/pelayanan (yaitu ruang istirahat, gudang, km/wc, garaasi, dapur dan ruang

makan) berada di sisi sebelah kiri, sedangkan di lantai atas kegiatan non

operatif/administrasi (yaitu ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang direktur) berada

di sisi sebelah kanan.

Dengan melihat bangunan sebagai dua belahan sisi kanan dan sisi kiri, mka dapat

dirasakan aanya pembalikan posisi dari kegiatan yang ada di bawah dan diatas. Bila

sebelumnya kegiatan operatif dilantai bawah dapat ditemukan di sebelah sisi kanan, maka

dengan menaiki tangga putar kita akan menuju daerah dengan kegiatan yang sama

(operatif) meskipun kita sedang berada di sebelah sisi kiri bangunan. Kesamaan pada

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 54

Page 55: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

kegiatan yang dilakukan membuat kita tidak merasakan bahwa kita sudah berda di lantai

yang tidak sama. Secara penempatan, tangga putar telah membalikan posisi dari yang

sebelah kanan (di lantai bawah) beralih ke sebelah kiri (lantai atas). Proses pembalikan

hirarki (hierarchy reversal) dari lantai dasar ke lantai satu, dimana kegiatan non operatif

(lantai dasar) melalui tangga putar seakan ikut diputr/dibalik menjadi kegiatan operatif

(lantai satu). Begitu pula untuk kegiatan operatif di lantai dasar diputar menjadi kegiatan

non operatif di lantai satu, menunjukkan adanya penggunaan salah satu asas dekonstruksi

tersebut yaitu hierarchy reversal. Selain itu, tangga juga berhasil meneruskan kegiatan

operatif yang ada di lantai bawah ke lantai atas, hal ini sesuai dengan yang dimaksud

Benedikt sebagai difference dalam pengertian deferral, yitu proses meneruskan (passing

alone).

Gambar 3.29. Susunan kegiatan pada Lantai Satu

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 55

Page 56: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Gambar 3.30. Susunan kegiatan pada Lantai Dasar

Perabot dan Sirkulai

Dari pengolahan ruang dan perletakan perabot, maka kita akan dapat melihat sirkulasi

yang ada pada bangunan ini. Yang menarik di sini adalah perletakan pintu pada lantai

satu, mulai dari tangga menuju teras, kemudian masuk ke dalam bangunan, sirkulasi

pengunjung dihadapkan pada keberadaan dinding atau sesuatu yang menjadi penghalang.

Bukan kemudahan jalan yang disuguhkan melainkan misteri yang ditawarkan untuk

pengunjung. Begitu juga dengan sirkulasi di dalam bangunan, pintu dan tangga yang

seharusnya dengan mudah dapat dilihat, sehingga orang dapat dengan cepat

mengenalinya bahkan telah disembunyikan (dissembling). Hadirnya perabot yang

memanfaatkan bahan-baahn bekas, lagi-lagi digunakan oleh Josef Prijotomo9 untuk

melihat masuknya unsure-unsur lama ke dalam karya ini. Mulai dari potongan besi

sebagai penggalan, balok-balok kayu yang sudah mengalami penghancuran karena

9 Josef Prijotomo dkk (1993), Dekonstruksi, Bukan Asal Semrawut, Makalah yang disajikan

dalamrangka 28 tahun ITS.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 56

Page 57: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

termakan rayap, tiba-tib saja dipergunakan sebagai kaki dan alas meja rapat. Daur ulang

bahan bekas ini membuat Josef Prijotomo memberikan penghargaan yang tinggi kepada

Andy Siswanto sebagai seorang pemulung yang berhasil memanfaatkan penggalan dan

potongan bahan bekas menjadi unsur pembentuk karya seni arsitektur (seni perabot).

Sedangkan bagi dekonstruksi hal ini bisa dilihat dari adanya pembalikan hirarki

(hierarchy reversal), dimana unsur-unsur yang tidak beharga/bernilai seperti penggalan

dan potongn dari bahan bekas tersebut diangkat menjadi barang berguna dan bahkan

dengan pengolahan lebih lanjut mampu mempunyai nilai yang tinggi sebagai sebuah

karya seni. Usaha merubah nilai pada bahan bekas selain itu juga mampu menunjukkan

kemampuan dari biro arsitek ini dalam hal merancng sebuah karya seni.

4 KESIMPULAN

Upaya pelacakan terhadap indikasi dekonstruksi bagi karya-karya semacam ini nampak

lebih rumit, karena kita harus menemukan ide-ide/ gagasan-gagasan awal yang

‘ditangkap’ oleh arsitek, sehingga hal ini akan dapat mempermudah upaya pelacakan

selanjutnya terhadap faktor-faktor dan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Kekurang

data, gambar, sketsa menyebabkan penafsiran dekonstruksi bagi sebuah banguna tidak

dapat tampil secara maksimal, apalagi kekurangan tentang makna sebuah konsep

perencanaan gedung tersebut.

Dari prinsip yang dipegang oleh Kenneth Yeang bahwa ia akan terus mencari dan

mencari bentuk yang baru, konsep yang baru dari faham yang sedang dia geluti dan tidak

membiarkan dirinya berhenti timbullah sebuah arsitektur yang ‘hidup’. Dekonstruksi

dalam arsitektur telah membawa warna yang bervariasi. Jika dikatakan membawa

kemajuan mungkin terlalu extrem, karena itu akan lebih tepat jika dikatakan dekonstruksi

“memperkaya” arsitektur. Jika kita meninjau perkembangan dunia arsitektur selama

beberapa abad yang lalu maka dalam cara orang membangun kita menjumpai suatu

perubahan yang mendasar. Perubahan penting ini ialah pergeseran ciptaan arsitektur.

Kalau dahulu arsitek menjadi pencipta tunggal dari ciptaannya, sekarang dia menjadi

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 57

Page 58: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

koordinator kreasi arsitektur. Terlepas dari konteks diatas, dan merujuk dari yang pernah

dikatakan oleh Louis Kahn, yaitu tentang pernyataan ‘Let it be’-nya. Hal ini memberikan

makna bahwa sebuah karya arsitektur setelah berdiri akan memiliki hidupnya sendiri,

terlepas dari keinginan arsitek itu sendiri. Inilah yang dapat menjadi sasaran dari

pembacaan Dekonstruktif.

Selanjutnya Tadao Ando adalah seorang arsitek metafisikan yang meng-implementasikan

pemikiran-pemikiran metafisik-transendentalnya secara “terselubung” pada arsitektur

dekonstruksi. Dengan demikian eksposisi arsitektur dekonstruksinya tidak banyak

diekspresikan pada unsur seni rupa, bentuk atau wujud, tetapi lebih banyak dirahakaan

pada kandungan nilai-nilainya yang sarat makna. Secara eksplisit karya Ando ini nampak

seperti karya arsitek modern lainnya, tetapi setelah dilacak secara seksama ternyata ia

memuat sejumlah nilai-nilai prinsipal dekonstruksi arsitektur.

Selanjutnya dari hasil pembacaan yang dilakukan pada karya Andy Siswanto yaitu

sebuah kantor Wismakharman diatas, telah banyak menunjukkan konsistensi perancang

terhdap dekonstruksi. Melalui bermacam-macam asa dekonstruksi yang digunakan dan

beberapa teknik olah terhadap unsur-unsur arsitekturnya, menghadirkan sebuah karya

yang mampu menghilangkan kebosanan bagi penikmat bangunan terhadap karya

arsitektur selama ini.

Akhirnya seperti yang telah dilakukan Benedikt terhadap Museum Kimbell, dengan asas-

asas (prinsip) dekonstruksi yaitu difference, hierarchy reversal, marginality and

centrality, iterability and meaning, mampu memberikan dan menunjukkan dekonstruksi

yang ada pada ketiga bangunan diatas. Meskipun dekonstruksi masih merupakan sebuah

perdebatan panjang yang belum membuahkan kesepakatan pemahaman yang sama, tetapi

setidaknya melalui asas-asas (prinsip) dekonstruksi tersebut usaha pengkayaan olah

arsitektur sudah dapat dilakuakn. Sehingga kebosanan bagi para arsitekpun dapat

dihindari.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 58

Page 59: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

DAFTAR PUSTAKA

---------(1995), Majalah Arsitektur Imarta, SKETSA edisi 11, Universitas Tarumanagara,

Jakarta.

Antoniades, Anthony. C (1990) “Poetic of Architecture”, Van Nostrand Reinhold New

York

Ashihara, Y., Merancang Ruang Luar, alih bahasa oleh Sugeng Gunadi, PT. Dian Surya,

1983.

Atmadi, Parmono dkk (1997), Perkembangan Arsitektur dan Pendidikan Arsitek di

Indonesia, Gajah Mada University Press.

Benedikt, Michael (1991), Deconstructing The Kimbell: An Essay on meaning and

Architecture, New York: Site Books.

Broadbent, Geoffrey (1991), Deconstruction: A Student Guide, London: Academy

Edition.

Japan Architecture (1990): “Tadao Ando”

Klassen, W., Architecture and Philosophy, University of San Carlos, Philippine, 1990,

p.11.

Laras, Majalah Arsitektur No.41/ Mei 1992

Prijotomo, Josef (1993), Dekonstruksi: Bukan Asal Semrawut, Makalah yang disajikan

dalam rangka 28 tahun Arsitektur ITS Surabaya

Prijotomo, Josef dkk (1996), Arsitektur Dekonstruksi, dalam tinjauan Indonesia,

Kanisius.

Siswanto, Andy (1993), Proses Kreatif dalam Postmodernisme, Makalah yang disajikan

dalam Seminar Arsitektur”Arsitektur Nusantara, Keajegan dan Perubahan”, ITS

Surabaya.

Sumaryano. E (…….), tulisannya mengenai Jacques Derrida pada buku Arsitektur

Dekonstruksi, dalam tinjauan Indonesia, Kanisius.

Susanti, Ivy (1997), Dekonstruksi, Arsitektur, dan Arsitektur Dekonstruksi, Majalah

Arsitektur Imarta, SKETSA edisi 13, Universitas Tarumanagar, Jakarta

Venturi, Robert (1997): “Complexity and Contradiction in Architecture”, The

Architectural Press, Ltd, London

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 59

Page 60: Tengarah Rancangan Dekonstruksi: Dalam Konteks Rancangan ...

Wigley, Mark (1993): “The Architecture of Deconstuction, Derrida’s Haunt, MIT Press

Cambrige, Massachussets, London, England.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 60