DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ......

165
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kajian Budaya Oleh Kawasaki Naomi S 701008006 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ......

Page 1: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Kajian Budaya

Oleh

Kawasaki Naomi

S 701008006

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Kajian Budaya

Oleh

Kawasaki Naomi

S 701008006

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 3: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO

TESIS

Oleh

Kawasaki Naomi

S 701008006

Komisi Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I

Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD NIP.19500709 198003 1 003

...............................

............

Januari 2013

Pembimbing II

Dr. Titis Srimuda Pitana, ST., M.Trop. Arch NIP.19680609 199402 1 001

...............................

............ Januari 2013

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal Januari 2013

Ketua Program Studi Kajian Budaya Program Pasca Sarjana UNS

Prof. Dr. Bani Sudardi, M. Hum. NIP. 19640918 198903 1 001

Page 4: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO

TESIS

Oleh

Kawasaki Naomi

S 701008006

Tim penguji

Jabatan Nama Tanda Tanggan Tanggal

Ketua

Prof. Dr. Bani Sudardi, M. Hum. NIP. 19640918 198903 1 001

....................................

........ Januari 2013

Sekretaris

Dr. Nooryan Bahari, M.Sn. NIP. 19650220 199003 1 001

....................................

........ Januari 2013

Anggota Penguji

Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD NIP.19500709 198003 1 003

....................................

........ Januari 2013

Dr. Titis Srimuda Pitana, ST., M.Trop. Arch NIP.19680609 199402 1 001

....................................

........ Januari 2013

Telah dipertahankan di depan penguji

Dinyatakan telah memenuhi syarat Pada tanggal Januari 2013

Direktor Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Kajian Budaya

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS. NIP. 19610717 198601 1 001

Prof. Dr. Bani Sudardi, M. Hum. NIP. 19640918 198903 1 001

Page 5: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul : “DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK

SOLO” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak

terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk

memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis

digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber

acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat

dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan (Permendiknas No17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah

lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs-

UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu

semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakkan publikasi

dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Kajian Budaya PPs-

UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh

Prodi Kajian Budaya PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari

ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik

yang berlaku.

Surakarta, ....................................

(diisi tanggal ujian pendadaran)

Mahasiswa,

Kawasaki Naomi

S701008006

Page 6: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“一期一会”

“Ichigo-Ichie”

“a-once-in-a lifetime chance”

一期 (Ichigo) berarti seumur hidup,

一会 (Ichie) berarti hanya sekali saja dapat ditemui

Segala hal yang ditemui pada saat ini

adalah sesuatu yang hanya sekali saja dapat ditemui.

Tidak ada waktu yang persis sama selain sekarang dan

tidak ada pertemuan selain sekarang ini.

(山上宗二記: Yamagami Souji Ki)

Tesis ini saya persembahkan kepada

Orang tua dan mertua yang selalu mendukung cita-citaku;

semua dosen UNS yang telah memberikan perhatian hangat kepadaku,

teman-teman keluarga besar UNS yang selalu memberikan motivasi;

masyarakat Solo yang telah menerima saya dengan ramah,

terutama keluargaku di Solo;

Suamiku tercinta.

Page 7: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

DAFTAR ISI

HaL

JUDUL ....................................................................................................... i

PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ............................................. ii

PENGESAHAN PENGUJI TESIS ......................................................... iii

PERNYATAAN ........................................................................................ iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................ vi

ABSTRACT .............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ........................................................................... viii

DAFTAR ISI ............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xix

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 7

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 8

1.3.1. Tujuan Umum ............................................................. 8

1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................ 8

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 9

1.4.1. Manfaat Teoretis ......................................................... 9

1.4.2. Manfaat Praktis ........................................................... 9

1.5. Sistematika Penulisan ............................................................ 9

Page 8: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI:

BATIK SOLO, MAKNA SIMBOLIK, DAN

DEKONSTRUKSI ....................................................................

13

2.1. Kajian Pustaka: Hasil Penelitian Terdahulu

Tentang Batik ........................................................................

13

2.2. Konsep: Dekonstruksi Makna Simbolik dan

Batik Solo ..............................................................................

18

2.2.1. Dekonstruksi Makna Simbolik .................................... 18

2.2.2. Batik Solo .................................................................... 23

2.3. Landasan Teori: Dekonstruksi dan Semiotika ...................... 25

2.3.1. Teori Dekonstruksi ...................................................... 25

2.3.2. Teori Semiotika ........................................................... 29

BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................... 32

3.1. Rancangan Penelitian ............................................................ 32

3.2. Lokasi Penelitian ................................................................... 35

3.3. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 36

3.4. Teknik Pemilihan Informan .................................................. 37

3.5. Instrumen Penelitian .............................................................. 37

3.6. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 38

3.7. Teknik Analisis Data ............................................................. 39

3.8. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ................................... 40

BAB IV. PEMBAHASAN: GAMBARAN UMUM, SEBAB,

PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA

SIMBOLIK BATIK SOLO ...................................................

41

4.1. Gambaran Umum Kota Solo dan Batik Solo ........................ 43

4.1.1. Kota Solo Sebagai Pusat Batik .................................... 43

Page 9: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

4.1.2. Batik Solo Sebagai Warisan Adiluhung

Budaya Jawa ...............................................................

48

4.1.2.1. Ragam Hias Batik Solo ................................... 50

4.1.2.2. Teknik Pembuatan Batik Solo ........................ 54

4.1.2.3. Penggunaan Batik Solo ................................... 59

4.1.3. Simbolisasi Batik Solo ................................................ 62

4.1.3.1. Batik Solo Sebagai Ekspresi Kosmologi

Jawa ................................................................

62

4.1.3.2. Batik Solo Sebagai Ekspresi Daur Hidup

Manusia Jawa .................................................

69

4.2. Sebab Terjadinya Dekonstruksi Makna Simbolik

Batik Solo .............................................................................

73

4.2.1. Jejak-jejak Perubahan Pemaknaan atas

Batik Solo ...................................................................

73

4.2.2. Batik Solo Dalam Konstelasi Global .......................... 81

4.3. Proses Dekonstruksi Makna Simbolik Batik Solo ................ 94

4.3.1. Dari Seni Alus (Adiluhung) Menjadi Warisan Budaya

( Heritage) ...................................................................

95

4.3.2. Dari Daur Hidup (Siklus Hidup)

Menjadi Fashion .........................................................

106

4.4. Implikasi Dekonstruksi Makna Simbolik Batik Solo

Terhadap Perkembangan Batik Solo .....................................

111

4.4.1. Implikasi Terhadap Popularitas Batik Solo ................ 111

4.4.2. Implikasi Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi

dan Budaya Masyarakat Solo ....................................

126

4.4.2.1. Batik Solo Menjadi Modal Budaya Dalam

Pembangunan Ekonomi Kota Solo .................

126

Page 10: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiii

4.4.2.2. Batik Solo Menjadi Kebanggaan

Masyarakat Solo ............................................

134

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 142

5.1. Simpulan ............................................................................... 142

5.2. Saran ...................................................................................... 144

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 146

LAMPIRAN .............................................................................................. 164

GLOSARIUM ........................................................................................... 184

Page 11: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiv

DAFTAR TABEL

HaL

Tabel IV.1 Ragam Hias Batik Solo Dalam Upacara Daur Hidup 72

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1 Diagram Rancangan Penelitian 35

Gambar IV.1 Letak Kota Solo 43

Gambar IV.2 Peta Kota Solo 44

Gambar IV.3 Pemandangan Pasar Klewer dari Luar 46

Gambar IV.4 Letak PGS dan BTC 46

Gambar IV.5 Pemandangan PGS dari Luar 47

Gambar IV.6 Pemandangan BTC dari Luar 47

Gambar

IV.7

Ragam Hias Parang Dalam Karya Go Tik Swan

Beragam-hias “Parang Baris Suryo Guritno”

yang Disembahkan Kepada PB XII

52

Gambar

IV.8

Batik Ragam Hias Parang Solo

(Parang Barong)

54

Gambar

IV.9

Batik Ragam Hias Parang Yogyakarta

(Parang Barong Seling)

54

Gambar IV.10 Canting Tulis 58

Gambar IV.11 Pecanting di Ndalem Hardjonagaran Solo 58

Gambar IV.12 Canting Cap 59

Gambar IV.13 Perajin Cap di Batik Gunawan Stiawan 59

Gambar

IV.14

Susuhunan Paku Buwana X Bersama Garwa Padmi

Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang Memakai Cinde dan

Dodot

61

Page 12: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xv

Gambar

IV.15

Orang-orang yang Memakai Nyamping (Kain Panjang)

dan Udeng/Blangkon (Ikat Kepala) di Pengadilan pada

Zaman Kolonial

62

Gambar

IV.16

Skema Sangkan Paraning Dumadi dan Papat Keblat

Kalima Pancer Dalam Kosmologi Manusia Jawa

68

Gambar

IV.17

Batik Indonesia Karya Go Tik Swan Beragam-hias

Parang Parung

80

Gambar

IV.18

Batik Indonesia Karya Go Tik Swan Beragam-hias

Sido Luhur

80

Gambar IV.19 Batik Carolina von Faranquemonto di Surabaya 88

Gambar IV.20 Batik Eliza van Zuylen di Pekalongan 88

Gambar

IV.21

Gusti Bendara Raden Ajeng Retno Puwoso Putri

Susuhunan Paku Buwana X Berpakaian Kebaya dan

Batik Keraton

91

Gambar

IV.22

Wanita Eropa Berpakaian Kebaya dan Batik Belanda

Sekitar Tahun 1900

91

Gambar

IV.23

Wanita Indo-Sino Berpakaian Kebaya dan Batik Pesisir

(Sarong) pada Awal Abad ke-20

92

Gambar

IV.24

Gusti Putri Mangkunegoro, Ibu Hartini

Soekarno, dan Kanjeng Ratu Pakubuwana Berpakaian

Kebaya dan Batik pada Tahun 1963

92

Gambar

IV.25

Baju Kebaya dan Batik Sekarang,

Karya Anne Avantie

92

Gambar IV.26 Sertifikat Warisan Budaya Takbenda Oleh UNESCO 104

Gambar IV.27 Pria Jawa di Lingkungan Kerja Pengadilan 106

Gambar IV.28 Penari Wanita Jawa 106

Gambar

IV.29

Seksi Batik Kerajaan Dalam Pameran “Batik Indonesia:

Warisan Budaya yang Hidup” di Solo

113

Page 13: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xvi

Gambar IV.30 American Batik Design Competition 115

Gambar

IV.31

Menteri Perindustrian Mohamad S. Hidayat Memberikan

Penjelasan Batik Wayang Kepada Presiden RI Susilo

Bambang Yudhoyono pada World Batik Summit 2011

di JCC, Jakarta 28 September 2011

116

Gambar

IV.32

Karya Busana Batik Iwan Tirta Dalam

Batik Fashion Show untuk Madame Imelda Marcos pada

Tahun 1976

118

Gambar

IV.33

Karya Busana Batik Iwan Tirta Dalam Poster Promosi

Garuda Indonesia Australia Office

118

Gambar

IV.34

Motif yang Didesain Iwan Tirta untuk Seragam Garuda

Indonesia oleh Chossy Lattu (Dipakai dari Tahun1999)

119

Gambar IV.35 Kemeja Batik Iwan Tirta Dalam Kongres APEC 1 120

Gambar IV.36 Kemeja Batik Iwan Tirta Dalam Kongres APEC 2 120

Gambar IV.37 Kemeja dan Dress Batik Bola di PGS 124

Gambar

IV.38

Konsumen yang Sedang Memilih Kemeja

Batik Bola di PGS

124

Gambar IV.39 Slogan Solo, The Spirit of Java 126

Gambar IV.40 Wacana “Solo Ibukota Batik” Dalam Media Massa 126

Gambar IV.41 Gate Kauman Kampung Wisata Batik 128

Gambar

IV.42

Kostum SBC Bermotif Flora yang Ditampilkan Dalam

Acara Dies Nataris UNS 2012

131

Gambar

IV.43

Kostum SBC Bermotif Jawa Tengah yang Ditampilkan

Dalam Acara Dies Nataris UNS 2012

131

Gambar

IV.44

Kostum SBC Bermotif Jawa Tengah yang Ditampilkan

Dalam Acara Dies Nataris UNS 2012

131

Gambar IV.45 Karya Busana Batik 1 Dalam SBF 2012 132

Gambar IV.46 Karya Busana Batik 2 Dalam SBF 2012 132

Page 14: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xvii

Gambar IV.47 Karya Busana Batik 3 Dalam SBF 2012 133

Gambar

IV.48

Seragam Batik Pemerintah Kota Solo dan Guru SMP

Kota Solo yang Terbuat dari Tekstil Printing Bermotif

Batik

136

Gambar

IV.49

Seragam Batik SD Muhammadiyah 4 Serakarta yang

Terbuat dari Tekstil Printing Bermotif Batik, Dalam

Ragam Hias Terdapat Lambang Sekolah

136

Gambar IV.50 Gapura Bibis Wetan RW XX Kal Gilingan Solo 136

Gambar

IV.51

Motif Batik yang Digambarkan atas Gapura Bibis Wetan

RW XX Kal Gilingan Solo

136

Gambar IV.52 Batik Solo Trans (BST) 137

Gambar IV.53 Becak yang Dihiasai Motif Batik 137

Gambar

IV.54

Motif yang Digambarkan atas Becak

(Ragam Hias Parang)

137

Gambar

IV.55

G.P.H. Puger B.A. Berbusana Adat Jawa dalam Acara

Jemenangan Dalem Tahun 2011

138

Gambar

IV.56

Busana Adat Jawa Dalam Acara Ritual Satu Sura

Tahun 2009

138

Gambar

IV.57

Slogan “Wayang Orang Budayaku, Jati Diriku dan

Kebanggaanku” Dalam Acara Karnaval Wayang Orang

139

Gambar

IV.58

Peserta Anak-anak SD Dalam Karnaval

Wayang Orang

140

Gambar

IV.59

Peserta Siswa-siawa Dalam Karnaval

Wayang Orang

140

Gambar L.4.1 Kawun 174

Gambar L.4.2 Turuntum 174

Gambar L.4.3 Cakar 174

Page 15: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xviii

Gambar L.4.4 Slobog 174

Gambar L.4.5 Wahyu Tumrun 175

Gambar L.4.6 Sidoasih 175

Gambar L.4.7 Sidodadi 175

Gambar L.5.1 Parang Pamor 177

Gambar L.5.2 Cakar Pintu Retno 177

Gambar L.5.3 Sido Dadi Mulyo 178

Gambar L.5.4 Wora Wari 178

Gambar L.5.5 Derimo Mukti 179

Gambar L.5.6 Turun Wahyu Temurum 179

Gambar

L.6.1

Sawat Lar Bergaya Mangkunegaran

– Karya Iwan Tirta 1990-an

181

Gambar L.6.2 Parang Rusak Barong – Karya Iwan Tirta 181

Gambar L.6.3 Modang 182

Gambar L.6.4 Cumukiran Gaya Solo 182

Gambar L.6.5 Cumukiran Dalam Batik Solo 182

Gambar L.6.6 Udang Liris 183

Page 16: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xix

DAFTAR LAMPIRAN

HaL

Lampiran 1 Daftar Informan 164

Lampiran 2 Pedoman Wawancara 168

Lampiran 3 Kalender of Cultural Event Solo 2012 170

Lampiran 4 Contoh Ragam Hias Batik Solo Dalam Daur Hidup 174

Lampiran

5

Contoh Pemilihan Ragam Hias Batik Solo Pakem dari

Kampung Batik Kauman untuk Upacara Pernikahan

176

Lampiran

6

Contoh Ragam Hias Larangan yang Dikeluarkan

PB III

181

Page 17: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Kawasaki, Naomi. S701008006. 2012: Dekonstruksi Makna Simbolik Batik Solo. Tesis Program Studi Kajian Budaya Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing 1 Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD, dan Pembimbing 2 Dr. Titis Srimuda Pitana, ST., M.Trop. Arch.

Batik Solo merupakan salah satu wujud budaya adiluhung Jawa yang diakui sebagai bagian Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO. Sebagai produk budaya, Batik Solo dapat diposisikan sebagai teks budaya yang harus dibaca untuk mengungkap makna simbolik yang dikandungnya sesuai dengan ruang dan waktu dari si pemakna (subjek). Sebagaimana logika dekonstruksi dalam memahami realitas Batik Solo, pemaknaan Batik Solo harus dipandang sebagai suatu proses dan juga harus dimaknai secara kontekstual. Sementara itu, dekonstruksi terjadi karena adanya pergeseran pemahaman subjek atas objek yang dipandang sebagai realitas ciptaan (produksi, konstruksi) atau diciptakan kembali (reproduksi, rekonstruksi).

Penelitian ini dilakukan dalam ranah ilmu Kajian Budaya dengan menggunakan metode analisis data kualitatif dan teknik analisis data secara deskriptif dan interpretatif yang menggunakan pendekatan hermeneutik. Di dalam penelitian ini teori Dekonstruksi dari Derrida diposisikan sebagai teori utama untuk menjawab ketiga rumusan masalah penelitian yang dalam penggunaannya dibantu dengan teori Semiotika Komunikasi Visual dari Umberto Eco yang digunakan secara eklektik.

Hasil yang diperoleh penelitian ini ada tiga. Pertama, dekonstruksi makna simbolik Batik Solo yang terjadi disebabkan oleh kematian metafisika yang didorong kedua aspek, yakni: (1) jejak-jejak perubahan pemaknaan atas Batik Solo; dan (2) Batik Solo dalam konstelasi global. Kedua, proses yang terjadi dalam dekonstruksi makna simbolik Batik Solo dapat dipahami melalui dua proses, yaitu: (1) dari seni alus (adiluhung) menjadi warisan budaya (heritage); dan (2) dari daur hidup (siklus hidup) menjadi fashion. Ketiga, dekonstruksi makna simbolik Batik Solo memiliki dua implikasi, yiatu: (1) implikasi terhadap popularitas Batik Solo; dan (2) implikasi terhadap kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat Solo. Kata Kunci: dekonstruksi, simbol, Batik Solo.

Page 18: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

Kawasaki, Naomi. S701008006. 2012: Deconstruction of the Symbolic Meaning of the Solo Batik. Thesis. Postgraduate Studies in Cultural Study. Sebelas Maret University Surakarta. Supervisor 1 Prof. Dr. NanangRizali, MSD. Supervisor 2 Dr. Titis Srimuda Pitana, ST., M. Trop. Arch.

Batik Solo is a one of Javanese adiluhung (high valued) cultures form which was recognized as a part of Intangible Cultural Heritage by UNESCO. As a cultural product, Batik Solo can be positioned as a cultural text which should be read for expressing symbolic meaning within it, in accordance with time and space by subject. In the same manner as the logic of deconstruction to understand the reality of Batik Solo, the interpretation of Batik Solo should be considered as a process and be interpreted contextually. Meanwhile deconstruction occurs because of the change of subject’s understanding toward the object which considered as constructed reality (production, construction) or re-constructed reality (reproduction, reconstruction).

This study was conducted in the field of Cultural Studies by using qualitative data analysis method, descriptive and interpretative data analysis technique and hermeneutic approach. In this study, Derrida’s Deconstruction theory is positioned as the grand theory to answer the three study problems which is in its application supported by Umberto Eco’s Visual Communication Semiotics theory which is used eclectically.

There are three results which were acquired in this study. First, deconstruction of the symbolic meaning of the Batik Solo is triggered by the death of metaphysics which is endorsed by two aspects, namely (1) traces of interpretation change on the Batik Solo; and (2) Batik Solo in global constellation. Second, the process continued due to the deconstruction of the symbolic meaning of the Batik Solo can be comprehended by two processes; (1) from the alus (adiluhung) art to be the heritage; (2) from life cycles to be fashion. Third, deconstruction of the symbolic meaning of the Batik Solo has two implications; (1) implication toward the popularity of Batik Solo; and (2) implication toward social economy and culture of Solo society. Key Words: deconstruction, symbol, Batik Solo

Page 19: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Penolong karena

atas kehendak-Nyalah penulisan tesis ini bisa diselesaikan. Dalam kesempatan ini,

penulis mengucapkan terima kasih kepada: Prof. Dr. Nanang Rizali, MSD, Dr.

Titis Srimuda Pitana, ST., M.Trop. Arch atas bimbingan dan tuntunan yang telah

diberikan dengan penuh perhatian sehingga tesis ini terwujud.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang disampaikan kepada

Universitas Sebelas Maret (UNS), dan Ketua Program Magister (S2) Program

Studi Kajian Budaya UNS atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

menjalani studi di Program Magister (S2) Kajian Budaya UNS.

Demikian juga, terima kasih penulis tujukan kepada semua dosen UNS

yang telah memberikan sedemikian banyak sesuatu kepada penulis tidak hanya

ilmu pengetahuan bahkan perhatian baik untuk melanjutkan studi penulis di UNS,

para dosen S2 Kajian Budaya, para dosen jurusan Sastra Indonesia, dan para

dosen penulis temui di UNS. Demikian juga senior-senior ilmu Kajian Budaya

yang telah memberi ruang kesadaran baru kepada penulis dengan menggunkan

sekian banyak waktu untuk memperluaskan pemahaman khususnya ilmu Kajian

Budaya. Semoga Tuhan senantiasa memberikan kemuliaan dan kebijaksanaan

agar mereka selalu ditempatkan dalam kegembiraan dan keindahan kehidupan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada masyarakat Solo yang telah

menerima penulis sebagai keluarga besar untuk menyelasaikan penelitian ini, juga

keluarga penulis di Solo yang saya cintai. Demikian juga teman-teman di keluarga

besar UNS yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. Setiap rasa hangat

yang penulis terima di kota Solo sejak awal pelajaran di UNS, ternyata membantu

begitu banyak terhadap kehidupan dan penelitian selama ini. Oleh karena itu,

ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada mereka. Semoga Tuhan yang

Maha Esa selalu melindungi mereka dan membalas pertolongan mereka. Rasa

terima kasih juga penulis haturkan pada peran para informan. Mereka telah

memberikan informasi yang berharga bagi penelitian ini.

Page 20: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Secara khusus, penulis sampaikan terima kasih kepada kedua orang tua

dan mertua yang selalu mendukung cita-cita untuk melanjutkan studi di Indonesia.

Tidak lupa pula, rasa terima kasih penulis haturkan pada suami tercinta yang

selalu memberikan jalan dengan penuh rasa cinta dan hormat yang tidak dapat

dilupankan. Sekali lagi terima kasih atas doa-doa yang diberikan olehnya.

Solo, Nopember 2012

Penulis

Kawasaki Naomi

S701008006

Page 21: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batik menjadi salah satu warisan adiluhung budaya Jawa. Keunikan dan

kekhasan motif dan ragam hias Batik Solo yang sarat nilai filosofis

menjadikannya sebagai warisan budaya yang perlu dijaga dan dikembangkan.

Gagasan serupa pernah diutarakan oleh mantan Walikota Surakarta, Joko Widodo

dan mantan Duta Besar Indonesia untuk Jepang dalam kutipan berikut.

Batik adalah kerajinan yang mengandung filosofi, memiliki karakter dan nilai seni, serta menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak lama. Sebagai ikon budaya, batik merupakan lokal genius yang mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Semoga batik akan menjadi warisan sejarah yang mampu menjawab modernisasi dan terjaga eksistensi tradisinya (Widodo, dalam Atmojo, 2008: 6).

The art of Batik holds a special place in the hearts of Indonesia everywhere. It is our national costume and it is something with which the world identifies us, but is also something that we hold dear as a reminder of the traditions and skills that are our national heritage and that have been passed down over hundreds of years from generation to generation (Anwar dalamTozu (ed.), 2007:6).

Pengakuan ini tidak hanya datang dari masyarakat Solo sebagai pelaku

budaya dan/atau pemerintah daerah dan pusat sebagai pemangku kekuasaan

negara, tetapi juga dunia internasional. Oleh karena itu, dunia internasional yang

telah menjadi bagian integeral dari budaya tersebut merasa berkepentingan untuk

ikut menjaga dan mengembangkan batik. Hal ini terbukti dengan terpilihnya batik

sebagai salah satu warisan budaya takbenda pada tanggal 2 Oktober 2009 oleh

UNESCO.

Page 22: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Secara historis — batik sebagai produk budaya tradisional — kelahiran

dan pengembangannya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan kerajaan-kerajaan

di Nusantara sebagai pemangku kebudayaan. Malahan dari sisi ragam hias, batik

merupakan ekspresi yang menyatakan keadaan diri dan lingkungan penciptanya.

Berdasar pada pandangan tersebut, batik dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu

batik keraton dan batik pesisiran (Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII, 1997:5).

Sebagaimana Djoemena (1990a:8), yang dimaksud batik keraton adalah batik dari

daerah Solo dan Yogyakarta. Sementara itu, batik pesisiran adalah semua batik

yang pembuatannya dikerjakan di luar daerah Solo dan Yogyakarta. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa Batik Solo termasuk batik keraton. Yayasan

Harapan Kita/BP 3 TMII (1997:5) menegaskan bahwa batik keraton adalah batik

yang tumbuh dan berkembang di atas dasar-dasar filosofis kebudayaan Jawa yang

mengacu pada nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri, serta memandang manusia

dalam konteks harmoni semesta alam yang tertib, serasi, dan seimbang (harmonis).

Oleh karenanya, Batik Solo begitu terkait dengan kehidupan manusia Jawa

sehingga tidak dapat terpisah dari kehidupan masyarakat Jawa, terutama

kehidupan dan/atau kegiatan di dalam Keraton Kasunanan Surakarta.

Sebagaimana pernyataan Paku Buwana IX, dalam Pujiyanto (2010:13),

“Nyandhang panganggo hiku dadyo srono hamemangun wataking manungso

jobo-jero (memakai busana dan perlengkapannya itu menandakan watak lahir dan

batin dari si pemakai)”.

Solo sebagai pusat Kerajaan Mataram Jawa (Kasunanan Surakarta) eksis

dengan segala tradisi serta adat-istiadat keratonnya. Keraton bukan hanya sekadar

Page 23: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

kediaman raja-raja, melainkan juga merupakan pusat pemerintahan, agama, dan

kebudayaan. Keadaan ini mempengaruhi juga produksi ragam hias, tata warna,

dan pemakaiannya (Djoemena, 1990a:10). Batik tradisional Solo lazimnya

dipenuhi dengan motif klasik dan digunakan pada acara yang erat hubungannya

dengan adat-istiadat manusia Jawa (Widiastuti, 1993:5). Motif klasik batik

diartikan sebagai ragam hias batik yang diciptakan pada zaman dahulu. Ragam

hias tersebut bukan sesuatu yang hanya indah secara visual, tetapi juga sesuatu

yang diberi makna yang erat hubungannya dengan falsafah hidup manusia Jawa.

Ini berarti bahwa bagi manusia Jawa, keindahan ragam hias batik lebih dimaknai

sebagai upaya untuk memberikan nafas dan jiwa dari busana tradisional.

Implementasi keindahan ragam hias batik ini akhirnya menjadi busana tradisional

Jawa yang sekaligus menjadi simbol kosmologi, dasar orientasi diri, dan cermin

sikap hidup. Ilustrasi ini tampaknya dapat dijadikan pijakan argumentasi bahwa

apabila makna filosofis dan proses pembuatan Batik Solo melalui proses

pertimbangan yang rumit dan matang, maka Batik Solo dapat dianggap sebagai

wujud budaya Jawa yang agung (adiluhung).

Secara filosofis, ragam hias pada batik tradisional Solo mengandung

pesan dan harapan tulus yang diyakini akan membawa kebaikan dan kebahagiaan

bagi si pemakai. Ini semua dilukiskan secara simbolis sekaligus merupakan ciri

khas Batik Solo (Djoemena, 1990a:10). Artinya, batik tradisional Solo dapat

dimaknai sebagai kain batik yang mengandung makna simbolis dalam ragam

hiasnya yang penggunaannya disesuaikan dengan kegiatan adat yang berlaku

beserta suasana yang melingkupinya.

Page 24: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Keraton Kasunanan Surakarta sebagai penerus Dinasti Mataram

merupakan pemangku kebudayaan Jawa yang sekaligus pusat magis terbesar

budaya Jawa. Oleh karenanya, sudah sepantasnya seni batik berkembang pesat di

Jawa dan menjadikan Solo sebagai salah satu pusat batik di Jawa. Eksistensi Solo

sebagai salah satu pusat batik di Jawa ini diperkuat dengan keberadaan beberapa

kampung batik yang hingga saat ini tetap bertahan. Dua kampung batik di Solo

yang menjaga dan mengembangkan batik sebagai warisan budaya Jawa, yaitu

Kampung Batik Kauman dan Laweyan. Secara visual, dua kampung batik ini

menyiratkan pernah mengalami masa kejayaan. Kejayaan ini merupakan bukti

bahwa warga kedua kampung ini pernah berhasil meningkatkan kesejahteraan

melalui usaha batik yang pada zamannya mampu memenuhi tuntutan kebutuhan

busana tradisional Jawa.

Batik tradisional Solo bukanlah semata-mata wujud karya ilmu rancang

seni yang dilihat sebagai seni alus, tetapi sekaligus memiliki fungsi sebagai

busana tradisional manusia Jawa yang dipakai baik dalam kegiatan yang berkaitan

dengan daur hidup manusia Jawa terutama keluarga dan kerabat keraton dalam

kehidupan sehari-hari. Hal ini sebagaimana diungkapkan Geertz (1976:287),

sebagai berikut.

Batik, the final element in the alus art complex .... Also, like dance, music, and drama, batik was a spiritual discipline ... it took great inward concentration to work on such a piece of very detailed and delicate cloth painting; and a favorite symbol of mystic experience is still mbatik manah ―‘drawing a batik design on the heart’.

Tidak dipungkiri bahwa busana tradisional Batik Solo dapat dimaknai

sebagai batik tradisional Solo yang dipakai, baik dalam kehidupan sehari-hari

Page 25: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

maupun dalam kegiatan adat manusia Jawa yang berkaitan dengan daur hidupnya

secara spiritual. Namun demikian, harus diakui bahwa makna tersebut sudah

mengalami perubahan sejalan dengan derasnya arus modernisasi yang ditandai

dengan semakin canggihnya media informasi dan tumbuh suburnya budaya instan.

Pengaruh ini telah membawa dampak cukup menyedihkan bagi keberlangsungan

kampung-kampung batik di Solo. Permintaan atas kebutuhan batik sebagai busana

tradisional Jawa semakin menurun akibat semakin pesatnya perkembangan mode

dalam berbusana (fashion). Akibatnya, mereka menggantungkan hidup pada usaha

batik menjadi sesuatu yang dianggap kurang menguntungkan. Sebagaimana

ditegaskan Musyawaroh (2009a) dalam sebuah artikel on line sebagai laporan

kegiatan pengabdian masyarakat (tahun 2006-2009) di kampung Kauman seperti

berikut (http://musyawaroh.staff.uns.ac.id/kauman-surakarta-kampung-lama-

yang-terabaikan/, diakses tanggal 20 Mei 2012).

... usaha batik di Kauman berangsur-mangsur merosot. Pengusaha batik banyak yang beralih profesi menjadi pegawai negeri/swasta/usaha lain atau bahkan berhenti bekerja seiring dengan uzurnya usia. Hanya tinggal sebagian kecil pengusaha batik yang masih melanjutkan usahanya, ... Jumlah pengusaha batik yang aktif produksi dan menjual hasil usahanya di wilayah tersebut jauh berkurang dari sekitar 65, sekarang hanya tinggal 6, selebihnya melakukan pemrosesan batik di luar Kauman.

Pararel dengan pernyataan tersebut, Sekimoto (2000:271) menjelaskan

bahwa kondisi kampung Laweyan pada tahun 1975 sudah mulai mengalami

keterpurukan, walaupun mereka masih tetap mempertahankan kegiatan

pembatikan sebagai usahanya. Namun demikian, pada tahun 1991 kampung

Laweyan tidak lagi dapat dikatakan sebagai kampung batik. Sebagian besar

pengusaha batik telah gulung tikar dan tinggal sedikit pengusaha yang

Page 26: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

melanjutkan usahanya dengan sekala relatif sangat kecil. Hal ini dipertegaskan

Wijaya (2010:66), “... sebagian besar pabrikan batik cap di Surakarta terpaksa

harus tutup di era tahun 1980-an. Sementara itu industri rumah tangga batik tulis

dapat bertahan” .

Semakin rendahnya minat pengusaha batik dan semakin sulitnya mencari

pekerja/pengrajin batik dari warga kampung-kampung batik mendatangkan akibat

yang signifikan terhadap pengetahuan tentang batik itu sendiri bagi generasi

bangsa, tidak terkecuali masyarakat Solo sebagai ahli waris batik. Batik semakin

tidak dikenali sebagai karya seni yang melalui proses rumit dan memerlukan

kesabaran tangan-tangan terampil. Hal ini diperparah lagi dengan munculnya

pasar bebas di dunia perdagangan yang tidak mampu menolak hadirnya tekstil

printing bermotif batik yang diperjualbelikan dengan harga yang jauh lebih murah

daripada Batik Solo yang merupakan produk budaya Jawa yang berbasis pada

kearifan lokal. Malahan pasar tidak lagi peduli tentang jenis, motif, dan makna

filosofis di balik batik yang selama ini dikembangkan oleh para leluhur. Apabila

keadaan ini dibiarkan terus berlangsung, maka bukan tidak mungkin Batik Solo

semakin termarjinalkan dan tergantikan tekstil printing bermotif batik. Artinya,

walaupun batik telah diakui sebagai warisan budaya UNESCO, namun

masyarakat Solo gagal menjadi ahli waris yang mampu menjaga dan

mengembangkan warisan adiluhung budaya Jawa yang membanggakan. Oleh

karena itu, perlu tindakan cerdas dalam upaya meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang Batik Solo dan menyikapi pengaruh global berkaitan dengan

upaya membangun karakter dan kebanggaan bangsa yang mendunia. Pada titik ini,

Page 27: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

penelitian tentang Batik Solo di wilayah keilmuan Kajian Budaya dipandang

relevan untuk mengungkap makna kontemporer dalam konteks kekinian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi tiga

permasalahan yang disajikan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut.

Pertama, Batik Solo mengandung simbol-simbol yang bermakna pesan

dan harapan bagi manusia Jawa dalam menjalani kehidupannya. Oleh karena itu,

makna simbolik Batik Solo harus tetap dicari sesuai dengan ruang dan waktu si

pemakna. Dengan kata lain, interpretasi terhadap simbol yang dikandung dalam

perwujudan Batik Solo tidak akan pernah berhenti atau akan terus-menerus

mengalami dekonstruksi.

Kedua, dekonstruksi makna simbolik Batik Solo pada masa kekinian

akan membawa pengaruh pada struktur kognitif para pengusaha batik dan

masyarakat Solo yang selanjutnya melahirkan makna baru dalam perkembangan

Batik Solo.

Ketiga, pemahaman makna yang lahir akibat terjadinya dekonstruksi

makna simbolik Batik Solo akan mengantarkan pemahaman terhadap nilai-nilai

kekinian Batik Solo yang berakar pada budaya Jawa.

Dari identifikasi permasalahan tersebut selanjutnya, sebagai fokus kajian

dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan seperti berikut.

(1) Mengapakah terjadi dekonstruksi makna simbolik Batik Solo ?

(2) Bagaimanakah dekonstruksi makna simbolik Batik Solo terjadi?

Page 28: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

(3) Bagaimanakah implikasi dekonstruksi makna simbolik tersebut terhadap

perkembangan Batik Solo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini hendak mengungkap Batik Solo berkaitan

dengan makna simbolik yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, ditempuh

dengan upaya mendeskripsikan dekonstruksi makna simbolik Batik Solo yang

berakar pada budaya Jawa dengan kearifan-kearifan lokalnya yang tercermin

dalam busana tradisional Jawa. Pada gilirannya, penelitian ini berusaha

menemukan dan menjelaskan rekonstruksi budaya tersebut dalam rangka

memperkaya budaya Indonesia sebagai bagian kerja keilmuan Kajian Budaya

dalam upaya mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

1.3.2 Tujuan Khusus

(1) Untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan kejelasan tentang

sebab terjadinya dekonstruksi makna simbolik Batik Solo.

(2) Untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan kejelasan tentang

proses dekonstruksi makna simbolik Batik Solo.

(3) Untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan kejelasan tentang

implikasi dekonstruksi makna simbolik Batik Solo terhadap

perkembangan Batik Solo.

Page 29: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan sumbangan terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan tentang batik dalam khazanah keilmuan Kajian

Budaya. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan

melengkapi kajian-kajian terdahulu tentang batik Jawa dan Nusantara. Selanjutnya,

bagi kalangan akademis dapat dimanfaatkan untuk acuan melihat ruang-ruang

kosong yang mungkin ditinggalkan dalam penelitian ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperluas

cara pandang masyarakat terhadap kearifan lokal yang dimiliki budaya lokalnya di

tengah pengaruh dunia global. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan

oleh para pengambil kebijakan publik berkaitan dengan kehidupan sosial budaya

terutama para pengrajin batik dan masyarakat pecinta batik.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Masing-

masing bab dijelaskan secara singkat seperti berikut.

Bab I adalah “Pendahuluan”. Bab ini menguraikan latar belakang

masalah penelitian ini dengan mengidentifikasikan masalah, membatasi masalah,

dan memberi masalah yang dirumskan. Dalam bab ini terdapat empat bagian,

yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat

Page 30: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

penelitian. Dengan menguraikan masalah penelitian ini, menggambarkan dasar

argumentasi dalam penelitian ini kaitannya makna simbolik Batik Solo. Batik

Solo diposisikan objek penelitian di wilayah keilmuan Kajian Budaya sebagai teks

yang harus dibaca ulang sesuai dengan runang dan waktu untuk mengembangkan

pengetahuan mengenai Batik Solo.

Bab II adalah “Kajian Pustaka, Konsep, dan Landasan Teori: Batik Solo,

Makna Simbolik, dan Dekonstruksi”. Bab ini menguraikan penelitian-penelitian

yang telah dilakukan untuk merupakan dan/atau membangun konsep. Berdasar

pada konsep yang dibangun dalam penelitian ini, dapat memperoleh teori yang

digunakan dalam penelitian ini dengan tepat. Teori yang digunakan dalam

penelitian merupakan pisau analisis atas masalah yang dimiliki peneliti. Dalam

penelitian yang dilakukan di wilayah keilmuan Kajian Budaya, teori yang

digunakan berada di sekitar gagasan-gagasan posmodern. Oleh karena itu,

menjelaskan landasan teori penelitian ini, yakni teori Dekonstruksi dari Derrida

(grand-theory) dan teori Semiotika Visual Komunikasi (middle-theory) yang

diperoleh Umberto Eco.

Bab III adalah “Metode Penelitian”. Bab ini menguraikan proses kerja

penelitian ini yang merupakan penelitian bidang ilmu Kajian Budaya. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif dan

teknik analisis data secara deskriptif dan interpretatif yang menggunakan

pendekatan hermeneutik. Proses kerja penelitian ini terdiri atas delapan bagian,

yaitu rancangan penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik

pemilihan informan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

Page 31: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data. Bab ini menjelaskan proses

kerja yang dilakukan dalam penelitian ini.

Bab IV adalah “Pembahasan: Gambaran Umum, Sebab, Proses, Implikasi

Dekonstruksi Makna Simbolik Batik Solo”. Bab ini merupakan bagian inti

penelitian ini yang terdiri atas empat sub bab. Pertama menjelaskan tentang Kota

Solo dan Batik Solo secara umum. Kota Solo merupakan lokasi penelitian dan

Batik Solo merupakan objek material kajian ini yang memiliki keunikan. Untuk

menguraikan keunikan kedua hal tersebut bub 4.1 dibagi tiga, yaitu (1) Kota Solo

sebagai pusat batik; (2) Batik Solo sebagai warisan adiluhung budaya Jawa; dan

(3) simbolisasi Batik Solo. Dengan menjelaskan ketiga hal penting

mengambarkan keunikan-keunikan Kota Solo dan Batik Solo, berikutnya akan

menjadi dasar informasi atas lokasi dan objek material dalam penelitian ini.

Kedua dalam ketiga sub bab (4.2, 4.3, dan 4.4), menganalisis data yang diperoleh

dalam proses kajin ini untuk membahas tiga hal penting yang sesuai dengan

tujuan penelitian ini, yaitu (1) sebab terjadinya dekonstruksi makna simbolik

Batik Solo; (2) kejelasan tentang proses dekonstruksi makna simbolik Batik Solo;

dan (3) kejelasan tentang implikasi dekonstruksi makna simbolik Batik Solo

terhadap perkembangan Batik Solo.

Bab V adalah “Simpulan dan Saran”. Bab ini menjelasakan simpulan

yang diperoleh penelitian ini melalui analisis. Simpulan yang diperoleh peneliti

diuraikan dalam bab ini terdapat tiga hal yang sesuai dengan rumusan masalah

penelitian ini. Dijelaskan sebagai jawaban dari tiga rumusan masalah, yaitu (1)

mengapakah terjadi dekonstruksi makna simbolik Batik Solo?; (2) bagaimanakah

Page 32: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

dekonstruksi makna simbolik Batik Solo terjadi?; dan (3) bagaimanakah implikasi

dekonstruksi makna simbolik tersebut terhadap perkembangan Batik Solo?

Kemudian saran yang diajukan dalam penelitian ini diuraikan di sini terdapat dua

hal yang sesuai dengan manfaat penelitian, yaitu manfaat teoretis dan manfaat

praktis. Simpulan dan saran penelitian ini disajikan sebagai hasil penelitian ilmu

Kajian Budaya.

Page 33: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI:

BATIK SOLO, MAKNA SIMBOLIK, DAN DEKONSTRUKSI

2.1 Kajian Pustaka: Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Batik

Kajian tentang Batik Solo yang dilakukan dalam disiplin ilmu Kajian

Budaya merupakan kajian yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kajian ini

tidak ditujukan untuk memahami Batik Solo sebagai sebuah perwujudan fisik dari

ilmu seni batik. Dalam kajian ini, Batik Solo merupakan objek material dari kajian

tentang dekonstruksi makna simbolik Batik Solo. Kendala penelitian yang

memfokuskan kajian pada Batik Solo untuk membongkar atau membuat

pemaknaan kembali Batik Solo adalah terlalu kompleksnya permasalahan yang

menyertai dan mempengaruhinya. Kondisi ini dapat dimengerti karena banyaknya

simbolisasi dan falsafah hidup manusia Jawa yang tersimpan dalam perwujudan

Batik Solo. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kajian ini tidak bisa hanya

mengandalkan pengetahuan seni batik secara umum dan/atau perwujudan batik

semata-mata, tetapi harus dikembangkan lebih lanjut pada pemahaman konsep-

konsep yang menyertai dan teori-teori yang digunakan. Dengan demikian, kajian

pustaka ini diarahkan bukan hanya pada pustaka-pustaka hasil penelitian batik

saja, tetapi juga pada pustaka-pustaka yang dapat digunakan untuk membangun

konsep dan aplikasi teori.

Hasil penelitian Yayasan Harapan Kita/BP-3 TMII (1997) tentang latar

belakang kehidupan bangsa Indonesia, adat-istiadat, dan seni budaya yang

Page 34: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Indonesia Indah telah jelas

mengungkapkan konsep seni batik yang memiliki pengertian sebagai citra budaya

Indonesia yang memiliki keunikan. Dari pustaka ini, setidaknya diperoleh

informasi keberadaan dua jenis batik yang ada di Jawa, yakni batik keraton dan

batik pesisiran. Batik Solo dikelompokkan ke dalam batik keraton, yaitu batik

yang tumbuh dan berkembang berdasarkan filosofi kebudayaan Jawa yang

mengacu pada nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri, serta memandang manusia

dalam konteks harmoni semesta alam yang tertib, serasi, dan seimbang (harmonis).

Konsep yang berupa lingkaran konsentris yang menempatkan batik

keraton sebagai ungkapan sebuah falsafah hidup kebudayaan Jawa hampir selalu

dirujuk oleh penelitian-penelitian tentang batik keraton. Setidaknya, konsep

lingkaran konsentris yang menghasilkan seni batik yang diungkapkan oleh

Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII cukup banyak memberikan gambaran tentang

konsep dasar orientasi pola seni batik.

Sebuah penelitian yang lebih fokus pada mitos dan makna batik oleh

Nian S. Djoemena (1990a) yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul

Ungkapan Sehelai Batik: Its Mystery and Meaning mengungkapkan mitos dan

makna ragam hias batik Nusantara yang diklasifikasikan berdasarkan wilayah

geografis. Walaupun karya penelitian ini bukan penelitian yang difokuskan

kepada Batik Solo, setidak-tidaknya mitos dan makna ragam hias batik yang

dimiliki masing-masing daerah termasuk Solo dapat membantu untuk membangun

konsep makna simbolis batik dalam penelitian ini.

Hasil penelitian lain yang lebih fokus pada Batik Solo adalah sebuah tesis

Page 35: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

karya Widiastuti (1993) yang berjudul “Pergeseran pada Batik Surakarta: Periode

Tahun 1950-1990”. Widiastuti cukup jelas dan detail dalam mengungkap

pergeseran perwujudan Batik Solo, baik dari sisi teknis, maupun dari sisi ragam

hias dan tata warna. Penelitian tersebut menempatkan Batik Solo sebagai objek

seni-budaya yang memiliki makna simbolik sebagai kain/textile. Hasil penelitian

ini tidak hanya dapat dijadikan data sekunder dalam kajian ini, namun melengkapi

juga pemahaman konsep tentang Batik Solo yang telah diperoleh dari pustaka

karya Yayasan Harapan Kita/ BP 3 TMII.

Selanjutnya, sebuah hasil penelitian yang lebih fokus tentang batik

keraton Kasunanan dan Mangkunegaran oleh Pujiyanto (2010) yang diterbitkan

dalam bentuk buku dengan judul Batik Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran

Surakarta: Sebuah Tinjauan Historis, Sosial Budaya, dan Estetika. Pustaka ini

cukup jelas dan detail dalam mengungkap sejarah perkembangan teknik, ragam

hias, dan makna filosofis batik Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran.

Informasi tersebut dapat dijadikan data sekunder dalam kajian ini, selain untuk

melengkapi pemahaman konsep mengenai batik Keraton Kasunanan dan

Mangkunegaran.

Dari empat hasil penelitian tentang batik tersebut, dapat dicatat dua hal

penting. Pertama, keempat kajian di atas jelas tidak dilakukan dalam wilayah ilmu

Kajian Budaya. Kedua, keempat kajian di atas memiliki kesamaan dalam

memposisikan Batik Solo dan makna yang melekat sebagai seni-budaya

tradisional yang berkaitan dengan kegiatan adat manusia Jawa sehingga Batik

Solo yang selama ini dianggap sebagai hasil karya seni budaya Jawa tanpa sadar

Page 36: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

hanya dipandang sebagai peninggalan budaya.

Selanjutnya, pustaka karya Iwan Tirta (2009) yang berjudul Batik Sebuah

Lakon merupakan hasil penelitian praktisi batik sekaligus pengusaha batik.

Walaupun buku ini bukan karya dari kalangan akademis, tetapi buku ini

merupakan studi kasus atas batik dari seorang pengusaha batik dengan latar

belakang sebagai seniman sekaligus pengusaha batik. Artinya, pustaka ini

memiliki informasi-informasi yang dapat dijadikan data untuk melihat pergeseran

dan/atau perkembangan dunia batik dalam konteks busana batik modern.

Selanjutnya, dua hasil penelitian yang dilakukan oleh Sekimoto Teruo

tentang batik, yaitu (1) sebuah artikel jurnal yang diberi judul ‘A Marginalized

Tradition: Batik and Javanese Modernity’ dalam jurnal ilmiah, Minzokugaku-

Kenkyu The Japanese Journal of Ethnology (2000); dan (2), artikel yang diberi

judul ‘Batik as a Commodity and a Cultural Object’ dalam karya pustaka diedit

oleh Yamashita dan Eades dengan judul “Globalization in Southeast Asia: Local,

National, and Transnational Perspectives” (2003). Kedua artikel ini setidaknya

memberikan informasi penting mengenai kondisi batik yang semakin

termarginalkan pada era modern.

Sebuah hasil penelitian tentang fashion yang diterbitkan dalam bentuk

buku dengan judul After a Fashion yang telah dilakukan Joanne Finkelstein

(2007) memfokuskan pada wujud fenomena fashion secara keseluruhan dengan

cara interdisipliner. Dalam penelitiannya, fashion diposisikan sebagai fenomena

sosial yang menghasilkan produk budaya. Karya ini mampu memberi dasar

konsep mengenai fashion secara teoretis.

Page 37: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Malcolm Barnard (2011), dengan judul Fashion sebagai Komunikasi

Cara Mengomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender ini

memandang fashion/pakaian sebagai sarana komunikasi visual serta dipahami

sebagai artefak budaya yang mengacu pada tentang diri.

Kedua penelitian tentang fashion di atas jelas tidak mengungkapkan

tentang Batik Solo, namun informasi dari keduanya dapat digunakan untuk

membangun gambaran konsep penelitian ini untuk mengungkapkan tentang Batik

Solo sebagai busana di wilayah ilmu Kajian Budaya. Artinya, penelitian ini tidak

memandang Batik Solo hanya sebagai produk rancang seni tradisional, melainkan

lebih mengacu pada wujud kekinian dalam pemaknaanya secara simbolis.

Hasil penelitian lain yang lebih fokus pada pakaian Indonesia diedit oleh

Henk Schulte Nordholt (2005) yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul

Outward Appearances Trend, Identitas, Kepentingan. Karya ini membahas

persoalan-persoalan pakaian yang muncul di Indonesia. Nordholt (2005:v)

mengungkapkan bahwa pakaian adalah kulit sosial dan kebudayaan. Artikel-

artikel yang ada di dalam buku ini memandang masing-masing masalah melalui

wujud pakaian. Ini menunjukkan bahwa pakaian bukan hanya objek material

melainkan cerminan dari fenomena sosial. Artikel-artikel dalam pustaka ini tidak

membahas permasalahan pakaian dengan teori dekonstruksi, namun upaya-upaya

yang telah dilakukan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan

fungsi pakaian yang merupakan bagian objek material kajian ini.

Terakhir, sebuah penelitian yang fokus pada arsitektur Keraton Surakarta

telah dilakukan oleh Titis S. Pitana (2010) dalam disertasi yang berjudul

Page 38: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

“Dekonstruksi Makna Simbolik Arsitektur Keraton Surakarta”. Disertasi ini jelas

bukan tentang batik, setidaknya disertasi ini mampu memberikan gambaran

konsep dan cara kerja dekonstruksi dalam suatu kerja penelitian di wilayah Kajian

Budaya.

Kajian beberapa pustaka di atas menunjukkan bahwa kajian tentang

dekonstruksi makna simbolik Batik Solo dalam wilayah Kajian Budaya

merupakan sesuatu yang baru dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan

demikian, penelitian mengenai Batik Solo dalam keilmuan Kajian Budaya ini

perlu dilakukan.

2.2 Konsep: Dekonstruksi Makna Simbolik dan Batik Solo

Dalam menjelaskan dan memberikan batasan tentang pusat perhatian

penelitian ini perlu dijelaskan konsep-konsep yang digunakan. Untuk maksud ini,

urutan konsep yang dipaparkan terbagi menjadi dua satuan (unit) rumusan konsep,

yaitu: (1) dekonstruksi makna simbolik dan (2) Batik Solo.

2.2.1 Dekonstruksi Makna Simbolik

Konsep dekonstruksi makna simbolik terdiri atas tiga unsur, yaitu

dekonstruksi, makna, dan simbolik. Ketiganya masing-masing dijelaskan sebagai

berikut. Pertama, dekonstruksi merupakan gagasan atau pemaknaan lain dari

makna yang telah ada sebelumnya (liyan). Hal ini dapat diartikan bahwa

dekonstruksi adalah suatu pemikiran mengenai pengakuan (affirmation) terhadap

orang lain (Takahashi, 2008:180). Secara leksikal, “dekonstruksi” diartikan

Page 39: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

sebagai pembongkaran atas konstruksi dan/atau pemaknaan ulang atas teks

(termasuk teks budaya) untuk mengungkap makna-makna yang tertunda dari teks

itu sendiri (Pitana, 2010:23). Piliang (2003:247), juga mengatakan hal yang serupa

bahwa “setiap proses dekonstruksi harus diikuti dengan rekonstruksi”.

Dekonstruksi lahir sebagai kebangkitan posmodernisme yang dipelopori

oleh Derrida melalui keseluruhan pemikiran yang dimiliki posmodern. Paradigma

ini menjadi paradigma yang secara kritis berhadapan dengan sistem (atau

paradigma) berpikir sebelumnya sebagai tradisi berpikir Barat (strukturalisme)

(Pitana, 2010:23). Dekonstruksi yang dipelopori oleh Derrida menolak tiga tradisi

berpikir strukturalis, yaitu (1) logosentrisme: (2) falosentrisme; dan (3) oposisi

biner (Takahashi, 2008:50-82). Penolakan terhadap ketiga pemikiran tersebut

dapat disimpulkan bahwa Derrida menolak kesatuan antara bentuk (penanda)

dengan petanda (isi) yang disebut metafisika kehadiran (metaphysics of presence)

(Lubis, 2004:97, Norris, 2009:9-10 ).

Lebih tegas, Norris (2009: 13-14) menjelaskan tentang dekonstruksi

sebagai berikut.

... dekonstruksi adalah menghidupkan kekuatan-kekuatan tersembunyi yang turut membangun teks. Teks tidak lagi dipandang sebagai tatanan makna yang utuh, melainkan arena pergulatan yang terbuka, atau tepatnya, permainan antara upaya penataan dengan chaos, antara perdamaian dengan peperangan ...

Lebih jauh, Derrida menjelaskan dekonstruksi dengan menolak

“metafisika kehadiran (metaphysics of presence)”, yaitu menolak adanya makna

mutlak atau tunggal. Istilah metafisika yang diungkapkan Derrida menyebut

“mengada sebagai kehadiran”. Dekonstruksi dalam perspektif Derrida, penanda

Page 40: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

(singnifier) tidak berkaitan langsung dengan petanda (signified). Penanda dan

petanda tidak berkorespondensi satu-satu, namun melihat tanda sebagai struktur

perbedaan. Tanda harus dibaca dalam pengertian “disilang”. Dalam hal ini, tanda

tidak pernah memiliki makna yang mutlak sama, melainkan makna mencul pada

konteks berbeda-beda. Dalam perspektif Derrida, setiap makna transenden ilusif,

karena kehadiran muncul dalam “oposisi biner” konseptual seperti materi/roh,

subjek/objek, topeng/kebenaran, tubuh/jiwa, teks/makna, interior/eksterior,

representasi/kehadiran, kenampakan/esensi (Sarup, 2011:45-59). Istilah pertama

dianggap superior. Istilah inilah milik logos, yaitu kebenaran (kebenaran dari

kebenaran) (Piliang, 2003:125).

Dekonstruksi tidak mengandaikan adanya makna objektif (benar), maka

yang menjadi fokusnya bukan pada pencarian makna objektif, melainkan

pencarian makna baru melalui kebebasan penafsiran (Lubis, 2004:103). Dalam hal

ini, dekonstruksi Derrida tidak hanya menunjuk perubahan sebagai akibat dari

kehancuran metafisika kehadiran (makna final), bahkan disebutkan bahwa tidak

ada “autentitas murni” yang dibayangkan seperti Levi-Strauss (Sarup, 2011:57),

melainkan bersifat terbuka yang harus dibaca/dimaknai ulang (Lubis, 2004:117-

124).

Kedua, makna merupakan hasil interpretatif manusia atas objek. “Makna”

diartikan sebagai sesuatu pengertian yang diberikan kepada suatu objek. Subjek

dan objek adalah term-term yang korelatif atau saling menghubungkan diri satu

sama lain (Pitana, 2010:24).

Dari sudut pandangan semiotika, makna adalah unit kultural. Segala

Page 41: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

sesuatu yang telah didefinisikan dan ditetapkan secara kultural dapat juga disebut

sebagai sebuah entitas (Eco, 2009:97). Selain itu, makna merupakan bentukan

yang sarat dengan nilai, yang mengakomodasikan kepentingan para pihak yang

terkait (Abdullah, 2006:8). Makna adalah sesuatu yang sangat kontekstual dalam

setiap kubudayaan. Sebagaimana Cavallaro (2004:20-42), makna adalah produk

dari situasi-situasi yang terkait (contingent situation). Makna adalah produk dari

suatu perbedaan tanda yang terkait dengan tanda-tanda lain. Makna bukan sesuatu

yang terberi, melainkan konstruksi budaya dalam produksi tanda-tanda secara

sosial. Artinya, apabila ada perubahan sosial budaya, maka makna akan berubah

sesuai dengan kepentingan para pemakna secara interpretatif.

Ketiga, simbolik, yaitu berangkat dari asumsi antoropologi dalam

interpretivisme simbolik, manusia adalah hewan pertama pencarian makna yang

menggunakan simbol (Arif, 2010:113). Menurut Geertz (dalam Sutrisno dan

Putranto, 2005:212), budaya adalah lengkung simbolis. Pemahaman Arif

(2010:110-113) terhadap simbol melalui pemikiran Geertz mengenai kebudayaan

seperti berikut. Penglihatan terhadap kebudayaan dalam sistem sosial adalah

sebuah “pencarian makna”. Kebudayaan yang dipahami oleh Geertz dapat dibagi

menjadi empat, yaitu (1) sistem keteraturan dari makna dan simbol; (2) suatu pola

makna yang ditransmisikan secara historis; (3) suatu peralatan simbolik untuk

mengontorol perilaku; dan (4) suatu sistem simbol dan makna. Melalui keempat

pemahaman ini, kebudayaan didefinisikan sebagai fenomena sosial atas sistem

simbol dan makna antar-subjek yang dimiliki bersama.

Lebih jauh, Pitana (2010:25) menjelaskan bahwa budaya dapat dipahami

Page 42: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

sebagai jaringan yang sangat kompleks dari tanda-tanda, simbol-simbol, mitos-

mitos, rutinitas, dan kebiasaan-kebiasaan yang membutuhkan pendekatan

hermeneutis, yaitu interpretasi. Secara sederhana, ‘simbolik’ diartikan sebagai

pengantaraan pemahaman terhadap objek yang manifestasi dan karakteristiknya

tidak terbatas pada isyarat fisik. Dengan kata lain, simbol adalah segala sesuatu

yang dimaknai. Makna tidak melekat pada objek melainkan diberi oleh manusia

(subjek) yang menafsirkan simbol itu. Artinya, makna simbol tidak berada pada

simbol itu sendiri, melainkan berada pada manusia itu sendiri yang dikatakan

Heddy Shri Ahimsa-Putra (dalam Subiyantro, 2011:21).

Cassirer (1990:48) memaparkan perbedaan antara tanda dan simbol

sebagai berikut.

Simbol – bila diartikan secara tepat – tidak dapat dijabarkan menjadi tanda semata-mata. Tanda dan simbol masing-masing terletak pada dua bidang pembahasan yang berlainan: tanda adalah bagian dari dunia fisik; simbol adalah bagian dari dunia-makna manusiawi. Tanda adalah “operator”, simbol adalah “designator”. Tanda, bahkan pun bila dipahami dan dipergunakan seperti itu, bagaimanapun merupakan sesuatu yang fisik dan substansial: simbol hanya memiliki nilai fungsional.

Dari paparan tersebut, dapat dirumuskan konsep dekonstruksi makna

simbolik adalah pembongkaran terhadap pengertian yang diberikan subjek di atas

konstruksi. Dengan kata lain, pemahaman terhadap objek yang bersifat tidak

teraba dibongkar dengan menolak tiga tradisi berpikir strukturalis, yaitu

logosentrisme, falosentrisme, dan oposisi biner. Pandangan mengenai

pembongkaran makna berkaitan dengan Batik Solo sebagai artefak yang telah

mengalami pergeseran.

Page 43: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

2.2.2 Batik Solo

Sejauh ini, asal-usul batik belum secara pasti diketahui secara arkeologis.

Pada umumnya, batik dipahami sebagai sebuah teknik celup kain yang menghias

permukaan tekstil dengan cara menahan pewarna (resist dye) (Tirta, 2009:17).

Teknik ini dapat dijumpai di benua Afrika, Amerika, Asia dan Eropa, bahkan

sering dianggap sebagai salah satu tahapan pencapaian dalam peradaban manusia

yang universal. Secara leksikal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:146)

menjelaskan arti kata batik adalah “kain bergambar yang pembuatannya secara

khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian

pengolahannya melalui proses tertentu”, dari celup sampai dijemur.

Dalam konteks Batik Solo, batik berarti gambar yang ditulis pada kain

dengan mempergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain (wax

registered method) (Yudoseputro, 2008:217). Lebih jauh, Widiastuti (1993:17)

menjelaskan bahwa batik Nusantara memiliki dua keunikan, yaitu pertama,

pergunaan canting sebagai alat untuk membubuhkan malam atau lilin pada bagian

kain yang tidak diwarnai; dan kedua, motif disempurnakan dengan penggunaan

canting sebagai alat melukis dan malam sebagai perintang warna yang kemudian

dinamakan membatik untuk menghasilkan kain atau batik dengan mutu yang

tinggi.

Batik Solo lazimnya dikategorikan sebagai batik keraton, yaitu batik

yang tumbuh dan berkembang berdasarkan filosofi kebudayaan Jawa, yang

mengacu pada nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri, serta memandang manusia

dalam konteks harmoni semesta alam yang tertib, serasi, dan seimbang (harmonis)

Page 44: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

(Yayasan Harakan Kita//BP 3 TMII, 1997:5). Hal ini dapat diamati dari ragam

hias dan tata warna Batik Solo yang mengandung makna simbolis yang berdasar

pada falsafah hidup manusia Jawa. Sebagaimana ungkapan oleh PB IX mengenai

busana, “Nyandhang panganggo hiku dadyo srono hamemangun wataking

manungso jobo-jero”, yang artinya, ‘memakai busana dan perlengkapannya itu

menandakan watak lahir dan batin dari si pemakai’ (dalam Pujiyanto, 2010:13).

Dari adanya pandangan-pandangan tersebut, dapat dipahami bahwa Batik

Solo merupakan pantulan falsafah hidup Jawa yang dilandasi kedisiplinan

spiritual, misalnya pengendalian diri, tata cara (etika), dan keselarasan (hormoni)

yang bermakna sangat penting bagi manusia Jawa. Bahkan, dari sisi ragam hias,

tata warna, dan tata pakai, secara simbolik Batik Solo mengandung makna pesan

dan harapan yang tulus demi terciptanya kebaikan dan kebahagiaan bagi si

pemakai (Djoemena, 1990a:10). Dengan demikian, Batik Solo menjadi bagian

penting dalam kehidupan manusia Jawa yang tidak dapat terpisah dari daur

hidupnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dirumuskan konsep dekonstruksi

makna simbolik Batik Solo sebagai berikut: dekonstruksi makna simbolik Batik

Solo adalah pembongkaran terhadap makna-makna yang telah dilekatkan atas

Batik Solo yang tumbuh dan berkembang dalam wilayah budaya Jawa, khususnya

di Solo yang perwujudannya mengandung makna-makna yang mengacu pada

nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri, serta memandang manusia dalam konteks

harmoni semesta alam yang tertib, serasi, dan seimbang (harmonis).

Page 45: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

2.3 Landasan Teori; Dekonstruksi dan Semiotika

Penelitian ini merupakan penelitian Kajian Budaya (Cultural Sutudies)

yang membongkar makna dengan menjadikan busana tradisional (batik),

khususnya Batik Solo sebagai objek materialnya. Sebagaimana paradigma Kajian

Budaya yang berada pada paradigma posmodernisme, penelitian ini diposisikan

dalam sistem berfikir kritis posmodernisme dengan suatu pendekatan yang

merupakan sudut pandang filosofis hermeneutik kritis. Berkaitan dengan itu, teori-

teori yang digunakan adalah teori-teori yang berkembang sekitar gagasan

posmodernisme.

Dalam penelitian ini, teori Dekonstruksi dari Derrida diposisikan sebagai

teori utama (grand-theory) dalam menganalisis dekonstruksi makna simbolik

Batik Solo. Adapun teori Semiotika Komunikasi Visual dari Umberto Eco

diposisikan sebagai teori pendukung (middle-theory) yang digunakan secara

eklektik.

2.3.1 Teori Dekonstruksi

Teori dekonstruksi yang dipelopori oleh Derrida pada intinya menolak

tiga tradisi berpikir strukturalis, yaitu (1) logosentrisme; (2) falosentrisme; dan (3)

oposisi biner (Takahashi, 2008:50-82). Ketiga penolakan tersebut dijelaskan oleh

Pitana (2010:34-36), sebagai berikut.

(1) Penolakan terhadap logosentrisme, yaitu penolakan cara pandang dalam tradisi berpikir Barat (strukturalisme, modernisme) yang menganggap akal, pikiran, logos sebagai pusat kebenaran. Suatu realitas dipandang representasi dari akal, pikiran, atau logos tersebut. Bahasa merupakan representasi dari konsepnya. Alasannya, bahasa atau teks tidak dapat dikatakan cermin atau representasi makna,

Page 46: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

konsep, atau realitas. Akan tetapi, bahasa lisan dapat diterima sebagai logosentrisme. Bahasa tulisan, teks, tidak dapat diterima karena bahasa tulisan otomatis telah terbebas dari konteks atau narasumbernya. Akibatnya, tulisan, teks, otomatis menjadi "tanda" sendiri, yang bukan mewakili suatu makna tetapi, menciptakan maknanya sendiri, dalam hubungan dengan "tanda-tanda" lain yang berada bersamanya. Ini berarti bahwa tidak ada pusat makna apa pun, kecuali praktik pemaknaan yang terjadi pada saat teks tersebut dihadapi penerima atau pembacanya. Oleh karena itu, tanda-tanda tersebut menjadi tanda-tanda yang bebas, kata-kata yang bebas, bahasa yang bebas dimaknai dan otomatis akan memunculkan makna yang beragam, plural.

(2) Penolakan terhadap falosentrisme, yakni cara pandang dalam tradisi berpikir Barat yang berpijak pada tatanan maskulin dan klaimnya bahwa yang maskulin itu bersumber pada diri sendiri dan merupakan agensi yang utuh. Akibatnya, katagori feminin sebagai sesuatu yang disingkirkan secara konstitutif dalam filsafat dan menjadikan perempuan bukan suatu esensi pada diri sendiri, melainkan apa yang dibuang atau disingkirkan.

(3) Penolakan terhadap oposisi pasangan (biner). Konsep pikiran oposisi biner ini ditolak oleh dekonstruksionisme karena realitas sesungguhnya tidak dapat ditentukan atau dipastikan sebagai sesuatu berada dalam kategori dualitas belaka. Menurut Derrida, sesungguhnya terdapat realitas-realitas yang lain yang mengantarainya atau yang sama sekali tidak dapat ditentukan. Realitas adalah tidak dualitas dikotomis, melainkan pluralitas posisi, beragam posisi, yang tidak dapat dipastikan/ditentukan dan tidak dominasional, sentralistis melainkan, menyebar dan sejajar.

Dekonstruksi Derrida sebagai teori utama dalam penelitian ini digunakan

dalam melakukan analisis. Analisis pertama, yang merujuk pada teori Derrida

untuk menganalisis sebab terjadinya dekonstruksi makna simbolik Batik Solo

dengan menggunakan teori dekonstruksi Derrida yang memandang

(mengabstraksikan) realitas sebagai realitas ciptaan (produksi, konstruksi) atau

diciptakan kembali (reproduksi, rekonstruksi). Dalam istilah “konstruksi”, realitas

itu adalah suatu konstruksi realitas baru sebagai hasil dari konstruksi realitas

sebelumnya yang didekonstruksi. Artinya, setiap proses dekonstruksi harus diikuti

dengan rekonstruksi atau sebaliknya (Piliang, 2003:244-247, 2011:257-267,

Page 47: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Pitana, 2010:36-37). Untuk menemukan realitas yang sebenarnya, dekonstruksi

memiliki tiga konsep teoretis, yaitu traces (jejak-jejak), present-abscent

(kehadiran dan ketidakhadiran), dan differance (penangguhan) (Al-Fayyadl,

2005:7-164, Lubis, 2004:101-122, dan Norris, 2009).

Dekonstruksi pada analisis pertama dengan mengedepankan present-

abscent (kehadiran dan ketidakhadiran) dan differance (penangguhan)

dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami kejelasan sebab terjadinya

dekonstruksi makna simbolik Batik Solo dengan membongkar metafisika

kehadiran Batik Solo sebagai busana tradisional Jawa.

Pada analisis kedua, proses terjadinya dekonstruksi makna simbolik

Batik Solo dilakukan dengan mengedepankan teori dekonstruksi yang

memandang realitas sebagai sesuatu yang bersifat organik dan decentering.

Organik yang dimaksud adalah pemikiran yang memandang segala jaringan saling

berhubungan. Derrida telah membuat suatu penegasan bahwa “sekecil apa pun

unsur jaringan yang ada dipandang sebagai entitas” (Al-Fayyadl, 2012, 75-77,

Pitana, 2010:37-38). Sementara itu, decentering adalah struktur tanpa pusat dan

tanpa hierarki. Artinya, tidak ada sesuatu yang lebih penting daripada yang lain,

asal unsur dan pusat tidak lagi memiliki prioritas utama (Al-Fayyadl, 2012, 77-78).

Kerja dekonstruksi dilakukan dengan memahami dan mengkaji teks yang

semula dianggap kurang penting misalnya, masyarakat Solo sebagai pelaku

kegiatan yang menciptakan dan memakai Batik Solo, tema minor yang berkaitan

dengan keberadaan masyarakat Solo. Dalam kaitan inilah, dekonstruksi

mengedepankan konsep detotalistis, yaitu pemikiran yang memandang segala

Page 48: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

sesuatu secara keseluruhan yang berdampingan, berada bersama, saling bekerja

sama tanpa peleburan atau meleburkan diri, kecuali hanya membaur, yakni

totalitas tanpa perbedaan hanya ilusi (Pitana, 2010:37-38).

Dekonstruksi dalam analisis kedua mengedepankan traces (jejak-jejak)

yang mengacu pada pengertian bekas-bekas terciptanya suatu realitas. Dalam

hubungannya dengan konsep jejak, dekonstruksi mengganti konsep sejarah

(historisisme) dengan silsilah (Pitana, 2010:38). Sejarah tidak menyatakan hal

yang natural karena dihasilkan dari pergeseran perspektif, fakta-fakta, dan, bahkan

pemahaman-pemahaman, yang bersifat subjektif dan kultural (Rudyansjah,

2009:48-54). Hal ini mengacu pada perbedaan konseptual terhadap sejarah.

Perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai perbedaan konsep antara “sejarah (history)”

dan “kesejarahan (historicity), yaitu perubahan dari “sejarah ideal (ideal history)”

ke “sejarah faktis/empiris (factical/empirical history). Sejarah ideal yang

dimaksud adalah sejarah yang dipahami dalam metafisika Barat. Hal itu

merupakan sejarah mutlak dengan tujuan tertentu, yaitu satu-satunya sejarah yang

benar, realitas universal. Di samping itu, sejarah faktis menyatakan bahwa sejarah

dipahami sebagaimana dialami oleh individu atau sekelompok orang. Sejarah ini

selalu berubah, mengalami pasang-surut, dan tidak selama konsisten. Dalam

pandangan Derrida, memperlakukan sejarah faktis sebagai konsekuensi yang

mempunyai implikasi mendalam pada tataran etis untuk melampaui sejarah

sebagai institusi dan cita-cita teleologis (Al-Fayyadl, 2009:203-219).

Sebagaimana Norris (2006:159),

Page 49: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

... deconstruction had blocked any appeal to such naively ‘positivist’ notion as truth, fact, historical evidence, or present accountability for past action, including such action as having written certain texts in a certain set of histrical and socio-political circumstances.

Dari pendapat terebut, teks dipandang sebagai fakta sejarah, silsilah

terlepas dari unsur penafsiran sekaligus kepentingan. Oleh karenanya,

dekonstruksi memandang realitas tidak otonom, tetapi realitas yang memiliki

silsilah atau jejak (Pitana, 2010:38).

Analisis ketiga, yaitu implikasi dekonstruksi makna simbolik Batik Solo

terhadap perkembangan Batik Solo dengan mengedepankan dekonstruksi Derrida

yang mengemukakan konsep reproduktif. Sebagaimana penjelasan Pitana,

(2010:38), reproduktif, yaitu pemikiran yang memandang segala sesuatu realitas

sebagai proses penciptaan atau penciptaan kembali secara terus menerus, tanpa

final.

2.3.2 Teori Semiotika

Umberto Eco, pakar semiotika telah menurunkan semiotika yang

berinduk kepada teori Pierce sebagai semiotika komunikasi visual yang kemudian

dikenal sebagai ‘logika budaya’ (dalam Walker, 2010:159). Semiotika adalah

“disiplin yang mengkaji segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong”

(Eco, 2009:7). Dia melihat semiotika sebagai proses komunikasi untuk mengkaji

seluruh proses kultural. Proses komunikasi tersebut terjadilah respons interpretatif

di dalam si penerima atas sinyal dari sebuah sumber (tidak musti manusia),

walaupun penerima dalam komunikasi itu berperan sebagai saluran. Dia akan

menghubungkan entitas-entitas yang hadir dengan unit-unit yang tidak hadir (Eco,

Page 50: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

2009:9). Oleh karena ada proses komunikasi, maka tidak ada proses signifikasi

mutlak. Dalam hal ini, komunikasi diartikan sebagai “interaksi sosial melalui

pesan”, yang membuat individu menjadi anggota masyarakat. Tegasnya,

komunikasi bukan hanya menunjuk interaksi sosial yang terjadi namun

komunikasilah yang membentuk masyarakat (Barnard, 2011:43).

Eco (dalam Ibrahim, 2007:277) mengatakan bahwa busana merupakan

alat semiotik atau mesin komunikasi yang dipandang memiliki suatu fungsi

komunikatif. Berkaitan dengan hal ini, Fiske (dalam Ibrahim, 2007:41)

berpendapat bahwa busana sebagai mesin komunikasi dapat dimaknai sebagai

perwujudan interaksi sosial melalui pesan. Lebih jauh, Barnard (1996:vi)

menegaskan bahwa busana dapat dipandang sebagai bentuk komunikasi

artifaktual (artifactual communication).

Dalam kajian ini, teori semiotika yang digunakan adalah teori semiotika

komunikasi visual dari Umberto Eco yang kejelasan penggunaannya, sebagaimana

diungkapkan Pitana (2010:41-42) sebagai berikut.

Menurut teori semiotika komunikasi visual, dalam pemaknaan simbol terjadi proses semiosis dan canon. Proses semiosis merupakan suatu proses memadukan entitas yang disebut sebagai representamen dengan entitas yang lain yang disebut objek. Hal tersebut lazim disebut signifikasi. Oleh karena proses semiosis menghasilkan rangkaian hubungan yang tidak berkesudahan sehingga pada gilirannya sebuah interpretan akan menjadi representamen, menjadi interpretan lagi, menjadi representamen lagi, dan seterusnya, andifinitum.

Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa busana adalah

“representamen” (busana yang menutupi tubuh), yang memperoleh berbagai

kemungkinan “interpretan” (penafsiran secara indivisual, terutama sosial, yang

dilatari kebudayaan penafsir). Proses ini dari “representamen” ke “objek” ke

Page 51: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

“interpretan” disebut “semiosis (canon)”.

Sebagai teori pendukung (middle-theory), teori semiotika komunikasi

visual digunakan secara eklektik terutama dalam analisis proses terjadinya

dekonstruksi makna simbolik Batik Solo yang menekankan pada metaphor

(simbol) untuk menerangkan makna yang terkandung dari sehelai kain yang

disebut Batik Solo.

Page 52: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu Kajian Budaya dengan

melibatkan berbagai disiplin untuk memberikan kemungkinan yang sangat luas

atas data-data yang diperoleh dari objek penelitian. Berbagai bentuk dari objek

budaya yang selama ini tidak diperoleh perhatian dengan mekanisme penelitian

diharapkan akan terungkap secara ilmiah (Ratna, 2010:189). Atas upaya ilmu

Kajian Budaya tersebut, ciri yang dimilikinya sebagai ilmu adalah multidisiplin

serta interdisiplin untuk mengetahui dan memahami objek penelitian (Ratna,

2010:169).

Berdasar pada prinsip tersebut, paradigma Kajian Budaya berada di

wilayah posmodernisme dengan sistem berpikir kritis (Pitana, 2010: 46). Oleh

karena itu, aspek-aspek kebudayaanlah yang lebih berperanan, demikian juga

teori-teori kontemporer kebudayaanlah yang harus digunakan (Ratna, 2010:171).

Di samping itu, ontologis ilmu Kajian Budaya menyatakan bahwa segala sesuatu

terfragmen sebagai realitas budaya dipandang juga dianalisis dalam dunia

kontekstual. Artinya, Kajian Budaya mementingkan perspektif emic. Di titik ini,

suatu gejala dan fenomena budaya meliputi makna dan proses interpretasi pelaku

budaya (Faisal dalam Bungin, 2010:3-17). Penelitian ilmu Kajian Budaya

dilakukan untuk melihat makna di balik data yang diperoleh secara holistik untuk

merumuskan masalah penelitian itu sendiri (Bungin, 2010:VI).

Page 53: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Atas tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode analisis data

kualitatif dan teknik analisis data secara deskriptif dan interpretatif yang

menggunakan pendekatan hermeneutik. Secara umum, penelitian yang

menggunakan analisis data kualitatif didefinisikan sebagai penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dan/atau ungkapan-ungkapan,

termasuk di dalamnya tindakan-tindakan yang dapat diamati dengan menekankan

pengembangan konsep dan pemahaman pola yang ada pada data; memperhatikan

setting dan orang secara holistik sehingga bukan sebagai variabel-variabel

terpisah; cenderung bersifat humanistik; pemahaman makna yang menjadi dasar

tindakan partisipan dan memahami keadaan dalam lingkup yang terbatas (Pitana,

2010:46).

Dalam penelitian ini, teori dekonstruksi dari Derrida diposisikan sebagai

teori utama untuk menjawab ketiga rumusan masalah penelitian yang dalam

penggunaannya dibantu dengan teori semiotika komunikasi visual dari Umberto

Eco yang digunakan secara eklektik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan atau sudut pandangan filosofis

hermeneutik. Hermeneutika filosofis disebut Gardamer merupakan usaha

melampaui perdebatan objektivisme dan relativisme terhadap ilmu pengetahuan

modern. Dalam ilmu-ilmu tentang manusia, kebenaran bergerak sesuai dengan

gerak manusia pengamat dan manusia yang diamati dalam lintasan ruang dan

waktu, karena kondisi objek dan subjek selalu berubah dengan latar ruang dan

waktunya (Muzir, 2010:17-26). Lebih lanjut Ricoeur (dalam Kaplan, 2010: 31)

mengatakan “Hermeneutika melaju dari pemahaman sebelumnya tentang hakikat

Page 54: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

sesuatu yang coba dipahaminya dengan menginterpretasikannya”. Dalam hal ini,

interpretasi adalah sebuah ingatan akan makna (a recollection of meaning), suatu

kerja untuk menguraikan makna yang tersembunyi dan terdistorsi dalam makna

jelas, dan membuka berbagai tingkat makna yang diisyaratkan dalam makna

harfiah (Batik Solo sebagai teks) (Kaplan, 2010:26-41).

Interpretasi berfungsi untuk menjelaskan mengapa segala hal itu seperti

demikian, karena manusia tidak pernah berada di permulaan proses kebenaran

(pemaknaan) dan karena manusia menjadi bagian dari wilayah kebenaran (tatanan

makna historis) tertentu yang diasumsikan sebelumnya, seperti yang diungkapkan

Ricoeur (dalam Kaplan, 2010:64). Dalam pengertian tersebut, teks budaya (Batik

Solo) harus diinterpretasikan secara terbuka untuk mengetahui, memahami, dan

mendeskripsikan makna yang tersembunyi di baliknya, sehingga penelitian ini

dapat menemukan makna simbolik Batik Solo dalam konteks kekinian (lihat

Gambar III.1: Diagram Rancangan Penelitian).

Page 55: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Gambar III.1 Diagram Rancangan Penelitian

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi pemerintahan Kota

Surakarta, Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan Batik Solo sebagai objek kajian

menjadikan Kota Solo sebagai lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan berikut.

Fenomena: Batik Solo

difokuskan pada makna simbolik.

Data: Makna simbolik

Batik Solo

Analisis Data

・Konsep-konsep ・Teori-teori

Teknik Pengumpulan Data

Teori: ・Dekonstruksi ・Semiotika Visual Komunikasi

Paradigma: Sudut pandang teoretis

Digunakan paradigma kritis dan posmodern

Pendekatan: Sudut pandang filosofis

Digunakan hermeneutika

Page 56: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Pertama, alasan filosofis, yaitu (1) Batik Solo merupakan simbol

ekspresi kosmologi manusia Jawa yang berpusat pada Keraton Surakarta; dan (2)

Batik Solo diyakini memiliki makna simbolis dalam daur hidupnya.

Kedua, alasan historis, yaitu (1) Batik Solo lahir dan tumbuh di Kota

Solo sejak berdirinya Keraton Surakarta sampai sekarang ini; (2) hingga tidak

dapat dipisahkan dari sejarah Kota Solo; dan (3) Batik Solo merupakan budaya

adiluhung Jawa dan menjadi bagian warisan budaya takbenda oleh UNESCO

yang harus dilindungi dan dilestari.

Ketiga, alasan sosial ekonomis, yaitu (1) Kota Solo telah merupakan

pusat industri batik hingga sekarang; dan (2) Batik Solo merupakan sumber daya

sosial ekonomi Kota Solo terutama sektor pariwisata dan fashion dalam konteks

ekonomi kreatif.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data tentang makna

simbolik Batik Solo sebagai busana tradisional Jawa dan fashion yang

ditampilkan dalam bentuk naratif dan bersifat kualitatif yang terdiri atas dua

sumber data. Pertama, sumber data tidak tertulis, yaitu berupa kata-kata, tindakan,

ungkapan, dan peristiwa yang terjadi dalam konteks Batik Solo yang dalam hal ini

digunakan sebagai sumber data utama (primer). Sumber data utama ini diperoleh

dari pengamatan langsung terhadap simbolisasi Batik Solo dan wawancara dengan

informan-informan terpilih yang dicatat melalui catatan tertulis, perekaman suara,

dan/atau pengambilan gambar melalui kamera.

Page 57: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Kedua, sumber data tertulis, yaitu berupa buku-buku, berita media cetak,

jurnal-jurnal, dokumen-dokumen, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait

dengan Batik Solo dan makna sebagai busana tradisional dan fashion yang dalam

hal ini digunakan sebagai sumber data sekunder. Sumber data tertulis ini diperoleh

dari studi dokumen dan studi kepustakaan.

3.4 Teknik Pemilihan Informan

Informan-informan yang diwawancarai dalam kerja penelitian ini

dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, informan dari dalam pihak pengrajin dan

pengusaha Batik Solo, yaitu orang-orang berkaitan dengan proses pembuatan dan

perdagangan Batik Solo; kedua informan ahli, yaitu pemerhati atau orang yang

memiliki pengetahuan mengenai busana tradisional Batik Solo, termasuk di

dalamnya informan dari pihak kalangan Keraton Surakarta dan Mangkunegaran,

dan Pemerintah Kota Surakarta; dan ketiga informan publik, yaitu informan yang

berasal dari masyarakat umum (lihat Lampiran 1: Daftar Informan).

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam mengumpulkan data penelitian ini, peneliti menggunakan tiga alat

utama, yaitu: (1) pedoman wawancara yang digunakan sebagai panduan dalam

wawancara (lihat Lampiran 2: Pedoman Wawancara); (2) alat perekam gambar

(kamera dan scanner) yang digunakan untuk memperoleh dada visual dari objek

amatan, dan alat perekam suara yang digunakan dalam upaya wawancara terhadap

informan; dan (3) alat tulis yang digunakan untuk mencatat data-data yang

Page 58: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

diperoleh dalam proses wawancara, observasi, dan kepustakaan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini lebih

mengutamakan penggunaan teknik observasi dan wawancara mendalam, di

samping studi kepustakaan. Dengan menggunakan teknik tersebut kajian terhadap

makna simbolik busana tradisional Batik Solo membuka peluang baca ulang

untuk menemukan sesuatu yang disembunyikan di dalamnya. Di samping itu,

berkembangnya kereativitas dalam menafsirkan “teks” dilakukan dengan diamati

hingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang makna simbolik Batik

Solo.

Atas tujuan tersebut, teknik yang dilakukan dijelaskan seperti berikut.

Pertama, observasi, yaitu pengamatan lapangan langsung terhadap fenomena-

fenomena yang terjadi atas Batik Solo khususnya di Kota Solo baik dalam sehari-

hari maupun acara khusus. Observasi dilakukan untuk mengempulkan data yang

berada dalam pelilaku pelaku budaya di balik fenomena-fenomena sosial karena

secara filosofis masyarakat dipahami sebagai pengalaman langsung (Simmel

dalam Ratna, 2010:221)

Kedua, wawancara, yaitu suatu percakapan untuk memburu makna yang

tersembunyi di balik kata-kata dari informan sehingga sesuatu dari fenomena

sosial menjadi dapat dipahami (Faisal dalam Bungin, 2010: 67). Wawancara

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pendapat, persepsi, perasaan,

pengetahuan, pengalaman, dan penginderaan seseorang (Pitana, 2010: 53).

Page 59: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Ketiga, studi dokumen, yaitu pengumpulan data yang bersumber dari

dokumen yang dibedakan menjadi dua macam, yaitu; (1) dokumen formal,

dokumen yang dikeluarkan lembaga tertentu, dan (2) dokumen informal, dokumen

yang merupakan catatan pribadi. Dengan kata lain, pengumpulan data dari non-

insani, yaitu (1) tulisan, seperti berita media cetak, surat-surat, laporan resmi,

catatan harian, katalog, dan/atau notulen; dan (2) gambar dan lambang, foto-foto,

dan audio visual. Artinya, teknik dokumentasi ini digunakan untuk

mengumpulkan data teks dalam naskah-naskah yang berupa dokumen. Data teks

yang diperoleh dari studi dokumen ini diposisikan sebagai data sekunder

penelitian (Pitana, 2010:54, Ratna, 2010:233-238).

Keempat, studi perpustakaan, yaitu suatu kajian terhadap buku-buku,

jurnal-jurnal, dan hasil-hasil penelitian terdahulu dalam kaitannya Batik Solo.

Studi perpustakaan digunakan tidak hanya mencari data dan/atau pengertian

tentang Batik Solo yang selama ini dikembangkan dalam konsep-konsep oleh

penelitian terdahulu, tetapi juga untuk memperoleh data yang berfungsi sebagai

pelengkapan data yang diperoleh lapangan dan wawancara.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif,

yaitu analisis yang memfokuskan pada alasan-alasan maknawi (reason) dari para

pelaku sesuatu tindakan atau praktik sosial itu sendiri sesuai dengan dunia

pemahaman pelaku itu sendiri (kontekstual). Oleh karenanya, upaya analisis data

kualitatif disebut upaya understanding of understanding oleh Geertz (Faisal dalam

Page 60: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Bungin, 2010: 67).

Prosedur yang ditempuh dalam analisis ini bukanlah linier, tetapi

tahapan-tahapannya tidaklah dapat dipisahkan. Secara sederhana, logika yang

digunakan dalam analisis data kualitatif bertitik tolak dari “khusus ke umum”,

berbentuk siklus. Mula-mula, hasil pengumpulan data direduksi (data reduction)

melalui mengikhtisarkan dan memilah-milah ke dalam satuan konsep-konsep,

kategori-kategori, dan tema penelitian. Kemudian, hasil reduksi data

diorganisasikan ke dalam bentuk sinopsis, tabel, matriks (display data) sehingga

memudahkan upaya pemaparan dan penegasan simpulan (conculution drawing

and verification). Proses tersebut bukan sesuatu “sekali jadi” melainkan

berinteraktif, secara bolak balik (Faisal dalam Bungin, 2010: 68-71, Pitana,

2010:56).

3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian data dengan teknik analisis data kualitatif merupakan proses

interpretasi, yaitu proses pemberian makna. Teknik penyajian hasil analisis adalah

dengan menggunakan gabungan cara informal dan formal. Cara informal adalah

penyajian hasil analisis secara naratif. Dengan kalimat lain, keseluruhan data yang

diperoleh dalam proses kerja penelitian dideskripsikan dan diberikan arti

kemudian disajikan secara naratif. Adapun cara formal adalah penyajian hasil

analisis dalam bentuk gambar, bagan, ataupun foto-foto (Ratna, 2010: 311, Pitana,

2010:57). Cara formal ini digunakan lebih untuk tujuan mendukung kualitas

narasi hasil analisis dalam penelitian ini.

Page 61: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

BAB IV

PEMBAHASAN: GAMBARAN UMUM, SEBAB, PROSES,

IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK

BATIK SOLO

Dalam perspektif Derrida, penanda (signifier) tidak berkaitan langsung

dengan petanda (signified). Derrida menolak “metafisika kehadiran”, yaitu

“mengada sebagai kehadiran”. Penanda dan petanda tidak berkorespondensi satu

dengan yang lainnya, bahkan tanda dilihat sebagai struktur perbedaan. Oleh

karenanya, tanda harus dibaca dalam pengertian “disilang”. Dalam hal ini, tanda

tidak pernah memiliki makna yang mutlak sama, melainkan makna muncul pada

konteks yang berbeda-beda. Dalam perspektif Derrida, setiap makna muncul

secara “transenden ilusif” karena kehadiran tersusun dalam “oposisi biner”,

konseptual seperti materi/roh, subjek/objek, topeng/kebenaran, tubuh/jiwa,

teks/makna, interior/eksterior, representasi/kehadiran, kenampakan/esensi (Sarup,

2011:45-59).

Kusumohamidijojo (2010:9) menjelaskan bahwa kebudayaan bukanlah

perkara yang hitam putih. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu diakui adanya

kemungkinan kebenaran dan kebaikan yang berlaku sama kapan saja dan di mana

saja. Kemungkinan-kemungkinan makna yang hadir dalam suatu masyarakat

itulah yang menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu, dengan menggunakan

logika dari Derrida, setiap masyarakat memiliki kepercayaan serta keyakinan yang

merujuk ke titik pusat masing-masing.

Page 62: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Hal itu juga sejalan dengan semiotika komunikasi visual dari Umberto

Eco. Semiotika dipandang sebagai proses komunikasi untuk mengkaji seluruh

proses kultural. Proses komunikasi tersebut terjadi berdasarkan respons

interpretatif di dalam si penerima atas sinyal dari sebuah sumber (tidak musti

manusia), walaupun penerima dalam komunikasi itu berperan sebagai saluran. Dia

akan menghubungkan entitas-entitas yang hadir dengan unit-unit yang tidak hadir

(Eco, 2009:9). Dalam hal ini, komunikasi diartikan sebagai “interaksi sosial

melalui pesan”, yang membuat individu menjadi anggota masyarakat. Tegasnya,

komunikasi bukan hanya menunjuk interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat

yang ada, namun komunikasilah yang membentuk masyarakat (Barnard, 2011:43).

Demikian juga halnya yang terjadi dalam makna simbolik yang menjadi realitas

kebenaran atas pemaknaan Batik Solo dalam keyakinan manusia Jawa, yakni

sebagai “busana adat tradisional Jawa (metafisika kehadiran)” yang kemudian

harus dimaknai ulang.

Busana harus dimaknai tidak konkrit dan dimunculkan dalam jaringan

interaksi sosial yang merupakan relativitas kebenaran, yang hidup di dalam

masyarakat yang terbentuk dari komunikasi. Dalam konsep Derrida, tidak ada

makna “autentitas murni (metafisika kehadiran)” seperti yang dibayangkan Levi-

Strauss (Sarup, 2011:57), melainkan bersifat terbuka yang harus dibaca/dimaknai

ulang (Lubis, 2004:117-124). Lebih dari itu, metafisika kehadiran harus dibongkar

untuk memahami konteks perubahan kultural. Oleh karena itu, Batik Solo juga

harus dibaca/dimaknai ulang secara terbuka sesuai dengan ruang dan waktunya.

Page 63: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

4.1 Gambaran Umum Kota Solo dan Batik Solo

Kota Solo sebagai lokasi penelitian dan Batik Solo sebagai objek

material kajian ini memiliki banyak keunikan. Untuk memberikan gambaran

keunikan-keunikan tersebut pada sub bab ini tiga hal penting, yaitu (1) Kota Solo

sebagai pusat batik; (2) Batik Solo sebagai warisan adiluhung budaya Jawa; dan

(3) simbolisasi Batik Solo.

4.1.1 Kota Solo Sebagai Pusat Batik

Solo atau Surakarta adalah sebuah kota yang terletak di Propinsi Jawa

Tengah, Repubulik Indonesia (lihat Gambar IV.1). Nama Surakarta pada awalnya

hanya ditemukan pada surat-surat resmi yang berkaitan dengan pemerintahan.

Sementara itu, sebutan Kota Solo lebih lazim digunakan dalam bahasa percakapan

(Pitana, 2010:58).

Gambar IV.1: Letak Kota Solo Sumber: http://www.lonelyplanet.com/maps/asia/indonesia/java/

(diakses tanggal 24 September 2012)

Kota Solo

Page 64: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Luas wilayah Kota Solo lebih-kurang 44,03 km², berada pada cekungan

di antara dua gunung, yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi. Dikelilingi enam

kabupaten yang sering dikatakan daerah Solo. Di sisi timur kota ini dilalui sungai

yang sangat terkenal, yaitu Bengawan Solo. Sungai ini juga sekaligus menjadi

batas wilayah administratif dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten

Sukoharjo. Batas wilayah administratif lainnya, yaitu di sisi utara berbatasan

dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali, di sisi selatan

berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan di sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. Secara administratif, Kota

Solo terdiri dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar

Kliwon, Jebres, dan Banjarsari (http://ciptakarya.pu.go.id/profil/, diakses tanggal

17 Oktober 2011) (lihat Gambar IV.2).

Gambar IV.2: Peta Kota Solo Sumber: http://www.surakarta.go.id/ (diakses tanggal 17 Oktober 2011)

Page 65: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Keraton, batik, dan Pasar Klewer merupakan tiga hal yang menjadi

simbol identitas Kota Surakarta. Eksistensi Keraton Kasunanan Surakarta

Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran (sejak tahun 1745) menjadikan Solo

sebagai poros, sejarah, seni dan budaya yang memiliki nilai jual. Nilai jual ini

termanifestasi melalui bangunan-bangunan kuno, tradisi yang terpelihara, dan

karya seni yang menakjubkan. Tatanan sosial penduduk setempat yang tidak lepas

dari sentuhan-sentuhan kultural dan spasial keraton semakin menambah daya tarik.

Salah satu tradisi yang berlangsung turun-temurun dan semakin mengangkat nama

daerah ini adalah membatik. Seni dan pembatikan Solo menjadikan daerah ini

pusat batik di Indonesia. Pariwisata dan perdagangan ibarat dua sisi mata uang,

keduanya saling mendukung dalam meningkatkan sektor ekonomi

(http://ciptakarya.pu.go.id/profil/, diakses tanggal 15 Januari 2012).

Pada masa penjajahan Belanda, Kota Solo disebut daerah Vorstenlanden/

swapraja. Artinya, wilayah yang diberi otonomi di bawah kekuasaan oleh

Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), yang didirikan pada tahun 1602.

VOC di Indonesia lazim dikenal dengan sebutan Kumpeni. Vorstenlanden terdiri

atas empat wilayah yang dikuasai oleh masing-masing keluarga kerajaan

keturunan Mataram, yaitu Kasunanan (Keraton Solo), Mangkunegaran,

Kasultanan (Keraton Yogyakarta), dan Pakualaman (Nagazumi, 2000:223).

Solo lazim dikenal sebagai kota tempat pembuatan batik dan/atau

perdagangan batik. Sebagai kota pembuat batik, Solo memiliki dua kampung batik

yang merupakan sentra utama Batik Solo, yakni Kampung Batik Kauman dan

Kampung Batik Laweyan. Sebagai kota perdagangan batik, Solo memiliki tiga

Page 66: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

fasilitas perdagangan tekstil dan batik yang cukup besar, yaitu Pasar Klewer,

Pusat Grosir Solo (PGS), dan Benteng Trade Center (BTC). Pasar Klewer adalah

pasar tradisional yang terletak di sebelah barat Keraton Surakarta. Pasar Klewer

memiliki spesifikasi aktifitas bursa tekstil dan batik terbesar di Kota Solo dan

sekitarnya (lihat Gambar IV.3). Sementara itu, PGS dan BTC adalah pasar

modern yang terletak di sebelah timur Gapura Gladag Keraton Surakarta (lihat

Gambar IV.4, 5, 6).

Gambar IV.3: Pemandangan Pasar Klewer dari Luar Sumber: Dokumen Kawasaki

Pasar Klewer: Pasar tradisional yang terletak di sebelah barat Keraton Surakarta

BTC PGS Gapura Gladag Keraton Surakarta

Barat (semuanya terletak bersebelahan)

Gambar IV.4: Letak PGS dan BTC Sumber: Dokumen Kawasaki

Gapura Klewer

Pasar Klewer

Page 67: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Gambar IV.5:

Pemandangan PGS dari Luar Gambar IV.6:

Pemandangan BTC dari Luar

Sumber (Gambar IV.5, 6): Dokumen Kawasaki

Pusat Grosir Solo (PGS): Pasar modern yang terletak di sebelah timur Gapura Gladag Keraton Surakarta.

Benteng Trade Center (BTC): Pasar modern yang terletak di sebelah timur Gapura Gladag Keraton Surakarta, dan sebelah PGS.

Selain kampung batik dan pusat perbelanjaan tekstil dan batik di atas, di

Solo terdapat tiga perusahaan batik yang cukup besar. Pertama, Batik Danar Hadi,

didirikan pada tahun 1967 oleh suami isteri H.Santosa Doellah dan Hj. Danarsih

Santos. Kakek buyut H. Santosa Doellah adalah almalhum H.Bakri, salah satu

tokoh Sarekat Dagang Islam yang aktif di zaman pergerakan kemerdekaan

nasional (http://www.danarhadibatik.com/, diakses tanggal 22 Nopember 2011).

Kedua, Batik Keris, didirikan pada tahun 1920 oleh Kasmo

Tjokrosapoetro, seorang atlit tenis. Usahanya pernah mengalami kemacetan pada

tahun 1935 sampai 1960 karena adanya krisis ekonomi global. Pada tahun 1966,

atas bantuan modal dari pemerintah, PT. Batik Keris kembali lagi beroperasi

hingga sekarang (http://batikindonesia.com/88/batik-keris/, diakses tanggal 22

Nopember 2011).

Page 68: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Ketiga, Batik Semar, didirikan pada tahun 1947 oleh keluarga Kasigit.

Pada awalnya, memproduksi batik dengan nama Batik Bodronoyo. Sejak tahun

1966 berganti nama dengan Batik Semar (http://batik-semar.com/, diakses tanggal

23 Nopember 2011).

Eksistensi Solo sebagai pusat batik ditunjang dengan adanya event

budaya tahunan yang digelar oleh pelaku-pelaku budaya Kota Solo yang didukung

oleh Pemerintah Kota Solo yang selalu dipromosikan dalam bentuk Calendar of

Cultural Event Solo (lihat Lampiran 3: Calendar of Cultural Event Solo 2012).

4.1.2 Batik Solo Sebagai Warisan Adiluhung Budaya Jawa

Inagaki (1976:12-13) mengatakan bahwa pada awalnya teknik membatik

merupakan salah satu seni kerajinan khusus putri-putri keraton. Hal ini

dikarenakan bahan-bahan yang digunakan untuk membatik sulit diperoleh. Warna

batik pun belum begitu berkembang, yang ada hanyalah kain putih yang dicelup

dengan warna biru (indigo). Dalam perkembangan, sekitar abad ke-13, warna

merah dan kuning yang berasal dari kembang Pulu mulai dipakai. Selanjutnya,

pada akhir abad ke-16, kegiatan membatik mulai tersebar dalam masyarakat Jawa,

bukan hanya milik putri-putri keraton, dan sekitar awal abad ke-17, warna soga

seperti yang dapat terlihat dalam perwujudan Batik Solo pada umumnya baru

ditemukan.

Tirta (2009:17) mengungkapkan bahwa istilah “batik” yang dalam

bahasa Jawa bathik berasal dari kata Jawa kuno titi yang berarti “dengan teliti atau

cermat”, atau titik yang berarti “diberi tanda titik”. Pendapat ini diperkuat

Page 69: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Wastraprema (dalam Widiastuti, 1993:14) yang menghubungkan kata bathik

dengan bahasa Jawa krama inggil, yaitu seratan, sebagai berikut.

Seratan dalam bahasa krama inggil berarti tulisan yang dihubungkan dengan pekerjaan membatik, dimana hasilnya disebut batik tulis. Sedangkan tik atau tes dalam bahasa ngoko artinya menetes, menitik. Dalam hal ini dihubungkan dengan menitikkan lilin cair dari carat canting yang menimbulkan susunan titik, membentuk goresan lilin. Mbat dalam bahasa Jawa ngoko diambil dari kata ‘nyambat’ yang berarti mengerjakan sesuatu, dan thik dari kata ‘nithik’ berarti sesuatu yang halus, kecil, lembut, rumit. Gabungkan kedua kata ini: mbathik berarti mengerjakan sesuatu yang lembut, kecil dan rumit.

Sentalu (dalam Tozu (ed.), 2007:196-204), menjelaskan bahwa secara

historis, istilah “batik” dapat ditemukan dalam tiga buah karya sastra Jawa, yaitu

(1) sebuah naskah tua yang ditulis di atas daun lontar yang ditemukan di Galuh

yang terletak bagian selatan kota Cirebon, pada tahun 1520, menyebutkan bahwa

arti kata “batik” berasal dari bahasa Jawa yaitu tik (mengambarkan titik), tetes

(tetes), atau seratan (hasil karya); (2) Babad Sengkala pada tahun 1633; dan (3)

Pandji Djaja Lengkala pada tahun 1770. Sebelum istilah batik ini dikenal, batik

lazim dikatakan “tulis” atau “lukis”. Dalam perkembangan, terdapat dua sebutan

untuk kain batik dalam bahasa Jawa, yaitu jarit batik (dalam bahasa Jawa Ngoko)

dan sinjang seratan (dalam bahasa Jawa Krama) (Pujiyanto, 2010:16).

Pada umumnya, batik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni batik

keraton dan batik pesisiran (Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII, 1997:5). Batik

Solo lazim dikenal sebagai jenis batik yang diklasifikasikan menurut tempat

pembuatannya. Sebagaimana Djoemena (1990a:8), “yang dimaksud batik keraton

adalah batik dari daerah Solo dan Yogyakarta”. Sementara itu, batik pesisiran

adalah semua batik yang pembuatannya dikerjakan di luar daerah Solo dan

Page 70: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Yogyakarta.

Batik keraton diciptakan dan dikembangkan dengan dilandasi falsafah

kebudayaan Jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual. Dengan kata lain, batik

keraton adalah sebuah ungkapan falsafah hidup manusia Jawa (Yayasan Harapan

Kita/BP 3 TMII, 1997:5). Oleh karenanya, batik keraton atau Batik Solo

merupakan salah satu warisan adiluhung budaya Jawa yang berpusat dan

dikembangkan di Solo.

4.1.2.1 Ragam Hias Batik Solo

Secara arkeologis, ragam hias yang muncul dalam kain batik telah

dikenal dari peninggalan bangunan, sebagai relief dan/atau ornamen seperti yang

tampak pada hiasan Candi Lara Jonggrang Prambanan (Yudoseputro, 2008:217).

Sebagai contoh, tiga di antaranya yaitu: (1) ragam hias Lereng atau Liris telah

dikenal pada Candi Shiwa dalam Candi Dieng dan patung Mashuri di Semarang

pada abad ke-9; (2) ragam hias Ceplok terdapat pada Candi Banon (dekat Candi

Borobudur) pada abad ke-9, pada patung Shiwa di Singasari pada abad ke-8, dan

patung Buddha pada Candi Jago di Malang; dan (3) ragam hias Sido Mukti

terdapat pada patung Ganesa pada abad ke-8 di Singasari (Sentalu dalam Tozu

(ed.), 2007:204).

Ragam hias batik yang dapat ditemui pada relief-relief candi merupakan

tempat sakral pada masa Hindu-Buddha. Hal itu membuktikan bahwa ragam hias

yang terdapat pada batik memiliki nilai sakral. Sebagaimana Coomaraswamy

(dalam Lipsey (ed.), 1977:3-10) menjelaskan bahwa candi lazimnya dianggap

Page 71: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

sebagai tempat sakral karena diyakini sebagai rumah Tuhan yang perwujudannya

merupakan ekspresi dari penggabungan makrokosmos dan mikrokosmos. Apabila

ragam hias yang digunakan pada batik merupakan turunan ragam hias yang

terdapat pada relief candi, maka ragam hias pada batik diyakini memiliki makna

sakral bagi manusia Jawa.

Secara visual, ragam hias batik merupakan ekspresi keadaan diri dan

lingkungan penciptanya. Pada seni batik tradisional, kehadiran tiap motif, ragam

hias dan desain hiasan erat hubungannya dengan fungsi busana yang dikenakan.

Dalam hal ini, ragam hias batik mengandung makna dalam konteks tertentu yang

dikaitkan dengan pemakai batik dan saat dipakainya (Yudoseputro, 2008:219).

Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa Batik Solo merupakan batik pakem.

Artinya, batik bermotif klasik yang mempunyai makna filosofis pada setiap ragam

hiasnya, pemakaiannya juga harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, bahkan

dengan syarat-syarat tertentu (Pesponegoro, Soim, Muttaqin, 2007:75).

Secara visual, motif klasik dapat dibagi menjadi dua, yaitu motif

geometris dan non-geometris. Golonggan geometris terdiri dari bentuk-bentuk

ilmu ukur, yang dimulai dari titik, menjadi garis, lingkaran, segi tiga dan lain

sebagainya. Contoh dari motif geometris, yaitu: Lereng, Parang, dan Ceplok.

Sementara itu, contoh motif non-geometris, yaitu terdiri dari motif flora, fauna,

bangunan-bangunan, dan sayap dalam berbagai bentuk, serta benda-benda alam,

seperti Wahyu Tumurun dan Alas-alasan (Prawirohardjo, 2011:10-12).

Apabila Batik Solo lazim dianggap sebagai batik keraton, maka ragam

hiasnya dapat dipastikan memiliki keterkaitan dengan kisah-kisah yang diwarisi

Page 72: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

dari raja-raja sebelumnya. Salah satu contohnya, ragam hias Parang yang

memiliki kisah sebagai berikut.

Pada zaman Mataram, ragam hias Parang diciptakan oleh Sultan Agung

Hanyakrakusuma setelah melihat Laut Selatan (lihat Gambar IV.7). Sultan

menyadari bahwa batu besar pun lama-lama dapat dihancurkan oleh ombak. Hal

inilah yang kemudian mengilhami Sultan untuk menciptakan ragam hias yang

mengambil motif dari ombak sebagai simbol kekuatan gaib alam di luar manusia

(Sentalu dalam Tozu (ed.), 2007:199, Prawirohardjo, 2011:32).

Gambar IV.7: Ragam Hias Parang Dalam Karya Go Tik Swan Beragam-hias “Parang Baris Suryo Guritno”

yang Disembahkan Kepada PB XII Sumber: Iskandar (2011:200)

Setelah Mataram Islam terpecah menjadi dua, Kasunanan Surakarta

(Keraton Solo) dan Kasultanan Yogyakarta (Keraton Yogyakarta), masing-masing

kerajaan pun memiliki ciri khas gaya batiknya sendiri. Perbedaan antara batik dari

Keraton Solo dan Yogyakarta diungkapkan Djoemena (1990a:21-22), sebagai

Page 73: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

berikut.

(1) Dari sisi ragam hias, batik Keraton Solo memiliki ragam hias yang lebih

cendurung merupakan perpaduan tata ragam hias geometris-non-

geometris dengan ukuran yang lebih kecil daripada yang dimiliki oleh

Yogyakarta.

(2) Dari sisi warna, batik Keraton Solo memiliki warna putih yang agak

kecoklatan (ecru) dan warna hitam yang kecoklatan daripada yang

dimiliki oleh Yogyakarta.

Melengkapi pencirian yang dilakukan Djoemena, Sentalu (dalam Tozu

(ed.), 2007:197-204), memaparkan bahwa pada batik Keraton Solo terdapat warna

Sogan, yaitu warna coklat yang agak kekuningan sebagai warna dasar. Kemudian

terdapat ragam hias yang lebih beraneka macam dan memiliki kecenderungan

feminin daripada batik Keraton Yogyakarta. Melengkapi pendapat ini, Pujiyanto

(2010:39) menambahkan bahwa motif garis miring (lazim dikenal dengan sebutan

motif Lereng) pada gaya Solo dibuat dari arah kiri bawah serong ke kanan atas,

sedangkan pada gaya Yogyakarta dari arah ke kanan bawah serong ke kiri atas

(lihat Gambar IV.8, 9).

Page 74: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Gambar IV.8:

Batik Ragam Hias Parang Solo (Parang Barong)

Sumber: Tozu (ed.), 2007:29

Gambar IV.9: Batik Ragam Hias Parang Yogyakarta

(Parang Barong Seling) Sumber: Tozu (ed.), 2007:29

Varian gaya batik semakin berkembang lagi ketika Pura Mangkunegaran

memisahkan diri dari Keraton Solo. Batik Solo terbagi menjadi dua gaya, yaitu

gaya Keraton Solo dan gaya Pura Mangkunegaran. Menurut Widiastuti (1993:39),

perbedaan antara kedua gaya batik tersebut, yaitu ciri khas di Keraton Solo pada

umumnya adalah penggunaan ragam hias tumbuhan pada Ceplok dan warna soga,

sedangkan di Pura Mangkunegaran penggunaan ragam hias tumbuhan pada Semen

dan warna coklat kekuningan.

4.1.2.2 Teknik Pembuatan Batik Solo

Batik adalah sebuah teknik celup kain yang menghias permukaan tekstil

dengan cara menahan pewarna (resist dye). Teknik ini dijumpai di mana saja, di

benua Afrika, Amerika, Asia dan Eropa, dan merupakan salah satu tahapan

Page 75: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

pencapaian dalam peradaban manusia yang universal (Tirta, 2009:17).

Melengkapi pengertian ini, Yudoseputro (2008:217) mengatakan, “batik berarti

gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunakan malam sebagai media,

sekaligus penutup kain batik (wax registered method)”.

Pengertian di atas menunjukkan bahwa secara teknis, pembuatan batik

Nusantara — khususnya di Jawa — memiliki keunikan dan kerumitan khusus.

Sebagaimana yang diungkapkan Widiastuti (1993:13), keunikan batik yang utama,

yaitu penggunaan canting sebagai alat untuk membubuhkan malam atau lilin pada

bagian kain yang tidak diwarnai. Hal ini dipertegas penjelasan Djoemena

(1990b:1-2), teknik batik (regist dye) yang disempurnakan dengan penggunaan

canting sebagai alat melukis dan malam sebagai perintang warna. Teknik tersebut

merupakan teknik tinggi membatik yang menghasilkan kain atau batik dengan

mutu yang tinggi pula.

Pada dasarnya, teknik pembuatan batik dapat dibagi menjadi dua, yaitu

teknik membatik dan penggunaan warna. Pertama, teknik membatik, yaitu dari

teknik menyusun rangkaian motif dan ragam. Batik Solo dapat dibagi menjadi dua

jenis, yaitu (1) batik tulis, batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan

canting tulis sebagai alat bantu dalam menempelkan cairan malam sebagai

perintang warna pada kain; dan (2) batik cap, batik yang diproses menggunakan

canting cap sebagai pengganti canting tulis untuk menempelkan cairan malam

sebagai perintang warna pada kain (Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII, 1997:17-

20).

Kedua, teknik penggunaan warna. Pada awalnya, kain batik dibuat hanya

Page 76: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

dengan satu warna saja. Kain batik dengan satu warna yang terdapat di daerah

Jawa Tengah adalah kain batik yang disebut “kain kelengan”, yaitu dengan warna

dasar biru tua. Sementara itu, di Jawa Barat terdapat kain batik yang disebut “kain

simbut” yang memiliki warna dasar merah tua. Pada perkembangan berikutnya,

kain batik dibuat dengan dua warna, yaitu warna biru tua dan warna soga (coklat).

Kain batik dengan dua warna tersebut kebanyakan terdapat di Jawa Tengah,

seperti kain batik dari Solo, Yogyakarta, Semarang, dan Ponorogo (Susanto,

1973:178-179).

Lazimnya, penggunaan warna khas Batik Solo adalah perpaduan dua

warna, yaitu warna sogan dan indigo (biru) atau hitam dan putih (Djoemena,

1990a:8). Kedua warna yang digunakan pada Batik Solo tersebut berasal dari zat

pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Warna biru tua, atau disebutkan

dengan warna nila dan warna wedelan, dapat diambil dari daun Nila (sering

disebut juga dengan nama Taruma, Tom, Indigo, dan nama Latinnya Indigofera).

Warna biru tua dapat menghasilkan warna hitam dengan dipadukan/ditumpangi

warna soga (coklat). Warna soga lazimnya diambil dari kulit pohon atau kayu dari

pohon-pohon sejenis pohon soga. Bagian kayu pohon Tegeran atau Cudrania

Javanensis menghasilkan warna coklat kekuningan. Bagian kulit pohon Soga

Tingi atau Ceriops Candolleana Arn menghasilkan warna coklat kekuningan.

Bagian kulit pohon dari Soga Jambal atau Peltophorum menghasilkan warna

merah-sawo. Untuk mendapatkan warna yang baik biasanya dipakai campuran

dari ketiga jenis pohon tersebut (Susanto, 1973:179).

Secara umum, tahapan proses menghasilkan kain batik menurut

Page 77: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Posponegoro, dkk (2007:79) dapat dijadikan sembilan tahap, sebagai berikut.

(1) Nyorek, yaitu menggambarkan pola batik pada kain mori putih memakai

pensil.

(2) Mbatik, yaitu membuat pola pada kain mori dengan menempelkan lilin

batik dengan menggunakan canting tulis.

(3) Nembok, yaitu menutup bagian-bagian ragam hias yang akan dibiarkan

tetap berwarna putih dengan lilin batik.

(4) Medel, yaitu mencelup mori yang sudah diberi lilin batik ke dalam warna

biru.

(5) Ngerok dan nggirah, yaitu menghilangkan lilin dari bagian-bagian yang

akan diberi warna soga (coklat).

(6) Mbironi, yaitu menutup bagian-bagian yang akan tetap berwarna biru dan

tempat-tempat yang terdapat cecek.

(7) Nyoga, yaitu mencelup mori ke dalam warna soga.

(8) Nglorod, yaitu menghilangkan lilin batik dengan air mendidih.

(9) Njemur, yaitu menjemur batik yang sudah terselesaikan di atas tratag pada

kasau-kasau.

Ada dua canting yang merupakan alat utama pembuatan Batik Solo.

Pertama, canting tulis, yaitu alat yang terbuat dari tembaga ringan, dipasangkan

pada gagang buluh bambu atau kayu yang ramping. Cairan malam dimasukan ke

dalam tempat tembaga yang berbentuk seperti teko kecil dan dikeluarkan dari

corong berlubang. Canting tulis memiliki berbagai ukuran dan bentuk sesuai

keperluan. Penggunaan canting tulis untuk menghasilkan batik tulis ini lazimnya

Page 78: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

dilakukan oleh kaum perempuan (Samsi, 2011:17-21, Yayasan Harapan Kita/BP 3

TMII, 1997:18) (lihat Gambar IV.10, 11).

Gambar IV.10: Canting Tulis

Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.11: Pecanting di Ndalem Hardjonagaran Solo Sumber: Dokumen Kawasaki

Kedua, canting cap, yaitu alat untuk menggantikan canting tulis yang

terbuat dari rangkaian kawat tembaga yang ditata rumit. Pada umumnya, canting

cap berbentuk blok/kotak. Canting cap digunakan untuk memindahkan cairan

malam ke kain dengan sekali tekan dan mencetak ragam hias pada seluruh muka

kain. Pekerjaan membatik dengan menggunakan canting cap ini lazimnya

dilakukan oleh kaum laki-laki (Tirta, 2009:19, Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII,

1997:19-20) (lihat Gambar IV.12, 13). Canting cap digunakan pertama kali di

Jawa sekitar pertengahan abad ke-19. Menurut Widiastuti (1993:36), teknik batik

cap mulai diperkenalkan oleh seorang pengusaha pribumi bernama Karto sekitar

masa pemerintahan Paku Buwana IX pada tahun 1861-1893.

Page 79: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Gambar IV.12: Canting Cap

Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.13: Perajin Cap di Batik Gunawan Stiawan

Sumber: Dokumen Kawasaki

4.1.2.3 Penggunaan Batik Solo

Batik Solo lebih sering dipakai sebagai busana adat masyarakat Jawa,

terutama di lingkungan Keraton Solo dan Pura Mangkunegaran, baik untuk sehari-

hari maupun acara-acara khusus. Pada awalnya, pengunaan kain batik lazim

dipakai sebagai busana yang menutupi tubuh bagian bawah.

Kegunaan batik, secara tradisi, dapat dijadikan untuk lima bagian

berbusana, yakni sebagai berikut (Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII, 1997:36-39).

(1) Kain panjang, yaitu kain yang dipakai sebagai penutup tubuh dari bagian

pinggang sampai mata kaki. Ketika dipakai oleh wanita, kain panjang

dililitkan ke bagian badan mulai dari arah kiri ke kanan, sedangkan apabila

dikenakan oleh pria biasanya dililitkan ke arah sebaliknya, yaitu dari arah

kanan ke kiri. Kain panjang dianggap sebagai busana yang lebih resmi

daripada sarung.

(2) Sarung, yaitu kain yang dijahitkan antar pingir kain hingga berbentuk

seperti silinder. Menutupi tubuh dari bagian pinggang sampai mata kaki

Page 80: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

dengan cara memasuki tubuh dalam bentuk silinder tersebut seperti baju

rok. Sarung pada mulanya merupakan pakaian daerah pesisir.

(3) Selendang, yaitu kain yang digunakan pada bahu, sering dipakai bersama

dengan kain panjang sebagai pelengkap busana secara resmi. Selendang

kadang disebut juga dengan kain gendongan, yaitu kain yang digunakan

untuk menggendong bayi atau membawa barang oleh wanita.

(4) Ikat kepala, yaitu kain yang diikatkan pada kepala yang digunakan hanya

oleh pria.

(5) Kemben, yaitu kain penutup badan bagian dada yang mengelilingi bagian

atas badan.

Kain batik sebagai kebanggaan keraton, lazimnya digunakan untuk hal-

hal berikut, cinde, semekan atau kemben, kampuh, dodot, udeng atau blangkon,

dan kain panjang (nyamping) (Pujiyanto, 2010: 58-59) (lihat Gambar IV.14, 15).

(1) Cinde, yaitu kain yang dipakai untuk pinggang pegantin wanita dan celana

pria dalam upacara pengantin dalam keraton (kerabat keraton). Selain itu,

dipakai juga sebagai bagian pakaian penari Bedhaya yang digunakan

sebagai selendang atau sampur.

(2) Semekan atau kemben, yaitu kain penutup dada untuk kaum wanita yang

khususnya dipakai abdi dalem di lingkungan keraton.

(3) Kampuh, yaitu kain yang berukuran dua kali lebar dan tiga kali panjang

dari kain panjang. Kain batik ini dipakai dalam upacara pernikahan ritual

Kadipaten Mangkunegaran.

(4) Dodot, yaitu kain berukuran lebar sama dengan kain kampuh yang hanya

Page 81: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

boleh dikenakan keluarga kerajaan. Oleh karenanya, dodot hanya lazim

dipakai oleh raja, pegantin pria dan wanita kerajaan, dan dipakai sebagai

pakaian penari dalam upacara keraton.

(5) Udeng atau blangkon, yaitu penutup kepala atau kuluk yang dibuat dari

kain batik.

(6) Nyamping, yaitu kain panjang yang digunakan sebagai penutup badan

bagian bawah perempuan yang penerapannya disesuaikan dengan pangkat

atau golongan.

Gambar IV.14: Susuhunan Paku Buwana X

Bersama Garwa Padmi Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang Memakai Cinde dan Dodot Sumber: Dokumen Pitana dari

Koleksi Yayasan Pawiyatan Kebudayaan Karaton Surakarta

Page 82: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Gambar IV. 15: Orang-orang yang Memakai Nyamping (Kain Panjang) dan Udeng/Blangkon (Ikat Kepala) di Pengadilan pada Zaman Kolonial

Sumber: Heins (ed.), 2004:52

4.1.3 Simbolisasi Batik Solo

4.1.3.1 Batik Solo Sebagai Ekspresi Kosmologi Jawa

Menurut Tirta (2009:49), seni batik adalah salah satu dari beberapa ‘seni

keraton’, yang mencakup antara lain wayang, tari-tarian, gamelan, dan puisi. Seni

keraton tersebut merupakan kepanjangan sebuah falsafah yang dilandasi disiplin

spiritual, bahkan berbagai kesenian itu mempunyai landasan falsafah yang sama.

Disiplin spiritual tersebut, misalnya pengendalian diri, tata cara (etika), dan

keselarasan (hormoni) yang bermakna sangat penting bagi manusia Jawa. Oleh

karenanya, Batik Solo tidak dapat dilepaskan konteks budaya Jawa dan Keraton

Solo sebagai pemangku kebudayaan Jawa yang sekaligus sebagai pusat kosmologi

manusia Jawa.

Batik Solo termasuk yang tumbuh dan berkembang di atas dasar-dasar

falsafah kebudayaan Jawa mengacu pada nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri,

Page 83: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

serta memandang manusia dalam konteks harmoni semesta alam yang tertib,

serasi, dan seimbang (harmonis). Harjonagoro (atau Go Tik Swan) (dalam Tozu

(ed.), 2007:194), mengungkapkan falsafah yang tercermin dalam perwujudan kain

batik sebagai asal mulaning dumadi dan manunggaling kawula Gusti.

Kanjeng Susuhunan Paku Buwana IX mengatakan, “memakai busana dan

perlengkapannya itu menandakan watak lahir dan batin dari si pemakai”

(Pujiyanto, 2010:13). Ini berarti bahwa kain Batik Solo dimaknai bukan hanya

sebagai penutup tubuh manusia (busana), melainkain sesuatu yang merupakan

pantulan pandangan hidup manusia Jawa yang sarat dengan pemahaman manusia

atas kosmosnya.

Dalam pandangan hidup manusia Jawa terdapat dua konsep dalam ruang

kesadarannya atas kosmos (universe) yang dikelilingi dirinya, yang pertama

mikrokosmos yang disebut “jagad cilik (alit)” dan, yang kedua makrokosmos

yang disebut “jagad gede” (Pitana, 2001:19). Jagad cilik adalah perwujudan dari

diri manusia, sedangkan jagad gede refleksi dari jagad raya yaitu sesuatu yang ada

di luar dirinya. De Jong (1984:14) mengungkapkan bahwa pandangan hidup

manusia Jawa dari sisi antolopologinya, seperti berikut.

Manusia terdiri atas bagian batiniah dan lahiriah. Bagian batiniah ialah rohnya, sukma atau pribadinya. Bagian ini mempunyai asal-unsul dan tabiat Ilahi. Maka dari itu batin merupakan kenyataan yang sejati. Bagian lahir dari diri manusia ialah badannya dengan segala hawa nafsu dan daya-daya rohani. Badan inilah merupakan wilayah kerajaan rohnya. Itulah dunia yang harus dikuasainya. Maka dari itu, badan sering kali disebut jagad cilik. Bila manusia dapat menguasai dunia kecil ini, yakni dirinya sendiri, maka dia telah menjadi seorang ksatrya pinandita, seorang raja pahlawan merangkap pendeta. Dalam dirinya sendiri telah tercapai kesatuan: seperti batinnya mempunyai asal-unsul Ilahi, demikianpun badannya mengalami proses spiritualisasi, berkembang menjadi roh Ilahi dan telah dimulai suatu perkembangan harmonis.

Page 84: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Berdasar pada konsep tersebut, manusia Jawa memiliki empat

kepercayaan, sebagai berikut (Pujiyanto, 2010: 9-10).

(1) Kepercayaan terhadap kekuatan gaib (supernatural). Segala sesuatu yang

ada di bumi ini adalah bernyawa (mempunyai roh) dan dipercayai bahwa

yang bernyawa memiliki kekuatan sakti atau daya gaib, bahkan di luar

alam raya ada alam lain yang merupakan tempat kehidupan makhluk

halus. Makhluk halus itu biasa hidup melekat di benda dan ruangan yang

dianggap sakral.

(2) Kepercayaan terhadap arwah. Sistem kepercayaan adanya roh jelmaan dari

tokoh-tokoh leluhur yang sakti. Roh jelmaan tersebut dipercayai tetap

memiliki kesaktian dan dapat dimintai tolong untuk mendatangkan

kemuliaan dan keselamatan hidupnya.

(3) Kepercayaan terhadap Dewa Raja. Raja dianggap titisan dari Dewa yang

ditugaskan mengendalikan kekuatan alam. Raja adalah pemimpin,

penuntun, panutan, sekaligus guru bagi kawulanya demi kesejahteraan

hidup manusia. Raja dianggap orang yang serba bisa (mumpuni) dan

mengerti segala hal yang berhubungan dengan tugasnya (ngerti saliring

reh).

(4) Kepercayaan terhadap Tuhan. Kepercayaan terhadap sang Pencipta

semesta alam.

Sejalan dengan pandangan tersebut, manusia Jawa cenderung memiliki

watak dan tingkah laku sebagai berikut (Pujiyanto, 2010:11, Herusatoto, 1984:78-

81).

Page 85: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

(1) Rila atau rela, yaitu keiklasan hati sewaktu menyerahkan segala miliknya,

kekuasaan, dan seluruh hasil karyanya kepada Tuhan.

(2) Narima atau menerima nasib yang diterimanya, yaitu ketenteraman di hati,

mensyukuri nasibnya dan apapun yang diperolehnya.

(3) Temen atau setia pada janji, yaitu menepati janji yang diucapkan, baik

yang sudah diucapkan melalui bibirnya maupun diucapkan di dalam

hatinya.

(4) Sabar atau lapang dada, yaitu kuat terhadap segala cobaan dan tidak putus

asa.

(5) Budi luhur atau memiliki budi yang baik, yaitu suka menolong serta

melindungi dengan tanpa mengharapkan balas jasa, seperti sifat yang

dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam perwujudan Batik Solo, simbolisasi yang digunakan manusia

Jawa merupakan kesadaran yang terbentuk dan terungkap melalui tata ragam hias,

tata warna, maupun totalitasnya. Manusia Jawa memiliki panduan petunjuk arah

yang disebut dengan konsep Pajupat. Konsep tersebut begitu terkait pada kisah-

kisah penciptaan dunia oleh sang Pencipta. Menurut Endraswara (dalam Pitana,

2010:134-135) bahwa pada mulanya di dunia hanyalah Tuhan. Sebelum dunia

terbentuk, telah ada suara terlebih dahulu, yaitu suara gaib. Kemudian diciptakan

cahaya rukyati (cahaya kehidupan), dan cahaya inilah yang menciptakan anasir

manusia berupa api, bumi, air, dan laut. Dari api dijadikan nafsu, tanah dijadikan

badan, angin dijadikan napas, air dijadikan roh. Arah (kiblat) alam semesta

diawali dari arah Timur. Arah Timur adalah awal kiblat, sebagai simbol saudara

Page 86: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

manusia yang disebut kawah. Selanjutnya, menyusul Selatan sebagai simbol darah,

Barat sebagai simbol pusar (plasenta), dan Utara simbol adhi ari-ari (adik ari-

ari/plasenta). Pemahaman mengenai penciptaan dunia tersebut menghasilkan

keyakinan bahwa dunia ini diciptakan Tuhan untuk manusia agar hidup manusia

selamat. Tuhan telah memberikan petunjuk arah yang dijadikan empat unsur yang

diyakini sebagai saudara kembar manusia. Saudara manusia tersebut diyakini

bahwa lahir pada hari yang sama tetapi berbeda tempat. Keempat arah kiblat oleh

orang Jawa senantiasa disatukan dan diseimbangan karena apabila hubungan

dengan keempat saudara tersebut dibina secara seimbang sehingga pancer

(manusia yang terlahir) dapat dibantu oleh keempatnya.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam perwujudan Batik Solo terdapat

ajaran-ajaran dalam kehidupan manusia atas kosmologinya yang harus dibaca.

Apabila melihat tata ragam hias dan warna, maka muncul unsur-unsur yang

terkandung di dalamnya. Unsur-unsur yang dikandung dalam kain Batik Solo

dapat diungkapkan dari dua sisi, yaitu (1) hubungan antara warna dan mata angin;

dan (2) warna dan komponen ragam hias (ornamen), yang berakar pada papat

keblat kalima pancer. Susanto (1973:173, 283) mengungkapkan kedua hubungan

tersebut sebagai berikut.

(1) Timur disesuaikan dengan warna putih. Hal itu melambangkan unsur

angin atau maruta (udara), yang digambarkan dengan ornamen Burung.

Unsur ini akan berkembang menjadi watak “berbudi-bawa laksana” yaitu

sifat adil dan berperikemanusiaan.

(2) Selatan melambangkan warna merah. Hal itu melambangkan unsur geni

Page 87: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

atau api, digambarkan dengan ornamen Lidah-api. Bila tidak dikendalikan

akan menjadi watak pemarah, bila dikendalikan akan menjadi watak

pemberani dan pahlawan.

(3) Barat melambangkan warna kuning. Hal itu melambangkan unsur banyu

atau air, yang digambarkan dengan ornamen ular atau ikan. Bila tidak

dikendalikan, maka akan berkembang ke arah sifat pembohong, tetapi bila

dikendalikan akan menjadi sifat jujur dan kesatria.

(4) Utara melambangkan warna hitam (biru tua). Hal itu melambangkan unsur

bumi, yang digambarkan dengan ornamen Meru. Jika tidak dikendalikan

akan mengdorong sifat angkara-murka, tetapi bila dikendalikan akan

menjadi sifat kesentausaan abadi.

Keempat arah tersebut juga dimaknai sebagai proses kehidupan manusia

dalam menjalani sangkan paraning dumadi, yaitu (1) Timur merupakan arah awal

kehidupan/kelahiran; (2) Selatan merupakan arah kedewasaan; (3) Barat

merupakan arah kematangan; dan (4) Utara merupakan arah kematian (Pujiyanto,

2010:72). Unsur-unsur yang dilambangkan dengan bermacam ornamen dalam

perwujudan Batik Solo tersebut juga mengekspresikan ajaran hidup manusia Jawa

yang mencerminkan ajaran manuggaling kawula Gusti (lihat Gambar IV.16:

Skema Sangkan Paraning Dumadi dan Papat Keblat Kalima Pancer dalam

kosmologi manusia Jawa).

Page 88: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Gambar IV.16:

Skema Sangkan Paraning Dumadi dan Papat Keblat Kalima Pancer Dalam Kosmologi Manusia Jawa

Pengembangan dari : Pitana, 2010:136 dan Pujiyanto, 2010:70

Tuhan Yang Maha Esa

Manusia (Microcosmos)

Jagad Gede / Jagad Raya (Macrocosmos)

Bumi

Timur (1) Unsur Angin (2) Warna Putih (3) Ornamen Burung (4) Arah awal kebangkitan (5) Masa kelahiran

(1) Unsur Air (2) Warna Kunig (3) Ornamen Ular / Ikan (4) Arah kematangan (5) Masa kedewasaan

Barat

(1) Unsur Bumi (2) Warna Hitam (biru tua) (3) Ornamen Meru (4) Arah kematian (5) Masa kematian

Utara

Selatan (1) Unsur Api (2) Warna Merah (3) Ornamen Lidah-api (4) Arah kedewasaan (5) Masa keremajaan

Proses Kehidupan Manusia Sangkan Paraning Dumadi

Garis merah : Sangkan Paraning Dumadi

Garis hijau : Papat Keblat Kalima Pancer

Komponen: (1): Unsur, (2): Warna, (3) Ornamen, (4): Arti Arah, (5) Tahap Manusia

Page 89: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

4.1.3.2 Batik Solo Sebagai Ekspresi Daur Hidup Manusia Jawa

Batik Solo bukan sesuatu yang hanya indah secara visual, tetapi juga

sesuatu yang diberi makna atau arti di dalamnya, baik melaui ragam hias maupun

warna yang erat hubungannya dengan falsafah hidup para penciptanya. Ragam

hias dalam Batik Solo telah diciptakan dengan pesan dan harapan yang tulus dan

luhur yang diharapkan mampu membawa kebaikan serta kebahagiaan bagi si

pemakainya. Harapan ini semua dilukiskan secara simbolis, bahkan hal ini

merupakan ciri khas Batik Solo (Djoemena, 1990a:10).

Batik Solo bukanlah semata-mata wujud karya ilmu rancang seni yang

dianggap sebagai seni halus, tetapi sekaligus memiliki fungsi sebagai busana

manusia Jawa yang dipakai dalam kegiatan daur hidup manusia Jawa terutama

oleh kalangan keraton. Daur hidup adalah siklus hidup (life cycle) manusia. Siklus

ini diartikan bahwa proses yang dijalani manusia sejak saat masih berada di

kandungan ibu hingga saat meninggal dunia ini. Widiastuti (2011a:2) berpendapat

bahwa ada tiga fase yang penting dalam daur hidup manusia, yakni kelahiran,

perkawinan, dan kematian.

Keterkaitan batik dengan daur hidup manusia ini dapat diamati dari

peristiwa-peristiwa berikut (Prawiroharjo, 2011:7-9).

(1) Pada saat orang Jawa lahir di dunia ini, mereka ditemani kain batik untuk

menjauhkan bayi yang baru lahir dari segala kejahatan.

(2) Pada saat meninggal dunia, jenazahnya ditutupi dengan sehelai kain batik

dengan doa agar selamat perjalanannya serta harapan bahagia yang abadi

di alam akhirat.

Page 90: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Jenis kain Batik Solo yang digunakan dalam upacara yang berkaitan

dengan daur hidup tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut (lihat Tabel IV.1

Ragam Hias Batik Solo Dalam Upacara Daur Hidup). Pertama, upacara yang

berkaitan dengan kelahiran, kain batik yang beragam-hias seperti, Sidomukti,

Sidoluhur, Sidohasih, Sidomulyo, Sidodadi, Semen Rama, Wahyu Tumurun, dan

Babon Angrem digunakan dalam upacata Mitoni. Upacara tersebut diadakan pada

saat umur kandungan ibu sudah mencapai tujuh bulan. Dalam upacara ini,

selamatan diharapkan agar proses kelahiran nantinya berjalan lancar, tepat pada

waktunya, tidak prematur, dan tidak terlalu lama di kandungan. Sebagai bagian

dari ritual yang dijalani, ibu yang sedang hamil dioles pada tujuh bagian tubuhnya

(muka, dada, punggung, kedua tanggan, dan kedua kaki) dengan tujuh macam

boreh (campuran daun-daun obat). Selain itu, tujuh jenis kain Batik Solo

dipakaikan secara bergantian. Maksud dari ritual ini untuk menolak bala atas bayi

yang dikandungnya dan mendatangkan pengaruh yang baik pada kehidupan

nantinya. Masih upacara yang berkaitan dengan kelahiran, yaitu upacara

Brokohan. Kain batik yang digunakan yaitu beragam-hias, seperti Kawung,

Parang, Truntum, dan Cakar. Sementara itu, kain batik yang beragam-hias,

seperti Sidomukti, Sidoluhur, Semen Rama, dan Wahyu Tumurun digunakan dalam

upacara Puput Puser. Upacara Brokohan diadakan pada saat bayi lahir serta

upacara Puput Puser (upacara penanaman ari-ari) diadakan pada saat tali ari-ari

bayi putus, kemudian ari-ari ditanam yaitu dikembalikan ke tanah. Dalam acara

ini, selamatan diartikan bahwa anak yang baru lahir dapat tumbuh dengan selamat

menjadi besar tanpa ada halangan (Suyono, 2007:135-140, Widiastuti, 2011a:4-10

Page 91: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

dan 2011b:2-3).

Kedua, upacara yang berkaitan dengan perkawinan. Kain batik beragam-

hias Semen Rama, Satrio Wibowo, Wahyu Tumurun, dan Turuntum digunakan

dalam upacara Midodareni. Upacara Midodareni dilaksanakan pada malam

sebelum perkawinan. Pengantin putri ditemani dengan saudara-saudara dan

sahabat-sahabatnya sebagai acara perpisahan dengan masa remaja. Sementara itu,

kain batik yang beragam-hias Sidoluhur, Sidoasih, dan Sidomulyo digunakan

dalam upacara Akad Nikah/janji pernikahan (dalam agama Islam disebut Ijab

Qobul, dalam agama Kristen disebut Sakramen Perkawinan) dan dalam upacara

Panggih Temanten. Upacara Akad Nikah adalah upacara pernyataan perkawinan

antar pengantin putra dan putri. Pada upacara ini, mempelai putra dengan

mempelai putri mengucapkan janji seumur hidup. Akad Nikah dilaksanakan

sesuai dengan keyakinan agama masing-masing. Upacara Panggih Temanten

adalah upacara pertemuan antara pengantin putra dan putri yang dilaksanakan

setelah upacara Akad Nikah. Pada upacara ini, kedua pengantin bertemu secara

resmi di depan tamu (Hariwijaya, 2004:97-172, Herusatoto, 1984:109-111,

Widiastuti, 2011a:4-10 dan 2011b:3).

Ketiga, upacara yang berkaitan dengan kematian. Kain batik yang

digunakan dalam upacara kematian, seperti Kawung, Slobog atau kain batik yang

dicintai oleh almarhum semasa hidupnya. Dalam masyarakat Jawa terdapat suatu

keyakinan hidup setelah mati. Dengan demikian, mati bukan akhir kehidupan

melainkan awal dari kehidupan kekal. Roh keluarga yang telah lebih dahulu

meninggal akan bertemu kembali kepada keluarganya dalam suasana kebahagiaan

Page 92: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

(Hariwijaya, 2004:97-172, Herusatoto, 1984:109-111, Widiastuti, 2011a:4-10, dan

2011b:3) (lihat Lampiran 4: Contoh Ragam Hias Batik Solo Dalam Daur Hidup,

Lampiran 5: Contoh Pemilihan Ragam Hias Batik Solo Pakem dari Kampung

Batik Kauman untuk Upacara Pernikahan).

Tabel IV.1: Ragam Hias Batik Solo Dalam Upacara Daur Hidup

Jenis upacara Ragam Hias Kelahiran Mitoni Sidomukti, Sidoluhur, Sidohasih,

Sidomulyo, Sidodadi, Semen Rama, Wahyu Tumurun, Babon Angrem

Brokohan Kawung, Parang, Truntum, Cakar Puput Puser Sidomukti, Sidoluhur, Semen Rama,

Wahyu Tumurun Perkawinan Midodareni Semen Rama, Satrio Wibowo,

Wahyu Tumurun, Turuntum Puput Puser Sidomukti, Sidoluhur, Semen Rama,

Wahyu Tumurun Kematian Kawung, Slobog,

kain batik yang dicintai oleh almarhum semasa hidupnya

Dalam daur hidup manusia Jawa, kain Batik Solo digunakan pada acara

yang berhubungan dengan adat-istiadat Jawa yang disebut upacara “slametan

(selamatan)”. Upacara slametan merupakan kegiatan sosio-religius masyarakat

Jawa. Kata selamatan digunakan sebagai jenis sesaji dalam upacara/kegiatan ritual

untuk tujuan tertentu. Menurut Suyono (2007:131-132), “sesajian yang

diperuntukkan bagi Yang Kuasa, Rasul, para wali, dewa-dewa, bidadari-bidadari,

kekuatan yang terdapat pada seseorang ulama atau yang dihormati, setan-setan,

hantu-hantu, roh-roh, dan lainnya, dengan tujuan menyenangkan mereka”. Dalam

Page 93: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

hal ini, dapat dipahami upacara selamatan merupakan upacara sosio-ritual orang

Jawa untuk menyenangkan kekuatan gaib dengan cara memberikan persembahan

agar memperoleh keselamatan.

4.2 Sebab Terjadinya Dekonstruksi Makna Simbolik Batik Solo

Aspek-aspek pendorong kematian metafisika Batik Solo yang

terakumulasi menjadi penyebab utama terjadi dekonstruksi makna simbolik Batik

Solo dapat diuraikan dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) jejak-jejak perubahan

pemaknaan atas Batik Solo; dan (2) Batik Solo dalam konstelasi global.

4.2.1 Jejak-jejak Perubahan Pemaknaan atas Batik Solo

Pada masa Indonesia sebelum menjadi republik, Batik Solo lazim

dimaknai sebagai hasil budaya Jawa yang adiluhung, yang berakar pada kearifan

lokal dan tidak dapat dilepaskan dari peran Keraton Kasunanan Surakarta (yang

selanjutnya lazim disebut Keraton Solo) sebagai pemangku budaya Jawa.

Sebagaimana dikatakan Pitana (2010:3), “dalam lingkup kehidupan budaya Jawa,

Keraton Solo oleh masyarakat Jawa sering dianggap sebagai pusat budaya batin

Jawa”. Dengan ungkapan yang berbeda, Tirta (2009:48) menjelaskan bahwa

keraton adalah tempat kedudukan penentu selera dan penggerak penyempurnaan

seni batik. Oleh karenanya, Keraton Solo sering dianggap sebagai pusat

kosmologi manusia Jawa. Ini berarti bahwa batik tradisional Solo tidak dapat

dilepaskan dari keberadaan Keraton Solo.

Setelah kerajaan Mataram terpecah-pecah, beberapa keputusan mengenai

Page 94: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

ragam hias dan tata cara berbusana batik dikeluarkan oleh Susuhunan di Solo pada

tahun 1769, 1784, dan 1790. Dengan keputusan Raja Solo tersebut diketahui

beberapa jenis ragam hias batik yang hanya dapat dipakai oleh raja, keluarga raja,

dan bangsawan, yaitu ragam hias Sawat, Parang Rusak, Cumukiran, dan Udan

Liris yang kemudian lazim disebut ragam hias larangan (Pujiyanto, 2010:33; dan

Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII,1997:62). Pada perkembangan, tepatnya pada

abad ke-18, di Keraton Solo terdapat penambahan ragam hias yang dipakai selain

yang keempat ragam hias tersebut, yaitu Kawung, Semen, dan Alas-alasan

(Pujiyanto, 2010:33).

Munculnya istilah ragam hias larangan tersebut dikarenakan adanya

maklumat Raja Solo. Salah satu maklumatnya sebagaimana yang dikeluarkan oleh

Susuhunan Paku Buwana III (1749-1788) pada hari Minggu tanggal 24

Dulkangidah tahun Je tahun 1694 (sekitar 1769 masehi) yang berisi larangan

mengenakan pakaian dan perlengkapan pakaian tertentu. Hal tersebut seperti

dalam paparan berikut (lihat Lampiran 6: Contoh Ragam Hias Larangan yang

Dikeluarkan PB III).

Peringatan surat perintah undang-undang Kanjeng Susuhunan Paku Buwana Senapatin ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama, memerintahkan kepada kalian semua seluruh rakyatku di Surakarta Hadiningrat, baik besar maupun kecil, di luar maupun di dalam kerajaan, di kota di desa. Isi surat perintah undang-undang yang aku perintahkan kepada kalian semua rakyatku, jangan ada yang berani memakai pakaian yang termasuk dalam laranganku, dan tingkah laku orang jangan ada yang berani melanggar laranganku... Adapun yang berupa kain jarit yang termasuk dalam laranganku, batik sawat, batik parang rusak, batik cumangkiri yang bertelacap modang, bangun tulak, lenga teleng, daregem dam tumpal, adapun batik cumangkirang yang bertelacap lungkungan atau kembang-kembang yang aku perbolehkan memakai patihku dan kerabatku serta abdiku wadana, adapun mengenai landheyan tunggak semi bubunton yang boleh memakai hanya abdiku mantri,

Page 95: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

jangan ada orang yang berani memakai (Margana, 2004:293).

Berkaitan dengan ragam hias larangan ini, Tozu (1989:63; dan 2007:179)

berpendapat bahwa ragam hias batik larangan ditentukan dan diperlukan untuk

mempertahankan dan menunjukkan kekuasaan dan kewewenangan keraton

terhadap masyarakat Jawa atas perkembangan ruang perdagangan batik dengan

menggunakan pembatasan ragam hias yang sering dimaknai secara mistis. Hal itu

terbukti bahwa pada mulanya kain batik itu sendiri sudah dapat menampilkan

status pemakainya. Bahkan, teknik membatik yang tinggi, pada awalnya, sesuai

dengan ragam hias larangan, yakni hanya dimiliki kalangan keraton sebagai seni

batin dan luhur putri-putrinya.

Pada perkembangan, teknik membatik dan kain batik tersebar ke dalam

masyarakat di luar keraton. Oleh karenanya, nilai ragam hias batik yang dapat

membedakan status sosial kebangsawanan keraton dengan orang dari luar keraton

semakin berkurang. Hal ini membuktikan bahwa interaksi budaya tidak dapat

dibatasi oleh batas wilayah kekusaan dan/atau otoritas kekuasaan, walaupun untuk

menjaganya telah diupayakan dengan cara membungkusnya dengan larangan-

larangan yang bernuansa mistis. Sebagimana yang diungkapkan oleh Alit

Veldhuijisen (dalam Yayasan Harapan Kita/BP 3 TMII, 1997:64) bahwa ragam

hias larangan adalah ungkapan visual yang berdasar pada kerangka pikir manusia

Jawa, yaitu perluasan dari falsafah hidup manusia Jawa, termasuk konsep

kekuasaan dan pengakuan kekuatan alam. Dalam hal ini, tujuan ragam hias

larangan adalah untuk menyatakan legitimasi Keraton Solo dengan cara

membedakan lingkungan Keraton Solo dengan masyarakat biasa, bahkan dengan

Page 96: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

lingkungan keraton yang lain, seperti Yogyakarta.

Kendatipun demikian, ketika otoritas kekuasaan tidak bisa membendung

interaksi antarbudaya dan terjadinya difarensiasi kebudayaan, kekuatan otoritet

kebudayaan keraton masih mampu membentuk etika dan perilaku manusia Jawa

dalam berbusana. Penggunaan kain batik dalam berbusana tetap dianggap sebagai

pantulan nilai-nilai masyarakat Jawa sebagai etika sosial. Malahan, seperti yang

diungkapkan McKean (dalam Smith (ed.), 1991:174) bahwa perkembangan Batik

Solo dapat dipahami sebagai proses menghaluskan, dengan kata lain ke-rumit-an

(involute), dengan menuju ke pendalaman kultural (cultural inner sphere) dalam

konteks difarensiasi antara Batik Solo dengan batik-batik yang lain, seperti batik

Yogyakarta, maupun batik gaya Mangkunegaran. Proses difarensiasi batik tersebut

menyebabkan kerumitan atas Batik Solo, baik secara fisik, filosofis, maupun tata

penggunaannya.

Diferensiasi terjadi karena adanya interaksi dari berbagai penjuru atas

teks yang sama. Batik sebagai salah satu elemen di dalam kehidupan mengalami

pemaknaan dari banyak orang atas interaksi yang beragam. Dalam hal ini, batik

harus dipahami ulang, untuk melihat pemaknaan lain.

Dekonstruksi Derrida adalah gagasan dan/atau upaya mengakui the

others (liyan), pemaknaan lain dari suatu makna yang telah ada sebelumnya

(Takahashi, 2008:180), yaitu pemaknaan ulang atas teks (termasuk teks budaya)

untuk mengungkap makna-makna yang tertunda dari teks itu sendiri (Pitana,

2010:23). Artinya, setiap proses dekonstruksi harus diikuti dengan rekonstruksi

(Piliang, 2003:247). Dengan demikian, pemaknaan siombolik atas Batik Solo

Page 97: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

dapat dipahami sebagai proses kemenjadian. Kelahiran Batik Solo sebagai batik

keraton dapat diartikan sebagai akibat kekuasaan dalam masyarakat Jawa yang

berpusat pada Keraton Solo, yang sekaligus merupakan hasil proses rekonstruksi

pusat di ruang kebudayaan Jawa secara simbolik sebagai refleksi dari kekuasaan

hegemonik keraton atas rakyatnya.

Sekarang, setelah Keraton Solo bukan lagi sebagai sebuah negara

(kerajaan), maka menjadi kehilangan otoritas kekuasaan wilayah dan politis.

Perkembangan Batik Solo lebih banyak ditentukan oleh kaum pengusaha.

Malahan, para pengusaha batik di Solo telah berhasil membuat basis

perekonomian yang cukup besar melalui usahanya, yang menjadi basis munculnya

kelas majikan bumiputra. Pengusaha-pengusaha yang berperan besar atas Batik

Solo yang dimaksud ada dua, yaitu para pengusaha dari Kampung Kauman dan

Laweyan. Keberadaan kedua kampung tersebut membawa Kota Solo menjadi

pusat industri dan perdagangan batik yang mampu mendominansi pasar domestik

dan nasional hingga akhir 1910-an.

Menurut Musyawaroh (2001:1-24), usaha batik di Kampung Kauman

dimulai sebagai kerja sambilan para istri abdi dalem di Kampung Kauman untuk

memenuhi kebutuhan/pesanan Keraton Solo. Kerja para istri tersebut merupakan

cara utama mencari nafkah tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga

mereka. Pada perkembangan awalnya (tahun 1800) hingga tahun 1950, usaha

batik di Kampung Kauman cukup maju dan menjadi home industry andalan,

bahkan dari hasil usaha tersebut mereka mampu membangun rumah yang megah

dan indah.

Page 98: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Berbeda dengan Kauman, Kampung Batik Laweyan terbentuk sekitar

awal tahun 1870-an dengan produk andalan batik yang menggunakan teknik cap.

Teknik ini memungkinkan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan jumlah

kain yang diproduksi. Dengan demikian, Kampung Batik Laweyan berkembang

sebagai tempat produksi batik cap untuk “konsumen massa” dengan harga yang

lebih murah.

Produk batik Kampung Kauman dan Laweyan berkembang dengan

kekhasan masing-masing. Kampung Kauman membuat batik halus yang lazim

dikatakan batik pakem. Sementara itu, produk batik dari Kampung Laweyan lebih

didominasi oleh batik cap. Oleh karenanya, Kauman menjadi kampung yang lebih

kuat dalam bidang sosial dan budaya Jawa, sementara Laweyan lebih kuat pada

sisi ekonomi (Shiraishi, 1997:30-35).

Sebagai produk budaya, ragam hias Batik Solo merupakan ekspresi dari

kearifan lokal manusia Jawa. Namun demikian, dalam perjalanannya, ragam hias

Batik Solo telah banyak mengalami dan akan terus mengalami perubahan,

sebagaimana budaya manusia itu sendiri yang hidup dan selalu mengalami

perubahan. Banyak hal menyebabkan terjadinya perubahan tersebut. Salah

satunya, yaitu kondisi politik suatu bangsa. Sebagaimana yang diungkapkan Iwan

Tirta (2009:153) berikut.

Setelah Perang Dunia II, Indonesia berjuang selama lebih dari empat tahun untuk memperoleh pengakuan sejak memproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945. Munculnya negara Indonesia muda juga memengaruhi seni batik. Sejak seluruh dunia mengakui Republik Indonesia yang merdeka dan kolonialisme Belanda berakhir tuntas pada tahun 1950, terjadi lebih banyak perubahan lagi. Konsep negara kesatuan merebak pula dalam seni batik .

Page 99: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Dalam sejarah perkembangan Batik Solo nama dan peran Go Tik Swan

atau Panembahan Hardjonagoro (K.R.T. Hardjonagoro) perlu diperhitungkan

karena beberapa inovasinya dalam pengembangan seni batik. Go Tik Swan (1931-

2008) adalah seorang keturunan Tionghoa yang menjadi tokoh batik di Indonesia

yang berasal dari Kota Solo. Dia menciptakan karya seni batik yang

perwujudannya merupakan perpaduan antara batik Jawa Tengah dan batik Pesisir

(Hardjonagoro dalam Tozu (ed.), 2007:194).

Ide perpaduan ini diawali karena adanya perintah dari Presiden Soekarno

(Presiden RI I) untuk menciptakan sebuah karya yang memiliki motif yang dapat

dijadikan sebagai motif batik Indonesia (Iskandar, 2011:46). Akhirnya, Go Tik

Swan berhasil menciptakan “Batik Indonesia” dengan membawakan gaya baru

dalam kalangan pembatikan (lihat Gambar IV.17-18). Karya ini kemudian dapat

dimaknai sebagai produk budaya nasional Indonesia. Sebagaimana negara yang

baru saja memperoleh kemerdekaannya, Indonesia memerlukan perwujudan

ikatan-ikatan budaya (Latif, 2011:357), salah satunya diwujudkan dalam karya

batik.

Page 100: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Gambar IV.17: Batik Indonesia Karya Go Tik Swan Beragam -hias Parang Parung Sumber: Pusat Dokumentasi Wastra dan Busana Indonesia, 2009:79

Gambar IV.18: Batik Indonesia Karya Go Tik Swan Beragam-hias Sido Luhur Sumber: Pusat Dokumentasi Wastra dan Busana Indonesia, 2009:47

Hal itu berarti bahwa Batik Solo tidak lagi dimaknai hanya sebagai batik

keraton, namun telah dijadikan sebagai wujud kebanggaan suatu bangsa dan

negara. Sebagaimana dikatakan Tozu (2007:181), berikut ini.

Sukarno attempted to rediscover the “ethnic culture” which rooted in the Indonesian traditional society and transform it into “nation culture” which all of the newly created nation would be able to share together by appealing strong nationalism to the people.

Dari pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa seni batik merupakan

reinterpretasi kebudayaan nasional (RI) yang diangkat dari kebudayaan daerah

(Jawa). Dengan kata lain, makna yang telah ada sebelumnya telah diambil alih

dan diperluas ke dalam konsep budaya nasional, bahkan telah dijadikan bagian

dari proses pembangunan bangsa (nation building).

Pada kaitan tersebut, kebudayaan nasional muncul sejajar dengan upaya

Page 101: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

pembentukan negara (nation building). Dalam proses tersebut, para pendiri negara

menemukan kembali tradisi (reinvented traditions) kemudian membentuknya

kembali (reshaped) dan membaharui lagi (refurbished) untuk membangun pusat

kebudayaan bangsa. Dengan kata lain, hegemonisasi budaya dan proyek

menciptakan kebudayaan nasional dipahami sebagai proses mempersatukan

budaya dengan cara mengumpulkan dan mencampur aduk perbedaan-perbedaan

daerah untuk kebutuhan tertentu. Dalam konteks ini, kebudayaan dianggap

sebagai pola nilai persatuan yang tidak diragukan dan diintegrasikan sebagai

sesuatu yang dijalankan masyarakat (Featherstone, 2000:89-90).

Pada titik inilah, Batik Solo dimaknai ulang sebagai wujud budaya

nasional karena digunakan sebagai instrumen komunikasi visual yang ideologis,

yaitu media komunikasi sosial dalam konteks nation building. Artinya, upaya

membangun budaya nasional menjadi salah satu penyebab terjadinya dekonstruksi

makna simbolik Batik Solo.

4.2.2 Batik Solo Dalam Konstelasi Global

Globalisasi dan modernisasi merupakan dua bagian yang tidak

terpisahkan. Istilah “modern” berasal dari konsepsi Kant untuk menyatakan

sesuatu yang sama sekali berbeda dengan masa lampau mengenai sejarah

universal. Ini berarti bahwa “modernisasi” adalah proses diferensiasi budaya dan

otonomisasi sosial. Tegasnya, modernisasi merupakan upaya menuju suatu

perubahan sosial dan budaya yang awalnya bersifat massif yang berkaitan dengan

masyarakat kapitalis industri sebagai perubahan revolusioner. Sebagaimana Lubis

Page 102: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

(2004:4-7) menjelaskan bahwa “modernisme” tidak berkaitan dengan fakta-fakta

perubahan sejarah, melainkan peningkatan kesadaran diri dalam mengerti derap

modernisasi itu sendiri. Oleh karenanya, “modernisasi” dapat dimaknai sebagai

sesuatu yang berkaitan dengan keseluruhan proses/upaya untuk mejadikan satu

budaya menjadi modern.

Modernisasi lazim dianggap sebagai proses perubahan dari masyarakat

tradisional ke masyarakat modern sejajar dengan berbagai proses, yaitu:

industrialisasi, urbanisasi, komodifikasi, rasionalisasi, diferensiasi, birokratisasi,

persebaran pembagian kerja, perkembangan individualisme, dan proses

pembangunan negara dan bangsa yang keseluruhannya diyakini menjadi kekuatan

menuju kebenaran yang bersifat universal (Fetherstone, 2000:87).

Namun demikian, tidak dapat diabaikan bahwa dalam modernitas Barat

(Western modernity) terkandung sistem nilai tersendiri dengan membedakan

antara diri dan yang lain (the others/liyan). Dalam proses diferensiasi tersebut

terdapat sistem hierarki baik-buruk, atau sistem perpisahan antara subjek-objek.

Malahan, dalam proses ini terdapat penemuan dan rekonstruksi dunia yang terjalin

dengan bermacam dimensi seperti politik, ekonomi, dan kultural secara kompleks

(Yoshimi, 2010:15-20). Kondisi seperti inilah yang melahirkan argumen bahwa

sebab terjadinya perubahan makna simbolik atas Batik Solo tidak dapat

dilepaskan dari adanya konstelasi global.

Industrialisasi lazim diakui sebagai salah satu proses dalam proyek

modernisasi. Archer (dalam Featherstone (ed.), 1991:99) menjelaskan proses ini

seperti dalam kutipan berikut.

Page 103: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

The core notion was simply an extended celebration of the impact of industrialization on society in general. Industrialism was represented as a prime mover, a new axial principle of social life, which standardized social structures by ‘the pure logic of the industrialization process’. This logic was deterministic and universalistic, irresistibly exerting ‘the tug of industrialism whatever ... initial differences’ of socio-cultural organization it encountered. Consequently, it furthered world-wide convergence towards a single stereotype ― modern society.

Sejalan dengan Archer, Ramlen (2008:5) berpendapat bahwa

transformasi dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, yang sering

disebut dengan industrialisasi, adalah satu proses perubahan budaya yang tidak

dapat dihindari. Demikian juga yang terjadi atas Batik Solo. Kerumitan dan

ketelitian kerja terampil tangan-tangan manusia secara perlahan, tapi pasti,

mengalami pergeseran dengan adanya pengaruh industrialisasi yang selalu

menuntut produksi dan hasil sebesar-besarnya dengan proses yang sesingkat-

singkatnya.

Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari tuntutan pasar yang melahirkan

permintaan yang semakin tinggi. Sementara itu, pemodal senantiasa berusaha

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan cara menekan biaya produksi.

Akibatnya, tenaga manusia harus digantikan dengan mesin. Sebagai contoh,

gambaran nyata kondisi perdagangan tekstil di Nusantara pada awal abad ke-19,

penduduk di Jawa, antara lain kota besar seperti Batavia, Semarang, dan

Surabaya, naik drastis. Kenaikan penduduk yang sebagian besar merupakan

imigran dari Belanda, Cina, India, dan Arab yang bertujuan mencari nafkah,

terutama di bidang perdagangan tekstil yang sedang berkembang dengan baik

karena peran dari VOC. Pada titik inilah, Batik Solo akhirnya menjadi salah satu

objek komoditas yang mereka perdagangkan.

Page 104: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Keadaan ini membuat Kampung Kauman dan Laweyan sebagai pusat

Batik Solo tidak mampu lagi memenuhi permintaan pasar. Selanjutnya, lahirlah

beberapa tempat usaha batik yang dikelola orang Eropa di Solo, seperti Babaran

Jonasan dan Mrs. Van Gentsch Gottlieb. Kedua pengusaha batik ini dikenal

dengan pewarnaan soga yang khas. Karya kedua pengusaha ini mengawali

produksi batik di Solo yang tidak berbasis pada nilai budaya keraton. Oleh

karenanya, tata warna dan tata ragam hiasnya terkesan berbeda dan bebas dari

aturan-aturan keraton. Hal inilah yang kemudian menginspirasi pengusaha batik

berikutnya, yaitu Go Tik Swan untuk lebih berani berkreasi dalam

mengembangkan dan memproduksi batik di Solo (Veldhuisen, 2007:114).

Pada masa ini dapat dikatakan sebagai awal terjadinya industri dan

perdagangan batik di Solo (Widiastuti, 1993:14, 29-30). Hal ini dipengaruhi oleh

adanya empat faktor, sebagai berikut.

(1) Inovasi teknik membatik dengan “cap”, yaitu teknik membatik yang

menggunakan alat cap yang dibuat dari plat tembaga yang berbentuk

stempel, untuk meletakkan cairan lilin dengan mengambarkan suatu

rangkaian ragam hias pada permukaan kain (Susanto, 1973:30). Teknik ini

lebih disukai oleh pengusaha batik karena dapat meningkatkan angka

produksi dengan biaya yang lebih murah (Shiraishi, 1977:30-32).

Akibatnya, pengrajin batik di Solo semakin tersingkir.

(2) Inovasi teknik pewarna dengan “sintetis”, yaitu penggunaan pewarna pada

batik yang bukan dari bahan alam (soga), namun dengan menggunakan zat

kimia sebagai pewarna tiruan/buatan yang berasal dari Jerman dan dibawa

Page 105: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

oleh pedagang-pedagang dari Belanda (Veldhuisen, 2007:112-115). Zat

warna sintetis ini memudahkan proses pewarnaan dan ragam warna yang

semakin bervariasi. Oleh karenanya, warna alami yang lazim digunakan

untuk Batik Solo semakin ditinggalkan (Yayasan Harapan Kita/BP 3

TMII,1997:179-180).

(3) Perkembangan mobilitas “kereta api”, yaitu kemudahan sistem transportasi

menunjang keberlangsungan dan tingkat perdagangan antar-daerah. Oleh

karenanya, perdagangan dan pasar Batik Solo tidak lagi hanya di Solo dan

sekitarnya, namun sudah mencapai Batavia, bahkan luar Jawa. Batik

keraton dikirim ke Semarang kemudian diekspor ke Sumatera,

Kalimantan, dan Malaya (Shiraishi, 1997:10-11).

(4) Perkembangan pasar “nasional”, yaitu sejajar dengan perkembangan

mobilitas dengan jalur kereta api, yakni pasar nasional mulai terbentuk

untuk perdagangan. Pada masa ini, pasar-pasar di Kota Solo mengalami

peningkatan aktivitas perdagangan sampai di pedalam Jawa (Supariadi,

1998:90-95).

Selain adanya beberapa faktor tersebut, proses industrialisasi batik di

Indonesia diperkuat dengan adanya strategi ekonomi-politik Belanda pada masa

kolonial. Sebagai contohnya, pada akhir abad ke-19, Nederlandsche Handels

Maatschappiji (NHM, The Douch Trading Society) memiliki dua misi, yaitu (1)

kontribusi yang memperluaskan pasar untuk produk kolonial dan sekaligus untuk

produk Belanda di Nusantara; dan (2) penyelidikan untuk lebih mempercepatkan

proses pembatikan dan meningkatkan efisiensi pekerjaan buruh dalam proses

Page 106: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

pembatikan (Veldhuisen, 2007:115).

Pada masa itu, di Solo terdapat beberapa tempat produksi batik. Di

antaranya, yaitu daerah Tegalasri, Kabangan, dan Laweyan yang memproduksi

batik cap secara besar-besaran. Sementara itu, di daerah timur dan bagian pusat

kota (Soninten, Singosaren, Kauman, dan Kemlayan) merupakan tempat produksi

khusus batik tulis dan batik cap yang berkualitas tinggi (Sugiarti dkk., 2010:34).

Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 terdapat beberapa pengusaha

batik asing yang terkenal di Solo. Tiga di antaranya, yaitu (1) Godlieb dengan

perusahaan Langendryan; (2) Jonas dengan perusahaan Jonasan; dan (3)

Carpentier dengan perusahaan Sekarpace. Adapun pengusaha pribumi yang

terkenal pada masa itu ada dua, yaitu (1) Partaningrat yang dikenal dengan batik

cap Partan; dan (2) Wongsodinomo yang usahanya dilanjutkan oleh cucunya

(Santoso) bersama istrinya, Danar Hadi (Widiastuti, 1993:37).

Sejalan dengan kehadiran dari beberapa pengusaha, revolusi industri

telah membuka pintu terhadap sistem ekonomi kapitalis (kapitalisme). Harapan

utama kapitalisme adalah sebuah pasar bebas, tempat memperjualbelikan berbagai

produk industri (Ritzer dan Goodman, 2011:7-8). Sebagimana yang dikatakan

Piliang (2003:88), “dalam kapitalisme, segala bentuk hasil produksi dan

reproduksi dijadikan komoditi, untuk dipasarkan dengan tujuan mencari

keuntungan”.

Wirodiharjo (1954:35-36) mengatakan bahwa perdagangan memainkan

peranan terbesar dalam lapangan produksi batik dan harga batik. Artinya, fungsi

perdagangan yang seharusnya merupakan suatu pemberian jasa bagi produksi dan

Page 107: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

konsumsi, namun pada kenyatannya perdagangan menentukan produksi dan

konsumsi batik. Kenyataan ini juga menimpa Batik Solo yang mengalami

kemunduran yang disebabkan oleh tiga hal berikut.

(1) Kelemahan modal pengusaha batik dalam industri batik. Pengusaha batik

seharusnya menyediakan banyak bahan untuk dapat menjaga

keberlangsungan produksi dan pemenuhan permintaan pasar, namun

karena keterbatasan modal maka kebutuhan bahan ini sering kali menjadi

hambatan (Wirodihardjo,1954:28-29).

(2) Ketersediaan bahan kain impor. Persaingan perdagangan antara Jepang

dan pihak Belanda di pasar Hindia Belanda menjadikan pengusaha dan

pengrajin Batik Solo menjadi korban, bahkan cenderung hanya dijadikan

objek permainan harga bahan kain batik yang berkualitas blaco/grey yang

banyak dipakai sebagai bahan batik. Sering kali, para pengusaha dan

pengrajin kesulitan mendapat bahan kain tersebut karena harga yang tidak

terjangkau (Wirodihardjo, 1954:38).

(3) Pergeseran selera pasar nasional atas Batik Solo. Pada awalnya, kain batik

merupakan busana kalangan keraton yang eksklusif, bahkan lazim

dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Namun demikian, setelah perang

Diponegoro (sekitar 1830-an), kain batik digunakan oleh bangsa Belanda

sekadar sebagai bahan pakaian, hanya dijadikan bahan kain para

perempuan dan pakaian santai para pria (Taylor dalam Nordholt (ed.),

2005: 146-147). Hal ini ditandai dengan munculnya pengusaha batik Indo-

Eropa, seperti Carolina von Franquemonto di Surabaya (sekitar tahun

Page 108: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

1840) (lihat Gambar IV.19) dan Eliza van Zuylen di Pekalongan (sekitar

tahun 1890) (lihat Gambar IV.20) Artinya, tidak ada lagi kesakralan yang

sebelumnya melekat pada Batik Solo yang lazim dimaknai sebagai batik

alus yang berasal dari keraton. Batik telah dijadikan sebagai komoditas

perdagangan yang dimanfaatkan oleh kaum kapitalis sebagai pemenuhan

selera pasar.

Gambar IV.19: Batik Carolina von Franquemonto di Surabaya

Sumber: Veldhuisen, 2007: 48

Gambar IV.20: Batik Eliza van Zuylen di Pekalongan

Sumber: Veldhuisen , 2007: 48

Page 109: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Masih dalam konteks konstelasi global ini, akibat interaksi dengan

budaya luar, terutama pengaruh budaya yang dibawa oleh kolonial, menyebabkan

terjadinya perubahan tata busana yang menuntut pembacaan ulang makna

simbolik pada batik. Sebagai contoh, adanya pengaruh dari Belanda/Barat dalam

pengunaan busana, seperti busana Sikepan, Langenarjan, Beskap, dan busana

Militer. Pengaruh ini dapat dengan jelas terlihat dalam seragam sekolah di

Mambaul Ulum, lembaga pendidikan Islam formal yang berupa pesantren di Solo

pada masa pemerintahan PBX. Pada masa ini, semua siswa wajib memakai sarung

batik dan jas, sedangkan guru-gurunya memakai beskap dan ikat kepala

(Pusponegoro dkk., 2007:51). Fenomena itu dapat dilihat sebagai penanda sosial.

Nordhholt (2005:1) mengatakan bahwa busana adalah kulit sosial dan

kebudayaan. Perwujudan dalam busana dapat dipahami sebagai cerminan dari

sosial budaya manusia. Artinya, busana mencerminkan sejarah, hubungan

kekuasaan, serta perbedaan dalam pandangan sosial, politik, religius. Adapun

Simmel (1971:296-303) menekankan bentuk proses sosialisasi dalam sejarah

busana. Hal itu tampak dengan melihat sejarah busana yang memainkan refleksi

dari sejarah yang berusaha mengubah kondisi eksistensi individu dan sosial

budaya. Busana menandakan suatu kelompok (union) masyarakat. Busana

menekankan perbedaan kelompok dari yang lain (the others), dan membentuk

kontras logis terhadap yang lain hingga perbedaan dalam perwujudan busana

menjadi realitas yang ada dalam kelompok tersebut. Busana menjadi gagasan

mengenai nilai dan perubahan busana merupakan pemenuhan hasrat manusia

akibat adanya diferensiasi budaya. Dengan demikian, perubahan tata busana dapat

Page 110: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

dimaknai sebagai representasi perubahan sosial budaya secara visual.

Berkaitan dengan budaya tradisional, sekitar tahun 1930-an, penguasa

Belanda membangun sebuah wacana bahwa budaya Jawa adalah budaya

tradisional dan budaya yang mereka (Barat) bahwa adalah budaya modern.

Sebagai pembawa perubahan dan modernitas, mereka mewacanakan dirinya

sebagai pelindung budaya tradisional Jawa. Tradisi-tradisi yang hidup di dalam

masyarakat harus dipertahankan di bawah kendalinya (Nordholt, 2005:28).

Budaya tradisional Jawa harus dilestarikan sebagai kebenaran yang dibungkus

dengan wacana humanisme dan/atau romantisime penguasa. Ini berarti bahwa

angapan masyarakat tradisional, yaitu masyarakat Jawa/pribumi tidak boleh

menjadi modern, dan harus tetap berada di dalam citra tradisional, sebagaimana

kehendak pemerintah kolonial Belanda sebagai penguasa pada masa itu.

Pada masa pergerakan, wacana itulah yang ditolak oleh Soekarno karena

mengandung muatan diskriminasi. Sebagaimana dijelaskan Ardhiati (2005: 257-

280), sejak masa SD di Mojokerto dan Hogere-bur’gerschool (HBS) atau Sekolah

Menengah di Surabaya, Soekarno diwajibkan berbusana sebagai seorang

bumiputra pada umumnya, yaitu kain batik dan beskap atau kemeja Jawa.

Sementara itu, teman-teman sekelasnya yang mayoritas anak-anak Belanda

berbusana model Barat. Perbedaan busana tersebut dirasakan Soekarno sebagai

pembeda antara penguasa dan yang dikuasai. Hal ini sangat tidak menyenangkan

bagi Soekarno sebagai seorang anak bumiputra. Oleh karena itu, Soekarno

menginginkan adanya perubahan tata busana bagi bumiputra agar tidak ada

perlakuan yang berbeda. Setelah lulus HBS, Soekarno mulai berbusana gaya Barat

Page 111: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

yang ditambah dengan mengenakan peci.

Setelah kemerdekaan RI, Soekarno sebagai Presiden RI menjadikan kain

batik dan kebaya sebagai busana nasional bagi kaum wanita. Walaupun baju

kebaya merupakan hasil perpaduan budaya Barat dan Nusantara, bahkan adanya

pengaruh dari Cina, namun kebaya yang dipadukan dengan kain batik mampu

menjadi busana nasional RI bagi kaum wanita Indonesia (Taylor dalam Nordholt

(ed.), 2005:146-163) (lihat Gambar IV.21-25).

Gambar IV.21: Gusti Bendara Raden Ajeng Retno Puwoso

Putri Susuhunan Paku Buwana X Berpakaian Kebaya dan Batik Keraton

Sumber: Dokumen Pitana dari Koleksi Yayasan Pawiyatan Karaton, Yayasan Surakarta

Gambar IV.22: Wanita Eropa Berpakaian Kebaya dan Batik

Belanda Sekitar Tahun 1900

Sumber: Dartel (2005:4)

Page 112: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Gambar IV.23: Wanita Indo-Sino Berpakaian Kebaya dan

Batik Pesisir (Sarong) pada Awal Abad ke-20

Sumber: Knight-Achjasi dan Damais, 2005:44

Gambar IV.24: Gusti Putri Mangkunegoro, Ibu Hartini

Soekarno, dan Kanjeng Ratu Pakubuwana Berpakaian Kebaya dan Batik pada

Tahun 1963 Sumber: Pusat Dokumentasi Wastra dan Busana Indonesia, 2009:19

Gambar IV.25:

Baju Kebaya dan Batik Sekarang, Karya Anne Avantie Sumber: Avantie dan Andiyanto, 2012:88

Page 113: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Pada masa Orde Baru, kemeja batik menjadi busana nasional kaum pria

di Indonesia. Penggunaan kemeja batik oleh kaum pria sebagai busana nasional

dapat dikatakan bahwa batik mampu bersaing dengan produk budaya modern

yang datang dari Barat. Pemerintah Orde Baru memiliki otoritas sehingga dipatuhi

oleh masyarakat. Pemerintah Orde Baru sangat mengunggulkan modern. Padahal,

kebenaran realitas bukan hanya datang dari yang modern, tetapi yang dilabeli

tradisional pun memiliki kebenaran sendiri.

Pada titik inilah, terminologi the others (liyan) harus tetap diposisikan

sebagai entitas yang diakui keberadaan dan memiliki hak yang sama untuk hidup

dan berkembang, termasuk Batik Solo dan masyarakat pendukungnya dalam

membangun identitas budayanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Finkelstein

(2007:116), busana (fashion) merupakan sarana komunikasi visual dalam

membangun identitas budaya masyarakat pendukungnya.

Realitas-realitas tersebut menunjukkan bahwa industrialisasi,

perdagangan bebas, dan perang wacana dalam pembangunan identitas budaya

masyarakat dalam era global merupakan salah satu penyebab terjadinya

pemaknaan ulang terhadap eksistensi Batik Solo. Dengan kata lain, telah terjadi

dekonstruksi makna simbolik Batik Solo yang disebabkan adanya konstelasi

global yang meliputi industrialisasi, perdagangan bebas, dan perang wacana dalam

pembangunan identitas budaya masyarakat.

Page 114: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

4.3 Proses Dekonstruksi Makna Simbolik Batik Solo

Dekonstruksi merupakan sebuah tindakan subjek yang membongkar

sebuah objek yang tersusun dari berbagai unsur. Namun demikian, dekonstruksi

bukan hanya pembongkaran terhadap objek (teks), melainkan sekaligus

menghasilkan konstruksi baru dari subjek. Teks bukan tatanan makna yang utuh,

melainkan arena pergulatan yang terbuka, atau tepatnya, permainan antara upaya

penataan dengan chaos, antara perdamaian dengan peperangan (Barker, 2009:78-

82, Hasan, 64-66, Norris, 2009:5-14).

Dalam gagasan dekonstruksi Derrida, jejak (trace) merupakan pengertian

terhadap tanda (sign) oleh Derrida. Jejak /trace dapat diganti dengan tanda bekas.

“Jejak mengacu pada pengertian bekas-bekas terciptanya suatu realitas. ‘Jejak’ di

sini adalah dalam pertentangan konsep ‘sejarah’ (historisisme)” (Pitana,

2010:250). Jejak tidak memiliki substansi, melainkan hanya menuju objek-objek

lain (Ratna, 2007:138). Oleh karenanya, jejak tidak terikat pada asal-usul, konteks

tunggal, dan pusat apa pun sehingga terjadi pemaknaan ulang atas jejak dalam

konteks masing-masing dan berbeda-beda tanpa final (Takahashi, 2008:144-153).

Struktur tanda selalu ditentukan oleh jejak atau bekas. Kehadiran makna bukan

sesuatu yang “ada”, tetapi “mengada” melalui jejak dari sesuatu yang lain, sesuatu

yang tidak akan pernah hadir secara penuh (Lubis, 2004:114, Ratna, 2007: 138).

Menurut Umberto Eco (dalam Ibrahim, 2011:265), “pakaian merupakan

alat semiotik, mesin komunikasi”. Apabila pakaian/busana memiliki suatu fungsi

komunikatif, maka pakaian dapat disebut sebagai bentuk komunikasi artifaktual

(artifactual communication) (Ibrahim, 2011:266).

Page 115: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Busana adalah “representamen” dari beberapa kemungkinan “objek”

yang memperoleh berbagai kemungkinan “interpretan”. Proses dari

“representamen” ke “objek” ke “interpretan” ini disebut proses “semiosis”. Proses

semiosis (canon) ini memadukan entitas yang disebut sebagai representamen

dengan entitas lain yang disebut sebagai objek, dan menghasilkan rangkaian

hubungan yang tidak berkesudahan. Gerakan yang tidak berujung-pangkal ini oleh

Eco dan Derrida kemudian dirumuskan menjadi proses semiosis tanpa-batas

(unlimited semiosis) (Budiman, 2011:17-18, Hoed, 2011:144). Proses ini

kemudian digunakan untuk memahami kejelasan proses dekonstruksi makna

simbolik Batik Solo.

4.3.1 Dari Seni Alus (Adiluhung) Menjadi Warisan Budaya ( Heritage)

Batik Solo merupakan salah satu perwujudan seni alus atau adiluhung

yang sakral dari kebudayaan Jawa, yang tidak dapat dipisahkan dari pemahaman

manusia Jawa atas kosmosnya. Sebagaimana Geertz (1976:261), batik merupakan

salah satu seni dari enam alus kompleks (Alus Art Complex) budaya Jawa, yakni

(1)Wayang (shadow play), (2) Gamelan (percussion orchestra), (3) Lakon

(literary plot or scenario), (4) Joged (Javanese court dancing), (5) Tembangs

(poems), (6) Batik (textile of wax registed dye).

Sejak masa kekuasaan Sultan Agung (abad ke-17), batik sudah menjadi

salah satu karya seni alus Kerajaan Mataram untuk menemuhi kebutuhan busana

dalam keraton. Sejak masa itu, proses membatik bukan hanya proses berkarya

seni, namun telah menjadi suatu bagian pelatihan proses olah batin putri-putri

Page 116: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

keraton. Hal ini telah digambarkan dalam karya sastra Jawa yang berjudul Suluk

Pangolahing Sandang Pangan, sebagai berikut (dalam Pujiyanto, 2010:24-25).

Suluk mbatik kang pinurweng singir, Lah tawus babo bathiken pisan, Tenunan wupanigase, Ywa tinggal polanipun, Lawansira den ngati-ati, Kang winadan punapa? Dhasaripun alus, Malamira pethak, Wua dinuga lanceng sedeng sawatawis, Ancathing pengengrengan. Myang panembokan jegulireki, Wajan ginenen latu tos ika, Bandhul lan gawangane, Apan pepak sadarum, Pirantine wong arsa mbatik, Dhasar alus utama, Tinulis jelngunt, Mangkana upamanira, Yen dhedhasar wadhag gya tinulis ngremit, Karyane yekti ilang. Datan pantes yen tinulis becik, Walantenen den kongsi prayitna, Aja dumeh baut, Sabarang karya bisa, Ayu rupa, ayu gawe, ayu ati, Aja kibir jubriya. (suluk/tembang, Dhandanggulo:W.316 di Sono Pustaka Yogyakarta)

Artinya: Suluk batik menjadi awal lagu ini, Maka silakan mulai membatik, Bahan tenunan telah siap sedia, Tetapi jangan tinggalkan polanya, Dan hendaknya berhati-hati, Apa yang masih kurang? Kain dasarnya halus, Lilinnya putih, Sebab sudah dicampur lilin lanceng sedikit, Canting rengrenganpun siap sudah. Sarana lainnya, cantik tembokan, jegul sudah ada, Wajan dipanasi dengan api, Bandul gacangannya sudah pula sedia, Bukanlah seluruh keperluan orang membatik sudah lengkap? Dibatik terasa lebut dan mengasikkan, Begitulah kiranya, Tetapi kalau dasarnya kasar, Tanpa diolah dahulu, Dan dibatik dengan rumit, Tidak mungkin kita akan melihat hasil yang baik. Itu tidak layak untuk dibatik dengan baik, Dicuci saja agar kembali seperti semula, Sebab kalau jelak dasarnya, Babarannya akan menggangu perasaan saja, Gadisku waspadalah, Jangan karena mampu lalu lupa diri, Dalam segala karyamu, Hendaknya dapat serasi,

Page 117: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Cantik di wajah, indah di karya, dan luhur di hatimu, Jangan sekali-kali takabur dan tinggi hati.

Karya sastra ini dengan jelas menyatakan bahwa proses membatik bukan

hanya melibatkan sesuatu yang bersifat lahiriah, namun batiniah juga. Hal ini

sesuai dengan pandangan hidup orang Jawa yang meyakini bahwa manusia terdiri

atas bagian lahiriah dan batiniah. Batin merupakan kenyataan yang sejati. Lahiriah

dari diri manusia adalah badan dengan segala hawa nafsu dan daya-daya rohani.

Dapat dikatakan bahwa badan merupakan wilayah kerajaan roh manusia (De Jong,

1984:14).

Ini berarti bahwa batik dengan proses pembatikan merupakan suatu

perpaduan dari lahiriah dan batiniah yang melibatkan rasa perasaan terdalam

manusia. Dalam kegiatan membatik, keluhuran hati dari si pembatik akan muncul

dalam karyanya sendiri. Keselarasan rasa pembatik penting dapat

diperumpamakan seperti sama halnya perpaduan bahan-bahan yang halus dengan

kemampuan teknik pembatikan yang tinggi. Pada sisi yang lain, diungkapkan

bahwa apabila jiwa pembatik belum siap, maka tidak mungkin menghasilkan

karya yang baik dan rumit.

Proses menciptakan batik merupakan ekspresi pengalaman spiritual. Oleh

karenanya, tidak dapat hanya dipandang sebagai kegiatan produksi kain (textile).

Proses membatik memiliki kandungan rohaniah melalui olah batin yang

merupakan cerminan kosmologi manusia Jawa yang lazim dianggap sebagai

media perenungan dan meditasi. Penciptaan batik mengandung pengalaman mistis

(mbatik manah) yang berarti totalitas pencurahan jiwa dan raga (Yayasan Harapan

Kita/BP 3 TMII,1997:60). Dengan demikian, karya batik dianggap sebagai

Page 118: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

sesuatu yang sakral, bahkan kain batik dan kekhususan ragam hiasnya diyakini

memiliki kekuatan magis.

Pernyataan di atas diperkuat dengan adanya dua cerita dalam babad yang

berkaitan dengan keberadaan batik. Pertama, kisah Pangeran Adipati Anom

(Amangkurat II) yang melihat seorang gadis sedang membatik. Pangeran Adipati

Anom begitu tertarik memperhatikan aktivitas gadis tersebut hingga membuatnya

jatuh cinta. Namun ternyata, gadis itu adalah gadis yang disimpan oleh ayahnya

untuk dijadikan selir. Karena menahan rasa yang terus bergejolak, pangeran jatuh

sakit. Dalam kondisi sakit inilah, pangeran dirawat oleh gadis tersebut. Kedekatan

mereka berdua akhirnya membuat gadis tersebut pun jatuh cinta pada pangeran.

Hal ini menyebabkan kemarahan sang ayah. Akhirnya pangeran diperintahkan

oleh sang ayah untuk membunuh sang gadis. Peristiwa inilah yang menjadi

penyebab terjadinya kekacauan kerajaan Mataram dan perang Trunajaya

(Sabdacarakatama 2010:101).

Kedua, kisah kelahiran ragam hias Truntum (lihat Lampiran 4: Contoh

Ragam Hias Batik Solo Dalam Daur Hidup). Kisah tersebut diawali karena rasa

sedih dan kurang perhatian Sunan Paku Buwana III kepada permaisuri. Hal ini

membuat setiap malam sang permaisuri berteman dengan bintang. Kemudian,

permaisuri mengisi waktu dan menumpahkan perasaanya dengan cara membatik.

Bintang yang selalu menemani malam-malam permaisuri menjadi objek yang

mendominasi ragam hias karyanya. Pada suatu saat, raja melihat karya batik yang

rapi dan bagus tersebut dan menanyakan arti ragam hias yang dikandungnya.

Permaisuri bercerita kepada raja bahwa ragam hias tersebut sebagai ungkapan rasa

Page 119: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

sedih karena tidak diperhatikan oleh raja, sebagaimana yang permaisuri alami.

Mendengar cerita tersebut, raja baru menyadari betapa sedihnya perasaan sang

permaisuri, bahkan rasa cinta raja seakan bersemi kembali. Akhirnya, raja

memberi nama ragam hias yang mampu mengembalikan rasa cinta tersebut

dengan nama itu Truntum. Sejak itulah, Truntum merupakam simbol berseminya

dan/atau kembalinya cinta (Djoemena,1990a:13-14, Sentalu dalam Tozu (ed.),

2007:206).

Dari dua kisah tersebut menunjukkan secara jelas bahwa kegiatan

membatik bukan hanya persoalan fisik, namun lebih pada kegiatan yang

melibatkan rasa perasaan terdalam manusia. Dari dua kisah tersebut, setidaknya

ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni sebagai berikut.

(1) Kegiatan membatik tidak dimaknai sebagai kerja, tetapi “pekerjaan”.

Artinya, mereka membatik bukan untuk mencari uang (mata pencaharian)

yang mengacu pada kekayaan harta benda. Dalam konteks budaya Jawa,

pekerjaan adalah satu dari lima unsur “kewajiban” yang disebut “hidup

atas nama Tuhan”, yakni badan, keturunan, masyarakat, pekerjaan, dan

penguasa. Pekerjaan merupakan suatu kewajiban untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Dengan bekerja, seorang dapat mengisi

kehidupannya secara pribadi, namun apabila manusia pribadi terlepas dari

masyarakat maka kerja tidak begitu berharga (De Jong, 1984:31-32).

Dengan demikian, kegiatan membatik adalah sesuatu yang sakral karena

bukan untuk mecari kekayaan material, melainkan pekerjaan untuk

mencari keselarasan antara lahiriah dan batiniah.

Page 120: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

(2) Cinta dalam kedua kisah tersebut menujuk kepada hubungan antara pria

dan wanita. Dalam konteks budaya Jawa, hubungan pria dan wanita dalam

ikatan rumah tangga merupakan sesuatu yang sakral. Dari ikatan

perkawinan yang ada dalam rumah tangga tersebut, manusia menjalankan

kewajibannya sebagai makhluk Tuhan untuk melahirkan keturunan (De

Jong, 1984:30-31). Batik yang melambangkan cinta tersebut dihubungkan

dengan konsep penciptaan manusia yang sakral.

(3) Munculnya rasa cinta terhadap seorang wanita bukan hanya karena

kecantikan wajah, melainkan bisa datang dari hal lain, seperti keahlian,

ketelitian, dan keterampilannya dalam membatik yang melibatkan segenap

rasa perasaan terdalam. Hal ini dapat dipahami dari sisi sikap dan estetika

orang Jawa yang tidak ingin menonjol dan keinginan untuk mengabdikan

hidupnya dengan cara mengekspresikan segala sesuatunya dengan

simbol/perlambang untuk mengkomunikasikannya. Dalam kehidupan

manusia Jawa, komunikasi dimaksudkan sebagai sesuatu kesatuan antara

rasa, karsa, cipta, dan karya, yang diungkapkan untuk menyampaikan

pembaharuan (Ronald,1997:234, 277). Dengan uraian tersebut, cara

komunikasi semacam ini yang secara tidak langsung mencerminkan

estetika kehidupan manusia Jawa. Dengan demikian, wanita membatik

dapat dipahami sebagai wanita indah yang mampu menggunakan cara

komunikasi yang baik. Keterampilan membatik merupakan unsur estetis

wanita yang dapat mengkait rasa para pria karena mereka menonjol bukan

Page 121: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

kecantikan wajah (lahir), tetapi mengabadikan diri dengan keterampilan

membatik dan/atau karya batik yaitu sebagai proses olah batiniah (batin).

Dalam konteks budaya Jawa, batik sebagai hasil karya seni Jawa yang

terlahir dari kepekaan perasaan seseorang merupakan pantulan pengalaman dari

pembatiknya. Perasaan dan pengalaman tersebut terakumulasi dalam nilai-nilai

seni dan dipancarkan kembali dalam bentuk karya. Pesan-pesan yang ada di

dalamnya tidak dapat langsung terbaca karena terungkap dalam bentuk-bentuk

simbolik (Ronald,1997:32). Atas dasar inilah, Batik Solo sebagai produk budaya

Jawa yang terlahir dari rasa perasaan terdalam manusia Jawa dapat dikatakan

sebagai produk budaya alus.

Geertz (1976:232-233) mengatakan,“Alus means pure, refined, polished,

polite, exquisite, ethereal, subtle, civilized, smooth. A man who speaks flawless

high-Javanese is alus, as is the high-Javanese itself ” serta “Kasar is merely the

opposite: impolite, rough, uncivilized; a badly played piece of music, a stupid joke,

a cheap piece of cloth”. Ini berarti bahwa konsep alus dan kasar memiliki

keterkaitan dengan konsep lahir dan batin. Konsep alus merupakan keterampilan

batin dan kehalusan pengalaman subjektif yang ditransformasikan ke dalam ruang

seni, yaitu Batik Solo.

Dalam pandangan orang Jawa, konsentrasi merupakan suatu sikap yang

melatarbelakangi pembedaan antara dunia makrokosmos (jagad gede) dan

mikrokosmos (jagad cilik). Konsentrasi diri merupakan jalan menuju Tuhan

dengan usaha mencapai keselarasan antara jagad gede dan jagad cilik. Sejalan

dengan hal ini, Geertz (1976:287) mengungkapkan tentang batik sebagai seni alus

Page 122: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

bahwa, “batik was a spiritual discipline. ... it took great inward concentration to

work on such a piece of very detail and delicate cloth painting; and a favorite

symbol of mystic experience is still mbatik manah ...”. Secara bebas, dapat

diartikan bahwa kerapian dan kerumitan dalam perwujudan Batik Solo merupakan

ekspresi dari pengalaman mistis (mbatik manah). Batik bukan semata-mata

keindahan dalam perwujudan sebuah kain, melainkan lebih pada keindahan batin

manusia yang merupakan representasi dari konsentrasi diri manusia dalam proses

seni yang disebut seni alus.

Sejak kemerdekaan RI, pemerintah berusaha mewujudkan nation

building, yaitu membangun nasionalisme dan budaya nasional. Oleh karenanya,

kebudayaan daerah harus dikembangkan demi terwujudnya kebudayaan bangsa

(kebudayaan nasional) yang membanggakan bagi bangsa Indonesia secara

nasional (Latif, 2011:354). Dalam konteks pembangunan budaya bangsa ini, batik

menjadi salah satu pilihan untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai kebanggaan

budaya nasional.

Batik sebagai salah satu warisan budaya Nusantara, keberadaannya tidak

hanya penting untuk dilestarikan, namun juga dikembangkan untuk dapat diangkat

sebagai kebanggaan bangsa. Batik bukan lagi milik keraton-keraton di Jawa,

tetapi telah dijadikan milik bangsa Indonesia secara keseluruhan. Upaya ini

pertama kali dilakukan oleh Soekarno sebagai Presiden pertama RI yang dibantu

oleh Go Tik Swan, pengusaha dan pengrajin batik keturunan Tionghoa dari Solo

(Pujiyanto, 2010:147).

Page 123: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Selanjutnya, pada masa Orde Baru, batik menjadi komoditas yang cukup

diandalkan dan menjadi salah satu daya tarik wisata belanja yang dikembangkan.

Dengan dibungkus ‘wacana sebagai warisan budaya adiluhung budaya keraton’,

batik menjadi komoditas yang memiliki nilai jual cukup tinggi (Parani, 2011:26-

48). Ini berarti bahwa negara memaknai Batik Solo sebagai peninggalan zaman

(warisan budaya) yang harus dilestarikan dan dapat dimanfaatkan dalam sektor

pariwisata. Filosofi dalam perwujudan Batik Solo tidak dibaca lagi sebagai

ekspresi kosmologi Jawa. Terlebih lagi, Batik Solo dimaknai sebagai produk

budaya tradisional. Artinya, dalam wacana tradisional, Batik Solo hanya mengacu

pada masa lalu sebagai oposisi biner modernisme. Sebagaimana yang dikatakan

oleh Sekimoto (dalam Yamashita (eds.), 2003:112) berikut.

Tradition is a living part of contemporary reality, albeit in a marginalized form. The real dichotomy is not that between tradition and modernity but that between the power center which subjugates and dictates the nature of traditions, and marginalized realities ...

Dalam memposisikan batik sebagai warisan budaya (heritage), tidak

berhenti pada tingkat nasional, namun juga pada tingkat internasional. Hal ini

dibuktikan dengan adanya pengakuan oleh UNESCO bahwa batik sebagai warisan

budaya dunia yang bersifat takbenda (Intangible Cultural Heritage) yang berasal

dari Indonesia dan diberi nama “Batik Indonesia (Indonesian Batik)”. Fakta ini

terbukti dengan dimasukkannya Batik Indonesia ke dalam Representative List of

the Intangible Cultural Heritage of Humanity pada tanggal 2 Oktober tahun 2009

(lihat Gambar IV.26).

Page 124: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Gambar IV.26: Sertifikat Warisan Budaya Takbenda Oleh UNESCO

Sumber: Referensi dalam Workshop/Seminar Nasional IKM Batik dan Pameran Eco-Batik,

(Pada tanggal 21-23 Juni 2011 di Balai Besar Kerajinan dan Batik)

Menurut Pitana (2010:152), dalam penggunaan gagasan dekonstruksi

Derrida, setiap masyarakat yang menghasilkan makna budaya dipercaya memiliki

pusatnya masing-masing untuk menetapkan kebenaran. Pusat merupakan kuasa

kultural. Sebaliknya, apabila pusat yang mutlak harus ada, maka pusat itu tidak

lain adalah teks budaya. Dengan kata lain, tidak ada makna yang dapat dibaca

selain makna objektif. Realitasnya, “pusat” bukanlah sesuatu yang tunggal karena

ia lebih dimaksudkan sebagai fungsi dengan mengubah batas-batasnya secara

konseptual dalam upaya menemukan pusat-pusat baru (Pitana, 2010:204). Hal ini

dapat dipahami bahwa perbedaan dan/atau perubahan pusat yang dimiliki masing-

masing masyarakat menyebabkan dekonstruksi makna simbolik. Sebagaimana

proses yang terjadi dalam dekonstruksi makna simbolik yang berupa pemaknaan

Page 125: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

ulang atas Batik Solo.

Hal tersebut menunjukkan bahwa makna adalah produk dari situasi-

situasi yang terkait serta dari suatu perbedaan tanda yang berkaitan dengan tanda-

tanda lain. Oleh karena itu, makna dapat dipahami hanya dalam konteksnya

(Cavallaro, 2004:20-32). Sebagaimana pengertian tanda oleh Derrida yang

memiliki jejak (trace) atau tanda bekas, yaitu, sesuatu yang mengacu pada

pengertian bekas-bekas terciptanya suatu realitas (Pitana, 2010:250). Dapat

dikatakan bahwa jejak tidak memiliki substansi melainkan hanya menuju objek-

objek lain. Kehadiran makna bukan sesuatu yang ada, tetapi mengada yang dapat

ditelusuri melalui jejak-jejak yang ditorehkan. Jejak selalu mendahului objek

(Ratna, 2007 138).

Batik Solo sebagai produk budaya memiliki metafisikanya sendiri

sebagai seni alus dan sakral yang mengekspresikan kosmologi dan falsafah hidup

Jawa. Dalam perkembangannya, Batik Solo menjadi bagian dari Batik Indonesia

(Indonesian Batik) yang menjadi kebanggaan nasional, bahkan kemudian menjadi

kebanggaan dunia yang diakui UNESCO sebagai bagian warisan budaya

takbenda. Kenyataan ini menunjukkan bahwa telah terjadi dekonstruksi makna

simbolik busana tradisional Jawa, yaitu Batik Solo, dari seni alus yang sakral

menjadi benda warisan budaya (heritage). Proses “kemenjadian” Batik Solo ini

tidak dapat hanya dilihat dari sisi ilmu rancang seni, melainkan lebih pada

pemaknaan ulang oleh banyak subjek yang tidak pernah berhenti.

Page 126: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

4.3.2 Dari Daur Hidup (Siklus Hidup) Menjadi Fashion

Pada awalnya, Batik Solo berupa sehelai kain tanpa dipotong serta dijahit.

Kain ini merupakan bagian dari busana tradisional Jawa (busana adat Jawa) yang

digunakan sebagai penutup tubuh bagian bawah yang dililitkan dari pinggang

sampai mata kaki (waist wrapping) (lihat Gambar IV.27 -28).

Gambar IV. 27: Pria Jawa di Lingkungan Kerja Pengadilan

Sumber: Roojen, 1996:23

Gambar IV.28: Penari Wanita Jawa

Sumber: Roojen, 1996:23

Batik Solo sebagai busana tradisional Jawa memiliki dua fungsi. Pertama,

fungsi biologis, yaitu sebagai pelindung tubuh. Kedua, fungsi sosial, yaitu busana

sebagai bagian dari tata cara berkomunikasi dalam lingkungan sosial yang

berkaitan dengan persoalan “kepantasan” dan “kesopanan” yang kemudian lazim

disebut tata busana. Menurut Hoed (2011:145), tata busana harus dilihat dari tiga

Page 127: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

dimensi, yaitu dimensi tubuh, pikiran, dan kebudayaan. Ketiga dimensi tersebut

dapat dijelaskan seperti berikut.

(1) Dimensi tubuh – dipahami dari bentuk dan fungsinya, yakni busana

sebagai hal yang konkrit.

(2) Dimensi pikiran – dipahami dari maknanya oleh orang yang memakai atau

melihatnya, yakni busana sebagai hal yang komunikatif.

(3) Dimensi kebudayaan – dipahami oleh manusia melalui jaringan

pemahaman secara sosial, yakni busana sebagai hal yang interaktif.

Dalam konteks budaya Jawa, batik lazim dikenal sebagai busana

tradisional (busana adat) Jawa. Sebagaimana diungkapkan Prawirohardjo (2011:8),

kain batik selalu menemani manusia Jawa pada semua tahapan dalam

kehidupannya, yaitu sejak dilahirkan sampai menutup mata. Keterikatan antara

manusia Jawa dan batik ini lebih jauh diungkapkan Widiastuti (2011b:1), seperti

berikut.

Orang Jawa tidak bisa dipisahkan dari batik. Batik membalut kehidupan mereka sejak lahir sampai dengan kematiannya nanti. Berbagai macam upacara adat yang terdapat di dalam masyarakat Jawa, merupakan pencerminan bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun, dari generasi ke generasi.

Ini berarti bahwa batik bagi orang Jawa tidak sekadar pakaian, tetapi

produk budaya adiluhung yang merupakan ungkapan rasa perasaan terdalam

manusia yang didasarkan pada filosofi hidup dan kehidupan Jawa. Ini sejalan

dengan ungkapan PB IX (dalam Pujiyanto, 2010:13), “Nyandhang panganggo

hiku dadyo srono hamemangun wataking manungso jobo-jero (artinya: memakai

busana dan perlengkapannya itu menandakan watak lahir dan batin dari si

Page 128: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

pemakai)”.

Keterikatan orang Jawa dan batik yang didasarkan pada tahapan

kehidupan manusia Jawa (daur hidup), yang lazimnya dapat diamati dari jenis

atau motif batik yang digunakan dalam upacara adat (ritual/slametan). Hal

tersebut berkaitan dengan tahapan kehidupan manusia, yakni mulai dari kelahiran

hingga kematian. Menurut Djoemena (1990a:10), ragam hias dan tata warna

dalam perwujudan batik diciptakan dengan penuh pesan dan harapan yang tulus

dan luhur semoga akan membawa kebaikan serta kebahagiaan bagi pemakainya.

Harapan ini semua dilukiskan sebagai ragam hias serta warna secara simbolis

yang pada gilirannya dapat menjadi sumber kekuatan spiritual.

Ragam hias batik diyakini mengandung muatan spiritual. Oleh

karenanya, pada peristiwa penting dalam kehidupan, kain batik dengan ragam hias

tertentu yang dikenakan disesuaikan dengan jenis ritual yang dilakukan, misalnya

upacara kelahiran, pernikahan, dan/atau kematian (Prawirohardjo, 2011:8).

Secara tradisi, batik sebagai busana tradisional (busana adat) dalam

konteks budaya Jawa merupakan cerminan diri lahir-batin yang menyatakan tata

nilai sosial dan kebutuhan manusia dalam kehidupan sosial. Dalam konteks ini,

busana dapat dimaknai sebagai “wadah (pakaian)” dengan “isi (manusia)” bagi

manusia. Manusia Jawa meyakini bahwa antara “wadah” dengan “isi” diperlukan

adanya keseimbangan, kesejajaran, bahkan keterpaduan, seperti sama halnya

kepentingan keseimbangan antara lahir dan batin. Keseimbangan semacam ini

merupakan jalan tercipta ketenteraman batin, kesejahteraan, dan kemakmuran

dalam hidup dan kehidupan (Pitana, 2010:130).

Page 129: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Batik Solo yang lazim disebut batik keraton adalah sesuatu yang

ditampilkan sebagai produk yang diagungkan serta dilengkapi dengan persepsi

kultural untuk kepentingan kalangan keraton (Pujiyanto, 2010:26). Dalam

perkembangannya, batik sebagai pakaian dapat diartikan sebagai sarana

komunikasi visual yang merupakan perwujudan kondisi dan/atau karakter sosial

budaya manusia (Nordholt, 2005:v).

Secara sederhana, fashion diidentikkan dengan busana. Menurut

Finkelstein (2007:14-15), karakteristik fashion dapat didefinisikan sebagai

fenomena sosial, ekonomi, estetika, dan sekaligus fenomena dari semua. Pendapat

ini sejalan dengan Barthes (2010:273) bahwa fashion merupakan sarana

komunikasi visual yang berlaku pada ruang dan waktu fashion itu dihadirkan.

Pendapat Barthes tersebut diperkuatkan Simmel (1971:303) dengan

pernyataannya, sebagai berikut.

Fashion always occupies the dividing-line between the past and the future, and consequently conveys a stronger feeling of present, at least while it is at its height, than most other phenomena. What we call the present is usually nothing more than a combination of a fragment of the past with a fragment of the future.

Ini berarti bahwa fashion mengacu pada pakaian/busana yang memiliki

wujud secara material, namun lebih fokus pada cita rasa kekinian (sekarang) yang

bersifat sekadar (momen) yang tidak diraba, melainkan memiliki nilai fungsional

dalam jaringan tanda. Sebagaimana Barnard (2011:12-18), fashion menampilkan

segala produk dan/atau fenomena kultural. Dalam kehidupan modern, fashion

merupakan cara untuk mereperesentasi diri, yaitu gaya (style) dengan hasrat untuk

menjadi kebutuhan impulus-impulus baru.

Page 130: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Fashion membentuk identitas diri pemakainya dalam komunikasi visual,

Ibrahim (2011:272) berpendapat bahwa identitas tersebut merupakan sesuatu yang

terfragmen dan tidak stabil, hanya sebuah mitos atau ilusi. Malahan McQueen dan

Knight (dalam Gindt, 2011:439) berpendapat bahwa fashion adalah produk yang

tidak terselesaikan. Ini berarti bahwa fashion bukan saja sarana sebagai

representasi diri melalui komunikasi visual, namun juga sebagai pemenuhan nafsu

selera.

Apabila batik merupakan bagian yang terpisahkan dari cara berpakaian

atau fashion, maka batik (termasuk Batik Solo) adalah bagian yang tidak dapat

terpisahkan pula dengan pemunuhan nafsu selera tersebut. Artinya, sakralitas dan

metafisika seni alus yang dilandasi filosofi hidup manusia Jawa telah tergantikan

dengan pemenuhan nafsu selera sesuai dengan zamannya. Rangkaian daur hidup

yang melekat pada setiap motif yang digunakan dalam perwujudan batik tidak lagi

menjadi acuan baku yang ditaati. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

pergeseran pemaknaan Batik Solo dari sakralitas daur hidup menjadi pemenuhan

selera fashion merupakan salah satu proses terjadinya dekonstruksi makna

simbolik Batik Solo.

Page 131: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

4.4 Implikasi Dekonstruksi Makna Simbolik Batik Solo Terhadap

Perkembangan Batik Solo

Implikasi dekonstruksi makna simbolik Batik Solo meliputi dua hal,

yaitu (1) implikasi terhadap popularitas Batik Solo; dan (2) implikasi terhadap

kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat Solo.

4.4.1 Implikasi Terhadap Popularitas Batik Solo

Simbolisme tradisional lazimnya dijadikan sebagai alat untuk

meninggikan martabat dan kemuliaan (Herusatoto, 1984:125-128). Sebagaimana

Batik Solo merupakan produk budaya yang mencerminkan kosmologi dan filosofi

Jawa dalam tata ragam hias, tata warna, serta tata pergunaannya. Namun demikian,

kini metafisika Batik Solo telah hilang seiring semakin derasnya rasionalisme

dalam proyek modernisasi Barat. Simbolisasi hanya menjadi tanda pengenal saja.

Kini, pelaksanaan rangkaian upacara tradisional yang menggunakan

Batik Solo cenderung hanya merupakan simbol identitas atau tanda pengenal

bahwa pelaksana upacara adalah orang Jawa, bahkan menjadi suatu representasi

terhadap masyarakat sebagai suatu usaha untuk menghidupkan kembali adat-

istiadat Jawa yang hampir dilupakan orang dengan melakukan upacara yang

mewah dan megah. Malahan, batik semakin ramai dibicarakan di dalam ruang

kultural melalui ke-Indonesia-an batik dalam proses pembangunan negara-bangsa

dan ekonomi negara. Artinya, batik menjadi wacana budaya bangsa dalam rangka

membangun keagungan budaya tradisional RI. Sebagaimana pendapat

Page 132: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

Kuntowijoyo (2006:39-42) bahwa modernitas menjadikan tradisi sebagai fashion

merupakan harga yang harus dibayar.

Berbeda dengan Orde Lama yang cenderung menjadi rezim ideologis-

revolusioner, Orde Baru lebih mengarah pada rezim developmentalisme. Hal ini

dapat dimaknai bahwa Orde Baru tidak lagi menjadikan nasionalisme sebagai

prioritas dalam merekatkan integrasi sosial secara politik, tetapi diganti

pembangunan ekonomi yang berbasis pada pasar bebas (Arif, 2010:168-169).

Politik ekonomi inilah yang secara langsung juga mendorong terjadinya

pergeseran makna Batik Solo dari benda budaya menjadi benda ekonomi karena

dijadikan komoditas perdagangan secara besar-besaran.

Sebutan Batik Solo sebagai seni alus dan produk budaya adiluhung

keraton merupakan pencitraan yang dilekatkan pada Batik Solo oleh masyarakat

pendukungnya. Citra yang melekat ini dimanfaatkan oleh rezim Orde Baru

sebagai upaya menyukseskan politik-ekonomi negara di tengah pengaruh pasar

bebas yang ada. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membungkus

citra keagungan Batik Solo tersebut sebagai daya tarik wisata budaya dan belanja.

Sebagaimana pendapat Suaedy (dalam Parani, 2011:43) yang mengatakan bahwa

pemerintah Orde Baru memanipulasi keunggulan budaya Jawa (termasuk Batik

Solo) untuk tujuan pengembangan pariwisata.

Pencitraan ini semakin diperkuat dengan pengakuan batik sebagai

warisan budaya takbenda oleh UNESCO pada tahun 2009. Akibatnya, popularitas

batik semakin mendunia, pameran dan/atau kegiatan peragaan busana yang

menggunakan batik semakin banyak diminati dan dikunjungi. Sebagai contoh,

Page 133: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

pameran batik yang diberi judul “Indonesian Batik: A Living Heritage” (Batik

Indonesia: Warisan Budaya yang Hidup), yang diselenggarakan dua kota yang

berbeda, yaitu (1) tanggal 25 Januari 2012 hingga 14 Pebruari 2012 di Galeri

Nasional Indonesia Jakarta; dan (2) tanggal 19 sampai dengan 29 Pebruari 2012 di

Pendhapi Gedhe, Komplek Balaikota Surakarta (lihat Gambar IV.29).

Gambar IV.29: Seksi Batik Kerajaan Dalam Pameran “Batik Indonesia: Warisan Budaya yang Hidup” di Solo

Sumber: Dokumen Kawasaki

Dengan adanya pengakuan dari UNESCO dapat diartikan bahwa dunia

merasa ikut memiliki dan merasa berkepentingan menjaga dan melestarikan batik

sebagai warisan budaya. Hal ini dibuktikan dengan diselenggarakannya sebuah

lomba karya batik pada awal Nopember 2011 di The Palace Hotel, Amerika

Serikat, yang diberi nama American Batik Design Competition. Lomba ini diikuti

sekitar 100 karya yang berasal dari 18 negara bagian di Amerika. Pada

Page 134: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

kesempatan ini, Dino Patti Djalal, Duta Besar RI untuk Amerika Serikat

memberikan pernyataan yang dimuat Harian Kompas, 25 Nopember 2011,

sebagai berikut.

Harapannya, batik bukan lagi hanya menjadi milik orang Indonesia, melainkan menjadi milik dunia. Kita tak perlu cemas orang lain mempelajari batik. Kita seharusnya seperti orang Inggris yang bangga dengan bahasa Inggris yang dipakai di seluruh dunia. Ini berarti bahwa keagungan batik sebagai warisan budaya sudah menjadi

kebanggaan bersama yang mendunia. Batik tidak hanya menjadi bagian busana

tradisional Indonesia, khususnya Jawa, tetapi telah menjadi bagian dari dunia

fashion yang mengglobal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa batik

memiliki popularitas global yang mendunia. Sebagaimana pernyataan Erizabeth

Urabe, peraih juara pertama pada American Batik Design Competition, yang

dimuat Harian Kompas, 25 Nopember 2011 sebagai berikut.

Saya belum pernah ke Indonesia. Saya belum pernah membatik. Ketika saya melihat pengumuman kompetisi ini, saya langsung mengikutinya. Saya senang sekali menjadi pemenang lomba ini. Setelah ini, saya akan makin memperkenalkan batik ke seluruh dunia. Popularitas batik yang mendunia ini menjadikan motif batik tidak lagi

harus mengacu kepada motif-motif tradisional yang sudah ada. Setiap seniman

dan/atau pengrajin boleh mengembangkannya sesuai selera yang dimiliki.

Sebagaimana pernyataan seorang desainer yang menjadi salah satu juri dalam

acara American Batik Design Competition, Tuty Cholid, yang dimuat Harian

Kompas, 25 Nopember 2011, “Saya kagum dengan karya-karya mereka. Mereka

bisa mendesain dengan filosofi yang mendalam. Lihat saja karya mereka dengan

motif koboi, bison, gandum, dan lain-lain yang langsung memberi kesan Amerika

Page 135: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

Serikat” (lihat Gambar IV.30) .

Gambar IV.30: American Batik Design Competition Sumber: Dokumen Kompas, 25 Nopember 2011

Lomba desain batik yang dilaksanakan di luar negeri tersebut menjadikan

batik semakin dikenal dunia, bahkan desain batik berkembang sedemikian pesat

sesuai dengan kreativitas masing-masing sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki oleh para peserta, walaupun sebagian dari mereka belum mengenal batik

secara langsung sebelumnya. Fakta ini menunjukkan bahwa semakin mendunia

popularitas batik, semakin bervariasi makna yang diberikan kepada batik. Ini

membuktikan bahwa makna bukan sesuatu yang “ada” melainkan “mengada”,

tergantung pada pemahaman si subjek atas objek (Pitana, 2010:285-286).

Sebagaimana Al-Fayyadl (2009:82) seperti berikut.

Makna ada di balik layar, tetapi wujudanya bukan dalam bentuk kehadiran, melainkan sebagai proses-menjadi yang terus-menurus

Page 136: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

menunda pengertian yang dirasakan memadai dan menggantinya dengan penanda-penanda baru yang lebih terbuka dan ambigu.

Pada tanggal 28 sampai 30 September 2011, sebuah kegiatan World Batik

Summit 2011 (WBS) dilaksanakan di Jakarta Convention Center (JCC) dengan

tema “Indonesia: Global Home of Batik”. Kegiatan ini dihadiri oleh Presiden RI,

Susilo Bambang Yudhoyono (lihat Gambar IV.31).

Gambar IV.31: Menteri Perindustrian Mohamad S. Hidayat Memberikan Penjelasan Batik Wayang kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada World Batik Summit 2011

di JCC, Jakarta 28 September 2011 Sumber: Dokumen Situs Resmi Kementerian Perindustrian RI

http://www.kemenperin.go.id/artikel/2109/Presiden-RI-Membuka-World-Batik-Summit-2011 (diakses 14 Mei 2012)

Kegiatan ini memiliki makna politis dan ekonomis yang cukup penting bagi

Indonesia, sebagaimana tujuan dari WBS, yaitu “To confirm Indonesia’s

international role as the ‘Global Home of Batik’ within the world community”

(dalam dokumen panitia WBS 2011). Ini berarti bahwa keberadaan Indonesia

Page 137: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

sebagai tuan rumah kegiatan menunjukkan bahwa adanya suatu pengakuan dunia

batik merupakan produk budaya asli Indonesia yang telah diterima oleh dunia.

Pada gilirannya, batik bukan lagi dimaknai hanya sebagai modal budaya dalam

perkembangan pariwisata Indonesia, namun dimaknai pula sebagai komoditas

atau modal ekonomi kreatif bangsa, bahkan menjadi warisan budaya dunia yang

membanggakan bagi generasi muda.

Pada awal tahun 1972, Ali Sadikin, Gubernur Daerah Khusus Ibukota,

mempromosikan busana batik sebagai pakaian resmi. Promosi ini ternyata

mengundang perhatian banyak pihak, bahkan popularitas batik semakin

meningkat dan tersebar ke daerah-daerah. Hal ini ditandai dengan munculnya

seragam resmi batik bagi instansi-instansi pemerintah, perusahaan, dan/atau

seragam-seragam sekolah, bahkan terciptanya beragam motif batik untuk berbagai

busana karya perancang-perancang busana yang cukup terkenal yang tergabung di

dalam Persatuan Ahli Perancang Mode Indonesia (PAPMI), seperti Iwan Tirta,

Harry Dharsono, Prayudi, dan Elsa Sunarya (Pujiyanto, 2010:148 dan

Widiastuti,1993:53).

Fakta tersebut membuktikan bahwa ada satu kesadaran bagi suatu

generasi untuk mempertahankan dan mengembangkan batik sebagai karya budaya

bangsa, sebagaimana disampaikan Iwan Tirta (2009:125) berikut.

Saya sadar bahwa daya hidup batik di masa depan akan memudar jika para pembatik tidak memahami apa yang dikehendaki pasar. Di masa lampau, keluarga keraton merupakan ‘penuntu selera’ yang berkomunikasi dengan mereka yang membuat batik. Sekarang pasar tidak kontak langsung dengan pembuat batik, dan pola-pola bergantung pada perantara. Para pembatik membutuhkan dorongan untuk terus berkarya, dan mudah-mudahan bakat dan kepintaran mereka akan mampu terus menciptakan desain-desain menarik. Jika pengusaha perantara tidak

Page 138: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

artistik dan tanggap untuk merangsang pasar yang baru, maka seni batik akan kehilangan daya hidupnya. Ide-ide baru diperlukan untuk terus-menerus diumpankan kepada mereka.

Ini berarti bahwa Iwan Tirta sebagai seorang perancang busana

menyadari bahwa seni batik tidak bisa berkembang apabila tidak mampu

mengikuti perkembangan pasar atau selera pasar. Artinya, seni batik tidak boleh

berhenti pada pemenuhan kebutuhan busana adat Jawa (sehelai kain yang

bermakna dalam konteks budaya Jawa), namun harus dikembangkan ke wilayah

fashion (sepotong baju yang dinikmati oleh siapapun) yang sesuai dengan

semangat zamannya (lihat Gambar IV.32-34).

Gambar IV.32: Karya Busana Batik Iwan Tirta Dalam

Batik Fashion Show untuk Madame Imelda Marcos pada Tahun 1976

Sumber: Tirta, 2009:131

Gambar IV.33:

Karya Busana Batik Iwan Tirta Dalam Poster Promosi Garuda Indonesia

Australia Office Sumber: Tirta, 2009:135

Page 139: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

Gambar IV34: Motif yang Didesain Iwan Tirta untuk Seragam Garuda Indonesia oleh Chossy Lattu (Dipakai dari Tahun1999)

Sumber: Tirta, 2009:219

Batik dalam ruang fashion telah berhasil merepresentasikan diri sebagai

busana internasional secara simbolik. Kemeja batik hasil karya Iwan Tirta

dikenakan oleh pemimpin negara yang hadir dalam konferensi APEC di Bogor

pada tahun 1994 (lihat Gambar IV.35-36). Mengenai proses penciptaan kemeja

batik Iwan Tirta tersebut, Auzaqilia memberikan penjelasan yang dimuat di

wordpress.com dengan judul “Batik Indonesia di Mata Dunia”

(http://zaqiali.wordpress.com/2010/12/14/, diakses tanggal 7 bulam Mei 2012)

sebagaimana berikut.

Batik masing masing pemimpin didesain sesuai ciri khas negara masing masing gambarnya, mencerminkan semboyan dan motto masing masing negara namun tak meninggalkan kesan aslinya Indonesia dan dibuatnya batik tulis, keuletan Iwan Tirta patut diacungi jempol, dan seluruh anggota APEC itu kagum dan bangga mengenakannya.

Page 140: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Gambar.IV35: Kemeja Batik Iwan Tirta Dalam Kongres APEC 1 Sumber: http://nippon.com/ja/tag/anies/ (Diakses tanggal 3 Mei 2012)

Gambar IV.36: Kemeja Batik Iwan Tirta Dalam Kongres APEC 2 Sumber: http://primeministers.naa.gov.au/image.aspx?id=tcm:13-22437

(Diakses tanggal 3 Mei 2012)

Adanya fenomena perkembangan baju batik tersebut, Ir. Adji Isworo

Josef M.Sn (wawancara pada bulan Pebruari 2012) menyatakan seperti berikut.

Page 141: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

Saya merasa sangat aneh ketika melihat baju batik pada mulanya, pada waktu saya masih anak SD. Pemakai baju batik pun sangat terbatas, adanya paksaan sebagai baju seragam misalnya pegawai negeri, namun lama-lama bisa diterima oleh masyarakat. Tersebarnya baju batik dalam masyarakat sekitar tahun 1970-an. Selama 40 tahun model dan cara pemakaian terus berkembang hingga pemakaian baju batik pun mulai merasa terbiasa, bahkan akhirnya baju batik menjadi kebanggaan bangsa Indonesia dengan senang hati. Pada mulanya produksi baju batik ditugaskan kepada Batik Keris. Kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa proses persatuan antara penguasa dan pengusaha.

Pernyataan tersebut sejalan dengan Adorno (dalam Piliang, 2003:89),

kebudayaan industri (cultural industry), termasuk industri fashion, merupakan

suatu bentuk kebudayaan yang ditujukan untuk massa dan produksinya

berdasarkan pada mekanisme kekuasaan dan produser dalam penentuan bentuk,

fungsi, dan maknanya. Busana tradisional Jawa yang mencerminkan

kosmologinya dalam perwujudan dan tata berbusananya merupakan hasil dari

dekonstruksi busana Jawa yang dinikmati oleh siapapun di ruang publik dalam

wilayah fashion.

Derrida (dalam Al-Fayyadl, 2009:204) menyatakan bahwa “berakhirnya

modernitas yang serentak dirayakan dengan berakhirnya metafisika (the end of

metaphysics) ditandai dengan pergeseran penting dari sejarah (history) ke

kesejarahan (historicity)”. Artinya, dalam perkembangannya produk budaya

tradisional hanya dilihat menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekstrinsik. Nilai-

nilai yang telah dikandung dalam perwujudan Batik Solo serta tata berbusana

sebagai simbol kosmologi Jawa yang berpusat pada Keraton Solo serta Raja

dijadikan hanya nilai fungsional, tanda status sosial, identitas, dan kemampuan

ekomoni. Dalam terminologi Jawa, kondisi tersebut dapat diungkapkan sebagai

Page 142: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

“wadah” tanpa “isi” karena Batik Solo hanya dijadikan bagian dari industri

fashion.

Kematian metafisika Batik Solo diperkuat dengan adanya perkembangan

batik di wilayah industri fashion. Ragam hias batik tersebar sebagai motif textile

(desain) dalam perwujudan baju dalam pengunaannya yang tidak terbatas. Hal ini

sejalan dengan ungkapan Carmanita (dalam fashion Pro, 2009:38) mengenai

fashion, “Trend masa kini adalah individual, pemilihan busana tergantung pada

selera masing-masing individu yang menggunakan busana tersebut”. Artinya

makna Batik Solo pun muncul semakin banyak sesuai dengan penafsiran-

penafsiran masing-masing subjek yang lazim disebut dengan permainan tanda

(free play of signifier) dengan mengorbankan petanda dan makna yang berujung

pada kematian petanda dan makna (the death of signified) dalam gagasan

semiotika Eco (Piliang, 2003:233).

Khusus berkaitan dengan perkembangan fashion di Solo dan batik

Kauman, Atmojo (2008:51) menjelaskan sebagai berikut.

Di tengah perkembangan dunia fashion yang modern ini, batik Kauman memadukan motif tradisional dengan motif kontemporer sehingga terciptalah satu kereasi yang sangat memesona. Banyak koleksi busana batik Kauman yang diminati turis-turis asing. Kereativitas para desainer lokal dalam memadukan motif-motif batik makin menambah khazanah koleksi pakaian yang disajikan, antara lain gaun-gaun batik bertekstur yang berpadu dengan motif batik handmade.

Ini berarti bahwa di balik perkembangan ruang fashion, kebutuhan kain batik

tidak lagi hanya mengacu pada kain batik yang dihasilkan melalui proses tangan

yang sangat rumit dan harganya mahal, namun tekstil batik (tekstil printing

bermotif batik) yang dapat digunakan secara lebih kreatif tanpa batas sebagai

Page 143: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

busana.

Fashion merupakan salah satu instrumen komunikasi dalam masyarakat.

Oleh karenanya, fashion memiliki peran sebagai untuk menjaga keberlangsungan

suatu kebudayaan (Finkelstein, 2007:116). Di sisi lain, fashion memiliki peran

cukup penting untuk menghasilkan lebih banyak diferensiasi budaya (Bourdieu

dalam Finkelstein, 2007:49). Sebagai contoh, melalui perkembangan ruang

fashion atas batik, Batik Solo tidak lagi merupakan posisi tunggal, melainkan

menjadi salah satu bagian dari keanekaragaman batik dalam industri fashion di

Indonesia.

Pararel dengan hal tersebut, atas perkembangan seni kontemporer,

termasuk rancang fashion, Piliang (2003:99) mengatakan bahwa nilai seni dan

komoditi tidak lagi berkaitan dengan substansi nilai guna seni atau komoditi

tersebut, melainkan dengan permainan tanda dan kode-kodenya, yaitu, penciptaan

citra-citra yang melimpah ruah sebagai tanda, dalam rangka menandai diferensi

dan menciptakan efek humoristik. Hal ini ditandai dengan munculnya sebuah tren

busana batik dari Kota Solo, yaitu batik dengan motif bola (lihat Gambar IV.37-

38).

Page 144: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

Gambar IV.37: Kemeja dan Dress Batik Bola di PGS

Sumber: Dokumen Joglosemar,

1 Mei 2012

Gambar IV.38: Konsumen yang Sedang Memilih Kemeja

Batik Bola di PGS Sumber: Dokumen Joglosemar,

1 Mei 2012

Tren batik bola ini merupakan bukti bahwa batik benar-benar menjadi

media pemenuhan nafsu selera manusia atas fashion. Popularitas sepak bola (logo

soccer team) diadopsi dalam perwujudan ragam hias batik yang kemudian

digemari masyarakat. Terlebih lagi ketika ragam hias tersebut diproduksi secara

masal dan dengan teknik printing yang lebih murah. Pada titik ini, batik telah

benar-benar didekonstruksi bukan saja pada motif ragam hiasnya, tetapi juga pada

teknik pembuatannya yang bukan lagi melalui proses pembatikan yang

sebenarnya. Semua itu dilakukan atas tujuan keuntungan yang sebesar-besarnya,

sebagaimana semangat kapitalisme untuk senantiasa melipatgandakan modal.

Kondisi tersebut seperti yang diungkapkan Finkelstein (2007:180) bahwa

Page 145: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

yang penting atas komoditas fashion adalah nilai kultural secara simbolik daripada

nilai gunanya, dan juga masyarakat mengenalkan busana batik tanpa proses.

Artinya, masyarakat modern cenderung lebih berorientasi pada hasil dibanding

dengan suatu proses. Oleh karenanya, demi kepentingan pasar dan kapitalisme,

batik yang sesungguhnya telah terdekonstruksi menjadi tidak ubahnya dengan

bahan tekstil pada umumnya yang menekan biaya produksi serendah-rendahnya,

namun menuntut keuntungan yang sebesar-besarnya.

Makna simbolik Batik Solo yang dilekatkan pada perwujudan serta

pergunaannya tidak lagi mengacu pada “proses” penciptaan secara spiritual (the

death of signified), melainkan hanya mengacu pada motif tekstil yang bercorak

batik sebagai fashion, yaitu “hasil” dari produksi industri (permainan tanda / free

play of signifier). Batik dimaknai ulang (direkonstruksi) hanya sebagai motif

dalam sebuah busana yang dihiasai corak batik demi kepentingan kapitalisme, di

baliknya tidak lagi dimaknai (didekonstruksi) sebagai sebuah karya tanggan yang

diciptakan melalui proses teknik pembatikan.

Dalam kondisi yang seperti ini, masyarakat semakin dijauhkan dari

pemahaman atas batik yang sesungguhnya yang proses pembuatannya menuntut

kerumitan, ketelitian, dan kesabaran. Masyarakat semakin tidak peduli perbedaan

batik yang sesungguhnya dengan tekstil printing bermotif batik, bahkan sering

kali tidak lagi mampu membedakannya.

Page 146: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

4.4.2 Implikasi Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya

Masyarakat Solo

4.4.2.1 Batik Solo Menjadi Modal Budaya Dalam Pembangunan Ekonomi

Kota Solo

Solo, The Spirit of Java (Solo, jiwanya Jawa) merupakan salah satu slogan

untuk pencitraan Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Dalam konteks ini,

Batik Solo dianggap sebagai salah satu perwujudannya yang diperkuat dengan

wacana yang dibangun oleh mantan Walikota Solo, Joko Widodo, dengan

pernyataannya “Solo Ibukota Batik” yang disampaikan dalam pemberian

sambutan pada acara peresmian Lumbung Batik (pada tanggal 8 Augustus 2010)

yang menempati gedung milik Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI)

Surakarta yang berlokasi di Jalan Agus Salim, Purwosari, tidak jauh dari

Kampung Batik Laweyan (http://nasional.kompas.com/read/

2010/08/11/18135819/, diakses tanggal 18 Mei 2012) (lihat Gambar IV.39-40).

Gambar IV.39: Slogan Solo, The Spirit of Java

Sumber: http://www.surakarta.go.id/ (diakses tanggal 13 Januari 2012)

Gambar IV.40: Wacana “Solo Ibukota Batik” Dalam Media Massa

Sumber: Dokumen Solo Pos, 1 Mei 2012

Page 147: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

Sebelum wacana “Ibukota Batik” muncul, Pemerintah Kota Solo telah

melaksanakan rangkaian kebijakan pembangunan kota. Salah satunya, untuk

melestarikan dan mengembangkan batik, Pemerintah Kota Solo mengangkat

Kampung Batik Laweyan dan Kauman sebagai pusat atau sentra batik yang

diunggulkan dan menjadikannya sebagai kawasan atau daerah tujuan wisata

(Sugiarti, Margana, Saruyatun, 2010:42). Sebagaimana pernyataan mantan

Walikota Solo, Joko Widodo dalam Kompas.com yang dimuat pada tanggal 11

Augustus 2010 (http://nasional.kompas.com/read/2010/08/11/18135819, diakses

tanggal 18 Mei 2012), seperti berikut, “Jika lima tahun lalu di Laweyan hanya ada

12 ruang pamer batik, sekarang telah tumbuh lebih dari 60 tempat. Hal serupa

terjadi juga di Kampung Batik Kauman”.

Upaya untuk melestarikan batik di Solo bukan hanya dari pemerintahan

saja, namun ada juga yang dari masyarakat dengan didampingi kalangan akademis.

Sebagai contoh, pada bulan Maret tahun 2006, dimulai kerjasama antara

Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman dan Team Pengabdian Masyarakat

Jurusan Arsitektur FT. UNS sebagai upaya revitalisasi kawasan. Pada saat itu,

usaha batik yang masih berproduksi secara aktif dan menjual batik di Kampung

Kauman hanya tinggal 6 usaha (Musyawaroh, 2009a,

http://musyawaroh.staff.uns.ac.id /kauman-surakarta-kampung-lama-yang-

terabaikan/, diakses tanggal 20 Mei 2012). Tujuan kerjasama antara masyarakat

dan akademisi tersebut adalah meningkatkan perekonomian masyarakat Kampung

Kauman, yaitu dengan cara menghidupkan kembali usaha batik. Dengan

mengangkat konsep Kampung Kauman sebagai Kampung Wisata akhirnya dapat

Page 148: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

menghidupkan kembali potensi yang ada yang pada gilirannya akan menjadi aset

bagi Kota Solo dalam mewujudkan slogan The Spirit of Java (Musyawaroh,

2009a. http://musyawaroh.staff.uns.ac.id /kauman-surakarta-kampung-lama-yang-

terabaikan/, diakses tanggal 20 Mei 2012 dan 2009b.

http://musyawaroh.staff.uns.ac.id/2009/06/26/strategi-penanganan-revitalisasi-

kelurahan-kauman-yang-telah-dilakukan/, diakses tanggal 20 Mei 2012) (lihat

Gambar IV.41).

Gambar IV.41: Gate Kauman Kampung Wisata Batik Sumber: Dokumen Kawasaki

Kini, Kampung Kauman hidup kembali sebagai kampung batik seperti

Kampung Laweyan dengan adanya kesadaran dan upaya masyarakat yang

didampingi akademisi dalam konteks pariwisata, sebagaimana keterangan dari

Ketua Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman, Gunawan Setiawan

(wawancara Augustus 2011), seperti berikut.

Page 149: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

Kampung Kauman mulai hidup lagi, memang tidak seperti sama pada masa eyang saya. Masa eyang saya jahu lebih lamai produksi batik, titipan pembatikan di desa sekitar Solo juga lebih banyak dan eyang saya jahu lebih pintar komunikasi dengan ibu-ibu pecanting di desa. Beliau memproduksi batik bukan hanya untuk mencari nafka sendiri melainkan juga bekerja untuk mereka dengan cara saling menolongnya. Namun demikian, kami mulai dapat mengatasi masalah bersama-sama. Paguyuban juga insya-allah mulai cukup aktif untuk membangkit kembali Kampung Kauman sebagai Kampung Batik. Saat ini, di Kampung Kauman terdapat lebih dari 70 tempat usaha batik

yang memiliki pangsa pasar dan karakter produksi masing-masing, sebagaimana

diungkapkan seorang pengusaha batik Kampung Kauman, Hermy Nor Amien

(wawancara bulan Maret 2012) berikut.

Masing-masing pengusaha batik memproduksi kain batik sesuai dengan segmen pasar tertentu yang dimilikinya. Di daerah Kauman, sebagian besar tempat produksi sudah pindak ke luar pusat kota karena adanya masalah lingkugan. Di pusat kota tidak ada tempat yang luas sehingga susah memcari tempat produksi bersama dengan memperhatikan kebutuhan kelindungan lingkugan oleh masyarakat. Memang masih ada pengusaha yang tetap berlangsung memproduksi batik di dalam daerah Kauman, walaupun demikian produksi tersebut berfungsi lebih cendurung sebagai demonstruksi untuk mengenalkan cara membatik. Tidak mampu mencukupi jumlah produksi sepenuhnya hanya tempat produksi di dalam daerah Kauman. Pada masa sekarang ini, mobilitas sudah cukup baik sehingga tidak perlu sama tempat untuk produksi dan penjualannya. Secara efektifitas ekonomi dan lingkungan, lebih baik tempat yang ada di pusat kota digunakan sebagai galeri karya batik.

Kebijakan Pemerintah Kota Solo yang mewajibkan 11.000 pegawai di

lingkungan Pemerintah Kota Solo untuk memakai seragam batik sudah pasti

mendatangkan manfaat ekonomi bagi pengusaha batik di Solo (Sugiarti, Margana,

Saruyatun, 2010:43). Artinya, kebijakan tersebut selain sebagai upaya untuk

membangun identitas Solo juga dapat dimaknai sebagai upaya membangkitkan

industri batik sebagai produk budaya unggulan yang membanggakan.

Menggeliat dan bangkitnya industri Batik Solo selain dipicu oleh adanya

Page 150: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

kebijakan Pemerintah Kota Solo untuk menggunakan seragam batik juga karena

meningkatnya popularitas batik akibat adanya kegiatan-kegiatan budaya yang

berkaitan dengan batik. Sebagai contoh, diselenggarakannya Solo Batik Carnival

(SBC) dan Solo Batik Fashion (SBF) yang menjadi kegiatan tahunan Kota Solo.

Solo Batik Carnival (SBC) dimulai dari tahun 2008. Artinya, tahun 2012,

SBC yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juni adalah pelaksanaan SBC yang ke-5.

Berkaitan dengan pelaksanaan SBC yang ke-5 ini Pemerintah Kota Solo

memberikan pernyataan sebagai berikut.

Karnaval ini mengambil tema batik. Untuk itu bahan yang digunakan para peserta semuanya juga batik. Tahun 2008, 2009 dan 2010 acara ini mampu menyedot perhatian ratusan ribu orang. SBC digelar untuk mengangkat citra batik dan Solo sebagai Kota Batik. Ratusan model akan memperagakan busana batik, kereasi mandiri, peserta karnaval dalam tampilan dan desain yang makin aktif, memikat dan berani (dalam Kalendar Cultural Event Solo 2012).

Mulai dari tahun 2011, SBC dilaksanakan pada malam hari dan tersedia

panggung khusus dengan penonton yang harus membayar tiket dengan tarif

bervariasi antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Hal ini menjadi bukti bahwa SBC

telah memiliki nilai jual cukup tinggi untuk ditonton. Artinya, SBC cukup mampu

menjadi komoditas yang menguntungkan dan diminati (lihat Gambar IV.42-44).

Page 151: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

Gambar IV.42: Kostum SBC Bermotif Flora yang Ditampilkan Dalam

Acara Dies Nataris UNS 2012 Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.43: Kostum SBC Bermotif Jawa Tengah yang Ditampilkan Dalam Acara Dies

Nataris UNS 2012 Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.44: Kostum SBC Bermotif Jawa Tengah yang Ditampilkan Dalam Acara Dies Nataris UNS 2012

Sumber: Dokumen Kawasaki

Page 152: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Solo Batik Fashion dimulai dari tahun 2009. Tahun 2012 adalah

penyelenggaraan Solo Batik Fashion yang ke-4 yang dilaksanakan dari tanggal 13

sampai 16 Juli 2012 dengan mengangkat tema Echo Rejuvenation. Even ini

dimaksudkan untuk memberikan fasilitas dan kesempatan kepada kalangan

Industri fashion, yaitu designer, rumah produksi, dan/atau usaha kecil masyarakat

untuk menampilkan karya busana batik (http://solobatikfashion.com/, diakses

tanggal 21 Mei 2012) (lihat Gambar IV.45-47). Dengan demikian bisnis busana

batik yang dapat tumbuh dan berkembang di Solo yang pada gilirannya tidak

hanya mampu bicara di wilayah domestik, namun juga internasional.

Gambar IV.45: Karya Busana Batik 1 Dalam SBF 2012

Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.46: Karya Busana Batik 2 Dalam SBF 2012

Sumber: Dokumen Kawasaki

Page 153: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

Gambar IV.47: Karya Busana Batik 3 Dalam SBF 2012 Sumber: Dokumen Kawasaki

Batik Solo sekarang ini hampir selalu dikaitkan dengan konteks ekonomi

baru, yaitu ekonomi kreatif, sebagaimana dikatakan oleh Presiden RI, Susilo

Bambang Yudhyono, mengenai pertumbuhan dan perkembangan ekonomi bangsa

Indonesia yang dapat ditempuh dengan empat langkah strategis (APPMI DIY,

2012:17), yaitu: pertama, ekonomi kreatif dengan memadukan ide, seni, dan

teknologi; kedua, keunggulan produk ekonomi yang berbasiskan seni budaya dan

kerajinan; ketiga, ekonomi warisan; dan keempat, ekonomi kepariwisataan yang

berbasis keindahan alam. Dalam hal ini ekonomi kreatif yang dimaksud adalah

kegiatan ekonomi yang bersumber dari industri kreatif, termasuk batik.

Menurut APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia) DIY

(Daerah Istimewa Yogyakarta) (2012:17), industri creatif (creative industry)

Page 154: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

merupakan nama generik dari suatu kegiatan produksi yang menggabungkan

rancangan berbasis seni dengan rancangan berbasis teknologi. Keduanya

mengusung kreativitas menuju efektivitas dan efisiensi. Tujuan industri kreatif

tersebut dapat dipahami dari kutipan berikut.

Potensi seni dan budaya di Indonesia diolah dan dielaborasi sedemikian rupa dengan tidak meninggalkan tata nilai (value) keindonesiaan dan dikreasi dengan dukungan teknologi (mutakhir). Potensi seperti batik dan tenun yang tersebar di Nusantara merupakan salah satu kekayaan yang tidak ternilai harganya (APPMI DIY, 2012: 19).

Artinya, perkembangan ekonomi bangsa Indonesia berada di dalam

pendekatan CCI (Cultural and Creative Industry). Hal ini juga dinyatakan dalam

latar belakang WBC 2011 (dokumen panitia WBC) bahwa Batik as Part of the

Creative Economy, di samping itu menekankan kepentingan peran sektor

pariwisata dan fashion atas Indonesian Batik. Dalam konteks tersebut Batik Solo

menjadi modal budaya dalam pembangunan ekonomi Kota Solo. Artinya Batik

Solo dibaca ulang (reinterpretasi/rekonstruksi) dalam konteks creative economy.

4.4.2.2 Batik Solo Menjadi Kebanggaan Masyarakat Solo

Kebanggaan masyarakat Solo atas batik diekspresikan tidak hanya

dengan cara mengenakan busana batik pada setiap acara-acara resmi, namun

banyak cara yang telah dilakukan. Mulai dari menjadikan batik sebagai seragam

resmi sekolah dan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota

Surakarta (lihat Gambar IV.48-49) sampai dengan menyelenggarakan even-even

tertentu yang berkaitan dengan batik, bahkan menghiasi beberapa bagian

bangunan publik dan alat transportasi publik dengan lukisan yang mengambil

Page 155: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

motif batik (lihat Gambar IV.50-54). Ornamen bermotif batik yang terdapat di

dalam Kota Solo memperkuatkan citra Solo secara visual dalam konteks Solo, The

Spirit of Java serta “Solo Ibukota Batik”. Motif batik ditransformasikan dalam

perwujudan bangunan dan alat transportasi tersebut disebabkan dekonstruksi itu

sendiri dengan diawali kematian metafisika Batik Solo kemudian diikuti

pemaknaan ulang (reproduksi/rekonstruksi) melalui pergeseran pemahaman

subjek (masyarakat Solo) atas objek (Batik Solo). Dalam gagasan Derrida dan Eco,

hal ini dapat diartikan bahwa terjadilah proses semiosis (canon) tanpa-batas

(unlimited semiosis) atas pemaknaan Batik Solo. Citra Batik Solo, dengan kata

lain makna baru yang dilekatkan masyarakat pada Batik Solo menjadi kebenaran

realitas (konstruksi kebenaran) masyarakat Solo dalam interaksi sosial (proses

semiosis).

Page 156: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

Gambar IV.48: Seragam Batik Pemerintah Kota Solo

dan Guru SMP Kota Solo yang Terbuat dari Tekstil Printing Bermotif Batik

Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV 49: Seragam Batik SD Muhammadiyah 4 Serakarta yang

Terbuat dari Tekstile Printing Bermotif Batik, Dalam Ragam Hias Terdapat Lambang Sekolah

Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.50: Gapura Bibis Wetan RW XX Kal Gilingan Solo

Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.51: Motif Batik yang Digambarkan atas Gapura Bibis Wetan

RW XX Kal Gilingan Solo Sumber: Dokumen Kawasaki

Page 157: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

Gambar IV.52: Batik Solo Trans (BST) Sumber: http://lintassolo.wordpress.com/2010/07/06/ batik-solo-trans-brt-akan-segera-beroperasi-di-solo/

(diakses tanggal 3 Mei 2012)

Gambar IV.53: Becak yang Dihiasai Motif Batik

Sumber : Dokumen Kawasaki

Gambar IV.54: Motif yang Digambarkan atas Becak

(Ragam Hias Parang) Sumber : Dokumen Kawasaki

Page 158: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

Acara-acara budaya yang digelar di Kota Solo, baik yang berkaitan

dengan budaya tradisi Keraton Surakarta (lihat Gambar IV.55-56) ataupun budaya

kontemporer, bukan saja sebagai media membangun identitas masyarakat Solo

yang diperkuat dengan slogan Solo, The Spirit of Java dan/atau “Solo, Ibukota

Batik”, namun lebih dimaknai sebagai ekspresi kebanggaan masyarakat Solo atas

budaya yang dimiliki, termasuk batik sebagai busana yang selalu menyertai setiap

kegiatan tersebut.

Gambar IV.55: G.P.H. Puger B.A. Berbusana Adat Jawa Dalam Acara

Jemenangan Dalem Tahun 2011 Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.56: Busana Adat Jawa Dalam Acara Ritual

Satu Sura Tahun 2009 Sumber: Dokumen Kawasaki

Acara-acara tersebut mampu menarik perhatian masyarakat untuk tetap

peduli terhadap perkembangan budayanya, termasuk salah satu produk budaya

Page 159: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

Jawa, yaitu batik. Satu contohnya adalah acara Karnaval Wayang Orang (tanggal

18 Pebruari 2012) dalam rangka peringatan hari jadi ke-265 Solo. Dalam acara

tersebut terdapat wacana kebanggaan atas budaya yang dimiliki masyarakat.

Terbukti dengan adanya keterlibatan masyarakat Solo dari anak-anak hingga

dewasa (lihat Gambar IV.57 -59).

Gambar 57: Slogan “Wayang Orang Budayaku, Jati Diriku dan Kebanggaanku” Dalam Acara Karnaval Wayang Orang

Sumber: Dokumen Kawasaki

Page 160: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

Gambar IV.58: Peserta Anak-anak SD Dalam Karnaval Wayang Orang

Sumber: Dokumen Kawasaki

Gambar IV.59: Peserta Siswa-siawa Dalam Karnaval Wayang Orang

Sumber: Dokumen Kawasaki

Kebanggaan warga Solo terhadap produk budaya Jawa yang berupa batik

diperkuatkan dengan adanya pengakuan UNESCO atas Indonesian Batik sebagai

warisan budaya takbenda pada tahun 2009. Sementara itu, kesuksesan Solo Batik

Carnival (SBC) turut serta memberi andil meningkatnya popularitas batik di mata

luar negeri karena even tersebut telah dijadikan even tahunan dan telah dikenal

oleh masyarakat dunia. Hal ini dibuktikan dengan beberapa fakta, yaitu (1) SBC

sukses mengikuti Festival Chingay di Singapura, 19-20 Pebruari 2010; dan (2)

diundang tampil pada pesta budaya Tong-Tong di Den Haag, Belanda,

pertengahan April 2010 (http://nasional.kompas.com/read/2010/03/06/03240450/,

diakses tanggal 20 Mei 2012).

Proses membangun citra Solo identik dengan proses membangun

Page 161: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

identitas Solo. Dengan upaya mengangkat batik sebagai bagian dari identitas Solo

menjadikan batik semakin dikenal dunia dan menjadikan ikon Kota Solo. Hal ini

menjadikan bangga masyarakat budaya pemiliknya, yaitu masyarakat Solo.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa ikon kota yang berupa batik tersebut

pada gilirannya menjadi ikatan ingatan kolektif masyarakat Solo yang

membanggakan yang pada gilirannya dunia akan mengatakan bahwa “Batik is

Solo, dan Solo is Batik”.

Page 162: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dekonstruksi Derrida merupakan sebuah cara pembacaan ulang atas teks

(objek) termasuk teks budaya (objek budaya), yaitu pemaknaan lain dari suatu

makna yang telah ada sebelumnya (liyan). Dalam konteks ini, Batik Solo

merupakan sebuah teks budaya yang harus dibaca ulang sesuai dengan kebenaran

realitas ruang dan waktu si pembaca. Dalam gagasan Derrida, realitas dipandang

sebagai realitas ciptaan (produksi, konstruksi) atau diciptakan kembali

(reproduksi, rekonstruksi). Realitas adalah suatu konstruksi kenyataan baru

sebagai hasil dari konstruksi kenyataan sebelumnya yang didekonstruksi. Artinya

setiap proses dekonstruksi harus diikuti dengan rekonstruksi atau sebaliknya.

Dalam hal ini, dekonstruksi makna simbolik Batik Solo harus dipandang sebagai

suatu proses yang diawali dengan adanya suatu sebab terjadinya dekonstruksi

yang kemudian dilanjutkan dengan mengungkap kejelasan implikasi dari

konstruksi realitas baru tersebut sebagai hasil dekonstruksi itu sendiri.

Berdasarkan paparan dan analisis pembahasan untuk menjawab tiga

pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini dapat dikemukakan tiga simpulan

berikut.

Pertama, dekonstruksi yang terjadi atas makna simbolik Batik Solo

merupakan pembacaan ulang atas Batik Solo sebagai benda budaya (teks budaya)

yang disebabkan oleh dua fenomena, yakni: (1) pergeseran pemaknaan Batik Solo,

Page 163: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

yaitu mulai dari terjadinya involusi Batik Solo sejak masa kolonial hingga

republik yang cenderung menggeser makna mistis filosofis yang terkandung dan

merubahnya menjadi alat politik-ekonomi demi pembangunan negara bangsa yang

baru lahir: dan (2) Batik Solo dalam konstilasi global, yaitu adanya tekanan

industrialisasi dan modernisasi dalam kapitalisme global yang menjadikan Batik

Solo sebagai komoditas ekonomi yang dilabeli sebagai benda warisan budaya.

Kedua, proses terjadinya dekonstruksi makna simbolik Batik Solo

merupakan jejak-jejak yang terjadi di dalam dekonstruksi itu sendiri yang

kejelasannya dapat diketahui dan dipahami melalui dua proses yang terjadi, yakni:

(1) dari seni alus (adiluhung) menjadi warisan budaya (heritage), yaitu proses

“kemenjadian” dari budaya lokal yang memiliki metafisikanya sendiri sebagai

seni alus dan sakral yang mengekspresikan kosmologi dan filsafah hidup manusia

Jawa yang kemudian menjadi warisan budaya dalam konteks glokalisasi; dan (2)

dari daur hidup menjadi fashion, yaitu keterkaitan Batik Solo dengan daur hidup

manusia dalam berbusana telah tergantikan oleh kepentingan pemenuhan nafsu

selera yang menjadikan sakralitas penggunaan Batik Solo tergantikan oleh

profanitas kepentingan pasar dalam pemenuhan selera dalam dunia fashion.

Ketiga, dekonstruksi makna simbolik Batik Solo memiliki dua implikasi,

yakni: (1) meningkatnya popularitas Batik Solo karena dimaknai sebagai

komoditas, terutama di wilayah pariwisata dan fashion dalam konteks ekonomi

kreatif, yang dapat diidentifikasi dari dua fakta sosial, yaitu Batik Solo menjadi

bagian dari keagungan warisan budaya dunia dan industri fashion: dan (2)

meningkatnya kebanggaan masyarakat atas Batik Solo yang dapat diidentifikasi

Page 164: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

dari dua fakta sosial, yaitu Batik Solo menjadi modal budaya dalam pembangunan

ekonomi Kota Solo dan pembentuk identitas masyarakat Solo.

5.2 Saran

Ada dua saran dalam penelitian ini. Pertama, secara keilmuan (teoretis),

dalam upaya memecahkan permasalahan-permasalahan penelitian yang berkaitan

dengan pemaknaan simbol Batik Solo dalam ranah Kajian Budaya, objek

pemaknaan tidak cukup hanya dimaknai secara tekstual sebagai objek seni,

melainkan harus pula dimaknai secara kontekstual, artinya sesuai dengan

semangat zamannya. Oleh karena itu, teori dekonstruksi Derrida yang dibantu

dengan teori semiotika komunikasi visual Umberto Eco merupakan alat analisis

yang cukup layak digunakan dan dikembangkan untuk penelitian-penelitian

sejenis. Penelitian terhadap objek seni tradisional dipahami dari proses

pemaknaan baru dalam konteks kekinian.

Kedua, dalam praktik keseharian, pemerintah dan masyarakat Solo

seharusnya tidak hanya memandang Batik Solo sebagai warisan budaya yang

diunggulkan secara global dan sebagai modal budaya yang dapat dimanfaatkan

dalam pembangunan ekonomi kota, melainkan harus pula dimaknai sebagai modal

masyarakat yang akan diwarisi generasi berikutnya untuk dikembangkan lagi.

Oleh karenanya, dalam konteks penguatan slogan The Spirit of Jawa dalam

praktik pembangunan ekonomi kreatif, terutama dalam dunia pariwisata dan

fashion, Batik Solo perlu dikomodifikasi dan juga dilestarikan secara seimbang,

yaitu menjadikan Batik Solo sebagai komoditas yang memiliki nilai-guna dan

nilai-tukar yang tinggi dalam konteks ekonomi global dan menjadi identitas Solo

Page 165: DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO TESIS... · tidak ada pertemuan selain sekarang ini. ... PROSES, IMPLIKASI DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

yang membanggakan karena filosofi yang terkandung di dalam setiap motif

tradisional Batik Solo sejatinya memiliki sakralitas, spiritualitas, dan moralitas

yang sangat tinggi yang perlu dilestarikan. Sementara itu, apabila kota dan

masyarakat Solo ingin menjadi “Ibukota Batik” dan pewaris batik yang

sesungguhnya, pemerintahan dan masyarakat Solo sudah saatnya membangun

ruang kesadaran baru atas Batik Solo yang sedang dan akan terus berlangsung

dalam masyarakat budaya, yaitu harus ada kebijakan yang lebih cerdas agar

memperoleh efek sinergi dari upaya-upaya yang melibatkan pihak pemerintah,

masyarakat, dan akademis.