DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK KESENIAN SINTREN …... · kalangan masyarakat bawah oleh karena itu...
Transcript of DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK KESENIAN SINTREN …... · kalangan masyarakat bawah oleh karena itu...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK KESENIAN SINTREN (Studi Kasus Pada Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun
Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang)
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kajian Budaya
MinatUtama: Perubahan Sosial Budaya
oleh
Puji Dwi Darmoko NIM S701108005
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET TAHUN 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK KESENIAN SINTREN (Studi Kasus Pada Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun
Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang)
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kajian Budaya
MinatUtama: Perubahan Sosial Budaya
oleh
Puji Dwi Darmoko NIM S701108005
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET TAHUN 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK KESENIAN SINTREN (Studi Kasus Pada Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun
Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang)
TESIS
oleh Puji Dwi Darmoko
S701108005
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing :
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. Bani Sudardi. M.Hum NIP 19640918 198903 1 001
Pembimbing II Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si. NIP19650521 199003 1 003
Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal 4 januari 2013
Ketua Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum. NIP 19640918 198903 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK KESENIAN SINTREN (Studi Kasus Pada Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun
Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang)
TESIS
oleh Puji Dwi Darmoko
S701108005
Tim penguji
Jabatan Nama TandaTangan Tanggal
Ketua Prof.Dr.Samsi Haryanto, M.Pd NIP 194404041976031001 Sekretaris Dr. Nooryan Bahari, M.Sn. NIP196502201990031001 Anggota Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum. penguji NIP 19640918 198903 1 001 Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si. NIP 19650521 199003 1 003
Telah dipertahankan di depan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat Pada
Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Kajian Budaya Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS. Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum. NIP 19570820 1985031004 NIP 19640918 198903 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1. DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK
KESENIAN SINTREN (Studi Kasus Pada Paguyuban Sintren Slamet
Rahayu Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang,
KabupatenPemalang) ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas
plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis
digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber
acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat
dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17, tahun 2010).
2. Publikasi sebagaian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs
UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi
dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Kajian Budaya PPs UNS
berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi
Kajian Budaya PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari
ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik
yang berlaku.
Surakarta, 17 Januari 2013 Mahasiswa,
Materai 6000
Puji Dwi Darmoko S701108005
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
Darmoko, Puji Dwi. S701108005. 2012: Dekonstruksi Makna Simbolik Kesenian Sintren (Studi Kasus Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang). Tesis Program Studi Kajian Budaya Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing 1. Prof. Dr. Bani Sudardi,M.Hum dan Pembimbing 2. Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si.
ABSTRAK
Kesenian sintren merupakan kesenian yang banyak berkembang di
kalangan masyarakat bawah oleh karena itu sering disebut seni folklor, sebagai suatu tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi. Keseniani sintren merupakan buah karya dari seniman, di mana dalam pengaktualisasian kesenian tersebut sangat beragam. Salah satu ciri seniman sintren adalah memiliki kebebasan dalam menginterprestasikan aturan-aturan tradisinya sesuai dengan perkembangan jaman. Kesenian ini memiliki keunikan, karena mengandung unsur mistis dan magis di dalam pertunjukannya, yaitu adanya peristiwa kesurupan (trance) pada penari sintren. Kesenian sintren terkenal di Pantai Utara Jawa bagian Tengah terutama di wilayah eks. Karesidenan Pekalongan, seperti kesenian sintren di Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
Sebagai produk budaya, kesenian sintren dapat diposisikan sebagai teks budaya yang harus dibaca untuk mengungkap makna simbolik yang dikandungnya sesuai dengan ruang dan waktu dari si pemakna (subjek). Sebagaimana logika dekonstruksi dalam memahami realitas kesenian sintren, pemaknaan kesenian sintren harus dipandang sebagai suatu proses dan juga harus dimaknai secara kontekstual. Sementara itu, dekonstruksi terjadi karena adanya pemahaman subjek atas objek yang dipandang sebagai realitas ciptaan (produksi, konstruksi) atau diciptakan kembali (reproduksi, rekonstruksi).
Makna simbolik pertunjukan kesenian sintren merupakan objek material dari sebuah kajian mengenai dekonstruksi makna simbolik. Penelitian ini dilakukan dalam ranah ilmu Kajian Budaya dengan menggunakan metode analisis data kualitatif dan teknik analisis data secara deskriptif interpretatif. Teori Dekonstruksi Derrida diposisikan sebagai teori dan pendekatan untuk menjawab ketiga rumusan masalah penelitian.
Hasil yang diperoleh penelitian ini ada tiga. Pertama, dekonstruksi makna simbolik Kesenian Sintren yang terjadi disebabkan oleh kematian metafisika yang didorong dua aspek, yakni: (1) opini dan apresiasi masyarakat terhadap Kesenian Sintren; dan (2) Kesenian Sintren di tengah arus kesenian modern. Kedua, proses yang terjadi dalam dekonstruksi makna simbolik Kesenian Sintren dapat dipahami melalui dua proses, yaitu: (1) dari romantisme dan gaya hidup menjadi kesenian rakyat; dan (2) sintren dari kesenian rakyat menuju kesenian modern. Ketiga, dekonstruksi makna simbolik Kesenian Sintren memiliki implikasi terhadap kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat Kabupaten Pemalang.
Kata kunci: dekonstruksi, Makna simbol, Kesenian Sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Darmoko, Puji Dwi. S701108005. 2012: Deconstruction of the Symbolic Meaning of the Kesenian Sintren (Case Study of Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang). Thesis Postgraduate Studies in Cultural Study. Sebelas Maret University Surakarta. Supervisor 1. Prof. Dr. Bani Sudardi,M.Hum and Supervisor 2. Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si.
ABSTRACT
Kesenian Sintren be artistry many bloom among society under therefore often calledas art folklore, as an tradition that bequeathed according to by generation at least two generations. Kesenian sintren be literary work from artist, where in actualisastion from the Kesenian sintren very various. One of the artist characteristic sintren has freedom in interpretation the tradition rules as according to age development. Kesenian sintrehas uniqueness, because contain mystical element and magical in show it, that is trance event existence in dancer sintren. Kesenian sintren a famous at Northern Beaches of Central Java especially in the ex. Pekalongan residency, such as kesenian sintren Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kabupaten Pemalang.
As a culture product, Kesenian sintren can be positioned as cultural text that must be read for expressing symbolic meaning within it, as according to time and space by subject.. In the same manner as the logic of deconstruction to understand the reality of Kesenian sintren, the interpretation of Kesenian sintren should be considered as a process and be interpreted contextually. Meanwhile
the object which considered as constructed reality (production, construction) or re-constructed reality (reproduction, reconstruction).
In this study is symbolic meaning shows Sintren be materials object from a study hits dekonstruksi symbolic meaning focused. The study was conducted in the field of Cultural Studies by using qualitative data analysis method and deconstruction theory is positioned as theory and approach to answer the three study problems formulation.
There are three results which were acquired in this research. First, deconstruction of the symbolic meaning of the Kesenian Sintren is triggered by the death of metaphysics which is endorsed by two aspects, namely (1) opinion and appreciation towards the Kesenian Sintren; and (2) Kesenian Sintren in the middle of modernization current. Second, the process continued due to the deconstruction of the symbolic meaning of the Kesenian sintren can be comprehended by two processes; (1) from the romanticism and life style is people artistry; (2) Sintren from people artistry to be modern artistry. Third, deconstruction of the symbolic meaning of the Kesenian sintren has implications toward social economy and culture of Pemalang society. Key Words: deconstruction, Symbol Meaning, Kesenian Sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT.
Atas rahmat dan karunia-N Dekonstruksi Makna
Simbolik Kesenian Sintren (Studi Kasus Pada Paguyuban Sintren Slamet Rahayu
Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang)
dapat diselesaikan.
Dalam kesempatn ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
dan penghargaan kepada yang terhormat,
1. Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan seluruh Civitas
Akademika atas kebijaksanaan dan perhatian selama penulis menempuh studi.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS.., beserta staf yang telah memberikan bantuan
dan dukungan secara moril dalam rangka kelancaran penyusunan tesis ini.
3. Prof. Dr.Bani Sudardi,M.Hum, selaku Ketua Program Studi Kajian Budaya
dan pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan
pengarahan hingga tesis ini dapat diselesaikan.
4. Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si. dengan kesabaran dan pengertiannya di sela-
sela kesibukannya membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Para dosen Program Pascasrjana Program Studi Kajian Budaya atas
bimbingannya selama penulis menempuh kuliah.
6. Ketua STIT Pemalang beserta civitas Akademika dan Pengurus Yayasan
LP2SDKI yang dengan penuh pengertian memberikan kesempatan bagi
penulis menempuh studi program magister.
7. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pemalang, Camat
Pemalang, dan Lurah Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
8. Segenap anggota Paguyuban Kesenian Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau,
Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
9. Teman-teman Prodi Kajian Budaya yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materiil.
10. Istriku Rini Afiyati, M.Pd. yang senantiasa mendorong penulis meraih
peluang karier akademis dengan setia dan sabar membantu mengasuh putra-
putri kami. Dorongan semangat yang selalu diungkapkan dengan bijak dan
penuh kasih sayang saat mendiskusikan tugas-tugas kuliah dan penyusunan
tesis merupakan pemicu utama bagi penyelesaian studi penulis.
11. Putra-putri kami, Annisa Puji Frehawati Uswatun Khasanah, Annas Puji
Islami, Alfiannur Puji Bahroni dan Anova Puji Afiyati, dengan pengertiannya
sering ditinggalkan penulis selama menempuh studi.
12. Ayahnda H. Nur Muhammad dan Ibu Hj. Nurjanah beserta anggota
dukungan yang ikhlas bagi keberhasilan studi.
13. Ayahnda Slamet Bahroni, S.Ag. dan Ibu Rosidah beserta Keluarga di
Boyolali, yang telah memberikan bantuan terutama selama penulis menempuh
studi di Surakarta.
Teriring doa semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat
barokah dari Allah SWT, dan semoga karya ini bermanfaat bagi dunia ilmu
pengetahuan.
Surakarta, Desember 2012
Yang membuat pernyataan,
Puji Dwi Darmoko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Hal.
JUDUL .. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN TIM PENGUJI
PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
1.3.2
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
1.4.2
1.5
BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1
2.2.
2.3.
2.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5 Alat Bantu Pengumpulan Data .. 39
3.6 Teknik 39
3.7 3
BAB IV PEMBAHASAN : GAMBARAN UMUM, BENTUK
PERTUNJUKAN KESENIAN SINTREN, SIMBOLISASI,
DAN DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK KESENIAN
SINTREN
4.1
4.2
4.3 Asal-
4.4
4.5
4.6 91
4.7 Dekonstruksi Makna 101
4.8 113
4.8.1 Opini dan Apresiasi Masyarakat Terhadap
5
4.8.2 9
4.9 4
4.9.1 Sintren sebuah Romantisme massa Rakyat menjadi
Kesenian Rakyat 6
4.9.2 Sintren dari Kesenian Rakyat menjadi Kesenian
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
4.10 Implikasi Dekonstruksi Makna simbolik Kesenian Sintren
terhadap kehidupan social ekonomi dan budaya masyarakat
Kelurahan Paduraksa Kabupaten 8
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan 3
5.2 6
DAFTAR PUSTAKA 8
LAMPIRAN
Peta Kabupaten Pemalang 153
Persetujuan Penelitian
Surat ijin Penelitian
Daftar Informan
Pedoman Wawancara
Foto Bapak Kiswoyo, pawang sintren
GLOSSARI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel IV.1 : Data Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Paduraksa 49
Tabel IV.2 : Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Paduraksa 50
Tabel IV.3 : Jumlah Penduduk Paduraksa Menurut Agama 53
Tabel IV.4 : Gerakan Tari dalam Pertunjukan Sintren 78
Tabel IV.5 : Tembang dalam Pertunjukan Sintren 85
Tabel IV.6 : Peralatan Alat Rias Penari Sintren 86
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 : Diagram Kerangka Pikir 33
Gambar III.1 : Bagan Proses Analisa Data 44
Gambar IV.1 : Penari Sintren diikat oleh Pawang 59
Gambar IV.2 : Penari Menari dalam keadaan Tangan Terikat 60
Gambar IV. 3 : Penari Sintren Melakukan Tehoman 62
Gambar IV.4 : Penari Sintren Menari di depan Pembalang 64
Gambar IV.5 : Gadis Penari Sintren Puput 66
Gambar IV.6 : Kurungan Sintren 68
Gambar IV.7 : Kemenyan 68
Gambar IV.8 : Sesaji 70
Gambar IV.9 : Gerak Sembahan Duduk 74
Gambar IV.10 : Gerak Sembahan Berdiri 75
Gambar IV.11 : Gerak tangan diukel kaki jinjit 76
Gambar IV.12 : Gerak Goyang Pinggul 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Gambar IV.13 : Gerak tangan diukel kaki jongkok 77
Gambar IV.14 : Penari Sintren Menari di atas Kurungan 78
Gambar IV.15 : Alat Rias Penari Sintren 86
Gambar IV.16 : Tata Rias Wajah Sintren 87
Gambar IV.17 : Roncean Bunga Kamboja 87
Gambar IV.18 : Busana Penari Sintren 88
Gambar IV.19 : Penonton Pertunjukan Sintren 91
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Kabupaten Pemalang 153
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Penelitian 154
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian 155
Lampiran 4 Daftar Informan 156
Lampiran 5 Pedoman Wawancara 160
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Darmoko, Puji Dwi. S701108005. 2012: Dekonstruksi Makna Simbolik Kesenian Sintren (Studi Kasus Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang). Tesis Program Studi Kajian Budaya Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing 1. Prof. Dr. Bani Sudardi,M.Hum dan Pembimbing 2. Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si.
ABSTRAK
Kesenian sintren merupakan kesenian yang banyak berkembang di
kalangan masyarakat bawah oleh karena itu sering disebut seni folklor, sebagai suatu tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi. Keseniani sintren merupakan buah karya dari seniman, di mana dalam pengaktualisasian kesenian tersebut sangat beragam. Salah satu ciri seniman sintren adalah memiliki kebebasan dalam menginterprestasikan aturan-aturan tradisinya sesuai dengan perkembangan jaman. Kesenian ini memiliki keunikan, karena mengandung unsur mistis dan magis di dalam pertunjukannya, yaitu adanya peristiwa kesurupan (trance) pada penari sintren. Kesenian sintren terkenal di Pantai Utara Jawa bagian Tengah terutama di wilayah eks. Karesidenan Pekalongan, seperti kesenian sintren di Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
Sebagai produk budaya, kesenian sintren dapat diposisikan sebagai teks budaya yang harus dibaca untuk mengungkap makna simbolik yang dikandungnya sesuai dengan ruang dan waktu dari si pemakna (subjek). Sebagaimana logika dekonstruksi dalam memahami realitas kesenian sintren, pemaknaan kesenian sintren harus dipandang sebagai suatu proses dan juga harus dimaknai secara kontekstual. Sementara itu, dekonstruksi terjadi karena adanya pemahaman subjek atas objek yang dipandang sebagai realitas ciptaan (produksi, konstruksi) atau diciptakan kembali (reproduksi, rekonstruksi).
Makna simbolik pertunjukan kesenian sintren merupakan objek material dari sebuah kajian mengenai dekonstruksi makna simbolik. Penelitian ini dilakukan dalam ranah ilmu Kajian Budaya dengan menggunakan metode analisis data kualitatif dan teknik analisis data secara deskriptif interpretatif. Teori Dekonstruksi Derrida diposisikan sebagai teori dan pendekatan untuk menjawab ketiga rumusan masalah penelitian.
Hasil yang diperoleh penelitian ini ada tiga. Pertama, dekonstruksi makna simbolik Kesenian Sintren yang terjadi disebabkan oleh kematian metafisika yang didorong dua aspek, yakni: (1) opini dan apresiasi masyarakat terhadap Kesenian Sintren; dan (2) Kesenian Sintren di tengah arus kesenian modern. Kedua, proses yang terjadi dalam dekonstruksi makna simbolik Kesenian Sintren dapat dipahami melalui dua proses, yaitu: (1) dari romantisme dan gaya hidup menjadi kesenian rakyat; dan (2) sintren dari kesenian rakyat menuju kesenian modern. Ketiga, dekonstruksi makna simbolik Kesenian Sintren memiliki implikasi terhadap kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat Kabupaten Pemalang.
Kata kunci: dekonstruksi, Makna simbol, Kesenian Sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Darmoko, Puji Dwi. S701108005. 2012: Deconstruction of the Symbolic Meaning of the Kesenian Sintren (Case Study of Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang). Thesis Postgraduate Studies in Cultural Study. Sebelas Maret University Surakarta. Supervisor 1. Prof. Dr. Bani Sudardi,M.Hum and Supervisor 2. Dr. Slamet Subiyantoro, M.Si.
ABSTRACT
Kesenian Sintren be artistry many bloom among society under therefore often calledas art folklore, as an tradition that bequeathed according to by generation at least two generations. Kesenian sintren be literary work from artist, where in actualisastion from the Kesenian sintren very various. One of the artist characteristic sintren has freedom in interpretation the tradition rules as according to age development. Kesenian sintren has uniqueness, because contain mystical element and magical in show it, that is trance event existence in dancer sintren. Kesenian sintren a famous at Northern Beaches of Central Java especially in the ex. Pekalongan residency, such as kesenian sintren Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kabupaten Pemalang.
As a culture product, Kesenian sintren can be positioned as cultural text that must be read for expressing symbolic meaning within it, as according to time and space by subject.. In the same manner as the logic of deconstruction to understand the reality of Kesenian sintren, the interpretation of Kesenian sintren should be considered as a process and be interpreted contextually. Meanwhile
the object which considered as constructed reality (production, construction) or re-constructed reality (reproduction, reconstruction).
In this study is symbolic meaning shows kesenian Sintren be materials object from a study hits dekonstruksi symbolic meaning focused. The study was conducted in the field of Cultural Studies by using qualitative data analysis method and deconstruction theory is positioned as theory and approach to answer the three study problems formulation.
There are three results which were acquired in this research. First, deconstruction of the symbolic meaning of the Kesenian Sintren is triggered by the death of metaphysics which is endorsed by two aspects, namely (1) opinion and appreciation towards the Kesenian Sintren; and (2) Kesenian Sintren in the middle of modernization current. Second, the process continued due to the deconstruction of the symbolic meaning of the Kesenian sintren can be comprehended by two processes; (1) from the romanticism and life style is people artistry; (2) Sintren from people artistry to be modern artistry. Third, deconstruction of the symbolic meaning of the Kesenian sintren has implications toward social economy and culture of Pemalang society. Key Words: deconstruction, Symbol Meaning, Kesenian Sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kesenian sintren merupakan kesenian yang banyak berkembang di
kalangan masyarakat bawah sering disebut sebagai seni folklor, sebagai suatu
tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi.
Seni sintren merupakan buah karya dari seniman yang dalam
pengaktualisasiannya sangat beragam. Salah satu ciri seniman sintren adalah
memiliki kebebasan dalam menginterprestasikan aturan-aturan tradisinya sesuai
dengan perkembangan zaman. Hal ini menyebabkan seniman sintren dari setiap
daerah bahkan dari generasi ke generasi berikutnya memiliki gaya dan ciri khas
berbeda dalam setiap pertunjukannnya. Proses pewarisan tradisi ini sangat erat
hubungannya dengan adat istiadat dalam konteks kehidupan sosial suatu desa dan
sesuai dengan lingkungan tradisi, serta agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, sebagian masyarakat beranggapan, bahwa kesenian
tradisional (masa lampau) menjadi penghalang untuk kemajuan budaya modern.
Hal ini
terkait langsung dan menunjang proses ekonomi dan ekologis masyarkat secara
mendasar (Jaini. 2007:76-77).
Keberadaan sintren menimbulkan berbagai praduga tentang asal usul dan
perkembangannya. Muncul dugaan di kalangan masyarakat bahwa kesenian
sintren merupakan sisa-sisa peninggalan masa pra Hindu di pulau Jawa. Ada pula
dugaan bahwa kesenian ini sudah ada ketika pendudukan kolonial di pulau Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Keterangan ini dipertegas oleh Setiyadi ya
bahwa kesenian rakyat sintren muncul pada zaman ketika pemerintah kolonial
mengambil alih kekuasaan di pesisir pantai Utara Jawa (Setyadi dalam Susanto
2004:257).
Kesenian ini memiliki keunikan, karena mengandung unsur magis di
dalam pertunjukannya. Herusatoto (2008:207) mengemukakan bahwa sintren
adalah seni pertunjukan rakyat Jawa-Sunda; seni tari yang bersifat mistis,
memiliki ritus magis tradisional tertentu yang mencengangkan. Lebih lanjut
Herusatoto mengemukakan bahwa sintren adalah sebutan kepada peran utama
dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya sebutan itu menjadi satu nama jenis
kesenian yang disebut sintren. Sintren sendiri berasal kata sesantrian artinya
meniru santri bermain lais, debus, rudat atau ubrug dengan menggunakan magis
/ilmu ghaib ( Herusatoto, 2008: 207).
Dari segi asal usul bahasa (etimologi) sintren merupakan gabungan dua
s
sintren s
yang menjadi pemeran utama dalam kesenian tradisional sintren (Sugiarto,
1989:15).
Sintren sebagai kesenian tari tradisional masyarakat Jawa Tengah terkenal
di wilayah pesisir Utara Jawa Tengah dan Jawa Barat, antara lain di Pemalang,
Pekalongan, Brebes, Kuningan, Cirebon, Indramayu, dan Jatibarang. Kesenian
sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono (Buku Deskripsi Kesenian Daerah
terbitan Pemerintah Kabupaten Pemalang Tahun 2010).
Menurut Hadisastro (1998:2-5), kesenian sintren diawali dari cerita
rakyat/legenda yang dipercaya oleh masyarakat di wilayah eks. Karesidenan
Pekalongan memiliki dua versi sebagai berikut.
Pertama, berdasar pada legenda cerita percintaan Sulasih dan
R. Sulandono seorang putra Bupati di Mataram Joko Bahu atau dikenal dengan
nama Bahurekso dan Rr. Rantamsari. Percintaan Sulasih dan R. Sulandono tidak
direstui oleh orang tua R. Sulandono, untuk itu R. Sulandono diperintahkan
ibundanya untuk bertapa dan diberikan selembar kain (sapu tangan) sebagai
sarana kelak bertemu dengan Sulasih setelah masa bertapanya selesai. Sedangkan
Sulasih diperintahkan untuk menjadi penari pada setiap acara bersih desa
diadakan sebagai syarat dapat bertemu R. Sulandono. Tepat pada saat bulan
purnama diadakan upacara bersih desa diadakan berbagai pertunjukan rakyat,
pada saat itulah Sulasih menari sebagai bagian pertunjukan, dan R. Sulandono
turun dari pertapaannya secara sembunyi-sembunyi dengan membawa sapu
tangan pemberian ibunya. Sulasih yang menari kemudian dimasuki kekuatan spirit
Rr. Rantamsari sehingga mengalami "trance" dan saat itu pula R. Sulandono
melemparkan sapu tangannya sehingga Sulasih pingsan. Saat sulasih
"trance/kemasukan roh halus/kesurupan" inilah yang disebut "sintren", dan pada
saat R. Sulandono melempar sapu tangannya disebut sebagai "balangan". Dengan
ilmu yang dimiliki R. Sulandono maka Sulasih akhirnya dapat dibawa kabur dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
keduanya dapat mewujudkan cita-citanya untuk bersatu dalam mahligai
rumahtangga.
Kedua, Sintren dilatarbelakangi kisah percintaan Ki Joko Bahu
(Bahurekso) dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung Raja
Mataram. Untuk memisahkan cinta keduanya, Sultan Agung memerintahkan
Bahurekso menyerang VOC di Batavia. Bahurekso melaksanakan titah Raja
berangkat ke VOC dengan menggunakan perahu Kaladita (Kala-Adi-Duta). Saat
berpisah dengan Rantamsari itulah, Bahurekso memberikan sapu tangan sebagai
tanda cinta. Tak lama terbetik kabar bahwa Bahurekso gugur dalam medan
peperangan, sehingga Rantamsari begitu sedihnya mendengar orang yang dicintai
dan dikasihi sudah mati. Terdorong rasa cintanya yang begitu besar dan tulus,
maka Rantamsari berusaha melacak jejak gugurnya Bahurekso. Melalui
perjalanan sepanjang wilayah pantai utara Rantamsari menyamar menjadi
seorang penari sintren dengan nama Dewi Sulasih. Dengan bantuan sapu tangan
pemberian Ki Bahurekso akhirnya Dewi Rantamsari dapat bertemu Ki Bahurekso
yang sebenarnya masih hidup.
Karena kegagalan Bahurekso menyerang Batavia dan pasukannya banyak
yang gugur, maka Bahurekso tidak berani kembali ke Mataram, melainkan pulang
ke Pekalongan bersama Dewi Rantamsari dengan maksud melanjutkan
pertapaannya untuk menambah kesaktian dan kekuatannya guna menyerang
Batavia lain waktu. Sejak itu Dewi Rantamsari dapat hidup bersama dengan Ki
Bahurekso hingga akhir hayatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Sebelum pertunjukan sintren, biasanya diawali dengan tabuhan gamelan
sebagai tanda akan dimulainya pertunjukan kesenian Sintren dan dimaksudkan
untuk mengumpulkan massa atau penonton. Penonton biasanya datang
bergelombang dan menempatkan diri dengan mengelilingi arena, disambut
dengan koor lagu-lagu dolanan anak-anak Jawa, seperti lir-ilir, Cublak-cublak
suweng, Padang Rembulan dan sebagainya. Menjelang pukul setengah delapan
(usai sholat Isya), kelompok grup kesenian pengiring tarian sintren membuka
dengan lagu kukus gunung untuk mengumpulkan penonton, diiringi musik
gamelan terdiri atas kendhang, saron, gambang, kecrek dan gong. Kemudian
Pawang Sintren laki-laki langsung mengelilingi arena pertunjukan, diiringi lagu-
lagu instrumental gamelan. Berhenti sejenak di tengah arena sambil memegang
kurungan ayam, komat-kamit membaca mantra, dan kemudian dengan bahasa
daerah sang pawang memohon dengan sangat hormat kepada seluruh hadirin,
khususnya kepada mereka yang memiliki ngelmu tinggi untuk tidak mengganggu
jalannya pertunjukan, demi lancar dan suksesnya seluruh acara pertunjukan
hiburan malam. Kemudian muncul pawang perempuan yang membawa
seperangkat pakaian sintren, terdiri dari kain batik parang (bergaris hias
melintang), segulung angkin (sabuk kain beludru bersulam) dan bengking/stagen
(sabuk kain panjang dua setengah meter yang digulung), blus hitam penari Sintren
dengan sulaman hias berwarna emas dan perak, selendang tari, kuluk (mahkota)
berhias bulu merak dan sepasang sumping (hiasan daun telinga berjuntai), hiasan
kalung penari puteri, sapu tangan putih, dan tali luwe (tambang benang) berisi
bedak, sisir, kaca rias kecil, dan kacamata hitam. Seperangat pakaian itu situmpuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
rapi di atas baki (dulang). Kemudian, ada lagi baki kecil yang berisi satu gelas
kosong, satu gelas ari putih, satu piring kembang telon (tiga macam bunga:
mawar merah-putih, kenanga dan kanthil), satu ikat kinang (sirih), rokok siong,
dan pemantik api. Kedua baki itu diletakkan di bagian dalam kurungan yang
ditutup rapat dengan kain batik warna tua/gelap. Sementara itu pawang laki-laki
mulai membakar kemenyan di atas bara api yang telah disiapkan di atas layah
(piring dari tanah liat). Asap kemenyan mengepul, layah diangkat dan diputar-
putar di atas dan di sekeliling kurungan ayam yang telah ditutup rapat dengan kain
batik sambil terus komat-kamit membaca mantra. (Herusatoto. 2008:210-211).
Setelah dilakukan pembakaran dupa, yaitu acara berdoa bersama-sama
diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar selama pertunjukan terhindar dari mara bahaya.
Sebelum acara tersebut perlu dilakukan acara ritual selama 40 hari terhadap
penari sintren untuk mencapai kesempurnaan penampilannya dengan melakukan
puasa ngasrep/mutih yaitu berpuasa hanya memakan nasi putih, tahu, dan tempe
rebus (wawancara dengan bapak Basuki, ketua Rt. 08 Dusun Sirau, Kelurahan
Paduraksa dan penasehat Paguyuban Sintren Slamet Rahayu).
Berikutnya adalah tahapan menjadikan sintren yang akan dilakukan oleh
Pawang dengan membawa calon penari sintren bersama dengan 4 (empat) orang
pemain. Kemudian sintren didudukkan oleh Pawang dalam keadaan berpakain
biasa dan didampingi para dayang/cantrik. Pawang segera menjadikan penari
sintren secara bertahap, melalui tiga tahapan. Tahap Pertama, pawang memegang
kedua tangan calon penari sintren, kemudian diletakkan di atas asap kemenyan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
sambil mengucapkan mantra, selanjutnya mengikat calon penari sintren dengan
tali melilit ke seluruh tubuh atau hanya kedua tangan yang diikat. Tahap Kedua,
calon penari sintren dimasukkan ke dalam sangkar (kurungan) ayam bersama
busana sintren dan perlengkapan merias wajah. Beberapa saat kemudian kurungan
dibuka, sintren sudah berdandan dalam keadaan badan atau kedua tangan terikat
tali, lalu sintren ditutup kurungan kembali. Tahap Ketiga, setelah ada tanda-tanda
sintren sudah jadi (biasanya ditandai kurungan bergetar/bergoyang) kurungan
dibuka, sintren sudah lepas dari ikatan tali dan siap menari. Selain menari
adakalanya sintren melakukan akrobatik diantaranya ada yang berdiri diatas
kurungan sambil menari. Selama pertunjukan sintren berlangsung, pembakaran
kemenyan tidak boleh berhenti. Kesenian sintren disajikan secara komunikatif
antara seniman dan seniwati dengan penonton menyatu dalam satu arena
pertunjukan (hasil observasi melihat langsung pertunjukan Sintren Pada hari
Sabtu, tanggal 19 Mei 2012 di halaman sebuah rumah di Dusun VI, Desa
Banjaran, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang).
Sintren juga dijadikan sebagai upacara pemanggilan roh dilihat dari lagu-
lagunya yang masih memiliki sifat magis religius dengan adanya adegan
kesurupan (trance) yang dialami seorang pemain sintren. Juga dilihat dari sifat
permainannya yang masih dipimpin oleh seorang pawang sebagai shaman atau
dukun. Keunikan dalam pertunjukan sintren adalah penari yang berpakaian biasa
dalam keadaan tubuh atau tangan terikat mampu menjelma di dalam kurungan
(biasanya kurungan ayam jago) yang di dalamnya telah disediakan berbagai alat
rias seperti cermin, bedak, gincu, seperangat pakaian tari dan kaca mata hitam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
menjadi gadis cantik dan mengenakan pakaian indah dengan hiasan wajah yang
begitu sempurna dan memakai kacamata hitam. (Buku Deskripsi Kesenian Daerah
terbitan Pemerintah Kabupaten Pemalang Tahun 2010).
Alasan mengapa memilih kesenian Sintren sebagai fokus penelitian
dikarenakan alasan adanya pengalaman ketika melihat pertunjukan seni Sintren.
Pertunjukan yang dilakkan di halaman rumah tetangga (di Desa Banjaran,
Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang). Permainan yang berlangsung dari jam
20.00 sampai 01.00 dini hari (pada hari libur sekolah) mengundang banyak tanda
tanya dalam diri peneliti. Bagamana tidak, seorang perempuan yang menjadi
penari sintren sebelumnya berpakaian biasa dan dalam keadaan tangan terikat erat
setelah masuk ke dalam kurungan ayam yang tertutup rapat, saat keluar sudah
berganti baju dengan pakaian tari dan berhias, berkacamata hitam, menari dengan
mengikuti lagu dari gamelan sederhana.
Salah satu kesenian sintren yang masih bertahan dan berkembang di
masyarakat pantai Utara tepatnya di Kelurahan Paduraksa, Kabupaten Pemalang
adalah Paguyuban Sintren Slamet Rahayu yang diketuai oleh Bapak Kiswoyo.
Keberadaan Paguyuban Sintren Slamet Rahayu dikarenakan kondisi masyarakat
sekitar yang menyukai kesenian tradisional dan ingin melestarikan kesenian yang
ada di Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa. Berdasarkan pengakuan Ibu Hj. Tunut,
salah satu anggota Paguyuban Sintren Slamet Rahayu, masyarakat Dusun Sirau
juga masih banyak yang mempercayai adanya animisme dan beranggapan bahwa
roh nenek moyang hidup berdampingan dengan manusia. Pertunjukan Sintren
selain sebagai hiburan juga dipercaya untuk mendatangkan hujan saat musim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
kemarau, penolak bala, sebagai sarana pengobatan alternatif dan juga dipercaya
untuk meminta jodoh.
Masih menurut Ibu Hj. Tunut, Paguyuban kesenian sintren Slamet
Rahayu memiliki syarat dalam memilih penari sintren yaitu seorang gadis yang
masih perawan, seorang gadis yatim atau piatu atau yatim piatu. Kesenian sintren
merupakan kesenian yang menggunakan unsur magis, hal ini sebagaimana yang
disampaikan oleh anggota paguyuban, dengan mengatakan bahwa penari sintren
dapat berhias sendiri dalam keadaan tangan terikat dan di dalam kurungan ayam
yang sempit.
Seiring dengan perkembangan jaman, kesenian sintren disesuaikan
dengan kebutuhan penyajian. Dahulu pertunjukan sintren hanya dipentaskan pada
waktu bulan purnama atau saat musim kemarau, namun sekarang bisa
dipentaskaan kapan saja, misalnya saat acara tasyakuran, hajatan atau acara HUT
RI, dan hari jadi Kabupaten Pemalang setiap tanggal 24 januari (Badan Promosi
Pariwisata Daerah (BPPD) Kabupaten Pemalang).
Hal yang menarik dari kesenian sintren adalah nuansa magis sehingga
penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana makna
simbolik pertunjukan sintren yang terdapat pada pemain atau pelaku,
perlengkapan pertunjukan, gerak, iringan dan tembang, tata rias wajah, tata rias
rambut dan tata busana serta penonton khususnya yang mengikuti acara temohan
dan balangan pada pertunjukan sintren paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun
Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang dan
bagaimana makna simbolik tersebut didekonstruksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Kesenian sintren sebagai produk kebudayaan tentu mempunyai simbol-
simbol yang mengandung makna pesan-pesan dan nasehat bagi generasi
berikutnya. Namun pesan dan nasehat yang tersembunyi di balik simbol-simbol
tersebut tidak akan memiliki makna, apabila simbol-simbol tersebut tidak
dipahami atau dimengerti. Makna simbolik dalam perrtunjukan seni sintren tidak
hanya ditandai dengan bagaimana pertunjukan seni sintren tersebut dipentaskan.
Makna simbolik pertunjukan sintren harus tetap dicari sesuai dengan ruang dan
waktu si pemakna. Dengan kata lain, makna simbolis yang melingkupi
pertunjukan kesenian sintren tidak akan pernah berhenti atau akan terus
mengalami dekonstruksi. Karena kesenian sintren sebagai hasil budaya bukan
semata-mata yang dilakukan orang. Konteks semacam ini menyiratkan bahwa
hasil budaya adalah sebuah refleksi pemikiran, tak sekedar buah hal-hal mekanik
belaka. Oleh karena pemikiran manusia sering berbaur dengan intuisi yang
futuristik, sehingga mampu menerobos ruang dan waktu (Endraswara. 2006:9).
Dekonstruksi sebagai pemaknaan lebih lanjut terhadap simbol-simbol
haruslah dipandang sebagai suatu proses yang tidak pernah berhenti sehingga
dan
waktu si pemakna. Walaupun sejarah telah berupaya menyusun periodeisasi
aktivitas manusia beribu-ribu tahun yang lalu, tetapi sebagaimana pandangan
totalitas terhadap kehidupan bahwa pada dasarnya dalam sejarah manusia tidak
pernah terdapat keterpisahan secara mutlak antara pemikiran, tindakan, ruang dan
waktu sebagai sebuah momen. Demikian juga tidak pernah mudah ditemukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
keterpisahan mutlak antara pemikiran dan hasil-hailnya dalam ruang-ruang
kehidupan yang tidak terikat pada waktu secara kontekstual, sebagaimana
manusia tidak pernah terpisah dari kebudayaan dan kehidupan sosialnya (Pitana.
2010:12). Ini merupakan kesulitan pertama yang harus diatasi ketika melakukan
penelusuran terhadap makna simbolik yang melekat pada pertunjukan seni sintren
dalam khasanah Kajian Budaya. Dekonstruksi bukanlah semata-mata pembalikan
strategi, melainkan sebagai aktivitas pembacaan, teks harus dibaca dengan cara
yang sama sekali baru (Ratna. 2007:136).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan tiga
permasalahan yang disajikan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:
Pertama, kesenian sintren mengandung simbol-simbol yang bermakna
pesan dan nasehat bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. Oleh karenanya
makna simbolik kesenian sintren harus dicari sesuai dengan ruang dan waktu si
pemakna. Interpretasi terhadap simbol dalam pertunjukan seni sintren tidak akan
pernah berhenti atau akan terus menerus mengalamai dekonstruksi.
Kedua, dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren pada masa
kekinian akan membawa pengaruh pada keberadaan struktur kognitif masyarakat
pemakna terhadap kesenian sintren sebagai produk budaya yang selanjutnya
melahirkan norma-norma dalam kehidupan sosialnya.
Ketiga, pemahaman norma-norma yang lahir akibat terjadinya
dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren akan menghantarkan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
pemahaman terhadap nilai-nilai filosofis yang berakar pada nilai seni sintren itu
sendiri.
Dari identifikasi permasalahan tersebut selanjutnya sebagai fokus kajian
dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
(1) Mengapa terjadi dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren pada
Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Kelurahan Paduraksa, Kabupaten
Pemalang ?
(2) Bagaimanakah dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren
Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Kelurahan Paduraksa, Kabupaten
Pemalang terjadi ?
(3) Bagaimanakah implikasi dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren
dalam kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat Kelurahan
Paduraksa Kabupaten Pemalang ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konstruksi dan
dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren Paguyuban Sintren Slamet Rahayu
Dusun Sirau Kelurahan Paduraksa Kabupaten Pemalang. Sehingga diharapkan
nantinya mampu menemukan dan menjelaskan rekonstruksi budaya tersebut
dalam rangka memahami dan memposisikan kesenian sintren secara proporsional
sebagai bagian kerja keilmuan dalam upaya mencari dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
1.3.2. Tujuan Khusus
(1) Untuk mengetahui dan memahami kejelasan sebab terjadinya
dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren Paguyuban Sintren
Slamet Rahayu Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kabupaten
Pemalang .
(2) Untuk mengetahui dan memahami kejelasan proses terjadinya
dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren Paguyuban Sintren
Slamet Rahayu dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, Kabupaten
Pemalang .
(3) Untuk mengetahui dan memahami kejelasan implikasi dekonstruksi
makna simbolik kesenian sintren Paguyuban Sintren Slamet Rahayu
dusun Sirau Kelurahan Paduraksa Kabupaten Pemalang terhadap
tatanan sosial budaya di masyarakat Pemalang.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
konstribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang
keberadaan kesenian sintren di Kabupaten Pemalang dan kajian budaya. Di
samping itu, penelitian ini juga diharapkan mampu menambah dan melengkapi
kajian-kajian terdahulu tentang kesenian sintren sebagai salah satu hasil budaya
di Indonesia. Bagi kalangan akademis dapat digunakan sebagai acuan untuk
menggali ruang-ruang kosong yang tidak tergarap dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan memperluas cara pandang
masyarakat terhadap kesenian sintren. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
digunakan oleh pengambil kebijakan bidang kebudayaan dan pariwisata berkaitan
dengan kehidupan sosial budaya terutama dalam melestarikan dan
menumbuhkembangkan kesenian sintren.
1.5. Sistematika Tulisan
Sistematika tulisan tesis terdiri dari:
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan garis besar sistematika
penulisan.
BAB II Landasan Teori dan Kajian Pustaka
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang mendukung
pemecahan masalah yang sedang dikaji, kajian pustaka, konsep dan
kerangka pikir.
BAB III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang jenis atau pendekatan penelitian,
penentuan lokasi dan sasaran penelitian, data penelitian, sumber
data, teknik pengumpulan data, keabsahan data dan teknik analisa
data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB IV Hasil Penelitian
Bab ini berisi tentang pemaparan proses dan hasil penelitian atau
temuan meliputi gambaran umum fenomena yang diteliti, profil
singkat lembaga atau daerah / lokasi penelitian, cakupan obyek
penelitian dan temuan-temuan umum tentang dekonstruksi makna
simbolik pertunjukan kesenian sintren.
BAB V Kesimpulan dan saran
Bab ini menguraikan tentang keimpulan dari masalah yang sedang
diteliti, serta saran-saran yang terkait dengan dekonstruksi makna
simbolik pertunjukan sintren.
Bagian akhir terdiri atas daftar pustaka dan lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Penelitian ini merupakan penelitian kajian budaya yang membongkar
makna simbolik kesenian sintren dalam paradigma kajian budaya yang berada
pada posisi postmodernisme, penelitian ini masuk dalam sistem berfikir kritis
postmodernisme. Teori yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan sekitar
gagasan psotmodernisme yaitu teori Dekonstruksi.
Dalam penelitian ini teori dekonstruksi Derrida diposisikan sebagai alat
untuk menganalisa makna simbolik kesenian sintren.
2.2. Teori dekonstruksi
Teori dekonstruksi yang dipelopori oleh Jacques Derrida pada intinya
adalah menolak tradisi berpikif strukturalis yaitu logosentrisme, falosentrisme,
dan opisis binner (Santoso.2003:252).
2.2.1. Logosentrisme dicirikan dengan dominannya konsep totalitas dan konsep
esensi. Konsep totalitas adalah ide yang menyatakan bahwa realitas adalah
satu, konsekuensinya adalah pengetahuanlah yang menindas karena
manusia masuk ke dalam sistem. Konsep esensi adalah konsep
pengetahuan tentang yang mendasari sesuatu. Konsep ini menimbulkan
dogmatisme dan melegitimasi kekuatan rasio. (Santoso, 2003:251).
Penolakan terhadap logosentrisme yang merupakan cara pandang dalam
tradisi Barat (strukturalisme, modernisme) yang menganggap akal, fikiran,
logos sebagai pusat kebenaran. Suatu realitas dipandang representasi dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
akal, fikiran, atau logos tersebut. Bahasa merupakan representasi dari
konsepnya. Bahasa, kata, atau teks merupakan wakil dari konsepnya.
Makna suatu kata sudah ditentukan oleh konsep kata tersebut yang lebih
mendahuluinya. Dalam strukturalisme Sausurren, konsep logosentrisme
dulu ada.
Kebenaran makna suatu tanda, bahasa, atau teks harus mengacu atau
dikembalikan pada acuannya, refensial, dan konsepnya. Dengan demikian,
makna hanya ada satu, tungggal. Logosentrisme ini pula yang dipandang
sebagai objektivistik. Derrida menolak logosentrisme, sekaligus
objektivistik tersebut. Alasannya, bahasa atau teks tidak dapat dikatakan
cermin atau representasi makna, konsep atau realitas. Bahasa lisan dapat
diterima sebagai logosentrisme, bahasa tulisan, teks, tidak dapat diterima
karena bahasa tulisan otomatis telah terbebas dari konteks atau
yang bukan mewakili suatu makna tetapi, menciptakan maknanya sendiri,
-
berarti tidak ada pusat makna apapun, kecuali praktik pemaknaan yang
terjadi pada saat teks tersebut dihadapi penerima atau pembacanya.
Tanda-tanda tersebut menjadi tanda-tanda yang bebas kata-kata, bahasa
yang bebas dimaknai dan otomatis akan memunculkan makna yang
beragam, plural (Lubis. 2004:112-114). Dengan membaca realitas dari
teks dan sebagai teks, Derrida merombak keseluruhan sistem metafisik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Dalam teks intertekstual, pusat tidak lagi menempati prioritas utama dalam
struktur pemaknaan (Ariwidodo. 2009:17).
2.2.2. Falosentrisme yaitu cara pandang dalam tradisi berfikir Barat yang
berpijak pada tatanan maskulin dan klaimnya bahwa yang maskulin itu
bersumber pada dirinya sendiri dan merupakan agensi yang utuh (Barker.
2005:308-309).
2.2.3. Opisis biner yaitu paradigma yang menempatkan bahwa sesuatu itu
berpasangan. Menurut Derrida, sesungguhnya terdapat realitas-realitas lain
yang mengantarainya atau yang sama sekali tidak dapat ditentukan.
Realitas adalah tidak dualitas dikotomis, melainkan pluralits posisi,
beragam posisi, yang tidak dapat ditentukan/dipastikan dan tidak
dominasional, sentralistik melainkan menyebar dan sejajar (Lubis.
2004:107-108; Barker. 2005:102-103).
Dekonstruksi Derrida sebagai teori dalam penelitian ini digunakan dalam
melakukan analisis, sebagaimana diungkapkan di atas adanya penolakan Derrida
terhadap logosentrime dan falosentrisme penting dipahami. Mengingat kedua
paham ini melahirkan oposisi biner dan cara-cara berfikir hirarkhis dikotomis.
Penolakan tersebut dilakukan dengan berfikir differance (perbedaan) dan deferral
(penundaan) (Barker. 2005: 99-100; Al Fayyad. 2005: 109-112; Ariwidodo 2009:
20-22). Berdasarkan penolakan ini, dekonstruksi Derrida akan digunakan dalam
melakukan analisis sebagai berikut.
Analisis pertama, merujuk pada teori Derrida untuk menganalisis sebab
dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren dengan menggunakan teori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dekonstruksi Derrida yang memandang (mengabstrasikan) realitas sebagai realitas
ciptaan (produk, konstruksi) atau diciptakan kembali (reproduksi, rekonstruksi).
Dalam
dari konstruksi realitas sebelumnya yang didekonstruksi (Piliang, 2003:14). Untuk
menemukan realitas yang sebenarnya dekonstruksi memiliki tiga konsep teoritis,
traces (jejak-jekak) present-abscent (kehadiran-ketidakhadiran) dan differance
(penangguhan) (Lubis, 2004:101-122; Ratna, 2005:250-275; Ariwidodo. 2009:
22). Dekonstruksi pada analisis pertama dengan mengedepankan present-abscent
(kehadiran-ketidak hadiran) dan differance (penangguhan) dimaksudkan untuk
mengetahui dan memahami kejelasan sebab terjadinya dekonstruksi makna
simbolik kesenian sintren dengan membongkar penafsiran yang selama ini
menghasilkan berbagai penafsiran terhadap pertunjukan kesenian sintren.
Analisis kedua, proses terjadinya dekonstruksi makna simbolik kesenian
sintren dengan mengedepankan teori dekonstruksi yang memandang realitas
adalah sesuatu yang bersifat organik dan decentering. Organik yang dimaksud di
sini adalah pemikiran yang memandang segala jaringan saling berhubungan.
Derrida telah membuat suatu penegasan bahwa sekecil apapun unsur jaringan
yang ada dipandang sebagai entitas. Sementara itu, decentering adalah struktur
tanpa pusat dan tanpa hirarkhi (Ratna, 2004:44; Derrida, dalam Grenz, 2001:236;
Ariwidodo. 2009:17). Kerja dekonstruksi dilakukan dengan memahami dan
mengkaji sesuatu yang semula dianggap kurang penting, misalnya makna
simbolik dalam kesenian sintren sebagai suatu kegiatan yang bertentangan
dengan agama. Dalam kaitan inilah dekonstruksi mengedepankan konsep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
detotalitas, yaitu pemikiran yang memandang segala sesuatu secara keseluruhan
yang berdampingan, berada bersama, saling bekerja sama tanpa peleburan atau
meleburkan diri, kecuali hanya membaur (Ratna. 2004: 221-226; Fay. 2002: 168).
Dekonstruksi dalam analisis kedua ini, mengedepankan trace (jejak-jejak)
yang mengacu pada pengertian bekas-bekas terciptanya realitas. Konsep jejak ini
dalam pertentangannya dengan konsep sejarah (historisisme). Dalam hal ini
berarti teori dekonstruksi anti sejarah sebagai suatu teks historisisme karena
sejarah dianggap bukan alam suatu realitas yang netral, tetapi sebaliknya,
merupakan realitas penafsiran oleh dan sekaligus untuk suatu kepentingan
tertentu. Dalam hubungannya dengan konsep jejak, dekonstruksi mengganti
konsep sejarah (historisisme) dengan silsilah. Sebagai fakta sejarah, silsilah
terlepas dari unsur penafsiran sekaligus kepentingan. Oleh karenaya, dekonstruksi
memandang realitas tidak otonom, tetapi realitas yang memiliki silsilah atau jejak
(Lubis, 2004:101-122; Norris 2003; Ratna, 2005:250-275).
Analisis ketiga, yaitu implikasi dekonstruksi makna simbolik kesenian
sintren terhadap tatanan kehidupan sosial ekonomi dan budaya paguyuban seni
sintren dengan mengedepankan dekonstruksi Derrida yang mengemukakan
konsep reproduktif, yaitu pemikiran yang memandang segala sesuatu realitas
sebagai proses penciptaan atau penciptaan kembali secara terus menerus, tanpa
final (Piliang, 2003:14).
2.3. Kajian Pustaka
Kajian tentang kesenian sintren dimaksudkan untuk memahami bagaimana
terjadinya dekonstruksi makna simbolik pertunjukan kesenian sintren Paguyuban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Sintren Slamet Rahayu Kelurahan Paduraksa . Dalam kajian ini kesenian sintren
merupakan objek material dari sebuah kajian mengenai dekonstruksi makna
simbolik. Tidak sedikit kendala penelitian yang memfokuskan kajian pada
persoalan kesenian sintren untuk membongkar atau membuat pemaknaan kembali
tentang kesenian sintren karena begitu kompleks masalah yang menyertai dan
mempengaruhinya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pandangan yang beragam
tentang kesenian sintren. Kenyataan ini menunjukan bahwa sebetulnya kajian ini
tidak mudah, karena tidak hanya mengandalkan pengetahuan tentang persoalan
kesenian sintren semata melainkan bagaimana mendudukkan kesenian sintren
berdasarkan nilai-nilai dan budaya yang berkembang dalam masyarakat yang
mayoritas beragama Islam, sehingga harus dikembangkan lebih lanjut pada
pemahaman konsep-konsep yang menyertai teori-teori yang digunakan.
Hasil penelitian tentang sintren adalah sebuah tesis karya Suartini, Ni
Made (2009) yang ber Sintren
tahun 1990-
tentang bagaimana makna simbolik pertunjukkan seni sintren. Namun sedikit
banyak telah memberikan gambaran bagaimana eksisteni grup sintren mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya secara berkesinambungan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Aspek yang diwariskan tidak hanya bentuk
seninya melainkan juga aspek simbolik yaitu norma dan religi yang terkandung di
dalamnya.
Penelitian lain yang mengkaji tentang kesenian sintren adalah tesis karya
Casminih, A.A. (2008) Budaya, dan Konteks Seni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
(Studi Deskriptif-
Analitis terhadap Kesenian Sintren sebagai Upaya Menawarkan Bahan
Pembelajaran Sastra Muatan Lokal Bahasa Indramayu di SMP Kabupaten
Indramayu), yang mengungkap makna tersirat maupun tersurat pada kesenian
sintren untuk dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Penelitian yang
berusaha mengungkapkan nilai-nilai budaya yang terkandung pada lirik lagu
sintren dan dapat dimanfaatkan dalam tatanan hidup bermasyarakat. Penelitian
kesenian sintren ini lebih menekankan pada kajian ilmu sastra yang
memfokuskan pada makna puisi lagu-lagu dalam pertunjukan kesenian sintren,
konteks nilai budaya kesenian sintren, konteks pertunjukan sintren sebagai media
penggalangan massa, dan konteks kesenian sintren sebagai bahan pembelajaran
sastra di Sekolah Menengah Pertama.
Dari dua hasil penelitian mengenai kesenian sintren di atas dapat
disimpulkan bahwa kajian penelitian tersebut tidak dilakukan dalam wilayah ilmu
Kajian Budaya. Kebiasaan penelitian yang mengungkap tentang makna simbolik
kesenian sintren umumnya merujuk pada informasi atau cerita atau tuturan yang
diperoleh dari pengetahuan yang dimiliki oleh anggota paguyuban sintren secara
turun-temurun. Tanpa adanya upaya untuk membuat interpretasi ulang atas makna
simbol-simbol dalam pertunjukan kesenian sintren. Hal ini menunjukan bahwa
kajian tentang dekonstruksi makna simbolik terhadap pertunjukan kesenian
sintren dalam wilayah Kajian Budaya adalah sesuatu yang baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2.4. Konsep
Untuk menjelaskan dan memberikan batasan tentang pusat penelitian ini
perlu dijelaskan konsep-konsep yang digunakan. Dalam penelitian ini konsep
yang ada dibedakan menjadi; dekonstruksi, makna simbolik dan kesenian sintren.
2.4.1. Dekonstruksi
Konsep dekonstruksi merupakan suatu gagasan atau pemaknaan lain dari
suatu makna yang telah ada sebelumnya. Secara leksikal dekonstruksi diartikan
sebagai pembongkaran (Santoso. 2003:252). Namun pembongkaran tersebut
bukanlah sesuatu yang berakhir dengan monisme atau bahkan kekosongan,
melainkan adanya baru berawal dari bekas atau dari sesuatu yang sudah ada.
Suatu kenyataan tentang ada bersifat majemuk, tak struktur, dan tak
bersistem sehingga tidak dapat secara sewenang-wenang direkasaya dalam kata,
tanda atau konsep tunggal oleh karena itu pandangan tentang metafisika modern
harus didekonstruksi (Santoso. 2003:250).
Al-Jabiri (dalam Said. 2005:144) menegaskan konsep dekonstruksi adalah
merombak sistem relasi yang baku (dan beku) dalam suatu struktur tertentu dan
sebagai sesuatu yang berubah-ubah
dan berubah-ubah, perubahan yang mutlak menjadi sesuatu yang relatif, sesuatu
yang a-historis menjadi sesuatu yang historis, dan perubahan yang absolut
menjadi yang temporal. Pada gilirannya yang diupayakan kemudian adalah
menyingkap sisi masuk akal (rasionable) dalam segenap persoalannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Kristeva (dalam Ratna. 2005:246) menegaskan konsep dasar dekonstruksi
adalah gabungan antara hakekat desktruktif dan konstruktif, bukan dalam
pengertian negatif karena tujuan utamanya tetap konstruksi. Dekonstruksi lahir
sebagai kebangkitan postmodernisme yang dipelopori oleh Jacques Derrida
seorang filsuf Perancis keturunan Yahudi melalui umumnya atau keseluruhan
pemikiran yang dimiliki postmodern sebagai suatu paradigma dalam
pertentangannya dengan modernisme. Paradigma disebut dekonstruksionisme,
yaitu suatu paradigma yang secara kritis berhadapan dengan sistem (atau
paradigma) berfikir sebelumnya sebagai tradisi berfikir Barat yaitu strukturalisme.
Dekonstruksionisme yang dipelopori Derrida kemudian menjadi landasan utama
paradigmatik posmodernisme yang secara khusus (teoritis) menolak tiga tradisi
berfikir strukturalis, yaitu (1) logosentrisme; (2) falosentrisme; dan (3) oposisi
biner (Lubis. 2004:103-122).
Heidegger. Walaupun dia hanya memunculkan istilah itu sambil lalu dengan
-konsep tradisional (modern) dengan cara
kembali ke t . 2005:92). Sementara itu, logika berfikir dekonstruksi
telah pula diwacanakan oleh Nietzche yang memandang kehidupan sebagai
ketidakteraturan atau teror. Bahkan Nietzsche berusaha keras mendobrak batas-
batas bahasa dan pemikiran yang juga ingin didefinisikan oleh Derrida (Norris.
2003:124). Namun, Derrida bergerak lebih jauh dari kedua tokoh tersebut dan
kalkan pengertian
dekonstruksi yang telah diperkenalkan Hiedegger sebelumnya. Walaupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
demikian, Nietzcshe dan Hiedegger diakui sebagai pembuka jalan bagi
dekonstruksi Derrida, bahkan pemikiran Hiedegger sendiri tidak luput dari
dekonstruksi Derrida (Lubis. 2004: 92). Dalam hal ini Derrida, karena makna
telah menggelincirkan serangkaian penanda yang membatalkan petanda yang
stabil memperkenalkan istilah diff
sehingga produksi makna dalam proses signifikansi terus-menerus ditangguhkan
dan dilengkapi dalam suatu permainan yang melibatkan lebih dari satu (Barker.
2005:20; Ariwidodo. 2009:18-20). Dekonstruksi tidak mengandaikan adanya
makna yang objektif (benar), yang menjadi fokus bukan pada pencarian makna
objektif melainkan pada pencarian makna baru melalui kebebasan penafsiran
(Lubis. 2004: 103)
2.4.2. Makna simbolik
Manusia adalah makhluk budaya, dan penuh simbol-simbol. Dapat
dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai simbolisme, yaitu suatu tata pemikiran
atau paham yang menekankan atau mengikuti pola-pola, serta mendasarkan diri
pada simbol-simbol. Sepanjang sejarah budaya manusia, simbolisme telah
mewarnai tindakan-tindakan manusia baik tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan
maupun religinya. Dunia kebudayaan adalah dunia penuh simbol. Manusia
berfikir, berperasaan, dan bersikap dengan ungkapan-ungkapan yang simbolis.
Ungkapan yang simbolis ini merupakan ciri khas manusia. Simbol merupakan
tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama.
(Herusatoto.2000:123-124; Tinarbuko. 2003:34).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Dalam kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan manusia
terhadap dunianya, lingkungan serta masyarakatnya. Seperangkat nilai-nilai yang
menjadi landasan pokok untuk menentukan sikap kepada dunia luar, bahkan untuk
mendasari langkah yang hendak dilakukan sehubungan dengan pola hidup dan
tata cara masyarakatnya (Jandra. 1990: 1).
Konsep tentang makna simbolik dipahami sebagai perangkat lambang
(simbolik) dalam kesenian sintren pada hakekatnya bermakna sebagai pengatur
tingkah laku di samping berfungsi sebagai sumber informasi. Sekaligus
merupakan petunjuk bahwa sesungguhnya manusia mampu membuktikan dirinya
sebagai mahluk yang berbudi luhur. Melalui perantaraan lambang-lambang
manusia dapat menyebar luaskan kebudayaan, karena tidak hanya sekedar
mengandung makna, tetapi juga merangsang orang untuk bersikap sesuai dengan
makna lambang. Manusia bukan hanya makhluk religius, tetapi juga makhluk
budaya, artinya kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku
manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwodarminto 2001 : 864),
makna merupakan maksud pembicara atau penulis. Manusia hidup dalam jalinan
makna-makna yang dianyamnya sendiri (Jazuli dalam Geertz, 2001:24). Secara
suatu objek. Subyek dan objek adalah term-term yang korelatif atau saling
menghubungkan diri satu sama lain. Tanpa subyek, tidak akan ada objek. Sebuah
benda menjadi objek karena kearifan subyek yang menaruh perhatian atas benda
itu. Makna diberikan kepada objek oleh subyek sesuai dengan cara pandang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
subyek. Jika tidak demikian maka objek menjadi tidak bermakna sama sekali
(Sumaryono. 1999: 30).
Makna, sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai dengan
kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengeri, dalam
keseluruhannya memiliki tiga tingkat keberadaan. Pada tingkat pertama, makna
menjadi isi abstraksi dalam kegiatan bernalar secara logis sehingga membuahkan
proporsi yang benar. Tingkat kedua, makna menjadi isi dari suatu bentuk
kebahasaan. Pada tingkat ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu
membuahkan informasi tertentu (Aminuddin. 2011:7)
Kegiatan memaknai sesuatu pada dasarnya adalah melakukan interpretasi
(Muzir. 2008:98). Interpretasi adalah mencakup pemahaman. Untuk dapat
membuat interpretasi orang lebih dahulu harus mengerti atau memahami. Namun
melainkan bersifat alamiah. Mengingat menurut kenyataannya, bila seseorang
mengerti, ia sebenarnya telah melakukan interpretasi, dan juga sebaliknya. Ada
kesertamertaan antara mengerti dan membuat interpretasi. Keduanya bukan dua
momen dalam satu proses. Mengerti dan interpretasi menimbulkan lingkaran
hermeneutik (Sumaryono. 1999:30-31).
Makna kaitannya dengan aspek semantik, Lyons dalam Aminuddin
(2011:90) mengungkapkan adanya tiga makna yaitu (1) makna deskriptif, yaitu
apablia makna itu memerikan suatu fakta; (2) makna sosial, misalnya makna
dalam ujaran, serta (3) makna ekspresif, makna interpersonal, ataupun makna
atitudinal, yakni makna yang ditentukan oleh unsur-unsur subjektif pemakainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Sedangkan Menurut Shipley (dalam Ratna. 2005:135) makna
dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu (1) makna historis (kesejarahan),
sebagai makna harfiah; (2) makna alegoris (kiasan), suatu kebenaran dikaitkan
dengan kemanusiaan secara keseluruhan; (3) makna tropologis (bahasa figuratif),
makna sebagai pengajaran moral; dan (4) makna anagogis (mistik), visi spiritual
atau mistis sebagai kebenaran abadi. Oleh karena itu konsep makna
memungkinkan adanya dua interpretasi yang merefleksikan dialektika pokok
antara peristiwa dan makna. Memaknai sesuatu ucapan berarti apa yang
dimaksudkan oleh sang pembicara, yaitu apa yang ingin dikatakan pembicara
tersebut. Peristiwa adalah berbicara dalam artian sebagai suatu sistem atau tanda
bersifat anonim dalam wilayah yang semata bersifat virtual (Ricouer. 2012:38-
39). Endraswara (2006:64) menyatakan bahwa makna esensial akan tercermin
melalui komunikasi budaya atau warga setempat, di mana saat berkomunikasi
jelas banyak menampilkan simbol yang bermakna, karenanya tugas penelitilah
menemukan makna tersebut.
Selanjutnya simbolik secara sederhana diartikan sebagai sesuatu mengenai
pengantaraan pemahaman terhadap objek yang manifestasi dan karakteristiknya
tidak terbatas pada isyarat fisik. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani
simbolos, yang berarti tanda atau ciri yang memberikan sesuatu hal kepada
seseorang. Simbol atau lambang ialah semacam tanda, lukisan, perkataan,
lencana dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal mengandung maksud
tertentu (Herusatoto.2000:10). Sementara itu Dillistone (2002 : 21) menjelaskan
simbollein n mencocokkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
simbola Dalam perkembangannya, kata
simbola tanda pengenal
simbol pada mulanya adalah sebuah benda, sebuah tanda, atau sebuah kata yang
Kesenian sintren sebagai karya budaya juga terdiri dari gagasan-gagasan,
simbol-simbol dan nilai-nilai sebagai hasil karya perilaku manusia, sehingga tidak
lain dunia kebudayaan adalah dunia penuh simbol. Manusia berfikir, berperasaan
dan bersikap dengan ungkapan-ungkapan yang simbolis, seperti yang dikatakan
oleh Ernst Cassirer (1944) bahwa ungkapan yang simbolis ini merupakan ciri khas
dari manusia yang dengan jelas membedakannya dari hewan, sehingga manusia
animal simbolycum Jandra. 1990:
2).
Lebih lanjut Dillistone (2002:18) memberikan definisi singkat tentang
pengertian simbol sebagai sebuah kata atau barang yang mewakili atau
mengingatkan suatu entitas yang lebih besar. Sementara Geertz dalam Dillistone
(2002:116) mengatakan bahwa simbol adalah setiap objek, tindakan, peristiwa,
sifat, atau hubungan yang dapat berperan sebagai wahana suatu konsepsi dan
k simbol. Dengan kata lain simbol mengandung
pengertian sebuah makna atau arti yang dapat diungkapkan melalui benda-benda,
gerak, serta perasaan ekspresif yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang indah
dan manusia mampu menampilkan dirinya dalam kegiatan atau aktivitas dan
hasil-hasil yang berbentuk simbol-simbol. Apalagi tindakan masyarakat Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
telah banyak dikenal sebagai wong Jawa nggone semu (manusia Jawa sering
menggunakan simbol (Endraswara .2006 : 221).
Melalui simbol manusia dapat menciptakan suatu dunia kultural yang di
dalamnya terdapat bahasa, mitos, agama, kesenian dan ilmu pengetahuan.
Sedangkan menurut Susanne K. Langer, dalam kajian makna proses simbolisasi
suatu objek estetik menjadi penting karena makna secara tajam dapat diamati pada
proses penyimbolan serta fenomena atau juga penyimbolan gagasan estetik
(Sachari. 2002: 14). Jadi, penafsiran kebudayaan pada dasarnya adalah penafsiran
simbol-simbol karena ekspresi simbol-simbol bersifat teraba, tercerap, umum dan
konkret (Dillistone. 2002:116).
Pertunjukan kesenian sintren termasuk dalam bentuk kesenian ritual.
Ritual tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk doa, sesaji dan penggunaan
kemenyan pada saat pertunjukan. Menurut Turner dalam Endraswara (2006 : 221)
menyatakan bahwa the natural is an aggregation of simbols mengungkapkan
simbol ritual akan membantu menjelaskan secara benar nilai yang ada dalam
masyarakat dan akan menghilangkan keragu-raguan tentang kebenaran sebuah
penjelasan.
Berdasarkan berbagai teori tentang makna simbolis, maka penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa makan simbolis adalah ungkapan yang tersembunyi
dan dalam penyampaiannya menggunakan simbol. Simbol dalam seni selain
berupa isyarat fisik (benda-benda, gerak, ritual, kesenian) namun juga dapat
berupa simbol suara bahasa dan kata-kata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Berdasarkan sifat penggunaannya, setidaknya terdapat empat peringkat
simbol, yaitu (1) simbol konstrukstif, simbol-simbol bersifat metafisik yang
penggunaannya berkaitan dengan hal-hal religius dan kepercayaan terhadap sang
pencipta, biasanya merupakan inti dari agama; (2) simbol etika atau evaluasi,
simbol-simbol yang berkaitan dengan niali-nilai, norma-norma, atau aturan-
aturan, seperti kesopanan, kewajaran dalam masyarakat; (3) simbol kognitif,
simbol-imbol yang bersifat logik dan penerapannya banyak ditemui pada simbol-
simbol yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan manusia
unuk memahami lingkungannya; dan (4) simbol ekspresif, simbol-simbol yang
berkaitan dengan nilai estetis (Pitana.2010:27).
Klasifikasi simbol tersebut akan membantu pengungkapan konstruksi
simbol dari fenomena budaya karena bila dilihat secara hirarki-vertikal-
transenden, simbol konstrukstif merupakan simbol yang paling hakiki. Simbol
ekspresif untuk mengungkapkan perasaan berada pada posisi pinggiran dalam
struktur simbol. Hal ini berarti bahwa struktur simbol seperti itu membawa
konsekuensi, yaitu perubahan pada simbol ekspresif tidak sendirinya diikuti oleh
simbol konstruktif. Sebaliknya, perubahan pada simbol konstruktif dapat
diprediksi akan terjadi penafsiran kembali pada simbol moral, kognitif dan simbol
ekspresif. Hubungan yang memperlihatkan pola sibermetik tersebut
memungkinkan ditarik suatu asumsi bahwa jumlah simbol konstruktif jauh lebih
sedikit daripada simbol lainnya. Walaupun jumlahnya sedikit, simbol konstruktif
merupakan pedoman yang pokok sehingga simbol ini merupakan sumber
sekaligus tatanan bagi simbol-simbol lainnya (Triguna dalam Pitana. 2010:28).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Dari uraian di atas dapat dirumuskan konsep dekonstruksi makna simbolik
kesenian sintren sebagai berikut. Dekonstruksi makna simbolik adalah
pembongkaran terhadap pengertian yang diberikan subyek kepada suatu hal atau
keadaan bersifat teraba, tercerap, umum dan konkret yang merupakan
pengantaraan pemahaman terhadap objek melalui langkah-langkah destruktif-
konstruktif dalam rangka menolak tiga tradisi berfikir strukturalis, yaitu
logosentrisme, falosentrisme, dan oposisi biner berkaitan dengan makna simbolik
kesenian sintren.
2.4.3. Kesenian Sintren
Satuan konsep kesenian sintren terdiri atas dua unsur, yaitu kesenian dan
sintren. Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan universal yang
mempunyai nilai estetis. Kesenian dalam penelitian ini lebih diarahkan pada seni
tari pertunjukan. Meskipun dari segi gerak terlihat sederhana, namun perpaduan
dari unsur-unsur seni yang lain yang mendukung menyebabkan kesenian ini
menjadi indah dan menarik. Dalam menjaga kesinambungan kehidupan
bermasyarakat, sebagian masyarakat Pemalang masih mementingkan adanya
kesenian karena keberadaan kesenian tradisi dianggap mampu menjembatani
hubungan spiritual dengan masalah keduniawian.
Banyak seni tradisi yang mengandung unsur kekuatan di luar nalar
manusia. Salah satu seni tradisi di Pemalang yang mengandung unsur-unsur magis
adalah kesenian sintren. Kesenian sintren merupakan kesenian tradisional rakyat
di pesisir pulau Jawa bagian Utara. Kesenian rakyat ini populer di kalangan
masyarakat karena mempunyai keistimewaan yaitu menari dalam keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
kesurupan (trance). Perilaku trance yang terjadi pada sintren merupakan ciri khas
dari kesenian ini.
Pertunjukan ini menggambarkan keresahan emosi yang terkekang,
khususnya saat masyarakat dibawah pengawasan penjajah yang disimbolkan
dengan kurungan ayam. Esensi pertunjukan sintren adalah pemanggilan roh yang
berkaitan dengan praktik-praktik animistis. Sejarah menyatakan bahwa praktik
animistis ini berlangsung mulai dari zaman Neolithik. Pada saat ini terdapat
peninggalan pengagungan kepada nenek moyang serta penyembahan kepada roh
(Holt.2000: xxii). Dalam sintren ada kondisi yang menunjuk pada situasi normal,
kemudian kondisi trance (tak sadarkan diri), dan kembali pada kondisi normal.
2.5. Kerangka Pikir
Dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren dapat digambarkan ke
dalam kerangka pikir sebagai berikut.
Fenomena: Makna simbolik kesenian Sintren
Paradigma: Sudut pandang teoritis
digunakan paradigma kritis dan posmodern
Pendekatan: Sudut pandang filosofis digunakan fenomenologi
Teori: Dekonstruksi
Data: Makna simbolik kesenian Sintren
Analisis Data Teknik Pengumpulan
Data
Konsep-konsep
Gambar II.1 Diagram Kerangka Pikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu Kajian Budaya atau
cultural studies dengan menggunakan metode atau pendekatan kualitatif dan
teknik analisis data secara deskriptif kualitatif interpretatif. Ciri tersebut dapat
dikatakan sudah melekat dalam setiap penelitian kajian budaya. Hal ini
dinyatakan secara tegas oleh Stokes (2006:ix), bahwa penelitian kualitatif
merupakan nama yang diberikan bagi paradigma penelitian terutama
berkepentingan dengan makna dan penafsiran.
Kajian budaya adalah bidang penyelidikan yang sering digambarkan
sebagai anti disiplin karena tidak mengikuti aturan keilmiahan konvensional.
Kajian budaya dengan leluasa dan bebas bergerak dari satu teori ke teori lainnya,
dari satu metode ke metode lainnya serta mengambil apa saja yang dibutukan dari
bidang-bidang ilmu lain dan disesuaikan dengan tujuannya. Karena tidak
mengikuti metode konvensional monolitik, kajian ini dianggap anti kemapanan
(Sardar dan Loon, 2001:145).
Secara umum penelitian yang menggunakan analisis kualitatif
didefinisikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata dan/atau ungkapan-ungkapan, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan yang
dapat diamati dengan menekankan pada pengembangan konsep dan pemahaman
pola yang ada pada data; memperhatikan seting dan orang secara holistik sehingga
bukan sebagai variabel-variabel terpisah; cenderung bersifat humanistik;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
pemahaman makna yang menjadi dasar tindakan partisipan; memahami; keadaan
dalam lingkup yang terbatas; dan lebih merupakan seni kerajinan dengan
mengutamakan kemahiran dan keikutsertaan perasaan (Bungin, 2010:`147).
Sebagaimana paradigma kajian budaya yang berada di wilayah
postmodernisme, penelitian ini diposisikan dalam sistem berpikir kritis. Oleh
karena itu, teori yang dipilih memiliki fungsi yaitu; (1) sebagai alat memperjelas
suatu fenomena yang muncul pada tahapan penelusuran masalah; (2) sebagai alat
peringkas atau alat seleksi data pada tahapan pengumpulan data; (3) dan sebagai
alat untuk mempertajam kajian pada tahapan analisis, harus dipilih teori-teori
yang berkembang dalam gagasan teori-teori kritis disesuaikan dengan masalah
yang akan diatasi. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan arti tentang kesenian
sintren perlu ditelusuri jejak kesenian sintren untuk kemudian ditafsirkan kembali
dalam berbagai kegiatan mengartikan yang berbeda-beda (Poespoprodjo. 1987:
149-151).
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa,
Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, Propinsi Jawa Tengah, didasarkan
pada beberapa pertimbangan, salah satunya masih eksisnya paguyuban seni
sintren di wilayah tersebut.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data tentang makna simbolik pada
pertunjukan kesenian sintren. Data ini ditampilkan bukan dalam bentuk skala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
perhitungan, angka-angka, melainkan dalam bentuk naratif. Sebagaimana
dikatakan Moleong (1995:112), bahwa data yang berupa bukan angka-angka
melainkan berbentuk naratif dikategorikan data kualitatif.
Sumber data penelitian ini terdiri atas dua, sebagai berikut.
Pertama, sumber data tidak tertulis, yaitu berupa kata-kata, tindakan,
ungkapan dan peristiwa pada pertunjukan kesenian sintren Paguyuban Slamet
Rahayu Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa di Kabupaten Pemalang yang dalam
ini digunakan sebagai sumber data utama (primer). Sumber data utama ini
diperoleh melalui pengamatan dengan melihat langsung pertunjukan kesenian
sintren, aktivitas keseharian para anggota Paguyuban Seni sintren, dan
wawancara dengan informan-informan terpilih baik dari para angota paguyuban
senin sintren maupun tokoh masyarakat yang dicatat secara tertulis, perekaman
suara, dan/atau pengambilan gambar melalui kamera recorder.
Kedua, sumber data tertulis, yaitu berupa buku-buku, berita media cetak,
jurnal-jurnal, dokumen-dokumen, dan hasil penelitian terdahulu terkait dengan
kesenian sintren, yang dalam hal ini digunakan sebagai sumber data sekunder.
Sumber data tertulis diperoleh dari studi dokumen dan kepustakaan.
3.4 Teknik Penentuan Informan
Informan dalam penelitian ini ditentukan secara purposive (bertujuan)
dengan pertimbangan tertentu. Menurut Satori (2009: 45), cara purposive adalah
menentukan subjek atau objek sesuai tujuan penelitian secara sengaja, tidak
sekedar secara kebetulan, sesuai alasan, dan tuntutan keadaan tertentu. Tugas
peneliti di sisi adalah menetapkan apa yang akan dituju dengan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
pertimbangan pribadi sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek
sebagai unit analisis. Sebagaimana dikatakan oleh Kanto dalam Bungin (2010:53)
bahwa penelitian kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena
sosial yang bersifat unik dan kompleks yang di dalamnya terdapat regularitas atau
pola tertentu penuh dengan keragaman. Data atau informasi ditelusuri seluas-
luasya dan sedalam mungkin sesuai variasi yang ada untuk mendeskripsikan
fenomena yang diteliti secara utuh, maka prosedur sampling yang terpenting
adalah bagaimana menentukan informan kunci yang sarat informasi dengan fokus
penelitian melalui teknik purposive sampling sesuai dengan tujuan penelitian,
tanpa memperhitungkan berapa jumlah sampel atau informan. Untuk memilih
informan digunakan teknik snowball sampling melalui tiga tahap, yakni (1)
pemilihan informan awal yang merupakan informan kunci untuk diwawancari
atau situasi sosial untuk diobservasi terkait dengan kesenian sintren; (2) pemilihan
informan lanjutan guna memperluas deskripsi informasi dan melacak variasi
informasi yang mungkin ada; (3) menghentikan pemilihan informan lanjutan
bilamana dianggap sudah tidak ditemukan lagi variasi informasi. Dalam kaitan ini,
Spradley dalam Bungin (2010: 54-55) memberikann batasan lima kriteria untuk
penentuan informan awal atau informan kunci yaitu (1) informan awal adalah
subjek yang sudah cukup lama dan intens menyatu dengan kegiatan atau aktivitas
yang menjadi informasi dan menghayati secara sungguh-sungguh sebagai akibat
dari keterlibatannya yang lama dengan lingkungan yang dijadikan sebagai fokus
penelitian; (2) informan yang masih terlibat aktif pada fokus penelitian; (3)
informan yang mempunyai cukup banyak waktu untuk diwawancarai; (4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
informan yang memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dipersiapkan
terlebih dahulu; dan (5) informan yang sebelumnya tergolong masih asing dengan
penelitian.
Subjek yang menjadi informan pokok atau informan kunci dalam
penelitian ini adalah para anggota Paguyuban kesenian sintren Slamet Rahayu
Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa, sedangkan informan lainnya adalah Dewan
Kesenian, pemerhati kesenian sintren, dan pejabat birokrasi yang berkaitan
dengan kebijakan seni dan budaya. Kemudian mengikuti Koentjaraningrat (1994:
89) bahwa penelitian kualitatif penentuan besarnya jumlah sampel tidak ada yang
mutlak, melainkan didasarkan pada kebutuhan dan perkembangan di lapangan,
maka dalam penelitian ini jumlah informan disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan pengumpulan data di lokasi penelitian.
Informan-informan yang diwawancarai dalam kerja penelitian ini
dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, informan yang berasal dari pelaku seni
sintren yaitu anggota paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau. Kedua,
informan ahli, yaitu pemerhati atau orang yang memiliki pengetahuan kesenian
sintren dan makna simbolisnya. Ketiga, informan publik, yaitu informan yang
berasal dari masyarakat umum, Dewan Kesenian, dan pejabat pemerintah terkait
dengan regulasi seni budaya.
Data yang diperlukan dalam penelitian adalah data mengenai pandangan
terhadap makna simbolik kesenian sintren. Kriteria yang digunakan dalam teknik
penentuan informan adalah sebagai berikut:
(1) bisa diajak berkomunikasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
(2) pengurus paguyuban seni sintren
(3) memiliki pemahaman tentang kesenian sintren.
Sementara itu, penentuan informan publik adalah menggunakan teknik
insidental, yaitu orang yang berasal dari masyarakat umum dan pejabat
pemerintah yang ditemukan di lokasi penelitian dan dapat diajak berkomunikasi.
3.5 Alat Bantu Pengumpulan Data
Agar kerja penelitian berjalan sesuai rencana dan dapat mengumpulkan
data penelitian dengan tepat, peneliti ini menggunakan alat-alat berikut.
(1) Pedoman wawancara (interview guidance). alat ini digunakan sebagai
panduan dalam melakukan wawancara dengan informan agar diperoleh
data yang diperlukan dalam upaya menemukan jawaban atas rumusan
masalah penelitian.
(2) Alat perekam audio dan video. Alat perekam ini digunakan dalam upaya
merekam informasi yang didapat dari wawancara dengan informan.
(3) Alat tulis. Alat ini banyak digunakan dalam proses pencatatan sebagai
bagian proses pengumpulan data, yaitu dalam wawancara, observasi, dan
kepustakaan.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Kajian terhadap makna simbolik kesenian sintren memberikan peluang
berkembangnya kreativitas dalam menafsirkan teks yang diamati secara berulang-
ulang hingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang makna simbolik
dan bagaimaa mendekonstruksiya. Pengumpulan data tentang perspektif makna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
simbolik lebih mengutamakan penggunaan teknik observasi dan wawancara, di
samping studi dokumen dan studi kepustakaan. Adapun detail kerja teknik
masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, observasi, teknik observasi ini dimaksudkan untuk
mengklarifikasi sekaligus menvalidasi data di lapangan. Sebagai alat triangulasi
data, melalui triangulasi teknik pengumpulan data dan sumber data. Observasi
dilakukan dengan teknik observasi partisipasi atau pengamatan terlibat, namun
keterlibatan peneliti hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
fokus kajian atau masalah penelitian (Garna. 1999: 63). Obervasi dilakukan
dengan perekaman secara mendalam terhadap beberapa fenomena kehidupan dan
aktivitas masyarakat pelaku seni sintren di Dusun Sirau dan pertunjukan kesenian
sintren Slamet Rahayu, Kelurahan Paduraksa. Dalam hal ini peneliti melibatkan
diri pada persiapan menjelang pementasan pertunjukan kesenian sintren, masuk ke
dalam arena pertunjukan sintren untuk melakukan pengambilan gambar pada
beberapa pertunjukan kesenian sintren. Aspek yang diamati tidak hanya
bentuknya, tetapi juga fungsi dan makna kontekstualnya.
Kegunaan observasi ini adalah sebagai berikut.
(1) Untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam mengamati ekspresi
masyarakat terhadap makna simbolik kesenian sintren yang hasilnya
dapat digunakan sebagai alat untuk mengecek ulang kebenaran informasi
yang diperoleh dari teknik-teknik lain yang digunakan, yaitu wawancara,
studi kepustakaan dan studi dokumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
(2) Untuk memperoleh pengalaman langsung dari sebuah pengamatan
terhadap pemaknaan kesenian sintren yang hasilnya dapat dituangkan
dalam suatu catatan atas suatu kejadian sebagaimana terjadi pada keadaan
sebenarnya.
Kedua, wawancara, teknik wawancara yang digunakan adalah teknik
wawancara mendalam. Dengan wawancara mendalam bisa digali hal-hal
tersembunyi di sanubari seseorang. Wawancara ini dilakukan secara tak
berstruktur yang secra leluasa mampu melacak ke berbagai segi dan arah guna
mendapatkan informasi yang lengkap dan sedalam-dalamnya (Faisal dalam
Bungin. 2010: 66-67). Agar lebih terarah, maka disusun pedoman wawancara
yang bersifat terbuka. Dengan teknik ini diharapkan diperoleh data mengenai
gagasan, pandangan, pengalaman informan mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan persoalan makna simbolik pada kesenian sintren, dan lain-lain yang
dianggap relevan dengan fokus penelitian. Untuk menghindari distorsi data
dilakukan pencatatan secara manual dan perekaman yang baik dengan
menggunakan alat rekam. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dapat
diakhiri apabila informasi yang diperoleh sudah dianggap mencukupi atau sudah
mendapat data yang memadai (Sugiono. 1992: 56).
Manfaat penggunaan teknik ini adalah untuk mengkonstruksi pemaknaan
simbolis atas ekspresi makna simbolik kesenian sintren dalam perspektif para
informan. Hasil yang diperoleh dari wawancara diposisikan sebagai data primer
penelitian. Wawancara mendalam dilaksanakan dalam tahapan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
(1) menentukan atau menyeleksi informan yang diwawancarai dengan
menggunakan teknik snowball sampling;
(2) pendekatan informan terpilih untuk diwawancarai;
(3) mempersiapkan instrumen pendukung, yaitu (a) alat perekam suara; (b)
alat tulis, dan (c) pedoman atau materi wawancara;
(4) melakukan wawancara dan memelihara agar tetap kondusif dan produktif;
dan merangkum hasilnya.
Ketiga, studi dokumen, selain wawancara dan observasi, penelitian ini
juga menggunakan teknik studi dokumentasi yaitu pengumpulan data yang
bersumber dari non-insani, seperti berita media cetak, surat-surat, laporan resmi,
catatan harian, dan/atau notulen tentang aktivitas sosial budaya yang sukar
diamati dengan observasi langsung, sehingga metode studi dokumen ini menjadi
penting. Analisis studi dokumen penelitian ini dilakukan dengan menelusuri
dokumen dan tulisan terkait dengan makna simbolik pertunjukan kesenian sintren
di Kabupaten Pemalang. Selain itu, dalam penelitian ini termasuk di dalamnya
analisis terhadap dokumen-dokumen berupa foto-foto dan audio visual. Artinya,
teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data teks dalam naskah-
naskah yang berupa dokumen (Arikunto, 2002:98). Dengan demikian, peneliti
dituntut melakukan kerja pengumpulan keseluruhan dokumen yang memuat
informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan paradigma makna simbolik pada
kesenian sintren sebagai data sekunder penelitian.
Keempat, studi kepustakaan, yakni suatu telaah terhadap buku-buku,
jurnal-jurnal, dan hasil-hasil penelitian terdahulu dalam konteks makna simbolik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pada kesenian sintren. Studi kepustakaan digunakan tidak hanya untuk mencari
dan menemukan pengertian dan pemahaman dalam membangun konsep-konsep
yang dikembangkan dalam penelitian, tetapi juga untuk memperoleh data
sekunder yang berfungsi sebagai pelengkap data primer.
Dalam penelitian ini, semua teknik pengumpulan data tersebut tidak saja
digunakan untuk memperoleh data, tetapi sekaligus sebagai bagian dari proses
keabsahan data, karena untuk mendapatkan keabsahan data peneliti menggunakan
teknik implementasi yang disebut dengan triangular data, yang memiliki tiga
prosedur, yaitu pertama, membandingkan data observasi dengan data hasil
interview; kedua, membandingkan informasi dari sumber satu dengan yang
lainnya; dan ketiga, membandingkan hasil interview dengan dokumen yang terkait
(Moleong, 1995:178).
3.7 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kualitatif dan interpretatif, yaitu analisis yang memfokuskan pada penunjukkan
makna, deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-
masing (Faisal, 2005:256). Oleh karena itu, setiap catatan yang dihasilkan dalam
pengumpulan data, baik wawancara, pengamatan langsung, studi dokumen,
maupun studi pustaka, direduksi dan dimasukkan ke dalam pola dan fokus tertentu
yang mengacu pada tiga rumusan masalah penelitian.
Hasil reduksi tersebut selanjutnya di display secara tertentu untuk pola
atau tema masing-masing yang hendak dipahami dan dimengerti dalam konteks
kegunaannya terhadap penelitian ini. Pola atau tema tertentu yang dimaksud,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
yakni (1) jawaban atas pertanyaan penelitian yang pertama; (2) jawaban atas
pertanyaan penelitian yang kedua; dan (3) jawaban atas pertanyaan penelitian
yang ketiga. Selanjutnya, peneliti dapat mengambil kesimpulan yang merupakan
jawaban dari rumusan masalah penelitian.
Prosedur yang ditempuh dalam analisis ini bukanlah linier, tetapi
interaktif, yaitu lebih menyerupai lingkaran kerja, karena setiap tahapan tidaklah
dapat dipisahkan. Analisis data dapat dilakukan dengan menyusun satuan-satuan
seluruh pengumpulan data hasil wawancara, observasi, dan studi dokumen,
kemudian data direduksi (data reduction) guna mengeliminir data yang kurang
relevan, membuat abstraksi, menyusun dan memilah-milah ke dalam satuan
konsep-konsep, kategori-kategori, dan tema penelitian. Kemudian, hasil reduksi
data diorganisasikan ke dalam bentuk sketsa, sinopsis, dan matriks (display data)
sehingga memudahkan upaya pemaparan dan penegasan simpulan (conclution
drawing and verification). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada analisis Miles dan Huberman, dimana proses analisis data yang
digunakan secara serempak mulai dari proses pengumpulan data, mereduksi,
mengklarifikasi, mendeskripsikan, menyimpulkan dan menginterpretasikan semua
informasi secara selektif. Proses tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai
berikut (Miles dan Huberman dalam Faisal. 2010: 69).
Gambar III.1 Bagan proses analisa data.
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penggambaran
Kesimpulan
Display Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB IV
PEMBAHASAN
GAMBARAN UMUM, BENTUK PERTUNJUKAN KESENIAN SINTREN,
SIMBOLISASI, DAN DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK KESENIAN
SINTREN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Pemalang terletak pada garis 109o 109o
Timur (BT) dan 8o5 7o Selatan (LS). Secara administratif
batas-batas wilayah Kabupaten Pemalang adalah sebagai berikut. Di sebelah Utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Pekalongan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga dan
Kabupaten Banyumas, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tegal.
Luas wilayah Kabupaten Pemalang sebesar 111.530 Ha, sebagian besar
merupakan tanah kering seluas 72.836 Ha (65,30%) dan lainnya tanah persawahan
seluas 38.694 Ha (34,7%). Secara topografis, wilayah Kabupaten Pemalang
dikelompokkan menjadi empat (4) kategori, yaitu (1) daerah dataran pantai yang
memiliki ketinggian rata-rata antara 1-5 meter (dpl), meliputi 17 desa dan 1
kelurahan, terletak di bagian Utara dan masuk kawasan pantai, (2) daerah dataran
rendah dengan ketinggian rata-rata antara 6-15 meter diatas permukaan air laut
(dpl) meliputi 94 desa dan 4 kelurahan terletak di sebelah Selatan dari wilayah
pantai, (3) daerah dataran tinggi memiliki ketinggian rata-rata antara 16 - 212
meter diatas permukaan air laut (dpl) meliputi 35 desa, terletak di bagian tengah
dan Selatan, (4) daerah pegunungan terbagi menjadi dua, yaitu daerah dengan
ketinggian antara 213 - 924 meter di atas permukaan laut, meliputi 55 desa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
terletak dibagian Selatan, dan daerah berketinggian 925 meter di atas permukaan
laut yang terletak di bagian Selatan, meliputi 10 desa dan berbatasan langsung
dengan Kabupaten Purbalingga.
4.1.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Kelurahan Paduraksa
Kabupaten Pemalang memiliki 14 Kecamatan, salah satunya adalah
Kecamatan Pemalang. Di sebelah Timur, Kecamatan Pemalang berbatasan dengan
Kecamatan Taman dan Kecamatan Bodeh. Di sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Bantarbolang dan di bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten
Tegal. Kecamatan Pemalang terdiri atas 20 desa dan kelurahan salah satunya
adalah Kelurahan Paduraksa (Lihat lampiran peta kabupaten pemalang).
Wilayah Kelurahan Paduraksa memiliki luas area 200 Ha dengan jumlah
penduduk 7.067 jiwa terdiri atas laki-laki 3.503 jiwa dan perempuan 3.564 jiwa.
Ketinggian tanah dari permukaan air laut Kelurahan Paduraksa mencapai 7 meter
di atas permukaan air laut (dpl). Jarak dari kantor kepala Kelurahan Paduraksa
menuju lokasi Paguyuban Sintren Slamet Rahayu di Dusun Sirau kurang lebih
1 km. Jarak dari pusat Pemerintahan Kecamatan 2,5 km, Jarak dari Ibukota
Kabupaten 6 km, jarak dari ibukota Propinsi 137 km dari arah Timur dan jarak
dari ibukota Negara 347 km dari arah Barat (Monografi Kelurahan Paduraksa
tahun 2011).
Kelurahan Paduraksa di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sewaka,
sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pegongsoran dan Desa Surajaya, di
sebelah Barat Desa Kramat dan sebelah Timur dengan Desa Sungapan. Untuk
menuju ke Kelurahan Paduraksa tidaklah sulit, karena wilayah kelurahan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dilalui oleh angkutan umum baik angkutan kota maupun armada bus antar
kabupaten melalui jalan propinsi yang menghubungkan Kabupaten Pemalang dan
Kabupaten Purbalingga. Dari alun-alun Kota Pemalang dapat menggunakan
.
4.1.2. Demografi Kelurahan Paduraksa
4.1.2.1. Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Kelurahan Paduraksa mengenal kelompok
kekerabatan yang keanggotaanya diperhitungkan berdasarkan prinsip keturunan
bilateral, yaitu sistem kemasyarakatan yang memperhitungkan keanggotaan
kelompok melalui pihak laki-laki maupun pihak perempuan.
Sistem kemasyarakatan di Kelurahan Paduraksa bersifat gotong royong.
Sistem tersebut dapat dilihat pada saat pelaksanaan pertunjukan sintren dan saat
pembuatan sesaji yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat setempat.
Kegiatan gotong royong tidak hanya dilakukan untuk membantu permasalahan
yang bersifat umum, akan tetapi juga pada bentuk lain yang bersifat pribadi,
misalnya pada saat orang mempunyai hajatan.
Masyarakat Kelurahan Paduraksa juga masih menjunjung tinggi norma-
norma yang harus dipatuhi oleh warga seperti norma sopan santun. Norma sopan
santun tercermin pada masyarakat saat akan menggelar pertunjukan sintren yang
dilaksanakan setelah shalat isya. Warga Kelurahan Paduraksa berpikir untuk
memulai pertunjukan sintren setelah shalat isya agar tidak mengganggu penduduk
lain yang sedang menjalankan ibadah sebagaimana pengakuan ibu Casmiah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
ibu Sundriyah anggota Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau,
Kelurahan Paduraksa saat wawancara dengan penulis :
pak, nggih sekitar jam 8 ndalu, sintrene prei, sebab sedaya
nayaga sami tahlilan (Ini pertunjukannya dimulai sehabis Isya pak, ya sekitar jam 8 malam sintrennya libur karena semua anggota paguyuban sintren ikut tahlilan).
4.1.2.2. Mata Pencaharian
Penduduk Kelurahan Paduraksa pada umumnya memperoleh penghasilan
dari pertanian, karena didukung kondisi tanah yang subur, irigasi yang memadai,
dan iklim yang cocok. Masyarakat Kelurahan Paduraksa berdasarkan monografi
Kelurahan Paduraksa periode tahun 2011 menunjukan bahwa sebagian besar
penduduknya bekerja sebagai petani, di samping yang bekerja sebagai Pegawai
negeri sipil, TNI atau POLRI, swarta, wiraswasta atau pedagang, tukang, buruh
tani, pensiunan, nelayan, dan jasa.
Kelompok petani tersebut ada kelompok petani yang bekerja mengerjakan
tanahnya sendiri, ada juga sebagian buruh tani yang mengerjakan sawah orang
lain dengan sistem bagi hasil ataupun menyewa sawah. Masyarakat Kelurahan
Paduraksa sebagian bekerja sebagai petani sawah maupun ladang yang
menghasilkan sayur-sayuran, padi, serta palawija. Adapun hasil dari pertanian
tersebut dijual ke pasar, kebeberapa daerah dan sebagian lagi digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Adapun data mata pencaharian penduduk
Kelurahan Paduraksa sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel IV.1 Data Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Paduraksa No. Mata Pencaharian Jumlah 1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 121 orang 2 TNI/POLRI 12 orang 3 Swasta 20 orang 4 Wiraswasta 660 orang 5 Tani 336 orang 6 Pertukangan 110 orang 7 Buruh Tani 2.205 orang 8 Pensiunan 80 orang 9 Jasa 85 orang
Sumber : Monografi Kelurahan Paduraksa Tahun 2011.
Berdasarkan catatan yang diperoleh Kelurahan Paduraksa pada tahun 2011
dapat dilihat pada tabel di atas bahwa penduduk yang bermata pencaharian
sebagai petani berjumlah 336 orang dan bekerja sebagai buruh tani 2.205, oleh
karena itu penduduk yang mempunyai mata pencaharian petani memiliki waktu
yang lebih banyak untuk melakukan kegiatan berkesenian.
Adanya kesenian sintren juga memberi nilai tambah jika dilihat dari materi
terutama bagi semua yang terkait dalam pertunjukan sintren. Misalnya pada saat
pertunjukan sintren ditampilkan saat acara bersih desa, syukuran, baritan
(sedekah laut). Seluruh pemain yang terlibat aktif dalam pertunjukan sintren akan
mendapatkan uang saku sebagai penghasilan tambahan.
4.1.2.3. Pendidikan
Kehidupan masyarakat Kelurahan Paduraksa sekarang sudah banyak
dipengaruhi sistem pendidikan dan teknologi. Sistem pendidikan yang semakin
berkembang telah menyadarkan pada pola pikir masyarakat bahwa betapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
pentingnya arti pendidikan bagi anak-anak, dengan demikian masyarakat
Kelurahan Paduraksa tidak jauh berbeda dari masyarakat desa lain yang lebih
maju.
Tingkat pendidikan di Kelurahan Paduraksa relatif merata dari tingkat
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dan ada
pula penduduk Kelurahan Paduraksa yang mengenyam pendidikan sampai jenjang
pascasarjana. Penduduk Kelurahan Paduraksa pada umumnya sudah terbebas dari
buta huruf, karena sudah banyaknya pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan
Perguruan Tinggi.
Tabel IV. 2 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Paduraksa
No. Mata Pencaharian Jumlah Prosentase 1 Taman Kanak-kanak 181 Orang 2,60 2 Sekolah Dasar 2.010 Orang 31,25 3 SMP / SLTP 1.065 Orang 16,51 4 SMA / SLTA 2.710 Orang 42,18 5 Akademi (D1-D3) 280 Orang 4,34 6 Sarjana S1 140 Orang 2,13 7 Sarjana S2 / S3 7 Orang 0,02 8 Pondok Pesantren 6 Orang 0,02 Jumlah 6.339 Orang
Sumber : Monografi Kelurahan Paduraksa tahun 2011
Jumlah penduduk pada tabel di atas tercatat paling banyak tamatan SLTA
yaitu dengan jumlah 2.710 jiwa, kemudian urutan kedua adalah ditingkat SD dan
berikutnya tamatan SMP. Penduduk yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi banyak yang mengikuti kursus-kursus ketrampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
antara lain: perbengkelan, pertukangan, menjahit, komputer, mengetik dan bordir.
Dengan memiliki modal ketrampilan tersebut banyak penduduk di Kelurahan
Paduraksa yang bekerja di pabrik-pabrik serta sebagian lagi bekerja sebagai
wiraswasta. Kondisi tersebut dapat dilihat pada pelaku kesenian sintren yang
produktif dalam berkesenian adalah penduduk yang memiliki tingkat pendidikan
tamat SD dan SMP. Hal tersebut menandakan bahwa kesenian sintren lebih
banyak diminati oleh penduduk dengan tingkatan pendidikan yang masih rendah.
Hal ini sangat mempengaruhi terhadap suatu pertunjukan kesenian sintren, karena
masyarakat tidak terlalu memilih untuk dapat menikmati suatu pertunjukan atau
hiburan.
4.1.2.4. Kehidupan Religi
Masyarakat Kelurahan Paduraksa mayoritas memeluk agama Islam.
Berdasarkan pengamatan sebagian besar masyarakat Kelurahan Paduraksa
merupakan santri yang taat, sehingga dari tahun ke tahun sarana keagamaan
semakin meningkat. Dari data yang diperoleh terdapat Taman Pendidikan Al-
-anak untuk menjadi insan yang bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Situasi agama yang masih mentradisi sampai sekarang
masih hidup adalah tahlilan, berjanjen, dan yasinan. Berjanjen dan yasinan
dilakukan secara rutin seminggu sekali, termasuk acara tradisional yang berlatar
belakang agama Islam adalah "Mauludan yang dilaksanakan pada bulan Maulud,
guna memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada acara Mauludan
biasanya panitia penyelenggara mendatangkan seorang mubaligh/dai terkenal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
untuk memberikan ceramah mengenai ajaran Islam. Sebelum acara dimulai
bisanya terdapat acara pembuka yaitu suatu sajian kesenian samproh atau rebana.
Kesenian sintren di Kelurahan Paduraksa juga berpengaruh pada
kehidupan masyarakat Kelurahan Paduraksa yang beragama Islam. Menurut
Geertz dalam Endraswara (2006: 200) masyarakat Islam Jawa terbagi menjadi
3 golongan yaitu Islam puritan murni (santri), abangan (kejawen) yang menganut
kebatinan dan priyayi. Sebagian tokoh agama di Kelurahan Paduraksa kurang
setuju terhadap keberadaan kesenian sintren jika dilihat dari sudut pandang agama
karena menurut para tokoh agama kesenian sintren merupakan kesenian yang
mengandung unsur syirik yang menyimpang dari agama Islam dengan adanya
sesaji dan membakar kemenyan untuk mengundang roh halus. Namun demikian
menurut kepala Kelurahan Paduraksa bapak Muntoha dan pelaku kesenian sintren
menyebutkan bahwa sintren harus dilihat dari sudut pandang budaya, sebagai
suatu rangkaian ritual budaya yang menjadi ciri khas kesenian sintren yang harus
dilestarikan dan sesaji hanyalah sebuah simbol rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Untuk menghindari perbedaan pendapat tentang kesenian sintren di
Kelurahan Paduraksa, Kepala Kelurahan Paduraksa mengembalikan lagi opini
kepada masyarakat tentang kesenian sintren sehingga kesenian sintren Kelurahan
Paduraksa masih tetap terjaga keberadaannya, dalam ikutsertanya
mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal penyangga kebudayaan nasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel IV.3 Jumlah Penduduk menurut Agama atau Penghayat terhadap TYME
No. Agma Jumlah 1 Islam 6.411 2 Kristen 13 3 Katholik - 4 Hindu - 5 Budha - 6 Penghayat Tuhan Yang Maha Esa 3
Sumber : Monografi Kelurahan Paduraksa tahun 2011
4.1.2.5. Kesenian Kelurahan Paduraksa
Melihat kondisi alam dan sosial yang telah diuraikan serta melihat
Kelurahan Paduraksa yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani, maka kesenian yang tumbuh dan berkembang di Kelurahan
Paduraksa adalah kesenian yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
pedesaan. Selera masyarakat Kelurahan Paduraksa terhadap kesenian sangat
bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari penduduk yang sedang mempunyai hajat atau
acara biasanya menanggap grup kesenian seperti kesenian sintren.
Asal mula kesenian Sintren yang muncul di Kabupaten Pemalang, dari
sejarah yang dapat dipakai sebagai sumber untuk mengetahui secara pasti
mengenai latar belakang kesenian sintren belum kuat, sebab pada umumnya
kehidupan kesenian tradisional seperti sintren dilaksanakan secara turun temurun.
Tidak ada data-data secara tertulis, oleh sebagian masyarakat diakui bahwa
kesenian sintren lahir ada kaitanya dengan cerita rakyat (legenda) Joko Bahu atau
sering disebut Bahurekso.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Legenda Bahurekso terkenal untuk daerah pantura yaitu eks. karesidenan
Pekalongan khususnya di daerah Pemalang. Konon cerita sintren mengisahkan
cerita kasih sayang antara Sulasih-Sulandono. Cerita tentang Sulasih-Sulandono
dikaitkan -
pembuka yang sebenarnya adalah tembang yang memiliki kekuatan di dalamnya
untuk memanggil roh bidadari. Raden Sulandono adalah putra dari Bahurekso
dengan Dewi Rantamsari, tetapi hubungan mereka tidak disetujui oleh Bahurekso
(Hadisastro.1998:3-8).
Kesenian sintren diadakan pada malam hari dengan tujuan untuk
menghibur masyarakat pedesaan karena belum banyak mengenal pertunjukan
seni. Pergelaran pertunjukkan sintren terjadi turun-menurun sampai sekarang
bertujuan sebagai sarana hiburan, pembuang rasa sial bagi anak gadis yang sudah
akil baliq namun belum mendapatkan jodoh, untuk memanggil hujan, bersih desa,
ucapan rasa syukur setelah panen dan sebagai pengobat orang-orang yang sakit.
Pertunjukkan sintren merupakan suatu kepercayan animisme sehingga tidak
semua masyarakat setuju terhadap keberadaan Kesenian sintren yang dianggap
sebagai kesenian yang tidak lepas dari unsur-unsur magis atau mistis.
4.2. Pengertian Kesenian Sintren
Sintren adalah seni pertunjukan rakyat Jawa-Sunda; seni tari yang bersifat
mistis, memiliki ritus magis tradisional tertentu yang mencengangkan. Sintren
adalah sebutan kepada pemeran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya
sebutan itu menjadi satu nama jenis kesenian yang disebut Sintren. Kata sintren
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sendiri berasal kata sesantrian artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat atau
ubrug dengan menggunakan magis /ilmu ghaib (Herusatoto. 2008:207).
Secara umum kesenian sintren merupakan perpaduan seni gerak (tari), seni
suara (tembang), musik (gending), dan lawak (bador). Sajian tari dilaksanakan
oleh sintren mengikuti jenis tembang yang tengah dilantunkan diiringi musik
tradisional Jawa laras slendro. Gamelan pengiring tidak selengkap gamelan
pengiring pentas wayang kulit atau campur sari. Pada pentas kesenian sintren,
gamelan pengiring hanya terdiri dari satu set gambang, saron, kempul, gendang
dan gong. Irama gendingnya masih sederhana, berdurasi singkat dan tempo cepat.
Para panjak juga demikian, bermodalkan nada suara tinggi, tak memerlukan
warna suara bagus. Hingga saat ini mereka belum mengenal teknik olah vokal
atau suara yang baik dan benar. Harmonisasi suara satu, suara dua dan seterusnya
juga belum dipikirkan, sehingga penampilan kesenian sintren terkesan statis dan
monoton (Hadisastro. 1998:10-11).
4.3. Asal Usul Sintren
Kesenian sintren yang berkembang di wilayah pantai Utara Jawa Tegah
meliputi daerah eks. Karesidean Pekalongan ditengarai berasal dari Kabupaten
Batang. Diceritakan bahwa salah satu pedukuhan di wilayah Kelurahan Sambong,
Kecamatan Batang, Kabupaten Batang yang terletak di tepi Timur aliran anak
Kali Sambong yaitu Dukuh Brendung. Di tempat inilah terdapat sebuah situs kuno
yang oleh penduduk setempat dinamakan Daratan Putri , sekitar setengah
kilometer jaraknya dari situs Kedung Sigowok. Batang (Hadisastro. 1998:4-5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Pada bulan tertentu dalam satu tahun, biasanya saat menjelang bulan
purnama sampai berakhirnya masa purnama, penduduk dukuh Brendung
menyelenggarakan pentas seni boneka tradisional (sejenis nini thowok) yang oleh
warga setempat dinamakan seni brendung (diambil dari nama tempat dukuh
dimainkannya pertunjukan tersebut). Secara turun temurun pertunjukan brendung
berlangsung melalui tata cara baku. Dimulai dari pengambilan calon brendung
(siwur atau gayung terbuat dari batok kelapa) beberapa hari sebelum pertunjukan
dimulai. Pengambilan siwur dilakukan secara rahasia di salah satu rumah
penduduk tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Tahap berikutnya siwur
diletakkan di suatu tempat yang mempunyai getaran mistis (misalnya Daratan
Putri) sampai waktu tertentu. Setelah diambil dari tempat tersebut, siwur
kemudian dirias dengan beberapa jenis bunga menyerupai wajah seorang putri
bangsawan. Seorang pawang (dukun) membacakan mantra-mantra sesaat sebelum
pertunjukan dimulai. Pertunjukan brendung ini bernuansa magis, ditandai dengan
adanya penonton yang trance (kesurupan) pada saat menonton pertunjukan ini.
Kesenian brendung menjadi salah satu kesenian masyarakat awam yang
cukup disukai pada masa itu, dan penyelenggaraan pentasnya tetap mengikuti
pola-pola baku sampai sekitar tahun 1929 ketika seorang panjak (anggota
kelompok penyelenggara seni brendung yang terdiri dari beberapa wanita)
mengalami trance dan mengigau agar untuk hari-hari berikutnya pertunjukan
brendung tidak lagi menggunakan siwur tetapi diganti dengan seorang gadis suci
(perawan). Ada suasana gaduh pada saat itu, namun justru sebagian besar
penonton lebih menyukai tampilan seorang gadis sebagai media tontonan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
pasti lebih atraktif dan demonstratif gerakannya dibanding sekedar permainan
sebuah boneka dari siwur (Hadisatro. 1998:6-7).
Tidak diketahui secara pasti bagaimana awalnya sehingga pertunjukan
tersebut di kemudian hari dinamakan sintren. Sebagian ada yang berpendapat
bahwa sintren berasal dari kata putri , sesuai dengan pemeran seni sintren yang
harus dilakukan oleh seorang gadis suci. Namun sebagian yang lain mengatakan
bahwa istilah sintren berasal dari bahasa Inggris trance (kesurupan), jadi sintren
(si-trance) berarti si orang yang sedang kesurupan . Bermula dari peristiwa
tersebut, kesenian sintren secara perlahan mulai digemari sebagai media hiburan
yang sederhana dan meriah. Kelompok kesenian sintren yang semula hanya ada di
dukuh Brendung, Desa Sambong Batang secara bertahap berkembang ke desa-
desa tetangganya bahkan sampai di sepanjang daerah pantai Utara Jawa dari
wilayah Kabupaten Batang Jawa Tengah sampai ke Indramayu di wilayah Jawa
Barat, tanpa kecuali juga berkembang pesat di Kabupaten Pemalang. Sarana
pendukung pementasan yang berkesan seadanya, seperti alat-alat musik
tradisional Jawa (gamelan, terdiri dari kenong, gambang, kendang dan gong) dan
kelompok penyanyi pengiring serta tahapan-tahapan pentasnya yang sederhana
menyebabkan kesenian sintren mudah diterima oleh kalangan yang beragam.
Penonton tua, muda dan anak-anak berbaur di luar arena pentas sintren yang
menari (Hadisastro. 1998:6-8; Herusatoto. 2008:210).
4.4. Bentuk Pertunjukan Kesenian Sintren
Tata cara pertunjukan kesenian sintren bersifat baku semacam upacara
ritual yang dilakukan oleh seorang pawang anggota kelompok kesenian sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tahap berikutnya seorang panjak membuka kurungan untuk memastikan kepada
penonton bahwa di dalam kurungan tersebut tidak terdapat sesuatu apapun.
Selanjutnya, mengawali pertunjukan sintren para sinden melantunkan tembang
Kukus Gunung dimaksudkan untuk mengumpulkan para penonton. Diikuti ritual
membakar kemenyan oleh kemlandang (orang yang membantu pawang dalam
memenuhi kebutuhan sintren) yang diasapkan ke kurungan dan calon penari
sintren, diringi nyanyian tembang Sulasih-Sulandono oleh sinden, dengan
maksud untuk mendatangkan roh bidadari agar merasuk ke dalam tubuh sintren.
Tembang ini dilantunkan secara bersama-sama dengan diiringi gamelan Jawa
laras slendro. Pawang memulai ritual dengan membaca doa-doa Aji Jaya Mantra
ditelinga calon penari sintren (observasi lapangan tanggal 19-20 Mei 2012, dan 01
15 Nopember 2012 dan wawancara dengan bapak Kiswoyo alias Cumul,
pawang Paguyuban Kesenian sintren Slamet Rahayu Kelurahan Paduraksa).
Sementara itu, calon penari sintren duduk di sebelah kurungan kemudian
kedua tangan diikat dengan kain yang sudah dililit kecil. Wawancawa dengan
bapak Kiswoyo (pawang sintren) pada tanggal 01 Nopember 2012, menjelaskan
bahwa:
sintren dibanda rumiyin, lajeng nembe dilebetke ku
(sebelum pentas, tangan Sintren diikat terlebih dahulu, baru kemudian dimasukan ke dalam kurungan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Gambar IV.1 Penari Sintren sedang diikat oleh pawang Bapak Kiswoyo (dokumentasi Darmoko, 2012)
Berdasarkan perkiraan pawang bahwa roh mulai merasuki tubuh sintren,
maka oleh pawang dibantu kemlandang, sintren dimasukan ke dalam kurungan
untuk berhias dan berganti pakaian dengan busana yang sudah disiapkan oleh
kemlandang. Satu persatu perlengkapan mulai dimasukkan ke dalam kurungan,
mulai dari busana, peralatan rias dan kembang kamboja diiringi tembang trapna
sandang. Di sinilah keunikan pertunjukan sintren yaitu berganti pakaian dan
berhias sendiri di dalam kurungan yang sempit dan gelap dalam waktu yang relatif
singkat dengan keadaan tangan terikat. Setelah selesai berhias dan berganti
pakaian, sintren memberi tanda dengan menggoyangkan kurungan pada
kemlandang kurungan segera dibuka. Sesaat setelah kurungan dibuka pertama
kali, nyanyian diganti tembang kembang mbako, kemudian sintren melakukan
tarian masih dalam keadaan tangan terikat, agar disaksikan penonton. Gerakan
tari yang diperlihatkan hanya kaki berjingkat kanan kiri serta pinggul yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
digoyangkan mengikuti hentakan kendang. Saat penari sintren merasa letih, sang
sintren duduk bersimpuh kemudian dimasukkan ke dalam kurungan kembali.
Gambar IV.2 Penari Sintren menari dalam keadaan tangan masih terikat
(dokumentasi Darmoko, 2012)
Selang beberapa saat kemlandang dan pawang membuka kurungan
kembali ketika lagu yang dinyanyikan berganti tembang ditandai
dengan lepasnya banda (ikatan) penari sintren. Tali yang digunakan untuk
mengikat tadi kemudian digunakan untuk menari. Lamanya sintren menari tidak
menentu sekitar 7-10 menit dengan gerakkan yang hanya berjingkat kaki kanan
kiri, goyang pinggul serta memainkan tali selendang tersebut menggunakan
tangan. Saat penari sintren kembali merasa letih, sang sintren duduk bersimpuh
kemudian dimasukkan kembali ke dalam kurungan dan kemlandang menaburkan
asap kemenyan seraya memutari kurungan. Kurungan dibuka kembali ditandai
dilantunkannya tembang kembang lanjar pare sebagai penghormatan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tuhan Yang Maha Esa, roh nenek moyang dan para penonton. Gerakan yang
dilakukan oleh penari sintren sebagai gerakan pembuka adalah tari sembahan
duduk dilanjutkan dengan sembahan berdiri ke empat penjuru yaitu arah depan,
belakang, kanan dan kiri. Jika sintren merasa telah cukup melakukan gerakan
tersebut, penari sintren dimasukkan kembali ke dalam kurungan.
Pada malam pertunjukan terakhir, sebelum memasuki kepertunjukan inti
secara otomatis sintren menuju ketempat dimana sesaji telah tertata rapi. Tradisi
ini dikenal dengan istilah tradisi luwaran
pertunjukan sintren. Didampingi kemlandang, sintren berjalan menari menuju
sesaji. Di depan sesaji sang sintren menari dengan gerakan yang monoton hanya
mengukel tangan secara bergantian kanan dan kiri serta gerakan kaki yang
berjingkat dan sesekali gerakan tangan menyembah. Setelah dirasa cukup dengan
menari di depan sesaji, maka sintren kembali ke dalam kurungan dan
membisikkan kepada kemlandang bahwa sesaji sudah lengkap. Apabila sesaji
masih ada yang kurang, kemlandang akan meminta bantuan kepada rombongan
sintren lainnya untuk memenuhi kekurangan sesaji tersebut sebelum pementasan
selesai. Jika tidak juga dipenuhi maka dipercaya penari sintren akan mengalami
hal ganjil seperti sering pingsan di setiap harinya sampai permintaannya
terpenuhi. Inti dari upacara ini adalah melepaskan atribut sintren pada diri
pemeran sintren kembali menjadi seorang gadis biasa (Hadisastro, 1998:15-16).
Gerakan inti dari pertunjukan sintren adalah beberapa atraksi yang dilakukan
oleh penari sintren, seperti atraksi permainan kipas dan menaiki kurungan. Setelah
atraksi selesai kembali sintren dimasukkan ke dalam kurungan, kemudian dibuka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kembali dilanjutkan dengan temohan, yaitu bagian dalam pentas kesenian sintren
di mana sintren (dibimbing oleh seorang pawang) keluar meninggalkan arena
menuju kerumunan penonton untuk meminta sekedar derma (sumbangan).
Penonton dermawan diharapkan menjatuhkan sekeping (selembar) uang di atas
mangkuk atau cething plastik beralaskan sapu tangan yang dibawa sintren sebagai
imbalan atas pertunjukan sintren yang mereka saksikan saat itu. Saat temohan
tembang yang dinyanyikan oleh sinden dan panjak adalah tembang kembang
manggar, babak ini merupakan babak pengumpulan dana dari penonton sebagai
imbalan atas pertunjukan yang mereka nikmati. Tak ada keharusan bagi penonton
untuk memberikan uang dalam jumlah tertentu kepada sintren, juga tidak ada
keharusan bagi mereka untu memberikan derma, mereka yang tidak mau
menyumbang boleh menghindar dari sintren (Hadisastro. 1998: 12-14). Setelah
temohan selesai kembali sintren dimasukkan ke dalam kurungan dan ditaburi asap
kemenyan.
Gambar IV.3 Penari sintren melakukan temohan (dokumentasi Darmoko, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Babak pertunjukan berikutnya adalah babak yang disebut balangan, yaitu
babak dalam pertunjukan sintren yang memberikan kesempatan kepada penonton
untuk berpartisipasi aktif dengan cara melemparkan sesuatu (baju, jaket, sarung,
topi atau sapu tangan) ke tengah arena pertunjukan ditujukan kepada sintren agar
benda tersebut menyentuh badan sintren. Adegan mbalang diiringi dengan
tembang kembang gedhang. Di beberapa tempat pertunjukan sintren yang
dipentaskan oleh Paguyuban Kesenian sintren Slamet Rahayu yaitu di Desa
Jebed, Banjaran, Taman, dan Desa Kabunan, Kecamatan Taman oleh para
pembalang kebanyakan mengharapkan berkah dari Allah SWT lewat wewangian
yang disemprotkan pada barang yang digunakan untuk membalang. Permintaan
tersebut bisa berupa permintaan jodoh, agar hasil panen melimpah, dan ada juga
yang berharap agar dagangannya bisa laris. Barang yang sudah dibalang kepada
penari sintren kemudian dikumpulkan menjadi satu dan diberi minyak wangi. Dua
atau tiga orang panjak akan mengantar sintren ke arah penonton yang mbalang
barang-barang tadi dan mempersilahkan untuk meminta lagu yang diinginkannya,
sinden dan panjak akan menyanyikannya, serta sintren akan menari di depan
pembalang tadi. Dalam hal permintaan lagu, banyak dari penonton yang meminta
lagu berirama dangdut, dalam hal ini sinden dan panjak harus meluluskannya,
kecuali bila lagu tersebut tidak dimengerti, maka penonton diminta untuk
mengajukan kembali lagu permintaannya yang dimengerti oleh sinden dan panjak.
Ibu Sundriyah, sinden paguyuban sintren Slamet Rahayu Kelurahan Paduraksa,
mengatakan bahwa akan malu bila tidak mampu memenuhi lagu permintaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
penonton, oleh karena itu di waktu luang sinden dan panjak selalu berlatih
menyanyikan lagu-lagu terkini terutama lagu dangdut dan campur sari.
Setelah dirasa cukup, sintren mengembalikan balangan kepada
pemiliknya dengan harapan pemilik barang menebus barangnya dengan sejumlah
uang sebagai imbalan atas beberapa lagu yang dimintanya. Selesai dari satu
pembalang, sintren diantar pawang berpindah ke pembalang lainnya dan
melakukan hal yang sama seperti pada pembalang pertama hingga pembalang
terakhir. Semakin lincah seorang sintren dan semakin terampil panjak
memanjakan para penonton dengan lagu-lagu kontemporer (dangdut dan
campursari), maka akan semakin banyak pembalang yang memanfaatkan babak
ini untuk berpartisipasi. Tetapi sebaliknya, jika sintren dan panjak kurang
menguasai lagu-lagu dangdut dan campursari sebagaimana permintaan penonton,
maka minat penontonpun berkurang dan arena pertunjukan akan ditinggalkan.
Para pembalang yang berkiprah dalam pertunjukan sintren ini tidak mengenal
usia, mulai dari anak-anak sampai orang tua.
Gambar IV.4 Penari Sintren menari di depan pembalang anak-anak dan seorang pemuda (dokumentasi Darmoko, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Saat penonton sintren masih ramai, kurungan kembali dibuka dan saatnya
pertunjukan inti yang ditandai permainan atraksi menari menggunakan kipas dan
menari di atas kurungan. Sebagai satu rangkaian dari pertunjukan sintren
diakhiri dengan tembang kemudian penari sintren dimasukan
kembali ke dalam kurungan dan berganti busana.
Hasil percakapan dengan Bapak Kiswoyo (52 tahun) seorang pawang sintren
dan Ibu Tunut (55 tahun) seorang kemlandang bahwa penari sintren memang
menari di luar sadar. Penari sintren tidak bisa berbicara dan melihat secara
langsung namun bisa mendengarkan irama gamelan sebagai patokan gerak dan
melihat dengan mata batin.
4.5. Struktur Pertunjukan Sintren
Kesenian sintren yang dipentaskan tidak lepas dari struktur pembentuk
pertunjukan yang sangat besar pengaruhnya dalam sebuah pertunjukan sintren.
Struktur dalam suatu sajian pertunjukan dapat diwujudkan dalam bentuk : 1)
Pemain, 2) Perlengkapan Pertunjukan, 3) Gerak, 4) Iringan dan Tembang, 5) Tata
Rias Wajah, Tata Rias Rambut dan Tata Busana serta 6) Penonton.
4.5.1. Pemain
Semua jenis seni pertunjukan memerlukan penyaji sebagai pemain, artinya
seniman yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam menyajikan kesenian
sintren melibatkan pelaku laki-laki dan perempuan dan tidak terpaku pada usia.
Pemain pada pertunjukan Sintren terdiri dari:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
4.5.1.1. Penari sintren
Penari sintren adalah seorang gadis yang telah dirasuki roh bidadari dan
berperan sebagai pelaku utama dalam pertunjukan sintren. Penari sintren
Paguyuban sintren Slamet Rahayu berusia 13 tahun bernama Puput seorang
pelajar di sebuah SMP Negeri di Kecamatan Pemalang.
Peneliti memfokuskan makna simbolik pemain pada penari sintren sebagai
data untuk melakukan sebuah dekonstruksi. Kepercayaan di kalangan masyarakat
Kelurahan Paduraksa untuk menjadi seorang penari memiliki syarat- syarat
tertentu. Syarat penari sintren yang dipilih yaitu masih suci (perawan), seorang
yang yatim atau piatu atau yatim piatu. Roh dari orang tua penari sintren yang
telah meninggal dipercaya akan membantu agar pertunjukan sintren berjalan
dengan lancar.
Gambar IV.5 Penari Sintren Puput (dokumentasi Darmoko, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
4.5.1.2. Pawang
Pawang adalah orang yang bertugas memanggil roh bidadari dan
menyadarkan sintren setelah pertunjukan selesai. Pawang sintren bernama mbah
Radin Anom 55 tahun dan bapak Kiswoyo 52 tahun. Pada Paguyuban Sintren
Slamet Rahayu, pawang yang sering terlibat dalam setiap pertunjukan sintren
adalah bapak Kiswoyo.
4.5.1.3. Kemlandang
Kemlandang yaitu orang yang bertugas membantu pawang dalam
memenuhi kebutuhan sintren, seperti membuka dan menutup kurungan,
mengasapi sintren dengan asap pembakaran kemenyan, mengantar sintren pada
saat temohan dan balangan serta menyiapkan pakaian yang akan dipakai oleh
sintren. Kemlandang Paguyuban Sintren Slamet Rahayu bernama Ibu Tunut
berusia 55 tahun.
4.5.1.4. Pengrawit
Pengrawit adalah penabuh gamelan pada saat pementasan kesenian sintren.
Pengrawit terdiri dari pria dengan jumlah 6 orang, yaitu bapak Darso penabuh
gong, 2 orang penabuh saron bapak Slamet dan bapak Taryo, sebagai penabuh
gambang bapak Basuki, bapak Casmono penabuh kendhang dan bapak Kirman
sebagai penabuh kecrek. Usia pengrawit yaitu antara 50-55 tahun.
4.5.1.5. Sinden
Sinden merupakan kelompok vokal yang bertugas menyajikan lagu-lagu
dalam pementasan sintren, semuanya terdiri para wanita yang berjumlah 5 orang,
diketuai oleh ibu Sundriyah. Usia sinden yaitu antara 50-55 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
4.5.2. Perlengkapan Pertunjukan
Perlengkapan pertunjukan yang harus disediakan pada pertunjukan sintren
adalah:
4.5.2.1. Kurungan Ayam
Kurungan ayam berukuran tinggi kurang lebih 75 cm dan lebar kurang
lebih 50 cm menjadi bagian dari perlengkapan pertunjukan.
Gambar IV.6 Kurungan (dokumentasi Darmoko, 2012)
4.5.2.2. Kemenyan
Membakar kemenyan pada saat pertunjukan digunakan sebagai syarat
untuk memanggil bidadari. Kemenyan dapat digunakan untuk memanggal roh-roh
dengan cara dibakar, untuk campuran rokok lintingan, maupun pewangi ruangan.
Pada pertunjukan sintren bau dari asap pembakaran kemenyan merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
penanda dimulainya pertunjukan sintren dan sebagai simbol untuk mengundang
Dewi Rantamsari agar hadir masuk ke dalam raga penari sintren.
Gambar IV.7 Kemenyan (dokumentasi Darmoko, 2012)
4.5.2.3. Sesaji atau Sajen
Sesaji hanya dibuat saat malam pertama pertunjukan sintren dilaksanakan
dan pada pertunjukan malam ke 40 atau malam pertunjukan penutup, hal tersebut
apabila pertunjukan sintren hanya dilakukan di Kelurahan Paduraksa, tetapi
apabila pertunjukan dilakukan di luar Kelurahann Paduraksa tidak demikian.
Sebagaimana penuturan bapak Kiswoyo seorang pawang sintren bahwa:
, antawis pertunjukan sintren ingkang dipun pentasaken wonten mriki (Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa) ritualipun lengkap, dene menawi pentas keliling saking setunggal
da pak antara pertunjukann sitren yang dipentaskan di sini (Dusun Sirau, Kelurahan Paduraksa) ritualnya lengkap, sedangkan apabila pentas keliling dari satu desa ke desa lain tidak
Pertunjukan malam 40 yaitu pertunjukan sintren yang digelar dalam kurun
waktu 40 hari dan pertunjukan dilakukan sebanyak 3 sampai 4 kali pertunjukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
28
27
26
25
dalam 1 minggu. Pada malam pertama sesaji yang dibutuhkan hanya kembang
telon (berisi bunga melati, bunga mawar, dan bunga cempaka) guna memandikan
calon penari sintren. Sesaji lengkap dibuat pada malam pertunjukan hari ke-40,
sebagai penutup pertunjukan. Karena banyak sesaji yang dibuat maka pembuatan
sesaji dimulai pada pagi hari sebelum malam pertunjukan sintren. Sesaji dibuat
oleh para ibu-ibu rombongan Paguyuban sintren Slamet Rahayu. Selesai
pertunjukan malam ke-40, biasanya dilakukan sebuah ritual yang disebut luwaran
yaitu sebuah ritual penanda bebasnya sang penari sintren dari pengaruh roh yang
merasukinya menjadi seorang gadis biasa. Menurut Bapak Kiswoyo, pawang
sintren Paguyuban Sintren Slamet Rahayu DusunSirau Kelurahan Paduraksa,
tradisi luwaran dilakukan dengan ritual seorang penari sintren dibawa ke sebuah
tempat yang disebut tempuran, yaitu sebuah tempat bertemunya tiga aliran sungai.
Sesaji yang dipersembahkan untuk malam penutupan pertunjukan yaitu:
24 23 22 21 20 19 18 17
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar IV.8 Sesaji pada malam ke 40 pertunjukan Sintren
(Sumber: pengembangan dari Pinilih, 2012)
16
15
14
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Keterangan Gambar IV.8:
1. Tumpeng alus yang berisi satu tumpeng besar dan tujuh tumpeng kecil.
2. Satu ekor ayam atau ingkung panggang.
3. Peralatan rias seperti kaca, bedak, alis, lopstik, sisir, minyak wangi air mata
duyung.
4. Satu gelas rujak baya mangap ( kolak tape).
5. Lauk pauk berjumlah tujuh buah yang sudah dipincuk menggunakan daun
pisang yang berisi mie goreng, telur, tahu, tempe, ikan asin.
6. Tujuh buah nasi ponggol atau nasi golongan.
7. Satu mangkuk kolek pisang raja.
8. Cengkarok gimbal ( ketan).
9. Satu tusuk sate kambing mentah.
10. Cengkarok temen.
11. Tujuh macam pisang ( pisang raja temen, pisang raja nangka, pisang susu,
pisang kreas, pisang emas, pisang ampyang, pisang longok).
12. Satu buah empleng ketan yaitu ketan yang dibungkus dengan daun pisang
kemudian dibakar.
13. Satu takir ketan srundeng
14. Dua buah ketela pohon bakar
15. Satu takir orik-orik ketan.
16. Tiga buah serabi.
17. Lima takir bubur blohok (bubur sum-sum).
18. Tujuh takir bubur inger-inger (bubur merah putih).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
19. Macam-macam air yaitu satu gelas air kopi, satu gelas air jembawuk (wedang
santan dan gula merah), satu gelas wedang teh pahit, satu gelas wedang putih
20. Satu gelas rujak rengganis yang terbuat dari bekarul dan gula jawa.
21. Tujuh macam Jajanan pasar.
22. Tujuh macam buah seperti nanas, jeruk, jambu, salak, mangga, manggis,
kelengkeng.
23. Padi
24. Satu buah (dawegan) kelapa ijo.
25. Lepet ketan.
26. Ketupat
27. Juada pasar (pisang tujuh macam, rokok siong, konang ampo, suruh).
28. Kembang telon (bunga cempaka, bunga kenanga, bunga mawar).
4.5.2.4. Tali
Tali yang digunakan untuk mengikat kedua tangan penari sintren adalah
kain selendang berukuran kecil dengan panjang kira-kita ½ meter. Kain tersebut
dililit sampai kecil sehingga mudah digunakan untuk mengikat kedua tangan
penari sintren.
4.5.2.5.
Selain sesaji yang telah diuraikan, hal yang terpenting dalam menjadikan
penari sintren bisa menari karena kesurupan adalah mantra atau doa yang
diucapkan oleh pewang sintren. Menurut bapak Kiswoyo, untuk menjadi seorang
pawang sintren harus nglakoni lelaku siam (artinya menjankan ritual puasa) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
biasanya diwariskan secara turun menurun. Salah satu mantra yang dibacakan
adalah mantra yang ditujukan kepada Dewi Rantamsari agar hadir dan
mengindangi (merasuki) raga penari sintren tersebut agar bisa menari, terlihat
cantik dan luwes saat menari. Mantra menggunakan bahasa Jawa yang dinamakan
Aji Jaya Mantra berbunyi:
kawah adi ari-ari rohe si jabang bayi sisihaken sawentara saka raganing arep nggo dolanan dilindungi ratu Ayu Gadung lung ajungan Dewi Ayu Rantamsari saksine indang dayang bahu rekso
adik ari-ari rohnya si jabang bayi disingkirkan sementara dari raga untuk permainan dilindungi ratu Ayu Gadung lung tempat Dewi Ayu Rantamsari yang menjadi saksi dayang penghuni tanah sini).
4.5.3. Gerak
Gerak tari yang dilakukan oleh penari pada saat pertunjukan kesenian
sintren antara lain sembahan duduk, sembahan berdiri, gerak kaki berjingkat-
jingkat, pinggul bergoyang, tangan ukel seblak sampur, kepala melenggak-
lenggok, kaki jengkeng tangan di ukel. Pertunjukan sintren terdiri dari 3 tahapan
gerak yaitu gerak awal, gerak inti dan gerak penutup. Gerakan awal meliputi
gerak penari sintren saat sembahan duduk dan sembahan berdiri, gerakan inti
meliputi atraksi-atraksi seperti permainan tali yang digunakan untuk menari,
permainan kipas serta memanjat kurungan sesuai dengan tembang yang
dinyanyikan oleh sinden. Saat gerakan penutup penari sintren hanya duduk
dengan posisi tangan menyembah dan gerakan kepala memutar kemudian ditutup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
dengan kurungan. Gerakan tari yang dilakukan oleh penari sintren merupakan
gerak maknawi karena masing-masing gerak memiliki arti atau simbol.
Tidak ada pola gerakan yang digarap pada saat sebelum pertunjukan
dimulai. Jadi gerakan yang dilakukan hanya diulang-ulang (monoton), tidak ada
patokan yang membatasi dalam bergerak. Lincah dan tidaknya gerakan tari yang
dilakukan penari sintren tergantung dari roh yang merasukinya. Contoh uraian
deskripsi gerak tarian sintren.
4.5.3.1. Gerakan Sembahan Duduk
Penari melakukuan gerakan sembahan tangan sambil merunduk meliukkan
kepala pada awal pertunjukan dengan posisi ndodok atau duduk ke empat penjuru
kedepan, kebelakang, kesamping kanan dan kesamping kiri. Gerakan ini
merupakan gerak tari awal yaitu sembahan duduk dengan posisi kaki duduk
simpuh, kedua tangan menyembah di depan dada dan kepala meliuk-liuk.
Dilakukan menghadap empat penjuru kedepan, kebelakang, kekanan dan kekiri.
Gambar IV.9 Gerak tari sembahan duduk (dokumentasi Darmoko, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
4.5.3.2. Gerakan Sembahan Berdiri
Gerakan tari yang dilakukan penari sintren sama seperti sembahan duduk
hanya saja sembahan dilakukan dengan posisi badan berdiri. Gerak tari sembahan
berdiri yaitu sembahan berdiri dengan posisi kaki berjingkat kanan dan kiri, kedua
tangan menyembah di depan dada dan kepala meliuk-liuk kemudian seblak
sampur. Dilakukan menghadap empat penjuru kedepan, kebelakang, kekanan dan
kekiri.
Gambar IV.10 Gerak Sembahan Berdiri (sumber: Darmoko, 2012)
4.5.3.3. Gerakan Tangan diukel dan kaki berjinjit
Kedua tangan diletaktan di depan pusar sambil di ukel ke dalam dengan
pola lengan membentuk siku-siku serta kedua kaki bergantian melakukan gerakan
menapak dan jinjit, sambil berjalan ke samping kanan kiri, ke depan belakang atau
ditempat mengikuti alunan iringan tembang-tembang sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Gambar IV.11 Gerak tangan diukel kaki jinjit (dokumentasi Darmoko, 2012)
4.5.3.4. Gerakan Goyang Pinggul
Kedua tangan diletakkan ke samping kanan kiri diatas pinggul ( malang
kerik ), sambil bergoyang pinggul ke kanan dan ke kiri sampai kebawah kemudian
kembali lagi keatas.
Gambar IV.12 Gerak Goyang Pinggul (dokumentasi Darmoko, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
4.5.3.5. Gerak tangan diukel kaki jongkok
Penari sintren melakukan gerakan kaki jengkeng (jongkok) dengan posisi
kaki kiri ditekuk dan kedua tangan di ukel disamping telinga secara bergantian
kanan dan kiri, kemudian tangan mengikuti alunan musik.
Gambar IV.13 Gerak tangan diukel kaki jongkok (sumber: Darmoko, 2012)
4.5.3.6. Gerak Permainan Kipas
Merupakan atraksi yang dimainkan oleh penari Sintren yaitu permainan
kipas. Saat atraksi permainan kipas, dengan kaki ndodok atau duduk simpuh
kedua tangan penari sintren memegang kipas yang dikibas-kibaskan dengan posisi
kaki duduk simpuh serta gerakan badan yang sesekali condong kedepan kemudian
kebelakang dan gerakan menggeleng kepala.
4.5.3.7. Gerak Atraksi Menaiki Kurungan
Gerakan atraksi menaiki kurungan merupakan atraksi yang selalu ada pada
setiap pertunjukan sintren Slamet Rahayu. Penari sintren menaiki kurungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
dengan bantuan kemlandang. Sintren menari dengan gerakan tangan diukel
disamping telinga secara bergantian kanan dan kiri serta gerak kaki berjingkat dan
sesekali gerakan seblak sampur.
Gambar IV.14 Penari sintren menari di atas kurungan (sumber: Darmoko,2012)
Tabel IV.4 Gerakan Tari dalam Pertunjukan Sintren
No Nama tarian 1 Gerakan tari sembahan duduk 2 Gerakan tari sembahan berdiri 3 Gerakan tangan diukel dan kaki berjinjit
4 Gerakan goyang pinggul 5 Gerakan tangan diukel kaki jongkok 6 Gerakan permaian kipas 7 Gerakan tari di atas kurungan
Sumber: Darmoko, 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
4.5.4. Iringan dan Tembang
4.5.4.1. Iringan
Pementasan kesenian sintren diiringi dengan beberapa instrumen gamelan
Jawa berlaras slendro dan gamelan yang digunakan terbuat dari besi. Adapun
jenis instrumen yang dipakai dalam pertunjukan sintren paguyuban sintren Slamet
Rahayu antara lain: kendhang, gong, saron, gambang ,dan kecrek. Untuk jenis
iringan yang digunakan dalam pertunjukan kesenian sintren Paguyuban Slamet
Rahayu, titi larasnya hampir sama, akan tetapi syair-syair lagu sangat bermacam-
macam yang disesuaikan dengan situasi dan kehendak penari sintren. Dalam
membawakan tariannya penari sintren bergerak dengan monoton tetapi masih
seirama dengan alunan gendhing Jawa laras slendro, serta irama kendhang sangat
berpengaruh sebagai penuntun gerak yang dilakukan oleh penari sintren.
4.5.4.2. Tembang
Pada pertunjukan kesenian sintren tidak lepas dari jenis-jenis tembang,
karena tembang dalam kesenian sintren merupakan tembang iringan yang
mempunyai daya tarik sebagai mantra. Disetiap syair tembang sintren terdapat
doa-doa atau mantra-mantra sehingga peran sinden sangat penting dalam sebuah
pertunjukan kesenian sintren. Tembang-tembang yang wajib dinyanyikan adalah:
4.5.4.2.1. Tembang kukus Gunung
Tembang Kukus Gunung
Laras Slendro
/ . . 6 1 2 / 1 6 1 2 / . 2 3 5 2 / 3 5 1 6 /
Ku kus gu nung mendung mendung te-rang sa-ra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
/ . 3 3 5 6 / 1 2 1 6 / . 6 2 2 1 / 6 5 3 2 /
kebul kebul kukus menyan ngenteni sing nonton kumpul
4.5.4.2.2. Tembang Sulasih Sulandono
Tembang Sulasih Sulandono dinyanyikan untuk mendatangkan roh bidadari
agar masuk ke dalam tubuh penari sintren (ngrasuki). Pada saat lagu Sulasih-
Sulandono dinyanyikan penari sintren masih di luar kurungan (proses masuknya
penari sintren ke dalam kurungan). Adapun tembang tersebut adalah sebagai
berikut:
Tembang Sulasih Sulandono
Laras Slendro
/ . . . . / . 5 6 1 / . . . . / 6 6 5 6 /
Su-la-sih Su-lan-do-no
/ . . . . / 6 1 2 3 / . . . 1 / 2 1 6 5 /
Menyan putih nggo ngundang dewa
/ . . . . / 5 5 5 5 / . 6 5 . / 3 3 5 6 /
Ana dewa ngembari sukma
/ . . . . / 3 3 3 3 / . 1 2 3 / . 2 . 1 /
Widadari te mu ru na
4.5.4.2.3. Tembang Yu Sintren
Tembang Yu Sintren dinyanyikan saat penari sintren akan dimasukkan ke
dalam kurungan. Tembang yu sintren merupakan tembang permohonan agar Dewi
Rantamsari yang dianggap sebagai widadari sintren ngindangi (merasuki) tubuh
penari sintren. Syair tembang tersebut adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Tembang Yu Sintren
Laras Slendro
/ . 2 3 5 / . 2 3 5 / 1 6 5 2 / 3 6 5 3 /
Yu sintren yu sintren ne mu kembang ning ayunan
/ . . 2 5 / . 3 5 1 / 1 1 1 6 / 1 2 3 1 /
Jan tu ru na wi da da ri pa tang pu luh
/ 1 1 1 6 / 1 2 3 1 /
Keranjingan sintren dadi
4.5.4.2.4. Tembang Trapna Sandang
Trapna sandang sebagai tembang saat adegan penari sintren di dalam
kurungan yang sedang berhias. Satu persatu busana sinten dimasukkan ke dalam
kurungan dan juga alat-alat make-up. Adapun tembang tersebut berbunyi:
Tembang Trapna Sandang
Laras Slendro
/ . . 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 / . 1 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 /
Dunung a la du nung Dunung a la du nung
/ . . 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 / . 1 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 /
Dunung a la du nung Dunung a la du nung
/ . 2 2 . 3 5 / 5 3 2 . 5 5 / . 6 1 . 1 2 / 5 6 1 6 1 /
Lengkung ane si bau ki wa pa nge ra ne mbak ayu sintren
/ . . . 5 / 5 5 3 3 2 / . 2 1 6 / 6 6 1 3 2 /
Trap a na sandang i ra mbak ayu Sintren
/ . . 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 / . 1 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 /
Dunung a la du nung Dunung a la du nung
/ . . 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 / . 1 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 /
Dunung a la du nung Dunung a la du nung
/ . 2 2 . 3 5 / 5 3 2 . 5 5 / . 6 1 . 1 2 / 5 6 1 6 1 /
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Lengkung ane si bau ki wa pa nge ra ne mbak ayu sintren
/ . . 5 1 / . 1 1 2 2 / 3 2 1 6 / 6 6 1 2 3 /
Ta pih kembang pa rem ce ma wis mbak ayu Sin-tren
4.5.4.2.5. Tembang Kembang Mbako
Tembang Kembang Mbako dinyanyikan saat adegan membuka kurungan
yang pertama kali unntuk meyakinkan penonton dengan melihat kondisi penari
sintren yang masih terikat tetapi telah berganti busana sampai sintren masuk ke
dalam kurungan kembali. Syair tembang tersebur adalah:
Tembang Kembang Mbako
Laras Slendro
/ . . 6 1 2 / 1 6 1 2 / . 2 3 5 2 / 3 5 1 6 /
kem bang mba ko tunggal tungul ka cang i jo
/ . 3 3 5 6 / 1 2 1 6 / . 6 2 2 1 / 6 5 3 2 /
Ku pu ta rung lo ro lo ro sin tren me tu rampyo rampyo
4.5.4.2.6. Tembang Culna Bandan
Tembang ini dinyanyikan saat penari sintren yang masih berada didalam
kurungan berusaha melepaskan ikatan, kemudian kurungan dibuka dengan
perkiraan sintren sudah berhasil membuka tali yang mengikat kedua tangannya,
kemudian penari sintren melakukan gerakan tari menggunakan tali. Syair tembang
tersebut berbungi:
Laras Slendro
/ . . 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 / . 1 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 /
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Dunung a la du nung Dunung a la du nung
/ . . 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 / . 1 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 /
Dunung a la du nung Dunung a la du nung
/ . 2 2 . 3 5 / 5 3 2 . 5 5 / . 6 1 . 1 2 / 5 6 1 6 1 /
Lengkung ane si bau ki wa pa nge ra ne mbak ayu sintren
/ . . . 5 / 5 5 3 3 2 / . 2 1 6 / 6 6 1 3 2 /
Cul a na bandan i ra mbak ayu Sintren
4.5.4.2.7. Tembang Lanjar Pare
Tembang ini menjadi pengiring saat gerak pembuka yaitu sembahan yang
ditujukan kepada Sang penguasa alam dan para penonton. Tembang ini berbunyi:
Tembang Lanjar Pare
Laras Slendro
/ . . 3 6 / . 3 5 6 1 / . 6 1 2 / 1 2 1 6 5 /
Kem bang lanjar pare ra ma u la
/ . . 6 1 / 1 2 1 6 / . 1 6 5 / 3 3 6 5 3 /
Paman sudarsono nggo nyembah sintren harjuno
4.5.4.2.8. Tembang Kembang Mawar
Tembang kembang mawar dinyanyikan saat memasuki episode temohan,
syair tembang tersebut berbunyi:
Tembang Kembang Mawar
Laras Slendro
/ . . 6 1 2 / . 1 6 1 2 / . 2 3 5 2 / 3 5 1 6 /
Kem bang ma war di se bar te nga ing la tar
/ . 3 3 5 6 / 6 1 2 1 6 / . 6 2 2 1 / 6 5 3 2 /
La tar mbelok ana u la ne nja luk mbayar sak li la ne
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
4.5.4.2.9. Tembang Kembang Gedhang
Tembang kembang gedhang dinyanyikan saat adegan mbalang dengan
harapan banyak penonton yang membalang. Syair tembang tersebut adalah:
Tembang Kembang Gedhang
Laras Slendro
/ . 2 5 . / 6 1 5 2 / . . 2 2 2 3 / . 2 6 1 2 /
Yo kembang gedhang kembang gedhang wohe wuni
/ . 1 1 . 1 1 /` . 1 2 3 5 / . 2 3 5 6 / 5 6 1 6 5 /
Kembang gedhang wohe wuni ja luk ba yar sing mambu wangi
4.5.4.2.10. ndang
Tembang dinyanyikan pada akhir pertunjukan saat penari
sintren telah masuk ke dalam kurungan dan berganti pakaian. Dengan
dinyanyikannya tembang ini berarti pertunjukan sintren sudah selesai. Syair
tembang tersebut yaitu:
na Sandang
Laras Slendro
/ . . 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 / . 1 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 /
Dunung a la du nung Dunung a la du nung
/ . . 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 / . 1 5 6 1 / . 1 1 2 1 6 /
Dunung a la du nung Dunung a la du nung
/ . 2 2 . 3 5 / 5 3 2 . 5 5 / . 6 1 . 1 2 / 5 6 1 6 1 /
Lengkung ane si bau ki wa pa nge ra ne mbak ayu sintren
/ . . . 5 / 5 5 3 3 2 / . 2 1 6 / 6 6 1 3 2 /
Cul a na sandang i ra mbak ayu Sintren
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Tabel IV.5 Tembang dalam pertunjukan sintren
Sumber: Darmoko, 2012.
4.5.5. Tata Rias Wajah
4.5.5.1. Tata Rias Wajah
Tata rias wajah yang digunakan oleh penari sintren menggunakan rias
sederhana yaitu dengan bahan pensil alis warna hitam, lipstik, dan bedak tabur,
kaca, minyak wangi yang terkesan menor dan tidak rata. Tak terlihat secara nyata
siapa yang mendandani penari sintren, hal itu disebabkan karena dipercaya sang
widadari yang membantu penari sintren dalam berhias di dalam kurungan dengan
waktu yang singkat. Selama dalam proses berhias penari sintren tidak lepas dari
peranan kemlandang dan pawang sintren, serta lantunan syair lagu yang
dinyanyikan para sinden untuk mengiringi pertunjukan sintren.
No Nama tembang 1 Kukus gunung 2 Sulasih Sulandono 3 Yu Sintren
4 Trapna sanadang 5 Kembang mbako 6 Culna bandan 7 Lanjar pare 8 Kembang mawar 9 Kembang gedhang
10 Culna sandang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
1 2 3
4 5
Gambar IV.15 Alat Rias Penari Sintren (Sumber: Darmoko, 2011)
Keterangan Gambar IV.17:
1. Cermin
2. Minyak wangi
3. Bedak tabur
4. Lipstik
5. Pinsil alis
Tabel IV.6 Peralatan Alat Rias Penari Sintren
No Alat Bahan Cara Pakai 1 Cermin Cermin Digunakan untuk bercermin saat rias. 2 Minyak Wangi Minyak Wangi Disemprotkan ke bagian tubuh sintren. 3 Saput Bedak Bedak Tabur Bedak diratakan diwajah meng-
gunakan saput beda 4 Kuas lipstick Lipstick Lipstik disapukan ke bibir meng-
gunakan kuas lipstick 5 Pensil Alis Pensil Alis Pensil alis di gariskan sesuai dengan
alis asli. Sumber: Darmoko, 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Gambar IV.16 Tata Rias Wajah Penari sintren (dokumentasi Darmoko, 2012)
4.5.5.2. Tata Rias Rambut
Tata rias rambut pada penari sintren tidak menggunakan sanggul dan
asesoris mewah melainkan rambut hanya diikat keatas (diikat ekor kuda) dan
memakai mahkota roncean bunga kamboja yang dikenakan dibagian kepala.
Gambar IV.17 Roncean Bunga Kamboja Sebagai Tata Rias Rambut Penari
Sintren (dokumentasi Darmoko, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
1 2 3 4
5
1 2 3 4
5
6 7 8 9 10
4.5.5.3. Tata Busana
Busana penari sintren terdiri dari baju kebaya berwarna biru, jarit
berwarna coklat, kaos berwarna biru, rok berwarna kuning, selendang berwarna
cerah dan kuning, kaos kaki, kacamata hitam, kalung dan gelang sebagai
perhiasan. Saat pertunjukan penari sintren berganti busana sebanyak 2 kali yaitu
busana pertama menggunakan kebaya berwarna biru, jarit berwarna coklat,
selendang berwarna merah dan kuning, kaos kaki, kacamata hitam, perhiasan
kalung dan gelang. Untuk busana yang kedua sama seperti busana pertama hanya
saja kebaya dan jarit berganti dengan kaos berwarna biru dan rok berwarna
kuning.
Gambar IV.18 Busana Penari Sintren (Sumber: pengembangan dari Pinilih, 2011)
Keterangan Gambar IV.18 :
1. Kebaya berwarna biru
2. Gelang
3. Rok berwana kuning
4. Kalung
5. Stagen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
6. Seledang Berwarna Merah
7. Selendang berwarna Kuning
8. Kaca Mata Hitam
9. Jarit berwarna coklat
10. Kaos kaki
4.5.6. Penonton
Dalam sebuah pertunjukan kesenian sintren tidak lepas dari peran
penonton. Kedudukan penonton sangatlah penting bagi setiap pertunjukan.
Pertunjukan bisa dikatakan sukses bilamana dilihat dari berapa banyak penonton
yang menyaksikan pada malam pementasan..
Pertunjukan sintren merupakan pertunjukan memungkinkan terjadinya
interaksi sosial antara pemain dan penonton. Interaksi sosial adalah suatu hubunan
sosial manusia, baik individu-individu dan kelompok-kelompok dan atau individu
dengan kelompok dengan ditunjukkan adanya ciri telah terjadinya suatu aksi dan
reaksi diantara mereka yang berhubungan. Interaksi sosial tersebut digambarkan
dalam adegan tehoman dan mbalang yang dilalukan oleh penonton kepada penar
sintren. Penonton pada pertunjukan sintren dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu penonton aktif dan penonton pasif. Penonton aktif adalah
penonton yang ikut berpartisipasi saat adegan tehoman dan balangan pada
pertunjukan sintren, sedangkan penonton pasif adalah penonton yang hanya
menonton pertunjukan sintren tanpa ikut berpartisipasi dalam setiap adegan dalam
pertunjukan Sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Temohan merupakan suatu interaksi penonton kepada penari sintren yaitu
dengan pemberian sumbangan secara sukarela dari penonton berupa uang
seikhlasnya pada saat temohan. Sintren membawa baskom kosong atau alat
sejenisnya untuk menyimpan uang temohan, dengan dibantu Pawang dan
kemlandang. Sintren berjalan keluar mengelilingi arena dan mendekat kepada
penonton dengan menyodorkan baki atau cething agar mendapatkan sumbangan.
Balangan adalah suatu cara melempar (mbalang) dari pihak penonton
kepada sintren, baik dengan saputangan maupun dengan barang lain yang
bermanfaat. Menurut Deden Djunaedi (54 tahun) balangan berasal dari bahasa
Jawa yaitu dari kata mbalang yang berarti lempar dan mendapat akhiran -an
sehingga menunjukan aktifitas dari subjek yang melakukan kegiatan tersebut,
dalam hal ini adalah aktifitas penonton yang melakukan lemparan kepada penari
sintren.
Para penonton yang membalang sintren biasanya laki-laki dan pada
umumnya penonton membalang dengan menggunakan saputangan, topi, dan jaket
Cara membalang barang tersebut ditujukan ke arah penari sintren hingga
menyentuh tubuhnya. Demikian seterusnya hingga para penonton yang
membalang tidak hanya satu atau dua orang saja tetapi banyak penonton yang
menaruh perhatian pada sintren. Barang yang sudah dibalang ke sintren kemudian
dikumpulkan menjadi satu dan diberi minyak wangi. Setelah para penonton sudah
tidak ada yang membalang lagi maka penari sintren mengembalikan satu-persatu
barang balangan kepada penonton agar menebus barangnya dilanjutkan dengan
menari bersama sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Sebagian besar penonton yang mengikuti adegan balangan memiliki
pengharapan untuk dirinya. Saat penulis mewawancarai salah satu orang yang
mengikuti adegan balangan yaitu ibu Tarsijem 55 tahun, beliau membalang jaket
miliknya untuk mendapatkan berkah namun beliau tidak menjelaskan yang
dimaksudkan berkah seperti apa. Berbeda dengan mbak Warniti 35 tahun, beliau
mengikuti adegan mbalang karena belum menikah dan ingin mendapatkan jodoh.
Beliau mempercayai bahwa wewangian yang disemprotkan sebagai sarana untuk
menarik lelaki, sementara penonton lain mbak Warsuti mengikuti adegan
balangan untuk kenang-kenangan.
Gambar IV.19 Penonton Pertunjukan Sintren (dokumentasi Darmoko, 2012)
4.6. Simbolisasi Pertunjukan Seni Sintren
Pada hakekatnya manusia adalah animal simbolicum yang membedakan
secara mendasar dengan mahkluk lainnya. Manusia tidak hanya sekedar
mengenal tanda melainkan sampai mampu mengenal simbol, dan bahkan
menciptakan simbol. Melalui simbol-simbol, manusia bisa menata dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
mengembangkan kebudayaan untuk melangsungkan kehidupannya pada masa
sekarang dan masa yang akan datang (Subiyantoro.2010:1). Lebih lanjut Cassier
dalam Subiyantoro (2010:2) menyimpulkan bahwa manusia mampu merespon
lingkungan dengan cara menciptakan simbol-simbol sebagai usaha untuk
mengatasi keterbatasan organiknya. Dengan simbol manusia mampu
mengembangkan kebudayaannya, dan kebudayaan tersusun atas simbol-simbol.
Jadi apa yang dikerjakan manusia terartikulasikan dalam simbol.
Manusia mampu mengungkapkan sesuatu tanpa harus memerlukan
penginderaan yang konkrit tetapi bisa dengan mendasarkan pada pemikiran
reflektif, yaitu dengan pemikiran simbolis. Denggan menggunakan jaring-jaring
simbol, manusia mampu mengatasi keterbatasannya dalam belenggu kehidupan
dikarenakan adanya keterbatasan aspek biologisnnya, sehingga mampu memasuki
pada wilayah realitas ideal yang banyak dijumpai dalam bidang kesenian, filsafat,
religi dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pemikiran dan tingkah laku simbolis
merupakan ciri khas manusiawi sebagai bagian tak terpisahkan dalam kemajuan
kebudayaan manusia (Subiyantoro. 2010:4). Begitupun kebudayaan yang tersusun
dari simbol-simbol sebagai representasi dari sebuah konsep masyarakat. Simbol
mempunyai makna yang dilekatkan dan juga mempunyai makna yang melekatkan
(memaknakan sesuatu hal).
Demikian juga dengan kesenian sintren sebagai bagian dari suatu
kebudayaan secara umum mempunyai makna simbolik, terutama terdapat pada
struktur pembentuk pertunjukan kesenian sintren yang meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
4.6.1. Pemain
Secara umum makna simbolik yang ditujukan pada pemain dalam
kesenian sintren difokuskan pada penari sintren yang belum menikah dan masih
suci (perawan). Hal ini mengandung makna bahwa masyarakat Kelurahan
Paduraksa masih menjunjung tinggi nilai kesucian sehingga penari sintren
menjadi contoh para wanita di daerahnya untuk menjaga kesuciannya dalam
kehidupannya terutama menjaga kesucian kegadisannya sebelum menikah.
4.6.2. Perlengkapan Pertunjukan
Pada kesenian sintren makna simbolis perlengkapan pertunjukan terdapat
pada:
4.6.2.1. Kurungan
Kurungan yang digunakan dalam pertunjukn kesenian sintren terbuat dari
batang bambu seperti kurungan yang digunakan untuk ayam jantan, mempunyai
makna simbolik sebagai sebuah rumah yang ditempati oleh penari sintren. Rumah
yang didalamnya terdapat berbagai fasilitas untuk keperluan kehidupan sehari-hari
terutama untuk berlindung, aman dan nyaman, bukan sesuatu yang membatasi
gerak dan aktivitas. Hal itu ditunjukan dengan kemampuan penari sintren yang
dapat melakukan tata rias dan tata busana dalam ruang yang relatif sempit dan
waktu yang terbatas,
4.6.2.2. Kemenyan
Dalam kesenian sintren, bau dari asap pembakaran kemenyan merupakan
syarat untuk memanggil bidadari. Hal ini dapat dipahami dengan adanya beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
warga Paduraksa yang masih dipengaruhi paham animisme. Oleh karena itu
membakar kemenyan wajib dilakukan saat pertunjukan sintren.
4.6.2.3. Sesaji atau Sajen
Dalam sistem sosial budaya masyarakat Jawa yang agraris tradisional,
kegiatan upacara (ritus religius) menjadi bagian penting yang tak terpisahkan
dalam kehidupannya. Dalam kesenian sintren perilaku riilnya ditunjukan dengan
adanya pembuatan sesaji atau sajen dalam bahasa Jawa.
Masyarakat Kelurahan Paduraksa merefleksikan kegiatan ritus sesaji pada
kesenian sintren sebagai berikut:
1. Tumpeng alus berbentuk kerucut yang berisi satu tumpeng besar dan tujuh
tumpeng kecil. Tumpeng menyimbolkan rasa syukur dan permohonan kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar masyarakat Kelurahan Paduraksa diluruskan
permohonannya dan dijauhkan dari segala godaan.
2. Satu ekor ayam atau ingkung panggang. Ayam atau ingkung panggang lebih
dimaknai sebagai simbol permohonan ampun seluruh penduduk Kelurahan
Paduraksa dan dijauhkan dari segala dosa dan kesalahan.
3. Lauk pauk berjumlah tujuh buah yang sudah dipincuk (dibungkus daun
pisang) menggunakan daun pisang berisi mie goreng, telur, tahu, tempe, dan
ikan asin. Setiap sesaji yang berjumlah tujuh (pitu) melambangkan arti
pitulungan (artinya pertolongan) dan lauk pauk yang dipincuk melambangkan
kesederhanaan.
4. Tujuh macam Jajanan pasar mempunyai arti agar masyarakat Kelurahan
Paduraksa tetap merakyat dan sederhana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
5. Tujuh macam buah seperti nanas, jeruk, jambu, salak, mangga, manggis,
kelengkeng. Tujuh memiliki arti pitulungan dalam bahasa Jawa (pertolongan)
buah-buahan sebagai perlambang agar tidak hanya hasil padi saja yang
berlimpah namun juga hasil kebun yang lain.
6. Peralatan rias seperti kaca, bedak, alis, lipstick, sisir, minyak wangi air mata
duyung diperuntukkan kepada Dewi Sri yang dipercaya sebagai penguasa
pertanian agar hasil panen pertanian menjadi berlimpah ruah. Suatu mitos
yang dimanifestasikan dalam bentuk simbolis sebagai suatu kesuburan karena
Dewi Sri hadir sebagai tokoh penjaga kesuburan kehidupan, terutama dalam
kegiatan pertanian.
7. Satu buah dawegan / degan (kelapa muda hijau). Dawegan yang masih muda
melambangkan seperti anak yang baru lahir yang masih suci. Diharapkan agar
masyarakat Kelurahan Paduraksa diampuni segala dosa oleh Tuhan Yang
Maha Esa seperti bayi yang baru lahir.
8. Tujuh buah nasi ponggol atau nasi golongan. Nasi putih yang dibentuk bulat
memiliki simbol kebulatan tekad menjadi satu seperti rasa gotong royong
masyarakat Kelurahan Paduraksa.
9. Satu gelas kolak pisang raja, sebagi penghormatan arwah nenek moyang dan
menjadi simbol penolak bala agar masyarakat Kelurahan Paduraksa
senantiasa didekatkan dengan Tuhan Yang Maha Esa serta diharapkan
masyarakat Desa Paduraksa berwatak seperti raja yang bijaksana.
10. Macam-macam air yaitu satu gelas air kopi, satu gelas air jembawuk (wedang
santan dan gula merah), satu gelas wedang teh pahit, satu gelas wedang putih,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
menyimbolkan agar masyarakat Kelurahan Paduraksa mendapatkan irigasi
yang mudah saat bertani.
11. Tujuh takir bubur inger-inger (bubur merah putih), sebagai simbol penolak
bala agar terhindar dari gangguan.
12. Lima takir bubur blohok (bubur sumsum), dimaksudkan agar antara manusia
dan makhluk halus sebagai sesama makhluk Tuhan dapat seiring sejalan
menjalani kehidupan dan tidak saling mengganggu.
13. Tiga buah serabi berbentuk lingkaran menyimbolkan tali silaturahmi yang
tidak pernah putus.
14. Satu takir orik-orik ketan. Ketan yang lengket melambangkan kedekatan
antar warga Kelurahan Paduraksa.
15. Satu gelas rujak baya mangap (kolak tape) sebagai simbol penolak bala agar
terhindar dari gangguan.
16. Dua tusuk sate kambing mentah. Sate yang ditusuk menyimbolkan agar
mesyarakat Kelurahan Paduraksa selalu menyatu.
17. Tujuh macam pisang sebagai perlambang agar tidak hanya hasil padi saja
yang berlimpah namun juga hasil kebun yang lain.
18. Satu takir ketan srundeng. Ketan yang lengket melambangkan kedekatan
antar warga Kelurahan Paduraksa.
19. Dua buah ketela pohon bakar, dimaksudkan sebagai simbol penghormatan
kepada penunggu yang bersemayam di pohon-pohon besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
20. Satu gelas rujak rengganis yang terbuat dari bekatul dan gula jawa
mempunyai makna simbolik sebagai penghormatan kepada Dewi Sri sebagai
rasa terimakasih telah menjaga pertanian dan para keluarga petani.
21. Satu buah empleng ketan yaitu ketan yang dibungkus dengan daun pisang
kemudian dibakar menyimbolkan agar hubungan orang yang sudah
meninggal dengan orang yang masih hidup senantiasa terjaga.
22. Cengkarok gimbal (ketan) dan Cengkarok temen. Ketan yang lengket
melambangkan kedekatan antar warga Kelurahan Paduraksa.
23. Juada pasar ( pisang tujuh macam, rokok siong, konang ampo, suruh).
24. Kembang telon (bunga mawar, bunga kenanga, bunga cempaka)
menyimbolkan sebagai sarana memanggil Dewi Rantamsari.
25. Ketupat dan lepet ketan menyimbolkan permintaan maaf kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala kesalahan.
26. Padi, melambangkan agar setiap hasil panen yang didapat berlimpah ruah dan
diharapkan warga Paduraksa menjadi pribadi seperti ilmu padi, makin tua
makin merunduk.
4.6.2.4. Tali
Dalam pertunjukan kesenian sintren, tali yang digunakan untuk mengikat
kedua tangan penari sintren mempunyai makna simbolik sebagai sebuah ikatan
erat yang menyatukan antara penari sintren dan bidadari yang masuk ke dalam
tubuh sintren. Saat penari Sintren mulai menari karena kesurupan (trance), hal
tersebut menjadi pertanda bahwa roh bidadari tersebut telah merasuk dan menjadi
satu dengan tubuh penari sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
4.6.2.5. Doa
Makna simbolik dari doa pada setiap pertunjukan sintren merupakan
sikap ketaatan dan perlindungan yang ditujukan kepada Allah SWT dalam agama
Islam lewat sarana bidadari yang dianggap sebagai Dewi Rantamsari yang
mengindangi (merasuki) penari Sintren. Simbol ketakwaan kepada Tuhan
diwujudkan dalam doa Aji Jaya Mantra yang menggunakan kalimat
dalam agama Islam untuk mengawali semua kegiatan
agar berjalan lancar dan yang ditujukan kepada Dewi Rantamsari dalam doa
arep nggo dolanan dilindungi ratu Ayu Gadung lung
4.6.3. Gerak
Makna simbolik pada gerak tari dalam kesenian sintren menunjukan
adanya ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa terdapat pada awal pertunjukan
yaitu saat gerak sembahan duduk. Sembahan duduk memiliki makna rendah diri
karena Tuhan Zat yang paling tinggi sehingga pertunjukan sintren dapat berjalan
dengan lancar dan membawa berkah bagi seluruh warga dan seluruh penonton.
Gerakan sembahan berdiri memiliki simbol penghormatan kepada roh-roh leluhur
dan penghormatan kepada para penonton.
Sebagian masyarakat di Kelurahan Paduraksa bermata pencaharian
sebagai petani. Hal ini dimanifestasikan pada gerak kesenian sintren melalui
makna simbolik gerak orang sedang bertani, terdapat pada gerakan kaki jengkeng
tangan di ukel. Gerakan tersebut mempunyai makna simbolik sebagai orang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
sedang menanam padi di sawah dan juga gerakan atraksi permainan kipas yang
memiliki makna simbolik sebagai gerak orang menampi beras.
Gerak berjingkat dan goyang pinggul pada gerak sintren menyimbolkan
rasa gembira seorang anak yang sedang bermain yang diungkapkan lewat ekspresi
gerak. Saat atraksi menaiki kurungan menyimbolkan bahwa keberadaan bidadari
dilangit membantu sintren melakukan tarian. Gerak sembahan penutup memiliki
simbol permohonan maaf manakala dalam pertunjukan sintren terdapat berbagai
kekurangan.
4.6.4. Iringan dan Tembang
4.6.4.1. Iringan
Iringan pada pertunjukan Sintren berlaras slendro menyimbolkan
keriangan, karena ketukan yang sama sehingga iringan yang dimainkan bertempo
tetap sesuai dengan alunan kendhang.
4.6.4.2. Tembang
Tembang-tembang dalam pertunjukan sintren semuanya memiliki simbol
yaitu; tembang Kukus Gunung sebagai simbol untuk memanggil para penonton
agar menyaksikan pertunjukan sintren. Tembang Sulasih-Sulandono dan tembang
Yu Sintren menyimbolkan permohonan untuk memanggil roh bidadari yang
dipercaya sebagai Dewi Rantamsai agar membantu sintren dalam berbusana dan
berhias di dalam kurungan serta merasuk ke dalam tubuh penari sintren agar
terlihat cantik dan luwes dalam menari.
Tembang Trapna Sandang sebagi simbol kecantikan karena dalam syair
tembang tersebut penari sintren harus berganti busana dan berhias dibantu oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
bidadari. Tembang Kembang mbako dan merupakan simbol
kebebasan. Isi dari syair tembang ini menyimbolkan bahwa penari sintren bebas
menari setelah keluar dari kurungan dan juga melepas ikatan dengan bantuan roh
yang dipercaya sebagai Dewi Rantamsari.
Tembang Lanjar Pare sebagai simbol ketakwaan kepata Tuhan Yang
Maha Esa dan simbol penghormatan. Sedangkan tembang Kembang Mawar
menyimbolkan keikhlasan yang dinyanyikan saat adegan tehoman berharap agar
sesama manusia harus saling tolong-menolong dan memberi dengan rasa ikhlas.
4.6.5. Tata Rias Wajah, Tata Rias Rambut dan Tata Busana
4.6.5.1. Tata Rias Wajah
Rias yang digunakan oleh penari Sintren tidak seperti penari biasanya
yang harus menggunakan make-up tebal dan tertata dengan baik akan tetapi rias
yang digunakan sangat sederhana hanya bedak, pensil alis dan lipstick. Tata rias
wajah penari Sintren menyimbolkan kesederhanaan tanpa mengurangi nilai
keindahan dari penari Sintren tersebut.
4.6.5.2. Tata Rias Rambut
Tata rias rambut hanya menggunakan roncean bunga kamboja putih.
Roncean bunga kamboja berwarna putih dan berbau harum menyimbolkan sebuah
kesucian penari sintren.
4.6.5.3. Tata Busana
Simbol busana terdapat pada warna busana yang digunakan penari sintren
dan kesenian pesisir identik dengan warna busana yang menyolok. Penari sintren
menggunakan busana kebaya dan kaos berwarna biru dan jarit berwarna coklat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
menyimbolkan keagungan. Sedangkan selendang warna merah yang dipakai
menyimbolkan kedinamisan, selendang dan rok berwarna kuning menyimbolkan
keakraban. Warna hitam pada kacamata yang dipakai menyimbolkan kegelapan,
kesedihan (Lestari, 1993 : 20).
4.6.6. Penonton
Makna simbolis penonton terdapat pada adegan temohan dan balangan.
Pada saat adegan tehoman mengandunng makna simbolik keikhlasan warga
sekitar yang menonton pertunjukan sintren, karena pada saat adegan tehoman
mereka rela memberikan uang dengan ikhlas untuk anggota Paguyuban sintren
Slamet Rahayu. Pada saat adegan balangan sebagai simbol pengharapan, karena
bagi penonton yang membalang sebagian besar memiliki keinginan untuk dirinya
sendiri.
4.7 Dekonstruksi Makna Simbolik Kesenian Sintren
Dari cara pandang antropologis, berdasarkan kehidupan tradisionalnya
manusia Jawa dapat digolongkan sebagai masyarakat yang arkais, sebagaimana
pemaparan Kartono dalam Pitana (2010:106-107) tentang karakter masyarakat
arkais berikut.
(1) Kosmologi menduduki tempat utama pada kehidupan masyarakat Jawa.
Pandangan tentang kehidupan dan dunia membentuk satu kesatuan dan
keseluruhan yang organis.
(2) Hampir keseluruhan pemikiran masyarakat Jawa pertama-tama
diungkapkan dalam bentuk simbol. Mereka tidak membedakan mitos
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
dengan sejarah. Tidak ada sejarah yang hanya sejarah belaka, sejarah
adalah sesuatu yang mengungkapkan kejadian-kejadian suci.
(3) Memiliki tingkah laku yang bersifat eksistensial, dalam artian praktek-
praktek dan kepercayaan religi selalu berpusat pada masalah-masalah
fundamental kehidupan manusia.
(4) Kehidupan masyarakat Jawa merupakan suatu sakramen. Realitas yang
paling utama ialah Yang Suci. Mereka hidup di alam semesta berada di
bawah pengaruh Yang Suci. Mereka memiliki kerinduan yang dalam
untuk tinggal dalam suatu dunia yang suci bersama Yang Suci, karenanya
masyarakat Jawa kelihatan sangat religius.
Sebagai masyarakat tradisioanl yang arkais kehidupan manusia Jawa
dijalani dengan beberapa hal, di antaranya (1) hidup penuh denga kehati-hatian,
yaitu penuh dengan perhitungan dan pantang melanggar adat; (2) hidup hemat dan
terprogram, hingga perlu membuat lumbung-lumbung makanan; (3) selalu
inginmennyatu dengan alam dan selalu siap meredam tantangan alam dengan
sangat menghormati hukum keseimbangan alam; (4) percaya kepada zat yang
lebih berkuasa, yang selalu harus dihormati dan didekati demi menjaga
keselamatan hidup dann kehidupannya dengan mengharap berkah dan menyerap
saktinya untuk sarana kesuksesan hidup dan kehidupannya berserta kehidupan
lingkungan sekitarnya; (6) setiap momen yang dianggap perlu selalu dilaksanakan
dengan upacara-upacara adat yang didahului dengan prihatin (puasa) untuk
memeperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat; (7) pemenuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
kebutuhan duniawi selalu diimbangi denga laku spiritual-religius sehingga selalu
terjaga antara keseimbagan duniawi dan surgawi.
Keseimbangan dan keselarasan hidup adalah suatu keadaan yang selalu
dijaga oleh manusia Jawa. Ruang kesadaran mengenai keadaan ideal ini
melahirkan suatu sistem moral y
ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik
dan buruk (Barthes, 2007:25). Etika bukalah mmenyangkut bidang teknis,
melainkan refleksi. Etika adalah suatu refleksi tentang tema-tema yang
menyangkut perilaku manusia seperti hati nurani, kebebasan, tanggung jawab,
nilai, norma, hak, kewajiban, dan keutamaan.
Kesenian sintren adalah realitas ciptaan yang merupakann produk
kebudayaan masa lalu yang sarat dengan sistem moral dan nilai dalam segala
simbol yang dipertunjukan oleh kesenian sintren yang kemudian membentuk
sebuah pengetahuan kesenian sintren sebagai kebenaran. Simbolisasi pertunjukan
kesenian sintren perlu dimaknai sesuai ruang dan waktu pemakna.
Dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren adalah menekankan pada
metafor atau simbol sebagai suatu hal atau keadaan yang merupakan pegantaraan
pemahaman terhadap objek untuk menerangkan makna yang terkandung dari
sebuah realitas ciptaan. Dalam konteks ini kebudayaan dapat dijadikan kategori-
kategori yang dipakai menyortir dan mengklasifikasikan pengalaman. Menurut
Spradley (1972:4) sistem kategori dari setiap kebudayaan adalah didasarkan pada
simbol-simbol tertentu. Dengan demikian pengertiann kebudayaan sebagai sistem
pengetahuan adalah kenyataan bahwa kebudayaan hanya berhubungan dengan hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
yang subjektif, sedangkan tindakan sosial serta benda material yang objektif
merupakan hasil seperangkat pengetahuan atau kebudayaan. Dari uraian ini dapat
diartikan bahwa terdapat pemisahan tegas antara kebudayaan dan hasil
kebudayaan sebagaimana berlaku untuk kesenian sintren. Sebagai suatu realitas
ciptaan kesenian sintren adalah hasil kebudayaan yang bersifat objektif teramati.
Sementara kebudayaan Jawa bersifat subjektif, oleh karenanya dapat dikatakan
sebagai jagat makna dan nilai manusia Jawa dikomunikasikan melalui simbol.
Perspektif dekonstruksionis Derrida yang menganggap makna muncul
sebagai proses yang berlangsung dalam perubahan terus-menerus dan tidak
pernah sepenuhnya hadir ketika suatu kata digunakan, melainkan membedakan
diri dengan kenyataan dirinya sendiri dan sekaligus tertunda dari kemungkinan
pencapaian makna dalam keutuhan menghasilkan dekonstruksi makna simbolik
pada pertunjukan kesenian sintren sebagai berikut.
4.7.1 Pemain
Dari sudut pandang pemain, apakah memang harus dilakukan oleh seorang
gadis yang masih suci dalam artian masih perawan? Bagaimana ukuran kesucian
seorang gadis pada masa kini di tengah derasnya arus informasi dan komunikasi.
Belum lagi sulitnya ketersediaan gadis-gadis yang dengan sukacita mau menjadi
sintren. Oleh karenanya perlu dilakukan pemaknaan ulang tentang persyaratan
siapa yang boleh menjadi penari sintren, tentu harus dibuka kesempatan bagi
siapapun para gadis yang mau dan berani menjadi penari sintren bergabung dalam
seni pertunjukan sintren. Simbolisasi kesucian ini harus digeser dari simbol
sucinya kegadisan menjadi kesucian berperilaku baik yang menghormati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
keharmonisan dan keselarasan, mampu memberikan contoh yang baik bagi
masyarakat di sekitar tempat tinggal, maupun masyarakat penonton kesenian
sintren. Penari sekarang harus lebih diutamakan seorang gadis yang punya talenta
dalam menari. Penari yang mempunyai kemampuan dasar menari cukup baik dan
mental yang berani untuk tampil di depan orang banyak.
Penari sintren sekarang tidak harus mengalami trance, karena kesenian
sintren yang
mengalami trance, melainkan sintren tak jadi yaitu sintren yang tidak mengalami
trance atau kesurupan. Sintren tak jadi tidak akan merasakan sebagaimana yang
dirasakan oleh sintren jadi. Sintren tak jadi merasakan secara sadar apa yang
dilakukan, mulai tahap masuk kurungan ayam, berdandan di dalamnya, lalu
memulai pertunjukan setelah kurungan dibuka oleh seorang panjak. Karena
kesadaran terkontrol penuh, sintren tak jadi dapat mengatur setiap gerak tari yang
ditampilkan di hadapan penonton. Sntren tak jadi tidak terpengaruh oleh sentuhan
tangan penonton yang usil, namun demi untuk menjaga kredibilitas sebagai
sintren yang baik, dia akan berpura-pura merebahkan diri dan bangun kembali
pada saat yang tepat ketika pawang dan panjak melantunkan tembang pemulihan
untuk penyadaran.
sintren jadi
jadi tentu bukan persoalan mudah karena tidak ada patokan untuk menilai
perbedaan keduanya. Apalagi kebanyakan penonton datang ke arena pertunjukan
sintren semata-mata untuk mencari hiburan. Mereka tidak peduli apakah sintren
yang ditonton itu sintren jadi atau tak jadi. Dengan kata lain sintren tak jadi lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
merupakan penari sintren profesional dengan talenta dan kemampuan menari yang
baik.
Dari sudut panjak, kemampuan untuk memenuhi permintaan pembalang
(dalam acara balangan) atas lagu-lagu non-sintren perlu ditingkatkan, untuk
memberikan kepuasan kepada penonton yang merupakan segmen penting dalam
pertunjukan kesenian sintren. Sebagai unsur pendukung pertunjukan sintren, peran
panjak/nayaga harus dioptimalkan penampilannya agar tidak terdesak oleh
dominasi peran penari sintren di arena. Karena peran panjak/nayaga dapat
dijadikan momentum untuk menciptakan daya tarik tersendiri dalam setiap
pertunjukan sintren.
Dari sisi bador (pelawak) meskipun bukan unsur utama dalam
pertunjukan sintren, namun pada perkembangannya fungsi bador amat diperlukan
untuk mencairkan suasana beku ketika masa pertunjukan belum selesai.
Penampilan bador yang kocak dan jenaka menjadi daya tarik tersendiri bagi
penonton yang memerlukan suasana segar di tengah pertunjukan sintren. Bador
harus mampu memanfaatkan arena sintren sebagai medium untuk
mengoptimalkan pentas kesenian sintren mempunyai nilai lebih. Bador perlu
dipersiapkan secara khusus dan matang dengan kemampuan keterampilan akting
dan mengorganisasikan panggung sebagai media tontonan yang menghibur.
Dalam pertunjukan seni sintren, kehadiran bador sebetulnya tidak berbeda dengan
kehadiran punakawan dalam pagelaran wayang kulit atau kehadiran pamong
kesatria dalam pentas kethoprak. Bador harus dapat tampil sebagaimana
punakawan dan pamong kesatria yang mempunyai visi dan misi jelas atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
perannya dalam pertunjukan. Kehadiran bador harus menjadi sesuatu yang
diharapkan dan ditunggu-tunggu oleh penonton pada setiap episode pertunjukan
seni sintren.
4.7.2 Perlengkapan Pertunjukan
Pada konteks kehidupan beragama sehari-hari, terkadang sulit untuk
membedakan antara sesuatu yang murni agama dan hasil pemikiran atau
interpretasi dari agama. Sesuatu yang murni agama, berarti berasal dari Tuhan,
absolut dan mengandung nilai sakralitas. Hasil pemikiran agama, berarti berasal
dari selain Tuhan (manusia), bersifat temporal, berubah, dan tidak sakral. Pada
aspek realisasi, kadang mengalami kesulitan membedakan keduanya karena
terjadi tumpang-tindih dan terjadi pencampuradukan manka antara agama dengan
pemikiran agama, baik sangaja atau tidak. Perkembangan selanjutnya, hasil
pemikiran agama kadang-kadang telah berubah menjadi agama itu sendiri,
sehingga ia disakralkan dan dianggap berdosa bagi yang berusaha merubahnya.
Pada konteks pertunjukan kesenian sintren juga tidak terlepas dari persoalan
sakralisasi hal-hal yang sebetulnya bukan merupakan aspek agama yang perlu
disakralkan, dekonstruksi perlu dilakukan untuk membongkar makna dan
menafisr kembali makna simbolik kesenian sintren terkait aspek pertunjukan
sintren yang dianggap sakral pada perlengkapan pertunjukan yaitu (1) Kurungan,
yang mempunyai makna simbolik sebagai sebuah rumah yang ditempati oleh
penari sintren. Kini bukan sesuatu yang wajib dipenuhi dalam pertunjukan
kesenian sintren, karena hal terpenting dalam pertunjukan kesenian sintren bukan
terletak pada kurungan melainkan bagaimana penampilan seorang penari sintren
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
dan lagu-lagu yang diperdengarkan kepada penonton, ada tidaknya kurungan
bukan menjadi persoalan serius bagi keberlangsungan pertunjukan sintren, namun
demikian manakala penonton menghendaki adanya kurungan, sebagai bagian dari
paket pertunjukan seni sintren, kurungan tetap masih bisa dihadirkan;
(2) Kemenyan, sebagai benda yang selalu dikaitkan dengan paham animisme,
kini pada pertunjukan sintren hanyalah sebuah tindakan untuk mengelabui
penonton agar sintren tetap terlihat sebagai kesenian berdaya magis dan mistis,
meskipun ada tidaknya pembakaran kemenyan tidak mempengaruhi tingkat
kehadiran penonton pada setiap pertunjukan kesenian sintren, pembakaran
kemenyan tetap dilakukan sebagai salah satu paket pertunjukan sintren.
Membakar kemenyan dan sintren kesurupan adalah adegan hanya untuk
mempertahankan nama yang sudah melekat bahwa sintren adalah kesenian yang
berdaya magis. Selain itu, juga untuk menambah saweran dari penonton. Dengan
demikian, sintren bisa melekat di hati masyarakat sebagai seni yang memiliki ciri
khas ; (3) Sesaji atau Sajen, dalam sistem sosial budaya masyarakat Jawa yang
agraris tradisional, kegiatan upacara (ritus religius) menjadi bagian penting yang
tak terpisahkan dalam kehidupannya. Dalam kesenian sintren perilaku riilnya
ditunjukan dengan adanya pembuatan sesaji atau sajen dalam bahasa Jawa.
Merupakan simbol dari ketaatan dan ungkapan rasa syukur masyarakat pelaku
kesenian sintren kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan rasa berbagai dengan
lainnya, hal ini tampak dari maksud dibuatnya sesaji sebagai berikut, tumpeng
alus berbentuk kerucut yang berisi satu tumpeng besar dan tujuh tumpeng kecil.
Tumpeng menyimbolkan rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Esa agar masyarakat Kelurahan Paduraksa diluruskan permohonannya dan
dijauhkan dari segala godaan, satu ekor ayam atau ingkung panggang sebagai
simbol permohonan ampun seluruh penduduk Kelurahan Paduraksa dan dijauhkan
dari segala dosa dan kesalahan, lauk pauk berjumlah tujuh buah yang sudah
dipincuk (dibungkus daun pisang) menggunakan daun pisang berisi mie goreng,
telur, tahu, tempe, dan ikan asin. Setiap sesaji yang berjumlah tujuh (pitu)
melambangkan arti pitulungan (artinya pertolongan) dan lauk pauk yang dipincuk
melambangkan kesederhanaan, tujuh macam Jajanan pasar mempunyai arti agar
masyarakat Kelurahan Paduraksa tetap merakyat dan sederhana, tujuh macam
buah seperti nanas, jeruk, jambu, salak, mangga, manggis, kelengkeng. Tujuh
memiliki arti pitulungan dalam bahasa Jawa (pertolongan) buah-buahan sebagai
perlambang agar tidak hanya hasil padi saja yang berlimpah namun juga hasil
kebun yang lain, satu buah dawegan / degan (kelapa muda hijau). Kelapa muda
melambangkan seperti anak yang baru lahir yang masih suci. Diharapkan agar
masyarakat Kelurahan Paduraksa diampuni segala dosa oleh Tuhan Yang Maha
Esa seperti bayi yang baru lahir, tujuh buah nasi ponggol atau nasi golongan. Nasi
putih yang dibentuk bulat memiliki simbol kebulatan tekad menjadi satu seperti
rasa gotong royong masyarakat Kelurahan Paduraksa, satu gelas kolak pisang raja,
sebagai simbol penolak bala agar masyarakat Kelurahan Paduraksa senantiasa
didekatkan dengan Tuhan Yang Maha Esa serta diharapkan masyarakat Desa
Paduraksa berwatak seperti raja yang bijaksana, macam-macam air yaitu satu
gelas air kopi, satu gelas air jembawuk (wedang santan dan gula merah), satu
gelas wedang teh pahit, satu gelas wedang putih, menyimbolkan agar masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Kelurahan Paduraksa mendapatkan irigasi yang mudah saat bertani, tujuh takir
bubur inger-inger (bubur merah putih), sebagai simbol penolak bala agar terhindar
dari gangguan, lima takir bubur blohok (bubur sumsum), dimaksudkan agar antara
manusia dan makhluk halus sebagai sesama makhluk Tuhan dapat seiring sejalan
menjalani kehidupan dan tidak saling mengganggu, tiga buah serabi berbentuk
lingkaran menyimbolkan tali silaturahmi yang tidak pernah putus, satu takir orik-
orik ketan. Ketan yang lengket melambangkan kedekatan antar warga Kelurahan
Paduraksa, satu gelas rujak baya mangap (kolak tape) sebagai simbol penolak bala
agar terhindar dari gangguan, dua tusuk sate kambing mentah. Sate yang ditusuk
menyimbolkan agar mesyarakat Kelurahan Paduraksa selalu menyatu, tujuh
macam pisang sebagai perlambang agar tidak hanya hasil padi saja yang
berlimpah namun juga hasil kebun yang lain, satu takir ketan srundeng. Ketan
yang lengket melambangkan kedekatan antar warga Kelurahan Paduraksa, dua
buah ketela pohon bakar, dimaksudkan sebagai simbol penghormatan kepada
penunggu yang bersemayam di pohon-pohon besar, satu gelas rujak rengganis
yang terbuat dari bekatul dan gula jawa mempunyai makna simbolik sebagai
penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai rasa terimakasih telah
menjaga pertanian dan para keluarga petani, ketupat dan lepet ketan
menyimbolkan permintaan maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kesalahan, padi, melambangkan agar setiap hasil panen yang didapat berlimpah
ruah dan diharapkan warga Paduraksa menjadi pribadi seperti ilmu padi, makin
tua makin merunduk; (4) Tali, dalam pertunjukan kesenian sintren, tali yang
digunakan untuk mengikat kedua tangan penari sintren mempunyai makna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
simbolik sebagai sebuah ikatan erat silaturahim yang menyatukan antara penari
sintren, pelaku kesenian sintren, dan masyarakat; Secara perlahan dan bertahap
perlu ditinggalkan pada setiap penampilan pertunjukan sintren. (5) Doa, makna
simbolik dari doa pada setiap pertunjukan sintren merupakan sikap ketaatan dan
perlindungan yang ditujukan kepada Allah SWT. Sebagai Simbol ketakwaan
kepada Tuhan diwujudkan dalam doa Aji Jaya Mantra yang menggunakan
kalimat dalam agama Islam untuk mengawali semua
kegiatan agar berjalan lancar.
4.7.3 Gerak
Dekonstruksi Makna simbolik pada gerak tari dalam kesenian sintren
menunjukan bahwa gerak tari sintren harus mampu mengikuti pola atau tren
perkembangan gerak tari pada masa kini. Karenanya penari sintren terlebih dahulu
harus belajar seni tari pada guru tari, bila perlu belajar kepada koreografer untuk
menghasilkan gerakan tari yang memikat dengan tanpa mengurangi esensi dari
makna gerakan tari sebelumnya.
Gerakan tari yang dipertontonkan pada pertunjukan kesenian sintren
sekarang haruslah yang bersifat rancak, bernuansa riang dan penuh dengan
modifikasi gerakan tari atau joged kontemporer, seperti goyang ngebornya Inul
dan goyang gergajinya Dewi Persik
4.7.4 Iringan dan Tembang
Dekonstruksi makna simbolik iringan dan tembang pada pertunjukan
sintren berlaras slendro yang menyimbolkan keriangan, karena ketukan yang
sama sehingga iringan yang dimainkan bertempo tetap sesuai dengan alunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
kendhang perlu ditambah jenis iringan musiknya seperti organ tunggal, seruling,
dan gitar. Malahan bila memungkinkan perlu dilakukan kolaborasi dengan
pertunjukan seni tradisonal lain seperti kesenian kuda kepang, wayang kulit atau
wayang golek.
Sementara untuk tembang dalam pertunjukan sintren yang memiliki
simbol yaitu; tembang Kukus Gunung sebagai simbol untuk memanggil para
penonton agar menyaksikan pertunjukan sintren tidak perlu didekonstruksi.
Tembang Sulasih-Sulandono dan tembang Yu Sintren menyimbolkan permohonan
untuk memanggil roh bidadari yang dipercaya sebagai Dewi Rantamsai
didekonstruksi bahwa lagu tersebut hanya merupakan cerita kisah kasih tentang
sebuah kesetiaan sebagai pesan agar dalam berkeluarga, berteman saling
mengasihi dan setia. Tembang Trapna Sandang sebagai simbol kecantikan
karena dalam syair tembang tersebut penari sintren harus berganti busana dan
berhias dapat dilakukan melalui latihan secara rutin. Makna lain adalah sebagai
manusia harus senatiasa mempercantik diri dengan perbuatan amal baik yang
memberikan manfaat bagi sesamanya.
Tembang Kembang mbako dan bandan merupakan simbol
kebebasan yang memberikan ruang berekspresi, termasuk dalam melestarikan
kesenian sintren sebagai budaya adiluhung penuh dengan pesan-pesan moral.
Tembang Lanjar Pare sebagai simbol ketakwaan kepata Tuhan Yang Maha Esa
dan simbol penghormatan kepada sesama tanpa membedakan jabatan, harta
kekayaan, dan bentuk fisik tubuh. Sedangkan tembang Kembang Mawar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
menyimbolkan keikhlasan yang dinyanyikan saat adegan tehoman berharap agar
sesama manusia harus saling tolong-menolong dan memberi dengan rasa ikhlas.
Selanjutnya tembang yang dilantunkan harus memenuhi selera penonton
terutama pada segmen acara temohan dan balangan, terlebih lagu-lagu yang
sedang hit dan ngetren saat ini, seperti lagu-lagu berirama dandut, dan
campursari, bahkan lagu berirama pop masa kini untuk memenuhi selera penonton
dari kalangan usia remaja. Pada segmen acara balangan penonton sudah saatnya
dilibatkan secara aktif dalam pertunjukan sintren bukan hanya sekedar mbalang
dan ikut menari bersama penari sintren, melainkan diberi kesempatan untuk ikut
menyumbangkan atau menyanyikan lagu dalam arena pertunjukan.
4.8 Sebab Terjadinya Dekonstruksi Makna Simbolik Kesenian Sintren
Sejarah metafisika selalu dipenuhi impian dan nostalgia kebenaran, akan
logos yang ilahiyah dan transenden. Suatu kebenaran yang berada di luar diri
manusia dan merupakan sesuatu yang obyektif sebagai kebenaran ekstralinguistik
yang mandiri dari manusia yang oleh logosentrisme dilakukan secara sistematis
melalui metafisika yang lebih memprioritaskan kesatuan daripada keragaman.
Mengada daripada menjadi, ketetapan daripada perubahan, dan kemutlakan
daripada relativitas. Manusia memahami dirinya sebagai subjek dengan
melakukan dialektika dengan sejarah hingga mencapai kesempurnaan yang
berpuncak
inilah yang ditolak oleh posmodernisme karena terbukti sistem metafisika yang
demikian mewariskan sessuatu yang totaliter, sesuatu yang mentotalkan segalanya
ke dalam satu sistem tunggal (Al-Fayyadl. 2009:73-74).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Sementara dalam perspektif Derrida, dekonstruksionis bahasa menolak
asumsi bahwa makna kata relative stabil dan dapat mengkomunikasikan makna
pada orang lain tanpa mengalami perubahan karena bahasa tidak dapat
mengungkapkan realitas seutuhnya, artinya tidak ada makna tunggal atau metafor
tunggal dalam teks. Karena suatu realitas ditulis dalam bentuk plural dan bukan
dalam bentuk tunggal (Lubis.2004:112-122). Deriida memberikan keterbukaan
bagi interpretasi teks karena teks menyeimbangkan makna dan penafsiran, karena
sebuah teks tidak lagi terikat pada penulis/pengarang, maka terbuka kesempatan
bagi siapapun untuk menafsirkan teks secara terus-menerus. Dengan demikian
teks lebih produkstif, karena kematian penulis/pengarang membuka berbagai
interpretasi.
Penolakan terhadap metafisika sebagai satu keseluruhan dan radikalisasi
dalam hal konsep interpretasi memberikan kebebasan bagi penafisr membebaskan
diri dari logos, dari kebenaran atau petanda primer, sehingga penafsir dan
pembaca dapat melakukan penafsiran dengan bebas. Dekonstruksionis
mengungkapkan bahwa bahasa tidak dapat mengungkapkan realitas seutuhnya,
tetapi akan selalu menghasilkan kesenjangan atau distorsi dalam komunikasi,
karena sebuah teks memiliki wajah ganda. Dalam teks selalu terkandung makna
lain yang berbeda dari makna yang sudah ada, teks selalu menyimpan potensi
penafsiran baru yang kerap kali tak terduga (Lubis.2004:122) (Fayyad. 2009:78).
Bahkan makna simbolis suatu obyek atau teks sering tersembunyi dibalik
tampilan yang dinyatakan. Makna suatu teks dapat dijelaskan secara mendalam,
bukan hanya sekedar diungkapkan proses dan peristiwa ritualnya saja, tetapi perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
ditafsirkan kembali makna-makna yang berlapis secara logis (Subiyantoro.
2010:184).
Berbagai aspek pendorong kematian metafisika kesenian sintren yang
terakumulasi sebagai penyebab utama terjadinya dekonstruksi makna simbolik
kesenian sintren dapat diuraikan menjadi dua bagian yaitu 1) opini dan apresiasi
masyarakat terhadap pertunjukan kesenian sintren; dan 2) pertunjukan sintren di
tengah arus kesenian modern.
4.8.1 Opini dan Apresiasi Masyarakat terhadap pertunjukan kesenian
sintren.
Opini masyarakat tentang kesenian sintren sangat beragam sifatnya dan
majemuk. Secara garis besar opini masyarakat terhadap kesenian sintren dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.
Hadisastro seorang penulis buku tentang sintren tinggal di Kabupaten Batang,
memaparkan bahwa pertama, ada kelompok masyarakat yang secara tegas tanpa
kompromi menolak eksistensi kesenian sintren. Demikian juga Andi Rustono,
Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Pemalang mengemukakan bahwa terdapat
sebagian masyarakat bahkan di daerah asal paguyuban sintren berada yang
menolak keberadaan sintren. Kelompok ini berpendapat bahwa sintren merupakan
bentuk pertunjukan seni yang penuh nuansa mistis dan magis yang tidak sesuai
dengan nalar keagamaan. Baik tata cara pertunjukan kesenian sintren maupun
syair-syair tembang serta upacara ritualnya mencerminkan kehidupan mstis
(klenik) yang jauh dari tatanan moral agama. Misalnya penggunaan kemenyan dan
berbagai jenis bunga mengingatkan ritus-ritus mistis masyarakat nenek moyang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
yang mempercayai kekuatan roh-roh halus. Hal ini dapat dipahami karena dalam
konsep kosmologi manusia Jawa tidak dapat dipisahkan kaitannya dengan
keberadaan alam semesta. Kesadaran yang tertanam dalam manusia Jawa adalah
ia merupakan bagian dari alam yang dianggap mempunyai kekuatan-kekuatan dan
kekuasaan atas alam. Ia meyakini bahwa roh nenek moyang yang telah meninggal
tetap bersemayam di sekitar tempat tinggalnya, dan masih aktif mengayomi
keluarga yang ditinggalkannya (Subiyantoro. 2010:145).
Kedua, kelompok masyarakat yang berpendapat bahwa kesenian sintren
perlu dipertahankan eksistensinya sebagaimana kesenian berlatar etnik lainnya.
Kelompok ini terwakili oleh para pemerhati seni etnik (tradisional) dan kelompok
birokrat yang bertanggung jawab atas pelestarian nilai-nilai tradisional sebagai
sokoguru kebudayaan nasional. Selain itu adalah para pekerja seni sintren yang
tergabung dalam berbagai paguyuban kesenian sintren yang berperan sebagai
ujung tombak dalam mempertahankan kesenian yang digelutinya. Sebagaimana
diungkapkan oleh Saefudin Hambali,SH.,MSi, Camat Pemalang bahwa kesenian
sintren merupakan salah satu peninggalan (warisan) kebudayaan nenek moyang
yang perlu dilestarikan sebagai kebanggaan budaya berciri khas Pemalang, selama
kesenian tersebut membawa manfaat bagi masyarakat, mengapa harus dimatikan ?
Lebih jauh, Andi Rustono yang juga Ketua Forum Lintas Pelaku (FLP) Kabupaten
Pemalang menyatakan bahwa bila perlu ketika orang menyebut sintren maka
orang akan merujuk pada nama Kabupaten Pemalang sebagai sentra kesenian
sintren tanpa harus menyebutkan darimana asal mula kesenian sintren. Lurah
Paduraksa, Muntoha menyatakan bahwa sebagai pimpinan di tingkat kelurahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
maka akan selalu siap untuk bagaimana memajukan kesenian sintren, meskipun
diakuinya bahwa pihak kelurahan belum dapat berbuat banyak membantu
perjalanan paguyuban kesenian sintren yang ada di wilayah kerjanya.
Setya Teguh Yuwono, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD)
Kabupaten Pemalang sependapat bahwa kesenian sintren perlu dipertahankan
eksistensinya, meskipun pada tataran ini BPPD baru mampu mengundang
berbagai paguyuban kesenian sintren untuk tampil di momen tertentu seperti pada
acara memperingati Hari Jadi Kabupaten Pemalang yang jatuh setiap bulan
Januari. Masih menurut Setya Teguh Yuwono bahwa agar kesenian sinten
mempunyai daya tarik lebih, BPPD telah berusaha mengkolaborasikan antara
pertunjukan kesenian sintren dan kesenian kuda kepang sebagai tontonan
menyambut tamu dari berbagai luar daerah. Sementara dari pekerja seni,
mengungkapkan bahwa ketertarikan mereka mempertahankan kesenian sintren
lebih disebabkan karena merasa mempunyai tanggung jawab moral sebagai
keturunan dari pelaku kesenian sintren.
Ketiga, kelompok masyarakat yang tidak ambil pusing tentang
bagaimana keadaan kesenian sintren dan bagaimana masa depan dari kesenian
sintren tersebut. Mereka berpendapat bahwa eksistensi sintren akan diuji oleh
seleksi alam sebagaimana yang terjadi pada jenis ksenian lainnya. Jika kesenian
sintren lulus dari ujian ini, maka tidak menutup kemungkinan sintren akan tetap
eksis di antara jenis kesenian lain. Sebaliknya, jika sintren tak kuasa menahan
terpaan badai perubahan zaman, maka kepergian kesenian sintren dari lembaran
khasanah budaya tradisional nusantara tidak perlu dirisaukan. Kelompok ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
percaya bahwa kesenian sintren harus diberi kesempatan untuk menolong dirinya
sendiri keluar dari berbagai kemelut yang mengelilingnya apabila ingin tetp eksis
dan terhindar dari bencana kepunahan.
Sementara itu apresiasi masyarakat terhadap kesenian sintren tidak
seluruhnya didasarkan pada logika penalaran obyektif. Sudut pandang apresiasi
masyarakat lebih banyak didasarkan pada seberapa besar kadar perhatiannya
terhadap kesenian sintren secara sempit, sehingga fenomena yang muncul adalah
pencerminan logika umum yang tidak mewakili seluruh sikap masyarakat
terhadap kesenian sintren. Misalnya dari sudut pandang pemain, apakah memang
harus dilakukan oleh seoang gadis yang masih suci ? bagaimana ukuran kesucian
seorang gadis pada masa kini di tengah derasnya arus informasi dan komunikasi,
dari sudut pandang tari, gerak tari sintren terkesan statis, mengulang-ulang
performansinya dan sulit mengembangkan format baru gerak tari yang lebih
teatrikal. Hal ini lebih disebabkan oleh suatu realita bahwa penari sintren adalah
seorang otodidak, yang menurut kepercayaan pelaku seni sintren, gerak tari
sintren dituntun oleh kekuatan tidak tampak (roh halus) yang mengindangi
(merasuki) ke dalam diri penari sintren yang memang dihadirkan oleh pawang
sintren pimpinan pertunjukan seni sintren. Dari sudut panjak, kemampuan rata-
rata untuk memenuhi permintaan pembalang (dalam acara balangan) atas lagu-
lagu non-sintren masih sangat terbatas, sehingga menimbulkan ketidak puasan di
kalangan penonton yang merupakan segmen penting dalam pertunjukan kesenian
sintren. Sebagai unsur pendukung pertunjukan sintren, peran panjak/nayaga belum
mampu mengoptimalkan penampilannya. Posisi mereka terdesak oleh dominasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
peran penari sintren di arena. Padahal peran panjak/nayaga dapat dijadikan
momentum untuk menciptakan daya tarik tersendiri dalam setiap pertunjukan
sintren.
Dari sisi bador (pelawak) meskipun bukan unsur utama dalam
pertunjukan sintren, namun pada perkembangannya fungsi bador amat diperlukan
untuk mencairkan suasana beku ketika masa pertunjukan belum selesai.
Penampilan bador yang kocak dan jenaka menjadi daya tarik tersendiri bagi
penonton yang memerlukan suasana segar di tengah pertunjukan sintren. Bador
belum mampu memanfaatkan arena sintren sebagai medium untuk
mengoptimalkan pentas kesenian sintren mempunyai nilai lebih. Hal ini karena
umumnya bador merupakan personal yang tidak dipersiapkan secara khusus dan
matang dengan kemampuan keterampilan akting dan mengorganisasikan
panggung sebagai media tontonan yang menghibur. Dalam pertunjukan seni
sintren, kehadiran bador sebetulnya tidak berbeda dengan kehadiran punakawan
dalam pagelaran wayang kulit atau kehadisan pamong kesatria dalam pentas
kethoprak. Bedanya, punakawan dan pamong kesatria mempunyai visi dan misi
yang jelas atas perannya dalam pertunjukan, sedangkan peran bador dalam
pertunjukan sintren belum beranjak dari sekedar bunga-bunga panggung.
Kehadiran bador belum menjadi sesuatu yang diharapkan oleh penonton pada
setiap episode pertunjukan seni sintren.
4.8.2 Kesenian sintren di tengah arus kesenian modern.
Kesenian sintren lahir dan berkembang di tengah kelompok masyarakat
marginal (pinggiran) atau masyarakat kelas bawah. Berbeda dengan kesenian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
tradisional lain yang elitis dan terpelihara secara sistematis dengan melibatkan
aparatur dan perangkat rapi serta terdidik seperti misalnya kesenian wayang kulit,
kesenian sintren berada pada posisi sebaliknya. Nuansa mistis dan magis dalam
kesenian sintren menyebabkan kesenian ini kurang diminati kelompok muda
dengan strata pendidikan menengah ke atas. Ada rasa enggan pada kelompok
pendidikan ini untuk turut ambil bagian dalam penanganan dan pengembangan
kesenian sintren bahkan dalam batas yang paling sederhana sekalipun. Partisipasi
sebagian besar masyarakat terhadap sintren baru sebatas penonton pasif. Sebagian
kecil masyarakat yang peduli kesenian sintren dengan mengundang untuk tampil
pada acara-acara pribadi seperti acara perkawinan atau khitanan. Masyarakat
masih enggan mengundang kelompok kesenian sintren sebagai media hiburan
untuk tamu-tamunya. Berbeda dengan kesenian wayang kulit, orkes melayu,
organ tunggal yang sering diundang masyarakat dalam acara hajatan bersifat
pribadi meskipun imbalan yang harus dikeluarkan pihak pengundang relatih besar
dibanding jika mengundang kelompok kesenian sintren (Hadisastro.1998:17-18).
Pada umumnya kesenian sintren cenderung berpentas di desa-desa.
Masyarakat perkotaan yang heterogen dengan banyak ragam pilihan hiburan
hampir tak terpikirkan untuk menjadikan kesenian sintren sebagai salah satu
alternatif hiburan yang memuaskan. Sebagian masyarakat perkotaan berasumsi
bahwa sintren lebih cocok untuk masyarakat pedesaan yang pola pikirnya masih
sejalan dengan sesuatu yang berbau mistis-magis.
Di sisi lain, kelompok atau paguyuban sintren sejauh ini masih dikelola
secara sambilan dengan menggunakan manajemen seadanya. Sebagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
disampaikan oleh Andi Rustono, Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Pemalang
sebagai berikut:
dirinya sendiri, lha wong setiap tampil, uang hasil pementasan dibagi habis, sehingga wajar saja untuk membeli pakaian seragam paguyuban
Hal seperti tersebut di atas juga diakui oleh pimpinan paguyuban sintren
Slamet Rahayu bapak Kiswoyo sebagai berikut:
jane tiap bubar pentas, selaku pimpinan rombongan kulo sampun nyisihke sekedik arto asil sumbangan saking penonton kalih doso ewu rupiah, tapi arto meniko namung cekap kangge nggantos sewa kendaraan menawai tampil wonten desa sanes, mula ngantos sapuniko paguyuban dereng gadah seragam, pramila kulo suwun bapak saged mbiyantu golek cara ben
selaku pimpinan rombongan saya sudah menyisihkan sedikit uang hasil sumbangan dari penonton yaitu sebesar dua puluh ribu rupiah, tetapi uang tersebut hanya cukup untuk pengganti sewa kendaraan jika tampil ke luar desa, sehingga sampai sekarang kami belum memiliki seragam, oleh karena itu kami berharap bapak dapat
Harus diakui bahwa dari pimpinan rombongan sampai penari sintren
bukanlah orang-orang profesional yang tahu bagaimana cara terbaik mengelola
sebuah kelompok kesenian yang dapat dijadikan sebagai sumber mata
pencaharian sehari-hari. Meskipun mereka mempunyai jadwal pentas keliling
bahkan mempunyai ijin dari kepolisian, mereka merasa sebagai anggota sebuah
kelompok kesenian sintren apabila ada pentas, dan apabila sedang tidak pentas
mereka kembali ke posisi dan profesi masing-masing.
Yuwono, seorang pemerhati kesenian sintren dan pensiunan PNS di
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pemalang, mengungkapkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
keberadaan paguyuban sintren di Kabupaten Pemalang, terutama di Kecamatan
Pemalang mengalami distrorsi karena kurangnya kesempatan untuk berpentas
dengan imbalan yang memadai, di samping masih kurangnya kepedulian yang
nyata dari dinas terkait.
Drs. Sultanto,M.Si., Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Pemalang saat ini, mengakui bahwa kelompok kesenian sintren di
wilayah kerjanya memang berada pada posisi yang dilematis, hidup segan
matipun enggan. Kawula muda yang diharapkan bersedia melestarikan kesenian
ini ternyata tidak tertarik. Untuk tetap mempertahankan eksitensi kesenenian
sintren, Pemerintah Daerah mengambil inisitaif menampilkan kesenian sintren
dalam even-even kedaerahan, misalnya saat penyelenggaraan festival kesenian
daerah atau panggung kesenian di alun-alun atau momen memperingati Hari Jadi
Kabupaten Pemalang.
Jika kondisi tersebut terus berlangsung, maka lambat laun kesenian
sintren akan lenyap tertelan hiruk pikuk pergulatan berbagai kepentingan
masyarakat yang semakin kompleks seiring lajunya arus modernisasi dan
globalisasi. Situasi yang semakin sulit kian menyudukan kesenian sintren karena
untuk mencari penari sintren saja sekarang sangat sulit disebabkan banyaknya
tantangan dari berbagai pihak. Menurut bapak Kiswoyo, pawang dan pimpinan
rombongan Paguyuban Kesenian Sintren Slamet Rahayu, menyatakan bahwa
sekarang susah sekali mencari penari sintren karena para guru tempat penari
sintren bersekolah melarang siswanya untuk menjadi penari sintren. Minat para
gadis untuk menjadi penari sintren juga menjadi sebab sulitnya mencari seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
pemain sintren, bahkan anak-anak keturunan anggota paguyuban kesenian
sintrenpun jarang yang tertarik dan bersedia menjadi penari sintren.
Kesenian sintren jauh berbeda dari kethoprak, ludruk Jawa Timuran atau
wayang orang yang memiliki alur cerita dan penokohan pelakunya. Kesenian
sintren cenderung hanya menampilkan gerak tari yang dikombinasikan dengan
iringan tembang (nyanyian) dan gendhing (musik). Pertunjukan ini mempunyai
akar dari kelompok sendratari mengingat asal mula kesenian ini dilhami
perjalanann cinta kasih Raden Sulandono dan Sulasih pada era Sultan Agung
Mataram. Jalinan kisah kasih dua sejoli tersebut divisualkan secara sederhana
dalam bentuk gerak tari yang rancak. Tidak ada dialog, juga tidak terdapat alur
cerita, bahkan tokoh Raden Sulandonopun tidak terwakili dalam pentas.
Sepanjang pertunjukan yang tampil hanya tokoh wanita yaitu Sulasih yang menari
sepanjang pertunjukan.
Saat ini kesenian sintren jarang dipentaskan karena sebagai seni rakyat
yang hanya mengandalkan pada tanggapan kalah laku dengan budaya populer.
Apalagi ketika bersaing dengan hiburan di televisi yang lebih menjanjikan
hiburan-hiburan yang lebih menarik tanpa harus berkumpul di lapangan seperti
halnya menonton pertunjukan kesenian sintren. Pada pementasan kesenian sintren
yang dilakukan keliling oleh paguyuban seni sintren dari desa ke desa cenderung
sepi penontrton pada malam pertunjukan kedua dan seterusnya.
Kesan pertama yang muncul setelah menyaksikan pertunjukan kesenian
sintren adalah bahwa kesenin itu menampilkn sesuatu yang monoton. Format
tampilan yang telah dipentaskan pada malam pertama akan diulang lagi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
malam kedua, ketiga dan seterusnya. Secara esensial tidak ada hal-hal baru yang
muncul pada setiap pementasan sintren. Semua sudah terpola dan kesan seperti itu
tidak dapat dihindarkan. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa pada
malam kedua dan seterusnya pertunjukan seni sintren sepi penonton.
Pada titik inilah, terminology the others harus tetap diposisikan sebagai
entitas yang diakui keberadaannya dan memiliki hak yang sama untuk hidup dan
berkembang, termasuk kesenian sintren dan masyarakat pendukungnya dalam
membangun identitas budayanya. Realitas-realitas di atas menunjukan bahwa
modernisasi, industrialisasi, perdagangan bebas, dan perang wacana dalam
pembangunan identitas budaya masyarakat dalam masa kekinian merupakan salah
satu sebab terjadinya pemaknaan ulang terhadap eksistensi kesenian sintren.
Dengan kata lain telah terjadi dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren
disebabkan arus modernisasi.
4.9 Proses Dekonstruksi Makna Simbolik Kesenian Sintren
Dekonstruksi merupakan sebuah tindakan subjek yang membongkar
sebuah objek yang tersusun dari berbagai unsur. Tetapi bukan hanya
pembongkaran terhadap objek (teks), melainkan sekaligus menghasilkan
konstruksi baru dari suatu objek. Teks bukan tatanan makna yang utuh melainkan
arena pergulatan yang terbuka (Barker. 2005:78-82). Dalam hal ini dekonstruksi
memandang realitas sebagai sesuatu yang bersifat organik dan decentering.
Organik yang dimaksud di sini adalah pemikiran yang memandang segala
jaringan saling berhubungan. Derrida telah membuat suatu penegasan bahwa
sekecil apapun unsur jaringan yang ada dipandang sebagai entitas. Sementara itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
decentering adalah struktur tanpa pusat dan tanpa hirarkhi (Ratna, 2004:44;
Derrida dalam Grenz, 2001:236). Kerja dekonstruksi dilakukan dengan
memahami dan mengkaji sesuatu yang semula dianggap kurang penting misalnya,
makna simbolik dalam kesenian sintren sebagai suatu kegiatan yang bertentangan
dengan agama. Dalam kaitan inilah dekonstruksi mengedepankan konsep
detotalitas, yaitu pemikiran yang memandang segala sesuatu secara keseluruhan
yang berdampingan, berada bersama, saling bekerja sama tanpa peleburan atau
meleburkan diri, kecuali hanya membaur (Pitana, 2010: 38). Melalui dekonstruksi
Derria yang membaca dan menafsirkan ulang seluruh puncak pemikiran filosofis
Barat, diharapkan melahirkan teks-teks baru (Lubis.2004:110). Sehingga dengan
cara mendekonstruksi (membongkar) teks dan penafsiran lama melahirkan satu
teks dan penafsiran baru yang hampir berbeda secara total dengan teks lama,
karena ia merupakan metode membaca (hermeneutika teks) secara kritis dan
radikal (Lubis.2004:113-`114).
Dalam dekonstruksi Derrida, jejak (trace) adalah bukti ketidak-hadiran
(absent of presence) yaitu tidak adanya asal usul yang menjadi syarat perkiraan
dan pengalaman. Dengan melakukan pembongkaran (deconstruction) Derrida
mencoba mengatasai teks lama dengan mengajukan hal-hal baru yang tidak
terdapat pada teks lama, karena tidak ada makna tunggal atau metafor tunggal
dalam teks (Lubis. 2004:112-113; Ariwidodo. 2009:22-23). Kehadiran makna
bukan sesuatu yang ada, melainkan mengada melalui jejak dari sesuatu yang
lain, sesuatu yang tidak akan pernah hadir secara penuh (Lubis. 2004:114, Ratna.
2007:138). Hubungan pertandaan tidak ditentukan oleh struktur sebagai pusat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
kekuatan makna yang bermuara pada petanda yang tunggal. Sebab pusat
sebagaimana yang dibaca Derrida atas Lévi-Strauss terhadap mitologi adalah
laksana ilusi historis (Derrida, 2001: 46).
nterpretan.
ini memadukan suatu entitas yang disebut representamen dengan entitas lain yaitu
objek, dan menghasilkan rangkaian hubungan yang tidak berkesudahan. Gerakan
tak berujung pangkal ini oleh Eco dan Derrida kemudian dirumuskan menjadi
proses semiosis tanpa batas (Budiman.2011:17-18). Selanjutnya proses ini
digunakan untuk memahami kejelasan proses dekonstruksi makna simbolik
kesenian sintren.
4.9.1 Sintren sebuah romantisme masyarakat menjadi kesenian rakyat
Sumber awal tari dari kesenian rakyat memang sulit dilacak siapa
penciptanya dan kapan pembuatannya. Biasanya diambil dari sebuah kesimpulan
bahwa tari adalah sebuah jampi-jampi pembebasan seperti halnya mantera atau
nyanyian doa yang selalu dipuja-pujikan dalam sebuah siklus baru setelah panen,
pesta yang mengikuti perpindahan penting dari kehidupan, terutama pada
perkawinan, upacara kematian, upacara pembakaran jenazah, peringatan proyek-
proyek pentinng atau pada hari jadi yang menandai sebuah komunitas. Di mana
para pemain biasanya terdiri atas orang-orang desa setempat yang berperan atau
menari sebagai hobi atau untuk mendapatkan prestise, atau dengan kata lain bukan
professional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Transformasi kekuasaan dari Mataram ke pemerintah kolonial Belanda
terutama pada masa pemerintahan Raffles (1811-1816) ternyata membawa
perubahann sosial kebudayaan masyarakat pesisir dalam semua aspek
kehidupannya. Dalam kehidupan sosial masyarakat muncul golongan baru yaitu
elite kolonial yang berkedudukan lebih tinggi dibanding penduduk pribumi, dan
rakyat tetap menempati kedudukan sebagai wong cilik yang tetap mejadi kawula
penguasa baru tanah peisisr. Namun demikian kehidupan masyarakat pesisir
ternyata sedikit lebih memiliki kebebasan dibanding saat Mataram berkuasa.
Karena itu besar kemungkinan bahwa kesenian rakyat sintren muncul pada zaman
ketika pemerintah kolonial mengambil alih kekuasaan di pesisir pantai utara.
Kesenian sebetulnya adalah kesaksian masyarakat atas kekuasaan dan gaya hidup
elit kolonial yang dilihat dari perspektif wong cilik (Susanto.2007:256-257).
Kesenian rakyat sintren adalah sebuah romatisme masyarakat terhadap
kekuasaan Mataram masa Sultan Agung yang tercermin dalam figur Tumenggung
Bahurekso seperti yang digambarkan dalam legenda dan folklore rakyat pesisir.
Romantisme yang muncul ketika kekuasaan Mataram sepeninggal Sultan Agung
tidak lagi hadir di wilayah pesisir dan digantikan oleh elite birokrat yang menjadi
kepanjangan pemerintahan kolonial Belanda yang hanya suka menarik upeti dan
membebankan kerja wajib terhadap kawulanya. Masyarakat tidak lagi mempunyai
figur kawulanya sebagaimana penguasa
Mataram berkuasa (Susanto.2007:264-265). Hal ini tercermin dalam kesenian
sintren, semua gerakan, atribut, dan lontaran syair-syairnya adalah upaya meniru
hobi dan gaya hidup elite kolonial atau paling tidak sebuah gambaran masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
yang ikut menikmati hobi dan gaya hidup elite kolonial dengan gaya seadaanya.
Dalam keadaan di mana modernitas dari Barat menjadi gaya hidup, maka
masyarakat mengadopsi beberapa elemen budaya yang berasal dari Barat dalam
kesenian komunitasnya. Sintren adalah kesaksian dari sebuah kebudayaan
kolonial yang pernah berkembang di kalangan elite birokrasi Eropa dan aristokrat
pribumi, yaitu kegemaran berpesta dan dansa-dansi mewah di gedung-gedung
pertunjukan. Untuk meniru gaya borjuasi kolonial, rakyat membuat suatu bentuk
kesenian yang merupakan ekspresi imitasi dari sebuah produk kebudayaan elite
dan kemudian terciptalah sintren.
Pada awal kehadiran kesenian sintren dapat dipastikan bahwa profil
kesenian sintren sangat sederhana, baik dilihat dari segi kostum, tampilan maupun
perangkat pengiringnya (pajak, nayaga dan instrument musik). Mulai dari tahap
awal penyelenggaraan pentas sampai akhir berlangsung tata cara baku dan
berkesan statis. Pemeran sintren haruslah seorang gadis suci, didampingi seorang
pawang yang bertugas mengatur ritus pertunjukan. Beberapa wanita panjak
berperan sebagai penyanyi pengiring dan beberapa penabuh gamelan yang
bertugas mengatur irama gending agar selaras dengan irama tembang yang
dilantunkan para panjak. Dalam hal ini Hadisastro (1998:8-9) menyebutkan
bahwa gerak tari sintren terkesan spontan namun ritmik dan terpola.
Menurut masyarakat setempat, ada dua kategori sintren yaitu sintren
jadi tidak jadi . Sintren jadi adalah sintren yang ketika melakukan
peran sintren dalam keadaan trance, sedangkan sintren tak jadi adalah sintren
yang tidak mengalami trance atau kesurupan. Menurut Bapak Kiswoyo, seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
pawang sintren, ciri-ciri sintren jadi antara lain si sintren tidak mengetahui dan
menyadari apa yang telah dilakukan di tengah pentas selama pertunjukan sintren
berlangsung, meskipun selama waktu tersebut si sintren menari-nari sesuai
dengan tembang dan iringan gamelan. Ciri lain adalah apabila salah satu bagian
dari anggota badan sintren disentuh oleh tangan penonton maka secara otomatis
sinren akan jatuh pingsan. Sementara sintren tak jadi , tidak akan merasakan
sebagaimana yang dirasakan oleh sintren jadi. Sintren tak jadi merasakan secara
sadar apa yang dilakukan, mulai tahap masuk kurungan ayam, berdandan di
dalamnya, lalu memulai pertunjukan setelah kurungan dibuka oleh seorang
panjak. Karena kesadaran terkontrol penuh, sintren tak jadi dapat mengatur setiap
gerak tari yang ditampilkan di hadapan penonton. Sehingga sintren tak jadi tidak
terpengaruh oleh sentuhan tangan penonton yang usil, namun demi untuk menjaga
kredibilitas sebagai sintren yang baik, dia akan berpura-pura merebahkan diri dan
bangun kembali pada saat yang tepat ketika pawang dan panjak melantunkan
tembang pemulihan untuk penyadaran.
Membedakan antara sintren jadi dan sintren tak jadi tentu bukan
persoalan mudah karena tidak ada patokan untuk menilai perbedaan keduanya.
Apalagi kebanyakan penonton datang ke arena pertunjukan sintren semata-mata
untuk mencari hiburan. Mereka tidak peduli apakah sintren yang ditonton itu
sintren jadi atau tak jadi. Namun bagi seporang pawang yang teliti dan panjak
yang tajam nalurinya, jadi atau tidaknya pemeran sintren akan terlihat dalam
pementasan. Menurut seorang pawang sintren bapak Kiswoyo, yang cukup lama
menggeluti dunia kesenian sintren, sosok sintren jadi memperlihatkan sikap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
kukuh, mantap dan penuh percaya diri pada saat tampil di tengah arena.
Sebaliknya sintren tak jadi memperlihatkan sikap kurang percaya diri, kurang
mantap dan sering tak kuasa menahan senyum mendengar banyolan-banyolan
sang bador. Dengan kata lain sintren tak jadi lebih merupakan penari sintren
daripada seorang sintren dalam arti sebenarnya.
Menurut Derrida dalam Al-Fayyadl (2009:76-80) bahwa dalam membaca
teks perlu dibebaskan dari logika dan kategori metafisik yang hierarkis dan
oposisional. Karena teks merupakan perlawanan terhadap pusat yang secara
ontologis diyakini sebagai makna atau kebenaran yang intrinsik dalam suatu hal.
Teks menetralkan pusat-pusat penandaan melalui differensilitas tanda, sehingga
cara kerja teks bersifat diseminatif, disebabkan tanda-tanda yang termuat dalam
sebuah teks menyebar dan berhubungan dengan teks-teks lain, karenanya dalam
rangakian intertekstualitas tidak ada lagi kebenaran atau makna yang otonom.
Kebenaran itu dibentuk dari teks, ditemukan dalam teks, diinvensi dan direkayasa
dalam teks. Diseminasi tanda menjadikan teks laiknya sebuah gerowongan yang
berisi lorong-lorong panjang tanpa ujung atau labirin dengan kaca-kaca yang
saling memantulkan bayang-bayang tanpa arah jelas ke mana arah jalan itu
menuju. Hal ini dapat dipahami bahwa perbedaan dan/atau perubahan pusat yang
dimiliki masing-masing masyarakat menyebabkan dekonstruksi makna simbolik.
Sebagaimana yang terjadi dalam dekonstruksi makna simbolik berupa pemaknaan
ulang tentang pertunjukan kesenian sintren.
Hal di atas menunjukan bahwa makna adalah produk dari situasi yang
terkait (contingent situation) serta dari suatu perbedaan tanda yang berkaitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
dengan tanda-tanda lain. Makna hanya dapat dipahami dalam konteksnya
(Cavalaro.2004:20-23). Sebagaimana pengertian tanda oleh Derrida yang
memiliki jejak (trace) atau tanda bekas, yaitu sesuatu yang mengacu pada
pengertian bekas-bekas terciptanya suatu realitas (Lubis.2004:11-116). Dapat
dikatakan bahwa jejak tidak memiliki substansi melainkan hanya menuju objek-
objek lain. Kehadiran makna bukan sesuatu tentang ada, melainkan sesuatu yang
mengada yang dapat ditelusuri melalui jejak-jejak yang ditorehkan. Jejak
mendahului subjek (Derrida dalam Al-Fayyadl.2004:132-145). Maka makna itu
ditentukan oleh jejak (trace) penandanya, yang senantiasa berjejak, bergeser,
berpindah ke sembarang arah.
Kesenian sintren sebagai produk budaya mempunyai metafisikanya
sendiri sebagai pertama, romantisme yang muncul ketika kekuasaan Mataram
sepeninggal Sultan Agung tidak lagi hadir di wilayah pesisir dan digantikan oleh
elite birokrat yang menjadi kepanjangan pemerintahan kolonial Belanda yang
hanya suka menarik upeti dan membebankan kerja wajib terhadap kawulanya.
Masyarakat tidak lagi mempunyai figur mengayomi
kawulanya sebagaimana penguasa Mataram berkuasa. Kedua, metafor dari hobi
dan gaya hidup akibat pengaruh modernisasi pada masa pemerintahan kolonial
dengan gaya apa adanya. Dalam keadaan di mana modernitas dari Barat menjadi
gaya hidup, maka masyarakat mengadopsi beberapa elemen budaya yang berasal
dari Barat dalam kesenian komunitasnya. Kenyataan ini menunjukkan telah terjadi
dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren dari sebuah romantisme dan gaya
hidup menjadi sebuah kesenian rakyat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
4.9.2 Sintren dari Kesenian rakyat menjadi kesenian modern
Secara umum kesenian sintren merupakan perpaduan seni gerak (tari),
seni suara (tembang), seni musik (gending), dan lawak (bador). Sajian tari
dilaksankan oleh sintren mengikuti jenis tembang yang tengah dilantunkan
dengan iringan musik tradisional Jawa laras slendro. Gamelan pengiringnya tidak
selengkap gamelan pengiring pentas wayang kulit atau campursari. Pada pentas
kesenian sintren, gamelan pengiring lengkap hanya terdiri dari satu set gambang,
saron, kempul, gendang dan gong. Irama gendingnya sangat sederhana, berdurasi
singkat dan tempo yang cepat. Para panjak juga demikian, bermodalkan nada
suara tinggi, tak perlu warna suara bagus. Hingga saat ini mereka belum mengenal
teknik olah vokal yang baik dan benar. Harmonisasi suara satu, suara dua dan
seterusnya belum dipikirkan sehingga penampilannya terkesan statis dan
monoton. Hal ini karena sebagian besar para panjak bukanlah profesonal yang
mengkhususkan diri di bidang seni tarik suara, mereka hanyalah ibu-ibu rumah
tangga yang merasa terpanggil untuk melestarikan kesenian ini dengan
bermodalkan kemauan semata.
Meskipun demikian profil sintren sekarang sedikit lebih banyak telah
mengalami perubahan khususnya dalam hal lantunan tembang-tembangnya. Tak
dapat dicegah maraknya lagu-lagu ndangdut dan campursari di tengah masyarakat
awam telah berpengaruh pada kesenian sintren. Beberapa lagu dangdut dan
campursari yang digemari masyarakat dinyanyikan pula oleh panjak dalam
pementasan kesenian sintren. Sebetulnya beberapa tahun jauh ke belakang telah
ada satu dua lagu berirama Melayu yang masuk jajaran tembang-tembang sintren,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
satu di antaranya lagu Pengantin Baru, ada juga tembang berirama Sunda yang
disukai penonton yaitu bajing Loncat. Perubahan lain terjadi juga pada pola gerak
tari, misalnya pada tembang Pengantin Baru, pola gerak tarinya berbeda dengan
pola gerak tari pada tembang Lelo-lelo Ledhung.
Adanya pengaruh lagu-lagu kontemporer dalam pentas kesenin sintren
dimungkinkan karena dalam pentas sintren ada bagian (episode) yang dinamakan
yaitu bagian dalam pentas di mana sintren (dibimbing oleh seorang
panjak bisaanya seorang pawang) keluar meninggalkan arena pertunjukan menuju
kerumunan penonton untuk meminta (sekedar) derma/sumbangan. Penonton
dermawan diharapkan menjatuhkan sekeping atau selembar uang di atas mangkuk
atau cething beralaskan sapu tangan yang dibawa sintren sebagai imbalan atas
pertunjukan sintren yang mereka saksikan saat itu. Besarnya uang derma tidak
ditentukan dan dibatassi tergantung dari seberapa besar keikhlasan penonton
menyumbang. Tidak menyumbang juga tidak mengapa, cukup menghindar dari
jalur yang akan dilewati sintren dan pembimbingnya. Namun penonton yang usil
bisasanya meminta didendangkan terlebih dahulu sebuah lagu sebelum
memberikan sumbangan. Lagu-lagu yang diminta umumnya lagu-lagu berirama
dangdut atau campursari yang tengah popular, dan panjak tidak punya pilihan lain
kecuali mengikuti kehendak penonton.
Tidak mudah memproyeksikan wajah masa depan kesenian sintren di
tengah banyaknya pilihan kesenian tradisional yang mempunyai segmen penonton
(penggemar) kuat dan maraknya berbagai jenis hiburan bernuansa modern
(konemporer) yang memiliki daya pikat kuat serta manajemen yang rapi. Bahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
kehadiran kesenian kontemporer telah sampai pada titik terjauh di pedesaan, yang
secara geografis adalah lahan subur bagi perkembangan kesenian-kesenian
tradisional seperti seni sintren. Mampukah pertunjukan kesenian sintren
masyarakat untuk datang memenuhi arena yang telah disiapkan
sebagaimana pertunjukan wayang kulit atau tontonan orkes campursari ?.
Hadisastro seorang pemerhati dan penulis buku tentang sintren menyatakan sulit
rasanya menjawab pertanyaan tersebut melihat kondisi kesenian sintren akhir-
akhir ini, bahkan untuk bertahan dari kepunahan saja sudah merupakan prestasi
yang sangat bagus.
Pemikiran tentang modifikasi pementasan sintren menjadi sesuatu yang
tidak mustahil. Para pakar seni tradisional menjadi pihak yang paling kompeten
untuk pekerjaan ini. Modifikasi yang dilakukan tentu harus dihindarkan dari
wilayah esensial dalam pertunjukan sintren, melainkan hanya pada bagian pola
pertunjukan untuk memberikan sentuhan baru format pertunjukan sintren yang
lebih segar dan variatif, sekaligus memberikan citra baru pada kesenian sintren itu
sendiri.
Masa depan kesenian sintren tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan
gadis-gadis yang dengan sukacita menjadi sintren dalam waktu tertentu. Pemeran
sintren merupakan faktor utama dalam sebuah kelompok kesenian sintren. Tanpa
adanya pemeran sintren, dengan sendirinya kelompok kesenian sintren berakhir
eksistensinya. Sebagaimana disampaikan oleh Andi Rustono, Ketua Dewan
Kesenian Kabupaten Pemalang, bahwa hal paling sulit melestarikan kesenian
sintren adalah mencari gadis (suci) penari sintren, bahkan di wilayah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
menjadi pusat kesenian sintren itu sendiri. Hal yang sama dikatakan oleh seorang
pawang sintren, Kiswoyo (52 tahun) bahwa anaknya yang masih duduk di SMP-
pun tidak mau menjadi sintren, juga anak-anak panjak dan kemlandang lainnya
tidak ada yang bersedia. Apalagi syarat untuk menjadi sintren cukup berat karena
harus menjalani perjalanan sebuah ritual panjang agar dapat diindangi (dirasuki),
yang menurut Ibu Casmiah anggota paguyuban sintren Slamet Rahayu, calon
sintren harus mampu laku puasa ngasrep (hanya memakan nasi putih, tahu, dan
tempe rebus) minimal selama 7 (tujuh) hari.
Dari sisi pandangan tentang pemeran sintren dituntut memiliki
kemampuan menari gaya sintren secara otodidak karena sampai saat ini belum ada
seorang guru tari yang khusus mengajarkan tarian sintren. Calon pemeran sintren
harus mempunyai persiapan lahir batin untuk menjalani peran sintren, yang untuk
saat sekarang tidak sepopuler dahulu ketika masyarakat belum mengenal banyak
pilihan tontonan (hiburan), serta kemampuan menari gaya sintren yang ritmik.
Persiapan semacamm itu bagi calon sintren ternyata tidak mudah. Ada seorang
gadis calon pemeran sintren yang memiliki kesiapan mental, namun ternyata tidak
memiliki kemampuan menari yang memadai akibatnya penonton tidak mau
datang lagi pada pertunjukan malam berikutnya. Atau sebaliknya, gerak tarinya
cukup bagus namun kurang percaya diri, dan pentaspun gagal. Dalam situasi
demikian, langkah terbaik bagi kelompok kesenian sintren adalah menghentikan
pementasan sampai ditemukan pemain sintren baru yang memenuhi persyaratan
seperti di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Tuntutan kebutuhan hidup yang semakin kompleks menyebabkan tidak
adanya daya rekat yang mengikat antara masyarakat dengan kesenian tradisional
yang dianggap tidak lagi kondusif seperti sintren, terlebih pada era globalisasi
dimana sekat-sekat budaya antar bangsa sudah mulai melemah. Ragam kesenian
kontemporer yang paling diminati akan segera mencapai puncak ketenaran
melampaui batas-batas Negara asalnya. Sebaliknya ragam kesenian tradisional
yang tidak diminati akan terpuruk dan bahkan terlupakan sama sekali, sintren
salah satu contoh yang paling nyata. Oleh karena itu diperlukan tidak sekedar
memotivasi kesenian sintren agar tetap eksis namun tanpa peningkatan sumber
daya pendukungnya sama buruknya membiarkan kesenian sintren merana.
Persoalan yang dihadapi kesenian sintren memang sangat kompleks. Secara
intern, faktor ketergantungan kelompok kesenian ini pada figur penari sintren
masih sangat besar. Sehingga memberikan porsi lebih besar kepada unsur
pertunjukan sintren lain seperti panjak dan bador adalah suatu terobosan untuk
mengurangi ketergantungan kelompok kesenian sintren ini pada figur tunggal
penari sintren. Peningkatan kemampuan peran panjak dengan mengoptimalkan
penampilan, kekompakan dan penguasaan lagu-lagu non-sintren untuk
memanjakan penonton menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri.
Kesenian sintren harus mampu memperbaharui sisi pertunjukannya dengan
mengurangi segi magis mstis dan meningkatkan peranan bador dan panjak sebagai
aktor panggung. Bahkan bila penonton menghendaki ditiadakannya kurungan dan
sesaji dari arena pertunjukan sintren perlu dipertimbangkan dan dipenuhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Pelaku kesenian sintren perlu secara kreatif dan inovatif menghasilkan
produk-produk baru berbasis tradisi (produk seni tradisi yang benar-benar baru,
modifikasi, atau peningkatan dari produk yang ada). Dalam dunia entertaiment
dikenal hukum law of deminishing return yakni suatu produk makin lama akan
makin kurang diminati karena ada perubahan kebutuhan dan selera pasar serta
munculnya produk-produk pesaing yang lebih baik. Suatu produk memiliki
product life cycle, yakni masa lahir, tumbuh, dewasa, tua, dan mati. Oleh karena
itu penting bagi masyarakat pegiat kesenian sintren untuk selalu melakukan
inovasi. Karena kesenian sintren itu sendiri dalam sejarah dan kenyataannya
memang terus mengalami perubahan.
Salah satu aturan dikatakan sukses dalam entertaiment adalah melayani
kebutuhan dan selera konsumen secara lebih baik dibandingkan pesaing, sehingga
dapat diperoleh pelanggan yang loyal. Demikian pula, masyarakat pegiat kesenian
sintren perlu mengetahui dan memahami secara jelas mengenai kebutuhan dan
selera konsumennya, mengembangkan produk, menyampaikan produk, dan
memberikan pelayanan sesuai kebutuhan dan selera konsumen. Jika diperlukan
dapat dijual produk dan diberikan pelayanan dengan kualitas yang melebihi
harapan konsumen.
Apabila kesenian sintren merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
aset kebudayaan nasional yang bercirikan etnik, maka kesenian sintren adalah
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelestarian kebudayaan nasional
yang berdiri di atas pilar-pilar kebudayaan daerah dan sekaligus sebagai
pemenuhan atas nafsu selera masyarakat terhadap kebutuhan suatu hiburan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
menarik dan memikat sesuai keadaan zaman. Artinya, sakralisasi dan metafisika
kesenian sintren yang dilandasi romantisme dan gaya hidup masyarakat telah
tergantikan oleh pemenuhan akan kebutuhan hiburan sesuai zamannya. Sehingga
ciri mstis pada setiap pertunjukan kesenian sintren tidak lagi menjadi acuan baku
yang harus ditaati. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pergeseran
pemaknaan terhadap pertunjukan kesenian sintren menjadi pemenuhan selera
masyarakat akan sebuah hiburan yang populer merupakan salah satu proses
terjadinya dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren.
4.10 Implikasi Dekonstruksi Makna simbolik Kesenian Sintren terhadap
kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat Kelurahan
Paduraksa Kabupaten Pemalang.
Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan keniscyaan dan
tidak dapat dielakkan. Masyarakat tidak pernah statis, selalu dinamis berubah dari
satu keadaan ke keadaan lainnya yang disebabkan oleh berbagai faktor. Perubahan
ini dimaksudkan sebagai wujud tanggapan manusia terhadap tantangan
lingkungannya. Diakui atau tidak suatu masyarakat tidak akan pernah terbebas
dari gejala perubahan. Di mana kini perubahan tersebut berjalan sangat pesat,
sehingga justru membingungkan manusia itu sendiri. Karena gejala perubahan
yang terjadi memiliki intensitas yang kuat muncul kekwatiran bagaimana
ketangguhan daya tangkal nilai-nilai masyarakat yang telah mapan menjadi
goyah, kemudian perlahan-lahan mengalami pemudaran. Namun demikian adanya
dinamika masyarakat memberikan kesempatan kebudayaan untuk berkembang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dan
tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah pendukungnya.
Di tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya
adiluhung kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsungannya,
wilayah pantura Jawa Tengah bagian barat khususnya di Kabupaten Pemalang.
Harus diakui bahwa menghidupkan kesenian Sintren tidak lebih dari
sebuah "pengabdian" untuk melestarikan budaya warisan nenek moyang, atau
ingin mempertahankan nilai-nilai kearifan yang tersimpan di dalamnya,
sebagaimana yang dilakukan oleh anggota Paguyuban Sintren Slamet Rahayu
dusun Sirau Kelurahan Paduraksa
Mempertahankan nilai-nilai seni budaya itulah agaknya yang dijadikan
pertimbangan. Memutuskan menjadi penari sintren barangkali merupakan sebuah
keberanian dan secara moral patut dihargai sebagai bentuk ketulusan menjaga
nilai-nilai kesucian. Dalam prosesi pementasan sintren ada semacam persyaratan
khusus, si penari harus benar-benar masih perawan (suci) lahir batin, dalam arti
secara fisik masih gadis (perawan) dan secara psikologis belum terhegemoni oleh
pengaruh modernitas (masih lugu). Tetapi kesenian sintren yang spiritualistik
dalam menghadai gelombang besar arus global, tidak hanya menjadi barang
industrial yang dianggap sekedar mampu menyesuaikan kondisi zaman. Sehingga
kesenian sintren perlu menata diri agar tidak larut dan tunduk pada arus global,
malah sebaliknya dapat menata diri kembali seperti keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
dengan tujuan agar nilai-nilai luhur yang terdapat dalam seni tradisional tetap
terjaga.
Secara historis makna modernitas mengacu pada transformasi sosial,
politik, ekonomi, cultural, dan mental yang terjadi di Barat sejak abad ke-16 dan
mencapai puncaknya pada abad 19 dan 20 (Sztomka. 2008:149). Dari sudut
pandang ini perkembangan masyarakat terjadi melalui proses peralihan dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Simbolisme tradisional lazimnya
dijadikan sebagai alat untuk meninggikan martabat dan kemuliaan
(Herusatoto.2000:125-128). Sebagaimana kesenian sintren merupakan produk
budaya yang mencerminkan kosmologi dan filosofi Jawa dalam pemeran sintren,
gerak tari, tembang, tata busana dan tata rias serta tata penggunaanya. Tetapi, kini
metafisika kesenian sintren telah hilang seiring semakin derasnya rasionalisme
dalam proyek modernisasi Barat. Simbolisasi hanya menjadi tanda pengenal
belaka.
Kematian metafisika kesenian sintren merupakan penyebab terjadinya
dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren yang telah dijelaskan dengan
uraian jejak dan proses dekonstruksinya mendatangkan implikasi terhadap
kehidupan sosial ekonomi dan budaya pada masyarakat pelaku kesenian sintren
dan masyarakat Pemalang. Implikasai tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama, kehadiran sintren dapat menjadi salah satu solusi di tengah kekeringan
berusaha bangkit saat ekonomi kurang memihak rakyat kecil, dengan tidak
merugikan pihak lain. Karena dibalik kesederhanaan, keikhlasan, kepolosan,
seorang gadis penari sintren mampu merubah kesunyian menjadi keramaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
penuh optimis penduduk suatu desa. Kedua, dengan pementasan kesenian sintren
telah memberikan peluang usaha dibidang niaga bagi pihak lain meskipun baru
pada skala kecil seperti berjualan krupuk sambal, tahu aci, mainan anak-anak,
pecel, serundeng lumping kerbau dan lain-lain. Hal ini terjadi karena setiap
pementansan kesenian sintren akan selalu diikuti dengan hadirnya banyak
pedagang sebagaimana yang terdapat pada pasar malam atau pasar tiban.
Smiers (2009 mengungkap-kan bahwa orang cenderung menghargai
gagasan bahwa seni menyajikan masa-masa terbaik dalam hidup manusia pada
momen-momen harmonis, menyenangkan, menghibur, ataupun momen-momen
yang menawarkan kesempatan unik untuk melakukan refleksi. Pada titik ini seni
dipandang dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya,
karena melegakan, menghibur, dan mendukung aktivitas keseharian, melegitimasi
acara, dan membuat keharmonisan kehidupan bermasyarakat.
Intensitas yang tinggi bagaimana pertunjukan sintren dilaksanakan dan
seberapa luas jangkauan wilayah pertunjukan yang dilalui dapat menjadi
alternatif pendapatan di tengah sulitnya keadaan ekonomi untuk bertahan hidup
sambil nguri-uri kebudayaan sendiri. Semua itu dapat dikatakan sebagai bagian
dari kecerdasan penduduk desa untuk mencoba bertahan lewat caranya sendiri.
Dengan demikian Implikasi dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren
terhadap tatanan kehidupan sosial paguyuban seni sintren dengan mengedepankan
dekosntruksi Derrida yang mengemukakan konsep reproduktif, yaitu pemikiran
yang memandang segala sesuatu realitas sebagai proses penciptaan atau
penciptaan kembali secara terus menerus, tanpa final dapat dibuktikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Dari aspek ekonomi, ada beberapa pilihan strategi peningkatan posisi
tawar dan daya saing bagi masyarakat pegiat kesenian sintren dalam
industrialisasi antara lain (1) mengembangkan dan memasarkan produk yang
sesuai dengan kebutuhan dan selera setiap segmen pasar yang dilayani; (2) secara
kontinyu mengembangkan dan memasarkan produk yang unik dengan fungsi dan
manfaat yang sulit ditiru oleh produk-produk substitusi; (3) meningkatkan
pelayanan kepada pembeli atau user, kalau diperlukan diberikan secara
customized; (4) melakukan integrasi ke hilir, yakni menjadi produser atau event
organizer; (5) melakukan kerja sama atau koalisi untuk menghadapi kekuatan
pembeli, pemasok, atau produk substitusi.
Dengan demikian dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren mampu
memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi dan budaya pada
masyarakat Dusun Sirau khususnya, dan masyarakat Kabupaten Pemalang
umumnya. Melalui dekonstruksi bahwa pertunjukan kesenian sintren tidak harus
mengacu secara baku kepada pertunjukan kesenian sintren yang berbau mistis
dan magis tentu akan mendapat tanggapan positif dari kelompok agamawan yang
selama ini menunjukan sikap kurang setuju terhadap eksitensi kesenian sintren.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dekonstruksi Derrida menggugat modus pemaknaan yang terpusat dan
cenderung bulat seperti yang mungkin diinginkan oleh teks atau apa yang dengan
sengaja dimunculkan secara terang benderang oleh hubungan logis dari teks.
Penyangkalan ini menjadikan tidak adanya pembacaan dominan, pekanaan
terhadap teks tidak lagi tunggal, melainkan majemuk dan melebar ke arah lain
yang tidak bisa dikendalikan. Dekonstruksi Derrida merupakan cara membaca
ulang atas sebuah teks (objek) termasuk teks budaya (objek budaya) yaitu
pemaknaan lain yang mungkin berbeda sama sekali dengan makna yang telah ada
sebelumnya. Dalam konteks ini kesenian sintren menjadi sebuah objek yang
harus dibaca ulang sesuai dengan kebenaran realitas ruang dan waktu si pembaca.
Karena dalam gagasan Derrida, realitas dipandang sebagai realitas ciptaan
(produksi, konstruksi) atau diciptakan kembali (reproduksi, rekonstruksi). Realitas
adalah suatu konstruksi kenyataan baru sebagai hasil dari konstruksi kenyataan
sebelumnya yang didekonstruksi. Namun dalam pembacaan dekonstruksi ini,
makna lebih dialami sebgai proses penafsiran bukan hasil yang sudah jadi, makna
ada dibalik layar, tetapi wujudnya bukan dalam bentuk kehadiran , melainkan
sebagai proses menj yang terus-menerus menunda pengertian yang dirasakan
memadai dan menggantinya dengan penanda baru yang lebih terbuka dan ambigu
(Al-Fayyad. 2009: 80-83). Dalam hal ini, dekonstruksi makna simbolik kesenian
sintren harus dipandang sebagai suatu proses yang diawali dengan adanya suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
sebab terjadinya dekonstruksi yang dilanjutkan dengan mengungkapkan
bagaimana implikasi dari realitas baru sebagai hasil dekonstruksi itu sendiri.
Berdasarkan paparan dan hasil pembahasan untuk menjawab tiga
pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini dapat dikemukakan tiga simpulan
sebagai berikut.
Pertama, dekonstruksi yang terjdi atas makna simbolik kesenian sintren
merupakan pembacaan ulang atas kesenian sintren sebagai benda budaya (teks
budaya) yang disebabkan oleh dua fenomena, yaitu 1) opini dan apresiasi
masyarakat terhadap eksistensi kesenian sintren, yaitu perlunya pemaknaan ulang
terhadap makna simbolik pertunjukan kesenian sintren, 2) kesenian sintren di
tengah arus kesenian modern, yaitu adanya tekanan arus modernisasi dan
industrialisasi dalam kapitalisme global yang menjadikan kesenian sintren
berjalan lurus menuju ke pemakamannya.
Kedua, proses terjadinya dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren
merupakan jejak-jejak yang terjadi dalam dekonstruksi yang kejelasannya dapat
diketahui dan dipahami melalui dua proses yaitu 1) dari sebuah romantisme dan
kemenjadian dari sebuah
romantisme masyarakat akan hadirnya figur pemimpin yang arif dan bijaksana
yang telah hilang di tanah pesisisr Jawa dan gaya hidup akibat pengaruh
modernisasi yang dibawa oleh pemerintah kolonial belanda atas golongan
masyarakat pribumi dengan gaya seadanya, 2) sintren dari kesenian rakyat
menjadi kesenian modern, yaitu bagaimana kesenian sintren sebagai warisan
budaya yang adiluhung menjadi sekedar pemenuhan nafsu selera modernisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
yang menjadikan sakralitas kesenian sintren tergantikan oleh profanitas
kepentingan pasar dalam mempertahankan eksistensi kesenian sintren. Meskipun
dalam pengembangan kesenian sintren sebagai suatu komoditas pariwisata budaya
akan dapat melestarikan kesenian sintren itu sendiri maupun dapat meningkatkan
kesejahteraan para pelakunya. Komersialisasi kesenian sintren karena tuntutan
ekonomi telah menjadi suatu realitas di masyarakat. Penanganan komersialisasi
kesenian sintren dengan baik berpotensi membawa dampak positif bagi kesenian
sintren yang menjadi komoditas itu sendiri maupun para pihak-pihak yang terkait,
seperti halnya berbagai tari klasik, musik klasik, maupun opera yang dikelola dan
dibisniskan secara baik di negara-negara maju. Walaupun demikian tidak bisa
ditolak pula adanya realitas bahwa komersialisasi kesenian sintren juga berakibat
pada pendangkalan dan pelecehan terhadap kesenian sintren itu sendiri.
Ketiga, dekonstruksi makna simbolik kesenian sintren memiliki implikasi
terhadap kehidupan sosial ekonomi dan budaya, yaitu tetap terjaganya eksistensi
kesenian sintren dan meningkatnya sumber kehidupan ekonomi bagi anggota
paguyuban kesenian sintren dan masyarakat di sekitar tempat diadakannya
pertunjukan kesenian sintren.
Peningkatan posisi tawar dan daya saing menjadi sangat penting bagi
eksistensi dan perkembangan kesenian sintren dan masyarakat pendukungnya.
Selain untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, posisi tawar dan daya saing
yang tinggi sangat diperlukan oleh masyarakat kesenian sintren untuk lebih
leluasa menghasilkan produk yang menurut mereka lebih baik dan menangkal
upaya eksploitasi, penjarahan, dan pelecehan oleh pihak-pihak yang kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
memiliki kepedulian pada kesenian sintren. Dengan posisi tawar yang tinggi,
masyarakat kesenian sintren
atau para konsumennya dalam hal apresiasi yang tepat terhadap kesenian sintren.
5.2 Saran
Ada dua saran dalam penelitian ini. Pertama, secara keilmuan atau
teoritis dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan dalam penelitian yang
berkaitan dengan pemaknaan simbol kesenian sintren dalam ranah Kajian Budaya,
objek pemaknaan tidak cukup hanya dimaknai secara tekstual sebagai objek seni
melainkan harus dimaknai secara kontekstual, artinya harus sesuai dengan
semangat zamannnya. Sehingga teori Dekonstruksi Derrida merupakan alat
analisis yang layak digunakan dan dikembangkan untuk penelitian-penelitian
sejenis. Penelitian terhadap objek kesenian sintren dapat dipahami dari proses
pemkanaan baru dalam konteks kekinian.
Kedua, dalam menjaga tetap hidup dan berkembangnya kesenian sintren
sebagai warisan budaya masyarakat Pemalang perlu ada sinergitas antara pelaku
seni, pakar seni dan Pemerintah Daerah dalam menggairahkan suasana
berkesenian di daerah secara multi dimensional. Banyak pihak yang
berkepentingan terhadap kesenian sintren berkeinginan agar sintren tidak sekedar
menjadi obyek penderita tapi menjadi subyek bahagia, tidak sekedar pemasok
tetapi juga pemilik, produser dan pemasar, tidak menjadi price taker tapi menjadi
price maker, dan sebagainya. Hal ini bisa dilakukan jika dari kelompok
masyarakat seni tradisi muncul suatu kemampuan untuk melakukan integrasi ke
hilir yakni menjadi produser yang handal, sehingga terjalin koordinasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
integrasi yang kuat antara sektor pasokan dengan sektor produksi maupun sektor
pemasaran dan distribusi. Suatu kerja sama atau koalisi dalam bentuk asosiasi atau
konsorsium diantara para pelaku seni, juga bisa menjadi senjata ampuh untuk
meningkatkan posisi tawar dan mendapatkan sinergi. Masyarakat pegiat kesenian
sintren sudah saatnya memikirkan untuk bekerja sama, membentuk koalisi,
sehingga lebih ada persatuan, lebih kompak, dengan pihak-pihak lain, misalnya
berkolaborasi dengan pementasan wayang kulit, kesenian campursari atau organ
tunggal.
Namun agar beberapa persyaratan tersebut lebih mudah dipenuhi,
diperlukan pula dukungan pemerintah dan masyarakat luas untuk menciptakan
lingkungan makro (politik, keamanan, regulasi, ekonomi, gaya hidup, sosial
budaya, dan teknologi) yang mendukung. Rekayasa-rekayasa kebijakan
pemerintah yang melindungi, membela dan mendukung pemberdayaan kesenian
sintren dan masyarakat pendukungnya saat ini masih sangat diperlukan.