Defisiensi Vitamin A

7
Defisiensi Vitamin A Pendahuluan Defisiensi vitaminA merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan membuat 250.000-500.000 orang anak menjadi buta setiap tahunnya dan separuh di antaranya akan meninggal dunia dalam tahun tersebut. Lebih kurang 150 juta anak lain menghadapi peningkatan risiko kematian dalam, usia kanak-kanak akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin A yang tidak memadai. Vitamin A merupakan istilah umum bagi sebuah kelompok senyawa kimia yang secara struktural saling berhubungan dan dikenal dengan nama retinoid; kelompok retinoid ini secara kualitatif mengendalikan aktivitas biologis retinol. Meskipun hanya diperlukan dalam jumlah yang kecil, namun nutrien ini sangat dibutuhkan agar berbagai proses regulasi dan fisiologis lainnya tetap bekerja secara normal dalam tubuh manusia. Kelainan defisiensi vitamin A terjadi ketika simpanan vitamin A di dalam tubuh terpakai hingga batas yang mengganggu berbagai fungsi fisiologis sekalipun bukti klinis adanya xeroftalmia (tanda patologis defisiensi vitamin A pada mata) masih belum terlihat. Dalam kondisi fisiologis yang normal, hampir 90% dari vitamin A yang tersimpan dapat ditemukan di dalam hati. Kehilangan simpanan vitamin A ini biasanya terjadi karena asupan vitamin A yang tidak mencukupi selama suatu periode waktu tertentu kendati kegilangan vitamin A tersebut juga akan meningkat dengan adanya infeksi yang menyertai. Sebagian besar vitamin A akan didaur ulang antara plasma, hati, dan jaringan tubuh lainnya. Laju pemakaian vitamin A oleh jaringan tertentu dapat menunjukkan adanya adaptasi terhadap ketersediaan vitamin A yang berkurang. Adaptasi homeostatik dan pendaurulangan ini berfungsi untuk mempertahankan kadar vitamin A yang relatif konstan dalam darah sampai simpanan didalam tubuh terpakai di bawah nilai batas yang menentukan. Sumber vitamin A

description

defisiensi vitamin A

Transcript of Defisiensi Vitamin A

Page 1: Defisiensi Vitamin A

Defisiensi Vitamin A

PendahuluanDefisiensi vitaminA merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada

anak-anak dan membuat 250.000-500.000 orang anak menjadi buta setiap tahunnya dan separuh di antaranya akan meninggal dunia dalam tahun tersebut. Lebih kurang 150 juta anak lain menghadapi peningkatan risiko kematian dalam, usia kanak-kanak akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh status vitamin A yang tidak memadai. Vitamin A merupakan istilah umum bagi sebuah kelompok senyawa kimia yang secara struktural saling berhubungan dan dikenal dengan nama retinoid; kelompok retinoid ini secara kualitatif mengendalikan aktivitas biologis retinol. Meskipun hanya diperlukan dalam jumlah yang kecil, namun nutrien ini sangat dibutuhkan agar berbagai proses regulasi dan fisiologis lainnya tetap bekerja secara normal dalam tubuh manusia. Kelainan defisiensi vitamin A terjadi ketika simpanan vitamin A di dalam tubuh terpakai hingga batas yang mengganggu berbagai fungsi fisiologis sekalipun bukti klinis adanya xeroftalmia (tanda patologis defisiensi vitamin A pada mata) masih belum terlihat.

Dalam kondisi fisiologis yang normal, hampir 90% dari vitamin A yang tersimpan dapat ditemukan di dalam hati. Kehilangan simpanan vitamin A ini biasanya terjadi karena asupan vitamin A yang tidak mencukupi selama suatu periode waktu tertentu kendati kegilangan vitamin A tersebut juga akan meningkat dengan adanya infeksi yang menyertai. Sebagian besar vitamin A akan didaur ulang antara plasma, hati, dan jaringan tubuh lainnya. Laju pemakaian vitamin A oleh jaringan tertentu dapat menunjukkan adanya adaptasi terhadap ketersediaan vitamin A yang berkurang. Adaptasi homeostatik dan pendaurulangan ini berfungsi untuk mempertahankan kadar vitamin A yang relatif konstan dalam darah sampai simpanan didalam tubuh terpakai di bawah nilai batas yang menentukan. Sumber vitamin A

Vitamin A dalam makanan sebagian besar manusia berasal dari sumber-sumber makanan nabati dan hewani dengan variasi yang sangat luas untuk memenuhi kebutuhan harian manusia. Di negara industri, lebih dari dua per tiga asupan vitamin A berasal dari sumber makanan hewani sebagai vitamin A yang sudah terbentuk sebelumnya. Sementara itu, masyarakat dalam negara berkembang bergantung terutama pada senyawa karotenoid provitamin A yang berasal dari sumber makanan nabati. Populasi penduduk di negara berkembang menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk mengalami defisiensi vitamin A; khususnya jika beras menjadi bahan makanan pokok dan terdapat kemiskinan. Sumber vitamin A yang sudah terbentuk (preformed) dalam makanan, meliputi hati, susu dan produk susu, telur serta ikan. Sumber vitamin A yang paling kaya adalah minyak hati ikan seperti hiu halibut, serta cod dan pada hewan yang hidup dari laut, seperti beruang kutub. Pada ikan laut,_senyawa alkohol vitamin A, (retinol) merupakan bentuk simpanan vitamin A; sementara itu, simpanan vitamin A dalam ikan air tawar yang berupa senyawa alkohol vitamin A (3-dehidroretinol) hanya memiliki 40% aktivitas retinol. Hati binatang seperti sapi, domba, anak sapi, atau ayam juga mengandung vitamin A dengan konsentrasi yang sebanding dengan minyak hati ikan cod. Telur, susu, dan produk susu lainnya seperti mentega dan keju, merupakan sumber vitamin A dengan konsentrasi sedang (moderat). Daging seperti daging

Page 2: Defisiensi Vitamin A

sapi, kambing, dan babi hanya memiliki.s.edikit sumber vitamin A yang telah terbentuk sebelumnya (performed).

Senyawa karotenoid provitamin A ditemukan pada banyak makanan nabati seperti jeruk, sayuran yang berwarna kuning serta jingga, dan sayuran yang berwarna hijau gelap seperti amaranth dan bayam, sekalipun warna buah dan sayuran tersebut bukan indikator yang menunjukkan konsentrasi provitamin A. Buah-buahan yang berwarna kuning sepertij pepaya, mangga, serta jeruk, dan sayuran seperti wortel, labu kuning, ubi yang berwarna jingga, serta singkong kuning cukup signifikan. Dalam buah tomat, unsur utama yang terdapat di dalamnya adalah likopen, yaitu suatu pigmen yang tidak aktif secara nutrisi. Minyak kelapa sawit merupakan sumber alami karotenoidyanj paling kaya. Biji-bijian sereal, khususnya yang digiling, hanya memiliki sumber yang hanya mengandung sedikit karotenoid. Konsekuensi defisiensi vitamin A

Defisiensi vitamin A juga masih menjadi penyebab kebutaan paling sering pada anak-anak dengan menimbulkan kehilangan penglihatan secara tragis yang seharusnya tidak terjadi di antara anak- anak kecil. Akan tetapi, Manifestasi klinis (xeroftalmia) ini mencerminkan kemungkinan defisiensi pada masyarakat luas yang merupakan asal penyakit tersebut pada anak-anak. Kini defisiensi vitamin A diakui sebagai keadaan yang juga mengenai para wanita, khususnya ketika hamil atau menyusui.

Efek histopatologis dan fisiologis

Ekspresi defisiensi vitamin A yang bervariasi menggambarkan banyaknya jaringan tubuh dan sistem tubuh yang terkena defisiensi vitamin tersebut. Meskipun dampak utamanya mengenai keutuhan jaringan epitel, selain menyerang sistem enzim, autoimun, regulasi gen, dan sistem penglihatan juga turut terkena. ' Sebagian besar informasi mengenai efek histo- patologis pada defisiensi vitamin A berasal dari hasiT- hasil penelitian binatang kendati ada perbedaan penting antara sistem tubuh hewan dan manusia, sebagai contoh, dampaknya pada sistem pernapasan. Pada tikus, rangkaian metaplasia dengan keratinisasi yang meluas setelah defisiensi vitamin A terjadi lebih awal di dalam traktus urogenital, baru kemudian di dalam traktus respiratorius dan akhirnya di dalam traktus alimentarius. Meskipun tanda-tanda pada mata sudah lama menunjukkan sindrom defisiensi tersebut, perubahan histologis pada mata sebenarnya baru terjadi setelah adanya perubahan histologis pada traktus respiratorius. Atrofi dan hipoplasia saluran kelenjar biasanya mendahului keratinisasi epitelium dengan atrofi ekstrem kelenjar timus yang menjadi gejala universal. Infeksi sering terjadi karena perubahan metaplastikdan hal ini menunjukkan bahwa permukaan epitel yang mengalami keratinisasi merupakan substrat yang kondusif bagi replikasi bakteri. Pada keadaan ini juga terjadi penurunan yang signifikan pada kepadatan sel-sel goblet dan granula sekretorik sebelum.timbulnya setiap perubahan pada jumlah sel-sel epitel bersilia.

Secara umum, manifestasi klinis defisiensi vitamin A lebih bergantung pada fungsi permukaan epitel yang terkena ketimbang pada dampak fungsional atas organ tertentu. Sebagai contoh, kekeringan mata pada xeroftalmia disebabkan oleh metaplasia dengan keratinisasi pada jaringan epitel konjungtiva mata, sementara keadaan diare lebih disebabkan ofeh efeknya pada dinding usus. Walaupun begitu, efek fisiologis dan klinis akari mencerminkan banyak fungsi vitamin A dalam tubuh, khususnya pada penglihatan,

Page 3: Defisiensi Vitamin A

pemeliharaan fungsi epitel, dan siirem imun. Asam retinoat juga terlihat mempunyai fungsi utama dalam pengaturan ekspresi gen dan diferensiasi jaringan. Efek klinis dan patologis

Efek klinis defisiensi vitamin A yang paling dikenali dan dapat dideskripsikan adalah efeknya pada mata (xeroftalmia) yang menimbulkan kebutaan permanen jika keadaan defisiensi tersebut tidak ditangani, kecuali jika sudah terjadi kematian. Kendati demikian, seperti yang dikemukakan di atas, defisiensi vitamin A pada hakekatnya mengenai semua membran mukosa tubuh dan dampaknya pada rpara baru terjadi sesudah sejumlah organ lainnya terkena. Mekanisme yang melandasi keadaan ini sekarang diketahui berkaitan dengan penurunan kekebalan tubuh di samping dengan perubahan fisiologis lainnya. Semua ini akan meningkatkan morbiditas serta mortalitas yang dapat terjadi pada segala usia, kendati biasanya terjadi pada bayi serta anak kecil dan akhir-akhir ini pada wanita dalam usia reproduktif. Efek tersebut terlihat paling nyata, terutama dalam periode ketika kebutuhan vitamin A paling besar, yaitu awal pertumbuhan, kehamilan dan laktasi, serta ketika pada saat yang sama terjadi pula infeksi. Tanda-tanda pada mata yang menandai xeroftalmia akan dibicarakan pertama dan baru kemudian akan dibahas dampak vitamin A pada kekebalan tubuh dan infeksi, morbiditas dan pertumbuhan, keterkaitan vitamin A dengan malnutrisi, serta akhirnya dampaknya pada mortalitas.

Epidemiologi Besarnya permasalahanSetelah KEP dan anemia karena defisiensi zat besi, keadaan defisiensi vitamin A

merupakan penyakit gizi yang paling serius dan tersebar luas di antara anak-anak kecil. Pada awal tahun 1990-an, WHO mengestimasikan bahwa di seluruh dunia terdapat hampir 14 juta anak yang setiap tahunnya yang terkena xeroitalmia dan 190 juta anak yang berisiko untuk menalami defisiensi vitamin A subklinis. Estimasi ini terutama berdasarkan pada penampakan gejala klinis pada mata, dan dari sini dibuat estimasi populasi "total yang berisiko. Pada tahun 1994, WHO memperbarui informasi tentang besarnya permasalahan defisiensi vitamin A yang berdasarkan bukti biokimiawi defisiensi vitamin A subklinis (kadar vitamin A dalam darah pada penelitian berbasis populasi ≤0,70 µmol/1) dengan didukung oleh indikator biologis lainnya dan faktor risiko ekologis seperti diet yang buruk. Estimasi global tahun 1994 tersebut menunjukkan bahwa 2,8 juta anak prasekolah secara klinis terkena defisiensi vitamin A dan 251 juta lebih mengalami defisiensi subklinis. Jadi, 254 juta anak prasekolah mungkin berisiko dalam kesehatan dan kelangsungan hidup mereka. Distribusi global defisiensi vitamin A diperlihatkan berdasarkan pada jumlah anak prasekolah yang berisiko terkena defisiensi vitamin A atau yang sudah menderita defisiensi tersebut.

Dua buah kawasan, yaitu Asia dan Afrika, memiliki hampir 90% dari persoalan global ini. Meskipun prevalensi defisiensi, klinis vitamin A yang berat menurun bersamaan dengan usia, namun bentuk defisiensij yitamin A yang lebih ringan juga ditemukan pada remaja serta orang dewasa dan wanita dalam usia reproduktif dengan prevalensi xeroftalmia yang ringan dapat melampaui angka prevalensi pada anak prasekolah. Penting untuk diperhatikan bahwa estimasi besarnya permasalahan tersebut tidak mengikutsertakan remaja atau wanita dalam usia reproduktif, dan dengan cara ini, kemungkinan besar terdapat perkiraan besaran masalah

Page 4: Defisiensi Vitamin A

dibawah jumlah sebenarnya (sekalipun estimasi yang berikutnya telah menurunkan angka untuk jumlah anak kecil yang berisiko menjadi lebih kurang 140 juta). Pencegahan dan pengendalian

Strategi untuk pengendalian dan penangananPada akhir abad ke-19, penyakit xeroftalmia ditemukan di banyak bagian dunia, meliputi

kawasan kontinental Eropa, Inggris (UK) serta AS dan sebagian negara tropis. Pada tahun 1904, Mori melaporkan proporsi epidemik kasus-kasus xerosis konjungtiva dan keratomalasia di antara anak-anak prasekolah di Jepang, dan beliau mengemukakan keterkaitan antara xeroftalmia dan kekurangan lemak dalam makanan. Beliau juga menyatakan bahwa minyak hati ikan cod dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Pengobatan

Pedoman pengobatan diperbarui pada tahun 1997. Anak-anak yang menderita xeroftalmia pada stadium apa pun harus diobati dengan pemberian vitamin A menurut pedoman pengobatan dari WHO; pengobatannya adalah dengan pemberian preparat vitamin A dosis tinggi pada saat pasien ditemukan, kemudian pada hari berikutnya dan pada 1-4 minggu berikutnya). Terapi antibiotik mungkin diperlukan menurut keadaan anak ketika diperiksa. Penyuluhan tentang gizi dan kesehatan lainnya harus diberikan kepada ibu atau orang yang merawat anak itu sebagai upaya untuk mencegah kembalinya pasien yang sama di kemudian hari dan karenà anggota keluarga lainnya kemungkinan besar juga menghadapi risiko yang sama. Karena pasien maupun anak-anak lain cenderung menderita kelainan defisiensi atau penyakit lainnya atau berisiko untuk mengalami kelainan tersebut, pemeriksaan harus dilakukan terhadap seluruh anak seperti yang disebutkan di dalam panduan manajemen penyakit anak secara terpadu (IMCI; integrated management of childhood illness).

Dengan demikian, anak-anak dengan KEP (kekuraangan Energi Protein) berat harus dipantau dengan cermat dan mendapatkan dosis vitamin A tambahan jika diperlukan, yang biasanya diberikan setiap 4 minggu sekali, sampai status gizi, khususnya protein, sudah membaik. Orang-orang yang menderita xeroftalmia kornea harus diobati menurut jadwal dengan pemberian secara topikal salep mata antibiotik untuk mencegah infeksi selcunder oleh bakteri. Memperbaiki status gizi pada anak yang mengalami malnutrisi, sementara keadaan defisiensi vitamin A tidak dikoreksi, dapat meningkatkan kebutuhan untuk menggunakan simpanan vitamin A yang sudah kekurangan itu dan menimbulkan tanda-tanda klinis defisiensi vitamin A yang nyata. Anak-anak yang menderita defisiensi vitamin paling sering mengalami defisiensi lebih dari satu mikronutrien dan keadaan ini harus dipikirkan ketika kita memberikan saran serta penyuluhan gizi yang harus selalu menyertai pengobatannya.