dedi 23
-
Upload
sacha-meliala -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of dedi 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri dibangun
oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Organisasi
inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana
dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya.
Keutuhan struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawi
(semantis) ketimbang sebagai kesatuan bentuk (sintaksis) (lihat Halliday dan Hassan, 1976 :
2). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bial di dalamnya terdapat
hubungan emosional antar bagian yang satu dengan bagian lainnya. Sebaliknya, suatu
rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam
rangkaian itu memiliki makna sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara semantik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah :
1. Menjelaskan pengertian koherensi.
2. Menjelaskan unsur-unsur koherensi.
3. Menjelaskan jenis-jenis koherensi.
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskipsikan tentang koherensi
dalam wacana.
2. Manfaat
Manfaat yang dapat dicapai dalam penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui
dan memahami makna koherensi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Koherensi
Dalam sebuah kamus besar dapat dibaca keterangan mengenai koherensi sebagai
berikut (1) kohesi; perbuatan atau keadaan menghubungkan, memperlihatkan, (2).Koneksi;
hubungan yang cocok dan sesuai atau ketergantungan satu sama lain yang rapi, beranjak dari
hubungan-hubungan alamiah bagian-bagian atau hal-hal satu sama lain, seperti dalam bagian-
bagian wacana, atau argumen-argumen suatu rentetan penalaran. Dari pengertian yang tertera
pada kamus tersebut dapat dilihat bahwa tidak terlihat perbedaan nyata koherensi dan kohesi.
Koherensi adalah pengaturan secara rapkenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu
untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl, 1978 : 25)
Koherensi mengandung makna pertalian makna atau isi kalimat (HG Tarigan 197 :
32). Koherensi berarti juga hubungan timbal balik yang yang serasi antar unsur dalam kalimat
(Gorys Keraf, 1984:38). Sedangkan menurut Wahyudi (1989 : 6), berendapat bahwa
hubungan koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya,
sehingga kalimat memilikikesatuan makna yang utuh. Wacana yang koheren memiliki ciri-
ciri susunannya teratur dan amanatnya terjalin rapi, sehingga mudah diinterprestasikan
(Samiati, 1989:5).
Para ahli menyatakan bahwa Selanjutnya menurut Eriyanto (242:2003), koherensi
adalah pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks. Disamping itu, menurut
Ramlan (1984:10) menyatakan bahwa informasi yang dinyatakan dalam sejumlah kalimat
yang berbentuk paragraf berhubungan erat atau sangat padu, kepaduan itu merupakan syarat
keberhasilan suatu paragraf. Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu
dengan bagian lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh.
B. Unsur-Unsur Koherensi
Yang termasuk unsur-unsur koherensi meliputi (Mulyana, 2005) :
1. Penambahan
Sarana penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan, juga, lagi pula,
selanjutnya, seperti tertera pada contoh berikut:
2
Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-
royong menumpas hama tikus di sawah di desa kami. Selain daripada menyelamatkan
tanaman, juga upaya itu meningkatkan hasil panen. Selanjutnya meningkatkan
pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama dianjurkan oleh pemerintah.
2. Repetisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensi wacana, terlihat
pada contoh di bawah ini.
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga
sang ibu. Saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama
saya peroleh dari ibu saya. Ibu melahirkan saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui
saya. Ibu memandikan saya. Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu
mencintai dan mengasihi saya. Saya tidak bisa melupakan jasa dan kasih sayang
ibu saya seumur hidup. Semoga ibu panjang umur dan dilindungi Tuhan.
3. Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata ganti orang, terlihat pada contoh berikut ini:
Rumah Lani dan rumah Mina di seberang sana. Mereka bertetangga. Lani membeli
rumah itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak murah. Dia memang
bernasib baik.
4. Sinonimi
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa
sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang
cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilih kekasih,
buah hati yang pantas dijadikan istri, teman hidup selama hayat dikandung badan.
5. Totalitas Bagian
Kadang-kadang, pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih
atau memperkenalkan bagian-bagiannya. Penggunaan sarana koherensif seperti yang
dimaksudkan, terlihat pada contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan
pernyataan yang berpola umum-khusus.
Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula dari
sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya setiap
paragraf terdiri dari beberapa kalimat. Selanjutnya kalimat terdiri atas beberapa kata.
Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6. Komparasi
Komparasi atau perbandingan pun dapat menambah serta meningkatkan
kekoherensifan wacana. Komparasi digunakan untuk membandingkan dua hal yang
3
berbeda, seperti dalam contoh berikut ini. Sama halnya dengan Paman Lukas,
kita pun harus mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah
Paman Lukas hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa selekas
mungkin? Kita juga sanggup berbuat hal yang sama. Tetapi, tidak seperti rumah
Paman Lukas yang bertingkat, kita akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita
tidak perlu mendirikan rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas.
7. Penekanan
Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan
wacana. Penekanan digunakan untuk menekankan yang dianggap penting, seperti
terlihat pada contoh berikut ini.
Bekerja bergotong-royong bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan
sepanjang 7km yang menghubungkan kampung kita dengan kampung di seberang ini
telah selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua kampung, berjalan lebih
lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat kedua kampung.
8. Kontras
Juga dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat menambah kekoherensifan
karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti ini terlihat pada berikut ini.
Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar,
tetapi setiap ujian selalu tidak lulus. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia
tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin belajar.
9. Simpulan
Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun, kita dapat juga
meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan sarana seperti itu dapat dilihat
pada contoh berikut ini.
Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di
kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-
nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi penghijauan di kampus itu telah berhasil.
Demikianlah kini keadaan kampus kami, berbeda dengan beberapa tahun yang
lalu. Oleh karena itu, para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
10. Contoh
Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan
kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Halaman rumah kami telah berubah menjadi warung hidup. Di pekarangan itu
ditanami kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya: bayam, tomat, cabai, talas,
singkong, dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah yang berupa apotek hidup.
Betapa tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan obat-obatan tradisional, misalnya:
4
kumis kucing, lengkuas, jahe, kunyit, sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan sehari-
hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai contoh:
bayam, cabai, jahe, dan sirih.
11. Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa
sebagai sarana kekoherensifan wacana. Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam satu
kalimat. Kesejajaran tersebut bisa berupa subjek predikat, subjek predikat objek, atau
yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang tekun
mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asiknya, saya tidak mengetahui,
saya tidak mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya.
12. Waktu
Kata-kata yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat meningkatkan
kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Sementara itu tamu-tamu sudah berdatangan. Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama
kemudian, anak saya mengangkat barang itu dan menaruhnya di atas lemari.
C. Jenis-jenis Koherensi
Aneka sarana keutuan wacana dari segi makna menurut Harimurti Kridalaksana
(1978) yakni :
1. Hubungan sebab akibat
2. Hubungan alasan akibat
3. Hubungan sarana hasil
4. Hubungan sarana tujuan
5. Hubungan latar kesimpulan
6. Hubungan hasil kegagalan
7. Hubungan syarat hasil
8. Hubungan perbandingan
9. Hubungan parafratis
10. Hubungan amplikatif
11. Hubungan aditif temporal
12. Hubungan aditif non temporal
13. Hubungan identifikasi
14. Hubungan generic spesifik
15. Hubungan ibarat5
Harimurti Kridalaksana (1984: 69), mengemukakan bahwa sebenarnya adalah
hubungan semantis. Artinya hubungan itu terjadi antaraproposisi.
1. Hubungan Amplikatif
Hubungan Amplikatif adalah hubungan yang salah satu bagian kalimatnya
memperkuat atau memperjelas bagian kalimat lainnya. Misalnya dalam kalimat Tentu
kita berharap kunjungan ini produktif dan menghasilkan manfaat konkret bagi kedua
Negara Ini kunjungan yang tertunda.
2. Hubungan Kausalitas
Hubungan kausalitas merupakan hubungan sebab-akibat. Misalnya pada
kalimat”‘sebab’, yaitu Merapi masih menyisakan terror psikologis,‘akibat’ musibah
alam itupun seolah-olah menggenapkan kekhawatiran melapuknya kualitas bangsa .”.
Selain jenis-jenis koherensi diatas, ada 11 jenis hoherensi yang lain (Chaer, 2007:15),
yaitu :
a. Koherensi Berpenanda
1. Hubungan Makna Adisi
Hubungan makna adisi (penambahan) ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti dan,
juga, lagi, pula, lagi pula. Contoh;
Pak dwijo mempunyai dua orang anak, Dua orang anak ini sedikit-sedikit mempunyai
pegangan kepandaian. Lagipula, Pak Dwijo selalu menuntun anak–anaknya ke
perilaku yang baik. Sudah sesuai jika dua anak itu menjadi anak baik.
2. Hubungan Makna kontras
Hubungan makna kontras (perlawanan) ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti
akan tetapi, padahal, sebaliknya. Contoh:
Parjoko sekarang sudah bekerja dan gajinya sudah dapat untuk hidup. Akan tetapi,
dia belum memikirkan rumah tangganya. Sebaliknya, Karsono, adiknya Parjoko yang
masih merepotkan orang tua sudah merengek-rengek dinikahkan.
3. Hubungan Makna Kausalitas
Hubungan makna kausalitas (sebab-akibat) ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti
karena itu, oleh sebenarnya, karena. Contoh:
Pasukan andalan kerajaan Sigaluh dapat diboyong pulang. Yang dapat memboyong
ialah seorang Manggala Yuda Sigaluh. Oleh karena itu, raja Sigaluh sangat senang
hatinya. Manggala Yuda itu mendapat hadiah dari raja Sigaluh.
6
4. Hubungan Makna Kondisi
Hubungan makna kondisi (pengandaian) ditndai oleh penggunaan kata-kata seperti
andai kata, asal seperti itu. Contoh:
Dua orang kesatria tadi hatinya sangat panas. Keduanya sangat tidak dapat menerima
bahwa pangkat Manggala Yuda sampai terpegang oleh Guntur Geni. Oleh karena itu,
pada malam kesatria kembar itu ingin berhadapan dengan Guntur Geni. Andaikata,
jika dua kesatria itu kalah, mereka dapat menerimanya, sebab mereka mersa
mempunyai kesaktian yang tangguh dari pemberian gurunya.
5. Hubungan Makna Instrument
Hubungan makna instrument (alat) ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti dengan
begitu, dengan itu. Contoh:
Sudah lama Sugondo ingin mempunyai sepeda motor. Dia lebih sungguh-sungguh
mencari. Jika ia mendapat uang, sebagian uangnya ditabung. Dengan begitu, Sugundo
dapat membeli sepeda motor setelah menabung dua tahun lamanya.
6. Hubungan Makna konklusi
Hubungan makna konklusi (kesimpulan) ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti
jadi, akhirnya. Contoh:
Ada sedikit ketenangan karena Pambudi ternyata luhur budinya. Walaupun adiknya
nakal dan dia sangat marah, cintanya terhadap saudaranya tidak hilang. Jadi,
seandainya ada kejadian yang tidak menyenangkan, Pambudi pasti memikirkanya.
7. Hubungan Makna Kata Tempo
Hubungan makna tempo (waktu) ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti setelah
itu, kemudian. Contoh:
Ratni menangis terisak-isak. Air matanya mengalir di pipinya. Dia segera melipati
pakaian yang perlu dibawa untuk diganti. Setelah itu, Ratni lalu beristirahat walau
kenyataanya tidak tidur sepanjang malam.
8. Hubungan makna intensitas
Hubungan makna intensitas (penyangatan) ditandai oleh penggunaan kata-kata
bahkan, malahan (justru), terlebih. Contoh:
Kadarwati memang sedang sakit. Dia enggan duduk-duduk karena badanya terasa
lemas. Oleh karena itu, sudah beberapa hari dia tidak tampak berjalan-jalan. Justru,
sudah tiga hari ini Kadarwati tidak dapat bangun.
9. Hubungan makna komparasi
Hubungan makna komparasi (perbandingan) ditandai oleh penggunaan kata-kata
seperti dari pada. Contoh:
7
Hubungan Lestari dengan Pujana tidak disetujui orang tuanya. Setiap Pujana akan
bertemu Lestari pasti dihadang-hadangi orang tuanya Lestari. Dari pada begitu,
Lestari nekat datang ke rumah Pujana untuk melepaskan rindunya kepada Pujana.
10. Hubungan makna similaritas
Hubungan makna similaritas (kemiripan/kesamaan) ditandai oleh penggunaan kata-
kata seperti serupa dengan sepertinya. Contoh:
Wardana sedang sedih karena istrinya meninggal dunia. Setelah itu, anaknya sakit.
Belum ada seratus hari, ibunya juga dipangil Yang Maha Kuasa. Ayah Wardana jatuh
terpeleset ketika hari meninggalnya ibunya. Serupa dengan, perahu terapung yang
sedang digoyangkan keadaan oleh nasibnya Wardana.
11. Hubungan makna validitas
Hubungan makna validitas (pengesahan) ditandai oleh penggunaan kata-kata seperti
benar, sesungguhnya, sebenarnya. Contoh:
Darwati sering bertemu dengan Sulistiya. Kadang ia tampak menyandari Sulistiya.
Jika sedang berbicara keduanya saling mengasihi dan tampak rukun. Sebenarnya,
Darwati tertarik dengan pria tampan itu.
b. Koherensi tidak Berpenanda
Contoh:
Danarsih sudah menjadi isteri Sudirman. Sudirman lebih tentram hatinya. Sudirman sering
tidak pulang. Danarsih menjadi susah. Badannya menjadi kurus. Danarsih menjadi sakit.
1 dan 2 kausalitas (oleh karena itu)
2 dan 3 kontras (akan tetapi)
3 dan 4 intensitas atau penyangangatan (bahkan)
4 dan 5 kausalitas (oleh karena)
5 dan 6 adisi (dan)
6 dan 7 tempo (akhirnya)
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide
menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya.
Koherensi berpenanda meliputi hubungan makna adisi, hubungan makna kontras, hubungan
makna kausalitas, hubungan makna kondisi, hubungan makna instrument, hubungan makna
konklusi, hubungan makna kata tempo, hubungan makna intensitas, hubungan makna
komparasi, hubungan makna similaritas, hubungan makna validitas.
B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah
pengetahuan tentang koherensi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Bustanul dan Abdul Rani. 2000. Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mulyana, 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana
Rani, Abdul, dkk. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam
Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Sobur, Alex. 2003. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosda Karya.
Sumarlam. 2003. Analisis Wacana. Surakarta : Pustaka Cakra.
10
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan dari banyak pihak sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang KOHERENSI,
yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Al–
Washliyah Medan. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di
masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Medan, April 2015
Hormat saya,
Penulis
11i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan dan Manfaat........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 2
A. Pengertian Koherensi.......................................................................................... 2
B. Unsur-unsur Koherensi....................................................................................... 2
C. Jenis-Jenis Koherensi.......................................................................................... 5
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 9
A. Kesimpulan......................................................................................................... 9
B. Saran................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 10
12ii
MAKALAH
KOHERENSI
DISUSUN OLEH :
SALIMUDIN
NIM : 1304010075
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH MEDAN
2015
13