Debt kolektor dari bank HSBC

11
Saudari Tessa kami juga mengalami hal yg sama dengan anda sudah 2 bulan ini di telpon dan di teror oleh Debt kolektor dari bank HSBC, tidak hanya atu rumah yg di telponin terus menerus tp satu gang krn no telpon nya urutan, kami setiap hari di teror, diancam akan di cincang, di penggal, dibunuh, dikatakan sekongkol dengan penghutang dsb, sampai ada warga yg tidak berai keluar rumah, dan smp ada yg shok karena di kata2 Haji anjing, haji murtad. padahal sudah berulang2 di jelaskan kami tidak ada urusan dengan orang yg berhutang, bahkan kami menyuruh mereka supaya datang saja k rumah kami, tp mereka tidak datang dan hanya memaki2 i tlp setiap hari, kami sudah lapor polisi tp pihak kepolisian hanya menyuruh kami mengabaikan tlp tersebut, tp kami merasa terganggu, kami sudah mengirim surat lwt faximile yg kami tujukan kpd pimpinan bank hsbc supaya mereka menghentikan teror k warga kami dan mengatur kolektornya, kl dalam 2x24 jam masih ada teror kami akan berdemo dan menuntut perusahaan tsb k pengadilan krn sudah menggaggu kenyamanan warga dan mengakibatkan seorang warga disini smp masuk rs krn shok. dan kami akan mengumpulkan orang2 yg senasib dgn kami untuk berdemo secara besar2an agar d liput stasiun tv, kami sudah mengkonfirmasikan lewat kompa.com, detik.com, konsumen.org, dan kaskus. kl anda msh di teror dan d intimidasi silahkan bergabung dengan kami, nanti akan ada yg mengkontak anda. Terimakasih. Membantu Nasabah Menyelesaikan Masalahnya 3 (Satu dari Beberapa Pengalaman) OPINI | 07 February 2011 | 12:39 102 8 2 dari 2 Kompasianer menilai bermanfaat

Transcript of Debt kolektor dari bank HSBC

Page 1: Debt kolektor dari bank HSBC

Saudari Tessa kami juga mengalami hal yg sama dengan anda sudah 2 bulan ini di telpon dan di teror oleh Debt kolektor dari bank HSBC, tidak hanya atu rumah yg di telponin terus menerus tp satu gang krn no telpon nya urutan, kami setiap hari di teror, diancam akan di cincang, di penggal, dibunuh, dikatakan sekongkol dengan penghutang dsb, sampai ada warga yg tidak berai keluar rumah, dan smp ada yg shok karena di kata2 Haji anjing, haji murtad. padahal sudah berulang2 di jelaskan kami tidak ada urusan dengan orang yg berhutang, bahkan kami menyuruh mereka supaya datang saja k rumah kami, tp mereka tidak datang dan hanya memaki2 i tlp setiap hari, kami sudah lapor polisi tp pihak kepolisian hanya menyuruh kami mengabaikan tlp tersebut, tp kami merasa terganggu, kami sudah mengirim surat lwt faximile yg kami tujukan kpd pimpinan bank hsbc supaya mereka menghentikan teror k warga kami dan mengatur kolektornya, kl dalam 2x24 jam masih ada teror kami akan berdemo dan menuntut perusahaan tsb k pengadilan krn sudah menggaggu kenyamanan warga dan mengakibatkan seorang warga disini smp masuk rs krn shok. dan kami akan mengumpulkan orang2 yg senasib dgn kami untuk berdemo secara besar2an agar d liput stasiun tv, kami sudah mengkonfirmasikan lewat kompa.com, detik.com, konsumen.org, dan kaskus. kl anda msh di teror dan d intimidasi silahkan bergabung dengan kami, nanti akan ada yg mengkontak anda. Terimakasih.

Membantu Nasabah Menyelesaikan Masalahnya 3 (Satu dari Beberapa Pengalaman)OPINI | 07 February 2011 | 12:39 102 8

2 dari 2 Kompasianer menilai bermanfaat

Sekitar 2 tahun yang lalu seseorang yang berinisial HS datang berkonsultasi kepada kami untuk mendiskusikan permasalahan yang sedang menimpa dirinya.

Dia dihimpit permasalahan Kartu Kredit, KTA, Personal yang sudah mulai macet. Kalau ditotal-

total, secara keseluruhan telah mencapai kurang lebih 150 juta. Yaitu dari 6 Kartu Kredit yang

limitnya antara 10 sampai 20 juta. Selainnya adalah Kredit Tanpa Agunan (KTA) atau Personal

Loan.

Ceritanya, dia sudah mulai didatangi debt collector. Tiada hari tanpa didatangi debt collector.

Sebelum-sebelumnyanya, ketika telepon rumah dan Hand Phone masih aktif atau diaktifkan, dia

Page 2: Debt kolektor dari bank HSBC

juga sempat merasakan makian, umpatan, terror dan yang sejenisnya via telepon atau hand phone

tersebut.

Permasalahannya dia tidak bisa menghindar. Karena dirumahnya itu ada aktifitas isterinya. Satu-

satunya sumber pendapatan untuk memastikan dapur bisa ngebul, plus kelangsungan pendidikan

anaknya yang satu kelas 2 SD yang satunya lagi TK.

Dia sendiri setelah usahanya dibidang supplier kerajinan rotan hancur, belum bisa menemukan

pekerjaan yang bisa menghasilkan uang untuk menambah-nambah pendapatan yang ada.

Hancurnya bisnis supplyer rotan yang sudah ditekuninya sejak lama, akibat kaburnya beberapa

pengusaha yang disupplynya, mengakibatkan tagihannya jadi macet. Sebelumnya kepada

langganannya dia menerapkan sistim pembayaran dua minggu sampai satu bulan dibelakang.

***

Sebenarnya, percuma bapak HS ini datang berkonsultasi kepada kami. Karena sebagai Lembaga

Mediasi, tentu harus ada bahan yang dimediasikan. Seperti misalnya, rescheduling, melunasi

dengan sejumlah potongan, pengaduan nasabah dan yang sejenisnya. Kalau misalnya jadi untuk

tidak membayar sama sekali, tentu tidak bisa.

Yang mengagetkan lagi, ketika dicoba ditanyakan apakah ada asset yang bisa dijual untuk

menutupi hutang-hutang tersebuat, dia langsung mengaku bahwa rumah yang ditempati mereka

sekarang ini, juga sudah dijaminkan ke Bank, dan itupun sudah dalam kondisi macet. Mengeni

itu, diapun sudah pasrah kalau harus dieksekusi. Karena memang sudah tidak mampu bayar lagi.

Ketika dicoba membanding-bandingkan harga jual dengan saldo pinjaman yang adapun,

sepertinya pas-pasan juga, sehingga tak ada yang bisa diharapkan dari selisihnya apabila

dilakukan penjualan.

***

Karena mentok dengan bahan yang mau dimediasikan, dan sudah tahu Debt Collector akan

datang, datang dan datang lagi, akhirnya yang dapat kami tawarkan untuk kami bantu adalah,

Page 3: Debt kolektor dari bank HSBC

bagaimana cara mempersiapkan mental dalam menyikapi dan menghadapi debt collector-(debt

collector) yang akan datang tersebut. Yaitu yang pada intinya adalah untuk tidak perlu takut..

Kalau ada yang marah, lebih baik diterima saja. Tidak usah dilayani. Itu pasti lebih baik.

Mungkin mereka kesal, karena sudah capek-capek tapi tidak ada hasil. Bisa saja mereka juga

membayangkan bahwa di kantornya mereka akan kena marah-marah juga, karena pulang tidak

mendapatkan hasil. Atau untuk target bulananan nanti jadi tidak tercapai. Apalagi akan

mempengaruhi kelangsungan salary atau bahkan karirnya. Dan macam-macam.

Nah, kecuali mereka bertindak diluar etika dan norma-norma umum yang berlaku, itu bisa

dilawan. Bila perlu langsung diursir saja dari rumah. Tak perlu ragu untuk melakukan itu. Sebab

meskipun punya hutang, hak masih tetap ada sesuai koridornya.

Kelihatannya, pak HS itu lega atas saran yang kami berikan. Entahlah dalam batinnya.

Karena dalam prakteknya nanti dia sendiri yang harus menghadapi gempuran-gempuran yang

sepertinya akan sangat dahsyat. Dia tidak tidak bisa menghindar. Masalahnya, bisnis kecil-

kecilan isterinya, bisnis satu-satunya penopang kelangsungan hidup keluarganya itu

mengharuskan rumahnya harus selalu dalam keadaan terbuka. Kalau bukan karena itu, mereka

bisa menutup pintu gerbang rapat-rapat misalnya seperti yang dilakukan banyak orang untuk

menghidari bertemu dengan debt collector. Hanya, ada satu hal yang sepertinya membuat dia

lebih lega. Kesediaan kami itu, untuk mendampinginya kalau kesulitan menghadapi debt

collectornya. Terutama apabila dia sedang dalam posisi jauh dari rumah. Karena sepertinya tidak

akan sanaggup menghadapinya sendirian. Jangankan isterinya, dia sendiri saja keder.

***

Hampir disetiap menghadapi debt collector yang datang, pak HS tersebut sukses mempraktekkan

trik sederhana yang saya atau kami sarankan tersebut.

Kecuali dalam satu kesempatan. Ketika menghadapi debt collector yang jumlahnya 4 orang. Dari

rombongan yang seperti tak biasanya itu sja sudah merupakan terror tersendiri. Ditambah postur

Page 4: Debt kolektor dari bank HSBC

dan bahasa tubuh yang mendukung. Biasanya paling hanya dua orang. Berboncengan sepeda

motor. Kalau yang ini pakai mobil.

Karena mereka bisa masuk rumah secara by pass seperti yang diceritakan tadi, mau tak mau

isteri pak HS tersebut tidak bisa menghindarinya. Kebetulan pak HS sedang keluar kota untuk

sesuatu urusan. Otomatis, dia harus menghadapinya sendirian.

Singkat cerita, sadar karena mau diapakan juga pak HS melalui isterinya tidak akan bisa

membayar sesuai jumlah yang mereka tagih, mereka lalu mulai bicara mengenai biaya pengganti

biaya-biaya yang sudah mereka keluarkan. Yaitu biaya bensin pulang pergi. Biaya makan, rokok

dan tetek bengek lainnya.

Karena memang sedang tidak punya, permintaan mereka inipun menghadapi kebuntuan. Meski

ada penurunan yang dimulai dari satu juta, hingga yang terakhir lima ratus ribu.

Sepertinya di posisi lima ratus ribu ini, tekanannya sudah sedemikian kuat membuat isteri pak

HS itu terpaksa harus menelepon suaminya. Lalu suaminya menelepon saya untuk minta

masukan. Berdasarkan pengakuannya, lima ratus ribu memang tidak ada. Adanya Cuma tiga

ratus ribu. Tapi sebenarnya uang itu sedianya adalah untuk membayar tagihan listrik yang kalau

tidak dibayar akan diputus. Surat pemberitahuannya ada.

Menurut isterinya, daripada harus menghadapi terror yang sedang berada dihadapannya seorang

diri, lebih baik listrik yang dicabut. Meskipun dia juga sadar, untuk menyalakan kembali listrik

yang apabila dicabut tersebut belum ada gambaran kapan bisa menyala kembali. Karena

sebenarnya, sumber uang itupun adalah karena mengorbankan uang sekolah anak-anaknya yang

juga sudah beberapa bulan nunggak.

***

Trenyuh dengan nasib pak HS ini, saya bilang jangan dikeluarkan uang itu. Nanti saya yang

kesana untuk membantu mengatasinya. Karena secara kebetulan saya ada waktu, dan jaraknya

tempuhnya tidak terlalu jauh, paling hanya sekitar 20 menitan.

Page 5: Debt kolektor dari bank HSBC

Setelah selesai berbicara, sayapun langsung meluncur ke alamat. Begitu tiba, saya sudah

disambut dengan pandangan sinis oleh dua orang diantara rombongan yang empat orang itu,

yang kebetulan atau sudah diatur sedemikian rupa, yaitu dua orang ada di luar rumah, yang dua

orang lagi didalam rumah. Entah apa yang ada dalam pikiran mreka berdua, dengan pandangan

sinis seperti itu.

Setelah berbasa-basi sejenak, termasuk menjelaskan posisi saya yang akui sebagai kerabat

keluarganya pak HS, kamipun langsung bicara pokok persoalan.

Singkat cerita, setelah topik upaya-upaya penagihan yang dicoba diulang kembali, namun karena

hsilnya sama saja, mereka lalu mencoba melanjutkannya ke topik biaya pengganti akomodasi

yang dikeluarkan. Topiknya sama seperti yang diceritakan pak HS ke saya sebelumnya.

Untuk menanggapi permintaan mereka tersebut saya memulainya dengan menunjukkan

pemberitahuan dari PLN bahwa apabila sampai tanggal yang ditentukan yaitu tanggal besok

tidak ada pembayaran maka aliran listrik dicabut. Uang untuk membayar ini saya belum ada. Jadi

bukan tidak mau berpartisipasi atas akomodasi yang dikeluarkan seperti yang diminta. Tapi

karena memang benar-benar sedang dalam kesulitan. Termasuk juga saya jelaskan, bahwa uang

sekolah anak-anaknya juga masih menunggak saking sulitnya keadaan. Penjelasan saya saya

akhiri dengan kata-kata maaf apabila belum bisa mengeluarkan sepeserpun dengan maksud

supaya menutup kemungkinan tawar menawar lagi mengenai biaya akomodasi yang mereka

bicarakan. Karena hal itu akan sia-sia sehingga hanya mengorbankan waktu dan energi.

Merasa kesal dengan saya, sebab mereka mungkin sudah sempat melihat gelagat isteri pak HS

itu mau membayar, mereka mulai marah-marah ke saya. Yang dua orang yang didalam itu secara

bergantian mengucapkankan kekesalannya. Yang dua yang diluar tadi juga sudah mulai ikut

bergabung. Meski masih ada tempat duduk yang tersedia, namun mereka memilih berdiri.

Karena saya mengerti kekesalan mereka, saya tidak berupaya mendebatnya. Saya tetap

mengambil posisi memberi penjelasan bahwa bukan tidak mau membayar, tapi karena memang

tidak ada. Namun ketika mereka mulai melakukan penekanan dengan cara-cara meninggikan

volume suara, saya langsung mengingatkan mereka kalau masih ingin melanjutkan pembicaran

agar bicara biasa-biasa saja. Yang normal-normal saja. Saya menambahkan lagi, kalau tidak,

Page 6: Debt kolektor dari bank HSBC

lebih baik pembicaraan dihentikan karena tidak akan menghasilkan apa-apa lagi, sementara yang

punya rumah masih banyak urusan. Sudah cukup waktu yang diberikan untuk melayani mereka.

Dengan cara menyindir secara halus saya menyarankan mereka kalau mau cari uang silakan

mencobanya ke yang lain, jangan ke ibu ini, yang memang benr-benar sedang dalam kesulitan.

Sontak, mereka terlihat kaget dengan respons saya. Apalagi saya perjelas lagi dengan aturan

main yang apabila diluar korridor, saya terpaksa menelepon langsung ke Bank yang menugaskan

mereka, termasuk melaporkannya ke Bank Indonesia.

Perlahan namun pasti, merekapun langsung KO yang berakhir dengan pulangnya mereka dengan

tangan kosong. Tangan kosong dalam arti biaya pengganti akomodasi yang mereka coba-coba

untuk perjuangkan itu.

***

Entah berapa kali kata-kata terima kasih yang diucapkan oleh pak HS demikian juga dengan

isterinya setelah debt collectornya pulang dan uang tiga ratus ribu yang hampir melayang itu

masih utuh, uang yang harus disetor ke PLN kalau Aliran listrik masih mau tetap nyala.

Tidak seberapa memang jumlahnya. Tapi karena pengaruhnya sangat besar, apalagi dalam posisi

sesulit ini, nilainya menjadi sangat besar, bahkan kalau bisa disebut tak ternilai.

Sebutan tak ternilai itu juga, termasuk kata-kata yang diungkapkan oleh pak HS itu atas jalan

keluar yang kami berikan, terutama dengan kesediaan kami untuk bersedia terjun langsung.

Padahal bisa saja ada risiko yang mungkin terjadi (yang kalau itu terjadi dia pun pasti tidak akan

bisa membantu apa-apa)

***

———————————————————————————————————————

Tips menghadapi Debt Collector yang datang ke rumah :

Page 7: Debt kolektor dari bank HSBC

Tenang dan tidak usaha takut. Sebab seberat apapun persoalannya, tidak ada alasan pihak

Bank memberlakukan Nasabahnya seenaknya sendiri. Bisanya Debt Collector juga

dibekali dengan semacam kode etik.

Kalau anda hanya seorang isteri, atau anak remaja, lebih baik minta dikunjungi ketika

suami atau Ayah anda ada. Untuk itu anda bisa minta maaf untuk tidak membuka pintu

atau pintu pagar, tapi dijelaskan saja ketika masih diluar.

Sampaikan kesulitan yang sedang anda alami yang mengakibatkan pembayaran tagihan

jadi macet.

Sampaikan kepada mereka bahwa anda pasti akan membayar kalau keadaan keuangan

sudah membaik, Sebab bagaimanapun hutang harus dibayar, apalagi historisnya akan

terekam dalam Sistim Informasi Debitur (SID) yang out putnya dikenal dengan BI

Checking

Jangan sekali-kali melakukan pembayaran tagihan melalui Debt Collector. Sebab dalam

banyak kasus, debt Collectornya sendiri yang menilep setoran, alias tidak disetorkan ke

bank.

Kalau Debt Collector minta uang pengganti biaya yang dikeluarkan untuk mengunjungi

anda, anda berhak menolak, karena upaya tersebut adalah upaya mencari keuntungan

pribadi.

Kalau Debt Collectornya over acting, misalnya marah-marah apalagi sampai menggebrak

meja misalnya, anda berhak menegornya, mengancam akan melaporkan ke pihak Bank

yang mengutusnya, bila perlu ke Bank Indonesia setempat, bahkan hingga melakukan

tindakan pengusiran dari rumah. Kalau kira-kira mengalami kesulitan untuk mengusir,

telepon saja pihak kepolisian setempat untuk megusirnya.

Sering Nasabah ditakut-takuti akan dilaporkan ke pihak Kepolisian. Tidak bisa. Karena

masalah hutang piutang adalah masalah perdata jadi bukan domain Kepolisian. Domain

Kepolisian adalah hal-hal yang menyangkut tindak pidana.

***

Page 8: Debt kolektor dari bank HSBC

Peraturan Bank Indonesia tentang Pengaduan Nasabah :

No. 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.

(Untuk lebih lengkapnya kunjungi http://lembagabantuanmediasi.blogspot.com