Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

download Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

of 21

Transcript of Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    1/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 1

    PENGUATAN KONEKTIFITAS REGIONAL MELALUI PEMBANGUNAN

    INFRASTRUKTUR JALAN PROVINSI DENGAN SKEMA INVESTASI

    LEMBAGA PEMBIAYAAN

    Fadly Ibrahim

    Karyawan PT. Yodya Karya (Persero)

    Kantor Cabang Utama Makassar Jl. AP. Pettarani No. 74 Makassar

    [email protected]

    Abstrak: Provinsi Sulawesi Selatan sebagai bagian dari koridor ekonomi MP3EI masih

    diperhadapkan oleh permasalahan konektifitas wilayah, sehingga pusat keunggulan (centre

    of excellent) yang tersebar di Wilayah Sulsel belum dapat dikembangkan secara optimal

    sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Rendahnya konektifitas tersebut

    dipengaruhi oleh kondisi jalan provinsi yang tingkat pelayanannya sudah sangat menurun.

    Dari panjang 1147,51 km terdapat 458,54 km dalam kondisi baik atau 39.86%, 399,33 km

    atau 34.80% kondisi sedang, dan 209,06 km atau 18.22% kondisi rusak ringan, serta 74,58

    km atau 6.50% rusak berat, dan sisanya 6,00 km atau 0,52% belum tembus.Variasi kondisi

    jalan provinsi tersebut tersebar pada 45 ruas jalan yang masing-masing memiliki tingkat

    kepentingan dan keterdesakan penanganan yang berbeda.

    Penilaian terhadap ruas-ruas strategis yang perlu ditingkatkan dalam mendukung

    konektifitas regional mempertimbangkan 7 kriteria yakni; (1) Akomodasi kebutuhan perjalanan,

    (2) Kesesuaian dengan kebijakan daerah (3) Tingkat kerusakan jalan, (4) Memberikan manfaat

    terhadap masyarakat dan pertumbuhan ekonomi regional, (5) Meningkatkan aksessibilitas dan

    interaksi kawasan, (6) Jaringan jalan melintasi kawasan strategis dan daerah yang memiliki

    potensi/komoditas unggulan, dan (7) Dilintasi trayek angkutan umum. Dengan menggunakan

    pendekatan Analisis Hirarki Proses (AHP) mengindikasikan bahwa dari ruas-ruas yang

    dianalisis terdapat 10 ruas yang strategis dan prioritas untuk ditangani dengan estimasi biaya

    konstruksi dan pemeliharaan Rp. 638,070 Milyar.Dengan mempertimbangkan trend alokasi belanja daerah untuk pembangunan jalan

    dan kompleksitas kebutuhan pembiayaan untuk sektor lainnya, maka diproyeksi pencapaian

    kondisi mantap ruas-ruas strategis tersebut sangat sulit dipenuhi dalam waktu singkat sesuai

    dengan skenario pembangunan daerah. Oleh karena itu untuk mempercepat pencapaian

    target tersebut sekaligus mengantisipasi laju percepatan kerusakan jalan, maka pemerintah

    provinsi dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan dengan skema pinjaman. Hasil

    analisis Debt Service Coverage Ratio (DSCR) menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi

    Sulsel cukup mampu mengembalikan pinjaman tersebut.

    Sedangkan dari persfektif investasi menunjukkan bahwa hasi analisis BOK dengan

    menggunakan metode harga tetap dihasilkan saving BOK setelah penanganan sebesar

    Rp. 138,303 Milyar/tahun, dan dengan menggunakan metode income approach diestimasisaving nilai waktu setelah penanganan jalan sebesar Rp. 50,576 Milyar/tahun. Apabila

    angka ini diproyeksi sesuai dengan umur proyek (10 tahun) dan diintegrasikan dengan

    kecenderungan peningkatan jumlah kendaraan di masa mendatang, maka didapatkan

    akumulasi biaya manfaat sebesar Rp. 2,609 Trilyun. Angka ini sangat besar dibandingkan

    dengan total biaya investasi yang hanya mencapai Rp. 638,070 Milyar Sehingga berdasarkan

    kriteria investasi akan didapatkan nilai NPV pada akhir proyek sebesar Rp. 457.574 Milyar,

    nilai BCR 2.28 (>1,0) dan IRR 23.51% untuk discount factor12% dan 15%. Nilai kriteria

    tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan pada kondisi skenario optimis dan

    pesimis (25%). Hal ini mengindikasikan bahwa proyek ini layak secara ekonomi dan tidak

    sensitif terhadap perubahan parameter investasi.

    Kata Kunci: Konektifitas, Jalan Provinsi, Investasi, Pinjaman

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    2/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 2

    1.

    PENDAHULUAN

    Indonesia cukup optimis dalam melakukan transformasi ekonomi yang

    berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi SDA setiap daerah agar daerah di

    Indonesia mampu mengembangkan kekuatan ekonomi lokal berdasarkan ciri khas

    daerah itu sendiri. Pemerintah dalam hal ini jajaran Kementerian Perekonomian telah

    merumuskan program perecepatan pembangunan perekonomian yang dikenal dengan

    program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi).

    Program MP3EI mengusung tiga tema utama yaitu : 1) Pengembangan Potensi Ekonomi

    Melalui Koridor Ekonomi, 2) Penguatan Konektivitas Nasional dan, 3) Penguatan

    Kemampuan SDM Dan IPTEK Nasional.

    Sinergis dengan program strategis tersebut, maka pemerintah daerah perlu

    membangun suatu hubungan interaksi yang saling menguntungkan antara daerah-daerah

    yang berada disekitarnya (mutually ekslusive), hal ini juga untuk menghindari

    terbentuknya ego spasial yang akan melemahkan kekuatan ekonomi suatu daerah.

    Interaksi regional ini perlu dikembangkan mengingat struktur ekonomi suatu kawasan

    tidak akan dapat tumbuh dengan sendirinya apabila tidak didukung oleh wilayahhinterland-nya. Menurut Tarigan (2004), bahwa hubungan antara kota sebagai pusat

    pertumbuhan (Growth Pole) dan daerah belakangnya harus memiliki keharmonisan

    mengingat wilayah hinterland menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat kota.

    Kondisi ini memberikan gambaran bahwa upaya peningkatan konektifitas nasional

    perlu didukung dengan penguatan konektifitas regional, sehingga terbentuk konektifitas

    yang berhirarki, yang tidak hanya menghubungkan antara simpul-simpul ekonomi

    nasional tapi juga simpul-simpul ekonomi regional/kawasan.

    Interkoneksitas spasial selain untuk mereduksi potensi terciptanya kesenjangan

    perekonomian dan kesejahteraan yang semakin tajam dalam masyarakat antar daerah,

    juga diharapkan terwujudnya saling keterkaitan yang bersifat sinergis dan simbiosis

    mutualistis dalam berbagai kegiatan pembangunan wilayahnya, sehingga dapatmempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah yang tentunya akan berdampak positif

    terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Untuk mendukung interaksi antara pusat-pusat pelayanan tersebut dan mencapai

    tingkat perkembangan wilayah perkotaan yang optimal, maka dibutuhkan konstribusi

    sektor transportasi sebagai prasarana dan sarana dalam mendorong perkembangan

    wilayah, menurut Kaiser, EJ, dkk (1995), bahwa interaksi antara sistem transportasi

    dengan tata guna lahan betujuan untuk mencapai keseimbangan, dan interkasi tersebut

    dijadikan sebagai dasar perencanaan mengingat transportasi merupakan determinan

    penting dalam proyeksi perkembangan wilayah dan rencana tata guna lahan. Sedangkan

    menurut Wegener (1995 :157) kebijaksanaan transportasi merupakan cara cepat untuk

    mempengaruhi pertumbuhan wilayah, begitupun sebaliknya kebijaksanaan tata gunalahan juga merupakan cara cepat untuk mempengaruhi sistem transportasi.

    Oleh karena peningkatan ekonomi dan pengembangan suatu wilayah

    kabupaten/kota sangat berkaitan dengan peran sektor transportasi darat dalam hal ini

    prasarana jaringan transportasi, maka pada prinsipnya diperlukan suatu pelayanan

    transportasi yang efektif dan efesien dalam mendukung aktifitas dan mobilitas

    masyarakat pada suatu kawasan. Tingkat pelayanan infrastruktur transportasi dalam

    mendukung pembangunan daerah dan pengembangan wilayah sangat menentukan

    pencapaian pertumbuhan dan pemerataan secara sosial ekonomi. Tamin (2002)

    menjelaskan bahwa infrastruktur jaringan transportasi yang efesien dan berkualitas

    tinggi akan meningkatkan produktifitas dan memudahkan pergerakan angkutan barang

    melalui penurunan biaya transportasi.

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    3/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 3

    Berdasarkan data Dinas Binamarga Provinsi Sulsel panjang dan kondisi jalan di

    Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2012 mencapai 2,970.03 km yang terdiri dari

    1,722.79 km jalan nasional dan 1,147.51 km jalan provinsi. Untuk jalan nasional

    kondisnya relatif baik, dengan proporsi 92% kondisi baik, dan 8% dalam kondisi rusak

    ringan dan berat. Khusus untuk jalan provinsi kondisi perkerasannya cukup bervariasi,

    yakni 458.54 km dalam kondisi baik atau 39.86%, 399.33 km atau 34.80% kondisi

    sedang, dan 209.06 km atau 18.22% kondisi rusak ringan, serta 74.58 km atau 6.50%

    rusak berat, dan sisanya 6.00 km atau 0,52% belum tembus. Data tersebut,

    mengindikasikan bahwa kondisi jalan provinsi di Sulawesi Selatan kinerjanya masih

    rendah, sehingga belum optimal untuk mendukung aksessibilitas dan mobilitas

    masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan kinerja dengan melakukan

    pembangunan dan perbaikan konstruksi pada ruas-ruas yang cukup parah tingkat

    kerusakannya, sehingga pelayanan transportasi dapat meningkat dan tentunya akan

    berimplikasi pada peningkatan produktifitas masyarakat sekitar.

    Ditengah kompleksitas kebutuhan pembiayaan pembangunan dan anggaran

    pemerintah daerah yang terbatas sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan infrastrukturyang memadai untuk mendukung prekonomian daerah. Oleh karena itu, pemerintah

    daerah dapat mempertimbangkan skema penyediaan infrastruktur melalui investasi

    lembaga pembiayaan pemerintah maupun swasta.

    2.

    SASARAN PENELITIAN

    Sasaran penelitian ini adalah tersedianya kerangka analisis terkait dengan upaya

    penguatan konektifitas wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan melalui pembangunan

    infrastruktur jalan kolektor dengan memanfaatkan pembiayaan dari lembaga investasi

    pemerintah, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi bagi daerah-daerah lain dalam

    membuat kebijakan pembangunan infrastruktur wilayah yang menguatkan koridor

    ekonomi nasional MP3EI.

    3. METODOLOGI PENELITIAN

    Tahap 1. Evaluasi tingkat interaksi wilayah dan pelayanan transportasi

    Pada tahap ini akan dilakukan analisis interaksi wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan

    yang diukur berdasarkan parameter indeks konektifitas, tingkat aksessibilitas, tingkat

    mobilitas dan tingkat pelayanan. Penilaian indeks konektifitas didasarkan pada metode

    yang dikembangkan oleh KJ. Kansky dengan formulasi rasio antara jumlah jalan dengan

    jumlah kota. Sedangkan penilaian tingkat aksessibilitas, mobilitas dan pelayanan

    transportasi didasarkan pada Permen PU Nomor 14 /PRT/M/2010.

    Tahap 2. Penentuan tingkat kepentingan penanganan jalan provinsi

    Untuk menentukan tingkat kepentingan penanganan jalan provinsi, maka dibutuhkan

    kriteria sebagai alat penilaian. Adapun kriteria penilaiannya adalah (1) Akomodasi

    kebutuhan perjalanan, (2) Kesesuaian dengan kebijakan daerah, (3) Tingkat kerusakan

    jalan, (4) Memberikan manfaat terhadap masyarakat dan pertumbuhan ekonomi

    regional, (5) Meningkatkan aksessibilitas dan interaksi kawasan, (6) Jaringan jalan

    melintasi kawasan strategis dan daerah yang memiliki potensi/komoditas unggulan, dan

    (7) Dilintasi trayek angkutan umum.

    Penilaian tingkat kepentingan kriteria dan ruas pada studi ini memanfaatkan metode

    Analisis Hirarki Proses (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas, L. Saaty. AHP adalah

    prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk kondisi evaluasiatribut-atribut kualitatif. Atribut-atibut tersebut secara matematik dikuantitatif dalam

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    4/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 4

    satu set perbandingan berpasangan. Kelebihan AHP dibandingkan dengan metode

    lainnya adalah karena adanya struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari criteria

    yang dipilh, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetail. Mempertimbangkan

    validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai criteria dan alternative

    yang dipilih oleh para pengambil keputusan (Saaty, 1990). Pendekatan AHP

    menggunakan skala banding berpasangan sebagaimana disajikan pada tabel 1.

    Tabel 1. Skala penilaian antar kriteria (Saaty, L, 1993)

    TingkatDefinisial Penjelasan

    kepentingan

    1 Sama penting Sama pentingnya dibanding yang lain

    3 Relatif lebih Moderat pentingnya dibanding yang lain

    Penting

    5 Lebih penting Kuat pentingnya dibanding yang lain

    7 Sangat penting Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain9 Jauh lebih penting Ekstrim pentingnya dibanding yang lain

    2, 4, 6, 8 Nilai antara Nilai di antara dua penilaian yang

    berdekatan.

    Kebalikan

    Kebalikan jika elemen i memiliki salah satu

    angka di atas ketika dibandingkan elemen j,

    maka memiliki nilai kebalikannya ketika

    dibandingkan elemen i

    Penilaian kriteria dan ruas dilakukan berdasarkan preferensi responden yang dinilai

    memiliki kompetensi (expert)dalam bidang perencanaan jalan melalui kuesioner.

    Tabel 2.Contoh kuesioner AHP

    A: Ruas 1 Vs B: Ruas 2

    Ditinjau dari kriteria akomodasi kebutuhan perjalanan yang manakah ruas lebih strategis

    ditangani.

    1 2

    X

    Berapa tingkat kepentingannya?1 2 3 4 5 6 7 8 9

    X

    Dalam penilaian kepentingan relatif, dua elemen berlaku aksioma reciprocal.

    Artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus 1/3kali pentingnya dibanding elemen-i. Dua elemen yang berlainan bisa saja dinilai sama

    penting, yang mana angka yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting.

    Jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matrikspairwise comparison berukuran n

    x n.

    Selanjutnya adalah sintesa prioritas dengan cara mencari eigenvector dari setiap

    matriks pairwise comparison untuk mendapatkan prioritas lokal. Dalam ANP/AHP,

    logical consistency menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian.

    Rasio konsistensi (consistency ratio) dihitung dengan rumus CR = CI / RI. Consistency

    Index (CI) diperoleh dari CI = (max n) / (n 1), di mana max = nilai eigen vector

    terbesar dari matriks perbandingan berpasangan, dan n = ukuran matriks. Sebagai

    contoh, jika A lebih penting dari B dan B lebih penting dari C, tapi C lebih penting dariA, maka tidak konsisten. Nilai CR harus kurang dari 10%, karena jika lebih maka

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    5/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 5

    penilaian perbandingan berpasangan harus diulang (Saaty dan Vargas, 1994). Dalam hal

    random index (RI), secara berturut-turut (RI/orde matriks) adalah (1/0), (2/0), (3/0,58),

    (4/0,9), (5/1,12), (6/1,24), (7/1,32), (8/1,41), (9/1,45), (10/1,49).

    Untuk memudahkan proses analisis, semua langkah dilakukan menggunakan

    perangkat lunak Super Decision yang yang dikembangkan oleh William J. Adams dari

    Embry Riddle Aeronautical University, Florida, bekerjasama dengan Rozann W. Saaty

    (Saaty, 2003).

    Tahap 3. Kajian biaya manfaat penanganan jalan provinsi

    Efektifitas dan efesiensi proyek pembangunan infrastruktur dinilai dari seberapa

    besar manfaat yang diberikan dengan biaya investasi yang rendah. Untuk itu

    dibutuhkan kajian seberapa besar biaya manfaat yang dapat disaving masyarakat

    (Ibrahim, F, 2010). Manfaat yang didapatkan dari perbaikan jalan adalah peningkatan

    kecepatan yang kemudian berpengaruh pada penurunan Biaya Operasional Kendaraan

    (BOK) dan pengurangan waktu tempuh (Puslitbang PU, 2005). Hal senada juga

    dijelaskan oleh Tamin, OZ (2003) bahwa komponen biaya manfaat peningkatan jalandapat diukur dalam bentuk saving BOK dan nilai waktu sebelum dan setelah

    peningkatan kinerja jalan.

    Komponen BOK terdiri dari konsumsi bahan bakar, pelumas, biaya pemakaian ban,

    biaya pemeliharaan, modal dan asuransi. Analisis BOK pada studi ini berdasarkan

    pendekatan harga tetap yang dikembangkan oleh Departemen Pekerjaan Umum

    (pdt 026/t/BT/1995) dengan persamaan seperti diuraikan pada tabel 3.

    Table 3. Persamaan analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK)

    No. Parameter Persamaan Keterangan

    1. Konsumsi bahan bakar Y = 0.07629 x S2-8.45703 x S + 349.7911

    Y = koefisen biaya

    dengan satuan Rp /

    1000 km

    S = kecepatandengan satuan

    km/jam

    2. Konsumsi pelumas 0.0032

    3. Biaya pemakaian ban Y = 0.00088 x S + 0.0045333

    4.Biaya pemeliharaan (suku

    cadang)Y = 0.00000064 x S + 0.0005567

    5.Biaya Pemeliharaan

    (montir)Y = 0.00362 x S + 0.36267

    6. Bunga modal Y = (0.15 x 10000)/ (500x S)

    7. Biaya asuransi Y = (0.35 x 1000 x 0.5) / (500 x S)

    Sedangkan nilai waktu merupakan penghematan waktu tempuh perjalanan yang

    dikonversi dalam bentuk biaya produktifitas masyarakat.Interurban Road Management

    System (IRMS) mengestimasi nilai satuan waktu tempuh (Rp/jam/kendaraan)

    berdasarkan metode pendekatan pendapatan tradisional. Faktor-faktor yang

    dipertimbangkan dalam menghitung satuan nilai waktu per kendaraan untuk IRMS

    adalah; (1) Pendapatan bulanan penumpang menurut kelompok kedenaraan, (2) Tingkat

    upah bayangan (=0,85%), (3) Waktu kerja bulanan (=191 jam), (4) Nilai waktu istirahat

    (=28% dari nilai waktu kerja), (5) Persentase tujuan perjalanan untuk bekerja dan

    perjalanan bukan untuk bekerja menurut kelompok kendaraan, dan (6) Jumlah

    penumpang per kendaraan (Average Occupancy).

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    6/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 6

    Tahap 4. Evaluasi kelayakan investasi

    Evaluasi kelayakan investasi bertujuan untuk menilai sejauhmana proyek dapat

    diterima secara ekonomi dan tidak sensitif terhadap perubahan kondisi yang dapat

    mempengaruhi investasi. Kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi

    adalah NPV, BCR dan IRR. Sedangkan untuk menguji sensitivitas investasi digunakan

    pendekatan kondisi optimis dan pesimis (+/- 25%).

    Table 4. Persamaan evaluasi kelayakan investasi

    No. Kriteria Persamaan Keterangan

    1. Net Present Value

    (NPV) NPV =

    ( ) ( )

    +

    + t

    t

    t

    t

    i1

    C

    i1

    B t

    B = penerimaan

    pada tahun t

    tC = pengeluaran

    atau biayapada tahun t

    i = tingkat bunga

    2. Benefit Cost Ratio

    (BCR)

    ( )

    ( )

    =

    =

    +

    +=

    n

    0t t

    t

    n

    0t t

    t

    i1

    C

    i1

    B

    C/B

    3. Internal Rate of ReturnIRR =

    ( )0

    r1

    CB

    t

    tt=

    +

    Tahap 5. Evaluasi keuangan daerah dan kemampuan pengembalian pinjaman

    Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi kinerja keuangan daerah dan sejauhmana

    kapasitas keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mampu mengembalikan

    pinjaman dari lembaga pembiayaan. Evaluasi kinerja keuangan dilakukan dengan

    pendekatan deskriptif dengan mempertimbangkan trend alokasi pendapatan dan belanjadaerah. Sedangkan analisis kemampuan pengembalian pinjaman dihitung berdasarkan

    pendekatan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) sebagaimana Peraturan pemerintah

    Nomor 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah dengan formula sebagai berikut.

    DSCR = {PAD + DAU + (DBH-DBHDR)} BW

    DSCR = X

    Pokok pinjaman + Bunga + BL

    DSCR = Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman Daerah yang

    bersangkutan;

    PAD = Pendapatan Asli Daerah;DAU = Dana Alokasi Umum;

    DBH = Dana Bagi Hasil;

    DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi;

    BW = Belanja Wajib;

    Pokok Pinjaman = Angsuran Pokok Pinjaman;

    Bunga = Beban Bunga Pinjaman;

    BL = Biaya Lain.

    DSCR Pemerintah Daerah X

    X = Rasio kemampuan membayar kembali pinjaman (DSCR) yang

    ditetapkan oleh Pemerintah (>2.5)

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    7/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 7

    4.

    ANALISIS PEMBAHASAN

    4.1. Posisi Provinsi Sulawesi Selatan dalam Koridor Ekonomi MP3EI

    Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil

    Pertanian, Perkebunan, Perikanan, dan Pertambangan Nikel Nasional. Koridor ini

    diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia,

    dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi

    dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya. Meskipun demikian, secara umum

    terdapat beberapa hal yang harus dibenahi di Koridor Ekonomi Sulawesi:

    (1) Rendahnya nilai PDRB per kapita di Sulawesi dibandingkan dengan pulau lain di

    Indonesia; (2) Kegiatan ekonomi utama pertanian, sebagai kontributor PDRB terbesar

    (30 persen), tumbuh dengan lambat padahal kegiatan ekonomi utama ini menyerap

    sekitar 50 persen tenaga kerja; (3) Investasi di Sulawesi berasal dari dalam dan luar

    negeri relatif tertinggal dibandingkan daerah lain; (4) Infrastruktur perekonomian dan

    sosial seperti jalan, listrik, air, dan kesehatan kurang tersedia dan belum memadai

    Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi

    utama pertanian pangan, kakao, perikanan dan nikel. Selain itu, kegiatan ekonomiutama minyak dan gas bumi dapat dikembangkan yang potensial untuk menjadi mesin

    pertumbuhan ekonomi di koridor ini. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan kontributor

    terbesar untuk semua sektor ekonomi utama MP3EI.

    Tabel 5.Potensi Sektor Ekonomi Utama di Provinsi Sulawesi Selatan

    No SektorProduksi

    Sulsel (ton)

    Produksi Pulau

    Sulawesi (ton)Presentase

    1 Kakao 198.682 631.289 31.47

    2 Padi 4.511.336 7.277.,189 61.99

    3 Jagung 1.416.182 2.761.649 51.28

    4 Perikanan* 218.819 970.616 22.545 Nikel 66.910.476 122.346.463 54.68

    Sumber : BPS 2012 *perikanan tangkap

    Pembangunan struktur ruang diarahkan pada pemahaman pola pergerakan barang

    dari hasil perkebunan (kakao) maupun tambang nikel, dan migas, menuju tempat

    pengolahan dan atau kawasan industry, yang berlanjut menuju ke pelabuhan. Untuk itu,

    penentuan prioritas dan kualitas pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur jalan

    dan jembatan di setiap provinsi diarahkan untuk melayani angkutan barang di sepanjang

    jalur konektivitas ekonomi di provinsi yang bersangkutan. Demikian pula pembangunan

    infrastruktur air dan energi dilakukan untuk mendukung produksi pertanian pangan,

    kakao, maupun pertambangan yang ada di setiap provinsi, yang berujung pada

    peningkatan manfaat dan nilai tambah produk yang dihasilkan.Pembangunan struktur ruang Koridor Ekonomi Sulawesi akan berkembang sejalan dengan

    pembangunan dan keberadaan jalan raya trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi bagian

    selatan hingga utara. Struktur ruang koridor ini mengalami dinamika yang tinggi seiring dengan

    percepatan pergerakan barang dan orang dari intra dan inter pusat-pusat pertumbuhan di dalam

    Koridor Ekonomi Sulawesi maupun antar Koridor Ekonomi Sulawesi dengan koridor ekonomi

    lainnya di Indonesia. Selain itu, mengingat bahwa koridor ini berada di sisi Samudra Pasifik dan

    jalur pelayaran internasional, maka sangat penting untuk dapat menentukan lokasi yang akan

    berfungsi sebagai hub internasional. Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara, atau Pelabuhan

    Makassar di Sulawesi Selatan merupakan alternatif pelabuhan yang dapat dikembangkan

    menjadi hub internasional. Penetapan hub internasional di kawasan Indonesia Timur diharapkan

    dapat mempercepat pembangunan di Indonesia Timur yang lebih didominasi oleh pulau-pulau.

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    8/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 8

    Gambar 1.Peta koridor ekonomi sulawesi

    4.2. Evaluasi Tingkat Konektifitas Wilayah dan Pelayanan Transportasi

    Untuk menilai kekuatan interaksi antar wilayah ditinjau dari infrastruktur jalansebagai prasarana transportasi, dapat ditentukan dengan pendekatan grafik yang

    membandingkan antara jumlah kota atau daerah dengan banyaknya jaringan jalan yang

    menghubungkan kota-kota tersebut. Kekuatan interkasi ditentukan dengan indeks

    konektifitas. Semakin banyak jalan yang menghubungkan antar wilayah semakin tinggi

    indeks konektifitasnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap potensi pergerakan

    manusia, barang dan jasa karena infrastruktur jalan dapat meningkatkan aksessibilitas

    dan mobilitas wilayah. Dengan jumlah kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan

    sebanyak 24 yang didukung dengan 60 link jalan nasional dan provinsi didapatkan

    indeks konektifitas wilayah sebesar 2.5. angka ini mengekspresikan bahwa tingkat

    konektifitas wilayah di provinsi Sulawesi Selatan relatif tinggi.

    Demikian pula bila diukur dari persfektif aksessibilitas, secara umum tingkat

    aksesibilitas kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan relatif tinggi. Parameter

    aksessibilitas dapat diekspresikan sebagai total panjang jalan dalam daerah tertentu

    (km/km2). Berdasarkan hasil analisis terdapat 17 kabupaten dengan kepadatan

    penduduk 100 s/d 500 jiwa/km2 yang memiliki tingkat aksessibilitas >0,44, dan 3

    kabupaten dengan kepadatan penduduk 0.19, sedangkan untuk Kota Parepare dan Makassar yang kepadatan

    pendudukanya masing-masing >1000 jiwa/km2 dan 5000 jiwa/km2 memiliki tingkat

    aksessibilitas 12.71 dan 14.03. SPM jalan mensyaratkan bahwa kabupaten/kota yang

    memiliki kepadatan penduduk 100 jiwa/km2 memiliki tingkat aksessibilitas 0.15,sedangkan kabupaten/kota yang memiliki kepadatan penduduk >500 jiwa/km2

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    9/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 9

    memiliki tingkat aksessibilitas 0.5. Selanjutnya kabupaten/kota yang memiliki tingkat

    kepadatan >5000 jiwa/Km2 memiliki tingkat aksessibilitas >5.0. Persyaratan ini

    mengindikasikan bahwa secara umum indeks aksessibilitas kabupaten/kota di Sulawesi

    Selatan memenuhi persyaratan.

    Selain ukuran konektifitas dan aksessibilitas, tingkat mobilitas penduduk dapat

    menjadi tolak ukur keterkaitan antar kawasan. Angka mobilitas adalah rasio antara

    jumlah total panjang jalan yang menghubungkan semua pusat-pusat kegiatan terhadap

    jumlah total penduduk yang ada dalam wilayah yang harus dilayani jaringan jalan sesuai

    dengan statusnya, dinyatakan dalam satuan Km/(1000 jiwa). Hasil analisis

    memperlihatkan bahwa terdapat 8 kabupaten dengan PDRB perkapita Rp. 1 juta yang memiliki tingkat mobilitas

    berkisar antara 2.45 s/d 11.1, dan terdapat 1 kabupaten yakni Luwu Timur dengan

    PDRB perkapita >Rp. 2 juta yang memiliki tingkat mobilitas 7.24. Sedangkan Kota

    Makassar dengan PDRB perkapita >Rp. 10 juta memiliki tingkat mobilitas yang rendah

    dengan nilai 1.84. SPM jalan mensyaratkan bahwa kabupaten/kota dengan PDRBperkapita Rp. 1 juta memiliki tingkat mobilitas 0.5. Selanjutnya kabupaten/kota

    dengan PDRB perkapita

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    10/21

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    11/21

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    12/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 12

    Penanganan ruas-ruas strategis dan prioritas tersebut membutuhkan dana yang cukup

    besar yakni Rp. 638.07 Milyar yang terdiri dari biaya konstruksi, biaya pemeliharaan

    sampai dengan umur proyek, biaya Detail Design Engineering, dan biaya supervisi.

    Khusus untuk biaya konstruksi masing-masing ruas dapat dilihat pada tabel berikut.

    Table 8.Rekapitulasi rencana anggaran biaya proyek

    No. RuasTarget Panjang

    (km)Estimasi Biaya

    1 Sabbang Tallang - Sae 20.5 39,600,000,000.00

    2 Pekkae Takkalala - Ujung Lamuru 44.6 94,350,000,000.00

    3 Ujung Lamuru - Bajo - Tanabatue Palattae 29.69 97,875,000,000.00

    4 Tanete Tanaberu 16 33,500,000,000.00

    5 Palangga - Sapaya - Jeneponto - Bantaeng 18.36 32,350,000,000.00

    6 Solo - Peneki - Kulampu 10 22,500,000,000.00

    7 Soppeng - Pangkajene - Sidrap 12 45,960,000,000.00

    8 Pacciro - Galesong - Patalassang 15 30,000,000,000.00

    9 Salonro - Pompanua - Taccipi 10.7 48,865,000,000.00

    10 Perintis - Parangloe 5.4 55,000,000,000.00

    Total 182.25 500,000,000,000.00

    Sumber: hasil analisis

    Kebutuhan pendanaan tersebut cukup besar dibanding dengan trend alokasi dana

    APBD untuk belanja pembangunan infrastruktur jalan. Pada tahun 2008 APBD hanya

    membelanjakan Rp. 130 Milyar dengan target panjang 82.9 km, selanjutnya pada tahun

    2009 mengalami peningkatan menjadi Rp. 149 Milyar dengan target panjang 92.01 km.Pada tahun 2010 APBD kembali membelanjakan pembangunan jalan sebesar Rp. 198

    Milyar dengan target panjang 75.78 km. Peningkatan yang cukup drastis terjadi pada

    tahun 2011 dan 2012 dengan alokasi masing-masing Rp. 332.6 Milyar dan Rp. 312.5

    Milyar. Alokasi yang cukup besar tersebut pada 2 tahun terakhir dengan target total

    645.1 km belum mampu menyelesaikan permasalahan rendahnya kinerja jaringan jalan.

    Karena masih terdapat ruas yang sangat penting untuk ditangani, disamping itu ruas-

    ruas yang sudah ditangani pada tahun sebelumnya sudah mengalami penurunan kinerja.

    Pada tahun 2013 dipastikan bahwa alokasi APBD untuk pembangunan jalan, akan

    mengalami penurunan dibanding pada tahun 2011 dan 2012, hal ini disebabkan oleh

    kebijakan Gubernur terpilih lebih akan meningkatkan alokasi belanja pada program

    kesehatan gratis, pendidikan gratis, SPP gratis 2 semester untuk mahasiswa baru,

    bantuan modal usaha, dll. Oleh karena itu ditengah kompleksitas kebutuhan pembiayaan

    tersebut, pembiayaan sektor infrastruktur yang jumlahnya cukup besar akan didanai

    melalui skema pinjaman.

    4.5. Komponen Biaya Manfaat Penanganan Jalan Provinsi

    Komponen biaya manfaat yang didapatkan adalah Saving BOK dan nilai waktu,

    saving BOK merupakan hasil penghematan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) yang

    didapatkan setelah perbaikan dan peningkatan kinerja jalan. Komponen BOK terdiri

    dari biaya BBM, Pelumas, suku cadang, dan servis. Sedangkan Saving Nilai Waktu,

    merupakan potensi pendapatan dari pengguna jalan yang didapat dari hasil penghematanwaktu tempuh setelah perbaikan dan peningkatan kinerja jalan.

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    13/21

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    14/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 14

    Tabel 10. Besaran Nilai Waktu Perjalanan

    Komponen SedanAngkutan

    Umum

    Angkutan

    BarangBus Kecil

    Bus

    BesarTruk

    Sepeda

    motor

    Pendapatan/bulan 3,650,000 1,095,000 986,000 1,095,000 1,095,000 986,000 1,460,000

    Pendapatan menurut SWR(tingkat upah bayangan 85%)

    3,102,500 930,750 838,100 930,750 930,750 838,100 1,241,000

    Waktu kerja/bulan (7 jam/hari) 191 191 191 191 191 191 191

    TTC Penumpang per Jam

    Nilai waktu kerja 16,243 4,873 4,388 4,873 4,873 4,388 6,497

    Nilai waktu istirahat 4,548 1,364 1,229 1,364 1,364 1,229 1,819

    % Perjalanan kerja 50% 30% 75% 30% 30% 75% 50%

    % Perjalanan bukan untuk bekerja 50% 70% 25% 70% 70% 25% 50%

    Penumpang (org) 2.0 8.0 1.0 16.0 32.0 1.0 1.2

    TTC/penumpang/jam (Rp.) 10,396 1,871 4,212 1,871 1,871 4,212 4,158

    TTC/kendaraan/jam (Rp.) 20,792 14,970 4,212 29,940 59,880 4,212 4,990

    Sumber: Hasil analisis

    Nilai waktu yang didapatkan tersebut harus dikalibrasi dengan membandingkan nilai

    waktu yang didapatkan pada studi-studi sebelumnya. sebagai bahan pembanding Tabel

    11 menunjukkan besaran nilai waktu menurut hasil perhiungan IRMS tahun 2006 dan

    HLPI Sulawesi tahun 2001.

    Tabel 11. Nilai Waktu Perjalanan berdasarkan HLIP dan IRMS

    KategoriNilai Waktu/jam/org Jenis

    Kendaraan

    Nilai

    Waktu/jam/kendaraan

    HLIP 2001

    (Sulwesi)*

    IRMS

    2006**

    HLIP 2001

    (Sulwesi)*

    IRMS

    2006**

    Penggunaan mobil,

    bekerja9.735 11.749 Mobil 11.560 15.038

    Penggunaan bus, bekerja 3.809 3.720Angkutan

    Barang12.850 14.763

    Penggunaan mobil, bukan

    kerja2.920 3.290 Bus Sedang 26.226 29.525

    Penggunaan bus, bukankerja

    1.143 1.042 Bus Besar 53.996 59.050

    *: Heavy Loaded Road Improvement Project II, Master Plan Review Study for National Network Roads, Laporan Akhir

    Volume 2 Desember 2001

    **: IRMS : Updating the VOC Equation Coefficients, 2006

    Sumber: JICA 2008

    Tabel 12. Rekapitulasi Biaya Manfaat

    No Ruas

    Saving (Rp)

    BOK Nilai Waktu Jumlah

    1 Sungguminasa-Malino-Batas Sinjai 28,050.02 1,872.61 29,922.63

    2 Pekkae Takkalala - Ujung Lamuru 57,434.81 16,917.09 74,351.90

    3 Ujung Lamuru - Bajo - Tanabatue Palattae 1,334.10 2,685.64 4,019.74

    4 Tanete - Tanaberu 946.04 941.46 1,887.49

    5 Palangga - Sapaya - Jeneponto - Bantaeng 6,351.24 5,117.16 11,468.40

    6 Solo - Peneki - Kulampu 943.26 628.33 1,571.59

    7 Soppeng - Pangkajene - Sidrap 1,870.21 1,731.66 3,601.87

    8 Pacciro - Galesong - Patalassang 5,166.02 3,484.68 8,650.70

    9 Salonro - Pompanua - Taccipi 2,838.47 2,982.59 5,821.06

    10 Perintis - Parangloe 33,369.00 14,214.97 47,583.97

    Jumlah 138,303.17 50,576.18 188,879.35Sumber: hasil analisis

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    15/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 15

    4.6.

    Kelayakan dan Sensitifitas Investasi

    Pada prinsipnya kriteria yang digunakan dalam analisa ekonomi adalah

    membandingkan antara keuntungan yang diperoleh dari penghematan biaya operasi

    kendaraan dengan biaya investasi, pemeliharaan dan biaya operasi kendaraan yang

    dikeluarkan untuk membangun jalan provinsi, selama umur pelayanan jalan tersebut.

    Hasil analisis NPV didapatkan angka sebesar Rp. 457.574, dalam evaluasi ekonomi

    apabila NPV bernilai positip maka keuntungan yang diperoleh akan lebih besar, yang

    berarti bahwa proyek tersebut dibenarkan untuk dilaksanakan. Sedangkan Benefit Cost

    Ratio merupakan perbandingan antara besarnya keuntungan (benefit) dengan besarnya

    biaya (cost) menurut tingkat present value (nilai sekarang). Apabila nilai B/C Ratio

    lebih besar dari 1, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Ambang batas nilai

    B/C Ratio adalah 1, bila lebih kecil dari 1, maka proyek tersebut tidak layak

    dilaksanakan. Hasil analsis menunjukkan bahwa BCR yang didapatkan 2,28 (>1).

    Sedangkan Internal Rate of Return (IRR) merupakan besaran yang dinyatakan

    dengan suatu tingkat diskonto dimana nilai sekarang dari keuntungan (benefit) adalah

    sama besarnya dengan nilai sekarang dari biaya-biaya (cost) yang dikeluarkan. Dengankata lain IRR merupakan tingkat diskonto dimana NPV = 0. Hasil analisis didapatkan

    nilai IRR 23.51%.

    Mengingat fluktuatifnya kondisi makro ekonomi, maka mengharuskan proyek-

    proyek yang akan diinvestasikan harus mempertimbangkan kemungkinan perubahan-

    perubahan tersebut. Untuk itu investasi proyek harus tidak sensitif dengan

    kecenderungan perubahan yang mungkin terjadi. Analisis sesitivitas menunjukan bahwa

    pada kondisi optimis dimana terjadi perubahan parameter investasi berupa peningkatan

    biaya manfaat sebesar 25% dan penurunan biaya investasi sebesar 25% didapatkan NPV

    Rp. 777.431, BCR 3.54 dan IRR 25,94%. Sedangkan pada kondisi pesimis dimana

    perolehan biaya manfaat lebih kecil 25% dari asumsi dan biaya investasi meningkat

    25% dari estimasi awal, didapatkan nilai NPV Rp. 160.935, BCR 1.46 dan IRR 19.11%.hal ini mengindikasikan bahwa baik pada kondisi optimis maupun pesimis proyek

    peningkatan jalan provinsi sangat layak dan tidak sensitif terhadap perubahan parameter

    investasi.

    Tabel 13. Analisa sensitivitas untuk perubahan 25% keuntungan dan biaya

    Uji NPV IRRBCR

    (12%)

    BCR

    (15%)

    Kondisi dasar 457,574 23.51% 2.28 2.00

    Uji 1: Biaya Invetasi turun 25%, manfaat naik 25%

    (Kondisi Optimis) 777,431 25.94% 3.54 3.11

    Uji 2: Biaya Invetasi naik 25%, manfaat turun 25%

    (Kondisi Pesimis)160,935 19.11% 1.46 1.28

    Sumber: hasil analisis

    4.7. Keuangan Daerah dan Kemampuan Pengembalian Pinjaman

    Sulawesi Selatan mengalami perkembangan sosial ekonomi yang pesat dalam lima

    tahun terakhir. Dalam kurun waktu tersebut telah terjadi peningkatan nilai Produk

    Domestik Regional Bruto (PDRB), pergeseran struktur PDRB, pendapatan perkapita,

    pertumbuhan ekonomi, perbaikan penanaman modal, penurunan angka kemiskinan dan

    penurunan angka pengangguran, dalam kondisi pertumbuhan penduduk yang cukup

    tinggi. Perkembangan ini berlangsung dalam kondisi membaiknya pelayanan publik,

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    16/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 16

    meningkatnya belanja pemerintah daerah, dan meningkatnya pembangunan

    infrastruktur.

    Perekonomian Sulawesi Selatan didorong oleh sektor pertanian melalui komoditas

    unggulannya. Dalam lima tahun terakhir, sektor pertanian menyumbang 27 persen

    PDRB provinsi dan menyerap hampir separuh tenaga kerja (2009). Ini menunjukkan

    bahwa perekonomian Sulawesi Selatan masih ditopang oleh produk primer dan sumber

    daya manusia di pertanian tradisional. Tantangan dalam mengelola komoditas unggulan

    seperti kakao, komoditas pangan (padi dan jagung), serta komoditas kelautan (perikanan

    dan rumput laut) harus dihadapi dengan berorientasi pada agro industri dan agribisnis.

    Perkembangan kinerja keuangan pemerintah derah tidak terlepas dari batasan

    pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam: (1) Undang-undang Nomor 32

    Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

    Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah; (2) Peraturan Pemerintah Nomor

    58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; (3) Peraturan Menteri Dalam

    Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 juncto Permendagri Nomor 59 tahun 2007

    tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

    Antara tahun 2005 hingga 2010, pendapatan meningkat dua kali lipat, tetapi masih

    sangat bergantung pada transfer dari pusat. Selama periode tersebut, pendapatan

    tumbuh sebesar 76 persen mencapai hampir Rp. 16 triliun. Pendapatan pemerintah

    kabupaten/kota dengan tumbuh 11 persen per tahun, sementara pendapatan pemerintah

    provinsi tumbuh 9 persen per tahun. Transfer pusat menyumbang 76 persen pendapatan

    di Sulawesi Selatan, hingga mencapai Rp. 11 triliun pada tahun 2010. Hanya 7 persen

    dari pendapatan pemerintah kabupaten/kota yang bersumber dari Pendapatan Asli

    Daerah (PAD). Sementara 58 persen pendapatan pemerintah provinsi berasal dari PAD.

    Daya serap anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tergolong rendah.

    Rendahnya daya serap ditandai oleh besarnya Sisa Lebih Perhitungan Angggaran(SiLPA) tahun anggaran, dimana SiLPA tahun sebelumnya mendominasi sumber

    penerimaan pembiayaan tahun berjalan, baik pada pemerintah provinsi maupun

    kabupaten/kota. Pada pemerintah kabupaten/kota, proporsi SiLPA tahun sebelumnya

    terhadap penerimaan pembiayaan tahun berjalan mencapai 87 persen (2007), meskipun

    cenderung menurun menjadi 50 persen pada tahun 2010. Sedangkan pada Pemerintah

    Provinsi, seluruh penerimaan pembiayaan bersumber dari SiLPA (2010).

    Sulawesi Selatan perlu meningkatkan kualitas komposisi anggarannya. Hampir

    separuh belanja pemerintah di Sulawesi Selatan (44 persen) digunakan untuk belanja

    pegawai, sementara belanja modal menghabiskan 26 persen dari total anggaran. Belanja

    terbesar Pemerintah Provinsi adalah transfer ke daerah bawahan (37 persen), belanja ini

    sebagian besar digunakan untuk Program Kesehatan Gratis dan Pendidikan Gratis.Belanja pendidikan mendominasi belanja pemerintah kabupaten kota, sebesar 33 persen

    dari total belanja. Porsi belanja pegawai terhadap total belanja daerah mendominasi

    jenis belanja lainnya, baik pada level provinsi maupun kabupaten/kota. Proporsi alokasi

    belanja untuk sektor strategis (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertanian)

    masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor pemerintahan umum.

    Dengan kualitas komposisi anggaran yang lebih didominasi untuk belanja program

    pendidikan dan kesehatan gratis, mengharuskan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

    mencari sumber-sumber pembiayaan untuk mendanai pembangunan infrastruktur jalan

    yang tingkat keterdesakannya sama dengan sektor-sektor lainnya.

    Pinjaman Daerah bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan

    meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    17/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 17

    harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan

    daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh karena itu,

    pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi pinjaman

    daerah.

    Di Indonesia, Debt Service Coverage Ratio (DSCR) atau rasio kemampuan

    membayar kembali pinjaman digunakan untuk menentukan batas maksimal pinjaman

    jangka panjang. Semakin besar DSCR suatu daerah maka semakin bagus pula keadaan

    keuangan daerah tersebut. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.

    30 tahun 2011 Tentang Pinjaman daerah mengenai Persyaratan Pinjaman Daerah, batas

    maksimum jumlah pinjaman jangka panjang adalah: (1) Jumlah kumulatif Pokok

    Pinjaman Daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan

    umum APBD tahun sebelumnya. (2) Berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran

    Daerah tahunan selama jangka waktu pinjaman, DSCR paling sedikit 2,5 (dua

    setengah). Tabel dibawah memperlihatkan bahwa dengan kapasitas PAD yang dimiliki

    > Rp. 2,3 Trilyun didapatkan nilai DSCR 18.91 s/d 45.65. angka ini menjelaskan

    bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sangat memiliki kemampuan untukmengembalikan pinjaman dari lembaga pembiayaan.

    Tabel 14.Proyeksi DSCR Provinsi Sulawesi Selatan (Rp x 1 Milyar)

    No. Komponen 2012 2013 2014 2015 2016 2017

    A Komponen Pendapatan dan Belanja

    1 PAD 2,348.70 2,536.59 2,739.52 2,958.68 3,195.37 3,451.00

    2 DAU 996.94 1,077.69 1,164.98 1,259.35 1,361.36 1,471.63

    3 DBH 284.16 308.88 335.75 364.97 396.72 431.23

    4 DBH Dana Reboisasi - - - - - -

    5 Belanja Wajib: (899.83) (755.90) (622.21) (603.20) (515.21) (515.21)

    - Belanja Pegawai - - - - - -

    - Belanja DPRD - - - - - -

    Jumlah 2,729.96 3,167.26 3,618.05 3,979.80 4,438.24 4,838.65

    B Komponen Pinjaman - - - - - -

    1 Angsuran Pokok Pinjaman - 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

    2 Bunga Pinjaman - 30.00 24.00 18.00 12.00 6.00

    3 Administrasi (0.75%) - 37.50 - - - -

    Jumlah - 167.50 124.00 118.00 112.00 106.00

    DSCR (> 2.5) - 18.91 29.18 33.73 39.63 45.65

    Sumber: hasil analisis

    Tabel diatas juga menunjukkan bahwa alokasi APBD untuk membayar angsuran pokok

    dan bunga pinjaman setiap tahunnya yang berkisar antara Rp 106 Milyar s/d Rp. 167.5

    Milyar relatif lebih kecil dibanding trend alokasi APBD untuk belanja infrastruktur

    jalan. Sehingga pembiayaan infastruktur jalan melalui skema pinjaman dapat

    dideskripsikan sebagai akumulasi belanja infrastruktur selama 5 tahun yang

    angsurannya ekivalen dengan belanja infrastruktur jalan setiap tahunnya.

    4.8. Skema Pinjaman

    Persyaratan dan mekanisme pinjaman yang digunanakan pada penelitian ini

    didasarkan pada skema yang ditetapkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Lembaga

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    18/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 18

    pembiayaan ini merupakan badan investasi pemerintah yang memiliki peran dalam

    percepatan pembangunan ekonomi dan menjadi salah satu factor penting dalam

    pertumbuhan investasi kehususnya pembiayaan infrastruktur. Sesuai dengan Peraturan

    Pemerintah No. 1/2008 tentang Investasi Pemerintah, PIP menjalankan tugas dan fungsi

    operator investasi pemerintah yaitu melaksanakan pengelolaan investasi saham, surat

    utang dan investasi langsung yang dapat berupa pinjaman, kerjasama Pemerintah-

    Swasta dan penyertaan modal dalam pembiayaan proyek. PIP mengembangkan kriteria

    umum bagi daerah yang dapat dibiayai pembangunan infrastrukturnya melalui pinjaman

    daerah seperti dideskripsikan pada gambar 3. Proses pengajuan pinjaman daerah ke PIP

    seperti diskemakan pada gambar 4.

    Gambar 3.Kriteria umum fasilitasi pembiayaan infrastruktur PIP

    Pelaksanaan investasi yang dilakukan oleh PIP setidaknya didasarkan pada prinsip-

    prinsip yaitu; (1) Proyek investasi merupakan kegiatan prioritas baik dari skala nasional

    maupun daerah, (2) Proyek investasi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

    dasar masyarakat dan meningkatkan akses pada sentra-sentra pertumbuhan ekonomi, (3)

    Merupakan proyek yang bertujuan meningkatkan pelayanan publik dan memberikan

    dampak terhadap pertumbuhan kegiatan ekonomi dan manfaat lainnya bagi masyarakat.

    Gambar 4.Skema pinjaman daerah

    Skema tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut; (1) Pemda mempunyai proyekpembangunan/revitalisasi infrastruktur, pembangunan proyek lebih dari 1 tahun dan

    Fasilitas

    pembiayaan PIP

    DSCR > 2.5 kl

    Tdk melebihi 75%Penerimaaan

    umum APBD

    Persetujuan DPRD

    LKPD 3 tahun

    (WDP)Tdk memiliki

    tunggakan

    Sesuai RPJMD

    Batas maksimal

    defisit 6%

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    19/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 19

    telah dimasukkan dalam RPJMD, (2) APBD Pemda tidak mencukupi untuk pembiayaan

    pembangunan dan mengajukan permohonan pinjaman kepada PIP, (3) PIP memberikan

    pinjaman kepada Pemda untuk pembangunan proyek infrastruktur dan dimasukkan

    dalam APBD, (4) Dana pinjaman PIP oleh Pemda digunakan untuk pembangunan

    infrastruktur, (5) Proyek infrastruktur member manfaat ekonomi, sosial, dan manfaat

    lainnya kepada daerah, dan (6) Pemda mengembalikan kewajiban (pokok, bunga, dan

    lain-lain jika ada) kepada PIP yang ditetapkan dengan Perda selama jangka waktu masa

    pinjaman.

    Pada studi ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memanfaatkan dana dari PIP

    untuk membangun infrastruktur jalan provinsi dengan masa waktu pinjaman 5 tahun

    dan skema pembayaran hutang pokok dan bunga dilakukan setiap tahun. Besaran bunga

    pinjaman 6% dan administrasi 0.65% yang dibayarkan pada tahun pertama. Tabel

    berikut menunjukkan skema pembayaran pinjaman.

    Tabel 11.4. Skema pembayaran pinjaman

    No.Bulan dan

    tahun

    Pembayaran

    hutang pokok

    Pembayaranbunga dan biaya

    jasa bank

    (6%/thn)

    Jumlah

    pembayaran

    Sisa Pinjaman

    (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)

    1 Tahun 2012 1,250,000,000.00 1,250,000,000.00

    1,000,000,000.00 1,000,000,000.00

    1,000,000,000.00 1,000,000,000.00

    2 Februari 2013 50,000,000,000.00 15,000,000,000.00 65,000,000,000.00 517,500,000,000.00

    3 Oktober 2013 50,000,000,000.00 13,500,000,000.00 63,500,000,000.00 454,000,000,000.00

    4 Februari 2014 50,000,000,000.00 12,000,000,000.00 62,000,000,000.00 392,000,000,000.00

    5 Oktober 2014 50,000,000,000.00 10,500,000,000.00 60,500,000,000.00 331,500,000,000.006 Februari 2015 50,000,000,000.00 9,000,000,000.00 59,000,000,000.00 272,500,000,000.00

    7 Oktober 2015 50,000,000,000.00 7,500,000,000.00 57,500,000,000.00 215,000,000,000.00

    8 Februari 2016 50,000,000,000.00 6,000,000,000.00 56,000,000,000.00 159,000,000,000.00

    9 Oktober 2016 50,000,000,000.00 4,500,000,000.00 54,500,000,000.00 104,500,000,000.00

    10 Februari 2017 50,000,000,000.00 3,000,000,000.00 53,000,000,000.00 51,500,000,000.00

    11 Oktober 2017 50,000,000,000.00 1,500,000,000.00 51,500,000,000.00 -

    TOTAL 500,000,000,000.00 85,750,000,000.00 585,750,000,000.00

    *inklud biaya administrasi sebesar 0.65%

    Sumber: Hasil analisis

    5.

    KESIMPULANUntuk mendukung implementasi program MP3EI, maka diperlukan sinergi dan

    konektifitas baik skala nasional maupun regional. Rendahnya tingkat pelayanan transportasi

    yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai akibat dari penurunan kinerja ruas jalan

    harus segera ditingkatkan kualitasnya khususnya pada ruas-ruas yang strategis dalam

    mendukung penguatan konektifitas wilayah. Konsekwensi biaya yang dibutuhkan untuk

    pembangunan jalan tersebut dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan yang disiapkan oleh

    lembaga investasi pemerintah (PIP). Pinjaman ini pada dasarnya dapat dideskripsikan sebagai

    akumulasi belanja infrastruktur selama 5 tahun yang angsurannya ekivalen dengan belanja

    infrastruktur jalan setiap tahunnya. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis kelayakan, proyek

    pembangunan infastruktur jalan provinsi sangat layak untuk didanai dan tidak sensitif

    terhadap perubahan makro ekonomi. Disamping itu kapasitas keuangan daerah cukup kuatuntuk mengembalikan pinjaman tersebut.

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    20/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 20

    DAFTAR PUSTAKA

    Cheng, E.W.L. and Li, H. (2005). Analytical Network Process Applied to Project Selection,Journal of

    Construction Engineering and Management, 131 (4), 459-466.

    Departement for Communities and Local Government. (2009). Multi Criteria Analysis: a Manual,

    Communities and Local Government Publication, London.

    Ibrahim, F. (2010). Pemilihan Trase Jalan dengan Pendekatan Analisis Multi Kriteria. Proceeding

    Konfrensi Pascasarjana Teknik Sipil. ISBN-978-979-16225-5-4. Hal 79.ITB.

    ____ (2011). Kajian Penanganan Geometrik Jalan Pada Kawasan Konservasi Taman Nasional Babul

    Provinsi Sulawesi Selatan. Proceeding Konfrensi Pascasarjana Teknik Sipil. ISBN-978-979-

    16225-5-4. Hal 79.ITB.

    Guillermo A, Mandoza, dan Phill Macaun. (1999). Panduan Untuk Menerapkan Anlisis Multi Kriteria

    Untuk Menilai Kriteria dan Indikator, Center for International Forestry Research. Jakarta.

    Hemanta, dan Xiao-Hua. (2008). Modelling Multi-Criteria Decision Analysis for Benchmarking

    Management Practices in Project Management, International Conference On Information

    Technology In Construction. Oktober 2008.

    Kodoatie, R. J. (2005). Pengantar Manajemen Infrastruktur. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

    Kaiser, E. J. David, Godshalck, dan Chapin, F.S. (1995). Urband Land Use Palnning. University of

    Illionis Press. Urbana and Chicago.

    Sjafruddin A.(2004), Studi Kelayakan dan Pendanaan Infrastruktur, Institut Teknologi Bandung.

    Saaty, T.L. (1988). Multicriteria Decision Making : The Analytic Hierarchy Process. British Library.

    USA.

    Sekaryadi, Y. (2006). Penentuan Trase Jalan dengan AMK, Jurnal Teknik Sipil, 2 (1), 34-43.

    Rozann, W.S. (2003). Decision Making In Complex Environments: The Analytic Hierarchy Process

    (AHP) for Decision Making and The Analytic Network Process (ANP) for Decision Making with

    Dependence and Feedback. Super Decisions Tutorial.

    Riduwan. (2007).Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Edisi 5. Alfabeta, Bandung.

    Tamin, O. Z. Syafruddin, A. (2005). Determination Priority Of Road Improvement Alternatives Based

    On Region Optimization Case Study: Bandung City Indonesia, Proceedings of the Eastern Asia

    Society for Transportation Studies, 5, 1040 1049.

    Tamin, O. Z. (2004). Manajemen Operasi Lalu-lintas, ITB.

    Tarigan, R. (2004). Perencanaan dan Pembangunan Wilayah. PT. Bumi Aksara Jakarta.

    Tamin, O. Z. (2002). Konsep Pengembangan Transportasi Wilayah di Era Otonomi Daerah. Makalah

    pada Kuliah Tamu Program Pascasarjana Universtas Hasanuddin. 17-18 Januari 2002.

  • 8/10/2019 Konektifitas Regional Melalui Pengembangan Jalan Kolektor

    21/21

    Konferensi Tahunan Kebijakan Pembangunan Nasional 2013

    Fadly Ibrahim 21

    Biografi Penulis

    Nama : Fadly Ibrahim

    Tempat Tanggal lahir : Bone, 28 November 1978

    Alamat : Perumahan Grand Aroepala Blok C. 16

    Makassar Provinsi Sulsel

    Telepon : 081336002226

    Pekerjaan

    2002 2004 : Direktur Eksekutif Lembaga Kajian

    Pengembangan Infrastruktur Kota (LENSA

    KOTA) Makassar

    2004 Sekarang : Karyawan PT. Yodya Karya (Persero)Pendidikan

    Pendidikan S1 : Teknik Sipil UMI Makassar 2003

    Pendidikan S2 : Teknik Sipil UNHAS 2009

    Organisasi Profesi : Anggota Himpunan Pengembang Jalan

    Indonesia (HPJI)

    : Anggota Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi

    Indonesia (ATAKI)

    Aktifitas luar profesi : Aktif pada kegiatan peningkatan kapasitas

    masyarakat perdesaan. (2007 sekarang)