Dbd Edit Jadi

63
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA KEPANITERAAN KLINIK Disusun oleh: APRINA RADINKA SUBAGIYO 207.121.00003 FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of Dbd Edit Jadi

Page 1: Dbd Edit Jadi

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

KEPANITERAAN KLINIK

Disusun oleh:

APRINA RADINKA SUBAGIYO

207.121.00003

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2011

Page 2: Dbd Edit Jadi

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr. wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Field Study

Kasus Demam Dengue sebagai salah satu tugas dalam menempuh Program Kepaniteraan

Klinik.

Laporan ini berisi mengenai uraian kasus yang telah didapatkan oleh penulis

selama mengikuti penulis Program Kepaniteraan Klinik. Penulis berharap laporan kasus

ini dapat berguna dan menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak

kekurangan ataupun kekeliruan. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca yang bersifat membangun guna penyempurnaan laporan ini selanjutnya.

Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam pelaksanaan Program Kepaniteraan Klinik dan penyusunan

laporan ini. Semoga bermanfat bagi semua pihak. Amin.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Malang, januari 2012

Penyusun

Page 3: Dbd Edit Jadi

STATUS PENDERITA

Pendahuluan

Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang didapatkan dari ruang rawat

inap 3A, dengan diagnose OF suap DF. Mengingat kasus DF banyak ditemukan di

masyarakat, maka penting kiranya bagi kita untuk memperhatikan dan

mencermatinya, untuk selanjutnya dapat dijadikan sebagai pengalaman di

lapangan.

Identitas Penderita

Nama : An.F

Umur : 12 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kalaut-Kalimantan

Status : BM

Tanggal MRS : 22 Januari 2012

Pendidikan : Pelajar SMP

Suku : Jawa

Agama : Islam

Anamnesa

1. Keluhan Utama : Panas

2. Riwayat Penyakit Sekarang (secret seven):

Lokasi : kepala dan dada

Onset dan kronologi : panas sejak 4 hari yang lalu (18/01/12).

Kualitas keluhan :panas tinggi hingga pasien menunjukkan

gejala kejang.

Kuantitas keluhan : tipe panas intermiten, meningkat pada

malam hari, menurun pada siang hari.

Faktor yang memperberat : keluhan bertambah berat dengan aktivitas

Faktor yang memperingan : berkurang jika pasien beristirahat

Gejala penyerta : hari ke-2 panas pasien merasa mual tetapi tidak sampai

muntah, sakit kepala dan sulit menelan, terasa nyeri di perut

atas kanan-kiri, nyeri hilang timbul, terasa pegal-pegal

Page 4: Dbd Edit Jadi

seluruh badan, dipijat tapi tidak membaik, tidak ada batuk

dan pilek.

Pasien datang ke IGD RSI pada hari minggu, 22 januari 2012 pada jam

22.30 WIB bersama kedua orang tuanya dengan keluhan panas tinggi. Panas

dirasakan sejak 4 hari yang lalu (18/01/12), naik turun, meningkat pada malam

hari dan menurun disiang hari. Keesokan harinya (19/01/12) orang tua pasien

membawa An.F ke. RS, didiagnosa TF dan ISPA diberikan obat namun panas

tidak turun sehingga pada tanggal 22/01/12 karena panasnya semakin tinggi

orang tua pasien membawa pasien kembali ke RS. Hari ke-2 panas pasien merasa

mual tetapi tidak sampai muntah, sakit kepala dan sulit menelan, terasa pegal-

pegal seluruh badan, dipijat tapi tidak membaik, tidak ada batuk dan pilek.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat MRS : disangkal

Riwayat Tifoid Fever : + (SD)

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Penyakit Paru : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Sakit Kejang : disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal

Riwayat DF/DHF : disangkal

Riwayat Penyakit Pembekuan darah : disangkal

4. Riwayat Keluarga :

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Jantung : disangkal

Riwayat Ginjal : disangkal

Riwayat Gout : disangkal

Riwayat penyakit pembekuan darah : disangkal

Riwayat OA : disangkal

5. Riwayat Gizi

Page 5: Dbd Edit Jadi

Pasien makan sehari-hari biasanya 3-4 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk.

6. Riwayat Kebiasaan :

Pasien suka berolah raga futsal. Riwayat merokok disangkal.

Anamnesis Sistem

1. Kulit : kulit gatal(-), keriput (-)

2. Kepala : sakit kepala(+), pusing(-), rambut rontok(-), luka(-),

benjolan(-), demam(+)

3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang(-), penglihatan

kabur(-), ketajaman penglihatan berkurang(-),

penglihatan ganda(-), konjungtiva hiperemi (+)

4. Hidung : tersumbat(-), mimisan (-)

5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung(-), cairan(-),

nyeri(-)

6. Mulut : pucat(+), sariawan(-), mulut kering(+)

7. Tenggorokan : nyeri menelan(-), suara serak(-)

8. Pernafasan : sesak nafas(-), batuk(-), mengi(-)

9. Kardiovaskuler : nyeri dada(-), berdebar-debar(-), ampeg(-).

10. Gastrointestinal : mual(-), muntah(-), diare(-), nafsu makan menurun(-),

nyeri perut(-), sembelit (-), kembung (-), BAB normal.

11. Genitourinaria : BAK normal

12. Neurologik : lumpuh(-), kaki kesemutan(-), kejang (-)

13. Psikiatrik : emosi stabil(+), mudah marah(-)

14. Muskolokeletal : kaku sendi(-), nyeri sendi (+), nyeri tangan dan

kaki(-), nyeri otot(-)

15. Ekstremitas atas

:bengkak(-), sakit(-), telapak tangan pucat(-),

kebiruan(-), luka(-)

16. Ekstremitas bawah : bengkak (-), sakit(-), telapak kaki pucat(-),

kebiruan(-), luka(-), akral hangat (+)

Pemeriksaan Fisik

Page 6: Dbd Edit Jadi

1. Keadaan umum : sadar penuh

2. Kesadaran : GCS 456 compos mentis

3. Tanda vital :

BB : 45 Kg

TB : 163 cm

BMI : 16,9 under weight

Tensi : 100/70mmHg

Suhu : 39oC

N : 104x/menit

RR : 28x/menit

4. Kulit : sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-),

pucat (-), spider nevi (-), petechie (-), eritem (-),

venektasi (-)

5. Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), papul (-), nodul (-),

makula (-)

6. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil

isokor (+/+), reflek kornea (+/+), warna kelopak

coklat, radang (-/-), eksoftalmus (-), strabismus (-)

7. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-), epistaksis

(-/-), deformitas hidung (-/-), hiperpigmentasi (-/-),

saddle nose(-/-)

8. Mulut : mukosa bibir pucat (+/+), sianosis bibir (-/-), bibir

kering (+/+), gusi berdarah (-) lidah kotor (-), tepi

lidah hiperemis (-), papil lidah atrofi (-)

9. Telinga : otorrhea (-/-), pendengaran berkurang (-/-), nyeri tekan

mastoid (-/-), cuping teling dbn, serumen (-/-)

10. Tenggorokan : tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)

11. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)

12. Thorax : normochest, simetris, pernafasan thoracoabdominal,

retraksi (-), massa (-), krepitasi (-), kelainan kulit (-),

nyeri (-)

Page 7: Dbd Edit Jadi

Cor:

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra

Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra

Batas kiri bawah : ICS V medial linea medio

clavicularis sinistra.

Batas kanan bawah : ICS IV linea para sternalis

dekstra

Auskultasi :bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,bising

(-) ,bunyi jantung tambahan (-), HR : 86x/menit

Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada kanan sama dengan

dada kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : + + - - - -

suara dasar vesikuler + wheezing - ronkhi -

+ + - - - -

Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, irama

regular, otot bantu nafas (-), pola nafas abnormal (-)

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : + + - - - -

suara dasar vesikuler + wheezing - ronkhi -

+ + - - - -

13. Abdomen :

Inspeksi : datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas

jahitan (-)

Page 8: Dbd Edit Jadi

Palpasi : supel, nyeri epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba,

turgor baik, massa (-), asites (-)

Perkusi : timpani seluruh lapangan perut

Auskultasi : bising usus normal

14. Sistem Collumna Vertebralis :

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

15. Ekstremitas (lengan atas kiri)

Akral hangat Oedem

L : deformitas (-), luka (-), eritema (-)

F : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

M: normal

16. Sistem genitalia : normal

17. Pemeriksaan neurologik :

Kesadaran : GCS 456 composmentis

Fungsi luhur : dalam batas normal

Fungsi vegetatif : dalam batas normal

Fungsi sensorik

Fungsi motorik

Kekuatan Tonus Ref.Fisiologis Ref.Patologis18. Pemeriksaan psikiatri :

Penampilan : baik

Kesadaran : kualitatif tidak berubah, kuantitatif composmentis

+ +

+ +

- -

- -

N N

N N

- -

- -

N N

N N

5 5

5 5

5 5

5 5

Page 9: Dbd Edit Jadi

Afek : appropriate

Psikomotor : normoaktif

Proses pikir : Bentuk : realistik

Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

Arus : koheren

Insight : baik

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Lab:

Darah Lengkap (22/01/12)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 15,1 12-26 g/d

Leukosit 4.500 4-10ribu /mm3

LED - 2-20 mm/jam

Trombosit 184.000 150-400ribu/mm3

PCV 45,4 37-48%

Eritrosit 6,07 4.0-5.5juta/mm

Hit. Jenis:

Eosinofil 1 1-3

Basofil 1 0-1

Stab - 2-6

Seg 68 50-70

Lymfosit 21 20-40

Monosit 9 2-8

Kimia Darah

Nilai Normal

Ureum 28 15-39 mg/dl

Kreatinin 1,04 <1,3 mg/dl

SGOT 35 <40 U/L

SGPT 14 <41 U/L

Page 10: Dbd Edit Jadi

Widal Test

Typus O _

Typus H _

Paratyph A _

Paratyph B _

Resume

Pasien datang ke IGD RSI pada hari minggu, 22 januari 2012 pada jam

22.30 WIB bersama kedua orang tuanya dengan keluhan panas tinggi. Panas

dirasakan sejak 4 hari yang lalu (18/01/12), naik turun, meningkat pada malam

hari dan mnurun disiang hari. Hari ke-2 panas pasien merasa mual tetapi tidak

sampai muntah, sakit kepala dan sulit menelan, terasa pegal-pegal seluruh badan,

dipijat tapi tidak membaik, tidak ada batuk dan pilek.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sadar penuh

GCS 456 compos mentis, BMI underweigh, suhu 39oC, tensi 100/70mmHg,nadi

104x/menit. Konjungtiva hiperemi (+), mulut kering (+), akral hangat (+), nyeri

epigastrium (+), nyeri sendi (+).

Hasil lab Darah Lengkap didapatkan peningkatan eritrosit 6,07 juta/mm3,

hitung jenis didapatkan peningkatan jumlah monosit sebanyak 9.

Diagnosis

OF susp DF

Penatalaksanaan

Non Medikamentosa:

a. Edukasi dan KIE kepada orang tua pasien tentang kondisi An.F

b. Asupan gizi cukup

Medikamentosa:

- Infus RA 20 tetes/menit

- Ranitidine 2x1 amp IV

- PCT 3x1

Page 11: Dbd Edit Jadi

- Cefotaxim 2x1g IV

Follow up

Tanggal 23 jan 2012

S : nyeri perut

O : KU cukup, compos mentis GCS 456.

Trombosit 133.000 ( )

Tanda vital: T: 100/60 mmHg RR: 24 x/menit

N: 84 x/menit S: 37,4oC

A : OF susp DF hari ke-4

P :

- Psidii 3x1

- Magtral syr 3x2ctk obat oral

- Paracetamol 3x1 ctk

- Romilar 1x1 ctk

- Cefotaxim

- Ranitidine obat injeksi

- Metil prednisolon

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 15 12-26 g/d

Leukosit 2.500 4-10ribu /mm3

LED - 2-20 mm/jam

Trombosit 133.000 150-400ribu/mm3

PCV 45,2 37-48%

Eritrosit 6,09 4.0-5.5juta/mm

Hit. Jenis:

Eosinofil 2 1-3

Basofil 3 0-1

Stab - 2-6

Seg 47 50-70

Lymfosit 34 20-40

Monosit 14 2-8

Page 12: Dbd Edit Jadi

Tanggal 24/01/2012

S : nyeri perut

O : KU cukup, compos mentis GCS 456

Tanda vital: T:120/80 mmHg RR: 26x/menit

N: 92 x/menit S: 36oC

A : OF susp DF hari ke-5

P :

- Psidii 3x1

- Magtral syr 3x2ctk obat oral

- Paracetamol 3x1 ctk

- Romilar 1x1 ctk

- Cefotaxim

- Ranitidine obat injeksi

- Metal prednisolon

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 16 12-26 g/d

Leukosit 2.000 4-10ribu /mm3

LED - 2-20 mm/jam

Trombosit 135.000 150-400ribu/mm3

PCV 47,1 37-48%

Eritrosit 6,31 4.0-5.5juta/mm

Hit. Jenis:

Eosinofil 1 1-3

Basofil 8 0-1

Stab - 2-6

Seg 37 50-70

Lymfosit 39 20-40

Monosit 15 2-8

Kesimpulan

- Diagnosa akhir dari An.F adalah OF susp DF

Page 13: Dbd Edit Jadi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Demam Berdarah Dengue

Page 14: Dbd Edit Jadi

II.1.1. Definisi DBD

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit disebabkan

oleh infeksi virus dengue, yang termasuk dalam flavivirus, keluarga flaviridae.

Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat

rantai tunggal dengan berat molekul 4x106Terdapat empat serotype virus yaitu

DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam

dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia

dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara

serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese enchepalitis

dan West Nile virus. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada

hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata.

II.1.2. Penyebab DBD

Dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue adalah

suatu arbovirus yang termasuk ke dalam genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

dari 4 serotipe yaitu:

1. Dengue 1 (DEN-1), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

2. Dengue 2 (DEN-2), diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

3. Dengue 3 (DEN-3), diisolasi oleh Sather.

4. Dengue 4 (DEN-4), diisolasi oleh Sather.

Keempat serotipe ini bisa menyebabkan penyakit yang berat dan fatal.

Infeksi oleh salah satu dari keempat serotipe tersebut tidak menimbulkan

kekebalan protektif silang, artinya jika seseorang pernah terinfeksi oleh DEN 1,

maka di kemudian hari mungkin saja orang tersebut akan terinfeksi oleh serotipe

lainnya, sehingga orang-orang yang tinggal di daerah endemis dengue, bisa

menderita keempat jenis infeksi dengue. Keempat serotype ditemukan di

Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang

Page 15: Dbd Edit Jadi

antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese

enchepalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia

seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemiologi pada

hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi

dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi

pada nyamuk Aedes (Stegomya) dan Toxorhynchites.

II.1.3. Karakteristik Virus Dengue

Dengue merupakan penyakit tropis dan virus penyebabnya bertahan dalam

suatu siklus yang melibatkan manusia dan Aedes aegypti. Aedes aegypti adalah

sejenis nyamuk rumah yang lebih senang menggigit manusia di siang hari.

Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina, yang lebih menyukai untuk

menyimpan telurnya di dalam wadah yang berisi air bersih dan terletak di sekitar

habitat manusia.

Siklus transmisi virus di dalam tubuh manusia:

1. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui liur nyamuk

2. Virus berkembangbiak di dalam organ target, misalnya kelenjar

getah bening dan hati

3. Virus dilepaskan dari organ tersebut dan melalui darah

menyebar untuk menginfeksi sel darah putih dan jaringan getah

bening lainnya

4. Virus dilepaskan dari sel darah putih dan jaringan getah bening

lainnya dan beredar di dalam darah.

Siklus transmisi virus di dalam tubuh nyamuk:

1. Nyamuk menelan darah yang mengandung virus

Page 16: Dbd Edit Jadi

2. Virus berkembangbiak di dalam usus, indung telur, jaringan

saraf dan lemak tubuh nyamuk; kemudian virus masuk ke

dalam rongga tubuh dan menginfeksi kelenjar liur nyamuk

3. Virus berkembangbiak di dalam kelenjar liur dan jika nyamuk

menggigit manusia lainnya, maka siklus transmisi akan

berlanjut.

4. Pada kebanyakan kasus, demam dengue akan sembuh dengan

sendirinya dan tidak pernah berkembang menjadi DHF.

Beberapa faktor resiko yang berperan dalam berkembangnya demam

dengue menjadi DHF adalah:

Jenis dan serotipe virus (DHF bisa terjadi pada infeksi primer oleh virus

serotipe tertentu)

Adanya antibodi anti-dengue akibat infeksi sebelumnya atau akibat

berpindahnya antibodi dari ibu ke janin yang dikandungnya

Faktor genetik (misalnya faktor ras tampaknya berperan karena berdasarkan

data, di Kuba DHF lebih banyak ditemukan pada orang kulit putih)

Usia (di Asia Tenggara, DHF lebih banyak menyerang anak-anak, sedangkan

di Amerika DHF bisa menyerang semua kelompok umur)

Resiko yang lebih tinggi pada infeksi sekunder

Resiko yang lebih tinggi dari lokasi dimana lebih dari 2 serotipe virus beredar

secara bersamaan pada kadar yang tinggi (transmisi hiperendemik)

II.1.5. Patogenesis

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi

dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologousinfection

theory) dan hipotesis immune enhancement. Pertama, menurut hipotesis infeksi

Page 17: Dbd Edit Jadi

sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977, sebagai akibat infeksi sekunder oleh

tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu,

menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi

IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga

menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan

terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem

komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini

terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan

terdapatnya cairan dalam rongga serosa Patogenesis terjadinya syok berdasarkan

hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada gambar di bawah

ini.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada

seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu

beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi Ig G anti dengue. Disamping itu, replikasi virus

dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

Page 18: Dbd Edit Jadi

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya

virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan

mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat

aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari

30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan

adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya

cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi

secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir

fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit

dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh

darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada

Page 19: Dbd Edit Jadi

DHF. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-

antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di

phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan

trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet

faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi

intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen

degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Kedua, hipotesis immune enhancement menjelaskan secara tidak langsung

bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko

berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat. Antibodi herterolog yang telah

ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi

yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag.

Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Gambar 2. Patogenesis DBD menurut teori antibody

II.1.5. Gejala Klinis

Terdapat 4 sindroma klinis dengue:

• Demam biasa

Page 20: Dbd Edit Jadi

• Demam dengue klasik

• Demam berdarah dengue (DHF)

• Sindroma syok dengue (DSS, Dengue Shock Syndrome).

Gambar 3. Spektrum Klinis Virus Dengue

Demam biasa merupakan manifestasi yang paling sering ditemukan pada

dengue. Suatu penelitian prospektif di Bangkok melaporkan bahwa 90 dari 103

(87%) siswa yang terinfeksi oleh virus dengue menunjukkan gejala yang minimal

atau bahkan tanpa gejala, dan hanya absen sekolah selama 1 hari.

Gambar 4: Kurva suhu DBD

Demam dengue adalah suatu penyakit virus akut yang ditandai oleh:

demam (seringkali muncul secara tiba-tiba)

sakit kepala hebat (seringkali digambarkan sebagai sakit di belakang mata)

Page 21: Dbd Edit Jadi

mialgia (nyeri otot) dan atralgia (nyeri persendian) - mual dan muntah

ruam kulit yang mungkin muncul pada stadium penyakit yang berlainan dan

bisa berupa makulopapuler, peteki maupun eritema

manifestasi perdarahan.

Penderita juga mungkin mengeluhkan gejala lainnya, seperti gatal-gatal dan

gangguan pengecapan (terutama lidah terasa seperti logam). Beberapa kasus

infeksi dengue akut mungkin disertai dengan tanda dan gejala ensefalitik atau

ensefalopatik, seperti:

penurunan kesadaran (berupa letargi, linglung dan koma)

kejang

kakuk kuduk

kelumpuhan

Beberapa dari kasus tersebut kemudian diikuti dengan timbulnya DHF.

Manifestasi perdarahan pada dengueSebanyak sepertiga penderita mungkin akan

mengalami manifestasi perdarahan, yang biasanya bersifat ringan. Pada beberapa

kasus, perdarahan tampak jelas dan cukup berat sehingga menyebabkan syok

akibat kekurangan darah Manifestasi perdarahan tersebut antara lain: perdarahan

kulit (peteki, purpura, ekimosis),perdarahan gusi, hidung, perdarahan saluran

pencernaan (hematemesis, melena, hematokezia), hematuria, dan bertambahnya

perdarahan menstruasi.

II.1.6. Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO , diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal ini

terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya

bifasik.

Page 22: Dbd Edit Jadi

1. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

2. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

3. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DHF (WHO), yaitu:

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar

mulut, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Jika memenuhi kriteria diatas ditambah dengan bukti kegagalan sirkulasi berupa

tekanan nadi sempit < 20 mmHg atau hipotensi untuk usia itu, kulit yang dingin

dan lembab serta anak gelisah. (Derajat III dan IV)

Langkah diagnosis

Page 23: Dbd Edit Jadi

Pemeriksaan klinis: panas, manifestasi perdarahan, tanda

efusi, hepatomegali, tanda kegagalan sirkulasi.

Pemeriksaan laboratorium: uji torniquet, hematokrit dan

hitung trombosit secara berkala serta pemeriksaan serologi, pemeriksaan

LPB, albumin darah, CT, BT, PT, PTT, gambaran darah tepi pada kecurigaan

DIC.

Pemeriksaan penunjang: foto thorak pada dispneu untuk

menelusuri penyebab lain disamping efusi pleura, USG bila ada, dapat

dipakai untuk memeriksa efusi pleura minimalIndikasi rawat

Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas

3 hari

Tersangka demam berdarah derajat I disertai hiperpireksia

atau tidak mau makan atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht

cenderung meningkat dan trombosit cenderung turun harus dirawat.

Penderita demam berdarah derajat I pada follow up

berikutnya itemukan status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil,

kaki tangan dingin, tekanan darah menurun , oligouria harus dirawat.

Seluruh derajat II, III, IVau lebih sangat dianjurkan untuk

dirawat.

Page 24: Dbd Edit Jadi

Gambar 5 : Patogenesis dan spektrum klinis DBD

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,

jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif

disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia

umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi

dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,

Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah

albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.Untuk membuktikan etiologi DHF, dapat

dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi

atau biologi molekular.

Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah

metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang

ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal.

Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis

Page 25: Dbd Edit Jadi

molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse

transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR

memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan

isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami

kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan

yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan

mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai

hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari.

Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada

infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah

pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1

(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus

Dengue.

Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama

antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan

metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari

Page 26: Dbd Edit Jadi

pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari

ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.

Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai

keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1

sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan)

dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada

hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat

ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi

dengan USG.

II.1.7. Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran

plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.

Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah

pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.

Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya

terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses

kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial

ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi.

Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau

kurang, pemantauan terhadap kemungkinanterjadinya kelebihan cairan serta

terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada

trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang

Page 27: Dbd Edit Jadi

cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluran

cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol,

serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin

ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko

terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan

khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue:

1. jenis cairan

2. jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikanKarena tujuan terapi

cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di uang intravaskular,

pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin)

maupun koloid dapat diberikan.

WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi

DHF karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan

lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam

penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman

dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan

memiliki efek alergi yang minimal.

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DHF aman dan

efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan

kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan

hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam

pembuluh darah.

Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek

penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum

didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan

perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebutdalam waktu satu jam hanya

Page 28: Dbd Edit Jadi

5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam

ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa

keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga

terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan

dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.

Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa

keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi

volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih

lama di ruang intravaskular.

Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan

lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang

mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis,

koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti

memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).

Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue

(DSS) pada pasien dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama

renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan.

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DHF Dewasa Tanpa Syok.

1. Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan

pertama pada penderita DHF atau diduga DHF di Instalasi Gawat Darurat

dan juga bisa dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DHF di ruang Gawat Darurat dilakukan

pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan trombosit bila:

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien

dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik

dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit

Page 29: Dbd Edit Jadi

dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera

kembali ke IGD.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk

dirawat.

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DHF Dewasa di Ruang

Rawat. Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif

tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan

jumlah rumus berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut;

1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}Setelah pemberian cairan dilakukan

pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian

cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht dan trombosit

dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian

cairan sesuai cairan sesuai dengan protokol penatalaksaan DHF dengan Ht

20%

3. Protokol 3. Penatalaksaan DHF dengan Peningkatan ht > 20%.

Meningkatknya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit

cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam.

Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi

perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi

nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urine meningkat maka jumlah

cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan

pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka

jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam

pemantuan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat

Page 30: Dbd Edit Jadi

dihentikan 24-48 jam kemudian.Apabila setelah pemberian terapi cairan

awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai

dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg,

produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus

mejadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan

kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah pemberian

cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak

menunjukkan perbaikan maka jumlah pemberian cairan infus dinaikkan

menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi

menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani

sesuai dengan protokol tatalaksana DSS pada dewasa. Bila syok telah

teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan

awal.

Perdarahan spontan masif pada penderita DHF dewasa adalah:

perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun talah

diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan

melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kemih (hematuria),

perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan 4-

5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian

cairan tetap seperti keadaan DHF tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan

darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin

dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosis serta hemostase harus segera

dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan rombosit sebaiknya diulang setiap

4-6jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris

didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID).

Transfusi omponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila

didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang

Page 31: Dbd Edit Jadi

memanjang), PRCdiberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi

trombosit hanya diberikan pada pasien DHF dengan perdarahan spontan

dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Bila kita berhadapan dengan dengue shock syndrome (DSS) maka hal

pertama yang harus diingat adalah bahwa rejatan harus segera diatasi dan

oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera

dilakukan.

Angka kematian DSS sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita

DHF tanpa rejatan, dan rejatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DHF

mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksaan yang tidak tepat termasuk

kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda rejatan dini, dan penatalaksanaan

rejatan yang tidak adekuat.Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah pilihan utama

yang diberikan.

Selain resusitasi cairan, penderita juga diberi oksigen 2-4 liter/menit.

Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer

lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan Pada fase

awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah

15-30 menit. Bila rejatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7

ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan

sebanyak 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit keadaan tetap stabil

pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah rejatan teratasi

tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian

cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang

mengalami ekstravasasi telah terjadim ditandai dengan turunnya hematokrit,

cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal

jantung dapat terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya rejatan berulang harus

dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi rejatan (karena

selain proses patogenesis penyakit masih berlangsungm ternyata cairan kristaloid

Page 32: Dbd Edit Jadi

hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat

pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah rejatan telah teratasi dengan

baik, diperlukan pemantauan tanda vital secara ketat.

Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar Hb, Htm dan

jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.Bila

setelah fase awal pemberian cairan ternyata rejatan belum teratasi, maka

pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 10-30 ml/KgBB, dan

kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka

perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai Ht meningkat, berarti perembesan plasma

masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila

nilai Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka penderita

diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui

sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan

tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan

tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan

pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat lorida, serta ureum

dan kreatinin.ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5

liter/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap

belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam

basa, elektrolit, hipoglikemi, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena

sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi rejatan tetap belum teratasi

maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

Tindak Lanjut

Pengamatan rutin

DSS : tensi/nadi diperiksa setiap 15-20 menit sampai keadaan stabil, Ht,

trombosit setiap 3-6 jam sampai keadaan menetap.

Page 33: Dbd Edit Jadi

Derajat I dan II : pemeriksaan Ht dan trombosit minimal 2 kali sehari.

Pada semua DSS pada saat masuk rumah sakit harus diperiksa juga CT dan

BT. Bila CT cenderung memanjang lakukan juga pemeriksaan gambaran

darah tepi.

Pemeriksaan khusus: EKG bila gagal jantung, foto thorax bila pleural efusi

dan edema paru. USG bila curiga efusi pleura minimal. BT, CT, PT, PTT, dan

gambaran darah tepi bila curiga DIC.

Penderita yang berobat jalan diperiksa trombosit setiap hari.

Penderita yang dirawat, tampung urine 24 jam, bila kurang dari 2

ml/kgBB/jam periksa ureum dan kretinin.

Elektrolit darah astrup bila keadaan umum tidak membaik.

Pelaporan pada dinas kesehatan Tk II setempat melalui kurir, telepon atau

surat secara mingguan.

Indikasi pulang

Keadaan umum baik dan masa krisis telah berlalu atau >7 hari sejak

panas.Keadaan umum baik ditandai dengan:

nafsu makan membaik,

keadaan klinis penderita membaik,

tidak demam paling sedikit 24 jam tanpa antipiretik,

tidak dijumpai distress pernafasan minimal 3 hari setelah syok teratasi,

hematokrit stabil

trombosit >50.000 mm3

II.1.8. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh DHF adalah

perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, dan efusi

pleura.

Page 34: Dbd Edit Jadi

II.1.9. Prognosis

Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan < 3%. Angka

kematian DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DHF

yang akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit

diramalkan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan penyuluhan.

Page 35: Dbd Edit Jadi

BAB III

PEMBAHASAN PENGOBATAN PADA KASUS

1. ASERING

Indikasi:

Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,

demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,

trauma.

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

Na 130 mEq

K 4 mEq

Cl 109 mEq

Ca 3 mEq

Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

-Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang

mengalami gangguan hati

-Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih

baik dibanding RL pada neonatus

-Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada

anestesi dengan isofluran

-Mempunyai efek vasodilator

-Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000

ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko

memperburuk edema serebral

2. CEFOTAXIM

Page 36: Dbd Edit Jadi

A.Farmakodinamik

Cefotaxime adalah antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang memiliki aktivitas

anti bakteri. Aktivitas bakterisidal didapat dengan cara menghambat sisntesis

dinding sel. In vitro cefotaxime memiliki aktivitas luas terhadap bakteri gram

positif dan gram negatif. Cefotaxime memiliki stabilitas yang sangat tinggi

terhadap β-laktamase, baik itu penisilinase dan sefalosporinase yang dihasilkan

bakteri gram-positif dan gram-negatif. Selain daripadaitu Cefataxime merupakan

penghambat poten terhadap bakteri gram negatif tertentu yang menghasilkan β-

laktamase.

B.Farmakokinetik

1.Absorpsi: Cefotaxime diberikan secara injeksi sebagai garam natrium.

Diabsorpsi dengan cepat setelah injeksi intra muskular dengan rata-rata

konsentrasi puncak plasma sekitar 12 dan 20 ug/ml yang dilaporkan berturut-urut

setelah 40 menit pemberian Cefotaxime 0,5 dan 1 g. pada injeksi intravena

Cefotaxime 0,5:1 atau 2 g rata-rata konsentrasi puncak plasma berturut-urut

38:102 dan 215 ug/ml dicapai dalam konsentrasi bervariasi antara 1 sampai 3

ug/ml setelah 4 jam. Waktu paruh plasma Cefotaxime sekitar 1 jam dan untuk

metabolit aktif desocetylcepotaxime sekitar 1,5 jam. Waktu paruh meningkat pada

neonatus dan penderita dengan gangguan ginjal berat, terutama untuk bentuk

metabolit, dalam hal ini pengurangan dosis sangat diperlukan. Sekitar 40%

Cefotaxime dalam sirkulasi dilaporkan berikatan dengan protein plasma.

2.Distribusi: Cefotaxime dan desacetylcefotoxime secara luas didistribusikan

dalam jaringan dan cairan tubuh; konsentrasi terapi dapat ditemui dalam LCS

terutama bila meninges dalam keadaan meradang. Cefotaxime melewati plasenta

dan dalam konsentrasi rendah dapat ditemukan pada air susu ibu. Konsentrasi

Cefotaxime dan desacetylcefotaxime relatif tinngi pada empedu dan 20% dari

dosis yang diberikan ditemukan dalam feses.

3.Metabolisme: Cefotaxime sebagian masuk dalam metabolisme hati menjadi

desacetylcefotaxime dan metabolit inaktif.

Page 37: Dbd Edit Jadi

4.Ekskresi: Eliminasi Cefotaxime terutama melalui ginjal dan sekitar 40 sampai

60% dari dosis ditemukan tidak berubah di urin dalam jangka waktu 24 jam; dan

sisanya sebanyak 20% diekskresikan sebagai metabolit desacetyl. Probenesid akan

berkompetensi dengan Cefotaxime dalam halsekresi melalui tubulus ginjal yang

akan mengakibatkan konsentrasi plasma efotaxime dan metabolit desacetyl

menjadi lebih tinggi dan lebih lama. Cefotaxime dan metabolitnya dapat

dihilangkan dengan hemodialis.

C.Kontra Indikasi

Cefotaxime dikontraindikasikan untuk; penderita debngan hipersensitivitas

terhadap Cefotaxime sodium atau anti biotik golongan Sefalosporin.

D.Indikasi

Cefotaxime diindikasikan untuk pengobatan dengan infeksi yang disebabkan oleh

bakteri sensitif pada penyakit-penyakit berikut ini:

1.Infeksi saluran pernafasan bagian bawah: termasuk pneumonia yang disebabkan

streptococcus pneumonia, S. pyogenes (Streptococcus group A) dan Streptococci

lain (tidak termasuk Enterococci, seperti S. faecalis), Staphylococcus aureus

(produksi penisilinase dan tidak produksi penisilinase), Escherichia coli.

2.Infeksi saluran kemih

3.Infeksi ginekologi

4.Bakteremia/septicemia

5.Infeksi kulit dan susunan kulit

6.Infeksi abdominal

E.Dosis

1.Dewasa: Pemberian secara IV atau IM. Dosis maksimum sehari tidak lebih dari

12 g. besarnya dosis dan cara pemberian sesuai dengan organisme penyebab, berat

ringannya infeksi dan kondisi pasien (lihat tabel) untuk semua pedoman dosis.

2.Profilaksi perroperatif: 1 g IV atau IM, 30-90 menit sebelum operasi

Page 38: Dbd Edit Jadi

3.Operasi caesar: pemberian pertama 1 g IV segera setelah tali pusar diklem.

Pemberian kedua dan ketiga 1 g IV atau IM interval 6-12 jam setelah dosis

pertama di berikan

4.Anak-anak: Tidak perlu dibedakan antara bagi premature dan cukup bulan.

Dosis yang dianjurkan sesuai dengan pedoman berikut: Untuk anak-anak > 50 kg,

gunakan dosis dewasa. Tidak lebih dari dosis dewasa yang dianjurkan. Gunakan

dosis yang lebih tinggi untuk infeksi yang lebih berat/serius seperti meningitis.

5.Gangguan fungsi ginjal: penentuan dosis berdasarkan derajat gangguan fungsi

ginjal, berat ringannya penyakit dan kerentanan organisme penyebab. Pada

pasien-pasien dengan batas klirens kreatinin < 20 ml/menit/1,73 m2, kurangi dosis

sampai50%

3. Parasetamol

Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak

digunakan sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari

peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya

adalah analgetik dan antipiretik, tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada

umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk

swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetiknya diperkuat oleh kofein

dengan kira-kira 50% dan kodein (Tjay dan Rahardja, 2002).

Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat.

Prosentase Pengikatan pada protein-nya 25%, plasma t ½ -nya 1-4 jam. Antara

kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan. Dalam hati, zat ini diuraikan

menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih sebagai

konjugat-glukuronida dan sulfat (Tjay dan Rahardja, 2002).

a) Efek samping

Jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada

penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di

atas 6 g mengakibatkan nekrose hati yang reversible. Hepatotoksisitas ini

Page 39: Dbd Edit Jadi

disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat ditangkal

oleh glutation (suatu tripeptida dengan –SH). Pada dosis diatas 10 g, persediaan

peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –SH

di sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan irreversible. Parasetamol dengan dosis

diatas 20 g sudah berefek fatal. Over dosis bisa menimbulkan antara lain mual,

muntah, dan anorexia. Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu

diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsisten atau metionin) sedini

mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi (Tjay dan Rahardja, 2002)

Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi

walaupun mencapai air susu ibu.

b) Farmakodinamik

Efek analgetik parasetamol serupa dengan salisilat, yaitu menghilangkan

atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu

tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.

Efek anti-inflamasi parasetamol sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak

digunakan sebagai antireumatik (Ganiswara, 1995)

c) Farmakokinetik

Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh

plasma antara 1 sampai 3 jam (Ganiswara, 1995)

d) Interaksi Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan pada

dosis biasa tidak interaktif. Kombinasi dengan obat penyakit AIDS zidovudin

meningkatkan resiko neutropenia (Tjay dan Rahardja, 2002)

e) Dosis

Nyeri akut dan demam bisa diatasi dengan 325-500 mg empat kali sehari

dan secara proposional dikurangi untuk anak-anak. Keadaan tunak (steady state)

dicapai dalam sehari (Katzung, 1989). Untuk nyeri dan demam oral 2-3 sehari

0,5-1 g, maksimum 4 g / hari, pada penggunaan kronis maksimum 2,5 g/hari.

Anak-anak 4-6 tiap hari 10 mg / kg, yakni rata-rata usia 3-1 bulan 60 mg, 1-4

tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12 tahun 240-360 mg, 3-6 kali sehari.

Rektal 20 mg / kg setiap kali, dewasa 4 tiap hari 0,5-1 g, anak-anak usia 3-12

Page 40: Dbd Edit Jadi

bulan 2-3 dd 120 mg, 1-4 tahun 2-3 sehari 240 mg, 4-6 tahun 4 sehari 240 mg, dan

7-12 tahun 2-3 tiap hari 0,5 g (Tjay dan Rahardja, 2002).

4. MAGTRAL SUSP 120ML

Kandungan

Per tab AI(OH)3 250 mg, Mg(OH)2 250 mg, simethicone 50 mg. Per 5 mL susp

AI(OH)3 250 mg, Mg(OH)2 250 mg, simethicone 50 mg. Per tab forte AI(OH)3

400 mg, Mg(OH)2 400 mg, simethicone 80 mg. Per 5 mL susp forte AI(OH)3

400mg, Mg(OH)2 400 mg, simethicone 80mg.

Indikasi

Hiperasiditas, tukak duodenum dg gejala mual, kembung, rasa penuh pd lambung.

Kontra Indikasi

--

Efek Samping

Diare, konstipasi; deplesi fosfat, hipermagnesemia; obstruksi usus (dosis besar).

Perhatian

Disfungsi ginjal, diet rendah fosfat, penggunaan jangka lama.

Dosis

Dws 1 -2 tab/tab forte atau 5-10 mL susp/susp forte. Anak 6-12 thn 1/2-1 tab atau

2.5-5 mL. Diberikan 3-4x/hr. diberikan pada perut kosong (1 atau 2 jam

sebelum/sesudah makan)

Interaksi

Mengganggu absorpsi Fe, tetrasiklin, warfarin, INH, digoksin, Alkalisasi dapat

meningkatkan kadarar kuinidin dalam plasma.

5. Metilprednisolon.

Page 41: Dbd Edit Jadi

KOMPOSISI

Methylprednisolone / Metilprednisolon.

INDIKASI

Artritis reumatoid, bursitis (radang kandung sega) akut dan subakut, dermatitis

eksfoliatif, rinitis alerigka, asma bronkhial, dermatitis kontak, dan konjungtivitis

alergika (radang selaput ikat mata karena alergi).

KONTRA INDIKASI

Infeksi jamur sistemik, imunisasi.Menyusui.

PERHATIAN

Stres, herpes simpleks pada mata, kecenderungan psikosis, kolitis ulseratif,

divertikulitis, anastomosis usus yang baru, ulkus peptikum aktif atau tersembunyi,

insufisiensi ginjal, hipertensi, osteoporosis, miastenia gravis.

Tuberkulosa, kehamilan.

EFEK SAMPING

Gangguan cairan & elektrolit, kelemahan otot, osteonekrosis aseptik,

osteoporosis, ulkus peptikum dengan perlubangan, perdarahan, peregangan perut,

gangguan penyembuhan luka, peningkatan tekanan dalam mata, keadaan

Cushingoid, pertumbuhan terhambat, haid tidak teratur, katarak subkapsular

posterior.

INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL

Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik atau

embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita

atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan

bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial

pada janin.

DOSIS

Dosis awal berkisar antara 4-48 mg sehari. Terapi dosis tinggi : 160 mg/hari

selama 1 minggu dilanjutkan dengan 64 mg setiap dua hari sekali (selang sehari)

selama 1 bulan.

PENYAJIAN

Dikonsumsi bersamaan dengan makanan

Page 42: Dbd Edit Jadi

6. Psidii

Komposisi ekstrak Psidii Folium

Indikasi

Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah

Dosis

1-2 kapsul 3x/hari

7. Romilar

KOMPOSISI

Per 5 mL : Dekstrometorfan / dextromethorphan HBr 15 mg, Ammonium Klorida

90 mg, Pantotenol 50 mg.

INDIKASI

Batuk.

PERHATIAN

Tidak untuk anak berusia kurang dari 2 tahun, penderita diabetes, batuk berdahak.

Hamil dan menyusui.

Interaksi obat : jangan diberikan bersama alkohol.

KEMASAN

Sirup 100 mL.

DOSIS

Dewasa : 2-4 kali sehari 1-2 sendok teh (5-10 mL).

Anak berusia lebih dari 2 tahun : 2-4 kali sehari 1/2-1 sendok teh (2,5-5 mL).

Diberikan setelah makan.

PENYAJIAN

Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak.

Page 43: Dbd Edit Jadi

43